universitas indonesia

30
UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA RUANG TAMU BAGI PERANTAU MINANGKABAU PROPOSAL PENELITIAN SALMAN ALFARISI (NPM 1206216140) Telah disetujui oleh: Pembimbing I: ........................ ......................... ......, tanggal............................. Pembimbing II:

Upload: bimapambudigunadi

Post on 28-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

No Description

TRANSCRIPT

Page 1: Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

MAKNA RUANG TAMU BAGI PERANTAU MINANGKABAU

PROPOSAL PENELITIAN

SALMAN ALFARISI

(NPM 1206216140)

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I:

........................ ..............................., tanggal.............................

Pembimbing II:

......................... ..............................., tanggal.............................

DEPARTEMEN GEOGRAFI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDONESIA

TAHUN 2015

Page 2: Universitas Indonesia

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masyarakat Minangkabau merupakan salah satu kelompok etnis di Indonesia

yang menempati bagian tengah Pulau Sumatera sebagai kampung halamannya,

yang sebagian besarnya sekarang merupakan Provinsi Sumatera Barat (Naim,

2013). Masyarakat yang berasal dari etnis ini sangat terkenal dengan budaya

merantau. Merantau biasa dilakukan kaum laki-laki ke kota-kota besar untuk

berbagai alasan. Mulai dari berdagang, bekerja di macam-macam instansi, hingga

menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Namun, pada masa sekarang ini

merantau tidak hanya identik bagi kaum laki-laki. Seiring dengan perkembangan

zaman, perempuan pun turut merantau. Pada akhirnya merantau diharapkan

mampu meningkatkan kualitas hidup para perantau dalam berbagai aspek

kehidupan.

Salah satu wujud keberhasilan dalam merantau biasanya ditandai dengan

kemampuan untuk memiliki rumah tinggal di wilayah perantauan. Masyarakat

Minangkabau dengan segala kebiasaan dan budaya yang dianutnya tentu berusaha

menempatkan identitasnya pada rumah-rumah mereka. Identitas budaya tersebut

dapat terlihat di beberapa bagian rumah, salah satunya di ruang tamu. Ruang tamu

sebagai bagian terdepan biasa digunakan dalam menerima tamu yang berkunjung

ke rumah, baik sekadar kenalan hingga keluarga dekat sehingga sebisa mungkin

mampu merepresentasikan kondisi pemilik rumah. Bahasan ini erat kaitannya

dengan identitas budaya yang menurut Stuart Hall (1990) dapat dilihat dari dua

Universitas Indonesia

Page 3: Universitas Indonesia

3

cara pandang, yaitu identitas budaya sebagai sebuah wujud (identitiy as being)

dan identitas budaya sebagai proses menjadi (identity as becoming).

Hal ini tidak terlepas dari perilaku keruangan yang dimiliki oleh sang pemilik

rumah. Perilaku keruangan manusia merupakan rangkaian proses yang dilakukan

baik secara sadar maupun tidak sadar dalam hidup manusia yang hasilnya terkait

dengan pemilihan ataupun perubahan lokasi (Robert J Stimson dan Reginald. G.

Golledge. 1997). Pada ruang tamu di rumah milik perantau asal Minangkabau,

biasanya terdapat perabotan yang identik dengan kebudayaan Minangkabau

seperti sulaman, bordir, dan tenun. Selain itu, karakteristik orang Minangkabau

yang religius, mengutamakan pendidikan, dan pekerja keras biasanya terlihat dari

pajangan dinding yang ada di ruang tamu berupa foto-foto saat melaksanakan

kegiatan seperti ibadah haji, wisuda salah satu anggota keluarga, mendapatkan

penghargaan, dan lain sebagainya.

Hal ini menimbulkan makna tempat (sense of place) yang berbeda-beda

terhadap ruang tamu bagi setiap orang. Sesuai dengan yang disampaikan oleh

Tuan (1997) yang beranggapan bahwa manusia menempati dunia berdasarkan

pemaknaan-pemaknaan yang tercipta seiring dengan pengalaman yang

dialaminya. Pemaknaan ini tidak hanya terbatas pada hubungan geometris

terhadap suatu tepat. Ruang tamu bagi masyarakat Minang di perantauan

seringkali dimaknai tidak hanya sebagai tempat untuk menerima tamu, melainkan

sebagai etalase yang memperlihatkan kesuksesan anggota keluarga yang telah

diraih dari berbagai bidang. Itulah mengapa ruang tamu seringkali dipersiapkan

dan ditata sebaik mungkin agar menimbulkan kesan dan pesan tertentu.

Universitas Indonesia

Page 4: Universitas Indonesia

4

Berbicara lebih lanjut mengenai penelitian ini tidak akan terlepas dari bidang

kajian Geografi Kebudayaan. Geografi kebudayaan menurut Carl Sauer (1925)

adalah ilmu pengetahuan yang menelaah sekitar tingkah laku manusia yang

ditimbulkan karena adanya usaha adaptasi dan pemanfaatan lingkungan alam oleh

manusia dalam usaha mempertahankan hidupnya. Dimana menurut

Koentjaraningrat (1985) terdapat tujuh unsur dalam kebudayaan, antara lain

sistem religius, organisasi masyarakat, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian,

sistem mata pencaharian, dan sistem teknologi/peralatan. Unsur-unsur

kebudayaan itulah yang nantinya memberikan makna bagi perantau asal

Minangkabau dalam memperlakukan ruang tamu mereka.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merasa perlu untuk

melakukan penelitian yang berjudul “MAKNA RUANG TAMU BAGI

PERANTAU MINANGKABAU” ini. Nantinya, penelitian ini akan memberikan

gambaran yang jelas mengenai pemaknaan terhadap ruang tamu oleh perantau

Minangkabau, khususnya yang berdomisili di wilayah Jakarta, Bogor, Depok,

Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana bentuk pemaknaan terhadap ruang tamu yang berada di rumah

perantau asal Minangkabau?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna ruang tamu bagi

perantau asal Minangkabau dikaitkan dengan berbagai teori dalam geografi.

1.4. Batasan Penelitian

Universitas Indonesia

Page 5: Universitas Indonesia

5

1. Makna dalam penelitian ini adalah pemaknaan terhadap suatu tempat atau

sense of place yang diartikan sebagai perasaan yang dimiliki oleh setiap

orang, dalam hal ini perantau asal Minangkabau, sebagai hasil akibat

adanya interaksi antara individu tersebut dengan lingkungannya.

2. Ruang tamu adalah ruangan dalam sebuah rumah yang digunakan untuk

menerima tamu, baik orang yang baru dikenal ataupun kerabat dekat.

Biasanya terdapat di bagian paling muka dalam rumah. Ditandai dengan

keberadaan kursi dan meja.

3. Perantau Minangkabau adalah orang yang melakukan migrasi dari

Provinsi Sumatera Barat dan sekitarnya serta mengakui dirinya beretnis

Minangkabau. Migrasi dilakukan ke Kota Jakarta dan sekitarnya.

4. Perilaku keruangan adalah bagaimana manusia dalam hal ini perantau

Minangkabau berinteraksi dengan ruang tamu yang ada di rumahnya

sehingga menimbulkan hubungan timbal balik diantara keduanya.

5. Identitas tempat (place identity) ialah bagaimana lingkungan lokal kita

(termasuk lokasi geografis, tradisi budaya, warisan budaya, dan

sebagainya yang merupakan kearifan lokal) mempengaruhi hidup kita

(Fisher, 2006).

6. Wilayah perantauan yang dimaksud dalam penelitian ini hanyalah Kota

Jakarta dan beberapa kota disekitarnya seperti Depok, Tangerang, dan

Bekasi.

Universitas Indonesia

Page 6: Universitas Indonesia

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.5. Geografi Kebudayaaan

Geografi kebudayaaan mempelajari aspek material atau man features dari

budaya yang memberikan sebuah corak yang khas kepada suatu region, utamanya

pada kenampakan landscape. Dalam landscape berisi kekhasan hal terkait sosial

ekonomi seperti ideologi, adat, hukum, perdagangan, dan sebagainya. Dalam

kaitannya dengan geografi kebudayaan, para ahli memiliki pendapat masing-

masing mengenai definisinya, antara lain:

Geografi Kebudayaan Menurut Ekblaw dan Mulkerne (1958) adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari bumi dan kehidupan yang ada di

dalamnya, dinilai dapat mempengaruhi pandangan hidup kita, makanan

yang kita konsumsi, pakaian yang kita gunakan, rumah yang kita huni

serta tempat rekreasi yang kita amati.

Geografi Kebudayaaan menurut Carl Sauer (1925) adalah ilmu

pengetahuan yang menelaah sekitar tingkah laku manusia yang

ditimbulkan akibat adanya usaha adaptasi dan pemanfaatan lingkungan

alam oleh manusia sebagai usaha dalam mempertahankan hidup.

Geografi Kebudayaan mengkaji proses-proses kebudayaan yang

berhubungan dengan konteks keruangan karena kebudayaan yang terdapat

Universitas Indonesia

Page 7: Universitas Indonesia

7

dalam suatu wilayah merupakan cerminan kondisi wilayah dan penduduk

yang mendiaminya (Yani dan Ruhimat, 2007).

Hal tersebut memperlihatkan bahwa Geografi Kebudayaaan merupakan

penengah antara kajian yang bersifat fisik dengan kajian yang bersifat sosial.

Tapi, beberapa ahli geografi menganggap bahwa Geografi Kebudayaan adalah

rumpun geografi yang lebih dekat dikaitkan dengan kajian geografi manusia

(human geography). Selain itu, Geografi Kebudayaaan juga melakukan telaah

terhadap aneka bentuk karya manusia di permukaan bumi sebagai hasil

perilakunya (cipta, rasa, dan karsa) atas dasar kemampuan beradaptasi dengan

lingkungan alam, manusia, dan sosial disekitarnya (kewilayahan).

1.5.1. Geografi Kebudayaan dalam Konteks Geografi

Geografi Kebudayaan pada dasarnya telah berkembang sejak lama

dan menjadi bagian integral dari disiplin geografi. Geografi Kebudayaan

tidak sama dengan geografi manusia, tetapi keberadaannya dianggap

setara dengan geografi ekonomi, geografi politik, dan cabang geografi

lainnya. Dimana semua itu merupakan sub-bagian dari geografi yang lebih

luas. Geografi kebudayaan merupakan aplikasi ide/gagasan dari budaya

terhadap masalah-masalah geografi.

Oleh karena itu dalam kajian geografi kebudayaan ada lima tema inti

yang menjadi perhatian. Kelima tema inti tersebut ialah budaya, area

budaya, bentang budaya, sejarah budaya, dan ekologi budaya (Wagner P.L

dan M.W. Mikeesell, 1971: 1). Dengan pokok kajian seperti cabang-

cabang geografi yang lain, yaitu yang berkenaan dengan muka bumi,

Universitas Indonesia

Page 8: Universitas Indonesia

8

khusus yang berhubungan dengan hasil/modifikasi dari tindakan-tindakan

manusia.

Geografi kebudayaan mencoba membandingkan distribusi perubahan

dari area budaya (cultural area) dan distribusi dari kenampakan muka

bumi. Selain itu juga berusaha mencari tahu tentang apa peran tindakan

manusia dalam penciptaan dan pemeliharaan kenampakan geografis.

Geografi kebudayaan juga berusaha membedakan, mendeskripsikan, dan

mengklasifikasikan tipe yang kompleks dari kenampakan lingkungan,

termasuk di dalamnya hasil buatan manusia yang serupa dari tiap

komunitas kebudayaan, atau yang disebut dengan bentang budaya.

1.5.2. Cultural Landscape

The World Heritage Committee (Dewan Warisan Dunia, 2009)

mengartikan Wilayah Kebudayaan atau cultural landscape sebagai

wilayah geografis yang mempunyai keunikan atau perbedaan dengan

wilayah lainnya. Wilayah kebudayaan seringkali dilihat sebagai produk

interaksi antara alam dan manusia. Terdapat tiga kategori dari wilayah

kebudayaan. Pertama, wilayah yang sengaja dirancang oleh manusia.

Kedua, wilayah organik yang ada dengan sendirinya akibat proses alam

yang berkelanjutan. Ketiga, wilayah budaya asosiatif yang mempunyai

nilai karena agama, kesenian, atau asosiasi budaya dengan alam.

Wilayah Kebudayaan atau cultural Landscape digunakan sebagai

istilah akademis secara resmi pertama kali oleh Otto Schluter, ahli

geografi, pada awal abad ke-20. Pada tahun 1908 beliau mendefinisikan

geografi sebagai landschaftskunde atau ilmu tanah. Schluter melihat ada

Universitas Indonesia

Page 9: Universitas Indonesia

9

dua bentuk tanah atau wilayah atau landscape. Pertama, yag disebut

Urlandschaat atau landskape atau tanah atau wilayah yang asli dan

keberadaannya ada sebelum perubahan besar yang dilakukan manusia.

Kedua, Kulturlandschaft atau wilayah atau tanah kebudayaan yang

diciptakan oleh budaya manusia.

Singkatnya, cultural landscape merupakan pemandangan budaya yang

diproses dari pemandangan alam oleh kelompok budaya. Sedangkan

agennya adalah budaya, kemudian wilayah alam adalah perantaranya, dan

cultural landscape merupakan hasil dari interaksi alam dengan budaya

manusia.

1.6. Minangkabau

Minangkabau atau biasa disingkat Minang merujuk pada entitas kultural dan

geografis yang ditandai dengan penggunaan bahasa, adat yang menganut sistem

kekerabatan matrilineal, serta identitas agama Islam. Secara geografis,

Minangkabau meliputi daratan Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian

utara Bengkulu, bagian barat Jambi, pantai barat Sumatera Utara, barat daya

Aceh, dan Negeri Sembilan di Malaysia (De Jong, 1960).

1.6.1. Merantau

Orang Minang yang hidup di luar kampung halamannya disebut

sebagai Minang Perantauan. Menurut laki-laki Minang, merantau erat

kaitannya dengan pesan nenek moyang “karatau madang di hulu babuah

babungo balun” (anjuran merantau kepada laki-laki karena di kampung

belum berguna). Dalam kaitan ini harus dikembangkan dan dipahami, apa

yang terkandung dan dimaksud dengan “satinggi-tinggi tabangnyo

Universitas Indonesia

Page 10: Universitas Indonesia

10

bangau kembalinya ke kubangan juo”. Ungkapan ini ditujukan agar orang

Minang selalu mengingat tanah asalnya. Merantau merupakan proses

interaksi masyarakat Minangkabau dengan dunia luar. Kegiatan ini

merupakan sebuah petualangan pengalaman dan geografis, dengan

meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib di negeri orang.

Keluarga yang telah lama memiliki tradisi merantau, biasanya mempunyai

saudara di hampir semua kota utama di Indonesia dan Malaysia. Keluarga

yang paling kuat dalam mengembangkan tradisi merantau biasanya datang

dari keluarga pedagang, pengrajin, dan penuntut ilmu agama (Graves,

1981).

1.6.2. Matrilineal

Matrilineal merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan

identitas masyarakat Minang. Adat dan budaya Minang menempatkan

pihak perempuan sebagai pewaris harta pusaka dan garis kekerabatan.

Garis keturunan dirujuk kepada ibu yang dikenal dengan Samande (se-

ibu), sedangkan ayah disebut oleh masyarakat dengan nama Sumando

(ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga.

Kaum perempuan di Minangkabau memiliki kedudukan yang

istimewa sehingga dijuluki dengan Bundo Kanduang, memainkan peranan

dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang

dibuat oleh kaum lelaki dalam posisi mereka sebagai mamak (paman atau

saudara dari pihak ibu), dan penghulu (kepala suku). Pengaruh yang besar

tersebut menjadikan perempuan Minang disimbolkan sebagai Limpapeh

Rumah Nan Gadang (pilar utama rumah) (Koning, 2000). Meskipun

Universitas Indonesia

Page 11: Universitas Indonesia

11

kekuasaan sangat dipengaruhi oleh penguasaan terhadap aset ekonomi

namun kaum lelaki dari keluarga pihak perempuan masih tetap memegang

otoritas atau memiliki legitimasi kekuasaan pada komunitasnya.

1.7. Perilaku Keruangan

Perilaku keruangan manusia merupakan rangkaian proses yang

dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar dalam hidup manusia

yang hasilnya terkait dengan pemilihan ataupun perubahan lokasi

(Robert J Stimson dan Reginald. G. Golledge. 1997). Sedangkan definisi

perilaku keruangan manusia menurut Ryosuke Shibasaki dan Rong Xie

(2001), adalah hasil dari proses pengambilan keputusan yang

dilakukan oleh manusia yang didasarkan pada karakteristik manusia

itu sendiri, hambatan dari lingkungan sekitar, serta situasi dan respon

mereka terhadap kebijakan yang diterapkan. Perilaku manusia dapat

dijelaskan dalam konteks jarak dan frekuensi pergerakan. Faktor

seperti, kognitif dan hambatan dalam konteks ruang dan waktu

merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku keruangan manusia

(Mei Po-Kwan, 2001).

1.8. Sense of Place

Sense of place adalah segala sesuatu yang kasat mata dan memiliki makna,

karena berkaitan erat dengan budaya. Salah satu unsur sense of place adalah

tempat (place) yang merupakan bagian dari ruang. Tempat itu sendiri menjadi ada

apabila manusia mengetahui dan memberi makna pada sebagian ruang. Apabila

sebuah lokasi memiliki identitas berupa nama atau ciri lainnya, maka lokasi

tersebut berubah menjadi tempat. Sehingga ia dapat dibedakan dengan bagian

ruang yang lain. Pada saat itulah, seringkali sebuah tempat memiliki makna yang

Universitas Indonesia

Page 12: Universitas Indonesia

12

lebih kuat dibanding tempat lainnya. Inilah yang selanjutnya disebut sebagai

tempat dengan sense of place yang kuat (Tuan, 1977).

1.9. Image Space

Dalam bukunya yang berjudul “Space: The Fundamental Stuff of Human

Geography” Nigel Thrift menyebutkan salah satu jenis ruang (space) adalah

image space yang sering diartikan sebagai gambar. Beliau menganggap geograf

penting untuk mempelajari gambar, sebab gambar merupakan elemen kunci pada

sebuah ruang yang seringkali membuat kita mengingat ruang di sekitar kita serta

membayangkan bagaimana mereka mungkin muncul di masa depan. Alasan

mengapa kita harus lebih meresapi keberadaan gambar ialah karena kita hidup

pada dunia yang penuh dengan layar yang terus menampilkan gambar-gambar.

Keberadaan gambar-gambar ini dinilai telah mengubah cara kita memperlakukan

ruang.

1.10. Ruang Tamu

Ruang tamu adalah ruang yang diciptakan bagi tamu yang berkunjung.

Kendati tamu hanya singgah sementara di rumah, arsitektur interior yang

disajikan di ruang ini tidak bisa asal-asalan. Pasalnya meski kecil, ruang tamu

merefleksikan keadaan seluruh rumah. Arsitektur interior atau tampilan ruang

tamu memunculkan penilaian tersendiri dari tamu terhadap pemilik rumah.

Perabot dan hiasan yang terdapat pada ruangan ini biasanya terdiri dari satu set

sofa, tirai, pernak-pernik penghias ruangan, karpet, dan lain-lain. Hiasan atau

pernak pernik yang ada di dalam ruang tamu juga dapat mencerminkan pribadi

pemiliknya. Fungsinya sebagai ruang pertama kali yang dikunjungi oleh orang

Universitas Indonesia

Page 13: Universitas Indonesia

13

luar baik keluarga maupun kerabat. Ruang tamu juga menjadi tempat pertama kali

tamu berkumpul dan dijamu oleh pemilik rumah.

1.11. Penelitian Terdahulu

JudulNama dan

TahunHasil

Penciptaan Sense

of Place dalam

Lingkup Ruang

Virtual (Studi

Kasus: Grand

Theft Auto:San

Andreas)

Arman

Arief, 2009

Sense of place tidak hanya dapat

dirasakan pada lingkungan yang

alami, namun juga buatan.

Pada dunia virtual, sense of place

tidak hanya dipengaruhi oleh faktor

fisik (lingkungan virtual) dan faktor

sosial.

Sense of Place

Pada Masyarakat

yang Tinggal di

Sekitar TPA Supit

Urang Kota

Malang

Yuli

Nurhayati,

2014

Gambaran sense of place

masyarakat yang tinggal di sekitar

TPA Supit Urang dapat dilihat

melalui dimensi place identity,

place attachment dan place

dependence

Place identity digambarkan melalui

identitas masyarakat sebagai warga

yang bertempat tinggal di TPA

Supit Urang.

Place attachment dilihat melalui

arti TPA Supit Urang bagi

Universitas Indonesia

Page 14: Universitas Indonesia

14

masyarakat sekitar

Place dependence dilihat melalui

fungsi dari adanya TPA Supit

Urang.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Alur Pikir

Penelitian ini berusaha melihat bentuk pemaknaan terhadap ruang,

khususnya ruang tamu sebagai display utama yang dinilai mampu mewakili

keadaan sebuah keluarga. Dimana subjek utama dalam penelitian ini ialah

keluarga-keluarga perantauan bersuku Minangkabau yang saat ini tinggal di

sekitar wilayah Jabodetabek.

Makna ruang yang timbul ini nantinya akan berkaitan erat dengan

nilai-nilai kebudayaan yang dianut oleh masyarakat Minangkabau Perantauan.

Oleh sebab itu, selain melakukan analisis menggunakan teori-teori geografi

Universitas Indonesia

Page 15: Universitas Indonesia

15

mengenai sense of place yang biasanya akan berkutat pada perilaku

keruangan, image space, dan cultural landscape, maka analisis akan dikaitkan

pula dengan tujuh unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1985) yang

terdiri dari sistem religius, organisasi masyarakat, sistem pengetahuan, bahasa,

kesenian, sistem mata pencaharian, dan teknologi.

Nantinya akan terlihat bagaimana kebudayaan yang diterapkan oleh

masyarakat Minangkabau Perantauan sangat mempengaruhi pemaknaan yang

mereka rasakan terhadap ruang tamu yang dimiliki. Pemaknaan yang timbul

tersebut tidak hanya dapat dilihat dari wujud fisik ruang tamu yang ditandai

oleh keberadaan benda-benda nyata (tangible), namun juga pada wujud non

fisik (intangible) seperti persepsi, perasaan, serta nilai-nilai kehidupan lain.

Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian

3.2. Alur Kerja

Universitas Indonesia

Pera

ntau

Min

angk

abau

Ruang Tamu

Sense of Place

Perilaku Keruangan

Cultural Landscape

Image Space

Kebudayaan

Sistem Religius

Organisasi Masyarakat

Sistem Pengetahuan

Bahasa

Kesenian

Sistem Mata Pencaharian

Teknologi

Makna Tempat

Page 16: Universitas Indonesia

16

Gambar 3.2 Alur Kerja Penelitian

3.3. Pengumpulan Data

Ada dua teknik pengumpulan data, yaitu teknik

pengumpulan data primer dan teknik pengumpulan data

sekunder. Berikut adalah teknik pengumpulan serta data-data

yang digunakan dalam penelitian ini:

3.3.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui

beberapa teknik pengumpulan seperti; wawancara, observasi, dan

dokumentasi. Berikut penjelasan dari setiap teknik pengumpulan tersebut.

3.3.1.1. Wawancara

Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka

dan mendalam. Sampel dalam penelitian ini bersifat purposive.

Pengertian purposive sampling menurut Sugiyono (2010:218) adalah

teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.

3.3.1.2. Observasi

Universitas Indonesia

Persiapan Penelitian

Studi LiteraturIdentifikasi fenomenaPenentuan lokasi penelitian

Persiapan Pengumpulan

Data

Pencarian literaturMembuat kriteria informanMembuat pedoman wawancara

Pengumpulan Data

WawancaraObservasiDokumentasiMenandai teori terkait

Pengolahan Data

Menuliskan verbatim wawancaraMelakukuan coding hasil wawancaraMenuliskan penafsiran hasil observasiMenuliskan penafsiran dokumentasi

Analisis Data

Melakukan analisis berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasiMenggunakan metode analisis komparatif, deskriptif, dan keruangan

Penarikan Kesimpulan

Page 17: Universitas Indonesia

17

Dalam kegiatan observasi, peneliti akan mendatangi langsung

rumah-rumah informan. Lalu, mengadakan observasi mengenai

keadaan fisik ruang tamu, keadaan sosial, dan faktor-faktor lain yang

dirasa berkaitan dengan penelitian.

3.3.1.3. Dokumentasi

Merupakan kelanjutan dari kegiatan observasi, dimana peneliti

melakukan dokumentasi menggunakan teknologi kamera. Hal ini bisa

dijadikan bukti penguat bahwa wawancara dan observasi benar-benar

dilakukan oleh penulis.

3.3.2. Data Sekunder

Peta Provinsi DKI Jakarta dan sekitarnya skala 1:10.000

Data penduduk bersuku Minangkabau di Jabodetabek

Literatur kebudayaan

3.4. Pengolahan Data

Dalam penelitian kualitatif proses pengolahan dan analisis data

berlangsung sepanjang tahapan penelitian. Sehingga, dibagi menjadi beberapa

tahap, yaitu sebagai berikut :

Menuliskan verbatim wawancara

Melakukuan coding hasil wawancara

Menuliskan penafsiran hasil observasi

Menuliskan penafsiran hasil dokumentasi

Melakukan analisis berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi

berdasarkan literatur yang telah dibaca.

Universitas Indonesia

Page 18: Universitas Indonesia

18

3.5. Analisis Data

Analisis yang digunakan ialah analisis deskriptif dan analisis

keruangan. Menurut Whitney (1960:160), metode deskriptif adalah pencarian

fakta dsengan interpretasi yang tepat. Tujuan dari penelitian deskriptif ini

adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antar fenomena

yang diselidiki. Sedangkan analisis keruangan bertujuan untuk

mendeskripsikan fakta yang berfokus pada aspek “apa”, “bagaimana”, dan “di

mana” (Rustiadi dkk, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

De Jong, P.E de Josselin (1960). Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-

Political Structure in Indonesia. Jakarta: Bhartara.

Ekblaw S. Everette dan Mulkerne, Donald J.D. 1958. Economic and Social

Geography. New York : Gregg Publishing Division.

Fisher, J. J. 2006. Creating Place Identity: It’s Part of Human Nature. Course

Description of Place, Identity and Difference. Built Environment

Geography.

Graves, Elizabeth E. (1981). The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule

Nineteenth Century. Itacha, New York: Cornell Modern Indonesia Project

Universitas Indonesia

Page 19: Universitas Indonesia

19

Hall, Stuart. 1990. Cultural Identity and Diaspora. London: Lawrence and

Wishart.

Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Koning, Juliette (2000). Women and Households in Indonesia: Cultural Notions

and Social Practices. Routledge.

Naim, Mochtar. 2013. Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Robert J Stimson dan Reginald. G. Golledge. 1997. Spatial Behavior: A

Geographic Perspective. New York: Guilford Press.

Rustiadi, dkk. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor.

Sauer, Carl O. 1925. The Morphology of Landscape. University of California

Publications in Geography 2: 19-54.

Tuan, Yi-Fu. 1977. Space and Place: The Perspective of Experience. Minneapolis:

University of Minnesota Press.

Wagner P.L dan M.W. Mikeesell. 1971. Readings in Cultural Geography.

Chicago: University of Chicago Press.

Whitney, F.L. 1960. The elements of Research, Asian Eds. Osaka: Overseas Book

Co.

Yani, Ahmad dan Ruhimat, Mamat. 2007. Geografi: Menyingkap Fenomena

Geosfer. Bandung: Grafindo Media Pratama.

Universitas Indonesia

Page 20: Universitas Indonesia

20

Universitas Indonesia