universitas indonesia laporan praktek kerja …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367085-pr-emma...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA TIMUR PERIODE 17 – 28 JUNI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
EMMA RACHMANISA S, S.Farm.
1206329562
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA TIMUR PERIODE 17 – 28 JUNI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
EMMA RACHMANISA S, S.Farm.
1206329562
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
iii
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
iv
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
v
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta
Timur. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna
menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia. Pada penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan,
arahan, bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Pejabat Sementara Dekan
Fakultas Farmasi sampai dengan 20 Desember 2013.
3. Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
4. drg. Yuditha Enda P. M.Kes. selaku Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melaksanakan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.
5. Drg. Murni Hayati, M.Si selaku Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA di
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.
6. Dra. Dyan Sulistyorini, Apt., selaku Pembimbing I dan Koordinator Farmasi
Makanan dan Minuman yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis selama periode PKPA.
7. Dr. Fadlina Chany Saputri, M.Si., Apt. selaku Pembimbing II yang telah
memberikan masukan selama penulisan laporan.
8. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
vii
9. drg. Margaretha S.D.W., selaku Koordinator Tenaga Kesehatan yang telah
memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama
PKPA berlangsung.
10. Seluruh staf Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur yang
telah menerima dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA.
11. drg. S. Sholikhah Darmawie selaku kepala Puskesmas Kecamatan Cipayung
yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan PKPA.
12. Marasianna Simamora selaku koordinator diklid Puskesmas Kecamatan
Cipayung yang telah memberikan bantuan selama PKPA berlangsung.
13. Hari Sulistiyono, S.Si, Apt selaku Apoteker Puskesmas Kecamatan Cipayung
yang telah memberikan arahan selama PKPA berlangsung.
14. Seluruh staf Puskesmas Kecamatan Cipayung yang telah menerima dan
membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA.
15. Seluruh keluarga tercinta atas kasih sayang, dukungan, perhatian, semangat
dan doa yang telah diberikan, yang senantiasa sabar dan tanpa lelah
memberikan dukungan moril dan materil serta semangat, motivasi, dan
bantuan kepada penulis.
16. Teman-teman Apoteker Angkatan 77, atas dukungan dan kerja samanya.
17. Semua pihak yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya laporan
PKPA ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak
yang membaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam
laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis
2014
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
viii
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
ix
ABSTRAK
Nama : Emma Rachmanisa Subekti, S.Farm.
NPM : 1206329562
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Periode 17
Juni – 28 Juni 2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Timur bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan
Kota Jakarta Timur dan juga memahami tugas pokok dan fungsi dari bagian
tenaga kesehatan, bagian standarisasi mutu kesehatan dan bagian farmasi,
makanan dan minuman yang termasuk di dalam seksi sumber daya kesehatan
(SDK). Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk mengetahui pelayanan
kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Cipayung periode Januari-Maret 2013.
Kata kunci : Pelayanan kefarmasian, Puskesmas, Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur.
Tugas umum : xiii + 55 halaman; 2 lampiran
Tugas khusus : vii + 42 halaman; 6 tabel; 1 gambar; 4 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 21 (1999-2012)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 16 (1989-2013)
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
x
ABSTRACT Name : Emma Rachmanisa Subekti, S.Farm.
NPM : 1206329562
Program Study : Apothecary profession
Title : Pharmacist Internship Program at Health Agency of
East Jakarta Period 17 June to 28 June 2013
Pharmacists Professional Practice in Health Agency of East Jakarta aims to
understand the duties and functions of parts of East Jakarta Health Office and also
to understand the duties and functions of the part of health personnel, parts
standardization and quality health pharmacy, food and beverage included in the
resources in the health section (SDK). While the purpose of the special
assignment is to determine the health center pharmacy service in the District
Cipayung Period January-March 2013.
Keywords:Pharmacy services, health center, Health Agency of East Jakarta
General Assignment : xiii + 55 pages; 2 appendix
Specific Assignment : vii + 42 halaman; 6 tables; 1 images; 4 appendix
Bibliography of General Assignment: 21 (1999-2012)
Bibliography of Specific Assignment: 16 (1989-2013)
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii HALAMAN ORISINALITAS…………………………………………………..v KATA PENGANTAR…………………………………………………………..vi HALAMAN PUBLIKASI……………………………………………………..viii ABSTRAK……………………………………………………………………….ix ABSTRACT…………………………………………………………………...…x DAFTAR ISI………………………………………………………………….…xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................. 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM .............................................................................. 4 2.1 Instansi Kesehatan ........................................................................... 4 2.2 Suku Dinas Kesehatan Kota Administratif Jakarta Timur ................ 5 2.2.1 Visi dan Misi ........................................................................ 7 2.2.2 Sasaran Mutu ........................................................................ 7 2.2.3 Struktur Organisasi .............................................................. 8 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS ......................................................................... 15 3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan ...................................................... 15 3.1.1 Dasar Hukum ...................................................................... 15 3.1.2 Ruang Lingkup ................................................................... 18 3.2 Koordinator Tenaga Kesehatan ...................................................... 18 3.2.1 Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian ................. 18 3.2.2 Izin Praktik Dokter ............................................................. 21 3.3 Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan ..................................... 23 3.4 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman .............................. 25 3.4.1 Apotek ................................................................................ 26 3.4.2 Toko Obat .......................................................................... 31 3.4.3 Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) ............................. 32 3.4.4 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) .......................... 33 3.4.5 Pangan Industri Rumah Tangga .......................................... 34 BAB 4. PEMBAHASAN .................................................................................. 36 4.1 Koordinator Tenaga Kesehatan ...................................................... 37 4.2 Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan ..................................... 38 4.3 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman .............................. 39 4.3.1 Apotek ................................................................................ 41 4.3.2 Toko Obat .......................................................................... 44 4.3.3 Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) ............................. 45
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
xii
4.3.4 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) .......................... 46 4.3.5 Pangan Industri Rumah Tangga .......................................... 46 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 49 5.1 Kesimpulan ................................................................................... 49 5.2 Saran ............................................................................................. 50 DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 51 LAMPIRAN ..................................................................................................... 54
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan…………………. 54 Lampiran 2. Bagan Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur………………………………………………...………… 55
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan. Pembangunan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial maupun ekonomis (Undang-Undang No.36 Tahun 2009,
2009).
Departemen kesehatan telah menyelenggarakan serangkaian kegiatan di
bidang kesehatan guna meningkatkan pelayanan kesehatan dan menjadikannya
lebih efisien, efektif serta terjangkau oleh masyarakat. Namun, walaupun sudah
mencapai banyak kemajuan, sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di
pedesaan maupun perkotaan, masih sulit mendapatkan pelayanan kesehatan
meskipun dalam skala minimum. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan ini
sebenarnya membutuhkan peran aktif dari seluruh anggota masyarakat dan
pemerintah (Keputusan Menteri Kesehatan No.1202/MENKES/SK/VIII/2003,
2003)
Sistem otonomi daerah menjadikan Pemerintah Pusat melakukan
pendelegasian wewenang kepada Pemerintah Daerah (Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999, 1999). Kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah
harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan
prasarana serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan
tersebut. Salah satu pendelegasian wewenang adalah dalam hal pengelolaan
kesehatan (Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000, 2000). Pembangunan
kesehatan yang diupayakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diatur dalam
suatu aturan yaitu Sistem Kesehatan Daerah (Peraturan Gubernur DKI Jakarta No
150 Tahun 2009, 2009).
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Pemerintah DKI Jakarta melalui Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
No. 150 Tahun 2009 mendirikan Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) di setiap Kota
Administrasi yang berada di DKI Jakarta yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara,
Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Timur merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI untuk
mempermudah tugas dan tanggung jawabnya dalam pelaksanaan pembinaan,
pengawasan, dan pengendalian dalam kegiatan penyelenggaraan kesehatan
lingkungan, kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan baik pelayanan
kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional, maupun keahlian dimana
dalam hal ini Puskesmas termasuk di dalamnya.
Sebagai sumber daya manusia yang berperan dalam pelayanan kesehatan,
Apoteker memiliki peran dan fungsi dalam Suku Dinas Kesehatan. Peran dan
fungsi tersebut berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi cara
perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dari pelayanan
kesehatan, termasuk sarana dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu, Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur dalam mengadakan kegiatan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA). Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan pada
tanggal 17 - 28 Juni 2013 dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai
peran profesi apoteker di Suku Dinas Kesehatan serta memberikan pengalaman.
1.2 Tujuan
Pelaksanaan PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur bertujuan agar mahasiswa calon
Apoteker:
a. Mengetahui tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Timur.
b. Mengetahui bagian Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan
Kota Administasi Jakarta Timur.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
3
Universitas Indonesia
c. Mengetahui tugas dan fungsi Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas
Kesehatan Kota Administasi Jakarta Timur.
d. Mengetahui dan memahami gambaran umum Puskesmas di wilayah Kota
Administratif Jakarta Timur beserta peran dan fungsinya.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
4 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
2.1 Instansi Kesehatan
Instansi pemerintahan khusus yang menangani bidang kesehatan di
Indonesia secara hirarki dapat dibagi menjadi:
a. Kementerian Kesehatan
Kementerian kesehatan (dahulu Departemen Kesehatan) merupakan badan
pelaksana pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri Kesehatan,
Kementerian Kesehatan berada di bawah presiden, bertanggung jawab kepada
Presiden, bertugas membantu Presiden dan menyelenggarakan sebagian urusan
pemerintahan di bidang kesehatan yang berfungsi sebagai regulator di tingkat
nasional (Permenkes 1144/MENKES/PER/VIII/2010, 2010).
b. Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan adalah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang
kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat
dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Dinas dalam
melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur
melalui Sekretaris Daerah yang berfungsi sebagai regulator di tingkat daerah DKI
Jakarta (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009).
c. Suku Dinas Kesehatan
Suku Dinas Kesehatan adalah Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi/Dinas Kesehatan Kabupaten Administrasi sebagai perangkat pada
tingkat kota administrasi/kabupaten administrasi di Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku
Dinas yang diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kepala Suku Dinas bertanggung
jawab secara teknis administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara
teknis operasional kepada Walikota Administratif yang berfungsi sebagai auditor
di wilayahnya (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009,
2009).
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
d. Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelayanan teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan
organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima, dan terjangkau oleh masyarakat
dengan peran aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh
pemerintah dan masyarakat. Fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan
yang menyeluruh dan terpadu dengan tujuan untuk meningkatkan hidup sehat dan
derajat kesehatan yang optimal tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada
perorangan. Jumlah Puskesmas yang tercatat sampai saat ini sekitar 7.277 unit
Puskesmas Kecamatan dengan 1.818 unit diantaranya mempunyai fasilitas ruang
rawat inap, 21.587 unit Puskesmas Kelurahan, dan 5.084 unit Puskesmas keliling
untuk wilayah Jakarta Timur terdapat 10 Puskesmas Kecamatan dan 78
Puskesmas Kelurahan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
128/MENKES/SK/II/2004, 2004).
2.2 Suku Dinas Kesehatan Kota Administratif Jakarta Timur
Perubahan sistem pemerintahan tahun 2009 dari sistem sentralisasi
menjadi sistem otonomi daerah mengakibatkan sebagian wewenang pemerintah
pusat dilimpahkan kepada pemerintah daerah, sehingga pemerintah provinsi DKI
Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.58 Tahun 2002
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang mengawali
berdirinya Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan
Masyarakat ditingkat Kotamadya, dan pada tahun 2009 dengan Peraturan Daerah
No.10 Tahun 2008 perihal peningkatan efisiensi Suku Dinas Pelayanan Kesehatan
dengan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat dilebur menjadi satu, yakni Suku
Dinas Kesehatan.
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan unit kerja Dinas
Kesehatan pada Kota Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan
pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
seorang Kepala Suku Dinas yang secara teknis dan adminisrasi berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara
operasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota.
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi mempunyai tugas melaksanakan
kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi mempunyai fungsi (Peraturan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009) :
a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan dokumen pelaksanaan
Anggaran (DPA) Suku Dinas.
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.
c. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan
lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan
khusus, tradisional dan keahlian.
d. Pengendalian penanggulangan kegawatdaruratan, bencana, dan Kejadian Luar
Biasa (KLB).
e. Pengendalian, pencegahan, dan pemberantasan penyakit menular atau tidak
menular.
f. Pengawasan dan pengendalian kesediaan kefarmasian.
g. Pelaksanaan surveilan kesehatan.
h. Pelaksanaan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan.
i. Pengendalian pencapaian standarisasi prasarana dan sarana pelayanan
kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
j. Pelaksanaan pemungutan, penatausahaan, peyetoran, pelaporan dan
pertanggung jawaban penerimaan retribusi kesehatan yang diterima Suku
Dinas.
k. Pemberian, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi perizinan atau
rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan.
l. Penegakkan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada lingkup
kota administrasi.
m. Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan
gizi dan kesehatan masyarakat.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
n. Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan, dan
pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan
lingkungan, prasarana, dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan
khusus, tradisional dan keahlian pada lingkup Kota Administrasi.
o. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan
prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.
p. Pengelolaan, kepegawaian, keuangan, dan barang.
q. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan.
r. Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas.
s. Penyiapan bahan laporan ke Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas dan
fungsi Suku Dinas.
t. Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku
Dinas.
2.2.1 Visi dan Misi
Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur yaitu Jakarta Timur Sehat,
Mandiri, dan Bermutu untuk semua. Misi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
adalah (Sudinkes Jaktim, 2009) :
a. Meningkatkan kemampuan manajerial dan profesionalisme Sumber Daya
Manusia (SDM).
b. Meningkatkan kinerja organisasi dengan pendekatan tim.
c. Mengembangkan sistem informasi kesehatan sesuai dengan perkembangan
teknologi.
d. Menggalang kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), serta organisasi terkait.
e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat.
2.2.2 Sasaran Mutu
Sasaran mutu yang ingin dicapai oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Timur adalah (Sundinkes Jaktim, 2009) :
a. Binwasdal (pembinaan, pengawasan, dan pengendalian) SDM Sudinkes
100% terlaksana dengan baik, benar, dan tepat waktu.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
b. Binwasdal program 100% terlaksana dengan baik, benar dan tepat waktu.
c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan dan sarana kesehatan 12 hari kerja,
kecuali sarana kesehatan lingkungan 25 hari kerja.
d. Keluhan pelanggan 100% ditindaklanjuti.
e. Kepuasan pelanggan dengan nilai IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat)
minimal 2,51 atau dalam kategori baik.
2.2.3 Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun
2009 tentang organisasi dan tata kerja Dinas Kesehatan, organisasi Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur terdiri dari:
a. Kepala Suku Dinas
b. Subbagian Tata Usaha
c. Seksi Kesehatan Mayarakat
d. Seksi Pelayanan Kesehatan
e. Seksi Sumber Daya Kesehatan
f. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan
g. Sub Kelompok Jabatan Fungsional
2.2.3.1 Kepala Suku Dinas
Kepala suku dinas mempunyai tugas:
a. Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku
Dinas.
b. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas subbagian, seksi dan subkelompok
jabatan fungsional.
c. Melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan atau instalasi
pemerintah atau swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi
Suku Dinas.
d. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi
Suku Dinas.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
2.2.3.2 Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha merupakan satuan kerja staf Suku Dinas Kesehatan
dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesehatan. Subbagian Tata
Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berkedudukan di bawah dan
bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas. Subbagian Tata Usaha mempunyai
tugas:
a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
c. Pengkoordinasian penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.
d. Pelaksanaan monitoring, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.
e. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Suku Dinas.
f. Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan Suku Dinas.
g. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan, dan perawatan
prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.
h. Pemeliharaan kebersihan, keindahan, keamanan, dan ketertiban kantor.
i. Pelaksanaan pengelolaan ruang rapat atau pertemuan Suku Dinas.
j. Pelaksanaan publikasi kegiatan, upacara dan pengaturan acara Suku Dinas.
k. Penerimaan, pencatatan, pembukuan, penyetoran, dan pelaporan penerimaan
retribusi Suku Dinas Kesehatan.
l. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas yang terkait dengan tugas Subbagian
Tata Usaha.
m. Pengkoordinasian penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja, dan
akuntabilitas) Suku Dinas.
n. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Subbagian Tata Usaha.
2.2.3.3 Seksi Kesehatan Masyarakat
Seksi Kesehatan Masyarakat merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
masyarakat. Seksi Kesehatan Masyarakat dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
Kesehatan Masyarakat yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab
kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas:
a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
c. Pelaksanaan pengendalian mutu kegiatan pelayanan kesehatan keluarga
termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, kesehatan anak prasekolah, usia
sekolah, remaja, kesehatan reproduksi, usia lanjut, keluarga berencana,
pekerja wanita dan asuhan keperawatan.
d. Pengkoordinasian sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan
dan pengendalian program kesehatan masyarakat.
e. Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan dan informasi.
f. Pelaksanaan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatan
masyarakat.
g. Pelaksanaan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat
Kota Administrasi.
h. Pelaksanaan manajemen database kesehatan melalui sistem informasi
manajemen kesehatan yang terintegrasi.
i. Pelaksanaan pengendalian pelaksanaan program gizi dan PPSM.
j. Penerapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).
k. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas
Seksi Kesehatan Masyarakat.
l. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Seksi Kesehatan
Masyarakat.
2.2.3.4 Seksi Pelayanan Kesehatan
Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi Pelayanan Kesehatan
dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan yang berkedudukan di
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pelayanan
Kesehatan mempunyai tugas:
a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
c. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian tata laksana
pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan.
d. Penghimpunan, pengolahan, penyajian, pemeliharaan, pengembangan,
pemanfaatan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan.
e. Pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar
pelayanan kesehatan.
f. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan akreditasi sarana pelayanan
kesehatan.
g. Pemberian rekomendasi atau perizinan sarana pelayanan kesehatan.
h. Pemberian tanda daftar kepada pengobat tradisional.
i. Pelaksanaan siaga 24 jam/Pusat Pengendali Dukungan Kesehatan
(Pusdaldukkes).
j. Pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan
kesehatan.
k. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas
Seksi Pelayanan Kesehatan.
l. Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas Seksi Pelayanan
Kesehatan.
2.2.3.5 Seksi Sumber Daya Kesehatan
Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Kesehatan.
Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Sumber Daya
Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Suku Dinas. Seksi Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas:
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
c. Pelaksanaan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan
minuman.
d. Pemberian rekomendasi atau perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan
dan minuman.
e. Pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan.
f. Penyusunan peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan.
g. Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas
kesehatan terhadap standar pelayanan.
h. Pelaksanaan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem
manajemen mutu.
i. Pelaksanaan survey kepuasan pelanggan kesehatan.
j. Pelaksanaan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan penetapan
sistem manajemen mutu kepada Puskesmas.
k. Pelaksanaan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator.
l. Pelaksanaan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur,
assessor dan auditor mutu pelayanan kesehatan.
m. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan
sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang
penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri
makanan minuman rumah tangga.
n. Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan
persediaan cadangan obat esensial.
o. Pelaksanaan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada
lingkup Kota Administrasi.
p. Pelaksanaan monitoring dan pemetaan Sumber Daya Kesehatan.
q. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas
Seksi Sumber Daya Kesehatan.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
r. Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas seksi Sumber Daya
Kesehatan.
2.2.3.6 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku
Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan.
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
Pengendalian Masalah Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala Suku Dinas.
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan mempunyai tugas:
a. Penyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b. Pelaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
c. Pelaksanaan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular,
kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah
atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kesehatan lingkungan.
d. Pelaksanaan kegiatan pembinan pelaksanaan kesehatan haji.
e. Penyiapan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit
menular atau tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat.
f. Pelaksanaan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan teknis
peningkatan kompetensi surveilans epidemiologi, tenaga kesehatan
pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa
masyarakat.
g. Pelaksanaan kegiatan koordinasi, kerja sama dan kemitraan pengendalian
penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Dearah
(UKPD) dan atau instansi pemerintah/swasta/masyarakat.
h. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan
imunisasi.
i. Penghimpunan, pengolahan, penyajian, pemeliharaan, pengembangan dan
pemanfaatan data dan informasi surveilens epidemiologi sebagai Sistem
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
j. Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) pada lingkup Kota
Administrasi.
k. Pelaksanaan kegiatan investigasi penyakit potensial Kejadian Luar Biasa
(KLB) dan dugaan wabah serta keracunan makanan.
l. Peningkatan sistem jaringan informasi wabah atau Kejadian Luar Biasa
(KLB) dan surveilans.
m. Pelaksanaan kegiatan pengendalian surveilans kematian.
n. Pelaksanaan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan
wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans.
o. Pelaksanaan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan
lingkungan meliputi penyehatan air minum/air bersih, penyehatan makanan
dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian
radiasi, penyehatan pemukiman kumuh, penyehatan di tempat-tempat umum,
tempat kerja, tempat pengelolaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), upaya pengelolaan
lingkungan/upaya pemantauan lingkungan.
p. Pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang
kesehatan lingkungan.
q. Penyiapan materi pelatihan teknis dalam Bidang Kesehatan Lingkungan dan
Kesehatan Kerja.
r. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan.
s. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Seksi Pengendalian
Masalah Kesehatan.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
15 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN SUKU DINAS KESEHATAN
KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
3.1. Seksi Sumber Daya Kesehatan
Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan satuan kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Kesehatan.
Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Sumber Daya
Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Suku Dinas.
Deskripsi kerja Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan antara lain
(Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009):
a. Menyusun rencana kerja program: Standarisasi Mutu Kesehatan, Tenaga
Kesehatan dan Farmasi, Makanan dan Minuman selama 1 tahun.
b. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Standarisasi Mutu Kesehatan.
c. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Tenaga Kesehatan.
d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Farmasi, Makanan dan
Minuman.
e. Membantu melaksanakan tugas-tugas dari Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur.
f. Pemantauan pemberantasan sarang nyamuk di wilayah kecamatan binaan.
3.1.1. Dasar Hukum
3.1.1.1 Dasar Hukum Perizinan Sarana Kesehatan
Dasar hukum yang mengatur perizinan sarana kesehatan farmasi,
makanan, dan minuman adalah sebagai berikut:
a. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
c. Undang-undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
d. Undang-undang RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
e. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
f. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
g. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
h. Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi
Pangan.
i. Kepmenkes No. 1331/MenKes/SK/X/2002 tentang Pedagang Eceran Obat.
j. Kepmenkes No. 246/MenKes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Kecil
Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.
k. Permenkes No. 1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat
Kesehatan.
l. Kepmenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Perizinan Apotek
m. Kepmenkes No. 184/MenKes/Per/II/1995 tentang Penyempurnaan
Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker.
n. Kepmenkes No. 149/MenKes/Per/II/1998 tentang Perubahan Atas
PerMenKes No. 182/MenKes/Per/II/1995 tentang Penyempurnaan
Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker.
o. Keputusan Menteri Kesehatan No. 149/MenKes/Per/II/1998 tentang
Perubahan Atas PerMenKes No.184/MenKes/Per/II/1995 tentang
Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker.
p. Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 970 tahun 1990 tentang Ketentuan
Penyelenggaraan Usaha Pedagang Eceran Obat di wilayah DKI Jakarta.
3.1.1.2 Dasar Hukum Perizinan Tenaga Kesehatan
Dasar hukum yang mengatur perizinan tenaga kesehatan adalah sebagai
berikut:
a. Permenkes No. 1796/MenKes/Per/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan.
b. Kepmenkes No. 889/MenKes/Per/V/2011 tentang Izin Praktik dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian.
c. Kepmenkes No. 2052/MenKes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
d. Kepmenkes No. H.K 02.02/MenKes/148/I/2001 tentang Registrasi dan
Praktik Perawat.
e. Kepmenkes No. 1392/MenKes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja
Perawat Gigi.
f. Kepmenkes No. H.K 02.02/MenKes/149/I/2001 tentang Registrasi dan
Praktik Bidan.
g. Kepmenkes No. 357/MenKes/Per/2006 tentang Registrasi dan Izin
Radiografer.
h. Kepmenkes No. 544/MenKes/VI/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja
Refraksionis Optisien.
i. Kepmenkes No. 1363/MenKes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin
Praktik Fisioterapis.
j. Kepmenkes No. 867/MenKes/Per/VIII/2004 tentang Registrasi dan Praktik
Terapis Wicara.
3.1.1.3 Dasar Hukum Mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan
Dasar hukum mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan menyangkut
Undang-Undang Pelayanan Publik. Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik mengatur tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang
dilaksanakan di negara ini sehingga menjamin kepastian hukum dalam hubungan
antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Menurut undang-
undang tersebut, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik tersebut adalah
setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen, yang
dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan
hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Pelayanan administratif yang dimaksud oleh undang-undang ini meliputi:
a. Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur
dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga
negara.
b. Tindakan administratif oleh instansi non pemerintah yang diwajibkan oleh
negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan
berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.
Undang-undang ini mengatur segala aspek penyelenggaraan pelayanan
publik, termasuk yang paling utama ialah kewajiban bagi setiap penyelenggara
pelayanan publik untuk menetapkan standar pelayanan mengenai standar
pelayanan publik yang diberikan dan hal ini diatur lagi oleh Peraturan Pemerintah.
Dengan demikian, undang-undang ini menjamin adanya diberikannya pelayanan
publik yang berkualitas bagi seluruh masyarakat.
3.1.2 Ruang Lingkup
Seksi ini membawahi tiga bagian, yaitu:
a. Koordinator Tenaga Kesehatan
b. Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan
c. Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman
3.2 Koordinator Tenaga Kesehatan
Ruang lingkup perizinan tenaga kesehatan di wilayah DKI Jakarta yang
proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi antara lain :
a. Surat Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
b. Surat Izin Praktik Dokter (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Gigi dan Dokter
gigi spesialis)
3.2.1 Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga
Teknis Kefarmasian dapat berupa Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Setiap tenaga
kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus telah terdaftar dan
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
memiliki izin kerja/praktik. Sebelumnya, Apoteker dan Asisten Apoteker yang
melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki surat izin berupa Surat
Penugasan atau Surat Izin Kerja bagi Apoteker atau SIAA dan SIKAA bagi
Asisten Apoteker. Namun sejak tanggal 1 juni 2011, diberlakukan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan
Permenkes ini, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi.
Surat Tanda Registrasi tersebut berupa STRA bagi Apoteker dan STRTTK bagi
Tenaga Teknis Kefarmasian. Setelah memiliki STRA atau STRTTK, Apoteker
dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja. Surat izin tersebut dapat berupa SIPA atau SIKA bagi
Apoteker dan SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian.
Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK
dengan STRA dan SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website KFN
(Komite Farmasi Nasional). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib
mengurus SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan. Sementara bagi Asisten Apoteker yang telah memiliki
SIAA dan/atau SIKAA harus menggantinya dengan STRTTK dengan cara
mendaftar melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Setelah mendapat STRTTK, Tenaga
Teknis Kefarmasian wajib mengurus SIKTTK di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/Menkes/PerV/2011, 2011).
STRA dan STRTTK dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan
mendelegasikan pemberian STRA kepada Komite Farmasi Nasional dan STRTTK
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. STRA dan STRTTK berlaku selama
lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk
memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Surat permohonan
STRTTK harus melampirkan:
a. Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis
Farmasi atan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
b. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP;
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
c. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian;
d. Surat rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki
STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang
menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
e. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan ukuran
2 x 3 cm sebanyak dua lembar.
Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian
wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin
tersebut berupa SIPA bagi Apoteker penanggung jawab atau Apoteker
pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian, SIKA bagi Apoteker yang
melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas
distribusi/penyaluran, atau SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang
melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
SIPA bagi apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian
atau SIKA hanya diberikan untuk satu tempat fasilitas kefarmasian sementara
SIPA bagi apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak tiga tempat
fasilitas pelayanan kefarmasian. SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak
tiga tempat fasilitas kefarmasian. SIPA, SIKA, atau SIKTTK dikeluarkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilakukan.
Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN;
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan
dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas
produksi atau distribusi/penyaluran;
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak dua lembar.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
21
Universitas Indonesia
Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping
harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama,
kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan
SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan
diterima dan dinyatakan lengkap. Permohonan SIKTTK harus melampirkan:
a. Fotokopi STRTTK;
b. Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan
pekerjaan kefarmasian;
c. Surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian; dan
d. Pas foto berwarna berukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak dua lembar.
Dalam mengajukan permohonan SIKTTK harus dinyatakan permintaan
SIKTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIKTTK paling lama dua
puluh hari sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
3.2.2 Izin Praktik Dokter
Praktek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter
dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter dan
dokter gigi yang dimaksud meliputi dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan
dokter gigi spesialis. Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik
kedokteran wajib memiliki Surat Izin Praktik (SIP). SIP adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan dokter gigi
yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran. Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan SIP harus
mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah dokter dan dokter gigi dengan
kebutuhan pelayanan kesehatan (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 889/Menkes/PerV/2011, 2011).
Dokter atau dokter gigi mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan untuk
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
22
Universitas Indonesia
memperoleh SIP. Dokumen yang harus terlampir dalam permohonan SIP tersebut
meliputi:
a. Fotokopi Surat Tanda Registrasi (STR) dokter atau STR dokter gigi yang
diterbitkan dan dilegalisasi asli oleh Konsil Kedokteran Indonesia yang masih
berlaku;
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik, atau surat keterangan dari
sarana pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya;
c. Surat persetujuan dari atasan langsung bagi dokter dan dokter gigi yang
bekerja pada instansi/fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah atau pada
instansi/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara purna waktu;
d. Surat rekomendasi asli dari organisasi profesi sesuai tempat praktik; dan
e. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak tiga lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak dua lembar.
Selain dokumen tersebut, Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Timur
menambahkan persyaratan dokumen sebagai berikut:
a. Fotokopi SIP yang telah dimiliki;
b. Surat keterangan aktif bekerja dari atasan langsung; dan
c. Fotokopi KTP.
Fotokopi KTP ditambahkan untuk menghindari kesalahan penulisan nama
pada SIP karena terkadang tulisan dari para dokter sulit untuk dibaca oleh
petugas. Fotokopi SIP yang telah dimiliki dan surat keterangan aktif bekerja dari
atasan langsung ditambahkan sebagai tambahan pertimbangan bagi Suku Dinas
Administrasi Kota Administrasi Jakarta Timur dalam pengambilan keputusan
apakah izin akan dibuatkan atau tidak.
Dokter atau dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan tersebut
diberikan SIP untuk satu tempat praktik. SIP dokter atau dokter gigi diberikan
paling banyak untuk tiga tempat praktik, baik pada sarana pelayanan kesehatan
milik pemerintah, swasta maupun praktik perorangan. Oleh karena itu, dalam
pengajuan permohonan SIP harus dinyatakan permintaan SIP tersebut untuk
tempat praktik pertama, kedua, atau ketiga. SIP yang diberikan berlaku selama
lima tahun sepanjang STR masih berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan
yang tercantum dalam SIP.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
3.3 Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan
Ruang lingkup kebijakan mutu Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Timur adalah sebagai berikut (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
No. 150 Tahun 2009, 2009):
a. Orientasi pada kepuasan pelanggan.
b. Perbaikan/peningkatan terus menerus dan berkesinambungan (continous and
sustainable improvement).
c. Mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
d. Memberikan jasa pelayanan dan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian
(Binwasdal) bidang kesehatan yang profesional dan responsif.
Adapun sasaran mutu yang ingin dicapai dalam jasa pelayanan dan
Binwasdal yang diselenggarakan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Timur adalah sebagai berikut.
a. Binwasdal Sumber Daya Manusia (SDM) Sudinkes 100 % terlaksana secara
baik, benar, dan tepat waktu.
b. Binwasdal program 100 % terlaksana secara baik, benar, dan tepat waktu.
c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan 12 hari kerja, kecuali sarana kesehatan
lingkungan 25 hari kerja.
d. Keluhan pelanggan 100 % ditindaklanjuti.
e. Kepuasan pelanggan dengan nilai IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat)
minimal 2,51 atau dalam kategori baik.
Dokumen mutu merupakan dokumen yang ditetapkan oleh Sudinkes
Jaktim sebagai bentuk penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008. Ada
beberapa level dokumen mutu, berdasarkan tingkatan penggunaannya di
lingkungan Sudinkes Jaktim.
a. Dokumen level pertama (I), yaitu manual mutu (quality manual) yang
merupakan dokumen mutu induk yang menjadi dasar dan rujukan bagi semua
dokumen mutu lainnya dan berlaku bagi seluruh bagian Sudinkes Jaktim.
b. Dokumen level kedua (II), yaitu prosedur mutu (quality procedure) yang
merupakan penjelasan lebih rinci mengenai hal-hal tertentu yang disebutkan
dalam manual mutu serta terbagi atas prosedur yang berlaku bersama untuk
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
c. seluruh bagian Sudinkes Jaktim dan prosedur yang hanya berlaku untuk satu
seksi/subbagian saja.
d. Dokumen level ketiga (III), yaitu instruksi kerja merupakan penjelasan
mendetail mengenai hal-hal tertentu dalam prosedur mutu yang perlu
dijelaskan lebih lanjut.
e. Dokumen level keempat (IV), yaitu format gambar dan dokumen pendukung
lainnya yang dipakai dalam sistem manajemen mutu dalam berbagai kegiatan
yang berhubungan dengan kegiatan kendali mutu.
Manual mutu Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Timur merupakan
suatu dokumen mutu yang menjadi pedoman dan acuan dasar pelaksanaan sistem
manajemen mutu di lingkungan Sudinkes Jaktim. Hal-hal pokok yang tercantum
dalam Manual Mutu Sudinkes Jaktim adalah sebagai berikut.
a. Pengantar Sistem Manajemen Mutu Sudinkes Jaktim
b. Profil Organisasi Sudin
c. Sistem Manajemen Mutu Sudin
d. Persyaratan Umum Sistem Manajemen Mutu
e. Komitmen Mutu
f. Manajemen Sumber Daya
g. Realisasi Pelayanan
h. Pengukuran, Analisa, dan Implementasi Sistem Manajemen Mutu
Beberapa kegiatan implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes
Jaktim adalah sebagai berikut:
a. Audit Mutu Internal, yaitu suatu kegiatan pemeriksaan/audit yang dilakukan
oleh bagian Standarisasi Mutu Kesehatan dari Seksi Sumber Daya Kesehatan
untuk memastikan tercapainya sasaran mutu yang telah ditetapkan untuk
dicapai oleh Sudinkes Jaktim. Audit ini dilakukan minimal dua kali dalam
setahun.
b. Audit Surveilans, yaitu suatu kegiatan pemeriksaaan/audit yang dilakukan
oleh pihak luar, yakni badan sertifikasi independen yang memberikan
sertifikat terhadap implementasi Sistem Manajemen Mutu berdasarkan ISO
9001:2008 kepada Sudinkes Jaktim, untuk memastikan terpeliharanya
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
25
Universitas Indonesia
c. implementasi Sistem Manajemen Mutu tersebut. Audit ini dilakukan minimal
satu kali dalam setahun.
d. Tinjauan Manajemen, yaitu suatu kegiatan rapat seluruh bagian Sudinkes
Jaktim guna membahas hasil evaluasi pemeliharaan implementasi sistem
manajemen mutu di Sudinkes Jaktim sehingga dapat dilakukan langkah-
langkah yang diperlukan untuk memperbaiki hal tersebut sehingga
implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim dapat lebih baik
lagi. Tinjauan manajemen dilakukan minimal satu kali dalam setahun.
e. Survei Kepuasan Pelanggan, yaitu survei untuk menilai terpenuhinya
kepuasan pelanggan Sudinkes terhadap pelayanan yang diberikan oleh semua
bagian (Seksi dan Subbagian) Sudinkes Jaktim. Survei ini dilaksanakan
melalui pengisian angket oleh pelanggan yang datang dan menerima
pelayanan Sudinkes, misalnya pihak yang mengurus sarana perizinan seperti
apotek dan toko obat. Selanjutnya, hasil pengisian angket ini dianalisis
sehingga nilai pemenuhan kepuasan pelanggan dapat diperoleh dan dapat
ditingkatkan lagi apabila hasil analisis menunjukkan kekurangan.
f. Pelatihan-pelatihan, misalnya pelatihan auditor pemimpin (lead auditor) dan
pelatihan kepuasan pelanggan, yang berguna untuk membantu implementasi
sistem manajemen mutu oleh segenap karyawan Sudinkes Jaktim.
3.4 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman
Bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman mempunyai tugas:
a. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan
minuman.
b. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan
sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang
penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri
makanan minuman rumah tangga.
c. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan
persediaan cadangan obat esensial.
d. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada
lingkup Kota Administrasi.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
26
Universitas Indonesia
Ruang lingkup perizinan sarana kesehatan farmasi, makanan, dan
minuman di wilayah DKI Jakarta yang proses perizinannya telah didelegasikan ke
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah:
a. Apotek (apotek kerja sama, apotek profesi, apotek rakyat dari toko obat dan
depo obat/ farmasi)
b. Toko Obat
c. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)
d. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK)
e. Sertifikasi kelayakan olahan/produksi makanan minuman rumah tangga/
Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)
3.4.1 Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan, berdasarkan
Kepmenkes No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat.
a. Apotek Kerja sama
Apotek kerja sama adalah apotek dimana apoteker hanya sebagai Apoteker
Pengelola Apotek (APA), sedangkan Pemilik Sarana Apotek (PSA) adalah dari
pihak lain (bisa perorangan, PT, dan lain-lain).
b. Apotek Profesi
Apotek profesi adalah apotek yang Apoteker Pengelola Apotek (APA)
juga sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA).
c. Depo Farmasi/Depo Obat
Depo farmasi/depo obat adalah apotek yang berada di klinik, dan hanya
boleh menerima resep dari klinik tersebut.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
27
Universitas Indonesia
d. Apotek Rakyat
Apotek rakyat (apotek sederhana) adalah sarana kesehatan tempat
dilaksanakannya pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat dan
perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan, serta tidak menjual obat
golongan narkotika dan psikotropika, dimana terhitung sejak ditetapkannya
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 284/MenKes/PER/III/2007, seluruh izin dan
status apotek yang berasal dari apotek sederhana akan disesuaikan menjadi apotek
rakyat.
Secara umum persyaratan perizinan apotek adalah sebagai berikut
(Kepmenkes No. 1332/MenKes/SK/X/2002, 2002):
a. Apotek yang bekerja sama dengan pihak lain
Persyaratan perizinan apotek yang bekerja sama dengan pihak lain adalah :
1) Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas
Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas
materai Rp. 6.000,00;
2) Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum
dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang
disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI;
3) Fotokopi KTP DKI dari APA;
4) Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/Surat Penugasan (SP) apoteker, dengan
lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai
negeri;
5) Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung
milik sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua)
tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun,
bila kontrak/sewa;
6) Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG);
7) Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
8) Surat keterangan domisili dari Kelurahan setempat;
9) Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada
peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6.000,00;
10) Peta lokasi dan denah ruangan;
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
28
Universitas Indonesia
11) Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak
akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak
akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6.000,00;
12) Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang
farmasi lain di atas materai Rp. 6.000,00;
13) Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu
tanpa resep di atas materai Rp.6000,00;
14) Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram);
15) Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan;
16) SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi;
17) Rencana jadwal buka apotek;
18) Daftar peralatan peracikan obat;
19) Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi;
20) Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika;
21) Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir); dan
22) Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil.
b. Apotek praktek profesi
Persyaratan perizinan apotek praktek profesi adalah :
1) Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku
Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas
materai Rp.6.000,00;
2) Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi
yang diterbitkan setiap tahun sekali;
3) Fotokopi KTP DKI Apoteker apotek praktek profesi;
4) Status kepemilikan bangunan, IMB dan surat sewa menyewa minimal 2
tahun;
5) Denah bangunan beserta peta lokasi;
6) Daftar peralatan peracikan, etiket, dll;
7) Fotokopi NPWP Apoteker;
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
29
Universitas Indonesia
8) SIK/SP apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan
surat selesai masa bakti apoteker;
9) Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada
apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup); dan
10) Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut
melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta.
c. Depo obat/farmasi
Persyaratan perizinan depo obat/farmasi adalah :
1) Surat permohonan apoteker penanggung jawab depo ditujukan kepada Suku
Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas
materai Rp.6.000,00;
2) Fotokopi izin klinik yang masih berlaku;
3) Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum
dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk badan hukum;
4) Fotokopi KTP DKI APA;
5) Ijasah/SIK/SP Apoteker dengan melampirkan surat selesai masa bakti
Apoteker;
6) Surat pengangkatan apoteker sebagai karyawan/penanggung jawab depo
obat/farmasi;
7) Proposal untuk mendirikan depo obat/farmasi;
8) Ijazah/SIK asisten apoteker;
9) Peta lokasi dan denah bangunan seatap/sepekarangan dengan klinik serta
denah bangunan tertutup;
10) NPWP perusahaan;
11) UUG;
12) Status gedung/sertifikat gedung sewa minimal dua tahun; dan
13) Surat pernyataan apoteker hanya melayani resep dari klinik perusahaannya
(bukan dari resep umum), kecuali atas nama pasien perusahaan.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
30
Universitas Indonesia
d. Apotek Rakyat
Persyaratan perizinan apotek rakyat adalah :
1) Surat permohonan APA ditujukan kepada kepala Suku Dinas Kesehatan
setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai
Rp.6.000,00;
2) Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum
dari Departemen Kehakiman dan HAM bila bentuk PT;
3) Salinan/fotokopi KTP DKI dari APA;
4) Fotokopi izin domisili dari Lurah;
5) Status bangunan milik sendiri lampirkan sertifikat, bila sewa, fotokopi
perjanjian kontrak bangunan dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku
minimal 2 (dua) tahun;
6) Pernyataan pemilik sarana lokasi hanya untuk pada sentra pasar tempat toko
obat dan tidak pindah d iluar pasar diatas materai Rp.6000,00;
7) Surat pernyataan Kepala Pasar yang menyatakan pihaknya ikut mengawasi
kegiatan apotek terhadap ketentuan per UU Farmasi yang berlaku di atas
materai Rp. 6000,00;
8) Surat keterangan domisili dari Lurah atau Kepala Pasar;
9) Surat pernyataan pemohon dan pemilik yang menyatakan akan tunduk serta
patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp.6000,00;
10) Peta lokasi dan denah bangunan;
11) Surat pernyataan pemilik sarana apotek tidak terlibat lagi dalam pelanggaran
peraturan di bidang farmasi/obat di atas materai Rp.6000,00;
12) Surat pernyataan APA sanggup mengelola apotek/toko obat di atas materai
Rp.6000,00;
13) Surat pernyataan dari APA dan PSA tidak melakukan peracikan dan
penjualan obat narkotik, OKT baik dengan resep dokter maupun tanpa resep
dari pemilik dan apoteker di atas materai Rp.6000,00;
14) Struktur organisasi apotek dan tata kerja/tata laksana;
15) Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan dilampiri dengan SK
pengangkatan dan daftar gaji yang disetujui oleh apoteker, pemilik dan
tenaga kerja tersebut diatas materai Rp.6000,00;
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
31
Universitas Indonesia
16) Surat izin kerja/surat penugasan apoteker;
17) Surat izin kerja AA/D3 Farmasi;
18) Rencana jadwal buka apotek;
19) Daftar peralatan lainnya;
20) Daftar buku wajib peraturan per UU di bidang Farmasi; dan
21) Surat peryataan APA dan pemilik bersedia bila diperiksa ke apotek oleh
petugas kesehatan yang berwenang di atas materai Rp.6.000,00.
3.4.2 Toko Obat
Pedagang eceran obat didefinisikan sebagai orang/badan hukum di
Indonesia yang mempunyai izin untuk menyimpan obat-obat bebas (label hijau)
dan obat-obat bebas terbatas (label biru) untuk dijual secara eceran di tempat
tertentu sebagai tercantum dalam surat izin. Pedagang eceran obat harus menjaga
agar obat-obat yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi
atau pedagang besar farmasi yang mendapat izin dari Menteri Kesehatan RI. Surat
izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan surat
permohonan Izin Usaha kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan dan
Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali
dengan penanggung jawab teknis adalah seorang Asisten Apoteker (Kepmenkes
Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002, 2002).
Adapun persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha
toko obat antara lain :
a. Surat permohonan izin toko obat yang ditujukan kepada Kepala Sudinkes
Kotamadya setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas
materai Rp. 6.000,00;
b. Fotokopi KTP DKI Jakarta pemilik toko obat;
c. Akte pendirian perusahaan bila bentuk badan hukum yang terdaftar pada
Menteri Kehakiman dan HAM;
d. Gambar denah lokasi tempat usaha dan denah ruangan;
e. Ijazah dan SIK AA, foto 2x3 sebanyak 2 lembar;
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
32
Universitas Indonesia
f. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai AA penanggung jawab teknis
pada toko obat di atas materai Rp. 6.000,00;
g. Status bangunan tempat usaha milik sendiri (lampirkan sertifikat) dan bila
sewa minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP
pemilik;
h. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); dan
i. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
3.4.3 Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)
Menurut Permenkes No.006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat
Tradisional menjelaskan Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut
UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk
param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. UMOT hanya dapat
diselenggarakan oleh badan usaha perorangan yang memiliki izin usaha sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap industri dan usaha di bidang
obat tradisional wajib memiliki izin dari Menteri Kesehatan, kecuali untuk usaha
jamu gendong dan usaha jamu racikan. Dalam memberikan izin obat tradisional,
Menteri Kesehatan mendelegasikan kewenangan pemberian izin UMOT kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selain wajib memiliki izin, industri dan
usaha obat tradisional juga wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang penanaman modal (Permenkes No.006 tahun 2012, 2012).
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin UMOT adalah:
a. Surat Permohonan;
b. Fotokopi akta pendirian badan usaha perorangan yang sah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. Susunan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas dalam hal
permohonan bukan perseorangan;
d. Fotokopi KTP/identitas pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan
Komisaris/Badan Pengawas;
e. Pernyataan pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan
Pengawas tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang farmasi;
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
33
Universitas Indonesia
f. Fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan;
g. Surat Tanda Daftar Perusahaan dalam hal permohonan bukan perseorangan;
h. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan dalam hal permohonan bukan
perseorangan;
i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; dan
j. Fotokopi Surat Keterangan Domisili.
3.4.4 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK)
Cabang Penyalur Alat Kesehatan adalah badan hukum atau badan usaha
yang telah memperoleh izin usaha untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran
alat kesehatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) merupakan sarana yang legal yang
dapat menyalurkan alkes berbeda fungsi dari Penyalur Alkes (PAK) dimana
perusahaan yang sama namanya yang telah mendapat izin dari Depkes RI. Izin
Cabang Penyalur Alkes belaku sesuai dengan penunjukkan yang diberikan oleh
PAK pusat dan paling lama adalah 3 (tiga) tahun (Permenkes Nomor
1191/MENKES/PER/VIII/2010, 2010).
Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin Cabang
Penyalur Alat Kesehatan (CPAK), antara lain:
a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan Usaha Penyalur Alat Kesehatan
(UPAK), bukan dari CPAK, yang ditujukan kepada Sudinkes setempat
sebanyak tiga rangkap dan satu rangkap di atas materai Rp. 6000,00;
b. Surat penunjukkan dari UPAK sebagai CPAK di atas materai Rp. 6.000,00;
c. Fotokopi izin UPAK;
d. Akte perusahaan CPAK bila bentuk PT dan terdaftar pada Menteri
Kehakiman dan HAM;
e. Denah bangunan/ruangan dari CPAK;
f. Peta lokasi CPAK;
g. SIUP CPAK;
h. NPWP CPAK;
i. UUG;
j. Domisili perusahaan;
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
34
Universitas Indonesia
k. Status bangunan bila milik sendiri, lampirkan sertifikat dan bila sewa
minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP
pemilik; dan
l. Penanggung jawab teknis (AA atau SMU yang mempunyai sertifikat
pengelolaan alat kesehatan).
3.4.5 Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)
Perusahaan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) adalah perusahaan
pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan
pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Sertifikasi Produksi Pangan
Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), maka SPP-IRT bertujuan untuk (Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2205
tahun 2012, 2012):
a. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan
pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan.
b. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang
pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap
keselamatan konsumen.
c. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang
dihasilkan PIRT.
Syarat- syarat Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, antara
lain:
a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan perusahaan/perorangan yang
ditujukan kepada Kepala Sudinkes setempat sebanyak 2 (dua) rangkap dan 1
(satu) rangkap di atas materai Rp. 6.000,00;
b. Data perusahan bila dalam bentuk CV lampirkan akte notarisnya;
c. Peta lokasi, IMB;
d. Denah ruangan produksi;
e. Rancangan etiket;
f. Fotokopi KTP pemilik (DKI Jakarta);
g. Pasfoto pemilik berwarna 3x4 cm sebanyak 2 lembar;
h. Surat izin perindustrian dari Dinas/Sudin Perindustrian;
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
35
Universitas Indonesia
i. Data produk makanan yang akan diproduksi;
j. Khusus untuk pengemasan kembali, harus disertai dnegan surat keterangan
dari asal produk; dan
k. Status bangunan (sewa/milik sendiri) lampirkan fotokopi sertifikat, dan bila
sewa lampirkan surat sewa minimal 2 (dua) tahun beserta fotokopi KTP
pemilik.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
36 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Sistem pemerintahan berubah dari sistem sentralisasi menjadi
desentralisasi yang diatur oleh Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
Aturan tentang otonomi daerah memberikan kewenangan kepada Pemerintah
Daerah untuk lebih mandiri untuk mengembangkan dan mengelola daerahnya
masing-masing. Otonomi yang diberikan diaplikasikan dalam bentuk pengalihan
sebagian kewenangan dan tugas Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan pada Peraturan Daerah No. 10 tahun
2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Sebagai implementasi Peraturan
Daerah tersebut maka dibentuklah perangkat daerah, dengan Dinas Kesehatan
sebagai salah satu perangkat daerah yang mengurusi masalah kesehatan.
Penjelasan lebih lanjut mengenai peran dan fungsi Dinas Kesehatan sebagai
Perangkat Daerah diatur oleh Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150
tahun 2009.
Suku Dinas Kesehatan merupakan Unit Kerja Dinas Kesehatan dalam
pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku
Dinas Kesehatan dibentuk di setiap Kabupaten/Kota Administrasi dan dipimpin
oleh seorang Kepala Suku Dinas Kesehatan. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
Suku Dinas Kesehatan baik berupa pelayanan kepada masyarakat maupun
pembinaan kepada sarana kesehatan harus diketahui dan dipertanggungjawabkan
kepada Kepala Dinas Kesehatan. Sedangkan segala bentuk pembiayaan atau
anggaran yang dikeluarkan dalam melakukan kegiatan harus dilaporkan kepada
Walikota.
Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan terdiri dari Kepala Suku Dinas,
Subbagian Tata Usaha, Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan,
Seksi Sumber Daya Kesehatan, Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan, dan
Subkelompok Jabatan Fungsional. Pada laporan ini akan dibatasi pada pemaparan
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK). Seksi SDK memiliki tiga koordinator yaitu
Koordinator Tenaga Kesehatan, Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan, serta
Koordinator Pelayanan Farmasi, Makanan dan Minuman (Farmakmin).
4.1 Koordinator Tenaga Kesehatan
Koordinator Tenaga Kesehatan memiliki tugas:
a. Memberikan rekomendasi/perizinan praktek tenaga kesehatan
b. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan
c. Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan
d. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan
e. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga kesehatan.
Koordinator Tenaga Kesahatan melakukan analisis ketersediaan serta
analisis distribusi dan pemetaan tenaga kesehatan di Puskesmas yang berada di
wilayah Jakarta Timur. Analisis ketersediaan tenaga kesehatan di Puskesmas
dilakukan berdasarkan jumlah minimal tenaga kesehatan yang harus tersedia di
Puskesmas tingkat Kecamatan dan Kelurahan. Perhitungan rasio dilakukan untuk
melihat kecukupan dan penyebaran tenaga kesehatan di masing-masing
Kecamatan dan Kelurahan dilihat dari jumlah penduduk di setiap Kecamatan dan
Kelurahan.
Analisis distribusi dan pemetaan tenaga kesehatan pada Puskesmas
Kecamatan dan Kelurahan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dilakukan
untuk melihat ketersediaan tenaga kesehatan di puskemas. Berdasarkan data
kepegawaian dari Tata Usaha (TU) dari 10 Puskesmas Kecamatan di Jakarta
Timur didapatkan distribusi dan jumlah dari tenaga kesehatan yang tersedia di
masing-masing Puskesmas. Tenaga kesehatan yang dianalisis adalah tenaga medis
(dokter dan dokter gigi), keperawatan, bidan, kefarmasian, ahli gizi, sanitarian,
dan keteknisan medis.
Setiap tenaga kesehatan wajib memiliki izin kewenangan dan izin kerja
atau praktek. Dengan adanya otonomi daerah ada beberapa izin kerja yang
menjadi wewenang Suku Dinas Kesehatan, yaitu Surat Izin Kerja Asisten
Apoteker, Surat / Sertifikat Penanggung Jawab Industri Rumah Tangga Pangan,
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
38
Universitas Indonesia
dan Surat izin praktek tenaga medis (SIPTM), seperti Surat Izin Praktek Dokter
Umum, Surat Izin Praktek Dokter Gigi, Surat Izin Praktek Bidan, Surat Izin
Praktek Perawat, dan Surat Izin Praktek Refraksi Optisian.
4.2 Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan
Sejak 9 Agustus 2011, diberlakukan Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 74 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP) pada Kota Administrasi yang menerangkan bahwa kegiatan
pelayanan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari
tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu
tempat melalui satu pintu, yaitu di kantor Walikota.
PTSP ini merupakan sistem dimana seluruh berkas permohonan perizinan
masuk melalui customer service yang berada di Walikota, kemudian diteruskan ke
seksi atau bagian yang bersangkutan. Sistem PTSP ini menjadikan seluruh proses
perizinan terpusat di satu tempat dan diharapkan dapat mengurangi lamanya
proses perizinan. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Kota Jakarta Timur
sedang dalam peralihan atau percobaan menuju sistem Pelayanan Terpadu Satu
Pintu sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 114 tahun
2011. Oleh karena itu instruksi kerja dan prosedur mutu perlu mengalami
perubahan atau dilakukan revisi.
Penyelenggaraan PTSP saat ini pada pelayanan perizinan masih belum
sepenuhnya dilakukan. Perizinan tenaga kesehatan bidan serta sarana farmasi,
makanan dan minuman, berkas permohonan dilakukan melalui customer service
unit PTSP kantor walikota, selanjutnya diserahkan ke Suku Dinas Kesehatan
Jakarta Timur untuk diproses lebih lanjut sampai surat izin disahkan atau
diterbitkan. Surat izin yang telah diterbitkan akan diserahkan ke kantor Walikota
untuk selanjutnya diambil oleh pemohon.
Salah satu tugas Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan adalah
mengevaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan.
Evaluasi tersebut bertujuan untuk menjamin kualitas pelayanan publik dalam
bidang kesehatan dengan cara mengevaluasi pelayanan perizinan. Standar
pelayanan perizinan yang dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
39
Universitas Indonesia
adalah 12 hari kerja, terhitung dari lengkapnya berkas. Pemeliharaan
implementasi Sistem Manajemen Mutu di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
dilakukan dengan pelaksanaan audit internal dan surveilans, survei kepuasan
pelanggan, dan tinjauan manajemen, serta berbagai pelatihan seperti pelatihan
lead auditor dan pelatihan manajemen kepuasan pelanggan.
Revisi instruksi kerja perizinan dilakukan terhadap referensi yang
digunakan, dengan cara membandingkan peraturan yang sudah ada dan
menambahkan peraturan baru yang belum ada ke dalam instruksi kerja sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Selain itu juga ditambahkan persyaratan yang
harus dipenuhi untuk melakukan perizinan baik untuk tenaga kesehatan maupun
sarana kesehatan.
Revisi quality procedure pelayanan perizinan dan sertifikasi dilakukan
terhadap referensi yang digunakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku saat ini. Revisi dilakukan dengan cara menambahkan peraturan baru
yang belum tercantum serta mengganti peraturan yang lama dengan peraturan
baru ke dalam quality procedure tersebut. Peraturan-peraturan baru tersebut
melengkapi peraturan lama yang telah ada pada referensi sebelumnya. Selain itu,
revisi juga dilakukan terhadap definisi, rincian prosedur, dan alur pelayanan
perizinan yang mengacu pada manual prosedur.
4.3 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman
Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman mempunyai tugas:
a. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan
minuman.
b. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan
sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang
penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri
makanan minuman rumah tangga.
c. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan
persediaan cadangan obat esensial.
d. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada
lingkup Kota Administrasi.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
40
Universitas Indonesia
Salah satu kegiatan Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman dalam
pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan adalah dengan melakukan
rekapitulasi Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dari
puskesmas di wilayah Jakarta Timur. LPLPO merupakan media yang digunakan
untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas. LPLPO yang dibuat oleh
petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi, dan dikirim tepat waktu serta
disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga bermanfaat untuk analisis
penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan
pembuatan laporan pengelolaan obat.
Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO
dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Suku Dinas Kesehatan melalui Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah
ditandatangani oleh kepala Dinas Suku Kesehatan, satu rangkap untuk Kepala
Suku Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan
satu rangkap dikembalikan ke Puskesmas. LPLPO sudah harus diterima paling
lambat tanggal 10 setiap bulannya.
Selain LPLPO, penggunaan Narkotik dan psikotropik juga harus
dilaporkan ke Suku Dinas Kesehatan. Sejak Januari 2013 diberlakukan sistem
pelaporan SIPNAP secara online. Pelaporan narkotika dan psikotropika dilakukan
paling lambat tanggal 10 tiap bulannya secara online dan juga dikirim ke Balai
Besar Pengawasan Obat dan Makanan dalam bentuk hard copy 1 rangkap dan 1
rangkap disimpan sebagai arsip Farmasi di Puskesmas.
Namun, pelaksanaan pelaporan penggunaan narkotik dan psikotropik
dengan menggunakan sistem ini belum berjalan dengan baik di seluruh Puskesmas
Kecamatan yang berada di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Hal ini
disebabkan karena kendala pada sistem SIPNAP dan kendala pada user. Kendala
pada sistem SIPNAP yang sering dihadapi berupa kesulitan dalam melakukan
pendaftaran akun, atau akun yang sudah terdaftar belum menerima kata sandi
(password) sehingga tidak dapat masuk ke sistem untuk melakukan
pengunggahan dokumen laporan narkotika dan psikotropika. Kendala pada user
yang umumnya terjadi adalah kurangnya pemahaman user mengenai sistem
pelaporan secara online akibat kurangnya sosialisasi. Selain itu tidak semua
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
41
Universitas Indonesia
puskesmas dilengkapi dengan fasilitas internet. Hal ini menyebabkan petugas
puskesmas masih melakukan pelaporan narkotika dan psikotropika secaramanual
ke Suku Dinas Kesehatan.
Tugas dari Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman berikutnya
adalah melaksanakan pelayanan perizinan. Perizinan yang diurus di Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Timur yaitu apotek, toko obat, Usaha Mikro Obat Tradisional
(UMOT), Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) dan sertifikasi kelayakan
olahan/produksi makanan minuman rumah tangga/ Pangan Industri Rumah
Tangga (PIRT).
4.3.1 Apotek
Pemberian izin apotek dilakukan dengan cara mengajukan surat
permohonan izin ke Suku Dinas Kesehatan dengan melengkapi persyaratan yang
telah ditetapkan. Permohonan izin apotek diajukan oleh Apoteker Pengelola
Apotek (APA). Apoteker Pengelola Apotek wajib memiliki Surat Tanda
Registrasi Apoteker (STRA) dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA). Selain itu
SIPA juga wajib dimiliki apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian
sebagai apoteker pendamping.
Untuk mendapatkan Surat Izin Apotek (SIA), APA harus menyiapkan
tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan
farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek
harus mempunyai luas yang memadai, sehingga dapat menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi apotek, serta memelihara mutu perbekalan
kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek minimal terdiri dari ruang tunggu,
ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja
apoteker, tempat pencucian alat dan toilet/WC. Bangunan apotek harus dilengkapi
sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat
pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, serta ventilasi dan sistem
sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama apotek berukuran
minimal 40x60 cm dengan tulisan berwarna hitam (ukuran 5 cm) di atas dasar
berwarna putih yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA dan alamat
apotek.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
42
Universitas Indonesia
Apotek harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan,
mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan obat, termasuk lemari khusus
narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Apotek harus melaporkan
pemakaian narkotika setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM di DKI
Jakarta sedangkan pemakaian psikotropika harus dilaporkan maksimal setahun
sekali.
Apabila permohonan telah memenuhi persyaratan, maka Suku Dinas
Kesehatan akan mengeluarkan SIA yang berlaku seterusnya selama apotek masih
aktif melakukan kegiatan. SIA harus diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan
non fisik dari sarana apotek. Kriteria perubahan non fisik yakni apabila terjadi
pergantian apoteker pengelola apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal
lainnya), terjadi pergantian pemilik sarana apotek (baik karena meninggal dunia
maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama apotek, terjadi perubahan alamat
apotek tanpa pemindahan lokasi, dan/atau terjadi karena surat izin apotek hilang
atau rusak. Sedangkan perubahan fisik, yakni apabila terjadi perubahan denah
apotek dan terjadi perubahan lokasi apotek.
SIA dapat dicabut jika terdapat pelanggaran-pelanggaran:
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola
Apotek (APA).
b. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian.
c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-
menerus.
d. Terjadi pelanggaran terhadap UU tentang narkotika, psikotropika, kesehatan,
dan ketentuan perundang-undangan yang lain.
e. Surat izin kerja APA dicabut.
f. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-
undangan di bidang obat.
Apabila apotek memberikan pelayanan 24 jam, maka apotek tersebut harus
memiliki apoteker pendamping, dan apabila APA dan apoteker pendamping
berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti.
Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
43
Universitas Indonesia
Kabupaten/Kota, dalam hal ini kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi setempat. APA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan oleh apoteker pendamping maupun apoteker pengganti/supervisor,
dalam pengelolaan apotek. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih
dari dua tahun secara terus-menerus, maka harus menunjuk apoteker pengganti,
sedangkan jika APA berhalangan melakukan tugasnya dalam waktu 1 – 3 bulan,
maka harus menunjuk apoteker supervisor (Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002, 2002).
Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan
karena penggantian APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah
terima resep, narkotika dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci tempat
penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan
pembuatan berita acara.
Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka dapat diberikan teguran
secara lisan untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari
apotek tersebut, maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan
pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis
kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-
masing dua bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-
lamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali apabila
apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Apabila apotek merupakan apotek rakyat, maka apotek rakyat tersebut
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Apotek rakyat dalam pelayanan kefarmasian harus mengutamakan obat
generik.
b. Apotek rakyat dapat menyimpan dan menyerahkan obat-obatan yang
termasuk golongan obat keras, obat bebas terbatas, obat bebas, dan
perbekalan kesehatan rumah tangga.
c. Apotek rakyat dilarang menyediakan narkotika dan psikotropika, meracik
obat dan menyerahkan obat dalam jumlah besar.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
44
Universitas Indonesia
d. Setiap apotek rakyat harus memiliki satu orang apoteker sebagai penanggung
jawab, dan dapat dibantu oleh asisten apoteker.
e. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, apotek rakyat yang melanggar
ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan dapat
dikenakan tindakan administratif berupa teguran lisan, tertulis, sampai dengan
pencabutan izin.
f. Pedagang eceran yang statusnya sudah berubah menjadi apotek sederhana
dianggap telah menjadi apotek rakyat.
4.3.2 Toko Obat
Surat izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan
surat permohonan Izin Usaha kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan dan
Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali
dengan penanggung jawab teknis adalah seorang Asisten Apoteker.
Setiap perubahan fisik maupun non fisik yang terjadi, pihak toko obat
harus mengajukan permohonan tertulis kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan.
Perubahan non fisik yang terjadi pada toko obat antara lain: pergantian asisten
apoteker penanggung jawab teknis toko obat (baik karena meninggal dunia
maupun hal lainnya), pergantian nama toko obat, perubahan alamat toko obat
tanpa pemindahan lokasi, pergantian pemilik toko obat (baik karena meninggal
dunia maupun hal lainnya), dan surat izin toko obat hilang atau rusak. Sedangkan
perubahan fisik pada toko obat yaitu terjadi pemindahan lokasi toko obat dan
terjadi perpanjangan izin toko obat.
Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan
perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan
pelanggaran akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun
sanksi pidana. Sanksi administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan,
penghentian sementara kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin,
sedangkan untuk sanksi pidana pemilik toko obat dapat diajukan ke pengadilan.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
45
Universitas Indonesia
4.3.3 Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)
Permohonan izin UMOT oleh pemohon diajukan kepada Suku Dinas
Kesehatan dengan menggunakan Formulir 18. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja
sejak menerima permohonan untuk izin UMOT, Kepala Suku Dinas Kesehatan
menunjuk tim untuk melakukan pemeriksaan setempat. Paling lama 7 (tujuh) hari
kerja setelah menerima penugasan, tim melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan
administrasi dan teknis, dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Kepala
Suku Dinas Kesehatan dengan menggunakan Formulir 19. Paling lama 7 (tujuh)
hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan, Kepala Suku Dinas Kesehatan
menyetujui, menunda atau menolak permohonan untuk izin UMOT dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai setempat,
dengan menggunakan Formulir 20a, Formulir 20b, atau Formulir 20c.
Permohonan izin UMOT ditunda atau ditolak apabila ternyata belum memenuhi
persyaratan. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat permohonan
diterima oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan, tidak dilakukan
pemeriksaan/verifikasi, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
berproduksi kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan menggunakan Formulir
21.
Izin UMOT diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan.
UMOT wajib menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan
meliputi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan serta jenis, jumlah, dan
nilai hasil produksi. Laporan UMOT disampaikan kepada Kepala Suku Dinas
Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat. Industri dan usaha
obat tradisional yang akan melakukan perubahan nama, alamat, Tenaga Teknis
Kefarmasian penanggung jawab, kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib
melapor secara tertulis kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan tembusan
kepada Kepala Balai setempat dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan.
Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban menjamin
keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan,
melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan
keamanan, khasiat/ manfaat dan mutu dari peredaran, memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Industri dan usaha obat
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
46
Universitas Indonesia
tradisional yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) wajib melapor dan mendapat
persetujuan dari Kepala Badan. Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang
membuat segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi
atau sintetik yang berkhasiat obat, obat tradisional dalam bentuk intravaginal,
tetes mata, sediaan parenteral, supositoria kecuali untuk wasir, obat tradisioanal
dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan kadar lebih dari
1% (satu persen);
4.3.4 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK)
Perizinan CPAK dilakukan dengan memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan. Perubahan fisik maupun non fisik pada sarana CPAK harus dilaporkan
dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas Kesehatan.
Perubahan non fisik meliputi: terjadi pergantian pemilik sarana CPAK (baik
meninggal dunia maupun lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan
CPAK, terjadi perubahan alamat sarana kesehatan CPAK tanpa pemindahan
lokasi, terjadi karena surat izin sara kesehatan CPAK hilang atau rusak.
Sedangkan perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan), meliputi: terjadi
pemindahan lokasi sarana kesehatan CPAK, terjadi perluasan sarana kesehatan
CPAK. Izin CPAK berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang
kembali bila semua persyaratan telah dipenuhi
4.3.5 Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)
Tata cara penyelenggaraan Sertifikasi Produk Pangan Industri Rumah
Tangga (SPP-IRT) yaitu dengan mengajukan permohonan kepada Pemerintah
Daerah atau Kepala Suku Dinas Kesehatan. Pengajuan permohonan tidak dapat
dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa susu dan hasil olahan, daging,
ikan, unggas yang hasil olahannya memerlukan proses dan atau penyimpanan
beku, pangan kaleng, pangan bayi, minuman beralkohol, air minum dalam
kemasan, pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI (contoh: SL, coklat
bubuk, garam yodium, AMDK, dan tepung), dan pangan lain yang ditetapkan oleh
BPOM. Untuk mendapatkan SPP-IRT, pemohon harus telah mengikuti
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
47
Universitas Indonesia
Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) dan memenuhi pemeriksaan sarana
produksi oleh Suku Dinas Kesehatan.
Penyelenggaraan dan penyuluhan keamanan pangan dalam rangka SPP-
IRT dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Suku Dinas
Kesehatan DKI Jakarta. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan secara bersama-sama
oleh beberapa Suku Dinas Kesehatan. Materi penyuluhan keamanan pangan yang
diberikan, meliputi: berbagai jenis bahaya biologis, kimia, fisik, cara menghindari
dan memusnahkannya serta pengawetan pangan; higienitas dan sanitasi sarana
dan perusahaan pangan industri rumah tangga; Cara Produksi Pangan yang Baik
(CPPB); peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan Bahan
Tambahan Pangan (BTP), label dan iklan pangan. Materi pelengkap dapat
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan pangan industri rumah
tangga, misalnya pengemasan dan penyimpanan produk pangan industri rumah
tangga, pengembangan usaha perusahaan pangan industri rumah tangga termasuk
etika bisnis.
Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas
Kesehatan melakukan pemeriksaan ke sarana produksi PIRT. Petugas yang
melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikasi Inspektur Pangan.
Laporan pemeriksaan sarana produksi IRT dengan hasil minimal cukup
merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT.
Sertifikasi produk pangan yang diterbitkan ada 2 jenis yakni sertifikasi
penyuluhan keamanan pangan dan sertifikasi produksi pangan. Sertifikasi
penyuluhan keamanan pangan diberikan kepada peserta yang telah lulus
mengikuti penyuluhan keamanan pangan, dimana semua PIRT harus mempunyai
minimal satu orang tenaga yang telah memiliki sertifikat penyuluhan keamanan
pangan. Apabila PIRT tidak mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat
yang dimaksud, maka perusahaan tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai
dengan tugasnya untuk mengikuti penyuluhan keamanan pangan. Sertifikasi
produksi pangan diberikan pada IRT yang mempunyai tenaga yang lulus
Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan
hasil minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk satu jenis pangan
produk IRT. IRT berlaku untuk selamanya selama IRT tersebut masih tetap
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
48
Universitas Indonesia
beroperasi. Penyelenggaraan SPP-IRT di Sudinkes Kota Administrasi setempat
dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Badan POM atau
Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat Penyuluhan Keamanan
Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan IRT yang selambat-lambatnya satu bulan
setelah penyelenggaraan.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
49 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Suku Dinas Kesehatan merupakan Unit Kerja Dinas Kesehatan dalam
pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat.
Suku Dinas Kesehatan dibentuk di setiap Kabupaten/Kota Administrasi dan
dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas Kesehatan.
b. Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan terdiri dari Kepala Suku Dinas,
Subbagian Tata Usaha, Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Pelayanan
Kesehatan, Seksi Sumber Daya Kesehatan, Seksi Pengendalian Masalah
Kesehatan, dan Subkelompok Jabatan Fungsional.
c. Seksi SDK memiliki tiga koordinator yaitu Koordinator Tenaga Kesehatan,
Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan, serta Koordinator Pelayanan
Farmasi, Makanan dan Minuman (Farmakmin).
Koordinator Tenaga Kesehatan memiliki tugas:
1) Memberikan rekomendasi/perizinan praktek tenaga kesehatan
2) Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan
3) Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan
4) Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan
5) Melaksanakan pemberian perizinan tenaga kesehatan.
Ruang lingkup kebijakan mutu Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Timur adalah :
1) Orientasi pada kepuasan pelanggan.
2) Perbaikan/peningkatan terus menerus dan berkesinambungan (continous
and sustainable improvement).
3) Mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
50
Universitas Indonesia
4) Memberikan jasa pelayanan dan pembinaan, pengawasan, dan
pengendalian (Binwasdal) bidang kesehatan yang profesional dan
responsif.
Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman mempunyai tugas:
1) Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan
dan minuman.
2) Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
pelayanan sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat
tradisional, cabang penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo
farmasi, dan industri makanan minuman rumah tangga.
3) Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan
persediaan cadangan obat esensial.
4) Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada
lingkup Kota Administrasi.
d. Pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan dengan melakukan
rekapitulasi Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dari
puskesmas di wilayah Jakarta Timur merupakan tugas Koordinator Farmasi,
Makanan dan Minuman. LPLPO bermanfaat untuk analisis penggunaan,
perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan pembuatan
laporan pengelolaan obat.
e. Penggunaan Narkotika dan psikotropika juga harus dilaporkan ke Suku Dinas
Kesehatan. Sejak Januari 2013 diberlakukan sistem pelaporan SIPNAP secara
online.
5.2 Saran
a. Sosialisasi kembali sistem pelaporan terbaru secara online yaitu dengan
SIPNAP agar penanggung jawab di Puskesmas masing-masing Kecamatan di
wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur memahami alur pelaporan dan juga
penanganan jika terjadi kendala dalam memasukkan data.
b. Segera menyempurnakan program SIPNAP sehingga dapat meminimalisir
terjadinya gangguan dalam sistem ini.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
51 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Undang-Undang No.22 Tahun 1999. (1999). Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009. (2009). Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009. (2009). Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000. (2000). Peraturan Pemerintah No. 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009. (2009). Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Permenkes No.006 tahun 2012. (2012). Permenkes No.006 tahun 2012 tentang
Industri dan Usaha Obat Tradisional. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011.
(2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registerasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Permenkes Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010. (2010). Permenkes Nomor
1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 284/MenKes/PER/III/2007. (2007).
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 284/MenKes/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
52
Universitas Indonesia
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/ Menkes/SK/X/2002 Tahun 2002. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/ Menkes/SK/X/2002 Tahun 2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1331/ Menkes/SK/X/2002 Tahun 2002.
(2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1331/ Menkes/SK/X/2002 Tahun 2002 tentang Pedagang Eceran Obat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1202/ Menkes/SK/VIII/2003 Tahun
2003. (2003). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1202/ Menkes/SK/VIII/2003 Tahun 2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
128/MENKES/SK/II/2004. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008. (2008). Peraturan Daerah Nomor 10
Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Jakarta: Pemerintah Daerah RI.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor
HK.03.1.23.04.12.2205 tahun 2012. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan ndustri Rumah Tangga. Jakarta: BPOM RI.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009. (2009). Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No 74 Tahun 2011. (2011). Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta No 74 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada Kota Administrasi. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 114 Tahun
2011. (2011). Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 114 Tahun 2011 tentang Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
53
Universitas Indonesia
Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 58 Tahun 2002. (2002). Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 58 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. (2009). Dokumen Sistem Manajemen Mutu
Sudinkes Kodya Jakarta Timur Tahun 2009; Deskripsi Kerja Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Jakarta: Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
54
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Bagan struktur organisasi Dinas Kesehatan
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
55
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Bagan struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA TIMUR PERIODE 17 – 28 JUNI 2013
PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS KECAMATAN CIPAYUNG JAKARTA TIMUR PERIODE
JANUARI - MARET 2013
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
EMMA RACHMANISA S, S.Farm.
1206329562
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA TIMUR PERIODE 17 – 28 JUNI 2013
PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS KECAMATAN CIPAYUNG JAKARTA TIMUR PERIODE
JANUARI-MARET 2013
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
EMMA RACHMANISA S, S.Farm.
1206329562
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….…… ii DAFTAR ISI…………………………………………………………………… iii DAFTAR TABEL………………………………………………………….….... v DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….... vi DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………....... vii 1. PENDAHULUAN……………………………………………………….….. 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………….……… 1 1.2 Tujuan……………………………………………………………...…... 2
2. TINJAUAN UMUM…………………………………………………....…... 4
2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)…..………………..….…..... 4 2.1.1 Pengertian Puskesmas………………………………….…........... 4 2.1.2 Visi dan Misi Puskesmas…………………………....……….….. 4 2.1.3 Tugas dan Fungsi Puskesmas……………………………….…... 5 2.2 Puskesmas Kecamatan Cipayung……………...…………………...….. 6 2.2.1 Sejarah Puskesmas…………………………………………….… 6 2.2.2 Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu………………………………… 6 2.2.3 Struktur Organisasi……………………………………………… 7 2.2.4 Demografi……………………………………………………...... 7 2.2.4.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk…………………... 7 2.2.4.2 Batas Wilayah………………………………………….. 8
3. TINJAUAN KHUSUS...…………………………………………………….. 9 3.1 Tenaga Kesehatan di Puskesmas………………………………………... 9 3.1.1 Defenisi Tenaga Kesehatan………………………………………. 9 3.1.2 Standar Tenaga Kesehatan di Puskesmas………………………... 9 3.2 Pengelolaan Obat di Puskesmas……………………………………….. 10 3.2.1 Perencanaan Obat di Puskesmas…………...…………………… 10 3.2.2 Pengadaan Obat di Puskesmas………………………………….. 11 3.2.3 Permintaan Obat di Puskesmas…………………………...…….. 11 3.2.4 Penerimaan Obat di Puskesmas...………………………………. 12 3.2.5 Penyimpanan Obat di Puskesmas…………………………...….. 13 3.2.5.1 Kebebasan dan Efisiensi Gerakan……………………… 14 3.2.5.2 Sistematika Penyusunan dan Ukuran Ruang...………… 15 3.2.5.3 Kapasitas……………………………………………….. 15 3.2.5.4 Kebutuhan Luas dan Volume Gudang…………………. 16 3.2.5.5 First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO)…………………………………………...…….. 16 3.2.5.6 Penyimpanan Khusus…………………………………... 16 3.2.5.7 Sirkulasi Udara dan Cahaya……………………………. 17 3.2.5.8 Pemeliharaan…………………………………………… 17 3.2.5.9 Aspek Keamanan………………………………………. 17 3.2.6 Pendistribusian Obat di Puskesmas……………………………... 17
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
iv
3.2.7 Pengendalian Obat di Puskesmas…………………………...….. 18 3.2.7.1 Sarana Pencatatan dan Pelaporan………………...….… 19 3.2.7.2 Penyelenggaraan Pencatatan di Puskesmas……….…… 20 3.2.7.3 Alur dan Periode Pelaporan……………………………. 20 3.2.8 Pelayanan Obat di Puskesmas…………………………………... 20 3.3 Pelayanan Informasi Obaat dan Konseling di Puskesmas…………….. 20 3.4 Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas……………………... 24 3.4.1 Deskripsi……………...………………………………………… 24 3.4.2 Kriteria Penggunaan Obat Rasional…………………………….. 25
4. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………...………….. 27 4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi di Puskesmas……………………… 27 4.2 Pengelolaan Obat……………………………………………………… 29 4.2.1 Jumlah Kunjungan Resep………………………………………. 29 4.2.2 Sepuluh Obat Terbanyak yang Digunakan……………………... 29 4.2.3 Sepuluh Penyakit Terbanyak yang Diderita Pasien…………….. 30 4.3 PIO dan Konseling………………………………………….…………. 34 4.4 Penggunaan Obat Rasional……………………………………………. 34
5. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………. 35 5.1 Kesimpulan……………………………………………………………. 35 5.2 Saran………………………...………………………………………… 36
DAFTAR ACUAN………………………………………………………..……. 37 LAMPIRAN……………………………………………………….…..……….. 39
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2.4.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kecanmatan Cipayung........ 8 Tabel 3.1.2 Standar Tenaga Kesehatan di Puskesmas..................................... 10 Tabel 4.1 Tenaga Kesehatan Sekecamatan Cipayung................................... 28 Tabel 4.2.1 Kunjungan Resep di Puskesmas Kecamatan Cipayung................ 29 Tabel 4.2.2 Sepuluh Obat yang Banyak Digunakan di Puskesmas Kecamatan Cipayung....................................................................................... 30 Tabel 4.2.3 Sepuluh Penyakit Terbanyak yang Diderita Pasien di Puskesmas Kecamatan Cipayung.................................................................... 30
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2.4 Peta Wilayah Kecamatan Cipayung.............................................. 7
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan Struktur Organisasi Puskesmas Kecamatan Cipayung…...... 39 Lampiran 2 Bagan Struktur Organisasi Farmasi Puskesmas Kecamatan Cipayung.......................................................................................... 40 Lampiran 3 Grafik Pemakaian Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Cipayung……………………………………………………..…… 41 Lampiran 4 Laporan Indikator Peresepan di Puskesmas Kecamatan Cipayung Bulan Januari - Maret 2013 ………………………………...…..… 42
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Departemen Kesehatan telah menyelenggarakan serangkaian reformasi
di bidang kesehatan guna meningkatkan pelayanan kesehatan dan menjadikannya
lebih efisien, efektif, serta terjangkau oleh masyarakat. Sistem otonomi daerah
menjadikan Pemerintah Pusat melakukan pendelegasian wewenang kepada
Pemerintah Daerah. Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah
harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan
tersebut (Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, 2009).
Pemerintah DKI Jakarta melalui Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
No. 150 Tahun 2009 mendirikan Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) di setiap Kota
Administrasi yang berada di DKI Jakarta, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara,
Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Timur merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Propinsi DKI
Jakarta untuk mempermudah tugas dan tanggung jawabnya dalam pelaksanaan
binwasdal (pembinaan, pengawasan, dan pengendalian) upaya-upaya kesehatan di
Jakarta Timur (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009,
2009).
Puskesmas merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas
kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional, standar wilayah
puskesmas adalah suatu kecamatan. Visi pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan
sehat mencakup empat indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat,
cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan derajat kesehatan penduduk.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Untuk mencapai visi tersebut, puskesmas menyelenggarakan kesehatan
perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Dalam upaya menyelengarakan
upaya kesehatan perorangan danupaya kesehatan masyarakat, puskesmas perlu
ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu termasuk pengelolaan
obat yang baik (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
128/MENKES/SK/II/2004, 2004).
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dari
orientasi pada obat menjadi orientasi pada pasien. Sebagai konsekuensi dari
perubahan orientasi tersebut, apoteker atau asisten apoteker sebagai tenaga
farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilakuagar
dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Pelayanan kefarmasian meliputi
pengelolaan sumber daya (sumber daya manusia, sarana dan prasarana, sediaan
farmasi, dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi
klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat, dan
pencatatan atau penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana,
prasarana, sarana, dan metode tata laksana yang sesuai dalam mencapai tujuan
yang ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Peranan apoteker diantaranya adalah dalam pelayanan kefarmasian, yakni
seperti dalam pemberian informasi obat (PIO) dan pengelolaan obat (perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pelaporan obat). Oleh karena itu,
menjadi penting dalam memahami dan meninjau lebih jauh mengenai peran
apoteker dalam pelayanan kefarmasian. Tugas dan fungsi seorang apoteker di
puskesmas menjadi penting karena apoteker dituntut memiliki kemampuan yang
profesional dan kompeten di bidangnya, maka calon apoteker perlu dibekali
praktek kerja. Pelatihan ini dilakukan untuk memberikan kesempatan calon
apoteker untuk meningkatkan pengetahuan penerapan pelaksanan kegiatan
kefarmasian disarana kesehatan, khususnya puskesmas, baik dalam hal pelayanan
kesehatan (khususnya pemberian informasi obat) maupun pengelolaan obat.
1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mengetahui tugas pokok dan fungsi farmasi dan persentase obat
generik yang diadakan Puskesmas Kecamatan Cipayung.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
3
Universitas Indonesia
b. Mahasiswa mengetahui alur pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan
Cipayung mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, dan
pelaporan.
c. Mahasiswa mengetahui jumlah kunjungan resep, dua puluh obat terbanyak
yang digunakan, sepuluh penyakit terbanyak yang diderita pasien, PIO dan
konseling maupun POR di Puskesmas Kecamatan Cipayung.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
4 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
2.1.1 Pengertian Puskesmas
Berdasarkan KEPMENKES RI No. 128/MENKES/SK/II/2004 mengenai
Kebijakan Pusat Dasar Masyarakat, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD),
puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama
serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
merupakan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Secara nasional, standar wilayah kerja
puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih
dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas,
dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW).
Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab
langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004, 2004).
2.1.2 Visi dan Misi Puskesmas
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat.
Kecamatan Sehat adalah gambaran masayarakat kecamatan masa depan yang
ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup
dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai
mencakup 4 (empat) indikator utama yakni lingkungan sehat, perilaku sehat,
cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk
kecamatan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
128/MENKES/SK/II/2004, 2004).
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas
adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi
tersebut adalah (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
128/MENKES/SK/II/2004, 2004):
a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah
kerjanya.
c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat berserta lingkungannya.
2.1.3 Tujuan dan Fungsi Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh puskesmas
adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat
2010. Puskesmas memiliki fungsi sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004, 2004):
a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
b. Pusat pemberdayaan masyarakat.
c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab
puskesmas meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
2.2 Puskesmas Kecamatan Cipayung
2.2.1 Sejarah Puskesmas
Puskesmas Kecamatan Cipayung berdiri pada tahun 1990 dan merupakan
pemekaran dari Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo. Pemekaran dilakukan karena
padatnya jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo.
Puskesmas Kecamatan Cipayung pertama kali beralamat di Jalan Taman Mini III
Bambu Apus dan pada tahun 1994 pindah ke Jalan Lubang Buaya Nomor 51
Jakarta Timur hingga sekarang. Puskesmas Kecamatan Cipayung terdiri dari 10
kelurahan yaitu puskesmas kelurahan Lubang Buaya, Pondok Rangon I dan II,
Bambu Apus I dan II, Cipayung, Cilangkap, Setu, Munjul, dan Ceger. Pasca
pemekaran wilayah di Puskesmas di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo gedung
Puskesmas kecamatan Cipayung baru satu kali mengalami renovasi yaitu pada
tahun 2001. Kepala Puskesmas Kecamatan Cipayung semenjak berdiri sampai
dengan sekarang telah berganti sebanyak 5 kali yaitu (Anita Y, dkk, 2013):
a. Dr. Hakim Siregar
b. Dr. Suliyandini
c. Dr. Yuniarti S. A
d. Dr. Angeliana
e. Dr. Herin Djati MK, K
f. Drg. S. Sholikhah Darmawie
2.2.2 Visi, Misi dan Kebijakan Mutu
Visi Puskesmas Kecamatan Cipayung yaitu pelayanan prima menuju
Kecamatan Cipayung sehat untuk semua. Misi Puskesmas Kecamatan Cipayung
yaitu (Anita Y, dkk, 2013):
a. Meningkatkan mutu pelayanan sesuai standar
b. Mengembangkan SDM yang profesional
c. Meningkatkan sistem manajemen puskesmas
d. Mengembangkan kemandirian masyarakat di dalam bidang kesehatan
Kebijakan mutu Puskesmas Kecamatan Cipayung yaitu meningkatkan
pelayanan kesehatan profesional yang berorientasi pada peningkatan kepuasan
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
pelanggan serta secara teru menerus melakukan peningkatan mutu pelayanan
melalui penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001.
2.2.3 Struktur Organisasi
Kepala Puskesmas Kecamatan Cipayung mempunyai tugas menerima
laporan dari (Anita Y, dkk, 2013):
a. Wakil Manajemen Mutu (MR) yang bertanggung jawab atas Kepala
Subbagian Tata Usaha dan Koordinator Pelayanan Kesehatan
b. Kepala seksi Penunjang
c. Subkelompok jabatan fungsional
d. Kepala puskesmas kelurahan
2.2.4 Demografi
Peta wilayah Kecamatan Cipayung dapat dilihat pada gambar 2.3.4 (Anita
Y, dkk, 2013):
Gambar 2.3.4 Peta wilayah kecamatan Cipayung
2.2.4.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk
Luas wilayah dan jumlah penduduk Kecamatan Cipayung dapat dilihat
pada tabel 2.2.4.1 (Anita Y, dkk, 2013):
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
Tabel 2.2.4.1 Luas wilayah dan jumlah penduduk kecamatan Cipayung
No Kelurahan RW RT Luas
(Ha)
Jumlah
penduduk
Laki-laki Perempuan Kepala
Keluarga
1 Lubang
Buaya
12 113 372.20 68533 35089 33444 8656
2 Setu 6 44 325.12 19627 10111 9516 3990
3 Bambu
Apus
5 65 316.50 26375 13542 12833 5617
4 Ceger 5 39 362.60 20544 10687 9857 4446
5 Cipayung 8 59 308.50 26378 13732 12646 7438
6 Cilangkap 6 45 603.54 25299 13053 12246 2890
7 Munjul 8 75 190.30 24005 12288 11717 5170
8 Pondok
Rangon
6 63 366.02 24965 12896 12096 4577
Jumlah 56 503 2844,78 235726 121398 114328 42784
2.2.4.2 Batas Wilayah
Batas wilayah kecamatan Cipayung (Anita Y, dkk, 2013):
a. Utara : Jalan Pintu I bagian barat tembok TMII, Jalan Pintu II
b. Selatan : Patok batas daerah Khusus DKI Jakarta dan Jawa Barat
c. Barat : Jalan Raya Tol Jagorawi - Kecamatan Ciracas
d. Timur : Kali Sunter ( Pilar batas nomor 125 s/d nomor 148)
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
9 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1 Tenaga Kesehatan di Puskesmas
3.1.1 Definisi Tenaga Kesehatan
Menurut PP No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud
dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.Tenaga kesehatan terdiri dari:
a. Tenaga medis, meliputi dokter dan dokter gigi.
b. Tenaga keperawatan, meliputi perawat dan bidan.
c. Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten apoteker.
d. Tenaga kesehatan masyarakat, meliputi epidemiologi kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administratur
kesehatan dan sanitarian.
e. Tenaga gizi, meliputi nutrisionis dan dietisen.
f. Tenaga keterapian fisik, meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapi
wicara.
g. Tenaga keteknisan medis, meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik
prostetik, teknisi transfusi darah dan perekam medis.
3.1.2 Standar Tenaga Kesehatan di Puskesmas
Menurut Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.4 Tahun 2011, standar
tenaga kesehatan di puskesmas dapat dilihat pada tabel 3.1.2:
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
Tabel 3.1.2 Standar tenaga kesehatan di Puskesmas
No Tenaga Kesehatan Standar Puskesmas Kecamatan
1 Dokter Sp Anak 1
2 Dokter Sp Kandungan 1
3 Dokter Sp Penyakit Dalam 1
4 Dokter Sp Mata/ THT/ Radiologi 1
5 Dokter Umum 12
6 Dokter Gigi 4
7 Perawat 32
8 Perawat Gigi 2
9 Bidan 18
10 Apoteker 1
11 Asisten Apoteker 2
12 Pranata Laboratorium 1
13 Epidemiologi Kesehatan 1
14 Entomolog Kesehatan 1
15 Sanitarian Trampil 1
16 Sanitarian Ahli 1
17 Penyuluh Kesmas 2
18 Nutrision Trampil 1
19 Nutrision Ahli 1
20 Perekam Medis 1
21 Radiografer 1
22 Teknis Elektromedis 1
23 Fisioterapis 1
24 Terapi Wicara 1
25 Refraksionis Optisien 1
26 Pengawas FMM 1
3.2 Pengelolaan Obat di Puskesmas
3.2.1 Perencanaan Obat di Puskesmas
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan
kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan
kebutuhan obat di Puskesmas. Tujuan dilakukan perencanaan obat adalah untuk
mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang
sesuai dengan kebutuhan, meningkatkan efisiensi penggunaan obat, dan
meningkatkan penggunaaan obat rasional. Perencanaan kebutuhan obat untuk
puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat dan Perbekalan
Kesehatan di Puskesmas. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun,
puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
LPLPO. Dalam perencanaan seorang apoteker diharapkan dapat
memperhitungkan kebutuhan obat dan alat kesehatan yang tepat jenis, tepat
jumlah, dan tepat waktu. Cara menentukan kebutuhan obat dan alat kesehatan
dapat dilakukan pendekatan dengan metode (Direktorat Jenderal Pelayanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004):
a. Metode Konsumsi
Metode ini adalah perhitungan kebutuhan obat dan alat kesehatan
berdasarkan pemakaian rata-rata obat dan alat kesehatan tiap bulan dalam
setahun. Data yang dibutuhkan untuk metode ini selain pemakaian rata-rata obat
dan alat kesehatan tiap bulan dalam setahun adalah stok pengaman sekitar 10% -
20% (untuk antisipasi waktu tunggu dan kenaikan kunjungan) dan waktu tunggu
biasanya 3 - 6 bulan.
b. Metode Morbiditas
Metode ini adalah perhitungan kebutuhan obat dan alat kesehatan
berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, stok pengaman dan
waktu tunggu.
3.2.2 Pengadaan Obat di Puskesmas
Pengadaan adalah penerimaan usulan dari bagian perencanaan.
Berdasarkan Keputusan Presiden nomor 18 tahun 2000 tentang pedoman
pelaksanaan pengadaan barang/jasa instalasi pemerintah, terdapat beberapa
metode pengadaan barang/jasa yaitu:
a. Lelang
b. Pemilihan langsung
c. Penunjukkan langsung
3.2.3 Permintaan Obat di Puskesmas
Sumber penyediaan obat di Puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di puskesmas adalah
obat esensial yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
dengan merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional. Selain itu, menurut
Keputusan Menteri Kesehatan No. 085 tahun 1989 tentang kewajiban menuliskan
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
resep dan atau menggunakan obat generik di pelayanan kesehatan milik
pemerintah dan Permenkes RI No.HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang
kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah
maka hanya obat generik saja yang yang diperkenankan tersedia di Puskesmas.
Adapun beberapa dasar pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah:
a. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh
dunia bagi pelayanan kesehatan publik
b. Obat generik mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi standar
pengobatan
c. Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik
d. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan
kesehatan publik.
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing
puskesmas diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan dari
sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO
sub unit.
3.2.4 Penerimaan Obat di Puskesmas
Penerimaan merupakan suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang
diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di
bawahnya. Penerimaan juga dapat didefinisikan kegiatan untuk menerima
perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian,
melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Proses
penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas. Dalam penerimaan
perbekalan farmasi, pertama dilakukan pemeriksaan sesuai pesanan. Jika tidak
sesuai, dapat dikembalikan atau diganti.Setelah sesuai, diberikan Faktur/Surat
Penyerahan Barang. Lalu mengurus administrasi dan didokumentasikan pada
Kartu Persediaan & Buku Pembelian. Petugas gudang obat bertanggung jawab
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
atas pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan, dan
penggunaan obat berikut kelengkapan keamanan yang menyertainya. Petugas
gudang obat mencatat setiap penambahan obat dan membukukan pada buku
penerimaan obat dan kartu stok. Setelah proses penerimaan selesai, obat akan
disimpan di gudang induk (Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 2004).
3.2.5 Penyimpanan Obat di Puskesmas
Penyimpanan merupakan suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-
obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik
maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. Penyimpanan juga dapat didefinisikan
sebagai kegiatan pengaturan perbekalan farmasi yang menurut persyaratannya
dibedakan berdasarkan bentuk sediaan dan jenisnya, suhunya, kestabilannya,
mudah tidaknya meledak/terbakar, tahan/tidaknya terhadap cahaya disertai dengan
sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai
kebutuhan (Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
2004).
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi, temperatur,
sinar/cahaya, kelembaban, serta ventilasi untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas yang terdiri dari kondisi umum ruang penyimpanan dan
kondisi khusus ruang penyimpanan misalnya untuk obat termolabil. Fasilitas
penyimpanan dan pengiriman merupakan salah satu bagian dari sistem suplai
obat. Gudang merupakan tempat pemberhentian sementara barang sebelum
dialirkan, dan berfungsi mendekatkan barang kepada pemakai hingga menjamin
kelancaran permintaan dan keamanan persediaan. Prinsip utama pada
perancangan pembuatan atau pemakaian gudang adalah adanya ketentuan
parameter dan prasyarat untuk mencapai indeks efisiensi dan efektifitas yang
optimum, terjaminnya mutu dan jumlah obat untuk pelayanan distribusi
(Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).
Faktor yang mempengaruhi desain gudang adalah kebebasan dan efisiensi
gerakan, sistematika penyusunan dan ukuran ruangan, kapasitas, kebutuhan
ruangan/luas dan volume gedung, sistem sirkulasi obat, penyimpanan khusus,
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
sirkulasi udara/cahaya, pemeliharaan serta keamanan (Sub Dinas Pelayanan
Kesehatan, 2004).
3.2.5.1 Kebebasan dan Efisiensi Gerakan
Dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas gudang diperlukan:
a. Penggunaan ruangan yang ada secara optimal untuk penyimpanan dan
mengurangi penggunaan ruangan untuk barang yang seharusnya tidak
disimpan di gudang.
b. Mengurangi kemungkinan adanya gerakan ataupun arus manusia/barang
yang tidak berguna selama proses penyimpanan, pelayanan distribusi atau
kegiatan lain.
c. Meningkatkan kenyamanan bagi karyawan selama bekerja di gudang.
d. Mengurangi kegiatan dan biaya pemeliharaan yang tidak perlu, mengingat
biaya pengelolaan yang tersedia terbatas.
e. Gunakan sistem satu lantai.
f. Adanya sekat akan membatasi pengaturan barang. Jika digunakan sekat
harus diperhatikan posisi dinding dan pintu untuk memudahkan gerakan.
g. Luas jalan/gang perlu diperhatikan untuk memudahkan pengambilan obat
dan untuk menjamin sirkulasi udara yang baik.
h. Memanfaatkan penggunaan ruang gudang yang tersedia dan ruangan lain
secara maksimum.
i. Memanfaatkan volume ruang yang ada secara optimum dengan
memanfaatkan tinggi ruangan dengan tetap memperhatikan ketentuan
penumpukan barang.
j. Pengaturan rak, pallet dan jarak antara rak dan pallet sedemikian rupa
sehingga arus barang / karyawan menjadi lebih cepat sehingga waktu yang
dibutuhkan untuk mutasi barang menjadi lebih singkat.
k. Kondisi kerja
Untuk meningkatkan kinerja perlu diperhatikan seperti ventilasi yang
cukup merupakan faktor penting dalam merancang gudang agar kondisi kerja
dapat lebih baik, kebersihan ruang kerja, fasilitas kebersihan, ruang istirahat.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
15
Universitas Indonesia
l. Pedoman kerja yang rinci dan mudah dipahami serta uraian tugas untuk
masing-masing petugas yang baik merupakan salah satu faktor penting
untuk meningkatkan efisiensi kerja
m. Supervisi yang berkesinambungan sehingga semua karyawan mempunyai
tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan yang pada akhirnya akan
meningkatkan efisiensi
n. Pelatihan baik bersifat manajerial maupun fungsional yang
berkesinambungan
Rancangan pembuatan atau pendayagunaan gudang dimaksudkan untuk
mengoptimalkan fasilitas penyimpanan. Hal ini tergantung pada keputusan yang
diambil pada kegiatan lainnya dalam sistem suplai obat, perencanaan biaya serta
distribusi.
3.2.5.2 Sistematika Penyusunan dan Ukuran Ruang
Penyusunan obat dan perbekalan farmasi lainnya merupakan faktor yang
menentukan bagaimana gudang dirancang, termasuk bagaimana pengelompokan
dilakukan. Pengelompokan berbagai jenis, jumlah, volume dan kondisi
penyimpanan khusus, dapat dilakukan berdasarkan farmakologi, kelompok
farmasetika, atau hal-hal lain. Misalnya pengaturan dilakukan berdasarkan kelas
terapi, indikasi klinis, urutan abjad, dan atau tingkat pemakaian. Pengelompokan
apapun yang dipakai, harus diperhitungkan dan diupayakan seoptimum mungkin
persentase pemakaian luas dan persentase pemakaian volume ruangan yang
terpakai. Pencapaian angka maksimal dari indeks tersebut dilakukan dengan
pengaturan dan penempatan rak dan penggunaan pallet yang tepat sekaligus akan
dapat meningkatkan sirkulasi udara dan gerakan barang.
3.2.5.3 Kapasitas
Setiap gudang mempunyai kapasitas penyimpanan yang maksimum yang
dipengaruhi oleh seberapa besar ruangan yang digunakan untuk kepentingan lain
seperti ruang administrasi, ruang karantina, ruang pelayanan dan lain sebagainya.
Setiap gudang mempunyai kondisi dan kegiatan yang berbeda, tergantung pada
lokasi dan pengelolaan gudang atau distribusi di wilayah tersebut. Keadaan ini
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
berpengaruh terhadap kapasitas yang dapat dimanfaatkan untuk penyimpanan
obat.
3.2.5.4 Kebutuhan Luas dan Volume Gudang
Jumlah obat yang akan disimpan tergantung pada rencana pengadaan,
rencana kedatangan, rencana distribusi dan kemungkinan adanya pengembalian
perbekalan dari unit pelayanan karena rusak atau alasan lainnya. Luas gudang
minimal 3 x 4 m2.
3.2.5.5 First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO)
Prinsip FIFO/FEFO dalam penerimaan dan pengeluaran obat dan
perbekalan farmasi merupakan salah satu faktor penting dalam mendesain gudang.
Gudang yang disusun untuk memudahkan proses FIFO/FEFO, harus disesuaikan
dengan cara penyimpanan yang memungkinkan dilaksanakannya proses
FIFO/FEFO. Jika prinsip FIFO yang digunakan pada desain gudang adalah
dengan menggunakan sistem rak (masuk belakang, keluar di depan; masuk di
kanan keluar di kiri) yang akan berbeda dengan sistem FIFO yang menggunakan
sistem blok (barang ditumpuk pada waktu penerimaan, kemudian dibalik atau
ditumpuk ulang dengan cara menempatkan barang yang di atas menjadi di
bawah). Kebijakan mengenai FIFO akan menentukan desain ruangan dan juga
perlengkapan penyimpanan yang digunakan seperti rak dan pallet serta fasilitas
lainnya seperti ventilasi, cahaya dan sumber daya manusia. Sedangkan mengenai
prinsip FEFO, hampir serupa dengan sistem FIFO. Dengan sistem rak, barang
yang masa kadaluwarsanya sebentar lagi, diletakan pada bagian depan dan jika
dengan sistem blok, tumpukan teratas untuk barang dengan masa kadaluwarsanya
sebentar lagi.
3.2.5.6 Penyimpanan Khusus
Beberapa jenis obat memerlukan tempat penyimpanan khusus, termasuk
diantaranya vaksin, narkotika dan bahan obat yang mudah terbakar. Vaksin
memerlukan pharmaceutical refrigerator dan harus dilindungi dari kemungkinan
putusnya aliran listrik, selain itu terdapat produk yang memerlukan kondisi
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
penyimpanan dengan akses terkontrol seperti narkotik dan psikotropik. Narkotika
dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dengan kunci ganda
dan selalu dalam keadaan terkunci. Kunci harus disimpan oleh APA dan petugas
yang diberikan tanggung jawab oleh APA.
3.2.5.7 Sirkulasi Udara dan Cahaya
Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya
sirkulasi udara yang cukup di dalam gudang. Sirkulasi udara yang baik akan
memaksimalkan umur hidup dari obat. Idealnya dalam gudang terdapat AC,
alternatifnya adalah penggunaan kipas angin yang apabila tidak mencukupi perlu
dibuat ventilasi melalui atap.
Lampu yang dipasang harus diperhatikan, baik kekuatan cahaya maupun
letak. Lampu harus ditempatkan di atas gang atau jalan sehingga tidak terhalang
oleh rak/lemari penyimpanan.
3.2.5.8 Pemeliharaan
Ruangan harus dirancang agar mudah dibersihkan.
3.2.5.9 Aspek Keamanan
a. Gudang harus dilengkapi dengan akses kontrol yang baik untuk menghindari
pencurian.
b. Tersedianya sistem penjagaan 24 jam.
c. Adanya CCTV (Close Circuit Television) pada tempat-tempat strategis.
d. Adanya peralatan dan system pengamanan terhadap kebakaran seperti detektor
asap dan APAR.
3.2.6 Pendistribusian Obat di Puskesmas
Distribusi/penyaluran adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat
secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan
kesehatan antara lain ke sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas,
puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, dan puskesdes. Dalam
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
melakukan kegiatan distribusi obat, terdapat tiga hal yang menjadi fokus
perhatian, yaitu menentukan frekuensi distribusi, menentukan jumlah dan jenis
obat yang diberikan, dan melaksanakan penyerahan obat dan penerimaan sisa obat
dari sub-sub unit. Pada tahapan menentukan frekuensi distribusi, yang perlu
dipertimbangkan adalah jarak sub unit pelayanan dan biaya distribusi yang
tersedia.Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut diharapkan mampu
menentukan frekuensi pendistribusian obat yang efektif dan efisien.
Tahapan selanjutnya setelah menentukan frekuensi distribusi yaitu
menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan. Dalam menentukan jumlah
obat perlu dipertimbangkan:
a. Pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat.
b. Sisa stok
c. Pola penyakit
d. Jumlah kunjungan di masing-masing sub unit pelayanan kesehatan.
Tahapan terakhir dalam proses distribusi obat di puskesmas yaitu
melaksanakan penyerahan obat dan menerima sisa obat dari sub-sub unit.
Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara:
a. Puskesmas menyerahkan atau mengirimkan obat dan diterima di sub unit
pelayanan.
b. Obat diambil sendiri oleh sub-sub unit pelayanan. Obat diserahkan bersama-
sama dengan formulir LPLPO sub unit yang ditandatangani oleh penanggung
jawab sub unit pelayanan puskesmas dan kepala puskesmas sebagai
penanggung jawab pemberi obat dan lembar pertama disimpan sebagai tanda
bukti penerimaan obat.
3.2.7 Pengendalian Obat di Puskesmas
Pengendalian obat di Puskesmas terdiri dari pengendalian persediaan,
pengendalian penggunaan, dan penanganan obat hilang. Pengendalian dilakukan
dengan cara pencatatan dan pelaporan data obat. Pencatatan dan pelaporan data
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
obat di puskesmas merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan
obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan yang diterima, disimpan,
didistribusikan dan digunakan di puskesmas dan atau unit pelayanan lainnya.
Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya pencatatan dan peleporan obat
yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh
pengelolaan obat. Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
a Bukti bahwa suatu kegiatan telah dilakukan
b Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian
c Sumber data untuk perencanaan kebutuhan
d Sumber data untuk pembuatan laporan
3.2.7.1 Sarana Pencatatan dan Pelaporan
Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas
adalah laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) dan kartu stok.
LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim
tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga
dimanfaatkan untuk analisi penggunaan, perencanaan kebutuhan obat,
pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat.
Selain itu terdapat SIPNAP yang merupakan sistem pelaporan narkotika
dan psikotropika di unit pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas wajib
membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan
dan/atau pengeluaran narkotika dan psikotropika sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang - Undang No.
5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Sistem pelaporan Laporan Penggunaan
Narkotika dan Psikotropika di DKI Jakarta dilakukan paling lambat tanggal 10
setiap bulannya ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Data penggunaan
narkotika dan psikotropika di Puskesmas juga dapat terlihat pada Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) Puskesmas Kecamatan.
Program Sipnap hardcopy diarsip dan dikirim ke BPOM.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
3.2.7.2 Penyelenggaraan Pencatatan di Puskesmas
Terdapat tempat-tempat atau lokasi yang menyelenggarakan pencatatan
baik di dalam puskesmas itu sendiri maupun di luar puskesmas, yaitu:
a Gudang puskesmas
b Kamar obat
c Kamar suntik
d Puskesmas keliling, puskemas pembantu, dan puskesdes
3.2.7.3 Alur dan Periode Pelaporan
Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO
dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Dinkes Kabupaten/Kota melalui Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota, untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah
ditandatangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, satu rangkap untuk
Kepala Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
dan satu rangkap dikembalikan ke puskesmas. LPLPO sudah harus diterima oleh
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 10 setiap bulannya.
3.2.8 Pelayanan Obat di Puskesmas
Pelayanan obat adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan
nonteknis yang harus dikerjakan mulai dari menerima resep dokter sampai
penyerahan obat kepada pasien. Semua resep yang telah dilayani oleh Puskesmas
harus disimpan minimal 2 tahun dan harus diberi tanda:
a. “Umum” untuk resep umum
b. “Askes” untuk resep yang diterima oleh peserta asuransi kesehatan
c. “Gratis” untuk resep yang diberikan kepada pasien yang dibebaskan dari
pembiayaan retribusi
3.3 Pelayanan Informasi Obat dan Konseling di Puskesmas
Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan
penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,
lengkap, terkini oleh tenaga kefarmasian yang kompeten kepada pasien, tenaga
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
21
Universitas Indonesia
kesehatan, masyarakat maupun pihak yang memerlukan (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia). PIO bertujuan untuk menyediakan dan memberikan
informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, masyarakat maupun pihak lain
untuk menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Sasaran pelayanan informasi obat di puskesmas antara lain (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010):
a. Pasien dan/atau keluarga pasien
b. Tenaga kesehatan: dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten
apoteker, dll
c. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitian klinik, dll
Sarana dan prasarana PIO disesuaikan dengan kondisi sarana pelayanan
kesehatan. Jenis dan dan jumlah perlengkapan bervariasi tergantung ketersediaan
dan perkiraan kebutuhan dalam pelaksanaan PIO. Sarana ideal untuk PIO
sebaiknya disediakan antara lain (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2010):
a. Ruang pelayanan
b. Kepustakaan
c. Komputer dan jaringan internet
d. Telepon dan faks
Kegiatan PIO yang dapat dilaksanakan di puskesmas, meliputi
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):
a. Menjawab pertanyaan
b. Mengkaji dan menyampaikan informasi bagi yang memerlukan
c. Menyiapkan materi dan membuat bulletin, brosur, leaflet, dll
Informasi obat yang lazim diperlukan pasien menurut Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010, adalah:
a. Waktu penggunaan obat; misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari,
apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk
apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
22
Universitas Indonesia
b. Lama penggunaan obat; apakah selama keluhan masih ada atau harus
dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Sebagai contoh, antibiotik harus
dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi
c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan
pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara
penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti
obat oral, obat tetes mata, obat salep mata, obat tetes hidung, obat semprot
hidung, obat tetes telinga, suppositoria, dank rim/salep rektal, dan tablet
vagina.
d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat; misalnya berkeringat,
mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah
warna, dsb.
e. Hal-hal lain yang mungkin timbul; misalnya interaksi obat dengan obat lain
atau makanan tertentu dengan diet rendah kalori, kehamilan, dan menyusui
serta kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak dikehendaki.
Pelayanan informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini dalam upaya penggunaan obat yang rasional
oleh pasien dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu semua pustaka yang dijadikan
sebagai sumber informasi diusahakan terbaru dan disesuaikan dengan tingkat dan
tipe pelayanan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Pustaka digolongkan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu:
a. Pustaka Primer
Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang
terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah.
Contoh pustaka primer: laporan hasil penelitian, laporan kasus, studi evaluatif dan
laporan deskriptif.
b. Pustaka Sekunder
Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari
berbagai macam artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu
dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer.
Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data base.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
c. Pustaka Tersier
Pustaka tersier berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia
dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi
materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami, seperti IONI, ISO, DOEN,
DOI, MIMS, Buku Saku Pelayanan Kefarmasian, dll.
Selain sumber informasi diatas, informasi obat juga dapat diperoleh dari
setiap kemasan atau brosur obat yang berisi:
a. Nama dagang obat jadi.
b. Komposisi.
c. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah.
d. Dosis pemakaian.
e. Cara pemakaian.
f. Indikasi atau khasiat atau kegunaan.
g. Kontra indikasi (bila ada).
h. Tanggal kadaluarsa.
i. Nomor ijin edar/nomor registrasi.
j. Nomor kode produksi.
k. Nama dan alamat industri.
Semua kegiatan pelayanan informasi obat harus didokumentasikan.
Manfaat dokumentasi adalah sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan
serupa, untuk memprioritaskan penyediaan sumber informasi yang diperlukan
dalam menjawab pertanyaan, sebagai media pelatihan tenaga farmasi, dan sebagai
basis data pencapaian kinerja, penelitian, analisis, evaluasi perencanaan layanan.
Hal-hal yang perlu dimuat dalam kegiatan dokumentasi adalah:
a. Tanggal dan waktu pertanyaan dimasukkan.
b. Nama dan umur pasien.
c. Informasi yang diberikan.
Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan informasi obat, harus dilakukan
pemantauan dan evaluasi kegiatan secara berkala. Evaluasi ini digunakan untuk
menilai/mengukur keberhasilan pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara
membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan
pelayanan informasi obat.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan dengan mengumpulkan data dari
awal dan mendokumentasikan pertanyaan–pertanyaan yang diajukan, serta
jawaban dan pelayanan yang diberikan kemudian dibuat laporan tahunan. Laporan
ini dievaluasi dan berguna untuk memberikan masukan kepada pimpinan dalam
membuat kebijakan di waktu mendatang. Untuk mengukur tingkat keberhasilan
tersebut harus ada indikator yang digunakan.Indikator tersebut bersifat dapat
diukur dan valid (tidak cacat). Indikator keberhasilan pelayanan informasi obat
mengarah kepada pencapaian penggunaan obat secara rasional di Puskesmas itu
sendiri. Indikator dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilanpenerapan
pelayanan informasi obat antara lain:
a. Meningkatnya jumlah pertanyaan yang diajukan.
b. Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.
c. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.
d. Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leaflet, buletin, ceramah).
e. Meningkatnya pertanyaan berdasar jenis pertanyaan dan tingkat kesulitan.
f. Menurunnya keluhan atas pelayanan.
Selain PIO juga dilakukan konseling di Puskesmas untuk mengetahui
riwayat pasien baik tentang penyakit maupun penggunaan obat. Konseling ini
dilakukan di suatu ruangan yang tertutup dan nyaman. Konseling dilakukan agar
pelayanan kesehatan dasar dapat berjalan dengan baik khususnya untuk pelayanan
informasi mengenai obat untuk membuat pengobatan menggunakan obat yang
rasional.
3.4 Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas
3.4.1 Deskripsi
Penggunaan Obat Rasional (POR) adalah apabila (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010):
a. Pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya
b. Periode waktu yang adekuat
c. Harga yang terjangkau
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
25
Universitas Indonesia
3.4.2 Kriteria Penggunaan Obat Rasional
Batasan POR terkait erat dengan kriteria dalam penggunaan obat agar
rasional ketika dikonsumsi oleh pasien. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan
kriteria penggunaan obat rasional yaitu meliputi (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010):
a. Tepat diagnosis
Obat yang tepat diagnosis adalah obat diberikan sesuai dengan diagnosis.
Apabila diagnosis penyakit yang diderita pasien tidak ditegakkan dengan benar
maka pemilihan obat pun dapat salah.
b. Tepat indikasi penyakit
Obat yang tepat indikasi penyakit adalah obat yang diberikan harus yang
tepat atau sesuai bagi suatu penyakit yang diderita oleh pasien.
c. Tepat pemilihan obat
Pemilihan obat yang tepat yaitu jika obat yang dipilih memiliki efek terapi
sesuai dengan penyakit.
d. Tepat dosis
Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat. Apabila
salah satu dari empat hal tersebut tidak dipenuhi menyebabkan efek terapi tidak
tercapai.
e. Tepat Jumlah
Jumlah obat yang diberikan harus dalam jumlah yang cukup.
f. Tepat cara pemberian
Cara pemberian obat yang tepat adalah obat Antasida seharusnya dikunyah
dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tetrasiklin tidak boleh dicampur
dengan susu karena akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat
diabsorpsi dan menurunkan efektifitasnya.
g. Tepat interval waktu pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sederhana mungkin dan praktis
agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari
(misalnya 4 kali sehari) semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang
harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum
dengan interval setiap 8 jam.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
26
Universitas Indonesia
h. Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing.
Untuk Tuberkulosis lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan, sedangkan
untuk kusta paling singkat 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam
tifoid adalah 10 – 14 hari.
i. Tepat penilaian kondisi pasien
Penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien yaitu antara lain harus
memperhatikan kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan, menyusui, lanjut usia
atau bayi.
j. Waspada terhadap efek samping
Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang
timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti timbulya mual, muntah,
gatal-gatal, dan lain sebagainya.
k. Mutu obat baik dan terjangkau
Obat yang efektif, aman, mutu terjamin, tersedia setiap saat, dan harga
terjangkau dapat dicapai misalnya dengan membeli obat melalui jalur resmi.
l. Tepat tindak lanjut (follow up)
Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut
konsultasikan ke dokter.
m. Tepat penyerahan obat (dispensing)
Penggunaan obat rasional melibatkan penyerah obat dan pasien sendiri
sebagai konsumen. Resep yang dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di
Puskesmas akan dipersiapkan obatnya dan diserahkan kepada pasien dengan
informasi yang tepat.
n. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang diberikan
Dalam pengobatan pasien hendaknya patuh terhadap perintah pengobatan
yang diberikan. Namun, adakalanya ketidakpatuhan pasien terhadap penggunaan
obat terjadi. Ketidakpatuhan minum obat tersebut dapat terjadi dengan alasan
yaitu jenis sediaan obat beragam, jumlah obat terlalu banyak, frekuensi pemberian
obat per hari terlalu sering, pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi,
pasien tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai cara menggunakan
obat, timbulnya efek samping.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
27 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi di Puskesmas
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan termasuk upaya pengobatan di wilayah kecamatan. Upaya pengobatan
di Puskesmas bertujuan meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga tingkat
ketersediaan obat pada semua unit pelayanan yang ada di wilayahnya.
Pengelolaan obat di Puskesmas menjadi tugas bagian farmasi sehingga perlu
diketahui tugas pokok dan fungsi farmasi di Puskesmas. Tugas pokok dan fungsi
farmasi di Puskesmas adalah:
a. Petugas menerima obat dari gudang farmasi Kabupaten/Kota sesuai slip
penerimaan obat
b. Petugas menyimpan obat sesuai dengan bentuk sediaan kemudian abjad nama
obat dengan memperhatikan waktu kadaluarsa.
c. Petugas mencatat setiap jenis obat dalam kartu stok
d. Petugas mendistribusikan obat ke unit pelayanan dalam bentuk buku register
harian
e. Petugas membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
dan SIPNAP setiap akhir bulan.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi farmasi di Puskesmas
tersedianya sumber daya kesehatan menjadi sangat penting. Data sumber daya
kesehatan sekecamatan Cipayung ditunjukkan pada tabel 4.1:
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
28
Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Tenaga kesehatan sekecamatan Cipayung
No. Tenaga Kesehatan Jumlah Tenaga Kesehatan
1 Dokter Sp Anak -
2 Dokter Sp Kandungan -
3 Dokter Sp Penyakit Dalam -
4 Dokter Sp Mata/ THT/ Radiologi -
5 Dokter Umum 23
6 Dokter Gigi 14
7 Perawat 42
8 Perawat Gigi 4
9 Bidan 32
10 Apoteker 1
11 Asisten Apoteker 9
12 Pranata Laboratorium 2
13 Epidemiologi Kesehatan -
14 Entomolog Kesehatan -
15 Sanitarian Trampil 1
16 Sanitarian Ahli 1
17 Penyuluh Kesmas 3
18 Nutrision Trampil 1
19 Nutrision Ahli 1
20 Perekam Medis -
21 Radiografer -
22 Teknis Elektromedis -
23 Fisioterapis -
24 Terapi Wicara -
25 Refraksionis Optisien -
26 Pengawas FMM -
Ketersediaan sumber daya kesehatan Puskesmas sekecamatan Cipayung
sudah cukup memadai termasuk dalam tenaga kefarmasian. Ketersediaan tenaga
kesehatan memungkinkan pelayanan kesehatan di Puskesmas dapat berjalan baik
begitu pula dengan tenaga kefarmasiaan yang cukup memungkinkan pelayanan
kefarmasian berjalan dengan baik. Fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia di
Puskesmas Kecamatan Cipayung adalah Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga
Berencana, Gizi, Kesehatan Lingkungan, Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit, Pengobatan termasuk Pelayanan Gawat Darurat, Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat, Kesehatan Sekolah, Perawatan Kesehatan Masyarakat, Kesehatan
Kerja, Kesehatan Gigi dan Mulut, Kesehatan Jiwa, Kesehatan Mata, Laboratorium
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
29
Universitas Indonesia
sederhana, Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas, Kesehatan Usia Lanjut,
Pembinaan Pengobatan Tradisional, Kesehatan Remaja.
4.2 Pengelolalaan Obat
Perencanaan obat yang dilakukan Puskesmas Kecamatan Cipayung adalah
metode kombinasi yaitu gabungan antara kebutuhan obat berdasarkan metode
konsumsi dan morbiditas. Kedua metode ini digunakan untuk mencegah
kekosongan obat dan menjaga agar pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
kefarmasian dapat berjalan baik. Metode konsumsiyang direncanakan pada
Puskesmas Kecamatan Cipayung memerlukan stok pengaman sebanyak 10 - 20 %
sedangkan pada metode morbiditas stok pengaman yang dibutuhkan adalah 40 –
50 %. Apabila metode kombinasi yang digunakan maka stok pengaman yang
digunakan di Puskesmas Kecamatan Cipayung sekitar 40 - 50 %.
4.2.1 Jumlah Kunjungan Resep
Jumlah kunjungan resep di Puskesmas Kecamatan Cipayung pada bulan
Januari - Maret 2013 dapat dilihat pada tabel 4.2.1:
Tabel 4.2.1 Kunjungan resep di Puskesmas Kecamatan Cipayung
Bulan Jumlah Kunjungan Resep
Januari 2013 2679
Februari 2013 2604
Maret 2013 2308
4.2.2 Sepuluh Obat Terbanyak yang Digunakan
Sepuluh obat yang banyak digunakan di Puskesmas Kecamatan Cipayung
dapat dilihat pada tabel 4.2.2:
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
30
Universitas Indonesia
Tabel 4.2.2 Sepuluh obat yang banyak digunakan di Puskesmas Kecamatan
Cipayung
No Nama Obat Jumlah
1 Paracetamol tab 500 mg 197.946
2 CTM 4 mg 112.543
3 Amoksisilin 500 mg 107.642
4 Vit B komplex 91.280
5 Gliseril guailakolat 88.086
6 Vit C 79.190
7 Vit B6 54.430
8 Antasida doen tab 53.216
9 Vit B1 49.236
10 Deksametason 0,5 tab 45.037
4.2.3 Sepuluh Penyakit Terbanyak yang Diderita Pasien
Sepuluh penyakit terbanyak yang diderita pasien di Puskesmas Kecamatan
Cipayung ditunjukkan pada tabel 4.2.3:
Tabel 4.2.3 Sepuluh penyakit terbanyak yang diderita pasien di Puskesmas
Kecamatan Cipayung
No Jenis Penyakit
1 Infeksi saluran pernapasan bagian atas
2 Infeksi saluran pencernaan
3 Penyakit persendian
4 Anemia
5 Hipertensi
6 Gangguan pada gigi
7 Diabetes
8 Gout (asam urat)
9 Diare
10 Kolesterol
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
31
Universitas Indonesia
Pengadaan yang dilakukan Puskesmas Kecamatan Cipayung apabila dana
yang digunakan lebih dari 200 juta adalah sistem lelang. Sistem lelang biasanya
digunakan berdasarkan dana APBD dikarenakan dana besar untuk pengadaan
obat. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan provinsi
sebagai daerah otonom, proses pengadaan Puskesmas Kecamatan Cipayung
dilakukan oleh Puskesmas Kecamatan sendiri dimana mengajukan proposal
pengadaan obat kepada Pemda Provinsi DKI Jakarta. Selain itu apabila dana yang
digunakan kurang dari 200 juta maka pengadaan yang digunakan adalah
pengadaan langsung. Pengadaan obat dengan dana yang lebih kecil ini bersumber
dari BLUD (Badan Layanan Umum daerah).
Menurut Permenkes RI No HK. 02.02/Menkes/068/I/2010 tentang
kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah. Permenkes ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi alokasi dana obat di pelayanan kesehatan publik. Selain itu, obat generik
sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh dunia untuk
pelayanan kesehatan publik. Jumlah persentase obat generik yang diadakan
Puskesmas Kecamatan Cipayung adalah 93 % dan ini masih kurang dari target
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yaitu 98 % obat generik.
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing
Puskesmas termasuk Puskesmas Kecamatan Cipayung diajukan oleh Kepala
Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan format LPLPO sedangkan permintaan dari sub unit ke kepala
Puskesmas dilakukan secara periodik mengguanakan LPLPO sub unit.
Penerimaan obat harus disesuaikan dengan permintaan yang diajukan oleh
Puskesmas. Petugas penerima apabila menerima obat harus mengisi dokumen
LPLPO dan ditandatangani petugas diketahui Kepala Puskesmas. Penerima obat
wajib mencatat di buku penerimaan obat dan kartu stok. Kartu stok belum
mencantumkan nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
Obat yang diterima kemudian disimpan di gudang dimana tata letak obat
berdasarkan abjad. Penyimpanan obat dipisah antara tablet, sirup, tetes mata, tetes
telinga maupun salep mata. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika
menggunakan lemari tertutup dengan kunci serta tertanam di dalam tanah.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
32
Universitas Indonesia
Penyimpanan obat selain di gudang terdapat pula di apotek dan di pelayanan 24
jam. Penyimpanan obat harus disertai dengan penandaan waktu kadaluarsa.
Penandaan waktu kadaluarsa pada kemasan yang digunakan yaitu merah untuk
obat yang kadaluarsanya 1 tahun atau kurang, kuning untuk obat yang
kadaluarsanya lebih dari 1 tahun, dan hijau untuk obat yang kadaluarsanya lebih
dari 2 tahun.
Gudang induk Puskesmas Kecamatan Cipayung terdapat pada Puskesmas
Kelurahan Bambu Apus 2. Gudang sudah memenuhi persyaratan yaitu rak obat
yang tertanam di dalam tanah. Pintu gudang yang terkunci ganda. Gudang obat
yang berteralis besi serta ventilasi yang cukup baik. Dalam menaruh obat lantai
gudang terlapisi dengan triplek sehingga tidak langsung menyentuh tanah. Pallet
yang digunakan di gudang yaitu pallet kayu. Rak-rak pada gudang obat tertanam
dalam tanah. Luas gudang adalah 6 x 8 m2. Gudang masih memiliki sudut
sehingga tidak mudah dibersihkan. Lantai gudang pun ada yang pecah dan belum
diperbaiki. Kekurangan pada gudang induk adalah tidak adanya alat pengontrol
suhu, lantai yang retak-retak serta ruangan yang bersudut sehingga dapat
menyulitkan dalam membersihkan gudang tersebut. Pada Puskesmas Kecamatan
Cipayung tidak ditemukan refrigerator pharmaceutical untuk menyimpan vaksin,
suppositoria, dan ovula.
Pendistribusian obat berdasarkan sistem FEFO untuk meminimalkan obat
yang kadaluarsa. Penyimpanan obat pun menggunakan sistem FEFO. Dalam
pendistribusian obat setiap penerimaan dan pengeluaran barang dari gudang induk
harus terdokumentasi di kartu stok begitu pula pendistribusian di apotek dan
pelayanan 24 jam. Pendistribusian obat dari gudang induk ke Puskesmas
Kelurahan harus menggunakan Formulir Permintaan Obat-Obatan/Alkes Pakai
Habis dan Surat Bukti Barang Keluar. Pendistribusian ini dapat dilakukan 3 bulan
sekali.
Pengendalian obat dilakukan pencatatan secara berkala per bulan dan
dilaporkan per bulan pula untuk LPLPO dan SIPNAP. Pengendalian obat di
Puskesmas Kecamatan Cipayung sudah terdokumentasi dengan baik dari proses
penerimaan, penyimpanan, dan pendisribusian obat dalam bentuk softcopy namun
untuk hardcopy belum terdokumentasi dengan baik. Pelaporan LPLPO harus
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
33
Universitas Indonesia
terdokumentasi dengan baik karena sebagai sumber acuan untuk melakukan
perencanaan obat untuk 1 tahun yang akan datang. Pengendalian obat dilakukan
secara berkala untuk mencegah kehilangan obat seperti dilakukan stok opname
per bulan untuk mengetahui stok obat di apotek, gudang maupun pelayanan 24
jam.
Pelayanan obat di Puskesmas Kecamatan Cipayung dimulai dengan
penerimaan resep. Dalam penerimaan resep, langkah-langkah yang dilakukan
adalah:
a. Resep yang terletak paling bawah akan dilayani terlebih dahulu dan resep
diatasnya kemudian.
b. Resep tersebut di cek ulang nama penderita dan usianya apakah sudah sesuai
yang sebenarnya dan apabila tidak ada usianya dicatat pada resep serta apabila
nama dan usia tidak akurat diperbaiki.
c. Apabila obat pada resep tidak tersedia di apotek maka petugas menghubungi
dokter yang bersangkutan apakah akan mengganti dengan obat yang sejenis
yang ada di Puskesmas atau memberikan resep luar pada pasien
d. Siapkan etiket obat sesuai dengan resep kemudian racik obat.
Proses selanjutnya adalah peracikan obat. Dalam peracikan obat apabila
obat puyer diharapkan pelayanan selama 30 menit sedangkan apabila obat non
puyer selama 10 menit. Pemberian etiket pada obat tidak boleh terlupa dan dicek
kembali untuk mengantisipasi kesalahan. Selanjutnya adalah penyerahan obat
dimana dalam penyerahan obat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pemanggilan pasien untuk penyerahan obat yang telah selesai
diracik/disiapkan petugas berdasarkan nama dan urutannya
b. Periksa kelengkapan obat, jenis, jumlahnya, dan kesesuaian dosis
c. Salep diterangkan langsung ke pasien dan sirup ditulis pakai spidol.
d. Sebelum penyerahan obat pastikan terlebih dahulu bahwa yang akan
menerima obat adalah betul-betul orang yang berhak belum datang/tidak
berada di tempat, maka petugas harus menyimpan dengan baik obat tersebut.
e. Apabila pada saat pemanggilan orang yang berhak belum datang/tidak berada
di tempat, maka petugas harus menyimpan dengan baik obat tersebut.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
34
Universitas Indonesia
f. Petugas akan memanggil ulang nama dan menanyakan umur pasien beberapa
saat kemudian.
g. Jelaskan cara minum obat/cara pemakaian obat kepada pasien atau
keluarganya.
h. Petugas tidak akan menyerahkan obat bila yang datang mengambil obat adalah
anak-anak di bawah umur 10 tahun.
4.3 PIO dan Konseling
PIO di Puskesmas Kecamatan Cipayung belum berjalan pada bulan
Januari-Maret 2013 di Puskesmas Kecamatan Cipayung begitu pula dengan
kegiatan konseling. PIO yang diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan
khususnya kefarmasian agar pasien dapat mengerti mengenai pengobatan yang
dilakukannya terkendala dengan ruangan yang tidak memadai begitu pula dengan
konseling. Proses konseling belum berjalan di Puskesmas Kecamatan Cipayung.
4.4 Penggunaan Obat Rasional
Penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Cipayung dilakukan
untuk memberikan gambaran pola peresepan di puskesmas atas pasien dengan
diagnosa tertentu antara lain penggunaan antibiotik pada ISPA Non-Pneumonia,
penggunaan antibiotik pada Diare Non-Spesifik, dan penggunaan sediaan injeksi
pada pengobatan myalgia. Adapun persentase penggunaan obat rasional di
Puskesmas Kecamatan Cipayung dapat dilihat pada Lampiran 4. Penggunaan
antibiotik kepada diagnosis penyakit ISPA Non-Pneumonia dan Diare Non-
Spesifik tidak rasional dikarenakan kedua penyakit tidak disebabkan oleh bakteri
melainkan virus sehingga penggunaan antibiotik tidak tepat. Pada penderita
Myalgia penggunaan injeksi sudah rasional karena tidak ada penggunaan.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
35 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Tugas pokok dan fungsi farmasi di Puskesmas Kecamatan Cipayung adalah :
1) Petugas menerima obat dari gudang farmasi Kabupaten/Kota sesuai slip
penerimaan obat
2) Petugas menyimpan obat sesuai dengan bentuk sediaan kemudian abjad
nama obat dengan memperhatikan waktu kadaluarsa.
3) Petugas mencatat setiap jenis obat dalam kartu stok
4) Petugas mendistribusikan obat ke unit pelayanan dalam bentuk buku
register harian
5) Petugas membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) dan SIPNAP setiap akhir bulan.
b. Obat generik yang diadakan di Puskesmas Kecamatan Cipayung berdasarkan
dana APBD adalah 93 %.
c. Alur pengelolaan obat pada Puskesmas Kecamatan Cipayung sesuai dengan
alur pengelolaan obat di Puskesmas pada umumnya yaitu mulai dari
perencanaan, pengadaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi,
pengendalian (pencatatan dan pelaporan), dan pelayanan kesehatan.
d. Jumlah kunjungan resep di Puskesmas Kecamatan Cipayung pada Bulan
Januari - Maret 2013 sejumlah 2679 pada bulan Januari, 2604 pada bulan
Februari, dan 2308 pada bulan Maret.
e. Sepuluh obat terbanyak yang digunakan di Puskesmas Kecamatan Cipayung
Bulan Januari - Maret 2013 secara berurutan yaitu Paracetamol tab 500 mg,
CTM 4 mg, Amoksisilin 500 mg, Vit B complex, Gliseril guailakolat, Vitamin
C, Vitamin B6, Antasida doen tablet, Vit B1, Dexamethason 0,5 tablet.
f. Sepuluh penyakit yang banyak diderita pasien di Puskesmas Kecamatan
Cipayung bulan Januari - Maret 2013 secara berurutan yaitu infeksi saluran
pernapasan bagian atas, infeksi saluran pencernaan, penyakit persendian,
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
36
Universitas Indonesia
anemia, hipertensi, gangguan pada gigi, diabetes, gout (asam urat), diare, dan
kolesterol.
g. PIO dan konseling di Puskesmas Kecamatan Cipayung belum berjalan dengan
baik pada bulan Januari-Maret 2013 karena ruangan yang belum memadai.
h. Penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Cipayung bulan Januari -
Maret 2013 dilihat dari persen pengunaan antibiotik pada ISPA non
pneumonia, persen penggunaan antibiotika pada diare non-spesifik, persen
penggunaan injeksi pada Myalgia serta rerata item/lembar resep pada ISPA,
diare, Myalgia dan rata-rata dari ketiganya (ISPA, diare, dan Myalgia). Persen
penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia sejumlah 89% pada bulan
Januari, 93,2% pada bulan Februari, dan 86,7% pada bulan Maret. Persen
penggunaan antibiotika pada diare non-spesifik adalah 44,4% pada bulan
Januari, 41,7% pada bulan Februari, dan 46,2% pada bulan Maret. Persen
penggunaan injeksi pada Myalgia pada bulan Januari, Februari, dan Maret
adalah 0. Rerata item/lembar resep pada ISPA adalah 4 pada bulan Januari dan
Februari dan pada bulan Maret adalah 5. Rerata item/lembar resep pada diare
adalah 4 pada bulan Januari, Februari serta Maret. Rerata item/lembar resep
pada Myalgia adalah 4 pada bulan Januari dan Maret serta pada bulan Februari
adalah 3. Rerata item/lembar resep pada ketiganya (ISPA, diare, dan Myalgia)
adalah 4 pada bulan Januari, Februari serta Maret.
5.2 Saran
a. Pengadaan obat generik di Puskesmas Kecamatan Cipayung kurang mencapai
target Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yaitu 98 % obat generik
sehingga penambahan pengadaan obat generik menjadi penting.
b. Sebaiknya diadakan ruangan untuk PIO dan konseling agar PIO dan konseling
dapat berjalan dengan baik.
c. Penggunaan obat antibiotik khususnya untuk ISPA Non-Pneunomia dan Diare
Non-Spesifik di Puskesmas Kecamatan Cipayung pada Bulan Januari-Maret
2013 masih tinggi sehingga perlu sosialisasi penggunaan antibiotik kepada
dokter yang menulis resep.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
37 Univeritas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009. (2009). Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Undang-Undang No. 35 tahun 2009. (2009). Undang-Undang No. 35 tahun 2009
tentang Narkotika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang No. 5 tahun 1997. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996. (1996). Peraturan Pemerintah No. 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000. (2000). Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Keputusan Presiden nomor 18 tahun 2000. (2000). Keputusan Presiden nomor 18
tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Instalasi Pemerintah. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Permenkes RI No. HK.2.02/MENKES/068/I/2010. (2010). Permenkes RI No. HK.
02.02 /MENKES/ 068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat
Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 085 tahun 1989. (1989). Keputusan Menteri
Kesehatan No. 085 tahun 1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan
atau Menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan Milik
Pemerintah. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009. (2009). Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
38
Universitas Indonesia
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 4 Tahun 2011. (2011). Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 4 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 7-29, 58-64.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2004). Pedoman
Pengelolaan Obat Publik dan perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1-42.
Sub Dinas Pelayanan Kesehatan. (2004). Modul Pelatihan
Pengelolaan/Pelayanan Kefarmasian Puskesmas. Jakarta: Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 28-66.
Anita Y, dkk. (2013). Laporan Makalah Kesehatan Anak Sekolah Praktik Lapangan Keperawatan Komunitas II di Puskesmas Kecamatan Cipayung. Jakarta: Poltekkes Kemenkes Jakarta III.
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
39 Universitas Indonesia
Lampiran 1. Bagan struktur organisasi Puskesmas Kecamatan Cipayung
Kepala Puskesmas Kecamatan
Cipayung
Drg. S. Solikhah Darmawie
Wakil Manajemen Mutu
Maslina Yani, SKM
Sub Kelompok Jabatan
Fungsional
Kepala Subbag Tata
Usaha
Wasis, SAP
Membawahi urusan
perencanaan,
kepegawaian,
keuangan, umum, dan
perlengkapan
Kepala Puskesmas
Kelurahan
Koordinator Pelayanan
Kesehatan
Dr. Uty
Kumalaningtyas
Membawahi satuan
pelayanan kesehatan:
- Medis Umum
- Kesehatan Gigi dan
Mulut
- Kesehatan Ibu dan
Anak
- Pelayanan Gawat
Darurat
Ka. Sie Penunjang
Dr. Dina Nurdjanah
Membawahi satuan
pelayanan penunjang:
- Pelayanan Gizi
- Pelayanan
Laboratorium
- Pelayanan Farmasi
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
40
Universitas Indonesia
Lampiran 2. .................. Bagan struktur organisasi farmasi Puskesmas Kecamatan Cipayung
Penanggung Jawab
Gudang Farmasi
Herlina
Koordinator Farmasi
Hari Sulistiyono
Penanggung Jawab Kamar Obat
Andjar Sugiasih
Staf
Keny Inkemaris
Staf
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
41
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Grafik Pemakaian Obat terbanyak di Puskesmas Kecamatan
Cipayung
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
Jum
lah
Ob
at
Nama Obat
Grafik Pemakaian Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan Cipayung
Januari 2013
Februari 2013
Maret 2013
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014
Lampiran 4. Laporan indikator peresepan di Puskesmas Kecamatan Cipayung bulan Januari - Maret 2013
Bulan % Penggunaan Antibiotik
pada ISPA Non-Pneumonia % Penggunaan Antibiotik pada Diare Non-Spesifik
% Penggunaan Injeksi pada Myalgia
Rerata Item/Lembar Resep
ISPA Diare Myalgia Rata-rata
Jan 89,0 44,4 0 4 4 4 4
Feb 93,2 41,7 0 4 4 3 4
Mar 86,7 46,2 0 5 4 4 4
U U
niv
ers
itas
Ind
on
es
ia
4242
Laporan praktek….., Emma Rachmanisa, FFar UI, 2014