upaya guru pendidikan agama islam dalam...
TRANSCRIPT
UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENGIMPLEMENTASIKAN SELF CONTROL (KONTROL
DIRI) PADA SISWA KELAS XI DI SMK MUHAMMADIYAH 3
TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Afwan Malik Almumtaz
NIM. 11140110000082
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M / 1441 H
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
DOSEN PEMBIMBING
iv
v
ABSTRAK
Afwan Malik Almumtaz (NIM: 11140110000082). “Upaya Guru Pendidikan
Agama Islam dalam Mengimplementasikan Self Control (kontrol diri) pada
Siswa Kelas XI di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan”. Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan upaya guru Pendidikan
Agama Islam dalam mengimplementasikan self control (kontrol diri) pada siswa
kelas XI di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Agustus s/d September2019.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode Deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan
melakukan teknik observasi, wawancara, dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya guru Pendidikan Agama Islam
dalam mengimplementasikan self control (kontrol diri) pada siswa kelas XI di
SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan dapat dilihat melalui tiga aspek self
control (kontrol diri) yaitu, Pertama, cognitive control (kontrol pengetahuan)
dilakukan melalui pembelajaran aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai
dengan program remidi dan pengayaan, Kedua, behavior control (kontrol
perilaku) dilakukan melalui kegiatan keagamaan yang mempunyai dapat
membentuk karakter anak terutama pada segi perilaku diantaranya seperti, shalat
Dzuhur dan Ashar berjama’ah, kultum setelah shalat Ashar, baca tulis Qur’an
(BTQ), pesantren kilat saat bulan Ramadhan, pemotongan hewan Qurban saat hari
raya Idul Adha dan Istighosah kelas XII dalam mempersiapkan Ujian Nasional,
Ketiga, decision control (kontrol keputusan) dilakukan melalui kegiatan
keagamaan yang didalamnya memuat nilai-nilai agama yang dapat membantu
siswa dalam mempertimbangkan hal-hal yang akan dilakukan manakah yang akan
membawanya kepada hal positif atau negatif. Dari upaya yang dilakukan guru
Pendidikan Agama Islam tersebut maka terjadi adanya peningkatan self control
(kontrol diri) siswa, hal tersebut ditunjukkan dengan dengan perubahan perilaku
siswa seperti yang awalnya mengerjakan kegiatan keagamaan dengan
keterpaksaan, hanya karena ingin mendapatkan nilai dan masih merasa dalam
pengawasan, tetapi setelah mereka menjadi petugas dalam kegiatan keagamaan,
mereka dituntut untuk bertanggung jawab dan sadar bahwa peraturan dan kegiatan
keagamaan disekolah sangat penting, sehingga mereka para siswa mampu
mengontrol diri serta dapat menjadikan diri mereka contoh yang baik bagi teman-
teman yang lain, serta lebih mempertimbangkan dalam memutuskan hal-hal yang
akan dilakukan manakah hal-hal yang akan membawanya kepada hal positif atau
hal negatif dan mengerjakan kewajiban sebagai siswa dengan sepenuh hati tanpa
paksaaan.
Kata Kunci : Guru Pendidikan Agama Islam, Self Control (kontrol diri)
vi
ABSTRACT
Afwan Malik Almumtaz (NIM: 11140110000082). "Education Teacher Efforts
Islamic Religion in Improving Self Control class XI students at SMK
Muhammadiyah 3 South Tangerang". Department of Islamic Education, Faculty
of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University,
Jakarta.
This study aims to describe the efforts of Islamic Religious Education teachers in
improving self-control grade XI students at SMK Muhammadiyah 3 South
Tangerang. This research was conducted in August until September 2019.
This type of research used in this thesis is a qualitative research using descriptive
methods. Data collection is done by conducting observation techniques,
interviews, documentation.
The research showed that the efforts of Islamic Religious Education teachers in
improving self control (self control) of class XI students at SMK Muhammadiyah
3 South Tangerang can be seen through three aspects of self control, namely,
First, cognitive control (knowledge control) is done through learning active with
class-based assessment accompanied by remedial and enrichment programs,
Second, behavior control is carried out through religious activities that can form
the character of children, especially in terms of behavior such as, Dzuhur and Asr
prayer in congregation, cult after the Asr prayer, read and write the Qur'an
(BTQ), pesantren kilat during Ramadan, slaughtering animals during the Eid al-
Adha and Istighosah class XII in preparing for the National Examination, Third,
decision control is carried out through religious activities that contain values
religion that can help students in considering things which things will be done
which will lead to positive or negative things. From the efforts made by Islamic
Religious Education teachers, there is an increase in student self control, this is
indicated by changes in student behavior such as those that initially carried out
religious activities by force, just because they wanted to get grades and still felt
under supervision, but after they become officers in religious activities, they are
required to be responsible and aware that the rules and religious activities at
school are very important, so that they students are able to control themselves and
can make themselves good examples for other friends, and more consider in
decide things to be done which are things that will lead to positive or negative
things and carry out obligations as students wholeheartedly without coercion.
Keyword: Islamic Religious Education Teacher, Self Control
vii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur ke hadirat Allah swt. Tuhan semesta alam,
yang telah memberikan berbagai macam nikmat, karena berkat nikmat iman,
islam, dan sehat wal’afiat peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat teriring salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad saw.,
yang telah membawa kita dari zaman gelap gulita ke zaman terang penuh rahmat.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan ini, penulis
memperoleh begitu banyak dukungan, bantuan, bimbingan, dan saran dari
berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Sururin, M.Ag., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. Abdul Haris, M.Ag., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang sekaligus menjadi Dosen Pembimbing Skripsi, yang selalu
memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi. Semoga apa yang telah
dilakukan mendapatkan balasan lebih dari Allah swt..
3. Drs. Rusdi, M.Ag., Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Asril DT Paduko Sindo, M.A., Dosen Pembimbing Akademik, yang
selalu memberikan motivasi dan ilmu-ilmu baru kepada para mahasiswa
bimbingannya. Semoga selalu dalam lindungan Allah swt.
viii
5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah bersedia memberikan dan berbagi ilmu pengetahuan
kepada penulis selama masa kuliah berlangsung. Semoga ilmu yang
diberikan oleh Bapak dan Ibu dosen bermanfaat dan mendapat keberkahan
dari Allah swt.
6. Ibu Isti dan Ibu Farah, admin di Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu mahasiswama terutama
dalam hal administratif menyangkut perkuliahan.
7. Seluruh staff Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu dalam hal administrasi
penulisan skripsi ini.
8. Keluarga tercinta, terkhusus untuk Abah Masduqi dan Umi Esti Utami
yang selalu sabar, mendo’akan dan mendukung secara moril serta materi,
pengorbanan kalian tidak akan dapat digantikan oleh apapun, semoga
Allah SWT selalu menjaga mereka.
9. Keluarga Komunitas Musik Mahasiswa Ruang Inspirasi Atas Kegelisahan
(KMM RIAK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terkhusus Progeni 13
yang selalu menjadi tempat berekspresi, memberikan banyak ilmu, dan
segala cerita indah kepada penulis. Semoga Allah selalu melindungi kalian
dan organisasi tercinta..
10. Teman-teman PAI Angkatan 2014, terimakasih atas segala motivasi,
bantuan, dan kebersamaan selama ini. Sehingga menjadi motivasi
tersendiri untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. semoga
Allah swt membalas kebaikan kalian dengan yang lebih baik.
ix
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna karena keterbatasannya ilmu penulis dalam membuat skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khusunya dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, 01 November 2019
Afwan Malik Almumtaz
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI .......................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH ...................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................ iv
ABSTRACT............................................................................................... v
KATA PENGANTAR .............................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 8
C. Pembatasan Masalah ...................................................................... 8
D. Rumusan Masalah .......................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Guru Pendidikan Agama Islam ...................................................... 10
1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam ................................ 10
2. Kedudukan Guru dalam Islam .................................................. 14
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam ............................................... 15
4. Tugas Guru Pendidikan Agama Islam ....................................... 17
5. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam .............................. 18
B. Self Control (Kontrol Diri) Siswa
1. Pengertian Self Control (Kontrol Diri) ....................................... 21
2. Aspek-Aspek Self Control (Kontrol Diri) .................................. 23
3. Perkembangan Self Control (Kontrol Diri) Siswa ...................... 25
4. Mengimplementasikan Self Control (Kontrol Diri)
pada Siswa Melalui Penanaman Nilai-Nilai Agama ................... 26
C. Penelitian yang Relevan ................................................................. 28
xi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 30
B. Metode Penelitian .......................................................................... 30
C. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 31
D. Teknik Analisis Data .................................................................... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Identitas Sekolah ........................................................................... 35
1. Sejarah Singkat Sekolah ............................................................ 35
2. Visi, Misi dan Tujuan ................................................................ 36
3. Guru dan Tenaga Kependidikan ................................................ 37
4. Fasilitas ..................................................................................... 38
5. Identitas Sekolah ....................................................................... 39
6. Lainnya yang Relevan ............................................................... 40
B. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Mengimplementasikan Self Control (Kontrol Diri) pada Siswa
Kelas XI di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan ................. 41
1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Mengimplementasikan Cognitive Control (Kontrol
Pengetahuan) pada Siswa ........................................................... 42
2. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Mengimplementasikan Behavior Control (Kontrol
Perilaku) pada Siswa .................................................................. 45
3. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam
Mengimplementasikan Decision Control (Kontrol
Diri) pada Siswa......................................................................... 51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 56
B. Saran .............................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peserta didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati
posisi sentral dalam proses belajar-mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin
meraih cita-cita sebagai tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara
optimal. Siswa adalah faktor penentu yang dapat mempengaruhi segala
sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Siswa juga akan
mengalami masa pubertas atau remaja pada dirinya yang mengakibatkan
banyak perubahan pada fisik, psikis dan pematangan hormon pada tubuhnya.
Istilah pubertas maupun adolescensia sering dimaknai dengan masa
remaja, yakni masa perkembangan dari sifat tergantung (dependence)
terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual,
perenungan diri, perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
Sedangkan menurut Harold Alberty remaja merupakan masa peralihan antara
masa anak-anak dan masa dewasa yakni berlangsung pada usia 11-13 tahun
sampai 18-20 tahun menurut umur kalender kelahiran seseorang.1
Salah satu tugas perkembangan yang harus dilakukan remaja adalah
mempelajari apa yang diharapkan oleh lingkungannya lalu menyesuaikan
tingkah lakunya pada lingkungan tanpa bimbingan, pengawasan, motivasi,
dan ancaman sebagaimana yang terjadi sewaktu masa kecil. Tugas
perkembangan itu merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu
dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil
dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan
tugas berikutnya. Sementara jika gagal maka akan menyebabkan
ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan sehingga bisa
1 Abin Syamsudin Makmun, Psikologi Kependidikan. (Bandung. Remaja rosdakarya.
2005), h. 94.
2
menimbulkan penolakan masyarakat dan mengalami kesulitan dalam
menuntaskan tugas yang selanjutnya karena dia bukan lagi tanggung jawab
orang tua atau guru.
Sejumlah prinsip diterimanya siswa dalam masyarakat melalui dua
tahap; Pertama, meyakini bahwa dalam keyakinan moral harus ada
fleksibilitas sehingga memungkinkan dilakukan perbaikan dan perubahan
standar moral bila menguntungkan semua anggota kelompok; Kedua,
menyesuaikan diri dengan standar sosial dan ideal untuk menjauhi hukuman
sosial terhadap dirinya sendiri, sehingga perkembangan moralnya tidak lagi
atas dasar keinginan pribadi, tetapi menghormati orang lain. Akan tetapi pada
kenyataannya banyak ditemukan siswa yang sudah remaja belum bisa
mencapai hal diharapkan
Fenomena tersebut banyak dijumpai pada siswa remaja seperti,
berperangai tidak terpuji, meremehkan peraturan dan disiplin sekolah,
mentaati peraturan sekolah karena takut pada hukuman bahkan tidak jarang
kita mendengar perkelahian terjadi antara remaja yang tidak jelas sebabnya,
pada akhirnya perkelahian tersebut menjadi permusuhan kelompok yang
akan menimbulkan korban pada kedua belah pihak. Bila ditanyakan kepada
mereka, apa yang menyebabkan mereka berbuat kekerasan sesama remaja
dan apa masalahnya sehingga peristiwa tersebut terjadi. Banyak yang
menjawab bahwa mereka tidak sadar mengapa secepat itu marah dan ikut
berkelahi.
Di Indonesia sendiri banyak terjadi fenomena remaja yang belum dapat
mengontrol dirinya, seperti kejadian tawuran sejumlah pelajar dari SMK Al-
Hidayah Lestari Lebak Bulus dan SMK 57 Pasar Minggu pada tanggal 19
Oktober 2018 di depan Lapangan Golf Jalan Punak Raya, Pangkalan Jati,
Cinere, Kota Depok yang mengakibatkan seorang pelajar tewas dan tiga
3
pelajar luka-luka.2 Fenomena tersebut menggambarkan kurangnya kesadaran
siswa dalam mengontrol segala perilaku yang terjadi pada dirinya. Setiap
siswa mempunyai tingkah laku dan pengendalian emosi yang berbeda dan
upaya tersebut merupakan upaya yang tidak mudah bagi mayoritas siswa
remaja yang sedang mengalami masa pubertas.
Contoh kasus lain adalah sebuah video yang viral di media sosial yang
terjadi di SMK NU 03 Kaliwungu Kendal, Jawa Tengah. Video tersebut
memperlihatkan seorang guru pria paruh baya menjadi sasaran bullying
murid-muridnya dengan mendorong sambil tertawa kearah guru tersebut, lalu
guru tersebut berusaha menghalau murid-muridnya dengan gerakan
tendangan dan mengibaskan buku yang dipegangnya sehingga mereka
tampak terlihat seolah saling tendang.3 Peristiwa tersebut mendapat perhatian
khusus dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang
menyayangkan aksi para siswa terhadap guru tersebut. Komisioner Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan, Retno Listyarti,
mengatakan dengan tujuan dan alasan apapun tindakan para siswa itu
sebagaimana terlihat dalam video merupakan tindakan tidak patut dan tidak
bisa dibenarkan.4 Fenomena tersebut juga menggambarkan tentang sikap
siswa atau remaja yang berperangai tidak terpuji terhadap guru.
Menurut Rice, masa remaja adalah masa peralihan ketika individu yang
memiliki kematangan pada fisik, psikis dan hormon. Pada masa tersebut ada
dua hal penting yang perlu remaja lakukan untuk mengendalikan dirinya
sendiri. Pertama, hal yang bersifat eksternal yaitu adanya perubahan
lingkungan. Pada saat ini masyarakat dunia sedang mengalami banyak
perubahan begitu cepat yang membawa berbagai dampak baik positif maupun
negatif bagi remaja. Kedua adalah hal yang bersifat internal, yaitu
2 https://megapolitan.kompas.com/read/2018/10/20/tawuran-pelajar-smk-di-depok-satu-
orang-tewas-dan-3-luka-luka. Diakses pada 6 januari 2019. 3 https://m.detik.com/news/berita-jawa-tengah/d-4297083/viral-video-guru-di-bully-
murid-muridnya-di-kendal. Diakses pada 9 Januari 2019 4 http://jabar.tribunnews.com/2018/11/12/soal-video-viral-aksi-siswa-terhadap-guru-di-
smk-di-kendal-kpai-kontak-disdik-jateng. Diakses pada 6 Januari 2019.
4
karakteristik di dalam diri remaja yang membuat relatif lebih bergejolak
dibandingkan dengan masa lainnya.
Agar siswa remaja yang sedang mengalami perubahan cepat dalam
tubuhnya itu mampu menyesuaikan diri dengan keadaan perubahan tersebut,
maka harus dilakukan berbagai usaha baik dari pihak orang tua, pendidik
maupun orang dewasa lainya. Salah satu peran pendidik adalah sebagai
pembimbing dalam tugasnya yaitu mendidik, yang artinya pendidik harus
membantu siswanya agar mencapai kedewasaan secara optimal. Artinya
kedewasaan yang sempurna (sesuai dengan kodrat yang dimiliki siswa).
Dalam peranan ini, pendidik harus memperhatikan beberapa hal. Yaitu
memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan
individual siswa lebih mengaktifkan siswa dan guru mendorong
berkembangnya kematangan, kebutuhan, kemampuan, kecakapan dan
sebagainya. Agar siswa dapat mencapai tingkat perkembangan dan
kedewasaan yang optimal.5
Pendidik merupakan salah satu faktor penentu dalam pendidikan karena
pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membentuk watak,
perangai, tingkah laku dan kepribadian peserta didik. Sedangkan menurut
istilah yang lazim dipergunakan bagi pendidik adalah guru. Guru sering
diidentifikasikan kepada pengertian pendidik. Hal ini sesuai dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Sardiman A.M. bahwa guru memang pendidik, sebab
dalam pekerjaannya ia tidak hanya mengajar seseorang agar tahu beberapa
hal, tetapi guru juga melatih beberapa keterampilan dan terutama sikap
mental peserta didik.6
Guru sangat identik dengan peran membimbing, membina, mengasuh,
ataupun mengajar. Ibaratnya seperti suatu contoh lukisan yang akan dipelajari
oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung dari contoh
5 Muhammad Anwar, Menjadi Guru Profesional. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018),
h. 3. 6 Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo,
1990), h. 135.
5
yang diberikan sang guru, sebagai sosok yang digugu dan ditiru. Melihat
peran tersebut, sudah menjadi kemutlakan bahwa guru harus memiliki
integritas dan kepribadian yang baik dan benar. Hal ini sangat mendasar
karena tugas guru bukan hanya mengajar tetapi juga menanamkan nilai-nilai
dasar pengembangan karakter peserta didik.7 Peranan yang sangat penting
dibutuhkan oleh siswa untuk mengendalikan dirinya yaitu siswa
membutuhkan orang tua dan guru. Disamping orang tua yang berperan
penting terhadap tingkah laku anaknya di lingkungan rumah dan sekitarnya.
Guru juga mempunyai peranan yang penting dalam membantu siswanya di
lingkungan sekolah untuk membentuk tingkah laku dan karakter menjadi
lebih baik. Guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar
mengajar memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan siswanya
karena fungsi guru adalah merancang, mengelola, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran. Disamping itu, kedudukan guru dalam kegiatan
belajar mengajar juga sangat strategis karena akan menentukan kedalaman
dan keluasan materi pelajaran yang akan memilah dan memilih materi
pelajaran yang akan disajikan kepada para siswa.
Tugas dan tanggung jawab utama yang harus dilaksanankan oleh guru,
terutama guru pendidikan agama islam adalah membimbing dan mengajarkan
seluruh perkembangan dan kepribadian anak didik pada ajaran Islam.
Menurut Al-Ghazali, guru harus memiliki akhlak yang baik, karena anak-
anak didiknya selalu melihat pendidiknya sebagai contoh yang harus diikuti.8
Usaha terpenting guru dalam membantu kesulitan remaja adalah menjadikan
siswa sadar akan sikap dan tingkah lakunya yang kurang baik dengan
memberikan peranan pada akal dalam memahami dan menerima kebenaran
agama termasuk mencoba memahami hikmah dan fungsi ajaran agama.9 Guru
agama yang bijaksana dan mengerti perkembangan perasaan remaja yang
tidak menentu, dapat menggugahnya kepada petunjuk agama tentang
7 Muhammad Anwar, Op.Cit., h. 5
8 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 170. 9 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rinneka
Cipta, 1996), h. 76-77.
6
pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang sedang memasuki masa
baligh (pubertas).
Guru agama dapat memberikan sebuah pelajaran kepada siswanya,
misalnya dengan memberikan pengertian tentang berbagai ibadah yang dulu
telah dilakukan, seperti shalat, puasa dan sebagainya, sekarang diberikan
hikmah dan makna psikologis bagi ibadahya tersebut, misalnya makna shalat
bagi kesehatan mentalnya. Para siswa diharapkan dapat mengungkapkan
perasaan yang galau kepada Allah dan ia dapat berdo’a memohon ampun atas
kekeliruannya, siswa pun boleh minta dan mengajukan berbagai harapan dan
keinginan kepada Allah yang Maha Mengerti dan Maha Penyayang kepada
hambanNya. Dengan pemahaman baru tentang makna dan hikmah ajaran
agama bagi kesehatan mental dan kepentingan hidup pada umumnya, siswa
akan mampu mengatasi kesulitannya, dan mampu mengendalikan dirinya.10
Dengan kemampuan pengendalian diri (self control) yang baik, remaja
diharapkan mampu mengendalikan dan menahan tingkah laku yang bersifat
menyakiti dan merugikan orang lain atau mampu mengendalikan serta
menahan tingkah laku yang bertentangan dengan norma-norma sosial yang
berlaku sesuai dengan nilai-nilai agama yang diajarkan oleh guru. Remaja
juga diharapkan dapat mengantisipasi akibat-akibat negatif yang ditimbulkan
pada masa storm and stress period. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al
Kahfi ayat 10 - 13:
øŒ Î) “uρr& èπ u‹÷F Ï�ø9 $# ’n< Î) É#ôγ s3ø9$# (#θä9$ s) sù !$ uΖ−/ u‘ $uΖ Ï?# u ÏΒ y7Ρ à$ ©! Zπ tΗôqy‘ ø⋅Äh÷yδ uρ $oΨ s9 ôÏΒ
$ tΡÌ�øΒ r& #Y‰ x©u‘ ∩⊇⊃∪ $ oΨö/ u�|Ø sù #’n? tã öΝÎγÏΡ#sŒ#u ’Îû É# ôγs3ø9 $# šÏΖÅ™ #YŠ y‰ tã ∩⊇⊇∪ ¢ΟèO
10
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 103.
7
öΝßγ≈uΖ ÷Vyè t/ zΟn=÷è uΖÏ9 ‘“r& È÷t/ ÷“ Ïtø: $# 4|Âômr& $yϑÏ9 (#þθ èWÎ6s9 #Y‰tΒ r& ∩⊇⊄∪ ßøt ªΥ �Èà) tΡ y7ø‹n=tã
Νèδ r' t7tΡ Èd,ysø9 $$ Î/ 4 öΝåκ ¨ΞÎ) îπu‹÷FÏù (#θ ãΖtΒ#u óΟÎγ În/t�Î/ óΟßγ≈ tΡ÷Š Η uρ “W‰ èδ ∩⊇⊂∪
Artinya: 10) (ingatlah) tatkala Para pemuda itu mencari tempat
berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan Kami,
berikanlah rahmat kepada Kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi
Kami petunjuk yang Lurus dalam urusan Kami (ini). 11) Maka Kami tutup
telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu. 12) kemudian Kami
bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua
golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal
(dalam gua itu). 13) Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini
dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman
kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.11
Dengan adanya pengendalian diri dan selalu bertaqwa kepada Allah
SWT maka pemuda-pemuda yang berlindung didalam gua diberikan
keselamatan serta rahmat dari Allah SWT dan terlindung dari marabahaya
yang sedang mengejarnya dengan kejaiban dari Allah SWT menutup telinga
pemuda-pemuda tersebut selama bertahun-tahun. Maka dari itu siswa yang
mempunyai pengendalian diri, kesabaran dan ketaqwaan yang baik dapat
menyebabkan terhindarnya dari marabahaya dan senantiasa mendapatkan
rahmat dari Allah SWT.
Dari latar belakang yang penulis uraikan diatas dan dari fenomena yang
ada pada saat ini maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
ditulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Upaya Guru Pendidikan Agama
Islam dalam Self Control (kontrol diri) siswa kelas XI di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan”.
11
Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Q.S. Al-Kahfi: 11-13).
8
B. Identifikasi Masalah
1. Maraknya kasus di sekolah yang menggambarkan siswa mempunyai
perangai tidak terpuji, tidak disiplin dan meremehkan peraturan sekolah.
2. Siswa mentaati peraturan sekolah karena takut pada hukuman.
3. Guru tidak dihormati dan dijadikan bahan candaan para siswanya.
4. Siswa tidak dapat mengontrol dirinya sehingga mengakibatkan terjadinya
emosi yang berlebihan sehingga menjadikan siswa berprilaku tidak
terpuji.
5. Peranan guru pendidikan agama islam dalam mengimplementasikan
pengendalian diri siswa dalam bertingkah laku.
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam
mengembangkan self control (kontrol diri) siswa dan hasil yang dicapai guru
Pendidikan Agama Islam dalam perkembangan self control (kontrol diri) siswa.
Sampel yang digunakan pada peneletian ini adalah siswa kelas XI di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka masalah
utama yang menjadi kajian dalam penelitian ini dapat dirumuskan yaitu:
“Bagaimana upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam
mengimplementasikan self control (kontrol diri) siswa kelas XI di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan?”
9
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan focus penelitian, maka tujuan
penelitian yang ingin di capai adalah:
“Untuk mendiskripsikan upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam
mengimplementasikan self control (kontrol diri) siswa kelas XI di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan.”
F. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini menjadi salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam rangka penyelesaian studi di jenjang
Strata Satu (S1).
2. Menambah wawasan mengenai upaya guru Pendidikan Agama Islam
dalam mengimplementasikan self control (kontrol diri) pada siswa.
3. Menambah kesadaran dan pengetahuan kepada peneliti dan pembaca
bahwa pentingnya guru Pendidikan Agama Islam dalam upaya
mengimplementasikan self control (kontrol diri) melalui kegiatan-
kegiatan yang dilakukan disekolah.
4. Dapat menjadi referensi dalam penelitian-penelitian dikemudian hari
yang relevan agar senantiasa mendapatkan hasil penelitian yang lebih
baik.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Guru Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, guru didefinisikan sebagai orang yang
pekerjaannya (mata pencahariannya atau profesinya) mengajar.1 Dalam
bahasa arab kata guru biasa dijumpai dengan kata ustadz, mudarris, mu’alum
dan mu’addib yang artinya guru, professor, pelatih, penulis, dosen, pemandu
dan seseorang yang belajar dalam jenjang dibidang intelektual.2
Berdasarkan Undang-undang R.I. No. 14/2005 pasal 1 (1) “Guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah”.3
Dalam bahasa Inggris ditemukan beberapa kata untuk sebutan guru,
yaitu “teacher”,”tutor”,”educator” dan “instructor”. Semua kata ini
berdekatan dengan sebutan guru. Dalam kamus Webster’s, teacher diartikan
sebagai seseorang yang mengajar, tutor diartikan seseorang guru yang
memberikan pengajaran terhadap siswa, instructor, diartikan seseorang yang
mengajar dan educator, diartikan dengan seseorang yang mempunyai
tanggung jawab pekerjaan mendidik yang lain.4
Menurut Mecloed sebagaimana dikutip Muhibbin Syah mengartikan
guru sebagai A person whose accupation is theaching other, yakni seseorang
1 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Balai
Pustaka, Jakarta, 2005), h. 77. 2 Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan. (Kalam Mulia: Jakarta, 2013), h. 1. 3 Undang-undang R.I. Nomor 14 Tahun 2005, Guru dan Dosen, Pasal 1, Ayat (1).
4 Ramayulis, Op.Cit., h. 1
11
yang pekerjaannya mengajar orang lain.5 Hadari Nawawi juga mengatakan,
secara etimologis atau dalam arti sempit guru adalah orang yang kerjanya
mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah/kelas. Secara lebih luas guru
berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut
bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan
masing-masing.6
Ramayulis berpendapat bahwa guru (pendidik) adalah orang yang
memikul tanggung jawab untuk membimbing peserta didik menjadi manusia
yang manusiawi. Seorang guru mempunyai beberapa tanggung jawab berupa
tanggung jawab pribadi yang memahami dirinya, tanggung jawab sosial yang
memiliki kemampuan interaksi yang efektif, tanggung jawab intelektual
diwujudkan melalui pengetahuan dan keterampilan seorang guru dan
tanggung jawab moral, mental dan spiritual diwujudkan melalui penampilan
guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak
menyimpang dari norma-norma agama dan moral.7
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat penulis simpulkan
bahwa yang dimaksud dengan guru atau pendidik adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya
mengembangkan seluruh potensisnya baik potensi kognitif (ilmu
pengetahuan), afektif (sifat), psikomotorik (keterampilan). Beliau adalah
tenaga profesional yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk
menumbuhkan, membina, mengembangkan bakat, minat, kecerdasan, akhlak,
moral, pengalaman, wawasan dan keterampilan peserta didik. Seorang
pendidik adalah orang yang berilmu pengetahuan dan berwawasan luas,
memiliki keterampilan dan pengalaman, berkepribadian yang mulia,
memahami yang tersurat dan tersirat, menjadi model dan contoh bagi
5 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan. (PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000), h.
223. 6 Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas sebagai Lembaga
Pendidikan. (Jakarta: Haji Masagung, 1989), h. 123. 7 Ramayulis, Op.Cit., h. 3-5
12
muridnya, memiliki keahlian yang dapat diandalkan dan juga menjadi
penasihat.
Sedangkan pengertian Pendidikan Agama Islam adalah dibakukan
sebagai nama kegiatan mendidik agama Islam. Pendidikan Agama Islam
sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan “Agama Islam”, karena yang
diajarkan adalah agama Islam bukan pendidikan agama Islam. Nama
kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikkan agama Islam disebut
sebagai pendidikan agama Islam. Kata “pendidikan” ini ada pada dan
mengikuti setiap mata pelajaran. Pendidikan agama Islam merupakan salah
satu bagian dari pendidikan Islam.8
Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa
dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dengan
memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan
kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional.9 Pendapat lain mengatakan, bahwa Pendidikan Agama
Islam dapat diartikan sebagai program yang terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani
ajaran agama Islam serta diikuti tuntunan untuk menghormati penganut
agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama
hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.10
Hal ini sesuai dengan UU R.I. No.20/2003 pasal 37 (1): Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. Pendidikan agama;
b. Pendidikan kewarganegaraan;
8 Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam. (Jakarta:
Rajawali Press, 2012), h. 163. 9 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 75-56. 10
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 6.
13
c. Bahasa;
d. Ilmu Pengetahuan Alam;
e. Ilmu pengetahuan sosial;
f. Seni dan budaya;
g. Pendidikan jasmani dan olahraga;
h. Keterampilan/kejuruan; dan
i. Muatan lokal.11
Di dalam Peraturan Pemerintah R.I. No.19/2005 pasal 6 (1) juga
memberikan penjelasan tentang isi kurikulum pendidikan dasar dan
menengah. Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. kelompok mata pelajaran estetika;
e. kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.12
Berdasarkan UU R.I. No.20/ 2003 dan Peraturan Pemerintah R.I.
No.19/2005 pasal 6 (1) pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Pendidikan agama (Islam) sebagai
suatu tugas dan kewajiban pemerintah dalam mengemban aspirasi rakyat,
harus mencerminkan dan menuju ke arah tercapainya masyarakat pancasila
dengan warna agama. Agama dan pancasila harus saling isi mengisi dan
saling menunjang.
Jadi, menurut hemat penulis pengertian guru pendidikan agama Islam
adalah guru, pendidik atau tenaga profesional yang diserahi tugas dan
11
Undang-undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 37,
Ayat (1). 12
Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 19 Tahun 2005, Standar Nasional Pendidikan, Pasal
6, Ayat (1).
14
tanggung jawab untuk menumbuhkan, membina, mengembangkan bakat,
minat, kecerdasan, akhlak, moral, pengalaman, wawasan dan keterampilan
peserta didik khususnya melalui pengetahuan atau materi agam Islam dengan
tujuan menanamkan nilai-nilai agama Islam kepada peserta didik.
2. Kedudukan Guru dalam Islam
Penghargaan Islam terhadap seorang guru sangatlah tinggi, begitu
tingginya hingga menempatkan posisi guru kedudukannya setingkat dibawah
nabi dan rasul. Di dalam al-Qur’an maupun hadits kita banyak menemukan
ajaran yang berisi tentang penghargaan terhadap ilmu pengetahuan (termasuk
di dalamnya orang yang berilmu pengetahuan). Sebagaimana yang terdapat
dalam al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11:
$pκ š‰r'̄≈ tƒ tÏ% ©!$# (#þθãΖ tΒ#u #sŒ Î) Ÿ≅Š Ï% öΝ ä3s9 (#θ ßs¡¡x� s? † Îû ħÎ=≈yf yϑø9$# (#θ ßs|¡øù $$sù
Ëx|¡ø� tƒ ª! $# öΝä3s9 ( # sŒÎ)uρ Ÿ≅Š Ï% (#ρâ“ à±Σ$# (#ρâ“ à±Σ$$ sù Æì sù ö�tƒ ª!$# t Ï% ©!$# (#θ ãΖ tΒ#u öΝä3Ζ ÏΒ
tÏ% ©!$#uρ (#θ è?ρé& zΟù= Ïèø9 $# ;M≈y_ u‘yŠ 4 ª!$# uρ $ yϑÎ/ tβθ è= yϑ÷è s? ×��Î7 yz ∩⊇⊇∪
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Q.S. Al-Mujadalah: 11)13
Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi
ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan, pengetahuan itu di
13
Al- Qur’an dan Terjemahannya. (Q.S. Al-Mujadalah: 11).
15
dapat dari belajar dan mengajar, yang belajar adalah calon guru dan yang
mengajar adalah guru.
Kedudukan orang yang berilmu dalam Islam sangat dimuliakan ketika
ia seseorang tersebut mau mengamalkan ilmunya sehingga ia mendatangkan
manfaat bagi orang sekelilingnya. Karena perumpamaan seorang yang
berilmu, akan tetapi ia enggan mengamalkan ilmunya ia bagaikan “pohon
yang tak berbuah”, maka hal tersebut sangatlah disayangkan. Dalam Islam
kedudukan pendidik sangatlah mulia derajatnya, yang hampir disamakan
dengan derajat rasul. Islam begitu memuliakan pendidik sebagaimana Islam
juga memuliakan ilmu pengetahuan.
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam dilakukan untuk mempersiapkan peserta didik
meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Pendidikan tersebut
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau pelatihan yang telah ditentukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”14
Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu bidang studi yang harus
dipelajari oleh peserta didik di madrasah adalah pendidikan agama Islam,
karena pendidikan agama mempunyai misi utama dalam menanamkan nilai
dasar keimanan, ibadah dan akhlak. Menurut Muhammad Alim, tujuan
14
Undang-undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3.
16
pendidikan agama Islam adalah membantu terbinanya siswa yang beriman,
berilmu dan beramal sesuai dengan ajaran Islam.15
Secara umum, pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan
keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang
agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa
kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai tujuan pendidikan
agama Islam terdapat ruang lingkup materi yaitu, Al-Quran, Hadits,
keimanan, akhlak, fiqh, tarikh (sejarah Islam), ibadah, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan.16
Dasar dari pendidikan agama Islam yaitu firman Allah SWT dan sunnah
Rasululah SAW. Jika pendidikan diibaratkan bangunan, maka isi Al-Quran
dan Hadits yang menjadi pondasinya. Al-Qur’an adalah sumber kebenaran
yang tidak dapat diragukan lagi, sedangkan sunnah Rasulullah SAW yang
berupa perkataan, perbuatan dan pengakuan Rasulullah SAW yang dijadikan
sebagai landasan pendidikan dalam bentuk isyarat. Dan Allah SWT berfirman
dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 71:
ôxÎ=óÁムöΝ ä3s9 ö/ä3n=≈yϑôã r& ö�Ï�øó tƒ uρ öΝä3s9 öΝä3t/θ çΡèŒ 3 tΒ uρ Æì ÏÜム©!$# …ã& s!θ ß™u‘uρ ô‰s) sù y—$sù
# ·— öθsù $̧ϑŠ Ïàtã ∩∠⊇∪
Artinya: Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan
Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang
besar.17
15 Muhammad Alim, Op.Cit., h. 7. 16
Muhaimin, Paradigma Pendidikan…., Op. Cit., h. 78-79 17
Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Q.S. Al-Ahzab: 71).
17
Dalam ayat tersebut tegas sekali mengatakan, bahwa apabila
manusia telah mengatur aspek kehidupannya dengan kitab Allah SWT dan
Rasul-Nya, maka bahagia hidupnya, baik didunia maupun di akhirat nanti.
Dengan demikian jelaslah bahwa dasar pendidikan agama Islam sekaligus
sumbernya adalah Al-Qur’an dan Hadits.
4. Tugas Guru Pendidikan Agama Islam
Pada dasarnya peranan guru agama Islam dan guru umum itu sama,
yaitu sama-sama berusaha untuk memindahkan ilmu pengetahuan yang ia
miliki kepada anak didiknya, agar mereka lebih banyak memahami dan
mengetahui ilmu pengetahuan yang lebih luas lagi. Guru merupakan figur
sentral dalam mengantarkan manusia kepada tujuan yang mulia.
Khoe Yao Tung menyebutkan guru merupakan ujung tombak sekaligus
faktor kunci dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan
sumber daya manusia.18
Pendidikan pada dasarnya adalah interaksi antara
guru dengan murid, ternyata eksistensi guru dalam pendidikan menempati
posisi kunci dalam mencapai tujuan dalam mencapai tujuan pendidikan.
Dalam masyarakat Indonesia, guru memegang peranan yang sangat
strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui
pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang di inginkan. Faktor terpenting
bagi seorang guru adalah kepribadiannya. Kepribadian itulah yang akan
menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak
didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur hari kedepan bagi
anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil dan mereka yang
sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).19
Fungsi guru tidak
akan bisa seluruhnya dihilangkan sebagai pendidik dan pengajar bagi peserta
didiknya.
18
Ramayulis, Op.Cit., h. 10 19
Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru. (PT. Bulan Bintang: Jakarta, 2005), h. 9.
18
Sehubungan dengan hal itu, tenaga pendidik (guru) haruslah disiapkan
untuk memenuhi layanan interaksi dengan siswa yang bertanggung jawab
memberikan pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, serta mampu berdiri sendiri
dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba allah. Disamping itu, ia mampu
sebagai makhluk sosial dan makhluk individu yang mandiri.
Secara umum guru bertugas mendidik anak baik agar tercipta
perkembangan dalam diri anak didiknya secara maksimal sesuai dengan nilai-
nilai Islam. Karena pada dasarnya guru yakni orang yang harus mengarahkan
kegiatan belajar siswa sehingga rencana pembelajarn bisa tercapai secara
baik.
5. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam
Pada zaman sekarang ini semua pihak dituntut untuk senantiasa
meningkatkan kompetensinya dalam berbagai bidang dan sektor. Untuk itu,
guru sebagai ujung tombak pendidikan harus ditingkatkan kompetensinya
sesuai dengan pekerjaan yang diembannya dan pemerintah perlu
mengembangakan standar kompetensi guru tersebut.
Pada hakikatnya, standar kompetensi guru pendidikan agama Islam
adalah untuk mendapatkan guru pendidikan agama Islam yang baik dan
profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan tujuan
dari sekolah dan pendidikan nasional sesuai kebutuhan masyarakat dan
tuntutan zaman. Dalam hal ini, guru sebagai pendidik bertanggung jawab
untuk mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi berikutnya
sehingga terjadi proses konservasi nilai, karena melalui proses pendidikan
diusahakan terciptanya nilai-nilai baru.20
Kompetensi dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa
Inggris, competence yang berarti kecakapan dan kemampuan. Menurut istilah
20
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja
Rosakarya, 2009), h. 17-18.
19
kompetensi adalah kumpulan pengetahuan, perilaku dan keterampilan yang
harus dimiliki guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan belajar mandiri
dengan memanfaatkan suber belajar.21
Pendapat lain mengatakan bahwa
kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab
yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu22
Dalam perspektif kebijakan nasional, pemerintah telah merumuskan
empat jenis kompetensi guru, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, yaitu: kompetensi pendagogis, kepribadian, sosial dan
profesional. Berikut ini penjelasan dari keempat kompetensi guru tersebut.23
a. Kompetensi Pendagogis
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir
a dikemukakan bahwa kompetensi pendagogik adalah kemampuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimilikinya.24
Untuk
mencapai kompetensi pendagogis ini, guru harus memahami bahwa
semua siswa dalam seluruh konteks pendidikan itu unik, guru harus
mampu mengarahkan siswa untuk fokus pada kemampuannya dalam
bidang tertentu dan menunjukan cara yang tepat untuk meraihnya.25
21 Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar
Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 29 22
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 5 23 Jejen Musfah, Op.Cit., h. 30 24
Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat (3) butir a, tentang Kompetensi Guru. 25
Jejen Musfah, Op.Cit., h. 33.
20
b. Kompetensi Kepribadian
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir
b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian
adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.26
Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan pribadi peserta didik. Kompetensi
kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam
membentuk kepribadian anak guna menyiapkan dan mengembangkan
sumber daya manusia, serta mensejahterahkan masyarakat, kemajuan
Negara dan bangsa pada umumnya.27
c. Kompetensi Profesional
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir
c dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi professional
adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional
Pendidikan.28
Faktor yang paling esensial dalam proses pendidikan
adalah manusia yang ditugasi dengan pekerjaan untuk menghasilkan
perubahan yang telah direncanakan pada anak didik. Oleh karena itu,
guru harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya,
karena ilmu pengetahuan dan keterampilan itu berkembang seiring
perjalanan waktu.29
d. Kompetensi Sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir
d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah
26
Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat (3) butir b, tentang Kompetensi Guru. 27 E. Mulyasa, Op.Cit., h. 117. 28
Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat (3) butir c, tentang Kompetensi Guru. 29
Jejen Musfah, Op.Cit., h. 54-55
21
kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat
sekitar.30
Dalam hal kompetensi sosial, guru adalah makhluk sosial,
yang dalam kehidupannya tidak dapat terlepas dari kehidupan sosial
masyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru dituntut untuk
memiliki kompetensi sosial yang memadai terutama dalam kaitannya
dengan pendidikan yang tidak terbatas pada pembelajaran disekolah
tetapi juga pada pendidikan yang terjadi dan berlangsung di masyarakat
sekitar.31
Jadi, kompetensi guru dapat dipahami sebagai suatu kemampuan dan
kewenangan guru di dalam menjalankan profesi keguruannya, artinya guru
yang kreatif dan piawai dalam melaksanakan profesinya dapat dikatakan guru
yang kompeten dan professional. Dalam kompetensi guru terdapat empat
butir kompetensi yang wajib dimiliki oleh setiap guru, yaitu kompetensi
pendagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi
sosial. Dengan adanya kompetensi guru, guru diharapkan dapat menjalankan
tugasnya secara profesional dengan memiliki dan menguasai keempat
kompetensi tersebut.
B. Self control (Kontrol Diri) Siswa
1. Pengertian Self control (Kontrol Diri)
Self control terdiri dari dua kata yaitu self dan control, Sartain sendiri
berpendapat bahwa the self is the individual as known to and felt about by the
individu (the self adalah individu sebagaimana dipandang/diketahui dan
dirasakan adalah individu itu sendiri. Menurut Sartain the self berarti meliputi
semua penghayatan anggapan, sikap dan perasaan-perasaan baik yang
disadari maupun tidak disadari yang ada pada seseorang tentang dirinya
30
Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat (3) butir d, tentang Kompetensi Guru. 31
E. Mulyasa, Op.Cit., h. 173.
22
sendiri.32
Bandura mengatakan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk
melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan
kejadian-kejadian lingkungannya.33
Dalam istilah islam self control (kontrol diri) disebut dengan
mujahadah an-Nafs. mujahadah an-Nafs secara bahasa berarti usaha dengan
sungguh-sungguh. Jadi, mujahadah an-Nafs adalah mencurahkan segala
kemampuan jiwa dengan sungguh-sungguh agar mencapai kebahagiaan di
dunia. Manusia harus bersungguh-sungguh dalam bekerja dan beribadah.
Macam-macam mujahadah an-Nafs antara lain: mujahadah untuk memerangi
orang kafir dan munafik, mujahadah untuk menjalani perintah Allah SWT
dan mujahadah melawan hawa nafsu.34
Dalam kamus lengkap Psikologi, disebutkan bahwa: self control
(control diri) adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri;
kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku
impulsive.35
Kontrol diri (self control) juga merupakan aktivitas mental untuk
menguasai apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, apa yang kita yakini
dan apa yang kita lakukan.36
Pakar psikologi self control (kontrol diri),
Lazarus menjelaskan bahwa kontrol diri menggambarkan keputusan individu
melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun
guna meningkatkan hasil dan tujuan tertentu sebagaimana yang diinginkan.37
Menurut M. Nur Ghufron dan Rini Rinaswati, self control (kontrol diri)
berarti kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan
mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi
32 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (PT. Remaja Rosdakarya: Bandung,
2007), h. 122 33
Bandura, A. Theories Of Personality, sixt edition. Social Cognitive Theoryi. (The Mc
Graw-Hill Companies, 2005), h. 470 34 Handono, dkk, Meneladani Akhlak, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2014), h.
116-117 35
James P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta), h.
450. 36 N. Ubaedy, 5 Jurus Menggapai Hidayah, (Jakarta : Pustaka Qalami, 2005) Hal. 169. 37
Syamsul Bachri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif,
(Kencana: Jakarta, 2010), h. 107
23
positif. Self control (kontrol diri) merupakan salah satu potensi yang dapat
dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam
kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang ada di lingkungan
sekitarnya.38
Self control (kontrol diri) merupakan satu potensi yang dapat
dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam
kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terdapat di lingkungan
sekitarnya. Para ahli berpendapat bahwa self control (kontrol diri) dapat
digunakan sebagai suatu intervensi yang bersifat preventif selain dapat
mereduksi efek-efek psikologis yang negative dari lingkungan.39
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat penulis simpulkan
bahwa self control (kontrol diri) adalah suatu aktivitas pengendalian tingkah
laku dalam melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum
memutuskan sesuatu sebelum bertindak. Semakin tinggi self control (kontrol
diri) semakin intens pengendalian terhadap tingkah laku.
2. Aspek-Aspek Self control (Kontrol Diri)
Self control (kontrol diri) berkaitan erat dengan keterampilan
emosional. Keterampilan emosional mencakup kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri, mengatur suasana hati, untuk memelihara hubungan
dengan sebaik-baiknya, untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin
diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Adapun aspek-aspek self control
(kontrol diri) dibedakan atas tiga aspek, yaitu:
a. Mengontrol perilaku (behavior control)
Mengontrol perilaku merupakan kemampuan untuk memodifikasi
suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol
perilaku dibedakan atas dua komponen, yaitu kemampuan mengatur
38
M. Nur Ghufron & Rini Risnawita S, Teori-teori Psikologi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2010), h. 21 39 Tika Pradina, “Hubungan Antara Pengendalian Diri (Self control) dengan Kematangan
Emosi Siswa Kelas XI di SMK Pelayaran Hang Tuah Kediri Tahun Ajaran 2016/2017”, Artikel
Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri, h. 3.
24
pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan mengatur
stimulus (stimulus modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan
(regulated administration) yaitu menentukan siapa yang mengendalikan
situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau orang lain atau sesuatu diluar
dirinya. Individu dengan self control (kontol diri yang baik akan mampu
mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya sendiri.
Sedangkan kemampuan mengatur stimulus (stimulus modifiability)
merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu
stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi.
b. Mengontrol kognitif (cognitive control)
Mengontrol kognitif merupakan cara seseorang dalam menafsirkan,
menilai atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka
kognitif. Mengontrol kognitif merupakan kemampuan dalam mengolah
informasi yang tidak diinginkan untuk mengurangi tekanan. Mengontrol
kognitif dibedakan atas dua komponen, yaitu kemampuan untuk
memperoleh informasi (information again) yang berarti informasi yang
dimiliki individu mengenai suatu keadaan akan membuat individu mampu
mengantisipasi keadaan melalui berbagai pertimbangan objektif dan
kemampuan melakukan penilaian (appraisal) yang berarti penilaian yang
dilakukan individu merupakan usaha untuk menilai dan menafsirkan suatu
keadaan dengan memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.
c. Mengontrol keputusan (decision control)
Mengontrol keputusan merupakan kemampuan individu untuk
memilih dan menentukan tujuan yang diinginkan. Kemampuan
mengontrol keputusan akan berfungsi baik bilamana individu memiliki
kesempatan, kebebasan dan berbagai alternatif dalam melakukan suatu
tindakan40
40
Syamsul Bachri Thalib, Op.Cit., h. 110-111
25
Dalam aspek-aspek self control (kontrol diri) memungkinkan individu
untuk dapat merasakan dan memahami dengan benar, selanjutnya mampu
menggunakan daya dan kepekaan terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.
Dalam hal ini, individu menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai
perasaan diri sendiri dan orang laindan untuk menanggapinya dengan tepat
dan menerapkan secara efektif dalam kehidupan sehari-hari
3. Perkembangan Self control (Kontrol Diri) Siswa
Para peneliti menemukan control diri berkembang secara perlahan pada
diri anak pada tahap-tahap yang dapat diprediksi. Namun, para peneliti ini
memperingatkan bahwa kita tidak akan pernah dapat memastikan tahapan
anak berdasarkan usianya. Anak-anak dapat berubah-ubah secara cepat
berdasarkan kemampuan dan pengalaman mereka. Semakin kita memahami
tingkat control diri anak saat ini, semakin baik kita membantunya melangkah
ketahap berikutnya .Tahap-tahap ini diadaptasi dari karya Michael
Bloomquist psikologi anak dan penulis Skill Trainning for Children with
Behavior Disorders.
Tahap 1. Membentuk rasa aman . Masa awal pertumbuhan (0 hingga 1
tahun) . Bayi masih sangat berpusat pada dirinya dan menjajaki
lingkunganya dengan bantuan orang tuanya sebagai pendukung rasa aman.
Karena bayi secara instingtif mengasosiakan orang tuanya sebagai stimulus
yang menyenangkan seperti makanan, kehangatan dan pengasuhan.
Tahap 2. Berorintasi pada control eksternal Masa belajar berjalan (1
hingga 3 tahun) Anak-anan merespon control eksternal dar iorang-orang
dewasa dan menuruti permintaan mereka.
Tahap 3. Mengikuti aturan yang ketat Pra sekolah (3 hingga 6 tahun)
Anak akan mengikuti aturan-aturan orang-orang dewasa dalam bentuk
perintah yang sering mereka ucapkan secara keras untuk mengontrol
perilakunya.
26
Tahap 4. Menyadari dorongan dari dalam Sekolah dasar (6 hingga 12
tahun) Anak menggunakan kesadarannya untuk mengarahkan perilakunya
danmengatur dorongan dari dalam dirinya. Ia mulai belajar mengatasi
persoalan dan mengembangkan kesadaran yang kuat terhadap perilakunya.
Tahap 5. Berorintasi pada control internal Masa remaja (12 hingga 20
tahun) Anak memperoleh banyak kemajuan dalam mengatasi persoalan dan
lebih banyak menyadari keinginan dan tindakanya. Dia mampu
mempertimbangkan segala kemungkinan untuk mengatasi suatu masalah dari
beberapa sudut pandang dan berani mempertanggungjawabkannya.41
Piaget
menyebutkan bahwa masa remaja sudah mencapai tahap pelaksanan formal
dalam kemampuan kognitif.
Dalam perkembangan self control (control diri) bahwa cara yang efektif
untuk mengawasi perilaku remaja adalah melalui pengembangan kata hati,
yaitu kekuatan internal yang tidak membutuhkan pengendalian lahir. Remaja
harus memiliki motivasi sendiri untuk bertingkah laku sesuai dengan standar
kelompoknya jika ingin mengasosiakan emosi yang menggembirakan dengan
perilaku yang didukung kelompok, dan emosi yang tidak menggembirakan
dengan perilaku yang tidak didukung kelompok.
4. Mengimplementasikan Self control (Kontrol Diri) pada Siswa Melalui
Penanaman Nilai-Nilai Agama
Antara pengetahuan dan tindakan ternyata tidak selalu terjadi korelasi
positif yang tinggi. Proses pertumbuhan dan kelanjutan pengetahuan menuju
bentuk sikap dan tingkah laku adalah proses kejiwaan yang musykil (susah
dimengerti). Seorang individu yang pada waktu tertentu melakukan perbuatan
41
Michele Borba. Membangun Kecerdasan Moral; Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak
Bermoral Tinggi. (Jakarta: GramediaPustakaUtama, 2008), h. 130.
27
tercela ternyata melakukannya tidak selalu karena ia tidak mengetahui bahwa
perbuatan itu tercela atau tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat42
Wandersman berpendapat bahwa secara umum, strategi untuk
mengimplementasikan self control (kontrol diri) dapat digolongkan dalam
tiga kategori, yaitu:
a. Membuat atau memodifikasi lingkungan menjadi responsif atau
menunjang tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh individu. Pada
prinsipnya, arah ini menempatkan objek (lingkungan) sebagai sentral
atau pusat pengembangan.
b. Memperbanyak informasi dan kemampuan untuk menghadapi atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Subjek atau individu menjadi
fokus atau sentral pengembangan.
c. Menggunakan secara lebih efektif kebebasan memilih dalam
pengaturan lingkungan. Menggunakan waktu dan posisi individu
dalam situasi tertentu atau keluar dari suatu keadaan pada saat-saat
tertentu juga dapat digunakan sebagai alternatif bilamana hal tersebut
dipandang lebih baik.43
Pendidikan agama hendaknya dapat mewarnai kepribadian anak,
sehingga agama itu, benar-benar menjadi bagian dari pribadinya yang akan
menjadi pengendali tingkah laku, sikap dan gerak-geiknya dalam hidupnya
dikemudian hari. Memang, kadangkadang kita melihat keyakinan remaja
terombang ambing, tidak tetap, bahkan kadang-kadang berubah-ubah, sesuai
dengan perubahan perasaan yang dilaluinya. Suatu hal yang tidak dapat
disangkal, adalah bahwa remaja-remaja itu secara potensial telah beragama.
Apabila ajaran Agama telah masuk menjadi bagian dari mentalnya,
yang telah terbina, maka dengan sendirinya ia akan menjahui segala larangan
Tuhan dan mengerjakan segala perintahNya, bukan karena paksaan dari luar,
42 Sunarto dan Agung Hartono. Perkembangan Peserta Didik. (Jakarta:Asdi Mahasatya,
2002), h. 168. 43
Syamsul Bachri Thalib, Op.Cit., h. 112
28
tetapi karena batinya merasa lega dalam mematuhi segala perintah Allah,
yang selanjutnya kita akan melihat bahwa nilai-nilai agama tampak tercermin
dalam tingkah laku, perkataan, sikap dan moralnya pada umunya.44
Dengan cara meningkatkan kepercayaan pada Tuhan. Maka remaja
akan terbiasa mendengarkan suara hati dalam hal mengendalikan diri dari
Kebutahan-kebutuhan dan keinginan yang condong ke arah penurutan hawa
nafsu yang menguasai.45
Untuk itu tugas guru pendidikan agama Islam adalah menciptakan
situasi belajar mengajar yang dapat membantu remaja pelajar dapat
meningkatkan keimanan kepada Tuhan. Pengendalian diri terhadap hawa
nafsu melalui kata hati, dalam Islam disebut dengan proses tazkiyah-nafs
yakni pensucian jiwa.
Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai-
nilai agama pada siswa dapat dilakukan melalui pendidikan agama Islam,
baik melalui strategi belajar mengajar intrakulikuler maupun ekstrakulikuler.
C. Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian yang penulis akan teliti ini, ada penelitian yang relevan
sebagai bahan acuan penulis antara lain yaitu penelitian yang berjudul “Hubungan
antara Self control dengan Intensitas Penggunaan Internet Remaja Akhir”.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Yuniar Rachdianti, Fakultas Psikologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tahun 2011. Dalam
penelitian tersebut data yang diperoleh menunjukan bahwa ada hubungan negatif
yang signifikan antara self control dengan intensitas penggunaan internet. Hasil
analisis data yang dilakukan menunjukan semakin tinggi self control maka
semakin rendah intensitas penggunaan internetnya.
44 Zakiah Daradjat.,Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 59-60. 45
Franz Magnis dan Suseno.,Etika Dasar; Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral.
(Yogyakarta: Kanisius,1999), h. 80.
29
Kemudian penelitian yang relevan selanjutnya yaitu penelitian dengan judul
“Hubungan antara Kontrol Diri (Self control) dengan Prokratinasi Akademik
dalam Menyelesaikan Skripsi pada Mahasiswa FITK Jurusan PAI Angkata 2012
Salatiga”. Penelitian tersebut dilakukan oleh Akhlis Nurul Majid, Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyyah dan Keguruan, Institut Agama
Islam Negeri Salatiga, pada tahun 2017. Dalam penelitian tersebut disebutkan
bahwa berdasarkan hasil interprestasi penghitungan maka Hipotesis kerja (Ha)
yang berbunyi “ada hungan yang signifikan antara kontrol diri (self control)
dengan prokrastinasi akademik dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa
FITK jurusan PAI angkatan 2012 IAIN Salatiga” diterima. Karena itu dapat
disimpulkan bahwasannya ada hubungan yang signifikan antara kontrol diri (self
control) dengan prokrastinasi akademik dalam menyelesaikan skripsi pada
mahasiswa FITK jurusan PAI angkatan 2012 IAIN Salatiga.
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini akan dilaksanakan di SMK Muhammadiyah 3
Tangerang Selatan, yang berlokasi di Jl. Dewi Sartika No. 4 Gg. Nangka
Cimanggis Ciputat Kota Tangerang Selatan - Banten, yang dilaksanakan pada
bulan Agustus – September 2019.
B. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan sistematis dan
teliti dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan baru atau medapatkan
susunan atau tafsiran baru dari pengetahuan yang telah ada, dimana sikap orang
bertindak ini harus kritis dan prosedur yang digunakan harus lengkap.1
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dengan pendekatan
deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang
didasarkan pada data alamiah yang berupa kata-kata dalam mendeskripsikan
obyek yang diteliti.Pendekatan deskriptif kualitatif berusaha mengungkapkan
gejala secara holistik-kontekstual (secara utuh sesuai dengan konteks) melalui
kegiatan pengumpulan data dari latar yang alami.
Sementara itu, dilihat dari tehnik penyajian datanya, penelitian menggunakan
pola deskriptif. Yang dimaksud pola deskriptif menurut Best (sebagaimana
dikutip oleh Sukardi), adalah: “Metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya”. Dari
definisi tersebut, dapat dipahami bahwa metode penelitian kualitatif dengan pola
1 Muhaimin . Paradigma Pendidikan Agama Islam Upaya Mengektif kan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002). h. 5.
31
deskriptif yang dilakukan bermaksud menggambarkan secara sistematis fakta dan
karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat.2
Pengertian penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang
menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis dan
tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti tanpa ada
manipulasi di dalamnya dan tanpa ada pengujian hipotesis, dengan metode-
metode yang alamiah ketika hasil penelitian yang diharapkan bukanlah
generalisasi berdasarkan ukuran-ukuran kuantitas, namun makna (segi kualitas)
dari fenomena yang diamati.3
Peneliti disini bertindak sebagai pengamat, peneliti hanya membuat katagori
pelaku, mengamati gejala dan mencatat dalam buku observasinya. Peneliti tidak
mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat
prediksi.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam menentukan dan menggali data yang ada, peneliti menggunakan
beberapa teknik pengumpulan data yaitu;
1. Observasi
Observasi merupakan metode atau cara-cara menganalisis dan
mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan
melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung.4 Teknik
pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan
dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responsen
tidak terlalu besar.
2 Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009). h. 157. 3 Bagong Suyanto dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif
Pendekatan, (Jakarta: Prenadamedia Group), h. 166. 4 Gorys Keraf. Komposisi. (Ende: Nusa Indah, 1980). h. 162.
32
Pada penelitian ini, peneliti akan secara langsung mengamati dan mencatat
secara sistematik untuk mencari data mengenai peran guru agama Islam
dalam mengimplementasikan self control (kontrol diri) pada siswa SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan kelas XI saat kegiatan belajar mengajar
maupun disekitar lingkungan sekolah.
2. Wawancara
Wawancara dalam istilah lain dikenal dengan interview. Wawancara
merupakan suatu teknik pengumpulan berita, data dan fakta di lapangan.
Prosesnya dapat dilakukan secara langsung dengan bertatap muka langsung
dengan narasumber. Namun juga dapat dilakukan dengan tidak langsung
yaitu melalui telepon, internet atau surat.
Pada peneltian ini, wawancara dilakukan secara terbuka agar dalam
mendapatkan informasi mengenai upaya guru pendidikan agama Islam dalam
mengimplementasikan self control (kontrol diri) pada siswa SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan kelas XI. Narasumber yang akan
diwawancarai adalah Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah 3 Tangerang
Selatan, Guru Pendidikan Agama Islam, sebagian siswa kelas XI SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung dari
tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan,
laporan kegiatan, film dokumenter, data yang relevan penelitian. Dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bias berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang
berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera,
biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya
foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya
misalnya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.
Pemeriksaan dokumentasi (Studi Dokumen) dilakukan dengan penelitian
33
bahan dokumentasi yang ada dan mempunyai relevansi dengan tujuan
penelitian.5
Dalam penelitian ini, dokumentasi diambil dari dokumen sekolah, seperti
peraturan sekolah, profil sekolah dan lainnya. Selain itu, dokumentasi diambil
dari dokumen tertulis, seperti pelanggaran siswa, absen siswa dan lainnya.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data berperan sentral dalam suatu penelitian merupakan
kegiatan inti yang pada akhirnya akan melahirkan hasil dari sebuah penelitian.
Dalam analisis data kita memiliki tiga tujuan: mendapatkan perasaan terhadap
data (feel for the data), menguji kualitas data (goodness of data), dan menguji
hipotesis penelitian. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri dan orang lain.6
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
deskriptif kualitatif yang menurut I Made Winartha yaitu: “Teknik analisis
deskriptif kualitatif yaitu menganalisis, menggambarkan dan meringkas berbagai
kondisi situasi dari berbagai data yang dikumpulkan berupa hasil wawancara
atau pengamatan mengenai masalah yang diteliti yang terjadi dilapangan”7
Model analisis data dalam penelitian ini mengikuti konsep yang diberikan
Miles dan Huberman. Miles dan Hubermen mengungkapkan bahwa aktifitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas.
5 Sudaryono. Metodologi Penelitian. (Depok: PT RajaGrafindo Persada), h. 219.
6 Ibid., h. 343-347. 7 Made Wirartha. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. (Yogyakarta: CV. Andi Offset,
2006). h. 155.
34
Dalam analisis data terdapat komponen-komponen. Komponen-komponen
tersebut sebagai berikut:
1. Reduksi data.
Data yang diperoleh dari laporan jumlahnya cukup banyak untuk itu maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema
dan polanya.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah menampilkan data.
Dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat bias dilakukan dalam bentuk
singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan dengan teks yang bersifat
naratif. Dengan menampilkan data maka akan memudahkan untuk memahami
apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang
telah dipahami tersebut.
3. Verifikasi atau Penyimpulan Data
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali
kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang meyakinkan.8
8 Ibid., h. 246.
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Identitas Sekolah
1. Sejarah Singkat Sekolah
SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan berdiri sejak tanggal 1 Juli
2009. Bermula bernama SMK Muhammadiyah 2 Ciputat. Keberadaannya satu
gedung dengan SMA Muhammadiyah 8 Ciputat dan MTs Muhammadiyah 1
Ciputat.
Bertitik tolak dari semakin besarnya animo masyarakat yang berminat
menempuh pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan dan anjuran dari
pemerintah dalam rangka mengentaskan buta huruf serta mendesaknya akan
kebutuhan tenaga-tenaga kerja muda lulusan SMK yang mampu bersaing di
bursa kerja, maka kami mencoba untuk merintik pendidikan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) yang pada saat itu dipimpin oleh bapak Drs. H.
Endang Surahman, M.A. dan kawan-kawan, diantaranya: bapak Rachmat
Kartolo, S.E., M.Si., Hadi Sabarudin, S.Sos., Drs. Watoni, Diah Rahmawati,
S.Pd., Hafiz Umar, S.E, Darmawan, S.E. Drs. Mukija, dan teman-teman yang
lainnya beserta dewan guru. Dengan persetujuan Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kabutapen Tangerang, H. Suroip Azhari, S.Sos., beserta
jajarannya dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Ciputat, Drs. .TB.
Rachmatullah, dan Pimpinan Wilayah, bapak Drs. H. Salman Tumanggor,
maka berdirilah SMK Muhammadiyah 2 Ciputat yang sekarang telah berganti
nama menjadi SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan.
Pada debut tahun pertamanya, SMK Muhammadiyah 3 Tangerang
Selatan, telah menampung siswa kelas sepuluh (X) sebanyak 171 siswa
terbagi ke dalam 5 rombongan kelas, dengan dua jurusan yatiu Teknik
Komputer Jaringan (TKJ) dan Akuntansi (Ak). Dan debut pada tahun
berikutnya SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan berhasil menampung
36
siswa sebanyak 172 siswa terbagi ke dalam 5 rombongan belajar dengan dua
jurusan yang sama.
Sedari awal kami mengharapakan tetap dengan nama SMK
Muhammadiyah 2 Ciputat. Tetapi sejak dikeluarkannya nomenklatur dari
Pimpinan Pusat Muhammadiyah Jakarta, maka SMK Muhammadiyah 2
Ciputat berganti nama menjadi SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
bersamaan dengan nomenklatur perubahan SMA Muhammadiyah 8 Ciputat
menjadi SMA Muhammadiyah 1 Tangerang Selatan. Pada saat itu SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan menyediakan dua program yaitu
program Bisnis dan Manajemen, dan Teknologi Informatika.
Berpikir jangka panjang tentang progress SMK Muhammadiyah 3
Tangerang Selatan, maka mau tidak mau, suka tidak suka, seluruh komponen
yang terkait dengan sekolah ini, harus menyumbangkan tenaga, pikiran,
dukungan, dan lainnya untuk mengatasi jumlah siswa yang pertahun semakin
bertambah sedangkan sarana dan prasarana –ruang kelas-- masih kurang
memadai.
2. Visi, Misi dan Tujuan
a. Visi
Terwujudnya SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan yang unggul
dalam Imtaq dan Iptek, trampil dalam berkarya dan mampu bersaing
dipasar kerja global.
b. Misi Sekolah
1) Mengembangkan kepribadian akhlak mulia dengan melatih,
membimbing, dan mendidik siswadalam rangka penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2) Membina dan mengembangkan potensi peserta didik, sehingga
mampu menggali keunggulan lokal peserta didik (Local Value).
3) Membina dan meningkatkan tenaga kependidikan yang berkualitas
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
37
4) Menjadikan sarana belajar yang memadai untuk mencapai
pembelajaran yang maksimal.
5) Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif nyaman dan
menyenangkan bagi warga sekolah dalam mendukung proses
pembelajaran.
6) Menjalin kerjasama untuk meningkatkan kualitas peran sekolah di
masyarakat.
c. Tujuan Sekolah
1) Menyiapkan siswa untuk lapangan kerja serta pengembangan sikap
profesionalisme
2) Menyiapkan siswa agar mampu memilih karir, mampu
berkomunikasi dan mampu mengembangkan diri
3) Menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah untuk mengisi
kebutuhan dunia kerja/industri pada saat ini maupun masa datang
4) Menyiapkan tamatan agar menjadi warga negara yang produktif,
adaptif dan kreatif
3. Guru dan Tenaga Kependidikan
a. Kepala Sekolah/Wakil Kepala Sekolah
No Jabatan Nama L/P Pendidikan
Terakhir
No. Sertifikat
Pendidik Usia Masa Karja
1 Kepala Sekolah Rachmat Kartolo, SE., M. Si L S2 47
2 Wakil Bidang
Kurikulum Erwinsyah,S.Kom L S1
3 Wakil Bidang
Kesiswaan M. Mukhyidin, S. Pd. I L S1 34
4 Wakil Bidang Sarana
Prasarana Hadi Sabaruddin, S.Sos L S1 44
5 Wakil Bidang Administrasi
Darmawan, SE L S1
38
b. Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Administrasi menurut Ijazah tertinggi
Jabatan
Izajah Tertinggi
SMA
D1 D2 D3 S1 Megister/S2 Doktor/S3 Jumlah
A1/K NK D2/K NK D3/K NK A4/K NK K NK
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
Kepala Sekolah 1 1
G
U
R
U
Tetap 3
Tidak Tetap 2 16 1
0 21 10
Bantu Pusat - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Bantu
Daerah - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Jumlah Guru 2 19 1
0 21 10
Tenaga Administrasi
1 2 2 1
Jumlah Siswa SMK Muhammadiyah 3 Tangsel
Kelas Jml Siswa Jml Rombel
X 195 6
XI 160 6
XII 96 3
Jumlah 451 15
4. Fasilitas
a. Keadaan Fisik Sekolah
1) Luas tanah seluruhnya: 1.833 M2
2) Jumlah ruang kelas sebanyak 15 lokal
39
b. Fasilitas Ruangan
1) Ruang Kantor : 1 lokal
2) Perpustakaan : 1 lokal
3) Laboratorium : 3 lokal
4) Ruang BP : 1 lokal
5) Ruang Serba Guna : 2 lokal
6) Lapangan Olahraga : 1 lokal
7) Tempat Ibadah : 1 lokal
8) Gudang : 1 lokal
9) Kantin : 4 lokal
10) WC : 2 lokal (1 lokal toilet perempuan,
1lokal toilet laki-laki)
11) Lain-lain : Lahan Parkir
5. Identitas Sekolah
Nomor Statistik Sekolah : 40 2 28 63 01 038
NPSN : 20616368
1. Nama Sekolah : SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
2. Alamat:
a. Jalan : Dewi Sartika Gang. Nangka No. 4
b. Desa/Kelurahan : Ciputat
c. Klasifikasi geografis : Perkotaan
d. Kecamatan : Ciputat
e. Kota : Tangerang Selatan
f. Kode POS : 15411
g. No Telepon/Fax : (021) 74704878 Fax. (021)
74707376
h. Alamat Email : [email protected]
i. Web site : muhtiga.com
j. Jarak Sekolah terdekat : 1 kilo meter
3. Sekolah dibuka tahun : 2009
40
4. Status Sekolah : Swasta
5. Waktu Penyelenggaraan : Pagi/Siang
6. Tempat Penyelenggaraan : Sekolah Sendiri
7. SK/Izin Pendirian Sekolah : Nomor : 800/1685-Dispend/2010
8. Akreditasi Lama : ……..
Akreditasi Baru : “B”
SK Akreditasi Terakhir : 42/BAP-S/M-SK/XI/2012
Nama Yayasan Penyelenggara : Y.P. MUHAMMADIYAH
9. Akte Pendirian :
a. Jalan : Dewi Sartika Gang. Nangka No. 4
b. Desa/Kelurahan : Ciputat
c. Kecamatan : Ciputat
d. Kabupaten/Kota : Tangerang Selatan
e. Provinsi : Banten
f. No. Telepon : (021) 74704878
6. Lainya yang Relevan
a. Pengembangan Program Ekstrakurikuler
1) Paskibra
Menjadi lakon utama dalam menjalankan tugas upacara bendera adalah
suatu kebanggan tersendiri bagi siswa siswi anggota Paskibra.
Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari rabu pagi dan jumat ketika
pulang sekolah. Selain untuk kepentingan ekskul ini, para anggota
yang senior ikut serta melatih petugas upacara yang bertugas setiap
senin depannya.
2) Basket dan Futsal
Ekskul olahraga ini dilaksanakan setiap hari Rabu untuk futsal, dan
Jumat untuk basket setelah pulang jam sekolah. Dan pelatih dari
ekskul ini merupakan guru olahraga SMK Muhammadiyah 3
Tangerang Selatan sendiri, sehingga kualitas dan kuantitas kegiatan ini
41
sangat bagus dan menjadi salah satu ekskul favorit juga di kalangan
siswa-siwa.
3) Pramuka
Kegiatan yang pasti ada disetiap sekolah, dan merupakan salah satu
ekskul tertua di sekolah SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
yang dilaksanakan setiap hari rabu. Dan diharapkan dari ekskul ini
dapat menciptakan para siswa menjadi seorang yang kreatif di dalam
bersosialisasi di tengah masyarakat.
4) Marawis
Marawis adalah salah satu kesenian Islam yang pada umumnya
diminati oleh siswa. Di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan,
ekstrakulikuler ini biasa dilaksanakan setiap hari jumat setiap pulang
sekolah. Pendampingnya sendiri adalah guru dari SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan.
B. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengimplementasikan
Self Control (Kontrol Diri) pada Siswa Kelas XI di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan adalah sekolah Menengah
Pertama yang lebih menekankan pada lulusan yang memiliki kecerdasan
intelektual dan kecerdasan emosional. Sehingga selain lulusan menjadi seorang
yang bukan hanya memiliki kemampuan akademik saja, tetapi juga menjadi
seorang yang memiliki dasar imtaq. Berkenaan dengan hal tersebut maka
penanaman nilai-nilai Agama di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan ini
juga menjadi proritas dalam program intrakulikuler maupun ekstrakulikuler.
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Muhammadiyah 3
Tangerang Selatan ini dilalui dengan dua proses pembelajaran yang pertama
kegiatan yang dilakukan di dalam kelas dan pembelajaran yang dilakukan diluar
kelas. Hal ini diprogramkan agar keberhasilan pendidikan agama Islam di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan ini tidak hanya berhasil dari segi
42
kognitifnya saja tapi yang paling penting yaitu perubahan sikap dan tingkah
lakunya dari anak yang tidak pernah tahu apa arti sholat menjadi tahu dan
kemudian melaksanakannya. Untuk itu, pembentukan lingkungan religious
melalui kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan diluar kelas mutlak
diperlukan. Guru Pendidikan Agama Islam juga merupakan seorang pendidik
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya
mengembangkan seluruh potensinya, baik potensi kognitif (ilmu pengetahuan),
afektif (sifat) dan psikomotorik (keterampilan), oleh karena itu guru dapat
melakukan upaya-upaya untuk mengimplementasikan self control (kontrol diri)
pada siswa dalam pembelajaran diantaranya sebagai berikut :
1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengimplementasikan
Cognitive Control (Kontrol Pengetahuan) pada Siswa
Dalam rangka membentuk pribadi yang berwawasan luas para guru
mempersiapkan strategi yang khusus untuk peserta didiknya supaya dalam
melaksanakan proses pembelajaran peserta didik mampu mencapai tujuan
pembelajaran sesuai dengan targetnya. Banyaknya pengaruh dari luar yang
terkadang mengecoh pemikiran-pemikiran yang masih rentan, membuat para
guru semakin berhati-hati menuntun peserta didiknya melewati jembatan
kehidupan yang semakin licin agar tidak terpeleset kedalam dampak negative
pergolakan zaman. Di era globalisasi yang semuanya serba menggunakan
pengetahuan ini, siapa yang tidak dapat mengikuti perkembangan zaman maka
ia akan tertinggal karena semua serba digital. Guru menyeimbangkan
pengetahuan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan para siswa untuk
menghadapi segala macam bentuk tantangan yang ada pada zaman sekarang.
Diantara kepribadian baik yang hendak dibangun dalam diri peserta didik di
SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan adalah bisa bertanggung jawab,
jujur, dapat dipercaya, menepati janji, ramah, peduli kepada orang lain,
percaya diri, pekerja keras, bersemangat, tekun, tak mudah putus asa, bisa
berpikir rasional dan kritis, kreatif dan inovatif, dinamis, bersahaja, rendah
hati, tidak sombong, sabar, cinta ilmu dan kebenaran, rela berkorban, berhati-
43
hati, bisa mengendalikan diri, tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang
buruk, mempunyai inisiatif, setia, menghargai waktu, dan bisa bersikap adil.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan guru pendidikan agama islam
sebagai sampel untuk mengumpulkan data. Hasil dari wawancara dengan
bapak M. Mukhyidin, S.Pd.I selaku Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan
sekaligus guru Pendidikan Agama Islam, beliau mengungkapkan bahwa:
“Upaya yang saya lakukan untuk mengimplementasikan Cognitive
Control (Kontrol Pengetahuan) pada siswa adalah melalui
pembelajaran aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan
program remidi dan pengayaan. Dalam pelaksanaan penerapan self
control siswa, saya gabungkan dengan mata pelajaran yang saya ajarkan
dalam setiap pokok bahasan, dicantumkan ke silabus dan rancangan
pelaksanaan pembelajaran. Dimana menghubungkan atau mengkaitkan
materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari sehingga dapat
diterapkan. Saya menggunakan buku sebagai komponen pembelajaran
yang dapat membantu proses kegiatan pembelajaran di kelas. Saya
menggunakan pendekatan konstektual sebagai proses belajar mengajar.
Dalam pelajaran Agama diterapkan pula pengembangan perilaku budi
pekerti yang mana perilaku budipekerti ini ada dalam materi pelajaran
Agama.”1
Pelaksanaan penerapan Cognitive Control (Kontrol Pengetahuan) di
SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan dilakukan melalui pembelajaran
aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan program remidi dan
pengayaan, yaitu dengan melakukan integrasi ke dalam mata pelajaran, di
dalamnya terdapat kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konstektual sebagai konsep pembelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan
dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, self control siswa tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi
menyentuh pada afektif dan psikomotorik peserta didik. Dalam melakukan
program remedi, ini bertujuan agar siswa yang mengalami kesulitan belajar
dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan melalui prses perbaikan, baik
1 M. Mukhyidin, Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan dan Guru Pendidikan Agama
Islam, Wawancara pribadi, Jum’at, 26 Juli 2019.
44
segi proses belajar mengajar maupun kepribadian siswa. Sedangkan
pengayaan dalam pembelajaran dimaksudkan untuk mengembangkan potensi
secara optimal dalam memperdalam penguasaan materi pelajaran yang
berkaitan dengan tugas belajar sehingga tercapai tingkat perkembangan yang
optimal.
Budi pekerti akan mengarahkan self control siswa yang tercermin
dalam perilaku mereka sehari-hari. Dengan ini lahirlah akhlak siswa yang
baik. Adapun Guru Agama Islam juga dalam melaksanakan proses belajar
mengajar terdapat berbagai cara yaitu, menyampaikan materi, menggunakan
metode pengajaran, menggunaan media/sumber.
Dalam meneneruskan upaya guru pendidikan agama islam dalam
mengimplementasikan self control (kontrol diri) maka guru harus memberi
kebijakkan yang sekiranya tidak membuat para siswa jera tetapi tetap disiplin
dalam melaksanakan kewajibanya sebagai seorang pelajar untuk belajar
supaya mendapat wawasan yang kiranya dapat digunakan untuk bekal dalam
berkehidupan dimasyarakat kelak. Untuk itu, dalam proses pembelajaran ada
pula pemberian reward dan punishment .
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan bapak M. Mukhyidin, S.Pd.I,
selaku guru Pendidikan Agama Islam beliau menjelaskan bahwa:
“Dalam proses pembelajaran di kelas pun apabila ada salah satu siswa
yang berlaku tidak baik maka saya akan memberikan hukuman,
pemberian hukuman juga penekanan pada pembinaan akhlak yaitu
berupa didikan misalnya membersihkan lingkungan sekolah, membaca
dan menghafal ayat Al-Qur’an, hal tersebut saya lakukan supaya para
siswa selalu berdisiplin dan bersikap baik, dimana dengan selalu
bersikap baik dan berdisiplin merupakan cara untuk membentuk
kepribadian siswa yang berakhlakul karimah”2
Dalam pembelajaran reward dapat diberikan dengan melalui sebuah
kalimat motivasi, pujian atau hadiah kepada siswa sebagai bentuk apresiasi
apabila siswa mendapat hasil atau perilaku yang baik ketika pembelajaran
2 Ibid
45
Hukuman hanya diberikan pada siswa, bila mana siswa tersebut membuat
gaduh dikelas atau tidak mengerjakan tugas yang diberikan, maka pemberian
hukuman pun baru diberikan. Jenis hukuman yang biasa diberikan adalah
hukuman berupa didikan untuk siswanya sendiri dengan harapan supaya anak-
anak paham tentang pelanggaran yang sudah dilakukan dan tidak
melakukannya lagi. Sekaligus juga merupakan adanya penekanan pada
pembinaan self control siswaa yaitu berupatanggung jawab untuk
melaksanakan hukuman yang telah dibebankan kepada siswa yang melakukan
kesalahan tersebut.
Dengan demikian upaya guru dalam mengimplementasikan cognitive
control (kontrol pengetahuan) dengan melalui pembelajaran aktif dengan
penilaian berbasis kelas disertai dengan program remidi dan pengayaan
merupakan salah satu alternatif yang efektif, dukungan penuh dari orang tua
menambah nilai plus dalam mengimplementasikan cognitive control (kontrol
pengetahuan), sehingga proses pembelajaran berjalan dan mencapai hasil yang
sesuai dengan yang dikehendaki.
2. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengimplementasikan
Behavior Control (Kontrol Perilaku) pada Siswa
Dalam dunia pendidikan semua masyarakat mengetahui bahwa tugas
dari Guru pendidikan agama Islam adalah orang yang memberikan materi
pengetahuan agama Islam dan juga mendidik peserta didiknya sehingga
mereka kelak menjadi manusia yang taqwa kepada Allah swt. Di samping itu,
guru pendidikan agama Islam juga sebagai pembimbing para murid agar dapat
bertindak dengan prinsip-prinsip Islam dan dapat mempraktikkan syariat Islam
dalam kehidupan sehari-hari. Tugas dari guru bukan hanya memberi dan
menyalurkan ilmu pengetahuan saja melainkan juga bertugas membentuk
karakter peserta didik. Membentuk karakter peserta didik agar berperilaku
baik salah satunya melalui kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan di
sekolah. Kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut dapat membantu upaya guru
46
dalam mengimplementasikan Behavior Control (Kontrol Perilaku) pada siswa
di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan. Melakukan serangkaian
kegiatan yang menjadikan sesuatu yang berawal dari paksaan secara tidak
langsung dengan menjalankannya setiap hari serangkaian kegiatan itu akan
berubah menjadi kebiasaan yang mungkin akan menjadi kendali dalam diri
seorang peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam upayanya guru
tidak hanya menerapkan pengetahuan saja melainkan juga memberikan contoh
realnya dikehidupan sehari-hari baik ketika sedang mengajar maupun ketika
dalam melaksanakan kegiatan di sekolah.
Dari hasil wawancara dengan M. Mukhyidin, S.Pd.I, selaku guru
Pendidikan Agama Islam, beliau mengungkapkan bahwa:
“Kegiatan keagamaan dilaksanakan secara rutin dan terprogram,
seperti menjadi muadzin, bilal dan kultum sesuai dengan jadwal telah
ditentukan secara rutin. Sehubungan dengan jenis kegiatan keagamaan
apa saja yang dilaksanakan di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang
Selatan, diantaranya meliputi:
a. Shalat Jama’ah Dzuhur yang wajib diikuti oleh seluruh siswa dari
kelas X hingga kelas XII setiap pukul 12.00 WIB sampai 12.30 WIB
b. Shalat Jama’ah Ashar yang wajib diikuti oleh kelas XI setiap pukul
15.15 WIB sampai 15.45 WIB
c. Kegiatan dakwah atau biasa disebut kultum setiap selesai shalat
Ashar oleh siswa yang bertugas sesuai jadwal yang telah ditentukan
d. Mata pelajaran Baca dan Tulis Qur’an (BTQ) yang diikuti semua
siswa kelas X hingga kelas XII sesuai jadwalnya masing-masing
e. Membimbing siswa untuk beramal setiap hari jum’at dengan cara
mengelilingi kelas oleh siswa yang bertugas
f. Mengadakan pesantren kilat setiap bulan Ramadhan untuk melatih
siswa agar lebih giat dalam menjalankan sunah-sunah puasa
g. Mengadakan pemotongan hewan qurban setiap Hari Raya Idul Adha
disekolah sekaligus membentuk kepanitiaan qurban
h. Istighosah dilakukan kelas XII dalam rangka mempersiapkan Ujian
Nasional agar senantiasa sukses”3
Beliau juga mengatakan bahwa:
“Secara tidak langsung kegiatan keagamaan di SMK Muhammadiyah 3
Tangerag Selatan dapat mengimplementasikan kendali pada diri siswa,
3 Ibid
47
karena dengan adanya kegiatan keagamaan yang sifatnya positif ini dan
terus menerus menjadi salah satu cara dalam meminimalisir atau
membatasi waktu bebas siswa dalam melakukan kegiatan yang sia-sia,
sehingga waktu yang di gunakan siswa siswi lebih banyak belajar
menuju pada kegiatan yang positif yaitu kegiatan keagamaan di
sekolah. Karena banyak anak-anak yang sebelum masuk di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan kepribadianya bisa dikatakan
kurang baik, akan tetapi setelah masuk dan mengikuti kegiatan
keagamaan di sekolah, kepribadian siswa yang kurang baik itu perlahan
berubah menjadi sebaliknya, hal ini menjadi salah satu hasil yang
menunjukkan bahwa pendidikan agama islam melalui kegiatan
keagamaan dapat memberi dampak yang positif”.4
Pendidikan Agama Islam yang dilakukan melalui kegiatan keagamaan
di sekolah mempunyai dampak yang cukup efektif dalam membentuk pribadi
peserta didik supaya memiliki kontrol perilaku yang baik, dengan kegiatan
yang dimulai dari pagi hari sampai dengan sore hari membuat para peserta
didik mempunyai sebagian banyak waktu yang digunakan untuk kegiatan yang
positif yaitu kegiatan keagamaan di sekolah. Jumlah siswa yang tidak terlalu
banyak membuat para guru semakin mudah mengawasi perilaku peserta
didiknya dalam proses belajar dalam mengimplementasikan kontrol
perilakunya. Akan tetapi perkembangan zaman dan sedikit jauhnya
pengawasan peserta didik oleh pendidiknya memiliki dampak tersendiri bagi
proses peningkatan kontrol perilakunya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan M. Mukhyidin, S.Pd.I, selaku
guru Pendidikan Agama Islam, beliau mengungkapkan bahwa:
“Kalau disekolah mungkin para guru dapat melihat perkembangan
pembentukkan karakter peserta didiknya, akan tetapi kalau sudah keluar
dari lingkungan sekolah saya pribadi sebagai guru kurang mendapat
kesempatan untuk melihat apa saja yang dilakukan para siswa diluar
lingkungan tersebut. Upaya guru pada peserta didiknya saya kira akan
maksimal apabila lingkungan luar dapat membantu memperbaiki dari
yang kurang baik dari peserta didik, tapi saya kira itu tidak apa-apa
apabila siswa dapat menempatkan dirinya kedalam hal yang lebih
positif”5
4 Ibid
5 Ibid
48
Lingkungan yang baik akan menciptakan generasi yang baik pula, dan
sebaliknya lingkungan yang kurang baik akan menciptakan generasi yang
kurang baik pula, inilah sebab mengapa lingkungan merupakan salah satu
faktor upaya guru dalam menngimplementasikan kontrol perilaku pada siswa
melalui kegiatan keagamaan di sekolah, karena ketika siswa keluar dari
lingkungan sekolah, maka lingkungan masyarakatlah yang menjadi pijakan
siswa selanjutnya dalam bersosialisasi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan M. Mukhyidin, S.Pd.I, selaku
guru Pendidikan Agama Islam, beliau mengungkapkan bahwa:
“Kalau guru itu sudah lepas pengawasan jika siswa sudah tidak berada
di lingkungan sekolah, maksudnya tidak lepas begitu saja, kalau
menemui siswa ketika perpulangan itu waktu bebasnya digunakan
kepada hal yang negatif saya juga turun tangan , saya nasehati dan
memberitahu bahwa sekolah juga punya sanksi kalau siswanya
melakukan kesalahan, kalau kesalahanya ringan hukumannya siswa
disuruh membaca Al-Qur’an. Kalau pelanggarannya sudah berat maka
akan dibuat surat peringatan untuk pemanggilan orang tua, karena
tujuan kita itu menjadikan siswa-siswa disini menjadi orang dapat
merubah dirinya menjadi lebih baik lagi. Beliau menegaskan kembali
bahwa: “Lingkup pengawasan guru adalah disekolah, jika terjadi
penyimpangan oleh siswa ketika dirumah maka orang tualah yang lebih
berhak memberikan arahan kepada anaknya”6
Menggunakan kegiatan keagamaan sebagai salah satu upaya guru
Pendidikan Agama Islam dalam mengimplementasikan behavior control
(kontrol perilaku) dapat membantu guru dalam menyiapkan peserta didik
kedalam bentuk peserta didik yang berpribadi dan berperilaku yang baik,
usaha guru dalam menerapkan sekaligus memberi contoh kepada peserta
didiknya disekolah juga akan lebih seimbang lagi jika guru dapat melihat
perkembangan yang sedang berjalan selain dilingkungan sekolah.
Sanksi yang diterapkan sesuai dengan timbangannya akan memberi
para peserta didik pelajaran sekaligus hikmah dari setiap perilaku atau
perbuatan yang mereka lakukan, hal ini akan meminimalisir para peserta didik
6 Ibid
49
melakukan hal negatif, karena sebelum mereka akan melakukan hal-hal
tersebut tentunya mereka akan berfikir dahulu akibat serta sanksi apa yang
akan mereka dapatkan.
Akan tetapi walaupun demikian seefektif apapun upaya guru dalam
mengimplementasikan kontrol perilaku pada peserta didiknya dilingkungan
sekola, jika dari lingkungan keluarga tidak mendukung maka hal itu akan sia-
sia. Sebab ketika seorang peserta didik lepas dari lingkungan sekolah maka
mereka akan bersosialisasi dilingkungan utama mereka yaitu lingkungan
keluarga. Kondisi yang mendukung seorang peserta didik mengembangkan
pengetahuannya terkait dengan pelajaran yang ia dapatkan dari sekolah akan
sangat membantu peserta mengeluarkan potensi-potensi tersembunyi yang ia
miliki, dalam lingkungan keluarga terbentuknya karakter peserta didik akan
mengimitasi dari lingkungan yang ia tempati. Hal ini menunjukkan bahwa
seberapa keras upaya guru dalam memperbaiki karakter anak yang rusak jika
orang tua hanya setengah-setengah mendukung maka hal itu akan menjadi sia-
sia.
Berdasarkan hasil wawancara dengan M. Mukhyidin, S.Pd.I, selaku
guru Pendidikan Agama Islam, beliau mengungkapkan bahwa:
“Sekarang ini beberapa orang tua sulit diajak untuk berkompromi,
mereka ingin anak-anak mereka tumbuh menjadi pribadi yang baik tapi
kadang keinginginan orang tua terhadap anaknya itu tidak didukung
dengan aksi yang nyata, banyak dari mereka tidak tahu kalau mereka
berperan dalam membentuk pribadi anaknya.7
Menurut Bapak Rachmat Kartolo, SE., M. Si selaku Kepala Sekolah
SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan, mengatakan bahwa:
“Sekolah bukan tempat dimana guru-guru memberikan pengawasan
yang maksimal kepada siswa-siswi nya, akan tetapi ditempat inilah para
guru berupaya keras dalam membina anak didiknya supaya apa yang
diharapkan dapat tersampaikan, akan tetapi kami pihak sekolah juga
meminta orang tua juga berperan dalam hal tersebut walaupun
7 Ibid
50
sebenarnya dalam hal bina membina anak adalah kewajiban mutlak
orang tua.”8
Guru merupakan orang tua yang berada disekolah atau dapat dikatakan
orang kedua bagi anak/peserta didiknya, karena tugas dan kewajiban guru
bertanggung jawab atas terbentuknya generasi yang berwawasan luas dan
berakhlak terpuji, akan tetapi tugas itu akan berkurang jika peserta didik tidak
berada diarea dimana guru mempunyai wewenang dalam membina peserta
didik yaitu lingkungan sekolah. Karena kegiatan sekolah begitu banyak maka
akan sulit jika dalam penekanannya semua kegiatan ditekankan atas semua
unsur. Dalam pengorganisasian kegiatan di SMK Muhammadiyah 3
Tangerang Selatan ini guru menekankan upaya guru PAI dalam
mengimplementaiskan behavior control (control perilaku) pada siswa melalui
kegiatan keagamaan sesuai yang terteradi atas. Dalam melaksanakan kegiatan
keagamaan guru Pendidikan Agama Islam selalu menghimbau agar anak-anak
selalu mengerjakan sholat lima waktu dan patuh terhadap orang tua, membina
hubungan baik terhadap sesama, baik itu di sekolah atau di lingkungan
masyarakat. Dan juga menegaskan pada anak-anak agar setiap mengerjakan
sesuatu yang baik harus diawali dengan niat karena Allah SWT.
Dengan demikian kegiatan keagamaan yang dilakukan di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap proses pembentukkan karakter anak terutama pada segi perilaku
(behavior), selain guru pendidikan agama islam, lingkungan juga akan ikut
menentukan seperti apa pribadi yang nantinya akan tumbuh. Upaya guru
dalam mengimplementasiakan kendali perilaku pada peserta didiknya akan
efektif apabila lingkungan sekitar ikut serta dalam membangunan karakterk
peserta didik yang berperilaku baik.
8 Rachmat Kartolo, Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan,
Wawancara pribadi, Jum’at, 29 Juli 2019.
51
3. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengimplementasikan
Decision Control (Kontrol Keputusan) pada Siswa
Upaya guru dalam mengimplementasikan decision control (kontrol
keputusan) pada siswa melalui kegiatan keagamaan adalah dengan
menjalankan kegiatan-kegiatan yang ada di di SMK Muhammadiyah 3
Tangerang Selatan. Berbagai macam kegiatan di sekolah akan membimbing
para siswa dalam memperoleh wawasan yang dapat membantu siswa dalam
mempertimbangkan hal-hal yang akan dilakukan manakah yang akan
membawanya kepada hal positif atau negatif. Lingkungan yang mendukung
guru dalam mengimplementasikan decision control (kontrol keputusan),
dengan kegiatan keagamaan memberikan contoh langsung para siswa dalam
memberikan keputusan diberbagai kejadian. Dengan wawasan yang cukup
untuk menentukan mana yang harus dipilih menjadikan para siswa lebih hati-
hati dalam memberikan keputusannya.
Kegiatan keagamaan di sekolah merupakan salah satu cara dari upaya
guru pendidikan agama islam dalam menyampaikan sekaligus memberikan
contoh bagaimana decision control (kontrol keputusan) diterapkan dalam
kehidupan nyata. Secara psikologi, manusia membutuhkan pendidikan dan
pengawasan untuk mampu mengembangkan diri dan potensi menuju yang
lebih baik, hal ini harus diberi dukungan baik dari lingkungan sekolah maupun
lingkungan keluarga.
Dengan memiliki wawasan dalam kehidupan sehari-hari lewat kegiatan
keagamaan di sekolah maka akan membentuk siswa yang cerdas bukan hanya
dalam pelajaran disekolah akan tetapi ia akan memberikan contoh yang
mumpuni dalam menentukan apa yang terbaik untuk dirinya, seorang yang
yang masih amatir dalam menentukan keputusan tanpa didasari dengan
landasan pengetahuan yang kuat akan menyebabkan santri jatuh dalam
keputusan yang salah, dan ketika hal tersebut menyebabkan resiko maka
resiko yang ia terima akan menimbulkan berbagai masalah.
52
Menurut Bapak Rachmat Kartolo, SE., M. Si selaku Kepala Sekolah
SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan, mengatakan bahwa:
“Selama saya menjadi Kepala Sekolah disini, saya menemukan banyak
perbedaan dalam menangani anak, ketika saya mengajarkan anak kelas
X, mereka mengikuti kegiatan keagamaan kurang serius, jadi harus ada
sedikit ancaman terhadap absensi atau nilai, agar mereka mau
mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan. Tetapi hal ini tidak saya
temukan ketika anak tersebut sudah kelas XI, mereka sudah mulai
bertanggung jawab dan disiplin terhadap tugas dan kegiatan-kegiatan
keagamaan. Namun setelah mereka kelas tiga mereka sudah fokus
dengan Ujian Nasional, akan tetapi mereka masih tetap aktif dalam
kegiatan-kegiatan keagamaan”9
Lingkungan sekolah juga menjadi pengaruh dalam proses belajar
mengajar, maka dari itu harus menciptakan lingkungan yang nyaman dan
menyenangkan agar dapat membentuk emosi positif pada siswa dan
mendukung proses pembentukan empati, cinta dan akhirnya nurani/ batin
siswa. Pengendalian tingkah laku siswa juga dapat dipantau langsung oleh
guru mata pelajaran dan wali kelas saat di lingkungan sekolah. Kegiatan yang
dilaksanakan disekolah memberikan pembelajaran yang akan membentuk
karakter siswa dan memberikan sebuah kebiasaan yang nantinya akan
membuahkan hasil ketika ia bersosialisasi di lingkungan masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Rachmat Kartolo, SE., M.
Si mengatakan:
“Seluruh guru dan wali kelas disini diharuskan selalu memantau
tingkah laku peserta didiknya selama di lingkungan sekolah. Hal ini
dilakukan agar kita mengetahui bagaimana sebenarnya perilaku
mereka.dan hasil dari pemantauan selama ini jarang sekali ditemukan
siswa yang memiliki perilaku menyimpang.”10
Pengimplementasian pengendalian diri yang merupakan hasil atau
dampak dari keberhasilan usaha mengimplementasikan self control di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan ini selain bisa dilihat indikasinya di
9 Ibid
10 Ibid
53
sekolah juga bisa dilihat dari perubahan-perubahan positif yang terjadi dari
kebiasaan siswa ketika berada di rumah.
Hal ini berdasrkan hasil wawancara dengan siswa SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan.
“Kalau ngomongin perubahan pasti ada yang berubah dari saya, hal
itulah alasan kenapa saya sekolah di sekolah ini, salah satu perubahan
yang terlihat adalah, dulunya sholat masih suka bolong-bolong terus
kalo gak disuruh sholat tidak sholat sekarang tanpa disuruh sudah sholat
karena merupakan tanggung jawab diri sendiri. Dan yang namanya
masih anak-anak pasti kerjaannya ya main saja tapi sekarang sudah
mulai bisa membatasi jam buat main sama temen-temen. Ya mainnya
anak seusia saya apa lagi kalo gak nongkrong. kebiasaanyang buruk
dari saya dulu itu saya selalu membuang-buang waktu buat main HP
setiap hari. Disuruh bantu –bantu ibu biasanua tidak mau tapi semenjak
diberi tanggung jawab di sekolah untuk jadi bilal dan kultum sedikit ada
perubahan dari sikap saya ya meskipun secara pelan-pelan dan sampai
sekarang masih dalam tahap belajar agar menjadi mandiri.”11
Menurut Bapak M. Mukhyidin, S.P.d.I, selaku guru pendidikan Agama
Islam mengungkapkan, bahwa:
“Saya selalu melihat hasil nilai agama dari anak-anak kelas XI pasti
baik. Khususnya dalam penilaian sikap dan kepribadian. Karena saya
melihat mereka mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan tanpa
menunggu perintah dari saya”.12
Menurut Riska Purwaningsih sebagai siswa kelas XI Administrasi
Perkantoran mengatakan, bahwa:
“Kesadaran saya dalam mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan
berawal dari absensi dan ancaman nilai dari guru pendidikan agama
Islam, sehingga saya merasa malu apabila tidak mengikuti kegiatan-
kegiatan agama,tapi sekarang saya sadar berkat adanya kegiatan-
kegiatan keagamaan SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan ini,
saya semakin paham atas ajaran agama Islam.Sehingga saya lebih
menjaga sikap bagaimana perilaku seorang muslim yang baik.Misalkan
ketika saya punya masalah dengan teman saya, saya memilih mengalah
11 Wawancara dengan siswa SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan, Jum’at, 29 Juli
2019 12
Op.Cit, M. Mukhyidin…, Jum’at, 29 Juli 2019
54
atau bersabar. Karena hati kecil saya selalu mengatakan kalau saya ini
seorang muslim”.13
Menurut Fathan Fadillah sebagai siswa kelas XI Multimedia
mengatakan,bahwa:
“Pada waktu kelas satu dalam mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan
di sekolah ini, saya merasakan semua itu masih dalam pengawasan guru
agama khususnya orang tua, tapi ketika saya sudah kelas dua saya
mulai sadar atas semua peraturan yang telah ditetapkan oleh sekolah
seperti kegiatan-kegiatan keagamaan yang ada di sekolah ini. Dan saya
berusaha untuk mengikutinya dengan penuh tanggung jawab. Sekarang
saya merasakan hikmah daripada mengikuti kegiatan keagamaan,
seperti kebiasaan sholat berjamaah dan kegiatan lainnya. Hal ini
membuat saya merasa selalu dapat mengendalikan arah pikiran saya ke
arah yang lebih positif. Setiap saya mendapat masalah, kata hati saya
selalu bilang untuk berfikir dulu sebelum bertindak sehingga saya selalu
dapat menyelesaikan masalah saya dengan penuh pertimbangan tanpa
harus marah marah terlebih dulu”.14
Menurut M. Rizky siswa kelas XI Teknik Komputer Jaringan
mengatakan, bahwa:
“Awal kelas satu saya masih adaptasi dengan kegiatan-kegiatan
keagamaan di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan ini, tapi
setelah saya menjadi petugas dalam kegiatan keagamaan, saya dituntut
harus lebih bertanggung jawab. Dari hasil-hasil pengalaman selama
saya ikut dalam kegiatan, saya dapat paham terhadap pentingnya agama
pada kehidupan saya. mulai menjaga perkataan saya, tindakan, serta
dalam mengambil keputusan berusaha sesuai dengan hati nurani.
Misalnya setiap saya berbuat salah pada ibu, hati nurani saya selalu
mengatakan agar saya segera bertaubat. Sehingga yang saya kerjakan
adalah segera berdo’a kepada Allah SWT minta ampunan serta minta
maaf pada ibu saya”.15
Dalam kaitanya dengan pembinaan pengendalian diri pada siswamelalui
penanaman nilai-nilai Agama. Maka, guru pendidikan agama Islam yang
paling berperan, karena transformasi tentang nilai-nilai Agama lebih banyak
13
Riska Purwaningsih, Siswa kelas XI Administrasi Perkantoran, Wawancara pribadi,
Jum’at 29 Juli 2019. 14 Fathan Fadhillah, Siswa kelas XI Multimedia, Wawancara pribadi, Jum’at, 29 Juli 2019 15
M. Rizky, Siswa kelas XI Teknik Jaringan Komputer, Wawancara pribadi, Jum’at, 29
Juli 2019
55
disampaikan oleh guru agama Islam. Oleh karena itu guru pendidikan agama
Islam dibagi tugas untuk memegang masing-masing kelas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan M. Mukhyidin, S.Pd.I, selaku
guru Pendidikan Agama Islam, beliau mengungkapkan bahwa:
“Dalam kegiatan keagamaan disekolah mempunyai peran penting
dalam mengasah kemampuan para siswa dalam mengaplikasikan
pengetahuanya dalam bentuk lisan dan memberikan pelatihan siswa
tentang tanggung jawab atas apa yang ia putuskan di dalam kegiatan
keagamaan tersebut.”16
Pada dasarnya kegiatan keagamaan yang ada disekolah merupakan
upaya guru Penidikan Agama Islam dalam membina siswanya agar menjadi
manusia yang berakhlak terpuji dan berwawasan luas, salah satunya kegiatan
keagamaan dimana siswa mempunyai peran sendiri-sendiri dalam kegiatan
tersebut. Dengan kegiatan keagamaan disekolah seorang siswa diharapkan
tidak hanya mendapatkan pengetahuan akan tetapi juga pengalaman maka
dengan demikian ia akan mampu berkehidupan dimasyarakat dengan baik.
Hasil dari pengembangan kontrol diri SMK Muhammadiyah 3
Tangerang Selatan melalui penanaman nilai-nilai agama ini bisa dilihat dari
kegiatan keagamaan yang memang guru Pendidikan Agama Islam dan semua
siswa terlibat secara langsung dan aktif, sehingga mereka para siswa mampu
mengontrol diri serta dapat menjadikan diri mereka contoh yang baik bagi
teman-teman yang lain. Ini ditunjukkan dengan kepribadian mereka yang
selalu menunjukkan sopan santun, baik dari perkataan, sikap dan perilakunya.
16
Op.Cit, M. Mukhyidin…, Jum’at, 29 Juli 2019
56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang pengembangan self control (kontrol diri) siswa
kelas XI di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Self control (kontrol diri) adalah suatu aktivitas pengendalian tingkah
laku dalam melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu
sebelum memutuskan sesuatu sebelum bertindak. Semakin tinggi self
control (kontrol diri) semakin intens pengendalian terhadap tingkah
laku.
2. Upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam mengimplementasikan
self control (kontrol diri) pada siswa kelas XI di SMK Muhammadiyah 3
Tangerang Selatan dapat dilihat melalui tiga aspek self control (kontrol
diri) yaitu,
a. Pertama, cognitive control (kontrol pengetahuan) dilakukan
melalui pembelajaran aktif dengan penilaian berbasis kelas
disertai dengan program remidi dan pengayaan,
b. Kedua, behavior control (kontrol perilaku) dilakukan melalui
kegiatan keagamaan yang dilakukan di SMK Muhammadiyah 3
Tangerang Selatan yang mempunyai pengaruh sangat besar
terhadap proses pembentukkan karakter anak terutama pada segi
perilaku diantaranya seperti, shalat Dzuhur dan Ashar berjama’ah,
kultum setelah shalat Ashar, baca tulis Qur’an (BTQ), pesantren
kilat saat bulan Ramadhan, pemotongan hewan Qurban saat hari
raya Idul Adha dan Istighosah kelas XII dalam mempersiapkan
Ujian Nasional
c. Ketiga, decision control (kontrol keputusan) dilakukan melalui
kegiatan keagamaan yang didalamnya memuat nilai-nilai agama
57
yang dapat membimbing para siswa dalam memperoleh wawasan
berupa self control (kontrol diri) yang dapat membantu siswa
dalam mempertimbangkan hal-hal yang akan dilakukan manakah
yang akan membawanya kepada hal positif atau negatif.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, peneliti dapat
memberikan saran, yaitu:
1. Bagi peneliti sebagai calon pendidik dari peneliti ini dapat dijadikan
bahan untuk mengembangkan ilmu pendidikan dan wawasan tentang
upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam mengimplementasikan self
control (kontrol diri) pada siswa kelas XI di SMK Muhammadiyah 3
Tangerang Selatan.
2. Bagi SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan, diharapkan penelitian
ini mampu sebagai evaluasi dan kedepanya dapat dikembangkan dengan
penelitian lanjutan untuk memenuhi kekurangan-kekurangan yang dapat
dilihat secara objektif.
DAFTAR PUSTAKA
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran
dan Kepribadian Muslim. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Anwar, Muhammad. Menjadi Guru Profesional. Jakarta: Prenadamedia Group,
2018.
Borba, Michele. Membangun Kecerdasan Moral; Tujuh Kebajikan Utama
Agar Anak Bermoral Tinggi. Jakarta: GramediaPustakaUtama, 2008.
Chaplin, James P. Kamus Lengkap Psikologi, PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
________. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
________. Kepribadian Guru. PT. Bulan Bintang: Jakarta, 2005.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rinneka Cipta, 1996.
Ghufron, M. Nur & Rini Risnawita S. Teori-teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2010.
http://jabar.tribunnews.com/2018/11/12/soal-video-viral-aksi-siswa-terhadap-
guru-di-smk-di-kendal-kpai-kontak-disdik-jateng.
https://m.detik.com/news/berita-jawa-tengah/d-4297083/viral-video-guru-di-
bully-murid-muridnya-di-kendal.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/10/20/tawuran-pelajar-smk-di-
depok-satu-orang-tewas-dan-3-luka-luka.
Keraf, Gorys. Komposisi. Ende: Nusa Indah, 1980.
Magnis, Franz dan Suseno.,Etika Dasar; Masalah-masalah Pokok Filsafat
Moral. Yogyakarta: Kanisius,1999.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007.
Makmun, Abin Syamsudin. Psikologi Kependidikan. Bandung. Remaja
Rosdakarya. 2005.
Muhaimin. Paradigma Pendidikan Agama Islam Upaya Mengektif kan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2002.
________. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam.
Jakarta: Rajawali Press, 2012.
Mulyasa, E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT Remaja
Rosakarya, 2009/
Musfah, Jejen Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber
Belajar Teori dan Praktik, Jakarta: Kencana, 2011.
Nawawi, Hadari. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas sebagai Lembaga
Pendidikan. Jakarta: Haji Masagung, 1989.
Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 19 Tahun 2005, Standar Nasional
Pendidikan, Pasal 6, Ayat (1).
Pradina, Tika, “Hubungan Antara Pengendalian Diri (Self control) dengan
Kematangan Emosi Siswa Kelas XI di SMK Pelayaran Hang Tuah
Kediri Tahun Ajaran 2016/2017”, Artikel Skripsi Universitas Nusantara
PGRI Kediri.
Purwanto, M. Ngalim. Psikologi Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya:
Bandung, 2007.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, 2005.
Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan. Kalam Mulia: Jakarta, 2013.
Sardiman A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja
Grafindo, 1990.
Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat (3) butir a, b, c dan d tentang
Kompetensi Guru.
Sudaryono. Metodologi Penelitian. Depok: PT RajaGrafindo Persada.
Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Sunarto dan Agung Hartono. Perkembangan Peserta Didik. (Jakarta:Asdi
Mahasatya, 2002.
Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif
Pendekatan, Jakarta: Prenadamedia Group.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya, Bandung,
2000.
Thalib, Syamsul Bachri. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris
Aplikatif, (Kencana: Jakarta, 2010), h. 107
Ubaedy, N. 5 Jurus Menggapai Hidayah, (Jakarta : Pustaka Qalami, 2005)
Hal. 169.
Undang-undang R.I. Nomor 14 Tahun 2005, Guru dan Dosen, Pasal 1, Ayat
(1).
Undang-undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,
Pasal 37, Ayat (1).
Undang-undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,
Pasal 3.
Wirartha, Made. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: CV. Andi
Offset, 2006.
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Lampiran
PEDOMAN WAWANCARA
Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Self Control
(Kontrol Diri) Siswa Kelas XI di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
A. Tujuan :
Untuk mengetahui supaya guru Pendidikan Agama Islam dalam
meningkatkan self control (kontrol diri) pada siswa di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan.
B. Pertanyaan panduan :
Kepala Sekolah Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
1. Identitas Diri
a. Nama : Rachmat Kartolo, S.E., M.Si.
b. Jabatan : Kepala Sekolah
c. Pendidikan Terahir : S2
2. Pertanyaan penelitian
a. Apakah pernah ada penelitian self control (kontrol diri) di SMK
Muhhammadiyah 3 Tangerang Selatan?
- Belum Pernah, baru kali ini saja ada penelitian tentang self
control seperti ini
b. Apakah sekolah mempunyai pengaruh terhadap pembentukan self
control (kontrol diri) siswa?
- Sangat berpengaruh, karena siswa melihat kepada guru-
gurunya sebagai suri tauladannya. Sekolah berpengaruh
karena di sekolah ini pembelajaran dilakukan di dalam kelas
maupun di luar kelas agar anak-anak tidak hanya berhasil dari
segi kognitifnya saja tapi yang paling penting perubahan
sikap dan tingkah lakunya. ketika saya mengajarkan anak
kelas X, mereka mengikuti kegiatan keagamaan kurang
serius, jadi harus ada sedikit ancaman terhadap absensi atau
nilai, agar mereka mau mengikuti kegiatan-kegiatan
keagamaan. Tetapi hal ini tidak saya temukan ketika anak
tersebut sudah kelas XI, mereka sudah mulai bertanggung
jawab dan disiplin terhadap tugas dan kegiatan-kegiatan
keagamaan. Namun setelah mereka kelas tiga mereka sudah
fokus dengan Ujian Nasional, akan tetapi mereka masih tetap
aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan
c. Apa rencana sekolah untuk meningkatkan self control (kontrol
diri) siswa di SMK Muhhammadiyah 3 Tangerang Selatan?
- Sekolah merencanakan dengan shalat zuhur dan ashar
berjamaah disekolah serta saat shalat ashar diselipkan kultum
dari para guru. Serta kegiatan-kegiatan diluar kelas seperti
ekstrakulikuler tentang keagamaan untuk membentuk
lingkungan yang religious didalam sekolah. Seluruh guru dan
wali kelas disini diharuskan selalu memantau tingkah laku
peserta didiknya selama di lingkungan sekolah. Hal ini
dilakukan agar kita mengetahui bagaimana sebenarnya
perilaku mereka.dan hasil dari pemantauan selama ini jarang
sekali ditemukan siswa yang memiliki perilaku menyimpang.
d. Apa pendapat bapak terhadap guru Pendidikan Agama Islam
dalam meningkatkan self control (kontrol diri) siswa?
- Guru PAI harus dapat meningkatkan self control siswa,
karena guru PAI menjadi teladan disekolah ini dalam
pengajaran serta dalam kegiatan keagamaan, seperti guru PAI
memimpin shalat berjamaah kemudian kultum mapun
berkhutbah saat shalat jum’at. Guru PAI juga sebagai
pembimbing, pendamping dan pemberi tauladan bagi anak-
anak, bahkan sebagai orang tua maupun sahabat bagi anak-
anak selama berada disekolah, baik saat didalam kelas
maupun diluar kelas.
e. Apakah keluarga juga harus berperan aktif dan bertanggung
jawab atas penerapan self control (kontrol diri) oleh guru kepada
siswa yang sudah dilakukan di sekolah?
- Keluarga sangat berperan dalam penerapan self control siswa,
karena setelah siswa selesai belajar disekolah, orang tualah
sebagai contoh dari siswa tersebut saat dirumah. Sekolah
bukan tempat dimana guru-guru memberikan pengawasan
yang maksimal kepada siswa-siswi nya, akan tetapi ditempat
inilah para guru berupaya keras dalam membina anak
didiknya supaya apa yang diharapkan dapat tersampaikan,
akan tetapi kami pihak sekolah juga meminta orang tua juga
berperan dalam hal tersebut walaupun sebenarnya dalam hal
bina membina anak adalah kewajiban mutlak orang tua.
Lampiran
PEDOMAN WAWANCARA
Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Self Control
(Kontrol Diri) Siswa Kelas XI di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
Guru Pendidikan Agama Islam SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
A. Tujuan :
Untuk mengetahui upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam
meningkatkan self control (kontrol diri) pada siswa di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan.
B. Pertanyaan panduan :
Guru Pendidikan Agama Islam SMK Muhammadiyah 3 Tangerang
Selatan
1. Identitas Diri
a. Nama : M. Mukhyidin, S.Pd.I.
b. Jabatan : Wakil Bidang Kesiswaan dan Guru PAI
c. Pendidikan Terakhir : S1
2. Pertanyaan penelitian
a. Apakah pernah ada penelitian self control (kontrol diri) di SMK
Muhhammadiyah 3 Tangerang Selatan?
- Belum ada, baru kamu saja yang melakukan penelitian
tentang kontrol diri di sekolah ini
b. Bagaimana penerapan self control (kontrol diri) melalui
Pendidikan Agama Islam di SMK Muhhammadiyah 3 Tangerang
Selatan?
- Penerapannya selalu mengajak kebaikan ke siswa saat belajar
maupun saat istirahat sekolah dan melalui pembelajaran aktif
dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan program
remidi dan pengayaan. Dalam pelaksanaan penerapan self
control siswa, saya gabungkan dengan mata pelajaran yang
saya ajarkan dalam setiap pokok bahasan, dicantumkan ke
silabus dan rancangan pelaksanaan pembelajaran. Dimana
menghubungkan atau mengkaitkan materi yang dipelajari
dengan kehidupan sehari-hari sehingga dapat diterapkan.
Saya menggunakan buku sebagai komponen pembelajaran
yang dapat membantu proses kegiatan pembelajaran di kelas.
Saya menggunakan pendekatan konstektual sebagai proses
belajar mengajar. Dalam pelajaran Agama diterapkan pula
pengembangan perilaku budi pekerti yang mana perilaku
budipekerti ini ada dalam materi pelajaran Agama.
c. Bagaimana upaya bapak dalam membina siswa agar dapat
memiliki self control (kontrol diri) yang baik?
- Dalam membina siswa agar memiliki kontrol diri yang baik,
sebagai Guru Pendidikan Islam memiliki peran yang sangat
vital. Peran guru pendidikan agama Islam disini, tidak hanya
mengajar dikelas, tapi juga sebagai motor, penegak disiplin,
pengurus musholla, qudwah hasanah, motivator dan lain-lain.
Kegiatan keagamaan dilaksanakan secara rutin dan
terprogram, seperti menjadi muadzin, bilal dan kultum sesuai
dengan jadwal telah ditentukan secara rutin
d. Bagaimana upaya bapak dalam peningkatan self control (kontrol
diri) siswa melalui Pendidikan Agama Islam di SMK
Muhhammadiyah 3 Tangerang Selatan?
- Saya berusaha agar siswa dapat meningkatkan taqwanya serta
akhlaknya saat berada di sekolah maupun masyarakat.
Mengajarkan seluruh siswa untuk menjadi pemimpin dengan
diadakannya jadwal adzan, bilal dan kultum disekolah saat
pelaksanaan shalat dzuhur dan shalat ashar secara berjamaah.
Serta mengajak kepada kegiatan-kegiatan keagamaan dalam
sekolah. Dalam proses pembelajaran di kelas pun apabila ada
salah satu siswa yang berlaku tidak baik maka saya akan
memberikan hukuman, pemberian hukuman juga penekanan
pada pembinaan akhlak yaitu berupa didikan misalnya
membersihkan lingkungan sekolah, membaca dan menghafal
ayat Al-Qur’an, hal tersebut saya lakukan supaya para siswa
selalu berdisiplin dan bersikap baik, dimana dengan selalu
bersikap baik dan berdisiplin merupakan cara untuk
membentuk kepribadian siswa yang berakhlakul karimah
e. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam
peningkatan self control (kontrol diri) siswa melalui Pendidikan
Agama Islam di SMK Muhhammadiyah 3 Tangerang Selatan?
- Faktor pendukung karena lingkungan sekitar sekolah semua
masyarakatnya beragama islam dan mushola dekat dengan
sekolah. Faktor penghambatnya mushola kecil tetapi siswa
banyak sehingga tidak cukup siswanya dan karena sekolah
sedang direnovasi jadi tempat wudhu hanya sedikit untuk
siswa.
f. Apakah ruang lingkup pengawasan self control (kontrol diri) oleh
guru hanya sebatas lingkup sekolah?
- Tidak hanya ruang lingkup sekolah, diluar sekolahpun kami
mengawasi lewat komunikasi dengan orang tua siswa. Dalam
ruang lingkup sekolah kami para guru dapat mengawasi
siswa secara sempurna tetapi jika sudah tidak berada sekolah
ruang lingkup untuk kami awasi sangatlah terbatas dan kami
berkoordinasi dengan orang tua siswa dirumah. Kalau
disekolah mungkin para guru dapat melihat perkembangan
pembentukkan karakter peserta didiknya, akan tetapi kalau
sudah keluar dari lingkungan sekolah saya pribadi sebagai
guru kurang mendapat kesempatan untuk melihat apa saja
yang dilakukan para siswa diluar lingkungan tersebut. Upaya
guru pada peserta didiknya saya kira akan maksimal apabila
lingkungan luar dapat membantu memperbaiki dari yang
kurang baik dari peserta didik, tapi saya kira itu tidak apa-apa
apabila siswa dapat menempatkan dirinya kedalam hal yang
lebih positif
g. Apakah keluarga siswa sudah berperan aktif dan bertanggung
jawab dalam pembinaan self control (kontrol diri) kepada siswa?
- Keluarga siswa sudah berperan aktif dalam pembinaan siswa
dilihat dari komunikasi dengan orang tua siswa yang baik dan
lancar. Tidak jarang beberapa orang tua sulit diajak untuk
berkompromi, mereka ingin anak-anak mereka tumbuh
menjadi pribadi yang baik tapi kadang keinginginan orang
tua terhadap anaknya itu tidak didukung dengan aksi yang
nyata, banyak dari mereka tidak tahu kalau mereka berperan
dalam membentuk pribadi anaknya. Kalau guru itu sudah
lepas pengawasan jika siswa sudah tidak berada di
lingkungan sekolah, maksudnya tidak lepas begitu saja, kalau
menemui siswa ketika perpulangan itu waktu bebasnya
digunakan kepada hal yang negatif saya juga turun tangan ,
saya nasehati dan memberitahu bahwa sekolah juga punya
sanksi kalau siswanya melakukan kesalahan, kalau
kesalahanya ringan hukumannya siswa disuruh membaca Al-
Qur’an. Kalau pelanggarannya sudah berat maka akan dibuat
surat peringatan untuk pemanggilan orang tua, karena tujuan
kita itu menjadikan siswa-siswa disini menjadi orang dapat
merubah dirinya menjadi lebih baik lagi. Beliau menegaskan
kembali bahwa: “Lingkup pengawasan guru adalah
disekolah, jika terjadi penyimpangan oleh siswa ketika
dirumah maka orang tualah yang lebih berhak memberikan
arahan kepada anaknya
Lampiran
PEDOMAN WAWANCARA
Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Self Control
(Kontrol Diri) Siswa Kelas XI di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
Siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
A. Tujuan :
Untuk mengetahui upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam
meningkatkan self control (kontrol diri) pada siswa di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan.
B. Pertanyaan panduan :
Siswa SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
1. Identitas Diri
a. Nama : Riska Purwaningsih
b. Kelas : XI Administrasi Perkantoran
2. Pertanyaan penelitian
a. Apa yang anda ketahui tentang self control (kontrol diri)?
- Saya tidak tahu pak, mungkin mengontrol diri sendiri dari
perbuatan jelek
b. Apakah guru Pendidikan Agama Islam sudah memberikan contoh
penerapan self control (kontrol diri) yang baik saat kegiatan
belajar mengajar?
- Guru PAI selalu mengingatkan siswanya agar selalu taat
beribadah dan mengajarkan kebaikan.
c. Bagaimana upaya guru Pendidikan Agama islam dalam
memberikan penerapan self control (kontrol diri) ketika di luar
kelas?
- Guru PAI sudah memberikan jadwal untuk adzan, bilal dan
kultum disaat shalat berjamaah disekolah, sehingga kami para
siswa dapat belajar untuk berbicara didepan banyak orang.
d. Apa pengaruh yang anda rasakan ketika self control (kontrol diri)
diterapkan pada diri anda?
- Jadi lebih bertanggung jawab atas apa yang dikerjakan dan
belajar tentang hal-hal yang belum diketahui oleh saya
sendiri. Awalnya hanya mengikuti kegiatan dari ancaman
absen dan nilai tetapi sekarang sudah mulai sadar karena
kegiatan keagamaan di sekolahan.
e. Apakah guru Pendidikan Agama Islam memberikan peningkatan
self control (kontrol diri) saat berada di sekolah pada diri anda?
- Dalam meningkatkan kontrol diri kami para siswa selalu
diingatkan didalam kelas maupun saat pengumuman untuk
lebih giat dalam beribadah dan lebih bertanggung jawab atas
apa yang harus dikerjakan.
f. Apa pengawasan self control (kontrol diri) siswa oleh guru hanya
dilakukan ketika di sekolah saja?
- Lebih banyak guru hanya mengawasi muridnya disekolah
saja tetapi kadang guru berkoordinasi dengan orang tua siswa
saat mengalami masalah maupun saat mendapatkan hadiah
pada perlombaan
Lampiran
PEDOMAN WAWANCARA
Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Self Control
(Kontrol Diri) Siswa Kelas XI di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
Siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
C. Tujuan :
Untuk mengetahui upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam
meningkatkan self control (kontrol diri) pada siswa di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan.
D. Pertanyaan panduan :
Siswa SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
2. Identitas Diri
a. Nama : Fathan Fadillah
b. Kelas : XI Multimedia
3. Pertanyaan penelitian
a. Apa yang anda ketahui tentang self control (kontrol diri)?
- Belom tau
b. Apakah guru Pendidikan Agama Islam sudah memberikan contoh
penerapan self control (kontrol diri) yang baik saat kegiatan
belajar mengajar?
- Sudah, guru agama selalu mengajarkan hal yang baik dalam
melakukan segala kegiatan dan mengikuti peraturan karena
peraturan membuat kita menjadi lebih baik. Selalu
mengingatkan shalat lima waktu dan mengaji
c. Bagaimana upaya guru Pendidikan Agama islam dalam
memberikan penerapan self control (kontrol diri) ketika di luar
kelas?
- Upayanya memberikan motivasi kepada siswa-siswanya,
memberikan masukan serta selalu mengajarkan ketaatan
dalam hal beribadah maupun dalam hal peraturan sekolah
d. Apa pengaruh yang anda rasakan ketika self control (kontrol diri)
diterapkan pada diri anda?
- Pengaruhnya banyak, awalnya saya hanya ikut-ikutan saja
dalam mematuhi peraturan dan mengerjakan kegiatan
keagamaan disekolah tapi saat kelas dua saya mulai sadar
pentingnya peraturan dan kegiatan keagamaan disekolah ini
e. Apakah guru Pendidikan Agama Islam memberikan peningkatan
self control (kontrol diri) saat berada di sekolah pada diri anda?
- Selalu mengingatkan anak-amak muridnya agar lebih baik
dari hari ini agar tidak celaka pada hari esok. Mengingatkan
taat dan takwa kepada Allah SWT dan selalu mengerjakan
kewajibannya sebagai umat muslim
f. Apa pengawasan self control (kontrol diri) siswa oleh guru hanya
dilakukan ketika di sekolah saja?
- Tidak ada pengawasan saat diluar sekolah
Lampiran
PEDOMAN WAWANCARA
Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Self Control
(Kontrol Diri) Siswa Kelas XI di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
Siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
E. Tujuan :
Untuk mengetahui upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam
meningkatkan self control (kontrol diri) pada siswa di SMK
Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan.
F. Pertanyaan panduan :
Siswa SMK Muhammadiyah 3 Tangerang Selatan
3. Identitas Diri
a. Nama : M. Rizky
b. Kelas : XI Teknik Komputer Jaringan
4. Pertanyaan penelitian
a. Apa yang anda ketahui tentang self control (kontrol diri)?
- Mungkin cara mengontrol diri supaya gak marah-marah dan
harus selalu sabar
b. Apakah guru Pendidikan Agama Islam sudah memberikan contoh
penerapan self control (kontrol diri) yang baik saat kegiatan
belajar mengajar?
- Guru saya selalu berbicara didepan murid-muridnya untuk
memimpin shalat berjamaah maupun memimpin sebuah
kegiatan dan selalu mengingatkan agar menjadi pribadi yang
baik
c. Bagaimana upaya guru Pendidikan Agama islam dalam
memberikan penerapan self control (kontrol diri) ketika di luar
kelas?
- Upaya dari guru PAI disekolah memberikan kepercayaan
kepada saya maupun murid lainnya untuk berbicara didepan
umum dan melakukan kegiatan keagamaan dengan baik dan
benar
d. Apa pengaruh yang anda rasakan ketika self control (kontrol diri)
diterapkan pada diri anda?
- Pengaruhnya sangat besar bagi saya, yang awalnya tidak tau
apa-apa jadi tau banyak hal. Mulai bisa menjaga perkataan
dan mengambil keputusan sesuai hati nurani, seperti saat
berbuat salah pada ibu saya merasa sangat berdosa dan hati
nurani saya ingin sekali bertaubat dan meminta maaf
kepadanya.
e. Apakah guru Pendidikan Agama Islam memberikan peningkatan
self control (kontrol diri) saat berada di sekolah pada diri anda?
- Dalam meningkatkannya selalu diingatkan dan selalu
berusaha sadar diri saja karena ketaqwaan adalah tanggung
jawab diri sendiri
f. Apa pengawasan self control (kontrol diri) siswa oleh guru hanya
dilakukan ketika di sekolah saja?
- Pengawasan diluar sekolah tidak ada tetapi akibat dari
kegiatan keagamaan jadi saya selalu merasa diawasi oleh
Allah SWT dimanapun berada
Lampiran
Pedoman Dokumentasi
Untuk memperoleh data tentang Upaya Guru Pendidikan Agama Islam
Dalam Meningkatkan Self control Siswa di SMK Muhammadiyah 3 Tangerang
Selatan, maka penulis berusaha mendapatkan dokumen meliputi:
1. Profil Sekolah
2. Visi dan Misi Sekolah
3. Foto Kegiatan
Lampiran
Foto Kegiatan
Nomor Jenis kegiatan Foto kegiatan
1. Sholat Ashar,
Tadarus dan
kultum.
2. Peringatan dan
lomba 1 Muharam
3. Kegiatan Belajar
Mengajar di Kelas
4. Mengikuti
kegiatan
Ekstrakulikuler
Marawis
5. Mengumpulkan
Amal ke Tiap Kelas
6. Kegiatan Baca
Tulis Qur’an