upaya peningkatan strata perilaku hidup bersih … · sekolah pascasarjana institut pertanian bogor...
TRANSCRIPT
UPAYA PENINGKATAN STRATA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT TINGKAT RUMAH TANGGA
MELALUI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN (Studi Kasus Pengembangan Desa Siaga di Desa Jebed Selatan, Kecamatan
Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah)
FEBRI DJATMIKO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
ABSTRACT
FEBRI DJATMIKO, The Enhancement Attempts of PHBS Strata on Household Level by Health Promotion Strategy (Case Study: Desa Siaga Development in Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah), lectured by SAHARUDIN as The Chairman of Teaching Assistant Commission and IRAWAN SOEHARTONO as member of Teaching Assistant Commission.
Realizing vision “Healthy Indonesia 2010”, the national development health
acquainted has been declared. Accordingly, health promotion attempt was needed to carry out the health development. Attaining clean and healthy way of behaving, National health promotion vision has been declared that was “clean and healthy way of behaving 2010”. Health promotion implementation was sustained by three strategies: community empowerment, situation service and advocating. Particularly, The Health Service has appplied the strategy. However, statistic has shown that in 2006, only 42,85 % of healthy household in Kabupaten Pemalang and 20 % of them in Desa Jebed Selatan. Both were far from target of 65% of healthy household.
The research objective was to evaluate health promotion strategy implementation based on implementation site in Desa Jebed Selatan, to learn identified problem within the evaluation of health promotion strategy implementation based on the implementation site in Desa Jebed Selatan and to assemble participative design of health promotion strategy to interfere the identified problem in the evaluation of health promotion strategy implementation. Therefore, PHBS Strata on household level in Desa Jebed Selatan would have improved.
The research method used qualitative method. The data collecting used indeep interview, archive study and Focus Group Discussion (FGD). The problems were identified with descriptive analysis. The problem priority, the design staregy and the program were used within PRECEDE-PROCEED framework. The program assemble were conducted in FGD forum jointly with the village figures, religious figure, village midwives and health cadets. The program were the participative training program and integrated health education to improve PHBS strata in household level in Desa Jebed Selatan
The result has shown that the problems that arised in the implementation of health promotion strategy are the low level of the awarness and affirmness of the housewives, farmer and farm labor about health; the minimum level of health facility; the lack of creativity and innovation of Puskesmas officers; the lack of care and responsibility of Puskesmas officers, village midwives and health cadet of periodical supervision to villager house; and no monitoring and supervision by Puskesmas officer after training and supervision.
ABSTRAK
FEBRI DJATMIKO, Upaya Peningkatan Strata PHBS Tingkat Rumah Tangga Melalui Strategi Promosi Kesehatan (Studi Kasus Pengembangan Desa Siaga di Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah). Dibimbing oleh SAHARUDIN sebagai Ketua Komisi Pembimbing, IRAWAN SOEHARTONO sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Dalam mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010” telah ditetapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. Untuk melaksanakan pembangunan kesehatan tersebut diperlukan pendekatan Promosi Kesehatan. Untuk mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat ditetapkan visi Nasional Promosi Kesehatan yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010”. Dalam implementasinya Promosi Kesehatan didukung oleh tiga strategi yaitu pemberdayaan masyarakat, bina suasana dan advokasi. Secara umum Dinas Kesehatan Kab. Pemalang telah menerapkan strategi tersebut, akan tetapi berdasarkan data yang diperoleh rumah tangga sehat di Kab. Pemalang tahun 2006 hanya 42,85 % dan di Desa Jebed Selatan hanya 20 % kedua capaian tersebut masih jauh dari yang ditargetkan yaitu 65 %. Tujuan kajian ini untuk mengevaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan di Desa Jebed Selatan, mengkaji masalah yang telah teridentifikasi dalam evaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan di Desa Jebed Selatan serta menyusun rancangan strategi promosi kesehatan secara partisipatif untuk mengintervensi masalah yang telah teridentifikasi dalam evaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan guna meningkatkan strata PHBS tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan. Hasil kajian menunjukkan bahwa masalah yang muncul pada implementasi strategi promosi kesehatan adalah masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu rumah tangga tentang kesehatan, masih rendah tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan, minimnya sarana dan prasarana kesehatan, masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas, kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke rumah warga dan tidak adanya pengawasan atau monitoring dari petugas Puskesmas setelah dilakukan penyuluhan atau masalah sosialisasi. Metode kajian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, studi arsip dan FGD. Permasalahan diidentifikasi dengan analisis deskriptif. Dalam menentukan prioritas masalah dan rancangan strategi dan program digunakan kerangka kerja PRECEDE-PROCEED. Penyusunan program dilaksanakan bersama tokoh masyarakat, tokoh agama, bidan desa dan kader kesehatan dalam forum FGD. Penyusunan program ditujukan untuk meningkatkan strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan. Program tersebut adalah Program Pelatihan Partisipatif dan Program Pendidikan Kesehatan Terpadu.
RINGKASAN
FEBRI DJATMIKO, Upaya Peningkatan Strata PHBS Tingkat Rumah Tangga Melalui Strategi Promosi Kesehatan (Studi Kasus Pengembangan Desa Siaga di Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah). Dibimbing oleh SAHARUDIN dan IRAWAN SOEHARTONO. Memasuki milenium baru Departemen Kesehatan telah mencanangkan Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi Paradigma Sehat. Berdasarkan Paradigma Sehat tersebut maka Departemen Kesehatan telah menetapkan visi “Indonesia Sehat 2010”, Untuk melaksanakan pembangunan kesehatan tersebut diperlukan pendekatan Promosi Kesehatan. Untuk mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat ditetapkan visi Nasional Promosi Kesehatan yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010”. Jadi dapat dikatakan bahwa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah produk dari Promosi Kesehatan. PHBS tingkat rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melaksanakan PHBS. Dalam implementasinya Promosi Kesehatan didukung oleh tiga strategi yaitu pemberdayaan masyarakat, bina suasana dan advokasi. Secara umum Dinas Kesehatan Kab. Pemalang telah menerapkan strategi tersebut, akan tetapi berdasarkan data yang diperoleh rumah tangga sehat di Kab. Pemalang tahun 2006 hanya 42,85 % dan capaian rumah tangga sehat di Desa Jebed Selatan hanya 20 %. Kedua capaian tersebut masih jauh dari yang ditargetkan yaitu 65 %. Berpedoman dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa implementasi program Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang belum dilaksanakan secara optimal sehingga hasilnya belum bisa mewujudkan PHBS tingkat rumah tangga sebagai cerminan dari rumah tangga sehat. Data dari Puskesmas Jebed bahwa di Desa Jebed Selatan sepanjang tahun 2007, jumlah Ibu Hamil yang meninggal sebanyak tiga orang, jumlah bayi yang meninggal sebanyak 10 orang, jumlah balita yang meninggal dua orang dan jumlah bayi yang lahir mati sebanyak empat orang. Dengan jumlah kematian ibu hamil dan kematian bayi yang tidak sedikit menandakan bahwa masih minimnya pengetahuan masyarakat Desa Jebed Selatan terhadap Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Selain itu, di Desa Jebed Selatan dari 64 bayi (0-6 Bulan) yang diberi ASI Eksklusif oleh ibunya hanya tiga bayi atau 4,7 % dan kunjungan ibu hamil ke institusi kesehatan dari 148 ibu hamil hanya 67 ibu hamil yang melakukan kunjungan atau 45,27 % (Profil Puskesmas Jebed, 2006). Berawal dari kurang optimalnya penerapan Strategi Promosi Kesehatan tersebut, Pengkaji merasa sangat perlu untuk mengevaluasi Strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan sehingga nantinya dapat melahirkan strategi dan program Promosi Kesehatan yang tepat untuk kondisi masyarakat Desa Jebed Selatan. Tujuan dari kajian ini adalah mengevaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan yang dijalankan di Desa Jebed Selatan dan mengkaji masalah-masalah dalam implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan di Desa Jebed Selatan dan mengkaji kondisi PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan serta menyusun rancangan strategi Promosi Kesehatan yang efektif untuk kondisi Desa
Jebed Selatan secara partisipatif dalam upaya meningkatkan strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan. Metode kajian yang digunakan adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, studi arsip dan FGD. Permasalahan diidentifikasi dengan analisis deskriptif. Dalam menentukan prioritas masalah dan rancangan strategi dan program digunakan kerangka kerja PRECEDE-PROCEED. Penyusunan program dilaksanakan bersama tokoh masyarakat, tokoh agama, bidan desa dan kader kesehatan dalam forum FGD. Hasil kajian menunjukkan bahwa masalah yang muncul pada implementasi strategi promosi kesehatan adalah masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu rumah tangga tentang kesehatan, masih rendah tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan, minimnya sarana dan prasarana kesehatan, masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas, kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke rumah warga dan tidak adanya pengawasan atau monitoring dari petugas Puskesmas setelah dilakukan penyuluhan atau masalah sosialisasi. Perencanaan Promosi Kesehatan adalah suatu proses diagnosis penyebab masalah, penetapan prioritas masalah dan alokasi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu, dalam membuat perencanaan promosi kesehatan, keterlibatan dan peran serta peserta FGD sangat dibutuhkan dengan tujuan supaya menghasilkan program yang dapat mengintervensi masalah kesehatan pada PHBS di tingkat rumah tangga, sesuai kebutuhan masyarakat, efektif dalam biaya (cost effective) dan berkesinambungan (sustainable). Di samping itu, dengan melibatkan peserta FGD maka akan menciptakan rasa memiliki sehingga timbul rasa tanggung jawab dan komitmen. Dalam forum FGD tersebut telah dirumuskan prioritas masalah antara lain Perilaku ibu rumah tangga dan ibu hamil tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Perilaku Tenaga Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan yang belum melakukan kunjungan ke rumah sebagai wujud perhatian dan tanggung jawab, Perlunya ide kreatif/ inovasi dan pengawasan dari petugas Puskesmas serta Pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan. Dari prioritas masalah tersebut, kemudian peserta FGD menetapkan sasaran untuk rancangan Program Promosi Kesehatan adalah sebagai berikut Sasaran Primer adalah Ibu rumah tangga, Sasaran Sekunder adalah Anggota Keluarga (Ayah dan Anak) dan Sasaran Tersier adalah Petugas Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan. Selanjutnya peserta FGD merancang tujuan perubahan perilaku dan lingkungan yang ingin dicapai dalam Program Promosi Kesehatan adalah Peningkatan pengetahuan tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Peningkatan Strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan. Untuk menunjang intervensi prioritas masalah diatas, diusulkan dua Strategi dan Program Promosi Kesehatan, antara lain Strategi Peningkatan Kapasitas SDM dengan Program Pelatihan Partisipatif dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Pendidikan Kesehatan Terpadu Berbasis Keluarga.
UPAYA PENINGKATAN STRATA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT TINGKAT RUMAH TANGGA
MELALUI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN (Studi Kasus Pengembangan Desa Siaga di Desa Jebed Selatan, Kecamatan
Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah)
FEBRI DJATMIKO
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ”Upaya Peningkatan Strata PHBS Tingkat Rumah Tangga Melalui Strategi Promosi Kesehatan (Studi Kasus Pengembangan Desa Siaga di Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah)” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Juli 2008
FEBRI DJATMIKO
NRP I354060235
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Ir. Said Rusli, M.A
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yag wajar IPB. Dilarang mengummkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya Penulis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti Pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Pengembangan Masyarakat. kajian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional dengan judul Laporan Kajian Pengembangan Masyarakat adalah “Upaya Peningkatan Strata PHBS Tingkat Rumah Tangga Melalui Strategi Promosi Kesehatan (Studi Kasus Pengembangan Desa Siaga Di Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah)”. Berkenaan dengan penyusunan Kajian Pengembangan Masyarakat tersebut Penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Saharudin, MS dan Prof. Dr. H. Irawan Soehartono, M.S.W selaku
Komisi Pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan saran dalam penyusunan kajian ini.
2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS, selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat IPB-STKS dan para Staf Pengajar pada Program Studi Pengembangan Masyarakat IPPB-STKS.
3. Dr. Marjuki, M.Sc. selaku Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Sosial Departemen Sosial Republik Indonesia.
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang, Kepala BPS Kabupaten Pemalang, Kepala Desa Jebed Selatan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Bidan Desa, Kader Kesehatan dan masyarakat Desa Jebed Selatan yang telah memberikan bantuan dan informasi sebagai bahan kajian.
5. Isteri dan anakku tercinta serta orang tuaku yang telah memberikan dukungan moral dan material kepada Penulis.
6. Para pihak yang tidak dapat Kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan kajian ini.
Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang akan meneliti lebih lanjut.
Bogor, Juli 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 2 Februari 1981 dari pasangan Bapak Suhartono dan Ibu Endang L. Setyowati (Alm) sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan SD PIUS Kabupaten Pemalang pada tahun 1993, SMP PIUS Kabupaten Pemalang pada tahun 1996, SMA Negeri I Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 1999, dan STPDN Jatinangor pada tahun 2005. Sejak tahun 2005 Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Pemalang. Pada bulan Agustus 2006 Penulis mendapatkan beasisiswa dari Departemen Sosial Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan S2 Program Studi Pengembangan Masyarakat, kerjasama IPB-STKS. Tahun 2006 Penulis menikah dengan Dewi Novitasari. Dari pernikahan ini Penulis dikaruniai satu orang anak, yang bernama Rajendra Aryasuta Putra Djatmiko, lahir pada tanggal 15 Oktober 2007.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan dan Manfaat Kajian .................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Kajian ................................................................................ 5
1.3.2 Manfaat Kajian .............................................................................. 6
1.4 Keaslian Kajian ...................................................................................... 6
II. TINJAUAN TEORITIS
2.1 Promosi Kesehatan (Health Promotion) ................................................. 7
2.1.1 Strategi Promosi Kesehatan ........................................................... 8
2.1.2 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan ............................................... 9
2.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) .............................................. 11
2.2.1 Sasaran PHBS Tingkat Rumah Tangga ........................................ 12
2.2.2 Pengkajian PHBS Tingkat Rumah Tangga ................................... 13
2.3 Pemberdayaan Masyarakat ..................................................................... 14
2.3.1 Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan ......................... 15
2.4 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 16
III. METODE KAJIAN
3.1 Batas – Batas Kajian .............................................................................. 20
3.2 Tempat dan Waktu Kajian ..................................................................... 20
3.3 Metode Pengumpulan Data .................................................................... 21
3.3.1 Sumber Data .................................................................................. 21
3.3.2 Teknik Pemilihan Responden ....................................................... 23
3.3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 23
3.3.4 Teknik Pengolahan Data ............................................................... 26
3.3.5 Rancangan Perumusan Strategi dan Program ............................... 26
IV. PETA SOSIAL DESA JEBED SELATAN
4.1 Lokasi ..................................................................................................... 27
4.2 Struktur Kependudukan .......................................................................... 30
4.2.1 Proporsi Penduduk Umur Muda dan Umur Tua ........................... 32
4.2.2 Rasio Jenis Kelamin (RJK) ........................................................... 32
4.2.3 Rasio Beban Tanggungan (RBT) .................................................. 33
4.2.4 Kepadatan Penduduk ..................................................................... 33
4.2.5 Pendidikan ..................................................................................... 33
4.2.6 Angkatan Kerja ............................................................................. 34
4.3 Aspek Perekonomian ............................................................................. 35
4.4 Struktur Komunitas ................................................................................ 36
4.5 Organisasi dan Kelembagaan ................................................................. 38
4.6 Sumberdaya Lokal ................................................................................. 40
4.7 Masalah Sosial ....................................................................................... 42
4.8 Pengkajian PHBS Tingkat Rumah Tangga ............................................ 43
4.9 Ikhtisar ................................................................................................... 48
V. IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN
5.1 Sejarah Perkembangan Promosi Kesehatan ........................................... 50
5.2 Implementasi Strategi Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang ..... 53
5.3 Pencapaian Program Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang ....... 56
5.4 Ikhtisar ................................................................................................... 57
VI. EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN BERDASARKAN TEMPAT PELAKSANAAN DI DESA JEBED SELATAN
6.1 Tahap Input ............................................................................................ 59
6.2 Tahap Proses .......................................................................................... 59
6.2.1 Evaluasi Berdasarkan Tanggapan Pelaksana Program ................ 59
6.2.2 Evaluasi Berdasarkan Tanggapan Responden ............................. 67
6.3 Tahap Output .......................................................................................... 79
6.3.1 Sikap dan Perilaku Masyarakat Desa Jebed Selatan Berdasarkan
Tanggapan dari Petugas Puskesmas Jebed ................................... 79
6.3.2 Sikap dan Perilaku Petugas Puskesmas Jebed Berdasarkan
Tanggapan dari Masyarakat Desa Jebed Selatan ......................... 80
VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN
7.1 Perencanaan Promosi Kesehatan ............................................................ 83
7.1.1 Fase Diagnosis Sosial .................................................................... 85
7.1.2 Fase Diagnosis Epidemiologi ........................................................ 87
7.1.3 Fase Diagnosis Perilaku dan Lingkungan ..................................... 88
7.1.4 Fase Diagnosis Pendidikan dan Organisasional ............................ 89
7.1.5 Fase Diagnosis Administratif dan Kebijakan ................................ 89
7.2 Rancangan Strategi dan Program Promosi Kesehatan ........................... 90
7.2.1 Program Pelatihan Partisipatif ....................................................... 93
7.2.2 Program Pendidikan Kesehatan Terpadu ....................................... 93
VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8.1 Kesimpulan ............................................................................................ 96
8.2 Rekomendasi .......................................................................................... 98
8.2.1 Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang ......................................... 98
8.2.2 Pelaksana Program Promosi Kesehatan ........................................ 99
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jadual Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat Tahun 2007 .... 21
2 Kelengkapan Data .................................................................................. 22
3 Teknik Pengumpulan Data dan Tujuan .................................................. 25
4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan
Jenis Kelamin Desa Jebed Selatan Tahun 2006 ..................................... 31
5 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Jebed Selatan ............................. 34
6 Data Angkatan Kerja Dirinci Menurut Umur Tahun 2006 .................... 34
7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Desa Jebed Selatan Tahun 2006 ............................................................. 35
8 Pencapaian Program Promosi Kesehatan Kabupaten Pemalang
Tahun 2006 ............................................................................................ 57
9 Komposisi Mata Pencaharian Responden .............................................. 68
10 Karakteristik Masyarakat Desa Jebed Selatan ....................................... 85
11 Diagnosis Epidemiologi Promosi Kesehatan ........................................ 87
12 Kerangka Kerja Logis Strategi dan Program Promosi Kesehatan
di Desa Jebed Selatan ............................................................................. 92
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Hubungan Promosi Kesehatan, Tempat Pelaksanaan dengan
Determinan Perilaku ............................................................................... 11
2 Proses Pemberdayaan dalam Kesehatan ................................................ 16
3 Kerangka Pemikiran Peningkatan Strata PHBS Tingkat
Rumah Tangga ....................................................................................... 19
4 Diagram Penggunaan Lahan di Desa Jebed Selatan .............................. 27
5 Diagram Jumlah Kepala Keluarga di Setiap Dusun ............................... 28
6 Piramida Penduduk Desa Jebed Selatan Tahun 2006 ............................ 31
7 Jumlah Keluarga Miskin Tiap Dusun .................................................... 42
8 Hasil Pengkajian PHBS Tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan
Berdasarkan Urutan Masalah ................................................................. 47
9 Pencapaian Rumah Tangga Sehat di Desa Jebed Selatan ...................... 48
10 Komposisi Jumlah Tingkat Pendidikan Anggota Responden ................ 73
11 Kerangka PRECEDE-PROCEED .......................................................... 84
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta Jebed Selatan .................................................................................. 104
2 Instrumen Wawancara Mendalam
(Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang) ............................................... 105
3 Instrumen Wawancara Mendalam (Bidan Desa) ................................... 106
4 Instrumen Wawancara Mendalam (Kepala Desa) .................................. 107
5 Instrumen Wawancara Mendalam (Responden) .................................... 108
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan merupakan investasi sehingga perlu
dijaga, dilindungi dan ditingkatkan kualitasnya. Kesehatan juga merupakan faktor
penting untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, secara sosial dan ekonomi.
Namun demikian, banyak masyarakat yang belum menyadari akan pentingnya
kesehatan dalam kehidupannya. Seperti contoh apabila masyarakat mengabaikan
kesehatan maka mengakibatkan mereka sakit, sehingga dampaknya membuat
mereka tidak produktif, bahkan menjadi konsumtif dan menjadi beban bagi orang
lain. Orang bijak mengatakan bahwa “Sehat memang bukan segalanya tetapi
tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak berarti”. Menjadi suatu keharusan bagi
setiap individu, keluarga dan masyarakat untuk mengenali, melindungi,
memelihara dan meningkatkan kesehatan demi terwujudnya kemandirian
masyarakat terhadap kesehatan.
Memasuki milenium baru Departemen Kesehatan telah mencanangkan
Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi Paradigma Sehat.
Paradigma Sehat adalah cara pandang, pola pikir atau model pembangunan
kesehatan yang bersifat holistik dengan melihat masalah kesehatan yang
dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih
diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan. Secara
makro paradigma sehat berarti semua sektor memberikan kontribusi positif bagi
pengembangan perilaku dan lingkungan sehat, secara mikro berarti pembangunan
kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI 2006).
Berdasarkan Paradigma Sehat tersebut maka Departemen Kesehatan telah
menetapkan visi “Indonesia Sehat 2010”, dimana ada tiga pilar yang perlu
mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan
pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Bentuk konkrit dari
perilaku sehat yaitu perilaku proaktif dalam memelihara, meningkatkan kesehatan
dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya
kesehatan.
2
Dalam mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010” telah ditetapkan misi
pembangunan kesehatan yaitu menggerakkan pembangunan nasional berwawasan
kesehatan, mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, memelihara
dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau dan
memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
beserta lingkungannya. (Depkes RI 2006)
Untuk melaksanakan misi pembangunan kesehatan tersebut diperlukan
pendekatan Promosi Kesehatan, hal ini disebabkan pendekatan Promosi
Kesehatan lebih berorientasi pada proses pemberdayaan masyarakat dalam
mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat, melalui peningkatan, pemeliharaan
dan perlindungan kesehatannya.
Dalam Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan didefinisikan bahwa Promosi
Kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan
meningkatkan kesehatannya (Pusat Promosi Kesehatan Depkes 2005). Proses
pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat.
Artinya proses pemberdayaan tersebut dilakukan melalui kelompok-kelompok
potensial di masyarakat, bahkan semua komponen masyarakat. Proses
pemberdayaan tersebut dilakukan sesuai sosial budaya setempat, artinya sesuai
dengan keadaan, permasalahan dan potensi setempat. Proses pembelajaran
tersebut juga di sertai dengan upaya mempengaruhi lingkungan, baik lingkungan
fisik maupun non fisik, termasuk kebijakan dan peraturan perundangan agar lebih
responsif terhadap kesehatan.
Untuk mendukung upaya peningkatan perilaku sehat melalui Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan Depkes telah menetapkan Visi Nasional Promosi
Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/MENKES
/SK/X/2004 yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010” (PHBS 2010). Jadi
dapat dikatakan bahwa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah produk
dari Promosi Kesehatan.
PHBS sendiri adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat
menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakatnya (Pusat Promosi Kesehatan Depkes 2006). PHBS dapat
3
dilaksanakan di berbagai tingkat, seperti tingkat rumah tangga, institusi
pendidikan, institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit, Puskesmas dan praktek
dokter), tempat umum (pasar, stasiun dan terminal) dan tempat kerja (pabrik).
PHBS tingkat rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah
tangga agar sadar, mau dan mampu melaksanakan PHBS, untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi
diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat (Dinkes. Prov. Jawa Tengah 2006).
Dalam era otonomi daerah, visi “Indonesia Sehat 2010” akan dapat terwujud
apabila telah tercapainya secara keseluruhan “Kabupaten/ Kota Sehat” yang
diawali dari basisnya yaitu “Desa Siaga”. Pemerintah melalui Departemen
Kesehatan RI telah menyiapkan Grand Strategy yang salah satunya adalah
menggerakkan dan memberdayakan masyarakat melalui Pengembangan Desa
Siaga. Desa Siaga sendiri adalah suatu kondisi masyarakat tingkat desa atau
kelurahan yang memiliki kesiapan sumber daya potensial dan kemampuan
mengatasi masalah kesehatan (bencana dan kegawat daruratan kesehatan) secara
mandiri (Dinkes. Kab. Pemalang 2006). Dalam Pengembangan Desa Siaga, upaya
peningkatan strata PHBS telah dijadikan sebagai indikator outcome sehingga
kajian upaya peningkatan strata PHBS masih dalam kerangka kegiatan
Pengembangan Desa Siaga.
1.2 Rumusan Masalah
Sebagaimana telah disebutkan di awal bahwa promosi kesehatan adalah
proses pemberdayaan masyarakat, oleh karena itu pemberdayaan masyarakat
dijadikan sebagai ujung tombak dari implementasi promosi kesehatan yang
didukung oleh upaya bina suasana dan advokasi. Secara umum, Dinas Kesehatan
Kabupaten Pemalang sebagai penanggung jawab program Promosi Kesehatan
sudah menerapkan strategi yang ada dalam Promosi Kesehatan, yaitu strategi
Pemberdayaan Masyarakat1, Bina Suasana2 dan Advokasi3. Hanya saja dari data
1 Strategi ini langsung ditujukan kepada masyarakat. Tujuan utama pemberdayaan adalah
mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri
4
yang diperoleh, menyatakan bahwa capaian strata PHBS tingkat Rumah Tangga di
Kabupaten Pemalang tahun 2006 sebesar 42,85 % dan masuk dalam kategori
Strata Sehat Madya (Dinas Kesehatan Kab. Pemalang 2006). Capaian rumah
tangga sehat tersebut masih di bawah target Standar Pelayanan Minimum Bidang
Kesehatan (SPM-BK) Kabupaten Pemalang sebesar 65 %. Capaian strata PHBS
tingkat Rumah Tangga yang masih di bawah target tersebut berdampak pada
Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Pemalang yang tergolong sangat
tinggi yaitu 178 per 1000 kelahiran hidup. Capaian dan angka tersebut sangat
terkait dengan tingkat kesehatan masyarakat Kabupaten Pemalang dan terkait juga
dengan implementasi program Promosi Kesehatan. Capaian strata PHBS tingkat
Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan berdasarkan hasil Peta PHBS pada Peta
Sosial hanya 20 % dan hanya masuk dalam kategori Strata Sehat Pratama.
Capaian tersebut masih sangat jauh dari target SPM-BK (65 %) dan capaian
rumah tangga sehat Kabupaten Pemalang (42,85 %).
Data dari Puskesmas Jebed bahwa di Desa Jebed Selatan sepanjang tahun 2007,
jumlah Ibu Hamil yang meninggal sebanyak tiga orang, jumlah bayi yang
meninggal sebanyak 10 orang, jumlah balita yang meninggal dua orang dan
jumlah bayi yang lahir mati sebanyak empat orang. Dengan jumlah kematian ibu
hamil dan kematian bayi yang tidak sedikit menandakan bahwa masih minimnya
pengetahuan masyarakat Desa Jebed Selatan terhadap Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA). Selain itu, di Desa Jebed Selatan dari 64 bayi (0-6 Bulan) yang diberi ASI
Eksklusif oleh ibunya hanya tiga bayi atau 4,7 % dan kunjungan ibu hamil ke
institusi kesehatan dari 148 ibu hamil hanya 67 ibu hamil yang melakukan
kunjungan atau 45,27 % (Profil Puskesmas Jebed 2006).
Berpedoman dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada masalah dalam
PHBS di masyarakat Desa Jebed Selatan terutama pada ibu rumah tangga. Karena 2 Strategi ini adalah suatu kegiatan untuk mensosialisasikan program-program kesehatan agar
masyarakat mau menerima dan berpartisipasi terhadap program tersebut. Strategi ini ditujukan untuk membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan.
3 Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada pembuat keputusan atau
penentu kebijakan di berbagai sektor dan diberbagai tingkatan sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah dan lain sebagainya.
5
PHBS adalah produk dari Promosi Kesehatan, maka perlu untuk mengetahui
bagaimana strategi Promosi Kesehatan telah diterapkan di Kabupaten Pemalang
maupun di Desa Jebed Selatan
Berdasarkan penjelasan di atas, Pengkaji berupaya untuk mengevaluasi
penerapan Strategi Promosi Kesehatan sehingga nantinya dapat merancang
Strategi dan Program Promosi Kesehatan yang tepat untuk kondisi masyarakat
Desa Jebed Selatan. Dari evaluasi tersebut diharapkan strategi dan program yang
baru mampu meningkatkan strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed
Selatan.
Berdasarkan gambaran diatas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana strategi Promosi Kesehatan dilaksanakan di Desa Jebed Selatan ?
2. Mengapa strategi tersebut belum berhasil meningkatkan strata PHBS tingkat
rumah tangga di Desa Jebed Selatan ?
3. Bagaimana strategi dan program Promosi Kesehatan yang dapat
mengintervensi masalah PHBS di Desa Jebed Selatan ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Kajian
1.3.1 Tujuan Kajian
a. Untuk mengevaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan
tempat pelaksanaan di Desa Jebed Selatan.
b. Untuk mengkaji masalah yang telah teridentifikasi dalam evaluasi
implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan di
Desa Jebed Selatan.
c. Untuk menyusun rancangan strategi dan program Promosi Kesehatan secara
partisipatif untuk mengintervensi masalah yang telah teridentifikasi dalam
evaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat
pelaksanaan guna meningkatkan strata PHBS tingkat Rumah Tangga di Desa
Jebed Selatan.
6
1.3.2 Manfaat Kajian
Manfaat dalam kajian ini dapat ditinjau dalam perspektif praktis, strategis
dan akademis, yaitu :
a. Manfaat praktis, memberikan masukan tentang kebijakan dan program yang
aspiratif dan partisipatif bagi : Departemen Sosial, Departemen Kesehatan,
Bappeda, Pemerintah Kabupaten Pemalang serta instansi terkait dan lembaga
swadaya masyarakat.
b. Manfaat strategis, diharapkan dapat memberikan kontribusi atas penyusunan
strategi pemberdayaan masyarakat melalui promosi kesehatan sebagai wujud
pengembangan masyarakat (community development) dengan memanfaatkan
potensi lokal dan kelembagaan lokal.
c. Manfaat akademis, diharapkan dapat memperkaya referensi tentang praktek
pengembangan masyarakat dan pengorganisasian masyarakat pada sektor
kesehatan yang tumbuh secara partisipatif.
1.4 Keaslian Kajian
Menurut Pengkaji bahwa kajian Evaluasi Strategi Promosi Kesehatan dalam
meningkatkan PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan Kabupaten
Pemalang belum pernah dilaksanakan oleh peneliti lain.
Adapun penelitian sejenis yang pernah dilakukan adalah : Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tingkat rumah tangga di
Lokasi Proyek KKG Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2004 (Hasibuan 2004).
Antara kedua penelitian ini terdapat perbedaan yang mendasar apabila dilihat dari
tujuannya, yaitu Hasibuan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
PHBS tingkat rumah tangga, sedangkan Pengkaji ingin mengevaluasi Strategi
Promosi Kesehatan dan mengidentifikasi masalah PHBS tingkat rumah tangga
yang ada di Desa Jebed Selatan serta menyusun rancangan strategi dan program
yang efektif untuk mengintervensi masalah PHBS guna meningkatkan strata
PHBS tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan.
II. TINJAUAN TEORITIS
2.1 Promosi Kesehatan (Health Promotion)
Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan individu, kelompok dan masyarakat (Blum, dalam
Notoatmodjo, 2007). Dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan
masyarakat, intervensi yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis.
Intervensi terhadap faktor perilaku secara garis besar dapat dilakukan melalui
Promosi Kesehatan.
Pengertian Promosi Kesehatan yang telah ditetapkan oleh Pusat Promkes
Depkes RI ialah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar masyarakat dapat
menolong dirinya sendiri sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dengan
didukung oleh kebijakan publik yang responsif kesehatan. Dari konsep Promosi
Kesehatan diatas, individu dan masyarakat bukanlah objek yang pasif (sasaran),
melainkan sebagai subjek (pelaku), sehingga dalam proses pembelajaran tersebut
peran pemberdayaan masyarakat sangat tepat untuk diterapkan demi terwujudnya
perilaku masyarakat yang mencerninkan PHBS.
Promosi Kesehatan sebagai pendekatan terhadap faktor perilaku kesehatan,
maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor – faktor yang menentukan perilaku
tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan Promosi Kesehatan harus disesuaikan
dengan faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri. Menurut Green (1980),
perilaku ini ditentukan oleh tiga faktor utama, yakni :
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors).
Faktor – faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada individu
dan masyarakat adalah pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan.
2. Faktor Pemungkin (enabling factors).
Faktor pemungkin atau pendukung terwujudnya perilaku adalah ketersediaan
sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya
ketersediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, jamban dan lain
8
sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas,
Posyandu, Dokter atau Bidan.
3. Faktor Penguat (reinforcing factors).
Faktor ini meliputi sikap dan perilaku dari tokoh masyarakat (toma), tokoh
agama (toga) dan petugas kesehatan. Selain itu undang-undang, peraturan-
peraturan, kebijakan-kebijakan yang dikeluarakan atau ditetapkan dari pusat
maupun pemerintah daerah yang responsif terhadap kesehatan juga dapat
memperkuat terwujudnya perilaku hidup sehat di masyarakat.
2.1.1 Strategi Promosi Kesehatan
Berdasarkan Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI, strategi tersebut, antara
lain : Advokasi (Advocacy), Bina Suasana dan Pemberdayaan Masyarakat
(Empowerment). Secara garis besar Strategi Promosi Kesehatan, sebagai berikut :
1. Advokasi (advocacy).
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain
tersebut membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam
konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada pembuat
keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor dan di berbagai tingkatan
sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita
inginkan. Dukungan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan
daerah dan lain sebagainya.
2. Bina Suasana
Strategi ini adalah suatu kegiatan untuk mensosialisasikan program-program
kesehatan agar masyarakat mau menerima dan berpartisipasi terhadap
program tersebut. Strategi ini ditujukan untuk membina suasana yang kondusif
terhadap kesehatan.
3. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment)
Strategi ini langsung ditujukan kepada masyarakat. Tujuan utama
pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.
9
2.1.2 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2007), bahwa cakupan promosi kesehatan, baik
sebagai ilmu maupun sebagai seni sangat luas. Ruang lingkup tersebut dibatasi
berdasarkan dua dimensi, yakni :
1) Ruang Lingkup Promosi Kesehatan berdasarkan aspek kesehatan.
Secara garis besar bahwa kesehatan masyarakat mencakup empat aspek
pokok, yaitu aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang kemudian
dibagi lagi menjadi dua aspek, yakni :
a) Aspek promotif dan preventif (pencegahan).
Sasaran pada aspek ini adalah kelompok masyarakat yang sehat dan
kelompok masyarakat yang beresiko tinggi (kelompok ibu hamil dan
kelompok perokok), agar kelompok ini tidak menjadi jatuh sakit atau tetap
sehat dan bahkan meningkat status kesehatannya.
b) Aspek kuratif (penyembuhan) dan rehabilitatif.
Sedangkan sasaran pada aspek ini adalah kelompok masyarakat yang sakit
dan kelompok pasien yang baru sembuh (masa recovery) dari suatu
penyakit, agar kelompok ini sembuh dari sakitnya dan menjadi pulih
kesehatannya.
2) Ruang Lingkup Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan.
a) Promosi kesehatan pada tingkat keluarga (rumah tangga),
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat dan sebagai tempat
pendidikan pertama kali oleh anak, maka promosi kesehatan sangat
penting dalam menumbuhkan perilaku sehat. Sasaran intervensi adalah
ibu, karena ibu sangat berperan dalam keluarga untuk meletakkan dasar
perilaku sehat bagi seorang anak. Secara garis besar sasaran Promosi
Kesehatan pada tingkat rumah tangga, sebagai berikut :
Sasaran Primer : Ibu rumah tangga dan anggota keluarga
Sasaran Sekunder : Kepala keluarga dan kel yang berpengaruh
Sasaran Tersier : Kader kesehatan, anggota TP-PKK tingkat Desa,
Toma, Toga dan LSM.
10
b) Promosi kesehatan pada institusi pendidikan (sekolah),
Sekolah sebagai perpanjangan tangan dari keluarga yang artinya sekolah
sebagai tempat lanjutan dalam meletakkan dasar perilaku bagi anak
termasuk perilaku kesehatan dan peran guru di sekolah sangat penting
dalam memberikan pengetahuan kesehatan sehingga guru perlu diberikan
pelatihan-pelatihan tentang kesehatan sehingga dapat menerapkannya
kepada anak muridnya. Secara garis besar sasaran Promosi Kesehatan
pada institusi pendidikan (sekolah), sebagai berikut :
Sasaran Primer : Siswa-siswi
Sasaran Sekunder : Guru
Sasaran Tersier : Kepala Sekolah
c) Promosi kesehatan pada tempat kerja,
Tempat kerja sebagai tempat dimana orang mencari nafkah untuk
kehidupan keluarganya, sehingga promosi kesehatan di tempat kerja harus
dilakukan dengan menyediakan unit K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja). Tujuan diselenggarakannya Promosi Kesehatan di Tempat Kerja
adalah untuk memberdayakan karyawan di tempat kerja untuk mengenali
masalah dan tingkat kesehatannya serta mampu mengatasi, memelihara,
melindungi dan meningkatkan kesehatannya sendiri dan juga memelihara
dan meningkatkan tempat kerja yang sehat. Secara garis besar sasaran
Promosi Kesehatan pada tempat kerja, sebagai berikut :
Sasaran Primer : Seluruh karyawan
Sasaran Sekunder : Organisasi Pekerja (SPSI)
Sasaran Tersier : Pimpinan Perusahaan
d) Promosi kesehatan pada tempat umum,
Di tempat umum perlu dilakukan promosi kesehatan dengan menyediakan
fasilitas-fasilitas yang mendukung perilaku sehat, seperti tempat sampah,
tempat cuci tangan dan pemasangan poster atau leaflet. Secara garis besar
sasaran Promosi Kesehatan pada tempat umum, sebagai berikut :
Sasaran Primer : Pengunjung dan pengguna jasa
Sasaran Sekunder : Pengelola fasilitas umum
Sasaran Tersier : Kepala Daerah
11
e) Promosi kesehatan tingkat institusi pelayanan kesehatan,
Tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan
tempat praktek dokter) adalah tempat yang strategis untuk promosi
kesehatan dengan tujuan supaya masyarakat yang sakit akan lebih peka
terhadap kesehatan. Secara garis besar sasaran Promosi Kesehatan pada
institusi pelayanan kesehatan, sebagai berikut :
Sasaran Primer : Petugas Kesehatan
Sasaran Sekunder : Organisasi Profesi Kesehatan
Sasaran Tersier : Kepala Dinas Kesehatan/ Direktur Rumah Sakit
Gambar 1 Hubungan Promosi Kesehatan, Tempat Pelaksanaan dengan Determinan Perilaku
2.2 Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)
Kebijakan “Indonesia Sehat 2010” menetapkan tiga pilar utama yaitu
lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan bermutu adil dan
merata. Untuk mendukung pencapaian Visi “Indonesia Sehat 2010” dalam
mewujudkan perilaku sehat maka Kebijakan Nasional Promosi kesehatan telah
menetapkan Visi Nasional Promosi Kesehatan sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan RI. No. 1193/MENKES /SK/X/2004 yaitu “Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat 2010” (PHBS 2010).
Promosi Kesehatan
Faktor Predisposisi Faktor Pemungkin
Faktor Penguat
Institusi Pendidikan Rumah Tangga Tempat Kerja Tempat Umum Institusi
Kesehatan
Perilaku
Sumber : Diolah dari Notoatmodjo, 2007
12
PHBS sendiri adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat
menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakatnya (Pusat Promosi Kesehatan Depkes 2006). Merujuk
definisi tersebut dan visi Nasional Promosi Kesehatan maka dapat dikatakan
bahwa PHBS adalah produk dan hasil akhir (goals) dari Promosi Kesehatan.
PHBS tingkat rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah
tangga agar sadar, mau dan mampu melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS), untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah
resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta
berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Dinkes. Prov. Jawa Tengah
2006).
2.2.1 Sasaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tingkat Rumah
Tangga
Sasaran PHBS tingkat rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga secara
keseluruhan dan terbagi dalam :
1) Sasaran primer
Adalah sasaran utama dalam rumah tangga yang akan diubah perilakunya atau
anggota keluarga yang bermasalah (individu dalam keluarga yang bermasalah)
2) Sasaran sekunder
Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam keluarga yang
bermasalah misalnya, Kepala Keluarga, Ibu, Orang Tua, Kader Kesehatan/
Ibu-Ibu TP-PKK, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Petugas Kesehatan dan
lintas sektor terkait.
3) Sasaran tersier
Adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam
menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk
tercapainya pelaksanaan PHBS misalnya, Kepala Desa, Lurah, Camat, Kepala
Puskesmas, dll.
Pengkaji lebih menitik beratkan pada peningkatan strata PHBS tingkat rumah
tangga, dikarenakan hanya PHBS tingkat rumah tangga yang mempunyai daya
13
ungkit paling besar dalam membudayakan individu, keluarga dan masyarakat
untuk hidup sehat.
Kenapa harus tingkat rumah tangga ? Hal tersebut dikarenakan keluarga adalah
unit terkecil masyarakat. untuk mencapai perilaku sehat di masyarakat, maka
harus dimulai masing-masing di tingkat rumah tangga. Dapat dikatakan bahwa
keluarga adalah tempat persemaian manusia sebagai bagian dari anggota
masyarakat. Bila persemaian tersebut hasilnya jelek maka akan berpengaruh pada
masyarakat. Sasaran utama Promosi Kesehatan dalam terciptanya Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat di tingkat rumah tangga adalah orang tua terutama ibu rumah
tangga, karena ibu rumah tangga sangat berperan dalam peletakan dasar (pondasi)
perilaku sehat pada anak-anak mereka sejak dari lahir.
2.2.2 Pengkajian PHBS Tingkat Rumah Tangga
Untuk mengetahui kondisi strata PHBS tingkat rumah tangga, maka langkah
pada tahap ini adalah melakukan Pengkajian PHBS tingkat rumah tangga dengan
16 indikator, sebagai berikut :
a) Indikator Perilaku , yang terdiri :
1. Tidak merokok
2. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
3. ASI Eksklusif
4. Tidak mengkonsumsi miras/ narkoba
5. Penimbangan balita
6. Gizi Keluarga
7. Kepesertaan Askes/ JPK
8. Mencuci tangan pakai sabun
9. Menggosok gigi sebelum tidur
10. Olah Raga teratur
11. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
b) Indikator Lingkungan, yang terdiri :
1. Ada jamban
2. Ada air bersih
3. Ada tempat sampah
14
4. Kepadatan penghuni
5. Lantai rumah
2.3 Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan merupakan upaya mentransformasikan kesadaran
masyarakat, sehingga masyarakat mau dan mampu mengambil bagian secara aktif
untuk mendorong terjadinya perubahan. Pemberdayaan harus didasarkan pada
prinsip keberpihakan kepada masyarakat marjinal, karena mereka berada di
lapisan sosial paling bawah, sehingga memiliki posisi yang mampu memecahkan
masalah untuk merubah posisi mereka.
Bank Dunia memberikan definisi pemberdayaan sebagai “the process of
increasing the capacity of individuals or groups to make choices and to transform
those choices into desired actions and outcomes” (http://web.worldbank.org).
Dengan kata lain, pemberdayaan dapat dimaknai sebagai proses peningkatan
kapasitas individual atau kelompok untuk membuat pilihan-pilihan dan untuk
melaksanakan pilihan-pilihan tersebut ke dalam kegiatan-kegiatan dan hasil yang
diharapkan.
Ife (1995) mengemukakan bahwa pemberdayaan mengacu pada kata
“empowerment,” yang berarti memberi daya, memberi ”power” (kuasa),
kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya. Segala potensi yang dimiliki oleh
pihak yang kurang berdaya itu ditumbuhkan, diaktifkan, dikembangkan sehingga
mereka memiliki kekuatan untuk membangun dirinya. Pemberdayaan masyarakat
dalam pengembangan masyarakat menekankan kemandirian masyarakat itu
sebagai suatu sistem yang mampu mengorganisir dirinya.
MacArdle (1989) mengartikan pemberdayaan sebagai proses pengambilan
keputusan oleh orang-orang secara konsekuen melaksanakan keputusan itu.
Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui
kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan” untuk lebih diberdayakan
melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, ketrampilan serta
sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan tanpa tergantung pada pertolongan
dari hubungan eksternal.
15
Sulistiyani (2004) menjelaskan lebih rinci bahwa secara etimologis
pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau
kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai
sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau
proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya
kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Berdasarkan beberapa pengertian
pemberdayaan yang dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada
hakekatnya pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau
memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu dan masyarakat
lemah agar dapat mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan
potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif
pemecahannya dengan mengoptimalkan sumberdaya dan potensi yang dimiliki
secara mandiri.
2.3.1 Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan
Kesehatan adalah hak setiap orang; oleh karena itu, baik individu, kelompok
maupun masyarakat mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi
kesehatan dan menjaga kesehatan dirinya sendiri dari segala ancaman penyakit
dan masalah kesehatan lainnya. Sebagai wujud dari kewajiban dan tanggung
jawab dalam memelihara dan melindungi kesehatannya, individu dan masyarakat
harus mempunyai kemampuan yang disebut dengan kemandirian (self reliance).
Dengan perkataan lain, masyarakat yang berdaya sebagai hasil dari pemberdayaan
masyarakat adalah masyarakat yang mandiri dalam mengenali, melindungi,
memelihara dan meningkatkan kesehatannya sendiri dan keluarganya.
Konsep Pemberdayaan di bidang Kesehatan mengemuka sejak
dicanangkannya Strategi Global WHO tahun 1984, yang ditindak lanjuti dengan
rencana aksi dalam Piagam Ottawa tahun 1986. Setelah itu kemudian para peneliti
kesehatan mengadopsi konsep pemberdayaan tersebut ke dalam Promosi
Kesehatan, antara lain :
1. Wallerstein (1992) dalam Notoatmodjo (2005), mengatakan bahwa
pemberdayaan diadopsi ke dalam promosi kesehatan sebagai upaya untuk
16
meningkatkan efektivitas program dan menjaga kelestarian (sustainability)
program.
2. Deklarasi Jakarta (1997), berbunyi bahwa keberdayaan dari individu-individu
sebagai tujuan dari promosi kesehatan. Sedangkan promosi kesehatan adalah
upaya meningkatkan kemampuan individu untuk mengontrol tingkah laku/
perilaku dan lingkungan yang berpengaruh pada kesehatan. Jadi disini
pemberdayaan dapat dilihat sebagai upaya promosi kesehatan.
3. Nutbeam (1998) dalam Notoatmodjo (2005), mengatakan bahwa
pemberdayaan adalah inti dari promosi kesehatan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
merupakan strategi utama Promosi Kesehatan. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa masyarakat sebagai sasaran primer Promosi Kesehatan harus
diberdayakan agar mereka mau dan mampu mengenali, menjaga, memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Proses pemberdayaan tersebut seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Proses Pemberdayaan dalam Kesehatan
Sumber : Notoatmodjo, 2007
2.4 Kerangka Pemikiran
Promosi Kesehatan adalah suatu pendekatan yang kegiatannya beroerientasi
pada perilaku dan tidak bisa lepas dari ruang lingkupnya, yaitu tempat
pelaksanaannya (rumah tangga, institusi pendidikan, institusi kesehatan, tempat
Informasi Kesehatan
Kesadaran Kesehatan
Pengetahuan Kesehatan
Dana & Daya Lain
Sarana & Pasarana
Kemauan Kesehatan
Berdaya dalam
Kesehatan
17
kerja dan tempat umum). Implementasi Promosi Kesehatan di lima tempat
pelaksanaan tersebut dipengaruhi oleh penerapan Strategi Promosi Kesehatan
(advokasi, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat). Seperti yang telah
dijelaskan pada BAB Pendahuluan bahwa PHBS adalah produk dari Promosi
Kesehatan dan kenyataannya capaian PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed
Selatan masih jauh dari capaian di Kabupaten Pemalang dan SPM-BK.
Berdasarkan hasil Pengkajian PHBS tingkat rumah tangga pada Peta Sosial telah
teridentifikasi bahwa capaiannya pada Strata Sehat Pratama, dalam klasifikasinya
strata tersebut tergolong strata yang paling rendah. Hal tersebut dikarenakan
masih dominannya masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Berdasarkan penjelasan tersebut, Pengkaji merasa sangat perlu untuk
mengevaluasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaannya
(rumah tangga, institusi pendidikan, institusi kesehatan, tempat kerja dan tempat
umum).
Dalam mengevaluasi Strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat
pelaksanaan tersebut dilakukan dengan menggunakan pemikiran Green (1980).
Promosi Kesehatan sebagai pendekatan terhadap perilaku kesehatan, maka
kegiatannya tidak lepas dari faktor-faktor yang menentukan sikap dan perilaku
tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan Promosi Kesehatan harus disesuaikan
dengan faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku itu sendiri. Menurut Green
(1980), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku kesehatan,
yakni :
1. Faktor Pemudah (predisposing factors).
Faktor – faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada individu
dan masyarakat adalah pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan.
2. Faktor Pemungkin (enabling factors).
Faktor pemungkin atau pendukung terwujudnya perilaku adalah ketersediaan
sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya
ketersediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, jamban dan lain
18
sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas,
Posyandu, Dokter atau Bidan.
3. Faktor Penguat (reinforcing factors).
Faktor ini meliputi sikap dan perilaku dari tokoh masyarakat (toma), tokoh
agama (toga) dan petugas kesehatan. Selain itu kebijakan-kebijakan yang
dikeluarakan atau ditetapkan dari pusat maupun pemerintah daerah yang
responsif terhadap kesehatan juga dapat memperkuat terwujudnya perilaku
hidup sehat di masyarakat.
19
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Peningkatan Strata Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tingkat Rumah Tangga
Implementasi Strategi Promkes 1 Advokasi 2 Bina Suasana 3 Pemberdayaan
Tempat Pelaksanaan Promkes 1 Sekolah 2 Institusi Kesehatan 3 Tempat Kerja 4 Tempat Umum 5 Rumah Tangga
Strata PHBS tingkat Rumah Tangga Desa Jebed Selatan
Strata Sehat Pratama*
Masalah Perilaku Kesehatan di Desa Jebed Selatan
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Evaluasi Implementasi Strategi Promkes pada lima tempat pelaksanaan
di Desa Jebed Selatan
Perumusan Strategi & Program Promkes yang sesuai dengan kondisi
Desa Jebed Selatan
Peningkatan Strata PHBS tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan
KONSEP GREEN (1980)
1 Faktor Pemudah 2 Faktor Pemungkin 3 Faktor Penguat
Obyektif mikro (Sikap & Perilaku)
Keterangan : : Mempengaruhi
: Menggunakan : Hasil Peta Sosial * : Strata paling rendah
III. METODE KAJIAN
3.1 Batas – Batas Kajian
Kajian ini merupakan kajian kualitatif dengan metode kajian komunitas
evaluasi formatif eksplanatif, yaitu menjelaskan permasalahan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat Desa Jebed Selatan pada tingkat rumah
tangga sehingga nantinya mampu merumuskan strategi dan program Promosi
Kesehatan yang sesuai dengan kondisi masyarakat Desa Jebed Selatan dan dengan
melibatkan peran serta masyarakat Desa Jebed Selatan. Pendekatan yang
digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan obyektif-mikro, yaitu upaya
memahami sikap dan perilaku kesehatan dari masyarakat Desa Jebed Selatan.
Upaya-upaya yang berkaitan dengan masalah yang dipertanyakan dalam kajian
dengan menggunakan strategi studi kasus. Menurut Yin (2002) bahwa
penggunaan studi kasus disesuaikan dengan bentuk pertanyaan berupa
“bagaimana atau “mengapa” dan diarahkan serangkaian peristiwa kontemporer,
dimana penelitinya hanya memiliki peluang yang kecil atau tak mempunyai
peluang sama sekali untuk melakukan kontrol terhadap peristiwa tersebut.
3.2 Tempat dan Waktu Kajian
Lokasi kajian berada di Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten
Pemalang dengan objek kajian adalah masyarakat Desa Jebed Selatan. Kajian
dilakukan melalui delapan tahap yaitu pemetaan sosial (PL I) dilaksanakan pada
tanggal 26 Desember 2006 sampai dengan tanggal 23 Januari 2007, evaluasi
program pengembangan masyarakat (PL II) yang dilaksanakan pada tanggal 16
April – 8 Mei 2007, penyusunan proposal/ rencana kerja kajian dilaksanakan pada
tanggal 27 Juni – 26 Juli 2007, kolokium dilaksanakan pada tanggal 27 – 28 Juli
2007, penyempurnaan proposal kajian sampai dengan 31 Agustus 2007, kerja
lapangan sampai penulisan laporan dilaksanakan mulai bulan Oktober sampai
dengan bulan Desember 2007. Jadual pelaksanaan kajian seperti ditunjukkan pada
Tabel 1.
21
Tabel 1 Jadual Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat Tahun 2007
No Kegiatan Th.
2006 Tahun 2007
12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 Pemetaan Sosial (PL I)
2 Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat (PL II)
3 Penyusunan Proposal Kajian
4 Kolokium 5 Perbaikan Proposal Kajian
6 Kerja Lapangan/ Pengumpulan data
7 Pengolahan dan Analisis Data
8 Penulisan Laporan Sumber : Pengkaji, 2007
3.3 Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Sumber Data
Data adalah informasi yang sahih, terpercaya dan dibutuhkan untuk
keperluan analisis dalam kajian. Data yang dipergunakan dalam kajian lapangan
menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang bersumber dari
responden yaitu tokoh formal seperti Kepala Desa Jebed Selatan dan
perangkatnya (staf desa, ketua RW dan RT), Bidan Desa, Kepala Puskesmas
Jebed dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang. Tokoh informal yang
dijadikan responden adalah Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Kader Kesehatan
dan masyarakat Desa Jebed Selatan. Sedangkan data sekunder ialah data yang
diperoleh dari data statistik, literatur dan laporan atau publikasi yang diperoleh
dari instansi-instansi terkait, seperti Profil Kesehatan Indonesia, Provinsi,
Kabupaten dan Puskesmas serta data pendukung yang ada di desa, seperti : Data
Monografi Desa, Data Perkembangan Desa, Daftar Isian Potensi Desa, laporan
tahunan dan dokumen lain yang diperlukan dalam kajian ini.
Data dan teknik pengumpulannya seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
22
Tabel 2 Kelengkapan Data
No.
Tujuan Kajian Jenis Data Sumber Data Teknik
Pengumpulan Data
1 Mengevaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan di Desa Jebed Selatan
1. Strategi Promosi Kesehatan (advokasi, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat)
2. Implementasi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan (rumah tangga, sekolah, tempat kerja, tempat umum dan tempat pelayanan kesehatan)
3. Analisa Konsep Green (faktor pemudah, pemungkin dan penguat)
1. Responden (Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang dan masyarakat Desa Jebed Selatan)
2. Data sekunder (dokumen-dokumen)
1. Wawancara mendalam
2. Studi dokumen/ arsip
2 Mengkaji masalah yang telah teridentifikasi dalam evaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan di Desa Jebed Selatan
1. Masalah yang telah teridentifikasi pada evaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan
2. Tanggapan dari masyarakat terhadap implementasi Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan
3. Analisa Konsep Green (faktor pemudah, pemungkin dan penguat
Responden (Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang dan masyarakat Desa Jebed Selatan)
1. Wawancara mendalam
3 Menyusun rancangan strategi dan program Promosi Kesehatan secara partisipatif untuk mengintervensi masalah yang telah teridentifikasi dalam evaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan guna meningkatkan strata PHBS tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan
1. Perencanaan Promosi Kesehatan dengan kerangka kerja PRECEDE-PROCEED
1.Bidan Desa (DKK)
2.Tokoh Agama 3.Tokoh
Masyarakat 4.Kader Kesehatan
1. FGD
Sumber : Pengkaji, 2007
23
3.3.2 Teknik Pemilihan Responden
Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa kajian ini adalah kajian
kualitatif dan dalam pemilihan responden, Pengkaji menggunakan sampel
bertujuan (purposive sampling), responden dipilih dengan tujuan menjaring
sebanyak mungkin informasi yang diperlukan untuk mengevaluasi strategi
Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaannya (rumah tangga, tempat
kerja, tempat umum, sekolah dan institusi pelayanan kesehatan).
3.3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian kualitatif diambil dengan maksud yang
memiliki pengetahuan cukup serta mampu menjelaskan keadaan sebenarnya
tentang objek penelitian. Dalam memperoleh data yang diperlukan dalam kajian
ini, maka ada beberapa teknik yang dilakukan oleh Pengkaji, antara lain :
a. Wawancara Mendalam.
Teknik ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang terkait dengan
permasalahan kajian melalui kegiatan temu muka yang dilakukan Pengkaji
dengan responden. Pertanyaan yang diajukan tidak berdasarkan struktur
tertentu tetapi terpusat pada satu pokok tertentu. Untuk mempermudahnya
Pengkaji juga membuat pedoman wawancara. Wawancara mendalam
dilakukan dengan tujuan untuk menjaring dan menggali informasi yang
berkaitan dengan evaluasi penerapan strategi Promosi Kesehatan berdasarkan
tempat pelaksanaannya (rumah tangga, tempat kerja, tempat umum, sekolah
dan institusi pelayanan kesehatan).
Dalam kajian ini teknik wawancara ditujukan kepada :
1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang atau bidang yang
menguasai dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program Promosi
Kesehatan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Tujuan dari
wawancara mendalam tersebut guna menjaring dan menggali informasi
tentang implementasi strategi Promosi Kesehatan di lima tempat
pelaksanaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Selain itu juga
menggali kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pengambil kebijakan
24
(eksekutif dan legislatif) kaitannya dengan kesehatan. Instrumen
wawancara seperti ditunjukkan pada Lampiran 2.
2. Bidan Desa, dengan tujuan untuk mengetahui informasi dari implementasi
strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaannya di Desa
Jebed Selatan. Instrumen wawancara seperti ditunjukkan pada Lampiran 3.
3. Kepala Desa, dengan tujuan untuk mengetahui kondisi perilaku
masyarakatnya apakah sudah mencerminkan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) dan mengetahui sarana dan prasarana kesehatan yang ada di
desanya. Instrumen wawancara seperti ditunjukkan pada Lampiran 4.
4. Anggota Keluarga (ayah, ibu dan anak) yang dijadikan sebagai responden,
tujuannya untuk menggali informasi dari anggota keluarga berkaitan
dengan dampak atau pengaruh dari implementasi strategi Promosi
Kesehatan yang dilaksanakan di tingkat rumah tangga, sekolah, tempat
kerja, tempat umum dan tempat pelaksanaan kesehatan. Instrumen
wawancara tersebut seperti ditunjukkan pada Lampiran 5.
5. Perwakilan masyarakat (tokoh agama dan tokoh masyarakat) Desa Jebed
Selatan, yang dijumpai dengan suasana informal. Tujuan dari wawancara
tersebut adalah menggali sikap dan perilaku kesehatan dari masyarakat
langsung. Instrumen wawancara tidak terstruktur karena menyesuaikan
dengan situasi yang ada.
b. Focus Group Discussion (FGD)
FGD merupakan suatu forum yang dibentuk untuk saling membagi informasi
dan pengalaman di antara para peserta diskusi dalam satu kelompok. Tujuan
sesungguhnya dari FGD ini adalah untuk menggali gagasan, merumuskan
prioritas masalah dan mencari alternatif pemecahan masalah yang efektif dan
efisien. Diskusi kelompok terfokus (focus group discussion/ FGD) dilakukan
untuk menyusun rancangan strategi dan program Promosi Kesehatan secara
partisipatif untuk mengintervensi masalah PHBS yang telah teridentifikasi
guna meningkatkan strata PHBS tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan
Peserta FGD terdiri dari Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Bidan Desa dan
Kader Kesehatan. Dalam FGD ini Kades dan perangkatnya tidak dihadirkan
25
dengan tujuan untuk mengeliminir intimidasi dalam mengungkapkan pendapat
dan masukan dari masyarakat langsung.
c. Studi Dokumentasi/ Studi Arsip
Studi dokumentasi, dilakukan dengan menelaah beberapa laporan, buku, arsip
dan catatan yang relevan dengan masalah kajian.
Teknik pengumpulan data seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Teknik Pengumpulan Data dan Tujuan
Sumber : Pengkaji, 2007
No. Teknik Sumber Data Tujuan 1 Wawancara
Mendalam a. Kepala DKK/ Kabid PL/ Kasi
Penyehatan Industri dan Tempat Umum
b. Petugas Puskesmas c. Bidan Desa/ Kader Kesehatan d. Kepala Desa e. Anggota Keluarga (responden) f. Tokoh masyarakat dan tokoh
agama
a. Menjaring dan menggali informasi bagaimana penerapan strategi promosi kesehatan dan implementasi program Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaannya
b. Menggali kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pengambil kebijakan kaitannya dengan kesehatan
c. Menggali informasi dampak implementasi program Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan
2 Focus Group
Discussion (FGD)
a. Tokoh Masyarakat b. Tokoh Agama c. Bidan Desa d. Kader Kesehatan
Menyusun rancangan strategi dan program Promosi Kesehatan secara partisipatif untuk mengintervensi masalah PHBS yang telah teridentifikasi
3
Studi Dokumentasi/ Studi Arsip
a. Profil Kesehatan Indonesia 2005
b. Profil Kesehatan Prov. Jawa Tengah 2006
c. Profil Kesehatan Kabupaten 2007
d. Profil Kesehatan Puskesmas 2007
e. Data BPS Kec. Taman 2006 f. Daftar Monografi Desa 2006 g. Daftar Isian Desa 2006 h. Daftar Potensi Desa 2006
Menelaah beberapa laporan, buku, arsip dan catatan yang relevan dengan masalah kajian
26
3.3.4 Teknik Pengolahan Data
Data yang terkumpul, dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk
menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam kajian lapangan. Data yang
ada tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan tabulasi. Sedangkan untuk
menganalisis dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif meliputi :
1. Reduksi data, adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transfortasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis dilapangan.
2. Penyajian data adalah sekumpulan data informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Kesimpulan adalah proses menemukan makna data yang bertujuan memahami
tafsiran dalam konteksnya dengan masalah secara keseluruhan.
3.3.6 Rancangan Perumusan Strategi dan Program
Dalam merumuskan strategi dan program dilaksanakan secara partisipatif
melalui kegiatan FGD. Dalam kegiatan FGD juga diperkenalkan kerangka kerja
PRECEDE – PROCEED oleh Pengkaji kepada Peserta FGD. Perumusan strategi
dan program Promosi Kesehatan yang sudah disepakati kemudian dilakukan
penyusunan kegiatan, jadwal, bentuk kegiatan dan bagaimana kegiatan tersebut
akan dilaksanakan oleh partisipan dan penanggung jawab. Agar tujuan strategi
dan program Promosi Kesehatan dapat dicapai dan dijalankan sesuai dengan apa
yang diinginkan, maka tujuan tersebut harus jelas tahap demi tahap dan spesifik
(Specific), sehingga mudah diukur (Measurable), dapat dicapai (Appropriate),
dapat dilaksanakan (Realistic) dan dengan batasan waktu tertentu (Time Bound).
Untuk lebih mudah dipahami disingkat SMART. Rancangan program yang
dihasilkan juga merupakan jawaban pertanyaan 5 W 1 H, yaitu :
What : Judul rancangan Program ?
Who : Siapa sasaran, pelaku dan penanggung jawab program?
Why : Mengapa program itu disusun ?
Where : Dimana lokasi program ?
When : Kapan dilaksanakan ?
How : Bagaimana cara melaksanakan program tersebut ?
IV. PETA SOSIAL DESA JEBED SELATAN
4.1 Lokasi
Desa Jebed Selatan yang masuk dalam wilayah Kecamatan Taman dilihat
dari topografi terletak pada ketinggian tujuh meter diatas permukaan laut (dpl).
Temperatur rata-rata 23o C dengan curah hujan rata-rata setahun 1.788 mm dan
memiliki luas wilayah 183,773 hektar yang dilalui oleh satu buah sungai yaitu
Sungai Waluh. Desa Jebed Selatan merupakan desa hasil dari pemekaran Desa
Jebed yang dibagi menjadi dua wilayah yaitu Desa Jebed Utara dan Desa Jebed
Selatan.
Penggunaan lahan di Desa Jebed Selatan antara lain digunakan untuk tanah
sawah dengan irigasi teknis sebesar 82,95 % atau 152,448 hektar. Untuk tanah
kering sebesar 6,98 % atau 12,825 hektar. Tanah milik desa yang didalamnya
berupa lapangan olah raga, kantor desa, jalan desa, jalur hijau, pekuburan dan
lahan bengkok sebesar 10 % atau 18,5 hektar. Dari data penggunaan lahan dapat
disimpulkan bahwa perekonomian Desa Jebed Selatan didukung dari sektor
pertanian. Data tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Diagram Penggunaan Lahan di Desa Jebed Selatan
83%
7%
10%
Tanah sawah
Tanah kering
Tanah milik desa
Sumber : Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa, 2006
Secara geografis wilayah Desa Jebed Selatan berbatasan dengan beberapa
wilayah, yang meliputi :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Jebed Utara.
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Penggarit.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Saradan.
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kejambon.
28
Berdasarkan Orbitasi, jarak Desa Jebed Selatan dengan Ibukota Kecamatan
adalah dua kilometer dengan waktu tempuh 15 menit, jarak dengan Ibukota
Kabupaten adalah delapan kilometer dengan waktu tempuh 30 menit, jarak
dengan Ibukota Propinsi 122 kilometer dengan waktu tempuh empat jam, dan
jarak dengan Ibukota Negara adalah 425 kilometer dengan waktu tempuh delapan
jam. Jarak yang harus ditempuh masyarakat Desa Jebed Selatan untuk dapat
mengakses pelayanan kesehatan di Puskesmas Jebed adalah empat kilometer dan
Rumah Sakit Pemerintah adalah enam kilometer. Dengan kondisi jarak tempuh
yang cukup jauh dan minimnya transportasi menuju kedua sarana kesehatan
tersebut dapat menjadi hambatan bagi masyarakat dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan. Jalan yang menghubungkan desa dengan pusat kota Kabupaten
Pemalang merupakan jalan kabupaten yang sudah beraspal dengan lebar jalan
sekitar tiga meter. Untuk menuju pusat kota dan Rumah Sakit Pemerintah dapat
menggunakan jasa angkutan kota yang melewati jalan tersebut. Bagi masyarakat
Jebed Selatan yang tidak memiliki kendaraan bermotor untuk menuju Kantor
Kecamatan Taman dan Puskesmas Jebed harus berputar dulu menuju kota
Pemalang.
Desa Jebed Selatan memiliki 1533 Kepala Keluarga (KK) dan wilayahnya
terbagi menjadi lima dusun, yaitu Dusun Karang Talun (122 KK), Dusun Silanjar
(250 KK), Dusun Gedugan (345 KK), Dusun Karang Sembung (398 KK) dan
Dusun Kuwungan (418 KK) selain itu Desa Jebed Selatan juga memiliki 9
(sembilan) RW dan 25 RT. Data tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Diagram Jumlah Kepala Keluarga di Setiap Dusun
345
398
418
250
Dusun Karana Talun
Dusun Silanjar
Dusun Gedugan
Dusun Karang Sembung
Dusun Kuwungan
Sumber : Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa, 2006
Untuk sarana kesehatan berupa Posyandu sudah tersebar di masing-masing dusun
(lima unit posyandu), akan tetapi lokasinya selalu berpindah-pindah dengan
bertempat di halaman salah satu warga. Kelima unit Posyandu tersebut dikelola
29
oleh seorang Bidan Desa dan Ibu-Ibu TP-PKK yang merangkap sebagai kader
kesehatan. Hanya saja dari hasil pengamatan berpartisipasi, terlihat bahwa
kegiatan di posyandu tersebut sangat “ala kadarnya”, jadi anak-anak datang,
ditimbang, diberikan makanan tambahan (apabila ada) lalu pulang. Kegiatan
tersebut sangat jauh dari konsep posyandu yang sebenarnya, tidak adanya
advokasi atau saran-saran yang ditujukan kepada ibu hamil dan ibu yang anaknya
mengalami masalah dengan kesehatan atau masalah berat badan yang tidak sesuai
dengan KMS (Kartu Menuju Sehat). Dari kondisi posyandu tersebut berdampak
pada minimnya pengetahuan atau pemahaman tentang kesehatan sehingga minat
ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya di posyandu menjadi berkurang.
Kondisi diatas juga diperkuat dengan masih kentalnya ”mitos ibu hamil” di
masyarakat. Dari data Puskesmas Jebed tahun 2006 dari 148 ibu bersalin di Desa
Jebed Selatan hanya 65,5 % (97 ibu bersalin) yang persalinannya ditolong oleh
Bidan Desa, sisanya dilakukan oleh Dukun Bayi. Dukun Bayi di Desa Jebed
Selatan berjumlah 4 (empat) orang dan bagi masyarakat Desa Jebed Selatan yang
penghasilannya rendah peran Dukun Bayi sangat dibutuhkan sekali dikarenakan
dana yang harus dikeluarkan untuk persalinan lebih murah jika dibandiingkan
dengan Bidan atau Dokter Spesialis.
Prasarana pendidikan formal yang ada di Desa Jebed Selatan masih berada
ditingkat TK dan SD saja, yaitu dengan jumlah satu buah gedung TK dengan
jumlah tenaga pengajar tiga orang dan dua buah gedung SD dengan tenaga
pengajar 12 orang (hanya empat orang yang asli Jebed Selatan). Untuk prasarana
pendidikan non formal seperti TPQ (Tempat Pendidikan Al Qur`an) atau
Madrasah di masing-masing dusun sudah ada dengan tenaga pengajar dua orang.
Dari jumlah penduduk Desa Jebed Selatan sebanyak 6924 orang, 99,78 %
atau sebanyak 6909 orang mayoritas memeluk agama Islam, dengan memiliki
tempat ibadah berupa Masjid sebanyak dua buah dan Mushola sebanyak 12 buah
yang terbagi di masing-masing dusun. Sedangkan yang memeluk agama Kristen
dan Katolik masing-masing sebanyak 0,02 % atau dua orang dan yang memeluk
agama Hindu hanya satu orang.
Energi penerangan bagi rumah tangga pada umumnya bersumber dari tenaga
listrik (PLN). Jumlah rumah tangga yang sudah memanfaatkan energi listrik
30
sebanyak 75,46 % atau 1162 KK, sedangkan sisanya 24,54 % atau 378 KK
menggunakan lampu minyak (petromak). Air bersih penduduk Desa Jebed Selatan
yang bersumber dari sumur gali berjumlah 297 unit yang dimanfaatkan oleh ± 498
KK dan sumur pompa yang berjumlah 357 unit dimanfaatkan oleh ± 746 KK,
sehingga dalam pemenuhan air bersih Desa Jebed Selatan belum perlu
memanfaatkan air PDAM. Hal tersebut dikarenakan kualitas air masih tergolong
bagus dan Desa Jebed Selatan belum bisa mengakses air PDAM. Jadi dapat
disimpulkan, bahwa masyarakat Desa Jebed Selatan tidak mengalami kesulitan
dalam pemenuhan dan kepemilikan sarana sanitasi dasar yaitu pada persediaan air
bersih, sehingga bisa dijadikan sebagai potensi yang dimiliki masyarakat desa
dalam meningkatkan kesehatan.
4.2 Struktur Kependudukan
Data kependudukan masyarakat Desa Jebed Selatan sampai dengan akhir
tahun 2006 sebanyak 6924 jiwa dengan komposisi laki-laki sebanyak 48,84 %
atau 3382 jiwa dan perempuan sebanyak 51,16 % atau 3542 jiwa. Jumlah
penduduk terbanyak terdapat di Dusun Kuwungan yaitu sebanyak 29,46 % atau
2040 jiwa. Komposisi jumlah penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin
seperti ditunjukkan pada Tabel 4.
31
Tabel 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Desa Jebed Selatan Tahun 2006.
No. Kelompok Umur
Jenis Kelamin Jumlah (jiwa)
Persentase Total Laki-laki Perempuan
1. 0 – 4 165 208 373 5,39 2. 5 – 9 259 267 526 7,60 3. 10 – 14 289 296 585 8,45 4. 15 – 19 300 302 602 8,69 5. 20 – 24 284 290 574 8,29 6. 25 – 29 300 311 611 8,82 7. 30 – 34 280 294 574 8,29 8. 35 – 39 262 336 598 8,64 9. 40 – 44 300 292 592 8,55 10. 45 – 49 291 307 598 8,64 11. 50 – 54 376 389 765 11,05 12. 55 – 59 213 224 437 6,31 13. 60 ke atas 41 48 89 1,28
Jumlah 3382 3542 6924 100
Sumber : Data Statistik Kantor Kecamatan Taman, Desember 2006
Apabila digambarkan dalam bentuk piramida penduduk, maka jumlah penduduk
Desa Jebed Selatan berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin adalah sebagai
berikut :
Gambar 6 Piramida Penduduk Desa Jebed Selatan Tahun 2006
-400 -300 -200 -100 0 100 200 300 400
0 – 4 5 – 9
10 – 1415 – 1920 – 2425 – 2930 – 3435 – 3940 – 4445 – 4950 – 5455 – 59
60 >
Laki-Laki Perempuan Sumber : Data Statistik Kantor Kecamatan Taman, Desember 2006
32
4.2.1 Proporsi Penduduk Umur Muda dan Umur Tua
Seperti digambarkan dalam piramida penduduk Desa Jebed Selatan pada
tahun 2006 menunjukkan bahwa Desa Jebed Selatan struktur penduduknya
berumur transisi dari umur muda dan umur tua. Kondisi tersebut juga terkait
dengan Usia Harapan Hidup (UHH) Kabupaten Pemalang yang hanya 66 tahun
untuk penduduk laki-laki dan 68 tahun untuk penduduk perempuan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa struktur penduduk di Desa Jebed Selatan tidak bisa dikatakan
penduduk tua karena UHHnya tidak tergolong tinggi dan tidak bisa dikatakan
penduduk muda karena jumlah penduduk berumur di bawah 15 tahun kurang dari
40 % dari jumlah total penduduk di Desa Jebed Selatan.
Dengan struktur penduduk umur transisi menjadikan suatu tantangan ke depan
dalam menyediakan fasilitas kesehatan, terutama bagi penduduk yang berumur
diatas 56 tahun dan yang sudah lanjut usia (lansia)
4.2.2 Rasio Jenis Kelamin (RJK)
Untuk mengetahui perbandingan banyaknya penduduk laki-laki dan
banyaknya penduduk perempuan di Desa Jebed Selatan dapat digunakan ukuran
Rasio Jenis Kelamin (RJK). Rasio Jenis Kelamin penduduk Desa Jebed Selatan
pada akhir tahun 2006 adalah 95,4 berarti dalam setiap 100 penduduk perempuan
terdapat 95 penduduk laki-laki. Hal ini berarti menunjukkan bahwa pertumbuhan
penduduk perempuan lebih cepat dibandingkan dengan penduduk laki-laki, selain
itu dapat juga menunjukkan terjadinya tingkat migrasi yang tinggi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Mayoritas kaum laki-lakinya mempunyai kebiasaan
merantau di Jakarta. Bagi ibu rumah tangga yang ditinggal suaminya merantau
harus berpikir keras agar tetap eksis dalam memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs) untuk keluarganya. Hal tersebut membuat ibu rumah tangga mengabaikan
kondisi kesehatan dirinya dan anak-anaknya. Menjadi suatu tantangan di masa
depan dalam meningkatkan pengetahuan dan menumbuhkan sikap dan perilaku
yang bertanggungjawab bagi keluarga dan masyarakat tentang kesehatan
reproduksi, terutama Kesehatan Ibu dan anak (KIA) sehingga dapat meningkatkan
status kesehatan dan gizi seluruh anggota keluarga (khususnya ibu dan anak).
33
4.2.3 Rasio Beban Tanggungan (RBT)
Menurut Rusli (2006) besarnya Rasio Beban Tanggungan (dependency
ratio) menunjukkan perbandingan antara jumlah penduduk yang digolongkan
bukan usia produktif (bukan usia kerja) terhadap jumlah penduduk usia produktif
(usia kerja). Rasio Beban Tanggungan penduduk Desa Jebed Selatan adalah 29,
yang berarti bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung
29 orang penduduk yang tidak produktif. Hal ini makin memperkuat bahwa Desa
Jebed Selatan mempunyai struktur penduduk berumur transisi. Permasalahannya
adalah tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan sangat rendah
sehingga menyebabkan masih ada yang percaya “mitos” dan “mitos” tersebut
dapat menghambat sikap dan perilaku masyarakat untuk hidup sehat.
Dari hasil pengamatan di lapangan, “mitos” yang dapat menghambat terwujudnya
hidup sehat seperti, “mitos ibu hamil” yang tidak memperbolehkan Ibu hamil
untuk keluar dari rumah apapun kegiatannya sehingga dapat menghambat Ibu
hamil untuk memeriksakan kehamilannya ke Posyandu ataupun ke Tenaga
Kesehatan (dokter kandungan atau bidan).
4.2.4 Kepadatan Penduduk
Dari luas wilayah 1,8 km2 dan jumlah penduduk yang mencapai 6924 jiwa
maka dapat terlihat kepadatan penduduk di Desa Jebed Selatan adalah 3847 jiwa/
Km2, lebih tinggi bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk Kecamatan
Taman yaitu 2526 jiwa/ Km2. Dari kepadatan penduduk diatas, isu-isu yang
menjadi tantangan di masa depan kaitannya dengan kesehatan adalah kondisi
lingkungan dan tempat tinggal (rumah) yang jauh dari sehat.
4.2.5 Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator dalam menentukan Indeks Mutu
Hidup dan Indeks Pembangunan Manusia selain faktor kesehatan dan ekonomi.
Pada hakekatnya pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan,
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia baik individu maupun
sosial. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Jebed Selatan yang terbanyak
adalah SLTP. Distribusi penduduk berdasarkan pendidikan pada Tabel 5.
34
Tabel 5 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Jebed Selatan
No. Pendidikan Jumlah Persentase
1 Tamat SD 325 9,7 2 SLTP 1626 48,8 3 SLTA 1251 37,5 4 D-1 53 1,5 5 D-2 34 1 6 D-3 21 0,6 7 S-1 19 0,5
Jumlah 3329 100
Sumber : Daftar Potensi Desa, 2006
Dari tingkat pendidikan masyarakat Desa Jebed Selatan mayoritas adalah
SLTP ke bawah, maka dapat diasumsikan bahwa masih rendahnya akses
masyarakat terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga nantinya dapat
berpengaruh pada tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan.
4.2.6 Angkatan Kerja
Jumlah penduduk merupakan potensi dari jumlah angkatan kerja, tetapi tidak
semua penduduk termasuk dalam potensi angkatan kerja. Secara Internasional
dipakai usia 15-64 tahun sebagai batasan usia angkatan kerja. Data angkatan kerja
Desa Jebed Selatan dirinci menurut umur seperti ditunjukkan pada Tabel 6
Tabel 6 Data Angkatan Kerja Dirinci Menurut Umur Tahun 2006.
No. Umur Penganggur Angkatan Bekerja
Angkatan Setengah
Penganggur
Angkatan Kerja
1 15 – 19 36 242 120 362 2 20 – 24 66 200 123 323 3 25 – 29 67 329 125 454 4 30 – 34 75 556 245 801 5 35 – 39 84 225 123 348 6 40 – 44 113 153 78 231 7 45 – 49 47 151 77 228 8 50 – 54 120 150 86 236 9 55 – 60 160 116 65 181 10 60 + 195 129 55 184 Jumlah 963 2251 1097 3348
(4+5) Sumber : Data Statistik Kantor Kecamatan Taman, Desember 2006.
35
Berdasarkan data angkatan kerja diatas, jumlah angka penganggur hanya
28,76 % atau 963 orang dari jumlah angka angkatan kerja. Berdasarkan jumlah
Reit Pengangguran dari 100 penduduk angkatan kerja Desa Jebed Selatan ada 29
orang yang menganggur. Walaupun Persentase penduduk yang masuk kategori
pengangguran/ tidak bekerja tergolong kecil, akan tetapi asumsi Pengkaji,
kelompok tersebut rawan terhadap masalah baik itu masalah kriminalitas ataupun
masalah kesehatan. Oleh karena itu, harus disediakan wadah kegiatan yang
nantinya dapat bermanfaat.
4.3 Aspek Perekonomian
Mata pencaharian penduduk Desa Jebed Selatan bersifat heterogen, seperti
ditunjukkan dalam Tabel 7.
Tabel 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Jebed Selatan Tahun 2006.
No. Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase
1 Buruh Tani 804 35,72 2 Buruh Swasta/ Pabrik 331 14,70 3 Petani 456 20,26 4 Pedagang 159 7,06 5 PNS 25 1,11 6 TNI/Polri 5 0,22 7 Penjahit 8 0.36 8 Montir 2 0,08 9 Sopir 31 1,38 10 Kontraktor/ Konsultan 2 0,08 11 Tukang Kayu 102 4,53 12 Tukang Batu 292 12,97 13 Peternak 9 0,40 14 Guru Swasta 3 0,13 15 Tukang Becak 12 0,53 16 Pengrajin/ home industri 10 0,44
Jumlah 2251 100
Sumber : Daftar Potensi Desa Jebed Selatan, 2006
Melihat Tabel 7, sebenarnya mata pencahariannya bersifat heterogen, akan
tetapi melihat masyarakat yang bekerja sebagai buruh tani dan petani lebih
36
dominan (buruh tani sebanyak 804 orang atau sekitar 35,72 % dan petani yaitu
456 orang atau sekitar 20,26 %) menjadikan mata pencaharian tersebut lebih
bersifat homogen. Hal tersebut juga dipengaruhi ketersediaan lahan sawah (seluas
152,448 hektar atau sekitar 82,95 % dari luas wilayah desa yaitu 183,773 hektar)
yang mendominasi wilayah Desa Jebed Selatan. Dalam hal ini, kaitan mata
pencaharian dengan program Promosi Kesehatan adalah penerapan strategi
Promosi Kesehatan pada tempat kerja yang ada di Desa Jebed Selatan. Dengan
tersedianya lahan sawah yang mencapai 82,95 % dari luas wilayah desa dan
banyaknya mata pencaharian petani dan buruh tani yang ada di desa tersebut,
maka penerapan strategi Promosi Kesehatan lebih diutamakan pada tempat kerja
yang ada di sawah dan ladang.
4.4 Struktur Komunitas
Struktur sosial pada suatu komunitas dapat ditinjau dari beberapa aspek :
1. Pelapisan Sosial.
Ada dua cara terbentuknya pelapisan sosial dalam masyarakat, yaitu :
pertama, pelapisan sosial yang terjadi dengan sendirinya dan kedua, pelapisan
sosial yang terjadi dengan sengaja, akan tetapi kedua cara tersebut terbentuk
karena untuk mengejar suatu tujuan bersama. Di Desa Jebed Selatan pelapisan
sosial penduduk dapat dilihat berdasarkan fisik, seperti : bangunan perumahan
dan jenis mata pencaharian, maupun non fisik, seperti : alasan pembentukan
kelompok (kelompok tani, kelompok pengajian, kelompok paguyuban rukun
kematian). Berikut pengkaji uraikan pelapisan sosial di Desa Jebed Selatan
berdasarkan pembentukan kelompok.
a) Kelompok Tani, kelompok ini mempunyai tempat tersendiri dalam
kegiatan kemasyarakatan, seperti ketika berembug masalah air, hasil
panen, mau membeli pupuk dan obat, mulai menggarap sawah dan
sebagainya. Kelompok ini masih sangat eksis keberadaan/ kegiatannya di
Desa Jebed Selatan, sehingga apabila mereka akan menjual padinya, para
spekulan/pembeli padi tidak mudah menentukan harga tanpa melalui
persetujuan para kelompok tani.
37
b) Kelompok Pengajian, kelompok ini sangat dominan kegiatannya di
masyarakat, manakala ada kegiatan kerohanian, orang meninggal, hajatan/
selamatan orang meninggal dan kegiatan rutin yang bernuansa keagamaan
(Islam). Kelompok ini mempunyai kepengurusan di tiap dusun, sehingga
sangat mengakar program-programnya bahkan karena mayoritas dari
jumlah penduduk Desa Jebed Selatan sebanyak 6924 orang, 99,78 % atau
sebanyak 6919 orang mayoritas memeluk agama Islam maka hampir setiap
ada kegiatan dan hajatan apapun di masyarakat selalu melibatkan
kelompok ini seperti pengajian, membaca Al-Qur’an, yasinan dan tahlilan
bersama.
c) Kelompok Paguyuban Rukun Kematian, kelompok ini sangat besar
andilnya apabila ada salah satu anggota masyarakat yang meninggal.
Sebab hampir semua masyarakat Desa Jebed Selatan selalu membutuhkan
kerja sama dengan kelompok tersebut dan sudah tiap dusun sudah
mempunyai kelompok tersebut.
2. Unsur Utama Pelapisan Sosial dan Sumber Kepemimpinan
Pelapisan sosial terjadi karena adanya penghargaan terhadap hal-hal tertentu
dalam masyarakat. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu di
Desa Jebed Selatan dicirikan pada :
a) Kekayaan yang dimiliki;
b) Pekerjaan/ jabatan;
c) Pendidikan formal yang ditempuh;
d) Keaktifan dalam kegiatan keagamaan/ kemasyarakatan.
Dalam kehidupan masyarakat di Desa Jebed Selatan mereka yang menjadi
PNS/TNI/Polri, perangkat desa, orang-orang kaya dan pengurus organisasi
lokal/ kelembagaan desa serta para ustadz pengelola masjid, pada umumnya
mereka menempati lapisan paling tinggi. Kelompok ini pada umumnya
menempati level diatas maupun di depan baik dalam pengambilan kebijakan
maupun posisi duduk ketika ada pertemuan. Peran kelompok ini masih
dominan dalam berbagai kegiatan di Desa Jebed Selatan.
Berdasarkan hasil dari pengamatan dan wawancara dapat dikatakan bahwa
masyarakat Desa Jebed Selatan memberikan dukungan dan kepercayaan
38
penuh bagi pemimpin yang telah memiliki kepedulian terhadap masalah-
masalah yang ada di dalam masyarakat. Kepemimpinan formal baik kepala
desa, tokoh agama, perangkat desa dan PNS masih menjadi simbol karismatik.
3. Jejaring Sosial dalam Komunitas dan diluar Komunitas.
Dalam membuat kebijakan dan program yang melibatkan berbagai pihak yang
berbeda-beda kepentingannya dan mungkin juga berbeda-beda dalam
tingkatan pengambilan keputusannya sehingga memerlukan mekanisme yang
tepat. Salah satu mekanisme yang memiliki fleksibilitas dan sekaligus
menjamin efisiensi adalah melalui pembentukan jejaring (networking) dengan
berbagai pihak. Menurut Tonny dalam Titik dan Yusman (2006), jejaring ini
kemudian dibangun berlandaskan prinsip-prinsip kesetaraan, transparansi,
kejujuran, integrasi dan dedikasi untuk mencapai tujuan bersama. Jejaring
yang terbentuk dapat bersifat horizontal maupun vertikal. Jjejaring sosial yang
bersifat horinzontal adalah hubungan kerjasama yang dilakukan dalam
komunitas, dalam hal ini adalah hubungan kerjasama antar kelompok tani dan
antar kelompok pengajian. Sedangkan jejaring sosial yang bersifat vertikal
adalah hubungan kerjasama yang dilakukan diluar komunitas, dalam hal ini
adalah hubungan kerjasama dengan pengusaha konveksi di Kabupaten
tetangga dalam membuka lapangan pekerjaan.
Dalam pelayanan masyarakat jejaring yang ada yaitu horizontal yang
terbentuk antara masyarakat dan bidan desa/ kader kesehatan.
4.5 Organisasi dan Kelembagaan
Dari hasil pantauan di lapangan dan hasil wawancara dengan tokoh salah
satu kelompok, dapat diketahui bahwa organisasi lokal di Desa Jebed Selatan
memiliki karakteristik sebagai berikut
1) Bentuk Kelembagaan Lokal
Kelembagaan yang didirikan oleh masyarakat setempat pada lingkup wilayah
tertentu (RT, RW, Dusun, kampung, desa/kelurahan) cukup bervariasi, seperti
majelis ta’lim/ kelompok pengajian/ kelompok yasinan, paguyuban warga/
kelompok dasawisma/ perkumpulan arisan, ikatan pemuda masjid,
perkumpulan kematian, kelompok kesenian, perkumpulan olah raga.
39
Adapun cara pembentukan organisasi ada dua.
Pertama, berdiri secara alamiah berdasarkan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat, seperti majelis ta’lim/ kelompok pengajian/ kelompok yasinan,
kelompok dasawisma/ perkumpulan arisan, kelompok karawitan. Organisasi
ini cenderung bisa beradaptasi dengan kemampuan lokal, dengan
mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya lokal, tradisi serta
sumberdaya lokal.
Kedua, perkumpulan yang pembentukannya diprakarsai oleh pemerintah.
Organisasi ini merupakan kepanjangan tangan pemerintah kepada masyarakat,
seperti Karang Taruna, PKK dan Posyandu.
2) Kegiatan Kelembagaan Lokal
Pengamatan terhadap kegiatan kelembagaan lokal ini perlu dilakukan, dalam
upaya mengidentifikasi bidang-bidang apa saja yang telah dilaksanakan oleh
kelembagaan lokal, dan seberapa besar aktivitas di bidang kesejahteraan sosial
menjadi perhatian kelembagaan lokal. Dengan pengetahuan mengenai jenis
kegiatan, dapat diketahui besarnya kontribusi kelembagaan lokal tersebut di
bidang sosial kemasyarakatan, khususnya di bidang kesejahteraan sosial.
Kegiatan kelembagaan lokal di Desa Jebed Selatan cukup bervariasi sesuai
dengan tujuannya. Dari informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber,
kegiatan kelembagaan lokal dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok.
a) Kegiatan dalam upaya memperkuat lembaga adat/ kebudayaan, yang
meliputi mengurus tata cara pernikahan sesuai adat dan pelaksanaan
kegiatan sunatan.
Jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan oleh kelembagaan lokal tersebut di
atas menggambarkan, bahwa kegiatan kelembagaan lokal telah
menjangkau permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan manusia dalam
lingkup kebudayaan lokal. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk
memelihara nilai sosial budaya sebagai potensi lokal.
b) Pengembangan kegiatan olah raga dan kesenian, seperti : rebana/
qosidah, karawitan dan sepak bola.
Kesenian dan olah raga perlu dipahami sebagai bagian dari kebudayaan
bangsa. Oleh karena itu, komitmen terhadap pembangunan masyarakat
40
tidak dapat mengabaikan kesenian dan olah raga yang dikembangkan oleh
masyarakat lokal.
c) Kegiatan keagamaan, seperti pengajian/ yasinan, peringatan Hari Besar
Agama, pengumpulan dan penyembelihan hewan qurban, sunatan masal,
pengelolaan Taman Pendidikan Al Qur’an dan pengurusan
kematian/jenazah.
Kegiatan keagamaan terkait dengan persoalan mental atau moral. Dari
sejumlah kegiatan yang dilakukan oleh organisasi di bidang keagamaan
tersebut, menunjukkan bahwa aspek moral menjadi perhatian sebagian
besar organisasi lokal. Organisasi lokal tersebut memiliki kegiatan
keagamaan yang menjangkau berbagai kebutuhan masyarakat, baik
sebagai individu maupun kolektivitas.
d) Kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat, seperti pengrajin kue,
pertukangan, usaha menjahit dan bengkel.
Kegiatan ini menggambarkan bahwa organisasi lokal di samping
melaksanakan kegiatan di bidang sosial dan keagamaan, juga
melaksanakan kegiatan di bidang ekonomi. Dilihat dari jenis-jenis
kegiatannya, pada umumnya kegiatan ekonomis ini berpihak pada
ekonomi kerakyatan.
4.6 Sumberdaya Lokal
Menurut Rusli (1996) ada beberapa faktor penting yang sangat berhubungan
dengan daya dukung (carrying capacity), yaitu natural resources (iklim dan
lingkungan), teknologi dan organisasi/kelembagaan. Berdasarkan faktor-faktor di
atas, hubungan antara masyarakat Desa Jebed Selatan dengan lingkungannya
sangat erat. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar mata pencaharian yang ada di
Desa Jebed Selatan adalah petani dan buruh tani, jadi dapat dilihat bagaimana
natural resources (iklim dan lingkungan) mampu mendukung kehidupan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat secara terus menerus. Selain
itu pengkaji juga melihat adanya hubungan saling menguntungkan (mutualisme)
antara lingkungan dengan masyarakat, jadi dalam hal ini bukan hanya lingkungan
saja yang memberikan dukungan kepada masyarakat desa tetapi sebaliknya
41
masyarakat desa juga memberikan dukungannya dengan melestarikan
lingkungannya melalui kelembagaan lokal dalam hal ini adalah kelompok tani.
Dengan kearifan lokalnya kelompok tani tersebut berusaha membatasi teknologi-
teknologi pertanian yang nantinya mempunyai dampak yang buruk bagi ketahanan
lingkungan. Sumberdaya lokal yang dimiliki oleh Desa Jebed Selatan adalah :
1) Lahan.
Lahan adalah sumberdaya yang paling dapat dikontrol oleh komunitas, selain
itu lahan juga sangat potensial untuk menggerakkan vitalitas ekonomi
komunitas. Di pedesaan lahan adalah asset produktif yang sangat penting
untuk mempertahankan mata pencaharian. Akses dalam lahan penting bagi
kesejahteraan rumah tangga, pertumbuhan ekonomi dan bagi penurunan
kemiskinan secara berkelanjutan. Desa Jebed Selatan memiliki luas wilayah
183,773 Ha sedangkan dalam penggunaan lahannya antara lain untuk tanah
sawah dengan irigasi teknis sebesar 82,95 % atau 152,448 hektar dan untuk
tanah kering sebesar 6,98 % atau 12,825 hektar. Berdasar luas penguasaan
lahan, rata-rata petani di Desa Jebed Selatan dapat digolongkan sebagai petani
lapisan menengah karena kepemilikan lahannya antara 0,25 hektar – 0,5
hektar. Tetapi bagi penduduk yang memiliki luas lahan > 1 hektar lebih
banyak mempekerjakan buruh tani.
Air juga merupakan sumberdaya lokal yang penting. Di Desa Jebed Selatan
sendiri terdapat 2 aliran sungai, yaitu sungai Elon dan sungai Songot yang
kondisinya tidak tercemar oleh limbah pabrik atau rumah tangga, hanya saja
sungai Elon kondisi airnya keruh. Aliran irigasi di Desa Jebed Selatan
memiliki 2 buah pintu air yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan lahan
sawah sehingga mampu menopang kehidupan para petani sawah.
2) Tenaga Kerja.
Dalam mewujudkan keberhasilan suatu pembangunan salah satu modalnya
adalah tersedianya tenaga kerja yang terampil. Bukan hanya terampil tetapi
tenaga kerja tersebut harus mempunyai kemampuan dalam pendidikan.
Permasalahannya di Desa Jebed Selatan sangat susah mendapatkan tenaga
kerja yang kualitas pendidikannya tinggi dan mempunyai ketrampilan. Hal
tersebut diperkuat dari data tingkat pendidikan, yang menyatakan bahwa
42
masyarakat Desa Jebed Selatan yang masuk usia angkatan kerja (15 – 64
tahun) tingkat pendidikannya masih tergolong rendah (SLTP ke bawah).
Hambatan tersebut yang membuat sebagian besar masyarakat Desa Jebed
Selatan yang masuk usia angkatan kerja masih bertumpu pada sektor
pertanian. Mereka adalah buruh tani dan petani, yang sebagian besar
merupakan golongan tenaga kerja tak terampil atau semi terampil dalam arti
yang memiliki pendidikan rendah.
4.7 Masalah Sosial
Berdasarkan informasi dari beberapa pihak dan berdasarkan data sekunder,
dapat diperoleh adanya beberapa masalah sosial yang ada di Desa Jebed Selatan,
sebagai berikut.
1) Keluarga Miskin.
Desa Jebed Selatan mempunyai jumlah keluarga miskin berdasarkan data dari
penerima bantuan Raskin sebanyak 1482 KK yang tersebar : Dusun Karang
Talun : 108 KK, Dusun Silanjar : 244 KK, Dusun Gedugan : 329 KK, Dusun
Karang Sembung : 389 KK dan Dusun Kuwungan : 412 KK. Melihat masih
tingginya jumlah keluarga miskin di Desa Jebed Selatan, isu-isu yang dapat
diangkat adalah status kesehatan dan kondisi tempat tinggal keluarga miskin
tersebut. Data keluarga miskin seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Jumlah Keluarga Miskin Tiap Dusun
0
100
200
300
400
500
Keluarga Miskin
Dusun Karang Talun
Dusun Silanjar
Dusun Gedugan
Dusun Karang Sembung
Dusun Kuwungan
Sumber : Daftar Isian Potensi Desa, 2006.
43
2) Penyandang Cacat.
Berdasarkan Daftar Isian Potensi Desa untuk penyandang cacat yang ada di
Desa Jebed Selatan, sebagai berikut :
a) cacat netra : dua orang
b) cacat rungu dan wicara : sepuluh orang
c) cacat mental : dua orang
d) lumpuh : satu orang
Berdasarkan data di atas, menjadi suatu tanggung jawab bersama untuk
memberikan perhatian khusus melalui keluarga dan masyarakat sekitar serta
memberikan wadah apresiasi tersendiri agar penyandang cacat bisa
mengekspresikan keinginannya dan mengembangkan kreativitasnya.
4.8 Pengkajian PHBS Tingkat Rumah Tangga
Untuk mengetahui sikap dan perilaku masyarakat Desa Jebed Selatan
terhadap kesehatan maka diperlukan kajian PHBS di tingkat rumah tangga. Pada
pengkajian PHBS di tingkat rumah tangga dilakukan identifikasi terhadap 16
indikator tentang sikap dan perilaku kesehatan.
Dari hasil pengkajian PHBS tingkat rumah tangga didapat jumlah responden
sebanyak 50 responden. Dalam kajian ini yang dijadikan sebagai responden
adalah anggota rumah tangga/ Kepala Keluarga (KK). Jumlah responden tersebut
dipilih dengan pertimbangan dapat memberikan data yang lebih lengkap dan
valid. Dalam menentukan jumlah responden dianggap telah memadai apabila telah
sampai pada taraf redundancy (data sudah jenuh dan responden tidak bisa
memberikan informasi yang baru). Penentuan tersebut juga menjadi pertimbangan
Pengkaji, penambahan responden akan dihentikan manakala datanya sudah jenuh
dan sudah tidak variatif
Berikut hasil pengkajian PHBS tingkat rumah tangga :
1. Rumah Tangga Bebas Asap Rokok/ Tidak Merokok.
Rumah tangga bebas asap rokok didefinisikan anggota rumah tangga umur 10
tahun ke atas tidak merokok di dalam rumah selama ketika berada bersama
anggota keluarga lainnya selama satu bulan terakhir. Berdasarkan definisi
tersebut, rumah tangga yang bebas dari asap rokok di Desa Jebed Selatan baru
44
mencapai 10 % atau lima responden. Belum ada target untuk pencapaian
rumah tangga bebas asap rokok, akan tetapi bila dibandingkan dengan target
rumah tangga sehat secara nasional sebesar 65 %. Maka pencapaian rumah
tangga bebas asap rokok masih sangat rendah.
2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan.
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang dipersyaratkan adalah
dilakukan oleh Bidan dan Dokter Kandungan. Dari 50 responden, anggota
keluarga yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan hanya tujuh
responden atau hanya 14 %. Capaian tersebut masih di bawah target Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten Pemalang 2010
sebesar 90 %.
3. ASI Eksklusif.
ASI Eksklusif di definisikan bahwa bayi hanya diberi ASI (Air Susu Ibu) saja
sejak usia 0-6 bulan. Dari 50 responden hanya tujuh responden yang pernah
memberikan ASI kepada bayinya selama enam bulan atau hanya 14 %.
Capaian hasil tersebut masih jauh di bawah target SPM Kabupaten Pemalang
2010 sebesar 80 %.
4. Rumah Tangga Bebas Miras/ Narkoba.
Anggota keluarga yang tidak menyalahgunakan atau tidak memakai minuman
keras dan narkoba. Berdasarkan kondisi di lapangan keluarga yang bebas dari
penyalahgunaan dan pemakaian minuman keras saja sudah mencapai 92 %
atau 46 responden. Untuk indikator ini tidak terdapat angka target pembanding
baik secara nasional maupun daerah.
5. Penimbangan Balita.
Balita yang ditimbang di sarana pelayanan kesehatan seperti Posyandu
minimal delapan kali setahun. Capaian indikator tersebut hanya 11 responden
atau 22 %. Apabila dibandingkan dengan target SPM 2010 sebesar 80 %
berarti indikator tersebut belum tercapai.
6. Gizi Keluarga
Anggota rumah tangga yang mengkonsumsi beraneka ragam makanan dalam
jumlah cukup untuk mencapai gizi seimbang. Berdasarkan hasil kajian
responden yang memenuhi syarat diatas hanya 20 responden atau 40 % saja.
45
Apabila dibandingkan dengan Program Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) sebesar
80 %, capain tersebut belum tercapai.
7. Kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Rumah tangga yang menjadi peserta JPK (Askes, Jamsostek dan JPKMM).
Jumlah rumah tangga yang sudah menjadi peserta JPK sebanyak 30 responden
atau 60 %. Capaian tersebut sudah sesuai dengan target SPM 2010 sebesar
60%.
8. Anggota rumah tangga mencuci tangan dengan sabun.
Maksud dari indikator ini adalah anggota rumah tangga yang selalu mencuci
tangannya dengan sabun dan air sebelum makan dan setelah buang air besar.
Rumah tangga yang mempunyai kebiasaan tersebut sudah mencapai 25
responden atau 50 %. Untuk indikator ini tidak terdapat angka target
pembanding baik secara nasional maupun daerah
9. Menggosok Gigi
Anggota rumah tangga yang menggosok giginya minimal dua kali sehari
sebelum tidur dan sesudah makan. Rumah tangga yang sudah mempunyai
kebiasaan tersebut mencapai 33 responden atau 66%. Untuk indikator ini tidak
terdapat angka target pembanding baik secara nasional maupun daerah
10. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Anggota rumah tangga yang rutin memberantas sarang nyamuk minimal
seminggu sekali atau rumahnya bebas jentik nyamuk. Rumah tangga yang
bebas jentik nyamuk mencapai 28 responden atau sebesar 56 %. Untuk
indikator ini tidak terdapat angka target pembanding baik secara nasional
maupun daerah
11. Jamban Sehat.
Jamban yang kondisinya selalu bersih dan rutin dibersihkan seminggu sekali
dengan buangan akhirnya menuju septitank yang selalu tertutup. Rumah
tangga yang sudah memenuhi kriteria tersebut baru mencapai 25 responden
atau sebesar 50 %. Capaian tersebut masih jauh dari target nasional 2010
sebesar 88 %.
46
12. Air Bersih.
Rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih dan menggunakannya
untuk kebutuhan sehari-hari (minum, masak, mandi dan mencuci). Rumah
tangga yang sudah memenuhi kriteria tersebut sudah mencapai 40 responden
atau sebesar 80 %. Capaian tersebut sudah mencapai target nasional 2010
sebesar 80 %.
13. Tempat sampah.
Capaian rumah tangga yang memiliki dan membuang sampah pada tempatnya
sebanyak 24 responden atau sebesar 48 %. Capaian tersebut masih dibawah
target nasional 2010 sebesar 85 %.
14. Kepadatan Penghuni.
Indikator ini di definisikan sebagai rumah tangga yang mempunyai luas lantai
rumah yang ditempati dan digunakan untuk keperluan sehari-hari dibagi
dengan jumlah penghuni (9m2 per orang). Berdasarkan definisi tersebut
jumlah rumah tangga yang memenuhi kriteria sebanyak 37 responden atau
74%. Untuk indikator ini tidak terdapat angka target pembanding baik secara
nasional maupun daerah
15. Lantai Rumah
Anggota rumah tangga yang menempati rumah dengan lantai kedap air
(plester, tegel, keramik, kayu) bukan lantai tanah. Capaian indikator tersebut
sebanyak 31 responden atau sebesar 62 %. Untuk indikator ini tidak terdapat
angka target pembanding baik secara nasional maupun daerah
16. Olah raga
Anggota keluarga yang berumur 10 tahun ke atas rutin melakukan aktivitas
fisik (sedang maupun berat) minimal 30 menit setiap hari. Capain pada
indikator ini sebanyak 39 responden atau sebesar 78%. Untuk indikator ini
tidak terdapat angka target pembanding baik secara nasional maupun daerah
Untuk lebih jelas melihat hasil pengkajian dan urutan peringkat indikator PHBS
tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
47
Gambar 8 Hasil Pengkajian PHBS Tingkat Rumah Tangga di Desa Jebed Selatan Berdasarkan Urutan Masalah
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Tidak MerokokPemberian ASI Eksklusif
Persalinan oleh NakesTimbang Balita
Pemenuhan Gizi KeluargaTempat Sampah
Jamban SehatKebiasaan Cuci Tangan
Pemberantasan sarang nyamuk JPK
Lantai RumahKebiasaan Gosok GigiKepadatan Penghuni
Olah RagaAir Bersih
Tidak Memakai Miras/ Narkoba
Capaian Indikator
Sumber : Pengkaji, diolah, 2008.
Dari seluruh rumah tangga yang menjadi responden dapat menggambarkan strata
rumah tangga sehat dengan melihat hasil pengkajian PHBS tingkat rumah tangga.
Berdasarkan rumus yang sudah ditetapkan oleh Pusat Promosi Kesehatan Depkes
RI, sebagai berikut :
1. Rumah Tangga Sehat Pratama, adalah rumah tangga yang memenuhi 0-5
indikator dari 16 indikator. Capaian di Desa Jebed Selatan pada strata ini
sebesar 8 %.
2. Rumah Tangga Sehat Madya, adalah rumah tangga yang memenuhi 6-10
indikator dari 16 indikator. Capaian di Desa Jebed Selatan pada strata ini
sebesar 72 %.
3. Rumah Tangga Sehat Utama, adalah rumah tangga yang memenuhi 11-15
indikator dari 16 indikator. Capaian di Desa Jebed Selatan pada strata ini
sebesar 20 %.
4. Rumah Tangga Sehat Paripurna, adalah rumah tangga yang memenuhi secara
keseluruhan dari 16 indikator. Capaian di Desa Jebed Selatan pada strata ini
sebesar 0 %.
48
Untuk mengetahui pencapaian rumah tangga sehat yang skalanya makro
(minimal Desa), maka yang dihitung adalah jumlah rumah tangga sehat utama dan
rumah tangga sehat paripurna, sehingga berdasarkan rumus tersebut maka
Pencapaian rumah tangga sehat di Desa Jebed Selatan sebesar 20 % dan
hanya masuk kategori Strata Sehat Pratama. Apabila dibandingkan dengan
target rumah tangga sehat tahun 2010 (SPM Bidang Kesehatan Kabupaten
Pemalang 2010) sebesar 65%, pencapaian rumah tangga sehat di Desa Jebed
Selatan masih jauh dari target. Diagram pencapaian rumah tangga sehat seperti
ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9 Pencapaian Rumah Tangga Sehat di Desa Jebed Selatan.
0
20
40
60
80
Sehat Pratama 8
Sehat Madya 72
Sehat Utama 20
Sehat Paripurna 0
Persentase Rumah Tangga Sehat
Sumber : Pengkaji, diolah, 2008.
4.9 Ikhtisar Perekonomian di Desa Jebed Selatan didukung oleh sektor pertanian.
Ketersediaan lahan sawah yang mencapai 82,95 % dari luas wilayah desa tersebut
secara otomatis dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam menyerap
tenaga kerja dan sumber penghidupan masyarakat. Lahan dianggap sebagai asset
produktif yang sangat penting untuk mempertahankan mata pencaharian. Oleh
karena itu, 55,98 % (1260 jiwa) masyarakatnya bekerja sebagai buruh tani dan
petani, sehingga dapat dikatakan mata pencahatian masyarakat Desa Jebed Selatan
lebih bersifat homogen.
49
Hanya saja permasalahan yang muncul di Desa Jebed Selatan adalah masih
rendahnya kualitas pendidikan dan terbatasnya akses pelayanan publik (pelayanan
pendidikan dan pelayanan kesehatan).
Pernyataan tersebut dibuktikan dengan masih rendahnya kualitas pendidikan
masyarakat Desa Jebed Selatan yang sebagian besar adalah SLTP ke bawah (1951
jiwa atau 58,5 %). Keterbatasan mengakses pelayanan publik seperti pelayanan
pendidikan dan pelayanan kesehatan disebabkan oleh rendahnya tingkat
pendapatan bagi masyarakat yang mata pencahariannya sebagai buruh tani, petani,
tukang batu, tukang kayu dan tukang becak. Semakin mahalnya biaya pendidikan
menjadikan keluarga tersebut harus memprioritaskan kebutuhan pangan
dibandingkan harus mendapatkan pendidikan yang berkualitas bagi anaknya.
Untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan gratis, bagi keluarga miskin masih
menjadi kendala, dikarenakan minimnya transportasi dan jarak tempuh yang
cukup jauh (menuju Puskesmas Jebed menempuh jarak empat kilometer dan
menuju Rumah Sakit Pemerintah menempuh jarak enam kilometer).
Kondisi tersebut diatas dapat mempengaruhi sikap dan perilaku hidup sehat
di masyarakat Desa Jebed Selatan. Untuk mengetahui sikap dan perilaku hidup
sehat masyarakat Desa Jebed Selatan, maka dilakukan pengkajian PHBS Tingkat
Rumah Tangga. Dari hasil pengkajian tersebut telah teridentifikasi bahwa
mayoritas masyarakat Desa Jebed Selatan terutama ibu rumah tangga dan ibu
hamil tingkat pengetahuannya terhadap Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih
rendah.
V. IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN
5.1 Sejarah Perkembangan Promosi Kesehatan
Pada jaman awal kemerdekaan, upaya untuk mempromosikan produk atau
jasa (jaman kemerdekaan istilahnya propaganda) di bidang kesehatan sudah
dilakukan dengan tujuan untuk memberi penerangan kepada masyarakat tentang
kesehatan.
Upaya propaganda pada waktu itu dilakukan dalam bentuk yang sederhana
melalui pengeras suara atau dalam bentuk gambar dan poster. Juga melalui film
layar tancap. Cara-cara itu kemudian berkembang, karena dirasakan propaganda
kurang efektif apabila tidak dilakukan upaya perubahan atau perbaikan perilaku
hidup sehari-hari masyarakat. Maka dilancarkanlah upaya pendidikan kesehatan
masyarakat (health education) yang dipadukan dengan upaya pembangunan
masyarakat (community development) atau upaya pengorganisasian masyarakat
(community organization).
Upaya ini berkembang pada tahun 1960 an, sampai kemudian mengalami
perkembangan lagi pada tahun 1975 an, menjadi “Penyuluhan Kesehatan”. Meski
fokus dan caranya sama, tetapi istilah “Pendidikan Kesehatan” itu berubah
menjadi “Penyuluhan Kesehatan”, karena pada waktu itu istilah “pendidikan”
khusus dibakukan di lingkungan Departemen Pendidikan. Pada sekitar tahun 1995
istilah Penyuluhan Kesehatan itu berubah lagi menjadi “Promosi Kesehatan”.
Perubahan itu dilakukan selain karena hembusan perkembangan dunia (Health
promotion mulai dicetuskan di Ottawa pada tahun 1986), juga sejalan dengan
“Paradigma Sehat”, yang merupakan arah baru pembangunan kesehatan di
Indonesia. Istilah itulah yang berkembang sampai sekarang.
Mengenai istilah Promosi Kesehatan sendiri juga mengalami perkembangan.
Mula-mula dicetuskan di Ottawa, Canada pada tahun 1986 (dikenal dengan
“Ottawa Charter”), yang oleh WHO promosi kesehatan didefinisikan sebagai:
“the process of enabling people to control over and improve their health”.
Definisi tersebut diaplikasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi : “Proses
pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
51
kesehatannya”. Definisi ini tetap dipergunakan, sampai dengan sekarang. (Pusat
Promosi Kesehatan Depkes 2005)
Pada 1 Maret 1999, Presiden Habibie mencanangkan : “Gerakan
Pembangunan yang Berwawasan Kesehatan”, atau dikenal dengan “Paradigma
Sehat”. Sebagai konsekuensinya adalah bahwa semua pembangunan dari semua
sektor harus mempertimbangkan dampaknya di bidang kesehatan, minimal harus
memberi kontribusi dan tidak merugikan pertumbuhan lingkungan dan perilaku
sehat. Disebutkan bahwa visi pembangunan kesehatan adalah: “Indonesia Sehat
2010”, dengan misi: (1) Menggerakkan pembangunan nasional yang berwawasan
kesehatan; (2) Mendorong kamandirian masyarakat untuk hidup sehat; (3)
Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu; dan (4) Meningkatkan
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat termasuk lingkungannya. Salah satu
pilar Indonesia Sehat 2010 tersebut adalah : perilaku sehat, disamping dua pilar
lainnya yaitu: lingkungan sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan
merata.
Ditetapkan pula strategi pembangunan kesehatan beserta program-program
pokoknya. Dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) disebutkan
bahwa salah satu program pokok pembangunan kesehatan adalah peningkatan
perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat, yang karenanya menempatkan
Promosi Kesehatan sebagai salah satu program unggulan. Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dan Rencana Strategis
(Renstra) Depkes 2005-2009 juga disebutkan bahwa Promosi Kesehatan
merupakan program tersendiri dan diposisikan pada urutan pertama. Dengan
demikian Promosi Kesehatan (termasuk PHBS), yang berorientasi pada perilaku
hidup sehat, semakin memperoleh pijakan yang kuat.
Selanjutnya Promosi Kesehatan menyusun visi, misi dan program
kegiatannya, serta sasaran atau target yang harus dapat terukur. Dalam kaitan itu
ditetapkan Visi Promosi Kesehatan yaitu : “PHBS 2010”, yang mengindikasikan
tentang terwujudnya masyarakat Indonesia baru yang berbudaya sehat. Misi
Promosi Kesehatan yang ditetapkan adalah:
1. Memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat untuk hidup sehat
52
2. Membina suasana atau lingkungan yang kondusif bagi terciptanya PHBS di
masyarakat
3. Melakukan advokasi kepada para pengambil keputusan dan penentu
kebijakan.
Misi tersebut telah menjelaskan tentang apa yang harus dan perlu dilakukan oleh
Promosi Kesehatan dalam mencapai visinya. Misi tersebut juga menjelaskan
fokus upaya dan kegiatan yang perlu dilakukan. Berdasarkan visi dan misi
tersebut, maka memunculkan Strategi Promosi Kesehatan sebagai berikut :
1. Advokasi (advocacy).
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain
tersebut membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam
konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada pembuat
keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor dan diberbagai tingkatan
sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita
inginkan. Dukungan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan
daerah dan lain sebagainya.
2. Bina Suasana
Strategi ini adalah suatu kegiatan untuk mensosialisasikan program-program
kesehatan agar masyarakat mau menerima dan berpartisipasi terhadap
program tersebut. Strategi ini ditujukan untuk membina suasana yang kondusif
terhadap kesehatan.
3. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment)
Strategi ini langsung ditujukan kepada masyarakat. Tujuan utama
pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri.
Dari visi, misi dan strategi tersebut direncanakan delapan kegiatan pokok, yaitu:
1. Upaya advokasi.
2. Pembinaan suasana.
3. Pemberdayaan masyarakat.
4. Pengembangan kemitraan.
5. Pengembangan SDM.
53
6. Pengembangan Iptek Promosi Kesehatan.
7. Pengembangan media dan sarana.
8. Pengembangan infra struktur Promosi kesehatan.
Visi, misi, strategi, kegiatan pokok beserta rincian kegiatan dan tolok ukurnya
kemudian dituangkan menjadi Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan melalui
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1193/MENKES/SK/X/2004 yang
kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
1114/MENKES/SK/VIII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan
di Daerah.
5.2 Implementasi Strategi Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang
Promosi Kesehatan adalah upaya yang menekankan pada proses dengan
tetap memperhatikan hasil (the process as well as content). Secara garis besar
implementasi strategi promosi kesehatan yang sedang berjalan di Kabupaten
Pemalang adalah sebagai berikut :
1. Dalam strategi advokasi, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa advokasi
dalam konteks kesehatan adalah pendekatan kepada pembuat keputusan atau
penentu kebijakan (eksekutif dan legislatif) sehingga para pejabat tersebut
mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Pada tingkat Pusat
dalam hal ini adalah Departemen Kesehatan telah mengeluarkan beberapa
kebijakan yang menyangkut kebijakan yang berkaitan dengan “social
enforcement”, seperti kebijakan Garam Beryodium, Kawasan Tanpa Rokok,
Kabupaten/ Kota Sehat, Program Langit Biru, dll. Dalam konteks otonomi
daerah, advokasi dilakukan yang tujuannya adalah ditetapkannya kebijakan
kesehatan di Kabupaten Pemalang yang nantinya dapat digunakan sebagai
dasar atau landasan untuk memperkuat kebijakan dari pusat dan mendukung
pengembangan program Promosi Kesehatan. Saat ini Kabupaten Pemalang
telah mengeluarkan kebijakan kesehatan yang dapat mendukung dan
memperkuat kebijakan dari Pusat (Departemen Kesehatah RI) yaitu kebijakan
“Kabupaten Sehat 2010”. Kebijakan “Kabupaten Sehat 2010” yaitu dimana
masyarakat Kabupaten Pemalang hidup dalam lingkungan yang sehat,
54
masyarakatnya berperilaku hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata sehingga memiliki derajat
kesehatan yang optimal.
2. Dalam strategi bina suasana atau kegiatan untuk mensosialisasikan program-
program kesehatan agar masyarakat mau menerima dan berpartisipasi
terhadap program tersebut. Strategi ini ditujukan untuk membina suasana yang
kondusif terhadap kesehatan sehingga masyarakat dapat membudayakan
perilaku sehat. Proses penyebaran informasi kesehatan dilakukan melalui
media televisi, radio, media cetak, pameran, penyuluhan melalui mobil-mobil
unit penyuluhan dan penyuluhan melalui kelompok dan diskusi interaktif.
Untuk Kabupaten Pemalang penerapan strategi bina suasana dapat dilihat dari
kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Pemalang, antara lain :
a) Penyuluhan Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak (Khususnya Pertolongan
Persalinan dan Penggunaan ASI Eksklusif),
b) Penyuluhan Gizi Keluarga (termasuk Gangguan Anak Kekurangan
Yodium),
c) Penyuluhan Kesehatan Lingkungan (khususnya akses air bersih,
kepemilikan toilet/ jamban, mencuci tangan dengan sabun),
d) Penyuluhan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular (khususnya
Aktivitas fisik, makan gizi seimbang dan masalah merokok),
e) Penyuluhan Penanggulangan penyalahgunaan NAPZA,
f) Sosialisasi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin
(JPKMM),
g) Sosialisasi Pengembangan Desa Siaga.
Selain itu bertepatan dengan Hari Kesehatan pada tahun 2008 Kabupaten
Pemalang telah mengkampanyekan “Cuci Tangan dengan Sabun”.
3. Strategi Pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan adalah proses pemberian
informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut
berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu
menjadi mau (sikap/ attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan
55
perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Sasaran utama dari
pemberdayaan adalah individu, keluarga serta kelompok masyarakat. Dalam
konteks otonomi, strategi pemberdayaan dilaksanakan oleh Puskesmas dan
Rumah Sakit yang ada di Kabupaten Pemalang. Tugas Puskesmas dan Rumah
Sakit selain memberikan pelayanan kesehatan (kuratif) juga diberikan tugas
dalam melaksanakan pemberdayaan.
Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, Puskesmas mempunyai tanggung
jawab terhadap pemberdayaan individu, keluarga dan kelompok masyarakat.
Penerapan strategi pemberdayaan individu yang dilaksanakan oleh Puskesmas
seperti :
1. Pemberdayaan individu, dalam memperkenalkan perilaku menimbang
balita secara berkala untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan
balita. Perilaku ini diperkenalkan kepada ibu yang membawa balitanya
berobat ke Puskesmas. Kepada setiap ibu, setelah selesai diberi pelayanan
pengobatan untuk balitanya, kemudian diberi atau disampaikan informasi
tentang manfaat menimbang balita secara berkala. Saat kunjungan tersebut
dilakukan proses pemberdayaan sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh
individu tersebut.
2. Pemberdayaan keluarga, dilakukan oleh petugas Puskesmas dengan
melaksanakan kunjungan rumah terhadap keluarga. Dalam pemberdayaan
keluarga ini yang dilaksanakan oleh petugas Puskesmas adalah
memperkenalkan perilaku buang air besar di jamban, mengkonsumsi
garam beryodium, memelihara tanaman obat keluarga, menguras bak
mandi dan mengkonsumsi makanan berserat. Dalam kunjungan rumah
tersebut dikumpulkan semua anggota keluarga dan diberikan informasi
berkaitan dengan perilaku yang diperkenalkan.
3. Pemberdayaan Masyarakat, pemberdayaan terhadap masyarakat dilakukan
melalui upaya penggerakan atau pengorganisasian masyarakat. Salah satu
hasil dari upaya ini adalah Posyandu, Saka Bhakti Husada, Pos Kesehatan
Pesantren (poskestren), Taman Obat Keluarga (TOGA) dan Dana Sehat.
Rumah sakit sebagai tempat penyelenggara pelayanan pengobatan dan
pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) merupakan unit operasional. Sebagai unit
56
operasional, Rumah Sakit juga mempunyai tanggung jawab yang paling
penting yaitu pemberdayaan. Pemberdayaan tersebut ditujukan untuk pasien,
keluarga pasien dan individu yang berkunjung ke Rumah Sakit. Pemberdayaan
tersebut antara lain :
Pemberdayaan pasien, pemberdayaan disini ditujukan apabila pasien sudah
masuk masa penyembuhan, pemberdayaan diawali dengan menciptakan
kesadaran akan adanya masalah, kemudian mengembangkan pengertian dan
sikap tentang penyakit yang diderita pasien sehingga tahu apa yang nantinya
harus dilakukan, serta mengembangkan pengetahuan dan sikap tentang
pemanfaatan sarana kesehatan secara benar.
Pemberdayaan keluarga, ditujukan untuk mengembangkan pengertian dan
kemauan guna mendukung pasien dalam bentuk dukungan moral dalam proses
penyembuhan, upaya mencegah terjadinya penularan kepada orang lain dan
upaya pencegahan agar pasien tidak sakit lagi.
5.3 Pencapaian Program Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang.
Sebagaimana pada Pendidikan dan Penyuluhan, Promosi Kesehatan
sebenarnya juga lebih menekankan pada proses atau upaya, dengan tanpa
mengecilkan arti hasil apalagi dampak kegiatan. Jadi sebenarnya sangat susah
untuk mengukur hasil kegiatan, yaitu perubahan atau peningkatan perilaku
individu dan masyarakat. Yang lebih sesuai untuk diukur: adalah mutu dan
frekuensi kegiatan. Oleh karena itu, ditetapkan kegiatan minimal yang harus
dilaksanakan oleh Kabupaten/ Kota. Kegiatan minimal ini tercantum dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1457/Menkes/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota. Seperti
ditunjukkan pada Tabel 8 hasil kegiatan Promosi Kesehatan yang sudah dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang (selaku penanggung jawab tingkat
Kabupaten) pada tahun 2006.
57
Tabel 8 Pencapaian Program Promosi Kesehatan Kabupaten Pemalang Tahun 2006.
No. Jenis Pelayanan Indikator Pelayanan Target
2004 Target 2010
Pencapaian Tahun 2006
1 Penyuluhan Perilaku Sehat Rumah Tangga Sehat 30 % 65 % 42,85 %
Bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif 40 % 80 % 35,87 %
Desa dengan garam yang beryodium baik 65 % 90 % 38,64 %
Keluarga sadar gizi 65 % 80 % 23,65 % Posyandu purnama 25 % 40 % 29,18 % Posyandu mandiri 1 % > 2 % 5,75 % Upaya Penyuluhan Narkoba oleh Tenaga Kesehatan
3 % 30 % 4,88 %
2 Penyelenggaraan JPKM
Cakupan penduduk yang menjadi JPK pra bayar 30 % 80 % 7,04 %
Cakupan JPK Keluarga Miskin dan masyarakat rentan
100 % 100 % 80,47 %
Sumber : SPM-BK 2006
Apabila melihat hasil Pencapaian Kinerja Promosi Kesehatan tahun 2006
dan bila dibandingkan dengan target minimal tahun 2010 (Indonesia Sehat 2010)
dapat disimpulkan bahwa kegiatan Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang
belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Sesuatu yang sangat
disayangkan dari hasil pencapaian diatas adalah adanya beberapa indikator yang
masih jauh tertinggal dari target tahun 2004.
5.4 Ikhtisar
Seperti dijelaskan sebelumnya, bahwa program Promosi Kesehatan
dilaksanakan melalui tiga strategi, yaitu strategi advokasi, bina suasana dan
pemberdayaan masyarakat. Secara garis besar program Promosi Kesehatan telah
dilaksanakan di Kabupaten Pemalang oleh Dinas Kesehatan Kab. Pemalang.
Dalam mengimplementasikan program tersebut diterapkan juga tiga strategi
Promosi Kesehatan. Untuk strategi advokasi, Kabupaten Pemalanag telah
mengeluarkan kebijakan kesehatan yang dapat mendukung dan memperkuat
kebijakan dari Pusat (Departemen Kesehatah RI) yaitu kebijakan “Kabupaten
Sehat 2010”. Pada strategi bina suasana yang telah dilaksanakan adalah kegiatan
58
Penyuluhan Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak (Khususnya Pertolongan Persalinan
dan Penggunaan ASI Eksklusif), Penyuluhan Gizi Keluarga (termasuk Gangguan
Anak Kekurangan Yodium), Penyuluhan Kesehatan Lingkungan (khususnya
akses air bersih, kepemilikan toilet/ jamban, mencuci tangan dengan sabun) dan
lain-lain. Sedangkan pada strategi pemberdayaan masyarakat telah dilaksanakan
pemberdayaan individu melalui tenaga medis kepada pasiennya, pemberdayaan
keluarga melalui perilaku buang air besar di jamban, mengkonsumsi garam
beryodium, memelihara tanaman obat keluarga, menguras bak mandi dan
mengkonsumsi makanan berserat dan masyarakat melalui Program Desa Siaga.
Hanya saja pencapaian indikator pelayanan program Promosi Kesehatan
tahun 2006 di Kabupaten Pemalang belum menunjukkan hasil yang memuaskan
(Tabel 8). Dari hasil capaian tersebut, Pengkaji berpendapat bahwa ada masalah
dalam implementasi program Promosi Kesehatan. Berdasarkan pendapat tersebut
maka langkah selanjutnya Pengkaji akan mengevaluasi implementasi strategi
Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan (institusi pendidikan/
sekolah, institusi kesehatan, tempat kerja, tempat umum dan rumah tangga) di
Kabupaten Pemalang dan di Desa Jebed Selatan.
VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN
BERDASARKAN TEMPAT PELAKSANAAN
DI DESA JEBED SELATAN
6.1 Tahap Input
Pada identifikasi tahap ini yang menjadi masukan (input) adalah adanya
kebijakan :
a. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1193/MENKES/SK/X/2004
tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan
b. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1114/MENKES/SK/VIII/2005
tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah
c. Kebijakan “Kabupaten Pemalang Sehat 2010”
6.2 Tahap Proses
6.2.1 Evaluasi Berdasarkan Tanggapan Pelaksana Program
Belum memuaskannya capaian program Promosi Kesehatan di Kabupaten
Pemalang berdampak juga pada capaian di Desa Jebed Selatan. Oleh karena itu,
perlu adanya evaluasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan
yang ada di Desa Jebed Selatan. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1114/Menkes/SK/VIII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di
Daerah, dinyatakan bahwa penanggung jawab dan pelaksana dari semua kegiatan
Promosi Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Pada sub-bab ini di
lakukan evaluasi berdasarkan tanggapan dari pelaksana program. Responden yang
dipilih untuk wawancara mendalam adalah salah seorang pejabat eselon IV yang
berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas Jebed
sebagai pelaksana program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan. Berikut
informasi yang telah teridentifikasi pada implementasi Promosi Kesehatan tingkat
Kabupaten berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan salah seorang pejabat
eselon IV di Dinas Kesehatan.
1. Faktor pemudah; dalam konteks Promosi Kesehatan, konsep Green yang
digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempermudah
terwujudnya program Promosi Kesehatan adalah :
60
a) Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang Promosi Kesehatan, masih
minimnya tenaga kesehatan (segi jumlah) dan belum memenuhi syarat
(segi kualifikasi pendidikan). Bahwa untuk setingkat Dinas Kesehatan
Kabupaten dibutuhkan minimal satu orang dengan kualifikasi pendidikan
S2 Kesehatan Masyarakat spesialisasi Penyuluh Kesehatan Masyarakat
(PKM) dan minimal dua orang dari S1 Kesehatan Masyarakat dan minimal
tiga orang dari D3 Kesehatan (dari bidang promosi kesehatan). Untuk
setingkat Puskesmas dan Rumah Sakit dibutuhkan minimal satu orang dari
S1 Kesehatan Masyarakat dan minimal dua orang dari D3 Kesehatan
(bidang promosi kesehatan). Kondisinya di Kabupaten Pemalang sendiri
hanya ada satu orang dengan pendidikan S2 Kesehatan; hanya saja
jurusannya bukan Penyuluh Kesehatan Masyarakat sehingga belum tepat
apabila ditempatkan sebagai Penyuluh Kesehatan Masyarakat. Sementara
dari semua PNS (10 orang) yang kualifikasi pendidikannya S1 Kesehatan
Masyarakat tidak satupun yang menjabat sebagai tenaga fungsional
Penyuluh Kesehatan Masyarakat. Berdasarkan informasi yang didapat,
memperjelas kenapa capaian program Promosi Kesehatan belum
menggembirakan sehingga berdampak pada penyampaian pesan-pesan
kesehatan dan pada kemampuan menganalisis permasalahan yang
kaitannya dengan Promosi Kesehatan.
b) Jaringan, jaringan di bidang Promosi Kesehatan antara Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/ Kota belum menunjukkan kekuatan yang solid. Dari informasi
yang didapat, selalu ada perbedaan pemahaman dan komunikasi antara
Pusat dan Daerah. Sebagai contoh dari Pusat memberikan pedoman
pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, akan tetapi kondisi tiap daerah
berbeda-beda sehingga menyebabkan pedoman tersebut tidak bisa
diterapkan di daerah yang kemudian berdampak pada tidak berhasilnya
capaian Promosi Kesehatan. Kondisi seperti itu yang terjadi di Kabupaten
Pemalang.
2. Faktor pemungkin; dalam konteks promosi kesehatan, konsep Green yang
digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung terwujudnya
keberhasilan program Promosi Kesehatan, adalah :
61
a) Sistem informasi, belum berkembangnya sistem informasi perilaku sehat
sehingga berdampak pada pelaksanaan program Promosi Kesehatan yang
sepenuhnya belum berdasarkan fakta di lapangan. Sistem informasi
tersebut dapat mendukung keberhasilan program Promosi Kesehatan
apabila ke depan dapat dikembangkan sesuai data di lapangan.
3. Faktor penguat, faktor penguat disini adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh
daerah setempat. Kebijakan yang terkait dengan keberhasilan Promosi
Kesehatan adalah Struktur Organisasi Daerah. Di Kabupaten Pemalang unit
Promosi Kesehatan melekat di masing-masing Bidang (eselon III). Kebijakan
tersebut berdampak pada pelaksanaan program Promosi Kesehatan yang tidak
terintegrasikan dengan baik karena Promosi Kesehatan harus dilaksanakan
secara terpadu dan terintegrasi bukan masing-masing Bidang berjalan sendiri-
sendiri.
Berikut informasi yang telah teridentifikasi pada implementasi strategi
Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaannya (institusi pendidikan,
institusi kesehatan, tempat kerja, rumah tangga dan tempat umum) di Desa Jebed
Selatan dari hasil wawancara mendalam dengan petugas Puskesmas Jebed sebagai
pelaksana program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan.
1. Implementasi di Institusi Pendidikan (sekolah)
a. Strategi Advokasi
Esensi dari strategi advokasi adalah pendekatan kepada pembuat
keputusan (Kepala Sekolah) sehingga mau mendukung program kesehatan
yang kita inginkan. Dari hasil wawancara dengan staf Puskesmas Jebed
yang bertugas sebagai penyuluh kesehatan masyarakat, bahwa di Desa
Jebed Selatan hanya ada 2 (dua) buah Sekolah Dasar. Berikut faktor-faktor
yang mempengaruhi implementasi strategi advokasi di institusi pendidikan
tersebut :
a) Faktor pemudah, faktor tersebut adalah pengetahuan dan sikap dari
pembuat keputusan (Kepala Sekolah). Pengetahuan dan sikap Kepala
Sekolah tentang kesehatan sudah baik dan mereka sangat mendukung
masuknya promosi kesehatan di sekolah mereka.
62
b) Faktor penguat, kebijakan dari Kepala Sekolah yang mendukung
program Promosi Kesehatan adalah dengan adanya kegiatan “Jumat
Sehat” dan “Jumat Bersih”. Jadi setiap hari Jumat kegiatan belajar
mengajar ditiadakan dan diganti dengan kegiatan senam bersama,
dilanjut membersihkan lingkungan sekolah dan kelas kemudian anak-
anak murid dikumpulkan untuk diberikan pengarahan dari petugas
Puskesmas dan diberikan makanan tambahan.
b. Strategi Bina Suasana
Kegiatan yang dilaksanakan pada strategi ini adalah untuk
mensosialisasikan program-program kesehatan agar masyarakat mau
menerima dan berpartisipasi terhadap program tersebut. Dalam konteks
institusi pendidikan (sekolah) tujuannya adalah supaya Guru dan anak
murid mau mempraktekkan perilaku bersih dan sehat di sekolah yang
kemudian juga dilaksanakan di rumahnya masing-masing. Pada strategi
advokasi, Kepala Sekolah telah membuat kebijakan “Jumat Sehat” dan
“Jumat Bersih” . Dalam kebijakan tersebut, petugas Puskesmas telah
melaksanakan kegiatan, antara lain :
∼ Sosialisasi “Kampanye Cuci Tangan dengan Sabun”
∼ Sosialisasi Kebersihan Gigi dan Mulut
∼ Sosialisasi Kebersihan Tangan dan Rambut
∼ Sosialisasi Sanitasi Lingkungan Sekolah
∼ Sosialisasi Makanan Bergizi
∼ Pemberian makanan tambahan (bubur, susu dan lain sebagainya)
Semua kegiatan tersebut telah dilaksanakan oleh petugas Puskesmas, akan
tetapi dari petugas Puskesmas ada hambatan yang membuat kegiatan
tersebut tidak berkelanjutan. Hambatan tersebut terletak pada:
a) Faktor pemungkin, faktor tersebut adalah sarana dan prasarana, yang
menjadi kendala dalam mewujudkan perilaku bersih dan sehat.
Kondisi tiga unit kelas dari enam unit kelas yang ada sangat
memprihatinkan. Kondisi lantainya sangat berdebu, walaupun sudah
disapu. Kondisi WC dan kamar mandi yang tidak ada airnya sehingga
63
menjadi jorok dan bau, serta dana operasional yang tidak mendukung
kegiatan sosialisasi tersebut.
c. Strategi Pemberdayaan
Strategi ini adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses
membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi
tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (sikap/ attitude)
dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan
(aspek practice). Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu,
keluarga serta kelompok masyarakat. Yang menjadi hambatan pada
strategi ini adalah :
a) Faktor pemudah, hambatannya pada sikap pasrah (nrimo) dengan
kondisi sarana dan prasarana (kondisi unit kelas dan WC/ Kamar
mandi murid dan guru) yang sangat memprihatinkan dan tidak adanya
ide kreatif dari para guru/ Kepala Sekolah untuk memperbaiki kondisi
tersebut.
2. Implementasi di Institusi Kesehatan (Puskesmas dan Posyandu)
Secara umum, implementasi pada institusi kesehatan seperti Puskesmas tidak
mengalami kendala yang sangat berarti dan institusi kesehatan adalah tempat
yang paling efektif dalam mengkampanyekan promosi kesehatan.
Permasalahan muncul pada pelaksanaan kegiatan Posyandu.
a. Strategi Advokasi
Pada kegiatan Posyandu yang di advokasi adalah ibu rumah tangga,
dengan tujuan supaya ibu membawa anaknya dan ibu mengetahui
perkembangan anaknya. Yang menjadi hambatan dalam mengadvokasi
terletak pada faktor :
a) Faktor pemudah, kepedulian dan tingkat pengetahuan ibu dalam
membawa anaknya ke Posyandu masih rendah. Dari informasi yang
didapat bagi keluarga yang mata pencahariannya sebagai buruh tani
untuk pergi ke Posyandu menjadi kendala, karena waktu yang
bersamaan dengan rutinitas di sawah.
64
b. Strategi Bina Suasana
Hambatan yang muncul dalam strategi ini adalah :
a) Faktor pemungkin, faktor tersebut adalah sarana dan prasarana. Sarana
dan prasarana juga tidak mendukung selama kegiatan Posyandu.
Lokasi Posyandu tiap bulannya harus berganti-ganti karena tidak ada
lokasi yang tetap dan permanen. Selain itu, makanan tambahan yang
diberikan kepada bayi tergantung dari dana yang terkumpul, apabila
dananya banyak diberikan bubur, bila dananya sedikit tidak diberikan
makanan tambahan.
c. Strategi Pemberdayaan
Dalam strategi ini yang menjadi kendala adalah :
a) Faktor penguat, faktor tersebut adalah pengetahuan dari kader
kesehatan sebagai pelaksana kegiatan Posyandu. Seharusnya dalam
kegiatan Posyandu ada meja ke 5 (lima) yang berfungsi untuk
memberikan penjelasan kepada ibu-ibu apabila perkembangan anaknya
tidak sesuai dengan KMS (Kartu Menuju Sehat). Akan tetapi karena
keterbatasan pengetahuan kader kesehatan meja ke 5 (lima) tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Petugas Puskesmas yang seharusnya
bisa melaksanakan tugas tersebut terpaksa tidak bisa karena sibuk
dengan kegiatan imunisasi.
3. Implementasi di Tempat Kerja.
a. Strategi Advokasi
Karena 80 % wilayah Desa Jebed Selatan adalah sawah dan mata
pencaharian penduduknya mayoritas petani dan buruh tani, maka promosi
kesehatan ditujukan ke tempat kerja petani dan buruh tani. Informasi yang
didapat dari petugas Puskesmas, strategi advokasi ditujukan kepada petani
dan buruh tani. Hambatan yang terjadi pada pelaksanaan advokasi di
tempat kerja adalah :
a) Faktor pemudah, pada faktor ini adalah hambatan yang paling besar
menurut petugas Puskesmas. Hambatan tersebut adalah tingkat
pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan masih rendah
65
sehingga dalam menyampaikan advokasi ini diperlukan kesabaran dan
ketekunan.
b. Strategi Bina Suasana
Kegiatan yang dilaksanakan dalam strategi ini adalah Penyuluhan Penjual
dan Petani Pestisida dalam rangka Peningkatan Pengawasan Keamanan
Pangan dan Bahan Berbahaya. Tujuan dalam penyuluhan tersebut supaya
petani mengetahui dampak dari penggunaan pestisida bagi tubuh manusia.
Penyuluhan tersebut sudah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Pemalang pada tahun 2007, akan tetapi yang menjadi kendala adalah tidak
adanya pengawasan. Hal tersebut juga diakui oleh petugas Puskesmas,
yang mengatakan bahwa dari Dinas tidak memberikan arahan supaya
dilakukan pengawasan kepada para petani tersebut. Menurut Pengkaji
masalah yang muncul terletak pada faktor penguat, yaitu tidak adanya
komitmen dari pemberi penyuluhan dalam melakukan pengawasan.
c. Strategi Pemberdayaan
Dalam memberdayakan para petani agar dapat mewujudkan perilaku
bersih dan sehat membutuhkan kesabaran dan keuletan, hal tersebut
dikarenakan :
a) Faktor pemudah, rendahnya tingkat pendidikan para petani dan buruh
tani yang membuat mereka susah memahami apa yang telah
disampaikan oleh petugas kesehatan
b) Faktor pemungkin, minimnya sarana dan prasarana dalam
memberdayakan para petani dan buruh tani, selain itu mencari waktu
para petani dan buruh tani yang sangat susah.
4. Implementasi di Rumah Tangga
a. Strategi Advokasi
Strategi advokasi yang dilakukan pada tingkat rumah tangga ditujukan
kepada orang tua (Ayah dan Ibu). Kendala dalam mengadvokasi terletak
pada :
a) Faktor pemudah, pada Peta Sosial telah dijelaskan bahwa tingkat
pendidikan masyarakat di Desa Jebed Selatan yang terbanyak adalah
66
SLTP ke bawah (58,5 %), sehingga memerlukan kesabaran dan
ketekunan dari petugas Puskesmas dalam mengadvokasi mereka.
b) Faktor pemungkin, faktor yang menghambat adalah sarana dan
prasarana sanitasi dasar (jamban dan SPAL) di dalam rumah tangga.
Untuk air bersih tidak menjadi kendala akan tetapi yang menjadi
kendala adalah jamban dan SPALnya. Tidak adanya jamban yang
sehat dan saluran pembuangan air limbah menjadi hambatan tersendiri
dalam mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat.
b. Strategi Bina Suasana
Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan pada strategi bina suasana
adalah :
∼ Penyuluhan Kesehatan Ibu dan Anak (Khususnya Pertolongan
Persalinan dan Penggunaan ASI Eksklusif)
∼ Penyuluhan Sanitasi (Sanitasi jamban, air bersih dan SPAL)
∼ Penyuluhan “Mencuci tangan dengan sabun”
∼ Penyuluhan Gizi Keluarga (termasuk Gangguan Anak Kekurangan
Yodium)
∼ Sosialisasi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin
(JPKMM)
∼ Sosialisasi Pengembangan Desa Siaga.
Hambatan yang muncul adalah waktu penyuluhan yang bersamaan dengan
rutinitas ibu rumah tangga ketika membantu suaminya bekerja di sawah
dan tingkat pemahaman masyarakat dalam menerima informasi yang telah
diberikan.
c. Strategi Pemberdayaan
Pada strategi ini yang menjadi kendala bagi petugas Puskesmas adalah
jumlah tenaga Puskesmas yang sedikit sedangkan wilayah kerjanya sangat
banyak dan luas. Sebagai informasi bahwa Puskesmas Jebed wilayah
kerjanya mencapai 5 (lima) desa dan jumlah petugasnya yang memenuhi
kriteria hanya 1 (satu). Faktor dana operasional juga menjadi kendala bagi
petugas Puskesmas dikarenakan jarak desanya saling berjauhan dengan
letak Puskesmas. Dua hambatan tersebut yang membuat petugas
67
Puskesmas tidak bisa melaksanakan program Promosi Kesehatan dengan
maksimal.
5. Implementasi di Tempat Umum
Tempat umum disini adalah pasar, terminal dan stasiun. Desa Jebed Selatan
sendiri tidak memiliki tempat umum yang disebutkan diatas, oleh karena itu
tidak ada implementasi program Promosi Kesehatan di tempat pelaksanaan
tersebut.
6.2.2 Evaluasi Berdasarkan Tanggapan Responden
Selain tanggapan dari petugas Puskesmas Jebed, dalam mengevaluasi
implementasi strategi Promosi Kesehatan di lima tempat pelaksanaan diperlukan
juga tanggapan dari masyarakat Desa Jebed Selatan, maka perlu memilih
responden untuk dilakukan wawancara mendalam. Responden yang terpilih sama
dengan responden pada pengkajian PHBS tingkat rumah tangga dalam Peta Sosial
(PL I).
Dari hasil wawancara mendalam tersebut, ternyata baik buruknya implementasi
strategi Promosi Kesehatan di lima tempat pelaksanaan mempunyai pengaruh
yang besar terhadap terwujudnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di
tingkat rumah tangga. Untuk lebih jelasnya, hasil wawancara mendalam dapat
dilihat sebagai berikut :
1. Implementasi di Tempat Kerja
Pembangunan Kesehatan adalah bagian dari Pembangunan Nasional yang
bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang termasuk masyarakat pekerja (formal dan informal) agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, dengan pertimbangan
seorang pekerja yang sehat dan produktif dapat meningkatkan ekonomi keluarga
sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan.
Berbicara tentang tempat kerja berarti berbicara juga tentang mata pencaharian.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa Desa Jebed Selatan mayoritas
penduduk mata pencahariannya adalah buruh tani dan petani. Dari 50 responden
yang mata pencahariannya sebagai buruh tani dan petani sebesar 60 % atau 30
responden. Untuk lebih rinci seperti ditunjukkan pada Tabel 9.
68
Tabel 9 Komposisi Mata Pencaharian Responden
No. Mata Pencaharian Jumlah Responden Persentase
1 Buruh Tani 26 52 % 2 Petani 4 8 % 3 Kepala Dusun 5 10 % 4 Tukang Kayu 6 12 % 5 Buruh Pabrik 9 18 %
Jumlah 50 100 %
Sumber : Pengkaji, diolah, 2008
Dari hasil wawancara di lapangan, responden yang mata pencahariannya
sebagai petani tergolong sebagai petani yang mempunyai lahan dan lahan tersebut
digarap sendiri. Rata-rata lahan yang dimiliki dari empat petani adalah seperempat
hektar. Berbicara tentang sektor pertanian, sudah pasti berbicara juga tentang
penggunaan pestisida. Tingkat kesehatan petani sangat dipengaruhi oleh dampak
dari penggunaan pestisida tersebut. Sangat perlu untuk mengkaji tingkat
pemahaman petani terhadap pestisida sampai dampak terburuk apabila tubuh
manusia terkontaminasi oleh pestisida. Dari hasil wawancara mendalam dengan
Kepala Keluarga yang bekerja sebagai petani, 83,3 % atau 25 responden sudah
memahami prosedur pemakaian pestisida mulai dari memberikan takaran sampai
dengan penyemprotan dan sisanya 16,7 % atau 5 (lima) responden lebih baik
menyewa orang lain untuk melakukan penakaran sampai penyemprotan. Alasan
kelima responden tersebut sangat bervariasi, mulai dari takut salah dalam
memberikan takaran, takut akan bahaya pestisida, lebih murah menyewa orang
lain sampai tidak mempunyai alat penyemprot. Kutipan hasil wawancara kepada
Bapak Trs., adalah berikut ini :
“Kulo sampun 15 tahun bertani, tapi ngantos sakniki kulo mboten nate nyemprot hama tiyambak, kulo luwih becik nyemo tiyang, masalahe luwih murah daripada kulo tumbas alat semprote tur kulo wedi mbokan salah nakar” (“Saya sudah 15 tahun bertani, tetapi sampai dengan sekarang saya tidak pernah melakukan penyemprotan hama sendiri, saya lebih baik menyewa orang lain karena lebih murah daripada saya harus membeli alat semprot sendiri dan saya takut barangkali salah melakukan penakaran”)
69
Ironisnya dari 25 responden yang sudah melakukan prosedur dengan benar, hanya
20 % atau 5 (lima) responden yang menggunakan sarung tangan dan masker
dalam melakukan penyemprotan dan sisanya 20 responden melakukan dengan
telanjang tangan dan hidung.
Dampak yang dapat terjadi apabila dalam melakukan penyemprotan tidak
menggunakan sarung tangan dan masker bisa terjadi keracunan pestisida. Karena
jalan masuk pestisida bisa melalui kulit/ mata (dermal) dan pernafasan (inhalasi)
yang dapat merusak hidung dan tenggorokan. Dampak terberat dari keracunan
pestisida adalah gangguan reproduksi, kanker, kerusakan syaraf sampai dengan
perubahan genetik. (Pusat Promkes Depkes RI 2005).
Pada tahun 2007, Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang pernah
menyelenggarakan Penyuluhan Penjual dan Petani Pestisida dalam rangka
Peningkatan Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
Penyuluhan yang diselenggarakan di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten
Pemalang dihadiri oleh perwakilan kelompok tani di Kecamatan Pemalang,
Taman dan Petarukan. Dari Desa Jebed Selatan diwakili lima orang (Ketua
Kelompok Tani). Dari hasil penyuluhan tersebut kemudian diinformasikan kepada
petani lainnya. Hanya saja tidak adanya pengawasan atau monitoring dari pihak
Dinas Kesehatan (minimal petugas dari Puskesmas Jebed) sehingga membuat para
petani di Desa Jebed Selatan menjadi apatis. Bahkan dari hasil wawancara dengan
responden di dapat informasi bahwa selama ini mereka tidak pernah mendapatkan
keluhan apapun dari penggunaan pestisida tersebut. Hampir semua responden
yang bekerja sebagai petani menjawab hal yang sama. Seperti kutipan wawancara
dengan Bpk Rtm. yang secara kebetulan menjadi Ketua Kelompok Tani, berikut
ini :
“Selama ini teman-teman sudah menjadi masa bodoh terhadap dampak pestisida bagi kesehatannya, bahkan mereka merasa sehat-sehat saja. Saya sendiri sudah selalu mengatakan bahwa dampak tersebut tidak dirasakan sekarang tetapi akan dirasakan beberapa tahun kemudian. Jadi memang secara keseluruhan teman-teman yang bekerja sebagai petani masih rendah sekali pengetahuannya terhadap dampak dari pestisida, terutama tentang kesehatan. Saya berharap pihak Dinas Kesehatan dapat menindak lanjuti hasil dari penyuluhan tersebut yaitu dengan melakukan pengawasan, mungkin bisa melalui petugas Puskesmas, jangan hanya penyuluhan saja dan setelah itu selesai. Mungkin bisa dengan melakukan kerjasama antar Dinas, yaitu antara
70
Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan sehingga Bapak-Bapak dari penyuluh pertanian juga bisa melakukan pengawasan.”
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa dengan rendahnya
pengetahuan petani akan bahaya pestisida bagi tubuh manusia dan tidak adanya
pengawasan atau monitoring dari Dinas Kesehatan, sangat berpengaruh terhadap
perilaku hidup sehat seorang petani.
Kondisi yang sama juga dirasakan oleh responden yang bekerja sebagai
buruh kayu. Perilaku hidup sehat tidak bisa terwujud karena rendahnya
pengetahuan buruh kayu akan dampak dari serbuk kayu dan bisingnya alat
pemotong kayu, padahal dampaknya sangat membahayakan fungsi paru-paru dan
mengakibatkan gangguan pendengaran bagi buruh kayu. Hal tersebut disebabkan
belum adanya sosialisasi yang sengaja diberikan oleh petugas Puskesmas tentang
gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh serbuk kayu dan bisingnya alat
pemotong kayu.
Dari hasil wawancara dengan responden yang bekerja sebagai buruh kayu yang
berjumlah enam orang dapat diketahui informasi bahwa jawaban dari responden
semuanya sama, yaitu belum pernah ada petugas Puskesmas yang secara sengaja
memberikan sosialisasi tentang dampak dari serbuk kayu dan bisingnya alat
pemotong kayu bagi kesehatan buruh kayu. Hanya saja secara tidak sengaja dari
petugas Puskesmas memberikan anjuran untuk memakai masker dan penutup
hidung ketika bekerja tetapi tidak memberikan penjelasan lebih dalam apa yang
terjadi nantinya. Ketidaksengajaan tersebut terjadi ketika tempat responden
bekerja sedang dilakukan peninjauan oleh tim dari Kabupaten terkait pengajuan
Ijin Gangguan (HO) dan petugas Puskesmas masuk dalam anggota tim tersebut.
Yang disesalkan oleh responden adalah tidak adanya penjelasan informasi yang
lebih mendalam tentang dampak yang ditimbulkan, seolah-olah anjuran tersebut
hanya formalitas saja ketika dilakukan peninjauan.
Penyesalan responden dapat dilihat dari kutipan wawancara dengan Bpk Whn
berikut ini :
“Sakderenge saking petugas Puskesmas mboten nate ngaturi sosialisasi Pak ? Nanging kulo nate ditegur petugas Puskesmas amargo mboten ngangge masker kaleh tutupe kuping. Pas kulo ditegur kebetulan enten peninjauan masalah Ijin Gangguan. Mungkin nek mboten enten
71
peninjauan, kulo mboten ditegur ? terus ngantos sakniki kulo mboten ngertos dampake lan kulo mboten enten masalah kaleh kesehatan kulo ?”
(“Sebelumnya dari petugas Puskesmas belum pernah memberikan sosialisasi Pak ? Tapi saya pernah ditegur petugas Puskesmas karena tidak memakai masker dan tutup telinga. Ketika saya ditegur kebetulan ada peninjauan masalah Ijin Gangguan. Mungkin kalau tidak ada peninjauan, saya tidak ditegur ? terus sampai sekarang saya juga belum tahu dampaknya dan saya juga tidak ada masalah dengan kesehatan saya ?”)
Apabila menengok peristiwa-peristiwa di Indonesia terkait K3 (Keselamatan
dan Kesehatan Kerja), bahwa buruh sama sekali tidak mempunyai kekuatan di
hadapan pihak perusahaan. Posisi buruh selalu saja sebagai korban, mulai dari
pembayaran honor yang terlambat, PHK sampai dengan kecelakaan kerja. Hal
tersebut juga dirasakan oleh sembilan responden yang bekerja sebagai buruh
pabrik tekstil. Dari hasil wawancara dengan responden di dapat informasi bahwa
tidak adanya pengawasan (monitoring dan evaluasi) dari Dinas terkait (Dinas
Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan) setelah
memberikan penyuluhan tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan
tidak adanya komitmen dari pihak perusahaan tentang pelaksanaan K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
Terkait pemberian penyuluhan tentang K3, dari sembilan responden memberikan
jawaban yang sama bahwa penyuluhan pernah dilaksanakan di tempat kerja
mereka bahkan pernah juga ada mahasiswa yang melakukan penelitian tentang K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja); hanya saja tidak ada tindak lanjut dari pihak
perusahaan. Berdasarkan informasi yang diterima dari responden, penyuluhan
tersebut hanya sebatas formalitas saja. Hal tersebut dikarenakan tidak ada upaya
pengawasan dari Dinas terkait. Ekploitasi tenaga masih saja dirasakan oleh buruh
pabrik, dengan posisi berdiri buruh pabrik harus bekerja selama delapan jam dan
waktu istirahat hanya setengah jam dengan makanan seadanya tanpa suplemen
tambahan. Tidak adanya upaya promotif dan upaya preventif yang dilakukan oleh
poliklinik pabrik, yang dilakukan masih saja upaya kuratif (mengobati) yaitu
apabila ada buruh yang pingsan atau pusing kepalanya hanya diberikan obat dan
istirahat sebentar lalu bekerja lagi. Dengan kondisi seperti itu, seolah-olah dari
pihak perusahaan tidak menanggapi anjuran yang diberikan oleh Dinas terkait,
72
yaitu mulai memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif).
Berikut kutipan wawancara dari salah satu responden (Bpk. Wwn) :
“Kalo berbicara tentang K3 buruh selalu menjadi sasaran utama tetapi dari pihak perusahaan sama sekali tidak ada perhatian, contoh waktu istirahat hanya diberikan setengah jam, padahal kita harus berdiri selama 12 jam terus kita juga tidak diberi alat pelindung telinga padahal kondisi pabrik sangat bising dan tidak adanya makanan tambahan atau suplemen untuk buruh. Poster tentang K3 hanya sebagai penghias aja Pak ?”
Dari implementasi Promosi Kesehatan di tempat kerja dapat disimpulkan
bahwa penyuluhan tentang Promosi Kesehatan seperti dampak pestisida, dampak
serbuk kayu dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) pernah dilakukan. Akan
tetapi tidak ada upaya pengawasan melalui monitoring dan evaluasi dari Dinas
terkait sehingga pola kerja lama yang tidak memperhatikan aspek kesehatan bisa
dilakukan kembali. Kondisi seperti itu seharusnya tidak terjadi karena nantinya
akan menghambat perwujudan perilaku sehat sehingga bisa berdampak negatif
pada perwujudan perilaku sehat di tingkat rumah tangga. Apabila seorang Kepala
Keluarga tidak mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan selama bekerja dan
ketika kembali ke rumah tidak ada manfaat yang bisa diberikan atau di
informasikan kepada isteri dan anak-anaknya, sehingga tidak ada pengaruh yang
besar dari implementasi Promosi Kesehatan di tempat kerja terhadap Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tingkat rumah tangga.
2. Implementasi di Institusi Pendidikan (Sekolah)
Pada dasarnya kesehatan itu dibentuk dalam kehidupan sehari-hari dan
dalam kehidupan sehari-hari tersebut dihabiskan waktunya di dalam rumah (bagi
keluarga), di sekolah (bagi anak sekolah) dan di tempat kerja (bagi orang dewasa).
Perlu adanya upaya kesehatan sekolah. Upaya kesehatan sekolah merupakan
kombinasi dari pendidikan dan kesehatan yang tujuannya untuk menumbuhkan
dan membentuk perilaku hidup sehat di tingkat sekolah.
Promosi Kesehatan di sekolah pada prinsipnya untuk menciptakan sekolah
sebagai komunitas yang mampu meningkatkan kesehatannya.
73
Dari 50 responden dalam hal ini adalah Kepala Keluarga (KK), ada 44 %
atau 22 KK yang anggota keluarganya tidak bisa diwawancara dikarenakan
anaknya sudah bekerja, tidak menamatkan sekolahnya dan memang tidak
bersekolah karena faktor biaya. Sedangkan 56 % atau 28 KK yang bisa di
wawancara karena anaknya masih sekolah. Jumlah responden yang anaknya
masih sekolah seperti ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10 Komposisi Jumlah Tingkat Pendidikan Anggota Responden
12
9
7
SD SLTP SLTA
Sumber : Pengkaji, hasil wawancara, 2008.
Dari hasil wawancara dengan responden dapat diinformasikan bahwa secara
umum kondisi kebersihan lingkungan sekolah (SD, SLTP maupun SLTA) sudah
baik. Hanya saja untuk tingkat SD masih ada beberapa keluhan dari responden
bahwa kondisi kelas yang sangat berdebu dan banyak nyamuknya. Yang cukup
membanggakan bahwa untuk tingkat SD, semua gurunya sangat aktif
menanamkan kebiasaan hidup sehat bagi para murid, seperti mengajari wajib cuci
tangan sebelum makan, mengajari cara gosok gigi yang benar dan setiap
seminggu sekali memeriksa kebersihan kuku, gigi, rambut, telinga dan hidung.
Hal tersebut dikarenakan Guru SD yang ada di Desa Jebed Selatan sudah pernah
diberikan pelatihan dari petugas Puskesmas Jebed tentang pendidikan kesehatan.
Berkaitan dengan kondisi sebagian kelas yang lantainya tidak bertegel sehingga
sangat berdebu, memang diakui oleh salah satu responden yang kebetulan
mengajar di SD tersebut (ibu Rtn), seperti kutipan wawancara berikut ini :
“Kami guru di SD X memang menyadari dan mengakui sebagian kondisi kelas sangat memprihatinkan, tetapi mau bagaimana lagi Pak ? Kita harus menunggu anggaran tahun 2009 untuk bisa merehab lantai tersebut untuk dikeramik. Oleh karena itu Kami bersepakat untuk memberikan pendidikan kesehatan dahulu agar para murid dapat
74
melakukannya di rumah atau bahkan bisa mengajari Bapak dan Ibunya hehehe.....”
Kondisi sebaliknya dirasakan oleh responden yang menduduki tingkat SLTP dan
SLTA. Menurut mereka pendidikan kesehatan sangat jarang diberikan oleh para
Guru, seperti kutipan wawancara berikut ini dengan Sdr. Dd :
“Di tempat saya sekolah (SMU X) memang tidak pernah ada guru yang memberikan arahan tentang kesehatan, palingan hanya guru BP yang selalu menegur apabila rambut saya sudah panjang dan menegur teman-teman yang ketahuan merokok tanpa memberikan pengetahuan tentang dampak dari merokok ? Kebetulan di sekolah ada UKS tapi fungsinya hanya untuk tempat membolos karena yang menjaga bukan guru BP dan tidak ada dokter jaga melainkan yang menjaga hanya seorang tenaga kontrak saja”
Tanggapan dari Sdr. Dd. di atas sangat bertolak belakang dengan situasi yang
dialami oleh Sdri. Stw yang sekolahnya (SLTA) termasuk sekolah unggulan di
Kabupaten Pemalang yang mengatakan bahwa :
“Kebetulan baru bulan lalu ada apel siaga anti narkoba dari Badan Narkotika Kabupaten, yang Inspektur Upacara adalah Bapak Wakil Bupati Kabupaten Pemalang selaku Ketua BNK Pemalang. Jadi tujuannya supaya anak sekolah jangan sampai menggunakan narkoba sekalipun hanya coba-coba karena nantinya akan berhadapan dengan hukum dan kematian. Setelah ada apel siaga tersebut di setiap kelas telah ditempel poster yang isinya bahaya narkoba dari jenisnya sampai akibatnya. Untuk UKS memang di jaga oleh dokter jaga tapi seminggu sekali pas hari Sabtu. Dokter jaga tersebut memang memberikan waktu untuk konseling tetapi waktunya sangat terbatas karena berbenturan dengan jam pelajaran. Selain itu yang sangat disesalkan ada beberapa Guru laki-laki tidak bisa dijadikan contoh karena merokok di depan murid-muridnya pada waktu mengajar”
Menurut Pengkaji kondisi yang berbeda tersebut lebih disebabkan oleh status dan
kualitas sekolah itu sendiri, yang satu sekolah swasta dan yang satunya sekolah
negeri yang bertaraf Internasional. Tetapi semua dikembalikan oleh kreativitas
dan inovasi dari petugas Puskesmas yang wilayahnya mempunyai institusi
pendidikan (sekolah). Seperti yang terjadi di Puskesmas X yang telah
menempatkan dokter PTT di sekolah-sekolah yang masuk wilayah kerja secara
bergantian.
75
Dari hasil wawancara terkait implementasi Promosi Kesehatan di sekolah,
dapat disimpulkan bahwa sudah ada upaya dari petugas Puskesmas dalam
memberikan pelatihan kepada Guru SD di Desa Jebed Selatan dalam menjalankan
Promosi Kesehatan di sekolahnya masing-masing. Selain itu juga ada upaya dari
Badan Narkotika Kabupaten Pemalang dengan memberikan penjelasan kepada
anak sekolah tentang bahaya narkoba di sekolah. Hanya saja kegiatan tersebut
belum bisa menjangkau sekolah (negeri dan swasta) di Kabupaten Pemalang
secara keseluruhan. Karena Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam
implementasi Promosi Kesehatan di sekolah, maka perlu ada komitmen dan
motivasi dari Guru dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada murid-
muridnya dan sekaligus menjadi perilaku contoh bagi murid-muridnya dalam hal
kesehatan (seperti tidak merokok dan berpakaian bersih rapi).
3. Implementasi di Tempat Umum
Secara umum yang dimaksud dengan tempat umum adalah tempat dimana
orang-orang berkumpul pada waktu tertentu, seperti terminal, stasiun, pasar atau
pusat perbelanjaan. Akan tetapi, untuk wilayah Desa Jebed Selatan tidak
mempunyai fasilitas tempat umum tersebut, sehingga pertanyaan ditujukan ketika
responden sedang memanfaatkan fasilitas tempat umum tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara, hampir sebagian besar responden berpendapat
negatif dengan kondisi tempat-tempat umum yang selama ini selalu dimanfaatkan.
Responden merasa sangat tidak nyaman dengan kondisi tempat umum yang
selama ini ada. Alasan yang selalu dikatakan responden adalah jorok, kotor dan
bau apabila berada di pasar dan terminal. Responden juga berpendapat
bagaimanapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar bisa membuat nyaman
tempat tersebut tidak akan berhasil karena orang-orang yang berada di tempat
tersebut tidak bisa mendukung, seperti kutipan wawancara dengan Pak Krt berikut
ini :
“Saya selalu berada di terminal apabila saya berangkat kerja, saya pribadi sebenarnya merasa tidak nyaman dengan kondisi terminal yang kotor apalagi kalo musim hujan. Sebenarnya percuma saja terminal itu dibuat nyaman karena orang-orang sekitar yang tidak mendukung.”
76
Apabila terminal dibandingkan dengan tempat perbelanjaan kondisinya sangat
berbeda jauh. Tetapi masih tetap saja tempat umum tersebut belum bisa
memberikan pengaruh yang besar dalam mewujudkan perilaku sehat. Sebagai
contoh di tempat perbelanjaan yang ada di Kabupaten Pemalang tidak ada poster
atau pamflet yang memberikan informasi tentang pendidikan kesehatan. Berikut
kutipan tanggapan dari responden (Bpk. Znd) :
“Boro-boro terminal atau pasar mas? di Moro aja gak ada poster yang memberikan informasi tentang kesehatan.”
Melihat hasil wawancara diatas, Pengkaji menyimpulkan bahwa belum ada
pengaruh yang besar dari implementasi Promosi Kesehatan dalam mewujudkan
perilaku sehat bagi masyarakat disebabkan lingkungan sekitar belum bisa diajak
partisipasi untuk mendukung terwujudnya lingkungan yang bersih dan sehat. Hal
tersebut dikarenakan belum ada upaya serius dalam mempromosikan hidup bersih
dan sehat di tempat tersebut.
4. Implementasi di Institusi Kesehatan
Promosi kesehatan bukan hanya diperlukan dalam pelayanan promotif dan
preventif saja, melainkan diperlukan juga pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif
seperti rumah sakit, Puskesmas dan praktek dokter. Perbedaannya hanya terletak
pada sasarannya saja. Pada pelayanan promotif dan preventif sasarannya hanya
orang sehat, maka pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif sasaran utamanya
adalah orang sakit (pasien), orang yang sehat dan keluarga pasien.
Dilihat dari faktor psikologis, orang yang sedang sakit dan keluarganya dalam
kondisi yang tidak enak/ sakit, khawatir, cemas, bingung dan lain sebagainya.
Oleh sebab itu, mereka sangat memerlukan bantuan bukan saja pengobatan tetapi
bantuan lain seperti informasi, nasihat, dan petunjuk dari petugas kesehatan
(perawat, bidan dan dokter) berkaitan dengan masalah atau penyakit yang mereka
alami.
Dari hasil wawancara, hampir semua responden menanggapi positif
implementasi Promosi Kesehatan di tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit,
Puskesmas dan tempat praktek dokter). Dalam kondisi sehat atau sakit, sebagai
77
pasien atau penjenguk, para responden merasa mendapatkan manfaat yang lebih
dari informasi yang diberikan melalui tenaga kesehatan (perawat, bidan dan
dokter) atau bahkan melalui poster kesehatan dan audio visual (cuplikan iklan
kesehatan atau film kesehatan). Manfaat yang didapat adalah menjadi mengenal
dan mengetahui penyakit mulai dari mengenal gejala, cara penularannya,
pencegahannya sampai dengan pengobatannya. Permasalahan muncul karena
ketidaknyamanan apabila masih ada orang yang merokok di tempat pelayanan
kesehatan (rumah sakit, Puskesmas dan tempat praktek dokter) padahal sudah ada
larangan dilarang merokok.
Melihat tanggapan responden yang positif, Pengkaji menyimpulkan bahwa
implementasi Promosi Kesehatan di tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit,
Puskesmas dan tempat praktek dokter) adalah yang paling efektif dalam
memberikan informasi atau pengetahuan tentang kesehatan sehingga dapat
mewujudkan perilaku hidup sehat bagi individu dan masyarakat. Jadi menurut
Pengkaji, masyarakat harus diberikan shock therapy atau contoh terlebih dahulu
sehingga masyarakat menjadi sadar. Seperti contoh jangan hanya diberikan
penjelasan ataupun informasi melalui penyuluhan atau sosialisasi tetapi juga perlu
diperlihatkan contohnya (orang yang sudah sakit).
5. Implementasi di Rumah Tangga
Sebagaimana telah diketahui bahwa keluarga adalah tempat persemaian
manusia sebagai anggota masyarakat, bila persemaian itu jelek maka akan
berpengaruh pada masyarakat. Agar masing-masing keluarga menjadi tempat
yang kondusif untuk menumbuhkan perilaku sehat maka peran Promosi
Kesehatan sangat dibutuhkan. Di dalam keluarga peran seorang ibu rumah tangga
dalam meletakkan dasar perilaku sehat pada anak sangat penting. Oleh karena itu,
sangat efektif apabila petugas Puskesmas atau bidan desa memberikan penyuluhan
kepada ibu rumah tangga tentang pendidikan kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara yang pertanyaannya ditujukan ke ibu rumah
tangga, diperoleh informasi bahwa penyuluhan tentang pendidikan kesehatan
sudah pernah didapat dalam berbagai acara mulai dari Posyandu, arisan PKK
sampai dengan acara pengajian. Dalam acara tersebut pendidikan kesehatan
78
memang sengaja diberikan kepada ibu rumah tangga dengan tujuan supaya ibu-
ibu rumah tangga dapat mempraktekkannya sendiri di rumah. Permasalahan
muncul ketika sudah berada di lingkungan rumah, dengan kegiatan rutinitas ibu
rumah tangga yang banyak mulai dari mengurus anak, suami sampai mengurus
rumah menjadikan informasi kesehatan yang diperoleh terabaikan dengan
sendirinya. Alasan kenapa ibu rumah tangga belum bisa mempraktekkan perilaku
hidup sehat karena terbentur dengan rutinitas di rumah yang sudah terlalu banyak
bahkan ada ibu rumah tangga harus membantu suaminya di sawah. Alasan
tersebut hampir 80 % dijawab oleh responden dan sisanya menjawab supaya ada
pemantauan dari petugas kesehatan, bidan atau kader kesehatan. Permintaan
dilakukannya pemantauan karena belum pernah ada petugas Puskesmas yang
memantau langsung kegiatan di rumah dan mereka berharap bukan hanya melihat
dan mendengar saja tetapi mereka ingin mempraktekkan perilaku hidup sehat
dengan adanya pendamping, seperti kutipan wawancara yang memberikan alasan
dan latar belakang pekerjaan suami yang berbeda, berikut ini :
Kutipan wawancara dari Ibu Rtnh. yang suaminya bekerja sebagai petani :
“Penyuluhan kados niku sering kulo rungoake, tapi kulo mpun katah kegiatan kulo ngurus keluarga dereng mbantu teng saben, dados bingung bade nglakokake” (“Penyuluhan seperti itu sering saya dengarkan, tetapi saya sudah banyak kegiatan untuk mengurus keluarga belum membantu di sawah, jadi bingung untuk melakukannya”)
Kutipan wawancara dari Ibu Wj. yang suaminya bekerja sebagai buruh kayu :
“Saya memang sibuk mengurus keluarga, tetapi saya ingin mempraktekkan perilaku hidup sehat itu bingung, bingungnya karena saya harus mulai dari mana ? Saya pribadi berharap selalu ada pemantauan atau pendamping agar bisa lebih mengarahkan. Karena setelah adanya pemberian informasi baru, dari petugas Puskesmas sendiri tidak ada tindak lanjutnya dengan cara memantau kerumah-rumah. Mungkin kalo langsung di datangi kita akan senang dan juga malu kalo belum dipraktekkan”
Kutipan wawancara dengan Ibu Ndrh. yang pekerjaannya sama dengan suaminya
sebagai buruh pabrik :
“Saya sudah pernah mendapatkan informasi tersebut tapi kalo melihat kondisi keluarga saya, bagaimana saya dapat mempraktekkan perilaku hidup sehat dan bagaimana saya mengajarkan ke anak-anak saya.
79
Sepulang dari kerja saya pasti capek begitu pula suami saya dan bahkan ketika saya pulang anak-anak sudah berangkat sekolah. Pokoknya susah dan saya berharap ada cara lain mungkin Bapak bisa memberikan solusinya hehe...”
Dari hasil wawancara yang ditujukan ke ibu-ibu rumah tangga dapat diambil
kesimpulan bahwa secara keseluruhan upaya yang dilakukan oleh petugas
Puskesmas, bidan desa dan kader kesehatan sudah dapat memunculkan semangat
ibu-ibu rumah tangga untuk mempraktekkan perilaku hidup sehat. Hanya saja
permasalahan muncul disebabkan oleh kegiatan rutinitas rumah tangga dan
pekerjaan yang sudah begitu padat. Harapan mayoritas ibu-ibu rumah tangga
supaya adanya kunjungan rutin dari petugas Puskesmas atau kader kesehatan ke
setiap rumah.
6.3 Tahap Output
Setelah menggali informasi dari pelaksana program dan dari responden
terkait implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan
pada tahap proses. Langkah selanjutnya pada tahap ini adalah mengidentifikasi
sikap dan perilaku kesehatan dari petugas Puskesmas dan dari masyarakat Desa
Jebed Selatan dalam implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat
pelaksanaan.
6.3.1 Sikap dan Perilaku Masyarakat Desa Jebed Selatan Berdasarkan
Tanggapan dari Petugas Puskesmas Jebed
Masalah yang berdampak pada rendahnya sikap dan perilaku masyarakat
Desa Jebed Selatan selama implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan
tempat pelaksanaan, antara lain :
I. Implementasi pada Institusi Pendidikan (Sekolah)
Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :
a. Sikap pasrah (nrimo) dengan kondisi sarana dan prasarana sekolah.
b. Tidak adanya motivasi dari para guru/ Kepala Sekolah untuk memperbaiki
kondisi tersebut.
80
II. Implementasi pada Institusi Kesehatan
Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :
Masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu dalam membawa
anaknya ke Posyandu.
III. Implementasi pada Tempat Kerja
Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :
Masih rendah Tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan
IV. Implementasi pada Rumah Tangga
Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :
a. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Desa Jebed Selatan (SLTP
ke bawah sebesar 58,5 %)
b. Rutinitas ibu rumah tangga ketika membantu suaminya bekerja di sawah
c. Jumlah tenaga Puskesmas yang sedikit sehingga tidak bisa menjangkau
semua rumah penduduk.
d. Minimnya dana operasional sehingga berpengaruh pada pelaksanaannya.
Selain masalah diatas, masalah sarana dan prasarana juga menjadi hambatan
masyarakat Desa Jebed Selatan dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang
mendukung terwujudnya perilaku sehat.
6.3.2 Sikap dan Perilaku Petugas Puskesmas Jebed Selatan Berdasarkan
Tanggapan dari Masyarakat Desa Jebed
Masalah yang berdampak pada rendahnya sikap dan perilaku dari Petugas
Puskesmas selama implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat
pelaksanaan, antara lain :
I. Implementasi pada Institusi Pendidikan (Sekolah)
Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :
Masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas dalam
memberikan penyuluhan tentang perilaku hidup sehat di sekolah.
II. Implementasi pada Institusi Kesehatan
Bahwa implementasi Promosi Kesehatan di tempat pelayanan kesehatan
(rumah sakit, Puskesmas dan tempat praktek dokter) adalah yang paling
81
efektif dalam memberikan informasi atau pengetahuan tentang kesehatan
sehingga dapat mewujudkan perilaku hidup sehat bagi individu dan
masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah dalam implementasi
Promosi Kesehatan pada institusi kesehatan.
III. Implementasi pada Rumah Tangga
Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :
Kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan
Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke
rumah warga.
IV. Implementasi pada Tempat Kerja
Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :
a. Tidak adanya pengawasan atau monitoring dari Dinas Kesehatan kepada
para petani terkait dampak pestisida.
b. Belum adanya pengawasan (monitoring dan evaluasi) dari Dinas terkait
(Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Perindustrian dan
Perdagangan) setelah memberikan penyuluhan tentang K3 (Keselamatan
dan Kesehatan Kerja) kepada karyawan dan pengusaha di tempat kerja
mereka.
V. Implementasi pada Tempat Umum
Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :
1. Belum ada upaya serius dari Dinas terkait dalam mempromosikan hidup
bersih dan sehat ditempat tersebut.
VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM
PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN
Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar
mereka dapat menolong dirinya sendiri sesuai dengan kondisi setempat. Sesuai
dengan kondisi setempat, dapat dijabarkan bahwa implementasi program promosi
Kesehatan harus sesuai dengan karakteristik masyarakat Desa Jebed Selatan.
Dari hasil evaluasi implementasi strategi promosi kesehatan di Desa Jebed
Selatan, secara garis besar masalah muncul pada PHBS tingkat rumah tangga
yaitu masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Berdasarkan masalah tersebut
maka Pengkaji mengambil kesimpulan bahwa ada masalah dalam implementasi
strategi Promosi Kesehatan di lima tempat pelaksanaan. Setelah dilakuakn
evaluasi masalah yang muncul pada implementasi Promosi Kesehatan di Desa
Jebed Selatan, antara lain :
a. Masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu rumah tangga
tentang kesehatan.
b. Masih rendah Tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan
c. Minimnya sarana dan prasarana kesehatan
d. Masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas
e. Kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan
Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke
rumah warga
f. Tidak adanya pengawasan atau monitoring dari petugas Puskesmas setelah
dilakukan penyuluhan atau sosialisasi.
Berpedoman dari masalah tersebut, maka perlu dilakukan perumusan Strategi dan
Program Promosi Kesehatan yang sesuai dengan kondisi atau masalah di
masyarakat Desa Jebed Selatan melalui forum FGD.
Dalam forum FGD (focus group discussion) tersebut dilakukan proses
perencanaan promosi kesehatan dengan mengikutsertakan stakeholders yang ada
di Desa Jebed Selatan. Forum tersebut dihadiri oleh stakeholders tingkat desa,
83
seperti perwakilan masyarakat Desa Jebed Selatan (tokoh masyarakat dan tokoh
agama), bidan desa (Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang) dan kader kesehatan.
Dalam forum tersebut, setelah Pengkaji memaparkan hasil evaluasi dan
identifikasi masalah di Desa Jebed Selatan kemudian Pengkaji tawarkan ke
peserta forum untuk mendapatkan tanggapan. Tanggapan tersebut dimaksudkan
untuk memperoleh prioritas masalah perencanaan promosi kesehatan.
7.1 Perencanaan Promosi Kesehatan.
Perencanaan Promosi Kesehatan adalah suatu proses diagnosis penyebab
masalah, penetapan prioritas masalah dan alokasi sumber daya yang ada untuk
mencapai tujuan (Notoatmodjo 2005). Oleh sebab itu, dalam membuat
perencanaan promosi kesehatan, keterlibatan dan peran serta peserta FGD sangat
dibutuhkan dengan tujuan supaya menghasilkan program yang dapat
mengintervensi masalah kesehatan yang sesuai dengan kondisi yang ada, sesuai
kebutuhan masyarakat, efektif dalam biaya (cost effective) dan berkesinambungan
(sustainable). Di samping itu, dengan melibatkan peserta FGD maka akan
menciptakan rasa memiliki sehingga timbul rasa tanggung jawab dan komitmen.
Hasil dari Pengkajian PHBS tingkat rumah tangga pada Peta Sosial dan
evaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan di lima tempat kemudian
dijadikan sebagai bahan masukan dalam menyusun Perencanaan Promosi
Kesehatan yang menggunakan kerangka kerja PRECEDE – PROCEED
(PRECEDE – PROCEED Framework)
Kerangka kerja PRECEDE – PROCEED adalah pendekatan yang digunakan
untuk kegiatan Perencanaan Promosi Kesehatan yang mengarah pada perubahan
perilaku baik individu, keluarga dan masyarakat. Pada kerangka PRECEDE
(Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in Educational Diagnosis and
Evaluation) digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas
masalah dan tujuan program. Kerangka PRECEDE terdiri dari lima fase, yaitu :
1. Fase 1 adalah Diagnosis Sosial
2. Fase 2 adalah Diagnosis Epidemiologis
3. Fase 3 adalah Diagnosis Perilaku dan Lingkungan
4. Fase 4 adalah Diagnosis Pendidikan dan Organisasi
84
5. Fase 5 adalah Diagnosis Administrasi dan Kebijakan.
Sedangkan kerangka PROCEED terdiri dari empat fase, yaitu :
1. Fase 6 adalah Implementasi
2. Fase 7 adalah Proses Evaluasi
3. Fase 8 adalah Dampak dari Evaluasi
4. Fase 9 adalah Evaluasi Outcome
Dalam kondisi ini kerangka PROCEED (Policy, Regulatory, Organizational
Construct in Educational and Environmental Development) digunakan untuk
menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan serta implementasi dan evaluasi
Kerangka kerja tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 11 Kerangka PRECEDE – PROCEED
Sumber : Notoatmodjo 2005
Lingkungan
Kualitas Hidup Sehat
Perilaku & Gaya Hidup
Reinforcing factors
Predisposing factors
Enabling factors
Pendidikan Kesehatan
Kebijakan Peraturan Organisasi
Promosi Kesehatan
Fase 6 Implementasi
Fase 7 Proses Evaluasi
Fase 8 Evaluasi Dampak
Fase 9 Evaluasi Outcome
PRECEDE
Fase 1 Diagnosis Sosial
Fase 2 Diagnosis Epidemiologis
Fase 3 Diagnosis Perilaku & Lingkungan
Fase 4 Diagnosis Pendidikan & Organisasi
Fase 5 Diagnosis Kebijakan & Administrasi
PROCEED
85
7.1.1 Fase Diagnosis Sosial (Social Need Assessment)
Diagnosis sosial pada fase ini adalah proses mendapatkan karakteristik
masyarakat, persepsi masyarakat terhadap kebutuhannya atau terhadap kualitas
hidupnya. Aspirasi masyarakat sangat dibutuhkan sebagai dasar untuk
meningkatkan kualitas hidup, sehingga melalui aspirasi tersebut dapat terwujud
partisipasi masyarakat. Pada fase diagnosis sosial ini akan merujuk dari hasil PL I
yaitu Pemetaan Sosial untuk mendapatkan karakteristik masyarakat Desa Jebed
Selatan.
Tabel 10 Karakteristik Masyarakat Desa Jebed Selatan
No. Jenis Karakteristik Data Pendukung
1 Perekonomian Sektor Pertanian Ketersediaan lahan mencapai 73,51 % dari luas wilayah desa.
2 Mata Pencaharian Mayoritas Petani dan Buruh Tani (homogen)
55,98 % atau 1260 jiwa dari 2251 jiwa mata pencaharian sebagai petani (456 jiwa) dan buruh tani (804 jiwa).
3 Tingkat Pendidikan
Masih rendah (mayoritas SLTP ke bawah)
Jumlah penduduk tamat SLTP ke bawah sebesar 58,5 % (1626 jiwa tamat SLTP dan 325 jiwa tamat SD).
4 Agama Islam 6909 jiwa (99,78 %) dari 6924 jiwa dan banyaknya organisasi lokal (majelis ta’lim/ kelompok pengajian/ yasinan, Ikatan Pemuda Masjid dan perkumpulan kematian)
5 Kepercayaan Masih percaya adanya “mitos”
Masyarakat masih mempercayai adanya “mitos” tentang kesehatan terutama “mitos ibu hamil”
6 Kesehatan Rendahnya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan rendahnya perhatian kepada lansia
Hasil dari Pengkajian PHBS tingkat rumah tangga
Sumber : Data Pemetaan Sosial Desa Jebed Selatan, tahun 2006.
Berdasarkan hasil diagnosis karakteristik masyarakat Desa Jebed Selatan
diatas, dapat di simpulkan bahwa kepercayaan terhadap “mitos” masih sangat
kental di masyarakat Desa Jebed Selatan. Adanya “mitos” tersebut sangat
didukung dengan tingkat pendidikan yang masih tergolong rendah. “Mitos”
86
tersebut sangat berdampak pada kesehatan terutama Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA). Di kalangan masyarakat yang masih mempercayai adanya “mitos ibu
hamil”, seperti ibu hamil tidak boleh keluar rumah karena takut kandungannya
diganggu oleh mahluk halus sampai dengan “mitos makan berpantang”, yaitu ibu
hamil tidak boleh mengkonsumsi ikan cumi karena takut apabila kulit anaknya
hitam padahal kandungan protein dari ikan cumi sangat tinggi yang dibutuhkan
untuk perkembangan janin. Contoh “mitos ibu hamil” tersebut ternyata
menghambat pengetahuan dan perilaku ibu hamil terhadap kesehatan, seperti
memeriksakan kehamilannya dan melakukan persalinan oleh tenaga kesehatan.
Dilihat dari mata pencahariannya, masyarakat Desa Jebed Selatan tergolong
masyarakat petani dan buruh tani. Karena pendapatan yang tergolong rendah dan
belum ada penyuluhan tentang kesehatan kerja bagi petani dan buruh tani,
sehingga membuat kebutuhan akan kesehatan belum menjadi prioritas bagi
keluarga mereka. Mereka juga berpendapat bahwa untuk mendapatkan akses
kesehatan harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Kondisi tersebut sangat
dirasakan ibu hamil yang kepala keluarganya bekerja sebagai buruh tani, sehingga
tidak ada jalan lain untuk memeriksakan dan melakukan persalinan oleh dukun
bayi.
Dari diagnosis diatas, peserta FGD menyimpulkan bahwa tingkat
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan masih rendah yang mengakibatkan
masyarakat belum mempercayakan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah
kesehatannya. Dari sikap dan perilaku masyarakat tersebut, belum bisa
mencerminkan perilaku sehat. Berdasarkan data diatas, peserta FGD
menyimpulkan bahwa kebutuhan yang sangat mendasar di masyarakat Desa Jebed
Selatan adalah Pendidikan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Dengan
memperoleh pendidikan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) diharapkan masyarakat
dapat merubah pola pikirnya dari paradigma sakit menjadi paradigma sehat.
Dengan mempunyai pola pikir paradigma sehat, maka masyarakat dapat
mencegah (preventif) terjadinya penyakit dan dapat meningkatkan kesehatannya
secara mandiri tanpa harus mengeluarkan biaya yang banyak. Jadi dengan
meningkatnya pemahaman masyarakat tentang kesehatan maka dengan sendirinya
sikap dan perilaku masyarakat akan lebih responsif terhadap kesehatan sehingga
87
kualitas hidup individu, keluarga dan masyarakat dapat ditingkatkan terutama di
tingkat rumah tangga.
7.1.2 Fase Diagnosis Epidemiologi
Masalah kesehatan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap
kualitas hidup seseorang dan berdampak positif maupun negatif. Fokus pada fase
ini adalah mencari faktor kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup individu,
keluarga dan masyarakat. Pada kajian ini yang mendapatkan dampak dari masalah
tersebut adalah anggota keluarga pada tingkat rumah tangga.
Pada Tabel 11 telah ditunjukkan diagnosis masalah (hasil Peta Sosial), penyebab
masalah (hasil evaluasi strategi Promosi Kesehatan) dan kelompok yang terkena
masalah (tanggapan peserta FGD)
Tabel 11 Diagnosis Epidemiologi Promosi Kesehatan
No. Masalah (Hasil Peta Sosial)
Faktor Penyebab (Hasil Evaluasi Strategi Promosi
Kesehatan)
Kelompok yang terkena masalah
(Tanggapan peserta FGD)
1 Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
1. Masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu rumah tangga tentang kesehatan.
2. Minimnya sarana dan prasarana kesehatan.
3. Masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas
4. Kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke rumah warga
5. Tidak adanya pengawasan atau monitoring dari petugas Puskesmas setelah dilakukan penyuluhan atau sosialisasi.
1. Ibu Rumah Tangga 2. Ibu Hamil 3. Bayi 4. Balita 5. Anak
Sumber : Pengkaji, diolah, 2008.
88
7.1.3 Fase Diagnosis Perilaku dan Lingkungan
Pada fase ini tujuannya adalah mendiagnosis faktor perilaku dan faktor
lingkungan (fisik dan sosial) dari diagnosis epidemiologi (Tabel 11). Berdasarkan
pendapat dari peserta FGD dapat diidentifikasi, sebagai berikut :
1. Faktor Perilaku :
a. Masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu rumah tangga
tentang kesehatan.
b. Masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas
c. Kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan
Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke
rumah warga
d. Tidak adanya pengawasan atau monitoring dari petugas Puskesmas setelah
dilakukan penyuluhan atau sosialisasi
2. Faktor Lingkungan :
Minimnya sarana dan prasarana kesehatan
Kemudian dari hasil diagnosis faktor perilaku dan faktor lingkungan tersebut,
langkah selanjutnya adalah dari kedua faktor tersebut dibuat urutan berdasarkan
rangking kemungkinan untuk diubah. Urutan rangking tersebut sebagai berikut :
1. Perilaku ibu rumah tangga dan ibu hamil tentang Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA).
2. Perilaku Tenaga Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan yang
belum melakukan kunjungan ke rumah sebagai wujud perhatian dan tanggung
jawab.
3. Perlunya ide kreatif/ inovasi dan pengawasan dari petugas Puskesmas
4. Pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan
Dari urutan rangking diatas, kemudian peserta FGD menetapkan sasaran untuk
rancangan Program Promosi Kesehatan adalah sebagai berikut :
Sasaran Primer : Ibu rumah tangga
Sasaran Sekunder : Anggota Keluarga (Ayah dan Anak)
Sasaran Tersier : Petugas Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan
89
Selanjutnya peserta FGD merancang tujuan perubahan perilaku dan lingkungan
yang ingin dicapai dalam Program Promosi Kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan pengetahuan tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
2. Peningkatan Strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan.
7.1.4 Fase Diagnosis Pendidikan dan Organisasional
Pada fase ini merujuk pada faktor pemudah (predisposing factors), faktor
pemungkin (enabling factors) dan faktor penguat (reinforcing factors).
Berdasarkan hasil analisis faktor pemudah (predisposing factors) dapat ditetapkan
tujuan pembelajaran/ pendidikan yang ingin dicapai, sebagai berikut :
1. Peningkatan pengetahuan anggota keluarga tentang hidup sehat terutama
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2. Anggota keluarga dapat mempraktekkan dan membudayakan hidup sehat.
Berdasarkan hasil analisis faktor pemungkin dan faktor penguat dapat ditetapkan
tujuan organisasional yang akan dicapai melalui upaya pengembangan organisasi
dan sumber daya, yaitu :
1. Meningkatkan pengetahuan tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas
Puskesmas, bidan desa dan kader kesehatan tentang pelatihan partisipatif.
2. Melakukan advokasi kepada pengambil kebijakan agar dapat mengeluarkan
kebijakan yang responsif terhadap kesehatan terutama terhadap
pengembangan PHBS tingkat rumah tangga.
7.1.5 Fase Diagnosis Administratif dan Kebijakan
Pada fase ini dilakukan analisis terhadap kebijakan, sumber daya dan
peraturan yang berlaku yang nantinya dapat memfasilitasi atau menghambat
pelaksanaan Program Promosi Kesehatan.
Pada diagnosis administratif dilakukan penilaian, sebagai berikut :
1. Sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan Program Promosi
Kesehatan adalah Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tenaga Kesehatan
Puskesmas, Bidan Desa, dan Kader Kesehatan/ Ibu-ibu TP-PKK, tetapi yang
90
lebih penting adalah orang yang mempunyai komitmen untuk membuat Desa
Jebed Selatan menjadi Desa Sehat.
2. Hambatan dari pelaksana program adalah komitmen mereka terhadap
keberlangsungan program dan hambatan dari masyarakat adalah tingkat
pengetahuan masyarakat yang rendah.
Pada diagnosis kebijakan yang dilakukan adalah mengidentifikasi dukungan dan
hambatan politis, peraturan dan organisasional yang memfasilitasi program.
Dalam mewujudkan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat di masyarakat telah diatur
oleh kebijakan Menteri Kesehatan RI dalam bentuk Keputusan Menteri, yaitu :
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1193/ MENKES/ SK/ X/ 2004
tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/ MENKES/ SK/ VIII/ 2005
tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/ MENKES / SK/ X/ 2004 tentang
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010 (PHBS 2010)
4. Kebijakan “Kabupaten Pemalang Sehat 2010”
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam mewujudkan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) telah didukung oleh Keputusan Menteri dan pemerintah daerah.
Tetapi dalam pelaksanaan di daerah belum mendapatkan dukungan penuh dari
kalangan legislatif dan eksikutif Kabupaten Pemalang berupa Peraturan Daerah.
7.2 Rancangan Strategi dan Program Promosi Kesehatan.
Setelah mendiagnosis kerangka PRECEDE, langkah selanjutnya peserta
FGD mulai merancang Strategi dan Program Promosi Kesehatan. Dari hasil
diagnosis faktor perilaku dan faktor lingkungan telah didapat urutan masalah
sebagai berikut :
1. Perilaku ibu rumah tangga dan ibu hamil tentang Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA).
2. Perilaku Tenaga Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan yang
belum melakukan kunjungan ke rumah sebagai wujud perhatian dan tanggung
jawab.
3. Perlunya ide kreatif/ inovasi dan pengawasan dari petugas Puskesmas
91
4. Pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan.
Tujuan dari Program Promosi Kesehatan, sebagai berikut :
1. Peningkatan pengetahuan tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
2. Peningkatan Strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan.
Untuk menunjang intervensi prioritas masalah diatas, diusulkan dua Strategi dan
Program Promosi Kesehatan, antara lain :
1. Strategi Peningkatan Kapasitas SDM dengan Program Pelatihan Partisipatif.
2. Strategi Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Pendidikan Kesehatan
Terpadu.
Untuk lebih jelasnya kerangka logis Strategi dan Program Pemberdayaan
Masyarakat seperti ditunjukkan pada Tabel 12.
92
Tabel 12 Kerangka Kerja Logis Strategi dan Program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan
No. Strategi dan Program Kegiatan Tujuan Sasaran Lokasi
Kegiatan Pihak Terkait Sumber Dana Jadwal
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Strategi Peningkatan Kapasitas SDM dalam Program Pelatihan Partisipatif
1. Pelatihan Partisipatif bagi Tenaga Kesehatan, Bidan desa, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Kader Kesehatan/ ibu-ibu TP-PKK
1. Meningkatkan ketrampilan dalam Pemberdayaan Masyarakat
1. Tenaga Puskesmas 2. Bidan desa 3. Tokoh Masyarakat
dan Tokoh Agama 4. Kader Kesehatan/
ibu-ibu TP-PKK
Balai Desa Jebed Selatan
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang
2. Unsur Akademisi (Universitas)
APBD Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2008-2009
Awal bulan Juli tahun 2008 – Akhir bulan Juni tahun 2009
2 Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Program Pendidikan Kesehatan Terpadu
1. Revitalisasi Posyandu 2. Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) berbasis Kesehatan
3. Pendidikan Kesehatan Ibu dan Anak.
1. Menghidupkan lagi fungsi Posyandu yang sesungguhnya (5 meja)
2. Memberikan pengetahuan anak-anak tentang kesehatan dengan metode bermain.
3. Memberikan pengetahuan kepada Ibu rumah tangga tentang arti penting Kesehatan Ibu dan Anak.
1. Kader Kesehatan dan anggota TP-PKK Desa Jebed Selatan
2. Anak-anak di bawah lima tahun (terutama bagi keluarga miskin)
3. Ibu Rumah Tangga.
Balai Desa Jebed Selatan
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang
2. Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)
3. Tokoh masyarakat dan tokoh agama
4. Kader kesehatan/ ibu-ibu TP-PKK
5. LSM yang concern terhadap kesehatan
1. APBD Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2008-2009
2. Swadaya
Awal bulan Juli tahun 2008 – Akhir bulan Juni tahun 2009
Sumber : Hasil Forum FGD, 2007
93
7.2.1 Program Pelatihan Partisipatif
1. Latar Belakang Program
Upaya ini lebih ditujukan kepada pelaksana program seperti Tenaga
Kesehatan (Puskesmas), Bidan desa, Tokoh Masyarakat Tokoh Agama, dan
Kader Kesehatan/ ibu-ibu TP-PKK agar lebih terampil.
2. Kegiatan program.
Pelatihan Partisipatif bagi Tenaga Kesehatan, Bidan desa, Tokoh Masyarakat,
Tokoh Agama dan Kader Kesehatan/ ibu-ibu TP-PKK
3. Sasaran : Tenaga Kesehatan (Puskesmas), Bidan desa, Tokoh Masyarakat
Tokoh Agama, dan Kader Kesehatan/ ibu-ibu TP-PKK
4. Pihak Terkait/ Penanggung Jawab :
a) Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang
b) Unsur Akademisi (Universitas)
5. Lokasi Kegiatan : Desa Jebed Selatan
6. Waktu : awal bulan Juli tahun 2008 – akhir bulan Juni tahun 2009.
7. Sumber Dana : APBD Kabupaten Pemalang Tahun Anggaran 2008-2009
8. Tujuan : meningkatkan ketrampilan pelaksana program dalam melaksanakan
Pemberdayaan Masyarakat
Strategi dan Program Promosi Kesehatan tersebut tidak berhenti pada peningkatan
strata PHBS tingkat rumah tangga saja akan tetapi tetap diupayakan untuk
mengintervensi implementasi Promosi Kesehatan di kelima tempat (institusi
pendidikan, institusi kesehatan, tempat kerja, rumah tangga dan tempat umum) di
Desa Jebed Selatan.
7.2.2 Program Pendidikan Kesehatan Terpadu
1. Latar Belakang Program
Kesehatan bukan hanya diketahui atau disadari (knowledge) dan disikapi
(attitude), melainkan harus dikerjakan/ dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari
(practice). Oleh karena itu, hakekat Promosi Kesehatan ialah upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri sesuai
dengan sosial budaya setempat. Dari hakekat tersebut, individu dan masyarakat
94
bukanlah objek yang pasif (sasaran), melainkan sebagai subjek (pelaku), sehingga
dalam proses pembelajaran tersebut peran pendidikan kesehatan sangat tepat.
Pendidikan Kesehatan merupakan bentuk upaya atau kegiatan untuk menciptakan
perilaku individu dan masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya
pendidikan kesehatan berupaya agar individu dan masyarakat menyadari dan
mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana
menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka. Sehingga
tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar masyarakat dapat
mempraktekkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat.
2. Kegiatan program.
Kegiatan dalam Program Kesehatan Terpadu, antara lain :
a) Posyandu
Walaupun kegiatan ini sudah ada sebelumnya akan tetapi kegiatannya terkesan
seadanya dan fungsi dari meja kelima tidak ada (tidak berfungsi). Oleh karena
itu dengan adanya revitalisasi dalam program dengan tujuan kelima meja
tersebut dapat berfungsi kembali.
b) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Berbasis Kesehatan
Dalam forum FGD, peserta sangat mengharapkan apabila generasi muda
dalam hal ini adalah anak-anak yang masih kecil dari awal sudah diberikan
pembelajaran tentang kesehatan agar kelak dewasa anak tersebut mampu
mempraktekkan hasil pembelajaran tersebut. Mengakomodir keinginan
tersebut, kemudian diusulkan kegiatan PAUD yang berbasis kesehatan.
Konsepnya tetap tempat bermain hanya saja lebih banyak memberikan
informasi tentang kesehatan. Tujuannya adalah memberikan pengetahuan
anak-anak tentang kesehatan dengan metode bermain.
c) Pendidikan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Perlunya kegiatan didasari oleh kondisi nyata masyarakat Desa Jebed Selatan
dalam memberikan ASI Eksklusif bagi anaknya dan pemberian asupan
makanan yang bergizi (4 sehat 5 sempurna0 bagi anaknya sangat rendah. Oleh
karena itu perlunya memberikan kesadaran ibu rumah tangga melalui
pendidikan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tentang arti penting ASI Eksklusif
dan gizi bagi anaknya.
95
3. Pihak Terkait/ Penanggung Jawab :
a) Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang
b) Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)
c) Tokoh masyarakat dan tokoh agama
d) Kader Kesehatan/ ibu-ibu TP-PKK
e) LSM yang concern terhadap kesehatan
4. Lokasi Kegiatan : Balai Desa Jebed Selatan
5. Waktu : awal bulan Juli tahun 2008 – akhir bulan Juni tahun 2009.
6. Sumber Dana : Dana APBD Kabupaten Pemalang tahun anggaran 2008-2009
dan swadaya.
VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8.1 Kesimpulan
Dalam mengevaluasi implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan
tempat pelaksanaan yang dijalankan di Desa Jebed Selatan menggunakan
pemikiran Green. Berikut hasil evaluasi Strategi Promosi Kesehatan .
I. Implementasi pada Institusi Pendidikan (Sekolah)
Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :
a. Sikap pasrah (nrimo) dengan kondisi sarana dan prasarana sekolah.
b. Tidak adanya motivasi dari para guru/ Kepala Sekolah untuk memperbaiki
kondisi tersebut.
c. Masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas dalam
memberikan penyuluhan tentang perilaku hidup sehat di sekolah
II. Implementasi pada Institusi Kesehatan
Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :
a. Masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu dalam
membawa anaknya ke Posyandu.
III. Implementasi pada Tempat Kerja
Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :
a. Masih rendah Tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan
kesehatan.
b. Kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan
Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke
rumah warga.
c. Tidak adanya pengawasan atau monitoring dari Dinas Kesehatan kepada
para petani terkait dampak pestisida.
d. Belum adanya pengawasan (monitoring dan evaluasi) dari Dinas terkait
(Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Perindustrian dan
Perdagangan) setelah memberikan penyuluhan tentang K3 (Keselamatan
dan Kesehatan Kerja) kepada karyawan dan pengusaha di tempat kerja
mereka.
97
IV. Implementasi pada Rumah Tangga
Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :
a. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Desa Jebed Selatan (SLTP
ke bawah sebesar 58,5 %)
b. Rutinitas ibu rumah tangga ketika membantu suaminya bekerja di sawah
c. Jumlah tenaga Puskesmas yang sedikit sehingga tidak bisa menjangkau
semua rumah penduduk.
d. Minimnya dana operasional sehingga berpengaruh pada pelaksanaannya.
V. Implementasi pada Tempat Umum
Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :
a. Belum ada upaya serius dari Dinas terkait dalam mempromosikan hidup
bersih dan sehat ditempat tersebut.
Masalah yang telah teridentifikasi antara lain :
a. Masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu rumah tangga
tentang kesehatan.
b. Masih rendah tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan
c. Minimnya sarana dan prasarana kesehatan
d. Masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas
e. Kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan
Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke
rumah warga
f. Tidak adanya pengawasan atau monitoring dari petugas Puskesmas setelah
dilakukan penyuluhan atau masalah sosialisasi.
Berpedoman hasil evaluasi tersebut, maka perlu adanya perumusan Strategi
dan Program Promosi Kesehatan yang sesuai dengan kondisi masyarakat Desa
Jebed Selatan melalui forum FGD. Dalam forum FGD tersebut telah dirumuskan
prioritas masalah antara lain :
1. Perilaku ibu rumah tangga dan ibu hamil tentang Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA).
98
2. Perilaku Tenaga Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan yang
belum melakukan kunjungan ke rumah sebagai wujud perhatian dan tanggung
jawab.
3. Perlunya ide kreatif/ inovasi dan pengawasan dari petugas Puskesmas
4. Pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan
Dari prioritas masalah tersebut, kemudian peserta FGD menetapkan sasaran untuk
rancangan Program Promosi Kesehatan adalah sebagai berikut :
Sasaran Primer : Ibu rumah tangga
Sasaran Sekunder : Anggota Keluarga (Ayah dan Anak)
Sasaran Tersier : Petugas Kesehatan Puskesmas/ Bidan Desa/ Kader Kesehatan
Selanjutnya peserta FGD merancang tujuan dari Program Promosi Kesehatan,
sebagai berikut :
1. Peningkatan pengetahuan tentang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
2. Peningkatan Strata PHBS tingkat rumah tangga di Desa Jebed Selatan.
Untuk menunjang intervensi prioritas masalah diatas, diusulkan dua Strategi dan
Program Promosi Kesehatan, antara lain :
1. Strategi Peningkatan Kapasitas SDM dengan Program Pelatihan Partisipatif.
2. Strategi Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Pendidikan Kesehatan
Terpadu.
8.2 Rekomendasi
8.2.1 Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka kepada Dinas Kesehatan Kabupaten
Pemalang perlu tetap melanjutkan kebijakan yang sudah berjalan yaitu dengan
memberikan prioritas pembinaan atau penyuluhan kepada masyarakat kaitannya
dengan budaya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Selain itu, ke depan untuk
mengimplementasikan program Promosi Kesehatan harus disesuaikan dengan
masalah atau kondisi yang ada di daerah sehingga strategi Promosi Kesehatan bisa
tepat sasaran untuk mengintervensi masalah atau kondisi daerah tersebut. Tetap
membina komunikasi yang baik dan memberikan informasi yang bermanfaat
99
kepada masyarakat melalui kunjungan dari rumah ke rumah yang dilakukan oleh
Tenaga Kesehatan Puskesmas sekaligus mengkampanyekan budaya Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat di tingkat rumah tangga. Informasi budaya Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat bisa disampaikan melalui media elektronik (RSPD Suara
Widuri dan Radio swasta), media cetak (koran lokal seperti Radar Tegal atau
Suara Merdeka) maupun melalui spanduk dan pamflet.
8.2.2 Pelaksana Program Promosi Kesehatan (Tokoh Masyarakat, Tokoh
Agama, Tenaga Kesehatan Puskesmas, Bidan Desa dan Kader
Kesehatan/ Ibu-Ibu TP-PKK)
Kepada pelaksana Program Promosi Kesehatan perlu menumbuhkan
komitmen dalam mewujudkan suasana yang kondusif terhadap kesehatan
sehingga keberlanjutan Program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan tetap
terjaga. Pelaksana Program Promosi Kesehatan juga perlu melakukan pendekatan
personal dengan cara berkunjung ke rumah atau jemput bola dalam
mengkampanyekan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di masyarakat Desa Jebed
Selatan.
100
DAFTAR PUSTAKA
BUKU – BUKU
Departemen Kesehatan RI. 1999. Indonesia Sehat 2010, Jakarta.
Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang, 2006. Pedoman Pelaksanaan Desa Siaga
di Kabupaten Pemalang.
Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang, 2006. Profil Kesehatan Kabupaten
Pemalang.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2003. Pedoman Pembinaan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006. Pedoman Program Pembinaan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah Tangga
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah.
DuBois, Brenda dan Karla Krogsrud Miley. 2005 (edisi ke-5), Social Work: An
Empowering profession, Boston: Pearson
Febri Djatmiko, 2006. Evaluasi Pengembangan Masyarakat. Praktek Lapangan II
di Desa Jebed Selatan Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang
Febri Djatmiko, 2006. Pemetaan Sosial. Praktek Lapangan I di Desa Jebed
Selatan Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang
Green, Lawrence, 1980. Health Education : A Diagnosis Approach, The Jhon
Hopkins University, Mayfield Publishing Co.
Gunardi, Sarwititi S. Agung, Ninuk Purnaningsih dan Djuara P. Lubis, 2006.
Pengantar Pengembangan Masyarakat. MPPM IPB Bogor.
Hasibuan, Hubban, 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) tingkat rumah tangga di Lokasi Proyek KKG
Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2004. (Tesis) Program Pasca Sarjana,
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Magister Administrasi
Kebijakan Kesehatan. Universitas Sumatera Utara,
Ife, J.W. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives,
Vision, Analysis and Practice. Longman. Australia.
101
Kecamatan Taman Dalam Angka, 2006. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Pemalang, Jawa Tengah.
Levy, Paul S.,1999. Sampling of Population (Methods and Applications). John
Wiley & Sons, Inc. USA
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi, Jakarta.
PT. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta. PT.
Rineka Cipta.
Patton, Michael Quinn, 1987. Qualitative Evaluation Methods, Sage Publications,
Beverly Hills
Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2005. Kebijakan Nasional
Promosi Kesehatan
Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006. Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat di Rumah Tangga.
Said Rusli, Ekawati Sri Wahyuni, Melani A. Sunito, 2006. Kependudukan. MPPM
IPB Bogor
Singarimbun, M. dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta,
LP3ES.
Sitorus & Agusta. 2006. Metodologi Kajian Komunitas, Bogor. Departemen
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung. Alfabeta.
Suharsimi Arikunto, 1983, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Bina
Aksara,
Sulistiyani, Ambar Teguh, 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.
Yogyakarta, Gava Media.
Sumardjo dan Saharudin, 2006. Metode-Metode Partisipatif dalam
Pengembangan Masyarakat. MPPM IPB Bogor.
Suharto, Edi (2005a), Analisis Kebijakan Publik: Panduan Praktis Mengkaji
Masalah dan Kebijakan Sosial, Bandung: Alfabeta
Suharto, Edi (2005b) (Cetakan 1), Membangun Masyarakat Memberdayakan
Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan
Sosial, Bandung Refika Aditama
102
Suharto Edi, 2006 (Cetakan 2) Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat.
Bandung, PT Refika Aditama.
The Jakarta Declaration on Health Promotion Into 21st Century, The 4th
International Conference on Health Promotion, Jakarta, 1997.
Titik Sumarti dan Yusman Syaukat, 2006. Analisis Ekonomi Lokal. MPPM IPB
Bogor.
Yin, Robert, K. 2002. Studi Kasus (Desain dan Metode). Edisi Revisi. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta
-----------,2006. Daftar Isian Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa, Desa
Jebed Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang.
-----------,2006. Daftar Isian Potensi Desa, Desa Jebed Selatan, Kecamatan
Taman, Kabupaten Pemalang.
-----------,2006. Data Penduduk/ Angkatan Kerja/ Pengangguran, Desa Jebed
Selatan, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang.
-----------,2006. Laporan Monografi, Desa Jebed Selatan, Kecamatan Taman,
Kabupaten Pemalang.
UNDANG – UNDANG
Undang – Undang Dasar 1945 Amandemen
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/ MENKES/ SK/ VIII/ 2005 tentang
Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1202/ MENKES/ SK/ VIII/ 2003 tentang
Indikator Indonesia Sehat 2010
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1193/ MENKES/ SK/ X/ 2004 tentang
Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1457/ Menkes/ SK/ X/ 2004 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota
Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/ MENKES / SK/ X/ 2004 tentang
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010 (PHBS 2010)
103
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 71/ Tahun 2004, tanggal 23 Desember
2004 tentang Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan Kabupaten Pemalang Tahun 2006.
WEB SITE
www.kompas.co.id / diakses tanggal 3 September 2007
www.koalisi.org / diakses tanggal 11 Maret 2008
www.depkes.go.id, Profil Kesehatan Indonesia, 2005/ diakses tanggal 16 Januari
2008
www.kontan-online.com/ diakses tanggal 20 Januari 2008
http://web.worldbank.org/ diakses tanggal 20 Januari 2008
MAJALAH
Media Informasi Kesehatan, 2007/ terbit Vol.1, No.17, November 2007
104
105
INSTRUMEN WAWANCARA MENDALAM (DINAS KESEHATAN KABUPATEN )
Nama :
NIP :
Jabatan :
Instansi :
1. Apa yang dimaksud dengan Promosi Kesehatan dan PHBS ?
2. Apakah ada keterkaitan/ hubungan antara Promosi Kesehatan dengan PHBS ?
3. Apakah Promosi Kesehatan dan PHBS merupakan kebijakan dari Pusat ?
4. Dalam mengimplementasikan Promosi Kesehatan, apa saja yang dilakukan
oleh DKK ?
5. Sudah sampai mana implementasinya ?
6. Apakah ada strategi atau cara yang khusus dalam mengimplementasikannya ?
7. Apa indikator keberhasilan dari program Promosi Kesehatan ?
8. Apa indikator keberhasilan dari PHBS sendiri ?
9. Apakah DKK dalam mengimplementasikan program Promosi Kesehatan dan
PHBS memiliki kendala atau hambatan ?
10. Intervensi apa yang dilakukan untuk mengatasi hambatan atau kendala
tersebut ?
11. Apakah dalam mengimplementasikan program Promosi Kesehatan dan PHBS
harus mempunyai kemampuan dan keahlian yang khusus ?
12. Dalam mengimplementasikan program Promosi Kesehatan dan PHBS
didukung oleh Pemerintah Kabupaten Pemalang ? Apabila didukung,
dukungannya dalam bentuk apa ?
13. Selain DKK, Apakah ada yang peduli akan program Promosi Kesehatan dan
PHBS ?
14. Apakah dari DPRD (legislatif) dan Pemkab (eksikutif) mendukung adanya
program ini ? Apabila ada, dukungannya dalam bentuk apa ?
Lampiran 2
106
INSTRUMEN WAWANCARA MENDALAM
(BIDAN DESA)
Nama :
Jabatan :
Instansi :
1. Apakah program Promosi Kesehatan sudah diimplementasikan di Desa Jebed
Selatan ?
2. Siapa yang mengimplementasikan program tersebut ?
3. Apakah ketiga strategi Promosi Kesehatan sudah diterapkan atau dilaksanakan
di Desa Jebed Selatan ?
4. Apakah ada kendala dalam mengimplementasikan strategi tersebut ?
5. Apabila strategi tersebut sudah diterapkan, Apakah ada dampak yang
dirasakan oleh masyarakat Desa Jebed Selatan, termasuk Ibu sendiri ?
6. Bagaimana kondisi PHBS di Desa Jebed Selatan sebelum dan sesudah
penerapan strategi tersebut ?
7. Apakah Anda selaku Bidan Desa, bersama dengan kader kesehatan rutin
melakukan peninjauan ke rumah-rumah warga terkait PHBS tingkat rumah
tangga ?
8. Apakah selama ini masyarakat Desa Jebed Selatan mendukung adanya
program Promosi Kesehatan ?
Lampiran 3
107
INSTRUMEN WAWANCARA MENDALAM
(KEPALA DESA)
Nama :
Jabatan :
Instansi :
1. Menurut Anda, apakah perilaku masyarakat Desa Jebed Selatan sudah
mencerminkan perilaku sehat ?
Apabila sudah, apa bentuk dan bukti nyatanya ?
2. Apakah selama ini tenaga kesehatan dari Puskesmas rutin melaksanakan
penyuluhan kesehatan bagi masyarakat kaitannya dengan PHBS ?
3. Apakah sarana dan prasarana kesehatan yang ada di Desa Jebed Selatan
mampu mewujudkan perilaku sehat bagi masyarakat ?
4. Bagaimana perhatian dari tokoh masyarakat dan tokoh agama terhadap
kesehatan di Desa Jebed Selatan ini ?
5. Menurut Bapak, Apakah penyuluhan-penyuluhan yang dilaksanakan oleh
Puskesmas atau dari DKK mempunyai manfaat bagi masyarakat Desa Jebed
Selatan ?
6. Selama Bapak menjabat jadi Kepala Desa, ide-ide atau gagasana apa yang
Bapak lakukan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat Desa Jebed
Selatan ?
Lampiran 4
108
INSTRUMEN WAWANCARA MENDALAM
(RESPONDEN)
Nama Kepala Keluarga (Ayah/ Ibu) :
Pekerjaan Kepala Keluarga (Ayah/Ibu) :
Jumlah Anggota Keluarga :
Tingkat Pendidikan Anggota Keluarga :
Ayah : SD SLTP SLTA Diploma Sarjana
Ibu : SD SLTP SLTA Diploma Sarjana
Anak : SD SLTP SLTA Diploma Sarjana
I. Pertanyaan ditujukan kepada Kepala Keluarga (Ayah/ Ibu) atau Anggota
Keluarga (Anak) yang sudah bekerja tentang Promosi Kesehatan di
Tempat Kerja.
1. Bagi Kepala Keluarga yang mata pencahariannya sebagai petani/ buruh tani.
a. Apakah selama ini, Anda pernah mendapatkan pernyuluhan dari petugas
Puskesmas tentang dampak dari penggunaan pestisida bagi tubuh
manusia?
b. Apabila sudah, Apakah selama ini Anda mempraktekkan cara yang sesuai
dengan prosedurnya ?
2. Bagi Kepala Keluarga yang mata pencahariannya sebagai buruh kayu.
Apakah selama ini pernah ada sosialisasi tentang dampak dari serbuk/ debu
kayu untuk paru-paru dan dampak dari kebisingan untuk telinga ? Apabila
ada, siapa yang menyelenggarakan sosialisasi tersebut ?
3. Bagi Kepala Keluarga yang mata pencahariannya sebagai buruh pabrik.
a. Apakah dari dinas terkait pernah memberikan penyuluhan tentang K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di tempat Anda bekerja ?
b. Apakah dalam bekerja diwajibkan menggunakan masker dan penutup
telinga ?
c. Berapa jam Anda diberikan waktu untuk istirahat ? dan apakah pihak
perusahaan memberikan makanan tambahan ?
Lampiran 5
109
d. Apakah ada fasilitas kesehatan (poliklinik dan tenaga kesehatan) di tempat
kerja Anda ?
e. Apakah ada poster atau pamflet yang berisi pesan-pesan K3 (Keselamatan
dan Kesehatan Kerja) di tempat kerja Anda ?
II. Pertanyaan ditujukan kepada Anggota Keluarga (Anak) yang masih
Sekolah tentang Promosi Kesehatan di Institusi Pendidikan (Sekolah)
1. Bagaimana kondisi kebersihan lingkungan sekolah Anda, seperti :
a. Kebersihan kelas ?
b. Kebersihan kamar mandi/ WC ?
c. Kebersihan kantin sekolah ?
d. Kebersihan halaman sekolah ?
2. Apakah ada poster atau pamflet yang berisi pesan-pesan kesehatan tentang
larangan dan dampak merokok, narkoba dan minuman keras di mading
(majalah dinding) sekolah/ OSIS Anda ?
3. (Tingkat SLTP dan SLTA) Apakah fungsi UKS di sekolah Anda sesuai
dengan peruntukannya ? dan apakah ada dokter jaga (dokter PTT) di sekolah
Anda yang diperbantukan dari Puskesmas ?
4. (Tingkat SD) Apakah Guru Anda setiap seminggu sekali selalu memeriksa
kebersihan kuku, gigi, rambut, telinga dan hidung ? dan apakah Guru Anda
juga pernah mengajari harus cuci tangan sebelum makan ?
5. Apakah selama ini guru/ wali kelas di sekolah Anda pernah memberikan
pesan-pesan tentang kesehatan baik pada saat mengajar maupun tidak ?
6. Apakah di sekolah Anda pernah diselenggarakan ceramah umum tentang
kesehatan ?
III. Pertanyaan ditujukan kepada seluruh Anggota Keluarga tentang
Promosi Kesehatan di Tempat Umum (Terminal, Stasiun, Pasar, Pusat
Perbelanjaan, dsb)
1. Selama Anda berada di tempat umum seperti terminal, stasiun, pasar. Apakah
Anda merasakan kenyamanan ? Alasannya apa ?
2. Selama Anda berada di tempat tersebut, apakah tersedia fasilitas yang
mendukung orang berperilaku sehat, seperti tempat sampah, ruang tunggu bagi
perokok dan non-perokok ?
110
3. Selain fasilitas tadi, apakah ada poster yang memberikan informasi tentang
cara-cara menjaga kesehatan atau kebersihan ?
IV. Pertanyaan ditujukan kepada Anggota Keluarga (Ibu) tentang Promosi
Kesehatan di Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas
Praktek Dokter)
1. Selama Anda memanfaatkan pelayanan kesehatan di Institusi Pelayanan
Kesehatan, bagaimana kondisi kebersihan di tempat tersebut ?
2. Apakah selama Anda memanfaatkan pelayanan kesehatan, seorang tenaga
kesehatan (perawat, bidan dan dokter) selalu memberikan anjuran tentang
pentingnya berperilaku sehat ?
3. Menurut Anda, manfaat apa yang didapat dari anjuran tersebut ?
4. Selama Anda berada di ruang tunggu, Apakah di tempat tersebut diberikan
informasi tambahan tentang pentingnya menjaga kesehatan melalui audio
visual (TV, Tape dan poster) ?
V. Pertanyaan ditujukan kepada Kepala Keluarga (Ayah dan Ibu) tentang
Promosi Kesehatan di Rumah Tangga
1. Apakah selama ini dari pihak Puskesmas (Penyuluh Kesehatan Masyarakat
dan Sanitarian) ataupun Kader Kesehatan pernah memeriksa kondisi sanitasi
dasar (akses air bersih, jamban dan saluran pembuangan air limbah) ?
2. Apakah selama ini dari pihak Puskesmas (Penyuluh Kesehatan Masyarakat
dan Sanitarian) ataupun Kader Kesehatan pernah melakukan survey seperti
yang dilakukan Saya pada saat ini ?
3. Apakah dari pihak Puskesmas (Penyuluh Kesehatan Masyarakat dan
Sanitarian) ataupun Kader Kesehatan pernah memberikan penyuluhan
langsung ke rumah Anda (dor-to-dor) ?