untuk meningkatkan profesionalisme sdm aparatur

Upload: nelly-syarifah

Post on 10-Jul-2015

189 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Untuk meningkatkan profesionalisme SDM aparatur (PNS), pemerintah juga melakukan beberapa upaya, yaitu : disusunnya peta kebutuhan diklat, teknik manajemen dan kebijakan pembangunan; diperolehnya gambaran tentang profil manajemen di instansi pemerintah pusat dan daerah; serta tersusunnya berbagai kajian di bidang SDM aparatur sebagai masukan pengambilan kebijakan. Agar konsisten dengan strategi peningkatan mutu, strategi SDM haruslah terfokus pada penggunaan program seleksi dan pelatihan yang sangat sahih dalam mempromosikan perubahan positif dalam sikap dan gaya hidup karyawan, dan pada penurunan ketidakhadiran dan perputaran karyawan yang dapat dikendalikan. Untuk menilai efektivitas penerapan strategi, para manajer selanjutnya haruslah memeriksa biaya dan manfaat dalam setiap bidang. Cushway mengatakan, alasan utama bagi organisasi untuk melaksanakan pelatihan adalah memastikan organisasi mendapat imbalan yang terbaik dari modal yang ditanam pada sumber yang paling penting (dan sering kali yang paling mahal): pegawainya. Memperhitungkan efek ini, maka tujuan dari setiap pelatihan adalah meraih perubahan dalam pengetahuan, keahlian, pengalaman, tingkah-laku, atau sikap yang akan meningkatkan keefektifan pegawai. Secara khusus pelatihan akan digunakan untuk : 1) mengembangkan keahlian dan kemampuan individu untuk memperbaiki kinerja; 2) membiasakan pegawai dengan sistem, prosedur, dan metode bekerja yang baru; 3) membantu pegawai dan pendatang baru menjadi terbiasa dengan persyaratan pekerjaan tertentu dan persyaratan organisasi. Biasanya dapat dimengerti bahwa aspekyang paling sulit dalam pelatihan adalah mengubah sikap dan tingkah-laku, bila dibandingkan dengan kemajuan dalam pengetahuan dan keahlian yang biasanya langsung dapat dicapai dan diukur.5

Menurut Cushway, usia, pengetahuan, dan pengalaman peserta juga sangat perlu diperhitungkan. Sangat sulit untuk melaksanakan program pelatihan yang efektif bila pesertanya memiliki tingkat pengertian yang tidak sama. Disinilah pentingnya memiliki catatan pelatihan yang baik, melakukan penyeleksian peserta dengan hati-hati, dan memberikan gambaran yang jelas tentang tujuan dan isi pelatihan.8

Notoatmodjo mengatakan, seberapa jauh perubahan atau peningkatan kemampuan itu terjadi, diperlukan suatu mekanisme. Sistem atau alat pengukur, sering disebut tes, evaluasi, dan pengukuran, yang oleh sementara orang diberi

arti sama, dan menggunakannya secara bertukar-tukar, meskipun sebenarnya berbeda.9

Menurut Maslow dalam Notoatmodjo, dari urutan-urutan tersebut dapat disimpulkan, bahwa pengembangan sumber daya manusia baik secara mikro maupun secara makro pada hakikatnya adalah merupakan upaya untuk merealisasikan semua kebutuhan. Berbeda dengan BPSDM Hukum dan HAM, saat ini dalam melaksanakan pemetaan kebutuhan Diklat belum berdasarkan pada Visi, Misi organisasi. Jenis dan jumlah Diklat direncanakan hanya berdasar informasi yang diterima dengan tidak dianalisis lebih mendalam agar sesuai dengan kebutuhan prioritas organisasi. Pengembangan sumber daya manusia adalah suatu condition sine quanon, suatu kondisi yang harus ada dan terjadi di suatu organisasi. Namun demikian dalam pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia ini perlu mempertimbangkan faktor-faktor baik dari dalam diri organisasi itu sendiri maupun dari luar organisasi yang bersangkutan, Notoatmodjo mengatakan, sebaiknya dalam melakukan pemetaan kebutuhan harus mempertimbangkan pada16

: 1) Faktor Internal : 1.1) Misi dan Tujuan Organisasi Setiap organisasi mempunyai misi dan tujuan yang ingin dicapainya. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan perencanaan yang baik, serta implementasi perencanaan tersebut secara tepat. Tidak berlebihan apabila saat ini dijumpai adanya pegawai di lingkungan Departemen Hukum dan HAM yang justru proaktif melakukan pendekatan kepada atasannya untuk misalnya, minta diikutkan training, pelatihan bidang tertentu dan sebagainya. 1.2) Strategi Pencapaian Tujuan Misi dan tujuan suatu organisasi mungkin mempunyai persamaan dengan organisasi lain, tetapi strategi untuk mencapai misi dan tujuan tersebut berbeda. Oleh sebab itu perlu ada parameter yang jelas atau diperjelas secara rinci batasan-batasannya. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi deviasi antara yang dikehendaki oleh BPSDM Hukum dan HAM dengan kondisi SDM yang ada. Kejelasan mengenai batasan setiap parameter atau requirement juga sangat diperlukan agar strategi pemetaan kebutuhaan yang dilakukan oleh BPSDM Hukum dan HAM bisa dilakukan dengan seobyektif mungkin.

1.3) Sifat dan Jenis Kegiatan Sifat dan jenis kegiatan organisasi sangat penting pengaruhnya terhadap pengembangan SDM dalam organisasi yang bersangkutan. Suatu organisasi yang sebagian besar melaksanakan kegiatan teknis, maka pola pengembangan SDM-nya akan berbeda dengan organisasi yang bersifat ilmiah misalnya. Demikian pula strategi dan program pengembangan SDM akan berbeda antara kegiatannya memerlukan inovasi dan kreatif. 1.4) Jenis Teknologi yang Digunakan Pengembangan SDM disini diperlukan, untuk mempersiapkan tenaga guna menangani pengoperasian teknologi itu, atau mungkin untuk menangani terjadinya otomatisasi kegiatan-kegiatan yang semula dilakukan oleh manusia. BPSDM Hukum dan HAM dalam mengelola pemetaan kebutuhan Diklat masih menggunakan cara-cara manual sehingga sering ditemukan seorang yang sudah mengikuti Diklat, dipanggil kembali dengan jenis Diklat yang sama. Atau pegawai yang sudah meninggal masih dipanggil untuk mengikuti Diklat tertentu. 2) Faktor Eksternal : Kurangnya kerjasama yang erat antar instansi atau unit terkait mengakibatkan terhambatnya pola pemetaan kebutuhan sesuai dengan yang diharapkan. Kerjasama ini dibutuhkan untuk memperoleh informasi yang lengkap berkaitan dengan Diklat itu sendiri. Menurut Notoatmodjo, sebaiknya dalam melakukan pemetaan kebutuhan Diklat juga harus mempertimbangkan pada beberapa hal sebagai berikut : 2.1) Kebijakan Pemerintah Kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, baik yang dikeluarkan melalui perundang-undangan, peraturan-peraturan pemerintah, surat-surat keputusan menteri dan pejabat pemerintah, dan sebagainya adalah merupakan arahan yang harus diperhitungkan oleh organisasi. 2.2) Sosio Budaya Masyarakat Organisasi apapun didirikan untuk kepentingan masyarakat yang mempunyai latar belakang sosio-budaya yang berbeda-beda. Oleh sebab itu dalam mengembangkan sumber daya dalam suatu organisasi faktor ini perlu dikembangkan. 2.3) Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Organisasi harus mampu untuk memilih teknologi yang tepat untuk organisasinya. Untuk itu maka kemampuan karyawan organisasi harus diadaptasikan dengan kondisi tersebut.

2.2.2 Teori Pendidikan dan Pelatihan Pelatihan merupakan unsur kunci yang pada hakekatnya adalah proses pembelajaran. Untuk melatih karyawan, dibutuhkan tentang bagaimana orang belajar.17

Karyawan dalam suatu organisasi sebagai SDM, dan sebagai hasil dari proses seleksi harus dikembangkan agar kemampuan mereka dapat mengikuti perkembangan organisasi. Didalam suatu organisasi, unit atau bagian yang mempunyai tugas untuk pengembangan tenaga ini biasanya adalah unit Diklat pegawai. Menurut Nadler (1970) dalam Notoadmodjo, secara terinci menguraikan area kegiatan Pengembangan SDM itu dalam beberapa bagian,yaitu : 1) Pelatihan Pegawai (employee training) 2) Pendidikan Pegawai (employee education) 3) Pengembangan Pegawai (employee development) 4) Pengembangan non-pegawai (non-employee development)18

Kegiatan ketiga area yang pertama (pelatihan, pendidikan, pengembangan pegawai) adalah merupakan kegiatan pokok untuk pengembangan sumber daya manusia (pegawai) di dalam suatu institusi atau departemen dalam kegiatannya untuk mengembangkan organisasi institusi atau departemen yang bersangkutan. Sedangkan area yang ke-4 (non-employee development) pada hakikatnya adalah pelaksanaan fungsi sosial dari institusi tersebut. Dimana suatu institusi atau departemen menurut Nadler juga mempunyai kewajiban untuk melaksanakan Diklat bagi anggota masyarakat yang bukan pegawai dan institusi.

17

Gary Dessler, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Bahasa Indonesia, edisi ketujuh, Jakarta, Prenhallindo, 1997, hal. 26618

Soekidjo Notoatmodjo, Op. Cit., hal 98

Menurut Flippo, sesudah karyawan direkrut (ditarik), dipilih, dan dilantik atau diperkenalkan, selanjutnya karyawan harus dikembangkan agar lebih sesuai dengan pekerjaan dan organisasi. Tidak seorangpun yang sepenuhnya sesuai

pada saat pengangkatan, sehingga harus dilakukan pendidikan dan pelatihan. Seperti halnya Diklat, pengembangan pegawai harus dimulai dengan analisis kebutuhan organisasi dan para individu pegawai tersebut. Walaupun bukti yang ada menunjukkan bahwa analisa kebutuhan pengembangan individu ini sampai saat ini seringkali kurang mendapatkan perhatian dari organisasi. Oleh karena itu beberapa organisasi telah menggunakan beberapa metode inovatif untuk pengembangan pegawai dalam rangka memberikan gambaran tentang kecocokan antara tuntutan pekerjaan dengan kualifikasi kemampuan dan profesionalisme, yaitu :20

1) Pusat-pusat Penilaian (Assessment Centers) Pusat-pusat penilaian menyediakan suatu cara yang sangat baik untuk menentukan potensi manajemen. Manajemen dan para partisipasi sering memuji pusat-pusat penilaian karena kemungkinan besar mereka harus mengatasi banyak prasangka yang melekat pada situasi wawancara, penilaian supervisor, dan tes tertulis. Pengalaman menunjukkan bahwa variable-variabel utama untuk kepemimpinan, inisiatif, dan keterampilan dalam kedudukan sebagai supervisor tidak dapat diukur hanya dengan tes yang menggunakan kertas dan pensil. Pusat-pusat penilaian juga memberikan keunggulan dengan membantu menyebutkan karyawankaryawan yang memiliki potensi di organisasi.

19 20

Edwin B. Flippo, Manajemen Personalia, Jakarta, Erlangga, 1984, hal. 215. Robert L. Mathis, et. al, Jackson, Human Resource Management (manajemen Sumber Daya Manusia), Jakarta, Salemba Empat, 2006, hal. 356

2) Tes Psikologi Masalah terbesar dalam tes psikologis terletak pada interpretasi, karena para manajer, supervisor, dan pekerja yang tidak terlatih biasanya tidak dapat menginterpretasikan hasil-hasil tes secara akurat. Setelah seorang professional melaporkan nilai-nilai peserta tes kepada seorang di organisasi, para manajer yang tidak terlatih mungkin mengartikan sendiri maksud hasilhasil tersebut. Jadi test psikologi hanya pantas digunakan ketika proses pengujian dan umpan balik diawasi dengan cermat oleh seorang professional yang memenuhi syarat. 3) Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja yang dilakukan dengan baik bisa menjadi sumber informasi pengembangan. Data kinerja tentang produktifitas, hubungan karyawan, pengetahuan pekerjaan, dan dimensi-dimensi lain yang relevan dapat dikumpulkan melalui cara ini. Menurut Manullang, dalam sesuatu perusahaan dimana ditempatkan pegawai baru untuk sesuatu jabatan tertentu, atau dimana pegawai lama ditugaskan memangku jabatan baru, bila diharapkan pegawai tersebut sukses mengerjakan tugas-tugasnya, perlulah pegawai tersebut dididik atau dilatih terlebih dahulu.21

Pelatihan harus dikaitkan pada peningkatkan kinerja organisasional. Hal ini terjadi secara paling efektif ketika pendekatan konsultasi kinerja digunakan. Konsultasi kinerja (performance consulting) adalah proses dimana seorang pelatih (internal dan eksternal terhadap organisasi) dan pelanggan

21

M. Manullang, Marihot Manullang, Manajemen Personalia, Edisi 3, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2001, hal. 65

organisasional bekerja bersama untuk meningkatkan kinerja yang dapat mendukung tujuan bisnis.22

Selepas mengikuti pelatihan, para pimpinan juga harus ikut melakukan evaluasi seberapa efektif dampak dari program Diklat tersebut terhadap pegawai. Ini sejalan dengan salah satu fungsi utama dari pemimpin : memberdayakan dan mengembangkan bawahan. Mengevaluasi keefektifan pelatihan dan pengembangan tidaklah mudah, terutama pada kasus pengembangan manajemen. Mungkin agak mudah untuk mengukur kenaikan output pada jalur produksi, namun tidak demikian halnya dalam mengukur perbaikan efisiensi administratif maupun hubungan yang bertambah baik dengan pelanggan, dan benar-benar tidak mungkin untuk mendemostrasikan perbaikan dalam kompetensi manajerial. Akan tetapi, tetaplah penting untuk memastikan bahwa setiap pelatihan dan pengembangan yang dilakukan dapat meraih apa yang harus dicapai.23

Evaluasi pelatihan dapat dilaksanakan di berbagai tingkatan. Hamblin

dalam Cushway menyarankan beberapa hal berikut ini : 1) Tingkat reaksi, meninjau reaksi peserta terhadap pelatihan, pelatih dan sebagainya; 2) Tingkat belajar, perubahan pada pengatahuan, keahlian dan sikap; 3) Tingkat tingkah laku kerja, perubahan pada tingkah laku kerja; 4) Tingkat organisasi, efek terhadap organisasi; 5) Nilai akhir, manfaat, terutama untuk organisasi, tetapi juga untuk individu. Pertimbangan pokoknya adalah apa yang diperoleh oleh organisasi, tetapi hal tersebut mungkin sulit untuk diukur. Bagaimana, perencana pelatihan22 23

Robert L. Mathis, et. al,Op-cit., hal. 303 Barry Cushway, Human Resource Management (Manajemen Sumber Daya Manusia), Jakarta, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2002, hal. 136.

tidak boleh puas hanya karena reaksi yang baik dari peserta pelatihan, karena mungkin, dan ini sering terjadi, seseorang menikmati kursus meskipun tidak memperoleh apa-apa darinya. Sebaliknya, jika reaksinya tidak mengenakkan, itu menunjukkan bahwa ada masalah fundamental yang harus segera dibenahi. Dessler mendefinisikan Manajemen SDM strategis sebagai berikut: Strategi Manajemen Sumber Daya manusia berhubungan dengan manajemen Sumber Daya dalam peran strategi dan objektifitas dikarenakan untuk memperbaiki kemampuan bisnis dan mengembangkan budaya organisasi dan mendukung inovasi serta fleksibilitas.24

Jelaslah bahwa para manajer harus mengaitkan pelaksanaan manajemen sumber daya manusia dengan strategi organisasi untuk meningkatkan kinerja, mengembangkan budaya korporasi yang mendukung penerapan inovasi dan fleksibilitas. Menurut Siagian, dalam perjalanan karirnya setiap orang memerlukan pembinaan yang sistematik. Pembinaan pegawai tidak dapat didekati hanya dengan cara-cara yang formalistik atau mekanistik, melainkan juga dengan memperhitungkan faktor-faktor motivasional yang berarti antara lain melakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat psikologis dan sosiologis. Hal-hal yang penting mendapat perhatian dalam hal pembinaan antara lain : 1) kejelasan tangga karir yang mungkin dinaiki; 2) gaya kepemimpinan yang demokratik; 3) manajemen berdasarkan sasaran; 4) reka bangun tugas; 5) memperkaya kejiwaan; 6) mutu kehidupan karyawan.

24

25

Gary Dessler, Human Resource Management, International Edition 8 , New Jersey, Ed. Prentice Hall, Inc., Upper Saddle River, 200025

Sondang P. Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, Jakarta, Rineka Cipta, 1995, hal. 219

2.2.3 Teori Pemetaan Kebutuhan Diklat Menurut Hamalik, program pelatihan merupakan suatu pegangan yang penting dalam rangka pelaksanaan suatu kegiatan pelatihan. Program tidak hanya memberikan acuan, melainkan juga mejadi patokan untuk mengukur keberhasilan kegiatan pelatihan. Itu sebabnya desain dan perencanaan suatu program pelatihan sebaiknya dilakukan oleh ahli dalam bidangnya dan bertitik tolak dari kebijakan yang telah digariskan oleh pimpinan yang berwenang dalam bidang ketenagaan.26

Dalam mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan, terdapat 3 (tiga) pihak yang turut terlibat. Pihak pertama ialah satuan organisasi yang mengelola SDM. Peranan satuan kerja ini adalah mengidenifikasikan kebutuhan organisasi sebagai keseluruhan, baik untuk kepentingan sekarang maupun dalam rangka mempersiapkan organisasi menghadapi tantangan masa depan. Pihak kedua ialah para manajer berbagai satuan kerja. Karena para manajer itulah yang sehari-hari memimpin para karyawan dan kerena mereka pulalah yang paling bertanggungjawab atas keberhasilan atau kegagalan satuansatuan kerja yang dipimpinnya, merekalah yang dianggap paling mengetahui kebutuhan pelatihan dan pengembangan apa yang diperlukan. Pihak ketiga adalah para pegawai yang bersangkutan sendiri. Banyak organisasi yang memberikan kesempatan kepada para pegawainya untuk mencalonkan diri sendiri mengikuti pelatihan dan pengembangan tertentu. Titik tolak pemberian kesempatan ini ialah bahwa para pegawai yang sudah dewasa secara intelektual mengetahui kelemahan-kelemahan dalam diri masing-masing.

26

Oemar Hamalik, Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan (Pendekatan Terpadu) Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta, Bumi Aksara, 2007, hal. 32

27

27

Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan ke-15, Jakarta, Bumi Aksara, 2008, hal. 187.

Mengembangkan dan mengidentifikasi masalah tentang diklat, dimulai dengan mengadakan riset dan observasi, berbicara pada orang yang berkepentingan sesuai dengan masalahnya. Tegasnya diklat tidak akan efektif jika pembahasan masalah itu mengabaikan salah satu inventarisasi penyebab yang tidak bisa bekerja/tidak terampil. Ada 5 (lima) pendekatan yang efisien dalam memecahkan masalah Diklat, yaitu :28

1) Mengembangkan dan mengidentifikasikan masalah Diklat 2) Memeriksa seluruh perubahan yang terjadi sebelum masalah timbul 3) Tandai dan buat telaahan terhadap sebab-sebab yang paling mungkin dari masalah yang timbul 4) Lakukan penelitian melalui prioritas dan alternatif pemecahan masalah 5) Adakan evaluasi terhadap peranan yang paling memungkinkan dalam diklat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. Tujuan diadakannya diklat pada umumnya dalam rangka pembinaan terhadap tenaga kerja atau pegawai agar dapat :29

1) Meningkatkan kepribadian dan semangat pengabdian kepada organisasi dan masyarakat 2) Meningkatkan mutu dan kemampuan, serta keterampilan baik dalam melaksanakan tugasnya maupun kepemimpinanya 3) Melatih dan meningkatkan mekanisme kerja dan kepekaan dalam melaksanakan tugas 4) Melatih dan meningkatkan kerja dalam merencanakan 5) Meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan28

H. Abdurrahmat Fathoni, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2006, hal. 97-9829

H. Abdurrahmat Fathoni, Ibid., hal. 98

Kebutuhan organisasi menyangkut peningkatan kualitas kemampuan dan keahlian karyawan melalui pelatihan. Program Pengembangan dan Pelatihan (P&P) harus terkait dengan misi, tujuan dan strategi-strategi perusahaan. Melalui analisis ini dapat dirumuskan tujuan pelatihan. Secara sistematis proses analisis kebutuhan tersebut dalam gambar 2.2. dibawah ini :

Gambar II.230

Analisis Kebutuhan Organisasi, Tugas dan Individu Analisis kebutuhan tugas adalah analisis tentang kompetensi (kemampuan, pengetahuan dan keahlian) dan perilaku apa yang diperlukan bagi keberhasilan karyawan dalam menjalankan tanggungjawabnya. Berdasarkan analisis ini dapat diidentifikasi dalam hal apa karyawan perlu dilatih. Analisis kebutuhan individu karyawan, menyangkut penaksiran (assessment) terhadap kemampuan dan keahlian yang dimiliki karyawan. Hasil assessment ini menunjukkan siapa yang perlu detraining. Dalam hal ini perlu

30

Syafrudin Alwi, Manajemen Sumber Daya Manusia (Strategi Keunggulan Kompetitif), edisi pertama, Yogyakarta, FE UGM, 2001, hal 223

Analisis kebutuhan tugas adalah analisis tentang kompetensi (kemampuan, pengetahuan dan keahlian) dan perilaku apa yang diperlukan bagi

keberhasilan karyawan dalam menjalankan tanggungjawabnya. Berdasarkan analisis ini dapat diidentifikasi dalam hal apa karyawan perlu dilatih. Analisis kebutuhan individu karyawan, menyangkut penaksiran (assessment) terhadap kemampuan dan keahlian yang dimiliki karyawan. Hasil assessment ini menunjukkan siapa yang perlu detraining. Dalam hal ini perlu dianalisis gap antara kemampuan dan keahlian yang dimiliki individu dan kemampuan dan keahlian yang dituntut suatu jabatan. Dan juga, perlu diidentifikasi pengetahuan, keahlian, kemampuan spesifik apa yang diperlukan. Ini terkait dengan desain instruksional yang akan disusun, terutama jika pelatihan itu dilakukan. Dalam melakukan analisis kebutuhan individu akan pelatihan, sebagaimana tertera pada Gambar 2.2, pimpinan perlu menilai faktor-faktor apa yang mendorong perlunya suatu program pelatihan. Umpan balik dari hasil penilaian kinerja merupakan salah satu sumber informasi internal tentang apakah pelatihan bagi individu atau kelompok tertentu diperlukan saat ini. analisis Penentuan kebutuhan-kebutuhan pelatihan memerlukan tiga tipe31

: 1) Analisis organisasional Analisis organisasional (organizational analysis) adalah pemeriksaan jenisjenis permasalahan yang dialami organisasi dan dimana permasalahan itu berada di dalam perusahaan. Analisis organisasional mencoba menjawab pertanyaan dimana sebaiknya dilakukan titik berat pelatihan di dalam perusahaan dan faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi pelatihan. Analisis kebutuhan-kebutuhan organisasional hendaknya terpusat pada jumlah karyawan dengan beraneka kombinasi keterampilan yang dibutuhkan pada setiap jenjang dan didalam setiap beraneka kombinasi keterampilan yang dibutuhkan pada setiap jenjang dan didalam setiap bagian perusahaan untuk periode waktu tertentu. Spesialis-spesialis sumber daya manusia hendaknya memeriksa tujuan-tujuan organisasional, persediaan-persediaan

31

Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi kedua, Yogyakarta, STIE YKPN, 1999, hal 363 369

keahlian, dan indeks-indeks efisiensi dan iklim organisasi. Kendala-kendala system organisasi yang dapat secara buruk mempengaruhi proses pelatihan sebaiknya digali pula.

2) Analisis operasional Analisis Operasional (operational analysis) adalah proses menentukan perilaku-perilaku yang dituntut dari pemegang jabatan dan standar-standar kinerja yang mesti dipenuhi. Analisis operasional sangat tergantung pada kemampuan seorang ahli untuk menentukan perilaku-perilaku yang tepat dan kuantitas serta kualitas perilaku-perilaku tersebut untuk melaksanakan sebuah pekerjaan. Analisis operasional agak mirip dengan analisis pekerjaan. Meskipun demikian, analisis operasional terpusat pada karyawan, bukan pada pekerjaan. Analisis ini terpusat pada apa yang harus dilakukan seorang karyawan untuk melaksanakan sebuah pekerjaan. Nilai dan analisis operasional adalah bahwa analisis ini tidak hanya menentukan sasaransasaran pelatihan saja, tetapi juga meng-indikasikan apa yang akan menjadi kriteria untuk menilai efektifitas pelatihan. 3) Analisis personalia Analisis personalia (Personnel analysis) mengidentifikasi kesenjangan antara kebutuhan-kebutuhan kerja dan organisasi yang teridentifikasi dengan karakteristik-karakteristik dari masing-masing karyawan. Perbedaan antara kinerja yang diharapkan dengan kinerja sesungguhnya adalah kebutuhan pelatihan individu. Standar kinerja, yang ditentukan dalam tahap analisis operasional merupakan kinerja yang diinginkan. Data kinerja individu, nilai diagnostik karyawan oleh penyelia mereka, catatan-catatan kinerja yang disimpan karyawan dalam formulir harian mereka, survai sikap, wawancara, atau tes dapat menyodorkan informasi tentang kinerja aktual terhadapnya setiap karyawan dapat dibandingkan dengan tolok ukur-tolok ukur kinerja yang dikehendaki. Kesenjangan antara kinerja aktual dan yang diinginkan dapat diisi oleh pelatihan. Tugas-tugas dan tanggungjawab pekerjaan serta pengetahuan, keahliankeahlian, dan kemampuan-kemampuan melakukannya merupakan fokus analisis personalia. Tujuan analisis personalia adalah memeriksa seberapa baik karyawan-karyawan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan mereka. Pelatihan haruslah diperuntukkan kepada orang-orang yang membutuhkannya. Mengirimkan semua karyawan pada program pelatihan tanpa menghiraukan tingkat-tingkat keahlian mereka adalah pemborosan sumber daya organisasional dan menciptakan situasi yang tidak menyenangkan bagi karyawan yang tidak memerlukan pelatihan. Analisis personalia membutuhkan pemeriksaan yang cermat atas keahlian-keahlian

dan kemampuan setiap individu. Setiap individu haruslah diperiksa satu persatu dalam upaya menentukan kekurangan-kekurangan yang dapat dikoreksi melalui pelatihan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan karyawan lama. Termasuk kinerja dari penyelia, rekan kerja, dan diri sendiri; data yang terkait dengan kinerja pekerjaan (termasuk produktivitas, absen dan kualitas produk, penurunan waktu, perbaikan, penggunaan peralatan, dan keluhan pelanggan); pengamatan oleh penyelia atau ahli lainnya; wawancara dengan karyawan atau penyelianya; ujian untuk 3.3 Mekanisme Perencanaan Program Diklat Dalam melakukan analisis kebutuhan individu akan pelatihan, pimpinan perlu menilai faktor-faktor apa yang mendorong perlunya suatu program pelatihan. Umpan balik dari hasil penilaian kinerja merupakan salah satu sumber informasi internal tentang apakah pelatihan bagi individu atau kelompok tertentu diperlukan saat ini. Penentuan kebutuhan-kebutuhan pelatihan menurut Henry Simamora (1999) memerlukan tiga tipe analisis : 3.3.1 Analisis organisasional Analisis organisasional (organizational analysis) adalah pemeriksaan jenis-jenis permasalahan yang dialami organisasi dan dimana permasalahan itu berada di dalam perusahaan. Analisis organisasional mencoba menjawab pertanyaan dimana sebaiknya dilakukan titik berat pelatihan di dalam perusahaan dan faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi pelatihan. Dalam menyusun strategi pengembangan SDM Hukum dan HAM, BPSDM Hukum dan HAM masih berupaya melaksanakan programnya dengan mengacu pada pendekatan competency-based human resources management system (CBHRM), sebagai suatu pendekatan mutakhir dalam manajemen sumber daya manusia (SDM), yang mengintegrasikan strategi organisasi dengan sistem manajemen SDM. Sistem ini mencakup pengembangan model kompetensi yang berkaitan dengan strategi pengembangan SDM (competency based training and development), sehingga diharapkan kompetensi yang dikembangkan akan tepat sesuai dengan strategi dan dan kebijakan Departemen Hukum dan HAM baik soft skill, social skill dan mental skill.

36

36

BPSDM Hukum dan HAM, Selayang Pandang BPSDM Hukum dan HAM, Jakarta, 2008

3.3.2 Analisis operasional Analisis Operasional (operational analysis) adalah proses menentukan perilaku-perilaku yang dituntut dari pemegang jabatan dan standar-standar kinerja yang mesti dipenuhi. Analisis operasional sangat tergantung pada kemampuan seorang ahli untuk menentukan perilaku-perilaku yang tepat dan kuantitas serta kualitas perilaku-perilaku tersebut untuk melaksanakan sebuah pekerjaan. Saat ini perhatian masyarakat terhadap persoalan di Lembaga Pemasyarakatan, Pelayanan Keimigrasian, Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Hak Asasi Manusia (HAM) serta tugas Departemen Hukum dan HAM lainnya, nampak semakin besar. Sehingga bila tidak diantisipasi dan direspon dengan cepat, tepat dan memuaskan, akan dapat memicu munculnya gerakan-gerakan tuntutan masyarakat. BPSDM Hukum dan HAM sebagai organisasi yang menangani langsung terhadap Pengembangan SDM telah melaksanakan berbagai kegiatan Diklat yang berhubungan dengan peningkatan kompetensi Pegawai dalam hal pelayanan di bidang Pemasyarakatan, Keimigrasian, HKI, dan HAM. Diklat tersebut merupakan Diklat Teknis dan Fungsional yang diharapkan setelah mengikuti Diklat tersebut dapat memberikan pelayanan sesuai dengan tanggungjawabnya, dan yang terpenting adalah professional. Oleh karena itu, pegawai Departemen Hukum dan HAM dan pihak lain yang melaksanakan tugas di Bidang Hukum dan HAM, dituntut untuk senantiasa mengembangkan kompetensi dan profesionalismenya dalam memberikan pelayanan hukum dan HAM yang terbaik bagi masyarakat. Kondisi diatas menjadi tantangan bagi Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM untuk

mewujudkan SDM Hukum dan HAM menjadi lebih berkualitas, baik dalam kepemimpinan dan manajemen, bidang teknis maupun bidang fungsional dan HAM. 3.3.3 Analisis personalia Analisis personalia (Personnel analysis) mengidentifikasi kesenjangan antara kebutuhan-kebutuhan kerja dan organisasi yang teridentifikasi dengan karakteristik-karakteristik dari masing-masing karyawan. Perbedaan antara kinerja yang diharapkan dengan kinerja sesungguhnya adalah kebutuhan pelatihan individu. Standar kinerja, yang ditentukan dalam tahap analisis operasional merupakan kinerja yang diinginkan. Data kinerja individu, nilai

diagnostik karyawan oleh penyelia mereka, catatan-catatan kinerja yang disimpan karyawan dalam formulir harian mereka, survai sikap, wawancara, atau tes dapat menyodorkan informasi tentang kinerja aktual terhadapnya setiap karyawan dapat dibandingkan dengan tolok ukur-tolok ukur kinerja yang dikehendaki. Kesenjangan antara kinerja aktual dan yang diinginkan dapat diisi oleh pelatihan. BPSDM Hukum dan HAM saat ini belum menetapkan standar kinerja yang jelas terhadap karyawannya. Standar yang digunakan untuk mengetahui tingkat kompetensinya adalah dengan mengidentifikasi tingkat pendidikan dan DP3. DP3 sebagai alat ukur peningkatan kinerja pegawai masih digunakan hanya sebatas syarat seorang pegawai untuk memperoleh kenaikan pangkat. Sehingga tolok ukur kinerja dan kesenjangan yang terjadi belum diperoleh. 3.4 Kendala atau Hambatan pada Pemetaan Kebutuhan Diklat Pelaksanaan strategi pengembangan dan perencanaan kebutuhan Diklat pada BPSDM Hukum dan HAM, yaitu dengan mengintensifkan koordinasi serta 42