universitas indonesia peningkatan mutu …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334265-s44083-peningkatan...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
PENINGKATAN MUTU PRODUKSI MINYAK NILAM
MELALUI EKSTRAKSI MENGGUNAKAN CO2 FLUIDA
SUPERKRITIS
SKRIPSI
MIKA RINAWATI
0806326853
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI KIMIA
DEPOK
JULI 2012
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
20
UNIVERSITAS INDONESIA
PENINGKATAN MUTU PRODUKSI MINYAK NILAM
MELALUI EKSTRAKSI MENGGUNAKAN CO2 FLUIDA
SUPERKRITIS
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains
MIKA RINAWATI
0806326853
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI KIMIA
DEPOK
JULI 2012
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
Dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Mika Rinawati
NPM : 0806326853
Tanda Tangan :
Tanggal : 9 Juli 2012
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Mika Rinawati
NPM : 0806326853
Program Studi : S1 Kimia
Judul Skripsi : Peningkatan Mutu Produksi Minyak Nilam melalui
Ekstraksi Menggunakan CO2 Fluida Superkritis
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Drs. Sunardi, M.Si (………………………)
Penguji : Asep Saefumillah S.Si., M.Si., Ph.D (………………………)
Penguji : Dr. Ir. Antonius Herry Cahyana (………………………)
Penguji : Dr. rer. nat. Widayanti Wibowo (………………………)
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 9 Juli 2012
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, berkah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian serta penulisan skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana sains.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membimbing, membantu, serta memberikan semangat
selama perkuliahan, penelitian, maupun dalam penyusunan skripsi ini. Oleh
karena itu penulis ingin berterima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Sunardi, M.Si selaku pembimbing yang dengan sabar
membimbing, memberikan saran, bantuan, serta motivasi selama penelitian.
2. Bapak Drs. Ismunaryo, M.Phil selaku pembimbing akademis atas nasehat dan
motivasinya selama proses perkuliahan.
3. Bapak Drs. Ridla Bakri, M.Phil, Ph.D selaku ketua Program Studi Kimia
FMIPA UI.
4. Ibu Dra. Tresye Utari, M.Si. selaku koordinator Bidang Penelitian
Departemen Kimia FMIPA UI.
5. Bapak Asmu Wahyu dan Kak Iman atas sarannya yang berarti untuk
penelitian ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Departemen Kimia FMIPA UI yang telah memberikan
bekal ilmu yang sangat berguna bagi penulis.
7. Kang Jajat dan Mang Ijal selaku koordinator Lab RPAK Teknik Kimia atas
bantuannya dalam pembuatan reaktor.
8. Kak Rasyid, Kak Puji, Kak Daniel, Kak Zora, dan pegawai Afiliasi Kimia UI
lainnya yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.
9. Mba Vina, Bu Endah, dan Bu Eva, atas bantuannya dan bimbingannya dalam
pengoperasian GC-MS.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
vi
10. Mba Ina, Mba Cucu, Babeh Sutrisno, Pak Kiri, Mang Asep, Pak Hedi, Pak
Mardji, Pak Amin, serta seluruh pegawai Departemen Kimia FMIPA UI
lainnya, atas bantuan, kesabaran, dan doa yang telah diberikan.
11. Kedua orang tua beserta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan
dukungan moral dan materiil yang tidak terbatas.
12. Mina dan keluarga, mas Dyan, mas Ferry, serta pemilik dan staff CV.
Pavettia Kurnia Atsiri, atas bantuannya dalam pengadaan bahan baku nilam.
13. Sahabat-sahabatku Vina Y, Dewi, Ocha, Nia, Prily, Desti, Aryo, Hadi, Adi,
Lina Y, serta seluruh rekan-rekan kimia angkatan 2008 atas semangat, doa,
bantuan, dan keceriaannya selama perkuliahan ini.
14. Rekan-rekan penelitian Michu, Maris, Adli, serta seluruh mahasiswa
penelitian KBI Analisis dan penghuni laboratorium penelitian lantai 3 lainnya
yang telah menemani dari pagi sampai malam dihari-hari berat selama
penelitian ini.
15. Ka Bibah, Icha, ka Widi, Aswin, atas bantuan, semangat, dan dukungannya
selama ini.
16. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang dengan ikhlas membantu penulis. Di akhir kalimat saya berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
2012
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Mika Rinawati
NPM : 0806326853
Program Studi : S1 Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“Peningkatan Mutu Produksi Minyak Nilam melalui Ekstraksi Menggunakan CO2
Fluida Superkritis”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 9 Juli 2012
Yang menyatakan
Mika Rinawati
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
viii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Mika Rinawati Program Studi : Kimia Judul : Peningkatan Mutu Produksi Minyak Nilam melalui Ekstraksi
Menggunakan CO2 Fluida Superkritis
Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dengan cara penyulingan tanaman nilam dan biasanya digunakan sebagai bahan baku pengikat minyak atsiri lain. Mutu minyak nilam ditentukan oleh besarnya kandungan utamanya, yaitu patchouli alkohol. Pada penelitian ini minyak nilam diekstrak dengan pelarut CO2 fluida superkritis pada kondisi tekanan, suhu, dan lama ekstraksi yang divariasikan, kemudian minyak nilam tersebut dibandingkan mutunya dengan minyak nilam hasil dari destilasi uap dan ekstraksi soklet. Metode destilasi uap menghasilkan minyak nilam sebanyak 1,659% dengan kandungan patchouli alkohol 22,361%. Komposisi pelarut optimum pada metode ekstraksi soklet yaitu etanol:n-heksana (1:2) dengan rendemen 16,323%, termasuk pelarut yang tidak dapat dipisahkan dari minyak. Sedangkan jika digunakan ekstraksi dengan CO2 fluida superkritis didapatkan minyak nilam sebanyak 0,459% dengan kandungan patchouli alkohol 59,845%. Telah dibuktikan bahwa penggunaan metode ekstraksi dengan CO2 superkritis dapat meningkatkan mutu minyak nilam. Kondisi optimum dari ekstraksi tercapai pada tekanan 8,5 MPa, suhu 70
oC, dan lama ekstraksi 30 menit.
Kata Kunci : CO2, destilasi uap, ekstraksi, minyak nilam, patchouli
alkohol, soklet, superkritis xiv + 59 halaman : 20 gambar, 8 tabel Daftar Pustaka : 72 (1940-2011)
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
ix Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Mika Rinawati Program Study : Chemistry Title : Enhancing Quality Product of Patchouli Oil via The
Extraction by Supercritical Carbon Dioxide
Patchouli oil is a sort of essential oil gained by destillation from patchouli plant and commonly used as raw material as a fixative agent for another essential oil. The quality of patchouli oil is determined by the amount of the oil main content, that is patchouli alcohol. In this research, patchouli oil was extracted using supercritical CO2 as solvent in the variation of pressure, temperature, and duration of the extraction while steam destillation and soxhlet extraction methods were used as the comparing methods. As much as 1,659% patchouli oil containing 22,361% patchouli alcohol was gained in steam distillation method. On the other hand, by using soxhlet extraction method the optimum composition of solvent was ethanol to n-hexane ratio 1:2 with 16,323% patchouli oil, including the inseparable solvent mass from oil. Particularly, extraction by supercritical CO2 gained 0.438% of patchouli oil with 59,845% containing patchouli alcohol. The extraction method with supercritical CO2 has been proved to enhance the quality of patchouli oil. Optimum conditions of the extraction were achieved at the pressure of 8,5 Mpa, temperature of 70
oC, and 30 minutes of extraction duration.
Keywords : CO2, steam distillation, extraction, patchouli oil, patchouli
alcohol, soxhlet, supercritical xiv + 59 pages : 20 pictures, 8 tables Bibiliography : 72 (1940-2011)
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv KATA PENGANTAR .......................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... vii ABSTRAK........................................................................................................ viii ABSTRACT ....................................................................................................... ix DAFTAR ISI ....................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................ 3 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3 1.4 Hipotesis ........................................................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam .............................................................................................. 4
2.1.1 Jenis-jenis Tanaman Nilam .............................................................. 4 2.2 Minyak Atsiri ................................................................................................. 5
2.2.1. Sifat-sifat Minyak Atsiri.................................................................. 6 2.3 Minyak Nilam ................................................................................................ 7
2.3.1 Mutu Minyak Nilam ........................................................................ 7 2.3.2 Patchouli Alkohol ............................................................................ 8 2.3.3 Manfaat dan Kegunaan Minyak Nilam ............................................. 9
2.4 Ekstraksi ........................................................................................................ 9 2.4.1 Ekstraksi Soklet ............................................................................. 10 2.4.2 Ekstraksi Fluida Superkritis ........................................................... 11
2.5 Karbon Dioksida .......................................................................................... 14 2.6 Destilasi Uap ................................................................................................ 15 2.7 Kromatografi Gas ......................................................................................... 17
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 19 3.2 Alat dan Bahan Percobaan ............................................................................ 19
3.2.1 Alat ................................................................................................ 19 3.2.2 Bahan ............................................................................................ 19
3.3 Prosedur Percobaan ...................................................................................... 20 3.3.1 Persiapan Bahan Baku ................................................................... 20 3.3.2 Analisis Kadar Air Bahan Baku Nilam ........................................... 20 3.3.3 Ekstraksi Minyak Nilam dengan CO2 Fluida Superkritis ............... 20
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
xi Universitas Indonesia
3.3.3.1 Ekstraksi dengan Variasi Lama Ekstraksi ........................ 20 3.3.3.2 Ekstraksi dengan Variasi Suhu ......................................... 21 3.3.3.3 Ekstraksi dengan Variasi Tekanan ................................... 21
3.3.4 Penyulingan Minyak Nilam dengan Destilasi Uap .......................... 21 3.3.5 Ekstraksi Minyak Nilam dengan Metode Soklet ............................. 22 3.3.6 Analisis Mutu Minyak Nilam ......................................................... 22
3.3.6.1 Penentuan Warna Minyak Nilam ..................................... 22 3.3.6.2 Penentuan Berat Jenis Minyak Nilam .............................. 23 3.3.6.3 Penentuan Indeks Bias Minyak Nilam ............................. 23 3.3.6.4 Penentuan Kelarutan dalam Etanol .................................. 24 3.3.6.5 Penentuan Bilangan Asam ............................................... 24 3.3.6.6 Penentuan Bilangan Ester ................................................ 25 3.3.6.7 Penentuan Kadar Patchouli Alkohol ............................... 25
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Bahan Baku .................................................................................. 27 4.2 Analisis Kadar Air Bahan Baku Nilam ......................................................... 28 4.3 Penyulingan Nilam dengan Destilasi Uap ..................................................... 29 4.4 Ekstraksi Minyak Nilam dengan Metode Ekstraksi Soklet ............................ 32 4.5 Ekstraksi Minyak Nilam dengan CO2 Fluida Superkritis ............................... 34 4.5.1 Pengaruh Lama Ekstraksi terhadap Persen Rendemen Ekstraksi ..... 34 4.5.2 Pengaruh Suhu terhadap Persen Rendemen Ekstraksi .................... 36 4.5.3 Pengaruh Tekanan terhadap Persen Rendemen Ekstraksi .............. 37 4.6 Analisis Mutu Minyak Nilam ....................................................................... 38
4.6.1 Penentuan Warna Minyak Nilam .................................................... 38 4.6.2 Penentuan Berat Jenis Minyak Nilam ............................................. 39 4.6.3 Penentuan Indeks Bias Minyak Nilam ............................................ 39 4.6.4 Penentuan Kelarutan dalam Etanol ................................................. 40 4.6.5 Penentuan Bilangan Asam ............................................................. 40 4.6.6 Penentuan Bilangan Ester ............................................................... 41 4.6.7 Penentuan Kadar Patchouli Alkohol .............................................. 41
4.7 Perbandingan Minyak Nilam Hasil Ekstraksi Menggunakan CO2 Superkritis dengan Destilasi Uap dan Ekstraksi Soklet ................................................... 42
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 46
LAMPIRAN ..................................................................................................... 49
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pogostemon cablin Benth. .............................................................. 4 Gambar 2.2 Struktur molekul patchouli alkohol ................................................ 8 Gambar 2.3 Diagram fase .................................................................................. 11 Gambar 2.4 Sketsa reaktor ekstraksi superkritis yang digunakan ....................... 13 Gambar 2.5 Struktur CO2 .................................................................................. 14 Gambar 2.6 Es kering ........................................................................................ 14 Gambar 2.7 Diagram fase CO2 .......................................................................... 15 Gambar 2.8 Skema susunan peralatan kromatografi gas .................................... 18 Gambar 3.1 Refraktometer ................................................................................ 24 Gambar 4.1 Proses pengeringan bahan baku nilam ............................................ 27 Gambar 4.2 Daun dan batang nilam yang telah dihaluskan ................................ 28 Gambar 4.3 Proses destilasi uap ........................................................................ 30 Gambar 4.4 Pipa destilat ................................................................................... 31 Gambar 4.5 Grafik pengaruh perbandingan pelarut terhadap rendemen ............. 32 Gambar 4.6 Proses ekstraksi soklet.................................................................... 33 Gambar 4.7 Penampakan minyak nilam hasil ekstraksi soklet ........................... 34 Gambar 4.8 Grafik pengaruh lama ekstraksi terhadap rendemen ........................ 35 Gambar 4.9 Grafik pengaruh suhu terhadap rendemen ...................................... 36 Gambar 4.10 Grafik pengaruh tekanan terhadap rendemen ................................ 37 Gambar 4.11 Perbandingan warna minyak nilam ............................................... 39
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Persyaratan mutu minyak nilam ........................................................... 8 Tabel 2.2 Perbandingan sifat fisik dari gas, cairan, dan fluida superkritis........... 12 Tabel 2.3 Kondisi kritis beberapa pelarut .......................................................... 12 Tabel 4.1 Pengaruh komposisi pelarut terhadap rendemen minyak nilam........... 32 Tabel 4.2 Data pengaruh lama ekstraksi terhadap rendemen .............................. 34 Tabel 4.3 Data pengaruh suhu terhadap rendemen ............................................. 36 Tabel 4.4 Data pengaruh tekanan terhadap rendemen ........................................ 37 Tabel 4.5 Perbandingan mutu minyak nilam ...................................................... 44
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
xiv Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan Kerja ................................................................................... 52 Lampiran 2 Data Perhitungan Kadar Air Bahan Baku Nilam ............................. 53 Lampiran 3 Data Penyulingan Minyak Nilam (Destilasi Uap) ........................... 54 Lampiran 4 Data Ekstraksi Minyak Nilam dengan Ekstraksi Soklet .................. 55 Lampiran 5 Data Ekstraksi Minyak Nilam dengan Ekstraksi Superkritis ........... 56 Lampiran 6 Kromatogram Minyak Nilam .......................................................... 57 Lampiran 7 Spektrum Spektroskopi Massa Patchouli Alkohol ........................... 59
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman nilam (Pogostemon Cablin Benth.) merupakan salah satu jenis
tanaman penghasil minyak atsiri, yaitu minyak nilam (patchouli oil). Minyak ini
banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri, yaitu sebagai bahan
campuran produk kosmetik, misalnya dalam pembuatan sabun, pasta gigi, sampo,
pelembab, dan deodoran, sebagai penambah rasa dalam industri makanan, untuk
kebutuhan farmasi, misalnya sebagai anti jamur, anti serangga, anti inflamasi, dan
anti depresi, serta untuk pembuatan aroma terapi, dan kebutuhan industri lainnya.
Namun fungsi utama dari minyak nilam yaitu sebagai pengikat aroma yang
digunakan pada industri parfum (Mangun, 2008).
Minyak yang memiliki kandungan terbesar patchouli alkohol ini memiliki
sifat dapat bercampur dengan minyak atsiri lain, mudah larut dalam alkohol, dan
relatif sukar menguap kerena titik didih patchouli alkohol yang relatif tinggi.
Titik didih yang relatif tinggi tersebut menyebabkan menaiknya titik didih
campuran, jika minyak nilam dicampurkan dengan minyak atsiri lainnya dan
membuat aroma pada minyak atsiri yang dicampurkan tidak mudah menguap.
Kemampuan fiksasi inilah yang membuat minyak nilam digunakan sebagai
pengikat aroma pada produk-produk parfum, yang sampai saat ini belum ada
produk substitusinya. (Ibnusantoso, 2000; Sulaswaty, 2001; dan Ma’mun dan
Adhi, 2008).
Indonesia merupakan negara agraris, dengan kekayaan alam yang luar
biasa melimpah, berbagai jenis tanaman tumbuh dengan varietas yang beraneka
ragam. Daerah sentra produksi nilam di Indonesia terdapat di Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, dan Nanggroe Aceh Darussalam,
kemudian berkembang di provinsi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Kalimantan Timur, dan daerah lainnya. (Ditjen Perkebunan, 2006).
Terdapat tiga jenis tanaman nilam yang dibudidayakan di Indonesia, namun
tanaman nilam yang paling banyak dibudidayakan adalah nilam Aceh, karena
jenis inilah yang terbaik, ditinjau dari segi mutu dan kadar minyaknya.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
2
Universitas Indonesia
Mutu minyak ditentukan oleh sifat fisika-kimia minyaknya, faktor yang
paling menentukan mutu dan harga minyak nilam adalah kadar patchouli alkohol
(PA) (Corrine, 2004). Semakin tinggi kadar PA maka semakin tinggi pula mutu
dan harga dari minyak nilam tersebut. Senyawa kelompok seskuiterpen dengan
rumus molekul C15H26O ini memberikan bau atau aroma yang khas pada minyak
nilam (Trifilief, 1980). Menurut SNI 06-2385-2006, yang menetapkan standar
mutu minyak nilam di Indonesia, kadar patchouli alkohol yang terkandung dalam
minyak nilam tidak boleh kurang dari 30%.
Di era tahun 1960-an Indonesia tercatat sebagai salah satu penghasil
minyak atsiri yang besar. Dari berbagai jenis minyak atsiri yang ada di Indonesia,
minyak nilamlah yang menjadi primadona, setiap tahunnya lebih dari 45% devisa
negara yang dihasilkan dari minyak atsiri berasal dari minyak nilam (Santoso,
1990). Indonesia merupakan pemasok minyak nilam terbesar di pasaran dunia
dengan kontribusi 70%. Ekspor minyak nilam pada tahun 2004 sebesar 2.074 ton
dengan nilai US $ 27,136 juta (Ditjen Perkebunan, 2006). Meskipun demikian
industri minyak nilam memiliki persoalan utama yaitu mutu yang rendah serta
harga yang berfluktuasi. Hal ini disebabkan sebagian besar unit pengolahan
minyak atsiri masih menggunakan teknologi sederhana/tradisional dan umumnya
memiliki kapasitas produksi yang terbatas (Gunawan, 2009).
Saat ini, sebagian besar minyak nilam diperoleh secara tradisional yaitu
dengan metode destilasi uap. Metode penyulingan ini memiliki beberapa
kekurangan, diantaranya karena prosesnya dilakukan pada suhu tinggi maka dapat
menyebabkan degradasi senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap pemanasan
dengan suhu tinggi sehingga menghasilkan pembentukan senyawa yang tidak
diinginkan, serta metode ini dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi dari alat
penyuling sehingga minyak yang dihasilkan berwarna gelap dan keruh. Keadaan
tersebut dapat menurunkan mutu minyak nilam sehingga nilai jual dari minyak
nilam menjadi rendah.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan metode
penyulingan minyak nilam, diantaranya penggabungan metode ekstraksi dan
destilasi dalam penyulingan minyak nilam serta mencari komposisi pelarut yang
paling optimum dalam ekstraksi minyak nilam. Untuk itulah pada penelitian ini
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
3
Universitas Indonesia
akan dilakukan ekstraksi minyak nilam dengan pelarut CO2 fluida superkritis di
bawah kondisi (suhu, tekanan, dan rentang waktu ekstraksi) yang berbeda guna
meningkatkan mutu minyak nilam.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh suhu, tekanan, serta lamanya ekstraksi terhadap
minyak nilam yang dihasilkan dengan metode ekstraksi menggunakan
CO2 fluida superkritis?
2. Apakah penggunaan CO2 fluida superkritis untuk mengekstrak minyak
nilam dapat meningkatkan mutu minyak nilam yang dihasilkan, jika
dibandingkan dengan penggunaan metode destilasi uap dan ekstraksi
soklet?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan mutu minyak atsiri nilam
(patchouli oil) hasil ekstraksi dari daun dan batang tanaman nilam (Pogostemon
cablin Benth.) menggunakan pelarut CO2 fluida superkritis dengan minyak nilam
hasil destilasi uap dan ekstraksi soklet. Selain itu akan dilihat pula pengaruh
penambahan suhu, tekanan, dan lama ekstraksi terhadap rendemen, sehingga akan
diketahui kondisi optimum ekstraksi minyak nilam menggunakan CO2 fluida
superkritis.
1.4 Hipotesis
1. Suhu, tekanan, dan lama waktu yang digunakan dapat mempengaruhi
hasil ekstraksi menggunakan CO2 fluida superkritis dengan perbandingan
lurus sampai didapatkan kondisi yang optimum.
2. Pengunaan CO2 fluida superkritis untuk mengekstrak minyak nilam dapat
meningkatkan mutu minyak nilam yang dihasilkan bila dibandingkan
dengan menggunakan metode destilasi uap dan ekstraksi soklet.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
4 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Nilam
Nilam (Pogostemon sp.) merupakan jenis tumbuhan perdu dengan
spesifikasi berakar serabut, berdaun bulat atau lonjong, memiliki batang berkayu
dengan diameter 10-20 mm, dan banyak cabang bertingkat-tingkat mengelilingi
batang. Tanaman ini termasuk famili Labiateae, ordo Lamiales, kelas
Dicotyledoneae, subdivisi Angiospermae, dan divisi Spermatophyta. Seluruh
bagian tanaman ini mengandung minyak atsiri, namun kandungan minyak terbesar
terdapat pada daunnya (Krismawati, 2005).
Gambar 2.1 Pogostemon cablin Benth. [Sumber: http://www.tistr.or.th]
Tanaman nilam berasal dari daerah tropis Asia Tenggara terutama
Indonesia dan Filipina, serta India, Amerika Selatan, dan China (Grieve, 2002). Di
Indonesia areal pengembangan nilam tersebar di provinsi Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, dan Bengkulu (Mulyodihardjo, 1990). Sejak tahun 1998,
pengembangan nilam meluas ke Jawa, dengan pusat-pusat pengembangan di
daerah kabupaten Sukabumi, Garut, Sumedang, Kuningan, Ciamis, dan
Tasikmalaya (Jawa Barat) serta kabupaten Purbalingga, Purworejo, dan
Banyumas (Jawa Tengah) (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2002).
2.1.1 Jenis-jenis Tanaman Nilam
Di Indonesia terdapat tiga jenis tanaman nilam yang dapat dibedakan
antara lain dari karakter morfologi serta kandungan dan kualitas minyaknya.
Ketiga jenis tersebut meliputi:
1. Pogostemon cablin Benth.
Pogostemon cablin Benth. sering juga disebut nilam aceh atau Pogostemon
Patchouli. Nilam jenis ini disebut nilam aceh karena dikenal pertama kali dan
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
5
Universitas Indonesia
ditanam secara meluas di wilayah Aceh. Sebenarnya jenis tanaman nilam ini
berasal dari Filipina, yang kemudian ditanam dan dikembangkan juga di
wilayah Malaysia, Madagaskar, Brazil, serta Indonesia. Saat ini, hampir
seluruh wilayah Indonesia mengembangkan nilam aceh secara khusus.
2. Pogostemon heyneanus Benth.
Sering juga dinamakan nilam jawa atau nilam hutan, karena tanaman yang
sebenarnya berasal dari India ini masuk ke Indonesia dan tumbuh secara liar di
beberapa hutan di pulau Jawa. Daun dan ranting tanaman jenis ini tidak
memiliki bulu-bulu halus, ujung daunnya agak meruncing, dan berbunga.
3. Pogostemon hortensis Backer .
Jenis ini disebut juga sebagai nilam sabun karena pada zaman dahulu tanaman
ini sering digunakan untuk mencuci pakaian, terutama kain jenis batik. Bentuk
Pogostemon hortensis ini mirip dengan nilam jawa, tetapi tidak berbunga.
(Sudaryani et al., 2001; Mangun, 2008)
Tanaman nilam yang umum dibudidayakan adalah nilam aceh, karena
kadar minyaknya yang relatif tinggi (2,5-5%) serta kualitas minyaknya baik
(komposisi PA > 30%). Sedangkan nilam jawa dan nilam sabun tidak
direkomendasikan sebagai tanaman komersial karena kandungan minyaknya
relatif sangat sedikit (0,5-1,5%), selain itu aroma yang dimiliki keduanya berbeda
dengan nilam aceh, dan komposisi kandungan minyaknya tidak baik. Nilam aceh
tidak berbunga sehingga perbanyakannya dilakukan secara vegetatif (setek), maka
keragaman genetiknya rendah.
2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils,
atau volatile oils adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan. Minyak atsiri
merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman, yang
terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air.
Minyak tersebut disintesis dalam sel kelenjar pada jaringan tanaman dan ada juga
yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak terpentin dari pohon
pinus. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman dapat juga terbentuk dari hasil
degradasi trigliserida oleh enzim atau dapat dibuat secara sintesis (Ketaren, 1985).
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
6
Universitas Indonesia
Tanaman penghasil minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 spesies.
Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman, yaitu dari daun,
bunga, buah, biji, batang atau kulit, dan akar atau rizhome (Richards, 1944).
Keberadaan minyak atsiri dalam tanaman terkandung dalam berbagai organ,
seperti di dalam rambut kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim
(pada famili Piperaceae), di dalam saluran minyak seperti vittae (pada famili
Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili
Pinaceae dan Rutaceae), dan terkadang dalam semua jaringan (pada famili
Conaferae) (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Peran paling utama dari minyak atsiri terhadap tumbuhan itu sendiri
adalah sebagai pengusir serangga yang dapat membuat daun dan bunga rusak,
serta sebagai pengusir hewan-hewan pemakan daun lainnya. Namun sebaliknya,
minyak atsiri juga berfungsi sebagai penarik serangga guna membantu terjadinya
penyerbukan silang dari bunga (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Minyak atsiri adalah zat cair yang mudah menguap yang keberadaannya
bercampur dengan persenyawaan padat yang berbeda dalam hal komposisi dan
titik cairnya, larut dalam pelarut organik, dan tidak larut dalam air. Berdasarkan
sifat tersebut, maka minyak atsiri dapat diekstrak dengan 4 macam cara, yaitu
penyulingan (distilation), pressing (eks-pression), ekstraksi dengan pelarut
(solvent extraction), dan absorbsi oleh uap lemak padat (enfleurage) (Ames dan
Matthews, 1968).
2.2.1 Sifat-sifat Minyak Atsiri
Menurut Gunawan dan Mulyani, minyak atsiri memiliki sifat-sifat sebagai
berikut:
• Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.
• Memiliki bau khas, umumnya mewakili bau tanaman asalnya.
• Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, memberi rasa hangat/
panas atau dingin ketika sampai dikulit, tergantung komponen penyusunnya.
• Dalam keadaan murni mudah menguap pada suhu kamar.
• Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa menjadi tengik.
• Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen
udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
7
Universitas Indonesia
• Indeks bias umumnya tinggi.
• Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi
yang spesifik.
• Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air.
• Sangat mudah larut dalam pelarut organik.
2.3 Minyak Nilam
Minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dengan cara
penyulingan daun tanaman nilam Pogostemon cablin Benth. (SNI 06-2385-2006).
Minyak ini dalam dunia perdagangan disebut patchouli oil, kata patchouli berasal
dari kata "pacholi" yaitu nama sejenis tanaman yang banyak terdapat di tanah
Hindustan. Pada mulanya tanaman nilam dipakai sebagai pewangi selendang oleh
orang India, karena baunya yang khas (Guenther, 1949).
Rendemen dan mutu minyak nilam yang dihasilkan ditentukan oleh jenis,
umur tanaman, proses pengeringan, dan cara penyulingan (Guenther, 1949).
Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh lamanya penyulingan (Dummond, 1960
dalam Wahid, 1992 dan dalam Rusli, 2002).
2.3.1 Mutu Minyak Nilam
Mutu minyak nilam sangat erat kaitannya dengan beberapa faktor, antara
lain keadaan tanah tempat tanaman itu tumbuh, umur daun, cara pemotongan,
pengeringan, teknik pemrosesan, kemasaman, dan varietas tanaman (Nainggolan,
2002).
Mutu minyak dapat ditentukan melalui sifat fisika-kimia minyaknya,
namun yang yang paling menentukan mutu minyak nilam adalah kadar patchouli
alkohol (PA). Kadar PA yang semakin tinggi dalam minyak nilam memberikan
arti bahwa semakin baik kualitas minyak tersebut (Corrine, 2004). Selain kadar
patchouli alkohol, beberapa parameter lain yang digunakan sebagai standar mutu
minyak nilam yaitu berat jenis, indeks bias, kelarutan dalam alkohol, bilangan
asam, dan putaran optik. Semakin tinggi berat jenis, sudut putaran optik ke kiri,
indeks bias, dan kelarutan dalam alkohol akan menunjukkan minyak yang
memiliki kualitas yang baik pula (Guenther, 1967).
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
8
Universitas Indonesia
Standar mutu untuk minyak nilam Indonesia ditetapkan dalam SNI 06-
2385-2006, yaitu seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Persyaratan mutu minyak nilam
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Warna - Kuning muda – coklat kemerahan
2 Bobot Jenis 25oC/25oC - 0,950 – 0,975
3 Indeks Bias - 1,507 – 1,515
4 Kelarutan dalam etanol 90%
pada suhu 20oC±3oC -
Larutan jernih atau opalesensi ringan
dalam perbandingan volume 1:10
5 Bilangan Asam - Maks. 8
6 Bilangan Ester - Maks. 20
7 Putaran Optik - (-)48o – (-)65o
8 Patchouli Alkohol (C15H26O) % Min.30
9 Alpha Copaene (C15H24) % Maks.0,5
10 Kandungan Besi (Fe) mg/kg Maks. 25
[Sumber: SNI 06-2385-2006]
2.3.2 Patchouli Alkohol
Patchouli alkohol merupakan seskuiterpen alkohol tersier trisiklik yang
dapat diisolasi dari minyak nilam. Kadar patchouli alkohol dalam minyak nilam ±
50 – 60% (Walker, 1968). Senyawa dengan rumus molekul C15H26O ini memiliki
sifat tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter, atau pelarut organik yang lain,
mempunyai titik didih 280,37oC, serta kristal yang terbentuk mempunyai titik
lebur 56oC. Senyawa ini memberikan bau yang khas pada minyak nilam, karena
antara lain mengandung nor-patchoulene (Trifilief, 1980). Patchouli alkohol juga
merupakan komponen yang paling menentukan mutu minyak nilam (Santoso,
1990).
Gambar 2.2 Struktur molekul patchouli alkohol [Sumber: Fan, Ling et al., 2011]
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
9
Universitas Indonesia
Patchouli alkohol merupakan komponen utama minyak nilam dan
digunakan sebagai indikator kualitas minyak nilam (Nurjanah dan Marwati,
1998). Komponen-komponen penyusun minyak nilam yang lainnya menurut
penelitian Hernani dan Budi Tangendjaja (1988), diantaranya yaitu benzaldehid,
karyofilen, ∝-patchoulena, bulnesen.
2.3.3 Manfaat dan Kegunaan Minyak Nilam
Fungsi utama minyak nilam sebagai bahan baku pengikat (fiksatif) dari
minyak atsiri lain. Minyak nilam dapat digunakan sebagai bahan pengikat karena
memiliki sifat sukar menguap dibandingkan dengan minyak atsiri lain, sukar
tercuci, dapat larut dalam alkohol, dan dapat bercampur dengan minyak eteris
lainnya. Sifat lebih sukar menguap disebabkan karena kandungan utama minyak
nilam, yaitu patchouli alkohol, memiliki titik didih lebih tinggi dibandingkan
senyawa pada minyak atsiri lain, sehingga bila dicampurkan dengan minyak atsiri
lain dapat meningkatkan titik didih campurannya. Oleh karena itu, minyak nilam
banyak digunakan oleh industri parfum sebagai bahan pengikat wewangian agar
aroma parfum bertahan lebih lama.
Selain sebagai bahan pengikat, minyak nilam juga digunakan sebagai salah
satu bahan campuran produk kosmetik, misalnya sabun, pasta gigi, sampo,
pelembab, dan deodoran, kebutuhan industri makanan, misalnya untuk penambah
rasa, kebutuhan farmasi, misalnya untuk pembuatan obat antiradang, antifungi,
antiserangga, dekongestan, obat eksim, dan kulit pecah-pecah, kebutuhan aroma
terapi, bahan baku pengawet barang, bahkan dapat juga membantu mengurangi
kegelisahan dan depresi atau membantu penderita gangguan susah tidur (Santoso,
1990; Mangun, 2008).
2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak
substansi yang diinginkan (analit) tanpa melarutkan material lainnya (matrix).
Ekstraksi termasuk proses pemisahan dengan prinsip difusi. Secara difusi, proses
pemisahan terjadi karena adanya perpindahan zat terlarut, searah dari fase raffinat
ke fase ekstraktan, hingga pada suatu saat sistem berada dalam keseimbangan.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
10
Universitas Indonesia
Sebagai pemisah, pelarut harus dipilih sedemikian hingga kelarutannya
dengan matrix terbatas atau bahkan sama sekali tidak melarutkan, sehingga ketika
sejumlah pelarut ditambahkan ke dalam sampel, maka akan terbentuk dua fase
cairan yang tidak saling melarut (Treybal,1981). Terbentuknya dua fase
memungkinkan semua komponen yang ada dalam campuran terdistribusi dalam
kedua fase sesuai dengan koefisien distribusinya, hingga pada suatu saat dua fase
yang saling kontak berada dalam keseimbangan. Pemisahan kedua fase seimbang,
dengan mudah dapat dilakukan jika densitas fase raffinat dan fase ekstraktan
memiliki perbedaan yang cukup. Tetapi jika densitas kedua fase hampir sama,
maka pemisahan menjadi semakin sulit, karena campuran cenderung membentuk
emulsi.
Sebagai pemisah, pelarut yang digunakan diharapkan dapat melarutkan
analit cukup baik, memiliki perbedaan titik didih dengan analit cukup besar, tidak
beracun, tidak bereaksi secara kimia dengan analit maupun matrix, murah dan
mudah diperoleh (Guenther,1987).
Keberhasilan ekstraksi tergantung dari beberapa faktor, antara lain yaitu:
1. ukuran partikel,
2. jenis zat pelarut,
3. suhu,
4. pengadukan.
2.4.1 Ekstraksi Soklet
Ekstraksi pelarut sampel padat ini umumnya dikenal sebagai ekstraksi
padat-cair atau leaching. Prinsip dari ekstraksi ini yaitu ekstraksi secara
berkesinambungan dengan adanya sistem pendingin balik. Pemisahan dapat
terjadi karena adanya transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke
dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena
komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa
mengalami perubahan kimiawi. Ekstrak dari bahan padat dapat dilakukan jika
bahan yang diinginkan dapat larut dalam pelarut (Panji, 2005).
Cara ini merupakan salah satu cara tertua yang digunakan dalam perlakuan
awal sampel padatan (Luque de Castro, 1998). Teknik soklet secara konvensional
digunakan untuk penentuan lemak dalam susu.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
11
Universitas Indonesia
2.4.2 Ekstraksi Fluida Superkritis
Ekstraksi fluida superkritis adalah suatu proses ekstraksi menggunakan
fluida superkritis sebagai pelarut. Teknologi ekstraksi ini memanfaatkan kekuatan
pelarut dan sifat fisik dari komponen murni atau campuran pada temperatur dan
tekanan kritisnya dalam keseimbangan fase (Palmer, 1995). Fluida superkritis
adalah fluida dengan tekanan dan suhu di atas titik kritisnya (Mc Hugh dan
Krukonis, 1986), yaitu suatu keadaan dimana fluida berada dalam keadaan
seimbang antara fase gas dan fase cairnya. Titik kritis terletak pada akhir kurva
penguapan, dimana fase cair dan gas bergabung untuk membentuk fase fluida
homogen tunggal. Daerah superkritis terletak pada bagian luar titik ini.
Gambar 2.3 Diagram fase [Sumber: http://www.supercriticalfluids.com]
Kondisi fluida superkritis memiliki daya melarutkan yang lebih tinggi dan
lebih selektif dari pada bentuk cair atau bentuk gas (Rizvi et al., 1986). Menurut
Mc Hugh dan Krukonis (1986), kekuatan pelarut suatu fluida superkritis dapat
dihubungkan dengan densitas pelarut pada daerah kritis. Fluida superkritis
mempunyai sifat yang unik, yaitu pada sifat-sifat yang menyerupai gas dan juga
sifat-sifat yang menyerupai cairan. Densitas dan kemampuan melarutkan dari
fluida superkritis menyerupai cairan. Sifat transport dari fluida superkritis
menyerupai gas, yaitu dari difusivitas yang tinggi dan viskositas yang rendah
ditambah lagi dengan tegangan permukaan yang bernilai nol pada fluida
superkritis akan memperlancar penetrasi fluida superkritis ke materi mikroporous.
Sifat yang tidak biasa ini, menjadikan fluida superkritis sebagai pelarut yang ideal
dan potensial. Kelarutan komponen dalam fluida superkritis tergantung pada
densitas dari pelarut, juga afinitas fisik kimia dari zat terlarut terhadap pelarut.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
12
Universitas Indonesia
Tabel 2.2 Perbandingan sifat fisik dari gas, cairan, dan fluida superkritis
Fase Densitas (g.cm-3) Difusivitas (cm
2.s
-1) Viskositas (g.cm
-1.s
-1)
Gas 10-3 10-1 10-4
Fluida superkritis 0.1 – 1.0 10-3 – 10-4 10-3 – 10-4
Cair 1 <10-5 10-2
[Sumber: Hübschmann, H.J., 2009]
Untuk mengekstrak suatu komponen secara sempurna diperlukan
pengaturan tekanan dan suhu operasi optimum, yang sangat bergantung pada sifat
fisik dan kimia, sedangkan tekanan maksimum sangat ditentukan oleh
perancangan peralatan. Pengaturan tekanan dan temperatur yang dilakukan selama
proses ekstraksi selain mengubah densitas CO2, juga berpengaruh terhadap
kelarutan dan selektivitas dari zat yang akan terekstrak. Semakin tinggi tekanan
dan kelarutan, total hasil ekstraksi akan semakin tinggi. Komposisi dan hasil
ekstraksi fluida superkritis dapat diatur dengan mengatur parameter-parameter
ekstraksi, seperti temperatur, tekanan, ukuran partikel sarnpel yang akan
diekstrak, volume dan laju alir pelarut, serta lamanya ekstraksi. Untuk
mengondisikan pelarut dalam fase cair perlu menaikkan tekanan yang sebelumnya
dilewatkan terlebih dahulu pada suhu rendah. Setelah sampai pada fase gas, suhu
dinaikkan untuk membawa pelarut ini sampai titik superkritisnya (Mc Hugh dan
Krukonis, 1986; Rizvi et al., 1986).
Tabel 2.3 Kondisi kritis beberapa pelarut
Solvent Molecular
weight (g/mol)
Critical
temperature (K)
Critical
pressure (MPa)
Critical
density (g/cm3)
Carbon dioxide (CO2) 44.01 304.1 7.38 0.469
Water (H2O) 18.02 647.3 22.12 0.348
Methane (CH4) 16.04 190.4 4.60 0.162
Ethane (C2H6) 30.07 305.3 4.87 0.203
Propane (C3H8) 44.09 369.8 4.25 0.217
Ethylene (C2H4) 28.05 282.4 5.04 0.215
Propylene (C3H6) 42.08 364.9 4.60 0.232
Methanol (CH3OH) 32.04 512.6 8.09 0.272
Ethanol (C2H5OH) 46.07 513.9 6.14 0.276
Acetone (C3H6O) 58.08 508.1 4.70 0.278
[Sumber: Reid et al., 1987]
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
13
Universitas Indonesia
Ekstraksi fluida superkritis memberikan keuntungan lebih jika
dibandingkan dengan proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik biasa,
misalnya dalam ekstraksi pelarut secara konvensional sisa pelarut tidak dapat
dihindari dalam setiap proses ekstraksi dan selalu terukur secara kuantitatif, akan
tetapi dalam produk akhir dari ekstraksi superkritis tidak akan ditemui sisa
pelarut. Sedangkan menurut Ebrahimzadeh et al., 2003 dan Szokonya et al., 2000,
ekstraksi fluida superkritis juga dapat mengatasi kekurangan-kekurangan yang
terjadi pada proses ekstraksi minyak atsiri dengan destilasi air maupun dengan
pelarut organik lainnya, antara lain jumlah ekstrak yang dihasilkan sedikit,
kehilangan komponen yang mudah menguap, waktu ekstraksi yang panjang, sisa
pelarut yang besifat toksik, degradasi komponen tidak jenuh, dan wangi yang
tidak sesuai dengan yang diharapkan karena adanya pengaruh panas.
Pada ekstraksi minyak atsiri dengan fluida superkritis, bahan yang akan
diekstrak, yaitu daun, bunga, akar, buah, kulit buah, biji, atau bagian tanaman lain
yang mengandung minyak atsiri umumnya dalam keadaan kering. Sampel kering
digerus sampai ukuran tertentu, disimpan dalam wadah tertutup, dan kemudian
dimasukkan ke dalam desikator sampai akan digunakan.
Gambar 2.4 Sketsa reaktor ekstraksi superkritis yang digunakan
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
14
Universitas Indonesia
2.5 Karbon Dioksida
Joseph Black, seorang ahli kimia asal Skotlandia, pada tahun 1750-an
pertama kali mengidentifikasikan karbon dioksida. Molekul ini memiliki rumus
molekul CO2 dan merupakan molekul linier, terdiri dari atom karbon yang
berikatan rangkap dengan dua atom oksigen (O = C = O). Pada suhu kamar,
karbon dioksida berada dalam fase gas, tidak berbau, tidak berwarna, bersifat
sedikit asam dan tidak mudah terbakar.
Gambar 2.5 Struktur CO2 [Sumber: www.chm.bris.ac.uk]
Karbon dioksida akan menjadi padat ketika berada pada suhu di bawah -78
oC atau dikenal sebagai es kering (dry ice). Tidak seperti padatan pada umumnya,
es kering tidak melebur menjadi cairan, tetapi berubah langsung menjadi gas.
Proses ini disebut sublimasi. Karbon dioksida berada pada fase cair biasanya
terjadi ketika karbon dioksida dilarutkan dalam air. Karbon dioksida hanya larut
dalam air, ketika tekanan tetap terjaga. Namun ketika tekanan turun, CO2 akan
berubah menjadi gas dan lepas ke udara. Peristiwa ini ditandai dengan
pembentukan gelembung CO2 dalam air.
Gambar 2.6 Es kering
CO2 merupakan fluida yang paling sering digunakan secara luas dalam
ekstraksi fluida superkritis. Keunggulan penggunaan CO2 sebagai pelarut, antara
lain CO2 tidak berwarna, tidak berbau, tidak mudah terbakar, tidak beracun, lebih
murah dibandingkan dengan pelarut organik lainnya, tersedia dengan tingkat
kemurnian tinggi, relatif murah, lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan
pelarut organik lainnya karena tidak meninggalkan residu, dapat mengekstrak
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
15
Universitas Indonesia
dalam waktu singkat, dan dapat didaur ulang, serta yang terpenting yaitu CO2
memiliki titik kritis yang mudah dicapai (Tc=304,1 K; Pc=7,28 MPa ) (Harimurti
dan Sumangat, 2005).
Gambar 2.7 Diagram fase CO2 [Sumber: Hübschmann, H.J., 2009]
Selain dengan pengaturan suhu dan tekanan, polaritas dari CO2 dapat
diatur dengan penambahan pelarut lain (co-solvent/ modifier). Sifat nonpolar gas
CO2 menyebabkan mudah melarutkan banyak senyawa organik yang pada
umumnya bersifat nonpolar. Namun untuk mengekstrak senyawa yang bersifat
polar, kepolaran CO2 dapat ditingkatkan dengan menambahkan sedikit pelarut lain
(modifier) seperti metanol, etanol, dietil eter, isopropanol, asetonitril, air, atau
benzene (Harimurti dan Sumangat, 2005).
2.6 Destilasi Uap
Destilasi adalah metode pemisahan dan/atau pemurnian dengan
menggunakan perbedaan titik didih. Syarat utama dalam operasi pemisahan
komponen-komponen dengan cara destilasi adalah komposisi uap harus berbeda
dari komposisi cairan, hal ini dapat dicapai dengan adanya keseimbangan antara
komponen cairan dengan komponen yang cukup dapat menguap (Geankoplis,
1983).
Destilasi uap merupakan metode untuk mengisolasi atau memurnikan
suatu senyawa. Pada cara ini digunakan suatu cairan yang tidak saling melarutkan
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
16
Universitas Indonesia
(bercampur) atau sedikit bercampur dengan zat yang akan dipisahkan. Secara
sederhana prinsip destilasi uap adalah pemisahaan komponen-komponen suatu
campuran yang terdiri dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan
tekanan uap dari masing-masing zat tersebut (Stephen Miall, 1940).
Destilasi uap banyak digunakan pada pemisahan minyak atsiri misalnya
pada pembuatan minyak nilam, minyak kayu putih, minyak kenanga, minyak
sereh, minyak cengkeh, dan lain-lain. Dalam penyulingan, jumlah minyak yang
menguap bersama-sama uap air ditentukan oleh tiga faktor, yaitu besarnya
tekanan uap yang digunakan, berat molekul dari masing-masing komponen dalam
minyak, dan kecepatan minyak yang keluar dari bahan (Satyadiwiria, 1979).
Di dalam bukunya, Guenther memaparkan bahwa pada industri minyak
atsiri dikenal tiga macam metode penyulingan, yaitu:
1. Penyulingan dengan air
Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air
mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara
sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri
khas dari metode ini ialah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih.
Beberapa jenis bahan, misalnya bubuk buah badam, bunga mawar, dan orange
blossoms, harus disuling dengan metode ini karena bahan harus tercelup dan
bergerak bebas dalam air mendidih. Jika disuling dengan metode uap langsung,
bahan ini akan merekat dan membentuk gumpalan besar yang kompak,
sehingga uap tidak dapat berpenetrasi ke dalam bahan.
2. Penyulingan dengan air dan uap
Pada metode kedua ini, bahan olah diletakkan di atas rak-rak atau saringan
berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak
jauh dari bawah saringan. Ciri khas dari metode ini yaitu uap selalu dalam
keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas, dan bahan yang disuling hanya
berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas.
3. Penyulingan dengan uap
Metode penyulingan dengan uap langsung ini memiliki prinsip yang sama
dengan metode kedua, namun pada metode ini air tidak diisikan dalam ketel.
Uap yang digunakan adalah uap jenuh pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
17
Universitas Indonesia
tersebut dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori yang terletak di
bawah bahan, dan uap bergerak ke atas melewati bahan yang terletak di atas
saringan.
2.7 Kromatografi Gas
Salah satu cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan
kromatografi gas. Kromatografi adalah proses pemisahan campuran berdasarkan
pada perbedaan distribusi dari penyusun campuran antara dua fase. Satu fase yang
tetap tinggal dalam sistem disebut fase diam, sedangkan yang lain disebut fase
gerak karena selalu bergerak mengalir dalam sistem melalui celah-celah pada fase
diam. Aliran atau gerakan fase gerak ini menyebabkan perbedaan migrasi
penyusun campuran, sehingga campuran dapat terpisahkan.
Proses pemisahan komponen-komponen sampel dalam kromatografi gas
berlangsung di dalam kolom berdasarkan pada interaksi komponen sampel dan
fase diam. Interaksi tersebut dapat berupa absorbsi atau partisi. Jika fase diamnya
berupa padatan berpori maka peristiwanya adalah absorbsi dan bila fase diamnya
berupa cairan maka peristiwanya adalah partisi gas-cair. Interaksi antara sampel
dengan fase diam sangat menentukan berapa lama komponen-komponen sampel
akan ditahan. Komponen-komponen yang mempunyai afinitas lebih rendah
terhadap fase diam akan keluar dari kolom lebih dahulu. Sedangkan komponen-
komponen dengan afinitas lebih besar terhadap fase diam akan keluar dari kolom
lebih lama.
Distribusi komponen antara kedua fase tersebut ditentukan oleh tetapan
kesetimbangan (K). Nilai K bergantung pada:
a. Kemudahan menguap dari suatu senyawa
b. Afinitas dari komponen terhadap fase diam, yang didasarkan pada interaksi
antara komponen-komponen sampel dengan fase diam.
Dalam kromatografi dikenal istilah yang selalu kita jumpai yaitu waktu
retensi (tr), yaitu waktu komponen sampel ditahan oleh kolom. Waktu retensi
setiap komponen dalam sampel spesifik, dan dapat dipergunakan untuk penentuan
analisis kualitatif suatu komponen.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
18
Universitas Indonesia
Peralatan kromatografi gas terdiri atas gas pembawa (fase gerak), tempat
injeksi, kolom, detektor, dan rekorder, Pada kromatografi gas, sampel
diinjeksikan ke dalam injektor dan sampel akan diuapkan, selanjutnya dibawa gas
pembawa masuk ke dalam kolom. Dalam kolom komponen-komponen sampel
dipisahkan kemudian dideteksi oleh detektor dan sinyal dalam bentuk puncak
akan dihasilkan oleh pencatat.
Skema susunan peralatan kromatografi gas yaitu:
Gambar 2.8 Skema susunan peralatan KG [Sumber: http://die-medien-produktion.de]
Dengan menganggap bahwa waktu retensi untuk setiap senyawa berbeda
maka kromatografi gas ini dapat digunakan sebagai analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Untuk analisis kualitatif didasarkan pada perbandingan waktu retensi
antara sampel dengan senyawa standar. Sedangkan analisis kuantitatif jumlah (%)
relatif salah satu senyawa dalam sampel dapat dihitung dengan membandingkan
luas puncak senyawa tersebut dengan jumlah luas semua puncak.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
19 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian Departemen Kimia,
FMIPA, Universitas Indonesia, pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012.
3.2. Alat dan Bahan Percobaan
3.2.1 Alat
• Unit ekstraksi superkritis
• Unit ekstraksi soklet
• Unit destilasi uap
• Piknometer
• Refraktometer
• Alat refluks
• Sonikator
• Tabung LPG 12 kg
• Syringe
• Buret
• Statif
• Erlenmeyer asah
• Penangas air
• Heating mantle
• Neraca analitik
• Oven
• Rotavapor
• Desikator
• Kertas saring
• Labu ukur 25, 50, 100, dan 500
ml
• Gelas beker 100 dan 500 ml
• Batang pengaduk
• Spatula
• Corong
• Labu bulat
• Tabung reaksi
• Gelas Ukur 10 ml dan 25 ml.
• Pipet gondok 1 ml, 25 ml, dan
50 ml
• Pipet ukur 5 ml
• Botol semprot
• Bulb
• Termometer
• Crucible lid
• Blender
3.2.2 Bahan
• Daun dan batang nilam
• Es kering
• Etanol
• n-Heksana
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
20
Universitas Indonesia
• KOH
• Na2SO4 anhidrat
• AgNO3
• NaCl
• HNO3
• Indikator Fenolftalein
• HCl
• Na2B4O7.10H2O
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Persiapan Bahan Baku
Bahan baku daun dan batang nilam yang digunakan berasal dari kabupaten
Subang, Jawa Barat. Bahan baku tersebut diangin-anginkan sampai kering.
Setelah kering, bahan baku yang akan digunakan dirajang terlebih dahulu.
Perbandingan batang dan daun yang digunakan yaitu 1:3.
3.3.2 Analisis Kadar Air Bahan Baku Nilam
Analisis kadar air daun nilam dilakukan dengan mengoven crucible lid
yang akan digunakan pada suhu 105oC sampai didapatkan berat yang konstan.
Kemudian memasukkan bahan baku sebanyak 4 gram ke dalam crucible lid
tersebut, lalu dioven pada suhu 105oC sampai didapatkan berat yang konstan.
Sebelum ditimbang, crucible lid tersebut dikondisikan terlebih dahulu di dalam
desikator.
3.3.3 Ekstrasi Minyak Nilam dengan CO2 Fluida Superkritis
3.3.3.1 Ekstraksi dengan Variasi Lama Ekstraksi
Ke dalam tabung ekstraktor dimasukkan es kering sebanyak 50 gram,
kemudian memasukkan pula 10 gram bahan baku nilam yang telah dibungkus
dengan kertas saring. Kemudian tabung tersebut ditutup dengan rapat. Lalu
ekstraksi dilakukan pada suhu 70oC, tekanan 10 MPa, dan lama ekstraksi yang
divariasikan yaitu 10 menit, 20 menit, 30 menit, dan 40 menit. Pencapaian suhu
70oC dilakukan dengan memanaskan tabung ekstraktor dalam penangas air
dengan suhu 70oC. Sedangkan pengaturan tekanan dilakukan dengan membuka
keran apabila terjadi kelebihan tekanan, sampai tekanan yang diinginkan tercapai
secara konstan. Untuk lamanya ekstraksi dihitung berdasarkan lamanya sonikasi
yang dilakukan. Masing-masing kondisi dicatat % rendemen yang dihasilkan.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
21
Universitas Indonesia
Kondisi yang terpilih adalah kondisi yang mempunyai nilai % rendemen paling
besar.
3.3.3.2 Ekstraksi dengan Variasi Suhu
Ke dalam tabung ekstraktor dimasukkan es kering sebanyak 50 gram,
kemudian memasukkan pula 10 gram bahan baku nilam yang telah dibungkus
dengan kertas saring. Kemudian ekstraksi dilakukan pada tekanan 8,5 MPa, lama
ekstraksi sesuai kondisi terpilih dari bagian 3.3.3.1, dan suhu yang divariasikan
yaitu 50 o
C, 60oC, 70
oC, dan 80
oC. Pengaturan suhu dilakukan dengan
memanaskan tabung ekstraktor dalam penangas air dengan suhu yang diinginkan.
Sedangkan pengaturan tekanan dilakukan dengan membuka keran apabila terjadi
kelebihan tekanan, sampai tekanan yang diinginkan tercapai secara konstan.
Untuk lamanya ekstraksi dihitung berdasarkan lamanya sonikasi yang dilakukan.
Masing-masing kondisi dicatat % rendemen yang dihasilkan. Kondisi yang
terpilih adalah kondisi yang mempunyai nilai % rendemen paling besar.
3.3.3.3 Ekstraksi dengan Variasi Tekanan
Ke dalam tabung ekstraktor dimasukkan es kering sebanyak 50 gram,
kemudian memasukkan pula 10 gram bahan baku nilam yang telah dibungkus
dengan kertas saring. Kemudian ekstraksi dilakukan pada lama ekstraksi sesuai
kondisi terpilih dari bagian 3.3.3.1, suhu sesuai kondisi terpilih dari bagian
3.3.3.2, dan tekanan yang divariasikan yaitu 7,5 MPa, 8,5 MPa, 9,5 MPa, dan 10,5
MPa. Pencapaian suhu yang diinginkan dilakukan dengan memanaskan tabung
ekstraktor dalam penangas air pada suhu tersebut. Sedangkan pengaturan tekanan
dilakukan dengan membuka keran apabila terjadi kelebihan tekanan, sampai
tekanan yang diinginkan tercapai secara konstan. Untuk lamanya ekstraksi
dihitung berdasarkan lamanya sonikasi yang dilakukan. Masing-masing kondisi
dicatat % rendemen yang dihasilkan. Kondisi yang terpilih adalah kondisi yang
mempunyai nilai % rendemen paling besar.
3.3.4 Penyulingan Minyak Nilam dengan Destilasi Uap
Memasukkan air ke dalam tangki suling sampai sekitar 2 cm di bawah
saringan. Kemudian memasukkan 200 gram bahan baku di atas saringan yang
telah dilapisi kertas saring, lalu menutup rapat tangki suling tersebut dan
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
22
Universitas Indonesia
menghubungkannya dengan pipa destilat dan kondensor. Kemudian mengalirkan
air pada kondensor dan menyalakan sumber panas. Pemanasan dilakukan dengan
bahan bakar LPG selama 5 jam. Setelah 5 jam pemanasan, kemudian sumber
panas dimatikan dan ditunggu sampai dingin, lalu minyak dikeluarkan melalui
pipa destilat dan ditampung ke dalam gelas ukur yang telah berisi Na2SO4
anhidrat. Pada hari berikutnya dilakukan destilasi ulang. Penyulingan minyak
nilam dengan metode destilasi uap ini dilakukan dengan pengulangan sebanyak 3
kali (n=3). Masing-masing perlakuan dicatat % rendemen yang dihasilkan.
3.3.5 Ekstraksi Minyak Nilam dengan Metode Ekstraksi Soklet
Membungkus sebanyak 6 gram bahan baku nilam dengan kertas saring.
Kemudian memasukan 360 ml pelarut yang digunakan ke dalam labu bulat. Pada
penelitian ini dilakukan variasi komposisi dari pelarut yang digunakan yaitu,
etanol, etanol:n-heksana (2:1), etanol:n-heksana (1:1), etanol:n-heksana (1:2), dan
n-heksana. Selanjutnya memasukkan bahan baku nilam yang telah dibungkus
kertas saring tersebut ke dalam ruang ekstraktor, kemudian menghubungkan labu
bulat, alat soklet, dan kondensor, lalu memanaskannya dengan heating mantle
selama 5 jam. Setelah 5 jam pemanasan, kemudian sumber panas dimatikan dan
ditunggu sampai dingin, lalu dilakukan penguapan pelarut dengan cara destilasi.
Ekstraksi ini dilakukan pada masing-masing variasi pelarut dengan pengulangan
sebanyak 2 kali (n=2). Masing-masing perlakuan dicatat % rendemen yang
dihasilkan.
3.3.6 Analisis Mutu Minyak Nilam
Analisis dilakukan mengikuti Standar Nasional Indonesia No. 06-2385-
2006, yaitu sebagai berikut:
3.3.6.1 Penentuan Warna Minyak Nilam
Metode ini didasarkan pada pengamatan visual dengan menggunakan
indra penglihatan (mata) langsung, terhadap contoh minyak nilam. Penentuan
warna dilakukan dengan memasukkan contoh minyak nilam kedalam tabung
reaksi, hindari adanya gelembung udara, kemudian menyandarkan tabung reaksi
tersebut pada kertas atau karton berwarna putih. Amati warnanya dengan mata
langsung, jarak pengamatan antara mata dan contoh 30 cm.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
23
Universitas Indonesia
3.3.6.2 Penentuan Berat Jenis Minyak Nilam
Penentuan berat jenis minyak nilam didasarkan pada perbandingan antara
berat minyak dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Mula-mula
menimbang piknometer yang telah dicuci, dikeringkan, dan dibilas dengan etanol.
Kemudian ke dalam piknometer dimasukkan air suling dan ditimbang pada suhu
25°C, maka diperoleh berat air pada temperatur 250C. Selanjutnya minyak nilam
dimasukkan ke dalam piknometer yang sama setelah dibersihkan dan dikeringkan.
Kemudian menimbang piknometer yang berisi minyak nilam tersebut, pada suhu
25oC, maka diperoleh berat minyak nilam.
Berat jenis dihitung dengan rumus:
��������� � � � �
� �
Keterangan:
m = massa piknometer kosong (g)
m1 = massa piknometer berisi air pada 25oC (g)
m2 = massa piknometer berisi contoh minyak nilam pada 25oC (g)
3.3.6.3 Penentuan Indeks Bias Minyak Nilam
Metode penentuan indeks bias ini didasarkan pada pengukuran langsung
sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap. Sebelum
digunakan prisma refraktometer dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan
alkohol. Contoh minyak diteteskan di atas prisma refraktometer, prisma
dirapatkan dan dibiarkan beberapa menit agar merata. Dengan mengatur slide,
maka akan diperoleh batas terang dan gelap yang jelas. Indeks bias dapat dibaca
pada skala bila garis ini berhimpit dengan titik potong dua garis yang bersilang.
Indeks bias pada suhu 25oC dapat dihitung dengan rumus:
�� � ��
�� � ����������� � ��
Keterangan:
t1 = pembacaan yang dilakukan pada suhu pengerjaan t1
t = pembacaan yang dilakukan pada suhu pengerjaan t
0.0004 = faktor koreksi untuk indeks bias minyak nilam setiap derajat.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
24
Universitas Indonesia
Gambar 3.1 Refraktometer
3.3.6.4 Penentuan Kelarutan dalam Etanol
Penentuan kelarutan dalam etanol dilakukan dengan menempatkan 1 ml
contoh minyak dan diukur dengan teliti di dalam gelas ukur yang berukuran 10
ml. Kemudian menambahkan etanol 90% setetes demi setetes, dan dikocok setiap
setelah penambahan. Penambahan dilakukan sampai diperoleh suatu larutan yang
sebening mungkin pada suhu 20oC. Kemudian larutan ini dibandingkan dengan
larutan pembanding.
Larutan pembanding selalu dibuat baru, yaitu dengan menambahkan 0,5
ml larutan perak nitrat (AgNO3) 0,1 N ke dalam 50 ml larutan natrium klorida
(NaCl) 0,0002 N, dan dikocok. Tambahkan satu tetes asam nitrat (HNO3) encer
(25 %) dan amati setelah 5 menit. Lindungi dari sinar matahari langsung.
Larutan dapat dikatakan jernih atau opalesensi ringan, apabila ditambahkan etanol
sebanyak maksimum sepuluh kali volume contoh minyak nilam.
3.3.6.5 Penentuan Bilangan Asam
Prinsip yang digunakan pada penentuan bilangan asam yaitu jumlah
miligram kalium hidroksida (KOH) yang diperlukan untuk menetralkan asam-
asam bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak nilam. Prosedur yang dilakukan
yaitu menimbang 4 gram contoh minyak lalu melarutkannya dalam 5 ml etanol
95% yang telah dinetralkan dengan KOH. Kemudian menambahkan 5 tetes
larutan PP sebagai indikator, lalu dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai warna
merah muda.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
25
Universitas Indonesia
��������� � ������ �!� �"
Keterangan:
56,1 = bobot setara KOH
V = volume larutan KOH yang diperlukan (ml)
N = normalitas larutan KOH (N)
m = massa contoh yang diuji
3.3.6.6 Penentuan Bilangan Ester
Bilangan ester adalah kelanjutan dari bilangan asam. Ke dalam labu bulat
dimasukkan 4 gram contoh minyak nilam yang akan diuji, tambahkan 25 ml KOH
0,5 N dalam alkohol dan beberapa batu didih, kemudian refluks selama 1,5 jam.
Pada penentuan ini digunakan blanko yaitu 5 ml etanol ditambahkan 25 ml KOH
0,5 N dalam alkohol kemudian direfluks selama 1,5 jam.
Setelah dingin, larutan blanko dan larutan yang mengandung contoh minyak
nilam tersebut dititrasi dengan HCl 0,5 N dan indikator PP sampai berubah warna.
����������� � �������!� ��!#�"
Keterangan:
V1 = volum HCl yang digunakan dalam penentuan blanko (ml)
Vo = volume HCl yang digunakan untuk contoh (ml)
m = massa dari contoh yang diuji (g)
N = normalitas HCl
3.3.6.7 Penentuan Kadar Patchouli Alkohol
Kadar patchouli alkohol dianalisis dengan menggunakan metode
kromatografi gas-spektrometri massa secara kualitatif dan semi kuantitatif. Secara
kualitatif dilakukan dengan melihat waktu retensi puncak pada kromatogram yang
didapat dibandingkan dengan waktu retensi puncak patchouli alkohol berdasarkan
database. Sedangkan secara semi kuantitatif kadar patchouli alkohol diketahui
dengan membandingkan luas puncak patchouli alkohol dengan luas seluruh pucak
pada kromatogram. Metode kromatografi gas dipilih karena sampel, dalam hal ini
minyak nilam, termasuk kelompok minyak atsiri sehingga mudah menguap. Hal
ini merupakan salah satu syarat dapat digunakannya kromatografi gas.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
26
Universitas Indonesia
Kolom yang digunakan pada analisis ini yaitu kolom kapiler dengan tipe
Agilent 19091S-436. Fase gerak yang digunakan yaitu gas Helium dengan
kecepatan alir total 102,4 mL/menit. Volume sampel yang digunakan yaitu 1 µL
dan waktu analisis selama 30 menit.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
27 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Persiapan Bahan Baku
Sebelum digunakan, daun dan batang tanaman nilam yang didapat dari
kabupaten Subang, Jawa Barat harus diangin-anginkan terlebih dahulu. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam daun dan batang
tersebut. Selama proses pengeringan, daun dan batang nilam harus sering dibolak-
balik agar keringnya merata. Adanya bagian yang tidak kering dapat pula
mempercepat proses pembusukan selama penyimpanan. Setelah kering, daun dan
batang nilam dimasukkan ke dalam karung dan penyimpanannya tidak boleh
diletakkan pada ruangan yang lembab ataupun di atas alas yang basah atau dingin,
hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko pembusukan selama penyimpanan.
Gambar 4.1 Proses pengeringan bahan baku nilam
Setelah melalui tahap pengeringan, daun dihaluskan dengan menggunakan
blender, sedangkan batang dirajang. Hal ini dilakukan untuk memperkecil ukuran
partikel sampel dan untuk membuka kelenjar minyak sebanyak mungkin sehingga
minyak dapat dengan mudah diuapkan. Minyak atsiri yang mudah menguap
terdapat dalam kelenjar minyak khusus di dalam kantung minyak atau di ruang
antar sel di dalam jaringan tanaman. Jika bahan tidak dirajang atau dipotong,
berarti minyak dalam tanaman harus dibebaskan dengan kekuatan difusi air
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
28
Universitas Indonesia
(hidrodiffusion) (Guenther 1947). Menurut penelitian Mira, B. et.al., laju ekstraksi
akan menurun seiring dengan kenaikan ukuran partikel, hal ini dikarenakan
resistansi difusi intrapartikel lebih kecil daripada ukuran partikel sehingga terjadi
lintasan difusi yang lebih pendek.
Gambar 4.2 Daun dan batang nilam yang telah dihaluskan
Bagian akar, batang, dan daun tanaman nilam mengandung minyak,
walaupun kandungan minyaknya berlainan. Kandungan minyak tertinggi terdapat
pada daun, tetapi kualitas minyak terbaik ada pada batang (Sulaswatty dkk, 2001)
sehingga perlu dilakukan pencampuran antara batang dan daun agar didapatkan
minyak dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Bahan baku nilam yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan perbandingan daun:batang 3:1.
Bahan baku nilam kering yang telah dihaluskan disimpan dalam wadah
tertutup sampai akan digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi penguapan
dari senyawa yang terkandung dalam tanaman nilam, karena tanaman nilam
tergolong dalam tanaman atsiri yang mudah menguap dalam temperatur yang
relatif rendah.
4.2 Analisis Kadar Air Bahan Baku Nilam
Analisis kadar air bahan baku nilam dilakukan dengan teknik
termogravimetri, yaitu dengan mengeringkan bahan baku nilam dalam oven pada
suhu 105oC sampai didapatkan berat yang konstan, dimana berat yang hilang
merupakan berat air yang menguap selama pengeringan.
Kadar air bahan baku nilam kering optimal yaitu 12-15% (Hayani, 2005).
Dengan kadar air sebanyak tersebut timbul bau minyak nilam yang lebih kuat dari
pada daun segar. Dari analisis yang dilakukan, diketahui bahwa kadar air yang
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
29
Universitas Indonesia
terkandung pada bahan baku nilam yang digunakan yaitu sebesar 14,721%, nilai
tersebut sesuai dengan kriteria nilam dapat dikatakan kering.
4.3 Penyulingan Nilam dengan Destilasi Uap
Dari ketiga metode penyulingan yang dijelaskan oleh Guenther dalam
bukunya, yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan air dan uap, dan
penyulingan dengan uap, metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu
penyulingan dengan air dan uap. Ciri khas dari metode ini yaitu uap selalu dalam
keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas, dan bahan yang disuling hanya
berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas. Penyulingan dengan air atau
dikenal dengan penyulingan langsung dapat mengakibatkan terjadinya oksidasi
dan hidrolisis, selain itu menyebabkan timbulnya hasil sampingan yang tidak
dikehendaki (Harris, 1987). Sedangkan bila dilakukan penyulingan dengan uap,
uap yang digunakan adalah uap jenuh pada tekanan lebih dari 1 atmosfer yang
dialirkan melalui pipa berpori yang terletak di bawah bahan. Penggunaan tekanan
dan suhu tinggi pada ekstraksi minyak atsiri dapat menyebabkan polimerisasi
serta pada tekanan yang terlalu tinggi minyak akan terdekomposisi (Guenther,
1950, dan Virmani, 1971).
Pada metode ini tangki suling yang berbahan stainless steel diisi dengan
air sampai sekitar 2 cm di bawah saringan, kemudian bahan baku nilam diletakkan
di atas saringan yang telah dilapisi kertas saring agar bahan baku nilam tidak
lolos. Setelah itu tangki ditutup dengan rapat agar tidak ada uap yang keluar dari
sistem, kemudian dihubungkan dengan pipa destilat dan kondensor. Kemudian air
di dalam tangki dipanaskan dengan bahan bakar LPG. Pemanasan dilakukan untuk
menguapkan air, sehingga uap dapat bergerak ke atas melewati bahan baku nilam
yang akan diekstrak.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
30
Universitas Indonesia
Gambar 4.3 Proses destilasi uap
Jumlah minyak yang menguap bersama-sama uap air ditentukan oleh tiga
faktor, yaitu besarnya tekanan uap yang digunakan, berat molekul dari masing-
masing komponen dalam minyak, dan kecepatan minyak yang keluar dari bahan
(Satyadiwiria, 1979). Minyak yang menguap bersama-sama dengan uap air akan
berubah menjadi fase cair pada kondensor kemudian mengalir ke bawah dan
tertampung pada pipa destilat. Suhu air yang mengalir pada kondensor akan
mempengaruhi banyaknya uap yang terkondensasi dan laju destilat. Pada pipa
destilat minyak nilam terpisah dengan air, dimana minyak nilam berada di atas,
seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah. Hal ini disebabkan karena berat
jenis minyak nilam yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan berat jenis air (0,959
< 1 g/cm3). Namun untuk mendapatkan minyak nilam yang murni terpisah dari air
sangat sulit, sehingga saat mengeluarkan minyak nilam dari pipa destilat pada
wadah penampungnya telah ditambahkan Na2SO4 anhidrat dengan tujuan untuk
menarik air yang ikut tertampung ke dalam wadah. Laju minyak nilam pada pipa
kondensat semakin lama semakin menurun, hal ini dikarenakan proses ekstraksi
minyak pada permulaan penyulingan berlangsung cepat, dan secara bertahap
semakin lambat sampai kira-kira 2/3 minyak telah tersuling (Ketaren dan B.
Djatmiko, 1978).
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
31
Universitas Indonesia
Gambar 4.4 Pipa destilat
Lama penyulingan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu 5 jam, dan
didapatkan rata-rata rendemen minyak nilam 1,380% untuk penyulingan hari
pertama. Lama penyulingan tergantung dari tekanan uap yang dipergunakan dan
faktor kondisi terutama kadar minyak atsiri dari bahan baku. Semakin lama waktu
penyulingan maka rendemen yang diperoleh semakin tinggi disebabkan semakin
banyak panas yang diterima dan proses difusi akan meningkat sehingga proses
penyulingan semakin dipercepat (Rusli, 1979). Namun hal tersebut hanya berlaku
sampai lama penyulingan tertentu dimana rendemen tidak akan bertambah lagi
karena tidak ada lagi sel-sel minyak yang dapat ditarik atau diuapkan (Ginting,
2004).
Pada penelitian ini juga dilakukan penyulingan kembali pada hari
berikutnya, yang menghasilkan rata-rata rendemen minyak nilam 0,279%. Hal ini
dilakukan untuk menyuling kembali minyak nilam yang belum terekstrak pada
penyulingan hari pertama. Serta dilakukan untuk menghindari pemanasan yang
teralu lama karena pemanasan yang terlalu lama minyak akan terpolimerisasi
sehingga menghasilkan polimer-polimer dengan berat molekul yang lebih tinggi
(Ketaren dan B. Djatmiko, 1978). Dari kedua hari penyulingan minyak nilam
yang dilakukan, didapatkan total rendemen minyak nilam yaitu 1,659%.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
4.4 Ekstraksi Minyak Nilam dengan Metode Ekstraksi Soklet
Tabel 4.1 Pengaruh komposisi pelarut terhadap rendemen minyak nilam
Etanol
Etanol : n
Etanol : n
Etanol : n
n-heksana
Gambar 4.5 Grafik pengaruh perbandingan pelarut terhadap rendemen
Perbandingan pelarut antara etanol dan n
metode ekstraksi soklet ini mempengaruhi jumlah rendemen yang didapatkan,
yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di atas. Kedua pelarut yang digunakan
memiliki kepolaran yang cenderung berbeda, dimana etanol lebih polar
dibandingkan n-heksana. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa rendemen
terbesar didapatkan dari penggunaan pelarut dengan perbandingan etanol dan n
heksana 1:2, pada kondisi tersebut komposisi antara etanol dan n
mencukupi untuk berpenetrasi ke dalam bahan baku
demikian minyak nilam yang ingin diekstrak dapat dengan mudah terdistribusi
dalam pelarut tersebut. Rendemen yang didapatkan dari penggunaan komposisi
pelarut tersebut yaitu sebesar 16,323%, dimana pada nilai tersebut masih ter
kontribusi berat pelarut yang digunakan yang tidak dapat terpisah dari minyak.
10
12
14
16
18
20
1
Re
nd
em
en
(%
)
Pengaruh Komposisi Pelarut terhadap Rendemen
etanol
Universitas Indonesia
4.4 Ekstraksi Minyak Nilam dengan Metode Ekstraksi Soklet
Tabel 4.1 Pengaruh komposisi pelarut terhadap rendemen minyak nilam
Pelarut Rendemen (%)
tanol 11.125
Etanol : n-heksana (2:1) 12.167
Etanol : n-heksana (1:1) 13.333
Etanol : n-heksana (1:2) 16.323
heksana 13.667
Gambar 4.5 Grafik pengaruh perbandingan pelarut terhadap rendemen
Perbandingan pelarut antara etanol dan n-heksana yang digunakan dalam
metode ekstraksi soklet ini mempengaruhi jumlah rendemen yang didapatkan,
yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di atas. Kedua pelarut yang digunakan
memiliki kepolaran yang cenderung berbeda, dimana etanol lebih polar
eksana. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa rendemen
terbesar didapatkan dari penggunaan pelarut dengan perbandingan etanol dan n
heksana 1:2, pada kondisi tersebut komposisi antara etanol dan n-heksana
mencukupi untuk berpenetrasi ke dalam bahan baku nilam secara optimal. Dengan
demikian minyak nilam yang ingin diekstrak dapat dengan mudah terdistribusi
dalam pelarut tersebut. Rendemen yang didapatkan dari penggunaan komposisi
pelarut tersebut yaitu sebesar 16,323%, dimana pada nilai tersebut masih ter
kontribusi berat pelarut yang digunakan yang tidak dapat terpisah dari minyak.
2 3 4 5
Pelarut
Pengaruh Komposisi Pelarut terhadap Rendemen
etanol 2:1 1:1 1:2 n-heksana
etanol:n-heksana
32
Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Pengaruh komposisi pelarut terhadap rendemen minyak nilam
Gambar 4.5 Grafik pengaruh perbandingan pelarut terhadap rendemen
ng digunakan dalam
metode ekstraksi soklet ini mempengaruhi jumlah rendemen yang didapatkan,
yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di atas. Kedua pelarut yang digunakan
eksana. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa rendemen
terbesar didapatkan dari penggunaan pelarut dengan perbandingan etanol dan n-
heksana
nilam secara optimal. Dengan
demikian minyak nilam yang ingin diekstrak dapat dengan mudah terdistribusi
dalam pelarut tersebut. Rendemen yang didapatkan dari penggunaan komposisi
pelarut tersebut yaitu sebesar 16,323%, dimana pada nilai tersebut masih terdapat
kontribusi berat pelarut yang digunakan yang tidak dapat terpisah dari minyak.
heksana
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
Penggunaan etanol yang terlalu banyak akan menjadi tidak efisien karena
perbedaan kepolaran antara etanol dengan minyak yang akan diekstrak, dimana
etanol bersifat lebih polar dibandingkan minyak nilam yang akan diekstrak.
Namun penggunaan n-heksana yang terlalu banyak juga tidak efisien karena n
heksana bersifat nonpolar maka tidak dapat mengekstrak kandungan minyak yang
agak polar.
Pelarut yang digunakan pada ekstraksi so
ataupun campuran keduanya, awalnya berwarna bening, namun selama proses
ekstraksi pelarut tersebut berubah warna menjadi hijau, dimana semakin besar
komposisi etanol dibandingkan dengan n
setelah proses ekstraksi. Hal ini mungkin disebabkan adanya zat warna dari daun
nilam yang ikut terekstrak.
Kelemahan dari ekstraksi soklet yaitu sulitnya pemurnian minyak dari
pelarut yang digunakan. Tidak semua pelarut dapat terpisah dari minyak,
walaupun telah dilakukan penguapan pelarut dengan cara destilasi. Sehingga
minyak yang dihasilkan masih bercampur dengan pelarut dan berwarna coklat
kehitaman.
Gambar 4.6 Proses ekstraksi soklet
Universitas Indonesia
Penggunaan etanol yang terlalu banyak akan menjadi tidak efisien karena
perbedaan kepolaran antara etanol dengan minyak yang akan diekstrak, dimana
olar dibandingkan minyak nilam yang akan diekstrak.
heksana yang terlalu banyak juga tidak efisien karena n
heksana bersifat nonpolar maka tidak dapat mengekstrak kandungan minyak yang
Pelarut yang digunakan pada ekstraksi soklet ini, baik etanol, n-heksana,
ataupun campuran keduanya, awalnya berwarna bening, namun selama proses
ekstraksi pelarut tersebut berubah warna menjadi hijau, dimana semakin besar
komposisi etanol dibandingkan dengan n-heksana, semakin hijau warna pelar
setelah proses ekstraksi. Hal ini mungkin disebabkan adanya zat warna dari daun
nilam yang ikut terekstrak.
Kelemahan dari ekstraksi soklet yaitu sulitnya pemurnian minyak dari
pelarut yang digunakan. Tidak semua pelarut dapat terpisah dari minyak,
upun telah dilakukan penguapan pelarut dengan cara destilasi. Sehingga
minyak yang dihasilkan masih bercampur dengan pelarut dan berwarna coklat
Gambar 4.6 Proses ekstraksi soklet
33
Universitas Indonesia
Penggunaan etanol yang terlalu banyak akan menjadi tidak efisien karena
perbedaan kepolaran antara etanol dengan minyak yang akan diekstrak, dimana
olar dibandingkan minyak nilam yang akan diekstrak.
heksana yang terlalu banyak juga tidak efisien karena n-
heksana bersifat nonpolar maka tidak dapat mengekstrak kandungan minyak yang
heksana,
ataupun campuran keduanya, awalnya berwarna bening, namun selama proses
ekstraksi pelarut tersebut berubah warna menjadi hijau, dimana semakin besar
heksana, semakin hijau warna pelarut
setelah proses ekstraksi. Hal ini mungkin disebabkan adanya zat warna dari daun
Kelemahan dari ekstraksi soklet yaitu sulitnya pemurnian minyak dari
pelarut yang digunakan. Tidak semua pelarut dapat terpisah dari minyak,
upun telah dilakukan penguapan pelarut dengan cara destilasi. Sehingga
minyak yang dihasilkan masih bercampur dengan pelarut dan berwarna coklat
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.7 Penampakan minyak nilam hasil ekstraksi soklet
4.5 Ekstraksi Minyak Nilam dengan CO
Pada ekstraksi ini digunakan es kering sebagai sumber CO
kemurnian 99,9% CO2. Tekanan selama ekstraksi dapat diatur dengan membuka
katup sampai tercapainya tekanan yang diinginkan. Untuk mengop
kontak antara pelarut dengan bahan baku nilam yang akan diekstrak maka tabung
ekstraktor disonikasi dengan waktu tertentu. Minyak nilam yang dihasilkan akan
berada pada bagian dasar tabung dan secara umum memiliki aroma yang lebih
kuat dibandingkan dengan minyak nilam hasil destilasi uap dan ekstraksi soklet.
Penggunaan kertas saring sebagai pembungkus bahan baku dapat
menyerap kembali minyak nilam yang telah terekstrak, karena bahan baku berada
satu tabung dengan minyak yang dihasilkan tanpa dipis
tabung ekstraktor yang berukuran kecil, yaitu 200 mL, menyebabkan hanya 10 g
bahan baku yang dapat diekstrak disetiap prosesnya, sehingga ekstraksi menjadi
kurang efisien. Untuk mengetahui kondisi optimum ekstraksi maka dilakukan
ekstraksi pada suhu, tekanan, dan waktu ekstraksi yang berbeda
4.5.1 Pengaruh Lama Ekstraksi terhadap Persen Rendemen Ekstraksi
Tabel 4.2 Data pengaruh lama ekstraksi terhadap rendemen
T (oC) P (MPa) t (menit)
70 10
70 10
70 10
70 10
Universitas Indonesia
Gambar 4.7 Penampakan minyak nilam hasil ekstraksi soklet
5 Ekstraksi Minyak Nilam dengan CO2 Fluida Superkritis
Pada ekstraksi ini digunakan es kering sebagai sumber CO2 dengan
. Tekanan selama ekstraksi dapat diatur dengan membuka
katup sampai tercapainya tekanan yang diinginkan. Untuk mengoptimalkan
kontak antara pelarut dengan bahan baku nilam yang akan diekstrak maka tabung
ekstraktor disonikasi dengan waktu tertentu. Minyak nilam yang dihasilkan akan
berada pada bagian dasar tabung dan secara umum memiliki aroma yang lebih
n dengan minyak nilam hasil destilasi uap dan ekstraksi soklet.
Penggunaan kertas saring sebagai pembungkus bahan baku dapat
menyerap kembali minyak nilam yang telah terekstrak, karena bahan baku berada
satu tabung dengan minyak yang dihasilkan tanpa dipisahkan apapun. Penggunaan
tabung ekstraktor yang berukuran kecil, yaitu 200 mL, menyebabkan hanya 10 g
bahan baku yang dapat diekstrak disetiap prosesnya, sehingga ekstraksi menjadi
kurang efisien. Untuk mengetahui kondisi optimum ekstraksi maka dilakukan
kstraksi pada suhu, tekanan, dan waktu ekstraksi yang berbeda-beda.
4.5.1 Pengaruh Lama Ekstraksi terhadap Persen Rendemen Ekstraksi
Tabel 4.2 Data pengaruh lama ekstraksi terhadap rendemen
t (menit) Massa Bahan
Baku (g)
Massa Minyak
Nilam (g) Rendemen (%)
10 10.005 0.013 0.131
20 10.012 0.028 0.284
30 10.020 0.043 0.433
40 10.010 0.009 0.090
34
Universitas Indonesia
dengan
. Tekanan selama ekstraksi dapat diatur dengan membuka
timalkan
kontak antara pelarut dengan bahan baku nilam yang akan diekstrak maka tabung
ekstraktor disonikasi dengan waktu tertentu. Minyak nilam yang dihasilkan akan
berada pada bagian dasar tabung dan secara umum memiliki aroma yang lebih
n dengan minyak nilam hasil destilasi uap dan ekstraksi soklet.
Penggunaan kertas saring sebagai pembungkus bahan baku dapat
menyerap kembali minyak nilam yang telah terekstrak, karena bahan baku berada
ahkan apapun. Penggunaan
tabung ekstraktor yang berukuran kecil, yaitu 200 mL, menyebabkan hanya 10 g
bahan baku yang dapat diekstrak disetiap prosesnya, sehingga ekstraksi menjadi
kurang efisien. Untuk mengetahui kondisi optimum ekstraksi maka dilakukan
4.5.1 Pengaruh Lama Ekstraksi terhadap Persen Rendemen Ekstraksi
Rendemen (%)
0.131
0.284
0.433
0.090
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.8 Grafik pengaruh lama ekstraksi terhadap rendemen
Berdasarkan grafik pengaruh lama ekstraksi terhadap rendemen
diketahui bahwa seiring meningkatnya lama ekstraksi meningkat pula persentase
rendemen yang dihasilkan, sampai akhirnya didapatkan lama ekstraksi optimum.
Lamanya waktu ekstraksi akan mempermudah penetrasi pelarut kedalam bahan
baku, kelarutan komponen
kenaikan waktu, akan tetapi setelah mencapai waktu optimal jumlah minyak yang
terambil mengalami penurunan. Hal ini disebabkan komponen minyak pada bahan
baku jumlahnya terbatas dan pelarut yang digunaka
kemampuan untuk melarutkan bahan yang ada, sehingga walaupun waktu
ekstraksi diperpanjang solute
1987).
Seharusnya setelah didapatkan lama optimum akan didapatkan nilai
rendemen yang konstan,
penurunan nilai rendemen dibandingkan dengan ekstraksi dengan lama 30 menit.
Hal ini disebabkan tidak ada lagi minyak yang dapat diekstrak namun terjadi
kontak antara kertas saring yang digunakan untuk mem
minyak yang telah berhasil diekstrak. Sehingga terjadi penyerapan minyak oleh
kertas saring dan mengurangi nilai rendemen yang didapatkan.
Lama ekstraksi optimum tercapai pada lama ekstraksi 30 menit, dengan
rendemen yang didapatkan
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0
ren
de
me
n (
%)
Pengaruh Lama Ekstraksi terhadap Rendemen
Universitas Indonesia
Gambar 4.8 Grafik pengaruh lama ekstraksi terhadap rendemen
Berdasarkan grafik pengaruh lama ekstraksi terhadap rendemen, dapat
diketahui bahwa seiring meningkatnya lama ekstraksi meningkat pula persentase
rendemen yang dihasilkan, sampai akhirnya didapatkan lama ekstraksi optimum.
Lamanya waktu ekstraksi akan mempermudah penetrasi pelarut kedalam bahan
onen-komponen minyak nilam berjalan sebanding dengan
kenaikan waktu, akan tetapi setelah mencapai waktu optimal jumlah minyak yang
terambil mengalami penurunan. Hal ini disebabkan komponen minyak pada bahan
baku jumlahnya terbatas dan pelarut yang digunakan mempunyai batas
kemampuan untuk melarutkan bahan yang ada, sehingga walaupun waktu
solute yang ada pada bahan sudah tidak ada (Guenther,
Seharusnya setelah didapatkan lama optimum akan didapatkan nilai
rendemen yang konstan, namun pada ekstraksi dengan lama 40 menit terjadi
penurunan nilai rendemen dibandingkan dengan ekstraksi dengan lama 30 menit.
Hal ini disebabkan tidak ada lagi minyak yang dapat diekstrak namun terjadi
kontak antara kertas saring yang digunakan untuk membungkus bahan baku dan
minyak yang telah berhasil diekstrak. Sehingga terjadi penyerapan minyak oleh
kertas saring dan mengurangi nilai rendemen yang didapatkan.
Lama ekstraksi optimum tercapai pada lama ekstraksi 30 menit, dengan
rendemen yang didapatkan yaitu 0,433%. Kecilnya nilai rendemen yang
10 20 30 40
lama ekstraksi (menit)
Pengaruh Lama Ekstraksi terhadap Rendemen
35
Universitas Indonesia
Gambar 4.8 Grafik pengaruh lama ekstraksi terhadap rendemen
, dapat
diketahui bahwa seiring meningkatnya lama ekstraksi meningkat pula persentase
rendemen yang dihasilkan, sampai akhirnya didapatkan lama ekstraksi optimum.
Lamanya waktu ekstraksi akan mempermudah penetrasi pelarut kedalam bahan
komponen minyak nilam berjalan sebanding dengan
kenaikan waktu, akan tetapi setelah mencapai waktu optimal jumlah minyak yang
terambil mengalami penurunan. Hal ini disebabkan komponen minyak pada bahan
kemampuan untuk melarutkan bahan yang ada, sehingga walaupun waktu
yang ada pada bahan sudah tidak ada (Guenther,
Seharusnya setelah didapatkan lama optimum akan didapatkan nilai
namun pada ekstraksi dengan lama 40 menit terjadi
penurunan nilai rendemen dibandingkan dengan ekstraksi dengan lama 30 menit.
Hal ini disebabkan tidak ada lagi minyak yang dapat diekstrak namun terjadi
bungkus bahan baku dan
minyak yang telah berhasil diekstrak. Sehingga terjadi penyerapan minyak oleh
Lama ekstraksi optimum tercapai pada lama ekstraksi 30 menit, dengan
yaitu 0,433%. Kecilnya nilai rendemen yang
50
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
didapatkan selain disebabkan adanya penyerapan minyak nilam yang telah
terekstrak oleh kertas saring yang digunakan untuk membungkus bahan baku
nilam, disebabkan pula tidak efisiensinya ukuran tabung yang digunaka
ekstraksi, karena ukuran tabung terlalu kecil sehingga hanya mampu untuk
mengekstrak sekitar 10 g bahan baku nilam.
4.5.2 Pengaruh Suhu terhadap Persen Rendemen Ekstraksi
Tabel 4.3 Data pengaruh suhu terhadap rendemen
T (oC) P (MPa) t (menit)
50 8.5
60 8.5
70 8.5
80 8.5
Gambar 4.9 Grafik pengaruh suhu terhadap rendemen
Pemilihan suhu yang digunakan
CO2, yaitu 31,1oC. Dengan naiknya suhu yang digunakan dalam ekstraksi maka
meningkat pula rendemen yang dihasilkan sampai mencapai suhu optimum
ekstraksi, yaitu 70oC dengan persen rendemen 0,459%, kemudian menurun
peningkatan suhu berikutnya. Menurut Fatemi
terjadi karena adanya kompetisi antara pengaruh tekanan uap zat terlarut dengan
densitas terhadap kelarutan minyak nilam dalam CO
suhu sampai 70oC yang lebih mendominasi adalah pengaruh peningkatan tekanan
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
40
ren
de
me
n (
%)
Pengaruh Suhu terhadap Rendemen
Universitas Indonesia
didapatkan selain disebabkan adanya penyerapan minyak nilam yang telah
terekstrak oleh kertas saring yang digunakan untuk membungkus bahan baku
nilam, disebabkan pula tidak efisiensinya ukuran tabung yang digunakan untuk
ekstraksi, karena ukuran tabung terlalu kecil sehingga hanya mampu untuk
mengekstrak sekitar 10 g bahan baku nilam.
4.5.2 Pengaruh Suhu terhadap Persen Rendemen Ekstraksi
Tabel 4.3 Data pengaruh suhu terhadap rendemen
t (menit) Massa Bahan
Baku (g)
Massa Minyak
Nilam (g) Rendemen (%)
30 10.011 0.022 0.220
30 10.005 0.034 0.344
30 10.076 0.046 0.459
30 10.037 0.022 0.224
Gambar 4.9 Grafik pengaruh suhu terhadap rendemen
Pemilihan suhu yang digunakan didasarkan pada suhu di atas suhu kritis
C. Dengan naiknya suhu yang digunakan dalam ekstraksi maka
meningkat pula rendemen yang dihasilkan sampai mencapai suhu optimum
C dengan persen rendemen 0,459%, kemudian menurun
peningkatan suhu berikutnya. Menurut Fatemi et al., 2008, fenomena tersebut
terjadi karena adanya kompetisi antara pengaruh tekanan uap zat terlarut dengan
densitas terhadap kelarutan minyak nilam dalam CO2 superkritis. Pada kenaikan
yang lebih mendominasi adalah pengaruh peningkatan tekanan
50 60 70 80 90
suhu (oC)
Pengaruh Suhu terhadap Rendemen
36
Universitas Indonesia
didapatkan selain disebabkan adanya penyerapan minyak nilam yang telah
terekstrak oleh kertas saring yang digunakan untuk membungkus bahan baku
n untuk
ekstraksi, karena ukuran tabung terlalu kecil sehingga hanya mampu untuk
Rendemen (%)
0.220
0.344
0.459
0.224
didasarkan pada suhu di atas suhu kritis
C. Dengan naiknya suhu yang digunakan dalam ekstraksi maka
meningkat pula rendemen yang dihasilkan sampai mencapai suhu optimum
C dengan persen rendemen 0,459%, kemudian menurun pada
, 2008, fenomena tersebut
terjadi karena adanya kompetisi antara pengaruh tekanan uap zat terlarut dengan
superkritis. Pada kenaikan
yang lebih mendominasi adalah pengaruh peningkatan tekanan
90
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
uap zat terlarut akibat adanya peningkatan suhu, sehingga kelarutan minyak nilam
dalam CO2 superkritis meningkat maka meningkat pula rendemen yang
dihasilkan. Namun setelah suhu 70
superkritis akibat peningkatan suhu lebih mendominasi, sehingga kelarutan
minyak menurun dan menyebabkan berkurangnya rendemen yang dihasilkan.
Kecilnya rendemen yang dihasilkan dari variasi suhu ini dikarenakan
minyak nilam yang telah terekstrak terserap kembali pada kertas saring yang
digunakan untuk membungkus bahan baku nilam. Kecilnya tabung ekstraktor juga
menyebabkan kurang efisiennya ekstraksi yang dilakukan.
4.5.3 Pengaruh Tekanan terhadap Persen Rendemen Ekstraksi
Tabel 4.4 Data pengaruh tekanan terhadap rendemen
T (oC) P (MPa) t (menit)
70 7.5
70 8.5
70 9.5
70 10.5
Gambar 4.10 Grafik pengaruh tekanan terhadap rendemen
Dengan meningkatnya tekanan yang digunakan untuk ekstraksi maka
meningkat pula minyak nilam yang didapatkan, sampai tercapainya tekanan
optimum ekstraksi. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya tekanan akan
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
7 7.5
ren
de
me
n (
%)
Pengaruh Tekanan terhadap Rendemen
Universitas Indonesia
uap zat terlarut akibat adanya peningkatan suhu, sehingga kelarutan minyak nilam
superkritis meningkat maka meningkat pula rendemen yang
dihasilkan. Namun setelah suhu 70oC pengaruh menurunnya densitas CO
superkritis akibat peningkatan suhu lebih mendominasi, sehingga kelarutan
minyak menurun dan menyebabkan berkurangnya rendemen yang dihasilkan.
Kecilnya rendemen yang dihasilkan dari variasi suhu ini dikarenakan
telah terekstrak terserap kembali pada kertas saring yang
digunakan untuk membungkus bahan baku nilam. Kecilnya tabung ekstraktor juga
menyebabkan kurang efisiennya ekstraksi yang dilakukan.
4.5.3 Pengaruh Tekanan terhadap Persen Rendemen Ekstraksi
.4 Data pengaruh tekanan terhadap rendemen
t (menit) Massa Bahan
Baku (g)
Massa Minyak
Nilam (g) Rendemen (%)
30 10.010 0.008 0.081
30 10.076 0.046 0.459
30 10.057 0.048 0.473
30 10.086 0.036 0.360
4.10 Grafik pengaruh tekanan terhadap rendemen
Dengan meningkatnya tekanan yang digunakan untuk ekstraksi maka
meningkat pula minyak nilam yang didapatkan, sampai tercapainya tekanan
optimum ekstraksi. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya tekanan akan
8 8.5 9 9.5 10 10.5
tekanan (Mpa)
Pengaruh Tekanan terhadap Rendemen
37
Universitas Indonesia
uap zat terlarut akibat adanya peningkatan suhu, sehingga kelarutan minyak nilam
superkritis meningkat maka meningkat pula rendemen yang
unnya densitas CO2 fluida
superkritis akibat peningkatan suhu lebih mendominasi, sehingga kelarutan
minyak menurun dan menyebabkan berkurangnya rendemen yang dihasilkan.
Kecilnya rendemen yang dihasilkan dari variasi suhu ini dikarenakan
telah terekstrak terserap kembali pada kertas saring yang
digunakan untuk membungkus bahan baku nilam. Kecilnya tabung ekstraktor juga
Rendemen (%)
0.081
0.459
0.473
0.360
Dengan meningkatnya tekanan yang digunakan untuk ekstraksi maka
meningkat pula minyak nilam yang didapatkan, sampai tercapainya tekanan
optimum ekstraksi. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya tekanan akan
11
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
38
Universitas Indonesia
meningkat pula densitas fluida superkritis sehingga kemampuan fluida superkritis
tersebut untuk melarutkan minyak nilam meningkat (Yamini et al., 2008).
Pemilihan tekanan yang digunakan selama ekstraksi ini didasarkan pada
tekanan di atas tekanan kritis CO2, yaitu 7,3 MPa. Ekstraksi yang dilakukan pada
tekanan 9,5 MPa didapatkan rendemen yang lebih besar daripada ekstraksi pada
tekanan 8,5 MPa, namun peningkatannya tidak signifikan. Maka tekanan optimum
ekstraksi minyak nilam tercapai pada tekanan 8,5 MPa, dengan rendemen sebesar
0,459%. Adanya penyerapan minyak nilam oleh kertas saring serta tidak
efisiennya ukuran tabung ekstraktor yang digunakan menyebabkan rendemen
yang dihasilkan kecil.
4.6 Analisis Mutu Minyak Nilam
Analisis mutu minyak nilam dilakukan dengan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia No. 06-2385-2006. Dimana
sifat fisik dan kimia yang ditentukan sebagai parameter mutu minyak nilam pada
penelitian ini yaitu warna, berat jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol 90%,
bilangan asam, bilangan ester, dan yang paling menentukan mutu dari minyak
nilam yaitu kadar patchouli alkohol.
4.6.1 Penentuan Warna Minyak Nilam
Penentuan warna minyak nilam yang dihasilkan dari masing-masing
metode dilakukan secara visual dengan indra penglihatan langsung. Minyak nilam
yang dihasilkan melalui destilasi uap dan ekstraksi menggunakan CO2 fluida
superkritis berwarna kuning , namun untuk hasil dari ekstraksi dengan CO2 fluida
superkritis berwarna kuning lebih muda dibandingkan hasil destiasi uap, biasanya
minyak yang berwarna lebih muda lebih disukai oleh para distributor minyak
nilam. Sedangkan untuk minyak hasil dari ekstraksi soklet berwarna coklat
kehitaman, hal ini dikarenakan masih bercampurnya minyak nilam dengan
pelarut, atau dimungkinkan terjadinya oksidasi selama ekstraksi berlangsung, atau
dapat pula disebabkan ikut terlarutnya zat warna yang terkandung dalam bahan
baku nilam yang digunakan karena pada ekstraksi ini digunakan etanol sebagai
pelarut, dimana etanol tersebut mampu mengekstrak zat warna dari daun nilam.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
39
Universitas Indonesia
(a) (b) (c)
Gambar 4.11 Perbandingan warna minyak nilam hasil (a) destilasi uap, (b)
ekstraksi soklet, dan (c) ekstraksi superkritis
4.6.2 Penentuan Berat Jenis Minyak Nilam
Berat jenis minyak diketahui dengan membandingkan berat minyak
dengan berat air pada suhu 25oC. Dari penentuan yang telah dilakukan terhadap
minyak nilam hasil destilasi uap dan ekstraksi superkritis diketahui bahwa berat
jenis minyak nilam yaitu 0,959 untuk hasil destilasi uap dan 0,973 untuk hasil
ekstraksi superkritis. Berat jenis minyak nilam hasil ekstraksi dengan pelarut CO2
fluida superkritis lebih besar dari pada hasil destilasi uap. Hal ini sejalan dengan
besarnya kandungan patchouli alkohol yang terdapat pada masing-masing minyak
tersebut. Semakin besar kadar patchouli alkohol maka akan semakin besar berat
jenis minyaknya, karena patchouli alkohol memiliki berat molekul yang besar
yaitu 222 g/mol yang dapat mempengaruhi berat jenis dari minyak. Minyak nilam
hasil kedua metode tersebut masih sesuai dengan persyaratan mutu minyak nilam
yag ditetapkan dalam SNI 06-2385-2006. Namun untuk penggunaan ekstraksi
soklet didapatkan minyak nilam dengan berat jenis 1,070, dimana nilai ini diluar
dari rentang persyaratan mutu minyak nilam, yaitu 0,950 – 0,975.
4.6.3 Penentuan Indeks Bias Minyak Nilam
Dari pembacaan skala refraktometer, dapat diketahui indeks bias dari
masing-masing minyak nilam. Untuk minyak nilam hasil destilasi uap 1,510,
sedangkan untuk minyak nilam hasil ekstraksi dengan CO2 superkritis yaitu 1,507.
Nilai tersebut masuk ke dalam persyaratan mutu yang telah ditetapkan SNI 06-
2385-2006, yaitu 1,507-1,515. Indeks bias minyak hasil ekstraksi dengan CO2
superkritis lebih kecil dari pada minyak hasil destilasi uap, hal ini menyatakan
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
40
Universitas Indonesia
bahwa kerapatan minyak hasil destilasi uap lebih besar dibandingkan hasil
ekstraksi dengan CO2 superkritis.
Untuk indeks bias minyak hasil ekstraksi soklet didapatkan nilai 1,400
dimana nilai tersebut diluar dari rentang yang ditetapkan dalam SNI 06-2385-
2006 sebagai syarat mutu minyak nilam. Kecilnya nilai indeks bias tersebut
mungkin disebabkan oleh pengaruh pelarut yang tercampur pada minyak tersebut,
sehingga pelarut tersebut ikut membiaskan cahaya yang datang, sehingga
memperkecil nilai indeks bias.
4.6.4 Penentuan Kelarutan dalam Alkohol
Untuk minyak nilam hasil destilasi uap dan ekstraksi dengan CO2
superkritis dapat dinyatakan opalesensi ringan atau jernih karena keduanya dapat
mencapai kejernihan seperti larutan pembanding dengan penambahan etanol 90%
tidak lebih dari sepuluh kali volume minyak nilam yang diujikan. Sedangkan
untuk minyak nilam hasil dari ekstraksi soklet setelah penambahan etanol 90%
sepuluh kali volume minyak, belum didapatkan kejernihan seperti larutan
pembanding, maka minyak nilam hasil ekstraksi soklet dapat dinyatakan keruh,
sehingga mutunya rendah karena tidak sesuai dengan persyaratan mutu yang
ditetapkan dalam SNI 06-2385-2006.
4.6.5 Penentuan Bilangan Asam
Nilai dari bilangan asam menyatakan banyaknya miligram KOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam-asam bebas yang terdapat dalam 1 gram
miyak nilam. Misalnya untuk minyak nilam hasil destilasi uap didapatkan nilai
bilangan asam sebesar 1,7011 artinya dibutuhkan 1,7011 mg KOH untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak nilam
tersebut. Sedangkan untuk minyak nilam hasil ekstraksi superkritis besar bilangan
asamnya yaitu 6,7697. Bilangan asam merupakan salah satu pengujian yang
dilakukan untuk mengetahui kualitas minyak atau lemak. Semakin banyak KOH
yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas, maka semakin besar pula
asam lemak bebas pada minyak atau lemak tersebut (Sudarmadji, 1989). Nilai
yang didapatkan pada penentuan bilangan asam ini masih di bawah angka 8,
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
41
Universitas Indonesia
artinya masih memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan dalam SNI 06-2385-
2006.
Untuk minyak nilam hasil ekstraksi soklet tidak dilakukan penentuan
bilangan asamnya, karena dalam penentuan bilangan asam ini dilakukan titrasi
dimana hasilnya sangat tergantung dengan kecermatan dalam menentukan
perubahan warna yang terjadi. Sedangkan minyak hasil ekstraksi soklet ini
berwarna coklat kehitaman sehingga sulit dalam menetapkan perubahan warna
yang terjadi.
4.6.6 Penentuan Bilangan Ester
Bilangan ester yang didapatkan untuk minyak nilam hasil destilasi uap dan
ekstraksi superkritis berturut-turut yaitu 15,3576 dan 25,0813. Bilangan ester
menyatakan jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan ester
yang terdapat dalam 1 gram minyak. Sehingga nilai bilangan ester setara dengan
kadar ester dalam minyak atau asam lemak yang terikat. Bilangan ester juga
dikatakan sebagai selisih bilangan asam dengan bilangan penyabunan. Apabila
minyak memiliki asam lemak bebas yang jauh lebih sedikit dari asam lemak
terikat maka minyak tersebut berkualitas baik. Besarnya bilangan ester yang
didapatkan dari pengujian minyak nilam hasil ekstraksi superkritis mungkin
disebabkan kesalahan dalam penyimpanan minyak nilam, dimana selama
penyimpanan terjadi kontak dengan udara dan cahaya, dimana cahaya dapat
mengkatalis reaksi antara kandungan dalam minyak dan udara.
Sama halnya seperti penentuan bilangan asam, untuk minyak nilam hasil
ekstraksi soklet tidak dilakukan penentuan bilangan esternya, dikarenakan sulitnya
menentukan perubahan warna pada saat titrasi di dalam penentuan bilangan ester.
4.6.7 Penentuan Kadar Patchouli Alkohol
Besarnya kandungan senyawa patchouli alkohol yang terdapat dalam
minyak nilam sangat menentukan mutu dari minyak nilam sehingga berpengaruh
terhadap harga jual dari minyak tersebut. Berdasarkan standar mutu yang telah
ditetapkan dalam SNI No. 06-2385-2006, kadar dari patchouli alkohol minimal
30%. Kadar patchouli alkohol dapat diketahui dengan menggunakan alat
kromatografi gas, dimana analisis dilakukan secara kualitatif dan semi kuantitatif.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
42
Universitas Indonesia
Secara kualitatif puncak patchouli alkohol dapat diketahui dari waktu retensi
munculnya puncak yang diketahui dari database. Sedangkan secara semi
kuantitatif kadar patchouli alkohol diketahui dengan membandingkan luas puncak
dari senyawa tersebut terhadap jumlah luas puncak yang dihasilkan dalam
kromatogram dari sampel minyak nilam tersebut.
Berdasarkan analisis kromatografi gas yang dilakukan, diketahui bahwa
waktu retensi munculnya puncak patchouli alkohol yaitu pada 23,953 untuk
minyak hasil destilasi uap dan 23,970 untuk minyak hasil ekstraksi superkritis.
Puncak tersebut diketahui sebagai puncak dari senyawa patchouli alkohol selain
berdasarkan data pada database, diperkuat pula dengan spektrum spektrometri
massa pada waktu retensi tersebut, dimana spektrum tersebut menunjukkan
spektrum spektrometri massa milik senyawa patchouli alkohol dikarenakan
kelimpahan terbesar terdapat pada m/z 222 setara dengan berat molekul dari
patchouli alkohol.
Dari perbandingan luas puncak pada kromatogram diketahui kadar
patchouli alkohol untuk minyak nilam hasil penyulingan dengan destilasi uap
yaitu 22,361%, sedangkan untuk minyak nilam hasil ekstraksi dengan CO2
superkritis yaitu 59,845%. Rendahnya kandungan patchouli alkohol dalam
minyak hasil destilasi uap mugkin disebabkan adanya degradasi termal karena
penggunaan suhu yang relatif tinggi selama penyulingan. Hal ini membuktikan
bahwa mutu minyak nilam Indonesia, yang biasanya dihasilkan oleh penyulingan
rakyat melalui destilasi uap, masih sangat rendah sehingga menyebabkan harga
pasaran dari minyak nilam Indonesia juga cukup rendah dibandingkan dengan
negara lain yang telah menggunakan teknologi canggih dalam pengolahan minyak
atsiri. Dengan meningkatnya kandungan patchouli alkohol, maka telah dibuktikan
bahwa penggunaan metode ekstraksi dengan CO2 superkritis dapat meningkatkan
mutu minyak nilam.
4.7 Perbandingan Minyak Nilam Hasil Ekstraksi Menggunakan CO2
Superkritis dengan Destilasi Uap dan Ekstraksi Soklet
Minyak nilam yang dihasilkan dari ekstraksi menggunakan pelarut CO2
fluida superkritis secara keseluruhan memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan
minyak hasil dua metode lainnya. Hal ini dibuktikan dengan terpenuhinya
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
43
Universitas Indonesia
persyaratan mutu minyak nilam yang ditetapkan dalam SNI 06-2385-2006,
khususnya pada parameter mutu kadar patchouli alkohol, dimana minyak nilam
hasil ekstraksi superkritis mengandung senyawa patchouli alkohol jauh lebih
besar.
Kemurnian minyak yang dihasilkan dari penggunaan metode ekstraksi
superkritis memiliki keunggulan dibandingkan dua metode yang lainnya, dimana
tidak perlu dilakukan pemisahan kembali dari pelarut yang digunakan. Lain
halnya dengan penggunaan metode destilasi uap yang membutuhkan Na2SO4
anhidrat untuk menarik air, dan penggunaan metode ekstraksi soklet yang
mengharuskan adanya tahap penguapan pelarut.
Dari segi waktu, proses ekstraksi dengan pelarut CO2 fluida superkritis
membutuhkan waktu yang jauh lebih singkat, yaitu 30 menit, dibandingkan kedua
metode lainnya yang membutuhkan total waktu 10 jam untuk destilasi uap dan 5
jam untuk ekstraksi soklet ditambah dengan waktu untuk menguapkan pelarut.
Penggunaan CO2 sebagai pelarut juga dapat mengurangi kerusakan
lingkungan, karena CO2 jauh lebih aman dibandingkan pelarut organik yang biasa
digunakan untuk ekstraksi, karena tidak menghasilkan residu. Serta
ketersediaannya di alam pun cukup melimpah.
Dari penelitian ini terdapat kekurangan dari penggunaan metode ekstraksi
menggunakan CO2 superkritis, yaitu rendemen yang dihasilkan sangat kecil. Hal
ini disebabkan kecilnya tabung ekstraktor yang digunakan, yaitu dengan volume
200 ml, sehingga hanya mampu menampung 10 gram bahan baku nilam, maka
kurang efisien untuk ekstraksi. Selain itu, rendemen yang didapat sangat kecil
juga disebabkan oleh adanya minyak nilam yang terserap kembali oleh kertas
saring, yang digunakan untuk membungkus bahan baku nilam, karena minyak
hasil ekstraksi dan bahan baku yang terbungkus kertas saring terdapat dalam satu
tabung tanpa pemisah.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
44
Universitas Indonesia
Tabel 4.5 Perbandingan Mutu Minyak Nilam
Parameter SNI 06-2385-2006 Destilasi Uap Ekstraksi
Soklet
Ekstraksi
Superkritis
Warna Kuning muda –
coklat kemerahan
Kuning Coklat
kehitaman
Kuning muda
Berat jenis /25oC 0.950 – 0.975 0.959 1,0703 0,973
Indeks bias (T=20oC) 1.507 – 1.515 1.510 1,400 1,507
Kelarutan dalam
etanol 90% (T=20oC)
Opalesensi ringan Opalesensi
ringan
Keruh Opalesensi
ringan
Bilangan asam Maks. 8 1.7011 xxx 6,7697
Bilangan ester Maks. 20 15,3576 xxx 25,0813
Patchouli alkohol Min. 30% 22,361% xxx 59,845%
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
45
45 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kondisi optimum ekstraksi dengan CO2 superkritis yaitu pada suhu 70oC,
tekanan 8,5 MPa, dan lama ekstraksi 30 menit, dimana dihasilkan rendemen
sebesar 0,438% dengan kandungan patchouli alkohol sebesar 59,845%.
2. Minyak nilam yang dihasilkan melalui proses destilasi uap yaitu 1,659%
dengan kadar patchouli alkohol 22,361%.
3. Komposisi pelarut optimum untuk ekstraksi soklet yaitu etanol:n-heksana 1:2,
dimana dihasilkan minyak nilam sebanyak 16,323%, termasuk berat pelarut
yang tidak dapat dipisahkan.
4. Penggunaan metode ekstraksi dengan CO2 superkritis dapat meningkatkan
mutu produksi minyak nilam dengan waktu produksi yang lebih singkat, dan
minyak nilam yang lebih murni.
5.2 Saran
1. Menggunakan alat ekstraksi superkritis yang lebih modern agar ekstraksi lebih
efektif.
2. Menganalisis mutu minyak nilam hasil dari setiap kondisi, agar diketahui
kondisi untuk mendapatkan minyak dengan rendemen dan mutu terbaik.
3. Menggunakan modifier untuk meningkatkan kepolaran CO2.
4. Menggunakan sistem recycle CO2 agar lebih aman bagi lingkungan.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
46
46 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Ames, G.R. dan W.S. A Matthews. (1968). The Destilation Of Essential Oil.
Trop. Sci.
Bambang, T.A. (2010). Peningkatan Muu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan
Destilasi pada Berbagai Komposisi Pelarut. Tesis Magister Teknik Kimia,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Bulan, Rumondang. Esterifikasi Patchouli Alkohol Hasil Isolasi dari Minyak
Daun Nilam (Patchouli Oil). Universitas Sumatera Utara.
Corinne, Bure. (2004). Analysis of Essential Oil of I ndonesian Patchouli
(Pogostemon cablin Benth.) using GC/MS (EI/CI), Journal of Essential Oil
Research. Jan/Feb.
die-medien-production.de/templates/ja_purity/html/mod_login/gas-
chromatography-diagram (Diakses tanggal: 18 Mei 2012, pukul 22.15 WIB)
Dirjen Bina Produksi Perkebunan. (2002). Nilam. Statistik Perkebunan Indonesia
2000-2002. 18 hal.
Ditjen Perkebunan. (2006). Nilam. Statistik Perkebunan Indonesia. 2003-2006. 19
hal.
Donelian, A, et al. (2009). Comparison of Extraction of Patchouli (Pogostemon
cablin) essential oil with supercritical CO2 and by steam distillation. The
Journal of Supercritical Fluids, 48, 15-20.
Ebrahimzadeh, H., et al. (2003). Chemical Composition of The Essential Oil and
Supercritical CO2 Extracts of Zataria multiflora Boiss. Food Chem., 83, 357-
361.
Fan, Ling, et al. (2011). Enhanced extraction of patchouli alcohol from
Pogostemon cablin by microwave radiation-accelerated ionic liquid
pretreatment. Journal of Chromatography B, 879. 3653-3657.
Fatemi, et al. (2010). Experimental Design on Supercritical Extraction of
Essential Oil from Valerian Roots and Study of Optimal Conditions. Food
and Bioproducts Processing, 312–318.
Geankoplis, GJ. (1983). Transport Process and Unit Operation, Second
Edition,Allyn and Bacon, Inc. Boston, London, Sydney, Toronto.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
47
Universitas Indonesia
Ginting, Sentosa. (2004). Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan
Mutu Minyak Atsiri Daun Sereh Wangi. Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara.
Guan, W. Q., et al. (2006). Comparison of Essential Oils of Clove Buds Extracted
with Supercritical Carbon Dioxide and other Three Traditional Extraction
Methods. Food Chemistry, 101, 1558–1564.
Guenther, E. (1947). The Essential Oils. Vol. II. Robert E. Krieger Publishing
Company. New York.
Guenther, E. (1950). The Essential Oil, Vol I, Van Nostrand Company, Inc., New
York.
Guenther, E. (1950). The Essential Oil, Vol IV, Van Nostrand Company, Inc.,
New York.
Guenther, E. (1967). The Essential Oil. Vol III. sixth ed. Van Nostrand Company,
Inc., Precenton USA.
Guenther, E. (1987). Minyak Atsiri. Diterjemahkan oleh R.S. Ketaren dan R.
Mulyono. Jakarta: UI Press.
Grieve, M. (2002). A Modern Herbal Patchoulli. www.Botanical.com.
Gunawan, D., Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jakarta:
Penebar Swadaya.
Gunawan, W. (2009). Kualitas dan Nilai Minyak Atsiri, Implikasi pada
Pengembangan Turunannya, Semarang.
Harris, R. (1987). Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hayani, Eni. (2005). Teknik Analisis Mutu Minyak Nilam. Buletin Teknik
Pertanian, Vol. 10, Nomor 1, 2005. Litkayasa Penyelia pada Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat.
Hernani dan Budi. (1988). Analisis Mutu Minyak Nilam dan Minyak Cengkeh
secara Kromatagrafi. Media Penelitian Sukamandi No.6, Bogor, 57-61.
Hübschmann, Joachim. (2009). Handbook of GC/MS. WILEY-VCH Verlag
GmbH & Co. KGaA, Weinheim.
Hugh, M. A. dan V. J. Krukonis. (1986). Supecritical Fluid Extraction: Principles
and Practisce. Buster Worth Publischers, Stochom. USA.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
48
Universitas Indonesia
Ibnusantoso, E.A. (2000). Perkembangan Penelitian Nilam. Edisi Khusus Littro.
Vol. VI. No. 2.
Jiang, X., Ramsay, J. A., Ramsay, B. A. (2006). Acetone extraction of mcl-PHA
from Pseudomonas putida KT2440. Journal of Microbiological Methods, 67,
212–219.
Kataren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka.
Ketaren, S dan B. Djatmiko. (1978). Minyak Atsiri Bersumber dari Bunga dan
Buah. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta, IPB, Bogor.
Krismawati, Amik. Nilam dan Potensi Pengembangannya. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah.
Luque de Castro, M.D. and García-Ayoso, L.E. (1998). Soxhlet Extraction of
Solid Materials: An Outdated Technique with a Promising Innovative Future.
Analytica Chimica Acta, 369,1-10.
Mangun, S. (2008). Nilam. Cetakan ke III. Jakarta: Penebar Swadaya.
Manurung ,T. (2010). Ketua Umum Asosiasi Eksportir Minyak Atsiri Indonesia
(The Indonesian Essential Oil Trade Association/Indessota).
Ma’mun dan Adhi. (2008). Isolasi Patchouli Alkohol dari Minyak Nilam untuk
Bahan Refrensi Pengujian dalam Analisis Mutu. Balai Penelitian Tanaman
Obat dan Aromatik.
Mira, B, et al. (1999). Supercritical C02 of essential oil from orange peel effect of
operation conditions on the extract composition. Journal of Supercritical
Fluids, 14, 95 – 104.
Mulyodihardjo S. (1990). Program Pengembangan Penanaman Atsiri di
Sumatera. Prosiding Komunikasi Ilmiah Pengembangan Atsiri di Sumatera.
Balittro.
Nainggolan, R. (2002). Pemisahan Komponen Minyak Nilam (Pogostemon cablin
Benth.) dengan Teknik Distilasi Fraksinasi Vakum. IPB, Bogor.
Nurjanah, N. dan T. Marwati. (1998). Penanganan Bahan dan Penyulingan
Minyak Nilam. Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat, 5, 108−115.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
49
Universitas Indonesia
Nurlelasari, dkk. (2007). Peningkatan Kadar Patchouli Alkohol pada Minyak
Nilam melalui Teknik Kultur Jaringan. Universitas Padjadjaran.
Nuryani, Yang. (2006). Budidaya Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth.).
Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aromatik.
N, Harimurti dan Sumangat, D. Aplikasi Fluida Superkritis pada Ekstraksi
Minyak Atsiri. Prosiding Seminar Nasional Teknologi lnovotif Pascapanen
untuk Pengembangan lndustri Berbasis Pertanian. 801-810.
Palmer, MV and Ting, SS. (1995). Appication for Supercritical fluid Technology
in food processing, Food Chemistry, 52, 345 - 352.
Panji L, Yuliani S. (2005). Teknologi Ekstraksi Minyak Nilam. BB Pasca panen.
Pasquali, Irene, dan Ruggero Bettini. (2008). “Are Pharmaceutics Really Going
Supercritical?”. International Journal of Pharmaceutics, 364, 176-187.
Reid, R. C., Prausnitz, J. M., Poling, B. E. (1987). Properties of Gases and
Liquids, 4th edition. McGraw Hill, New York.
Richards, W. F. (1944). Perfumer’s Hand Book And Catalog. Fritzsche Brother
Inc. New York.
Rizvi S., dkk. 1986. Supercritical Fluid Extraction: Operating Principles and
Food Applications. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah dan Pengembangan
Atsiri di Sumatera, Bukittinggi, 31 Agustus 1991.
Rusli, S, (1977). Konstruksi Unit Penyulingan Sereh Wangi, Sereh Dapur dan
Cengkeh. Lembaga Penelitian Tanaman Industri.
Rusli, S., D. Sumangat, I.S. Sumirat. (1979). Pengaruh Lama Pelayuan dan Lama
Penyulingan terhadap Rendemen dan Mutu Minyak pada Penyulingan Serai
Dapur. Pemberitaan Lembaga Penelitian Tanaman Industri, Bogor, 44-54.
Rusli, S. (2002). Diversifikasi ragam dan peningkatan mutu minyak atsiri.
Makalah pada Workshop Nasional Minyak Atsiri, Oktober 2002. Direktorat
Jenderal Industri dan Dagang Kecil-Menengah. Depperindag. Jakarta.
Santoso, HR. (1990). Bertanam Nilam. Yogyakarta: Kanisius.
Satyadiwiria, Y. (1979). Pembuatan Minyak Atsiri. Dinas Pertanian, Medan.
Standar Nasional Indonesia, Minyak Nilam (SNI 06-2385-2006).
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
50
Universitas Indonesia
Stephen Miall. (1940). A New Dictionary of Chemistry. London: Longmans
Green.
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhadi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Edisi I. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Liberty.
Sudaryani T, dan Sugiharti E. (2001). Budidaya dan Penyulingan Nilam. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Sulaswatty, Anny, dkk. Pemurnian Minyak Nilam (Pogostemon cablin Benth)
menggunakan Teknik Ekstraksi Fluida Superkritis. Pusat Penelitian Kimia-
LIPI. Pemaparan Hasil Litbang. Bandung, 29-30 Juli 2003.
Sulaswaty, Wuryaningsih, A. (2001). Teknologi Ekstraksi Dan Pemurnian Atsiri
sebagai Bahan Baku Flavor dan Fragrance. Pusat Peneliti Kimia-LIPI,
Serpong.
Sunardi. (2004). Diktat Kuliah Elektrokimia dan Dasar-dasar Pemisahan. Depok:
Departemen Kimia, FMIPA, Universitas Indonesia.
Szokonya, et al. (2000). Extraction of Coriander Seed Oil by CO2 and Propane at
Super and Subcritical Conditions. J. Supercritical Fluids, 17, 177–186.
Treybal, R. E. (1981). Mass Transfer Operation. Third Edition. Mc Graw. Hill
Book Company. London, Sydney. Tokyo.
Trifilief, E. (1980). Isolation of The Postulated Precurser of Nor-patchoulenol in
Patchouli Leaves. Phytochemistry, 19, 2464.
Virmani, O.P. dan S.C. Datta. (1971). Essential oil Cymbopogon Winterianus (Oil
of Citronella Java). The Flavour Industri.
Wahid, P. (1992). Peningkatan tanaman melalui tanaman sela dan tanaman
campuran. Prosiding Temu Usaha Pengembangan Hasil Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat, Oktober 1992. Balittro. Bogor.
Walker, G.T. (1968). The Structure and Synthesis of Patchouli Alcohol
Manufacturing Chemist and Aerosol. News.
www.chm.bris.ac.uk/motm/CO2/CO2h.htm (Diakses tanggal: 19 Mei 2012, pukul
19.43 WIB)
www.supercriticalfluids.com/company-information/about-supercritical-fluids
(Diakses tanggal: 30 Mei 2012, pukul 22.17 WIB)
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
51
Universitas Indonesia
www.tistr.or.th/pharma/pogostemon cablin.htm (Diakses tanggal: 22 Mei 2012,
pukul 19.52 WIB)
Yamini, et al. (2008). Extraction of Essential Oil from Pimpinella anisum Using
Supercritical Carbon Dioxide and Comparison with Hydrodistillation.
Natural Product Research, Vol. 22, No. 3, 15 February 2008, 212–218.
Y. Sánchez-Vicente, et al. (2009). Supercritical fluid extraction of peach (Prunus
persica) seed oil using carbon dioxide and ethanol. The Journal of
Supercritical Fluids, 49, 167–173.
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
Lampiran 1. Bagan Kerja
52 Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Kerja
Universitas Indonesia
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
53
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Data Perhitungan Kadar Air Bahan Baku Nilam
Crucible
Kosong
(g)
Crucible
+ Bahan
Baku (g)
Bahan
Baku
Awal (g)
Crucible + Bahan
Baku setelah
Pemanasan (g)
Bahan Baku
setelah
Pemanasan (g)
Massa
yang
Hilang (g)
Kadar
Air (%)
34.1044 36.6088 2.5044 36.3000 2.1956 0.3088 12.3303
35.4791 38.0071 2.5280 37.6493 2.1702 0.3578 14.1535
34.1042 36.7526 2.6484 36.3229 2.2187 0.4297 16.2249
35.4779 38.1300 2.6521 37.7123 2.2344 0.4177 15.7498
34.1062 37.1238 3.0176 36.6748 2.5686 0.4490 14.8794
35.4798 38.5297 3.0499 38.1024 2.6226 0.4273 14.0103
34.1063 38.1231 4.0168 37.5159 3.4096 0.6072 15.1165
35.4795 39.4957 4.0162 38.8811 3.4016 0.6146 15.3030
Rata-rata 14.7210
Standar Deviasi 1.2179
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Data Penyulingan Minyak Nilam (Destilasi Uap)
Massa
Bahan
Baku
(g)
Massa Minyak (g) Rendemen (%) Total
Rendemen
(%) Destilasi
ke 1
Destilasi
ke 2
Destilasi
ke 1
Destilasi
ke 2
Pengulangan 1 200 3.204 0.606 1.602 0.303 1.905
Pengulangan 2 200 1.712 0.210 0.856 0.105 0.961
Pengulangan 3 200 3.366 0.860 1.683 0.430 2.113
Rata-rata 0.279 1.660 1.939
Standar Deviasi 0.456 0.164 0.614
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
55
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Data Ekstraksi Minyak Nilam dengan Ekstraksi Soklet
Massa bahan baku = 6 gram.
Pelarut
Massa Minyak Nilam +
Pelarut* (g) Rendemen (%)
Pengulangan
1
Pengulangan
2
Pengulangan
1
Pengulangan
2
Rata-rata
Etanol 0.655 0.680 10.917 11.333 11.125
Etanol : n-heksana (2:1) 0.650 0.810 10.833 13.501 12.167
Etanol : n-heksana (1:1) 0.610 0.990 10.166 16.500 13.333
Etanol : n-heksana (1:2) 0.918 1.041 15.302 17.344 16.323
n-heksana 0.840 0.800 14.001 13.333 13.667
ket: *= yang tidak dapat dipisahkan
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
56
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Data Ekstraksi Minyak Nilam dengan Ekstraksi Superkritis
a. Pengaruh Lama Ekstraksi
T (oC)
P (MPa)
t (menit) Massa Bahan
Baku (g)
Massa Minyak
Nilam (g)
Rendemen (%)
70 10 10 10.005 0.013 0.131
70 10 20 10.012 0.028 0.284
70 10 30 10.020 0.043 0.433
70 10 40 10.010 0.009 0.090
b. Pengaruh Suhu Ekstraksi
T (oC)
P (MPa)
t (menit) Massa Bahan
Baku (g)
Massa Minyak
Nilam (g)
Rendemen (%)
50 8.5 30 10.011 0.022 0.220
60 8.5 30 10.005 0.034 0.344
70 8.5 30 10.076 0.046 0.459
80 8.5 30 10.037 0.022 0.224
c. Pengaruh Tekanan Ekstraksi
T (oC)
P (MPa)
t (menit) Massa Bahan
Baku (g)
Massa Minyak
Nilam (g)
Rendemen (%)
70 7.5 30 10.010 0.008 0.081
70 8.5 30 10.076 0.046 0.459
70 9.5 30 10.057 0.048 0.473
70 10.5 30 10.086 0.036 0.360
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
57
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Kromatogram Minyak Nilam
a. Hasil Destilasi Uap
14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00 26.00 28.00
2000000
4000000
6000000
8000000
1e+07
1.2e+07
1.4e+07
1.6e+07
1.8e+07
2e+07
2.2e+07
2.4e+07
2.6e+07
2.8e+07
Time-->
Abundance
TIC: SAMPEL A.D
16.83
17.62
17.78
18.23 18.63
18.91
18.97 19.05
19.61
19.92
23.55
23.95
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
58
Universitas Indonesia
(lanjutan)
b. Hasil Ekstraksi Superkritis
14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00 26.00 28.00
2000000
4000000
6000000
8000000
1e+07
1.2e+07
1.4e+07
1.6e+07
1.8e+07
2e+07
2.2e+07
2.4e+07
2.6e+07
2.8e+07
Time-->
Abundance
TIC: SAMPEL B.D
18.06
18.50
18.78 19.75
21.44 21.79
23.57
23.97
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012
59
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Spektrum Spektroskopi Massa Patchouli Alkohol
405060708090100110120130140150160170180190200210220230240
0
100000
200000
300000
400000
500000
600000
700000
800000
900000
1000000
1100000
1200000
1300000
1400000
1500000
m/z-->
Abundance
Scan 2224 (23.970 min): SAMPEL B.D
222
138
98
161
83
125
207
109
41
69
179
55
189
147
232
170
198
Peningkatan mutu..., Mika Rinawati, FMIPA UI, 2012