universitas negeri semarang november,...

116
PENELITIAN DOSEN PEMULA LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN PEMULA SANGGAR BAHASA BERBASIS SOCIO-TECHNOLOGY (SBST): TEROBOSAN BARU MODEL TERAPI WICARA BERBASIS RUMAH DI KOTA SEMARANG Oleh: Muhammad Badrus Siroj, S.Pd., M.Pd. /NIDN 0616108701 Urip Muhayat Wiji Wahyudi, S.Pd., M.Pd. /199006062013031077 Iwan hardi Sapotro, S.Pd., M.Si. /198512252013031073 Dibiayai oleh: Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Negeri Semarang Nomor: DIPA-042.01.2.400899/2016, Tanggal 07 Desember 2015 Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian Nomor: 1.25.4./UN37/PPK.3.1/2016, tanggal 25 April 2016 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016 i

Upload: vankhanh

Post on 08-Mar-2019

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

PENELITIAN DOSEN PEMULA

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN DOSEN PEMULA

SANGGAR BAHASA BERBASIS SOCIO-TECHNOLOGY (SBST): TEROBOSAN BARU MODEL TERAPI WICARA

BERBASIS RUMAH DI KOTA SEMARANG

Oleh:

Muhammad Badrus Siroj, S.Pd., M.Pd. /NIDN 0616108701 Urip

Muhayat Wiji Wahyudi, S.Pd., M.Pd. /199006062013031077

Iwan hardi Sapotro, S.Pd., M.Si. /198512252013031073

Dibiayai oleh: Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Negeri Semarang

Nomor: DIPA-042.01.2.400899/2016, Tanggal 07 Desember 2015 Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian

Nomor: 1.25.4./UN37/PPK.3.1/2016, tanggal 25 April 2016

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

NOVEMBER, 2016

i

Page 2: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Sanggar Bahasa berbasis Socio-Technology (SBST): Terobosan Baru Model

Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang

Peneliti / Pelaksana Nama Lengkap NIDN/NIP Jabatan Fungsional Program Studi Nomor HP Alamat surel (e-mail) Anggota (1) Nama Lengkap NIP Anggota (2) Nama Lengkap NIP Perguruan Tinggi Institusi Mitra Nama Institusi Mitra Alamat

Lama Penelitian

Biaya yang diperlukan a. Sumber dari DIPA Unnes

: Muhammad Badrus Siroj, S.Pd., M.Pd.

:0616108701/198710162014041001 :Tenaga

Pengajar :Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia :081326181281

:[email protected]

:Urip Muhayat Wiji Wahyudi, S.Pd., M.Pd.

:199006062013031077

: Iwan hardi Sapotro, S.Pd. M.H. : 198512252013031073 :Universitas

Negeri Semarang

:Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) : Jalan K. H. Ahmad Dahlan No. 4 Semarang, Rt 07 Rw 05, Kelurahan Pekunden, Kecamatan Semarang Tengah.

:8 bulan : : Rp. 12.000.000,00

Semarang, 1 November 2016

Mengetahui, Ketua Pelaksana,

Dekan FBS

Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum. Muhammad Badrus Siroj, M.Pd.

NIP 196008031989011001 NIP 198710162014041001

Menyetujui,

Ketua LP2M Unnes

Prof. Totok Sumaryanto F. M.Pd.

NIP 196410271991021001

ii

Page 3: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

RINGKASAN

Perkembangan anak dari lahir sampai usia prasekolah merupakan periode

kritis dalam perkembangan bahasa seseorang. Namun demikian, kebanyakan

perkembangan yang ditanyakan bukan pada keterampilan berbahasanya.

Masyarakat lebih tertarik menanyakan perkembangan anak secara fisiknya, mulai

dari merangkak, berdiri, berjalan, sampai berlari. Padahal perkembangan bahasa

anak sangat penting, jika kurang diperhatikan akan timbul banyak persoalan

misalnya penyakit berbahasa. Penyakit atau hambatan berbahasa sekarang ini banyak dialami oleh anak

usia dini misalnya gagu, lambat berbicara, afasia, autis, dan sebagainya. Perilaku

orangtua dan lingkungan sekitar diyakini menjadi faktor utama yang

menyebabkan keterlambatan anak dalam kemampuan berbahasanya baik sebelum

lahir maupun ketika sudah lahir. Gangguan bahasa yang dialami oleh anak

sebelum lahir misalnya pada anak yang terlahir cacat, kelainan atau

ketidaknormalan seperti anak pada umumnya memerlukan penanganan secara

khusus. Anak dengan kebutuhan khusus atau sering disebut dengan ABK dengan

kelainan seperti kecacatan fisik, syaraf, atau mental (IQ) biasanya mengalami

beberapa keterlambatan perkembangan pada beberapa aspek salah satunya adaah

perkembangan bahasa. Minimnya model dan metode dalam terapi wicara dialami orang tua serta

lembaga-lembaga pendidikan anak cacat sehingga menghambat dalam proses

penyembuhan. Disamping itu, pemanfaatan teknologi komunikasi sosial sangat

minim padahal perkembangan teknologi sangat pesat dan dapat dimanfaatkan

secara optimal. Untuk mencapai sasaran penelitian tersebut, maka pendekatan

penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pendekatan reseach and

development (R& D), yaitu suatu penelitian yang ditindaklanjuti dengan

pengembangan suatu model melalui siklus proses penelitian, aksi, refelksi,

evaluasi, dan inovasi dalam sautu rangkaian kegiatan yang sistematis. Model

alternatif ini dirumuskan secara kolaboratif antara peneliti, pakar ahli, guru, dan

instansi terkait melalui disksusi terfokus (focus group discussion). Penelitian ini menghasilkan analisis kebutuhan pengembangan sanggar

bahasa berbasis socio-technology (SBST) dalam terapi wicara di Kota Semarang,

karakteristik sanggar bahasa berbasis socio-technology (SBST) sebagai model

terapi wicara berbasis rumah di Kota Semarang, serta keefektifan sanggar bahasa

berbasis socio-technology (SBST) untuk meningkatkan kemampuan berbahasa

anak cacat di Kota Semarang. Dapat disimpulkan pula bahwa perkembangan

bahasa anak yang baik diperlukan pola pengasuhan yang komprehensif dari orang

tua yang merupakan pendidik yang pertama dan utama bagi seorang anak. Keluarga merupakan „taman sekolah‟ pertama bagi seorang anak. Dari sana lah

sang anak dibentuk pertama kali oleh orang tuanya akan menjadi seperti apa dikemudian harinya. Orang tua harus memahami betul kapan seorang anak

mengalami perkembangan bahasa pertahapannya sehingga orang tua dapat memberikan stimulus positif yang sesuai dengan tahapan perkembangannya.

iii

Page 4: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis dari awal sampai akhir penulisan

laporan penelitian ini yang berjudul “Sanggar Bahasa berbasis Socio-Technology (SBST): Terobosan Baru Model Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota

Semarang”. Penulis menyadari sepenuhnya, penyelesaian laporan penelitian ini

tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah berkenan memberikan

dorongan akademis dan pendanaan untuk melakukan penelitian. 2. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas

Negeri Semarang yang telah berkenan memberikan kesempatan untuk

melakukan penelitian. 3. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang berkenan memberikan persetujuan

proposal penelitian ini. 4. Para evaluator proposal dan laporan penelitian ini yang memberikan

sumbangan-sumbangan yang positif bagi terwujudnya hasil penelitian yang

lebih baik. 5. Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Semarang yang menjadi mitra

dalam penelitian ini. 6. Para orangtua, guru PAUD, dan pengelola tempat penitipan anak yang

bersedia ikut terlibat dalam penelitian ini. 7. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu di sini.

Semarang, November 2016

Tim Peneliti

iv

Page 5: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ··································································· i

HALAMAN PENGESAHAN ··························································· ii

RINGKASAN ············································································· iii

PRAKATA ·················································································· iv

DAFTAR ISI ··············································································· v

BAB 1. PENDAHULUAN ····························································· 1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ······················································· 6

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ······························· 19

BAB 4. METODE PENELITIAN ····················································· 20

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ·············································· 26

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA···································· 65

BAB 7. SIMPULAN DAN SARAN ··················································· 66

DAFTAR PUSTAKA ···································································· 67

LAMPIRAN-LAMPIRAN ······························································ 68

v

Page 6: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan dan perkembangan berbeda pada setiap anak, tergantung

banyak hal, mulai dari masa anak dalam kandungan sampai dengan masa

kelahiran hingga masa pertumbuhan dan perkembangan setelah lahir. Hal ini juga

berlaku dalam perkembangan bahasa anak. Bahasa memegang peranan penting

dalam kehidupan manusia. Bahasa merupakan wujud dari kehidupan manusia

tersebut. Bahasa diperoleh seorang manusia mulai sejak lahir, ketika dia pertama

kali menangis. Pada saat manusia berumur 3 hingga 4 bulan, ia mulai

memproduksi bunyi-bunyi. Mulai mengoceh saat umur 5 dan 6 bulan, kemudian

ocehan ini pun lama-kelamaan semakin bertambah sampai sang anak mampu

memproduksi perkataan yang pertama.

Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses perkembangan bahasa

manusia. Anak sejak lahir telah diberi kemampuan untuk memperoleh bahasanya.

Pemerolehan bahasa ini dipengaruhi pula oleh interaksi sosial dan perkembangan

kognitif anak. Kemampuan berbahasa seseorang diperoleh melalui sebuah proses

sehingga perlu ada pendekatan-pendekatan tertentu di dalamnya. Pendekatan ini

pun diarahkan berdasarkan tujuan pencapaian tertentu seperti kemampuan

sintaksis, semantik, dan fonologis yang dalam proses pemerolehannya, dilakukan

secara bertahap.

Perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu

aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput juga dari

perhatian para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya.

Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan prestasi manusia yang paling

hebat dan menakjubkan. Oleh sebab itulah masalah ini mendapat perhatian besar.

Pemerolehan bahasa telah ditelaah secara intensif sejak lama. Pada saat itu kita

telah mempelajari banyak hal mengenai bagaimana anak-anak berbicara,

mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui

mengenai proses aktual perkembangan bahasa. Dalam kehidupan setiap orang

1

Page 7: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

tentu saja tidak terlepas dari bahasa. Pertama kali seorang anak memperoleh

bahasa yang didengarkan langsung dari sang ibu sewaktu anak tersebut terlahir ke

dunia ini. Kemudian seiring berjalannya waktu dan seiring pertumbuhan si anak

maka ia akan memperoleh bahasa selain bahasa yang diajarkan ibunya itu baik

bahasa kedua, ketiga ataupun seterusnya yang disebut dengan akuisisi bahasa

(language acquisition) tergantung dengan lingkungan sosial dan tingkat kognitif

yang dimiliki oleh orang tersebut melalui proses pembelajaran.

Proses pertumbuhan dan perkembangan akan sampai pada interaksi

dengan orang lain, umumnya pada lingkungan di sekolah anak dan khususnya

lingkungan di rumah terutama interaksi dengan orangtua si anak. Interaksi pada

anak umur 4 tahun sudah dapat dilakukan melalui komunikasi dengan berbicara.

Bagi oragtua yang tidak terlalu memperhatikan perkembangan anak akan merasa

heran apabila pada saat berkomunikasi dengan mereka, si anak akan berbicara

sesuatu yang belum pernah di dengar, misalnya anak mengatakan "mama atau

papa jangan pelit dong!" padahal mereka tidak, pernah mengajarkan kata-kata itu.

Atau di saat lain, orangtua akan mendengar si anak menasehati adiknya "kamu

jangan nakal ya dik!". Sama persis dengan intonasi dari orangtuanya apabila

menasehati anak tersehut untuk tidak nakal.

Pada umumnya, kegembiraan dan kecemasan rnuncul bersamaan pada

diri orangtua. Kegembiraan sekaligus kebanggaan orangtua adalah bahwa si anak

sudah dapat berbicara dengan mereka, karena tidak sedikit anak dengan umur

yang sama belum dapat berbicara dengan baik karena adanya faktor-faktor

tertentu. Di sisi lain kecemasan yang muncul pada diri orangtua adalah apabila si

anak memperoleh kata-kata atau bahasa yang tidak sesuai dengan umur anak atau

yang lebih khawatir Iagi adalah apabila anak memperoleh bahasa anak remaja

ataupun bahasa orang dewasa.

Perbedaan latar belakang anak-anak di sekolah, program acara televisi

yang kurang selektif, teman bermain atau lingkungan yang heterogen dengan

tingkat usia yang berbeda merupakan permasalahan yang kompleks dan harus

dipertimbangkan dalam upaya menjaga anak agar memperoleh bahasa yang sesuai

dengan umurnya.

2

Page 8: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Selain itu, penyakit atau hambatan berbahasa sekarang ini banyak

dialami oleh anak usia dini misalnya gagu, lambat berbicara, afasia, autis, dan

sebagainya. Perilaku orangtua dan lingkungan sekitar diyakini menjadi faktor

utama yang menyebabkan keterlambatan anak dalam kemampuan berbahasanya.

Oleh karena itu, pola asuh yang tepat menjadi kunci seorang anak dapat berbahasa

dengan baik. Pola asuh dikatakan berhasil bilamana orangtua mampu menciptakan

lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bahasa anak. Para ahli sepakat

bahwa pemerolehan bahasa sangat dipengaruhi oleh penggunaan bahasa sekitar.

Dengan kata lain, perjalanan pemerolehan bahasa seorang anak akan sangat

bergantung pada lingkungan bahasa anak tersebut (Siroj, 2014: 29). Pola asuh

anak dimulai dari lingkungan keluarga. Bimbingan orang tua menjadi penentu

dalam perkembangan bahasa anak. Bimbingan yang tepat akan menghindarkan

anak dari gangguan dan permasalahan bahasa.

Pada anak usia dini (3-6 tahun) pendidikan sudah mulai dilaksanakan.

Masa usia dini merupakan “golden age period”, artinya merupakan masa emas

untuk seluruh aspek perkembangan manusia, baik fisik, kognisi emosi maupun

sosial. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi tingkat buta huruf di Indenonesia.

Pendidikan anak terbagi menajadi pendidikan formal dan pendidikan non formal.

Pendidikan formal seperti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan

Taman Kanak-anak (TK) sudah familiar di kalanagan masyarakat Indonesia.

Selain itu pendidikan nonformal, banyak dikembangkan pendidikan seperti terapi

wicara untuk memberikan pendidikan bagi seseorang yang megalami hambatan

atau permasalahan dalam masalah kebahasaannya.

Setiap anak terlahir dengan kemampuan dan kondisi yang berbeda-beda

sehingga pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada anak pun berbeda

sesuai dengan kebutuhannya. Pada realita kehidupan ada anak yang terlahir cacat,

kelainan atau ketidaknormalan seperti anak pada umumnya. Anak tersebut sering

disebut sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Ketidaknormalan itu dapat

berupa kecacatan fisik, syaraf atau mental (IQ). Pada anak ABK mengalami

beberapa keterlambatan perkembangan pada beberapa aspek salah satunya adaah

perkembangan bahasa.

3

Page 9: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Beberapa diagnosa penyakit yang ada di terapi wicara yaitu Speech

delay, Autis, Global Development, Retardasi mental atau Tunagrahita, Down

Syndrom, dan Sindron Korgenta. Minimnya model dan metode dalam terapi

wicara dialami oleh lembaga-lembaga pendidikan anak cacat, misalnya di YPAC

Kota Semarang. Disamping itu, pemanfaatan teknologi komunikasi sosial sangat

minim padahal perkembangan teknologi sangat pesat dan dapat dimanfaatkan

secara optimal. Oleh karena itu, penelitian ini bekerja sama dengan YPAC

Semarang mencoba mengembangkan Sanggar Bahasa berbasis Socio- Technology

(SBST) sebagai terobosan baru pengembangan model terapi wicara berbasis

rumah dengan konsep rumah yang penuh dengan permainan-permainan

pembelajaran yang menyenangkan. Dengan model tersebut diharapkan tercipta

model dan metode baru dalam terapi wicara untuk anak cacat di Kota Semarang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, permasalahan

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah kebutuhan pengembangan sanggar bahasa berbasis socio-

technology (SBST) dalam terapi wicara di Kota Semarang?

2. Bagaimanakah karakteristik sanggar bahasa berbasis socio-technology

(SBST) sebagai model terapi wicara berbasis rumah di Kota Semarang?

3. Bagaimanakah keefektifan sanggar bahasa berbasis socio-technology

(SBST) untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak cacat di Kota

Semarang?

4

Page 10: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian tentang pemerolehan dan perkembangan bahasa anak belum

banyak ditemukan di Indonesia. Proses pemerolehan bahasa pada anak-anak

merupakan satu hal yang perlu diteliti lebih mendalam. Bagaimana manusia

memperoleh bahasa merupakan satu masalah yang amat mengagumkan dan sukar

dibuktikan. Berbagai teori dari bidang disiplin yang berbeda telah dikemukakan

oleh para pengkaji untuk menerangkan bagaimana proses ini berlaku dalam

kalangan anak-anak. Memang diakui bahwa disadari ataupun tidak, sistem-sistem

linguistik dikuasai oleh individu kanak-kanak walaupun umumnya tidak dalam

pengajaran formal.

Beberapa penelitian yang relevan pernah dilakukan Ruqayyah. (2008)

dengan judul “Pemerolehan Bahasa Anak Usia 4-6 Tahun (Tinjauan tentang Jenis

Tindak Tutur yang Dikuasai Anak Usia 4-6 Tahun, Studi Kasus Anak Usia 4-6

Tahun di Taman Kanak-kanak Al-mustaqim”. Selain itu Yeni Erlita (2009)

melakukan penelitian dengan judul “Pemerolehan Bahasa dalam Lingkungan

Keluarga pada Anak Usia Tiga Tahun”.

Penelitian lain dilakukan oleh Siroj (2013) dengan judul “Perilaku Asuh

Orangtua terhadap Keterampilan Berbahasa Anak dari Lahir sampai Usia

Prasekolah” serta tahun 2014 dengan judul “SANGGAR SBST: Bimbingan Bahasa

Indonesia Keluarga Unggulan (pengembangan model alternatif bimbingan

bahasa indonesia untuk anak usia dini)”.

Keempat penelitian tersebut mengkaji hal yang sama yaitu pemerolehan

bahasa anak pada usia prasekolah serta memaparkan penyakit atau ganguan

berbahasa yang dialami oleh anak. Namun demikian, keempat pelenitian tersebut

belum mengkaji tentang bagaimana melakukan terapi wicara bagi penderita

gangguan berbahasa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini mencoba

mengembangkan alternatif baru model terapi wicara berkonsep sanggar bahasa

berbasis socio-tekhnology (SBST)

5

Page 11: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Hakikat Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa

Menurut Sutjiningsih (1995:1) pertumbuhan dan perkembangan adalah dua

hal yang sangat berbeda. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah

perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ, maupun

individu, yang bisa diukur. Sedangkan perkembangan (development) adalah

bertambahnya kemampuan (skill) dalam slruktur dan fungsi tubuh yang lebih

kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses

pematangan. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak

terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan

fungsi organ/individu.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu

adalah faktor genetik dan faktor lingkungan (Sutjiningsih, 1995:2). Faktor genetik

merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses pertumbuhan dan

perkermbangan anak. Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor

bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa. Gangguan

pertumbuhan di negara maju Iebih sering diakibatkan oleh faktor genetik,

sedangkan di negara yang sedang berkembang, gangguan pertumbuhan selain dari

faktor genetik adalah faktor lingkungan yang kurang memadai. Faktor lingkungan

merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan

anak. Faktor lingkunglan secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu faktor

pranatal dan faktor postnatal.

Faktor pranatal adalah faktor yang mempengaruhi anak pada waktu masih di

dalam kandungan, sedangkan faktor postnatal adalah faktor yang' mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan akan setelah lahir. Faktor pranatal yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak adalah: (1) gizi ibu

pada waktu hamil: (2) mekanis, masalah cairan ketuban; posisi janin; (3) zat

kimia/keracunan; (4) cendoktrin/hormon; (5) radiasi; (6) infeksi; (7) stress; (8)

imunitas dan (9) anoksia embrio/kekurangan oksigen pada janin. Faktor postnatal

yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah: (1) lingkungan

biologis, antara lain: ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan,

kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme, dan hormon;

(2) faktor fisik, antara lain :

6

Page 12: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

sekolah, cinta dan kasih sayang, dan kualitas interaksi anak dan orangtua; (4)

faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain : pekerjaan/pendapatan keluarga,

pendidikan ayah/ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas

rumah tangga, kepribadian ayah/ibu, adat istiadat, norma yang berlaku, agama,

urbanisasi dan kehidupan politik dalam masyarakat. 2.2.1.1 Perkembangan Bahasa

Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak.

Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan

pada sistem lainnya, sebab melibatkan kemampuan kognitif, sensori motor,

psikologis, emosi, dan lingkungan di sekitar anak (Sutjiningsih, 1995:237).

Seorang anak tidak akan mampu berbicara tanpa dukungan dari

lingkungannya, mereka harus mendengar pembicaraan yang berkaitan dengan

kehidupannya sehari-hari maupun pengetahuan tentang dunia. Mereka harus

belajar mengekspresikan dirinya, membagi pengalamannya dengan orang lain dan

mengemukakan keinginannya.

Menurut Sutjiningsih (1995:238) terdapat 3 area utama pada hemisfer kiri

anak khusus untuk berbahasa, yaitu di bagian anterior (area Broca dan korteks

motorik) dan di bagian posterior (area Wernicke). Informasi yang berasal dari

korteks pendengaran primer dan sekunder, diteruskan ke bagian korteks

temporoparietal posterio (area Wernicke), yang dibandingkan dengan ingatan

yang sudah disimpan. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan oleh

fasciculus arcuata ke bagian anterior otak dimana jawaban mototrik dikoordinasi.

Apabila terjadi kelainan pada salah satu dari jalannya impuls ini, maka akan

terjadi kelainan bicara. Kerusakan pada bagian posterior akan mengakibatkan

kelainan bahasa reseptif (bahasa pasif), sedangkan kerusakan di bagian anterior

akan menyebabkan kelainan bahasa ekspresif (bahasa aktif).

7

Page 13: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Periode kritis bagi perkembangan kemampuan berbicara dan berbahasa anak

adalah periode antara 9-24 bulan awal kehidupan. Dengan berkembangnya

ketrampilan ekspresif anak, kemampuan yang meningkat dalam berbicara dan

berbahasa menjadi mudah diamati. Periode 2-4 tahun pertama menunjukkan

peningkatan yang cepat dalam jumlah dan kompleksitas perkembangan berbicara,

kekayaan perbendaharaan kata dan kontrol neuromotorik (Sutjiningsih, 1995:240)

selama periode inilah gangguan dalam kelancaran berbicara dapat lebih kelihatan,

seperti gagap atau cara bicara seperti bayi.

Keterampilan mengartikulasikan suara juga mengikuti pola tertentu. Yang

pertama muncul adalah suatu yang paling mudah dan paling gampang, yaitu suara

bibir (dinyatakan dalam huruf m, p, b, f, v, o), berikutnya yang terdengar adalah

suara sederhana yang dihasilkan oleh lidah dan gusi (d, n, l).

2.2.1.2 Pemerolehan Bahasa

Istilah "pemerolehan” dipakai untuk padanan istilah Inggris yaitu

acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara

natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Istilah ini

dibedakan dari "pembelajaran" yang merupakan padanan dari istilah Inggris

learning. Dalam pengertian ini proses itu dilakukan dalam tatanan yang formal,

yakni belajar di kelas dan diajar oleh seorang guru. Dengan demikian maka proses

dari anak yang belajar menguasai bahasa ibunya adalah pemerolehan, sedangkan

proses dari orang yang belajar di kelas adalah pembelajaran (Dardjowidjojo,

2008:225).

Pemerolehan bahasa menurut Kiparsky adalah proses yang dipergunakan

oleh anak untuk mencocokkan rangkaian hipotesis atau teori potensial yang amat

ruwet dengan ucapan-ucapan orangtuanya sampai dia memilih, berdasarkan suatu

takaran penilaian, tata bahasa yang paling baik atau paling sederhana dari bahasa

itu (Tarigan, 1985:17).

Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara

verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama

(B1) terjadi bila anak yang sejak semula tidak memiliki bahasa kini telah

8

Page 14: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih

mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan

bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan memiliki suatu

rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju

gabungan kata yang lebih rumit.

Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan

bahasa mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan

bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi

motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.

Penelitian mengenai bahasa telah menunjukkan banyak hal mengenai

pemerolehan bahasa, mengenai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan seorang

anak ketika belajar atau memperoleh bahasa. Anak-anak dapat belajar menyusun

kalimat, kebanyakan berupa kalimat yang belum pernah mereka hasilkan

sebelumnya. Anak-anak belajar memahami kalimat yang belum pernah mereka

dengar sebelumnya. Mereka tidak dapat melakukannya dengan mennyesuaikan

tuturan yang didengar dengan beberapa kalimat yang ada dalam pikiran mereka.

Anak-anak selanjutnya harus menyusun "aturan" yang membuat mereka

dapat menggunakan bahasa secara kreatif. Tidak ada yang mengajarkan aturan ini.

Orang tua tidak lebih menyadari aturan aturan fonologis, morfologis, sintaktis,

dan semantik daripada anak-anak. Selain memperoleh aturan tata bahasa

(memperoleh kompetensi linguistik), anak-anak juga belajar pragmatik, yaitu

penggunaan bahasa secara sosial dengan tepat, atau disebut para ahli dengan

kemampuan komunikatif. Aturan-aturan ini termasuk mengucap salam, bentuk

panggilan yang sopan, dan berbagai ragam yang sesuai untuk situasi yang

berbeda. Ini dikarenakan sejak dilahirkan, manusia terlibat dalam dunia sosial

sehingga ia harus berhubungan dengan manusia lainnya. Manusia harus

menguasai norma-norma sosial dan budaya yang berlaku dalam masyarakat.

Sebagian dari norma ini tertanam dalam bahasa sehingga kompetensi seseorang

tidak terbatas pada apa yang disebut pemakaian bahasa (language usage) tetapi

juga penggunaan bahasa (language use) (Dardjowidjojo, 2000:275).

9

Page 15: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Pemerolehan bahasa pertama erat sekali kaitannya dengan perkembangan

sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya dengan pembentukan identitas

sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan

menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Bahasa memudahkan

anak mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang benar-benar dapat

diterima secara sosial. Bahasa merupakan media yang dapat digunakan anak untuk

memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lain dalam

masyarakat. Dalam melangsungkan upaya memperoleh bahasa, anak dibimbing

oleh prinsip atau falsafah ‟jadilah orang lain dengan sedikit perbedaan‟, ataupun

‟dapatkan atau perolehlah suatu identitas sosial dan didalamnya, dan kembangkan

identitas pribadi Anda sendiri‟.

Perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi atas tiga bagian

penting yaitu (a) perkembangan prasekolah (b) perkembangan ujaran kombinatori,

dan (c) perkembangan masa sekolah. Perkembangan pemerolehan bahasa pertama

anak pada masa prasekolah dapat dibagi lagi atas perkembangan pralinguistik,

tahap satu kata dan ujaran kombinasi permulaan.

Perkembangan pralinguistik ditandai oleh adanya pertukaran giliran antara

orang tua (khususnya ibu) dengan anak. Pada masa perkembangan pralinguistik

anak mengembangkan konsep dirinya. Ia berusaha membedakan dirinya dengan

subjek, dirinya dengan orang lain serta hubungan dengan objek dan tindakan pada

tahap satu kata anak terus-menerus berupaya mengumpulkan nama benda-benda

dan orang yang ia jumpai. Kata-kata yang pertama diperolehnya tahap ini

lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, kata sosialisasi, kata yang

menyatakan tempat, dan kata yang menyatakan pemberian.

Perkembangan bahasa pertama anak lebih mudah ditandai dari panjang

ucapannya. Panjang ucapan anak kecil merupakan indikator atau petunjuk

perkembangan bahasa yang lebih baik dari pada urutan usianya. Jumlah morfem

rata-rata per ucapan dapat digunakan sebagai ukuran panjangnya. Ada lima

tahapan pemerolehan bahasa pertama. Setiap tahap dibatasi oleh panjang ucapan

rata-rata tadi.

10

Page 16: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Walaupun perkembangan bahasa setiap anak sangat unik, namun ada

persamaan umum pada anak-anak, ada persesuaian satu sama lain semua

mencakup eksistensi, noneksistensi, rekurensi, atribut objek dan asosiasi objek

dengan orang.

Pada masa tahap 2 ada tiga sarana ekspresif yang dipakai oleh anak-anak

yang dapat membuat kalimat-kalimat mereka menjadi lebih panjang, yaitu

kemunculan morfem-morfem gramatikal secara inklusif dalam ujaran anak,

pengertian atau penyambungan bersama-sama hubungan dua hal tersebut, dan

perluasan istilah dalam suatu hubungan/relasi.

Perkembangan pemerolehan bunyi anak-anak bergerak dari membuat bunyi

menuju ke arah membuat pengertian. Periode pembuatan pembedaan atas dua

bunyi dapat dikenali selama tahun pertama yaitu (1) periode vokalisasi dan

prameraban serta (2) periode meraban. Anak lazimnya membuat pembedaan

bunyi perseptual yang penting, selama periode ini, misalnya membedakan antara

bunyi suara insani dan noninsani antara bunyi yang berekspresi marah dengan

yang bersikap bersahabat, antara suara anak-anak dengan orang dewasa, dan

antara intonasi yang beragam. Anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan

persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yang didengarnya. Anak-anak

menukar atau mengganti ucapan mereka sendiri dari waktu ke waktu menuju

ucapan orang dewasa, dan apabila anah-anak mulai menghasilkan segmen bunyi

tertentu, hal itu menjadi perbendaharaan mereka.

Perkembangan ujaran kombinatori anak-anak dapat dibagi dalam empat

bagian yaitu perkembangan negatif/penyangkalan, perkembangan

interogratif/pertanyaan, perkembangan penggabungan kalimat, dan perkembangan

sistem bunyi.

Penggabungan beberapa proposisi menjadi sebuah kalimat tunggal

memerlukan rentangan masa selama beberapa tahun dalam perkembangan bahasa

anak-anak.

Penggunaan bahasa yang tepat harus diperoleh seorang anak karena

kemampuan berbahasa yang baik tidak hanya terletak pada kepatuhan terhadap

aturan gramatikal tetapi juga pada aturan pragmatik. Menurut Ninio dan Snow

11

Page 17: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

(dalam Dardjowidjojo, 2000:43-48), mau tidak mau seorang anak

mengembangkan pengetahuan yang diperlukan agar dalam situasi komunikasi

bahasa yang dia pakai itu pantas, efektif, dan sekaligus mengikuti aturan

gramatikal.

2.2.2 Pengajaran Bahasa Pertama

Dalam pengamatan umum, anak-anak adalah peniru yang baik. Segala

sesuatu yang ia dilakukan adalah tiruan dari orang-orang di sekitarnya, senantiasa

ia cermati dan kemudian akan ditirukan sama seperti apa yang dilihatnya. Begitu

juga dengan bahasa, jika di dalam rumah menggunakan bahasa Indonesia dalam

percakapan sehari-hari, maka tidak heran si anak akan mudah meniru apa yang

dikatakan oleh anggota keluarganya. Kita lihat saja di dalam kota-kota besar

seperti Jakarta, anak-anak menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama

di samping orangtua mereka telah memilki bahasa pertama masing-masing.

Menurut Brown (2007: 47), tahap-tahap paling dini pemerolehan bahasa

anak-anak memunculkan banyak sekali peniruan karena bayi mungkin tidak

menguasai kategori-kategori semantik untuk memaknai ujaran. Namun, mereka

memiliki rasa perhatian terhadap orang-orang di sekitar mereka, jadi mau tidak

mau akan menirukan ujaran orangtuanya.

Proses belajar-mengajar bahasa di dalam kelas secara berturut-turut akan

dijumpai 1) murid; 2) guru; 3) bahan pelajaran; dan 4) tujuan pengajaran.

Keempat variabel tersebut memiliki hubungan fungsional dalam proses belajar-

mengajar bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia. variabel-variabel tersebut

menentukan keberhasilan belajar berbahasa. Bahasa Indonesia sebagai bahasa

pertama yaitu, ketika memang lingkungan tempat tinggal dan masyarakatnya

menggunakan bahasa Indonesia. Tidak lain pada saat di sekolahan, bahasa

Indonesia berfungsi sebagai alat pemersatu bangsa serta upaya pelestarian dari

bahasa nasional selayaknya harus dijunjung tinggi dan tidak ada rasa bosan

apalagi jenuh dalam mempelajari bahasa Indonesia.Dalam masyarakat yang

multilingual, multirasial, dan multikultural, maka faktor kebahasaan, kebudayaan,

sosial, dan etnis juga merupakan variabel yang dapat memengaruhi keberhasilan

12

Page 18: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

pengajaran bahasa Indonesia (Chaer dan Agustina, 2010: 205). Contohnya, ketika

ada siswa yang keseharian di rumah dan lingkungannnya menggunakan bahasa

Indonesia, tentu akan memilki kemungkinan untuk lebih berhasil dalam pelajaran

Bahasa Indonesia daripada anak yang tinggal dalam keluarga dan lingkungan

masyarakatnya tidak menggunakan bahasa Indonesia.

2.2.3 Proses Pemerolehan Bahasa Pertama Anak

Perhatian terhadap bagaimana anak memperoleh bahasa dimulai pada abad

ke 7 Masehi ketika Psammeticus, seorang Firoun (Pharaoh) Mesir, percaya bahwa

bahasa dibawa anak dari lahir. Sekitar 8 ratus tahun kemudian, yaitu pada abad ke

15 Masehi, pendapat ini pun diyakini kebenarannya oleh raja Scotlandia, King

James V, yang melakukan eksperimen seperti yang dilakukan oleh Pemtiucus.

Kata pertama yang diucapkan oleh anak yang dia pisahkan dari pengaruh bahasa

mana pun adalah bahasa Hebrew.

Ada tiga pendekatan teoritis utama yang digunakan para ahli bahasa dalam

menjelaskan fenomena pemerolehan bahasa anak seperti yang diuraikan oleh

Fabiz (2002) dalam reviewnya tentang teori-teori Krashen tentang pemerolehan

(L2), yaitu 1) teori kognitif; 2) teori imitasi dan penguatan; 3) teori alamiah

(native).

2.2.3.1 Teori Kognitif

Pendekatan kognitif dikemukakan pertama kalinya oleh Jean Piaget (1896-

1980) yang mengatakan bahwa perkembangan kognitif anak mencakup perubahan

dalam proses mental (cognitive) dan kemampuan (ability). Pada awalnya seorang

anak mulai menyadari adanya sebuah konsep seperti ukuran benda yang berbeda-

beda dan kemudian dia akan memperoleh kata-kata dan pola-pola bahasa untuk

menyampaikan konsep tersebut. Anak akan menyampaikan ide-ide yang

sederhana terlebih dulu sebelum ide-ide yang lebih komplek. Namun begitu, teori

Peaget ini ada kelemahannya karena tidak bisa menjelaskan kenapa anak belajar

bahasa lebih awal dari belajar hal-hal yang lainnya.

13

Page 19: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

2.2.3.2 Teori Imitasi dan Penguatan yang positif (Imitation and Positive

Reinforcement)

Pendapat ini merupakan pandangan para penganut teori tingkah laku

(behaviourist) yang popular pada tahun 40an sampai 50an. Menurut teori ini,

anak-anak belajar bahasa dengan cara meniru atau mencontoh dan apa yang

mereka dengar dari orang dewasa. Penguatan dan perbaikan terhadap kesalahan

yang mereka buat dalam berbahasa juga memainkan peran yang penting dalam

proses pemerolehan bahasa mereka.

Teori ini kemudian dipertanyakan oleh para ahli bahasa lainnya. Menurut

mereka adalah tidak mungkin keseluruhan dari proses pemerolehan bahasa anak

didapat melalui imitasi atau mencontoh. Banyak kalimat yang diucapkan anak

yang salah secara tata bahasa yang tidak dia perdapat dari meniru dari orang

dewasa

2.2.3.3.Teori Natif (Nativist Theory)

Teori natif ini bermula dari pendapat Noam Chomsky (dalam Baker 2001)

yang mengatakan bahwa manusia memiliki „inbuilt cognitive readiness for

language‟ atau kesiapan kognitif terhadap bahasa. Anak dilengkapi sejak lahir

dengan „language-acquisition devices (LAD)‟ yaitu komponen-komponen yang

mengandung pengetahuan bawaan tentang aturan-aturan dalam bahasa. Menurut

Chomsky, LAD adalah komponen-komponen abstrak yang memfasilitasi atau

menghamabat anak memperoleh bahasa

Pendapat ini kemudian diperluas Chomsky menjadi sebuah teori yang

dikenal dengan Universal Grammar, yang menyatakan bahwa pada otak semua

manusia telah ada sejak lahir seperangkat prinsip (innate principles) dan

parameter-parameter yang bisa disesuaikan (adjustable parameters) yang

memungkinkan anak-anak menangkap struktur bahasa ibunya (mother tongue)

setelah diperkenalkan pada bahasa itu, dan memungkinkan mereka bisa

menguasai bahasa ibunya pada usia 3 tahun.

Dalam proses pemerolehan bahasa dikenal suatu masa yang dinamakan

critical period atau periode kritis (Lenneberg, 1967). Masa kritis ini adalah masa

14

Page 20: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

dimana anak harus dikenalkan pada satu bahasa yang diekspos kepadanya. Masa

kritis ini berakhir kira-kira pada akhir masa kanak-kanak yaitu usia 12 tahun atau

mungkin juga masa puber. Lenneberg mengatakan bahwa jika sampai pada usia

ini anak tidak diperkenalkan pada satu bahasa pun, maka dia tidak akan pernah

belajar bahasa secara normal dan fungsional.

Banyak ahli, seperti Grimshaw (1998) yang berpendapat bahwa hipotesis ini

sulit untuk dibuktikan. Menurut mereka, ada faktor-faktor lain yang

mempengaruhi proses pemerolehan bahasa anak dan orang dewasa secara

berbeda. Mereka berpendapat bahwa anak-anak belajar bahasa tanpa usaha;

kecepatannya dalam memperoleh bahasa kemungkinan disebabkan oleh karena

lingkungannya yang disiapkan sedemikian rupa untuk memberinya kesempatan

sesering dan seoptima. Hal ini berbeda dengan orang dewasa yang belajar bahasa

dimana pada tahap awal belajar bahasa, orang dewasa memiliki kesempatan yang

bagus untuk mempelajari kosakata dan tata bahasa namun pengucapannya tidak

akan pernah menyamai penutur asli (Grimshaw, 1998).

2.2.4 Model Socio- Technology dalam dan Media Keterampilan Berbahasa

Peranan media dan alat pembelajaran menjadi sangat penting untuk

memperkuat akurasi penyampaian pesan-pesan dalam proses pembelajaran

bahasa. Media pengajaran yang dapat membantu pengajar sehingga

mempermudah proses memahamkan siswa terhadap materi pelajaran, serta sarana

sarana pembelajaran yang disiapkan guru untuk memfasilitasi para siswanya

belajar, menjadi suatu yang sangat penting. Di samping itu, media dapat

menghantarkan siswa menjadi manusia yang cerdas, kreatif, serta memiliki

integritas keberagaman yang kuat. Selanjutnya, media pembelajaran yang inovatif

memberikan alternatif produksi secara teliti dan rasional.

Media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata

“medium” yang secara harfiah berarti „perantara‟ atau „pengantar‟, yakni

perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Media

pembelajaran bisa dikatakan sebagai alat yang bisa merangsang siswa dalam

proses belajar.

15

Page 21: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu bagi

guru untuk mengajar dan yang digunakan adalah baru sebatas alat bantu visual.

Sekitar pertengahan abad ke-20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan

digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan

perkembangan pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang pendidikan,

saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan

interaktif, seperti adanya komputer dan internet.

Model Socio-Technology dalam penelitian ini dengan pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Pemanfaatan ICT untuk pembelajaran

bahasa Indonesia pada penutur asing diasumsikan lebih efektif karena pembelajar

sangat terbantu dan bisa belajar secara mandiri melalui jaringan internet yang bisa

diakses kapan pun dan di manapun pembelajar berada.

Dalam penelitian ini pemanfaatan ICT dititikberatkan multimedia interaktif.

Multimedia menurut Najjar (dalam Widodo 2008: 33) adalah penyampaian

informasi menggunakan gabungan dari teks, grafik, suara, video. Multimedia

interaktif adalah penyampaian informasi menggunakan gabungan dari teks, grafik,

suara, video, yang mempunyai fungsi memberi informasi di dalamnya terdapat

tombol-tombol yang bisa menuju ke fasilitas lainnya. Multimedia interaktif ini

sangat bermanfaat bagi pembelajar, karena sangat memudahkan dalam proses

belajar.

Pengembangan Multimedia Interaktif sangat diperlukan untuk menunjang

pembelajaran konvensional serta menyiapkan multimedia untuk menciptakan

lingkungan belajar yang fleksibel, dengan memberikan kemudahan sehingga

pembelajar dapat belajar dimanapun kapanpun dan dengan siapapun.

Multimedia Interaktif yang diaktifkan menggunakan komputer, merupakan

jenis multimedia yang secara virtual dapat menyediakan respon yang segera

terhadap hasil belajar yang dilakukan oleh pembelajar. Lebih dari itu, komputer

juga memiliki kemampuan menyimpan dan memanipulasi informasi sesuai

dengan kebutuhan.

Perkembangan teknologi yang pesat saat ini telah memungkinkan komputer

memuat dan menayangkan beragam bentuk multimedia di dalamnya. Dalam hal

16

Page 22: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

ini Heinich, Molenda, & Russel dalam Hartoyo (1996: 228) mengemukakan

bahwa : “…It has ability to control and integrate a wide variety of multimedia –

still pictures, graphics and moving images, as well as printed information. The

computer can also record, analyze, and react to student responses that are typed on

a keyboard or selected with a mouse“.

Sajian Multimedia Interaktif berbasis komputer merupakan teknologi yang

mengoptimalkan peran komputer sebagai sarana untuk menampilkan dan

merekayasa teks, grafik, dan suara dalam sebuah tampilan yang terintegrasi.

Dengan tampilan yang dapat mengkombinasikan berbagai unsur penyampaian

informasi dan pesan, komputer dapat dirancang dan digunakan sebagai

multimedia teknologi yang efektif untuk mempelajari dan mengajarkan materi

pembelajaran yang relevan misalnya rancangan grafis dan animasi.

Beberapa model multimedia interaktif yang dapat dikembangkan di

antaranya sebagai berikut.

a. Model Drill

Model drills dalam CBI (Computer Based Inruction) pada dasarnya

merupakan salah satu starategi pembelajaran yang bertujuan memberikan

pengalaman belajar yang lebih kongkrit melalui penciptan tiruan-tiruan bentuk

pengalaman yang mendekati suasana yang sebenarnya.

b. Model Tutorial

Program CBI (Computer Based Inruction) tutorial dalam merupakan

program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan

menggunakan perangkat lunak berupa program komputer yang berisi materi

pelajaran. Metode Tutorial dalam CAI pola dasarnya mengikuti pengajaran

Berprogram tipe Branching yaitu informasi/mata pelajaran disajikan dalam unit-

unit kecil, lalu disusul dengan pertanyaan. Respon siswa dianalisis oleh komputer.

Program ini juga menuntut siswa untuk mengaplikasikan ide dan pengetahuan

yang dimilikinya secara langsung dalam kegiatan pembelajaran.

c. Model Simulasi

Model simulasi dalam CBI pada dasarnya merupakan salah satu starategi

pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih kongkrit

17

Page 23: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

melalui penciptan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang

sebenarnya.

d. Model Games

Model permainan ini dikembangkan berdasarkan atas “pembelajaran

menyenangkan”, ketika peserta didik dihadapkan pada beberapa petunjuk dan

aturan permainan. Dalam konteks pembelajaran sering disebut dengan

Instructional Games.

Pada penelitian ini tipe penyajian yang digunakan adalah perpaduan model

drill, tutorial, dan simulasi untuk memudahkan terapi wicara guna meningkatkan

kemampuan komunikatifnya.

18

Page 24: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan konsep sanggar bahasa berbasis

socio-technology (SBST) sebagai model terapi wicara berbasis rumah di Kota

Semarang. Secara operasional tujuan penelitian ini menghasilkan tiga hal, yaitu: 1)

menemukan kebutuhan pengembangan sanggar bahasa berbasis socio-technology

(SBST) sebagai model terapi wicara di Kota Semarang; 2)mengetahui

karakteristik sanggar bahasa berbasis socio-technology (SBST) sebagai model

terapi wicara di Kota Semarang; dan 3) mengembangkan sanggar bahasa berbasis

socio-technology (SBST) sebagai model terapi wicara berbasis rumah di Kota

Semarang.

1.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain: a)

memberikan paparan mengenai kebutuhan pengembangan sanggar bahasa

berbasis socio-technology (SBST) sebagai model terapi wicara di Kota Semarang;

b) menemukan dan mengembangkan sanggar bahasa berbasis socio-technology

(SBST) sebagai model terapi wicara di Kota Semarang; 3) memberikan paparan

terapi yang tepat dalam melaksanakan terapi wicara untuk anak cacat atu

berkebutuhan khusus; c) sebagai bahan acuan dalam memberikan keterampilan

berbahasa yang tepat baik untuk orangtua, pengasuh anak, penitipan anak, serta

lembaga pendidikan anak cacat; d) sebagai bahan pustaka dan kajian dalam

perkuliahan matakuliah Terapi Wicara dan Psikolinguistik di perguruan tinggi

program bahasa baik dalam bentuk handout atau buku cetak; e) sebagai

implementasi kerja sama antara Universitas Negeri Semarang sebagai rumah ilmu

dan Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Kota Semarang; dan f) sebagai

alternatif baru model terapi wicara yang bisa diadopsi lembaga-lembaga

pendidikan nonformal/anak berkebutuhan khusus di Kota Semarang.

19

Page 25: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

BAB IV

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan

"Penelitian dan Pengembangan". Maksudnya adalah suatu program penelitian

yang ditindaklanjuti dengan program pengembangan untuk perbaikan atau

penyempurnaan. Proses penelitian akan ditempuh melalui 10 langkah

sebagaimana yang dikemukakan oleh Borg dan Gall (1983:775-776), yakni (1)

research and information collecting, mengumpulkan informasi dan melakukan

penelitian awal, (2) planing, perencanaan, (3) develop prenliminary form of

product/ mengembangkan format atau model, (4) preliminary field testing,

mempersiapkan uji ciba tes di lapangan, (5) mein product revision, melakukan

revisi terhadap tes berdasarkan hasil uji coba di lapangan, (6) main field testing,

melakukan tes di lapangan, (7) operational product revisions, melakukan revisi

setelah mendapatkan masukan dari tes lapangan, (8) operational field testing,

mealaksanakan tes uji coba model atau tes pembelajaran, (9) final product

revision, melakukan revisi terakhir, (10) dominition and implementation,

menyampiakan laporan penelitian.

3.2 Populasi dan Sampel

Subjek penelitian adalah anak cacat atau berkebutuhan khusus di Kota

Semarang. Sampel penelitian adalah orang tua yang memiliki anak berkebutuhan

khusus di empat kecamatan di Kota Semarang dengan rincian dua (2) kecamatan

di pusat kota dan (2) kecamatan di pinggir kota. Pengambilan sampel ini

diasumsikan bisa mewakili masyarakat Kota Semarang. Sampel penelitian

mencakup anak laki-laki dan anak perempuan.

Sampel penelitian adalah 50 orang tua yang memiliki anak berkebutuhan

khusus yang berasal dari Kecamatan Gunungpati, Kecamatan Mijen, Kecamatan

Semarang Utara, dan Kecamatan Semarang Tengah. Empat kecamatan tersebut

20

Page 26: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

adalah kecamatan percontohan dan kecamatan tertinggi dalam populasi anak.

Diasumsikan perilaku asuh orangtua di kecamatan tersebut telah dilakukan dengan

baik dan mendapatkan penyuluhan dari pemerintah Kota Semarang. Subjek yang

dijadikan sampel tadi akan digunakan dalam proses penelitian mulai dari tahap

penjajakan, percobaan model sampai uji efektivitas model.

3.3 Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi dan subjek penelitian digunakan purposif sampling. Penelitian ini

mengambil lokasi di Kota Semarang yaitu di Kecamatan Gunungpati, Kecamatan

Mijen, Kecamatan Semarang Utara, dan Kecamatan Semarang Tengah. Subjek

dalam penelitian ini adalah adalah orang tua dan berkebutuhan khusus yang

berada di empat kecamatan tersebut.

3.4 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas : (1) narasumber, yaitu orang

tua yang memiliki berkebutuhan khusus; (2) berkebutuhan khusus, yakni untuk

mengetahui peningkatan hasil terapi wicara melalui uji model; (3) proses terapi

wicara yang mencakupi: model terapi, materi terapi, kompetensi orang tua,

perilaku anak, sarana dan prasarana, lingkungan sekitar, serta pengalaman; (4)

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.

Teknik pengumpulan data untuk menghasilkan model sanggar bahasa

berbasis socio-technology (SBST) ini menggunakan angket, pengamatan, dan

wawancara yang ditujukan orang tua. Angket tersebut akan mengupas kebutuhan,

kelebihan, kekurangan, kendala, dan pelaksanaan pembimbingan bahasa

Indonesia. Adapun panduan pengamatan akan mengupas realitas pelaksanaan

terapi wicara. Metode wawancara (cakap) merupakan metode penyediaan data

yang dilakukan dengan cara mengadakan percakapan yang dilakukan peneliti

dengan penutur yang menjadi narasumber. Teknik yang digunakan, teknik rekam

dan teknik catat.

Untuk menyederhanakan data kompetensi digunakan tes dan observasi.

Metode tes merupakan metode penyedia data yang dilakukan dengan cara

21

Page 27: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

memberi tes, yakni dengan cara menungasi anak untuk berbahasa yang tepat.

Metode observasi merupakan metode penyedia data yang dilakukan dengan cara

mengadakan observasi atau pengamatan, serta wawancara mendalam.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode analisis

deskriptif-kualitatif, yaitu data yang terkumpul dideskripsikan. Secara rinci

langkah-langkah analisis data penelitian ini sebagai berikut. Persiapan penelitian,

meliputi: (1) mengumpulkan data, (2) mengorganisasikan dan mengelompokkkan

data yang terkumpul sesuai dengan sifat dan kategori data yang ada. Langkah ini

juga merupakan langkah reduksi data dan sekaligus penyajian data. Untuk

menghindari data yang bias dilakukan pemeriksaan keabsahan data melalui empat

kriteria, yaitu: derajat kepercayaan, keteralihan, ketergantungan, dan kepastian.

Analisis data dilakukan melalui empat tahap, yaitu data, sajian data, penarikan

simpulan dan verifikasi penelitian yang dilakukan saling menjalin dengan proses

pengumpulan data. Model analisis yang dilakukan adalah analisis interaktif.

Artinya, empat komponen analisis, yaitu reduksi data, sajian data, penarikan

kesimpulan, dan verifikasi penelitian yaitu dilakukan secara simultan sejak proses

pengumpulan data (Miles dan Huberman 1984). Data yang terkumpul kemudian

dianalisis menggunakan Analisis Interaktif sebagaimana yang dicontohkanoleh

Milles & Huberman (1992 : 20) sebagaimana terpapar berikut.

Pengumpulan data

Penyajian data

Reduksi data

Verifikasi

(Penarikan Kesimpulan)

Bagan 3.1 Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif oleh Milles &

Huberman

22

Page 28: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Dari analisis data di atas diambil simpulan tentang model alternatif

bimbingan bahasa Indonesia untuk anak usia dini. Berdasarkan simpulan tersebut,

tim peneliti akan merumuskan langkah-langkah umum dan khusus yang dapat

dilakukan untuk mengembangkan model terapi wicara yang tepat di Kota

Semarang.

3.6 Rancangan (Design) Penelitian

Borg dan Gall (1989) yang sudah dimodifikasi oleh Sukmadinata (2008)

menyatakan bahwa, ada sepuluh langkah pelaksanaan strategi penelitian dan

pengembangan.

1) Penelitian dan pengumpulan data. Pengukuran kebutuhan, studi literatur,

penelitian dalam skala kecil, dan pertimbangan-pertimbangan dari segi nilai.

2) Perencanaan. Menyusun rencana penelitian, meliputi kemampuan-kemampuan

yang diperlukan dalam pelaksanaan peneliltian, rumusan tujuan yang hendak

dicapai dengan penelitian tersebut, desain atau langkah-langkah penelitian

kemungkinan pengujian dalam lingkup terbatas.

3) Pengembangan draf produk. Pengembangan bahan pembelajaran, proses

pembelajaran, dan instrument evaluasi.

4) Uji coba lapangan awal. Selama uji coba diadakan pengamatan, wawancara,

dan angket.

5) Merevisi hasil uji coba. Memperbaiki atau menyempurnakan hasil uji coba.

6) Uji coba lapangan. Melakukan uji coba ke dua kecamatan. Data kuantitatif

penampilan orang tua sebelum dan sesudah menggunakan model yang

dicobakan, dikumpulkan dan hasil-hasil pengumpulan data dievaluasi.

7) Penyempurnaan produk hasil uji lapangan. Menyempurnakan produk hasil uji

lapangan.

8) Uji pelaksanaan lapangan. Pengujian dilakukan melalui angket, wawancara,

dan observasi dan analisis hasilnya.

9) Penyempurnaan produk akhir. Penyempurnaan didasarkan masukan dari uji

pelaksanaan lapangan.

23

Page 29: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

10) Diseminasi dan implementasi. Melaporkan hasilnya dalam pertemuan

profesional dan dalam jurnal. Bekerja sama dengan penerbit untuk penerbitan.

Memonitor penyebaran untuk pengontrolan kualitas.

Penelitian ini hanya dilaksanakan dengan tujuh langkah penelitian. Hal ini

dilakukan karena terbatasnya waktu penelitian. Keenam langkah tersebut adalah

sebagai berikut. 1) Analisis teoretis dan praktis

Kegiatan tahap ini adalah menelaah secara teoretis berbagai macam buku dan

literature yang berkaitan dengan topik penelitian. 2) Analisis kebutuhan awal

Kegiatan ini adalah melakukan identifikasi kebutuhan orang tua terhadap

terapi wicara yang tepat untuk anak yang berkebutuhan khusus atau cacat. 3) Penyusunan prototipe

Setelah mendapatkan hasil di kebutuhan awal, langkah pegembangan

selanjutnya adalah menyusun prototipe model terapi wicara untuk anak

berkebutuhan khusus atau cacat di Kota Semarang 4) Uji prototipe ke ahli

Prototipe yang sudah dikembangkan diuji cobakan ke ahli terapi wicara. 5) Revisi prototipe

Setelah prototipe dinilai, jika ada perbaikan atau penambahan dari ahli,

prototipe direvisi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. 6) Uji prototipe ke pembimbing bahasa anak usia dini

Setelah prototipe direvisi kemudian prototipe diuji ke orang tua yang

membimbing bahasa anaknya di empat kecamatan di Kota Semarang. 7) Finalisasi produk dan penerapan terbatas di lapangan

Berdasarkan tahap-tahap penelitian pengembangan tersebut dapat

digambarkan langkah-langkah penelitian pengembangan sebagai berikut.

24

Page 30: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

1) Analisis teoretis dan

2) Analisis

praktis

kebutuhan awal

3) Penyususnan prototipe

5) Revisi prtotipe 4) Uji prototipe ke ahli

6) Uji prototipe ke orang tua 7) Finalisasi produk dan

penerapan terbatas

Bagan 3.2 Tahap-Tahap Penelitian Pengembangan Sanggar Bahasa

berbasis Sosio-Technology (SBST)

Page 31: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

25

Page 32: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pengembangan konsep sanggar bahasa

berbasis socio-technology (SBST) sebagai model terapi wicara berbasis rumah di

Kota Semarang.

5.1.1 Karakteristik Pemerolehan Bahasa Anak dari Lahir sampai Usia

Prasekolah

Sesuai dengan permasalahan yang ada di dalam penelitian ini, hasil penelitian

akan dipaparkan gambaran secara umum mulai dari pemerolehan bahasa anak dari

lahir sampai usia prasekolah, perilaku orangtua, serta pengaruh perilaku orangtua

terhadap keterampilan berbahasa anak dari lahir sampai usia prasekolah. Hasil

tersebut dapat diketahui dari hasil wawancara, pengisian angket, dan hasil observasi

yang peneliti lakukan. Data diambil dari wawancara dengan 100 anak dari 4

kecamatan di Kota Semarang yaitu Kecamatan Gunungpati, Kecamatan Mijen,

Kecamatan Semarang Utara, dan Kecamatan Semarang Tengah.

Berikut diuraikan hasil penelitian tentang perilaku asuh orangtua terhadap

keterampilan berbahasa anak dari lahir sampai usia prasekolah. 5.1.1.1 Tahapan Perkembangan Bahasa Pada Anak Secara Umum

Manusia berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi dalam bentuk

bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik secara verbal maupun non verbal yaitu

dengan tulisan, bacaan dan tanda atau simbol. Manusia berkomunikasi lewat bahasa

memerlukan proses yang berkembang dalam tahap-tahap usianya. Bagaimana

manusia bisa menggunakan bahasa sebagai cara berkomunikasi selalu menjadi

pertanyaan yang menarik untuk dibahas sehingga memunculkan banyak teori

tentang pemerolehan bahasa.

Bahasa adalah simbolisasi dari sesuatu idea atau suatu pemikiran yang ingin

dikomunikasikan oleh pengirim pesan dan diterima oleh penerima pesan melalui

kode-kode tertentu baik secara verbal maupun nonverbal. Bahasa digunakan anak

26

Page 33: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk

bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang

mengacu pada simbol verbal.

Selain itu, bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural,

dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti

gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan

lengan untuk menekankan makna wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi

yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural

(ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan makna yang

berbeda beda.

Tahapan-tahapan Umum Perkembangan Kemampuan Berbahasa Seorang

Anak, yaitu:

1) Reflexsive Vocalization

Pada usia 0-3 minggu bayi akan mengeluarkan suara tangisan yang masih

berupa refleks. Jadi, bayi menangis bukan karena ia memang ingin menangis tetapi

hal tersebut dilakukan tanpa ia sadari.

2) Babling

Pada usia lebih dari 3 minggu, ketika bayi merasa lapar atau tidak nyaman ia

akan mengeluarkan suara tangisan. Berbeda dengan sebelumnya, tangisan yang

dikeluarkan telah dapat dibedakan sesuai dengan keinginan atau perasaan si bayi.

3) Lalling

Di usia 3 minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-suara namun belum

jelas. Bayi mulai dapat mendengar pada usia 2 s.d. 6 bulan sehingga ia mulai dapat

mengucapkan kata dengan suku kata yang diulang-ulang, seperti: “ba….ba…,

ma..ma….”

4) Echolalia

Di tahap ini, yaitu saat bayi menginjak usia 10 bulan ia mulai meniru suara-

suara yang di dengar dari lingkungannya, serta ia juga akan menggunakan ekspresi

wajah atau isyarat tangan ketika ingin meminta sesuatu.

5) True Speech

27

Page 34: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Bayi mulai dapat berbicara dengan benar. Saat itu usianya sekitar 18 bulan

atau biasa disebut batita. Namun, pengucapannya belum sempurna seperti orang

dewasa.

Pada penelitian ini, perkembangan bahasa anak dari responden dapat

diuraikan berdasarkan tahapan perkembangan bahasa pada anak menurut beberapa

ahli sebagai berikut.

1) Tahap pralinguistik

Pada usia 0-3 bulan, bunyinya di dalam dan berasal dari tenggorok. Pada usia

3-12 bulan, banyak memakai bibir dan langit-langit, misalnya ma, da, ba.

2) Tahap protolinguistik

Pada usia 12 bulan-2 tahun, anak sudah mengerti dan menunjukkan alat-alat

tubuh. Ia mulai berbicara beberapa patah kata (kosa katanya dapat mencapai 200-

300).

3) Tahap Linguistik

Pada usia 2-6 tahun atau lebih, pada tahap ini ia mulai belajar tata bahasa

dan perkembangan kosa katanya mencapai 3000 kosakata.

5.1.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak dalam Berbahasa

Ada tiga faktor paling signifikan yang mempengaruhi anak dalam

berbahasa, yaitu biologis, kognitif, dan linkungan. 5.1.1.2.1 Evolusi Biologi

Evolusi biologis menjadi salah satu landasan perkembangan bahasa.

Mereka menyakini bahwa evolusi biologi membentuk manusia menjadi manusia

linguistik. Noam Chomsky (1957) meyakini bahwa manusia terikat secara

biologis untuk mempelajari bahasa pada suatu waktu tertentu dan dengan cara

tertentu. Ia menegaskan bahwa setiap anak mempunyai language acquisition

device (LAD), yaitu kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun

awal masa anak-anak merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa

(critical-period). Jika pengenalan bahasa tidak terjadi sebelum masa remaja, maka

ketidakmampuan dalam menggunakan tata bahasa yang baik akan dialami seumur

hidup. Selain itu, adanya periode penting dalam mempelajari bahasa bisa

28

Page 35: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

dibuktikan salah satunya dari aksen orang dalam berbicara. Menurut teori ini, jika

orang berimigrasi setelah berusia 12 tahun kemungkinan akan berbicara bahasa

negara yang baru dengan aksen asing pada sisa hidupnya, tetapi kalau orang

berimigrasi sebagai anak kecil, aksen akan hilang ketika bahasa baru akan

dipelajari (Asher & Gracia, 1969). 5.1.1.2.2 Faktor Kognitif

Individu merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada

perkembangan bahasa anak. Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa

kemampuan anak berbahasa tergantung pada kematangan kognitifnya

(Piaget,1954). Tahap awal perkembangan intelektual anak terjadi dari lahir sampai

berumur 2 tahun. Pada masa itu anak mengenal dunianya melalui sensasi yang

didapat dari inderanya dan membentuk persepsi mereka akan segala hal yang

berada di luar dirinya. Misalnya, sapaan lembut dari ibu/ayah ia dengar dan

belaian halus, ia rasakan, kedua hal ini membentuk suatu simbol dalam proses

mental anak. Perekaman sensasi nonverbal (simbolik) akan berkaitan dengan

memori asosiatif yang nantinya akan memunculkan suatu logika. Bahasa simbolik

itu merupakan bahasa yang personal dan setiap bayi pertama kali berkomunikasi

dengan orang lain menggunakan bahasa simbolik. Sehingga sering terjadi hanya

ibu yang mengerti apa yang diinginkan oleh anaknya dengan melihat/mencermati

bahasa simbol yang dikeluarkan oleh anak. Simbol yang dikeluarkan anak dan

dibahasakan oleh ibu itulah yang nanti membuat suatu asosiasi, misalnya saat bayi

lapar, ia menangis dan memasukkan tangan ke mulut, dan ibu membahasakan, “lapar ya.. mau makan?”

5.1.1.2.3 Lingkungan Luar

Sementara itu, di sisi lain proses penguasaan bahasa tergantung dari

stimulus dari lingkungan. Pada umumnya, anak diperkenalkan bahasa sejak awal

perkembangan mereka, salah satunya disebut motherse, yaitu cara ibu atau orang

dewasa, anak belajar bahasa melalui proses imitasi dan perulangan dari orang-

orangdisekitarnya.

29

Page 36: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

5.1.1.3 Hasil Penelitian Pemerolehan Bahasa Anak dari Lahir sampai Usia

Prasekolah

Dalam penelitian ini, peneliti mengelompokkan anak berdasarkan usianya

menjadi anak usia 0 (baru lahir) sampai 6 bulan, 6 bulan sampai 1 tahun, 1 tahun

sampai 1,5 tahun, 1,5 sampai 2 tahun, 2 tahun sampai 2,5 tahun, 2,5 sampai 3

tahun, 3 tahun sampai 3,5 tahun, 3,5 tahun sampai 4 tahun, 4,5 tahun sampai 5

tahun, 5 tahun sampai 5,5 tahun, dan 5,5 tahun sampai 6 tahun.

Pengelompokan ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam

pengambilan data. Untuk tahap pertama kami mengambil data masing-masing

kelompok umur 2 sampel yaitu satu laki-laki dan satu perempuan. Dengan asumsi

pemerolahan bahasa anak laki-laki dan perempuan berbeda. Berikut peneliti

paparkan gambaran umum pemerolehan bahasa anak berdasarkan data di lapangan.

Paparan perkembangan bahasa anak dilihat dari pemerolehan bahasa menurut

komponen-komponennya, sebagai berikut.

1. Perkembangan Pragmatik

Perkembangan komunikasi anak sesungguhnya sudah dimulai sejak dini,

pertama-tama dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyaman, misalnya karena

lapar, popok basah. Dari sini bayi akan belajar bahwa ia akan mendapat perhatian

ibunya atau orang lain saat ia menangis sehingga kemudian bayi akan menangis

bila meminta orang dewasa melakukan sesuatu buatnya. - Pada usia 3 minggu, bayi tersenyum saat ada rangsangan dari luar, misalnya

wajah seseorang, tatapan mata, suara, dan gelitikan. Ini disebut senyum sosial. - Pada usia 12 minggu, mulai dengan pola dialog sederhana berupa suara

balasan bila ibunya memberi tanggapan. - Pada usia 2 bulan, bayi mulai menanggapi ajakan komunikasi ibunya. - Pada usia 5 bulan, bayi mulai meniru gerak gerik orang, mempelajari bentuk

ekspresi wajah. - Pada usia 6 bulan, bayi mulai tertarik dengan benda-benda sehinga

komunikasi menjadi komunikasi ibu, bayi, dan benda-benda.

30

Page 37: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

- Pada usia 7-12 bulan, anak menunjuk sesuatu untuk menyatakan

keinginannya. Gerak-gerik ini akan berkembang disertai dengan bunyi-bunyi

tertentu yang mulai konsisten. Pada masa ini sampai sekitar 18 bulan, peran

gerak-gerik lebih menonjol dengan penggunaan satu suku kata. - Pada usia 2 tahun, anak kemudian memasuki tahap sintaksis dengan mampu

merangkai kalimat dua kata, bereaksi terhadap pasangan bicaranya dan masuk

dalam dialog singkat. Anak mulai memperkenalkan atau merubah topik dan mulai

belajar memelihara alur percakapan dan menangkap persepsi pendengar. Perilaku

ibu yang fasilitatif akan membantu anaknya dalam memperkenalkan topik baru.

2. Perkembangan Semantik

Karena faktor lingkungan sangat berperan dalam perkembangan semantik,

maka pada umur 6-9 bulan anak telah mengenal orang atau benda yang berada di

sekitarnya. Leksikal dan pemerolehan konsep berkembang pesat pada masa

prasekolah. Terdapat indikasi bahwa anak dengan kosa kata lebih banyak akan

lebih popular di kalangan teman-temannya. Diperkirakan terjadi penambahan lima

kata perhari di usia 1,5 sampai 6 tahun. Pemahaman kata bertambah tanpa

pengajaran langsung orang dewasa. Terjadi strategi pemetaan yang cepat diusia

ini sehingga anak dapat menghubungkan suatu kata dengan rujukannya.

3. Perkembangan Sintaksis

Susunan sintaksis paling awal terlihat pada usia kira-kira 18 bulan

walaupun pada beberapa anak terlihat pada usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun.

Awalnya berupa kalimat dua kata. Rangkaian dua kata, berbeda dengan masa “kalimat satu kata” sebelumnya yang disebut masa holofrastis. Kalimat satu kata

bisa ditafsirkn dengan mempertimbangkan konteks penggunaannya. Hanya

mempertimbangkan arti kata semata-mata tidaklah mungkin kita menangkap

makna dari kalimat satu kata tersebut. Peralihan dari kalimat satu kata menjadi

kalimat yang merupakan rangkaian kata terjadi secara bertahap. Pada waktu

kalimat pertama terbentuk yaitu penggabugan dua kata menjadi kalimat,

rangkaian kata tersebut berada pada jalinan intonasi. Jika kalimat dua kata

memberi makna lebih dari satu maka anak membedakannya dengan menggunakan

pola intonasi yang berbeda. Perkembangan pemerolehan sintaksis meningkat

31

Page 38: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

pesat pada waktu anak menjalani usia 2 tahun dan mencapai puncaknya pada

akhir usia 2 tahun.

4. Perkembangan Morfologi

Periode perkembangan ditandai dengan peningkatan panjang ucapan rata-

rata yang diukur dalam morfem. Panjang rata-rata ucapan, mean length of

utterance (MLU) adalah alat prediksi kompleksitas bahasa pada anak yang

berbahasa Inggris. MLU sangat erat berhubungan dengan usia dan merupakan

prediktor yang baik untuk perkembangan bahasa. Dari usia 18 bulan sampai 5

tahun MLU meningkat kira-kira 1,2 morfem per tahun. Penguasaan morfem mulai

terjadi saat anak mulai merangkai kata sekitar usia 2 tahun. Beberapa sumber yang

membahas tentang morfem dalam kaitannya dengan morfologi semuanya

merupakan Bahasa Inggris yang sangat berbeda dengan Bahasa Indonesia.

5. Perkembangan Fonologi

Perkembangan fonologi melalui proses yang panjang dari dekode bahasa.

Sebagian besar konstruksi morfologi anak akan tergantung pada kemampuannya

menerima dan memproduksi unit fonologi. Selama usia prasekolah, anak tidak

hanya menerima inventaris fonetik dan sistem fonologi tapi juga mengembangkan

kemampuan menentukan bunyi mana yang dipakai untuk membedakan makna.

5.1.2 Pengaruh Perilaku Orangtua Terhadap Keterampilan berbahasa

Anak

Dari hasil penelitian dapat dipaparkan sebagai berikut.

5.1.2.1 Perilaku Asuh Orangtua

Perilaku asuh orangtua terhadap anak dapat dikelompokkan menjadi 4

kelompok sebagai berikut.

1) Pola Asuh secara Demokratis

Pola asuh ini merupakan pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak,

tetapi orang tua tidak ragu-garu untuk mengendalikan mereka. Orang tua dengan

pola asuh seperti ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio

atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersifat realistis terhadap

32

Page 39: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

kemampuan anak, tidak memaksakan melebihi batas kemampuan anak. Selain itu,

orang tua ini juga memberikan kebebasan kepada anak-anaknya dalam hal

memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya terhadap anak bersifat

hangat.

2) Pola Asuh secara Otoriter

Pola asuh ini merupakan kebalikan dari pola asuh demokrasi. Pola asuh ini

cenderung menetapkan standar yang mutlak dan harus dituruti. Biasanya disertai

dengan ancaman-ancaman. Orang tua dengan tipe pola asuh ini cenderung

memaksa, memerintah, dan menghukum apabila anak tidak mau melakukan apa

yang diinginkan oleh orang tuanya. Orang tua ini juga tidak mengenal kompromi,

dan dalam berkomunikasi biasanya bersifat satu arah. Karena mereka tidak

memerlukan umpan balik dari anaknya, untuk mengerti dan mengenal anaknya.

3) Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif adalah pola asuh yang memberikan pengawasan yang

sangat longgar, memberikan kesempatan kepada anaknya untuk melakukan

sesuatu tanpa pengawasan yang cukup dari orang tuanya. Mereka cenderung tidak

menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya atau

melakukan sebuah kesalahan. Mereka juga sedikit memberikan bimbingan kepada

anaknya. Namun, orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat sehingga seringkali

disukai oleh anak.

4) Pola Asuh Penelantar

Pola asuh ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat

minim kepada anak-anaknya. Kebanyakan waktu mereka digunakan untuk

keperluan pribadi mereka seperti bekerja. Kadangkala mereka terlalu menghemat

biaya untuk kebutuhan anak-anaknya. Seorang ibu yang depresi termasuk dalam

kategori ini, mereka cenderung menelantarkan anak-anak mereka baik secara fisik

maupun psikis. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mau memberikan perhatian

fisik dan psikis pada anak-anaknya.

33

Page 40: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

5.1.2.2 Pengaruh Perilaku Asuh terhadap Perkembangan Bahasa Anak

Secara mentali, pemerolehan bahasa bisa dimulai sejak bayi masih berada

dalam kandungan. Sang ibu bisa mengajak bayi berkomunikasi tentang hal yang

positif. Kontak batin antara ibu dan janin akan tercipta dengan baik bila kondisi

psikis ibu dalam keadaan stabil. Keharmonisan yang terjalin lewat komunikasi

bisa memengaruhi kejiwaan anak. Orangtua bisa mengajak anak bercerita tentang

kebesaran Sang Pencipta dan alam ciptaan-Nya; mengenalkannya pada kicau

burung, kokok ayam, rintik hujan, desir angin; memperdengarkan Kalam Ilahi

atau membacakan kisah-kisah bijak.

Yudibrata dkk. (1998: 65-72) menjelaskan bahwa selama bulan-bulan

pertama pascalahir atau sebelum seorang anak mempelajari kata-kata yang cukup

untuk digunakan sebagai sarana berkomunikasi, anak secara kreatif terlebih

dahulu akan menggunakan empat bentuk komunikasi prabicara (preespeech).

Keempat prabicara itu adalah tangisan, ocehan/celoteh/meraban, isyarat, dan

ungkapan emosional. Menurut para pakar, perkembangan pemerolehan bahasa

pada anak sangat berhubungan dengan kematangan neuromoskularnya yang

kemudian dipengaruhi oleh stimulus yang diperolehnya setiap hari (Yudibrata,

1998: 72-73). Awalnya, tidak ada kontrol terhadap pola tingkah laku termasuk

tingkah laku verbalnya. Vokal anak dan otot-otot bicaranya bergerak secara

refleks. Pada bulan-bulan pertama, otaknya berkembang dan mengatur

mekanisme saraf sehingga gerakan refleks tadi sudah dapat dikontrol. Refleks itu

berhubungan dengan gerakan lidah atau mulut. Misalnya, anak akan mengedipkan

mata kalau melihat cahaya yang berubah-ubah atau bibirnya akan bergerak-gerak

ketika ada sesuatu disentuhkan ke bibirnya. Selanjutnya, dalam rangka

memerikan perkembangan pemerolehan bahasa, Stork dan Widdowson (dalam

Yudibrata, 1998: 73) membedakan antara kematangan menyimak (receptive

language skills) dan kematangan mengeluarkan bunyi bahasa atau berbicara

(expressive language skills). Kematangan menyimak terjadi lebih dahulu daripada

kematangan berbicara meskipun dalam perkembangan selanjutnya kedua

kematangan ini saling berhubungan.

34

Page 41: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Pada awal kelahirannya, anak belum dapat membalas stimulus yang berasal

dari manusia. Seiring dengan berfungsinya alat artikulasi, yakni ketika anak sudah

mulai berceloteh dengan bunyi bilabial seperti [m] untuk ma-ma dan [p] untuk pa-

pa atau [b] untuk ba-ba, orangtua sudah bisa melakukan interaksi bahasa dengan

anak. Satu hal yang perlu diingat, ma-ma dan pa-pa sebagai celotehan anak bukan

merujuk pada makna kata secara harfiah yang berarti ibu dan ayah, melainkan

karena semata-mata bunyi konsonan bilabial dan vokal [a] adalah bunyi yang

mudah dikuasai pada saat permulaan berujar. Dari keterampilan ini bisa terjalin

suasana yang lebih komunikatif antara orangtua dan anak yang berdampak pada

perkembangan selanjutnya. Dampaknya bisa positif bisa juga negatif.

Semakin baik stimulus yang diberikan orangtua, semakin positif respon

yang dimunculkan anak. Untuk melatih keterampilan menyimak, orangtua bisa

menggunakan metode simak-dengar dengan menyuguhi anak cerita yang

disukainya. Penceritaan langsung tanpa menggunakan buku sekali-kali perlu

dilakukan untuk perubahan suasana. Bercerita langsung dengan kata-kata sendiri

yang dimengerti anak akan memberi efek lebih pada penceritaannya. Kegiatan

bercerita ini hendaknya dilakukan dengan menggunakan bahasa ibu (bahasa

pertama anak).

Keterampilan menyimak akan berdampak pada keterampilan berbicara.

Stimulus orangtua yang berupa data simakan bagi anak bisa direspon dengan

metode ulang-ucap. Metode ini akan menunjukkan daya serap anak terhadap

cerita atau ujaran orangtua. Pada tahapan ini, orangtua sebaiknya mengubah posisi

dari posisi pencerita menjadi pendengar yang baik. Biarkan anak bercerita dengan

lugas menurut pemahamannya. Ini bisa membantu anak dalam proses berbicara.

Orangtua jangan menuntut anak untuk bercerita sesuai dengan gaya penceritaan

orangtua.

Hal itu akan membuat jiwa anak tertekan dan terhambat daya kreativitasnya

dalam berbahasa. Terkadang anak ingin berbagi cerita tentang suatu hal yang baru

dialami atau didapatinya dan ia akan sangat senang jika orangtuanya mau

meluangkan sedikit waktu untuk duduk bersamanya dan mendengarkan celoteh

riangnya. Namun, ada kalanya anak enggan bercerita sama sekali. Jika ini terjadi,

35

Page 42: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

jangan paksa anak untuk bercerita. Kondisi psikis anak tidak selalu dalam

keadaan yang stabil. Seringkali timbul sensitivitas yang memengaruhi sisi

kejiwaannya sehingga muncul perasaan kesal, marah, atau benci pada sesuatu hal.

Dialog atau komunikasi interpersonal antara orangtua dan anak bisa menjadi

alternatif solusi.

Pola asuh seperti dipaparkan di atas akan berhasil bilamana orangtua

mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bahasa anak.

Para ahli sepakat bahwa pemerolehan bahasa sangat dipengaruhi oleh penggunaan

bahasa sekitar. Dengan kata lain, perjalanan pemerolehan bahasa seorang anak

akan sangat bergantung pada lingkungan bahasa anak tersebut (Yudibrata, 1998:

65).

Sebelum anak memasuki lingkungan sosial yang lebih luas, masa bermain

dan bersekolah, lingkungan keluarga seyogianya bisa menjadi arena yang

menyenangkan bagi proses perkembangan anak. Rumah adalah sekolah pertama

bagi anak, dan orangtua adalah guru pertama yang bisa mengantar anak menuju

gerbang pendidikan formal. Sebagai guru, orangtua memiliki andil yang besar

dalam pendidikan anaknya, baik dalam segi waktu, materi, dan tenaga.

Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di lingkungan rumah

merupakan hal penting bagi proses perkembangan anak. Proses ini semestinya

tidak terhambat oleh masalah finansial. Yang penting, bagaimana orangtua

membuat kondisi rumah sedemikian rupa agar mampu menghasilkan stimulus

positif sebanyak dan sevariatif mungkin.

Sesuai dengan nalurinya, anak senantiasa ingin mengetahui segala hal dan

mencoba sesuatu yang baru. Pemberian stimulus akan memengaruhi perubahan

perilaku anak. Stimulus yang diberikan orangtua akan terbingkai dalam pola pikir,

pola tindak, dan pola ucap anak. Jika orangtua menginginkan anaknya santun

berbahasa, maka berikan stimulus yang positif. Setiap aktivitas yang ada dan

terjadi di lingkungan rumah merupakan rangkaian dari proses pemerolehan yang

sifatnya berkala dan berkesinambungan. Dalam hal ini orangtua berperan sebagai

motor penggerak yang memegang kendali pertama dan utama dalam

perkembangan bahasa anak melalui (salah satunya) pola asuh yang mendidik.

36

Page 43: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

5.2 Analisis Kebutuhan Sanggar Bahasa Berbasis Socio-Technology (SBST)

5.2.1 Hasil Angket Responden

Pengumpulan data analisis kebutuhan awal terhadap kebutuhan sanggar

bahasa berbasis socio-technology (SBST) sejumlah 45 orang yang terdiri atas 10

orang tua, 20 guru PAUD, 10 anak, dan 5 tenaga ahli.

Hasil angket responden menganggap sanggar bahasa berbasis socio-

technology (SBST) sangat dibutuhkan. Berdasarkan hasil angket kebutuhan semua

responden (100%) menganggap sangat setuju dengan sanggar bahasa berbasis

socio-technology (SBST).

Hasil angket pada aspek kebutuhan sanggar bahasa berbasis socio-

technology (SBST) semua responden menganggap penting dan setuju terhadap

kebutuhan model. Hasil angket seperti diagram berikut.

Tidak 0.0%

Ya

100.0%

Gambar 5.1 Analisis Kebutuhan Sanggar Bahasa Berbasis Socio-

Technology (SBST)

Berdasarkan gambar tersebut seluruh responden sependapat dengan alasan

sanggar bahasa berbasis socio-technology (SBST) karena selama ini belum ada di

masyarakat.

5.3 Karakteristik Sanggar Bahasa Berbasis Socio-Technology (SBST)

Sanggar bahasa berbasis socio technology (SBST) adalah sangar terapi

wicara yang didesain seperti rumah dengan fasilitas yang lengkap dan memiliti

37

Page 44: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

multimedia pembelajaran yang sesuai dengan jenis gangguan berbicara.

Berdasarhan hasil observasi dan wawancara serta kajian pustaka didapatkan

pengertian terapi wicara etimologis merupakan gabungan dari kata terapi yang

berarti cara mengobati suatu penyakit atau kondisi patologis, dan kata wicara yang

berarti media komunikasi secara oral yang menggunakan simbol-simbol

linguistik, dimana dengan media ini seseorang dapat mengekspresikan ide, pikiran

dan perasaan. Dengan demikian istilah terapi wicara memiliki pengertian yaitu

cara atau teknik pengobatan terhadap suatu kondisi patologis di dalam

memformulasikan ide, pikiran dan perasaan ke bentuk ekspresi verbal atau media

komunikasi secara oral.

Secara terminologis bahwa terapi wicara diartikan sebagai suatu ilmu yang

mempelajari tentang gangguan bahasa, wicara dan suara yang bertujuan untuk digunakan sebagai landasan membuat diagnosis dan penanganan.

Dalam perkembangannya terapi wicara memiliki cakupan pengertian yang lebih

luas dengan mempelajari hal-hal yang terkait dengan proses berbicara, termasuk

di dalamnya adalah proses menelan, gangguan irama / kelancaran dan gangguan

neuromotor organ artikulasi (articulation) lainnya.

Dalam pengembangan SBST ini diperlukan hal-hal sebagai berikut.

1. Terapis wicara

Terapis wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapi wicara

baik di dalam maupun luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. (Peraturan MENKES RI No :

867/MENKES/PER/VIII/2004). Terapis wicara memiliki tugas, tanggung jawab,

kewenangan serta memiliki hak secara penuh untuk melaksanakan pelayanan

terapi wicara secara profesional di sarana pelayanan kesehatan. Berdasarkan

definisi ASHA (American Speech and Hearing Association) bahwa terapis wicara

diartikan sebagai profesi yang memberikan pelayanan pada gangguan komunikasi

yang berperan dalam mengidentifikasi, memeriksa, menangani dan mencegah

gangguan bahasa dan bicara baik secara reseptif dan ekspresif pada semua

modalitas (bicara, menulis, lambang, dan gambar) juga memberikan pelayanan

untuk gangguan menelan.

38

Page 45: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Berdasarkan pada Undang-undang Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992

Tentang Kesehatan serta Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 Tentang

Tenaga Kesehatan, tenaga atau profesi terapis wicara termasuk tenaga kesehatan.

Tenaga terapis wicara dikategorikan ke dalam tenaga keterapian fisik bersama

profesi-profesi keterapian fisik lainnya. Sebagai tenaga kesehatan di bawah

Departemen Kesehatan RI, maka segala yang menyangkut kewenangan, tanggung

jawab serta sistem pelayanannya diatur oleh sistem hukum dan peraturan yang

berlaku. Dengan demikian seorang tenaga terapis wicara dalam menjalankan

profesinya harus memenuhi aspek legal sesuai dengan standar yang ada serta

memenuhi kriteria yang harus dimiliki sebagai tenaga terapis wicara.

Terapis wicara memiliki peran, fungsi serta kompetensi sebagai berikut :

a. Peran

1) Pelaksana

Memberikan pelayanan terapi wicara kepada pasien yang mengalami

menelan dan berkomunikasi yang meliputi gangguan wicara, bahasa,

suara, dan irama/kelancaran.

2) Pengelola

Mengelola pelayanan terapi wicara secara mandiri maupun terpadu di

tingkat pelayanan dasar, pelayanan rujukan dan pelayanan yang

dilaksanakan lembaga swadaya masyarakat.

3) Pendidikan

Memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat umum tentang

keberadaan dan eksistensi terapis wicara dalam upaya pembangunan

kesehatan dan secara terus menerus mengadakan proses pendidikan bagi

terapis untuk meningkatkan mutu profesionalisme, antara lain kemampuan

dalam mengembangkan diri, kredibilitas dan kreatifitas guna mencapai sub

spesialistik.

3) Penelitian

Membantu melaksanakan penelitian untuk hal-hal yang berhubungan

dengan gangguan kemampuan menelan dan berkomunikasi,

39

Page 46: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

mengumpulkan data-data empirik dari pengalaman melaksanakan

tugasnya sebagai bahan untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut.

2. Tempat Terapi Model SBST

Dari hasil wawancara dapat disimpulkan model SBST ini memiliki tempat

yang nyaman layaknya sebuah rumah. Tempat terapi disesain seperti rumah tetapi

tetap dilengkapi dengan fasilitas yang mendukung. Peralatan yang digunakan

untuk terapi disesuaikan dengan kebutuhan seperti keperluan berikut.

1) Terapi Perilaku (Behavior Therapy)

2) Terapi Kognitif & Akademik (Kognitive Therapy & Remedial

Teaching)

3) Terapi Fisik (Fisoterapi, Okupasi Terapi)

4) Terapi Wicara (Speech Therapy)

5) Terapi Renang (Swimming Therapy)

6) Terapi Suara & Musik (Sound & Music Therapy)

7) Terapi Kelompok (Group Therapy)

8) Kelas Sosialisasi

Tempat terapi yang nyaman menurut responden ada fasilitas AC, playgroud

anak yang aman, serta permainan yang lengkap.

5.4 Pembahasan

Tahapan-tahapan perkembangan anak baik fisik maupun mental sangat

penting untuk dipelajari dan dipahami oleh para orang tua pada khususnya dan

para pendidik pada umumnya. Hal itu penting karena apa yang diberikan oleh

orang tua dan para pendidik kepada anak dalam masa perkembangannya akan

sangat berpengaruh pada masa depan sang anak dikemudian harinya . Sebagai

contohnya yaitu dalam aspek perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak.

Untuk menanamkan perkembangan bahasa anak yang baik diperlukan pola

pengasuhan yang komprehensif dari orang tua yang merupakan pendidik yang

pertama dan utama bagi seorang anak.

Keluarga merupakan „taman sekolah‟ pertama bagi seorang anak. Dari sana

lah sang anak dibentuk pertama kali oleh orang tuanya akan menjadi seperti apa

40

Page 47: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

dikemudian harinya. Orang tua harus memahami betul kapan seorang anak

mengalami perkembangan bahasa pertahapannya sehingga orang tua dapat

memberikan stimulus positif yang sesuai dengan tahapan perkembangannya.

Dari awal ketika bayi lahir, seorang ayah langsung menyuarakan adzan ke

telinga sang bayi dengan tujuan agar suara yang pertama kali didengar oleh anak

adalah kalimat yang baik walaupun pada saat bayi lahir pendengarannya belum

dapat berfungsi dengan baik. Namun, jika pertamanya diawali dengan baik maka

dalam perkembangannya pun insya Allah dapat baik pula.

Kemudian, ketika bayi mulai tumbuh dan melalui fase-fase perkembangan

bahasa, seorang ibu harus menstimuli sang anak dengan mengucapkan kata-kata

yang baik, pujian-pujian, kata-kata kasih sayang, dan disertai pula dengan

komunikasi nonverbal seperti ekspresi wajah yang lembut, memberi ciuman dan

pelukan hangat. Komunikasi verbal saja tidak cukup. Jadi, harus saling bersamaan

antara komunikasi verbal dan nonverbal. Dengan begitu, emotional bonding

antara ibu dan anak semakin kuat.

Demikian pula ketika menstimulasi anak melalui sarana komunikasi, seperti

televisi, komputer, dan radio. Orang tua harus menemani anak dalam menonton

televisi. Berdasarkan penelitian, televisi dapat menghambat perkembangan bahasa

anak. Orang tua harus memilah-milah mana tontonan yang baik dan sesuai dengan

perkembangan anak dan mana yang tidak dan pula harus diberi penjelasan

mengenai pesan-pesan dari tontonan tersebut pada anak. Kemudian, dalam

memperkenalkan komputer pada anak, orang tua harus secara aktif menemani

anak dalam memperkenalkan dan mempelajari komputer. Waktu pemakaian

komputer pun juga harus dibatasi karena anak juga harus berinteraksi dengan

lingkungan sosialnya. Lalu terkait dengan nyanyian atau lagu untuk anak-anak.

Hal itu pula harus diperhatikan karena sangat mempengaruhi bahasa anak.

Perkembangan bahasa pada anak tidak dapat berlangsung dengan baik tanpa

didukung aktif oleh orang tua dan pendidik. Selain ibu, peran ayah pun juga

sangat dibutuhkan dalam masa perkembangan bahasa anak. Ayah juga harus

menjadi teladan yang baik bagi anaknya, yaitu dalam mengucapkan atau

berkomunikasi dengan mengucapkan kata-kata yang penuh ilmu dan tuntunan

41

Page 48: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

agama, tidak kasar, dan tidak membentak. Jika orang tua dan pendidik bekerja

sama dengan baik dalam memberikan teladan yang positif pada anak dalam masa-

masa perkembangannya baik fisik maupun mental maka anak kelak akan tumbuh

menjadi generasi penerus bangsa yang mulia budi pekertinya dan santun budi

bahasanya.

Pengembangan bahasa aktif adalah salah satu bentuk kegiatan berbahasa

yang lebih menekankan pada unsur berbicara dan menulis. Sedangkan bahasa

pasif artinya penutur cukup pasif saja, yaitu mendengarkan atau membaca. Dalam

kegiatan pembelajaran, hal ini dapat dilakukan antara guru dan anak berdasarkan

progran yang telah disusunnya.

Kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia dikenal dengan empat

keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Berkaitan dengan hal tersebut, keterampilan bahasa aktif produktif adalah

keterampilan yang lebih menekankan pada kegiatan berbicara dan menulis,

sedangkan bahasa reseptif adalah menyimak/mendengar dan membaca. Kegiatan

lain dapat dilakukan dalam bentuk, (mendengarkan cerita guru, teman, bernyanyi,

deklamasi, tanya jawab, bermain peran, permainan boneka, olahraga, dan

sebagainya).

Pengembangan berbahasa pada AUD di sekolah, lebih di-tujukan pada (i)

kesanggupan menyampaikan pikiran kepada orang lain, (ii) mengembangkan

perbendaharaan kata, (iii) menangkap pembicaraan orang lain, dan (iv)

keberanian untuk mengemukakan pendapat. Agar pengembangan bahasa ini dapat

dilakukan dengan baik dan tujuan dapat tercapai, maka guru hendaknya pandai

memilih teknik pembelajaran yang relatif sesuai. Teknik tersebut adalah bercerita,

permainan bahasa, sandiwara boneka, bercakap-cakap, tanya jawab, dramatisasi,

mengucapkan syair, bermain peran, dan karyawisata.

Dalam buku panduan sanggar bahasa berbasis socio-technology (SBST)

disebutkan bahwa ruang lingkup pengembangan kemampuan berbahasa anak usia

dini yang dapat diberikan meliputi hal berikut: a. Menirukan kembali urutan angka, urutan kata.

b. Mengikuti beberapa perintah sekaligus.

42

Page 49: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

c. Menjawab pertanyaan.

d. Menyanyikan lagu dan mengucapkan sajak.

e. Mengenalkan kata tunjuk yang mengarah ke suatu tempat.

f. Memeragakan gerakan sederhana dalam kehidupan anak sehari-hari.

g. Menceritakan kejadian di sekitar anak secara sederhana.

h. Menjawab pertanyaan sederhana dan cerita pendek yang disampaikan guru.

i. Menceritakan kembali secara sederhana cerita pendek yang telah disampaikan guru.

j. Memberikan keterangan/informasi tentang sesuatu hal.

k. Memberi batasan tentang kata atau benda.

l. Mengurutkan dan menceritakan isi gambar.

m. Melengkapi kalimat sederhana.

n. Melanjutkan cerita/sajak/lagu yang sudah dimulai guru.

o. Menyebutkan sebanyak-banyaknya nama benda, binatang, tanaman yang mempunyai warna, bentuk, atau menurut ciri-ciri/sifat tertentu.

p. Menyebutkan sebanyak-banyaknya kegunaan dari suatu benda.

q. Membayangkan akibat dari suatu kejadian yang belum tentu terjadi.

r. Menceritakan gambar yang telah disediakan.

s. Menceritakan gambar yang dibuat sendiri.

t. Mengekspresikan diri melalui dramatisasi.

u. Mengucapkan suku kata dalam nyanyian.

v. Mengenalkan huruf awal dari kata yang bermakna.

w. Mengenalkan bunyi huruf akhir dari kata yang bermakna.

x. Membuat kata dari suku kata awal yang disediakan dalam bentuk lisan.

43

Page 50: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

y. Mengenalkan lawan kata.

z. Menggunakan kata ganti “aku” atau “saya”

Beberapa bentuk kegiatan pengembangan bahasa yang dapat diberikan pada

anak di TK tersebut dapat menjadikan pengalaman yang berharga bagi anak.

Pengalaman tersebut akan lebih memberikan makna yang sesungguhnya jika guru

menerapkan prinsip umum dalam pembelajaran. Prinsip tersebut diuraikan berikut

ini (Depdikbud,1984): a. Bahan latihan percakapan diambil dari lingkungan anak. b. Anak diberi kebebasan dalam menyatakan pikiran dan pera-saan, serta

spontanitas jangan ditekan. c. Guru menguasai benar teknik penyampaian. d. Komunikasi antara guru dan anak dilaksanakn secara akrab. e. Guru memberi teladan dalam cara mempergunakan bahasa, dan f. Bahan mengandung isi untuk mengembangkan intelektual, emosional dan

moral, serta sesuai dengan taraf perkembangan dan lingkungan.

Lingkungan, khususnya lingkungan informal baik di rumah maupun di

lingkungan tempat bermain, memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam

perkembangan kemampuan bahasa selanjutnya. Hal ini terutama disebabkan oleh

adanya penggunaan bahasa yang kontekstual dan sesuai dengan kehidupan anak di

mana mereka berada. Mereka memperoleh teman, bergabung dalam bermain, dan

berperan dalam berbagai macam aktivitas. Dengan demikian, kefasihan anak

dengan jenis bahasa ini merupakan bagian penting dalam perkembangan bahasa

selanjutnya. Tanpa hal tersebut, anak akan terisolasi dari kehidupan sosial yang

wajar di lingkungannya.

Pengembangan kemampuan berbahasa anak di sekolah, khususnya dalam

kelas, berbeda jika dibandingkan dengan bahasa di tempat mereka bermain. Di

lingkungan bermain tampak lebih informal dan santai. Sedangkan di lingkungan

sekolah lebih formal. Keformalan tersebut menuntut anak untuk mampu

44

Page 51: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

berbahasa dengan menggunakan kognitifnya dan dituntut sesuai dengan

kurikulum yang ada.

Belajar bahasa baik dalam mendengarkan, berbicara, membaca, maupun

menulis adalah sebuah proses yang panjang. Gibbons (1993) menguraikan

beberapa karakteristik anak yang perlu diketahui guru. Berikut keterampilan

berbahasa anak usia dini yang perlu diperhatikan.

1. Dalam mendengarkan

Dalam mendengarkan, anak memiliki kesulitan untuk mengikuti rangkaian

perintah, anak memiliki rentang konsentrasi yang singkat, anak memiliki kesulitan

dalam memprediksi apa yang diucapkan, tidak memahami kata kunci, dan

memiliki kesulitan dalam membedakan suara.

2. Dalam berbicara

Dalam berbicara, anak memiliki bahasa lisan yang cukup baik. Namun, anak

kurang menguasai cara bicara yang sopan, anak sering membuat kesalahan dalam

struktur kalimat dasar, anak juga memiliki kesulitan dalam mengurutkan

pemikiran secara logis. Kemampuan berbicara biasanya sudah menyatu dalam

kehidupan sehari-hari di rumah, di masyarakat, dan di mana pun ia berada. Anak

belajar secara alamiah.

3. Dalam membaca dan menulis

Meskipun AUD belum sepenuhnya diajarkan tentang keterampilan menulis,

kadang-kadang orang tua di rumah telah mengajarkannya. Hal ini merupakan

masalah bagi guru di sekolah ketika akan mengenalkan tulisan pada anak.

Masalah tersebut terutama dalam penggunaan huruf. Orang tua di rumah sering

mengajarkan anaknya dengan menggunakan huruf kapital atau huruf besar.

Padahal dalam pengenalan huruf pada anak sebaiknya huruf kecil, karena di SD

pada awalnya anak akan menjumpai atau dikenalkan tentang penggunaan huruf

kecil baik dalam belajar membaca maupun menulis. Oleh karena itu, dalam

menulis, anak umumnya memiliki keterampilan bahasa tulis yang kurang. Ketika

45

Page 52: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

menulis dengan gaya informal, menggunakan kosakata terbatas, struktur kalimat

masih sederhana, anak cenderung selalu menulis hal yang sama, dan sebagainya.

Masalah membaca dan menulis, sebenarnya tidak ada aturan khusus pada

AUD. Jika anak mampu, masalah membaca dan menulis sebenarnya boleh

diajarkan secara alamiah. Artinya, anak ingin membaca (gambar/tulisan) karena

dia melihat gambar atau tulisan. Secara alami, anak kemudian ingin menulis

dengan corat-coret tanpa orang lain mengerti yang dituliskan dan digambarkan.

Dengan demikian belajar membaca dan menulis adalah dua aspek keterampilan

yang dalam praktik pembelajarannya tidak dipisahkan. Dalam hal ini, anak

membutuhkan model atau contoh yang pantas untuk ditiru.

4. Dalam membaca

Dalam membaca, anak belum mengenal bentuk. Maka, anak sering

melakukan kesalahan membaca. Ketika anak belajar membaca dia terlebih dahulu

membaca gambar. Melalui gambar tersebut, anak bisa mencoba menirukan

gambar kemudian menulisnya atau anak bercerita berdasarkan gambar tersebut.

AUD secara berangsur-angsur akan memasuki Sekolah Dasar (SD). Untuk

itu, perlu dipahami tentang gambar yang mampu merepresentasikan makna.

Tentang tulisan, anak perlu diberi pengetahuan yang juga mampu

merepresentasikan makna. Maka, perlu tulisan yang disusun berdasarkan kata dan

tanda-tanda tertentu. Pada akhirnya anak tahu tentang halaman dan cara

menggunakan buku. Dengan demikian anak memiliki perkembangan tentang

kesadaran huruf.

Pada masa belajar membaca, anak masih memiliki pemahaman yang buruk,

memiliki kesulitan dalam mengungkapkan kembali dari yang telah dibacanya,

jarang memperbaiki diri ketika membaca keras, dan ini terbukti bahwa

pelafalannya buruk. Berdasarkan beberapa karakteristik tersebut, guru hendaknya

memperhatikan permasalahan penting dalam meningkatkan keterampilan

berbahasa anak. Misalnya ketika akan mengenalkan dan atau mengajarkan pada

anak tentang membaca, gunakan konteks kata yang bermakna.

46

Page 53: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

A. Hal yang Harus Diperhatikan dalam SBST

1) Berbahasa

Hal pokok dalam proses berbahasa adalah proses pemahaman bahasa

(language comprehension), produksi berbahasa (language production), dan

pemerolehan bahasa (language aqcuisation). Ketiga proses ini menjadikan bahasa

sebagai objek kajian. Dalam versi psikolinguistik, seseorang berbahasa masuk

dalam dua tahapan, yaitu produktif dan reseptif. Proses produktif berlangsung

pada diri pembicara yang menghasilkan kode-kode bahasa yang bermakna dan

berguna. Sedangkan proses reseptif berlangsung pada diri pendengar yang

menerima kode-kode bahasa yang bermakna yang disampaikan oleh pembicara

melalui alat-alat artikulasi pendengar. 2) Gangguan Berbahasa

Gangguan berbahasa pada anak dapat berupa keterlambatan berbicara. Kapan

anak dinyatakan terlambat berbicara (berbahasa) ? keterlambatan berbahasa yang

paling sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana

perkembangan bahasa anak berada di bawah umur kronologisnya secara nyata

(Eisenson dan Ogivie 1983). Sebagai pedoman Allen, Rapin, dan Wiznitzer

(1987) mengatakan bahwa gejala keterlambatan ini muncul apabila :

a) Anak umur sepuluh bulan belum meleter b) Umur 18 bulan belum menguasai beberapa kata yang berarti selain “papa” dan

“mama”, atau belum dapat menunjuk apa yang diingini, dan c) Umur 2 tahun belum dapat mengucapkan rangkaian kalimat yang terdiri atas

dua kata, atau bicaranya tidak dapat dimengerti atau dipahami oleh orang

tuanya atau tidak mengerti apa yang dikatakan kepadanya

Adanya keterlambatan perkembangan berbicara pada anak perlu dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut secara komprehensif untuk mencari penyebabnya dan

untuk membedakan antara anak yang mengalami penyimpangan (deviant)

perkembangan berbahasa dengan anak yang hanya mengalami keterlambatan

(delayed) perkembangan berbahasa saja. Hal ini penting untuk penangananya.

47

Page 54: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Definisi gangguan berbahasa pada anak sangat beragam. Menurut ASHA

(American Speech-Language-Hearing Association, 1980), definisi gangguan

berbahasa ialah sebagai berikut :

“...abnormalitas dalam perolehan bahasa, pemahaman atau ekspresi bahasa

tutur atau bahasa tulisan. Gangguan ini dapat meliputi semua, satu atau

beberapa komponen dari sistem linguistik, yaitu, fonologik, morfologik,

semantik, sintaktik, atau pragmatik. Individu dengan gangguan berbahasa

sering mengalami masalah dalam memproses kalimat atau dalam abstraksi

informasi yang berguna untuk menyimpan dan menemukan kembali

(retrieval) dari memori pendek dan panjang.” (Bernstein dan Tiegermen 1985)

Definisi di atas memberi informasi mengenai tiga aspek penting dalam

gangguan berbahasa, yaitu, gangguan dapat terjadi pada komponen dari bahasa

atau modalitasnya atau proses informasinya.

3) Klasifikasi Gangguan Berbahasa

Pendekatan tradisional gangguan berbahasa pada anak adalah klasifikasi

berdasarkan penyebabnya (Etiological-Categorical Approach). McCormic dan

Schiefelbusch. (1984, yang dikutip oleh Bernstein dan Tiegermen 1985) membagi

gangguan berbahasa ke dalam lima kategori penyebab :

1. Gangguan bahasa dan komunikasi yang berkaitan dengan gangguan

motorik. Termasuk di dalam kelompok ini adalah antara lain anak dengan

c.p (cerebral palsy).

2. Gangguan bahasa dan komunikasi yang berhubungan dengan defisit

sensoris. Termasuk dalam kategori ini adalah anak dengan gangguan

pendengaran.

3. Gangguan bahasa dan komunikasi yang berhubungan dengan kerusakan

pada susunan saraf pusat. Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat

bersifat dapat bersifat ringan sampai berat. Termasuk dalam kelompok ini

antara lain adalah afasia.

4. Gangguan bahasa dan komunikasi yang berhubungan dengan disfungsi

emosional-sosial yang berat. Termasuk dalam kategori ini adalah anak

dengan psikosis, skisofrenia, dan autisme.

48

Page 55: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

5. Gangguan bahasa dan komunikasi yang berhubungan dengan gangguan

kognitif. Termasuk dalam kategori ini adalah anak yang terbelakang

mental.

Dalam hal ini pembahasan lebih ditekankan pada gangguan

berbahasa yang mempunyai dasar neurologis, yaitu keterbelakangan

mental, autisme, dan gangguan berbahasa spesifik (specific language

disability). Namun, perlu diketahui pula masalah gangguan berbicara

bahasa lainnya untuk dapat membedakannya dari gangguan berbahasa

yang mempunyai dasar neurologis.

4) Bahasa Reseptif

Luria berpendapat bahwa daerah belakang girus superior lobus

temporalis hemisfir kiri yang ditemukan oleh wernick bukanlah pusat

pengertian kata-kata, tetapi merupakan perbendaharaan fonem bahasa. Pusat

ini disebutnya juga daerah sekunder fungsi akustik-kognistik. Pusat primernya

adalah pusat pendengaran yang ditemukan oleh Heschl, yang terletak di depan

pusat Wernick. Pusat sekunder berfungsi menyimpan, mengatur apa yang

didengar. Apabila daerah ini rusak, orang tidak tuli, ia mendengar dan tahu

bunti-bunyi yang sederhana, tetapi tidak dapat membedakan antara macam-

macam kombinasi bunyi. Pada manusia, daerah ini berfungsi untuk

menganalisis dan mensintesis bunyi wicara.

Luria juga mendapatkan bahwa daerah girus temporali media hemisfer

kiri merupakan pusat memori audio-verbal yang berfungsi untuk mengingat

rangkaian kata-kata yang didengar. Pada kerusakan daerah ini orang mudah

lupa apa yang telah ia dengar, tetapi ingatan visualnya tetap baik.

Selain yang didengar, bentuk bahasa reseptif lainnya ialah bahasa

yang dilihat. Bahasa yang dilihat terpapar dalam tulisan atau sikap, gerakan

jari-jari tangan, tangan, lengan, kepala, muka,dan tubuh. Fungsi ini jelas

berkaitan dengan fungsi penglihatan yang terpusat di daerah oksipital. Di

daerah yang lateral di pusat penglihatan primer terdapat daerah sekunder yang

49

Page 56: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

fungsinya memadukan apa yang dilihat menjadi suatu keseluruhan hingga

orang mengerti apa yang dilihat. Simbol yang tertulis atau tergambar bagi yang

mengertinya melambangkan bunyi. Jadi, sebuah huruf mempunyai segi visual

dan segi vokalnya. Yang visual berasal dari lobus oksipitalis dan yang vokal

dari lobus temporalis. Keduanya berintegrasi da dalam lobus parietalis, daerah

tersier, terutama di girus angularis. Memang di sinilah letak pusat membaca.

Seseorang yang mempelajari huruf-huruf Braille melakukan pembacaan

dengan meraba. Dalam hal ini yang berfungsi sebagai mata ialah indera peraba

di dalam kulit ujung jari tangan, yang pusat primernya terletak di korteks

sensorik lobus parietalis. Adapun faktor yang mempengaruhi proses reseptif ini

bisa bersifat neurologis, psikis, dan juga sosial.

Adapan tahapan pada proses reseptif adalah sebagai berikut:

a. Decode fonologi: penerimaan unsur-unsur bunyi melalui pendengaran

b. Decode gramatikal: penyususnan secara gramatikal dari simbol-simbol

bunyi yang ditangkap

c. Decode semantik: proses pemahaman leksikon, kata dan kalimat

5) Bahasa Ekspresif

Bahasa diekspresikan dengan ucapan, yaitu bunyi yang ditimbulkan

oleh getaran pita suara di dalam laring dan diubah-ubah oleh gerakan mulut,

bibir, lidah, dan palatum molle. Bahasa dapat pula diutarakan dengan cara-cara

lain, misalnya peluit morse, rangkaian simbol bunyi yang berupa huruf,

gambar suku kata atau kata, isyarat jari tangan, tangan, lengan, kepala, mimik,

dan bagian tuguh lainnya.

Ucapan bunyi dan kata-kata dapat terganggu apabila terjadi

kelumpuhan dan kelainan pada alat-alat wicara laring dan mulut. Meskipun

alat-alat perifer wicara ini baik, mungkin pengucapan bunyi dan kata-kata

terganggu bila ada kelainan-kelainan pada struktur-struktur di dalam otak.

Serebelum, otak kecil, diperlukan untuk koordinasi otot-otot, juga otot-otot

50

Page 57: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

wicara. Untuk dapat mengucapkan bunyii-bunyi d,t,l,m,n,b, dan p kita harus

tahu bagaimana sikap lidah dan bibir kita. juga sama halnya dengan menulis

yang menggunakan otot-otot jari, tangan, dan lengan.

Wicara ekspresif yang paling sederhana ialah mengulangi apa yang

dikatakan orang lain. untuk dapat melakukannya dengan baik harus baik pula

fungsi pendengaran primer dan sekunder, pusat-pusat wicara Wernick dan

Broca, korteks sensorik, korteks, motorik, dan hubungan-hubungan antar

pusat-pusat ini. Menurut Markam (dalam PELLBA 4, 1991) dalam bidang

bahasa untuk membedakan nada-nada bunyi, lagu prosodi, adalah berpusat

pada fungsi otak bagian lobus temporalis. Sehingga apabila terjadi suatu

gangguan di daerah tersebut orang akan kesulitan bahkan tidak dapat

membedakan kalimat yang diucapkan secara biasan dengan nada amarah.

6) Anak Berkebutuhan Khusus

Anak merupakan aset dan kebanggaan bagi orang tua. Setiap orang

tua mengharapkan kebahagian dan kesuksesan yang akan diraih oleh sang

anak. Saat masih dalam kandungan sampai dewasa, orang tua mengharapkan

kondisi yang baik bagi anaknya. Namun, kondisi dan situasi tidak selalu seperti

apa yang diharapkan. Tidak sedikit orang tua memiliki anak yang mempunyai

sebuah penyakit atau cacat, baik cacat mental maupun cacat fisik. Peran orang

tua adalah memberikan dukungan dan berkewajiban untuk menerima apa pun

kondisi yang diderita oleh sang anak. Anak yang menderita cacat mental

maupun cacat fisik ini disebut Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Anak berkebutuhan khusus (ABK) atau yang pada masa lampau disebut

anak cacat memiliki karakteristik khusus dan kemampuan yang berbeda dengan

anak-anak pada umumnya. Tipe anak berkebutuhan khusus bermacam-macam

dengan penyebutan yang sesuai dengan bagian diri anak yang mengalami

hambatan sejak lahir maupun karena kegagalan atau kecelakaan pada masa

tumbuh-kembangnya. Menurut Kauffman & Hallahan (2005) dalam Bendi

Delphie (2006) tipe-tipe kebutuhan khusus yang selama ini

51

Page 58: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

menyita perhatian orangtua dan guru adalah (1) tunagrahita (mental

retardation) atau anak dengan hambatan perkembangan (child with

development impairment), (2) kesulitan Belajar (learning disabilities) atau

anak yang berprestasi rendah, (3) hiperaktif (Attention Deficit Disorder with

Hyperactive ), (4) tunalaras (Emotional and behavioral disorder), (5)

tunarungu wicara (communication disorder and deafness), (6) tunanetra atau

anak dengan hambatan penglihatan (Partially seing and legally blind), (7)

autistik, (8) tunadaksa (physical handicapped), dan (9) anak berbakat

(giftedness and special talents).

Terkait jenis-jenis ABK yang terdapat di YPAC meliputi Cerebral Palsy,

Cacat mental / Tuna Grahita, Tunarungu / Bisu tuli, Kelainan fungsi organ

bicara, misal : celat/pelo, Kelainan konginental, misal : bibir sumbing, celah

langit-langit, Gangguan Irama / gagap / Staittering, dan Kelainan suara.

7) Metode Drill

Salah satu metode pembelajaran adalah metode drill, merupakan salah

satu cara mengajar dimana anak melaksanakan kegiatan-kegiatan berupa

latihan-latihan, agar anak memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih

baik dari apa yang dipelajari. Ciri yang khas dari metode ini adalah kegiatan

berupa pengulangan yang berkali-kali dari suatu hal yang sama. Menurut

Sudjana (2011:27), metode drill adalah satu kegiatan melakukan hal yang

sama, berulang-ulang secara sungguh-sungguh dengan tujuan untuk

memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu keterampilan agar

menjadi bersifat permanen. Suatu metode dalam menyampaikan pelajaran

dengan menggunakan latihan secara terus menerus sampai anak didik

memiliki ketangkasan seperti yang diharapkan. Metode ini lebih

menitikberatkan pada keterampilan siswa seperti kecakapan mototrik, mental,

asosiasi yang dibuat dan sebagainya.

8) Macam-Macam Diagnosis Pasien di Terapi Wicara YPAC Semarang

a. CELEBRAL PALSY

52

Page 59: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

DEFINISI

Cerebral Palsy (CP, Kelumpuhan Otak Besar) adalah suatu keadaan

yang ditandai dengan buruknya pengendalian otot, kekakuan,

kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya. CP bukan merupakan penyakit dan tidak bersifat progresif (semakin

memburuk). Pada bayi dan bayi prematur, bagian otak yang mengendalikan

pergerakan otot sangat rentan terhadap cedera CP terjadi pada 1-2 dari 1.000 bayi, tetapi 10 kali lebih sering

ditemukan pada bayi prematur dan lebih sering ditemukan pada bayi

yang sangat kecil.

PENYEBAB

CP bisa disebabkan oleh cedera otak yang terjadi pada saat:

Bayi masih berada dalam kandungan

Proses persalinan berlangsung

Bayi baru lahir

Anak berumur kurang dari 5 tahun.

10-15% kasus terjadi akibat cedera lahir dan berkurangnya aliran

darah ke otak sebelum, selama dan segera setelah bayi lahir. Bayi prematur

sangat rentan terhadap CP, kemungkinan karena pembuluh darah ke otak

belum berkembang secara sempurna dan mudah mengalami perdarahan

atau karena tidak dapat mengalirkan oksigen dalam jumlah yang memadai

ke otak.

Cedera otak bisa disebabkan oleh:

Kadar bilirubin yang tinggi di dalam darah (sering ditemukan pada

bayi baru lahir), bisa menyebabkan kernikterus dan kerusakan otak Penyakit berat pada tahun pertama kehidupan bayi (misalnya

ensefalitis, meningitis, sepsis, trauma dan dehidrasi berat) Cedera kepala karena hematom subdural

53

Page 60: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Cedera pembuluh darah.

GEJALA

Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus

yang berat, bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan.

Gejalanya bervariasi, mulai dari kejanggalan yang tidak tampak nyata

sampai kekakuan yang berat, yang menyebabkan perubahan bentuk

lengan dan tungkai sehingga anak harus memakai kursi roda.

CP dibagi menjadi 4 kelompok:

1. Tipe Spastik (50% dari semua kasus CP), otot-otot menjadi kaku dan lemah.

Kekakuan yang terjadi bisa berupa:

Kuadriplegia (kedua lengan dan kedua tungkai)

Diplegia (kedua tungkai)

Hemiplegia (lengan dan tungkai pada satu sisi tubuh)

2. Tipe Diskinetik (Koreoatetoid, 20% dari semua kasus CP), otot lengan,

tungkai dan badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak

terkendali; tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang.

Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk, gerakan akan

menghilang jika anak tidur 3. Tipe Ataksik, (10% dari semua kasus CP), terdiri dari tremor, langkah yang

goyah dengan kedua tungkai terpisah jauh, gangguan koordinasi dan

gerakan abnormal. 4. Tipe Campuran (20% dari semua kasus CP), merupakan gabungan dari 2

jenis diatas, yang sering ditemukan adalah gabungan dari tipe spastik dan

koreoatetoid.

Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada CP:

Kecerdasan di bawah normal

Keterbelakangan mental

Kejang/epilepsi (terutama pada tipe spastik)

Gangguan menghisap atau makan

54

Page 61: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Pernafasan yang tidak teratur

Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya menggapai

sesuatu, duduk, berguling, merangkak, berjalan)

Gangguan berbicara (disartria)

Gangguan penglihatan

Gangguan pendengaran

Kontraktur persendian

Gerakan menjadi terbatas.

b. DOWN SYNDROME

DEFINISI

Down Syndrom merupakan gangguan pada perkembangan yang

dibawa sejak lahir. Penderita down syndrome sendiri dapat dengan mudah

dikenali karena mereka memiliki ciri fisik dan karakteristik yang khas dan

menonjol. Selain itu juga, penyandang down syndrome ini juga mengalami

sejumlah keterbatasan baik secara fisik maupun mental (Selikowitz, 2001).

Down syndrome yaitu suatu kondisi keterbelakangan perkembangan

fisik dan menral anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan

kromosom. Menurut JW. Chaplin (1995), down syndrome adalah satu

kerusakan atau cacat fisik bawaan yang disertai keterbelakangan mental,

lidahnya tebal, dan retak-retak atau terbelah, wajahnya datar ceper, dan

matanya miring.

c. AUTIS

Autis pertama kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada

tahun 1943 oleh seorang psikiatris Amerika yang bernama Leo

Kanner. Ia menemukan sebelas anak yang memiliki ciri-ciri yang sama,

yaitu tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan individu lain dan

sangat tak acuh terhadap lingkungan di luar dirinya, sehingga perilakunya

tampak seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autis merupakan

55

Page 62: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan

dengan komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi.

Autisme didiagnosis menggunakan parameter triad of impairments,

yaitu tiga area kesulitan belajar dan berkomunikasi seorang anak yang

tampak dalam perkembangan anak tersebut sebelum dia berusia tiga tahun.

Bukan berarti semua anak didiagnosis sebelum tiga tahun, tetapi berdasarkan

observasi pada orang tua dan observasi lainnya, tampak bahwa pola

kesulitan yang dialami seorang anak diawali sebelum usianya tiga tahun.

Ketiga area kesulitan tersebut meliputi:

1. Kesulitan dalam berbahasa dan berkomunikasi

2. Kesulitan dalam interaksi sosial dan pemahaman terhadap sekitarnya

3. Kurangnya fleksibilitas dalam berpikir dan bertingkah laku

Autism dikenal sebagai pervasive development disorder yang berarti

bahwa satu aspek kesulitan berdampak pada yang lain. Tetapi, akan sangat

membantu jika kita memahami masing-masing area tersebut dan

memahami pengaruhnya terhadap perkembangan anak.

d. GLOBAL DEVELOPMENT DELAY

Global Developmental Delay didefinisikan sebagai keterlambatan

perkembangan signifikan dalam dua atau lebih domain. Seorang anak

mungkin memiliki Delay perkembangan global karena kondisi seperti

Cerebral Palsy, kelainan neuromuskular dan / atau kekurangan lingkungan

awal. Anak-anak dengan Global keterlambatan perkembangan belum tentu

memiliki gangguan intelektual. Diagnosis dini tidak meningkatkan hasil.

Perbedaan bidang perkembangan yang mungkin tertunda meliputi:

1. Keterampilan motorik (kasar dan halus), misalnya rolling, duduk,

berjalan atau mengangkat benda, menampar Pidato dan perkembangan

56

Page 63: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

bahasa – misalnya mengidentifikasi suara, meniru suara pidato, dan

mengoceh.

2. Perkembangan kognitif , misalnya kemampuan untuk mempelajari hal-

hal baru atau untuk alasan.

3. Sosial dan perkembangan emosional, misalnya berbagi dengan teman-

teman, kegiatan harian, misalnya makan, berpakaian

4. Sindrom Rett adalah penyebab utama diagnosis keterlambatan

perkembangan global, sementar Fragile X adalah gangguan warisan

yang paling umum.

e. SPEECH DELAY ATAU TERLAMBAT BICARA

Menurut Hurlock (1978: 194-196), dikatakan terlambat bicara apabila

tingkat perkembangan bicara berada di bawah tingkat kualitas

perkembangan bicara anak yang umurnya sama yang dapat diketahui dari

ketepatan penggunaan kata. Apabila pada saat teman sebaya mereka

berbicara dengan menggunakan kata-kata, sedangkan si anak terus

menggunakan isyarat dan gaya bicara bayi maka anak yang demikian

dianggap orang lain terlalu muda untuk diajak bermain. Sedangkan dalam

Papalia (2004: 252-253) menjelaskan bahwa anak yang terlambat bicara

adalah anak yang pada usia 2 tahun memliki kecenderungan salah dalam

menyebutkan kata, kemudian memiliki perbendaharaan kata yang buruk ada

usia 3 tahun, atau juga memiliki kesulitan dalam menamai objek pada usia 5

tahun. Dan anak yang seperti itu, nantinya mempunyai kecenderungan tidak

mampu dalam hal membaca. “children who show an unusual tendency to

mispronounce words at age 2, who have poor vocabulary at age 3, or who

have trouble naming objects at 5 are apt to have reading disabilities later on”

Beberapa faktor penyebab speech delay, antara lain:

1. Mengalami hambatan pendengaran

Bila anak mengalami kesulitan dalam pendengaran, secara otomatis

menyebabkan anak kesulitan meniru, memahami, dan menggunakan

57

Page 64: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

bahasa. Masalah pendengaran pada anak biasanya disebabkan adanya

infeksi telinga.

2. Hambatan perkembangan otak

Adanya gangguan pada daerah oral-motor di otak mengakibatkan

ketidakefisienan hubungan di daerah otak yang berperan untuk

menghasilkan bicara. Sehingga kondisi ini dapat menyebabkan anak

kesulitan menggunakan bibir, lidah, dan rahang untuk menghasilkan

bunyi.

3. Adanya masalah keturunan

Keterlambatan bicara juga bisa dipengaruhi oleh faktor keturunan.

Meski belum ada penelitian yang bisa membuktikan kebenarannya, tapi

biasanya anak yang terlambat bicara ternyata memiliki riwayat keluarga

yang mengalami gangguan yang sama.

4. Minimnya komunikasi

Interaksi dan komunikasi antara orangtua dengan anak bisa

menstimulasi anak untuk memperbanyak kosa katanya. Sayangnya,

beberapa orangtua tidak menyadari jika cara berkomunikasi mereka

berpengaruh terhadap perkembangan anak.

5. Faktor televisi

Anak yang sering menonton televi0si akan menjadi pendengar yang

pasif, anak hanya menerima tanpa harus mencerna dan memproses

informasi yang masuk. Menonton televisi juga bisa membuat anak

menjadi traumatis karena menyaksikan tayangan yang berisi adegan

perkelahian, kekerasan, dan seksual.

B. Analisis Anak Berkebutuhan Khusus pada Pasien dengan Menggunakan

Metode Drill Model SBST di Terapi Wicara YPAC Semarang

VO

“Vo” merupakan pasien yang mengalami celebral palsy. Kemampuan

berbahasa yang dimiliki “VO” sangat terbatas. Dia hanya diam ketika

diterapis, hanya memandang terapis. Konsentrasi yang dimiliki

58

Page 65: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Valentino pun sangat kurang, terapis harus memberikan rangsangan

terlebih dahulu jika ingin mendapatkan respon dari “VO”. Metode drill

dilakukan terapis dengan memberikan rangsangan kepada “VO”, baik

berupa perintah, gerakan, sentuhan, dan lain-lain. Contoh penerapan

metode ini adalah ketika terapis memberikan rangsangan berupa

kegiatan memasukkan puzzle berbagai warna dengan gerakan lambat ,

kemudian terapis meminta “VO” untuk latihan memasukkannya

sendiri. Permainan ini (puzzle warna) memang sering digunakan oleh

“VO”, sehingga dia sedikit memahami apa yang harus dia lakukan.

RF

“RF” adalah pasien yang menglami celebral palsy sama seperti “VO”.

Gerakan-gerakan yang dilakukan sangat kaku. Dia sering marah dan

jail terhadap terapis yang sedang menerapinya. Dia sering

menyemburkan air liur kepada orang di sekitarnya karena merasa

diperhatikan. Kemampuan bicaranya juga sangat terbatas, dia

terkadang hanya merespon dengan senyuman. Penerapan metode drill

adalah ketika terapis meminta “RF” untuk memasukkan donat warna

(berlubang). Kegiatan ini pernah dilakukan oleh “RF” sebelumnya,

akan tetapi “RF” masih harus diberi rangsangan oleh terapis untuk

mampu memasukkan donat warna tersebut ke tempatnya.

Down Syndrome

V

“V” mengalami down syondrome, dia memiliki konsentrasi

yang cukup. Akan tetapi kemampuan bicaranya masih rendah, ketika

diterapis “V” lebih banyak diam. Respon terhadap orang asing

seperlunya saja. Namun, “V” mau menuruti perintah (misal perintah

„ambil‟) yang diperintahkan oleh terapis. Penerapan metode drill, yaitu

ketika terapis meminta “V” untuk mengambil dan memasang sebuah

benda (misal mainan puzzle donat). Terapis harus memberi rangsangan

dan mencontohkan terlebih dahulu, kemudian terapis

59

Page 66: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

meminta “V” untuk melakukan kegiatan yang sama, yaitu mengambil

dan memasukkan puzzle donat tersebut. Jika “V” merasa tidak suka

dan kurang nyaman, dia akan melipat tangan, akan tetapi jika dia

merasa nyaman dan suasananya dia sukai, maka dia akan kooperatif

(meskipun minim) dan tidak jarang dia akan menyanyi.

FZ (7)

“FZ” merupakan salah satu pasien yang mengalami down syndrome.

dia memiliki ciri-ciri fisik yang khusus pada wajahnya dan mudah

dikenali. Kemampuan berbicara yang dimiliki Fauzi sangat terbatas,

namun dia dapat mengekspresikan sesuatu dengan gayanya sendiri,

misal ada gambar “mangga”, maka dia akan memeragaan beragam

gaya berkaitan dengan buah tersebut. Selain itu, fauzi kooperatif atau

dapat bekerja sama dengan baik kepada terapis. Jika kita tidak

menghiraukan atau tak acuh kepada Fauzi, dia akan menangis. Metode

drill didunakan denagan menggunakan media gambar, yaitu ketika

terapis mengucapkan kata yang ada pada gambar dan meminta “FZ”

untuk latihan mengucapkan dan menirukan terapis. Meskipun ucapan

tidak terdengar dengan jelas dan terdengar seperti ocehan

(artikulasinya), “FZ” mau berlatih dan berusaha.

Autis

AR (10)

“AR” mengalami gangguan autis. Kemampuan bicaranya sangat

terbatas, hanya beberapa kata saja yang diucapkan oleh “AR”,

misalnya kata “dia” kata tersebut selalu diucapkan “AR” ketika

suasana ramai dan mendengar tangisan anak kecil. “AR” juga sering

menyakiti dirinya sendiri ketika suasana tidak nyaman dan dia tidak

menyukai terhadap sesuatu, namun agak berkurang di hari atau minggu

setelahnya. Dalam hal konsentrasi “AR” masih memiliki keterbatasan,

sehingga terapis harus bersabar ketika merangsangnya. Metode drill

dilakukan dengan menggunakan permainan puzzle (karpet). Terapis

60

Page 67: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

memberikan gerakan atau contoh terlebih dahulu untuk mengambil,

melepas, dan memasang. Kemudian terapis meminta “AR” untuk

latihan sendiri dengan pengawasan terapis. Pada saat itu “AR” dapat

melakukannya dengan baik.

BY (8)

“BY” merupakan salah satu pasien yang mengalami gangguan autis.

“BY” memiliki emosi yang tidak bisa terkendali, sehingga terapis

harus memiliki strategi agar “BY” mau dan menurut. Konsentrasi yang

dimiliki “BY” cukup, meskipun terkadang masih suka beralih.

Kemampuan berbicara juga cukup, dia mampu menerima rangsangan

dari terapis, misalnya melafalkan huruf dan angka, akan tetapi dalam

pengucapannya dia mengucapkan dengan tempo yang cepat dan

dengan suara yang tidak begitu lantang.Dia sangat sensitif jika

disentuh, bahkan akan teriak dan berlarian. Barang atau sesuatu yang

ditakuti “BY” adalah boneka yang rusak. Ketika terapis melempar

boneka ke arah “BY”, dengan spontan dia akan berteriak. Akan tetapi,

ketika bersama ibunya dia tidak takut lagi dengan boneka. Contoh

penerapan metode drill yang pernah dilakukan kepada “BY” adalah

ketika terapis memberikan terapi berupa puzzle (angka dan huruf).

Terapis melafalkan terlebih dahulu, kemudian meminta “BY” untuk

melafalkannya kembali. Misal melafalkan dan menunjuk angka “satu”,

“BY” terbiasa melafalkan dengan tempo yang pendek atau singkat,

maka terapis dapat melatih “BY” untuk melafalkannya dengan pelan

dan berulang-ulang. GZ

Sama seperti “AR” dan “BY”, “GZ” juga mengalami autis. Dia

memiliki konsentrasi yang terbatas, namun dia paham terhadap sesuatu

yang ada di sekitanya. Emosi yang dimiliki Gozi sangatlah labil,

terkadang dia tertawa sendiri, hanya saja ketika dia menyukai terhadap

suasana yang ada dia akan menjadi kooperatif dan menurut terhadap

perintah yang diajukan oleh terapis. Kemampuan berbicara Gozi cukup

61

Page 68: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

baik dan jelas, bahkan dia mampu mengucapkan beberapa kata dalam

bahasa Inggris. Penerapan metode drill agaknya cukup sulit apabila

diterapkan pada “GZ”, karena dia kurang bisa memperhatikan apa

yang orang lain berikan. Hanya saja dia mampu fokus terhadap apa

yang dia kerjakan, meskipun terkadang masih suka beralih. Latihan

yang pernah dilakukan oleh “GZ” adalah ketika terapis memutar uang

koin berkali-kali. Pada saat itu “GZ” merebut koin dan ingin

memainkannya dan ternyata dia mampu melakukannya. Kegiatan ini

mampu melatih motorik “GZ”.

Global Development Delay

KV (4)

“KV” adalah anak yang mengalami Global Development Delay.

Gangguan yang terlihat jelas adalah gangguan pendengaran (tuna

rungu) dan celebral palsy (CP). Kemampuan berbicara yang dimiliki

“KV” sangat kurang dan terbatas. Ketika terapis memberikan

rangsangan dia hanya diam. Namun, terkadang mulutnya terbuka

(seolah-olah ingin mengatakan sesuatu) dan tersenyum ketika disentuh.

Dia memiliki konsentrasi yang cukup, apabila terapis mampu

memberikan aba-aba atau instruksi kepada Kevin (biasanya berbentuk

isyarat). Metode drill cukup tepat dilakukan kepada “KV”. Dia akan

melakukan apa yang dia lihat (sangat perlu rangsangan terapis).

Metode ini diterapkan pada permainan donat warna dengan cara terapis

mengambil donat warna dengan pelan dan memasukkannya dengan

pelan pula. Pada saat itu “KV” mampu melakukannya dengan baik

bahkan ketika donat warna tersebut dimasukkan ke dalam jari dia

mampu melakukannya (latihan dengan terapis). Karena permainan ini

pun sudah sering “KV” mainkan.

NR

“NR” merupakan seorang anak yang mengalami Global Development

Delay. Dia kooperatif terhadap orang asing dan merupakan anak yang

62

Page 69: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

ceria terkadang pemalu. Kemampaun berbicara yang dimiliki “NR”

sangat terbatas, dia bisa mengucapkan sesuatu tetapi artikulasinya

tidak jelas. Selain itu dia juga memiliki konsentrasi yang cukup, hanya

saja kemampuan motorik (misalnya memegang sesuatu) perlu panduan

dan arahan dari terapis. Latihan yang sering dilakukan adalah berkaitan

dengan permainan bola. Terapis memperagakan cara mengangkat

tangan, memegang bola, dan melempar bola. Setelah itu “NR” dapat

latihan dan mencoba gerakan yang diberikan oleh terapis. Hasilnya,

“NR” masih perlu latihan lagi.

Speech Delay atau Terlambat Bicara

AD (5)

Secara fisik, “AD” tidak memiliki kekurangan apa pun. Konsentrasi

yang dimiliki “AD” sangatlah bagus. Dia juga cukup kooperatif

terhadap terapis dan orang asing. Kemampuan berbahasa “AD” juga

cukup mumpuni. Dia menuruti apa yang diperintahkan oleh terapis.

Hanya saja beberapa kata dia masih salah dalam melafalkan, misalnya

kata “putih” dia menyebutnya “tupih”, ketika terapis membetulkan, dia

pun mampu menirukannya dengan sempurna. “AD” juga sering

mengucapkan kata dengan menghilangkan suku kata atau bunyi akhir,

misal kata “kucing” menjadi “kuci”, kata “motor” menjadi “moto”.,

dan beberapa kesalahan pelafalan lain. Latihan yang dilakukan “AD”

adalah dengan mengucapkan berulang-ulang kata yang pelafalan dan

pengucapannya masih belum benar.

JS (5)

Hampir sama seperti “AD”, secara fisik “JS” terlihat sempurna.

Gangguan yang terjadi pada Jason terletak pada kemampuannya

melafalkan sesuatu. Ada beberapa kata yang bisa dia lafalkan dengan

jelas, ada pula beberapa kata yang tidak jelas ketika Jason

melafalkannya. Dia sangat kooperatif terhadap orang lain, dia juga

memilki konsentrasi yang baik. Hanya saja jika dia tidak bisa (baik

63

Page 70: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

ketika melafalkan atau menyebut nama) dia akan menundukkan

kepala. Jason menunjukkan perkembangannya setiap kali terapi.

Penerapan metode drill atau latihan yaitu dengan melatih pelafalan

yang benar, misalnya ketika melafalkan atau mengucapkan kata

“sembilan”, “JS” mengucapkan kata “desila” menjadi “kumin”.

Biasanya terapis membetulkannya berulang kali agar “JS” bisa

mengucapkannya dengan benar.

HB

HB juga memiliki gangguan berbahasa, terutama pada pelafalan. Dia

sangat kooperatif, memiliki konsentrasi yang bagus, serta jail.

Penerapan metode drill atau latihan dilakukan pada saat terapi, dan

terapis fokus pada kata yang belum bisa “HB” lafalkan, salah satunya

adalah kata “vespa”. “HB” melafalkan kata “vespa” menjadi “vesva”.

Setiap pertemuan, terapis merangsang “HB” untuk bisa melafalkan

kata “vespa”, yaitu dengan memotong suku katanya menjadi “ves”

dan “pa”. “HB” melakukan latihan secara berkelanjutan ketika

melakukan terapi dan pada akhirnya, dia pun mampu mengucpkan

kata “vespa” dengan utuh dan sempurna.

64

Page 71: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

BAB V

RENCANA DAN TAHAPAN BERIKUTNYA

Dari hasil penelitian yang bekerja sama dengan Yayasan Pembinaan Anak

Cacat (YPAC) Semarang peneliti dapat disimpulkan bahwa berbahasa merupakan

salah satu aspek terpenting dalam kehidupan. Berbahasa memiliki peran penting

dalam keberhasilan sebuah komunikasi. Ketika kita berkomunikasi, kita berusaha

untuk menyampaikan ide, pikiran, atau gagasan yang telah kita rancang.

Keberhasilan dalam penyampaian itulah hal yang terpenting. Kita harus membuat

orang lain paham dengan apa yang kita kemukakan. Kegiatan berbahasa

melibatkan beberapa aspek, yaitu aspek kogitif, fisik, dan mental. Sehingga

diperlukan kesiembangan antara aspek-aspek tersebut agar komunikasi dapat

berjalan dengan baik dan lancar.

Dari catatan YPAC sebagaian terapis di YPAC sangat memerlukan model

SBST dan model lain yang harus dikembangkan lagi. Bagi terapis, tugas untuk

menerapi pasien sesuai dengan metode dan cara yang telah diajarkan ahli dan

berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh terapis sangat penting. Metode yang

sesuai akan memiliki dampak yang signifikan bagi pasien yang menjalani terapi.

Dengan demikian, diperlukan penelitian lanjutan guna meningkatkan

kemampuan terapis dalam melakukan tugasnya sebagai terapis sehingga

pendidikan merata untuk semua tidak hanya bisa dirasakan manusia normal tetapi

anak cacat juga membutuhkan pendidikan yang layak.

65

Page 72: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa sanggar bahasa berbasis socio-

technology (SBST) sebagai model terapi wicara berbasis rumah di Kota Semarang

sangat dibutuhkan dalam masyarakat. Model SBST dikembangkan dengan konsep

rumah terapi berbasis multimedia. SBST memiliki tempat yang nyaman layaknya

sebuah rumah, tempat terapi disesain seperti rumah tetapi tetap dilengkapi dengan

fasilitas yang mendukung. Model SBST memiliki sarana: 1) terapi perilaku

(Behavior Therapy); 2) terapi kognitif & akademik (kognitive therapy & remedial

teaching); 3) terapi fisik (fisoterapi, okupasi terapi); 4) terapi wicara (speech

therapy); 5) terapi renang (swimming therapy); 6) terapi suara & musik (sound &

music therapy); 7) terapi kelompok (group therapy); serta 8) kelas sosialisasi.

Tempat terapi yang nyaman menurut responden ada fasilitas AC, playgroud

anak yang aman, serta permainan yang lengkap. Selain itu juga memiliki terapis

yang ahli. Bagi terapis, tugas untuk menerapi pasien sesuai dengan metode dan

cara yang telah diajarkan ahli dan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh

terapis sangat penting. Metode yang sesuai akan memiliki dampak yang

signifikan bagi pasien yang menjalani terapi.

6.2 Saran

Merujuk hasil penelitian yang dikemukakan tersebut, penelitian ini

merekomendasikan agar orangtua, pengasuh anak, atau guru PAUD, serta terapis

dalam terapi wicara memahami perkembangan bahasa pada anak. Perkembangan

bahasa pada anak tidak dapat berlangsung dengan baik tanpa didukung aktif oleh

orang tua dan pendidik. Jika orang tua dan pendidik bekerja sama dengan baik

dalam memberikan teladan yang positif pada anak dalam masa-masa

perkembangannya baik fisik maupun mental maka anak kelak akan tumbuh

menjadi generasi penerus bangsa yang mulia budi pekertinya dan santun budi

66

Page 73: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

bahasanya. Bagi setiap terapis hendaknya lebih memperhatikan lagi terkait hal

apa saja yang akan dilaksanakan ketika menerapi pasien.

DAFTARPUSTAKA

Abdullah,Yusoff dan Che Rabiah Mohamed. 1995. Teori Pembelajaran Sosial dan Pemerolehan Bahasa Pertama. Cahaya Mas. Jakarta.

Busri, Hasan. 2002. Sintaksis Bahasa Indonesia. Fandika Publisher.Jakarta.

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Damaianti, Vismaia S. dan Nunung Sitaresmi. 2006. Sintaksis Bahasa Indonesia.

Bandung: Pusat Studi Literasi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Language Acquisition. (On-line):

http//www.Wikipedia.org/wiki/Languageacquistion Diakses 24

Desember 2008.

Maksan, Marjusman. 1993. Psikolinguistik. Padang: IKIP Padang Press.

Kaplan, Harold J, Sadock Benyamin J, Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry. 8th edition. Williams & Wilkins USA 1998

: 1179- 1191

Mangantar, Simanjuntak. 1982. Pemerolehan Bahasa Melayu: Bahagian Fonologi. Dewan Bahasa. Jakarta

Mar‟at, Samsunuwiyati. 2009. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama.

Moeliono, Anton. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.

Muslich, Masnur dan Suparno. 1988. Bahasa Indonesia: Kedudukan, Fungsi, Pembinaan, dan Pengembangannya. Bandung: Jemmars.

Pateda, Mansoer. 1988. Aspek-Aspek Psikolinguistik. Gorontalo : Nusa Indah

Pratiwi, et al. 2014. “Hubungan Skor Frekuensi Diet Bebas Gluten Bebas Casein dengan Skor Perilaku Autis”. Journal of Nutrition College. Volume 3 Nomor 1 Halaman 34-42. Semarang: Universitas Diponegoro.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Seminar Politik Bahasa Nasional. Jakarta: Pusat Bahasa.

Ruqayyah. (2008). Pemerolehan Bahasa Anak Usia 4-6 Tahun (Tinjauan tentang Jenis Tindak Tutur yang Dikuasai Anak Usia 4-6 Tahun, Studi Kasus Anak Usia 4-6 Tahun di Taman Kanak-kanak Al-mustaqim). [Online]. Tersedia:

67

Page 74: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

http://massofa.wordpress.com/2008/11/19/pemerolehan-bahasa-anak-usia-4-6-tahun/ html (10 Maret 2014).

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta.

Suryawati, et al. 2010.”Model Komunikasi Penanganan Anak Autis melalui Terapi Bicara Metode LOVAAS”. Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Volume 1 Nomor 1. Bali: Universitas Udayana

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa.Bandung:

Angkasa.

Werdiningsih, Dyah. 2002. Dasar-dasar Psikolinguistik. Bandung.Angkasa.

Zulkifley bin Hamid. 1990. Penguasaan Bahasa: Huraian Paradigma Mentalis.

Obor Jaya. Jakarta.

Lampiran-Lampiran

Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota Tim Peneliti

Ketua Peneliti

A. Identitas Diri

1 Nama lengkap (dengan gelar) Muhammad Badrus Siroj, S.Pd., M.Pd.

2 Jenis Kelamin Laki-laki

3 Jabatan Fungsional Tenaga Pengajar

4 NRP 198710162014041001

5 NIDN 0616108701

6 Tempat dan Tanggal Lahir Blora, 16 Oktober 1987

7 Alamat Rumah Patemon RT 01 RW 01, Kelurahan Patemon Gunungpati, Semarang

8 Nomor Telepon/ Faks/ HP 081326181281

9 Alamat Kantor Gedung B1 FBS, Kampus Sekaran,

Gunungpati, Semarang 50229

10 Nomor Telepon/ Faks (024) 8508010

11 Alamat Email [email protected]

12 Lulusan yang telah dihasilkan -

13 Mata Kuliah yang Diampu 1. Pembelajaran BIPA

2. Psikolinguistik

3. Pembelajaran Membaca

4. BIPA

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan Universitas Negeri Universitas Negeri -

68

Page 75: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Tinggi Semarang Semarang

Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa Pendidikan Bahasa - dan Sastra Indonesia Indonesia

Tahun Masuk- 2005-2009 2009-2012 - Lulus

Judul Skripsi/ Peningkatan Pengembangan Model - Tesis/ Disertasi Keterampilan Menulis Integratif Bahan Ajar

Opini melalui Media Bahasa Indonesia Ranah

Karikatur Konteks Sosial Budaya Berbasis ICT

Sosiokultural Siswa bagi Penutur Asing Tingkat

Kelas XI SMK Pelita Menengah

Nusantara 01

Semarang

Nama 1. Prof. Dr. Fathur 1. Prof. Dr. Astini - Pembimbing/ Rokhman, M.Hum. 2. Prof. Dr. Fathur

Promotor 2. Tommi Yuniawan, Rokhman, M. Hum.

S.Pd., M.Hum.

C. Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber Jml (Rp)

1 2014 Perilaku Asuh Orangtua DIPA 10.000.000 terhadap Keterampilan Berbahasa Unnes

Anak dari Lahir sampai Usia

Prasekolah

2 2014 Implementasi Teknik Pembelajaran DIPA 10.000.000 Mechanical Editing Group untuk Unnes

Meningkatkan Kualitas Karya Ilmiah

Mahasiswa Program Studi Sastra

Indonesia

3 2015 Pengaruh Kompetensi Surat Menyurat DIPA 15.000.000 Terhadap Kinerja Pegawai pada Unnes

Fakultas Bahasa dan Seni UNNES

4 2015 “BIBIKU” Bimbingan Bahasa DIPA 10.000.000 Indonesia Keluarga Unggulan Unnes

(pengembangan model alternatif

bimbingan bahasa indonesia untuk

anak usia dini)

5 2015 Analisis Kebutuhan Laboratorium DIPA 15.000.000 Bahasa Multimedia pada Program Unnes

Pascasarjana Universitas Negeri

Semarang

69

Page 76: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Pengabdian Pendanaan

Sumber Jml (Rp)

1 2011 Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah bagi BOS 2.000.000 Guru Program Sosial di SMA Negeri 4 SMA

Semarang

2 2012 Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah bagi Swadana 1.500.000 Guru-Guru di Madrasah Aliyah di

Kabupaten Rembang

3 2013 Pemberdayaan Masyarakat Kurang PNPM 5.000.000 Mampu dalam Keterampilan Menghias Mandiri

Hantaran Pernikahan di Kecamatan

Gubug, Grobogan

4 2015 Pelatihan Pengelolaan Persuratan bagi DIPA 5.000.000 Karyawan untuk Meningkatkan Kinerja Unnes

Karyawan Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Semarang

E. Pengalaman Menyampaikan Makalah Secara Oral Pada

Pertemuan/ Seminar Ilmiah Dalam 5 Tahun Terakhir

No Nama Pertemuan Judul Artikel Imiah Waktu dan Ilmiah/ seminar Tempat

1 Pertemuan Ilmiah Keefektifan Flip Over 8-9 November Bahasa dan Sastra Pelangi dalam 2010, Universitas

Indonesia (PIBSI Meningkatkan Widya Dharma

XXXII) Kemampuan Klaten

Penggunaan Ejaan

Bahasa Indonesia Siswa

Kelas V Sekolah Dasar

2 Seminar Penyelidikan Model Bahan Ajar 2 – 4 Oktober Pendidikan Guru Integratif dalam 2012 di IPG Ilmu

Malaysia Pembelajaran Bahasa Khas Kuala

Lumpur

3 International Converence Integratif Model of 24-25 Mei 2016 LSCAC 2016 BIPA di Hotel Atria

Malang

F. Pengalaman Menulis Buku Dalam Jurnal 5 Tahun Terakhir

No Judul Buku Tahun Jumlah Penerbit halaman

70

Page 77: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

1 - - - -

G. Pengalaman Memperoleh HAKI Dalam Jurnal 5 Tahun Terakhir

No Judul/ Tema HAKI Tahun Jenis Nomor P/ ID

1 - - - - -

H. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/ Rekayasa Sosial Dalam 5

Tahun Terakhir

No Judul/ Tema Jenis Tahun Tempat Penerapan Respon Rekayasa Sosial Masyarakat

Lainnya yang Telah

Diterapkan

1 - - - - -

I. Penghargaan yang Pernah Diraih Dalam 10 Tahun Terakhir

No Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Tahun Penghargaan

1 Penyaji Tingkat Nasional pada Dirjen Dikti 2008 PIMNAS XXI

2 Duta Bahasa Provinsi Jawa Balai Bahasa Provinsi 2011

Tengah Jawa Tengah

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar

dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari

ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima

resikonya.Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi

salah satu persyaratan dalam laporan Penelitian Dosen Pemula.

Semarang, 1 November 2016

Ketua Peneliti

M. Badrus Siroj, M.Pd.

Anggota Peneliti

Page 78: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

71

Page 79: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Anggota 1

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap (dengan Urip Muhayat WW, S.Pd., M.Pd.

gelar)

2. Jenis Kelamin L

3. Jabatan Fungsional -

4. NRP 199006062013031077

5. NIDN -

6. Tempat Tanggal Lahir Blora,6 Juni 1990

7. E-mail [email protected]

8. Nomer Telepon / HP 0085641444654

9. Alamat Kantor Gedung A3 FIP UNNES

10. Nomer Telepon / Fax 024-8508023

11. Lulusan yang telah S-1= orang; S-2= - ; S-3= -

dihasilkan

12. Mata Kuliah yang diampu 1. Multimedia Pembelajaran 2. Technopreneurship

3. Animasi 3 dimensi

4. Pengembangan media grafis

5. Pengantar Ilmu Pendidikan

6. Manajemen Sekolah

B. Riwayat Pendidikan

S-1

Nama Perguruan Tinggi Universitas Negeri Semarang

Bidang Ilmu Teknologi Pendidikan

Tahun Masuk-Lulus 2008-2012

Judul Evaluasi Pelatihan Desain Grafis dengan

Skripsi/Tesis/Disertasi Program 3dsmax untuk Guru TIK se Kota

Semarang

Nama Drs. Wardi, M.Pd

Pembimbing/Promotor Drs. Budiyono, M.S

S-2

Nama Perguruan Tinggi

Bidang Ilmu

Tahun Masuk-Lulus

Judul

Skripsi/Tesis/Disertasi

Nama

Pembimbing/Promotor

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

Page 80: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

72

Page 81: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Pendanaan

No. Tahun Judul Penelitian Sumber

Jml

(Juta Rp)

1. 2014 Profil Kemampuan Guru dalam DIPA PNBP 6.000.000,- Menginformasikan Reproduksi Sehat UNNES

bagi Siswa SD di Kota Semarang

2. 2014 Analisis Kritis Dokumen Dan DIPA PNBP 7.000.000,- Implementasi Perangkat Perkuliahan UNNES

Terlegitimasi Iso 9001:2008

3 2015 Desain Media Edukatif Berbasis DIPA PNBP 10.000.000,- Augmented Reality Pada Mata Kuliah UNNES

Animasi 3 Dimensi untuk Mahasiswa

Teknologi Pendidikan

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5

Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Pendanaan

Masyarakat Sumber Jml (Rp)

1. 2011 Pelatihan Pengembangan Website PNBP 4.500.000,- Pribadi bagi Guru SMP di Kabupaten UNNES

Kudus

2. 2010 “Succes Story Film” dan Pelatihan PNBP 6.000.000,- Keterampilan sebagai Upaya dalam UNNES

Peningkatan Kesadaran Masyarakat

Pinggiran Kota Semarang (desa

Tambak Lorok) Akan Pentingnya

Pendidikan yang Berkualitas

E. Publikasi Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 tahun terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah

Nama Jurnal Volume/

Nomor/Thn

1.

2.

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (oral presentation) dalam 5 tahun terakhir

No. Nama Pertemuan Ilmiah/

Judul Artikel Ilmiah Waktu dan

Seminar

Tempat

- - - -

- - - -

Page 82: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

73

Page 83: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Buku

Tahun Jumlah

Penerbit

Halaman

1 Pengembangan E-Learning 2013 67 Penerbit

Deepublis

h

H. Perolehan HKI dalam 5-10 tahun terakhir

No. Judul / Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID

- - - - -

- - - - -

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial

Lainnya dalam 5 tahun terakhir

Judul/Tema/Jenis Rekayasa Tempat

Respon

No. Sosial Lainnya yang Telah Tahun

Penerapan

Masyarakat

diterapkan

- - - - -

- - - - -

J. Penghargaan dalam 10 tahun terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau

institusi lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi

Tahun

Penghargaan

- - - -

- - - -

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar

dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari

ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima

sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah

satu persyaratan dalam laporan Penelitian Dosen Pemula.

Semarang, 1 November 2016

Page 84: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Pengusul,

74

Page 85: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

(Urip Muhayat Wiji Wahyudi,S.Pd.,

M.Pd.)

Anggota 2

A. Identitas

1 Nama Lengkap (dengan gelar) Iwan Hardi Saputro, S.Pd., M.H.

2 Jabatan fungsional -

3 Jabatan struktural -

4 NIP 198512252013031073

5 NIDN -

6 Tempat dan tanggal lahir Wonosobo, 25 Desember 1985

7 Alamat Rumah Gang Kalimasada, Sekaran

8 Nomor Telepon/Faks/HP 0857289146044

9 Alamat Kantor Kampus UNNES Sekaran Gunungpati Semarang

10 Nomor Telepon/faks -

11 Alamat email [email protected]

12 Lulusan yang telah dihasilkan -

13 Mata kuliah yang diampu 1 MKU PendidikanKewarganegaraan

2 Kebijakan Publik

3 Pendidikan Politik

4 MKU Pendidikan Pancasila

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2

Nama Perpendidikan Unnes Undip Tinggi

Bidang Ilmu Pendidikan Kewargnegaraan Ilmu Politik

Tahun Masuk-Lulus 2004 – 2008 2014-

Judul Upaya Peningkatan Kualitas

Skripsi/Thesis/Disertasi Pembelajaran PKn melalui

Penggunaan Kliping Surat Kabar

pada Pokok Bahasan Pendidikan

Antikorupsi di SMK Dr. Tjipto

Semarang

Nama Pembimbing/ 1. Prof. Dr. Maman Rahman, 1. Promotor Phd. 2.

2. Drs. Tijan, M.Si.

75

Page 86: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

76

Page 87: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

C.Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan

.

Sumber Jumlah (Juta Rp)

1. 2011 Strategi Pengelolaan Dikti Rp10.000.000,00 Kurikulum Terpadu berbasis

Multiple Intelegence (Studi

Situs di SDIT Assalamah

Ungaran)

D.Pengabdian Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan

.

Sumber Jumlah (Juta Rp)

1. 2011 pelaksanaan pendamping DIPA Rp 5.000.000,00

sekolah zona integritas Fakultas dalam mendorong

perubahan perilaku menuju

indonesia berbudaya anti

koropsi di SMP Islam Al

Azhar 14 semarang

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan

dapat diperanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata

dijumpai kettidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk

mememnuhi salah satu persyaratan dalam laporan Penelitian Dosen Pemula.

Semarang, 1 November 2016 Pengusul,

Iwan Hardi Saputro, S.Pd.

NIP 198512252013031073

Page 88: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

77

Page 89: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Lampiran 2. Contoh Penerapan Terapi

Minggu ke : I

Kegiatan :

Jadwal Pasien dan Kegiatan yang dilakukan

No. Hari dan

Nama Pasien Mainan

Uraian

Waktu

Tanggal

Kedatangan

1. NR Hari pertama PKL di YPAC dan Pengenalan (hanya

mengamati pasien)

2. IM

Jumat, 5 3. KY

1. Agustus 4. AL

2016

5. WS

6. EL

7. BU

1. AN Tebak gambar Mudah beradaptasi, 08.00

periang

2. ZL Tebak gambar, Pelafalan kurang 09.00

mencocokkan

angka

3. BY Tebak gambar, Sensitif jika 09.00

tebak angka disentuh, penderita

autis, dan tidak

menurut (perinyah

Sabtu, 6

ambil, pasang, dan

masuk)

2. Agustus

4. FZ Tebak gambar,

Ekspresif, paham 11.00

2016

kotak huruf

terhadap perintah

(mencocokkan dan maksud,

huruf) pelafalan kurangg

5. JS Tebak 100 Menebak 100 11.20

Page 90: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

gambar gambar denga

mudah dan lancar,

mudah akrab,

memiliki

pemahaman yang

cukup, pelafalan

78

Page 91: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

kurang, contoh

terdapat kata dan

gambar

Televisi/tivi==pipi

1. RZ Tebak gambar Memahami apa yang 08.00

dilihat tetapi sulit

untuk

mengungkapkan,

kalau tidak bisa

merasa malu

(menundukkan

kepala di atas

tangan)

2. V Memasukkan Mau jika disentuh, 08.00

kotak/lingkaran/se menuruti perintah

gitiga (ambil/pasang/masu

k), dapat menyanyi

(dengan

menggerakkan

anggota tubuh),

Minggu, 7

namun pelafalan dan

pengucapan belum

3. Agustus

bisa/jelas.

2016

3. EL Kotak Delay speech, suara 09.00

huruf/ABC, kurang lantang/keras

Tebak binatang, saat mengucapkan,

lilin pemalu, paham

terhadap sesuatu,

latihan bilabial huruf

„b‟ (ba,bi, bu)

4. SM Menyanyi Aktif, keras kepala 09.00

dan tidak bisa

dikendalakikan,

selalu menggandeng

tangan untuk bisa

membuka pintu

(selalu ingin

pulang), kurang

paham perintah.

Page 92: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

5. BA Tebak gambar Tidak memahami 09.15

79

Page 93: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

perintah

(ambil/pasang/masu

k), tetapi menuruti

perintah menarik

turunkan benda atau

sesuatu.

1. AM Tebak gambar, Kooperatif dengan 09.15

kotak warna orang lain, susah

mengunyah (bisa

tetapi lama), laihan

berbicara/pelafalan,

berbicara kurang

lancar.

2. GZ Tiup lilin Autis, sensitifdan 11.30

takut melihat api

(terapis mencoba

untuk

merangsangnya agar

tidak takut dengan

Senin, 8

api), kurang bisa

fokus, berbicara

4. Agustus

masih susah.

2016

3. MU Tebak gambar, Kooperatif dan aktif. 11.30

tabak warna

(kotak warna)

4. AR Tebak gambar, Penderita autis, 12.00

binatang, kotak pandangan tidak

warna, lilin fokus, kalau marah

menyakiti diri

sendiri,

belum/kurang lancar

berbicara.

5. SW Tebak gambar, Kooperatif kurang 12.10

kotak warna lancar/jelas dalam

pelafalan.

6. Jojo Aktif da kooperatif. 12.15

Selasa, 9 1. AR Kotak warna Tidak bisa fokus, 08.00

5. Agustus latihan konsentrasi,

Page 94: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

2016 rewel, sering

80

Page 95: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

menangis,

memasukkan warna,

cara menghadapi

dengan perintah,

belum bisa

menyebutkan atau

menamai warna,

sering menyebut

kata yang serupa

dengan 'diam‟.

2. Hinal Puzzle berbentuk 08.00

„polisi‟

3. Valentino Kotak warna da Belum tahu warna 09.00

tebak gambar dan memasukkan

benda, selalu

mengeluarkan air

liur.

4. Nata Tebak gambar Autis, tidak bisa 11.45

fokus, latihan

konsentrasi,

5. SW Tebak gambar Masih belum lancar 12.25

saat pengucapan

bilabial, malu dalam

melafalkan

(biasanya dengan

membisikkan

sesuatu ke telinga

teraois), kooperatif,

jail.

6. AD Memasukkan Kooperatif, 13.00

kotak, tebak berbicara

gambar, angka sesukanya/pelafalan

ada yang tidak jelas,

contoh „enam‟

dibaca „emam‟,

„putih‟ dibaca

„tupih‟, cekatan,

smart, kreatif

(membentukmenara

dari kotak), bisa

Page 96: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

81

Page 97: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

bahasa Inggris

7. Faiz FZ Pemalu 13.00

8. RE Tebak gambar, Kreatif, contoh 14.00

puzzle ketika ada gambar

anjing, maka dia

mengatakan „guk

guk‟, pendiam,

pemalu, susah

berbicara karena

malu.

Uraian Kegiatan:

Pada hari pertama di minggu pertama, saya melakukan pengenalan terhadap para

terapis yang khusus melayani dan berada di terapi wicara. Terapis-terapis tersebut adalah Pak

Budi, Pak Bakri, Bu Deni, dan Mbak Desi. Mereka menyambut kedatangan saya dengan

tangan terbuka dan hangat.

Pada minggu pertama ini saya melakukan pengamatan terhadap terapis yang sedang

menerapi pasien. Saya memperhatikan teknik yang digunakan oleh para terapis yang sudah

berpengalaman tersebut. Selain itu, saya juga sudah mulai mengamati gejala atau kelainan

yang diderita oleh setiap pasien. Pada hari ke dua di mingggu pertama saya sudah

diperbolehkan ikut serta dalam menangani pasien, namun tetap dalam panduan dan

pengawasan terapis yang ada di terapi wicara. Pasien yang saya terapi pada hari ke dua

minggu pertama ini adalah AN, BY, FZ, dan JS. Hari-hari berikutnya juga seperti itu, saya

menangani dan menerapi pasien. Pada minggu pertama ini seharusnya kami (saya dan teman-

teman) melakukan kegiatan penerjunan. Akan tetapi, kegiatan penerjunan tersebut terpaksa

kami tunda satu minggu kemudian.

Page 98: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

82

Page 99: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

ARTIKEL HASIL PENELITIAN

SANGGAR BAHASA BERBASIS SOCIO-TECHNOLOGY

(SBST): TEROBOSAN BARU MODEL TERAPI WICARA

BERBASIS RUMAH DI KOTA SEMARANG

Oleh: Muhammad Badrus Siroj, Urip Muhayat Wiji Wahyudi, Iwan hardi

Sapotro Univeristas Negeri Semarang, Indonesia

ABSTRAK

Penyakit atau hambatan berbahasa sekarang ini banyak dialami oleh anak

usia dini misalnya gagu, lambat berbicara, afasia, autis, dan sebagainya. Perilaku

orangtua dan lingkungan sekitar diyakini menjadi faktor utama yang

menyebabkan keterlambatan anak dalam kemampuan berbahasanya baik sebelum

lahir maupun ketika sudah lahir. Gangguan bahasa yang dialami oleh anak

sebelum lahir misalnya pada anak yang terlahir cacat, kelainan atau

ketidaknormalan seperti anak pada umumnya memerlukan penanganan secara

khusus. Anak dengan kebutuhan khusus atau sering disebut dengan ABK dengan

kelainan seperti kecacatan fisik, syaraf, atau mental (IQ) biasanya mengalami

beberapa keterlambatan perkembangan pada beberapa aspek salah satunya adaah

perkembangan bahasa. Minimnya model dan metode dalam terapi wicara dialami orang tua serta

lembaga-lembaga pendidikan anak cacat sehingga menghambat dalam proses

penyembuhan. Disamping itu, pemanfaatan teknologi komunikasi sosial sangat

minim padahal perkembangan teknologi sangat pesat dan dapat dimanfaatkan

secara optimal. Penelitian ini menghasilkan analisis kebutuhan pengembangan

sanggar bahasa berbasis socio-technology (SBST) dalam terapi wicara di Kota

Semarang, karakteristik sanggar bahasa berbasis socio-technology (SBST) sebagai

model terapi wicara berbasis rumah di Kota Semarang, serta keefektifan sanggar

bahasa berbasis socio-technology (SBST) untuk meningkatkan kemampuan

berbahasa anak cacat di Kota Semarang. Dapat disimpulkan pula bahwa

perkembangan bahasa anak yang baik diperlukan pola pengasuhan yang

komprehensif dari orang tua yang merupakan pendidik yang pertama dan utama

bagi seorang anak. Keluarga merupakan „taman sekolah‟ pertama bagi seorang

anak. Dari sana lah sang anak dibentuk pertama kali oleh orang tuanya akan

menjadi seperti apa dikemudian harinya. Orang tua harus memahami betul kapan

seorang anak mengalami perkembangan bahasa pertahapannya sehingga orang tua

dapat memberikan stimulus positif yang sesuai dengan tahapan perkembangannya.

.

Kata kunci: terapi wicara, kemampuan berbahasa, perlaku asuh

83

Page 100: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

A. Pendahuluan

Pertumbuhan dan perkembangan berbeda pada setiap anak, tergantung

banyak hal, mulai dari masa anak dalam kandungan sampai dengan masa

kelahiran hingga masa pertumbuhan dan perkembangan setelah lahir. Hal ini juga

berlaku dalam perkembangan bahasa anak. Bahasa memegang peranan penting

dalam kehidupan manusia. Bahasa merupakan wujud dari kehidupan manusia

tersebut. Bahasa diperoleh seorang manusia mulai sejak lahir, ketika dia pertama

kali menangis. Pada saat manusia berumur 3 hingga 4 bulan, ia mulai

memproduksi bunyi-bunyi. Mulai mengoceh saat umur 5 dan 6 bulan, kemudian

ocehan ini pun lama-kelamaan semakin bertambah sampai sang anak mampu

memproduksi perkataan yang pertama.

Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses perkembangan bahasa

manusia. Anak sejak lahir telah diberi kemampuan untuk memperoleh bahasanya.

Pemerolehan bahasa ini dipengaruhi pula oleh interaksi sosial dan perkembangan

kognitif anak. Kemampuan berbahasa seseorang diperoleh melalui sebuah proses

sehingga perlu ada pendekatan-pendekatan tertentu di dalamnya. Pendekatan ini

pun diarahkan berdasarkan tujuan pencapaian tertentu seperti kemampuan

sintaksis, semantik, dan fonologis yang dalam proses pemerolehannya, dilakukan

secara bertahap.

Perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu

aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput juga dari

perhatian para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya.

Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan prestasi manusia yang paling

hebat dan menakjubkan. Oleh sebab itulah masalah ini mendapat perhatian besar.

Pemerolehan bahasa telah ditelaah secara intensif sejak lama. Pada saat itu kita

telah mempelajari banyak hal mengenai bagaimana anak-anak berbicara,

mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui

mengenai proses aktual perkembangan bahasa. Dalam kehidupan setiap orang

tentu saja tidak terlepas dari bahasa. Pertama kali seorang anak memperoleh

bahasa yang didengarkan langsung dari sang ibu sewaktu anak tersebut terlahir ke

84

Page 101: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

dunia ini. Kemudian seiring berjalannya waktu dan seiring pertumbuhan si anak

maka ia akan memperoleh bahasa selain bahasa yang diajarkan ibunya itu baik

bahasa kedua, ketiga ataupun seterusnya yang disebut dengan akuisisi bahasa

(language acquisition) tergantung dengan lingkungan sosial dan tingkat kognitif

yang dimiliki oleh orang tersebut melalui proses pembelajaran.

Proses pertumbuhan dan perkembangan akan sampai pada interaksi

dengan orang lain, umumnya pada lingkungan di sekolah anak dan khususnya

lingkungan di rumah terutama interaksi dengan orangtua si anak. Interaksi pada

anak umur 4 tahun sudah dapat dilakukan melalui komunikasi dengan berbicara.

Bagi oragtua yang tidak terlalu memperhatikan perkembangan anak akan merasa

heran apabila pada saat berkomunikasi dengan mereka, si anak akan berbicara

sesuatu yang belum pernah di dengar, misalnya anak mengatakan "mama atau

papa jangan pelit dong!" padahal mereka tidak, pernah mengajarkan kata-kata itu.

Atau di saat lain, orangtua akan mendengar si anak menasehati adiknya "kamu

jangan nakal ya dik!". Sama persis dengan intonasi dari orangtuanya apabila

menasehati anak tersehut untuk tidak nakal.

Pada umumnya, kegembiraan dan kecemasan rnuncul bersamaan pada

diri orangtua. Kegembiraan sekaligus kebanggaan orangtua adalah bahwa si anak

sudah dapat berbicara dengan mereka, karena tidak sedikit anak dengan umur

yang sama belum dapat berbicara dengan baik karena adanya faktor-faktor

tertentu. Di sisi lain kecemasan yang muncul pada diri orangtua adalah apabila si

anak memperoleh kata-kata atau bahasa yang tidak sesuai dengan umur anak atau

yang lebih khawatir Iagi adalah apabila anak memperoleh bahasa anak remaja

ataupun bahasa orang dewasa.

Perbedaan latar belakang anak-anak di sekolah, program acara televisi

yang kurang selektif, teman bermain atau lingkungan yang heterogen dengan

tingkat usia yang berbeda merupakan permasalahan yang kompleks dan harus

dipertimbangkan dalam upaya menjaga anak agar memperoleh bahasa yang sesuai

dengan umurnya.

Selain itu, penyakit atau hambatan berbahasa sekarang ini banyak

dialami oleh anak usia dini misalnya gagu, lambat berbicara, afasia, autis, dan

85

Page 102: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

sebagainya. Perilaku orangtua dan lingkungan sekitar diyakini menjadi faktor

utama yang menyebabkan keterlambatan anak dalam kemampuan berbahasanya.

Oleh karena itu, pola asuh yang tepat menjadi kunci seorang anak dapat berbahasa

dengan baik. Pola asuh dikatakan berhasil bilamana orangtua mampu menciptakan

lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bahasa anak. Para ahli sepakat

bahwa pemerolehan bahasa sangat dipengaruhi oleh penggunaan bahasa sekitar.

Dengan kata lain, perjalanan pemerolehan bahasa seorang anak akan sangat

bergantung pada lingkungan bahasa anak tersebut (Siroj, 2014: 29). Pola asuh

anak dimulai dari lingkungan keluarga. Bimbingan orang tua menjadi penentu

dalam perkembangan bahasa anak. Bimbingan yang tepat akan menghindarkan

anak dari gangguan dan permasalahan bahasa.

Pada anak usia dini (3-6 tahun) pendidikan sudah mulai dilaksanakan.

Masa usia dini merupakan “golden age period”, artinya merupakan masa emas

untuk seluruh aspek perkembangan manusia, baik fisik, kognisi emosi maupun

sosial. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi tingkat buta huruf di Indenonesia.

Pendidikan anak terbagi menajadi pendidikan formal dan pendidikan non formal.

Pendidikan formal seperti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan

Taman Kanak-anak (TK) sudah familiar di kalanagan masyarakat Indonesia.

Selain itu pendidikan nonformal, banyak dikembangkan pendidikan seperti terapi

wicara untuk memberikan pendidikan bagi seseorang yang megalami hambatan

atau permasalahan dalam masalah kebahasaannya.

Setiap anak terlahir dengan kemampuan dan kondisi yang berbeda-beda

sehingga pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada anak pun berbeda

sesuai dengan kebutuhannya. Pada realita kehidupan ada anak yang terlahir cacat,

kelainan atau ketidaknormalan seperti anak pada umumnya. Anak tersebut sering

disebut sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Ketidaknormalan itu dapat

berupa kecacatan fisik, syaraf atau mental (IQ). Pada anak ABK mengalami

beberapa keterlambatan perkembangan pada beberapa aspek salah satunya adaah

perkembangan bahasa.

Beberapa diagnosa penyakit yang ada di terapi wicara yaitu Speech

delay, Autis, Global Development, Retardasi mental atau Tunagrahita, Down

86

Page 103: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Syndrom, dan Sindron Korgenta. Minimnya model dan metode dalam terapi

wicara dialami oleh lembaga-lembaga pendidikan anak cacat, misalnya di YPAC

Kota Semarang. Disamping itu, pemanfaatan teknologi komunikasi sosial sangat

minim padahal perkembangan teknologi sangat pesat dan dapat dimanfaatkan

secara optimal. Oleh karena itu, penelitian ini bekerja sama dengan YPAC

Semarang mencoba mengembangkan Sanggar Bahasa berbasis Socio- Technology

(SBST) sebagai terobosan baru pengembangan model terapi wicara berbasis

rumah dengan konsep rumah yang penuh dengan permainan-permainan

pembelajaran yang menyenangkan. Dengan model tersebut diharapkan tercipta

model dan metode baru dalam terapi wicara untuk anak cacat di Kota Semarang. B. Model Socio-Technology dalam Terapi Wicara

Dalam pengembangan Model Socio- Technology dalam dan media

keterampilan berbahasa peranan media dan alat pembelajaran menjadi sangat

penting untuk memperkuat akurasi penyampaian pesan-pesan dalam proses

pembelajaran bahasa. Media pengajaran yang dapat membantu pengajar sehingga

mempermudah proses memahamkan siswa terhadap materi pelajaran, serta sarana

sarana pembelajaran yang disiapkan guru untuk memfasilitasi para siswanya

belajar, menjadi suatu yang sangat penting. Di samping itu, media dapat

menghantarkan siswa menjadi manusia yang cerdas, kreatif, serta memiliki

integritas keberagaman yang kuat. Selanjutnya, media pembelajaran yang inovatif

memberikan alternatif produksi secara teliti dan rasional.

Media berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata

“medium” yang secara harfiah berarti „perantara‟ atau „pengantar‟, yakni

perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Media

pembelajaran bisa dikatakan sebagai alat yang bisa merangsang siswa dalam

proses belajar.

Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu

bagi guru untuk mengajar dan yang digunakan adalah baru sebatas alat bantu

visual. Sekitar pertengahan abad ke-20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi

dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan

dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam

87

Page 104: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran

menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.

Model Socio-Technology dalam penelitian ini dengan pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Pemanfaatan ICT untuk pembelajaran

bahasa Indonesia pada penutur asing diasumsikan lebih efektif karena pembelajar

sangat terbantu dan bisa belajar secara mandiri melalui jaringan internet yang bisa

diakses kapan pun dan di manapun pembelajar berada.

Dalam penelitian ini pemanfaatan ICT dititikberatkan multimedia

interaktif. Multimedia menurut Najjar (dalam Widodo 2008: 33) adalah

penyampaian informasi menggunakan gabungan dari teks, grafik, suara, video.

Multimedia interaktif adalah penyampaian informasi menggunakan gabungan dari

teks, grafik, suara, video, yang mempunyai fungsi memberi informasi di dalamnya

terdapat tombol-tombol yang bisa menuju ke fasilitas lainnya. Multimedia

interaktif ini sangat bermanfaat bagi pembelajar, karena sangat memudahkan

dalam proses belajar

Pengembangan Multimedia Interaktif sangat diperlukan untuk menunjang

pembelajaran konvensional serta menyiapkan multimedia untuk menciptakan

lingkungan belajar yang fleksibel, dengan memberikan kemudahan sehingga

pembelajar dapat belajar dimanapun kapanpun dan dengan siapapun.

Multimedia Interaktif yang diaktifkan menggunakan komputer, merupakan

jenis multimedia yang secara virtual dapat menyediakan respon yang segera

terhadap hasil belajar yang dilakukan oleh pembelajar. Lebih dari itu, komputer

juga memiliki kemampuan menyimpan dan memanipulasi informasi sesuai

dengan kebutuhan.

Perkembangan teknologi yang pesat saat ini telah memungkinkan

komputer memuat dan menayangkan beragam bentuk multimedia di dalamnya.

Dalam hal ini Heinich, Molenda, & Russel dalam Hartoyo (1996: 228)

mengemukakan bahwa : “…It has ability to control and integrate a wide variety of

multimedia – still pictures, graphics and moving images, as well as printed

information. The computer can also record, analyze, and react to student

responses that are typed on a keyboard or selected with a mouse“.

88

Page 105: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Sajian Multimedia Interaktif berbasis komputer merupakan teknologi yang

mengoptimalkan peran komputer sebagai sarana untuk menampilkan dan

merekayasa teks, grafik, dan suara dalam sebuah tampilan yang terintegrasi.

Dengan tampilan yang dapat mengkombinasikan berbagai unsur penyampaian

informasi dan pesan, komputer dapat dirancang dan digunakan sebagai

multimedia teknologi yang efektif untuk mempelajari dan mengajarkan materi

pembelajaran yang relevan misalnya rancangan grafis dan animasi.

Beberapa model multimedia interaktif yang dapat dikembangkan di

antaranya sebagai berikut.

Model Drill

Model drills dalam CBI (Computer Based Inruction) pada dasarnya

merupakan salah satu starategi pembelajaran yang bertujuan memberikan

pengalaman belajar yang lebih kongkrit melalui penciptan tiruan-tiruan bentuk

pengalaman yang mendekati suasana yang sebenarnya.

Model Tutorial

Program CBI (Computer Based Inruction) tutorial dalam merupakan

program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan

menggunakan perangkat lunak berupa program komputer yang berisi materi

pelajaran. Metode Tutorial dalam CAI pola dasarnya mengikuti pengajaran

Berprogram tipe Branching yaitu informasi/mata pelajaran disajikan dalam unit-

unit kecil, lalu disusul dengan pertanyaan. Respon siswa dianalisis oleh komputer.

Program ini juga menuntut siswa untuk mengaplikasikan ide dan pengetahuan

yang dimilikinya secara langsung dalam kegiatan pembelajaran.

Model Simulasi

Model simulasi dalam CBI pada dasarnya merupakan salah satu starategi

pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih kongkrit

melalui penciptan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana yang

sebenarnya.

Model Games

Model permainan ini dikembangkan berdasarkan atas “pembelajaran

menyenangkan”, ketika peserta didik dihadapkan pada beberapa petunjuk dan

89

Page 106: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

aturan permainan. Dalam konteks pembelajaran sering disebut dengan

Instructional Games.

Pada penelitian ini tipe penyajian yang digunakan adalah perpaduan model

drill, tutorial, dan simulasi untuk memudahkan terapi wicara guna meningkatkan

kemampuan komunikatifnya.

C. Metodologi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan

"Penelitian dan Pengembangan". Maksudnya adalah suatu program penelitian

yang ditindaklanjuti dengan program pengembangan untuk perbaikan atau

penyempurnaan. Proses penelitian akan ditempuh melalui 10 langkah

sebagaimana yang dikemukakan oleh Borg dan Gall (1983:775-776), yakni (1)

research and information collecting, mengumpulkan informasi dan melakukan

penelitian awal, (2) planing, perencanaan, (3) develop prenliminary form of

product/ mengembangkan format atau model, (4) preliminary field testing,

mempersiapkan uji ciba tes di lapangan, (5) mein product revision, melakukan

revisi terhadap tes berdasarkan hasil uji coba di lapangan, (6) main field testing,

melakukan tes di lapangan, (7) operational product revisions, melakukan revisi

setelah mendapatkan masukan dari tes lapangan, (8) operational field testing,

mealaksanakan tes uji coba model atau tes pembelajaran, (9) final product

revision, melakukan revisi terakhir, (10) dominition and implementation,

menyampiakan laporan penelitian.

Subjek penelitian adalah anak cacat atau berkebutuhan khusus di Kota

Semarang. Sampel penelitian adalah orang tua yang memiliki anak berkebutuhan

khusus di empat kecamatan di Kota Semarang dengan rincian dua (2) kecamatan

di pusat kota dan (2) kecamatan di pinggir kota. Pengambilan sampel ini

diasumsikan bisa mewakili masyarakat Kota Semarang. Sampel penelitian

mencakup anak laki-laki dan anak perempuan.

Sampel penelitian adalah 50 orang tua yang memiliki anak berkebutuhan

khusus yang berasal dari Kecamatan Gunungpati, Kecamatan Mijen, Kecamatan

Semarang Utara, dan Kecamatan Semarang Tengah. Empat kecamatan tersebut

90

Page 107: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

adalah kecamatan percontohan dan kecamatan tertinggi dalam populasi anak.

Diasumsikan perilaku asuh orangtua di kecamatan tersebut telah dilakukan dengan

baik dan mendapatkan penyuluhan dari pemerintah Kota Semarang. Subjek yang

dijadikan sampel tadi akan digunakan dalam proses penelitian mulai dari tahap

penjajakan, percobaan model sampai uji efektivitas model.

Lokasi dan subjek penelitian digunakan purposif sampling. Penelitian ini

mengambil lokasi di Kota Semarang yaitu di Kecamatan Gunungpati, Kecamatan

Mijen, Kecamatan Semarang Utara, dan Kecamatan Semarang Tengah. Subjek

dalam penelitian ini adalah adalah orang tua dan berkebutuhan khusus yang

berada di empat kecamatan tersebut.

Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas : (1) narasumber, yaitu orang

tua yang memiliki berkebutuhan khusus; (2) berkebutuhan khusus, yakni untuk

mengetahui peningkatan hasil terapi wicara melalui uji model; (3) proses terapi

wicara yang mencakupi: model terapi, materi terapi, kompetensi orang tua,

perilaku anak, sarana dan prasarana, lingkungan sekitar, serta pengalaman; (4)

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini.

Teknik pengumpulan data untuk menghasilkan model sanggar bahasa

berbasis socio-technology (SBST) ini menggunakan angket, pengamatan, dan

wawancara yang ditujukan orang tua. Angket tersebut akan mengupas kebutuhan,

kelebihan, kekurangan, kendala, dan pelaksanaan pembimbingan bahasa

Indonesia. Adapun panduan pengamatan akan mengupas realitas pelaksanaan

terapi wicara. Metode wawancara (cakap) merupakan metode penyediaan data

yang dilakukan dengan cara mengadakan percakapan yang dilakukan peneliti

dengan penutur yang menjadi narasumber. Teknik yang digunakan, teknik rekam

dan teknik catat.

Untuk menyederhanakan data kompetensi digunakan tes dan observasi.

Metode tes merupakan metode penyedia data yang dilakukan dengan cara

memberi tes, yakni dengan cara menungasi anak untuk berbahasa yang tepat.

Metode observasi merupakan metode penyedia data yang dilakukan dengan cara

mengadakan observasi atau pengamatan, serta wawancara mendalam.

91

Page 108: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Adapun analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode

analisis deskriptif-kualitatif, yaitu data yang terkumpul dideskripsikan. Secara

rinci langkah-langkah analisis data penelitian ini sebagai berikut. Persiapan

penelitian, meliputi: (1) mengumpulkan data, (2) mengorganisasikan dan

mengelompokkkan data yang terkumpul sesuai dengan sifat dan kategori data

yang ada

D. PEMBAHASAN

Tahapan-tahapan perkembangan anak baik fisik maupun mental sangat

penting untuk dipelajari dan dipahami oleh para orang tua pada khususnya dan

para pendidik pada umumnya. Hal itu penting karena apa yang diberikan oleh

orang tua dan para pendidik kepada anak dalam masa perkembangannya akan

sangat berpengaruh pada masa depan sang anak dikemudian harinya . Sebagai

contohnya yaitu dalam aspek perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak.

Untuk menanamkan perkembangan bahasa anak yang baik diperlukan pola

pengasuhan yang komprehensif dari orang tua yang merupakan pendidik yang

pertama dan utama bagi seorang anak.

Dalam pengembangan SBST ada hal yang harus diperhatikan yaitu sebagai

berikut. 1) Berbahasa

Hal pokok dalam proses berbahasa adalah proses pemahaman bahasa

(language comprehension), produksi berbahasa (language production), dan

pemerolehan bahasa (language aqcuisation). Ketiga proses ini menjadikan bahasa

sebagai objek kajian. Dalam versi psikolinguistik, seseorang berbahasa masuk

dalam dua tahapan, yaitu produktif dan reseptif. Proses produktif berlangsung

pada diri pembicara yang menghasilkan kode-kode bahasa yang bermakna dan

berguna. Sedangkan proses reseptif berlangsung pada diri pendengar yang

menerima kode-kode bahasa yang bermakna yang disampaikan oleh pembicara

melalui alat-alat artikulasi pendengar.

92

Page 109: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

2) Gangguan Berbahasa

Gangguan berbahasa pada anak dapat berupa keterlambatan berbicara. Kapan

anak dinyatakan terlambat berbicara (berbahasa) ? keterlambatan berbahasa yang

paling sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana

perkembangan bahasa anak berada di bawah umur kronologisnya secara nyata

(Eisenson dan Ogivie 1983). Sebagai pedoman Allen, Rapin, dan Wiznitzer

(1987) mengatakan bahwa gejala keterlambatan ini muncul apabila :

d) Anak umur sepuluh bulan belum meleter e) Umur 18 bulan belum menguasai beberapa kata yang berarti selain “papa” dan

“mama”, atau belum dapat menunjuk apa yang diingini, dan f) Umur 2 tahun belum dapat mengucapkan rangkaian kalimat yang terdiri atas

dua kata, atau bicaranya tidak dapat dimengerti atau dipahami oleh orang

tuanya atau tidak mengerti apa yang dikatakan kepadanya

Adanya keterlambatan perkembangan berbicara pada anak perlu dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut secara komprehensif untuk mencari penyebabnya dan

untuk membedakan antara anak yang mengalami penyimpangan (deviant)

perkembangan berbahasa dengan anak yang hanya mengalami keterlambatan

(delayed) perkembangan berbahasa saja. Hal ini penting untuk penangananya.

Definisi gangguan berbahasa pada anak sangat beragam. Menurut ASHA

(American Speech-Language-Hearing Association, 1980), definisi gangguan

berbahasa ialah sebagai berikut :

“...abnormalitas dalam perolehan bahasa, pemahaman atau ekspresi bahasa

tutur atau bahasa tulisan. Gangguan ini dapat meliputi semua, satu atau

beberapa komponen dari sistem linguistik, yaitu, fonologik, morfologik,

semantik, sintaktik, atau pragmatik. Individu dengan gangguan berbahasa

sering mengalami masalah dalam memproses kalimat atau dalam abstraksi

informasi yang berguna untuk menyimpan dan menemukan kembali

(retrieval) dari memori pendek dan panjang.” (Bernstein dan Tiegermen 1985)

Definisi di atas memberi informasi mengenai tiga aspek penting dalam

gangguan berbahasa, yaitu, gangguan dapat terjadi pada komponen dari bahasa

atau modalitasnya atau proses informasinya.

93

Page 110: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

5) Klasifikasi Gangguan Berbahasa

Pendekatan tradisional gangguan berbahasa pada anak adalah klasifikasi

berdasarkan penyebabnya (Etiological-Categorical Approach). McCormic dan

Schiefelbusch. (1984, yang dikutip oleh Bernstein dan Tiegermen 1985) membagi

gangguan berbahasa ke dalam lima kategori penyebab :

6. Gangguan bahasa dan komunikasi yang berkaitan dengan gangguan

motorik. Termasuk di dalam kelompok ini adalah antara lain anak dengan

c.p (cerebral palsy).

7. Gangguan bahasa dan komunikasi yang berhubungan dengan defisit

sensoris. Termasuk dalam kategori ini adalah anak dengan gangguan

pendengaran.

8. Gangguan bahasa dan komunikasi yang berhubungan dengan kerusakan

pada susunan saraf pusat. Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat

bersifat dapat bersifat ringan sampai berat. Termasuk dalam kelompok ini

antara lain adalah afasia.

9. Gangguan bahasa dan komunikasi yang berhubungan dengan disfungsi

emosional-sosial yang berat. Termasuk dalam kategori ini adalah anak

dengan psikosis, skisofrenia, dan autisme.

10. Gangguan bahasa dan komunikasi yang berhubungan dengan gangguan

kognitif. Termasuk dalam kategori ini adalah anak yang terbelakang

mental.

Dalam hal ini pembahasan lebih ditekankan pada gangguan

berbahasa yang mempunyai dasar neurologis, yaitu keterbelakangan

mental, autisme, dan gangguan berbahasa spesifik (specific language

disability). Namun, perlu diketahui pula masalah gangguan berbicara

bahasa lainnya untuk dapat membedakannya dari gangguan berbahasa

yang mempunyai dasar neurologis.

6) Bahasa Reseptif

Luria berpendapat bahwa daerah belakang girus superior lobus

temporalis hemisfir kiri yang ditemukan oleh wernick bukanlah pusat

94

Page 111: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

pengertian kata-kata, tetapi merupakan perbendaharaan fonem bahasa. Pusat

ini disebutnya juga daerah sekunder fungsi akustik-kognistik. Pusat primernya

adalah pusat pendengaran yang ditemukan oleh Heschl, yang terletak di depan

pusat Wernick. Pusat sekunder berfungsi menyimpan, mengatur apa yang

didengar. Apabila daerah ini rusak, orang tidak tuli, ia mendengar dan tahu

bunti-bunyi yang sederhana, tetapi tidak dapat membedakan antara macam-

macam kombinasi bunyi. Pada manusia, daerah ini berfungsi untuk

menganalisis dan mensintesis bunyi wicara.

Luria juga mendapatkan bahwa daerah girus temporali media hemisfer

kiri merupakan pusat memori audio-verbal yang berfungsi untuk mengingat

rangkaian kata-kata yang didengar. Pada kerusakan daerah ini orang mudah

lupa apa yang telah ia dengar, tetapi ingatan visualnya tetap baik.

Selain yang didengar, bentuk bahasa reseptif lainnya ialah bahasa

yang dilihat. Bahasa yang dilihat terpapar dalam tulisan atau sikap, gerakan

jari-jari tangan, tangan, lengan, kepala, muka,dan tubuh. Fungsi ini jelas

berkaitan dengan fungsi penglihatan yang terpusat di daerah oksipital. Di

daerah yang lateral di pusat penglihatan primer terdapat daerah sekunder yang

fungsinya memadukan apa yang dilihat menjadi suatu keseluruhan hingga

orang mengerti apa yang dilihat. Simbol yang tertulis atau tergambar bagi yang

mengertinya melambangkan bunyi. Jadi, sebuah huruf mempunyai segi visual

dan segi vokalnya. Yang visual berasal dari lobus oksipitalis dan yang vokal

dari lobus temporalis. Keduanya berintegrasi da dalam lobus parietalis, daerah

tersier, terutama di girus angularis. Memang di sinilah letak pusat membaca.

Seseorang yang mempelajari huruf-huruf Braille melakukan pembacaan

dengan meraba. Dalam hal ini yang berfungsi sebagai mata ialah indera peraba

di dalam kulit ujung jari tangan, yang pusat primernya terletak di korteks

sensorik lobus parietalis. Adapun faktor yang mempengaruhi proses reseptif ini

bisa bersifat neurologis, psikis, dan juga sosial.

Adapan tahapan pada proses reseptif adalah sebagai berikut:

95

Page 112: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

a. Decode fonologi: penerimaan unsur-unsur bunyi melalui pendengaran

b. Decode gramatikal: penyususnan secara gramatikal dari simbol-simbol

bunyi yang ditangkap

c. Decode semantik: proses pemahaman leksikon, kata dan kalimat

5) Bahasa Ekspresif

Bahasa diekspresikan dengan ucapan, yaitu bunyi yang ditimbulkan

oleh getaran pita suara di dalam laring dan diubah-ubah oleh gerakan mulut,

bibir, lidah, dan palatum molle. Bahasa dapat pula diutarakan dengan cara-cara

lain, misalnya peluit morse, rangkaian simbol bunyi yang berupa huruf,

gambar suku kata atau kata, isyarat jari tangan, tangan, lengan, kepala, mimik,

dan bagian tuguh lainnya.

Ucapan bunyi dan kata-kata dapat terganggu apabila terjadi

kelumpuhan dan kelainan pada alat-alat wicara laring dan mulut. Meskipun

alat-alat perifer wicara ini baik, mungkin pengucapan bunyi dan kata-kata

terganggu bila ada kelainan-kelainan pada struktur-struktur di dalam otak.

Serebelum, otak kecil, diperlukan untuk koordinasi otot-otot, juga otot-otot

wicara. Untuk dapat mengucapkan bunyii-bunyi d,t,l,m,n,b, dan p kita harus

tahu bagaimana sikap lidah dan bibir kita. juga sama halnya dengan menulis

yang menggunakan otot-otot jari, tangan, dan lengan.

Wicara ekspresif yang paling sederhana ialah mengulangi apa yang

dikatakan orang lain. untuk dapat melakukannya dengan baik harus baik pula

fungsi pendengaran primer dan sekunder, pusat-pusat wicara Wernick dan

Broca, korteks sensorik, korteks, motorik, dan hubungan-hubungan antar

pusat-pusat ini. Menurut Markam (dalam PELLBA 4, 1991) dalam bidang

bahasa untuk membedakan nada-nada bunyi, lagu prosodi, adalah berpusat

pada fungsi otak bagian lobus temporalis. Sehingga apabila terjadi suatu

gangguan di daerah tersebut orang akan kesulitan bahkan tidak dapat

membedakan kalimat yang diucapkan secara biasan dengan nada amarah.

96

Page 113: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

8) Anak Berkebutuhan Khusus

Anak merupakan aset dan kebanggaan bagi orang tua. Setiap orang

tua mengharapkan kebahagian dan kesuksesan yang akan diraih oleh sang

anak. Saat masih dalam kandungan sampai dewasa, orang tua mengharapkan

kondisi yang baik bagi anaknya. Namun, kondisi dan situasi tidak selalu seperti

apa yang diharapkan. Tidak sedikit orang tua memiliki anak yang mempunyai

sebuah penyakit atau cacat, baik cacat mental maupun cacat fisik. Peran orang

tua adalah memberikan dukungan dan berkewajiban untuk menerima apa pun

kondisi yang diderita oleh sang anak. Anak yang menderita cacat mental

maupun cacat fisik ini disebut Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Anak berkebutuhan khusus (ABK) atau yang pada masa lampau

disebut anak cacat memiliki karakteristik khusus dan kemampuan yang

berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Tipe anak berkebutuhan khusus

bermacam-macam dengan penyebutan yang sesuai dengan bagian diri anak

yang mengalami hambatan sejak lahir maupun karena kegagalan atau

kecelakaan pada masa tumbuh-kembangnya. Menurut Kauffman & Hallahan

(2005) dalam Bendi Delphie (2006) tipe-tipe kebutuhan khusus yang selama

ini menyita perhatian orangtua dan guru adalah (1) tunagrahita (mental

retardation) atau anak dengan hambatan perkembangan (child with

development impairment), (2) kesulitan Belajar (learning disabilities) atau

anak yang berprestasi rendah, (3) hiperaktif (Attention Deficit Disorder with

Hyperactive ), (4) tunalaras (Emotional and behavioral disorder), (5)

tunarungu wicara (communication disorder and deafness), (6) tunanetra atau

anak dengan hambatan penglihatan (Partially seing and legally blind), (7)

autistik, (8) tunadaksa (physical handicapped), dan (9) anak berbakat

(giftedness and special talents).

Terkait jenis-jenis ABK yang terdapat di YPAC meliputi Cerebral Palsy,

Cacat mental / Tuna Grahita, Tunarungu / Bisu tuli, Kelainan fungsi organ

bicara, misal : celat/pelo, Kelainan konginental, misal : bibir sumbing, celah

langit-langit, Gangguan Irama / gagap / Staittering, dan Kelainan suara.

97

Page 114: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

7)Metode Drill

Salah satu metode pembelajaran adalah metode drill, merupakan salah

satu cara mengajar dimana anak melaksanakan kegiatan-kegiatan berupa

latihan-latihan, agar anak memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih

baik dari apa yang dipelajari. Ciri yang khas dari metode ini adalah kegiatan

berupa pengulangan yang berkali-kali dari suatu hal yang sama. Menurut

Sudjana (2011:27), metode drill adalah satu kegiatan melakukan hal yang

sama, berulang-ulang secara sungguh-sungguh dengan tujuan untuk

memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu keterampilan agar

menjadi bersifat permanen. Suatu metode dalam menyampaikan pelajaran

dengan menggunakan latihan secara terus menerus sampai anak didik

memiliki ketangkasan seperti yang diharapkan. Metode ini lebih

menitikberatkan pada keterampilan siswa seperti kecakapan mototrik, mental,

asosiasi yang dibuat dan sebagainya.

E. Penutup

Hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa sanggar bahasa berbasis socio-

technology (SBST) sebagai model terapi wicara berbasis rumah di Kota Semarang

sangat dibutuhkan dalam masyarakat. Model SBST dikembangkan dengan konsep

rumah terapi berbasis multimedia. SBST memiliki tempat yang nyaman layaknya

sebuah rumah, tempat terapi disesain seperti rumah tetapi tetap dilengkapi dengan

fasilitas yang mendukung. Model SBST memiliki sarana: 1) terapi perilaku

(Behavior Therapy); 2) terapi kognitif & akademik (kognitive therapy & remedial

teaching); 3) terapi fisik (fisoterapi, okupasi terapi); 4) terapi wicara (speech

therapy); 5) terapi renang (swimming therapy); 6) terapi suara & musik (sound &

music therapy); 7) terapi kelompok (group therapy); serta 8) kelas sosialisasi.

Tempat terapi yang nyaman menurut responden ada fasilitas AC, playgroud

anak yang aman, serta permainan yang lengkap. Selain itu juga memiliki terapis

yang ahli. Bagi terapis, tugas untuk menerapi pasien sesuai dengan metode dan

cara yang telah diajarkan ahli dan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh

98

Page 115: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

terapis sangat penting. Metode yang sesuai akan memiliki dampak yang

signifikan bagi pasien yang menjalani terapi.

Dari catatan YPAC sebagaian terapis di YPAC sangat memerlukan model SBST

dan model lain yang harus dikembangkan lagi. Bagi terapis, tugas untuk menerapi

pasien sesuai dengan metode dan cara yang telah diajarkan ahli dan berdasarkan

pengetahuan yang dimiliki oleh terapis sangat penting. Metode yang sesuai akan

memiliki dampak yang signifikan bagi pasien yang menjalani terapi.

DAFTARPUSTAKA

Abdullah,Yusoff dan Che Rabiah Mohamed. 1995. Teori Pembelajaran Sosial dan Pemerolehan Bahasa Pertama. Cahaya Mas. Jakarta.

Busri, Hasan. 2002. Sintaksis Bahasa Indonesia. Fandika Publisher.Jakarta.

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Damaianti, Vismaia S. dan Nunung Sitaresmi. 2006. Sintaksis Bahasa Indonesia.

Bandung: Pusat Studi Literasi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Language Acquisition. (On-line):

http//www.Wikipedia.org/wiki/Languageacquistion Diakses 24

Desember 2008.

Maksan, Marjusman. 1993. Psikolinguistik. Padang: IKIP Padang Press.

Kaplan, Harold J, Sadock Benyamin J, Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry. 8th edition. Williams & Wilkins USA 1998 : 1179- 1191

Mangantar, Simanjuntak. 1982. Pemerolehan Bahasa Melayu: Bahagian Fonologi. Dewan Bahasa. Jakarta

Mar‟at, Samsunuwiyati. 2009. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama.

Moeliono, Anton. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.

Muslich, Masnur dan Suparno. 1988. Bahasa Indonesia: Kedudukan, Fungsi, Pembinaan, dan Pengembangannya. Bandung: Jemmars.

Pateda, Mansoer. 1988. Aspek-Aspek Psikolinguistik. Gorontalo : Nusa Indah

99

Page 116: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER, 2016blog.unnes.ac.id/iwanhardisaputro/wp-content/uploads/sites/2821/...Terapi Wicara Berbasis Rumah di Kota Semarang Peneliti / Pelaksana Nama

Pratiwi, et al. 2014. “Hubungan Skor Frekuensi Diet Bebas Gluten Bebas Casein dengan Skor Perilaku Autis”. Journal of Nutrition College. Volume 3 Nomor 1 Halaman 34-42. Semarang: Universitas Diponegoro.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Seminar Politik Bahasa Nasional. Jakarta: Pusat Bahasa.

Ruqayyah. (2008). Pemerolehan Bahasa Anak Usia 4-6 Tahun (Tinjauan tentang

Jenis Tindak Tutur yang Dikuasai Anak Usia 4-6 Tahun, Studi Kasus Anak Usia 4-6 Tahun di Taman Kanak-kanak Al-mustaqim). [Online]. Tersedia:

http://massofa.wordpress.com/2008/11/19/pemerolehan-bahasa-anak-usia-

4-6-tahun/ html (10 Maret 2014).

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta.

Suryawati, et al. 2010.”Model Komunikasi Penanganan Anak Autis melalui Terapi Bicara Metode LOVAAS”. Jurnal Ilmiah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Volume 1 Nomor 1. Bali: Universitas Udayana

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa.Bandung:

Angkasa.

Werdiningsih, Dyah. 2002. Dasar-dasar Psikolinguistik. Bandung.Angkasa.

Zulkifley bin Hamid. 1990. Penguasaan Bahasa: Huraian Paradigma Mentalis.

Obor Jaya. Jakarta.

100