jurnal - universitas indonesia
TRANSCRIPT
Jurnal Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan
DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA 2015
ISSN 1411 – 0253 Volume 17 Nomor 2, Oktober 2015
Versi Online: www.jipi-ui.web.id
D E P A R T E M E N I L M U P E R P U S T A K A A N D A N I N F O R M A S I F A K U L T A S I L M U P E N G E T A H U A N B U D A Y A
U N I V E R S I T A S I N D O N E S I A D E P O K , 2 0 1 5
Jurnal Ilmu Informasi,
Perpustakaan, dan Kearsipan
Volume
17
Nomor
2
Oktober 2015
ISSN 1411 – 0253 Volume 17 Nomor 2, Oktober 2015 Versi Online: www.jipi-ui.web.id
D E P A R T E M E N I L M U P E R P U S T A K A A N D A N I N F O R M A S I F A K U L T A S I L M U P E N G E T A H U A N B U D A Y A
U N I V E R S I T A S I N D O N E S I A D E P O K , 2 0 1 5
Jurnal Ilmu Informasi,
Perpustakaan, dan Kearsipan
2015. Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi FIB UI Telepon (+6221) 7863528; (+6221) 7872353 • Faks (+6221) 7872353; (+6221) 7270038
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang HAK CIPTA 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Ketua Dewan Editor: Dr. Laksmi, M.A. Dewan Editor:
Dr. Ike Iswary Lawanda, M.S.; Nina Mayesti, M.Hum.; Ir. Anon Mirmani, MIM., Arc./Rec.; Indira Irawati, M.A.; Dr. Tamara Adriani
Susetyo, M.A. Editor Layout dan Desain:
Muhamad Prabu Wibowo, M.Sc. & Arie Nugraha, M.TI. Editor Naskah:
Margareta Aulia Rahman, M.Hum.; Kiki Fauziah, M.Hum.; Proof Reader:
Riva Delviatma, M.Hum.
Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi terbitan ini tanpa izin tertulis dari Penerbit, kecuali kutipan kecil dengan menyebutkan sumbernya
dengan layak.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
i
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, akhirnya Jurnal Ilmu
Informasi, Perpustakaan,dan Kearsipan kembali menerbitkan tulisan-tulisan yang
membahas isu di bidang terkait, baik dalam tataran akademis maupun praktis. Edisi
terbaru ini, dengan Volume 17, Nomor 2, Tahun 2015, terbit terlambat dikarenakan
adanya satu dan lain hal dan juga karena sulitnya mendapatkan artikel. Kami mohon
maaf dan berusaha untuk mengatasi kesulitan tersebut. Terbitan ini dilandasi dengan
semangat untuk berbagi pengetahuan, serta membangun budaya penelitian, yang selalu
terkait dengan berbagai dinamika pengetahuan dan informasi di lapangan.
Terbitan edisi ini diisi oleh 5 tulisan yang mengembangkan wawasan bidang ilmu
informasi, perpustakaan, dan kearsipan. Artikel pertama merupakan hasil penelitian
dari Dyah Safitri, M.Hum dan Priyanto, S.S., M.Hum dengan judul Proses Pemindahan
Pengetahuan (Knowledge Transfer) Pada Perajin Batik Tulis Di Desa Wisata
Kliwonan Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen Jawa Tengah. Penelitian ini
menyajikan proses pemindahan pengetahuan (knowledge transfer) pada pembatik tulis
di desa wisata Kliwonan Masaran Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Dengan
pendekatan kualitatif dan metode analisis studi kasus, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa proses pemindahan pengetahuan di lokasi tersebut mendapat hambatan besar,
terutama dari generasi muda yang lebih suka menjadi pekerja pabrik daripada menjadi
perajin batik.
Artikel kedua ditulis oleh Ikhsan Dwitama Putera, dengan judul Perpustakaan
Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi (PUSIDO) Badan Standar Nasional
(BSN) dalam implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008. Berdasarkan
pendekatan kualitatif, penelitian ini membahas tentang proses implementasi ISO
9001:2008 yang dilakukan oleh staf layanan PUSIDO, hasil penelitian menunjukkan
bahwa proses implementasinya mengikuti klausul yang terdapat pada ISO 9001:2008.
Para staf layanan memiliki pedoman dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari
menggunakan Sistem Manajemen Mutu dengan standar internasional untuk merekam
kegiatan kerja mereka secara akuntabel.
Artikel ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Sudiyanto, dengan judul
Mengetahui perkembangan organisasi Litbang Keantariksaan melalui arsip,
membahas tentang perkembangan organisasi LAPAN sejak berdiri sampai sekarang
berdasarkan kajian arsip. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa organisasi LAPAN
telah berkembang secara signifikan, dengan mengembangkan empat bidang, yaitu sains
antariksa dan atmosfer, penginderaan jauh, teknologi penerbangan dan antariksa, serta
kajian kebijakan penerbangan dan antariksa.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
ii
Artikel keempat, yaitu berjudul Representasi fungsi perpustakaan umum dalam
novel Libri di Luca karya Mikkel Birkegaard, ditulis oleh Surya Rangga. Penelitian ini
membahas mengenai representasi perpustakaan umum dan fungsi perpustakaan umum
yang terdapat dalam novel Libri di Luca. Penelitian dengan menggunakan metode
semiotik Roland Barthes ini, menunjukkan bahwa novel tersebut merepresentasikan
fungsi perpustakaan umum yang lazim digunakan di tiga tempat di dalam novel
tersebut, yaitu perpustakaan umum Osterbro, Krystalgade, dan Bibliotheca
Alexandrina, adalah fungsi rekreasi, informasi, dan sebagai tempat pertemuanArtikel
Terakhir, artikel kelima adalah tulisan dari Ery Meirani, berjudul Strategi promosi
taman bacaan masyarakat (TBM) Kampung Buku, Cibubur. Penelitian yang
menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif ini, menunjukkan
bahwa TBM Kampung Buku telah melakukan strategi promosi yang unik, yaitu selain
menggunakan strategi promosi mereka juga melakukan bauran promosi periklanan,
promosi penjualan, penjualan perorangan dan pemasaran media interaktif. Waktu,
desain, dana dan sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor yang mempengaruhi
kegiatan promosi di TBM Kampung Buku.
Terbitnya nomor ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu,
redaksi mengucapkan banyak terimakasih kepada para penulis yang berkenan
memberikan tulisan untuk jurnal ini, serta kepada seluruh anggota redaksi yang telah
bekerja keras agar Jurnal Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan ini dapat terbit.
Kami berharap artikel-artikel dalam jurnal ini dapat bermanfaat dan memberikan
banyak pencerahan agar budaya pengetahuan atau informasi menjadi lebih baik.
Depok,
Ketua Tim Redaksi
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
iii
Daftar Isi
PROSES PEMINDAHAN PENGETAHUAN (KNOWLEDGE TRANSFER) PADA PERAJIN BATIK TULIS DI DESA WISATA KLIWONAN KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN JAWA TENGAH / Dyah Safitri & Priyanto ................................. 81
PERPUSTAKAAN PUSAT INFORMASI DAN DOKUMENTASI STANDARDISASI (PUSIDO) BADAN STANDAR NASIONAL (BSN) DALAM IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008 / Ikhsan Dwitama Putera .......................................... 95
MENGETAHUI PERKEMBANGAN ORGANISASI LITBANG KEANTARIKSAAN MELALUI ARSIP / Sudiyanto ..................... 111
REPRESENTASI FUNGSI PERPUSTAKAAN UMUM DALAM NOVEL LIBRI DI LUCA KARYA MIKKEL BIRKEGAARD / Surya Rangga ..................................................................................... 125
STRATEGI PROMOSI TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KAMPUNG BUKU, CIBUBUR / Ery Meirani .............................. 139
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
iv
- Halaman Dikosongkan -
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
81
PROSES PEMINDAHAN PENGETAHUAN (KNOWLEDGE
TRANSFER) PADA PERAJIN BATIK TULIS DI DESA WISATA
KLIWONAN KECAMATAN MASARAN KABUPATEN SRAGEN
JAWA TENGAH
Dyah Safitri 1 Program Studi Manajemen Informasi dan Dokumen, Program Pendidikan Vokasi
Universitas Indonesia
Email : [email protected]
Priyanto 2 Program Studi Pariwisata, Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pemindahan pengetahuan (knowledge
transfer) pada pembatik tulis di desa wisata Kliwonan Masaran Kabupaten Sragen Jawa
Tengah. Metodologi yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif menggunakan
pendekatan studi kasus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemindahan
pengetahuan di lokasi penelitian dapat berlangsung meskipun terdapat hambatan besar
terutama dari generasi muda yang lebih suka menjadi pekerja pabrik daripada menjadi
perajin batik. Apabila kondisi tersebut tidak dapat teratasi maka keberlangsungan desa
wisata Kliwonan dapat terancam.
Abstract
This study aims to determine knowledge transfer for batik artisans in a tourist village
Kliwonan Masaran Sragen, Central Java. The methodology was used qualitative
research method and case study approach. The results of this study indicate that
knowledge transfer was happened in research location despite huge obstacles,
especially from the younger generation that would rather be factory worker than batik
artisans. If these conditions can’t be resolved, sustainability of rural tourism in
Kliwonan will be threatened.
Kata Kunci : batik, batik tulis, knowledge transfer, pemindahan pengetahuan, indigenous knowledge,
pengetahuan masyarakat lokal, desa wisata
1 Staf pengajar Manajemen Informasi dan Dokumen Program Pendidikan Vokasi UI
2 Staf pengajar Program Studi Pariwisata Pendidikan Vokasi UI
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
82
1.Pendahuluan
Batik telah dikenal di Indonesia sejak abad keempat atau kelima Masehi. Sejumlah
teknik batik sudah diterapkan di beberapa pulau, bahkan di Jawa Batik sudah menjadi
warisan tradisi turun temurun sejak jaman Majapahit. Kata batik banyak diyakini
berasal dari kata ambatik yang berarti kain lebar dengan sekumpulan titik. Akhiran tik
berarti titik-titik kecil. Dalam manuskrip daun lontar dari abad ke-15 yang ditemukan
di Galuh Cirebon Selatan, tulisan batik itu juga disebut sebagai seratan atau dalam
bahasa Jawa berarti tulisan (Kementerian Perdagangan, 2008).
Bagi masyarakat Jawa, batik bukan sekadar kain bercorak belaka. Ada sejumlah simbol
dan filosofi penting di balik masyarakat Jawa pada batik mulai dari buaian hingga
kematian. Ketika seorang bayi lahir, batik digunakan untuk menutupi tubuh bayi.
Ketika agak besar kain batik digunakan untuk menggendong. Pada saat menikah, batik
juga digunakan tidak hanya oleh pengantin tetapi juga orang tua pengantin. Saat
meninggal, batik juga kerap digunakan untuk menutup tubuh selama prosesi
pemakaman. Karena itu, dengan fungsi seperti itu batik memiliki daya jangkau
teknologi, estetis, fungsional, dan ekonomi. Bahkan hingga saat ini. Nilai filosofi dari
simbol yang ada di batik juga memiliki pengaruh ritual. Objek-objek yang tergambar
di batik seperti bunga, tanaman, burung, kupu-kupu, ikan hingga bentuk geometris
adalah simbol-simbol kekayaan. Biasanya simbol ini dipercaya oleh masyarakat Jawa
sejak agama Hindu masuk ke tanah Jawa. Ketika masuknya Islam ke Jawa, larangan
menampilkan gambar manusia atau hewan membuat corak batik Keraton seperti Parang
Rusak atau Keris Rusak menjadi umum bagi masyarakat sejak demokratisasi
dikenalkan oleh Islam (Kementerian Perdagangan, 2008).
Sebagai sebuah teknik pembuatan kain, ada tiga jenis batik yaitu batik tulis,
printing/cap, dan kombinasi. Batik tulis biasanya diproduksi dari kain mori jenis
primisima, prima, maupun mori biru. Batik tulis diproduksi menggunakan lapisan lilin
yang disebut malam. Malam direbus di atas bara api yang stabil, dan dalam kondisi
panas pembatik akan menorehkan mulut canting ke kain mengikuti motif yang ada.
Proses membuat batik tulis membutuhkan waktu beberapa minggu bahkan dapat
beberapa bulan, tergantung dari tingkat kerumitan motif batik. Ada beberapa proses
yang harus dilakukan mulai dari nyoret (membuat pola gambar dalam kain), nglowong
(membatik pola-pola yang sudah digambar menggunakan canting dan malam). Pada
batik berkualitas tinggi biasanya nglowong dilakukan di dua sisi kain (nerusi). Lalu ada
proses ngisen- iseni (memberi isi) dengan mempergunakan canting bermulut kecil atau
disebut juga canting isen. Canting ini bermacam-macam misalnya “nyeceki” (membuat
motif yang terdiri dari titik-titik), Neloni menggunakan canting telon, hasilnya disebut
telon. Mrapati menggunakan canting prapatan, hasilnya prapatan, dan seterusnya
Selanjutnya adalah proses nembok (membatik bagian-bagian yang dikehendaki tetap
berwarna putih –warna kain asli- sebelum dicelup dalam zat pewarna). Proses ini dapat
berlangsung hingga dua minggu, bergantung pada rumit atau tidaknya pola serta
rencana pewarnaan yang akan digunakan pada kain batik tersebut. Proses selanjutnya
adalah melakukan pewarnaan pertama (medel). Setelah itu, ada proses ngerok atau
menghilangkan malam yang menempel di kain pada saat nglowong.
Lalu, ada langkah mbironi untuk meletakkan warna-warna yang akan dikehendaki.
Proses ini berulang, sampai mendapatkan kain dengan corak warna yang dikehendaki.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
83
Langkah terakhir adalah nglorod atau menghilangkan sisa-sisa malam yang tersisa
dengan cara memasukkan kain batik ke dalam air mendidih. Untuk membuat satu
lembar kain batik tulis ini, proses dari nyoret hingga nglorod dapat berlangsung hingga
dua bulan. Hasil dari batik tulis meskipun dari pola yang sama biasanya tidak akan sama
persis karena perbedaan saat ngisen-iseni. Setiap pembatik dapat melakukan kreasi
tersendiri pada tahapan tersebut sehingga batik tulis dengan pola yang sama, hasilnya
tidak akan sama persis.
Karena prosesnya yang relatif lama, biasanya perajin atau pengusaha batik memikirkan
cara untuk membuat kain batik dengan proses yang lebih cepat. Muncul kemudian batik
printing/cap –dengan menghilangkan tahapan pemakaian canting dan malam. Batik
printing malam yaitu batik dengan cap malam –menghilangkan proses canting- dan
batik kombinasi yaitu menggabungkan antara proses printing dengan memasukkan
unsur batik tulis seperti langkah mbironi ke dalam batik tersebut. Proses pembuatan
batik jenis ini dapat berlangsung relatif cepat sehingga dipilih para pengusaha batik
untuk memenuhi permintaan konsumen. Kedua jenis batik ini motifnya dapat berubah
dengan cepat bahkan dalam hitungan minggu dan berganti-ganti sesuai keinginan pasar.
(Sumarsono, 2015).
Ketika 2 Oktober 2009 UNESCO menobatkan batik sebagai warisan budaya dunia dan
dimasukkan ke dalam daftar representatif sebagai budaya tak-benda warisan manusia
(representative list of the intangible cultural heritage of humanity) ada dua keping sisi
yang dihadapi Indonesia. Di satu sisi ada pengakuan resmi dunia terhadap batik tulis
adalah hasil budaya Indonesia, di sisi lain membutuhkan upaya sungguh-sungguh agar
batik tetap lestari. Masalah ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secara
serius karena apabila pembatik tidak terus berkarya dari satu generasi ke generasi
berikutnya, eksistensi batik sebagai warisan tradisi akan terancam. Penelitian Sugiarti
(2011) menunjukkan bahwa masalah terbesar pengembangan batik sebagai karya seni
adalah kurangnya minat generasi muda menjadi pembatik tulis yang mengandalkan
pengetahuan (knowledge) pada batik sebagai sumber utama.
Kondisi tersebut menarik diteliti bagaimana pengetahuan dalam membuat batik tulis
yang relatif rumit dapat dipindahkan (knowledge transfer) dari individu ke individu
berikutnya. Dalam konteks ini menarik diamati bagaimana di sentra-sentra produksi
batik, pembatik tulis didominasi oleh generasi yang berusia di atas 50 tahun.
Pengetahuan pembatik dalam membuat batik tulis dapat dinamakan sebagai
pengetahuan lokal. Pelestarian pengetahuan membatik dilakukan melalui generasi tua
perempuan ke generasi muda yang perempuan pula yang biasanya ada di dalam satu
keluarga. Meskipun tidak ada pola yang baku dalam penurunan pengetahuan tersebut,
pembatik tulis biasanya memang memperoleh pengetahuan membatik dari ibunya sejak
kecil. Lantas, apakah ada yang salah dari proses pemindahan pengetahuan tersebut
sehingga generasi muda tidak memiliki hasrat yang tinggi menekuni kerajinan batik
tulis. Dalam catatan Fornhal, Zellner, dan Audretsch (2005), ada dua asumsi mengenai
pemindahan pengetahuan. Pertama, pengetahuan adalah sama dengan pengetahuan
ekonomi yang melihat pengetahuan memiliki harga ekonomis. Kedua, adalah efek
samping dari pengetahuan yang dialihkan dari sumber ke penerima. Dalam konteks
tersebut, pengaliran pengetahuan sama sekali tidaklah otomatis terjadi, sehingga harus
didorong agar pengetahuan dapat berpindah.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
84
Selain Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan, Kabupaten Sragen menjadi salah satu sentra
produksi batik terbesar di Jawa Tengah. Terdapat dua sub sentra batik yakni kecamatan
Plupuh dan Masaran. Dua sub sentra tersebut memiliki beberapa desa penghasil batik
dan terletak berseberangan di sisi Utara dan Selatan Sungai Bengawan Solo. Desa-desa
di utara sungai adalah Jabung dan Gedongan di Kecamatan Plupuh, sedangkan di
selatan adalah Desa Pilang, Sidodadi, dan Kliwonan Kecamatan Masaran. Batik dari
Sragen ini kerap disebut sebagai batik Girli (Pinggir Kali), karena berada di Pinggir
sungai. Di dua sub sentra batik tersebut terdapat 4.817 perajin batik dengan menyerap
sekurangnya 7.072 tenaga kerja. (Pemerintah Kabupaten Sragen, 2015)
Generasi awal perajin batik Sragen adalah buruh batik di Solo dan memulai usaha
sendiri di desanya masing-masing. Sentra batik desa Kliwonan menjadi yang terbesar
sehingga ditetapkan oleh pemerintah kabupaten sebagai kawasan wisata terpadu
dengan nama Desa Wisata Batik Kliwonan. Di desa tersebut menjadi pusat
pengembangan, pelatihan, dan pemasaran batik. Di desa itu pula, bahan batik dari hulu
ke hilir seperti kain, malam, canting, dan sebagainya juga telah tersedia. Dari segi motif,
batik Sragen kaya ornamen flora dan fauna seperti motif tumbuhan atau hewan yang
disusupi oleh motif klasik seperti Parang, Sidoluhur dan sebagainya. Aktivitas
keseharian masyarakat juga terekam dalam motif batik Sragen yang bermakna lebih
tegas, berbeda dengan corak klasik yang berkembang di Yogya ataupun Solo.
Desa wisata didefinisikan sebagai bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan
fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang
menyatu dengan tata cara tradisi yang berlaku. Nuryanti, Wiendu (1993). Penetapannya
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Aksesbilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan menggunakan
berbagai jenis alat transportasi.
2. Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya, legenda, makanan lokal,
dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai obyek wisata.
3. Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan dukungan yang tinggi
terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya.
4. Keamanan di desa tersebut terjamin.
5. Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai.
6. Beriklim sejuk atau dingin.
7.Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal oleh masyarakat luas.
Dari aksesibilitas, desa wisata Kliwonan terletak 12 km dari sebelah selatan pusat kota
Kabupaten Sragen atau 15 km sebelah timur laut kota Solo. Untuk mencapai lokasi desa
ini aksesnya dapat melalui jalan raya Solo-Surabaya, melalui Museum Purbakala
Sangiran, atau dari objek wisata Waduk Kedung Ombo. Di sepanjang jalan menuju
lokasi desa wisata yang terletak 4 km dari jalan raya Solo-Surabaya itu, wisatawan akan
disuguhi pemandangan hamparan sawah menghijau. Wisatawan tidak hanya dapat
berbelanja busana dan kain batik karena tersedia banyak showroom penjualan
batik.Wisatawan juga dapat melihat proses pembuatan batik dari awal hingga akhir
serta dapat menginap di homestay yang tersedia. Wisatawan juga dapat belajar
membatik hingga ikut berkotor-kotor melakukan pencelupan warna pada kain batik.
Kombinasi suasana alam pedesaan yang asri dan tawaran produk budaya batik menjadi
suguhan utama desa wisata Kliwonan ini.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
85
Pengetahuan masyarakat lokal seperti pada batik tulis menjadi penting ketika arus
modernisasi membuat pengetahuan lokal tergerus dan bahkan nyaris punah. Hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat menyumbang pemikiran mengenai pemindahan
pengetahuan, terutama pada pengetahuan masyarakat lokal khususnya pada batik tulis.
Keberlangsungan desa wisata yang mengedepankan produk budaya batik sebagai
suguhan utama akan terancam pada saat pemindahan pengetahuan dari generasi tua ke
generasi muda tidak dapat berjalan dengan baik.
2. Teori Knowledge Transfer
Davenport dan Prusak (1998) menyebut pengetahuan sebagai pengalaman, nilai-nilai,
konteks dan wawasan yang tercampur sehingga menyediakan sebuah kerangka kerja
untuk mengevaluasi dan menghubungkan pengalaman-pengalaman dan informasi baru.
Kedua peneliti ini menemukan bahwa di dalam organisasi, pengetahuan kerap menjadi
artefak yang melekat seperti dokumen, video, audio atau penyimpanan di dalam
rutinitas, proses, praktek, dan norma-norma organisasi. Mereka juga melihat bahwa
pengetahuan akan bernilai apabila ada tambahan konteks, budaya, pengalaman, dan
interpretasi dari manusia. Nonaka (1994) melihat pengetahuan dalam arti yang lebih
spesifik. Pengguna pengetahuan harus mengerti dan melihat pengalaman dengan
konteks yang ada, kondisi dan pengaruh yang melingkupi, sehingga pengetahuan
dihasilkan dan berarti untuk mereka.
Nonaka dan Takeuchi (1995) menggambarkan dua tipe pengetahuan yaitu tacit
knowledge dan explicit knowledge.
Tacit knowledge adalah pemahaman yang ada di dalam pikiran pemilik
pengetahuan dan tidak secara langsung dapat dimunculkan dalam bentuk
data atau representasi pengetahuan sehingga kerap disebut pengetahuan
yang tidak terstruktur.
Explicit knowledge yaitu pengetahuan yang secara langsung berbentuk
pengetahuan dan umumnya disebut sebagai pengetahuan terstruktur.
Sehingga, pengetahuan adalah gabungan antara kedua pengetahuan
tersebut.
Pemindahan Pengetahuan (Knowledge Transfer)
Istilah pemindahan pengetahuan (knowledge transfer) kerap digunakan untuk
menggambarkan pertukaran pengetahuan antara individu, kelompok, atau organisasi
secara sengaja atau tidak. Dalam pemindahan pengetahuan itu definisi sumber
pengetahuan dan penerima harus fokus dan memiliki identifikasi tujuan yang jelas
(King, 2008)
Nonaka dan Takeuchi (1995) menawarkan empat model pembentukan knowledge
transfer atau yang dikenal sebagai model SECI (Socialization, Externalization,
Combination, Internalization). Socialization adalah membuat tacit knowledge sebagai
model mental dan keterampilan teknis. Tacit knowledge dapat diperoleh melalui
observasi, imitasi, dan praktek. Externalization adalah proses artikulasi tacit knowledge
dalam bentuk konsep eksplisit berwujud metafora, analogis, hipotesis, atau model.
Combination adalah proses konsep sistemis ke dalam sistem pengetahuan dengan
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
86
menggabungkan expilicit knowledge yang berbeda. Explicit knowledge dipindah
melalui media seperti dokumen, pertemuan, email atau percakapan telepon.
Kategorisasi pengetahuan ini akan memunculkan pengetahuan baru. Internalization
adalah proses mengubah explicit knowledge menjadi tacit knowledge dan dekat dengan
konsep pengalaman karena mengerjakan atau dapat disebut learning by doing
Keempat proses tersebut memperlihatkan bahwa knowledge transfer bergantung pada
pemahaman antara pemilik pengetahuan dan pengguna pengetahuan. Pemahaman
umum terdiri atas konteks dan pengalaman. Konteks adalah cerita dibalik pengetahuan,
kondisi atau situasi yang membuat pengetahuan dapat dimengerti. Sedangkan
pengalaman adalah aktivitas yang memproduksi model mental bagaimana pengetahuan
digunakan.
Model pemindahan pengetahuan seperti diungkapkan Dixon (2000) ada lima tipe yaitu
serial, near, far, strategic, dan expert transfer. Masing-masing dibedakan menurut
tujuan, metode, dan cara menggunakannya. Adapun lima tipe utama tersebut adalah
Serial Transfer, diterapkan ke sebuah tim yang mengerjakan satu tugas, kemudian tim
yang sama mengulang tugas tersebut dalam konteks baru. Di serial transfer, tim sumber
dan tim penerima adalah tim yang sama. Serial transfer menawarkan efisiensi dalam
kecepatan dan kualitas. Tipe berikutnya adalah Near transfer : melibatkan transfer
pengetahuan dari tim sumber ke tim penerima yang mengerjakan pekerjaan serupa
dalam konteks sama tetapi di lokasi berbeda. Syarat utamanya adalah pekerjaan tersebut
merupakan pekerjaan besar dan terus menerus. Far transfer melibatkan pemindahan
tacit knowledge dari tim sumber ke tim penerima ketika pengetahuan berkaitan dengan
tugas non-rutin. Contohnya adalah tim ekplorasi minyak mengundang tim lain untuk
membantu menginterpretasi data seismik dan geologi yang telah mereka kumpulkan.
Pengetahuan ditransfer langsung ke masing-masing anggota tim terutama pada
langkah dan prosedur yang tidak tertulis. Karena interpretasi dari data tersebut adalah
tugas dengan beragam variabel, mereka harus menyajikan sesuai dengan pengetahuan
mereka. Far transfer biasa digunakan untuk memungkinkan pemindahan pengetahuan
yang sangat spesifik. Strategic transfer melibatkan pemindahan pengetahuan yang
sangat kompleks, seperti bagaimana merilis sebuah produk dari satu tim ke tim lain
yang terpisah baik tempat maupun waktu. Transfer ini berbeda dari far transfer karena
strategic transfer lebih terbatas lingkupnya seperti pada satu tim tertentu. Biasanya
strategic transfer akan bermanfaat bagi perusahaan berskala global ketika pengetahuan
bisa dipindahkan ke lokasi cabang di belahan dunia lain dengan konteks lingkungan
yang berbeda. Expert Transfer, melibatkan pemindahan explicit knowledge mengenai
tugas yang dikerjakan rutin. Contohnya adalah teknisi yang mengirim surat elektronik
ke jaringan pertemanannya untuk bertanya bagaimana meningkatkan kecerahan
monitor kuno dan mendapatkan jawaban dari ahli yang mendalami bidang tersebut. Di
dalam model transfer ini, kebutuhan keahlian dapat menjawab berbagai pertanyaan
yang diajukan.
4. Pengetahuan Masyarakat Lokal (indigenous knowledge)
Menurut Fein dalam Masango (2010), indigenous knowledge adalah
the local knowledge that is unique to a culture or society. Other names for it include: local knowledge, folk knowledge, people’s knowledge, traditional wisdom or traditional science. This knowledge is passed from
generation to generation, usually by word of mouth and cultural rituals, and has been the basis for agriculture, food
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
87
preparation, health care, education, conservation and the wide range of other activities that sustain societies in many
parts of the world.
Terkait dengan batik tulis, Shaari (2015) menyebut batik tulis adalah hasil kerajinan
tangan kreatif sebagai kekayaan pengetahuan masyarakat lokal (indigenous
knowledge) sehingga muncul sebagai potret identitas dan nilai kehidupan dalam
sebuah kebudayaan. Pengetahuan masyarakat lokal ini memiliki sifat sebagai tacit
knowledge yang tidak terstruktur dan tersimpan dalam memori pemilik
pengetahuan.
Pemindahan Pengetahuan Masyarakat Lokal (indigenous knowledge
transfer)
Pengetahuan masyarakat lokal yang sifatnya tacit akan diberikan ke generasi
berikutnya atau ke orang lain dalam bentuk informasi dahulu, sebelum generasi atau
orang yang menerima pengetahuan mengolah dan menerapkannya menjadi
pengetahuan mereka sendiri. Pemindahan pengetahuan masyarakat lokal tersebut
menjanjikan upaya pelestarian pengetahuan. Tetapi pada saat yang sama terjadi
hambatan. Pemindahan pengetahuan masyarakat lokal hanya dapat terjadi apabila
terdapat saling percaya antara pemberi pengetahuan dan penerima pengetahuan.
Penerimaan akan menentukan kualitas pengetahuan yang diberikan, sedangkan
kepercayaan harus diciptakan melalui motivasi terus menerus. Generasi yang
mendapat pengetahuan harus dapat mempercayai bahwa pengetahuan yang
diberikan oleh generasi sebelumnya akan bermanfaat di kemudian hari secara
ekonomi.
Proses pemindahan pengetahuan masyarakat lokal tersebut, beberapa tahapan
seperti diungkapkan Jounjobsong (2010) adalah identifikasi pengetahuan
(knowledge identification), proses komunikasi (communication process), dan
proses interpretasi (interpretation process). Selain itu ada faktor eksternal yang
memengaruhi dalam proses pemindahan pengetahan masyarakat lokal ini yaitu
karakteristik masyarakat lokal yang bersangkutan, karakteristik masyarakat di
sekitar tempat pengetahuan masyarakat lokal berada, budaya, hingga pengaruh
teknologi komunikasi dan informasi.
5. Pemindahan Pengetahuan Masyarakat Lokal
Pemindahan pengetahuan masyarakat lokal (indigenous knowledge) sudah dilakukan
oleh banyak komunitas yang ada di setiap negara. Kalau di Pulau Simelue Aceh, ada
tradisi lisan smog yang terwarisi turun temurun yakni ketika setelah gempa besar lantas
air laut tiba-tiba surut di pantai maka pada saat itu pula mereka harus pergi ke tempat
lebih tinggi. Pengetahuan lokal inilah yang menyelamatkan masyarakat pulau tersebut
dari terjangan dahsyat Tsunami Aceh pada 2005 lalu, padahal pulau ini berhadapan
langsung dengan titik pusat gempa. Warga Pulau Simelue langsung mengungsi ke
tempat yang lebih tinggi ketika mendapati setelah gempa air laut di pantai benar-benar
surut. Pengetahuan pembatik tulis di Desa Wisata Kliwonan Sragen dapat dikatakan
sebagai pengetahuan lokal yang sifatnya unik (indigenous knowledge). Sebaran
pengetahuan pembatik hanya di sekitar wilayah tersebut, tidak melebar ke wilayah
kabupaten Sragen lainnya. Pengetahuan lokal membatik ini diturunkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
88
Dengan menggunakan model pemindahan pengetahuan masyarakat lokal (indigenous
knowledge) dari Jounjobsong (2012), ada tiga tahapanan pemindahan yaitu identifikasi
pengetahuan (knowledge identification), proses komunikasi (communication process),
dan proses interpretasi (interpretation process).
Identifikasi Pengetahuan
Ada empat lapis generasi yang dapat diidentifikasi dari masyarakat Kliwonan. Pertama
adalah generasi dengan usia 60-an tahun, generasi di atas 40 tahun, generasi 20-40
tahun, dan generasi di bawah usia 20 tahun. Mengenai pengetahuan membuat batik
tulis, hampir seluruhnya didominasi oleh perempuan. Tahapan membatik seperti
nglowong dan ngisen-iseni dengan canting dan malam menjadi pekerjaan yang
dilakukan oleh para perempuan. Sedangkan tahapan pembuatan batik seperti
menyelupkan kain ke pewarna (medel), ngerok, hingga nglorod dilakukan oleh kaum
laki-laki.
Pengetahuan membatik perempuan mulai dari nglowong hingga ngisen-isen awalnya
adalah menjadi milik dari generasi tua. Mereka memperoleh ilmu membatik dengan
cara menularkannya secara langsung sejak mereka masih dalam usia anak-anak. Pada
pembatik yang sudah berusia 40 tahun ke atas, mereka mendapat ilmu membatik
sebagai bekal untuk membantu ekonomi keluarga. Apalagi pada saat mereka usia
sekolah, anak-anak perempuan ini hanya tamat Sekolah Dasar atau bahkan tidak
mengenyam dunia pendidikan formal sama sekali. Membatik jadi suatu kewajiban agar
kelak masih dapat bertahan secara ekonomi karena memiliki keterampilan dari
membatik. Cara memindahkan pengetahuan membatik tulis ini juga khas, anak-anak
langsung dipaksa belajar menggunakan canting dan malam ke kain yang dibatik ibunya.
Bukan di bagian yang ada motifnya, tetapi bagian yang sebaliknya (nerusi). Batik tulis
nerusi ini biasanya adalah batik tulis kualitas tinggi karena nanti ketika jadi, motif kain
batik akan sama meski kain dibolak-balik. Nerusi juga mengurangi risiko salah
menggambar sesuai pola karena tinggal menebalkan apa yang sudah di klowong di
sebalik kain.
Generasi pembatik tua (usia di atas 60 tahun) yang ditemui peneliti membenarkan
bahwa anak perempuannya belajar membatik darinya. Belajarnya cukup sederhana
karena tinggal melakukan proses nerusi. Ketika proses ini dilakukan berulang-ulang
sekitar tiga tahun, perempuan generasi berikutnya tersebut sudah siap untuk dapat
membuat batik tulis sendiri. Karena prosesnya yang panjang, maka dalam pembuatan
batik tulis biasanya ada tiga model pembuatan berdasarkan lokasi. Pertama adalah
pembatik melakukan pekerjaannya di lingkungan pabrik milik pengusaha batik. Mereka
datang sesuai jam kerja dan dibayar sesuai dengan pekerjaannya pada hari itu. Kedua,
adalah membawa kain batik yang sudah diberi pola, canting, serta malam dan
membatiknya di rumah. Ketiga, pembatik mengambil pekerjaan batik dari juragan
kecil-kecilan (pengepul) dan mengumpulkan pekerjaannya ke juragan kecil tersebut.
Juragan kecil ini nanti yang menyetor ke pengusaha batik. Juragan kecil ini pula yang
menalangi terlebih dulu (kasbon), bila pembatik membutuhkan uang untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Model kedua dan ketiga menitikberatkan membatik di rumah menjadi awal pemindahan
pengetahuan membatik batik tulis. Selain dibekali perlengkapan membatik yang
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
89
lengkap, sejak dini anak-anak si pembatik tersebut dapat mengamati secara langsung
apa yang dikerjakan oleh ibu atau neneknya. Umumnya kegiatan membatik ini
dilakukan sebagai sambilan saja, bukan menjadi pekerjaan utama, dan dilakukan di sela
mengurus sawah (panen/menanam padi) atau mengurus keluarga. Biasanya,
pengetahuan membatik lainnya yang dipindahkan dari generasi tua ke generasi yang
labih muda adalah soal corak atau motif. Corak-corak klasik gaya Solo yang sudah
melekat biasanya hapal diluar kepala bagi pembatik generasi tua seperti Parang,
Sidomulyo, Kawung, hingga Babon Angrem. Motif-motif itu pula yang dipelajari oleh
generasi pembatik berikutnya. Ketika permintaan konsumen makin variatif pada batik
tulis dengan ornamen-ornamen baru, seperti pohon kelapa yang peneliti saksikan,
pembatik sekadar membatik apa yang sudah tergambar/tercorak di kain. Proses kreatif
pembatik pada bagian isen-isen, misalnya membuat cecek atau pretelon. Ruang kreatif
tetap berada di wilayah pengusaha batik karena mereka biasanya memperkerjakan
desainer khusus yang bertugas membuat corak atau pola yang inovatif untuk mengejar
selera dan keinginan konsumen batik tulis. Soal filosofis tentang apa kegunaan dan
manfaat dari batik tulis dengan corak klasik tidak menjadi titik perhatian dalam
pemindahan pengetahuan tentang batik tulis tersebut. Jadi, generasi baru sekadar
memperoleh pengetahuan bagaimana cara menggunakan canting, membatik dari kain
putih, hingga menjadi kain siap jual saja.
Pengetahuan dasar membatik seperti bagaimana menggunakan canting, mendidihkan
malam dengan api yang stabil, membatik mengikuti motif hingga membuat isen-isen
biasanya diajarkan ke generasi berikutnya melalui pengajaran langsung. Dengan
motivasi ekonomi, karena anak perempuan nantinya akan menjadi ibu rumah tangga,
mereka harus memiliki keterampilan membatik agar dapat membantu ekonomi
keluarga kelak. Bahkan ketika generasi muda itu masih anak-anak, membatik adalah
cara mudah untuk membeli beras dan memenuhi kebutuhan pada saat itu. Cara yang
digunakan untuk memindah pengetahuan adalah dengan nerusi atau membuat pola
mengikuti alur motif batik yang sudah dibuat di sebalik kain. Baru setelah lancar, proses
lain yang lebih rumit seperti ngisen-iseni menggunakan canting khusus baru
diperkenalkan. Bagi generasi dengan umur 40 tahun lebih, rata-rata mereka belajar dari
ibunya masing-masing menggunakan metode ini sehingga pemindahan pengetahuan
dapat berlangsung dengan baik.
Tetapi ada masalah yang terjadi karena generasi di bawah 40 tahun tidak menganggap
pekerjaan membatik sebagai solusi dalam menghadapi persoalan ekonomi keluarga.
Bagi mereka, bekerja sebagai buruh di pabrik sepanjang jalan raya Sragen-Surabaya
lebih menjanjikan dan terhormat. Membatik dianggap sebagai pekerjaan rendah dan
dianggap sebagai pelarian daripada tidak memperoleh penghasilan sama sekali.
Akibatnya, mayoritas pembatik yang ditemukan di desa Kliwonan adalah di atas 40
tahun. Kesediaan melakukan pemindahan pengetahuan membatik sebenarnya sudah
dimiliki oleh generasi di atas 40 tahun. Namun, kesediaan tersebut tidak bersambut
karena generasi di bawah 40 tahun lebih memilih menjadi buruh pabrik. Padahal, dari
perspektif pengusaha batik. Kalaupun tidak membuat membatik tulis yang biasanya
dapat uangnya dalam waktu yang lama karena proses pembuatannya yang juga
memakan waktu, mereka dapat membatik kombinasi yang lebih sederhana tetapi cepat
menghasilkan uang. Dari wawancara didapatkan fakta bahwa pembatik kombinasi
(printing dan tulis) dapat membawa uang tiap hari sekitar 50 ribu rupiah bersih dengan
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
90
bekerja tanpa mengeluarkan biaya transportasi dan uang makan. Nilai seperti itu
sebenarnya tidak kalah dengan pendapatan yang diperoleh dari pabrik.
Kekhawatiran habisnya generasi pembatik baru ini dirasakan tidak hanya oleh
pengusaha batik yang diwawancarai tetapi juga oleh pembatik senior. Ada kalanya
mereka mengajari anak-anaknya ikut membatik saat liburan sekolah dengan cara yang
sama yakni nerusi. Biasanya tempat pembatikan penuh dengan anak-anak yang ikut
magang (internship). Namun ketika waktu sekolah mulai lagi, gairah anak-anak untuk
membatik ikut sirna. Pembatik usia muda hanya mau membatik ketika mereka memiliki
waktu saja, ketika tidak ada waktu, intensitas pada batik pun mandek. Pendeknya,
mereka menyadari batik menjadi salah satu ikon budaya yang harus dilestarikan, tetapi
citra membatik yang dianggap kotor, kumuh, dan menghasilkan uang tidak seberapa
jadi pertimbangan utama bagi generasi muda untuk membatik.
Proses komunikasi
Dalam proses pemindahan pengetahuan, terjadi proses komunikasi antarmanusia.
Menurut DeVito (1997) komunikasi antarmanusia adalah komunikasi yang terjadi di
antara dua orang yang memiliki hubungan matang; orang-orang yang dengan berbagai
cara berhubungan. Definisi ini dilatarbelakangi oleh komunikasi antarmanusia
dilakukan paling sedikit dua orang dan memiliki hubungan relasi. Dalam proses
pemindahan pengetahuan ini, proses komunikasi antara pemberi dan penerima
pengetahuan menjadi salah satu faktor penting berhasilnya pemindahan pengetahuan.
Umumnya kegiatan pemindahan pengetahuan membatik antara generasi muda dan
generasi lebih tua adalah kaum perempuan yang terhubung dalam keluarga. Misalnya
sebuah keluarga memiliki tiga anak perempuan, biasanya si ibu akan melakukan
komunikasi dengan ketiga putrinya menggunakan medium kain melalui proses nerusi.
Komunikator adalah ibu pada generasi senior sedangkan komunikannya biasanya
adalah anak perempuan usia sekolah dasar sekitar 10-12 tahun. Dengan proses nerusi
berulang-ulang, diharapkan pada usia sekolah menengah, anak-anak perempuan
tersebut sudah dapat membatik sendiri tanpa perlu bantuan pengarahan si ibu.
Penyampaian pesan biasanya dilakukan dengan mengenal bahan kain batik , motif, dan
mengatur keluarnya malam dari canting sesuai motif. Pesan-pesan ini biasanya
dilakukan menggunakan bahasa Jawa dan langsung secara tatap muka. Biasanya anak-
anak itu langsung praktek di depan kain yang sudah dibatik si ibu, kemudian mengikuti
alur motif yang sudah dibatik langsung dari tempat ibunya bekerja. Proses ini
berlangsung beberapa lama mengikuti order membatik yang dibawa si ibu sehingga si
anak bisa luwes menggunakan canting maupun mengerjakan motif termasuk cara
membuat isen-isen.
Hambatan terbesar yang terjadi adalah ketika komunikan menganggap bahwa message
melalui media kain batik tidak bermanfaat bagi komunikan. Bekerja sebagai pembatik,
khususnya batik tulis adalah pekerjaan yang rumit, melelahkan, sedangkan dari sisi
ekonomi juga tidak terlalu menjanjikan apa-apa. Komunikan menganggap bahwa
bekerja di pabrik yang cukup jauh dari desa lebih memberikan harapan karena dapat
memperoleh pendapatan yang pasti tiap minggu atau tiap bulan.
Efek komunikasi yang terjadi pada komunikasi antarmanusia ini adalah ada efek
kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif adalah komunikasi menyebabkan individu
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
91
yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang semula tidak mengerti menjadi mengerti,
atau yang semula tidak sadar menjadi sadar. Dalam konteks ini, generasi penerima
pengetahuan akan memperoleh pengetahuan tentang membatik tulis yang sifatnya
informatif bagi dirinya. Efek afektif adalah efek komunikasi yang berhubungan dengan
perasaan. Komunikasi antarmanusia menyebabkan individu yang merasa tidak senang
menjadi senang, dari semula sedih menjadi gembira, atau semula takut menjadi berani.
Pengetahuan baru yang diperoleh akan menjadikan generasi penerima pengetahuan
akan terus belajar, meskipun ada hambatan seperti pekerjaan membatik tulis adalah
pekerjaan rumit dan njlimet. Tetapi mereka biasanya akan tetap bersemangat karena
ada nilai ekonomis bila berhasil membuat kain batik. Efek konatif lebih pada efek
komunikasi antarmanusia untuk melakukan kegiatan fisik atau jasmaniah yang lebih
baik. Untuk komunikasi pada pemindahan pengetahuan tentang membatik, efek
konatifnya ada pada kepercayaan diri bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaan
membatik dan menganggap membatik adalah pekerjaan seni yang luhur dan bernilai
ekonomis.
Proses interpretasi
Dalam proses ini, interpretasi terhadap nilai filosofis disuntikkan untuk motif-motif
klasik, misalnya digunakan untuk kegiatan sosial apa saja. Motif-motif ini biasanya ada
pada kain batik klasik gaya Kraton Solo seperti Parang, Kawung, Ceplok, Sidomukti,
hingga Babon Angrem. Interpretasi tidak dilakukan mendalam karena yang terpenting
bagi pembatik ini adalah bagaimana menggunakan canting, membuat isen-isen,
nglowong, hingga mbironi.
Interpretasi terhadap motif dan seni terjadi ketika kebutuhan konsumen masa kini
mengarah kepada motif baru. Pembatik dituntut untuk selalu melakukan interpretasi
terhadap motif baru. Memang bukan pada keseluruhan motif dasar, karena ini sudah
dibuat oleh pengusaha batik, tetapi pada interpretasi isen-isen motif, apakah
menggunakan cecek (titik-titik) sehingga menghasilkan kain batik tulis yang indah dan
sedap dipandang. Interpretasi pada motif dengan isen-isen yang diserahkan kepada
pembatik membuat kain batik tulis dengan motif yang sama hasil akhirnya tidak akan
sama persis antara satu pembatik dengan pembatik lainnya karena intepretasi pada isen-
isen motif tersebut. Pembatik harus memiliki imajinasi pula terhadap proses pewarnaan
akhir bila kain batik nanti selesai sehingga isen-isen pun dapat mendukung motif
sehingga kain menjadi lebih indah.
Model pemindahan pengetahuan Nonaka dan Takeuchi
Merujuk pada empat model pembentukan dan pemindahan pengetahuan yang dibuat
oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) yaitu model SECI (Socialization, Externalization,
Combination, Internalization), pola pemindahan pengetahuan pada pembatik tulis
dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Socialization : pengetahuan membatik pada generasi tua adalah pengetahuan
tacit yang berada dalam pengalaman pembatik sebagai pemberi pengetahuan.
Beberapa pengetahuan tacit itu adalah filosofi mengenai motif-motif klasik,
penggunaan alat-alat batik seperti jenis-jenis canting yang digunakan untuk
berbagai keperluan seperti untuk nglowong, mbironi, ngisen-iseni, hingga mbironi.
Pengetahuan tacit ini tersirat dan muncul melalui pengamatan, imitasi, dan
praktek.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
92
2. Externalization adalah proses artikulasi tacit knowledge. Pengetahuan
menggunakan alat-alat seperti canting dengan berbagai kegunaan dan
mendidihkan malam saat akan nglowong dalam proses nerusi menjadi contoh
bagaimana eksternalisasi terjadi karena pengetahuan tacit segera dieksplisitkan
melalui praktik langsung.
3. Combination adalah proses konsep sistemis ke dalam sistem pengetahuan
dengan menggabungkan explicit knowledge yang berbeda. Ketika penerima
pengetahuan telah belajar membatik dengan cara nerusi, para penerima
pengetahuan ini dapat saling berbagi pengalaman mengenai segala hal berkaitan
dengan cara, metode, atau memperkaya motif batik melalui isen-isen yang telah
dipelajari. Di sinilah kekhasan batik tulis, karena di tangan pembatik yang beda,
isen-isen pun dapat berbeda sehingga batik dengan motif yang sama sekalipun
tidak akan persis sama hasilnya nanti saat menjadi kain batik tulis
4. Internalization adalah proses mengubah explicit knowledge menjadi tacit
knowledge dan dekat dengan konsep pengalaman karena mengerjakan atau dapat
disebut learning by doing. Proses inilah yang dilakukan oleh penerima
pengetahuan, karena membatik tidak diajarkan melalui teori tetapi langsung
praktek ke kain meskipun sekadar nerusi atau mengikuti alur pola yang telah
dibatik di sebalik kain. Kebiasaan nerusi adalah proses learning by doing sehingga
pemindahan pengetahuan dapat berlangsung dengan baik.
Model pemindahan pengetahuan Dixon
Model pemindahan pengetahuan lain datang dari Dixon (2000). Dengan
pendekatan Dixon tersebut, pemindahan pengetahuan antar pembatik generasi
senior ke yang lebih muda masuk dalam near transfer. Di lokasi yang sama mereka
dapat memindah pengetahuan tanpa perlu pergi ke suatu tempat untuk
memperdalam pengetahuan tersebut. Biasanya pemindahan pengetahuan
membatik tulis berlangsung antara ibu dengan anak-anak perempuannya di
rumahnya masing-masing. Ketika si ibu membatik kain di rumah atau menjadi
anggota kelompok dari pembatik juragan kecil dan bukan bekerja di pabrik, anak-
anak perempuan si ibu akan dibekali pengetahuan membatik melalui proses nerusi
terus menerus. Harapannya, keterampilan membatik tersebut akan memberi
dampak ekonomi saat anak-anak ini beranjak dewasa ataupun sudah berkeluarga.
Kesimpulan
Dari penelitian kualitatif yang dilakukan pada sentra batik di Desa Wisata Kliwonan
Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen Jawa Tengah peneliti dapat menyimpulkan
bahwa terjadi proses pemindahan pengetahuan masyarakat lokal (indigenous
knowledge) yaitu proses pembuatan batik tulis dari generasi tua ke generasi yang lebih
muda. Proses pemindahan pengetahuan itu kini terancam ketika penerima pengetahuan
tidak mau menerima pemindahan tersebut karena menganggap pekerjaan membatik
dicitrakan sebagai pekerjaan rendah, kotor, dan hasilnya tidak seberapa bila
dibandingkan pekerjaan sebagai pekerja pabrik. Proses pemindahan pengetahuan
tersebut melalui komunikasi antarmanusia menggunakan bahasa Jawa dan dalam
komunikasi non-formal. Pemindahan pengetahuan membatik dilakukan di rumah
melalui pola SECI dan near transfer dari pembatik generasi tua (ibu) ke anak-anak
perempuannya (pembatik muda). Ketika terjadi pemindahan pengetahuan, pembatik
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
93
generasi muda dapat melakukan proses interpretasi terhadap pengetahuan yang
dipindahkan. Mereka dapat melakukan pelbagai modifikasi terhadap teknik-teknik
penggunaan canting seperti isen-isen untuk motif-motif inovatif yang diinginkan
konsumen masa kini. Isen-isen ini tetap pada koridor motif dasar sehingga meskipun
motif dasarnya sama, hasil kain batik yang dibuat oleh dua orang dapat berbeda karena
interpretasi terhadap isen-isen tersebut.
Daftar Acuan
Creswell, John W (2014). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset. Memilih Di Antara
Lima Pendekatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Dalinah. Wawancara oleh Dyah Safitri, 6 November 2015. Transkrip wawancara.
Koleksi pribadi.
Desa Wisata Kliwonan Merekam Kearifan Lokal Lewat Seutas Batik. Diakses pada
tanggal 1 November 2015. http://www.sragenkab.go.id/home.php?menu=104.
Devito, Joseph A(1997). Human Communication. New York : Harper Collins
Dixon, Nancy M. (2000). Common Knowledge How Companies Thrive by Sharing
What They Know Boston : Harvard Business School Press
Fornahl, Dirk, Christian Zellner, David B. Audretsch (2005). The Role of Labor
Mobility and Informal Networks for Knowledge Transfer. Boston : Springer
Indonesia. Kementerian Perdagangan (2008), Handbook of Commodity Profile :
Indonesian Batik : A Cultural Beauty
IFLA (2008). Role of libraries in promoting the dissemination and documentation of
indigenous agricultural information: Case Study of Zimbabwe
Jonjoubsong, Lanthom (2010) Indigenous Knowledge Transfer : A Case of Indigenous
Vegetable Knowledge. Journal Trend Research in Science and Technology 2(1),
85-91
King, William (2008). Knowledge Transfer. In Jennex, Murray E, (Ed) Knowledge
Management : Concept, Methodologies, Tools, and Application. (vol. 1, pp.123-
129) Hershey : Information Science Reference.
Masango, A (2010). Indigenous traditional knowledge protection: prospects in South
Africa’s intellectual property framework? dalam SA Journal Libs & Info Sci
2010, 76(1)
Nonaka, I. & Takeuchi, H. (1995). The Knowledge- Creating Company: How Japanese
Companies Create the Dynamics Innovation New York: Oxford University
Press.
Nining. Wawancara oleh Dyah Safitri, 6 November 2015. Transkrip wawancara.
Koleksi pribadi.
Nuryanti, Wiendu (1993). Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian dari
Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press
Ratmi. Wawancara oleh Dyah Safitri, 6 November 2015. Transkrip wawancara.
Koleksi pribadi.
Shaari, Nazlina (2015). Indigenous Knowledge Creativity in Batik Cultural Product
based on Kansei. International Conference on Social Sciences and Humanities
Bali 5-6 Mei 2015
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
94
Sugiarti, Rara (2011). Regenerasi Seniman Batik di Era Industri Kreatif untuk
Mendorong Pengembangan Pariwisata Budaya pada Jurnal Ilmiah
Pariwisata,17(2),102-120
Sumarsono. Wawancara oleh Dyah Safitri, 6 November 2015. Transkrip wawancara.
Koleksi pribadi.
Sumiyah. Wawancara oleh Dyah Safitri, 6 November 2015. Transkrip wawancara.
Koleksi pribadi.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
95
PERPUSTAKAAN PUSAT INFORMASI DAN DOKUMENTASI
STANDARDISASI (PUSIDO) BADAN STANDAR NASIONAL (BSN)
DALAM IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO
9001:2008
Ikhsan Dwitama Putera
Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok,
16425
ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 pada Perpustakaan Pusat
Informasi dan Dokumentasi Standardisasi (PUSIDO) di Badan Standarisasi Nasional (BSN). Proses
implementasi itu mengikuti tatanan yang terdapat pada klausul ISO 9001:2008. Tujuan penelitian ini
untuk memberikan gambaran tentang proses implementasi yang dilakukan oleh staf layanan PUSIDO.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data
berupa observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses implementasi pada
Perpustakaan Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi (PUSIDO) di Badan Standarisasi Nasional
(BSN) mengikuti klausul yang terdapat pada ISO 9001:2008 dan membentuk keteraturan dalam aktivitas
pekerjaan. Staf layanan perpustakaan memiliki pedoman dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari
menggunakan Sistem Manajemen Mutu dengan standar internasional untuk merekam kegiatan kerja
mereka secara akuntabel.
Kata kunci: Perpustakaan Khusus. Sistem Manajemen Mutu, ISO 9001:2008
ABSTRACT This research discusses the implementation of Quality Management System ISO 9001: 2008 at the
Library of the Center for Information and Documentation of Standardization (PUSIDO) in the Badan
Standarisasi Negara (BSN). The implementation process follow the clauses in ISO 9001:2008. This study
aims to provide an overview of the implementation process performed by the staff of library service.
Observation and interviews are used as data collection techniques. The results show that the process of
implementation ISO 9001:2008 in Library of the Center for Information and Documentation of
Standardization (PUSIDO) in the Badan Standarisasi Negara (BSN) is in line with the clauses in ISO
9001: 2008 and creates order in the working activities . The staff have a reference in doing library services
refering to the Quality Management System which link to international standards - in order all of their
work will be accountable and well recorded.
Keywords : Special Library, Quality Management System, ISO 9001:2008
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
96
Pendahuluan
Perpustakaan khusus merupakan perpustakaan yang didirikan untuk
mendukung visi dan misi lembaga-lembaga khusus dan berfungsi sebagai pusat
informasi, terutama yang berhubungan dengan penelitian dan pengembangan. Biasanya
perpustakaan ini berada di bawah badan, institusi, lembaga atau organisasi bisnis,
industri, ilmiah, pemerintah, dan pendidikan misal perguruan tinggi, perusahaan,
departemen, asosiasi profesi, instansi pemerintah dan lain sebagainya.
Perpustakaan khusus sebagai pusat informasi harus memiliki manajemen yang
baik untuk mencapai tujuannya. Karena dengan manajemen yang baik akan membuat
seluruh aktifitas lembaga mengarah pada upaya pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan, sehingga seluruh elemen dalam lembaga tersebut akan berusaha
memfungsikan diri sesuai dengan ketentuan lembaga.
Adapun manajemen yang baik harus memiliki suatu landasan sebagai pengawas
dan pengontrol dalam kegiatannya. Karena jika landasan tersebut semakin kuat, maka
sistem manajemen mutu yang dibangun oleh perpustakaan semakin kokoh.
Terdapat beberapa Sistem Manajemen Mutu (SMM) yang cukup popular,
beberapa diantaranya adalah ISO 9001, Six Sigma, TQM, dan S5. Namun SMM yang
paling populer adalah ISO 9001 karena untuk saat ini hanya SMM ISO 9001-lah yang
sudah memiliki sertifikasi. Standar ini dapat diterapkan pada semua jenis dan ukuran
perusahaan atau organisasidan bersifat sangat umum sehingga dapat diterapkan pada
perpustakaan. ISO berasal dari kata Yunani ISOS yang berarti sama. ISO 9001
merupakan standar internasional yang mengatur tentang sistem manajemen mutu
(SMM) atau dalam bahasa inggris disebut Quality Management System (QMS). Dalam
sistem manajemen mutu ISO 9001 terdapat standard operating procedure (SOP),
instruksi kerja (work instruction), tujuan dan sasaran mutu (quality objective), dan juga
program mutu (quality program). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ISO
9001: 2008, yaitu sistem manajemen mutu ISO 9001 hasil revisi tahun 2008.
Dari penelusuran yang peneliti lakukan, peneliti menemukan sejumlah
perpustakaan yang sudah memiliki sertifikat ISO 9001:2008. Beberapa diantarannya
adalah:
Perpustakaan Tahun Sertifikasi ISO 9001:2008
Perpustakaan Universitas Jember 2009
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma 2009
Perpustakaan Universitas Padjadjaran
(UNPAD)
2009
Perpustakaan Universitas Islam Indonesia
(UII)
2009
Perpustakaan Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI)
2009
Perpustakaan Universitas Gadjah Mada
(UGM)
2010
Peneliti memilih Perpustakaan Badan Standarisasi Nasional (BSN) sebagai
tempat penelitian karena BSN sebagai lembaga yang membuat dan mengatur tentang
standar-standar nasional dan internasional tentunya sangat memahami tentang
implementasi ISO. Selain itu, peniliti memilih BSN karena tntunya sudah mmiliki
sertifikat ISO 9001:2008, termasuk pada bagian PUSIDO (Pusat Informasi Standarisasi
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
97
dan Dokumentasi). Namun tidak semua kegiatan dalam PUSIDO sudah berkontribusi
dalam sertifikasi ini. Salah satu kegiatan yang sudah memiliki kontribusi dalam
sertifikasi ISO 9001:2008, atau bisa disebut juga kegiatan pada unit kerja PUSIDO yang
sudah mengikuti aturan-aturan SMM ISO 9001:2008 adalah kegiatan pelayanan pada
perpustakaan yang akan difokuskan dalam penelitian ini.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut:
Bagaimana proses impleementasi ISO 9001:2008 dalam layanan Perpustakaan
PUSIDO BSN?
Masalah ini dapat diurai menjadi:
1. Bagaimana peran PUSIDO BSN terhadap ISO 9001:2008?
2. Mengapa SMM ISO 9001:2008 perlu diimplementasikan di Perpustakaan
PUSIDO BSN?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan proses implementasi SMM ISO 9001:2008 pada Perpustakaan
PUSIDO BSN.
2. Mengetahui sikap dan tanggapan pustakawan dalam implementasi SMM ISO
9001:2008 di Perpustakaan PUSIDO BSN.
3. Mengetahui manfaat implementasi SMM ISO 9001:2008 terhadap
Perpustakaan PUSIDO BSN.
Tinjauan Teeoritis
Perpustakaan khusus
Sebelum peneliti menerangkan lebih lanjut tentang pengertian perpustakaan
khusus peneliti akan terangkan sedikit pandangan tentang perpustakaan secara
umum. Dalam Undang Undang No.43 Bab I Pasal “Perpustakaan adalah institusi
pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan atau karya rekam secara professional
dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian,
pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka”. Menurut Hasugian (2009 :
74), timbulnya berbagai bentuk perpustakaan disebabkan oleh berbagai faktor yakni
:
1. Koleksi atau bahan perpustakaan
2. Masyarakat / pengguna yang dilayaninya
3. Instansi dimana perpustakaan itu berada
Maka dengan adanya berbagai faktor tersebut timbul berbagai jenis
perpustakaan,yang salah satu diantaranya ialah perpustakaan khusus. Berikut ini
merupakan beberapa pendapat para ahli mengenai definisi perpustakaan khusus.
Menurut Hasugian (2009 : 81) “Perpustakaan Khusus adalah perpustakaan yang
diselenggarakan oleh lembaga atau instansi negara, pemerintah, pemerintah daerah
ataupun lembaga atau instansi swasta yang layanannya diperuntukkan bagi
pengguna di lingkungan lembaga atau instansi yang bersangkutan”.
Menurut Sutarno NS (2000 : 39) “Perpustakaan Khusus adalah tempat penelitian
dan pengembangan, pusat kajian, serta penunjang pendidikan dan pelatihan
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
98
sumber daya manusia / pegawai ”. Menurut P Sumardji (1999 : 16) “Perpustakaan
khusus merupakan perpustakaan dengan koleksinya yang bersifat khusus, yang
digunakan sebagai sarana penunjang mengembangkan pengetahuan bagi masyarakat
khusus (lingkungan khusus) dalam bidang tertentu”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpustakaan khusus merupakan salah satu
penyebar informasi di lingkungan instansi atau organisasi yang menaunginya dan
memiliki fungsi penting bagi para penggunanya untuk mendapatkan informasi
yang relevan sesuai dengan instansi atau organisasi yang bersangkutan. Oleh
karena itu perpustakaan khusus harus benar - benar melaksanakan fungisnya tersebut
demi tercapainya kesesuaian antara tujuan instansi atau organisasi dengan fungsi
perpustakaan.
Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008
ISO berasal dari kata yunani ISOS yang berarti sama, kata ISO bukan diambil
dari singkatan nama sebuah organisasi walau banyak orang awam mengira ISO
berasal dari International Standard of Organization, sama sekali bukan.
ISO 9000 dikeluarkan oleh Internasional Organisation for Standardization
(ISO), badan swasta intemasional untuk standarisasi, yang berkedudukan di Jenewa,
Swiss. Secara organisatoris disebutkan bahwa tujuan badan ini
adalahmengembangkan standarisasi dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan
untuk memudahkan pertukaran barang dan jasa serta mengembangkan kerja sama
dalam suasana yang bersifat intelek, saintifik, teknologis, dan ekonomis. Di dalam
badan ISO terdapat sejumlah panitia teknis (technical comitte, disingkat ТC) yang
bertugas membuat standarisasi yang kelak diterapkan oleh setiap negara anggota.
Salah satu panitia teknis tersebut disebut TC 176 yang bertugas untukmenyerasikan
berbagai sistem mutu di dunia. TC 176 inilah yang kemudianmelahirkan ISO 9000
pada bulan Maret 1987.
TC 176 menetapkan siklus peninjauan guna menjamin bahwa standar-standar
ISO9000 akan menjadi uр to date dan relevan untuk organisasi. Revisi terhadap
standar 1S0 9000 telah dilakukan pada tahun 1994, 2000, dan 2008. Rudi Suardi
(2003: 34) mengungkapkan bahwa perubahan secara signifikan terjadi pada 1SO 9001
:2000 karena terjadi penggantian 20 elemen standar menjadi 4 elemenstandar yaitu
tanggung jawab manajemen, manajemen sumber daya, manajemen proses dan
pengukuran, analisis dan peningkatan. Terbitnya 1S0 9001 versi 2008 tidak
memunculkan persyaratan baru dan tidak ada perubahan yang signifikan pada versi
ini. Revisi yang dilakukan adalah untuk mempertegas pernyataan-pemyataan dalam
standar yang dianggap perlu untuk dijelaskan. ISO 9001 :2008 diadopsi oleh BSN
(Вadan Standar Nasional) menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 9001:2008.
IS0 9001:2008 juga merupakan Sistem Manajemen Mutu untuk mengarahkan dan
mengontrol organisasi berkaitan dengan mutu. Menurut Buntje Harbunangin dan P.R.
Harahap (1995: 27) bahwa, "ISO 9001 merupakan model untuk jaminan mutu dalam
desain/pengembangan, produksi, instalasi dan pelayanan". Seri standar 1SO 9001 ini
digunakan untuk mendokumentasikan, menerapkan (mengimplementasikan), dan
mendemonstrasikan sistem jaminan mutu.
Menurut Vincent Gaspersz (2001:283) bahwa: "Definisi ISO 9000 adalah suatu
standar intemasional untuk sistem manajemen kualitas. Standar ISO 9000 untuk sistem
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
99
manajemen kualitas adalah struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur-prosedur,
proses-proses, dan sumber-sumber daya untuk penerapan manajemen kualitas".
Dari bеbеrара pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem manajemen
mutu ISO 9001:2008 merupakan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar
untuk manajemen sistem, yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan
produk (barang atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu, dimana
kebutuhan atau persyaratan tertentu tersebut ditentukan atau dispesifikasikan oleh
pelanggan dan organisasi.
Implementasi SMM ISO 9001:2008
ISO 9001:2008 akan lebih menjadi berarti apabila tidak hanya dipelajari namun
diterapkan dalam kegiatan operasi sebuah lembaga. Implementasi SMM sebenarnya
sederhana. Yang dibutuhkan hanya kesediaan dan tekad untuk melaksanakannya.
Dalam hal ini ISO 9001:2008 dapat membantu organisasi, termasuk perpustakaan
untuk menerapkan manajemen mutu.
Penerapan ISO 9001:2008 melibatkan lima tahap umum yang dilalui, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini yang utama adalah keputusan dan komitmen manajemen puncak.
Manajemen puncak harus memastikan ketersediaan sumberdaya untuk keseluruhan
proses penerapan sistem manajemen mutu, meliputi: dana, waktu dan personil.
Selanjutnya dibentuk tim inti yang terdiri dari wakil-wakil setiap unit kerja di dalam
organisasi. Tim ini dipimpin oleh seseorang yang disebut sebagai wakil manajemen
yang ditunjuk oleh manajemen puncak.
Pada tahap selanjutnya, wakil manajemen bertanggung jawab memastikan bahwa
sistem manajemen mutu perusahaan dijalankan, dipertahankan dan ditingkatkan secara
berkesinambungan. Pada tahap persiapan biasanyadiputuskan apakah perusahaan akan
menggunakan jasa konsultan mutu atau melakukan proses selanjutnya secara mandiri.
Ada beberapa pelatihan yang wajib diikuti. Pelatihan ini biasanya diberikan oleh
kobnsultan mutu apabila perusahaan menggunakan jasa konsultan.
Alternatif lain, perusahaan dapat mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh
lembaga pelatihan, meliputi:
Pengenalan ISO 9001:2008 diikuti oleh seluruh unit kerja dan tim inti.
Pemahaman persyaratan ISO 9001:2008 minimal diikuti oleh tim inti dan
calon-calon auditor mutu internal perusahaan.
Dokumentasi SMM minimal diikuti oleh tim inti.
Audit internal SMM minimal untuk penanggungjawab mutu.
2. Tahap Dokumentasi
Pada tahap ini tim inti bekerja menyusun dokumen sistem mutu perusahaan, yang
meliputi: kebijakan mutu, sasaran mutu, pedoman mutu, prosedur, instruksi kerja dan
rencana mutu. Wakil manajemen memegang peran peran penting dalam
mengkoordinir tim inti dan meninjau seluruh dokumen tersebut sebelum disahkan oleh
pimpinan puncak perusahaan.
3. Tahap Implementasi
Dokumen yang sudah disahkan pimpinan puncak didistribusikan kepada unitkerja
terkait. Seluruh unit kerja wajib melaksanakan secara konsisten. Pendistribusian
dokumen kepada unit-unit kerja sebaiknya dilakukan dengan diiringi pelatihan
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
100
penggunaan prosedur. Pada tahap ini biasanya akan timbul masukan-masukan
sehingga perlu diterbitkan revisi kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Hal ini wajar
karena memang selayaknya terus menerus dicari sistem yang paling efektif untuk
perusahaan. Pada tahap ini pimpinan puncak melakukan pula kampanye mengenai
mutu dan melaksanakan pelatihan kesadaran tentang mutu bagi karyawan agar mereka
memahami dan mau melaksanakan pekerjaan masing-masing sesuai sistemyang sudah
digariskan dalam prosedur. Karena pada penerapan ISO 9001:2008 perlu bukti-bukti
maka bisanya perusahaan akan membenahi sistem pengarsipan dokumen.
4. Tahap Pra-sertifikasi
Pada tahap ini perusahaan membentuk tim audit mutu internal dan melakukan audit
mutu internal. Kegiatan ini merupakan persyaratan untuk memastikan bahwa sistem
yang dibuat perusahaan dilaksanaan dan bahwa sistem itu efektif. Setelah itu
dilaksanakan rapat yaang disebut Rapat Tinjauan Manajemen. Rapat ini dipimpin
langsung oleh pimpinanpuncak. Wakil Manajemen bertindak sebagai notulis. Peserta
rapat adalah pimpinan setiap unit kerja. Agenda rapat meliputi: hasil audit mutu,
umpan balik pelanggan, kinerja proses dan produk, tindakan perbaikan dan
pencegahan serta rekomendasi untuk peningkatan.
5. Tahap Sertifikasi
Pada tahap ini dipilih lembaga sertifikasi sistem mutu yang akan menerbitkan
sertifikat bagi perusahaan. Adapun tahapan yang harus dilalui untuk penerbitan
sertifikat adalah:
Audit kecukupan dokumen
Pra-audit (bila diperlukan)
Audit lapangan
Pada tahap audit kecukupan dokumen, auditor lembaga sertifikasi memeriksa
kelengkapan dokumen sistem mutu sesuai dengan persyaratan ISO 9001:2008. Lewat
tahap ini, auditor memastikan ketersediaan dokumen persyaratan ISO 9001:2008.
Untuk memastikan kecukupan dokumen dan kesiapan perusahaan, lembaga sertifikasi
dapat melakukan pemeriksaan di lapangan.
Bila diperlukan, perusahaan dapat mengajukan pra-audit yang dilaksanaan
melalui wawancara, mengamati pekerjaan yang sedang berlangsung, dan meninjau
dokumentasi pekerjaan yang telah berlalu. Sebenarnya, pra-audit tidak diwajibkan
namun akan sangat membantu organisasi sebagai langkah persiapan untuk
menjalaniaudit kesesuaian.
Tahap audit lapangan tidak ubahnya seperti pra-audit, hanya pada tahap ini
auditor memberikan penilaian kelayakan untuk penerbitan sertifikat. Jika organisasi
dinyatakan telah memenuhi persyaratan ISO 9001:2008, maka berhak mendapat
sertifikat ISO 9001:2008 yang biasanya berlaku selama tiga tahun. Dalam waktu tiga
tahun itu, minimum sekali dalam satu tahun dilaksanakan surveillance audit oleh
lembaga sertifikasi untuk memastikan bahwa perusahaan tetap mempertahankan
sistem manajemen mutunya dan bahkanmelakukan peningkatan sebagaimana
disyaratkan dalam ISO 9001:2008.
Metode Penelitian
Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan
penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
101
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6).
Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian
deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah
yang ada sekarang berdasarkan data-data.
Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini
karena peneliti ingin menggambarkan mengenai implementasi standar manajemen
mutu ISO 9001:2008 pada PUSIDO BSN terutama pada bagian pelayanan
perpustakaan.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan
dokumentasi. Pada awalnya peneliti mengunjungi kantor BSN yang terletak di Jalan
M.H. Thamrin No. 8, Kebon Sirih, Gedung I BPPT, Kec. Menteng, Jakarta Pusat, DKI
Jakarta 10340 pada tanggal 30 April 2015. Peneliti meminta izin kepada bagian
administrasi BSN di lantai 10 dan memulai langkah observasi terhadap perpustakaan
PUSIDO BSN untuk melihat kegiatan yang berlangsung disana dan mencari bahan
terkait tema penelitian. Empat hari kemudian, pada tanggal 4 Mei 2015 peneliti datang
lagi ke kantor BSN dengan sudah mendapatkan izin meneliti di Peerpustakaan PUSIDO
BSN. Awalnya peneliti mewawancarai seorang responden yang dikenal oleh peneliti
untuk mengetahui struktur organisasi dan siapa saja yang bertanggung jawab dan
terkait mengenai implementasi SMM SMM ISO 9001:2008 di PUSIDO BSN.
Dari hasil wawancara, peneliti mendapatkan 6 nama responden yang memenuhi
kriteria yang ditetapkan peneliti. Lalu peneliti mulai mewawancarai responden-
responden tersebut pada hari itu juga (4 Mei 2015) sekaligus mengamati dan memeriksa
apakah hasil wawancara sesuai dengan kegiatan yang dilakukan para staf dan
pustakawan. Karena beberapa responden berhalangan hadir, peneliti membuat janji
pada Rabu, 6 Mei 2015 kepada 2 responden yang berhalangan hadir itu. Lalu pada hari
Rabu, 6 Mei 2015 peneliti kembali mendatangi PUSIDO BSN untuk mewawancarai
responden yang belum diwawancarai pada dua hari sebelumnya. Setelah mendapatkan
data hasil wawancara, peneliti meminta izin lalu memeriksa dan meminta dokumen-
dokumen terkait proses implementasi SMM ISO 9001:2008 di PUSIDO BSN.
Informan
Dari kriteria yang telah ditentukan, maka dipilihlah 6 responden yang
memenuhi kriteria tersebut, yaitu:
No. Jabatan
1 Kepala PUSIDO BSN
2 Wakil Bidang Dokumentasi
Dan Perpustakaan PUSIDO
3 Wakil bidang Sistem Jaringan
dan Teknologi Informasi
PUSIDO
4 Staff bidang Dokumentasi
5 Staff perpustakaan bagian
pelayanan
6 Staff perpustakaan bagian
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
102
pelayanan
Analisis Data
Hasil dari wawancara yang berupa rekaman dicatat oleh peneliti dalam bentuk
transkrip wawancara dengan bagan yang berisi pertanyaan penelitian, jawaban
responden, serta interpretasi peneliti terhadap jawaban responden. Sedangkan hasil
observasi dan dokumentasi dibuat catatan dan peneliti memilah dan memilih dokumen
dan data yang sesuai dengan klausul-klausul pada SMM ISO 9001:200 dan
menampilkan tema-tema dalam penelitian.
Hasil dan Pembahasan
Penyelenggaraan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi
dilakukan oleh BSN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000
tentang Standardisasi Nasional.
Dalam menjalankan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan
standardisasi nasional, BSN berada dalam koordinasi Kementerian Riset dan
Teknologi. Seiring dengan perkembangan standardisasi dan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta terkait dengan visi BSN menjadi lembaga terpercaya dalam
mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk meningkatkan daya saing
perekonomian nasional sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
BSN perlu merumuskan strategi internal yang bisa mengakselerasi capaian visi.
PUSIDO atau Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi mempunyai
tugas pokok melaksanakan penyiapan rumusan kebijakan, pembinaan, koordinasi
program dan penyusunan rencana di bidang informasi dan dokumentasi standardisasi.
Untuk merealisasikan tugas pokok tersebut maka PUSIDO salah satu kegiatannya
adalah melakukan pelayanan masyarakat (publik) dalam hal pemenuhan kebutuhan
informasi standardisasi, khususnya SNI. Layanan tersebut umumnya dalam hal
penyediaan informasi standar dapat dilakukan dengan dua bentuk dokumen seperti
dokumen tercetak dan dokumen elektronik.
Sistem Manajemen Mutu PUSIDO BSN
PUSIDO sebagai bagian dari BSN memiliki dokumen-dokumen mengenai
kegiatan pekerjaan para staf mereka sebagai pedoman untuk mereka dalam melakukan
aktivitas kerja mereka sehari-hari. Pedoman ini juga sudah sesuai dengan klausul yang
terdapat dalam SMM ISO 9001:2008.
Berikut dokumen-dokumen tersebut:
1. Pedoman Mutu
Dokumen ini memuat komitmen dan kebijakan BSN berkaitan dengan penerapan
Sistem manajemen mutu guna mencapai kepuasan pelanggan/stakeholder.
Pedoman ini juga mengidentifikasi tanggungjawab pimpinan dan personel,
sistem dokumentasi yang terkait serta proses kerja yang diperlukan untuk
mencapai sasaran.
2. Prosedur
Dokumen ini menguraikan elemen sistem untuk menerapkan kebijakan BSN
sebagaimana pedoman mutu dan menguraikan kegiatan yang dilakukan,
tanggung jawab personel , serta dokumentasi atau rekaman yang disyaratkan.
3. Instruksi Kerja
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
103
Dokumen ini menerangkan bagaimana seseorang melaksanakan tugas. IK dibuat
sesuai dengan kebutuhan.
4. Formulir
Dokumen ini diperlukan untuk merekam pelaksanaan dari suatu aktivitas
kegiatan sistem manajemen mutu.
5. Dokumen Pendukung .
Semua dokumen yang digunakan atau diacu untuk mendukung pelaksanaan
tugas. Dokumen pendukung termasuk standar, regulasi dan peraturan
perundang-undangan terkait, serta keputusan dan kebijakan internal yang
ditetapkan BSN.
BSN memiliki Sistem Manajemen Mutu, karena BSN sudah memiliki dokumen-
dokumen pendukung kiegiatan kerja mereka. Perpustakaan yang merupakan bagian
dari PUSIDO BSN juga sudah memiliki dokumen tersebut sebagai penunjang kegiatan
para staf mereka.
Staf perpustakaan sudah terbiasa bekerja sesuai dengan prosedur yang sudah
terstruktur salah satunya adalah tersedianya Instruksi Kerja dan formulir yang harus
diisi saat mereka melakukan pekerjaannya.
Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008
BSN memilih ISO 9001:2008 sebagai Sistem Manajemen Mutunya adalah
dikarenakan ISO 9001:2008 adalah satu-satunya SMM di Indonesia yang memiliki
sertifikasi. Sedangkan SMM lainnya seperti TQM, Six Sigma dan S5 belum ada
sertifikasinya di Indonesia.
Secara langsung para responden mengatakan bahwa PUSIDO BSN sudah
menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008. Proses ini dimulai ketika pada
BSN menerapkan SMM ini pada tahun 2012. Proses ini dilakukan secara bertahap, oleh
karena itu tidak semua unit kerja dan kegiatan pada BSN sudah mengimlementasikan
SMM ini.
Pada tahun 2012 BSN merencanakan perluasan ruang lingkup untuk implementasi
SMM ISO 9001:2008, salah satunya adalah PUSIDO. Program ini baru direalisasikan
pada tahun 2013. Pada tahun 2014, PUSIDO dan bidang lainnya mendapatkan serifikat
ISO 9001:2008.
BSN sudah layak disebut sebagai lembaga yang memiliki manajemen mutu yang
berstandar internasional karena sudah bersertifikat ISO 9001:2008 yang merupakan
bagian dari ISO 9000.
Tahapan Implementasi ISO 9001:2008 di Perpustakaan PUSIDO BSN
1. Tahap Persiapan
Setelah sumberdaya yang dibutuhkan (dana, waktu dan personil) sudah
memenuhi kriteria untuk proses implementasi ISO 9001:2008. Maka BSN menunjuk
seorang Wakil Manajemen atau Management Representative (MR). Sebagai pelaksana
pimpinan ad-hoc yang bertugas sebagai perantara antara pimpinan dan bawahan baik
itu dari atas kebawah, maupun dari bawah keatas dalam penanganan hal yang terkait
dengan SMM pada BSN. MR yang terpilih bertugas memastikan bahwa sistem
manajemen mutu perusahaan dijalankan, dipertahankan dan ditingkatkan secara
berkesinambungan.
Berikutnya diadakan pelatihan untuk pengimplementasian SMM ISO
9001:2008 yang dilakukan secara mandiri oleh pihak BSN tanpa menggunakan jasa
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
104
konsultan dari pihak ketiga. Hal ini wajar mengingat BSN sebagai lembaga yang
memang kegiatan sehari-harinya berhubungan dengan standarisasi, BSN tidak perlu
repot-repot mengirim tim-nya untuk mengadakan pelatihan oleh pihak ketiga. Hal ini
dikarenakan didalam internal BSN sendiri sudah banyak orang yang memahami
mengenai proses implementasi SMM. BSN hanya melakukan pelatihan mandiri, yang
secara resmi hanya dilaksanakan selama 1 hari.
2. Tahap Dokumentasi
Setelah tahap pertama, yaitu penunjukan wakil manajemen dan tim inti serta
pelatihan, selanjutnya tim inti bekerja menyusun dokumen sistem mutu perusahaan
yang dikoordinir oleh wakil manajemen. BSN sendiri sudah malakukan tahapan ini
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BSN menyiapkan atau membuat dokumen-dokumen yang dibutuhkan sebagai
salah satu alat untuk memenuhi persyaratan SMM ISO 9001:2008. Dokumen-dokumen
tersebut ada yang berbentuk konvensional ada yang berbentuk digital dan sudah peneliti
lihat sendiri kebenarannya. Dokumen tersebut juga sudah dibuat berdasarkan klausul-
klausul yang berlaku pada ISO 9001:2008.
3. Tahap Implementasi
Tahapan ini adalah dimana dokumen-dokumen yang dihasilkan dari tahap
sebelumnya kemudian di distribusikan kepada tiap unit kerja yang bersangkutan agar
nantinya dapat ditemukan hal-hal yang kurang maupun masalah-masalah yang
ditemukan pada saat pengimplementasian. PUSIDO BSN sudah juga melakukan hal
demikian demi terlaksananya implementasi dengan baik. Dokumen didistribusikan
yang kemudian akan dilaksanakan dan diberi masukan oleh pegawai dan staf terkait
yang kemudian dokumen tersebut akan direvisi sesuai dengan masukan yang ada.
4. Tahap Pra-sertifikasi
BSN sudah menjalani tahap pra-sertifikasi dengan semestinya. Dimana
dilakukan audit internal secara berkala kepada unit kerja terkait, dalam hal ini
perpustakaan PUSIDO BSN. Setelah audit juga dilakukan tinjauan manajemen dimana
akan dibahas hasil temuan dari audit tersebut. Lalu pada akhirnya akan dilakukan
perbaikan sesuai dengan temuan yang ada dan nanti di rekomendasikan ke wakil
manajemen.
5. Tahap Sertifikasi
Pada tahap ini dipilih lembaga sertifikasi sistem mutu yang akan menerbitkan
sertifikat bagi BSN, pemilihan lembaga sertifikat akan dilakukan oleh MR. Saat ini
lembaga sertifikasi yang dipilih oleh BSN adalah dari PT. Sucofindo yang dipercaya
sebagai pemberi sertifikat SMM ISO 9001:2008 kepada BSN yang akan memastikan
ketersediaan dokumen persyaratan ISO 9001:2008 pada BSN.
Untuk mempertahankan sertifikatnya, PUSIDO BSN melalui proses
surveillance audit yang ini dilakukan 3 tahun sekali oleh lembaga sertifikasi yang
terkait.
Tanggapan Pustakawan dan Staf Perpustakaan Terhadap Implementasi ISO
9001:2008 di Perpustakaan PUSIDO BSN
Implementasi SMM di suatu lembaga tentunya akan mempengaruhi para
pegawai pada lembaga terkait. Implementasi ini tentunya bertujuan kearah yang lebih
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
105
baik, namun tidak menutup kemungkinan bahwa implementasi SMM akan menambah
beban terhadap karyawan di lembaga tersebut karena adanya peraturan-peraturan baru
berbentuk SOP dan Instruksi Kerja yang harus dipatuhi para karyawan. Namun tidak
demikian dengan Implementasi SMM ISO 9001:2008 di Perpustakaan BSN PUSIDO.
Para staf perpustakaan justru malah terbantu dan mensyukuri adanya implementasi ini
karena dapat mempermudah pekerjaan dan memperjelas alur kerja terutama dengan
adanya formulir yang lengkap dimana nanti akan digunakan sebagai laporan harian
sampai tahunan.
Staf dan pustakawan sangat menerima keberadaan implementasi SMM ini.
Karena dengan adanya proses implementasi ini, dihasilkanlah produk-produk yang
berupa Prosedur Kerja, Instruksi Kerja, Form Lembar Kerja, dan sebagainya yang
membuat mereka lebih memahami dan melaksanakan pekerjaan mereka dengan baik
dan teratur.
Implementasi SMM ISO 9001:2008 pada Pelayanan Perpustakaan PUSIDO BSN
Menurut Lasa (2000:42) “Pelayanan pengguna adalah mencakup semua kegiatan
pelayanan kepada pengguna yang berkaitan dengan pemanfaatan, pengguna koleksi
perpustakaan dengan tepat guna dan tepat waktu untuk kepentingan pengguna
perpustakaan”. Pelayanan perpustakaan di perpustakaan PUSIDO BSN bertujuan untuk
membantu pemakai yang ada di perpustakaan dan melayani kebutuhan para pemakai
semaksimal mungkin, karena layanan perpustakaan baru terasa manfaatnya bila
informasi yang diberikan sesuai bermanfaat untuk kebutuhan pemakai.
Sulistyo-Basuki (2004:38) mengatakan salah satu ciri perpustakaan khusus
adalah dimana pelayanannya lebih mengutamakan pengguna dari organisasi induk
karena tujuan utama dibentuknya perpustakaan adalah untuk melayani pengguna dari
organisasi induknya, walaupun tidak tertutup bagi pengguna lainnya. Terlebih
dalam era informasi dan globalisasi dewasa ini, perpustakaan khusus juga harus
memberikan pelayanan kepada masyarakat umum. Sering terjadi pengguna
perpustakaan khusus lebih banyak dari lingkungan luar organisasi induk- nya,
seperti mahasiswa dan pengajar, dibandingkan dengan pengguna sasaran utamanya.
Perpustakaan PUSIDO BSN memberikan layanan perpustakaan pada umumnya, yaitu
sirkulasi, layanan referensi/rujukan, dan layanan ruang baca. Namun di perpustakaan
PUSIDO BSN terdapat layanan yang dapat digunakan oleh masyarakat umum, yaitu
layanan yang melayani diseminasi standar-standar baik nasional maupun internasional.
PUSIDO BSN memiliki Layanan Penjualan Standar yang tertulis pada Instruksi
Kerja. Layanan Penjualan Standar SNI disediakan melalui dua cara yaitu: (1) Pengguna
datang sendiri kePerpustakaan BSN; dan (2) Permintaan pengguna yang disampaikan
melalui internet (e‐mail). Seluruh pendapatan dari pelayanan reproduksi/penjualan
standar ini seluruhnya kembali pada kas negara.
Layanan ini juga di lakukan oleh staf perpustakaan dan ruangan yang sama dengan
perpustakaan PUSIDO BSN. Pada pelaksanaanya, staf perpustakaan merasa terbebani
dengan adanya layanan ini, karena memang layanan inilah yang paling diandalkan oleh
PUSIDO selaku unit yang membawahi perpustakaan BSN. Layanan reproduksi
dokumen standar ini memiliki user yang berasal dari masyarakat umum dan terbuka
untuk siapapun.
Layanan yang ada di perpustakaan PUSIDO BSN sudah diimplementasikan SMM
ISO 9001:2008pada sub-klausul nomor 7.5 tentang produksi dan penyediaan
pelayanan. Sesuai dengan yang tertuang dalam klausul nomor 7 pada SMM ISO
9001:2008 tentang realisasi produk. Klausul ini menyatakan bahwa organisasi harus
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
106
menjamin bahwa proses realisasi produk berada di bawah pengendalian agar memenuhi
persyaratan produk. Perpustakaan PUSIDO BSN sudah sesuai dengan klausul nomor 7
ini karena semua proses atau kegiatan pelayanan yang ada pada perpustakaan sudah
dalam pengendalian yang jelas, yaitu dengan adanya dokumen-dokumen yang
mengatur tentang kegiatan-kegiatannya. Dengan demikian, pelayanan dalam
perpustaakan PUSIDO BSN sudah mengimplementasikan SMM ISO 9001:2008
dengan baik karena berpedoman pada klausul yang ditetapkan oleh ISO 9001:2008 itu
sendiri.
Sedangkan untuk layanan lainnya, melalui pengamatan di perpustakaan PUSIDO
BSN, peneliti menemukan bahwa mereka telah melaksanakan SMM ISO 9001:2008.
Peneliti mengamati Layanan Sirkulasi dan Layanan Penjualan Standar untuk
membuktikan apakah Instruksi Kerja dan SOP yang merupakan dokumen dari
implementasi ISO 9001:2008 telah dilakukan.
Tahapan Pelaksanaan SMM pada Layanan Perpustakaan PUSIDO
Semua orang yang memasuki ruangan perpustakaan yang terletak di lantai
mezanine gedung BPPT 1 ditanyakan apa keperluannya dan dipersilahkan mengisi
buku tamu, setelah itu dipersilahkan masuk. Layanan sirkulasi adalah layanan
peminjaman dan pengembalian buku yang dikhususkan hanya untuk karyawan BSN.
Setelah mengisi buku tamu, pemustaka mencari buku yang ingin dipinjamnya.
Seharusnya pemustaka bisa mencari melalui komputer yang disediakan oleh PUSDO
BSN sebgai katalog online. Namun karena kantor BSN yang belum lama pindah ke
tempat yang sekarang, yaitu sejak Februari 2015, pemustaka hanya dapat mencari
langsung pada rak buku. Setelah menemukan buku yang dicari, pemustaka
menyerahkan bukunya ke bagian sirkulasi. Pada bagian sirkulasi, pemustaka harus
mengisi form peminjaman dimana setelah itu pustakawan mengisi tanggal
pengembalian di form (F.PUSIDO 5.0.3) tersebut dan pada lembar tanggal
pengembalian yang terdapat pada buku.
Pada layanan Penjualan Standar petugas terlebih dulu mengecek form
permintaan dokumen F.PUSIDO 5.0.4 yang di disposisi oleh KASUBID layanan
perpustakaan tentang bukti pembayaran dokumen yang dipesan oleh pengguna. Setelah
itu petugas melihat dokumen apa yang di minta, jika dokumen SNI, petugas memeriksa
pada server repository layanan melalui komputer mengenai ketersediaannya dalam
bentuk fisik pada repository standar PUSIDO. Jika belum ada bentuk fisiknya namun
tersedia file digitalnya, maka petugas meminta staf alih media untuk mencetak
dokumen digital tersebut. Namun jika dokumen yang diminta tidak tersedia dalam
bentuk fisik ataupun digital, maka petugas mencarinya pada website ISO, IEC dan
ASTM baru kemudian di alih mediakan oleh staf alih media. Setelah dokumen standar
yang diminta tersedia atau sudah di alih media dari bentuk digital, petugas memastikan
apakah dokumennya sesuai dengan yang diminta oleh pengguna atau belum. Jika sudah,
petugas menyerahkan dokumen tersebut kepada pengguna.
Menurut Hasugian (2009:82), perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang
hanya menyediakan koleksi khusus yang berkaitan dengan misi dan tujuan dari
organisasi atau lembaga yang memilikinya dan biasanya hanya memberikan pelayanan
yang khusus hanya kepada staf organisasi atau lembaganya saja. Sedangkan visi BSN
adalah “menjadi lembaga terpercaya dalam mengembangkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi”. Walaupun perpustakaan PUSIDO
BSN digunakan oleh masyarakat umum sebagai tempat untuk konsultasi dan pembelian
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
107
standar, namun perpustakaan PUSIDO harus mendukung visi dan misi BSN, salah
satunya adalah dengan melayani penjualan standar pada perpustakaan PUSIDO dengan
baik. Walaupun karyawan dan staf merasa terbebani dengan adanya layanan penjualan
produk standar ini, namun mereka harus tetap melakukan pelayanan tersebut dengan
baik dalam rangka mendukung BSN untuk mencapai visi dan misinya.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka penelitian “Perpustakaan Pusat
Informasi dan Dokumentasi Standardisasi (PUSIDO) Badan Standarisasi Nasional
(BSN) Dalam Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008” dapat
disimpulkan bahwa implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 dapat
memperbaiki kinerja para pegawai dan stafnya, karena prosedur tahapan
implementasinya sudah sesuai dengan klausul yang ada pada ISO 9001:2008. SMM ini
juga digunakan sebagai sarana dalam mendukung visi & misi BSN.
Selain itu, implementasi ISO 9001:2008 di Perpustakaan PUSIDO BSN juga
sudah sesuai dengan klausul—klausul yang terdapat pada ISO 9001:2008 itu sendiri,
karena para pegawai dan staf memiliki tanggapan yang positif terhadap impelementasi
SMM ini. Hal tersebut dapat dibuktikan oleh beberapa kegiatan, misalnya bagaimana
para pegawai memanfaatkan dokumen-dokumen yang tercipta dalam proses
implementasi SMM ini dengan maksimal dalam melakukan pekerjaannya. Para
pegawai dan staf juga mengakui secara lisan tentang hal ini dalam wawancara dan
sudah dibahas pada bab sebelumnya. Dengan pemanfaatan yang maksimal, para
pegawai dan staf dapat melakukan pekerjaannya sehari-hari dengan efektif.
Manfaat yang paling dirasakan pegawai BSN, dalam hal ini pegawai PUSIDO BSN
adalah tentang pemanfaatan dokumen dari implementasi SMM yang sudah disebutkan
diatas. Namun disamping itu, sesuai dengan yang dibahas pada bab iv bahwa sebelum
BSN mengimplementasikan SMM ISO 9001:2008 ini, banyak pekerjaan-pekerjaan
yang sudah dikerjakan tapi tidak dapat diketahui sejauh mana pekerjaan tersebut
beerpengaruh dalam pencapaian visi dan misi BSN. Dengan adanya implementasi
SMM ini, kini pihak manajemen dapat mengetahui bagaimana pencapaian kerja dan
masalah-masalah mengenai pekerjaan para pegawai dan stafnya melalui form isian dan
audit dalam implementasi SMM ini. Audit akan lebih mudah oleh adanya form isian
tentang bagaimana pegawai melakukan pekerjaannya, disitu dapat dietahui kendala dan
hal yang sudah tepat dilakukan oleh BSN. Dari hasil temuan akan dibahas perbaikan-
perbaikan melalui Tinjauan Manajemen yang dilakukan secara berkala. Semua proses
tersebut adalah merupakan bagian dari manfaat implementasi ISO 9001:2008 yang
telah dilakukan oleh BSN. Baik dari pegawai maupun petinggi BSN dapat merasakan
adanya kemudahan dalam mencapai visi dan misi mereka.
Ditengah pemanfaatan produk implementasinya yang sesuai denga klausul ISO
90012008, masalahnya justru terletak pada beberapa pegawai yang tidak mengindahi
aturan-aturan yang berlaku. Seperti adanya tahapan yang dilewati saat mengerjakan
sesuatu ataupun sulitnya koordinasi antar tim inti yang merupakan wakil dari tiap unit
dalam perihal implementasi SMM ini.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
108
Saran
Peneliti memberikan saran terkait dengan Implementasi Sistem Manajemen Mutu
ISO 9001:2008 dalam bidang pelayan Perpustakaan di Pusat Informasi dan
Dokumentasi Standardisasi Badan Standar Nasional, antara lain:
1. Agar implementasi di BSN tetap berjalan, maka sebaiknya pihak manajemen
menerapkan aturan punishment dan reward kepada para pegawai ataupun staf dalam
melaksanakan kegiatannnya sesuai dengan alur kerja yang telah ditentukan. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi pegawai atau staf yang kadang tidang mengindahi
prosedur yang telah ditetapkan BSN.
2. Pihak perwakilan dari tiap bidang dalam lembaga BSN dalam hal SMM harus
mengadakan program secara berkala tentang pentingnya awareness mengenai
implementasi ISO 9001:2008 ini dengan cara memberikan selebaran ataupun
melakukan pengumuman tentang fungsi-fungsi dan tujuan dari implementasi ISO
9001:2008 kepada pegawai dan staf agar mereka tetap semangat bekerja sesuai
dengan hal-hal aturan-aturan yang berlaku pada SMM ISO 9001:2008.
3. Dengan adanya keluhan dari pegawai dan staf mengenai beban kerja pada
perpustakaan PUSIDO BSN, maka perlu dibuat sistem manajemen khusus atau meja
yang terpisah antara Pelayanan Penjualan Standar dan pelayanan peminjaman
perpustakaan secara umum. Dan perlu juga ditambah staf terkait hal ini agar tidak
terlalu membebani staf yang memegang kedua pekerjaan ini (peminjaman dan
penjualan) sekaligus.
Daftar Acuan
Cahyono, G. Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 (Study Analisis
Tentang Kualitas Pelayanan Pada PT. Bank Syariah andiri Cabang Pembantu
Sidoarjo), Skripsi Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah IAIN Sunan
Ampel Surabaya. Diakses pada tanggal 20 April 2015.
http://digilib.uinsby.ac.id/1459/5/Bab%202.pdf
Charimah, R. Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 di Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Skripsi Program Ilmu Perpustakaan
Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Diakses pada
tanggal 26 April 2015. http://digilib.uinsuka.ac.id/id/eprint/5891
Chu, Pin-Yu & Wang, Hsuan-Jung. Benefits, Critical Process Factors, and Optimum
Strategies of Successful ISO 9000 Implementation in the Public Sector: An
Empirical Examination of Public Sector Services in Taiwan. Diakses pada tanggal
15 Mei 2015. http://remote-lib.ui.ac.id:2059/stable/3381172
Gaspersz, Vincent. (2001). Metode analisis untuk peningkatan kualitas. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Gaspersz, Vincent. (2002). Pedoman implementasi program SIX SIGMA terintegrasi
dengan ISO 9001:2000, MBNQA, dan HACCP. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
Gaspersz, Vincent. (2001). Total Quality Management (TQM). Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama,
Hasugian, Jonner. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Medan: USU
Press,
Kantor, Paul B. & Saracevic, Tefko. Valuing Special Libraries and Information
Services. Diakses pada tanggal 16 Mei 2015.
http://comminfo.rutgers.edu/~kantor/SLA/PBKAug19.PDF
Khoiril Akhiroh. Persepsi pengguna terhadap kualitas pelayanan sirkulasi di UPT
Perpustakaan Instiper Yogyakarta. Diakses pada tanggal 01 Mei 2015.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
109
http://digilib.uin-
suka.ac.id/1664/1/BAB%20I,%20BAB%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
Lasa, H. S. (2000). Jenis-jenis pelayanan Informasi untuk perpustakaan. Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.
Levine, David I. & Toffel, Michael W. Quality Management and Job Quality: How the
ISO 9001 Standard for Quality. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015.
http://www.hbs.edu/faculty/Publication%20Files/09-018.pdf
Management Systems Affects Employees and Employers
Martoatmodjo, Karmidi. (1998). Manajemen Perpustakaan Khusus. Jakarta:
Universitas Terbuka,
Nasution, Zulkifli. Kumpulan Standarisasi dan sertifikat ISO (file pdf). Diakses pada
20 April 2015. http://zulkiflinasution.blogspot.com/p/download.html
Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Sulistyo-Basuki. (2004). Pengantar Dokumentasi. Bandung : Rekayasa Sains.
Sulistyo-Basuki. (1994). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
110
- Halaman Dikosongkan -
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
111
MENGETAHUI PERKEMBANGAN ORGANISASI LITBANG
KEANTARIKSAAN MELALUI ARSIP
Sudiyanto
Arsiparis LAPAN
E-mail : [email protected]
Abstrak Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang didirikan pada tahun 1963 merupakan
satu-satunya lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian dan pengembangan
kedirgantaraan dan pemanfaatannya. Dalam usianya ke 52 tahun, organisasi LAPAN telah banyak
berkembang seiring dengan peningkatan peran dan fungsi yang diembannya. Perkembangan organisasi
tersebut dapat diketahui melalui arsip dan dokumen sebagai sumber utama kajian ini.
Kajian ini untuk mendeskripsikan perkembangan organisasi LAPAN sejak berdiri sampai sekarang.
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa organisasi LAPAN telah berkembang secara signifikan.
Perkembangan terakhir, LAPAN melaksanakan empat bidang kompetensi besar yang meliputi : sains
antariksa dan atmosfer, penginderaan jauh, teknologi penerbangan dan antariksa, serta kajian kebijakan
penerbangan dan antariksa.
Kata kunci : perkembangan organisasi, litbang keantariksaan, arsip, LAPAN.
Abstract Indonesian National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN), established in 1963 is the only
organization that performs the government duties in the field of aerospace research and
development and utilization. In the age of 52 years, LAPAN organization has evolved along with
the increase of the role and functions assigned. The development of said organization can be found
through the archives and documents as the primary source of this study.
This study is to describe the development of LAPAN organization since its establishment until
now. The results of this study indicate that LAPAN organization has grown significantly. Recent
development, LAPAN implements four fields of great competence which include: space and
atmospheric science, remote sensing, aviation and space technology, and policy studies of flight
and space.
Keywords: organizational development, research and development of space, archives, LAPAN.
1. Pendahuluan
Latar Belakang
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) merupakan satu-satunya
lembaga yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang penelitian dan pengembangan
(Litbang) kedirgantaraan dan pemanfaatannya. Kedudukan LAPAN adalah sebagai
Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) di bawah dan bertanggung jawab
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
112
kepada Presiden melalui Menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang riset
dan teknologi.
LAPAN berdiri sejak tahun 1963. Kini, dalam usianya yang ke 52LAPAN telah
berperan dalam bidang kedirgantaraan. Telah banyak yang dipersembahkan oleh
lembaga ini yang membawa kemajuan bagi bangsa dan bahkan mengharumkan nama
Indonesia di kanca dunia. Sumbangan karya LAPAN dirasakan semakin menonjol
disejumlah bidang seperti untuk kepentingan komunikasi, transportasi, kebutuhan
dunia usaha, eksplorasi sumber daya mineral geologi, pertanian, pertahanan dan
keamanan, serta mitigasi bencana alam.
Dalam perjalanan dan perjuangan mengemban amanat untuk melaksanakan Litbang
keantariksaan, LAPAN telah berkembang menjadi lembaga yang besar sesuai dengan
peran yang dipercayakan pemerintah. Organisasi LAPANyang pada awal
pendiriannyamerupakan organisasi yang simpel kini telah menjadi organisasi besar
setingkat LPNK.
Perjalanan perkembangan organisasi keantariksaan di atas dapat diketahui melalui arsip
atau dokumen yang dikelola oleh lembaga tersebut. Karena salah satu fungsi arsip
adalah sebagai sumber informasi dan bahan sejarah masa lampau. Arsip merupakan
bagian penting dari sejarah, karena fakta-fakta sejarah terangkai dalam arsip. Arsip
sebagai primary sources (sumber utama) menjadi bukti tertulis tentang masa lampau.
Rumusan Masalah
LAPAN, sebagai satu-satunya lembaga Litbang keantariksaan di Indonesia, pada
tanggal 27 Nopember 2015 genap berusia 52 tahun. Usia 52 tahun bukanlah usia yang
pendek. Dinamika perkembangan organisasi sudah pasti terjadi. Suatu hal yang
mustahil bila dalam kurun waktu 52 tahun organisasi tidak berkembang. Terlebih lagi
suatu lembaga pemerintah. Perkembangan organisasi LAPAN dalam kurun waktu
tersebut terekam dalam arsip sebagai sumber informasi, sejarah dan bukti
pertanggungjawaban.
Untuk mengetahui perkembangan organisasi LAPAN sejak berdiri hingga sekarang,
maka permasalahan dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “bagaimana
perkembangan organisasi Litbang keantariksaan sejak berdiri hingga
sekarang?”.
Untuk menjawab pertanyaan dalam permasalahan di atas, digunakan kajian literatur
dengan menganalisis dan mendeskripsikan arsip dan dokumen yang berkaitan dengan
judul kajian ini.
Tujuan
Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis perkembangan
organisasi LAPAN melalui arsip sebagai sumber utama. Dengan berkembangnya
organisasi kemudian dapat diketahui bagaimana perkembangan peran dan fungsi
LAPAN dalam melaksanakan litbang keantariksaan.
2. Kerangka Teori
Arsip
Menurut The Liang Gie (2000 : 20) arsip adalah kumpulan warkat yang disimpan secara
teratur, berencana dan mempunyai suatu kegunaan agar setiap kali diperlukan dapat
cepat ditemukan kembali. Sedangkan Undang Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang
Kearsipan serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan, menjelaskan bahwa yang
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
113
dimaksud dengan arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk
dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan,
perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam
pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa arsip adalah rekaman kegiatan
atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media yang dibuat dan diterima oleh lembaga
negara yang disimpan secara teratur, berencana dan mempunyai kegunaan dalam
pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Arsip Sebagai Sumber Penulisan Sejarah
Peran arsip sebagai sumber sejarah tidak diragukan. Kunci untuk memasuki wilayah
sejarah ialah sumber-sumber seperti legenda, folklor, prasasti, monumen hingga
dokumen-dokumen, surat kabar, dan surat-surat. Semua itu merupakan rekaman
aktivitas manusia. Segala sumber sejarah itu tidak akan sampai dari generasi satu ke
generasi berikutnya kalau tidak ada kesadaran pengelolaan sumber atau tidak ada
kesadaran arsip yang dimiliki. Oleh sebab itu keberadaan arsip sebagai salah satu
sumber sejarah sebenarnya sejak awal masa penciptaannya sudah bisa diproyeksikan
untuk berbagai kepentingan termasuk dalam rangka rekonstruksi sejarah.
Sementara itu Serdamayanti (2003 : 104) menjelaskan nilai guna arsip dapat
dibedakan atas :
1. Nilai guna primer adalah nilai arsip yang didasarkan pada kegunaan bagi
penciptaan arsip itu sendiri, meliputi :
a. Nilai guna administrasi, dapat diartikan sebagai kebijaksanaan dan
prosedur yang mensyaratkan untuk menyelenggarakan kegiatan-
kegiatan yang berlaku pada suatu organisasi;
b. Nilai guna keuangan, apabila arsip tersebut berisikan segala sesuatu
transaksi dan pertanggungjawaban keuangan;
c. Nilai guna hukum, mengandung pengertian bahwa arsip tersebut
memberikan informasi-informasi yang dapat dipergunakan
sebagai bahan pembuktian dibidang hukum;
d. Nilai guna ilmiah dan teknologi, arsip yang mengandung data ilmiah
dan teknologi sebagai hasil dari penelitian terapan.
2. Nilai guna sekunder adalah nilai arsip yang didasarkan pada kegunaan bagi
kepentingan lembaga pencipta atau kepentingan umum diluar pencipta arsip
dan berguna sebagai bahan bukti dan pertanggungjawaban, meliputi :
a. Nilai guna kebuktian, arsip yang mengandung fakta dan keterangan
yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang bagaimana suatu
instansi diciptakan, dikembangkan, diatasi, fungsi, dan tugasnya serta
hasil atau akibat dari tugas kegiatannya itu;
b. Nilai guna informasional, arsip yang bernilai guna informasional
adalah arsip yang mengandung berbagai kepentingan bagi penelitian
dan sejarah.
Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa arsip dan dokumen mempunyai
peran penting dalam penulisan sejarah masa lalu yang dapat pula dijadikan sumber
informasi untuk mendeskripsikan perkembangan suatu organisasi.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
114
Organisasi
Drs. Malayu S.P.Hasibuan (2010) mengatakan organisasi ialah suatu sistem
perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja
sama dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi merupakan alat dan wadah.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Mr. Prajudi Atmosudirdjo (1990), organisasi adalah
struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang
pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai
tujuan tertentu.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah sebagai sebuah
sistem yang terdiri dari sekelompok orang yang terstruktur dalam rangka mewujudkan
tujuan tertentu. Merujuk pada definisi arsip, dimana arsip merupakan rekaman kegiatan
atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media yang dibuat dan diterima oleh lembaga
negara, maka arsip tercipta dari kegiatan sekelompok orang yang bekerja sama dalam
mencapai tujuan. Kaitannya dengan tulisan ini maka arsip-arsip yang tercipta dari
kegiatan LAPAN yang terkait dengan judul kajian ini digunakan sebagai sumber
rujukan.
LAPAN
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2015,Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri yang membidangi
urusan riset dan teknologi. Tugas LAPAN adalahmelaksanakan tugas pemerintahan di
bidang penelitian dan pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya serta
penyelenggaraan keantariksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dalam mengemban tugas di atas LAPAN menyelenggarakan fungsi-fungsi :
1. penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian dan pengembangan sains
antariksa dan atmosfer, teknologi penerbangan dan antariksa, dan
penginderaan jauh serta pemanfaatannya;
2. pelaksanaan penelitian dan pengembangan sains antariksa dan atmosfer,
teknologi penerbangan dan antariksa, dan penginderaan jauh serta
pemanfaatannya;
3. penyelenggaraan keantariksaan;
4. pengoordinasian kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LAPAN;
5. pelaksanaan pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh
unit organisasi di lingkungan LAPAN;
6. pelaksanaan kajian kebijakan strategis penerbangan dan antariksa;
7. pelaksanaan penjalaran teknologi penerbangan dan antariksa;
8. pelaksanaan pengelolaan standardisasi dan sistem informasi penerbangan dan
antariksa;
9. pengawasan atas pelaksanaan tugas LAPAN; dan
10. penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang penelitian dan
pengembangan sains antariksa dan atmosfer, teknologi penerbangan dan
antariksa, dan penginderaan jauh serta pemanfaatannya.
Kompetensi utama LAPAN adalah Litbang dan pemanfaatan sains antariksa dan
atmosfer, penginderaan jauh, teknologi penerbangan dan antariksa, dan kajian
kebijakan penerbangan dan antariksa.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
115
Lingkup Kajian
Seperti telah disinggung di atas bahwa satu-satunya institusi yang melaksanakan tugas
Litbang keantariksaan di Indonesia adalah LAPAN. Oleh karenanya lingkup kajian ini
dibatasi hanya mendeskripsikan perkembangan organisasi LAPAN sejak berdiri sampai
sekarang.
3. Metodologi Kajian
Kajian ini menggunakan metode penelitian sejarah dibantu dengan metode deskriptif
dan studi pustaka. Metode penelitian sejarah adalah metode atau cara yang digunakan
untuk melakukan penelitian peristiwa sejarah dan permasalahannya (Sugeng Priyadi,
2012). Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap obyektif untuk menghasilkan
sejarah yang benar. Metode deskriptif menurut Hamid Darmadi (2013 : 186) adalah
"merupakan metode yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan objek
sesuai dengan apa adanya". Sedangkan studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka untuk memperoleh data
penelitian (Mestika Zed : 2008).
Ketersediaan data dan informasi dari literatur atau kepustakaan berupa Undang
Undang, Keputusan Presiden, Peraturan Presiden, Keputusan Kepala LAPAN,
Peraturan Kepala LAPAN, dan dokumen lainnya digunakan untuk menganalisis,
mendeskripsikan dan menginterpretasikan kajian ini.
4. Pembahasan dan Analisis
Awal Berdirinya LAPAN
Era tahun 1960-an merupakan era dimulainya perhatian Indonesia terhadap
pengembangan teknologi kedirgantaraan. Hal tersebut ditandai dengan kunjungan
Presiden Soekarno ke Kremlin, Moscow, Uni Soviet pada Juni 1961 dalam rangka
menjajaki kerja sama di bidang keantariksaan.
Sementara itu, di dalam negeri Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sejak
tahun 1960 juga sudah dilengkapi dengan Roket SA-75. Departemen Angkatan Udara
R.I. (AURI) telah memiliki satuan Skadron Rudal. Departemen Angkatan Laut R.I.
(ALRI) telah memiliki Sekolah Roket dan Peluru Kendali ALRI dan telah mendesain
tiga buah roket untuk pertahanan.
Di kalangan akademisi, Perkumpulan Roket Mahasiswa Indonesia (PRMI) Universitas
Gadjah Mada (UGM) pada 24 Agustus 1963 sukses meluncurkan empat roket
bertingkat diberinama Gama-1, Gama-2, Gama-3 dan Gama-4 dari Pantai Sanden,
Bantul, Yogyakarta. Kesuksesan tersebut disaksikan oleh Rektor UGM kala itu Prof.
Herman Johannes, Menpangau (Menteri Panglima Angkatan Udara) Omar Dhani,
Menteri Riset Prof. Dr. Soedjono Djuned Poesponegoro, dan para mahasiswa yang
tergabung dalam PRMI.
Berdasarkan pertimbangan pentingnya pengembangan teknologi antariksa, baik di
dalam maupun di luar negeri, yang dapat mempengaruhi keselamatan dan kesejahteraan
bangsa dan negara serta keinginan untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman,
maka Presiden Soekarno secara resmi mendirikan Lembaga Penerbangan dan Angkasa
Luar Nasional (LAPAN) pada tanggal 27 Nopember 1963, melalui Keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 236 Tahun 1963. Tanggal 27 Nopember kini ditetapkan sebagai hari
jadi LAPAN.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
116
Gambar 1 : Arsip tentang Pembentukan LAPAN berupa Keputusan Presiden Nomor
236 Tahun 1963 tentang Lembaga Penerbangan dan Angka Luar Nasional (LAPAN)
Perkembangan Organisasi LAPAN
LAPAN yang pada awal berdirinya bernama Lembaga Penerbangan dan Angka Luar
Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 236 Tahun 1963, lima tahun kemudian
yaitu pada tahun 1968 berubah nomenklaturnya menjadi Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional. Perubahan istilah tersebut tertuang dalam Keputusan Dewan
Penerbangan dan Angkasaluar Nasional Republik Indonesia (Depanri) Nomor 5/1968.
Perubahan tersebut bukan hanya sebatas pada nomenklatur, namun semua istilah
“Angkasa Luar” diubah menjadi “Antariksa”.
Pada awal berdirinya LAPAN mempunyai tugas yang amat luas, yaitu tidak hanya
sebagai lembaga nasional yang melaksanakan litbang penerbangan dan angkasa luar
tetapi juga melakukan pembinaan kekuatan udara dan angkasa luar nasional.Oleh
karenanya dapat dimaklumi, dengan melakukan pembinaan udara nasional, maka
LAPAN pada waktu itu meskipun merupakan instansi sipil tetapi banyak diisi oleh
personil-personil TNI khususnya Angkatan Udara. Tercatat 6 perwira tinggi berpangkat
Marsekal Muda dan Marsekal Madya telah menjadi Ketua LAPAN sejak LAPAN
berdiri pada tahun 1963 sampai dengan 1991.
Dari arsip dapat diketahui bahwa meskipun tugasnya amat luas, namun pada awal
berdirinya stuktur organisasinya masih sederhana atau simpel. Pada Keppres
pendiriannya hanya dijelaskan bahwa LAPAN dipimpin oleh Direktur Jenderal (Dirjen)
dan dibantu oleh 4 Wakil Dirjen. Kemudian pada tahun 1968 diubah menjadi
LAPANdipimpin oleh Ketua yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh sebuah
Badan Pertimbangan yang terdiri dari Panitia Astronautika dan Depanri.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
117
Gambar 2 : Struktur Organisasi LAPAN Pada Awal Berdirinya, sesuai dengan
Keputusan Presiden Nomor 236 Tahun 1963 tentang Lembaga Penerbangan dan
Angkasa Luar Nasional (LAPAN)
Pada tahun 1974 melalui Keppres Nomor 18 Tahun 1974, organisasi LAPANmulai
berkembang.Sejak saat itu kedudukan LAPANsecara tegas disebutkan sebagai
Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), sebutan tersebut sekarang menjadi
Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK).Pada era ini struktur organisasi
LAPANterdiri dari : a). Ketua; b). Wakil Ketua; c). Sekretariat; d). Pusat Pemanfaatan
Antariksa (Pusfatsa); e). Pusat Teknologi Dirgantara (Pustekgan); f). Pusat Riset
Dirgantara (Pusrigan); dan g). Pusat Studi Dirgantara (Pusdigan). Jumlah eselonisasi
terdiri atas eselon I = 2, eselon II = 5, eselon III = 22, dan eselon IV = 30.
Bila dilihat dari tugas masing-masing kepusatan maka LAPAN pada era ini difokuskan
untuk melaksanakan pemanfaatan antariksa untuk mendukung pembangunan nasional.
Karena dari empat unit teknis eselon II tiga diantaranya tertulis jelas sebagai pendukung
salah satu unit, yaitu Pustekgan, Pusrigan, dan Pusdigan sebagai penunjang kegiatan-
kegiatan pemanfaatan antariksa.
Kurang lebih pada usianya yang ke 25 tahun, tepatnya pada tahun 1988, melalui
Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1988 organisasi LAPAN berkembang lagi secara
signifikan. Indikator yang paling nampak adalah jumlah eselonisasi meningkat menjadi
dua kali lipat dari organisasi sebelumnya. Sehingga menjadi eselon I (Ketua dan
Deputi) = 4, eselon II (Pusat dan Biro) = 10, eselon III (Bidang, Bagian, dan Stasiun) =
41, dan eselon IV (Seksi, Unit, Stasiun, dan Sub Bagian) = 68.Susunan organisasi
LAPAN terdiri dari : a). Ketua; b). Sekretariat; c). Deputi Bidang Penginderaan Jauh;
d). Deputi Bidang Pengembangan Teknologi Dirgantara; dan e). Deputi Bidang
Penelitian Media Dirgantara dan Pembinaan Sarana Ilmiah. Pertimbangan
pengembangan organisasi LAPAN pada masa ini dimaksudkan untuk menjawab
tantangan dan peluang ilmu pengetahuan dan teknologi dirgantara serta penerapannya
dalam berbagai bidang kebutuhan dan kepentingan umat manusia, yang dapat
dimanfaatkan untuk kemakmuran bangsa dan negara Indonesia.
Dalam bidang penginderaan jauh, LAPAN diserahi tugas untuk menjadi bank data
penginderaan jauh nasional. Bidang teknologi dirgantara difokuskan pada Litbang roket
dan satelit. Indonesia bercita-cita mempunyai satelit yang dibuat oleh bangsa sendiri
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
118
serta diluncurkan oleh roket buatan sendiri juga. Oleh karenanya Litbang roket
diarahkan sebagai Roket Pengorbit Satelit (RPS). Selain kegiatan tersebut organisasi
pada era ini juga melaksanakan Litbang atmosfer, ionosfer, dan matahari.
Pada tahun 1994 melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1994, LAPAN
mendapat limpahan tugas dari Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional
(DEPANRI). DEPANRI yang semula merupakan lembaga tersendiri di luar LAPAN,
sejak saat itu tugas pokok dan fungsinya diintegrasikan ke LAPAN. Sehingga segala
sesuatu yang menyangkut aset dan pegawai DEPANRI diintegrasikan ke LAPAN.
Tahun 1994 juga terjadi peningkatan eselonisasi Sekretariat. Organisasi Sekretariat
yang semula setingkat eselon II ditingkatkan menjadi eselon I sehingga menjadi Deputi
Bidang Administrasi yang selanjutnya pada tahun 1998 melalui Keputusan Presiden
Nomor 136 Tahun 1998 sebutan Deputi Bidang Administrasi diubah menjadi
Sekretariat Utama sampai saat ini. Peningkatan kesekretariatan diperlukan untuk
mendukung fungsi-fungsi teknis yang telah berkembang lebih dulu. Pada tahun 1998
juga terjadi peningkatan eselonisasi dari fungsi pengawasan internal yang semula
dilaksanakan unit kerja setingkat eselon IV ditingkatkan menjadi Inspektorat setingkat
eselon II. Peningkatan fungsi pengawasan internal tersebut merupakan komitmen
pemerintah untuk melakukan pengawasan pelaksanakan kegiatan di lingkungan
LAPAN.
Perkembangan yang paling akhir dari organisasi LAPAN adalah dengan
dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2015. Perpres tersebut merupakan
pelaksanaan dari Undang Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, yang
memberikan peran yang lebih besar kepada LAPAN sebagai satu-satunya lembaga
yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang penelitian dan pengembangan
kedirgantaraan dan pemanfaatannya serta penyelenggaraan keantariksaan. Organisasi
LAPAN yang terakhir ini terdapat peningkatan peran untuk melakukan pengkajian
kebijakan penerbangan dan antariksaserta teknologi informasi dan standarisasi
penerbangan dan antariksa. Bila dibandingkan dengan organisasi sebelumnya jumlah
eselonisasinya menurun sehingga organisasinya lebih ramping. Namun fungsinya
diperbesar. Miskin struktur kaya fungsi. Organisasi ini menempatkan jabatan struktural
dan fungsional sama petingnya. Hal ini merupakan salah satu buah dari program
Reformasi Birokrasi (RB) dilaksanakan oleh LAPAN.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
119
Gambar 3 : Struktur Organisasi LAPANsaat ini sesuai dengan Peraturan Presiden
Nomor 49 Tahun 2015
Kompetensi LAPAN
Untuk melaksanakan tugas yang diamanatkan pemerintah sebagai lembaga penelitian
dan pengembangan di bidang penerbangan dan antariksa, LAPAN telah menetapkan
visi “Terwujudnya Kemandirian dalam Iptek Penerbangan dan Antariksa untuk
Meningkatkan Kehidupan Bangsa”. Untuk mewujudkan visi tersebut, misi yang
ditetapkan meliputilima hal, yaitu : 1. Memperkuat dan melaksanakan pembinaan,
penguasaan dan pemanfaatan teknologi roket, satelit dan penerbangan; 2. Memperkuat
dan melaksanakan pembinaan, penguasaan dan pemanfaatan teknologi dan data
penginderaan jauh; 3. Memperkuat dan melaksanakan pembinaan, penguasaan dan
pemanfaatan sains antariksa dan atmosfer; 4. Mengembangkan kajian kebijakan
penerbangan dan antariksa nasional; dan 5. Mengembangkan sistem manajemen
kelembagaan.
Dalam perjalanan usia LAPAN seiring dengan perkembangan organisasi terakhir,
LAPAN memiliki empat kompetensi dalam pelaksanaan tugas. Menurut Kepala
LAPAN, Prof. Dr. Thomas Djamaluddin
(http://LAPAN.go.id/index.php/subblog/read/2015/1231/Kerja-Sama-Penting-untuk-
Realisasikan-Kompetensi/931 : 18 Februari 2015), empat kompetensi tersebut adalah :
sains antariksa dan atmosfer, penginderaan jauh, teknologi penerbangan dan
antariksa,serta kajian kebijakan penerbangan dan antariksa.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
120
a. Sains Antariksa dan Atmosfer
Kompetensi sains antariksa dilaksanakan dengan melakukan kegiatan pengamatan
cuaca antariksa yang meliputi pengamatan aktivitas matahari, kondisi lapisan ionosfer,
kondisi magnet bumi, dan pemantauan benda jatuh antariksa.
Sedangkan kompetensi sains atmosfer yang dilaksanakan oleh LAPAN adalah dengan
meningkatkan kinerja sistem informasi berbasis satelit dengan memantau Satellite
Early Warning System (Sadewa). Sadewa merupakan sistem informasi peringatan dini
bencana yang dikembangkan berbasis teknologi satelit. Perangkat ini dapat mendeteksi
satu jam sebelum bencana terjadi. Saat cuaca ekstrim alat ini akan memberikan laporan
terkait kemungkinan terjadinya bencana banjir dan tanah longsor.
Gambar 4 : Arsip foto gerhana matahari dan brosur tentang gerhana matahari, salah satu
Litbang LAPAN
Penginderaan Jauh
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
121
Penelitian dan pengembangan penginderaan jauh bertujuan untuk mendukung
implementasi Undang Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. UU
tersebut mengamanatkan pada LAPANuntuk menyediakan data penginderaan jauh
berlisensi Pemerintah Indonesiabagi seluruh Kementerian/Lembaga, TNI, POLRI, dan
Pemerintah Daerah. Selain itu LAPAN juga dipercaya sebagai Bank Data Penginderaan
Jauh Nasional (BDPJN).
Untuk memberikan layanan informasi geospasial pemanfaatan penginderaan jauh
(Geofatja) yang dapat diakses dan digunakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat
umum, LAPAN juga membangun Sistem Pemantauan Bumi Nasional (SPBN).
Gambar 5 : Arsip citra penginderaan jauh LAPAN pada tanggap darurat bencana erupsi
Gunung Soputan
Teknologi Penerbangan dan Antariksa
Kompetensi di bidang teknologi pernerbangan dan antariksa melakukan litbang
teknologi roket, teknologi satelit, dan teknologi pernerbangan. Litbang dan rancang
bangun peroketan diarahkan untuk mewujudkan keinginan besar sebagai Roket
Pengorbit Satelit (RPS). RPS tersebut sebagai wahana antariksa yang mampu
membawa dan menempatkan satelit di orbit. Oleh karenanya litbang peroketan
diarahkan untuk terus meningkatkan kemampuan daya jangkau roket.
Litbang teknologi satelit diarahkan untuk membangun kemandirian nasional dalam
teknologi satelit. LAPAN telah berhasil merancang bangun satelit bekerjasama dengan
Technical University of Berlin (TU Berlin) yang diberi nama satelit LAPAN-TUBSat.
Satelit tersebut telah berada di orbit sejak 10 Januari 2007 diluncurkan dengan roket
milik India dari Pusat Antariksa Satish Dhawan, India. LAPAN-TUBSat merupakan
satelit surveillance yang digunakan untuk melakukan pemantauan langsung situasi
bumi seperti kebakaran hutan, gunung berapi, banjir, dll.Kemudian pada 3 September
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
122
2015 satelit LAPAN A-2, yang merupakan satelit karya anak bangsa, diluncurkan
dengan roket milik India dari tempat yang sama pada peluncuran satelit LAPAN-
TUBSat. Satelit LAPAN A-2 mengemban fungsi untuk melakukan pelacakan
pergerakan kapal dan peralatan radio amatir.
Litbang teknologi penerbangan merupakan litbang yang baru dimulai lagi sekitar tahun
2010 setelah sempat berhenti karena kebijakan pemerintah. Kompetensi teknologi
penerbangan diarahkan untuk melakukan litbang pesawat tanpa awak dan pesawat
berawak.
Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa
Kompetensi kajian kebijakan penerbangan dan antariksa melakukan kajian yang terkait
dengan aspek teknis dan sosio-ekonomi untuk pengembangan dan pendayagunaan
iptek, isu strategis dan aktual, aspek Poleksosbudhankam, aspek yuridis, serta aspek
teknologi informasi dan komunikasi bidang kedirgantaraan.
Prestasi terakhir kompetensi ini adalah dengan disahkannya Undang Undang Nomor 21
Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Berdasarkan arsip Laporan Tahunan 2013
diketahui tidak mudah dan harus melalui proses panjang untuk menjadikan Indonesia
memiliki regulasi yang menjamin kegiatan keantariksaan nasional dan bermanfaat bagi
kesejahteraan masyarakat. Untuk melahirkan UU Keantariksaan butuh waktu 11 tahun
hingga akhirnya pada 9 Juli 2013 DPR menyatakan setuju mengesahkan RUU menjadi
UU.
Dengan adanya UU Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, LAPAN bisa
mengakomodir semua program dan kegiatan keantariksaan. UU ini mengatur secara
detail semua kegiatan di bidang sains keantariksaan, penginderaan jauh, penguasaan
teknologi antariksa, peluncuran roket, pembuaatan satelit, hingga komersialisasi
keantariksaan.
Gambar 4 : Undang Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, merupakan
payung hukum yang memperkuat kedudukan, peran, dan fungsi LAPAN
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
123
5. Kesimpulan
Untuk mengetahui perkembangan organisasi berarti kita harus melihat ke belakang, ke
masa lampau, perubahan apa saja sudah pernah terjadi. Peristiwa di masa lampau dapat
diketahui melalui arsip sebagai sumber tertulis berdasarkan fakta-fakta informasi yang
terkandung di dalamnya. Dengan adanya arsip kita dapat merekonstruksi peristiwa-
peristiwa yang telah terjadi.
Perkembangan organisasi LAPAN dipengaruhi oleh perkembangan peran yang
dilaksanakan. Empat kompetensi LAPAN menunjukkan peran strategis sebagai
lembaga Litbang keantariksaan.
Daftar Acuan
Buku-buku
Djamaluddin, Thomas, Kerja Sama Penting untuk Realisasikan Kompetensi. Diakses
pada tanggal 1 April 2015.
http://LAPAN.go.id/index.php/subblog/read/2015/1231/Kerja-Sama-Penting-
untuk-Realisasikan-Kompetensi/931.
Fungsi Arsip Dalam Sejarah. Diakses pada tanggal 9 April 2015.
https://sejahar.wordpress.com/2012/11/08/fungsi-arsip-dalam-sejarah/.
Hamid, Darmadi (2013). Dimensi-Dimensi Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial :
Konsep Dasar dan Implementasi (Cetakan Kesatu). Bandung : Alfa Beta.
Hasibuan, Malayu S.P (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2013). 50 Tahun LAPAN Berkarya
Untuk Bangsa. Jakarta : Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat LAPAN.
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2014). Laporan Tahunan 2013. Jakarta
: Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat LAPAN.
Mestika Zed (2008). Metode Penelitian Kepustakaan (Edisi Kedua). Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia.
Prajudi Atmosudirdjo (1990). Dasar Dasar Administrasi Negara. Jakarta : Ghalia
Indonesia.
Priyadi, Sugeng (2012). Metodologi Penelitian Pendidikan Sejarah. Ombak.
Sedarnayanti (2003). Tata Kearsipan Memanfaatkan Teknologi Modern (Cetakan III).
Bandung : Mandar Maju.
The Liang Gie (2000). Administrasi Perkantoran. Yogyakarta : Yogyakarta Liberty.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang Undang 43
Tahun 2009 tentang Kearsipan.
Keputusan Presiden Nomor 236 Tahun 1963 tentang Lembaga Penerbangan dan
Angkasaluar Nasional.
Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1974 tentang Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional.
Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1988 tentang Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional.
Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Keputusan
Presiden Nomor 33 Tahun 1988 tentang Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
124
Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1998 tentang Pokok-Pokok Organisasi
Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan
Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Kementerian.
Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2015 tentang Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional.
Keputusan Dewan Penerbangan dan Angkasaluar Nasional Republik Indonesia
(Depanri) Nomor 5/1968 tentang Perubahan Istilah dan Struktur Organisasi
LAPAN.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
125
REPRESENTASI FUNGSI PERPUSTAKAAN UMUM DALAM
NOVEL LIBRI DI LUCA KARYA MIKKEL BIRKEGAARD
Surya Rangga
Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok,
16425, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas mengenai representasi perpustakaan umum dan fungsi perpustakaan umum yang
terdapat dalam novel Libri di Luca. Novel tersebut adalah novel yang diterbitkan oleh PT Serambi Ilmu
Semesta yang diterjemahkan oleh Tiina Nunnally dari edisi asli berbahasa Denmark. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode semiotik Roland Barthes. Analisis sintagmatik
menunjukkan hubungan antar cerita secara kronologis dan juga secara logis, sedangkan analisis paradigmatik
menunjukkan bagaimana hubungan antara sifat para tokoh dengan cara mereka dalam memilih tempat atau
latar terjadinya suatu peristiwa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa novel Libri di Luca
merepresentasikan fungsi perpustakaan umum dalam tiga tempat, yaitu perpustakaan umum Osterbro,
Krystalgade, dan Bibliotheca Alexandrina. Ketiga perpustakaan tersebut merepresentasikan perpustakaan
umum yang memiliki fungsi rekreasi, informasi dan tempat pertemuan.
REPRESENTATION OF THE FUNCTION OF PUBLIC LIBRARIES IN THE
NOVEL LIBRI DI LUCA BY MIKKEL BIRKEGAARD
Abstract This thesis discusses the representation of a public library and it’s function found in the novel Libri di Luca.
Libri di Luca is published by PT Serambi Ilmu Semesta and translated by Tiina Nunnally from Denmark to
Indonesian. This research uses qualitative approach with Roland Barthes’s semiotic research method. The
syntagmatic analysis showed the relationship between story in chronology and logically, whereas the
paradigmatic analysis showed how the relationship between the characteristics of the characters and how
they choose the place where some act happens. The result of this research indicates that Libri di Luca
represent the function of public library in three places, which is Osterbro, Krystalgade, and Bibliotheca
Alexandrina public library. The three public library represent public library having recreation, information
and meeting places function.
Keywords : representation; public library function; novel
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
126
Pendahuluan
Sebagai lembaga yang melayani masyarakat luas, perpustakaan umum memiliki
berbagai fungsi yang dijalankan untuk memaksimalkan penggunaan perpustakaan umum
oleh masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut dapat dilihat melalui makna-makna yang
direpresentasikan ke dalam teks atau adegan yang sesuai dalam suatu literatur. Salah satu
bentuk literatur yang dapat merepresentasikan fungsi perpustakaan yaitu novel. Novel
adalah sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh-tokoh dan
perilakunya merupakan cerminan kehidupan nyata di masa sekarang maupun di masa
lampau, dan yang digambarkan dalam satu plot yang cukup kompleks (Hawtorn, 1985: 1).
Representasi fungsi perpustakaan umum dalam novel perlu untuk diteliti agar dapat
memahami hal yang digambarkan sebagai perwakilan dari keadaan yang sebenarnya dan
juga mengawasi penggambaran agar tidak menyimpang terlalu jauh. Penelitian dalam
bidang representasi dalam novel ini juga penting untuk dilakukan karena penelitian ini
merupakan sumbangan karya intelektual yang dapat memperkaya khazanah ilmu
pengetahuan dan penelitian di Indonesia.
Penelitian lain yang juga memiliki tema yang sama dengan penelitian ini yaitu
representasi dalam novel telah dilakukan sebelumnya oleh Mira Azzasyofia dengan judul
Representasi Perpustakaan dan Pustakawan Dalam Film The Librarian: Quest For the
Spear. Hasil dari penelitian ini adalah film The Librarian merepresentasikan perpustakaan
sebagai tempat menyimpan koleksi buku dan benda berharga serta pustakawan memiliki
wawasan luas serta memiliki kemampuan meneliti yang baik. Masalah yang diangkat
dalam penelitian ini adalah bagaimana representasi perpustakaan umum dan fungsinya
dalam novel Libri di Luca. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan representasi perpustakaan umum dan fungsinya dalam novel Libri di
Luca.
Tinjauan Literatur
IFLA/UNESCO dalam Public Library Manifesto 1994 mengatakan bahwa
perpustakaan umum merupakan gerbang pengetahuan untuk daerahnya, sebagai tempat
yang menyediakan kondisi mendasar untuk pembelajaran seumur hidup, pengambilan
keputusan individu, dan pengembangan kebudayaan secara individu maupun dalam
kelompok sosial. Menurut Sulistyo (1991), seluruh perpustakaan menjalankan lima fungsi,
yaitu sebagai sarana simpan karya manusia, fungsi informasi, fungsi rekreasi, fungsi
pendidikan, dan fungsi kultural. Selain fungsi yang disebutkan oleh Sulistyo, Aabø et al.
(2010) menyebutkan bahwa perpustakaan umum yang mereka teliti berfungsi sebagai
tempat terjadinya berbagai pertemuan. Perpustakaan umum adalah tempat bertemu dan
berfungsi sebagai sebuah kotak, tempat orang-orang mempelajari sesuatu yang berbeda
dari diri mereka sendiri, tempat publik, dan tempat terjadinya aktivitas bersama,
metameetings, dan pertemuan virtual.
Perpustakaan umum cukup sering muncul dalam literatur berbentuk novel. Dalam
perkembangannya, definisi novel selalu berubah. Rees pada tahun 1973 mengatakan bahwa
novel adalah sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan
perilakunya merupakan cerminan kehidupan nyata, dan yang digambarkan dalam suatu
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
127
plot yang cukup kompleks (Rees, 1973:106). Eric Reader pada tahun 1987 mengatakan
bahwa novel adalah cerita fiksi dalam bentuk prosa dengan panjang kurang lebih satu
volume yang menggambarkan tokoh-tokoh dan perilaku yang merupakan cerminan
kehidupan nyata dalam plot yang berkesinambungan (Eric Reader, 1987:6).
Dari perkembangan definisi novel di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi novel
adalah suatu karya fiksi, yaitu karya dalam bentuk kisah atau cerita yang melukiskan tokoh-
tokoh dan peristiwa-peristiwa rekaan. Sebuah novel bisa saja memuat tokoh-tokoh dan
peristiwa-peristiwa nyata, tetapi pemuatan tersebut biasanya hanya berfungsi sebagai
bumbu belaka dan mereka dimasukkan dalam rangkaian cerita yang bersifat rekaan atau
dengan detail rekaan.
Representasi dalam novel dapat menggambarkan tokoh-tokoh dan peristiwa-
peristiwa nyata yang sudah terjadi maupun yang mungkin akan terjadi setelah sebuah novel
diterbitkan. Representasi diartikan sebagai sesuatu yang merujuk pada proses yang
dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra atau
kombinasinya (Fiske, 2011:282). Kata-kata, bunyi, citra atau kombinasinya merupakan
sesuatu yang dapat disebut sebagai tanda. Menurut Peirce (1839-1914), penalaran
dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan
orang lain, dan memberi makna pada apa saja yang ditampilkan alam semesta. Dari
penjabaran yang diberikan oleh Peirce, didapatlah definisi dari tanda (dikutip dari Zaimar,
2014), yaitu sesuatu yang mewakili seseorang atau sesuatu yang lain, dalam hal-hal dan
kapasitas tertentu.
Ilmu yang membahas tentang tanda disebut semiotik. Semiotik menurut Fiske
(2011) adalah ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna dibangun dalam “teks” media.
Dalam penelitian semiotik, teori Barthes tentang mitos sangat penting karena dapat
menjembatani teori dan penelitian berbagai macam teks. Mitos adalah suatu nilai yang
tidak memerlukan kebenaran sebagai sanksinya (Zaimar, 2014).
Barthes mengemukakan teori sinyifikasi agar mitos dapat lebih dipahami. Dalam
teori sinyifikasi, Barthes melakukan perluasan makna dengan adanya pemaknaan dalam
dua tahap. Tanda (penanda dan petanda) pada tahap pertama menyatu, sehingga dapat
membentuk penanda pada tahap kedua, kemudian pada tahap berikutnya penanda dan
petanda yang telah menyatu ini dapat membentuk petanda baru yang merupakan perluasan
makna. Setelah penanda dan petanda ini menyatu, maka timbul pemaknaan tahap kedua
yang berupa perluasan makna. Makna tahap kedua disebut konotasi, sedangkan makna
tahap pertama disebut denotasi (Zaimar, 2014).
Barthes mengatakan kalau mitos tidak selalu bersifat verbal, melainkan dalam
berbagai bentuk lain atau campuran antara bentuk verbal dan nonverbal. Dari teori yang
dikemukakan oleh Barthes, maka novel adalah salah satu bentuk mitos yang juga dapat
diteliti dengan menggunakan semiotik. Dalam novel, ada berbagai macam hal yang dapat
dikategorikan sebagai tanda yang digunakan untuk menyampaikan suatu pesan. Hal-hal
yang dapat dikategorikan sebagai tanda dalam novel dapat dilihat dari tokoh, perilaku, dan
alur.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
menekankan pentingnya meletakkan makna tentang sesuatu di dalam konteks ketika
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
128
sesuatu itu diteliti. Penelitian terhadap sebuah aktivitas atau tindakan tertentu, misalnya
tindakan membaca buku, harus dipahami sebagai tindakan yang bermakna sesuai konteks
pada saat dan di mana tindakan membaca itu dilakukan. Penelitian kualitatif bermaksud
memahami konteks, dan bukan sekadar menggambarkannya (Pendit, 2003 : 262).
Penelitian ini akan menggunakan metode semiotik dengan metode analisis yang
dikemukakan oleh Roland Barthes bahwa setiap karya naratif memiliki hubungan
sintagmatik dan hubungan paradigmatik (Zaimar, 2014). Sebagai karya naratif, novel dapat
diteliti dengan menggunakan metode semiotik untuk melihat representasi dari fungsi
perpustakaan umum dalam novel Libri di Luca dengan melihat hubungan sintagmatik dan
paradigmatik dari jalan cerita dan unsur-unsur pokok maupun pendukung yang muncul
dalam novel.
Analisis dan Interpretasi Data
a. Analisis Sintagmatik dan Paradigmatik
1. Analisis Sintagmatik
1.1 Analisis Pengaluran
Analisis ini berisikan urutan peristiwa-peristiwa yang akan membentuk isi cerita
dan diberikan penomoran tunggal untuk mengurutkan cerita. Urutan tersebut disebut
dengan satuan isi cerita. Urutan satuan isi cerita ini secara keseluruhan berjumlah 729
sekuen yang membentuk kesatuan adegan dari novel. Satuan isi cerita yang berhubungan
dengan perpustakaan umum dan fungsi perpustakaan umum berjumlah 90 sekuen dan
terdiri atas sekuen 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 159, 161, 164, 165, 166, 167, 168,
169, 171, 172, 174, 178, 183, 516, 516.2, 536, 537, 538, 542, 543, 544, 545, 546, 549, 614,
615, 616, 617, 622, 623, 624, 625, 626, 627, 630, 631, 632, 633, 634, 635, 636, 637, 638,
639, 641, 648, 649, 651, 652, 669, 670, 671, 672, 673, 678, 679, 681, 683, 684, 689, 690,
691, 692, 694, 695, 696, 699, 700, 701, 702, 703, 705, 707, 708, 709, 711, 713, 714, 715,
716, 717, 721, dan 722.
Dari satuan isi cerita di atas, digambarkan Jon dan Katherina sebagai tokoh utama
dan perpustakaan umum di beberapa tempat sebagai tempat terjadinya kejadian-kejadian
penting. Jon memulai penyelidikan atas kematian Luca di perpustakaan Osterbro bersama
dengan kelompok pemancar pimpinan Kortmann. Katherina berperam penting sebagai
orang yang meminta bantuan Muhammad, mantan klien Jon sebagai pengacara, untuk
menemukan keberadaan Jon saat Jon diculik oleh organisasi bayangan pimpinan Remer.
Muhammad mendapatkan serangan dari organisasi bayangan di rumahnya sehingga
Muhammad melanjutkan penyelidikannya di perpustakaan Krystalgade sekaligus
menyampaikan hasil penyelidikannya kepada Katherina di perpustakaan. Setelah
Muhammad mengetahui lokasi Jon; Muhhamad, Katherina, dan seorang anggota kelompok
pemancar pergi ke perpustakaan Bibliotheca Alexandrina untuk menyelamatkan Jon. Di
perpustakaan Bibliotheca Alexandrina, Katherina dan Muhammad berhasil
menyelamatkan Jon dan kemudian Jon menggunakan kekuatannya untuk mengalahkan
organisasi bayangan.
1.2 Analisis Alur
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
129
Novel Libri di Luca secara keseluruhan memiliki alur maju, namun di beberapa
bagian terdapat alur kilas balik. Analisis alur dalam novel ini akan menggunakan fungsi
utama dalam penjabarannya. Fungsi utama merupakan gabungan dari beberapa satuan isi
cerita yang disusun secara kronologis untuk menunjukkan hubungan sebab akibat.
A. Urutan Fungsi Utama
1. Luca dan Tom menemukan tanda-tanda keberadaan organisasi bayangan dan membuat
rencana untuk memancing organisasi bayangan keluar dari persembunyiannya.
2. Rencana Tom dan Luca gagal, Marianne meninggal.
3. Luca merasa bersalah dan mengusir Jon keluar dari rumahnya untuk melindungi Jon.
Jon merasa marah dan memutus hubungan dengan Luca.
4. Pau, anggota dari organisasi bayangan berhasil menyusup ke Libri di Luca.
5. Luca terus menyelidiki organisasi bayangan dan mengikuti jejak organisasi bayangan
di Alexandria.
6. Luca mengirim surat kepada Tom yang berisikan kalau ia menemukan organisasi
bayangan di perpustakaan Bibliotheca Alexandrina, Alexandria.
7. Luca meninggal di Libri di Luca.
8. Jon mewarisi Libri di Luca dan mengetahui rahasia Lector dengan bukti dari Katherina.
9. Remer menawarkan pilihan kepada Jon untuk menjual Libri di Luca kepada temannya.
10. Libri di Luca diserang dan Iversen terluka hingga dilarikan ke rumah sakit.
11. Jon, Katherina, dan Pau pergi ke rumah Kortmann atas suruhan dari Iversen.
12. Kortmann menugaskan Jon untuk menyelidiki kematian Luca. Jon menyanggupinya
hanya jika ia bersama Katherina.
13. Jon dan Katherina mengikuti pertemuan untuk memperkenalkan anggota kelompok
pemancar kepada Jon di perpustakaan Osterbro.
14. Remer kembali menghubungi Jon mengenai masalah penjualan Libri di Luca. Jon
merasa kesal dengan kengototan Remer dan memutuskan untuk tidak menjual Libri di
Luca.
15. Jon datang ke pertemuan kelompok penerima di pusat penelitian dyslexia.
16. Clara mengatakan kalau tidak ada seorang pun penerima yang pernah keluar dari
perkumpulan pencinta buku dan kelompok penerima.
17. Jon dan Katherina menceritakan apa yang terjadi saat bertemu dengan kelompok
pemancar dan juga penerima kepada Iversen. Iversen membantah pernyataan Clara dan
menyebut nama Tom sebagai penerima yang keluar dari perkumpulan.
18. Jon dan Katherina mengunjungi Muhammad dan mendapatkan informasi tempat
tinggal Tom.
19. Jon dan Katherina mendatangi tempat tinggal Tom dan mendapatkan informasi tentang
hal yang menyebabkan sikap Luca terhadap Jon terkait organisasi bayangan.
20. Halbech memecat Jon karena Remer. Halbech mengatakan kalau Remer melakukan
pembacaan kepadanya dan Jon yakin kalau Remer adalah seorang pemancar dan
menggunakan kekuatannya untuk meyakinkan Halbech memecat Jon.
21. Jon menelepon Katherina dan meminta untuk mengaktifkan kekuatan lectornya.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
130
22. Katherina, Iversen, dan Pau terlibat dalam pengaktifan Jon di perpustakaan Libri di
Luca. Mereka melihat hal yang tidak biasa terjadi saat pengaktifan Jon. Jon
menghasilkan fenomena fisik saat ia membaca dengan menggunakan kekuatannya.
23. Iversen dan Katherina menghubungi Clara dan Kortmann untuk menanyakan hal yang
terjadi pada Jon saat pengaktifan. Clara dan Kortmann belum pernah mengetahui
adanya fenomena fisik yang terjadi saat pengaktifan seorang Lector.
24. Katherina menyampaikan informasi dari Tom kepada Kortmann dan Clara. Kortmann
terus membantah kebenaran cerita Tom.
25. Jon mengatakan kalau mereka dapat memulai penyelidikan organisasi bayangan dari
Remer.
26. Jon menyusup ke kantor kasus Remer bersama Katherina dan mengambil berbagai
macam informasi Remer.
27. Jon dan Iversen mempelajari informasi yang diambil Jon dari kantor kasus Remer dan
menemukan nama Kortmann di jajaran dewan direksi salah satu perusahaan Remer.
28. Jon, Katherina, dan Iversen menunjukkan dokumen dengan nama Kortmann kepada
Kortmann dan menuduh Kortmann memiliki hubungan dengan organisasi bayangan.
Kortmann marah dan mengusir Iversen, Katherina, dan Jon.
29. Katherina menceritakan apa yang terjadi di rumah Kortmann kepada kelompok
penerima sedangkan Iversen menghubungi anggota kelompok pemancar untuk
mengetahui siapa saja yang percaya dan bersedia membantu mereka melawan
organisasi bayangan.
30. Seluruh kelompok penerima percaya dan setuju untuk membantu Katherina, Jon, dan
Iversen dalam melawan organisasi bayangan. Iversen hanya mampu mendapatkan
empat orang dari kelompok pemancar. Pau tidak termasuk dalam keempat orang
tersebut.
31. Jon menelepon Remer dan mengajaknya bertemu di pub clean glass untuk
mendapatkan jejak organisasi bayangan.
32. Katherina dan Henning mengikuti mobil Remer sampai Remer berhenti di dalam
sekolah Demetrius.
33. Jon kembali ke Libri di Luca dan bertemu dengan Pau yang mengatakan kalau ia ingin
kembali bersama kelompok Libri di Luca. Jon percaya pada Pau dan mengizinkannya
kembali.
34. Katherina melihat supir Kortmann masuk ke sekolah Demetrius dan
memberitahukannya kepada Henning dan Jon. Henning marah dan menjalankan
mobilnya menuju rumah Kortmann.
35. Henning dan Katherina melihat Kortmann tergantung tak bernyawa di lift rumahnya
dan menyadari kalau Kortmann adalah korban yang dimanipulasi oleh supirnya.
36. Jon, Katherina, dan Pau melanjutkan penyelidikan organisasi bayangan menuju
sekolah Demetrius.
37. Pau berkhianat dan memukul Jon hingga pingsan di dalam sekolah Demetrius.
Katherina tertangkap dan diikat oleh Pau.
38. Remer menguji dan mengukur kekuatan Jon sebagai Lector, namun saat Jon melakukan
pembacaan karena diancam oleh Remer dengan Katherina, fenomena fisik terjadi dna
mengakibatkan ledakan.
39. Katherina berhasil keluar dan menghilang dari kejaran organisasi bayangan dari
sekolah Demetrius.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
131
40. Katherina mengendarai sepedanya menuju rumah Muhammad untuk meminta bantuan
mencari keberadaan Jon. Muhammad memberitahukan Katherina kalau Jon berada di
Mesir.
41. Katherina pergi ke Libri di Luca dan memberikan informasi keberadaan Jon kepada
Henning yang kemudian menyebarkannya ke semua anggota perkumpulan.
42. Tom datang ke Libri di Luca dengan membawa surat dari Luca yang memberikan
petunjuk keberadaan organisasi bayangan di Alexandria.
43. Iversen meminta Katherina untuk meminta bantuan Muhammad menyelidiki jumlah
musuh di Alexandria. Katherina menghubungi Muhammad, kemudian Muhammad
mengatakan kalau ia akan menghubungi Katherina saat ia sudah mendapatkan
informasi yang diinginkan Katherina.
44. Jon terbangun di Mesir dan Remer menyuruh Holt melakukan pembacaan kepada Jon
agar Jon mau bekerja sama dengan organisasi mereka.
45. Muhammad mendapatkan serangan saat ia berhasil membobol sistem keamanan
sekolah Demetrius di rumahnya, namun ia berhasil kabur dengan susah payah dan
terluka ringan.
46. Muhammad menghubungi Katherina dan menyuruh Katherina menemuinya di
perpustakaan Krystalgade.
47. Muhammad menceritakan apa yang ia temukan dan apa yang terjadi pada dirinya
kepada Katherina dan memaksa Katherina memberikan penjelasan atas apa yang
sedang terjadi di antara dirinya dan Jon. Muhammad ikut bersama Katherina ke
Alexandria.
48. Jon telah berpikir kalau ia telah ditipu oleh kelompok Libri di Luca dan merasa kalau
tempatnya yang sebenarnya adalah bersama dengan organisasi bayangan.
49. Katherina, Henning, dan Muhammad tiba di Alexandria. Katherina dan Muhammad
berjalan-jalan untuk mencari petunjuk keberadaan Jon sementara Henning berbaring di
hotel karena sakit.
50. Remer membawa Jon berjalan-jalan ke berbagai tempat dan ketika mereka sedang di
pasar, Jon bertemu dengan Katherina.
51. Jon meneriakkan keberadaan Katherina kepada Remer kemudian Holt dan Patrick
mengejar Katherina yang melarikan diri sementara Remer membawa Jon kembali ke
tempat tinggal mereka.
52. Katherina berhasil melarikan diri dari kejaran Holt dan Patrick dan bertemu dengan
Muhammad yang mengatakan kalau ia telah mengetahui tempat menginap anggota
sekolah Demetrius.
53. Katherina, Henning, dan Muhammad berhasil mendapatkan informasi tentang
pengaktifan ulang yang akan terjadi malam itu di Bibliotheca Aleaxandrina dari Pau.
54. Katherina telah masuk ke Bibliotheca Alexandrina dengan mengenakan jubah dan
kalung milik Pau.
55. Jon menyadari keberadaan Katherina saat ia sudah mulai melakukan pembacaan untuk
pengaktifan ulang para Lector peserta.
56. Katherina menggunakan kekuatannya dan memasukkan gambar dirinya bersama Jon
dalam bacaan Jon sehingga Jon tersadar bahwa ia telah dicuci otak oleh Holt.
57. Jon masuk ke dalam dunia cerita yang ia baca dan tidak lama kemudian ia melihat
Remer juga masuk ke dalam dunia itu.
58. Remer memberikan nama Patrick sebagai pembunuh Luca kepada Jon.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
132
59. Jon berhasil keluar dari dunia cerita.
60. Jon menggunakan buku pinokio yang dilemparkan Katherina kepadanya untuk
melakukan pembacaan hingga akhirnya mengalahkan seluruh anggota organisasi
bayangan yang telah diaktifkan ulang.
B. Bagan Fungsi Utama
1 2 3 5 6 19 24
7 8 9 10 11 12 13 15 16 17 18
14 20 21 22 23 25 26 27 28 29
46 45 43 42 41 40 39 38 37 36 35 34 32 31 30
47 44 4 33
49 48
54 53 52 51 50
55
56 57 58 59 60
Keterangan:
0-60 : Menunjukkan urutan terjadinya peristiwa secara kronologis. Peristiwa nomor 1
terjadi lebih dahulu dari peristiwa nomor 2 dan seterusnya.
: Menunjukkan hubungan logis (sebab-akibat).
C. Penjelasan Bagan Fungsi Utama
Unsur cerita adalah saat Luca dan tom berencana untuk memancing organisasi
bayangan keluar dari persembunyiannya, namun tidak berhasil dan mengakibatkan
kematian Marianne (Fungsi 1 dan 2). Luca tetap meneruskan penyelidikannya pada
organisasi bayangan hingga ke Aleksandria, namun karena tidak ingin orang yang
dicintainya dibunuh lagi, Luca mengusir Jon keluar dari Libri di Luca (Fungsi 3, 5, dan 6).
Luca dibunuh oleh organisasi bayangan karena terus menginvestigasi organisasi bayangan
(Fungsi 7). Jon mewarisi Libri di Luca dan mengetahui kekuatan Lector melalui Iversen
dan Katherina (Fungsi 8). Seorang klien yang sedang ditangani Jon di kantor hukumnya,
Remer ingin membeli Libri di Luca, namun Jon menolaknya (Fungsi 9). Libri di Luca
diserang oleh organisasi bayangan hingga mengakibatkan Iversen terluka (Fungsi 10).
Iversen meminta Katherina dan Jon menemui Kortmann (Fungsi 11).
Setelah berdiskusi dengan Kortmann, Jon mengemban tugas untuk menyelidiki
kematian Luca ditemani oleh Katherina dan dukungan dari kelompok pemancar dan
penerima (Fungsi 12, 13, dan 15). Saat Jon hendak mengikuti pertemuan dengan kelompok
penerima, Remer menghubunginya dan akhirnya Jon memutuskan untuk tidak menjual
Libri di Luca (Fungsi 14). Dari pertemuan dengan kelompok penerima, Jon mengetahui
bahwa tidak ada anggota penerima yang pernah keluar kelompok (Fungsi 16). Setelah Jon
dan Katherina menceritakan penemuan mereka, Iversen mengatakan bahwa Tom adalah
orang yang keluar dari perkumpulan pencinta buku (Fungsi 17). Dengan bantuan
Muhammad, Jon berhasil menemukan Tom (Fungsi 18).
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
133
Jon dan Katherina mengunjungi Tom dan mendapat informasi organisasi bayangan
(Fungsi 19). Jon kembali ke kantornya dan mengetahui bahwa Halbech telah dimanipulasi
Remer dan memecat Jon (Fungsi 20). Jon meminta Katherina, Iversen, dan Pau untuk
mengaktifkan kemampuan Lectornya (Fungsi 21 dan 22). Jon pingsan setelah pengaktifan
dan Iversen memanggil Kortmann dan Clara (Fungsi 23). Katherina menyampaikan
informasi dari Tom kepada mereka hingga Jon bangun dan mengusulkan penyelidikan
Remer (Fungsi 24 dan 25).
Jon dan Katherina menyusup ke kantor Halbech untuk mencari informasi Remer,
kemudian meneliti informasi tersebut. Jon menemukan nama Kortmann dalam jajaran
dewan direksi perusahaan milik Remer (Fungsi 26 dan 27). Jon, Iversen, dan Katherina
mendatangi dan menuduh Kortmann terlibat dalam organisasi bayangan. Kortmann
mengusir mereka (Fungsi 28). Katherina dan Iversen meminta bantuan untuk melawan
organisasi bayangan, namun kebanyakan kelompok pemancar menolak (Fungsi 29 dan 30).
Jon mengajak Remer bertemu dengan tujuan membuntuti Remer setelah ia pergi.
Henning dan Katherina berhasil membuntuti Remer hingga tiba di sekolah Demetrius
(Fungsi 31 dan 32). Setelah Jon bertemu dengan Remer, ia bertemu dengan Pau dan
mengizinkannya kembali ke Libri di Luca (Fungsi 33). Katherina dan Henning melihat
supir Kortmann masuk ke sekolah Demetrius, kemudian mereka pergi ke rumah Kortmann
dan menemukan mayat Kortmann (Fungsi 34 dan 35). Jon, Katherina, dan Pau menyusup
ke sekolah Demetrius, namun Pau yang merupakan anggota dari organisasi bayangan
menangkap Jon (Fungsi 4, 36, dan 37). Remer menguji kekuatan Jon untuk mengukur nilai
Jon bagi organisasi bayangan, namun Saat pengukuran, terjadi sebuah ledakan sehingga
Katherina dapat kabur (Fungsi 38 dan 39). Jon dibawa ke Alexandria dan dicuci otak agar
ia membantu organisasi bayangan (Fungsi 44 dan 48).
Katherina meminta bantuan Muhammad untuk menemukan Jon di Mesir (Fungsi
40). Katherina meminta pertolongan Lector di Libri di Luca untuk mempersempit lokasi
Jon (Fungsi 41). Tom datang dengan surat dari Luca yang menunjukkan organisasi
bayangan di perpustakaan Bibliotheca Alexandrina, Mesir (Fungsi 6 dan 42). Katherina
meminta Muhammad mencari tahu jumlah musuh di Alexandria (Fungsi 43). Saat
Muhammad berhasil mengetahui jumlah musuh di Alexandria, ia diserang organisasi
bayangan. Muhammad meminta penjelasan dari Katherina dan kemudian memutuskan
untuk ikut ke Alexandria (Fungsi 45, 46, dan 47).
Tiga hari setelah Katherina, Henning, dan Muhammad tiba di Alexandria,
Katherina bertemu dengan Jon yang kemudian mengadukan Katherina kepada organisasi
bayangan (Fungsi 49, 50, dan 51). Katherina melarikan diri dan menemui Muhammad yang
telah mendapatkan informasi tempat tinggal musuh mereka yang datang dari sekolah
Demetrius (Fungsi 52). Katherina, Henning, dan Muhammad mengetahui ritual
pengaktifan ulang Lector organisasi bayangan dari Pau, kemudian Katherina menyusup ke
ritual tersebut dengan menggunakan atribut milik Pau (Fungsi 53 dan 54). Saat Jon
melakukan ritual, Katherina berusaha untuk menyadarkan Jon dari pengaruh cuci otak Holt
(Fungsi 55 dan 56). Jon tersadar, namun ia tidak dapat berhenti membaca dan masuk ke
dalam dunia cerita. Remer yang berhasil diaktifkan ulang muncul dan mengatakan bahwa
Patrick adalah pembunuh Luca (Fungsi 57 dan 58). Jon keluar dari dunia cerita, kemudian
melakukan pembacaan dan mengalahkan organisasi bayangan (Fungsi 59 dan 60).
2. Analisis Paradigmatik
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
134
2.1 Analisis Tokoh
Analisis tokoh dalam novel Libri di luca dibagi menjadi tiga kategori yaitu kategori
tokoh utama, tokoh pendukung, dan tokoh tambahan, kemudian diurutkan sesuai jumlah
kemunculan tokoh dalam novel. Frekuensi kemunculan tokoh dapat dilihat dari satuan isi
cerita yaitu tokoh utama Jon Campelli 446 sekuen dan Katherina 337 sekuen; tokoh
pendukung Svend Iversen 136 sekuen, Remer 105 sekuen, Pau/Brian Hansen 76 sekuen,
Muhammad Azlan 74 sekuen, William Kortmann 70 sekuen, Luca Campelli 63 sekuen,
Henning Petersen 43 sekuen, Tom Norreskov/Tom Klausen 42 sekuen, Clara 28 sekuen,
Patrick Vedel 22 sekuen, dan Poul Holt 17 sekuen; tokoh lainnya Lee 12 sekuen, Ole 12
sekuen, Marianne 8 sekuen, Frank Halbech 7 sekuen, Grethe 7 sekuen, Gerly 6 sekuen,
Line 2 sekuen, Sonja dan Thor 2 sekuen. Analisis tokoh menunjukkan bagaimana tokoh-
tokoh memilih untuk menggunakan perpustakaan umum sebagai tempat suatu peristiwa.
Muhammad yang diceritakan sebagai seorang yang waspada memilih untuk perpustakaan
umum yang merupakan fasilitas umum sehingga organisasi bayangan tidak dapat
menemukannya lagi saat ia menyelidiki sekolah demetrius. Remer yang ingin menguasai
dunia dengan mengembalikan kejayaan Alexandria sehingga ia membangun perpustakaan
Bibliotheca Alexandrina kembali dan digunakan sebagai pusat kegiatan organisasi
bayangan.
2.2 Analisis Latar Ruang
Latar ruang dalam novel Libri di Luca berjumlah 21. Kedua puluh satu ruang
tersebut bila diurutkan berdasarkan penggunaan sesuai alur cerita adalah sebagai berikut:
Libri di Luca, rumah Muhammad, gedung pengadilan, pemakaman, Pub Clean Glass,
rumah sakit Katherina, pusat untuk penelitian dyslexia, kantor hukum Hanning, Jensen &
Halbech, rumah sakit Iversen, rumah Kortmann, perpustakaan umum Osterbro, rumah
Tom, rumah Jon, sekolah demetrius, bar Gerly, tempat tinggal Jon di Alexandria,
Bibliotheca Alexandrina, perpustakaan umum Krystalgade, pasar Alexandria, hotel
organisasi bayangan di Alexandria, dan dunia cerita.
3. Representasi Perpustakaan Umum dan Fungsinya dalam Novel
3.1 Perpustakaan Umum Osterbro
Menurut Brophy (2001), dalam menjalankan fungsi informasi, perpustakaan
menyediakan akses menuju sumber-sumber informasi mengenai semua subjek yang
terorganisir. Perpustakaan umum Osterbro memiliki koleksi majalah dan surat kabar di
dalam lemari kaca yang terletak tepat di sebelah meja pustakawati di depan pintu masuk
gedung perpustakaan. Di antara lemari kaca berisikan majalah dan surat kabar terdapat
kursi dan meja yang diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin membaca surat kabar atau
majalah. Fungsi informasi perpustakaan umum Osterbro dapat terlihat saat Birthe
menyampaikan pendapatnya terkait pembunuhan Luca dan bagaimana rahasia Lector dapat
terjaga selama berabad-abad. Dengan pengetahuan yang dimiliki dan dibagikan oleh
Birthe; Jon, Katherina dan kelompok pemancar mendapatkan fungsi informasi dari
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
135
perpustakaan umum Osterbro. Fungsi informasi perpustakaan umum Osterbro dapat dilihat
dalam cuplikan adegan saat Birthe memberikan penjelasan kepada Jon berikut.
“Oh, jauh lebih lama dari itu,” seru Birthe. “Kita membicarakan berabad-abad
lamanya. Dugaan kami adalah Lector pertama sudah menangani perpustakaan
barang-barang purbakala lama sebelum kelahiran Kristus. Saat itu jabatan
pustakawan dianggap sebagai tugas bergengsi,” ujarnya menambahkan dengan
nada pahit dalam suaranya. “Mereka dianggap sebagai pejabat dan cendekiawan.
Orang-orang yang memiliki pengaruh atas perkembangan masyarakat, opininya
sangat diperhatikan, dan selalu dimintai pendapat atas berbagai macam masalah.
Seperti yang mungkin kamu sadari, semua itu akan menjadi posisi penting bagi
seorang Lector yang tahu cara menggunakan kekuatannya.” (Hlm. 173)
Selain menjalankan fungsi informasi, perpustakaan umum Osterbro juga
menjalankan fungsi rekreasi. Masyarakat dapat menikmati rekreasi kultural dengan cara
membaca dan bacaan ini disediakan oleh perpustakaan (Sulistyo, 1991). Perpustakaan
umum Osterbro memiliki koleksi bagian anak-anak dan di dalam koleksi bagian anak-anak
terdapat beberapa buku komik. Kemudian beberapa bagian koleksi perpustakaan lainnya
adalah bagian fiksi dan non-fiksi. Perpustakaan umum yang berfungsi sebagai suatu tempat
pertemuan terlihat pada saat Jon, Katherina, dan seluruh anggota kelompok pemancar
melakukan pertemuan di perpustakaan umum Osterbro. Mereka menggunakan
perpustakaan umum Osterbro sebagai tempat diskusi mengenai kemungkinan pembunuhan
yang dilakukan terhadap Luca.
3.2 Perpustakaan Umum Krystalgade
Perpustakaan umum Krystalgade memiliki nuansa berwarna putih dari lantai
pertama hingga lantai teratas jika dilihat dari luar. Di atap bangunan terdapat kaca jendela
yang mengizinkan sinar matahari masuk ke ruangan besar di bawahnya dan meneranginya.
Perpustakaan digambarkan telah buka sejak satu jam yang lalu, namun tidak banyak orang
yang ada di perpustakaan tersebut. Seorang pustakawan terlihat sedang menganggur
sedangkan seorang petugas lainnya terlihat mendorong kereta berisikan tumpukan buku
yang akan dikembalikan ke raknya masing-masing. Terlihat seorang wanita tampak duduk
di hadapan salah satu layar komputer yang berjejer di lantai dasar. Tidak lama kemudian,
masuk sekelompok murid yang berjalan menuju bagian buku komik.
Di lantai selanjutnya, pengunjung dapat berdiri di depan pagar sehingga dapat
melihat ke seluruh ruangan di bawahnya. Terdapat eskalator menuju lantai-lantai
selanjutnya. Lantai dua merupakan tempat koleksi bagian fiksi. Terdapat sebuah komputer
yang tersembunyi di balik rak-rak buku. Komputer tersebut diceritakan dapat digunakan
untuk mengakses rekaman kejadian yang terjadi di rumah Muhammad melalui CCTV yang
dipasang oleh Muhammad di rumahnya. Di lantai empat, Muhammad mengatakan bahwa
ia bisa menembus server perpustakaan dan mengakses apa saja yang diinginkannya.
Terdapat dua buah komputer yang letaknya berseberangan di lantai empat.
Dalam novel Libri di Luca, perpustakaan umum Krystalgade terlihat menjalankan
fungsi informasi dengan memberikan akses menuju informasi melalui komputer dalam
jumlah yang banyak. Brophy (2001) mengatakan bahwa dalam menjalankan fungsi
informasi, perpustakaan menyediakan akses menuju sumber-sumber informasi mengenai
semua subjek yang terorganisir. Brophy (2001) mengatakan bahwa dalam menjalankan
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
136
fungsi rekreasi, perpustakaan menyediakan koleksi fiksi yang dapat dipinjam dan
dinikmati oleh siapa saja. Fungsi rekreasi perpustakaan umum Krystalgade terlihat saat
sekelompok murid berjalan masuk ke perpustakaan dan menuju ke bagian buku komik.
Perpustakaan umum Krystalgade juga terlihat menjalankan fungsi perpustakaan umum
sebagai tempat pertemuan. Hal ini terlihat pada saat Muhammad memerintahkan Katherina
untuk menemuinya di perpustakaan umum Krystalgade untuk menyampaikan informasi
yang telah didapatkan Muhammad.
3.3 Perpustakaan Umum Bibliotheca Alexandrina
Bibliotheca Alexandrina dibangun kembali oleh pemerintah Mesir, bekerja sama
dengan UNESCO dengan menghabiskan biaya 400 juta dolar. Perpustakaan ini dibangun
dengan tujuan agar organisasi bayangan dapat memanfaatkan perpustakaan ini sebagai
pusat aktivitas mereka. Perpustakaan yang baru ini terlihat bagaikan monumen raksasa.
Terdapat bangunan berbentuk bulatan di plaza di bagian depan yang menjadi tempat
planetarium.
Terdapatnya planetarium di perpustakaan umum Bibliotheca Alexandrina
menunjukkan bahwa perpustakaan umum digambarkan tidak hanya berfungsi sebagai
sarana simpan karya manusia seperti yang disebutkan oleh Sulistyo (1991). Sulistyo
menyebutkan bahwa “sebagai sarana simpan karya manusia, perpustakaan berfungsi
sebagai tempat menyimpan karya manusia, khususnya karya cetak seperti buku, majalah,
dan sejenisnya serta karya rekaman seperti kaset, piringan hitam, dan sejenisnya.
Perpustakaan berfungsi sebagai arsip umum bagi produk masyarakat berupa buku dalam
arti luas.” Perpustakaan umum Bibliotheca Alexandrina tidak hanya menyimpan berbagai
karya manusia, tetapi juga menyajikannya dalam bentuk yang lebih mirip seperti yang
terdapat dalam sebuah museum.
Di belakang perpustakaan umum Bibliotheca Alexandrina, tampak sebuah
perpustakaan sekolah berbentuk piramida. Pada malam hari atap perpustakaan tampak
diterangi lampu sorot, seluruh permukaan kacanya berkilat putih. Di depan pintu masuk
perpustakaan, terdapat aula yang memiliki langit-langit setinggi sepuluh meter dan pilar-
pilar raksasa dari batu pasir yang berwarna terang. Terdapat ruang baca yang besar di
bawah atap yang terbuat dari kaca di dalam perpustakaan. Ruang baca tersebut memiliki
tujuh lantai dan di dalamnya terdapat barisan kursi dan meja yang terbuat dari kayu
berwarna terang.
Perpustakaan umum Bibliotheca Alexandrina dalam novel Libri di Luca
digambarkan menjalankan fungsi rekreasi. Hal ini terlihat ketika Muhammad memberikan
buku Pinokio sebagai buku yang pertama kali dilihanya saat Katherina menyuruhnya
membawa buku dari perpustakaan umum Bibliotheca Alexandrina. Buku Pinokio adalah
sebuah buku berjenis fiksi sehingga fungsi rekreasi yang dijalankan perpustakaan ini sesuai
dengan yang disebutkan oleh Brophy (2001) yang mengatakan bahwa dalam menjalankan
fungsi rekreasi, perpustakaan menyediakan koleksi fiksi yang dapat dipinjam dan
dinikmati oleh siapa saja.
Perpustakaan umum Bibliotheca Alexandrina juga menjalankan fungsi
perpustakaan umum sebagai tempat pertemuan bersama oleh organisasi bayangan.
Organisasi bayangan melaporkan acara pertemuan bersama mereka sebagai sebuah acara
amal secara resmi agar tidak mengundang kecurigaan atas ritual pengaktifan ulang yang
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
137
akan mereka lakukan. Berikut adalah cuplikan adegan yang menunjukkan fungsi
perpustakaan umum Bibliotheca Alexandrina sebagai tempat pertemuan yang terjadi pada
saat Remer menjelaskan caranya dalam mendapatkan izin untuk menggunakan
perpustakaan umum Bibliotheca Alexandrina.
“Resminya kami melaporkannya sebagai acara amal dan kami juga memberikan
sumbangan yang cukup besar untuk dana operasi perpustakaan.” (Hlm. 530)
Kesimpulan
Secara keseluruhan, novel Libri di Luca merepresentasikan fungsi perpustakaan
umum sebagai perpustakaan umum yang memiliki fungsi perpustakaan umum sebagai
tempat pertemuan, fungsi rekreasi, dan fungsi informasi. Representasi fungsi perpustakaan
umum dalam novel Libri di Luca ditunjukkan dalam tiga perpustakaan umum. Ketiga
perpustakaan umum tersebut adalah perpustakaan umum Osterbro, perpustakaan umum
Krystalgade, dan perpustakaan umum Bibliotheca Alexandrina.
Representasi fungsi perpustakaan umum sebagai tempat pertemuan merupakan
fungsi yang paling terlihat dalam novel Libri di Luca. Perpustakaan umum Osterbro
menunjukkan fungsinya sebagai tempat pertemuan saat Jon, Katherina, dan kelompok
Lector pemancar berdiskusi mengenai berbagai kemungkinan penyebab kematian Luca.
Perpustakaan umum Krystalgade menunjukkan fungsinya sebagai tempat pertemuan saat
Muhammad dan Katherina bertemu di perpustakaan untuk membicarakan informasi yang
didapatkan Muhammad mengenai sekolah Demetrius. Perpustakaan umum Bibliotheca
Alexandrina menunjukkan fungsinya sebagai tempat pertemuan saat organisasi bayangan
melakukan ritual pengaktifan ulang kekuatan Lector mereka di perpustakaan.
Novel Libri di Luca sebenarnya dapat menjadi sarana untuk memberikan
pengetahuan kepada masyarakat awam mengenai perpustakaan umum dan fungsi
perpustakaan umum. Masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui perpustakaan
umum, fungsi perpustakaan umum, dan bahkan lokasi dari perpustakaan umum di
daerahnya sendiri. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan perpustakaan umum bisa jadi
karena sedikitnya karya yang membahas perpustakaan umum, sehingga akan lebih baik
apabila kajian mengenai representasi perpustakaan umum dalam karya novel lebih
diperbanyak. Novel yang masih sangat digemari masyarakat dan merupakan media
populer, diharapkan dapat memberikan informasi yang tepat sasaran pada masyarakat
awam sehingga perpustakaan umum dapat lebih dikenal dan dimanfaatkan oleh
masyarakat.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
138
Daftar Acuan
Aabø, Svanhild et al. (2010). How do Public Libraries Function as Meeting Places.
Norway: ELSEVIER. diakses pada 29 Juni 2015
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S074081880900139X
Aziez, Furqonul & Abdul Hasim. (2010). Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar.
Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Birkegaard, Mikkel. (2009). Libri di Luca. Jakarta: Serambi.
Brophy, Peter. (2001). The Library in the Twenty-First Century: New Services for the
Information Age. London: Library Association Publishing.
Fiske, Jon. (2011). Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
Hawtorn, Jeremy. (1985). Studying the Novel. London: Hodder Arnold.
International Federation of Library Associations and Institutions. (1994).
IFLA/UNESCO Public Library Manifesto. diakses pada 05 April 2015
http://archive.ifla.org/VII/s8/unesco/eng.htm
Pendit, Putu Laxman. (2003). Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi: Suatu
Pengantar Diskusi Epistemologi dan Metodologi. Jakarta: JIP-FSUI.
Reader, Eric dan Pamela Woods. (1987). Introducing the Novel. London: Bell &
Heyman.
Rees, R. J. (1973). English Literature. London: Macmillan Education Limited.
Sulistyo-Basuki. (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Zaimar, Okke Kusuma Sumantri. (2014). Semiotika dalam Analisis Karya Sastra.
Depok: Komodo Book.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
139
STRATEGI PROMOSI TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM)
KAMPUNG BUKU, CIBUBUR
Ery Meirani Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok,
16424, Indonesia
E-mail : [email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang strategi promosi Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kampung Buku di
Cibubur, Jakarta Timur. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan strategi promosi apa saja yang
dilakukan oleh TBM Kampung Buku dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi TBM Kampung
Buku Cibubur dalam mempromosikan jasa, layanan, kegiatan dan fasilitas yang ada di
dalamnya.Penelitian ini tersebut meliputi rencana, tujuan, strategi dan taktik yang dilakukan oleh TBM
Kampung Buku serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, juga sedikit menambahkan teori
bauran promosi yang meliputi periklanan, promosi penjualan, penjualan perorangan dan
interactive/internet marketing. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan
kualitatif. Data yang dikumpulkan berasal dari kegiatan observasi dan wawancara dengan lima informan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa TBM Kampung Buku telah melakukan strategi promosi yang unik
dan berbeda dengan yang lainnya guna menarik perhatian masyarakat untuk mengetahui keberadaan dari
TBM Kampung Buku ini, selain menggunakan strategi promosi mereka juga melakukan bauran promosi
periklanan, promosi penjualan, penjualan perorangan dan pemasaran media interaktif. Waktu, desain,
dana dan sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor yang mempengaruhi kegiatan promosi di TBM
Kampung Buku.
Kata Kunci : Taman Bacaan Masyarakat, Promosi, Strategi Promosi, Promosi Perpustakaan
Abstract This research discusses about the promotion strategy of Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kampung
Buku, Cibubur. The purpose of this research is to described promotion strategy in services, activities and
facilities that TBM Kampung Buku provided. This research analyze plan, objectives, strategy and tactics
as well as what factors are affected, also promotion mix theory used is advertising, sales promotion,
personal selling and interactive marketing. The method used in this research is case study method with
qualitative approaches. Data collection is done through observation and interviews with five informants.
The results showed that TBM Kampung Buku have been doing promotion strategy which is unique and
different from the other in order to attract the attention of the public to know the existence of TBM
Kampung Buku, besides using the promotion strategy they also do a promotion mix which are
advertising, sales promotion, personal selling and marketing of interactive media. Time, design, funding
and human resources (HR) is a factors affecting promotion activities at TBM Kampung Buku.
Keywords : Taman Bacaan Masyarakat, Promotion, Promotion Strategy, Library Promotion
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
140
I. Pendahuluan
Taman Bacaan Masyarakat merupakan sebuah lembaga masyarakat yang
menyediakan jasa, layanan, serta fasilitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
terhadap informasi dan ilmu pengetahuan serta membantu meningkatkan minat
masyarakat untuk membaca. Agar masyarakat bisa mengenal serta memanfaatkan
jasa, layanan, dan fasilitas yang terdapat di dalam perpustakaan ini, dibutuhkan
kegiatan promosi.Kegiatan promosi ini menjadi salah satu hal yang penting di
dalam perpustakaan untuk memberikan informasi mengenai perpustakaan tersebut.
Untuk dapat mencapai tujuan dari kegiatan ini diperlukan strategi promosi yang
tepat dan unik agar membuat masyarakat tertarik dan ingin mengunjungi
perpustakaan.
Promosi TBM ini dapat dilakukan dengan cara memasang poster dan leaflet,
pameran, media dan video, ceramah, dan juga iklan (Sulistyo Basuki, 1991, p.286).
TBM Kampung Buku merupakan TBM yang dijadikan sebagai tempat penelitian.
Kegiatan promosi yang dilakukan oleh TBM Kampung Buku terbilang unik karena
mereka menggunakan langkah-langkah yang mungkin tidak terpikirkan oleh orang
lain, sehingga TBM Kampung Buku dapat dengan cepat dan mudah dikenali oleh
masyarakat bahkan sudah sampai beberapa kali diwawancarai oleh stasiun tv dan
majalah.
Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana strategi promosi yang dilakukan oleh TBM Kampung Buku, yang
meliputi :
a. Strategi dan taktik khusus
b. Promosi umumnya
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kegiatan promosi dari TBM
Kampung Buku.
Ada pun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan strategi promosi apa saja yang dilakukan oleh TBM
Kampung Buku.
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi TBM Kampung Buku Cibubur
dalam mempromosikan jasa, layanan, kegiatan dan fasilitas yang ada di
dalamnya.
Subjek penelitian dari penelitian ini adalahsatu orang ketua umum pengurus
TBM, dua orang masing-masing pelatih klub yoyo dan tari, serta dua orang
pengguna yang mengunjungi TBM. Objek penelitian ini adalah strategi promosi
TBM Kampung Buku dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Untuk
metode yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif dipilih dan digunakan karena
dirasa lebih cocok sebagai pendekatan untuk penelitian ini, dengan menggunakan
pendekatan kualitatif peneliti dapat mengetahui gambaran strategi promosi yang
digunakan dalam TBM Kampung Buku, langkah-langkah apa yang dilakukan,
serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.
II. Tinjauan Literatur
Perpustakaan Umum
Pengertian Perpustakaan Umum menurut Sutarno NS (2006, p.43) perpustakaan
umum merupakan lembaga pendidikan bagi masyarakat umum dengan
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
141
menyediakan berbagai informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya,
sebagai sumber belajar untuk memperoleh dan meningkatkan ilmu pengetahuan
bagi seluruh lapisan masyarakat.
Perpustakaan Masyarakat atau Taman Bacaan Masyarakat
Perpustakaan Umum dibagi kembali menjadi beberapa perpustakaan, salah satunya
adalah Perpustakaan Masyarakat atau ada yang disebut dengan Taman Bacaan
Masyarakat. Menurut Pedoman Penyelenggaraan Taman Baca Masyarakat (2003,
p.1) Taman Bacaan Masyarakat adalah suatu lembaga/tempat yang mengelola bahan
kepustakaan (buku dan bahan-bahan bacaan lainnya) yang dibutuhkan oleh
masyarakat, sebagai tempat penyelenggaraan program pembinaan kemampuan
membaca dan belajar, dan sekaligus sebagai tempat untuk mendapatkan informasi
bagi masyarakat.
Promosi
Promosi menjadi salah satu bagian yang penting dalam memasarkan dan
mengenalkan suatu lembaga contohnya seperti perpustakaan kepada masyarakat
luas dengan tujuan masyarakat menjadi tertarik untuk mengunjungi perpustakaan
tersebut dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya jasa, layanan, dan fasilitas yang
ada didalamnya, dengan kata lain promosi adalah elemen atau bagian dari pemasaran
yang digunakan suatu perusahaan atau lembaga untuk dapat berkomunikasi dengan
konsumennya.
Rencana Promosi
Untuk menjalani kegiatan promosi, diperlukan untuk membuat rencana terlebih
dahulu agar kegiatan dapat dilakukan dengan lebih terarah dan tepat sehingga hasil
yang akan didapatkan bisa sesuai dengan target dan apa yang ingin dicapai.Menurut
Basu Swastha dan Irawan (2008, p.358) pelaksanaan promosi akan melibatkan
beberapa tahap, yaitu :
1. Menentukan tujuan
Sungguh tidak mungkin merencanakan program promosi tanpa menejer
mengetahui tentang tujuan atau apa yang ingin dicapainya. Jika perusahaan
menetapkan beberapa tujuan sekaligus, maka hendaknya dibuat skala prioritas
atau posisi tujuan mana yang hendak dicapai lebih dulu.
2. Mengidentifikasi pasar yang dituju
Pasar yang dituju harus terdiri atas individu-individu yang sekiranya bersedia
membeli produk tersebut selama periode yang bersangkutan. Untuk produk baru,
tes pemasaran sangat bermanfaat untuk mengetahui pembeli-pembeli potensial.
3. Menyusun anggaran
Ini bukanlah tugas yang sederhana dan mudah. Sering menejer utama ikut
mengambil bagian dalam keputusan tentang promosi sebagai bagian dari
marketing.
4. Memilih berita
Selanjutnya mempersiapkan berita yang tepat untuk mencapai pasar yang dituju
tersebut. Tentu saja, sifat berita itu akan berbeda-beda tergantung pada tujuan
promosinya. Jika suatu produk itu masih berada pada tahap perkenalan dalam
siklus kehidupannya, maka informasi produk akan menjadi topik utama.
5. Menentukan strategi promosi
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
142
Perusahaan dapat menggunakan tema berita yang berbeda pada masing-masing
kegiatan promosinya. Misalnya, hubungan masyarakat dapat dilakukan untuk
menciptakan kesan positif terhadap perusahaan di antara para pembeli.
6. Memilih media
Dalam hal ini kita harus mengetahui bahwa jenis media yang berbeda akan
cenderung ditujukan pada kelompok yang berbeda.
7. Mengukur efektivitas
Tanpa dilakukannya pengukuran, efektivitas tersebut akan sulit diketahui apakah
tujuan perusahaan dapat dicapai atau tidak.
8. Mengendalikan dan memodifikasikan kampanye promosi
Setelah dilakukan pengukuran efektivitas, ada kemungkinan diadakan perubahan
rencana promosi. Perubahan dapat terjadi strategi promosi, media promosi, berita,
anggaran promosi, atau cara pengalokasian anggaran tersebut. Yang penting,
perusahaan harus memperhatikan kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat untuk
menghindari kesalahan yang sama di masa mendatang.
Tujuan Promosi
Untuk melakukan kegiatan promosi, diperlukan tujuan promosi untuk dapat
mengetahui apa yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan atau lembaga tertentu.
Tujuan promosi menurut Basu Swastha dan Irawan (2008, p.353) adalah :
1. Modifikasi Tingkah-Laku
Berusaha merubah tingkah laku tingkah-laku dan pendapat, dan memperkuat
tingkah-laku yang ada. Penjual (sebagai sumber) selalu berusaha menciptakan
kesan baik tentang dirinya atau mendorong pembelian barang dan jasa
perusahaan.
2. Memberitahu
Ditujukan untuk memberitahu pasar yang dituju tentang penawaran perusahaan.
3. Membujuk
Diarahkan untuk mendorong pembelian. Hal ini dimaksudkan agar dapat
memberi pengaruh dalam waktu yang lama terhadap perilaku pembeli.
4. Mengingatkan
Promosi yang bersifat mengingatkan dilakukan terutama untuk mempertahankan
merk produk di hati masyarakat dan perlu dilakukan selama tahap kedewasaan di
dalam siklus kehidupan produk.
Strategi dan Taktik Promosi
Menurut Basu Swastha dan Irawan (2008, p.67) strategi adalah suatu rencana
yang diutamakan untuk mencapai tujuan tersebut. Beberapa perusahaan mungkin
mempunyai tujuan yang sama, tetapi strategi yang dipakai untuk mencapai tujuan
tersebut dapat berbeda. Jadi, strategi ini dibuat berdasarkan suatu tujuan. Sementara
taktik adalah tahap-tahap atau langkah-langkah tertentu yang dipakai untuk
melaksanakan strategi. Jika manajemen sudah merumuskan tujuan dan strateginya,
maka ia berada dalam posisi untuk menentukan taktik.
Faktor yang Mempengaruhi Promosi
Setiap kegiatan promosi tentu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
berjalannya kegiatan promosi tersebut. Menurut Basu Swastha dan Irawan (2008, p.
354) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi promosi, yaitu :
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
143
1. Besarnya dana yang digunakan untuk promosi
Jumlah dana yang tersedia merupakan faktor penting yang mempengaruhi promosi.
Perusahaan yang memiliki dana lebih besar, kegiatan promosinya akan lebih
efektif dibandingkan dengan perusahaan yang hanya mempunyai sumber dana
lebih terbatas.
2. Sifat pasar
Beberapa macam sifat pasar yang mempengaruhi promosi ini meliputi :
a. Luas pasar secara geografis
Perusahaan yang hanya memiliki pasar lokal sering mengadakan kegiatan
promosi yang berbeda dengan perusahaan yang memiliki pasar nasional atau
internasional. Bagi perusahaan yang mempunyai pasar lokal mungkin sudah
cukup menggunakan personal selling saja, tetapi bagi perusahaan yang
mempunyai pasar nasional paling tidak harus menggunakan periklanan.
b. Konsentrasi pasar
Konsentrasi pasar ini dapat mempengaruhi strategi promosi yang dilakukan oleh
perusahaan terhadap : jumlah calon pembeli, jumlah pembeli potensial yang
macamnya berbeda-beda, dan konsentrasi secara nasional.
c. Macam pembeli
Strategi promosi yang dilakukan oleh perusahaan juga dipengaruhi oleh objek
atau sasaran dalam kampanye penjualannya, apakah pembeli industri,
konsumen rumah tangga, atau pembeli lainnya.
3. Jenis produk yang dipromosikan
Faktor lain yang turut mempengaruhi strategi promosi perusahaan adalah jenis
produknya, apakah barang konsumsi atau barang industri.
4. Tahap-tahap dalam siklus kehidupan barang
Untuk mempromosikan produk baru dipengaruhi oleh tahap-tahap dalam siklus
kehidupan barang tersebut.
a. Tahap perkenalan
Perusahaan harus menjual kepada pembeli dengan mempromosikan produk
tersebut secara umum sebelum mempromosikan satu merk tertentu.
b. Tahap pertumbuhan, kedewasaan, dan kejenuhan
Perusahaan dapat menitik-beratkan periklanan dalam kegiatan promosinya.
c. Tahap kemunduran/penurunan
Perusahaan sudah harus membuat produk baru atau produk yang lebih baik, ini
disebabkan karena produk yang lama penjualannya sudah tidak menentu dan
tingkat labanya sudah semakin menurun, bahkan usaha-usaha promosinya
sudah tidak menguntungkan lagi.
III. Pembahasan
Profil TBM Kampung Buku
Berdiri pada tanggal 23 Januari 2010 dan bertempat di Jalan Abdul Rahman,
Gang Rukun RT.15/RW.05 Cibubur, Jakarta Timur 13720 Indonesia TBM
Kampung Buku didirikan. Edi Dimyati atau yang akrab dipanggil dengan Kang
Edi adalah pendiri TBM Kampung Buku yang berpendidikan Sarjana (S1) Ilmu
Perpustakaan Universitas Padjajaran Bandung. Ia mendirikan TBM Kampung
Buku yang berawal dari minat dan kecintaan, lalu berlanjut menformat saku
idealisme untuk terus berkembang di bidang perpustakaan, dokumentasi dan
informasi. Kampung Buku diharapkan dapat menjadi sarana tempat
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
144
berkumpulnya komunitas baca di lingkungan masyarakat, terus membaca dan
tetap berkreatifitas.
Promosi TBM Kampung Buku
TBM Kampung Buku melakukan 4 langkah dalam melakukan menjalankan
strategi promosi yang akan dilakukan yaitu mencakup rencana, tujuan, strategi
dan taktik. Pembahasan mengenai promosi diperoleh dengan mewawancarai para
informan yang mengetahui persis bagaimana kegiatan promosi TBM Kampung
Buku berlangsung.
Rencana Promosi
Langkah pertama yang dilakukan oleh TBM Kampung Buku ialah membuat
rencana yang juga merupakan strategi mengenai promosi yang akan dijalankan
agar menjadi lebih terarah. Berikut merupakan rencana promosi TBM Kampung
Buku :
1. Menentukan tujuan
Tujuan dari TBM Kampung Buku melakukan kegiatan promosi adalah agar
masyarakat luas dapat mengetahui TBM Kampung Buku.
2. Mengidentifikasi pasar yang dituju
Pasar yang dituju dari kegiatan promosi ini adalah masyarakat umum yaitu
untuk semua jenis kalangan, tidak memandang usia, jenis kelamin, status dan
pendidikan.
3. Menyusun anggaran
TBM Kampung Buku tidak menyusun anggaran dalam melakukan kegiatan
promosi, apabila ingin membuat spanduk, poster atau semacamnya dan belum
mempunyai anggaran yang cukup, mereka akan menabung sampai
anggarannya cukup.
4. Memilih konten
TBM Kampung Buku memasukkan informasi berupa nama TBM Kampung
Buku, kegiatan yang sudah dilakukan maupun yang belum atau akan
dilakukan, karya serta nomor telepon pengelola.
5. Menentukan strategi promosi
TBM Kampung Buku tidak menentukan strategi apa yang dijalankan untuk
promosi, sebab ide tersebut sering muncul dimana saja dan kapan saja,
sehingga mereka pun melakukannya dengan spontanitas tanpa
merencanakannya terlebih dahulu.
6. Memilih media
Selain menentukan strategi, TBM Kampung Buku juga memilih media apa
saja yang akan digunakan untuk menjalankan kegiatan promosinya. TBM
Kampung Buku memilih media sosial dan periklanan dalam melakukan
kegiatan promosi mereka.
7. Mengukur efektivitas
Sebelum strategi dijalankan, TBM Kampung Buku akan memperkirakan
terlebih dahulu apakah strategi yang didapat akan efektif atau tidak.
8. Mengendalikan dan memodifikasikan kampanye promosi
Di TBM Kampung Buku, strategi promosi tetap dikendalikan dan
dimodifikasi, seperti contohnya dengan membuat kartu donasi yang bertujuan
untuk mendanai segala aktifitas yang ada di TBM Kampung Buku.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
145
Taktik Promosi
Taktik atau juga bisa dikatakan sebagai promosi alternatif atau promosi khusus
dari TBM Kampung Buku bisa dikatakan cukup unik dan mungkin bahkan tidak
terpikirkan oleh TBM lainnya. TBM Kampung Buku memiliki cara unik dan
tersendiri dalam mempromosikan TBM mereka, ide-ide ini muncul dari
pengelola, pengurus, teman-teman bahkan dari anak-anak TBM Kampung Buku
juga ikut memberikan ide untuk melakukan promosi yang terbilang unik ini.
Berikut adalah taktik yang dijalankan oleh TBM Kampung Buku :
1. Mengirimkan kartu pos pada hari raya.
“Kadang kita ngirimin kartu pos kalo lebaran atau tahun baru ke
siapapun yang kira-kira haha ke perusahaan, sebenernya sih kita
ga minta ya tapi tujuannya kesana gitu haha pengen diperhatiin
gitu kan, jadi kita ngirim kartu pos. Sebenernya biar si perusahaan
itu inget gitu, gitu aja sih udah dan ga bikin proposal, ngirimnya
juga ke pemimpinnya, gatau dibaca apa engga, kadang ke bagian
pimpinannya kadang ke bagian humasnya” (Informan 1/Edi
Dimyati)
TBM Kampung Buku mengirimkan kartu pos pada hari raya (Hari Raya Idul
Fitri, Idul Adha, Natal dan lain-lain) kepada pimpinan perusahaan agar paling
tidak perusahaan ini mengetahui dan selalu mengingat keberadaan dari TBM
Kampung Buku
2. Membuat merchandise/pernak-pernik.
“Bikin kaos, stiker dan bordir” (Informan 1/Edi Dimyati)
TBM Kampung Buku membuat merchandise/pernak-pernik yaitu berupa
kaus, stiker dan border yang bertuliskan Kampung Buku.
3. Menarik perhatian masyarakat.
“Ada nih, lucunya anak-anak waktu datang ke acara ya ke
pameran buku nih, ke pameran buku kita dateng gerombolan,
terus kan suka ada informasi di depan kan ya, kalo misalkan
kehilangan apa atau nyari temen gitu, nah kita lucu-lucuan haha
pura-pura “ditunggu Syaiful dari Kampung Buku” kan orang-
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
146
orang pada nyari-nyari kan haha kita ketawa-tawa aja di bagian
informasi kan pura-pura nungguin haha ditunggu Kang Edi dari
Kampung Buku, kan orang-orang pada denger kan haha minimal
nanyalah Kampung Buku itu apa, ya cukup segitu aja gapapa”
(Informan 1/Edi Dimyati)
TBM Kampung Buku pada saat sedang membuka stand pameran di suatu
tempat, mereka berusaha menarik perhatian pengunjung lainnya dengan
memanfaatkan pusat informasi yang ada disana. Tujuannya agar di pengeras
suara/loudspeaker nama TBM Kampung Buku bisa terdengar oleh para
pengunjung dan membuat mereka menjadi penasaran dan ingin tahu apa itu
TBM Kampung Buku lalu mengunjungi stand mereka.
4. Menambahkan nama “Kampung Buku” di akun pribadi.
“Oh iya, buat avatar di profile sendiri di akun chat pribadi gitu
kaya di BBM, Line dan WhatsApp pake nama Kampung Buku, di
statusnya gitu sih” (Informan 1/Edi Dimyati)
TBM Kampung Buku menambahkan nama “Kampung Buku” di akun pribadi
mereka masing-masing seperti di akun WhatsApp, BBM, Line dan lain-lain.
5. Menyebarkan pesan/broadcast message
“Nyebarin broadcast message gitu sih tapi sama yang ada
hubungan dengan buku, gaenak sih kalo diluar tema kan, kecuali
kalo ngadain acara kan, Kampung Buku nih, sebar, di BBM gitu
di sebar” (Informan 1/Edi Dimyati)
TBM Kampung Buku menyebarkan informasi apabila mereka akan
mengadakan suatu acara dan mengundang masyarakat.
6. Aktif di sosial media.
“Kalo bisa sih sering komen gitu, komen di taman bacaan yang
lain, di facebook, komen-komen dikit, paling mention-mention,
mancing-mancing aja sih haha. Ngupload ngupload foto terus
mention ke penerbit juga haha biar inget terus, di mention lagi di
mention lagi” (Informan 1/Edi Dimyati)
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
147
TBM Kampung Buku sebisa mungkin sering berkomentar di sosial media
seperti contohnya di Facebook agar nama dari TBM Kampung Buku selalu
terlihat orang lain dengan harapan orang-orang akan tahu tentang TBM
Kampung Buku.
7. Kegiatan di sekolah.
TBM Kampung Buku juga mempromosikan diri mereka melalui anak-anak
yang biasanya datang berkunjung dan mempunyai kegiatan di sekolah mereka
masing masing dan menunjukkan kebolehan mereka didepan teman-temannya
dengan tujuan teman-steman mereka akan menanyakan dimana dapat berlatih
seperti itu.
8. Mengadakan acara di luar.
Jika ada kesempatan, TBM Kampung Buku menggelar buku-buku koleksi
mereka dengan beralaskan tikar di pasar kaget yang ramai dengan orang-orang
dengan tujuan anak-anak yang lewat akan datang dan berkunjung untuk
membaca buku.
Strategi Promosi Lain
Selain taktik diatas, TBM Kampung Buku melakukan 4 langkah dalam
melakukan kegiatan promosi yaitu mencakup periklanan, penjualan perorangan,
promosi penjualan, dan interactive/internet marketing.
1. Periklanan
a. Media Cetak
TBM Kampung Buku menggunakan media cetak dalam melakukan
promosi dengan menggunakan poster,brosur dan kartu nama.
b. Media Luar Ruang
TBM Kampung Buku menempelkan stiker mereka yang bertuliskan TBM
Kampung Buku di warteg atau tempat makan dan sebelumnya dengan
meminta izin terlebih dahulu kepada pemiliknya.
2. Promosi Penjualan
a. Perlombaan
Perlombaaan adalah salah satu kegiatan promosi yang dilakukan oleh
TBM Kampung Buku agar masyarakat menjadi tahu dan lebih mengenali
TBM Kampung Buku serta dapat menjalin silaturahmi yang baik dan
menjalin keakraban lebih dalam dengan masyarakat sekitar.
Perlombaannya yaitu seperti menari, gebuk bantal, 17 Agustus-an,
bulutangkis dan lain-lain.TBM Kampung Buku mengadakan acara
perlombaan tidak hanya pada saat Agustus-an tetapi juga pada hari-hari
biasa ketika mereka sedang bosan dan ingin memainkan suatu permainan
yang berbeda dari biasanya.
b. Produk Kreatifitas
Kegiatan promosi lainnya yang dilakukan oleh TBM Kampung Buku
adalah melahirkan produk kreatifitas anak. Beberapa di antaranya adalah :
1. Kelompok Tari Tradisional dan Tari Modern.
2. Kelompok Rebana dan Marawis.
3. Situs resensi www.wisata-buku.com.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
148
4. Emergency Library. Tim pustakawan yang memberikan konsultasi
kepada perpustakaan yang sedang atau akan melakukan setup.
5. Yoyo Mania.
6. Pada tahun 2012, obsesi selanjutnya adalah membuat situs tempat-
tempat wisata di Indonesia. www.panduansangpetualang.com yang
saat ini masih dalam proses persiapan khusus dicipta untuk dijadikan
rujukan para pelancong dan dijadikan sebagai media pengetahuan
wisata.
c. Pertunjukkan
TBM Kampung Buku juga mengadakan pertunjukkan untuk
mengundang masyarakat sekitar. Pertunjukkan yang sudah pernah
ditampilkan adalah tari Betawi, tari Tor Tor, Tari Jaipong dan Tari Modern
serta parodi atau teater drama yang berjudulkan “Parodi Roma Merana”.
Anak-anak dari TBM Kampung Buku itu sendirilah yang melakoninya
dengan semangat dan percaya diri.
d. Kegiatan Kreatifitas Anak
Sepanjang tahun 2010 sampai dengan 2014 TBM Kampung Buku sudah
banyak melakukan kegiatan kreatifitas anak sebagai salah satu kegiatan
promosi TBM mereka, dan hal ini terbukti efektif untuk mengundang anak-
anak dan masyarakat sekitar untuk datang dan bergabung ke dalam kegiatan
ini. Kegiatan tersebut adalah :
Kegiatan Kreatifitas :
1. Belajar Menjadi Arsitek
2. Membuat Layang-layang
3. Membuat Wayang Botol
4. Kerajinan Flanel
5. Kerajinan Tanah Liat
6. Membuat perahu-perahuan dari bathtub bekas
7. Sabtu Masak (SAMSAK) yaitu membuat donat
Kegiatan Luar Ruang :
1. Perang Air
2. Bazar
3. Silat
4. Berkunjung ke Museum
Kegiatan Sosial :
1. Sunatan Masal
2. Buka Bersama Puasa
3. Berbagi di Panti Asuhan
4. Nonton Bareng Film Edukasi
3. Penjualan perorangan
b. Pameran
TBM Kampung Buku pernah membuka pameran yaitu di Museum Bank
Mandiri sebanyak dua kali dan di Universitas Gunadarma.
c. Word of Mouth (WOM)
TBM Kampung Buku pada awalnya mempromosikan diri mereka
melalui omongan atau ajakan ke anak-anak dan menyuguhkan berbagai
macam permainan kepada mereka agar anak-anak tersebut akan datang
kembali dan membawa serta teman-teman mereka.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
149
4. Interactive/Internet Marketing
Pemanfaatan internet sebagai salah satu sarana promosi yang dilakukan
oleh TBM Kampung Buku adalah dengan pembuatan fanpage, twitter, dan
website TBM Kampung Buku. Situs website, twitter dan fanpage TBM
Kampung Buku yang dapat diakses oleh masyarakat adalah : 1. Website (http://kampungbuku.org/)
2. Twitter (https://twitter.com/kampungbuku)
3. Fanpage (https://www.facebook.com/kampung.buku?fref=ts)
Melalui website ini, pengunjung mendapatkan berbagai informasi
mengenai TBM Kampung Buku, contohnya seperti awal dibangunnya
TBM Kampung Buku, misi dari TBM Kampung Buku, agenda kegiatan,
divisi hobi (yoyo, tari, marawis, badminton, line dance), galeri yang
berisikan foto-foto yang berkaitan dengan TBM Kampung Buku, kontak,
kabar, tips dan berbagai macam kegiatan apa saja dilakukan di TBM
Kampung Buku.
Faktor yang Mempengaruhi Promosi
Dalam menjalani kegiatan promosi tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhi
berjalannya kegiatan promosi dari TBM Kampung Buku ini. Faktor-faktornya
adalah :
1. Waktu
Waktu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi berjalannya kegiatan
promosi dari TBM Kampung Buku, sebab pendiri yang merupakan sekaligus
pengelola mempunyai pekerjaan lain selain mengelola TBM Kampung ini,
yaitu bekerja di Majalah Hai Kompas sehingga tidak bisa total dalam
menjalankan kegiatan promosi, seperti selalu meng-update akun sosial seperti
website dan fanpage.
2. Desain
Untuk melakukan desain, informan 1 meminta bantuan kepada temannya
untuk dibuatkan desain (poster, brosur, kartu nama dan spanduk), tetapi hal itu
juga bergantung kepada temannya apakah sedang ada waktu untuk
membuatkan desain atau tidak.
3. Dana
Dana tentu saja merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi
kegiatan promosi di lembaga manapun, hal ini juga terjadi di TBM Kampung
Buku. Selama ini TBM Kampung Buku menggunakan dana pribadi dan dana
iuran kelompok tari yang dikenakan Rp 10.000/bulan dalam melakukan
kegiatan promosi. Hal ini dirasa masih kurang untuk memenuhi kebutuhan
TBM Kampung Buku untuk menjalankan kegiatan promosinya, karena
pengelola harus menabung terlebih dahulu agar dapat memenuhi anggaran
yang sudah direncanakan.
4. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia (SDM) juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi berjalannya kegiatan promosi untuk menyebarkan informasi
mengenai TBM Kampung Buku.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
150
Dampak Promosi
Dengan melakukan kegiatan promosi, TBM Kampung Buku tentu mendapatkan
dampak atau efek dari kegiatan tersebut. Contohnya adalah:
a. TBM Kampung Buku banyak mendapatkan sumbangan dari berbagai pihak
seperti dari perusahaan, komunitas dan juga masyarakat lingkungan sekitar
dalam bentuk fisik maupun material.
b. Sudah banyak yang mengetahui keberadaan dari TBM Kampung Buku ini,
dari masyarakat, perusahaan, dan juga stasiun TV contohnya.
c. TBM Kampung Buku menjadi lebih ramai karena banyak yang datang untuk
mampir berkunjung untuk melihat-lihat perpustakaan dan juga melihat
kegiatan yang ada atau sedang dilakukan disana.
Standar Taman Bacaan Masyarakat (TBM)
Sebagai taman bacaan masyarakat, TBM Kampung Buku sudah menjadi
perpustakaan atau taman bacaan masyarakat yang ideal, karena TBM Kampung
Buku ini telah memiliki koleksi yang memadai, tersedianya ruangan untuk koleksi,
tempat untuk kegiatan TBM, dan juga fasilitas yang cukup. Selain itu, ada beberapa
hal yang juga mendukung TBM Kampung Buku menjadi taman bacaan masyarakat
yang ideal, yaitu :
1. Pemilihan buku
Pemilihan buku untuk pengunjung dari taman bacaan ini sudah pas karena
pengunjung TBM Kampung Buku kebanyakan adalah anak-anak, dan mereka
disuguhkan dengan berbagai macam buku fiksi seperti contohnya buku cerita
dan dongeng.
2. Program kegiatan lain
Selain perpustakaan, TBM Kampung Buku juga menyediakan berbagai
macam kegiatan sebagai kegiatan lain penunjang kegiatan utama membaca,
kegiatan itu antara lain seperti yoyo, menari, marawis, dan juga line dance.
3. Pendanaan yang memadai
Dalam pendanaan, TBM Kampung Buku memiliki dana yang cukup dan
memadai demi kelangsungan dari taman bacaan ini, dana tersebut diperoleh
dari sumbangan, donasi, dan juga iuran yang berasal dari kegiatan tari menari.
Kesimpulan dan Saran
Strategi yang dilakukan oleh TBM Kampung Buku adalah dengan
menggunakan beberapa taktik atau promosi khusus yaitu contohnya seperti
mengirimkan kartu pos pada hari raya (Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan
lain-lain) kepada pimpinan perusahaan atau ke bagian Humas, membuat
merchandise/pernak-pernik yaitu berupa kaus, stiker dan border, menarik perhatian
masyarakat ditempat umum, menambahkan nama “Kampung Buku” di akun
pribadi masing-masing seperti di akun WhatsApp, Blackberry Messanger/BBM,
Line dan lain-lain, menyebarkan pesan/broadcast messageapabila mereka akan
mengadakan suatu acara, sering muncul di sosial media, melalui kegiatan anak-
anak TBM Kampung Buku di sekolah mereka masing-masing, dan juga
mengadakan acara di luar lokasi Kampung Buku.Selain itu TBM Kampung juga
melakukan kegiatan promosinya melalui periklanan (media cetak dan media luar
ruang), promosi penjualan (perlombaan, produk kreatifitas, pertunjukkan, kegiatan
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
151
kreatifitas anak), penjualan perorangan (seminar dan diskusi, pameran, word of
mouth/WOM), media interaktif.
Namun yang disayangkan adalah TBM Kampung Buku belum optimal dalam
melakukan kegiatan promosi, karena belum melibatkan organisasi di lingkungan
sekitar, seperti contohnya adalah karang taruna atau remaja masjid. Selain itu TBM
Kampung Buku masih terlihat lebih menonjolkan kegiatannya saja, seperti
contohnya yoyo dan tari dibandingkan dengan mempromosikan mengenai jasa,
layanan, koleksi, fasilitas dari taman bacaan Kampung Buku itu sendiri.
Saran untuk TBM Kampung Buku adalah lebih ditingkatkan kembali strategi
promosi unik yang telah dilakukan oleh TBM Kampung Buku, contohnya dengan
mengajak dan melibatkan organisasi-organisasi yang ada di lingkungan sekitar,
menciptakan kembali ide-ide unik lainnya seperti contohnya yaitu dengan selalu
mengucapkan kata “Kampung Buku” di tiap akhir kalimat pada saat mengobrol di
tempat umum dan dilakukan dengan volume yang agak cukup besar di bagian
“Kampung Buku” dengan tujuan orang-orang akan mendengarnya, kegiatan
seperti ini bertujuan agar TBM Kampung Buku dicap sebagai TBM yang
mempunyai segala macam atau seribu ide unik dalam mempromosikan
perpustakaan mereka dengan harapan masyarakat akan datang untuk
memanfaatkan segala jasa, fasilitas dan layanan yang ada serta memberikan
sumbangan berupa koleksi atau dana kepada TBM Kampung Buku agar fasilitas
yang ada bisa semakin berkembang, semakin mempererat komunikasi dan promosi
terhadap masyarakat sekitar agar masyarakat mau membantu memberikan dana
bantuan dan relawan untuk dapat mengembangkan TBM Kampung Buku lebih
baik lagi, memasang pengumuman mengenai dibutuhkan tenaga relawan atau
volunteer yang bertujuan agar kegiatan promosi dapat berjalan dengan lancar dan
baik, melakukan kegiatan promosi jangan hanya mempromosikan kegiatan saja
tetapi juga mengenai taman bacaan Kampung Buku itu sendiri seperti contohnya
mengenai jasa, layanan, koleksi dan fasilitas yang ada sehingga bisa seimbang di
antara keduanya, selain itu agar tidak monoton dan lebih bervariasi, dalam menarik
minat anak-anak tidak hanya melalui kegiatan-kegiatan seperti yoyo dan menari
saja tetapi juga dapat dilakukan pula dengan cara mendongeng.
Daftar Acuan
Arifin, Ali. (2005). Seni Menjual : Perspektif Bisnis, Ide-ide Penjualan serta
Strategi Pemasaran. Yogyakarta: ANDI.
Basu Swastha, Irawan. (2008). Menejemen Pemasaran Modern. Yogyakarta:
Liberty.
Basuki, Sulistyo. (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
.... (2009). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah
dan Pemuda. (2003). Pedoman Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Gunawan, Imam. (2013). Metode Penelitian Kualitatif : Teori dan Praktik. Jakarta
: Bumi Aksara.
Hendrayana Haris, Heri. (2015, 21 Juni). Wawancara Pribadi.
In, Charlie. (2004). Mengukir Strategi Pemasaran : Untuk Meningkatkan Bisnis
dan Profit Anda. Jakarta: Gramedia.
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
152
Jogiyanto. (2009). Metodologi Penelitian Sistem Informasi. Yogyakarta: ANDI.
Monle Lee, Carla Johnson. (2007). Prinsip-prinsip Pokok Periklanan dalam
Perspektif Global. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Morrisan. (2010). Periklanan : Komunikasi Terpadu. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Priharmoko, Patria. (2003). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Word Of
Mouth Pada Konsumen. Jakarta : Universitas Indonesia.
Sabarguna, Boy S. (2004). Analisis Data pada Penelitian Kualititaif. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sukarman, Rachmat Natadjumen. (2000). Pedoman Umum Penyelenggaraan
Perpustakaan Umum. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Sutarno. (2006). Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagung Seto.
.... (2006). Mengenal Perpustakaan. Jakarta: Jala Permata Pasar Minggu.
.... (2004). Manajemen Perpustakaan : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Samitra
Media Utama.
.... (2006). Manajemen Perpustakaan : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Sagung
Seto.
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
153
Pedoman Penulisan Artikel Jurnal
Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan
Kearsipan
Berikut merupakan kelengakan untuk format penulisan Jurnal llmu lnformasi,
Perpustakaan, dan Kearsipan yang terstruktur mulai dari awal, berupa judul
artikel hingga cara penulisan daftar acuan di akhir tulisan.
1. Format tulisan dalam microsoft word Times New Roman.
2. JUDUL ARTIKEL
( all caps, 14 point, bold, centered )
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Penulis, gelar (12pt)
(kosong satu spasi tunggal)
Nama Program Studi, Fakultas, Nama Universitas, Alamat Kota, Kode pos atau (J
Opt)
Nama Lembaga, Alamat Kota, Kode Pos (J Opt)
(kosong satu spasi tunggal)
E-mail: [email protected] (J Opt, italic)
(kosong dua spasi tunggal)
3. Abstrak (J 2pt, bold)
(kosong satu spasi tunggal)
Abstrak harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Inggris. Abstrak
Bahasa Indonesia ditulis terlebih dahulu lalu diikuti abstrak dalam bahasa lnggris. Jenis
huruf yang digunakan Times New Roman, ukuran l O pt, spasi tunggal. Abstrak
sebaiknya meringkas isi yang mencakup tujuan penelitian, metode penel itian, serta
hasil analisis
yang disampaikan tidak lebih dari 250 kata.
(kosong satu spasi tunggal)
4. Kata Kunci : Maksimum 5 kata kunci ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa
Jnggris . (10 pt italic)
(kosong dua spasi tunggal)
Abstract {12pt, bold)
V O L U M E 1 7 , N O M O R 2 , O K T O B E R 2 0 1 5
154
Key words: (10 pt italic)
(kosong tiga spasi tunggal)
5. Bentuk Naskah
-Judul -Nama Penulis
Pedoman Penulisan Jurnal -Disertai afiliasi (alamat institusi, bila sudah bekerja di institusi atau organisasi/ misalnya bisa ditulis
pemerhati ilmu
perpustakaan dan informasi dst . .. Iihat contoh)
-alamat email
- Abstrak (bahasa Tnggris dan bahasa Indonesia) dan kata kunci
-Pendahuluan (12 pt, bold)
(satu spasi tunggal kosong) yang mencakup latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian,
tinjauan
literatur dan studi sebelumnya,
-Metode Penelitian (satu spasi tunggal kosong)
rnencakup partisipan penelitjan, metode pengumpulan data, dan proses pengumpulan data
-Analisis dan Interpretasi Data (satu spasi tunggal kosong)
-Kesimpulan (satu spasi tunggal kosong)
-Daftar Acuan (mengikuti format AP A (American Psychological Association) (satu spasi tunggal kosong)
-Lampiran (satu spasi tunggal kosong)
6. Jumlah ha la man 10 -15, termasuk abstrak dan daftar acuan dan lampiran 7. Format tulisan dalam Microsoft Word (doc)
8. Naskah yang sudah masuk akan diseleksi untuk diterbitkan di jurnal DIPI (penerbitan di jurnal DIPI dipilih
berdasarkan kesesuaian topik yang akan diterbikan)oleh Dewan Redaksi dan bila diperlukan akan dilakukan penyempurnaan tanpa mengubah isi naskah
9. Batas akhir pengiriman naskah paling lambat untuk semester ganap t ahun 2012/2013 adalah 2 minggu
setelah sidang pada bu Ian Juni - Juli 2013 10. Artikel dikirim ke www.jipi-ui.web.id dengan aplikasi Jurnal Online.
11. Biografi singkat penulis dalam file yang berbeda
J U R N A L I L M U I N F O R M A S I , P E R P U S T A K A A N , D A N K E A R S I P A N
155