unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

Upload: sam-fuad

Post on 01-Mar-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    1/35

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) adalah salah satu komoditas

    unggulan hortikultura di Indonesia yang merupakan salah satu jenis sayuran yang

    sangat berpotensi untuk dikembangkan (DBPH, 2007). Kebutuhan cabai

    meningkat terus-menerus pada setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah

    penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai.

    Produksi cabai di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional

    sehingga pemerintah harus mengimpor cabai yang mencapai lebih dari 16.000 ton

    per tahun (DBPH, 2009). Rataan produksi cabai nasional baru mencapai 4,35

    ton/ha, sementara potensi produksi cabai dapat mencapai lebih 10 ton/ha (DBPH,

    2010).

    Pada umumnya cabai yang dibudidayakan di Indonesia ada lima jenis

    yaitu: Capsicum annuum (cabai merah), Capsicum frutescens (cabai rawit),

    Capsicum chinensis, Capsicum bacctum, dan Capsicum pubescens, dua

    diantaranya yaitu Capsicum annuum dan Capsicum frutescens yang memiliki

    potensi ekonomis cukup tinggi dan paling banyak diusahakan di Indonesia

    (Nawangsih et al.,1999). Tanaman cabai yang merupakan komoditas unggulan

    hortikultura ini memiliki produktivitas yang masih sangat rendah. Rendahnya

    produktivitas tanaman cabai tersebut disebabkan oleh banyaknya faktor yang

    mempengaruhi. Rendahnya produksi cabai di lapangan disebabkan oleh berbagai

    faktor, diantaranya adalah: teknik budidaya, kandungan hara dalam tanah,

    serangan hama dan penyakit. Kendala biologis yang diakibatkan oleh serangan

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    2/35

    2

    patogen virus pada cabai masih merupakan penyebab utama kegagalan panen

    (Suryaningsih et al.,1996).

    Menurut Semangun (2000) salah satu faktor yang mempengaruhi

    rendahnya produktivitas tanaman cabai adalah infeksi oleh virus. Jenis virus yang

    dilaporkan dapat menginfeksi tanaman cabai di Indonesia, diantaranya adalah

    cucumber mosaic virus (CMV), chilli veinal mottle virus (ChiVMV), tobacco

    mosaic virus (TMV), tomato mosaic virus (ToMV), tobacco etch virus (TEV),

    pepper mottle virus (PeMV), tomato spotted wilt virus (TSWV), danpotato virus

    Y(PVY).

    Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh virus biasanya dapat dibedakan

    menjadi dua gejala khas seperti gejala kuning dan mosaik. Gejala kuning

    biasanya pada helai daun mengalami vein clearing, dimulai dari daun-daun

    pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan

    daun menggulung ke atas (cupping), menyebabkan daun-daun mengecil dan

    berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah. Sedangkan gejala

    mosaik biasanya ditandai dengan warna belang antara hijau tua dan hijau muda

    pada daun tanaman. Kadang-kadang disertai dengan perubahan bentuk daun

    cekung, keriting atau memanjang (Semangun, 2000). Selanjutnya dilaporkan

    bahwa infeksi virus secara tunggal maupun secara bersama-sama pada tanaman

    cabai menyebabkan penghambatan terhadap pertambahan tinggi tanaman, dan

    perkembangan cabang tanaman (Taufiket al., 2005).

    Infeksi CMV pada tanaman cabai sering menimbulkan gejala mosaik yang

    umumnya muncul pada pucuk daun, dimana daun muda memperlihatkan

    perubahan warna belang hijau muda kekuningan diantara warna hijau normal atau

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    3/35

    3

    hijau tua. Sedangkan tanaman cabai yang terinfeksiPotyviruspada daunnya akan

    memperlihatkan gejala belang-belang hijau gelap, bercak-bercak hijau gelap, dan

    kadang-kadang pola-pola tersebut menyatu ke tulang daun di dekatnya (Ong,

    1995; Sulyo et al., 1995).

    Berdasarkan gejala yang ditimbulkan oleh infeksi virus pada tanaman

    cabai terdapat masalah dalam membedakan gejala mosaik yang disebabkan oleh

    infeksi ganda. Gejala khas serangan virus menjadi sangat penting, karena virus

    tidak dapat terlihat dan hanya dapat diketahui melalui efek infeksinya yang

    menimbulkan gejala pada tanaman inang. Namun demikian pengamatan di

    lapangan berdasarkan gejala saja hanya berfungsi sebagai panduan. Pengamatan

    gejala di lapangan tidak mampu memastikan jenis virus yang menginfeksi

    tanaman karena gejala serupa mungkin dapat ditunjukkan oleh beberapa virus

    yang berbeda dan gejala mungkin sangat bervariasi, karena virus yang sama dapat

    menghasilkan berbagai gejala tergantung lingkungan dan inangnya (Nurhayati,

    2012)

    Berdasarkan kenyataan diatas infeksi virus menunjukkan gejala yang

    beragam pada satu tanaman dan secara umum tanaman akan mengalami kelainan

    dalam pertumbuhannya, mulai dari pertumbuhan daun yang tidak normal hingga

    tidak dapat bertambah tinggi akibat proses fotosintesis telah terganggu oleh

    infeksi virus. Untuk mendeteksi keberadaan CMV danPotyviruspenyebab gejala

    mosik yang menginfeksi tanaman secara bersamaan sangat susah dan belum

    banyak penelitian yang mengungkap keberadaan asosiasi dari kedua virus ini.

    Dari masalah tersebut perlu dilakukan suatu penelitian untuk dapat mendeteksi

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    4/35

    4

    dua virus yang menginfeksi tanaman secara bersamaan dengan satu metode yaitu

    Duplex RT-PCR.

    1.2 Rumusan Masalah

    Adapun masalah yang perlu di rumuskan dalam penelitian ini adalah :

    Apakah infeksi ganda oleh CMV dan ChiVMV pada tanaman cabai dapat

    dideteksi dengan Duplex RT-PCR ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk dapat mendeteksi infeksi

    ganda dari CMV dan ChiVMV pada tanaman cabai dengan metode Duplex RT-

    PCR.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat dari penelitian ini secara akademis adalah hasil

    penelitian ini akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang Virologi

    Tumbuhan, khususnya aplikasi metode Duplex RT-PCR untuk mempermudah

    deteksi dua virus yang menginfeksi satu tanaman.

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    5/35

    5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Karakteristik Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutesncens L.)

    Tanaman cabai merupakan tanaman budidaya yang termasuk tanaman

    perdu dari famili terong-terongan. Tanaman cabai biasanya ditanam di

    pekarangan dan di kebun sebagai tanaman sayuran. Tanaman cabai berasal dari

    benua Amerika, yaitu dari daerah Peru. Tanaman cabai menyebar ke negara-

    negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk juga Negara Indonesia.

    Tanaman cabai memiliki aneka ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya

    (Chairani, 2008). Tanaman cabai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri

    (self pollinated crop). Karena hal tersebut, persilangan antar varietas secara

    alami sangat mungkin terjadi di lapangan yang dapat menghasilkan ras-ras cabai

    baru dengan sendirinya (Cahyono, 2003).

    Klasifikasi tanaman cabai :

    Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

    Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

    Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

    Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

    Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

    Sub Kelas : Asteridae

    Ordo : Solanales

    Famili : Solanaceae (suku terung-terungan)

    Genus : Capsicum

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    6/35

    6

    Spesies : Capsicum frutescens L.

    Tanaman cabai termasuk dalam genus Capsicum yang mempunyai lebih

    dari 100 spesies. Capssicum frutescens L. (cabai rawit), Capssicum annum L.

    (cabai besar), Capssicum chinense Jacq., Capssicum pendulum Will., dan

    Capssicum pubescesn Ruiz dan Pauwn (Prajnanta, 2001).

    Tanaman cabai termasuk tanaman perdu setahun yang memiliki cabang

    yang banyak dan tinggi tanaman ini mencapai 50-100 cm. Tanaman cabai

    memiliki batang yang berbuku-buku. Tanaman cabai berdaun tunggal, bertangkai,

    dan letaknya berselingan. Helaian daunnya berbentuk bulat telur dengan ujung

    meruncing, pangkal daun menyempit, tepi daun yang rata, pertulangan menyirip,

    panjang 5-9,5 cm, lebar 1,5-5,5 cm dan berwarna hijau. Tanaman cabai

    mengeluarkan bunga pada ketiak daun, mahkota bentuk bintang, bunga tunggal

    atau 2-3 bunga letaknya berdekatan, berwarna putih, putih kehijauan atau ungu.

    Buahnya tegak, kadang-kadang merunduk, berbentuk bulat telur, lurus atau

    bengkok, ujung meruncing, panjang 1-3 cm, lebar 2,5-12 mm, bertangkai

    panjang, dan rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, putih kehijauan, atau

    putih, buah yang masak berwarna merah terang. Bijinya banyak, bulat pipih,

    berdiameter 2-2,5 mm, berwarna kuning kotor. Buahnya digunakan sebagai

    sayuran, bumbu masak, acar, dan asinan, daun muda dapat dikukus untuk lalap

    (BPTP, 2005).

    Tanaman cabai dapat tumbuh dua sampai tiga tahun dari proses

    pembibitan hingga tanaman berproduksi dan cahaya merupakan suatu yang

    sangat penting selama pertumbuhanya. Pada intensitas cahaya optimum dalam

    waktu yang cukup lama, masa pembungaan tanaman akan terjadi lebih cepat dan

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    7/35

    7

    proses pematangan buahnya juga akan berlangsung lebih singkat. (Pracaya,

    1994). Umur tanaman dan panen cabai ditentukan oleh jenis cabai yang ditanam

    dan kondisi lingkungan pada tanaman cabai. Tanaman cabai besar dan keriting

    yang ditanam di dataran rendah sudah dapat dipanen pertama kali umur 70-75

    hari setelah tanam. Waktu panen di dataran tinggi lebih lambat yaitu sekitar 4-5

    bulan setelah tanam. Panen dapat terus-menerus dilakukan sampai tanaman

    berumur 6-7 bulan. Pemanenan dapat dilakukan dalam 3-4 hari sekali atau paling

    lama satu minggu sekali (Nawangsih et al., 1999).

    Tanaman cabai akan dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah

    sampai tinggi yang tanahnya gembur dan kaya bahan organik. Umur tanaman

    cabai dapat mencapai 2-3 tahun (Nawangsih et al., 1999; Cahyono, 2003).

    Tanaman cabai memerlukan pH tanah berkisar antara 5,5-6,8 dengan drainase

    baik dan cukup tersedia unsur hara bagi pertumbuhannya. Kisaran suhu optimum

    bagi pertumbuhannya adalah 18-30 C (Cahyono, 2003). Tanaman cabai secara

    geografis dapat tumbuh pada ketinggian 0-1200 m di atas permukaan laut.

    Daerah dataran tinggi yang berkabut dan kelembabannya tinggi, tanaman cabai

    mudah terinfeksi penyakit. Cabai akan tumbuh baik pada daerah yang rata-rata

    curah hujan tahunannya antara 600-1250 mm dengan bulan kering 3-8,5 bulan

    dan tingkat penyinaran matahari lebih dari 45% (Suwandi et al., 1997).

    2.2 Penyakit Virus Pada Tanaman Cabai

    Tanaman cabai yang terinfeksi virus dapat menurunkan pertumbuhan dan

    produksi tanaman, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Syamsidi et al.,

    1997). Tanaman cabai yang dibudidayakan petani dilapangan sering sekali

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    8/35

    8

    menemui masalah terinfeksi virus sehingga dapat mengakibatkan terjadinya

    penurunkan produksi buah cabai. Infeksi virus pada tanaman cabai pada

    umumnya disebabkan karena adanya vektor yang menyerang seperti, Myzus

    persicae (aphids), Bemisia tabaci (kutu kebul), Thrips tabaci (Pracaya, 1994).

    Infeksi virus pada tanaman cabai pada umumnya ialah, CMV (Cucumber mosaic

    virus), TMV (Tobacco mosaic virus ), TEV (Tobacco etch virus), PVY (Potato

    virus Y), ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus) dan TYLCV (Tomato yellow leaf

    curl virus) (Pracaya, 1994).

    Dilaporkan bahwa infeksi virus secara tunggal maupun secara bersama-

    sama pada tanaman cabai menyebabkan penghambatan terhadap pertambahan

    tinggi tanaman, dan perkembangan cabang tanaman (Taufik et al., 2005). Hasil

    penelitian Nyana (2012) mendapatkan bahwa ada dua jenis virus utama yang

    menyerang tanaman cabai di Bali, yaitu dengan gejala mosaik (57,4%) yang

    berasosiasi dengan infeksi tiga jenis virus yang berbeda, yaitu Tobacco mosaic

    virus (TMV) dari golongan Tobamovirus, Cucumber mosaic virus (CMV) dari

    golongan Cucumovirus atau Chili veinal motle virus (ChiVMV) dari golongan

    ChiVMV dan gejala kuning (9,2%) yang diinduksi olehPepper yellow leaf curl

    ivirus (PepYLCV), dari golonganBegomovirus.

    Virus yang menginfeksi tanaman cabai juga menginfeksi tanaman spesies

    lain. Dilaporkan lebih dari 1800 spesies tanaman dapat terinfeksi virus yang sama

    dengan virus yang menyerang tanaman cabai. Identifikasi virus yang menginfeksi

    tanaman adalah hal yang sangat penting dilakukan. Dengan hasil identifikasi

    tersebut, dapat digunakan sebagai panduan untuk langkah langkah pemberantasan

    beberapa sumber virus yang potensial, sehingga tanamn cabai maupun tanaman

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    9/35

    9

    dari spesies lain terhindar dari infeksi virus yang menyerang tanaman cabai

    (Edwarson dan Christie, 1997).

    2.3 CMV (Cucumber mosaik virus)

    CMV adalah virus yang termasuk dalam kelompok Cucumovirus,

    bersama-sama dengan Peanut stunt virus (PStV) dan Cabaio aspermy virus

    (CAV) (Palukaitis et al., 1997). CMV merupakan virus tanaman yang berbentuk

    polihedral dengan diameter 28 nm, virus ini dilaporkan dapat menginfeksi lebih

    dari 800 spesies tumbuhan, dapat menyebabkan kerugian besar pada berbagai

    jenis tanaman (Palukaitis et al., 1997).

    Penyebaran CMV dapat dilakukan oleh lebih dari 60 spesies aphid,

    khususnya olehAphis gossypii danMyzus persicae secara non-persisten. Virus ini

    bisa ditularkan hanya dalam waktu 5 detik sampai 10 detik dan ditranslokasikan

    dalam waktu kurang dari satu menit. Kemampuan CMV untuk ditranslokasikan

    menurun kira-kira setelah 2 menit dan biasanya hilang dalam 2 jam. Selain itu,

    beberapa isolat dapat kehilangan kemampuannya untuk ditularkan oleh spesies

    kutu daun tertentu tetapi dapat ditularkan oleh spesies kutu daun yang lain.

    Berbagai spesies gulma dapat menjadi inang CMV, oleh karenanya dapat menjadi

    sumber virus bagi tanaman budidaya lain (Khetarpal et al., 1998). Pada daerah

    subtropis CMV dapat melewati musim dingin dan bertahan pada gulma-gulma

    tahunan (Agrios, 2005).

    Serangan CMV pada tanaman cabai menimbulkan gejala mosaik yang

    umumnya muncul pada pucuk tanaman dimana daun muda memperlihatkan

    perubahan warna belang hijau muda kekuningan diantara warna hijau normal atau

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    10/35

    10

    hijau tua. Bagian yang berwarna hijau muda biasanya lebih tipis, sedangkan yang

    berwarna hijau tua lebih tebal dari normal. Seiring dengan perkembangan daun,

    bentuk daun menjadi berubah (malformasi) seperti: menggulung, deformasi,

    menyempit, mengkerut atau berubah seperti tali sepatu (shoestring), berukuran

    lebih kecil dan mengalami nekrosis (membentuk cincin-cincin nekrotik). Gejala

    pada batang adalah batang mengalamistunt(kerdil). Sedangkan pada buah adalah

    buah akan mengalami distorsi, diskolorasi, deformasi, sunken areas, black spot,

    bercak dan cincin-cincin nekrotik, serta buah bengkok (Gallitelli, 1998).

    Jika tanaman terinfeksi pada waktu masih muda tanaman akan terhambat

    pertumbuhannya dan menjadi kerdil. Tanaman yang sakit menghasilkan buah

    yang kecil dan sering tampak berjerawat (Semangun, 2000). Virus ini dapat

    menyebabkan penurunan hasil sebesar 30-60%, bahkan jika infeksi terjadi pada

    fase bibit dapat menyebabkan kerusakan sampai 100% (Duriat, 1996).

    2.4 ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus)

    ChiVMV merupakan salah satu genus virus yang banyak menimbulkan

    kerugian hasil pertanian dibandingkan dengan virus-virus dari genus yang

    lainnya. Hal ini disebabkan oleh jumlah spesies Potyvirus yang banyak,

    penyebaran yang mudah melalui kutu daun secara non-persistent yang sulit

    dikendalikan, infeksinya pada tanaman inang yang menimbulkan gejala nekrosis,

    klorosis, dan kerdil (Lindbo et al., 1992)

    Infeksi virus merupakan kendala budidaya cabai di Indonesia. Beberapa

    macam virus telah dilaporkan dapat menyerang kultivar cabai di Indonesia yang

    berasal dari genus Potyvirus yaitu, Chilli Veinal Mottle Virus (ChiVMV) dan

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    11/35

    11

    Potato Virus Y(PVY) yang dapat menginduksi gejala mosaik (Duriat et al., 1995;

    Suryaningsih et al., 1996).

    Tanaman cabai yang terinfeksi virus ChiVMV pada daunnya akan

    memperlihatkan gejala belang-belang hijau gelap, bercak-bercak hijau gelap, dan

    kadang-kadang pola-pola tersebut menyatu ke tulang daun di dekatnya. Produksi

    dan kualitas buah menjadi rendah karena serangan dari Potyvirus mengganggu

    pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Ong, 1995; Sulyo et al. 1995). Gejala

    serangan akan terlihat paling keras pada daun yang paling muda, pertumbuhannya

    akan terhambat dan memiliki garis-garis hijau gelap pada batang dan cabang.

    Selain itu, serangan ChiVMV akan mengganggu perkembangan bunga sebelum

    pembentukan buah cabai. Beberapa buah yang dihasilkan akan nampak belang-

    belang, dan hal ini akan berdampak pada kehilangan hasil secara signifikan

    (Opriana, 2009).

    Myzus persicae, Aphis gossypii, A. craccivora, A. spiraecola, dan

    Hysteroneura setariae merupakan kutu daun yang dapat menjadi vektor

    penularan virus ChiVMV. Penularan virus ini melalui kutu daun dilakukan secara

    non-persistent, dimana aphids mendapat virus dengan mengisap tanaman yang

    terinfeksi hanya dengan waktu beberapa detik, kemudian aphids akan menularkan

    virus dengan cepat pada tanaman sehat, setelah itu dia akan kehilangan virus dan

    tidak mampu lagi menularkan virus pada tanaman yang lain (Millah, 2007).

    PVY adalah spesies dari genus Potyvirus yang mempunyai titik

    pengenceran terakhir 1 : 1000-100.000 dan titik pemanasan inaktifasi lebih

    kurang 500 C. Virus ini berbentuk benang-benang pendek yang panjangnya

    berbeda. Sitoplasma sel tanaman yang terinfeksi terdapat inklusi yang berbentuk

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    12/35

    12

    cakra, yang merupakan tanda khas dari PVY. Virus ditularkan ditularkan oleh

    kutu daun,Myzus persicae secara non persisten serta secara mekanis. Gejala yang

    timbul pada tanaman ini tidak begitu beragam. Infeksi menyebabkan gejala

    mosaik antar tulang daun, tulang daun berwarna gelap, sedangkan diantaranya

    berwarna lebih muda, gejala mosaik yang lemah ini biasanya lebih jelas pada

    daun-daun tua, yang terlindungi oleh daun diatasnya (Duriat dan Muharam,

    2003).

    PVY ditularkan oleh kutu daun tetapi juga dapat tetap bertahan di dalam

    bibit tanaman. Penggunaan bibit tanaman yang sama selama beberapa generasi

    berturut-turut akan menyebabkan terjadinya penurunan hasil oleh virus tersebut.

    Peningkatan infeksi selama beberapa tahun terakhir telah menyebabkan kerugian

    yang cukup besar. Peningkatan infeksi dapat disebabkan oleh penurunan

    efektivitas bahan kimia yang digunakan dalam pengendalian vektor, penggunaan

    benih yang tidak tahan dan teknik budidaya. Pemanasan global juga telah

    menyebabkan peningkatan jumlah vektor yang menyebabkan peningkatan

    penyebaran virus (Boonham et al., 2002).

    PVY menginfeksi banyak spesies tanaman yang memiliki nilai ekonomi

    penting, seperti: kentang (Solanum tuberosum), tembakau (Nicotiana tabacum),

    tomat (Solanum lycopersicum) dan cabai ( Capsicum spp.). Tingkat kerusakan

    tanaman ditentukan oleh strain virus, waktu infeksi dan toleransi inang. Cara

    yang paling umum infeksi PVY di lapangan adalah melalui kutu daun. Gulma dan

    tanaman lainnya dapat menjadi inang dan berfungsi sebagai tempat berkembang

    biak kutu daun . Myzus persicae merupakan serangga yang berperan sebagai

    vektor virus yang paling efektif, meskipun ada jenis kutu daun lain yang juga

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    13/35

    13

    berperan penting dalam penyebaran PVY. Penularan PVY oleh kutu daun terjadi

    secara non-persistentberarti replikasi virus tidak terjadi dalam vektor kutu daun.

    Virus melekat pada styletdalam hitungan detik dan dapat tetap menular selama

    4-17 jam. Virus masuk ke dalam sel tanaman kemudian coat protein lepas dari

    RNA genom. RNA virus berfungsi sebagai mRNA yang masih sedikit yang

    diketahui tentang terjemahannya. Hasil mRNA yang diterjemahkan menjadi

    polyprotein kemudian dipotong menjadi protein. Protein virus bersama dengan

    protein inang, berkumpul untuk membentuk kompleks replikasi. Kompleks ini

    membentuk RNA negatif, dengan menggunakan untai positif RNA virus sebagai

    template. Setelah salinan RNA diproduksi dilanjutkan dengan sintesis berbagai

    protein. Coat protein akan bergabung kembali untuk membentuk virus

    baru. Partikel-partikel virus baru yang disintesis selanjutnya diangkut melalui

    plasmodesmata sel tanaman yang berdekatan dibantu beberapa protein potyvirus.

    Distribusi virus dalam tanaman terjadi sesuai dengan hubungan sumber infeksi

    dan aliran hasil fotosintesis (Boonham et al., 2002).

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    14/35

    14

    BAB III

    KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    3.1 Kerangka Berfikir

    Kebutuhan cabai meningkat terus-menerus pada setiap tahun sejalan

    dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang

    membutuhkan bahan baku cabai. Rataan produksi cabai nasional baru mencapai

    4,35 ton/ha, sementara potensi produksi cabai dapat mencapai lebih 10 ton/ha

    (DBPH, 2010). Rendahnya produksi cabai di lapangan disebabkan oleh berbagai

    faktor, diantaranya adalah teknik budidaya, kandungan hara dalam tanah,

    serangan hama dan penyakit. Kendala biologis yang diakibatkan oleh serangan

    patogen virus pada cabai masih merupakan penyebab utama kegagalan panen,

    maka usaha untuk mengatasi penyakit cabai akibat virus sangat perlu mendapat

    perhatian (Suryaningsih et al.,1996).

    Menurut Semangun (2000) salah satu faktor yang mempengaruhi

    rendahnya produktivitas tanaman cabai adalah infeksi oleh virus. Infeksi virus

    biasanya menimbulkan gejala khas seperti gejala kuning dan mosaik. Gejala

    kuning biasanya pada helai daun mengalami vein clearing, dimulai dari daun-

    daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal

    dan daun menggulung ke atas (cupping), menyebabkan daun-daun mengecil dan

    berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah. Sedangkan gejala

    mosaik biasanya ditandai dengan warna belang antara hijau tua dan hijau muda

    pada daun tanaman. Kadang-kadang disertai dengan perubahan bentuk daun

    (cekung, keriting atau memanjang).

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    15/35

    15

    Infeksi CMV sering menimbulkan gejala mosaik yang umumnya muncul

    pada pucuk tanaman dimana daun muda memperlihatkan perubahan warna belang

    hijau muda kekuningan diantara warna hijau normal atau hijau tua. Sedangkan

    tanaman cabai yang terinfeksi Potyvirus pada daunnya akan memperlihatkan

    gejala belang-belang hijau gelap, bercak-bercak hijau gelap, dan kadang-kadang

    pola-pola tersebut menyatu ke tulang daun di dekatnya, leaf cupping, epinasti dan

    nekrosis (Ong, 1995; Sulyo et al., 1995).

    Berdasarkan gejala yang ditimbulkan oleh infeksi virus terdapat masalah

    dalam membedakan gejala mosaik yang disebabkan oleh infeksi ganda. Gejala

    khas serangan virus menjadi sangat penting karena virus yang biasanya tidak

    terlihat dan hanya dapat diketahui melalui efek infeksinya pada tanaman inang.

    Namun demikian pengamatan di lapangan berdasarkan gejala saja hanya

    berfungsi sebagai panduan. Pengamatan gejala di lapangan tidak mampu

    memastikan jenis virus yang menginfeksi tanaman karena gejala serupa mungkin

    dapat ditunjukkan oleh beberapa virus yang berbeda dan gejala mungkin sangat

    bervariasi, karena virus yang sama dapat menghasilkan berbagai gejala

    tergantung lingkungan dan inangnya (Nurhayati, 2012).

    Untuk mendeteksi keberadaan CMV dan ChiVMV penyebab gejala mosik

    yang menginfeksi tanaman secara bersamaan sangat susah dan belum banyak

    penelitian yang mengungkap keberadaan asosiasi dari kedua virus ini. Dari

    masalah tersebut perlu dilakukan suatu penelitian untuk dapat mendeteksi dua

    virus yang menginfeksi tanaman secara bersamaan dengan satu metode yaitu

    Duplex RT-PCR.

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    16/35

    16

    3.2 Konsep Penelitian

    Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian.

    3.3 Hipotesis

    Hipotesis dalam penelitian ini adalah Duplex RT-PCR dapat mendeteksi

    inveksi ganda oleh CMV dan ChiVMV pada tanaman cabai.

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    17/35

    17

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Marga Tengah, Desa Kerta,

    Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar pada ketinggian tempat 700 m di atas

    permukaan laut. Uji molekuler dengan metode Duplex RT-PCR dilakukan di

    Laboratorium Virologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Institut Pertanian

    Bogor (IPB) setelah adanya hasil uji serologi yaitu dengan teknik ELISA yang

    telah dilakukan pada penelitian sebelumnya yang telah dikonfirmasi dalam

    penelitian Sukada (2014). Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan

    Februari 2014 sampai dengan Mei 2014.

    4.2 Bahan dan Alat

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanaman cabai

    yang terinfeksi ganda oleh virus CMV dan ChiVMV, Thermo scientific GeneJET

    Plant RNA Purification Mini Kit, primer, buffer Phosphate, buffer TBS-Tween,

    KOH, aquades, alkohol dan CaCl3.

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, gunting, cawan petri,

    mortar, pinset, timbangan, tabung reaksi, tabung gelas, mesin PCR.

    4.3 Pelaksanaan Penelitian

    4.3.1 Survei pengambilan sampel dilapangan

    Survei dilakukan untuk mengumpulkan tanaman yang bergejala khas

    infeksi ganda CMV dan ChiVMV. Survei dan pengambilan contoh tanaman

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    18/35

    18

    (sampel) cabai dilakukan di kebun petani Desa Kerta, Payangan Gianyar, Bali.

    Survei dilakukan untuk mengamati gejala pada tanaman cabai, mengetahui

    pengaruh infeksi terhadap cabai, serta variasi gejala yang muncul pada jenis

    tanaman cabai berbeda.

    Untuk verifikasi jenis virus maka dilakukan pengambilan sampel daun-

    daun pucuk dari tanaman cabai yang telah di uji serologi dengan teknik ELISA

    dalam penelitian Sukada (2014), menunjukkan adanya infeksi virus CMV dan

    ChiVMV. Segera setelah dipetik, daun-daun pucuk cabai tersebut secara terpisah

    dimasukkan ke dalam tabung gelas berdiameter 2,5 cm dan panjang 15 cm yang

    telah diisi separuh volumenya dengan serbuk CaCl3 kemudian ditutup rapat-rapat

    sampai kedap udara. Bahan higroskopis ini akan menyebabkan sampel daun

    mengering terawetkan namun tidak mempengaruhi viabilitas maupun sifat

    intrinsik virus yang mungkin terkandung di dalamnya.

    4.3.2 Deteksi Duplex CMV dan ChiVMV dengan RT-PCR

    Untuk dapat mendeteksi infeksi ganda oleh CMV dan ChiVMV yang

    menginfeksi tanaman cabai, dilakukan deteksi virus dengan metode Duplex RT-

    PCR, menggunakan primer khusus yang dapat mengamplifikasi virus secara

    terpisah.

    4.3.2.1 Ekstraksi RNA total.

    RNA total diekstraksi dari jaringan daun tanaman cabai bergejala klorosis

    dengan menggunakan Rneasy Plant Mini Kits (Qiagen Inc., Chatsworth, CA.,

    USA). Tahapannya adalah sampel daun sebanyak 0,1 g digerus menggunakan

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    19/35

    19

    mortar dan pistil steril dengan bantuan nitrogen cair. Hasil gerusan dimasukkan

    ke dalam tabung mikro 2 ml dan ditambahkan 450 l buffer RLT yang

    mengandung 1% merkaptoethanol, kemudian divortex. Sampel diinkubasi pada

    suhu 56 C selama 10 menit. Sampel dipipet, lalu dimasukkan ke

    dalam QIAshredder spin column ungu dan ditempatkan pada tabung koleksi 2 ml,

    lalu disentrifuse dengan kecepatan 13000 rpm selama 2 menit. Supernatan dipipet

    tanpa menyentuh pelet dalam tabung koleksi, lalu dipindahkan ke dalam tabung

    mikro 2 ml baru. Kemudian ditambahkan 0,5 vol ethanol 96% ( 225 ml) dan

    dicampur dengan rata. Sampel ( 650 ml) termasuk endapan yang terbentuk ke

    dalamRNeasy mini colomnpink, kemudian ditempatkan pada tabung koleksi 2

    ml dan disentrifuse dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 detik. Cairan yang

    terdapat pada tabung koleksi dibuang, kemudian ditambahkan 700 ml buffer

    RW1 ke dalamRNeasy colomn, ditutup dengan baik dan disentrifuse dengan

    kecepatan 10000 rpm selama 15 detik untuk mencuci colomn. RNeasy

    colomn dipindahkan ke dalam tabung koleksi 2 ml baru, buffer RPE dipipet

    sebanyak 500 l kemudian dimasukkan ke dalamRNeasy colomn dan ditutup

    dengan rapat, disentrifuse dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 detik. Tabung

    koleksi digunakan kembali, ditambahkan sebanyak 500 l buffer RPE dan

    disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm selama 2 menit. Untuk meyakinkan

    bahwa colomn telah kering, colomn dipindahkan pada tabung koleksi baru,

    kemudian disentrifuse dengan kecepatan 10000 rpm selama 1 menit. Selanjutnya,

    40 lRNAse free waterditambahkan ke dalamRNeasy colomn, didiamkan 10

    menit kemudian disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm selama 1 menit. Siapan

    RNA total ini digunakan sebagai template dalam reaksi RT-PCR.

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    20/35

    20

    4.3.2.2 Sintesis cDNA.

    RNA hasil ekstraksi selanjutnya ditranskripsi balik menjadi cDNA

    (complementary DNA) dengan menggunakan teknikReverse Transcriptase (RT).

    Reaksi RT dibuat dengan total volume 10 l yang mengandung 2 l RNA total,

    1 l buffer RT 10X, 0,35 l 50 mM DTT (dithiothreitol), 2 l 10 mM dNTP

    (deoksiribonukleotida triphosphat), 0,35 l M-MuLV Rev, 0,35 lRNase

    inhibitor, 0,75 l oligo (dT), dan 3,2 l H2O. Komponen-komponen tersebut

    digunakan untuk satu kali reaksi RT. Reaksi RT dilakukan dalam

    sebuahAucabaied Thermal cycler(Gene Amp PCR System 9700; PE Applied

    Biosystem, USA) yang diprogram untuk satu siklus pada suhu 25 C selama 5

    menit, 42 C selama 60 menit, dan 70 C selama 15 menit. Siapan cDNA hasil RT

    ini, digunakan sebagai DNA template dalam reaksi PCR.

    4.3.2.3 Amplifikasi DNA dengan PCR.

    Amplifikasi DNA virus dilakukan dengan metodePolymerase Chain

    Reaction (PCR). Dalam penelitian ini, dilakukan tiga cara untuk mengamplifikasi

    DNA CMV, ChiVMV, dan keduanya. Pertama, adalah mengunakan pasangan

    primer ChiVMV, kedua, digunakan pasangan primer CMV, dan ketiga,

    digunakan pasangan primer CMV dan ChiVMV yang dicampur untuk

    mengamplifikasi DNA. Amplifikasi DNA dilakukan dengan

    menggunakan pasangan primer spesifik yang telah didesain khusus untuk

    mengamplifikasi masing-masing virus secara terpisah (Tabel 4.1).

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    21/35

    21

    Tabel 4.1

    Nama primer yang mengamplifikasi gen coat protein masing-masing virus

    Reaksi PCR dengan total volume 25 l, terdiri atas 1 l masing-masing

    primer, 2,5 l buffer PCR 10X + Mg2+, 0,5 l 10 mM dNTP, 2,5 l sucrose

    cresol 10X, 0,3 l Taq DNA polymerase, 15,2 l H2O, dan 1 l DNA template.

    Amplifikasi ini dilakukan padaAucabaied Thermal cycler(Gene Amp PCR

    System 9700; PE Applied Biosystem, USA). Amplifikasi ini didahului dengan

    denaturasi awal pada 93,5 C selama 3 menit. Kemudian dilanjutkan dengan 17

    siklus yang terdiri dari denaturasi pada 93,5 C selama 45 detik, penempelan

    primer (annealing) pada 55 C selama 45 detik, dan pemanjangan pada 72 C

    selama 1 menit, dan dilanjutkan kembali dengan 18 siklus yang terdiri dari

    denaturasi pada 94 C selama 1 menit, penempelan primer (annealing) pada 47 C

    selama 2 menit, dan pemanjangan pada 72 C selama 2 menit. Khusus untuk

    siklus terakhir, ditambahkan 10 menit pada 72 C untuk tahapan sintesis, dan

    NamaVirus

    Primer (5-3) Produk PCR

    Pustaka

    ChiVMV ChiVMV F Ind

    AACCTGAGCGTATAGTTTCA

    ChiVMV R Ind

    TACGCTTCAGCAAGATTGCT

    900 bp Jan et al.

    (2000)

    CMV

    CMV-CP-F

    ATGGACAAATCTGAATCAACCAGTG

    CMV-CP-R

    TCAAACTGGGAGCACCCCAGATGTG

    657 bp

    GenBank

    dengannomor

    asesi

    FR820451

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    22/35

    22

    siklus berakhir pada suhu 4C. Setelah dilakukan PCR, dilanjutkan dengan

    elektroforesis.

    4.3.2.4 Elektroforesis.

    Pembuatan gel agarose dilakukan dengan konsentrasi 1%. Agarose

    sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer 100 ml, lalu ditambahkan

    30 ml buffer Tris-Acetat EDTA (TAE) 0,5x (0,045 M Tris-Acetat, 0,01 M

    EDTA). Kemudian campuran dipanaskan dalam microwave sampai agarose larut.

    Larutan agar didinginkan hingga suhu 60 C selama kurang lebih 15 menit, lalu

    ditambahkan 1,5 l ethidium bromida kemudian diaduk. Sebelumnya, pencetak

    gel disiapkan terlebih dahulu dan sisir gel diletakkan di bagian atas pencetak

    gel. Selanjutnya, larutan gel agarose dituang ke dalam cetakan. Gel didiamkan

    sampai mengeras (30-45 menit). Setelah mengeras, gel diambil dan diletakkan ke

    dalam bak elektroforesis yang berisi buffer TAE 0,5 kali. Sebanyak 7 l DNA

    hasil PCR dimasukkan ke dalam sumur gel elektroforesis dan pada sumuran gel

    elektroforesis yang berada di posisi sebelah kiri dimasukkan 10 l marker DNA

    (100 bp). Elektroforesis dilakukan dengan tegangan 50 volt selama 60 menit.

    Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan transluminator ultraviolet. Pita DNA

    yang terbentuk pada hasil elektroforesis tersebut dipotret dengan menggunakan

    kamera digital.

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    23/35

    5.1 Gejala Infeksi G

    Hasil pengam

    yang terinfeksi Chi

    daun membulat pada

    CMV terlihat belan

    disertai dengan peru

    ini telah diverivikasi

    uji serologi dengan

    dikoleksi berdasarka

    mosaik pada tanama

    asosiasi CMV dan C

    Gambar 5.1.

    Gambar 5.1 Tanama

    1. Mosa

    23

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    anda CMV dan ChiVMV pada Tanaman

    atan di Desa Kerta, Payangan, Gianyar, Bali

    MV pada daun memperlihatkan gejala mo

    ujungnya serta melengkung ke atas. Gejala

    hijau tua dan hijau muda pada daun-dau

    ahan bentuk daun (cekung, keriting atau

    dalam hasil penelitian sebelumnya oleh Suk

    teknik ELISA yang menunjukkan bahw

    n atas gejala yang diamati terbukti bah

    n cabai berasosiasi dengan CMV, dan Ch

    hiVMV yang menginfeksi tanaman cabai da

    n cabai yang terinfeksi CMV dan ChiVMV

    ik, 2. Klorosis dan 3.Leaf cupping.

    Cabai Rawit

    , tanaman cabai

    aik dan bentuk

    yang terinfeksi

    nya, gejala ini

    emanjang). Hal

    ada (2014) pada

    a sampel yang

    a untuk gajala

    iVMV. Adanya

    pat dilihat pada

    meliputi gejala:

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    24/35

    24

    Gejala infeksi virus CMV dan ChiVMV yang tampak pada Gambar 5.1

    merupakan hasil interaksi antara patogen, inang dan lingkungan. Pengaruh

    timbulnya penyakit sangat tergantung pada jumlah populasi patogen, kemampuan

    patogen untuk menimbulkan penyakit yaitu berupa kemampuan menginfeksi dan

    kemampuan menyerang tanaman inang, kemampuan adaptasi patogen,

    penyebaran, ketahanan hidup dan kemampuan replikasi patogen. Pengaruh

    tanaman inang terhadap timbulnya suatu penyakit tergantung dari jenis tanaman

    inang, kerentanan tanaman, bentuk dan tingkat pertumbuhan, struktur dan

    kerapatan populasi, kesehatan tanaman dan ketahanan inang. Pengaruh keadaan

    lingkungan terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus sangat tergantung pada

    kondisi inangnya, mengingat virus tidak dapat melakukan metabolisme sendiri.

    Sinar matahari dan suhu sering mempengaruhi perkembangan gejala yang tampak

    pada tanaman inang. Sinar matahari, suhu, ketersediaan air dan unsur hara yang

    kurang optimal dapat mengakibatkan meningkatnya penampakan gejala pada

    tanaman. Hal ini diakibatkan karena virus memerlukan hasil metabolisme dari

    tanaman inang yang aktif untuk keperluan perbanyakannya (Bos, 1994). Apabila

    hasil metabolisme inang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan

    tanaman dan keperluan virus, maka akan timbul gejala khas virus seperti kerdil,

    daun keriput, dan klorosis. Munculnya gejala penyakit virus pada tanaman

    disebabkan oleh adanya pergerakan virus ke jaringan tanaman melalui pembuluh

    floem dan akan tersebar ke seluruh bagian tanaman bersamaan dengan peredaran

    hasil fotosintat (Hull 2002; Martin, 2004). Semakin cepat proses perkembangan

    dan penyebaran virus di dalam sel tanaman, maka gejala sistemik muncul

    semakin cepat dan tingkat keparahannya semakin tinggi. Keparahan gejala

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    25/35

    25

    penyakit yang muncul juga terkait dengan interaksi antara CMV dan ChiVMV

    dengan kultivar tanaman cabai.

    Walaupun demikian dalam jumlah asam nukleat virus yang cukup besar

    dalam tumbuhan belum tentu dapat memperlihatkan gejala. Pengaruh tersebut

    mungkin terjadi melalui sintesis protein baru (asing) oleh tumbuhan yang

    disebabkan oleh virus (enzim, hormon, dan lain-lain) yang menyebabkan

    metabolisme inang menjadi terganggu (Bos, 1994., Agrios, 2005).

    Serangga vektor mempunyai peranan penting dalam penyebaran virus

    terutama dari kelompok kutu daun (Aphididae: Homoptera). Spesies kutu daun

    yang dilaporkan dapat menularkan ChiVMV adalah A. craccivora, A. gossypii,

    A. spiraecola, M. persicae, Toxoptera citricidus, Hystreroneura setariae dan

    Rhopaloshipum maydis. Penyebaran CMV dapat dilakukan oleh lebih dari 60

    spesies aphid, khususnya oleh Aphis gossypii dan Myzus persicae secara non-

    persistent. Virus ini bisa ditularkan hanya dalam waktu 5 detik sampai 10 detik

    dan ditranslokasikan dalam waktu kurang dari satu menit. Kemampuan CMV

    untuk ditranslokasikan menurun kira-kira setelah 2 menit dan biasanya hilang

    dalam 2 jam. Selain itu, beberapa isolat dapat kehilangan kemampuannya untuk

    ditularkan oleh spesies kutu daun tertentu tetapi dapat ditularkan oleh spesies

    kutu daun yang lain. Berbagai spesies gulma dapat menjadi inang CMV, oleh

    karenanya dapat menjadi sumber virus bagi tanaman budidaya lain (Khetarpal et

    al., 1998). Pada daerah subtropis CMV dapat melewati musim dingin dan

    bertahan pada gulma-gulma tahunan (Agrios, 2005).

    Partikel virus memperbanyak diri di dalam sel inang sehingga

    mengganggu proses fisiologi tanaman inang. Virus yang mampu melakukan

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    26/35

    26

    replikasi dengan cepat di dalam sel tanaman memiliki daya virulensi yang tinggi

    (Goodman et al., 1986). Respon tanaman terhadap infeksi virus juga menetukan

    bagaimana virus bereplikasi di dalam jaringan tanaman. Fraser (1998),

    menyatakan bahwa gejala tidak terjadi apabila tanaman imun terhadap infeksi

    virus. Apabila tanaman mampu untuk membatasi perkembangan virus dalam sel

    tertentu sehingga virus tidak menyebar ke sel-sel yang lain, maka tanaman

    tersebut tahan terhadap infeksi virus (Matthews, 1991).

    5.2 Deteksi dengan RT-PCR

    PCR merupakan suatu teknik amplifikasi fragmen DNA spesifik dimana

    terjadi penggandaan jumlah molekul DNA pada setiap siklusnya secara

    eksponensial dalam waktu yang relatif singkat. Teknik ini sangat ideal untuk

    mengidentifikasi patogen dengan cepat dan akurat. Secara umum proses ini dapat

    dikelompokkan dalam tiga tahap yang berurutan yaitu denaturasi, annealingdan

    extension (Watson et al., 1992). Tujuan dari PCR ini adalah agar genom dari

    DNA sampel dapat teridentifikasi pada proses selanjutnya.

    Sampel dengan gejala CMV dan ChiVMV diambil di kawasan Desa

    Kerta, Payangan, yang kemudian dideteksi dengan RT-PCR menggunakan 2

    primer spesifik ChiVMV dan CMV. Pada penelitian ini dengan menggunakan

    metode Duplex RT-PCR kemudian dilanjutkan dengan PCR berhasil

    menghasilkan produk dengan pita DNA berukuran sekitar 900 bp dan 657 bp

    sesuai dengan primer yang digunakan (Gambar 5.2).

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    27/35

    27

    Gambar 5.2 Hasil elektroforesis sampel tanaman cabai yang terinfeksi ganda

    CMV dan ChiVMV dengan menggunakan metode RT-PCR dan

    Duplex RT-PCR. M: Marker DNA 100bp (Promega,USA). 1:

    Kontrol negatif (tanaman sehat). 2: Kontrol positif CMV (isolat

    koleksi IPB). 3: Uji sampel dengan satu primer CMV (isolat Kerta

    Payangan). 4: Uji sampel dengan primer Duplex CMV dan

    ChiVMV (isolat Kerta Payangan). 5: Kontrol positif ChiVMV

    (isolat koleksi IPB). 6: Uji sampel dengan primer ChiVMV (isolat

    Kerta Payangan).

    Hasil dari elektroferesis menunjukkan bahwa sampel yang diuji positif

    ditemukan adanya infeksi ganda ChiVMV dan CMV. Marker DNA

    (Promega,USA) yang digunakan dalam tahap RT-PCR ini berukuran 100 bp. Hal

    ini berdasarkan hasil elektroforesis dari hasil RT-PCR yang terlihat pada Gambar

    5.2 dimana pita DNA ChiVMV dengan ukuran sekitar 900 bp sesuai dengan

    primer yang digunakan (Jan et al., 2000), dan CMV juga berhasil diamplifikasi

    dengan didapat pita DNA berukuran 657 bp sesuai dengan primer yang

    digunakan.

    Keparahan gejala yang muncul berkaitan dengan sistem ketahanan yang

    dimiliki oleh tanaman dan tingkat kemampuan virus yang menginfeksi. Pada

    1000 bp

    500 bp

    100 bp100 bp

    900 bp

    657 bp

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    28/35

    28

    Gambar 5.3 dapat dilihat bahwa secara umum gejala yang timbul pada tanaman

    cabai yang terinfeksi ganda (CMV bersama ChiVMV) lebih berat bila

    dibandingkan tanaman yang terinfeksi oleh masing-masing virus secara tunggal.

    Gambar 5.3 Gejala tanaman cabai yang terinfeksi virus. 1 Gejala infeksi tunggal

    CMV. 2 Gejala infeksi tunggal ChiVMV. 3 Gejala infeksi ganda

    CMV dan ChiVMV.

    Hasil pengamatan gejala di lapangan menunjukkan bahwa tanaman cabai

    yang terinfeksi ganda menunjukkan gejala yang lebih parah dibandingkan dengan

    tanaman cabai yang terinfeksi tunggal. Perbandingan gejala tanaman cabai yang

    terinfeksi tunggal dan ganda dapat dilihat pada gambar 5.3. Pada daun tanaman

    cabai 1 menunjukkan perubahan warna belang hijau muda kekuningan diantara

    warna hijau normal atau hijau tua merupakan gejala yang sebabkan adanya

    infeksi CMV, sedangkan pada daun tanaman cabai 2 menunjukkan gejala belang-

    belang hijau gelap dan bercak-bercak hijau gelap merupakan gejala yang

    12

    3

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    29/35

    29

    sebabkan adanya infeksi ChiVMV. Pada kedua gambar tersebut terlihat juga

    adanya perkembangan generatif yang tampak dengan adanya bunga yang dapat

    terbentuk meskipun telah terinfeksi oleh satu jenis virus. Namun pada daun

    tanaman cabai 3 gejala yang tampak adalah adanya perubahan warna belang hijau

    muda kekuningan diantara warna hijau normal, memperlihatkan gejala belang-

    belang hijau gelap yang polanya menyatu ke tulang daun di dekatnya dan tidak

    terlihatnya perkembangan generatif pada tanaman. Gejala yang tampak pada daun

    tanaman cabai 3 merupakan gejala yang gabungan dari infeksi ganda CMV dan

    ChiVMV. Hal ini disebabkan karena virus tanaman umumnya menyebabkan

    terngganggunya perkembangan serta fungsi sel, dengan jalan menggunakan

    substansi sel inang, mengganggu komponen dan proses sel, memenuhi ruangan

    dalam sel dan mengganggu proses metabolisme (Nurhayati, 2012). Virus tanaman

    merupakan parasit molekuler yang memperbanyak diri dengan memanfaatkan

    sel-sel inangnya untuk replikasi. Gangguan fisiologis pada tanaman pada

    umumnya dapat dilihat dengan munculnya gejala pada daun sebagai salah satu

    bagian tanaman. Terjadinya gejala mosaik, kuning dan klorosis pada tanaman

    akan dapat menyababkan tergangguunya proses fotosntesis yang pada akhirnya

    akan berakibat terhadap pertumbuhan dan penurunan hasil (Agrios, 2005).

    Infeksi sinergis umumnya menyebabkan gejala yang lebih berat

    dibandingkan gejala akibat infeksi tunggal masing-masing virus (Walkey &

    Payne, 1990; Cho et al., 2000; Hull, 2002). Pada tanaman yang terinfeksi ganda

    terjadi interaksi antara kedua virus yang bersifat meningkatkan kemampuan salah

    satu atau kedua virus dalam proses perkembangan dan penyebarannya di dalam

    sel tanaman terinfeksi. Virus bergerak ke jaringan tanaman melalui pembuluh

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    30/35

    30

    floem dan akan tersebar ke seluruh bagian tanaman bersamaan dengan peredaran

    hasil fotosintat (Hull, 2002; Martin, 2004). Semakin cepat proses perkembangan

    dan penyebaran virus di dalam sel tanaman, maka gejala sistemik muncul

    semakin cepat dan tingkat keparahannya semakin tinggi. Keparahan gejala

    penyakit yang muncul juga terkait dengan interaksi antara CMV dan ChiVMV

    dengan kultivar tanaman cabai. Dalam hal ini kemampuan setiap tanaman

    (kultivar) berbeda tergantung pada kultivar dan umur tanaman serta kondisi

    lingkungan yang mendukung perkembangan penyakit (Hull, 2002).

    Kosaka and Fukunishi (1997) menyatakan bahwa, tanaman mentimun

    yang terinfeksi Cucumber mosaic virus, Zuchini yellow mosaic virus, dan

    Watermelon mosaic virus secara bersama-sama menunjukkan gejala mosaik

    berat, nekrosis, dan distorsi daun dan buah, sehingga tanaman mengalami

    penurunan produksi yang nyata. Walaupun tidak selalu ditemukan korelasi antara

    konsentrasi virus pada tanaman terinfeksi dengan tingkat keparahan gejala tetapi

    gejala pada tanaman cabai yang terinfeksi CMV atau ChiVMV tampaknya

    berkaitan dengan konsentrasi virus di dalam jaringan tanaman. Gejala pada

    tanaman yang terinfeksi CMV atau ChiVMV secara tunggal relatif lebih ringan

    dibandingkan pada tanaman yang terinfeksi CMV dan ChiVMV secara bersama-

    sama. Infeksi CMV dan ChiVMV selain menimbulkan gejala pada tanaman cabai

    juga mempengaruhi produksinya (Widyastuti dan Hidayat, 2005).

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    31/35

    31

    BAB VI

    SIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Simpulan

    Berdasarkan dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metode

    Duplex RT-PCR dapat mendeteksi infeksi ganda dari CMV dan ChiVMV pada

    tanaman cabai dan merupakan metode yang tepat dan efektif untuk mendeteksi

    dua virus sekaligus dalam sekali reaksi PCR.

    6.2 Saran

    Metode Duplex RT-PCR dapat diaplikasikan oleh lembaga karantina

    untuk mendeteksi infeksi dua virus yang menginfeksi tanaman dalam waktu yang

    cepat, dan mempermudah pengecekan bahan tanaman yang masuk maupun akan

    dikirim ke luar wilayah.

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    32/35

    32

    DAFTAR PUSTAKA

    [BPPT] Balai Penelitian Tanaman Pangan. 2005. Tanaman Obat Indonesia.

    http://www.iptek.net.id. (Diakses tanggal 1 juni 2014)

    [DBPH] Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2010. Statistik

    Hortikultura Tahun 2010 (Angka tetap). Direktorat Jenderal Hortikultura,

    Departemen Pertanian, Jakarta.125p

    [DBPH] Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2007. Perkembangan

    luas panen sayuran tahun 1996-2005. http://www.deptan.go.id. (Diakses

    tanggal 1 januari 2014)

    [DBPH] Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2009. Luas Panen, Rata-

    Rata Hasil dan Produksi Tanaman Hortikultura di Indonesia. Departemen

    Pertanian, Jakarta.

    Agrios, G. N. 2005.Plant Pathology. 5th Ed. Academic Press, New York.

    Boonham, N., K. Walsh, S. Preston, J. North, P. Smith and I. Barker. 2002. The

    Detection of Tuber Necrotic Isolates of Potato Virus Y, and the Accurate

    Discrimination of PVYO, PVYN and PVYC Strains Using RT-PCR.J. Virol.

    Meth., 102: 103112.

    Bos, L. 1994.Pengantar Virologi Tumbuhan. Penerjemah Triharso. Gajah Mada

    University Press.

    Cahyono, B. 2003. Teknik Budidaya Cabai rawit dan Analisis Usaha Tani.Kanisius. Yogyakarta.

    Chairani, H. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2. Jakarta: Direktorat

    Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

    Cho, J. D., J. S. Kim, H. S. Choi, Y. J. La, K. S. Kim. 2000. Ultrastructural

    aspects of the mixed infections of watermelon mosaic potyvirus isolated

    from pumpkin and cucumber green mottle mosaic tobamovirus from

    watermelon.Plant Pathol J16:216-221.

    Duriat, A. S. 1996. Management of Pepper Viruses in Indonesia: Problem andProgress.IARD J.18 (3) : 45-50.

    Duriat, A. S., Muharam. 2003. Pengenalan Penyakit Penting Pada Cabai dan

    Pengendaliannya Berdasarkan Epidemologi Terapan. Balai Penelitian

    Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan

    Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Lembang-Bandung.

    Duriat, A. S., Y. Sulyo, N. Gunaeni, E. Korlina. 1995. Screening of pepper

    cultivars for resistance to Cucumber mosaic virus (CMV) and Chilli veinal

    mottle virus (ChiVMV) in Indonesia. Proceeding of the AVNET II Midterm

    Workshop. Philippines 21-23 Februari 1995. AVRDC.

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    33/35

    33

    Edwardson, J. R., R. G. Christie. 1997. Virus Infecting Peppers and Other

    Solanaceus Crop. University of Florida. USA.

    Fraser, R. S. S. 1998. The Genetic of Plant Virus Interaction Implication for Plant

    Breeding.Euphytica 63:175-185

    Gallitelli, D. 1998. Present status of controlling Cucumber mosaic virus (CMV),

    In: Hadidi, A., R. K. Khetarpal, H. Koganezawa (eds,) Plant Virus Disease

    inokulasi.Prosiding Konggres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah.

    Goodman, R. N., Z. Kiraly, K. R. Wood. 1986. The Biochemistry and Phyisiology

    of Plant Disease. Columbia: University of Missouri Press.

    Hull, R. 2002.Matthews Plant Virology. Ed. Ke-4. San Diego: Academic Press.

    Jan, F. J., C. Fagoaga, S. Z. Pang and D. Gonsalves. 2000. A Single Chimeric

    Transgene Derived from Two Distinct Viruses Confers Multi-Virus

    Resistance in Transgenic Plants Through Homology Dependent Gen

    Silencing.J. Gen. Virol. 81:2103-2109.

    Khetarpal, R. K., B. Maisonneuve, Y. Maury, B. Chalhouh, Dinant, H. Lecoq, A.

    Varma. 1998. Breeding for resistance to plant viruses. In: Hadidi, A., R.K.

    Khetarpal, H. Koganezawa (eds.) Plant Virus Disease Control. APS Press.

    pp: 14-32.

    Kosaka, Y. and T. Fukunishi. 1997. Multiple Inoculation with Three Attenuated

    Viruses for the Control of Cucumber Virus Disease.Plant Dis 81:733-738.

    Lindbo, J. A. and W. G. Dougherty. 1992. Pathogen-Derived Resistance to a

    Potyvirus: Immune and Resistant Phenotypes in Transgenic Tobacco

    Expressing Altered Forms of a Potyvirus Coat Protein Nucleotide

    Sequence.Molecular Plant Microbe Interactions 5. 144-153.

    Martin, E. M. 2004. Novel cytopathological structures induced by mixed

    infection of unrelated plant viruses.Phytopathology 94:111-119.

    Matthews, R.E.F. 1991.Plant Virology. 3rd ED. Academic press. New York.

    Millah, Z. 2007. Pewarisan Karakter Ketahanan Tanaman Cabai terhadapInfeksi Chilli Veinal Mottle Virus. (tesis). Departemen Agronomi dan

    Hortikultura. IPB.

    Nawangsih, A. A., H. Purwanto, W. Agung. 1999. Budidaya Cabai Hot Beauty.

    Cetakan kedelapan. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Nurhayati. 2012. Virus Penyebab Penyakit Tanaman. Unsri Pers. Palembang

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    34/35

    34

    Nyana, D. N. 2012. Isolasi dan Identifikasi Cucumber Mosaic Virus Lemah

    untuk Mengendalikan Penyakit Mosaik pada Tanaman Cabai (Capsicum

    spp.). (disertasi). Program Studi Ilmu Pertanian Program Pascasarjana

    Universitas Udayana. Denpasar.

    Ong, C. A. 1995. Symptomatic variants of CVMV in Malaysia. Proceeding of the

    AVNET II Midterm Workshop. Philippines 21-25 Februari 1995. AVRDC.

    Opriana, E. 2009. Metode Deteksi untuk Pengujian Respon Ketahanan Beberapa

    Genotipe Cabai terhadap Infeksi Chilli Veinal Mottle Potyvirus (ChiVMV)

    (tesis). Departemen Proteksi Tanaman IPB.

    Palukaitis, P., M. J. Roossinck, R. G. Dietzgen, R. I. B. Francki. 1997. Cucumber

    mosaic virus.Adv. Virus Res. 41: 281-348.

    Pracaya. 1994.Bertanam Lombok. Kanisius. Yogyakarta.

    Prajnanta, F. 2001. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Cetakan ke 4.

    Penebar Swadaya. Jakarta.

    Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.

    Universitas Gajdah Mada. Yogyakarta. 850 Hlm

    Subekti, D., S. H. Hidayat, E. Nurhayati, dan S. Sujiprihati. 2006. Infeksi

    Cucumber mosaic virus dan Chilli veinal mottle virus terhadap

    pertumbuhan dan hasil tanaman cabai.Hayati 13: 53-57.

    Sukada, W. 2014. Pengaruh Infeksi beberapa Jenis Virus Terhadap PenurunanHasil pada Tanaman Cabai (Capsicum Frutescens L.). (skripsi).

    Konsentrasi Perlindungan Tanaman Program Studi Agroekoteknologi

    Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.

    Sulyo, A. S. Duriat, Gunaeni, Korlina. 1995. Determination of CMV and CVMV

    strains in Indonesia. Proceeding of the AVNET II Midterm Workshop

    Philippines 21-25 Februari 1995. AVRDC.

    Suryaningsih, R . Sutarya, A. S. Duriat. 1996. Penyakit tanaman cabai merah dan

    pengendaliannya. Teknologi Produksi Cabai Merah. Pusat Penelitian dan

    Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan PengembanganPertanian. p: 64-84.

    Suwandi, N., Nurtika, S. Sahat. 1997. Bercocok tanam sayuran dataran rendah.

    Balai Penelitian Hortikultura Lembang dan Proyek ATA 395. Lembang. pp:

    3.1-3.6

    Syamsidi, S. R., T. Hasdiatono., dan S. S Putra. 1997. Ketahanan cabai merah

    terhadap CucumberMosaic Virus (CMV) pada umur tanaman pada saat

    inokulasi. Prosiding Konggres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah.

    Perhimpunan Fitopalogi Indonesia.

  • 7/25/2019 unud-1064-2049644288-isi tesis.pdf

    35/35

    35

    Taufik, M., A. P. Astuti, S. H. Hidayat. 2005. Survey infeksi Cucumber mosaic

    virus dan Chilli veinal mottle virus pada tanaman cabai dan seleksi

    ketahanan beberapa kultivar cabai.J. Agrikultura 16:146-152.

    Walkey, D. G. A. and C. J. Payne. 1990. The reaction of two lettuce cultivars tomixed infection by beet western yellows virus, lettuce mosaic virus and

    cucumber mosaic virus.Plant Pathol39:156-160.

    Watson, J. D., M. Gilman, J. Witkowski, and M .Zoller. 1992. Recombinant

    DNA (2nd ed.). New York: W. H. Freeman and Company.

    Widyastuti, D., S. H. Hidayat. 2005. Pengaruh Waktu Infeksi Virus Kerdil Pisang

    terhadap Kerentanan Tiga Kultivar Pisang.J HPT Tropika 5:42-49.