universitas indonesialib.ui.ac.id/file?file=digital/20334064-t32531-elza huzaifah nirmaliana.pdf ·...
TRANSCRIPT
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
PERANAN NOTARIS DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN
KREDIT PEMILIKAN RUMAH MELALUI PERJANJIAN
BAKU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8
TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
TESIS
ELZA HUZAIFAH NIRMALIANA NPM 1006828110
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
SALEMBA
JANUARI 2013
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
PERANAN NOTARIS DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN
KREDIT PEMILIKAN RUMAH MELALUI PERJANJIAN
BAKU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8
TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Kenotariatan
ELZA HUZAIFAH NIRMALIANA
NPM 1006828110
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
SALEMBA
JANUARI 2013
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh :
Nama : Elza Huzaifah Nirmaliana
NPM : 1006828110
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul Tesis : Peranan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan
Hukum Terhadap Konsumen Kredit Pemilikan
Rumah Melalui Perjanjian Baku Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bahan persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister
Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum,
Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Henny Marlyna, S.H., M.H.,M.L.I.
Penguji : Wenny Setiawati, S.H., M.H.
Penguji : Akhmad Budi Cahyono, S.H., M.H.
Ditetapkan di : Depok, Jawa Barat
Tanggal : 21 Januari 2013
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Elza Huzaifah Nirmaliana
NPM : 1006828110
Tanda Tangan :
Tanggal : 21 Januari 2013
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya. Sholawat dan salam juga disampaikan
kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang memberikan suri
tauladan bagi umat manusia di muka bumi ini serta telah mengantarkan umatnya
dari zaman jahiliyah ke alam yang penuh berkah, semoga mendapatkan tempat
yang dijanjikanNya. Amien.
Penyelesaian tesis ini dengan judul : “Peranan Notaris Dalam
Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Kredit Pemilikan
Rumah Melalui Perjanjian Baku Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, ini semula terasa berat, namun
dengan hati yang bulat serta semangat yang tiada putus-putusnya akhirnya tesis
ini Alhamdulillah terselesaikan juga.
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi sebagian syarat-syarat
untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas
Indonesia. Dalam penyusunan tesis ini penulis telah mengerahkan kemampuan
yang maksimal, akan tetapi penulis menyadari bahwa apa yang telah dicapai tidak
sesempurna yang diharapkan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi melengkapi kesempurnaan tesis ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak
yang telah membantu dan penyelesaian skripsi ini, terutama kepada yang
terhormat :
1. Bapak Dr. Drs. Widodo Suryandono., S.H., M.H., selaku Ketua Program
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
2. Ibu Henny Marlyna, S.H., M.H.,M.L.I., selaku Dosen Pembimbing tesis, yang
telah banyak memberi bimbingan, arahan serta motivasi penulis yang berguna
sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
3. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Indonesia yang telah memberi bimbingan, arahan dan didikan bagi
penulis selama masa perkuliahan.
4. Seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah
memberikan kemudahan di bidang administrasi selama penulis mengikuti
pendidikan.
5. Bapak Winanto Wiryomartani, SH., M.Hum, Ibu Arikanti Natakusuma, SH,
Ibu Drs. Ayu Tiara Siregar, SH, Ibu Dwi Puspita Sari, SH., M.Kn, dan Ibu
Dewi Tenty Septy Artiany, SH, M.Kn, selaku Notaris/PPAT, yang telah
memberikan izin,waktu dan kesempatan kepada penulis untuk memperoleh
informasi dan mengambil data yang diperlukan untuk menyelesaikan tesis ini.
6. Terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam penulis sampaikan kepada
yang tercinta Papa H. Nofrizal, S.H dan Mama Hj. Darnelly, S.H yang selalu
memberikan motivasi, semangat, dukungan dan tiada henti-hentinya
mendoakan penulis untuk penyelesaian tesis ini. Untuk adinda tersayang M.
Iqbal Febrizal dan M. Arief Dafrizal yang selalu memberikan semangat dan
doanya untuk penulis. Untuk Hanif Ananda Pratama, Haneshia Laili
Ramadhani dan Bunda terima kasih untuk doa dan semangatnya. Semua
keluarga yang telah banyak membantu dan telah senantiasa berdoa sehingga
penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Gelar ini penulis persembahkan
untuk mereka yang penulis sayangi dan cintai.
7. Arias Ichsan Rindes, S.Sn yang telah memberikan semangat, dukungan ,doa
serta sedia mendengarkan keluh kesah penulis, selama penulis menyelesaikan
tesis ini.
8. Sahabat-sahabat tersayang Vita Puspita, S.T, Weny Napitupulu, Yulviana
Gitria Putri, S.Ikom, Yoan Adelinadinanti, S.Pd, Ana Atthahira, Triamy
Rostarum, S.H, Aulia Beatrice, S.E, Miranty Kuswandari, S.Pt, Altamevia
Fina, S.H, Siti Rawdiah Sari, S.H dan Risa Celviani, S.H yang selalu
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
memberikan semangat, dorongan, doa serta setia mendengarkan keluh kesah
penulis terkait dengan penyelesaian tesis ini, sehingga tesis ini terselesaikan.
9. Sahabat-sahabat di Magister Kenotariatan, Dewi Susanti, S.H, Delny
Teoberto, S.H dan suami, Novi Herawati S.H dan suami, Sari Jacob, S.H,
Nani Norseva, S.H, Meidicianawati, S.H dan suami, Astried Triana, S.H dan
suami, Chikita Goenawan, S.H, Tika Amelia, S.H dan Nalia Safitri, S.H
terima kasih untuk semua bantuan, support, doa dan selalu ada dikala susah
dan senang. Akhirnya tesis kita masing-masing terselesaikan dengan hasil
yang memuaskan dan kita wisuda bareng.
10. Dan semua teman-teman Magister Kenotariatan Angkatan 2010 Universitas
Indonesia serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah banyak membantu dalam melakukan penelitian ini mulai sejak awal
sampai selesainya tesis ini.
Atas segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan, penulis mendoakan
semoga Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang senantiasa
melimpahkan rahmat-Nya dan membalas semua kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis. Dan akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jambi, 21 Januari 2013
Penulis,
Elza Huzaifah Nirmaliana, S.H
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PESETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
dibawah ini :
Nama : Elza Huzaifah Nirmaliana
NPM : 1006828110
Program Studi : Magister Kenotariatan
Fakultas : Hukum
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Peranan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen
Kredit Pemilikan Rumah Melalui Perjanjian Baku Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
Ekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmediakan/formatkan, mengolah dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok, Jawa Barat
Pada Tanggal : 21 Januari 2013
Yang Menyatakan
Elza Huzaifah Nirmaliana
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Elza Huzaifah Nirmaliana
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul : Peranan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan Hukum
Terhadap Konsumen Kredit Pemilikan Rumah Melalui
Perjanjian Baku Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Dalam suatu perjanjian terdapat salah satu asas, yaitu asas kebebasan berkontrak, dimana diharapkan dalam pembuatan perjanjian posisi tawar menawar para pihak adalah relatif seimbang. Sedangkan dalam perjanjian baku, posisi tawar menawar para pihak tidak seimbang, konsumen hanya dihadapkan pada satu pilihan. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otekntik, dalam hal ini membuat perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, dituntut untuk dapat memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen yang menggunakan jasanya. Notaris dalam menjalankan jabatannya harus sesuai dengan peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris, yakni menjalankan kewajibannya sebagaimana yang telah diterangkan dalam Undang-Undang. Notaris dituntut untuk mampu memberikan penyuluhan hukum dan dapat menjaga kepentingan para pihak, agar hak konsumen terlindungi.
Kata Kunci :
Peranan Notaris, Kredit Pemilikan Rumah
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
ABSTRACK
Name : Elza Huzaifah Nirmaliana
Study Program : Magister of Notary
Title : The Role of a Public Notary in Providing Legal
Protection for Home Loan Customers Through Standart
Agreement Based on Law No 8 of 1999 on the Consumer
Protection Act.
In an agreement, there is one principle, that is freedom of contracts, in which both parties position are balanced. But in standart agreement, the bargaining positions of both parties are not balanced.. While the standard contract, the parties' bargaining positions are not balanced, the consumer faced with a choice. Consumers can not bargain or amend the contract's content , consumer only has option to receive or not to approve it at all.. Notary as a public official authorized to make deed, in this case made a pact home loans, one is required to protect consumers who use her service.. Notaries in running position must conform to the rules Notary Law, its obligations as explained in the Act. Notaries are required to be able to provide information on the law and safeguard the interests of the parties, that the rights of consumers are protected.
Keyword :
The Role Of a Public Notary, Home Loan
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................... ii LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... iii KATA PENGANTAR .............................................................................. iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH............. vii ABSTRAK................................................................................................ viii ABSTRACT............................................................................................... ix DAFTAR ISI.............................................................................................. x 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang........................................................................... 1 1.2. Pokok Masalah..................................................................................... 12 1.3. Metode Penelitian ............................................................................... 13 1.4. Sistematika Penulisan........................................................................... 14 2. PERANAN NOTARIS DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN KREDIT PEMILIKAN RUMAH MELALUI PERJANJIAN BAKU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
2.1. Tinjauan Umum Perjanjian.................................................................. 16 2.1.1. Pengertian Perjanjian................................................................... 16 2.1.2. Perjanjian Baku Pada Umumnya................................................ 22 2.1.3. Pengertian Perjanjian Baku......................................................... 23
2.1.4. Perjanjian Baku dalam perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen............................................................ 33 2.1.5. Perjanjian Kredit........................................................................ 41 2.1.6. Perjanjian KPR.......................................................................... 46 2.1.7. Peranan Notaris Dalam Menjalankan Profesi............................ 52 2.2. Temuan Penelitian..................................................................... 57
2.2.1. Prosedur Pengikatan Perjanjian KPR.................................... 57 2.2.2 Bargaining Position yang tidak seimbang antara Bank dan
Debitur KPR...................................................................... 59 2.2.3. Perlindungan Hukum bagi Konsumen KPR dalam Perjanjian Baku................................................................................. 62 2.2.4. Peran Notaris dalam prosedur pengikatan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah.............................................................. 67
2.3. Analisis Hukum........................................................................ 72 2.3.1. Perlindungan hak-hak konsumen oleh Notaris dalam
pembuatan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)....... 72 2.3.2. Konteks Peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris Terhadap Peranan Notaris................................................. 76
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
3. PENUTUP 3.1. Kesimpulan............................................................................. 79 3.2. Saran...................................................................................... 80 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
sejauh mana pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan bagi pejabat
umum lainnya. Pembuatan akta otentik harus dilakukan oleh peraturan perundang-
undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan
hukum. Selain itu akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, bukan
saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena
dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan
kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi
pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.
Notaris membuat akta otentik yang merupakan alat pembuktian terkuat
dan terpenuh yang mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum
dalam setiap kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, perbankan,
kegiatan sosial dan lain-lain. Kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta
otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian
hukum dalam berbagai kegiatan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat Nasional
maupun Internasional. Dengan adanya akta otentik, memberikan kepastian hukum
bagi pemegangnya dan menghindari terjadinya sengketa di kemudian hari, dan
walaupun sengketa tidak dapat dihindari, akta otentik tersebut merupakan alat
bukti tertulis terkuat dan terpenuh dalam proses penyelesaian sengketa.
Seiring dengan perkembangan era globalisasi dewasa ini, kebutuhan
masyarakat akan notaris dan akta-akta yang dibuatnya mengalami perkembangan
yang semakin meluas. Masyarakat sekarang lebih mempunyai kesadaran hukum
dalam melakukan hubungan-hubungan hukumnya, baik itu hubungan hukum
dalam bidang bisnis, perbankan, bahkan kegiatan-kegiatan sosial telah
menggunakan jasa notaris untuk membuat akta otentik yang mengikat para pihak
dalam kegiatannya.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Perkembangan ini juga berpengaruh besar terutama dalam bidang
perbankan. Notaris merupakan salah satu unsur yang penting dalam setiap
operasional transaksi perbankan, terutama dalam pembuatan akta-akta jaminan
kredit/pembiayaan, surat pengakuan hutang, grosse akta, legalisasi dan
waarmerking dan tugas-tugas lain dari notaris yang telah diatur oleh peraturan
perundang-undangan.
Keberadaan notaris sebagai pekerja jasa diberi kewenangan oleh negara
untuk membuat akta otentik dan selanjutnya mewakili negara pemerintah dalam
kompetensi hubungan hukum privat yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Keberadaan notaris dalam hal ini benar-benar begitu berperan karena notaris
dalam kapasitasnya yang dipercaya untuk membuat akta otentik, dengan
sendirinya juga dipandang sebagai pejabat umum yang selalu berusaha mencegah
terjadinya konflik.
Profesi notaris merupakan instansi yang membuat akta-akta yang
menimbulkan alat-alat pembuktian tertulis dan mempunyai sifat yang otentik.
Dalam hal ini notaris harus aktif dalam pekerjaannya, dan bersedia melayani
masyarakat dimanapun juga, notaris tidak hanya melayani masyarakat perkotaan
tapi juga harus melayani masyarakat pedesaan sekalipun harus mengeluarkan
tenaga dan materi yang tidak sedikit untuk melayani masyarakat yang
membutuhkan jasa notaris. “Alat pembuktian itu dapat membuktikan dengan sah
dan kuat tentang suatu peristiwa hukum sehingga menimbulkan lebih banyak
kepastian hukum (Rechtszerkerheid)”.8
Notaris sebagai ahli dalam bidang hukum dapat memberi bantuannya, baik
dengan nasehat-nasehat yang diberikan olehnya kepada mereka yang
membutuhkan, maupun dengan penyusunan akta-akta yang sedemikian rupa,
sehingga dapat dicapai apa yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang membutuhkan
jasa notaris. Dalam penyusunan akta itulah terletak keterampilan dan seni dari
seorang notaris dalam menerapkan hukum, sehingga dapat memenuhi maksud dan
keinginan dari pihak-pihak yang membuat perjanjian, tanpa meninggalkan hukum
8 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 1993), hal. 7.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
yang berlaku bahkan dengan demikian dapat menimbulkan kasus-kasus baru dan
mencari penyelesaian-penyelesaian dimana hukum atau undang-undang tidak
mengatur secara jelas mengenai suatu kasus, sehingga dengan demikian notaris
ikut serta menemukan hukum baru dengan memperhatikan segala hal yang
menyangkut segala hal, antara lain hal-hal yang menyangkut tata hidup
masyarakat.
Hal demikian sebagaimana diuraikan dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan
Notaris yang memberikan ketentuan tentang definisi notaris serta apa yang
menjadi tugas notaris, yakni :
“Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk
membuat akta-akta tentang segala tindakan, perjanjian dan keputusan-
keputusan yang oleh perundang-undangan umum diwajibkan, atau para
yang bersangkutan supaya dinyatakan dalam suatu surat otentik,
menetapkan tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse
akta (salinan sah), salinan akta dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang
pembuatan akta-akta itu tidak juga diwajibkan kepada pejabat atau
khusus menjadi kewajibannya”.
Peranan notaris senantiasa diperlukan masyarakat, salah satunya pada saat
masyarakat ingin memiliki rumah dengan cara Kredit Pemilikan Rumah
(selanjutnya di singkat KPR) dengan Bank. Rumah merupakan parameter dalam
mengukur kesejahteraan suatu masyarakat sebagai kebutuhan pokok. Maksudnya
adalah bahwa untuk melihat tingkat kesejahteraan seseorang baik dari kemampuan
ekonomi, tingkat pendidikan dan status sosial seseorang, masyarakat cenderung
menilai dari keberadaan rumah sebagai tempat tinggalnya.
Rumah juga merupakan salah satu kebutuhan primer manusia, setelah
kebutuhan terhadap pangan dan sandang. Kebutuhan yang bersifat primer adalah
kebutuhan yang harus terpenuhi untuk kelangsungan hidup. Namun untuk
memenuhi atau memperoleh kebutuhan rumah, tidak semudah dan sesederhana
pemenuhan kebutuhan terhadap pangan dan sandang. Karena rumah terdiri dari
tanah dan bangunan. Tanah dari hari ke hari selalu menunjukkan nilai ekonomis
yang semakin tinggi, semakin mahal, sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk
yang tinggi. Begitu juga harga bahan-bahan bangunan terus meninggi seiring laju
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
inflasi. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan utama yang bernama
rumah sebagai tempat tinggal diperlukan biaya yang tidak sedikit.
Keinginan untuk memenuhi kebutuhan perumahan ini, terbentur akan
situasi ekonomi yang berubah-ubah. Dimana tingkat kenaikan harga barang,
khususnya rumah semakin tidak terjangkau oleh kemampuan daya beli
masyarakat yang membutuhkannya. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa
permintaan lebih besar daripada penawaran sedangkan faktor daya beli yang
idealnya ikut meningkat secara signifikan tidak terpenuhi.
Khusus di kota-kota besar utama dimana jumlah penduduknya sudah
sangat padat, kebutuhan perumahan akan menyangkut segi kuantitas dan kualitas
dalam proses pemenuhannya. Segi kuantitas bisa dipenuhi dengan cara
membangun sebanyak-banyaknya perumahan dan dari segi kualitas dipenuhi
dengan jalan membangun perumahan yang layak untuk semua strata masyarakat.
Pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut memperoleh hambatan pada
terbatasnya lahan sebagai tempat membangun perumahan. Hal tersebut dipenuhi
dengan cara membangun secara horizontal maupun vertikal bangunan perumahan.
Secara horizontal yaitu dengan memberikan kesempatan kepada pengembang
(developer) untuk membuka daerah pemekaran dan secara vertikal dilakukan
dengan membangun bertingkat untuk perumahan misalnya hunian bersama atau
yang biasa disebut rumah susun.
Daya beli masyarakat yang rendah diatasi dengan upaya dari pemerintah
dengan menyediakan dana-dana dalam bentuk program pembiayaan perumahan.
Biasanya pembiayaan perumahan tersebut pelunasannya secara angsuran dan
diarahkan untuk strata masyarakat menengah kebawah. Upaya dari pemerintah
tersebut tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan perumahan, dimana hal tersebut telah dimasukan dalam dasar
konstitusi negara Indonesia, khususnya pada Pasal 28 I ayat (4) perubahan kedua
Undang-Undang Dasar 1945, yang selengkapnya berbunyi:
“(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi
manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”
Oleh developer yang melihat masih tingginya permintaan akan perumahan
khususnya untuk masyarakat menengah ke atas maka ditanggapi dalam
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
melibatkan lembaga keuangan swasta sebagai pemberi dana dalam bentuk kredit
perumahan. Beberapa developer yang menyelenggarakan sendiri paket
pembiayaan perumahannya, dengan jalan mengumpulkan calon pembelinya
berdasarkan pesanan (indent), ada pula yang menyediakan perumahan siap huni
terlebih dahulu (real estate) dan menjualnya kemudian. Mengingat bahwa
kebutuhan dana untuk investasi di bidang perumahan tersebut sudah menyangkut
jumlah dana yang besar, peluang ini dimanfaatkan oleh lembaga keuangan
khususnya perbankan dengan meluncurkan produknya berupa paket-paket kredit
perumahan. Di antara bank sebagai penyedia dana dan nasabahnya hubungan yang
terjadi apabila ditinjau dari sisi hukum adalah termasuk dalam hubungan hukum
perjanjian, dimana melibatkan dua pihak pokok yaitu pihak bank sebagai kreditur
dan nasabahnya sebagai pihak debitur.
Perumahan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan
pembentukan watak dan kepribadian bangsa sehingga perlu dibina dan
dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan masyarakat.
Perumahan dan pemukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan
kehidupan semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia
dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan
menampakkan jati diri.
Andi Hamzah, I Wayan Suandra dan B.A. Manalu menegaskan bahwa
tujuan dari pembangunan perumahan dan pemukiman adalah :
“ Merupakan upaya untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia,
sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan kehidupan, memberi arah
pada pertumbuhan wilayah, memperluas lapangan kerja serta
menggerakkan kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat.” 9
9 Andi Hamzah, I Wayan Suandra, dan B.A. Manalu, Dasar-Dasar Hukum Perumahan,
Cet. Ketiga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 1.
Sehubungan dengan itu upaya pembangunan perumahan dan pemukiman
terus ditingkatkan untuk menyediakan perumahan dengan jumlah yang makin
meningkat dan dengan tetap memperhatikan persyaratan minimun bagi rumah
yang layak, sehat, aman dan serasi.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Akan tetapi tidak banyak masyarakat yang mampu membeli rumah secara
tunai. Problem keterbatasan dana untuk membeli rumah secara tunai, dapat diatasi
dengan cara KPR dari perbankan. Sebagaimana kredit pada umumnya, maka KPR
juga merupakan sebuah perjanjian. Dalam hal ini perjanjian kredit, dimana Bank
adalah pihak yang meminjamkan uang (kreditur) kepada nasabahnya (debitur).
Kredit ini khusus hanya dapat dipergunakan untuk keperluan membayar rumah
yang dibeli oleh debitur tersebut.
Dalam praktik pemberian KPR di Indonesia, sebagaimana layaknya
perjanjian kredit biasa, perjanjian KPR juga dibuat dalam bentuk perjanjian
standar atau perjanjian baku. Karena itu, isi atau klausula-klausulanya telah
disusun dan disiapkan sebelumnya oleh pihak Bank. Dengan demikian, nasabah
KPR sebagai debitur hanya dihadapkan pada satu pilihan yaitu menerima seluruh
isi atau klausula perjanjian KPR itu. Bila tidak bersedia menerimanya sebagian
atau seluruhnya isi dan klausula-klausula itu, maka nasabah tidak akan diberikan
fasilitas KPR. Akibatnya tentu impian untuk membeli dan memiliki rumah
sendiri menjadi pupus.
Sebagai konsekuensi dari perjanjian kredit yang bersifat standar,
kedudukan Bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur tidak pernah
seimbang. Debitur tidak ada daya dan harus mengikuti ketentuan dari isi
perjanjian kredit yang sudah dibuat baku oleh Bank tersebut.10
Persoalan perlindungan konsumen merupakan masalah yang banyak
mengundang perhatian masyarakat, khususnya konsumen yang ingin
menggunakan fasilitas KPR pada Bank. Mereka sering dirugikan oleh pihak Bank
sebagai penyalur dana, agar dapat terpenuhi impian konsumen memiliki rumah.
Beberapa kasus yang terjadi pada umumnya pihak konsumen tidak berdaya
mempertahankan hak-haknya, karena tingkat kesadaran konsumen akan haknya
masih sangat relatif rendah. Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas
dengan strata yang sangat bervariasi. Untuk itu semua cara pendekatan
diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan
Ini tentu tidak adil.
10 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal. 2.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji yang
berawal dari itikad buruk. Dampak buruk yang sering terjadi diantaranya
menyangkut kualitas dan informasi yang tidak jelas.
Secara umum memang diakui bahwa posisi konsumen sangatlah lemah
bila dibandingkan dengan pihak Bank, baik dilihat dari segi ekonomi,
pengetahuan teknis maupun dalam mengambil tindakan hukum melalui institusi
pengadilan, sehingga kadangkala konsumen tidak menyadari bahwa haknya telah
dilanggar oleh pihak Bank.
Konsumen tenyata tidak hanya dihadapkan pada persoalan lemahnya
kesadaran dan ketidakmengertian (pendidikan) terhadap hak-haknya sebagai
konsumen. Hak-hak yang dimaksud, misalnya bahwa konsumen ternyata tidak
memiliki bargaining position (posisi tawar) yang berimbang.11
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Sedangkan hukum
perjanjian itu menganut asas kebebasan berkontrak, yang mana asas ini
memberikan pada setiap orang hak untuk dapat mengadakan berbagai kesepakatan
sesuai kehendak dan persyaratan yang disepakati kedua pihak, dengan syarat-
syarat subjektif dan objektif tentang sahnya suatu persetujuan tetap terpenuhi.
Syarat-syarat sah dalam perjanjian dapat dilihat pada Pasal 1320
KUHPerdata. Adapun isi syarat sah tersebut adalah :
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Syarat yang sepakat dan kecakapan disebut syarat subjektif karena
menyangkut orang-orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian. Orang-orang
atau pihak-pihak ini sebagai subjek yang membuat perjanjian. Apabila syarat
subjektif tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan (canceling)
oleh salah satu pihak yang cakap. Dapat dibatalkan oleh salah satu pihak artinya
salah satu pihak dapat melakukan pembatalan atau tidak melakukan pembatalan.
Apabila salah satu pihak tidak membatalkan perjanjian itu maka perjanjian yang
11 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Cet.
Ketiga, (Jakarta: Gramedia, 2003), hal. 3.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
telah dibuat tetap sah. Yang dimaksud salah satu pihak yang membatalkan disini
adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum.
Sedangkan apabila syarat suatu hal tertentu dan sebab yang halal disebut
syarat objektif, yang mana apabila syarat objektif tersebut tidak dipenuhi maka
perjanjian tersebut akan batal demi hukum. Batal demi hukum artinya perjanjian
yang dibuat para pihak tersebut sejak awal dianggap tidak pernah ada. Jadi para
pihak tidak terikat dengan perjanjian itu sehingga masing-masing pihak tidak
dapat menuntut pemenuhan perjanjian karena perjanjian sebagai dasar hukum
tidak ada sejak semula. Dengan dipenuhi keempat syarat sah perjanjian tersebut,
maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak
yang membuatnya.
Namun dalam perkembangannya, pada perjanjiannya ternyata kedua belah
pihak mempunyai keinginan masing-masing, yaitu pihak kreditur dengan motifasi
untuk menjamin pelunasan dana kredit yang telah dikeluarkan maka dilibatkanlah
pihak penjamin (asuransi) dan membebankan objek perjanjian dengan hak
tanggungan, sedangkan pihak debitur untuk menjamin kebebasan dalam
memperoleh perumahan yang diinginkan maka debitur melibatkan developer.
Perkembangan yang dimaksud di atas dalam hal pengaturan terlibatnya para pihak
di luar perjanjian kredit tersebut dimungkinkan di dalam sistem hukum Indonesia,
karena dianutnya asas kebebasan berkontrak yang ada dalam sistem hukum
perdata.
Kembali kepada masalah esensi perjanjian KPR maka akan kembali
kepada masalah hakekat dasar daripada perjanjian. Dimana dalam membuat suatu
perjanjian para pihak bebas menentukan sendiri isi daripada perjanjian dengan
berpijak pada asas kebebasan berkontrak. Namun pada dasarnya menurut
KUHPerdata kebebasan tersebut tentunya tidak terlepas dari syarat sahnya suatu
perjanjian dimana harus memenuhi salah satu syarat yaitu unsur kesepakatan
antara para pihak yang mengadakan perjanjian. Jadi kata sepakat merupakan
syarat mutlak yang harus terpenuhi agar suatu perjanjian dapar dianggap sah dan
mampu mengikat (sebagai undang-undang) bagi kedua belah pihak.
Asas kebebasan berkontrak menganut sistem yang terbuka, yang mana
setiap orang dapat mengadakan berbagai perjanjian, bahkan dengan bentuk-bentuk
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
perjanjian lain. Dengan asas kebebasan berkontrak, sistem terbuka dan bahwa
hukum perjanjian itu merupakan hukum pelengkap saja, lengkaplah sudah
kebebasan setiap orang untuk mengadakan perjanjian, termasuk perjanjian yang
dipaksakan kepadanya. Apabila yang mengadakan perjanjian adalah mereka yang
seimbang kedudukan ekonomi, tingkat pendidikan dan/atau kemampuan daya
saingnya, mungkin masalahnya menjadi lain. Dalam keadaan sebaliknya, yaitu
para pihak tidak seimbang, pihak yang lebih kuat akan dapat memaksa
kehendaknya atas pihak lain yang lebih lemah.
Mengingat bahwa para pihak yang terkait di dalam perjanjian mempunyai
motifasi masing-masing, maka sampai sejauh mana objektifitas isi perjanjian
dapat dianggap fair bagi kedua belah pihak masih perlu diuji. Khusus mengenai
dari perjanjian kredit perumahan yang tidak terlepas dari hukum penawaran dan
permintaan, dimana permintaan lebih besar daripada penawaran, maka
pembuktian kedudukan para pihak akan menjadi sulit bila dikatakan bahwa
kedudukannya sama (seimbang).
Calon nasabah KPR dengan motifasi kebutuhan akan perumahan sebagai
tempat tinggal sudah sangat mendesak dengan harga yang terjangkau, mencari
pihak-pihak yang mempunyai dana dan bersedia menalangi pembayaran harga
rumah yang di inginkan. Calon nasabah tersebut dengan mendatangi lembaga
perbankan, diharuskan mengisi aplikasi permohonan dengan berbagai syarat yang
menyangkut kemampuan si calon nasabah dari segi finansial. Dari aplikasi
(permohonan) kredit tersebut ditindaklanjuti oleh pihak bank dengan berbagai
prosedur pengamanan sesuai kebijaksanaan intern lembaga bank itu sendiri,
dengan tindakan pemeriksaan, penilaian dan lain-lain yang semata-mata untuk
keuntungan pihak bank. Tahap berikutnya dilakukan dengan pembuatan draft
perjanjian yang sudah merupakan perjanjian baku yang harus ditandatangani oleh
para pihak. Yang isinya sebagian besar menyangkut masalah pengamanan dana
bank baik langsung maupun tidak langsung, yaitu misalnya adanya klausul bank
yang mengharuskan terlibatnya asuransi jiwa bagi debitur, asuransi bagi objek
perjanjian (rumah), pemberian kuasa-kuasa, bahkan objek perjanjiannya
sendiripun masih harus dibebani dengan hak tanggungan.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Dari segi lebih banyaknya syarat yang ditentukan oleh pihak kreditur
dibandingkan pihak debitur maka syarat kata sepakat oleh masing-masing pihak
akan menjadi kabur, karena sudah selayaknya kesepakatan diperoleh dari
kebebasan masing-masing pihak untuk saling tawar menawar kehendak atas apa
yang akan diperjanjikan, sehingga masing-masing pihak dengan sukarela
mengikat diri. Dalam hal terjadinya perjanjian KPR sangatlah lemah, dikarenakan
konsumen tidak dapat menuntut hak sebagai nyatanya. Jika masalah perlindungan
terhadap konsumen tersebut berdasarkan atas saling membutuhkan antara pihak
Bank dengan konsumen, dengan prinsip kesederajatan sama hak-hak konsumen,
menimbulkan kewajiban pihak Bank. Maka sebenarnya pihak Bank bertanggung
jawab terhadap perjanjian baku yang standarnya telah ditetapkan terlebih dahulu
oleh pihak Bank, yang mana konsumen tidak dapat mengubahnya. Secara
normatif hubungan hukum antara pihak Bank dengan konsumen diatur dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, untuk selanjutnya disebut UUPK.
Lahirnya UUPK pada tanggal 20 April 1999 diharapkan menciptakan
kegiatan usaha perdagangan yang fair, tidak hanya bagi kalangan pelaku usaha,
melainkan secara langsung untuk kepentingan konsumen, baik selaku pengguna,
pemanfaat maupun pemakai barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku
usaha. Harapan agar masyarakat (konsumen) terutama masyarakat awam selaku
pemakai atau yang membutuhkan perumahan sebagai tempat tinggalnya dapat
terbantu dengan adanya Undang-Undang ini.
Adapun contoh yang menunjukan lemahnya posisi konsumen (debitur),
yakni dalam Pasal 4 perjanjian KPR di salah satu Bank Pemerintah menyebut
bahwa konsumen (debitur) harus menyetujui secara langsung, bilamana sewaktu-
waktu suku bunga naik. Konsumen harus membayar suku bunga Bank sesuai
dengan yang telah ditetapkan. Adapun suku bunga untuk rumah, sebesar 5,5 % p.a
(lima koma lima persen per annum) efektif fixed rate untuk tahun pertama dan 8,5
% p.a (delapan koma lima persen per annum) efektif fixed rate untuk tahun kedua.
Bunga tersebut setiap tahun dapat berubah menurut penetapan Bank (kreditur).
Apabila perubahan bunga itu terjadi, maka perubahan tersebut berlaku pula bagi
perjanjian kredit tersebut. Apabila debitur tidak setuju atas perubahan bunga
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
tersebut, maka Bank (kreditur) dapat menghentikan perjanjian kredit ini,
sedangkan pihak konsumen (debitur) harus melunasi seluruh kredit sejumlah
utang pokok dan bunga serta segala sesuatu yang menjadi beban konsumen
(debitur). Tidak hanya itu, bahkan sebelum perjanjian KPR ditandatangani pun
calon nasabah sudah diperlakukan yang tidak adil oleh Bank pemberi KPR.
Debitur betul-betul berada pada posisi yang selalu direndahkan. Seperti
perjanjian baku yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pihak Bank.
Bank-bank tertentu membuat perjanjian KPR dengan perjanjian di bawah
tangan dan kemudian diikuti dengan perjanjian Pengakuan Utang secara notariil.
Beberapa Bank lain menerapkan kebijakan dengan membuat Perjanjian KPR
dengan akta otentik (akta notariil). Hal ini dilatarbelakangi terhadap adanya
kebutuhan akan pembuktian yang tertulis, dimana notaris mampu memenuhi
kebutuhan tersebut, karena notaris memiliki fungsi untuk membuat dan
memberikan dokumen (akta) otentik sebagai alat bukti yang kuat sehingga
diharapkan mampu memberi perlindungan hukum bagi konsumen maupun pihak-
pihak yang berkepentingan terhadap akta tersebut.
Namun para notaris tidak banyak yang memainkan peran ini. Sebagian
besar notaris cenderung mengikuti saja pasal-pasal yang diminta dicantumkan
oleh pihak Bank, tanpa banyak mendengarkan bagaimana suara hati debitur
sebagai konsumen. Dalam hal ini sebenarnya para notaris sebagai pejabat umum
yang membuat perjanjian KPR atau akta Pengakuan Utang haruslah mampu
berperan besar agar isi perjanjian tidak semata-mata melindungi kepentingan
pihak yang lebih kuat (Bank, kreditur), tetapi juga memperhatikan kepentingan
pihak nasabah KPR (debitur).
Faktor keseimbangan para pihak dalam penyusunan perjanjian KPR,
menjadi penekanan dalam penelitian ini mengingat bahwa pihak-pihak yang
terkait dalam pembentukan perjanjiannya salah satunya adalah notaris. Sehingga
diharapkan notaris sebagai profesional dibidang hukum yang menjalankan tugas
penyusunan perjanjian KPR, tidak melakukan kesalahan dalam menjalankan
profesinya, dengan mengingat bahwa kedudukan para pihak dalam perjanjian
kredit seharusnya adalah sama (seimbang). Dengan demikian, perjanjian tersebut
dapat memberikan perlindungan yang seimbang bagi para pihak.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Berdasarkan pada persoalan-persoalan di atas dan dihubungkan dengan
kenyataan yang sering dijumpai, maka guna memperhatikan pentingnya peranan
notaris dalam memberi perlindungan terhadap konsumen, maka penulis tertarik
untuk membahas dan menuangkan hasilnya dalam suatu karya ilmiah berbentuk
tesis dengan judul “Peranan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan
Hukum Terhadap Konsumen Kredit Pemilikan Rumah Melalui Perjanjian
Baku Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen”.
1.2. Pokok Permasalahan
Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan dalam latar belakang di atas,
maka ada beberapa pokok permasalahan yang akan diteliti yaitu :
1. Apakah notaris memperhatikan hak-hak konsumen dalam pembuatan
Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dalam rangka memberikan
perlindungan hukum terhadap konsumen?
2. Bagaimanakah konteks Peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris
terhadap peranan Notaris?
1.3. Metode Penelitian
Penelitian memiliki arti dan tujuan sebagai suatu upaya pencarian dan
tidak hanya merupakan objek yang terlihat kasat mata. Suatu penelitian secara
ilmiah dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan hasrat ingin tahunya yang telah
mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan suatu keyakinan, bahwa setiap gejala
akan ditelaah dan dicari hubungan sebab akibatnya, atau kecenderungan yang
timbul. Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah
pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu pendekatan terhadap hubungan antara
faktor-faktor yuridis (hukum positif) dengan faktor-faktor normatif (asas-asas
hukum).
Adapun tipologi penelitian yang penulis gunakan yakni penelitian
deskriptif analitis. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang memberikan
data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.
Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
membantu didalam memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka
menyusun teori-teori baru.12
Sesuai dengan fokus utama penelitian yaitu yuridis normatif, maka data-
data yang hendak dikumpulkan adalah data-data sekunder dari hukum positif,
yang meliputi bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, sekunder dan
tersier.
13
Metode analisis data dalam penelitian ini yakni pendekatan kualitatif.
Penelitian ini memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari
satuan-satuan gejala yang ada pada kehidupan manusia, atau pola-pola yang di
analisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari
masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola
yang berlaku.
Sumber data dalam penelitian diperoleh dari data hukum positif yaitu
bahan hukum primer berupa bahan-bahan hukum yang mengikat yakni peraturan
perundang-undangan, bahan hukum sekunder yaitu yang memberi penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku penunjang, hasil-hasil
penelitian hukum dan bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang.
Dalam rangka melaksanakan penelitian ini agar mendapatkan data yang
tepat, digunakan metode pengumpulan data yaitu studi kepustakaan. Yang berarti
bahwa penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yakni
studi dokumen dan juga melakukan wawancara yang dilakukan dalam rangka
menemukan data yang lebih terperinci. Wawancara terhadap responden, informan
dan narasumber dapat dilakukan dengan kuesioner atau pedoman wawancara.
14
Pendekatan ini merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data
deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang
bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. Yang diteliti dan
dipelajari adalah objek penelitian utuh. Deskriptif analitis ini dikenal pula
12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia-
Press, 2010), hal. 10. 13 Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1998), hal. 40. 14 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 21
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
dengan menggambarkan sesuatu kenyataan yang terjadi dan kemudian
dihubungkan dengan peraturan perundang-undang, pendapat para ahli dan
akhirnya ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan.
1.4. Sistematika Penulisan
Penulisan ini disusun sebagai suatu rangkaian yang sistematis, dimana
setiap bagian-bagiannya mempunyai kaitan yang erat satu sama lainnya. Dengan
demikian untuk memperoleh gambaran dan mempermudah pembaca mengenai isi
dan pembahasan, dalam sistematika penulisan terdiri dari 3 (tiga) bab yaitu :
Bab 1 : Pendahuluan, bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang, Pokok
Permasalahan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab 2 : Peranan Notaris Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap
Konsumen Kredit Kepemilikan Rumah Melalui Perjanjian Baku Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Didalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai hal-hal seperti:
A. Landasan Teori: 1. Tinjauan Umum Perjanjian; 2. Pengertian Perjanjian; 3.
Perjanjian Baku Pada Umumnya; 4. Pengertian Perjanjian Baku; 5. Perjanjian
Baku dalam perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen 6. Perjanjian
Kredit; 7. Perjanjian KPR.; 8. Peranan Notaris dalam menjalankan Profesinya.
B. Temuan Penelitian : 1. Prosedur Pengikatan Perjanjian KPR. 2.
Bargaining Position yang tidak seimbang antara Bank dan Debitur KPR; 3.
Perlindungan Hukum bagi Konsumen KPR dalam Perjanjian Baku; 4. Peranan
Notaris dalam Prosedur Pengikatan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah.
C. Analisis Hukum: 1. Notaris memperhatikan hak-hak konsumen dalam
pembuatan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dalam rangka memberikan
perlindungan hukum terhadap konsumen 2. Konteks Peraturan Undang-Undang
Jabatan Notaris Terhadap Peranan Notaris.
Bab 3 : Penutup, dalam bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran, dimana
kesimpulan ini diperoleh dari pembahasan masalah pada bab sebelumnya dan
saran yang diberikan oleh penulis sebagai bentuk hasil pemikiran atas
permasalahan yang diteliti.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 2
PERANAN NOTARIS DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN KREDIT PEMILIKAN RUMAH MELALUI PERJANJIAN BAKU BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
2.1. Tinjauan Umum Perjanjian
Hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak
melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal dari Hukum Perjanjian
merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap, yang berarti bahwa pasal-
pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang
membuat suatu perjanjian. Masyarakat diperbolehkan membuat ketentuan-
ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal Hukum Perjanjian.
Masyarakat diperbolehkan mengatur sendiri kepentingannya dalam perjanjian-
perjanjian yang diadakan. Kalau tidak mengatur sendiri suatu soal, itu berarti
mengenai soal tersebut akan tunduk kepada undang-undang. Memang tepat sekali
nama hukum pelengkap itu, karena benar-benar pasal-pasal dari Hukum
Perjanjian itu dapat dikatakan melengkapi perjanjian-perjanjian yang dibuat
secara tidak lengkap. Dan memang biasanya orang yang mengadakan suatu
perjanjian tidak mengatur secara terperinci semua persoalan yang bersangkutan
dengan perjanjian itu. Biasanya hanya menyetujui hal-hal yang pokok saja,
dengan tidak memikirkan soal-soal lainnya. Kalau kita mengadakan perjanjian
jual-beli misalnya, cukuplah apabila kita sudah setuju tentang barang dan
harganya. Tentang di mana barang harus diserahkan, siapa yang harus memikul
biaya pengantaran barang, tentang bagaimana kalau barang itu musnah dalam
perjalanan, soal-soal itu lazimnya tidak kita pikirkan dan tidak diperjanjikan.
Cukuplah mengenai soal itu kita tunduk saja pada hukum dan undang-undang,
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
biasanya timbul perselisihan, baiklah kita menyerahkan saja kepada hukum dan
undang-undang.15
Dalam Pasal 1313 KUHPerdata dapat kita jumpai definisi perjanjian, yaitu
suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
2.1.1. Pengertian Perjanjian
16
Dalam perumusan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut, tidak menyebutkan
tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri tidak jelas
untuk apa. Berdasarkan alasan tersebut, Abdulkadir Muhammad merumuskan
pengertian perjanjian menjadi, Perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua
orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam
lapangan harta kekayaan.
Ketentuan Pasal 1313
KUHPerdata tersebut di atas menurut Abdulkadir Muhammad dianggap kurang
memuaskan dan ada beberapa kelemahannya, hal tersebut dinyatakan dalam
bukunya yang berjudul Hukum Perikatan. Pengertian perjanjian dalam pasal
tersebut terlalu luas, karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji
kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud
adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja.
Perjanjian yang dikehendaki oleh buku ketiga KUHPerdata sebenarnya adalah
perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.
17
R. Setiawan dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perikatan
juga berpendapat bahwa definisi perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata
tersebut selain belum lengkap juga terlalu luas. Belum lengkapnya definisi
tersebut karena hanya menyebutkan perjanjian sepihak saja, terlalu luas karena
dipergunakan kata “Perbuatan” yang juga mencakup perwakilan sukarela dan
perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, maka definisi
15 Subekti-I, Hukum Perjanjian, Cet. XVI, (Jakarta: Intermasa, 1996), hal. 13. 16 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek),Prof. R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, (Jakarta: PT.Pradnya Paramita,2006) , Ps. 1313.
17 Abdulkadir, Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992), hal. 78.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
perjanjian perlu diperbaiki menjadi antara lain perbuatan tersebut harus diartikan
sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan
akibat hukum. Dan menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya”
dalam Pasal 1313 KUHPerdata.
Menurut R. Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih.18 Menurut R. Wiryono Prododikoro “Perjanjian
adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua belah pihak,
dalam mana suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan
suatu hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian.19
Dalam praktik istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami
secara rancu. Banyak pelaku bisnis mencampur adukkan kedua istilah tersebut
seolah merupakan pengertian yang berbeda. Potheir tidak memberikan perbedaan
antara kontrak dan perjanjian, namun membedakan pengertian contract dengan
convention (pacte). Disebut convention (pacte) yaitu perjanjian dimana dua orang
atau lebih menciptakan, menghapuskan (opheffen) atau merubah perikatan.
Sedangkan contract adalah perjanjian yang mengharapkan terlaksananya
perikatan.
20
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada
seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.
Perikatan paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi ada juga sumber
lain yang melahirkan perikatan. Sumber lain tersebut adalah undang-undang.
Sehingga perikatan dapat lahir dari perjanjian dan ada pula perikatan yang lahir
dari undang-undang.
21
18 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Bina Cipta, 1979), hal. 49.
19 R. Wiryono Prododikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Cet. VII, (Bandung: Sumur,
1987), hal. 7.
20 Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, (Surabaya: Bina Ilmu, 1978), hal. 84.
21 Subekti-I, op.,cit, hal. 1.
Perikatan yang lahir dari perjanjian paling banyak terjadi
dalam kehidupan sehari-hari dan banyak dipelajari oleh ahli hukum,
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
dikembangkan secara luas menjadi aturan-aturan hukum positif yang tertulis oleh
para legislator.22
Sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang pada dasarnya
bukanlah suatu perikatan yang dikehendaki oleh para pihak. Salah satu contohnya
adalah yang di atur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang dikenal dengan nama
perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum ini merupakan suatu
perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia yang
melanggar hukum.
23 Dalam hukum perjanjian berlaku juga suatu asas yang
dinamakan asas konsensualisme. Perkataan ini berasal dari bahasa latin consensus
yang berarti sepakat, artinya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya
sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.24
Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa di antara pihak-pihak yang
bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki
oleh yang satu juga dikehendaki pula oleh yang lain. Kedua kehendak itu bertemu
dalam “sepakat” tersebut. Tercapainya sepakat dinyatakan dengan perkataan-
perkataan ataupun juga dengan bersama-sama menaruh tanda-tangan di bawah
pernyataan tertulis sebagai tanda (bukti) bahwa kedua belah pihak telah
menyetujui segala apa yang tertera di atas tulisan tersebut.
25 Tiap-tiap
perjanjian mempunyai dasar pembentukannya. Ilmu hukum mengenal empat
unsur pokok yang harus ada agar suatu perbuatan hukum dapat disebut dengan
perjanjian yang sah.26
Adapun ke empat unsur pokok tersebut dapat di temukan dalam Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu Sepakat mereka yang
mengikatkan diri; Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Suatu hal tertentu;
22 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Ed. 1, Cet. 2, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 13.
23 Ibid., hal. 27.
24 Ibid., hal. 15.
25 Ibid., hal. 3.
26 Ibid, hal. 14.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
dan Suatu sebab yang halal.27 Untuk unsur Kesepakatan dan Kecakapan
dinamakan unsur subjektif karena kedua unsur tersebut mengenai subjek
perjanjian, sedangkan unsur Suatu hal tertentu dan Suatu sebab yang halal disebut
unsur objektif karena mengenai objek perjanjian.28
Sepakat adalah mereka yang mengikat dirinya, yang dapat disimpulkan bahwa
setiap perjanjian sudah sah (dalam arti mengikat) apabila sudah tercapai
kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu.
Dalam pembuatan perjanjian, unsur Subjektif haruslah dipenuhi. Unsur
29
Apabila pada waktu pembuatan perjanjian ada kekurangan mengenai
syarat subjektif, maka perjanjian dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu
pihak. Kekurangan mengenai syarat subjektif tidak begitu saja dapat diketahui
oleh Hakim, jadi harus diajukan oleh pihak yang berkepentingan, apakah ia
menghendaki pembatalan perjanjian atau tidak.
Dengan sepakat
dimaksudkan bahwa kedua yang mengadakan perjanjian harus bersepakat
mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut. Kesepakatan bebas dianggap
terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan
bahwa kesepakatan tersebut menjadi karena adanya kekhilafan, paksaan maupun
penipuan.
Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada
asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil baliq dan sehat pikirannya
adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebut sebagai
orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang
yang belum dewasa, mereka yang ditaruh pengampuan dan orang-orang
perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang
kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian
tertentu.
30
27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), op. cit., Ps. 1320. 28 Mariam Darus Badrulzaman-I , Aneka Hukum Bisnis. Cet.1, (Bandung: Alumni,1994),
hal. 23 29 Ibid.
30 R. Subekti-I, op. cit., hal. 22-23
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Untuk unsur objektif, suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu,
artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika
timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling
sedikit harus ditentukan jenisnya, bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada
ditangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat. Tidak diharuskan oleh
undang-undang, juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudian dapat
dihitung atau ditetapkan.31
Sebab atau causa yang halal dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu
sendiri merupakan sesuatu yang tidak terlarang. Suatu sebab adalah terlarang,
apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan
atau ketertiban umum.
32
Apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah batal
demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan
tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian
tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian,
maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim.
33
1. Para pihak yang membedakan perjanjian itu sendiri;
Yang dimaksud dengan subjek perjanjian ialah pihak-pihak yang terkait
dengan diadakannya suatu perjanjian. KUHPerdata membedakan tiga golongan
yang tersangkut dengan perjanjian, yaitu :
2. Para ahli waris mereka, dan mereka yang mendapat hak daripadanya;
3. Pihak ketiga.
Pada dasarnya suatu perjanjian berlaku bagi para pihak yang mengadakan
perjanjian itu sendiri, asas ini merupakan asas pribadi (Pasal 1315 jo. 1340
KUHPerdata). Para pihak tidak dapat mengadakan perjanjian yang mengikat
pihak ketiga, kecuali dalam apa yang disebut janji guna pihak ketiga (beding ten
behoeve van derden) Pasal 1317 KUHPerdata. Apabila seorang mengadakan
31 Ibid., hal. 19.
32 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), op.cit., Ps. 1337. 33 R. Subekti-I, op. cit., hal. 20.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
perjanjian, maka orang itu dianggap mengadakan perjanjian bagi ahli warisnya
dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya (Pasal 1318 KUHPerdata).34
Setelah memasuki era globalisasi dewasa ini transaksi-transaksi bisnis
telah menggunakan bentuk-bentuk perjanjian yang telah dibakukan, yang disusun
dan dicetak oleh salah satu pihak sebelum pengikatan perjanjian itu dilakukan.
Perjanjian bentuk baku biasanya merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang
berkaitan dengan bisnis dengan memanfaatkan sepenuhnya kebebasan dalam
perjanjian atau otonomi pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam kesempatan ini
sering sekali ketentuan-ketentuan ini yang dipilih oleh penyusun perjanjian
dijadikan standar-standar dan syarat-syarat hukum dimasukkan dalam perjanjian
tersebut. Hal ini menimbulkan persoalan-persoalan teoritis dan praktis, seberapa
jauh nilai-nilai garis keseimbangan dihormati antara dua gagasan-gagasan atau
pemikiran-pemikiran utama yang fundamental atau prinsip-prinsip dasar
mengadakan kebebasan dalam perjanjian dan keadilan kontraktual.
2.1.2. Perjanjian Baku Pada Umumnya
35
Dalam masyarakat bisnis, bentuk perjanjian yang ditafsirkan tidak dapat
dihindarkan dan selalu diberlakukan dengan percaya sepenuhnya kepatutan isi
syarat standar tanpa mengabaikan suatu kelayakan syarat-syarat tersebut mengikat
perjanjian dan bagaimana mengenai isi syarat-syarat yang dibakukan memenuhi
arti esensialnya harus ditemukan dalam kandungannya dengan pelaksanaan
perjanjian yang timbal balik antara kedua pihak, temuan pelaksanaan di mana
pihak-pihak yang bersangkutan telah bersepakat melaksanakan perjanjian.
36
Bila ditelaah, ternyata hampir setiap perikatan yang ada pada bisnis
perbankan merupakan perjanjian baku (standar contract). Dari segi bentuknya
perjanjian baku tersebut merupakan suatu perjanjian yang konsep atau draftnya
34 Mariam Darus Badrulzaman-II Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 87.
35 Djuhaendah Hasan, Pengkajian Masalah Hukum Kebebasan Berkontrak dan
Perlindungan Yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia,
(Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Ham RI, 2004), hal. 37.
36 Ibid, hal. 38.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak. Dalam transaksi
perbankan, biasanya perjanjian tersebut telah dipersiapkan oleh bank, sedangkan
pihak lain (nasabah) hanyalah “take it or leave it”. Perjanjian baku ini di samping
memuat aturan-aturan yang umumnya biasa tercantum dalam sesuatu perjanjian,
memuat pula persyaratan-persyaratan khusus, baik berkenaan dengan pelaksanaan
perjanjian, menyangkut hal-hal tertentu dan/atau berakhirnya perjanjian (event of
default).37
Sekarang ini perjanjian atau kontrak antara pelaku usaha dengan
konsumen hampir selalu menggunakan perjanjian atau kontrak yang berbentuk
standar atau baku, oleh sebab itu di dalam Hukum Perjanjian, perjanjian atau
kontrak semacam itu dinamakan perjanjian/kontrak standar atau
perjanjian/kontrak baku.
2.1.3. Pengertian Perjanjian Baku
38 Kontrak standar/kontrak baku adalah kontrak
berbentuk tertulis yang telah digandakan berupa formulir-formulir, yang isinya
telah distandarisasikan atau dibakukan terlebih dahulu secara sepihak oleh pihak
yang menawarkan, dalam hal ini pelaku usaha dan ditawarkan secara massal tanpa
mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen. 39
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu
standart contract, standart agreement. Standar kontrak merupakan perjanjian
yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah
ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat
terhadap pihak ekonomi lemah.
40
37 Ibid, hal. 31. 38 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2000),
hal, 119. 39 Johannes Gunawan, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, Hukum Bisnis, Vol. 8 Tahun 1999, hal. 46.
40 Mariam Darus Badrulzaman-II ,op., cit, hal. 47.
Perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi
tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha. Suatu perjanjian itu
seharusnya terjadi berdasarkan asas kebebasan berkontrak di antara dua pihak.
Dimana para pihak itu mempunyai kedudukan yang seimbang. Kedua belah pihak
berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi terjadinya perjanjian
itu melalui suatu proses negoisasi di antara mereka.
Akan tetapi tampak kecenderungan bahwa dalam suatu hubungan bisnis,
kesepakatan terjadi bukan melalui negoisasi bisnis yang seimbang di antara kedua
belah pihak. Namun, perjanjian itu terjadi dimana pihak yang satu sudah
menyiapkan syarat-syarat yang baku dalam suatu perjanjian yang sudah dicetak
dan kemudian disodorkan kepada pihak yang lain untuk disetujui. Prosesnya
hampir tidak pernah memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lain untuk
melakukan negoisasi atas syarat-syarat yang disodorkan. Perjanjian semacam
itulah yang sering disebut dengan perjanjian baku.
Perjanjian baku sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno.
Plato (423-347 SM) misalnya, pernah memaparkan praktik penjualan makanan
yang harganya ditentukan secara sepihak oleh penjual, tanpa memperhatikan
perbedaan mutu makanan tersebut.41
Di Indonesia perjanjian baku sudah merambah ke sektor properti, dengan
cara-cara yang secara yuridis masih kontroversial. Misalnya, diperbolehkannya
sistem pembelian rumah tinggal dan satuan rumah susun secara indent yang diikat
hanya dalam bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang berbentuk
perjanjian baku. Semua isi perjanjian ditentukan oleh pihak yang memiliki
ekonomi tinggi. Pihak yang berekonomi lemah seperti konsumen, hanya dapat
mengikutinya saja.
Dalam perkembangannya, tentu saja
penentuan secara sepihak oleh produsen atau menyalur produk (penjual) tidak lagi
sekedar masalah harga tetapi mencakup syarat-syarat yang lebih detail. Selain itu,
bidang-bidang yang diatur dengan perjanjian baku pun bertambah luas.
42
Pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari. Bagi para pengusaha mungkin ini merupakan cara mencapai tujuan
ekonomi yang efisien, praktis, cepat dan tidak bertele-tele. Tetapi bagi konsumen,
41 Shidarta, op., cit, hal. 19. 42 Ibid, hal. 20.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
justru merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena hanya dihadapkan
pada suatu pilihan, yaitu, menerima walaupun dengan berat hati. Tentu saja
fenomena demikian tidak selamanya berkonotasi negatif. Tujuan dibuatnya
perjanjian baku, sebenarnya untuk memberikan kemudahan atau kepraktisan bagi
para pihak yang bersangkutan.43
Perjanjian baku adalah wujud dari kebebasan individu pengusaha
menyatakan kehendak dalam menjalankan usahanya. Dalam membuat perjanjian,
pihak pengusaha selalu berada pada posisi kuat berhadapan dengan konsumen
yang umumnya berposisi lemah. Konsumen hanya dihadapkan pada dua pilihan,
yaitu take it (jika konsumen membutuhkan silahkan ambil ), dan leave it (jika
keberatan tinggalkan saja).
44
Secara tradisional mutu perjanjian terjadi berdasarkan asas kebebasan
berkontrak di antara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan
kedua belah pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi
terjadinya perjanjian itu melalui suatu proses negoisasi di antara mereka.
45 Akan
tetapi asas kebebasan berkontrak tetap terbatas oleh tanggung jawab para pihak,
sehingga biasa disebut asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab. Asas
ini mendukung kedudukan yang seimbang di antara para pihak, sehingga sebuah
kontrak akan bersifat stabil dan memberikan keuntungan bagi kedua pihak.46
Dalam perkembangannya ternyata kebebasan berkontrak dapat
mendatangkan ketidakadilan karena prinsip tersebut hanya dapat mencapai
tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin para pihak
memiliki “bargaining power” yang seimbang.
47
43 Mariam Darus Badrulzaman-I ,op., cit, hal. 43. 44 Ibid, hal. 44. 45 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia (IBI), 1993), hal. 65.
46 Mariam Darus Badrulzaman-II, op. cit., hal. 45.
47 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 17.
Ada kalanya kedudukan kedua
belah pihak dalam suatu negoisasi tidak seimbang, sehingga melahirkan suatu
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
perjanjian yang tidak terlalu menguntungkan bagi salah satu pihak.48 Bahkan
sekarang banyak perjanjian dalam transaksi bisnis bukan melalui proses negoisasi
yang seimbang, tetapi perjanjian itu terjadi dengan cara salah satu pihak
menyiapkan syarat-syarat baku pada suatu formulir perjanjian yang sudah dicetak,
kemudian disodorkan kepada pihak lain yang disetujui dan hampir tidak
memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak yang satu untuk melakukan
negoisasi atas syarat-syarat yang disodorkan tersebut. Perjanjian tersebut
dinamakan perjanjian baku atau perjanjian standar atau perjanjian adhesi.49
“Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh salah satu pihak dalam kontrak
yang sudah tercetak dalam bentuk formulir, yang ketika ditandatangani
umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu
dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya, dimana
pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai atau hanya sedikit
kesepakatan untuk menegoisasi klausula-klausula yang sudah dibuat oleh
salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat
sebelah.”
Munir Fuady merumuskan perjanjian baku sebagai berikut :
50
“Konsep perjanjian tertulis yang disusun tanpa membicarakan isinya dan
lazimnya dituangkan dalam sejumlah perjanjian tidak terbatas yang
sifatnya tertentu.”
Pendapat Hondius mengenai perjanjian baku yang dikutip oleh Mariam
Darus Badrulzaman adalah :
51
1. Perjanjian dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha yang posisinya relatif
lebih kuat dari konsumen.
Rumusan perjanjian baku oleh Sudaryatmo dapat dilihat dari ciri-cirinya
sebagai berikut :
2. Konsumen sama sekali tidak dilibatkan dalam menetukan isi perjanjian.
48 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, op. cit., hal 53 49 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 66.
50 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Cet.1., (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 76.
51 Mariam Darus Badrulzaman-II, op. cit., hal. 47.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
3. Dibuat dalam bentuk tertulis dan masal.
4. Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh
kebutuhan.52
Perjanjian baku merupakan suatu bentuk perjanjian yang secara teoritis
masih mengundang perdebatan, khususnya dalam kaitannya dengan asas
kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian. Beberapa pendapat mengenai
kedudukan perjanjian baku dalam hukum perjanjian sebagaimana dikutip oleh
Ahmadi Miru dan Sutarman adalah:
1. Sluijter mengatakan bahwa perjanjian baku bukan merupakan perjanjian,
sebab kedudukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah seperti pembentuk
undang-undang swasta.
2. Pitlo menggolongkan perjanjian baku sebagai perjanjian paksa (dwang
contract), secara teoritis yuridis tidak memenuhi ketentuan undang-undang
dan oleh beberapa ahli hukum ditolak, namun dalam kenyataannya,
kebutuhan masyarakat berjalan dalam arah yang berlawanan dengan
keinginan hukum.
3. Asser Ruten menyatakan bahwa setiap orang yang menandatangani
perjanjian bertanggungjawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya.
Jika ada orang yang membutuhkan tandatangan pada formulir perjanjian
baku, tandatangan itu akan membangkitkan kepercayaan bahwa yang
ditandatangan mengetahui dan menghendaki isi formulir yang
ditandatangani. Tidak mungkin seseorang menandatangani apa yang tidak
diketahui isinya.
4. Hondius berpendapat, bahwa perjanjian baku mempunyai kekuatan
mengikat, berdasarkan kebiasaan yang berlaku di lingkungan masyarakat
dan lalu lintas perdagangan.
5. Stein mengemukakan bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai
perjanjian, berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan para pihak
52 Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999),
hal. 93.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
mengikatkan diri pada perjanjian itu, jika debitur menerima dokumen
perjanjian itu berarti secara sukarela setuju pada isi perjanjian tersebut. 53
Perjanjian kredit yang dibuat oleh pihak bank dan konsumen merupakan
suatu perjanjian baku (standar). Menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian
baku (standar) adalah perjanjian yang isinya dibakukan, yang mana isinya berupa
klausula eksenorasi dan dituangkan dalam bentuk suatu formulir.
54 Klausula
eksenorasi disebut sebagai klausula yang berisi pembatasan pertanggungan jawab
dari kreditur. 55
Sementara itu, menurut Sutan Remy Sjahdeini, perjanjian baku adalah
perjanjian yang hampir seluruh klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya
dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan
atau meminta perubahan terhadap isi perjanjian.
Perjanjian baku ini selalu dibuat oleh pihak yang dianggap paling
kuat dalam perjanjian. Dalam hal ini, yang membuat perjanjian KPR adalah pihak
kreditur .
56
Ahmadi Miru dan Sutarman Yado berpendapat perjanjian baku tetap
mengikat para pihak yang menandatanganinya, walau klausula yang terdapat
dalam perjanjian baku banyak mengalihkan beban tanggung gugat dari pihak
perancang perjanjian baku kepada pihak lawannya. Namun setiap kerugian yang
timbul di kemudian hari akan tetap ditanggung oleh para pihak yang harus
Yang belum dibakukan
hanyalah beberapa hal saja, misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah,
warna, tempat, waktu, dan beberapa hal lainnya yang spesifik dari objek yang
diperjanjikan. Dengan kata lain, yang dibakukan bukan formulir perjanjian
tersebut, tetapi klausula-klausulanya.
53 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Ed. 1., Cet. 2., (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 116-118.
54 Mariam Darus Badrulzaman-II, op. cit,. hal. 47. 55 Mariam Darus Badrulzaman-III, Perjanjian Baku (Standard) Perkembangannya di
Indonesia. Dimuat dalam : Beberapa Guru Besar Berbicara tentang Hukum dan Pendidikan Hukum (Kumpulan Pidato-Pidato Pengukuhan), (Bandung: Alumni, 1981), hal. 109.
56 Sutan Remy Sjahdeini, op., cit, hal. 66.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
bertanggung gugat berdasarkan klausula perjanjian tersebut, kecuali jika klausula
tersebut dilarang berdasarkan Pasal 18 UUPK.57
Perjanjian baku itu tersendiri memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun
kelebihan dari perjanjian baku tersebut adalah Efisien dalam pengeluaran biaya,
efisien dalam tenaga dan efisien dalam hal waktu, terutama bagi kontrak-kontrak
masal. Sedangkan kekurangan dari perjanjian baku tersebut adalah terkait
mengenai keabsahan dari perjanjian baku tersebut dan sehubungan dengan
pemuatan klausula atau ketentuan yang secara tidak wajar sangat memberatkan
bagi pihak lainnya.
58
Mengenai keabsahan berlakunya perjanjian baku, tidak perlu dipersoalkan
lagi karena perjanjian baku eksistensinya sudah merupakan kenyataan yang
terbentuk karena lahir dari kebutuhan masyarakat sendiri. Yang perlu persoalkan
apakah perjanjian itu tidak “bersifat berat sebelah” dan tidak mengandung
“klausula yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya”.
59
Klausula yang dinilai sebagai klausula yang memberatkan dalam perjanjian baku
dikenal dengan klasula eksemsi.60
“Suatu klausul dalam kontrak yang membebaskan atau membatasi
tanggung jawab dari salah satu pihak jika terjadi wanprestasi, padahal
menurut hukum, tanggung jawab tersebut mestinya dibebankan
kepadanya.”
Sedangkan Mariam Darus Badrulzaman
menggunakan istilah klausul eksonerasi.
Yang dimaksud dengan klausul eksemsi menurut Munir Fuady adalah:
61
“Klausul yang bertujuan untuk membebaskan atau membatasi tanggung
jawab salah satu pihak terhadap gugatan pihak lainnya dalam hal yang
Sutan Remy Sjahdeini menjelaskan yang dimaksud dengan klausul
eksemsi adalah:
57 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo,op.,cit, hal. 118. 58 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 68. 59 Ibid., hal. 70-71. 60 Ibid., hal. 72. 61 Munir Fuady, op. cit., hal 98.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
bersangkutan tidak atau tidak dengan semestinya melaksanakan
kewajibannya yang ditentukan didalam perjanjian tersebut.” 62
1. Perjanjian baku sepihak, yaitu, perjanjian yang isinya ditentukan oleh
pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat
adalah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi (ekonomi) kuat
dibandingkan dengan pihak debitur;
Menurut Mariam Darus Badrulzaman klausul eksenorasi/perjanjian baku
dapat dibedakan dalam 3 (tiga) jenis yaitu:
2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu perjanjian yang
isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan hukum tertentu
mengenai objek-objek hak atas tanah, misal akta jual beli tanah, akta hak
tanggungan;
3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat,
terdapat perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah
disediakan untuk memenuhi permintaan masyarakat yang minta bantuan
notaris atau advokat. Dalam kepustakaan Belanda disebut dengan Contract
Model. 63
Perjanjian baku dengan klausula eksonerasi yang meniadakan atau
membatasi kewajiban salah satu pihak untuk membayar ganti kerugian kepada
debitur, memiliki ciri sebagai berikut:
a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak kreditur yang posisinya relatif
kuat daripada debitur;
b. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu;
c. Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian
tersebut;
d. Bentuknya tertulis;
e. Dipersiapkan terlebih dahulu secara masal atau individual.
Dari ciri-ciri tersebut di atas, terlihat bahwa hakikat perjanjian baku adalah
perjanjian yang telah distandarsasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan
62 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit, hal. 75.
63 Mariam Darus Badrulzaman-I, op. cit., hal. 49-50.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
pihak lain hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur
menerima isi perjanjian tersebut, maka ia menandatangani perjanjian tersebut.
Sebaliknya, apabila ia menolak, maka tidak usah menandatanganinya dan
otomatis perjanjian itu tidak pernah ada.64
Perjanjian baku diterima oleh para pengusaha umumnya dan dijadikan
model perjanjian tidak hanya di negara-negara maju, melainkan juga di negara-
negara berkembang sebagai dasar prinsip ekonomi, yaitu dengan usaha sedikit
mungkin, dalam waktu sesingkat mungkin, dengan biaya seringan mungkin,
dengan cara sepraktis mungkin, memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Dalam
hubungan hukum sesama pengusaha, perjanjian baku hampir tidak menimbulkan
masalah apa-apa karena mereka berpegang pada prinsip ekonomi yang sama dan
menerapkan sistem bersaing secara sehat dalam melayani konsumen.
Dalam masyarakat kapitalis, sudah lumrah jika pengusaha besar
mengendalikan perekonomian masyarakat (negara) dengan menjual produk atau
jasa yang dihasilkannya berdasarkan model-model perjanjian yang mengandung
syarat-syarat yang menguntungkan pihaknya. Syarat-syarat perjanjian yang
mereka buat dan sodorkan kepada konsumen umumnya kurang mencerminkan
rasa keadilan karena konsumen tidak berhak menawar syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh pengusaha. Menawar berarti menolak syarat-syarat yang
ditentukan.
65
Dalam hubungan hukum antar pengusaha dan konsumen biasa (common
consumers) justru muncul permasalahan utama, yaitu kemampuan konsumen
memenuhi syarat-syarat yang telah diterapkan secara baku dan sepihak oleh
pengusaha. Dalam hal ini konsumen harus menerima segala akibat yang timbul
dari perjanjian tersebut walaupun akibat itu merugikan konsumen tanpa
kesalahannya. Konsumen dihadapkan pada satu pilihan, yaitu, menerima dengan
berat hati.
66
64 Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cet. 3, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 107.
65 Mariam Darus Badrulzaman-I, op., cit, hal. 64. 66 Ibid.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Beberapa contoh penggunaan perjanjian baku dapat ditemukan dalam
berbagai transaksi, misalnya polis asuransi, konsumen perkapalan (bill of lading),
perjanjian jual beli rumah dari perusahaan developer, transaksi-transaksi
perbankan seperti perjanjian kartu kredit, perjanjian rekening koran, perjanjian
kredit bank, termasuk Perjanjian KPR.
Konsumen selaku calon debitur berada dalam posisi yang lemah jika
dibandingkan dengan bank sebagai kreditur, dimana terdapat kedudukan yang
tidak seimbang antara konsumen sebagai debitur dan juga bank sebagai kreditur.
Mengingat di dalam perjanjian kredit, seharusnya berdasarkan asas kebebasan
berkontrak dan dapat bermanfaat hanya jika para pihak berada dalam posisi yang
sama kuatnya, jika salah satu pihak berada dalam posisi yang lemah, pihak yang
kuat akan dapat menentukan secara sepihak isi dari perjanjian yang dimaksud.67
Jika dilihat dari asas kebebasan berkontrak yang menjadi tulang punggung
dalam hukum perjanjian, perjanjian baku tidak memenuhi syarat yang tersebut
dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Namun, pada kenyataannya menunjukkan
penggunaan perjanjian baku tersebut sepertinya tidak dapat dihambat lagi, karena
memenuhi syarat efesiensi. Konsumen selaku calon debitur hanya mempunyai
pilihan antara menerima seluruh isi atau klausul perjanjian itu atau bersedia
menerima klausul itu baik sebagian atau seluruhnya yang berakibat konsumen
tidak akan menerima kredit tersebut.
68
Tidak adanya pilihan bagi salah satu pihak dalam perjanjian ini cenderung
merugikan pihak yang kurang dominan. Terlebih lagi dengan sistem pembuktian
Mengingat muncul masalah, yaitu kemampuan konsumen untuk
memenuhi syarat-syarat yang telah diterapkan secara baku dan sepihak oleh bank.
Dalam hal ini konsumen harus menerima segala akibat yang timbul dari perjanjian
tersebut, walaupun akibat itu dapat merugikan konsumen, dimana jika konsumen
tidak menerima haknya, bank tetap menuntut konsumen untuk melaksanakan
kewajiban dari konsumen tersebut tanpa melihat penyebabnya karena telah
tercantum dalam perjanjian baku tersebut.
67 Salim, op., cit, hal. 5. 68 Salim, op., cit, hal. 3.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
yang berlaku di negara Indonesia saat ini, jelas tidaklah mudah bagi pihak yang
cenderung dirugikan tersebut untuk membuktikan tidak adanya kesepakatan pada
saat dibuatnya perjanjian baku tersebut, atau atas klausula baku yang termuat
dalam perjanjian yang ada.69
Mengingat itu perlu kiranya diperhatikan mengenai perlindungan hukum
bagi konsumen perumahan terhadap perjanjian baku yang dibuat secara sepihak
oleh pihak kreditur (bank) dan tanggung jawab developer (pengembang) atas iklan
yang dipublikasikannya. Hal ini disebabkan aduan konsumen yang telah menjadi
debitur sering tidak mendapat tanggapan positif dari bank jika menyangkut
persoalan yang berkaitan dengan pengembang.
70
2.1.4 Perjanjian Baku Dalam Perspektif Undang-Undang Perlindungan
Konsumen
Dengan melihat kenyataan bahwa “bargaining position” konsumen pada
praktiknya jauh di bawah para pelaku usaha, maka Undang-Undang Perlindungan
Konsumen merasa perlu adanya pengaturan mengenai ketentuan perjanjian baku
dan/atau klausula baku dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha.
UUPK memberikan definisi tentang klausula baku yaitu :
“Setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan
dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan
wajib dipenuhi oleh konsumen.” 71
Perlindungan konsumen merupakan salah satu prinsip hukum yang berlaku
dalam hubungan antara pihak produsen dengan pihak konsumen. Dalam hubungan
dengan pihak konsumen, maka kontrak baku yang berat sebelah atau yang dibuat
dengan cara-cara yang tidak layak bertentangan dengan prinsip-prinsip
perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam UUPK.
69 Gunawan Widaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal. 53.
70 Johanes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank (Perspektif Hukum dan Ekonomi), (Bandung: Mandar Maju, 2004), hal. 230.
71 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 LN. No. 42
Tahun 1999, TLN. No. 3821, Ps. 1 butir (10).
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa dalam transaksi antara pelaku
usaha dengan konsumen, seperti misalnya antara bank dengan nasabahnya, pihak
bank berada dalam posisi yang dominan dan menentukan. Dengan kedudukan
yang lebih dominan tersebut, adalah lazim bagi bank bahwa sekurang-kurangnya
saat ini untuk membuat dan menyediakan perjanjian baku, suatu perjanjian atau
klausula yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh bank dan tidak dapat ditawar
oleh pihak nasabah. “Take it or leave it” adalah kondisi yang dihadapi nasabah.
Dalam UUPK setidak-tidaknya dapat diketemukan 2 (dua) larangan yang
diberlakukan bagi pelaku usaha (bank) yang membuat perjanjian baku dan/atau
mencantumkan klausula baku dalam perjanjian. Prinsip-prinsip perlindungan
konsumen dalam hubungannya dengan eksistensi kontrak baku adalah
sebagaimana ditentukan oleh Pasal 18 UUPK, yang menyatakan bahwa dalam
suatu kontrak baku dilarang dengan ancaman batal demi hukum terhadap hal-hal
sebagai berikut:
1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab usaha.
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen.
3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
konsumen.
4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha, baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan
sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran.
5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.
7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
membebankan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap
barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (2) UUPK ditetapkan, bahwa:
“Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti”.
Sebagai konsekuensi yuridis atas pelanggaran terhadap ketentuan pada
Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) di atas, maka berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UUPK
Klausula Baku tersebut dinyatakan batal demi hukum. Disamping itu pelanggaran
terhadap ketentuan tersebut berdasar Pasal 62 ayat (1) UUPK dipidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda maksimal Rp. 2.000.000.000,- (dua
miliyar rupiah).
Kebatalan akan suatu klausula baku dalam perjanjian tersebut
sesungguhnya merupakan penegasan kembali akan tidak terpenuhinya kebebasan
berkontrak sebagaimana yang disyaratkan oleh Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan
demikian suatu perjanjian yang memuat klausula baku yang dilarang dalam Pasal
18 ayat (3) UUPK, maka UUPK Pasal 18 ayat (4) mewajibkan kepada para pelaku
usaha untuk menyesuaikan dokumen atau perjanjian yang tidak memenuhi atau
bertentangan dengan UUPK.
UUPK ditenggarai banyak mengandung hal-hal baru itu masih banyak
menimbulkan perbedaan di kalangan pakar hukum, juga Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI). Salah satu yang patut dicermati adalah masalah
klausula baku. Praktek selama ini substansi klausula baku lebih banyak merugikan
konsumen (tapi menguntungkan produsen).
Di samping itu, beberapa klausula lain yang biasa terdapat dalam kontrak
yang sangat potensial untuk merugikan konsumen sehingga perlu diwaspadai,
yaitu klausula-klausula sebagai berikut:
1. Klausula yang menyatakan tidak melakukan pemberian garansi purnajual
atas barang yang dijual.
2. Klausula yang membatasi tanggung jawab jika terjadi wanprestasi
terhadap garansi purnajual atas barang yang dijual.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
3. Klausula yang memaksakan proses beracara yang tidak layak.
4. Klausula yang menghilangkan tangkisan hukum terhadap pihak penerima
pengalihan hak (assignee).
5. Klausula penjaminan silang (cross collateral).
6. Pengalihan upah/gaji debitur kepada kreditur.
Yang merupakan sumber malapetaka dari suatu kontrak baku adalah
terdapatnya beberapa klausula dalam kontrak tersebut, klausula mana sangat
memberatkan salah satu pihak. Klausula berat sebelah ini dalam bahasa Belanda
disebut dengan onredelijk bezwarend, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan
unreasonably onerous. Salah satu klausula berat sebelah tersebut adalah apa yang
disebut dengan “klausula eksemsi” (exemption clause), yang dalam bahasa
Belanda disebut dengan istilah exoneratie clausule. Yang dimaksud dengan
klausula eksemsi adalah suatu klausula dalam kontrak yang membebaskan atau
membatasi tanggung jawab dari salah tersebut mestinya dibebankan kepadanya.
Terhadap kontrak baku berupa perjanjian kredit bank, ada banyak klausula
yang sangat memberatkan salah satu pihak, khususnya memberatkan pihak
nasabah penerima kredit. Klausula-klasula yang memberatkan nasabah penerima
kredit tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Kewenangan bank untuk sewaktu-waktu secara sepihak tanpa alasan
apapun dan tanpa pemberitahuan sebelumnya menghentikan izin tarik
kredit.
2. Dalam hal penjualan barang jaminan yang kreditnya sudah macet, maka
bank berwenang secara sepihak untuk menentukan harga jual dari barang
agunan tersebut.
3. Nasabah debitur diwajibkan untuk tunduk kepada segala petunjuk dan
peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudian
oleh bank.
4. Nasabah debitur diwajibkan untuk ditunduk kepada syarat-syarat dan
ketentuan umum tentang hubungan rekening koran dari bank yang
bersangkutan, tanpa diberi kesempatan untuk mempelajari syarat-syarat
dan ketentuan-ketentuan tersebut.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
5. Nasabah debitur harus memberi kuasa yang tidak dapat dicabut kembali
kepada bank untuk melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh
bank.
6. Nasabah debitur harus memberi kuasa yang tidak dapat dicabut kembali
kepada bank untuk mewakili dan melaksanakan hak-hak nasabah debitur
dalam setiap rapat umum pemegang saham.
7. Dicantumkan klausula-klausula eksemsi yang membebaskan bank dari
tuntutan ganti rugi oleh nasabah debitur atas terjadinya kerugian yang
diderita oleh nasabah debitur sebagai akibat dari tindakan bank.
8. Dicantumkan klausula eksemsi tentang tidak adanya hak nasabah debitur
untuk dapat menyatakan keberatan atas pembebanan bank terhadap
rekeningnya.
9. Kelalaian nasabah debitur dibuktikan secara sepihak oleh pihak bank
semata-mata.
10. Bunga bank ditetapkan dan dihitung secara merugikan nasabah debitur.
11. Denda keterlambatan yang merupakan bunga terselubung.
12. Perhitungan bunga berganda menurut praktek perbankan yang
bertentangan dengan Pasal 1251 KUHPerdata.
13. Pengesampingan Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUHPerdata jika terjadi
events of default.
14. Kewajiban pelunasan bunga terlebih dahulu, yang meskipun sesuai
dengan Pasal 1397 KUHPerdata, tetapi sangat memberatkan nasabah. 72
Belum ada keseragaman mengenai standar model perjanjian kredit tertulis
dalam KPR. Di dalam Undang-Undang Perbankan maupun aturan/petunjuk
pelaksanaanya tidak ditentukan secara spesifik. Mengenai modal dari naskah
perjanjiannya, dalam praktek perbankan model perjanjiannya tumbuh sesuai
dengan kebutuhan dunia usaha. Sehingga masing-masing bank penyelanggara
KPR membuat sendiri standar perjanjian KPR sesuai dengan kebijaksanaan
masing-masing.
72 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., 194.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Pihak yang mengadakan suatu perjanjian, pada umumnya bertujuan untuk
pelaksanaan perjanjian yang normal, satu pihak bertujuan untuk menerima
prestasi, baik berupa barang-barang, dan atau jasa-jasa dari suatu jenis dengan
sifat dan mutu tertentu, dan pihak lain bersedia untuk memberikan hal-hal ini
dengan harga, dan dalam waktu serta tempat tertentu. Karena perumusan
perjanjian dalam ketentuan-ketentuan kontrak, serta perundingan-perundingan
mengenai hal itu berjalan rumit dan memerlukan waktu yang lama, maka lahirlah
kebiasaan untuk menetapkan ketentuan-ketentuan kontrak sebelumnya dalam
bentuk tertulis yang diperbanyak. Syarat-syarat umum yang dicetak diberikan
bersama offerte dan pihak lawannya diberikan kebebasan untuk menerima atau
tidak ketentuan-ketentuan tersebut umumnya disebut dengan istilah “syarat-syarat
baku”. Sebagaimana dikatakan oleh Hondius, yang dimaksud dengan syarat-syarat
baku adalah syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian
yang akan dibuat, yang jumlahnya tidak tertentu, tanpa membicarakan terlebih
dahulu isinya.73
1. Dokumen-dokumen kontrak yang ditandatangani;
Hondius selanjutnya mengatakan syarat-syarat baku dalam perjanjian
sejarahnya makin lama makin panjang. Ternyata selalu ada lagi kegiatan-kegiatan
yang memerlukan satu pengaturan kontraktual. Syarat-syarat baku yang demikian
dari luar mirip undang-undang. Sedangkan ketentuan-ketentuan undang-undang
secara hukum, jadi otomatis dapat ditetapkan, maka syarat-syarat baku kecuali
dalam syarat yang biasa selalu dipakai harus diikut sertakan, harus dimasukkan
dalam perjanjian. Penerapan dalam prakteknya yang sering terjadi, antara lain
dengan cara:
Metode penerapan syarat-syarat baku yang paling aman adalah bahwa
syarat-syarat dimasukkan dalam satu dokumen kontrak, dan meminta
kepada pihak peserta kontrak untuk menandatangani. Dokumen-dokumen
yang dimasukkan dapat berupa satu kontrak satu formulir kontrak, tetapi
73 Hondius, E. H., Syarat-syarat Baku dalam Hukum Kontrak, dalam Kompendium Hukum.(Belanda: Leiden, 1978), hal. 139
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
juga satu formulir permintaan untuk asuransi, formulir pemesanan atau
surat pengukuhan.
2. Pemberitahuan di atas dokumen-dokumen kontrak;
Pemberian atau pengiriman dokumen-dokumen kontrak untuk
ditandatangani, hanya terjadi dalam bidang-bidang perusahaan tertentu.
Dibidang lain ada kebiasaan untuk mencetak syarat-syarat baku di atas
dokumen-dokumen kontrak yang tidak ditandatangani, seperti kertas
surat, katalog-katalog, offerte-offerte, rencana-rencana pekerjaan, surat-
surat angkutan, tanda-tanda tempat surat penerimaan dan sebagainya.
3. Pemberitahuan atau penunjukan dalam dokumen-dokumen kontrak;
Dalam praktek penunjukan-penunjukan itu secara teratur menyebabkan
persoalan-persoalan, seperti digambarkan contoh berikut dari kejadian-
kejadian yang beraneka ragam. Apakah satu tanda dari organisasi sudah
cukup untuk mencapai penerapan syarat-syarat baku yang ditetapkan
organisasi tersebut. Jika mengenal transaksi perdagangan, maka peradilan
berpendapat bahwa hal itu dapat tercapai.
4. Pengumuman atau penunjukan di atas papan pengumuman;
Tidak pada semua transaksi ditukarkan naskah-naskah, maka adalah
penting bahwa syarat-syarat baku dapat dijadikan bagian dari isi kontrak
dengan jalan pengumuman atau penunjukan di atas papan pengumuman. 74
74 Ibid, hal. 143-146.
Dewasa ini terdapat syarat-syarat baku dalam kontrak di hampir semua
bidang, termasuk syarat-syarat umum perbankan, tetapi tidaklah tepat bila
dikatakan seakan-akan semua transaksi dibuat atas syarat-syarat baku, karena
masih terdapat banyak perjanjian yang dibuat dalam bentu syarat-syarat kontrak
individual, sebagaimana diatur sesuai dengan asas kebebasan berkontrak, karena
tidak semua transaksi cocok untuk dibakukan, dan ada di antara mereka
menganggap bahwa syarat baku tidak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak,
karena menyebabkan tidak adanya pilihan lain bagi salah satu pihak selain take it
or leave it.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Untuk melindungi debitur atau konsumen, maka ketidakseimbangan antara
bank dengan debitur dalam pembuatan klausula-klausula baku pada perjanjian
kredit bank tetap harus dihindari, tetapi tidak berarti dengan melarang adanya
praktek perjanjian baku, karena dalam perkembangan transaksi perbankan yang
semakin maju dan modern pada saat ini, perjanjian baku sangat diperlukan demi
efisiensi. Demi kesetaraan dalam pelaksanaannya, batasan atau pedoman terdapat
isi dari suatu perjanjian baku dalam perjanjian kredit yang akan diterapkan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan pada perjanjian kredit tersebut, dengan tetap
menunjuk pada Pasal 18 UUPK, selanjutnya Bank wajib menyesuaikan klausula
baku yang bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini. Selain itu,
jika dilihat dari UUPK mengenai pembatasan pencantuman klausula baku dalam
perjanjian seperti yang tercantum dalam Pasal 18 UUPK.
Dengan demikian pelaku usaha, dalam hal ini bank yang menyiapkan
perjanjian kredit wajib menyesuaikan klausula yang terdapat dalam perjanjian
kredit dengan aturan-aturan dalam UUPK. Pelaku usaha dilarang mencantumkan
klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca
secara jelas atau yang mengungkapkannya sulit dimengerti.
Menurut Pasal 22 UUPK, pembuktian terhadap ada tidaknya unsur
kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat (4) dan Pasal
21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha, tanpa menutup
kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk menerapkan dalam sistem beban pembuktian terbalik.
Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam undang-undang dikualifikasikan
sebagai suatu perbuatan melawan hukum, sehingga menentukan beban tanggung
jawab bagi pelanggar untuk membayar kompensasi atau akibat yang ditimbulkan
atas pelanggaran tersebut.
Di Indonesia, tonggak gerakan konsumen ditandai dengan berdirinya
Yayasan Lembaga Konsumen pada tanggal 13 Maret 1973, yang kemudian
menjadi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Perjalanan panjang
hampir empat puluh tahun, tetapi menghasilkan perkembangan yang belum
menggembirakan.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
2.1.5. Perjanjian Kredit
Pelaksanaan pemberian kredit umumnya dilakukan oleh bank, baik
melalui bank pemerintah maupun bank swasta. Sesuai dengan fungsinya, bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat, guna diarahkan ke
bidang-bidang yang mempertinggi taraf hidup rakyat. Usaha bank tersebut dapat
berupa simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.75
Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi, credere yang berarti percaya
atau credo atau creditum yang berarti saya percaya. Seseorang yang mendapatkan
kredit adalah seseorang yang telah mendapat kepercayaan dari kreditur.
76
Kepercayaan merupakan dasar dari setiap perikatan, yaitu seseorang berhak
menuntut sesuatu dari orang lain. Elemen dari kredit adalah adanya dua pihak,
kesepakatan pinjam meminjam, kepercayaan, prestasi, imbalan dan jangka waktu
tertentu. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa kredit mempunyai arti luas,
yang mempunyai objek benda.77
“Kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.”
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan memberikan
rumusan mengenai pengertian kredit, yaitu:
78
Apabila ditelusuri pengertian kredit dalam Pasal 1 butir (11) Undang-
Undang Perbankan tersebut, dalam pengertian tersebut terdapat unsur-unsur
yakni:
75 R. Ay. Sri Hartati, “Hak Tanggungan dan Permasalahannya”, Bunga Rampai Hukum
Ekonomi dan Permasalahannya, Editor imly Asshiddiqie, (Jakarta: Watampone Press, 2003), hal. 43.
76 Johanes Ibrahim, op. cit., hal. 7.
77 Mariam Darus Badrulzaman-I, op. cit., hal. 137. 78 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perbankan Atas Perubahan Undang-Undang
Nomor. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 LN. No. 182 Tahun 1998, TLN. No. 3790, Ps. 1 butir (11).
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
a. Penyediaan;
b. Uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu;
c. Persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam;
d. Antara bank dengan pihak lain;
e. Kewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya;
f. Jangka waktu tertentu;
g. Bunga.
Mengupas lebih lanjut mengenai unsur-unsur tersebut, maka unsur
pertama adalah persetujuan atau kesepakatan (pinjam meminjam). Persetujuan
diartikan sebagai perjanjian, sehingga kredit sendiri menurut Undang-Undang
Perbankan sudah mengandung pengertian perjanjian. Perjanjian dalam sistematika
hukum perdata termasuk dalam hukum perjanjian yang secara umum diatur dalam
Buku Ketiga KUHPerdata.
Perjanjian yang dibuat para pihak menimbulkan hubungan perikatan di
antaranya. Hubungan perikatan yang dimaksud adalah pinjam meminjam yang
diatur pada Buku Ketiga, dan secara khusus di dalam Bab Ketigabelas. Jadi
pengertian kredit mengandung maksud hubungan hukum perikatan khususnya
pinjam meminjam melalui unsur-unsur definisi kredit menurut Undang-Undang
Perbankan.
Unsur uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
mengandung maksud bahwa kredit menurut Undang-Undang Perbankan adalah
suatu hubungan hukum yang menimbulkan perikatan, karena adanya kriteria
bahwa suatu hubungan hukum mempunyai kekuatan mengikat apabila dapat
dinilai dengan uang. Khusus mengenai definisi perikatan dalam kredit menurut
Undang-Undang Perbankan ini, hubungan hukum yang terjadi mempunyai
kekuatan mengikat karena adanya ancaman sangsi.
Antara bank dan pihak lain, merupakan unsur yang menunjukkan bahwa
para pihak yang sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian kredit adalah
bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur. Jadi Undang-Undang
Perbankan memberi penegasan bahwa para pihak yang terkait dalam kredit adalah
kreditur dan debitur. Kredit dalam pengertiannya sebagai hubungan hukum yang
mengikat, subjek hukumnya dikaitkan dengan prestasi masing-masing adalah
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
kreditur sebagai pihak yang berhak atas prestasi (pihak yang aktif) atau yang
berpiutang dan pihak yang pasif adalah debitur atau yang berutang. 79
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalan rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.”
Para pihak
tersebut merupakan subjek dari kredit dalam pengertian perikatan. Namun apakah
hanya pihak-pihak tersebut yang mengadakan perikatan saja yang dimaksud
sebagai subjek perikatan? Ternyata KUHPerdata juga menyangkut pihak-pihak
lain, yaitu para ahli waris masing-masing.
Unsur penyediaan dan unsur mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya, sengaja penulis gabungkan pembahasannya dengan mengingat bahwa
kedua-duanya sebetulnya merupakan prestasi yang seharusnya dilakukan oleh
masing-masing pihak. Yaitu bagi bank ada kewajiban (prestasi) untuk
menyediakan uangnya dan dapat segera dipergunakan oleh debitur. Hal ini penulis
artikan dari bunyi Pasal 1 ayat (2), yaitu:
80
Hal ini mengingat bahwa ada kemungkinan pihak bank dapat
mengurungkan/menolak memberikan pinjamannya atau besarnya jumlah yang
diserahkan berlainan dengan jumlah yang semula disetujui dalam hal bank
mendapat informasi baru yang tidak menguntungkan bagi pemohon (nasabah
debitur).
81
79 Mariam Darus Badrulzaman-I, hal. 4. 80 Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana
Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472), Pasal 1 ayat (2).
81 Mariam Darul Badrulzaman-III, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Penerbit Alumni,
1994), hal. 29.
Selain daripada itu kedudukan bank sebagai lembaga penghimpun dan
penyalur dana masyarakat yang menjalankan fungsi-fungsi publik sebagaimana
diamanatkan bunyi Pasal 3, 4 jo Pasal 6 (b) Undang-Undang Perbankan,
berkewajiban untuk menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
nya dalam bentuk pemberian kredit. Jadi di samping bank sebagai keditur yang
berhak atas prestasi, juga wajib melakukan prestasi.
Bagi debitur sebagai pihak yang wajib melakukan prestasi tercermin dari
unsur kewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya. Jadi Undang-Undang
Perbankan mengartikan kredit sebagai perikatan yang mewajibkan si debitur
untuk memenuhi tuntutan (melakukan prestasi berupa pengembalian uang
pinjaman).
Unsur setelah jangka waktu tertentu menunjukkan bahwa menurut
Undang-Undang Perbankan, di dalam kredit hubungan hukum perikatan antara
bank dan debiturnya terjalin selama para pihak tersebut masih dalam hubungan
perikatan. Unsur ini penting mengingat bahwa perhitungan
waktu akan menentukan prestasi yang dituntut kepada debitur, misalnya yang
berhubungan dengan hari bunga. Dimana sejak ditandatanganinya perjanjian
kredit merupakan awal perhitungan bunga hingga berakhirnya perikatan yaitu
pada saat lunasnya pinjaman.
Unsur terakhir yaitu bunga, bahwa kredit menurut Undang-Undang
Perbankan diisyaratkan adanya bunga. Tetapi mengenai besarnya tidak ditetapkan
secara spesifik. Apabila dikaitkan dengan ketentuan tentang bunga di dalam
KUHPerdata, maka tingkat bunga boleh ditentukan sendiri dalam perjanjian
(Pasal 1765 KUHPerdata). Dengan asumsi bahwa Undang-Undang Perbankan
tidak menentukan tingkat bunga, maka bisa disimpulkan bahwa Undang-Undang
Perbankan menganut sistem bunga yang mengambang sesuai dengan kehendak
pasar.82
Dari pembahasan mengenai unsur-unsur kredit tersebut di atas bisa
dimengerti bahwa di dalam praktek, perjanjian kredit menggunakan Undang-
Undang Perbankan sebagai dasar hukumnya. Kaitannya dengan hukum perjanjian
yang terdapat dalam Buku Ketiga KUHPerdata, maka kredit dalam pengertiannya
sebagai perikatan yang bersumber dari perjanjian tunduk kepada hukum
perjanjian yang menganut sistem terbuka yaitu memberikan kebebasan yang
82 Mariam Darus Badrulzaman-I, Aneka Hukum Bisnis, op.cit, hal. 143.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa
saja, asalkan tidak melanggar ketertiban dan kesusilaan.83
Perjanjian kredit menurut Hukum Perdata Indonesia adalah salah satu dari
bentuk perjanjian pinjam meminjam sebagimana diatur dalam Pasal 1754 sampai
dengan 1769. Dengan demikian perjanjian kredit dapat mendasarkan pada
ketentuan dalam KUHPerdata, tetapi dapat pula berdasarkan kesepakatan di antara
para pihak, artinya dalam ketentuan yang tidak memaksa diserahkan kepada para
pihak.
84
“Perjanjian pinjam meminjam uang antara bank dan pihak peminjam
dalam mana bank berhak memberi kredit kepada peminjam dan peminjam
berkewajiban melunasi kredit tersebut dalam jangka waktu yang
ditentukan dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan yang telah ditetapkan.”
Pengertian tentang perjanjian kredit belum dirumuskan dalam Undang-
Undang Perbankan, tetapi diinstruksikan dalam Instruksi Presidium Kabinet
Nomor 15/EK/10 tanggal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI)
Unit Nomor 2/539/UPK tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan bahwa
dalam bentuk apapun setiap pemberian kredit, bank wajib menggunakan akad
kredit. Akad kredit tersebut dalam praktek perbankan dikenal dengan istilah
perjanjian kredit. Oleh karena itu perlu kiranya untuk memahami perjanjian kredit
yang diutarakan oleh para pakar hukum dibawah ini:
Menurut Abdulkadir Muhammad, yang dimaksud dengan perjanjian kredit
adalah:
85
“Dalam bentuk apapun juga perjanjian kredit itu diadakan, dalam
semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam
Sedangkan menurut Subekti, sebagaimana dikutip oleh Johannes Ibrahim
bahwa:
83 Subekti-I, op. cit., hal. 13. 84 Muhammad Djumhana , Hukum Perbankan Indonesia, Cet. 2., (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1996), hal. 240. 85 Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Cet.2., (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 183-184.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
meminjam sebagaimana diatur oleh KUHPerdata Pasal 1754 sampai
dengan Pasal 1769”. 86
“Perjanjian kredit berdasarkan perjanjian pinjam meminjam dalam
KUHPerdata, dimana objeknya adalah benda yang menghabis, termasuk di
dalamnya uang. Karenanya perjanjian kredit merupakan perjanjian yang
bersifat riil, yaitu bahwa perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan”
uang oleh bank kepada nasabah.”
Hal yang sama diungkapkan oleh Mariam Darus Badrulzaman yaitu:
87
“Perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur
mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang
mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.”
Pendapat Sutan Remy Sjahdeini mengenai perjanjian kredit adalah:
88
2.1.6 Perjanjian KPR
Perjanjian KPR merupakan perjanjian pokok dimana untuk terjadinya
diawali dan diikuti oleh perjanjian-perjanjian lainnya yang menyertai. Perjanjian
yang mengawali perjanjian KPR merupakan perjanjian yang berdiri sendiri,
sedangkan perjanjian-perjanjian lainnya yang mengikuti kemudian, adalah
perjanjian tambahan yang bersifat accessoir tetapi melekat pada perjanjian
pokoknya. Perjanjian accessoir akan berakhir bila perjanjian pokoknya telah
terpenuhi.
Apabila membeli rumah dengan cara KPR, maka seorang konsumen akan
menjumpai dokumen-dokumen hukum (legal documents) yang penting, yaitu,
Perjanjian Pendahuluan, Akta Jual Beli, Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, dan
Surat Kuasa Pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT). Dokumen-dokumen
tersebut sangat penting untuk diketahui oleh konsumen, terutama sekali sebelum
membeli rumah agar konsumen dapat mengetahui sejauh mana perlindungan
86 Johanes Ibrahim, op. cit., hal. 27. 87 Mariam Darus Badrulzaman, op. cit., hal. 110-111.
88 Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 14.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
hukum terhadap konsumen dalam pembelian rumah yang dilakukan dengan cara
KPR.89
1. Perjanjian Pendahuluan Jual Beli
Perjanjian-perjanjian di atas bila disusun sesuai dengan urutan terjadinya
dalam rangka proses pembelian rumah yang memanfaatkan fasilitas kredit bank,
pada pokoknya adalah :
Pada tahap ini biasanya dilakukan pengikatan antara calon penjual dan
calon pembeli. Disebut calon penjual dan calon pembeli karena yang
terjadi adalah kesepakatan untuk menjual dan membeli sedangkan jual beli
yang sebenarnya akan terjadi kemudian. Hal ini dikarenakan calon pembeli
belum membayar lunas harga objek yang diperjanjikan. Pada tahap ini
perjanjiannya yang terjadi adalah perjanjian pokok, dan tidak perlu ada
perjanjian tambahan yang menyertainya. Antara para pihak yang terlibat di
dalamnya dan saling mengikatkan diri adalah developer yang dalam hal ini
dalam kedudukannya adalah sebagai pihak kreditur, dan di pihak debitur
adalah calon pembeli rumahnya. Dari segi pembayarannya secara
keseluruhan pada tahapan ini baru merupakan uang muka, yang besarnya
bervariasi dan biasanya bagi bank pemerintah menentukan adalah dua
puluh persen dari harga rumah. Perjanjian pendahuluan Jual Beli biasa
juga disebut Pengikatan Jual Beli. Esensi daripada perjanjian pada tahap
ini adalah janji-janji untuk menjual dan membeli atas rumah karena belum
lunas harganya. Sedangkan objek perjanjian pada tahapan ini adalah
presentasi antara kreditur dan debitur.
Perjanjian Pendahuluan adalah perjanjian yang disepakati oleh pihak
konsumen dan developer yang merupakan suatu perjanjian pengikatan jual
beli. Tercapai kesepakatan secara terperinci mengenai hak dan kewajiban
antara debitur (konsumen) dengan developer (penjual). Sifat perjanjian
tersebut dinamakan “pactum de contrahendo” yaitu perjanjian untuk
mengadakan perjanjian.90
89 Hasil wawancara dengan Oktafian, Kepala Divisi Realisasi Kredit PT. Daviza
Permata Citra pada tanggal 15 Juli 2012.
Umumnya debitur membayar uang muka serta
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
biaya lainnya atas pembelian rumah yang diinginkan pada perjanjian
pendahuluan tersebut. Apabila perjanjian pendahuluan tersebut tidak
dilanjutkan atas permintaan konsumen, maka akan dikenakan potongan
sebesar 25% dari uang muka yang sudah dibayarkan jika dilakukan
sebelum wawancara permohonan KPR dan 50% dari uang muka jika
terjadi setelah wawancara permohonan KPR. Jika permohonan KPR
ditolak oleh bank, maka uang muka dan biaya lainnya dikembalikan, tetapi
uang booking fee dianggap hangus. Adapun yang dimaksud dengan
wawancara adalah proses pertemuan antara kreditur (bank) dengan debitur
(konsumen) untuk menetukan kelayakan dan besarnya kredit yang akan
diperoleh ataupun ditolak oleh kreditur dalam pemberian KPR.
Tujuan wawancara tersebut mengklarifikasi keinginan dan kebutuhan
calon nasabah debitur. Bank sebagai pemberi fasilitas kredit akan melihat
sejauh mana kebenaran keterangan-keterangan yang diberikan calon
nasabah debitur tentang data pemohon sebagai syarat umum pemberian
kredit, antara lain data pekerjaan, data suami/isteri pemohon, data
penghasilan dan lain sebagainya.
Setelah dilakukan wawancara, maka diadakan Rapat Komisi Kredit
(Rakomdit) oleh bank yang bersangkutan. Jika terdapat penolakan
perolehan kredit dari bank hal tersebut merupakan hak mutlak dari bank
yang tidak dapat diganggu gugat. Jika kredit disetujui oleh bank, maka
proses perolehan kredit akan berlanjut ke tahap berikutnya, yaitu Akad
Kredit yang terdiri dari Perjanjian KPR, Akta Jual Beli dan Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang dilakukan pada saat yang
sama.91
2. Perjanjian Kredit
Pada tahapan kedua, dengan maksud untuk melunasi sisa pembayaran dari
harga rumah, konsumen perumahan bisa mengajukan permohonan kredit
kepada bank (yang menyediakan fasilitas KPR). Permohonan ini
ditindaklanjuti dengan analisa kemampuan calon debitur (konsumen
90 Mariam Darus Badrulzaman, op. Cit., hal. 36. 91 Hasil wawancara dengan Oktafian, op. cit.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
perumahan) oleh pihak bank. Apabila dari penelitian bank ternyata telah
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan maka pihak bank membuat draft
perjanjian. Karena KPR merupakan produk bank yang sifatnya masal
maka adakalanya bentuk perjanjiannya sudah dipersiapkan sebelumnya
berupa semacam formulir dengan isi, syarat dan kondisi standar. Pada
tahapan ini konsumen perumahan dalam kedudukannya sebagai debitur
dan bank sebagai kreditur. Apabila kreditur melalui wakilnya yang
berwenang dan pihak debitur telah menandatangani draft perjanjiannya
maka sesuai dengan ketetapan waktu di dalam perjanjian, maka dilakukan
pelunasan pembayaran kepada developer, untuk dan atas nama konsumen
(debitur). Dengan kata lain diberikanlah dana kredit. Jadi pada tahapan ini
yang menjadi objek perjanjian bukanlah perumahan tetapi dana kredit.
Sedangkan perjanjiannya sendiri merupakan perjanjian obligatoir (pokok)
dimana di dalamnya klausula mengenai dana kredit yang dikeluarkan
harus dijamin pengambilannya oleh debitur dengan memberi agunan yaitu
tanah dan bangunan yang dibeli dengan menggunakan dana kredit.
3. Jual Beli Tanah dan Bangunan
Pada tahapan ini dengan menganut sistem jual beli tanah dan bangunan
sesuai dengan hukum agraria nasional yang bersumber dari hukum adat,
maka jual beli yang dilakukan pembayaran harganya dilakukan secara
tunai dan riil.92 Jadi pada tahapan ini merupakan pelaksanaan nyata dari
Perjanjian Pendahuluan Jual Beli sebelumnya. Dengan asumsi bahwa telah
dilakukan pembayaran lunas harganya maka pada tahapan ini telah
beralihlah hak atas tanah dan bangunan yang diperjanjikan sebelumnya.
Pada tahap ini merupakan penyerahan yuridis dari perjanjian pendahuluan
yang dilakukan sebelumnya, dibuat dalam bentuk akta otentik oleh Pejabat
Pembuat Akta tanah (PPAT) dan harus didaftarkan.93
92 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), Cet.Kedelapan, (Jakarta: Djambatan, 1999), hal. 204. 93 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perjanjian, Cet. XVI, (Jakarta: PT.
Intermasa, 1996), hal. 79.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
4. Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT)
Guna memenuhi ketentuan mengenai perkreditan nasional, yang berlaku
bagi setiap pengeluaran dana kredit oleh bank umum, maka atas dana
kredit yang telah dikeluarkan, debitur perlu memberikan jaminan.
Termasuk dalam traksaksi KPR, debiturnya perlu memberikan jaminan
yaitu tanah dan bangunan yang diperolehnya dijadikan agunan. Sehingga
tanah dan bangunan yang dibeli oleh debitur dengan mempergunakan dana
kredit pada perjanjian KPR perlu dibebani hak tanggungan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah dan Benda-benda
yang Ada di Atasnya (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, Lembaran
Negara Nomor 75 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632 Tahun
1996). Dari bunyi Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang tersebut dapat
disimpulkan bahwa Hak Tanggungan dapat digunakan untuk menjamin
utang yang telah diperjanjikan perikatan para pihak didalamnya, terdapat
dua subjek hukum yaitu bank (kreditur) dan debitur.
Di dalam praktik, perjanjian KPR timbul dari kebutuhan masyarakat.
Sudah menjadi kebiasaan umum, dalam lalu lintas kegiatan hidup
masyarakat modern, kebutuhan hidup masyarakat sehari-harinya dapat
terpenuhi dengan adanya kapital. Demikian pula praktik terjadinya
perjanjian KPR, karena didasari oleh kebutuhan masyarakat tersebut baik
produsen maupun konsumen akan unsur kapital.
Dinamika kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya tersebut
menghendaki setiap anggota masyarakat berhubungan di antaranya. Tidak
terkecuali pada anggota masyarakat produsen, dalam hal ini bank yang
memproduksi jasa keuangan, dan konsumennya. Guna mengantisipasi kegiatan
masyarakat tersebut maka diperlukan aturan yang mewadahi. Secara nyata
hubungan antara bank dan debiturnya hubungan yang terjadi hubungan hukum
dalam perikatan pinjam meminjam uang.
Secara spesifik pada perjanjian KPR, tidak diperoleh ketentuan khusus
yang mendasarinya. Tetapi dengan pendekatan pada pengertian bahwa perjanjian
KPR sebagai perjanjian yang mempunyai objek yang diperjanjikan adalah kredit,
maka perangkat hukum yang mendasari adalah ketentuan mengenai perkreditan
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
nasional. Perjanjian KPR ini berlaku ketentuan perjanjian kredit umum, dengan
pendekatan pengertian bahwa perjanjian KPR adalah perjanjian kredit dengan
objek uang, yang ditentukan secara khusus penggunaannya dan tidak untuk tujuan
komersial. Pendekatan ini dimaksudkan untuk membedakan kredit konsumtif
uang mungkin diselenggarakan lembaga perkreditan non bank. Namun pihak
perbankan sendiri dalam praktek lebih cenderung menggolongkan KPR sebagai
jenis kredit perorangan, yang juga dikenal dengan nama kredit konsumen
(consumers loan).94 Dimana jenis kredit perorangan ini dari cara pembayarannya
dibedakan menjadi (a) kredit dengan pembayaran kembali secara mencicil, (b)
kredit dengan pembayaran kembali sekaligus, dan (c) kredit dengan batas plafon
pinjaman. KPR sendiri dimasukkan sebagai kredit perorangan (kredit konsumtif)
dengan cara pembayaran kembali secara mencicil.95
KPR subsidi merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh bank yang
merupakan program pemerintah yang diperuntukkan untuk seluruh masyarakat
Indonesia (WNI) berpenghasilan rendah (maksimal Rp. 1,5 juta perbulan) dan
belum mempunyai rumah yang dibuktikan dengan keterangan dari kelurahan.
Karena perumahan dan pemukiman pada hakikahnya merupakan upaya
berkesinambungan yang dilakukan sebagai pemenuhan kebutuhan dasar untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia.
96
Produk KPR sudah disodorkan oleh bank-bank pemerintah nasional sekitar
tahun 1988. Jumlahnya berkembang hingga 1997. Perkembangan laju KPR
terhenti saat terjadinya krisis ekonomi yang menyebabkan perbankan berhenti
menyalurkan kredit, termasuk KPR. Barulah pada tahun 2000 secara perlahan
perbankan kembali mulai menyalurkan KPR kembali dan terus berkembang pesat
sejak tahun 2002 hingga saat ini.
97
94 Siswanto Sutojo, Analisa Kredit Bank Umum (Konsep dan Teknik), (Jakarta: PT. Pustaka Binamas Pressindo, 1995), hal. 169.
95 Ibid 96 Ibid, hal. 170
97 V. Miemie Murniati, “Prospek KPR Masih Bagus”, Bisnis Properti, (Februari, 2004),
hal. 40.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Dilihat dari keberadaannya, KPR tetap dan semakin dibutuhkan
masyarakat. Sebab KPR mampu memecahkan pendanaan bagi konsumen yang
ingin memiliki rumah tetapi belum memiliki dana yang cukup untuk membayar
seluruh harga rumah. Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai
dengan fungsinya dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan
lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan sektor perekonomian nasional dengan
prioritas kepada koperasi, pengusaha kecil dan menengah, serta berbagai lapisan
masyarakat tanpa diskriminasi sehingga akan memperkuat, struktur perekonomian
nasional.98 Fasilitas KPR merupakan fasilitas kredit yang ditujukan langsung
kepada konsumen, dinamakan kredit konsumen atau konsumer atau konsumtif,
sehingga dikategorikan sebagai fasilitas kredit yang sifatnya untuk konsumtif.99
2.1.7 Peranan Notaris dalam Menjalankan Profesi
Di dalam Pasal 1870 dan 1871 KUHPerdata dikemukan bahwa akta
otentik itu adalah alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli
warisnya sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat
dalam akta tersebut. Akta otentik yang merupakan bukti yang lengkap (mengikat)
berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut dianggap benar,
selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan
sebaliknya.100
Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah suatu akta yang
dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di
hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta
dibuatnya. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (UUJN), notaris adalah satu-satunya yang mempunyai
98 Lihat Penjelasan Umum, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan , op. cit.
99 Ibrahim, op. cit., hal. 224. 100 Teguh Samudera, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Edisi Pertama,
(Bandung: PT. Alumni, 2004), hal. 49.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
wewenang umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya. Wewenang notaris
adalah bersifat umum, sedangkan wewenang pejabat lain adalah pengecualian.101
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
sejauh pembuatan akta otentik tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya.
Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain
itu, akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris, bukan saja karena
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga dikehendaki oleh
pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi
kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan
sekaligus bagi masyrakat secara keseluruhan.
102
Kedudukan seorang notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat
hingga sekarang dirasakan masih disegani. Seorang notaris biasanya dianggap
sebagai pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh
diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya adalah benar, ia
adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.
103
Pemahaman mengenai arti akta notaris dengan demikian sangat penting
dalam menciptakan ketertiban hubungan hukum di antara para pihak. Alat bukti
bagi para pihak itu tentu dimaksudkan bahwa para pihak itu menghendaki
Akta otentik merupakan alat bukti bagi para pihak yang mengadakan
hubungan hukum perjanjian. Adanya akta ini untuk kepentingan para pihak, dan
dibuat oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta demikian mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna maksudnya adalah kebenaran yang dinyatakan di
dalam akta notaris itu tidak perlu dibuktikan dengan dibantu lagi dengan alat bukti
yang lain. Undang-undang memberikan kekuatan pembuktian demikian itu atas
akta tersebut karena akta itu dibuat oleh atau di hadapan notaris sebagai pejabat
umum yang diangkat oleh Pemerintah.
101 GHS.L.Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cet. 3, (Jakarta: Erlangga, 1983), hal. 34.
102 Penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
103 Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, (Jakarta: PT. Ichtiar
baru Van Hoeve, 2007), hal. 444.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
hubungan hukum seperti yang telah meraka sepakati bersama. Hubungan hukum
itu terjadi karena atas kehendak mereka bersama.
Sehubungan dengan jabatan notaris ini, Habib Adjie mengemukan sebagai
berikut :
“Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan
hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang
membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan,
peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang
diangkat sebagai notaris harus mempunyai semangat untuk melayani
masyarakat dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasa
dilayani oleh notaris sesuai dengan tugas dan jabatannya dapat
memberikan honorarium kepada notaris. Oleh karena itu notaris tidak
berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya.”104
“Pertama, notaris sebagai pejabat yang membuatkan akta-akta bagi pihak
yang datang kepadanya baik itu berupa akta partij maupun akta relaas.
Kedua, notaris sebagai hakim dalam hal menentukan pembagian warisan.
Ketiga, notaris sebagai Penyuluh Hukum dengan memberikan keterangan-
keterangan bagi pihak dalam hal pembuatan suatu akta. Keempat, notaris
sebagai pengusaha yang dengan segala pelayanannya berusaha
mempertahankan klien atau relasinya agar operasionalisasi kantornya tetap
berjalan.”
Menurut Heryanti, seorang notaris dalam menjalankan profesinya sebagai
notaris dan sebagai pejabat publik, notaris harus memerankan 4 (empat) fungsi,
yakni :
105
Seorang notaris di dalam menjalankan jabatannya harus dapat bersikap
profesional dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa
melaksanakan undang-undang sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik profesinya
yaitu Kode Etik Notaris. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN, seorang
104 Habib Adjie-I, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Cet. 2, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), hal 32.
105Heryanto, Notaris Antara Profesi dan Jabatan,
http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?berita=opini&id=102865, diakses pada tanggal 20 Januari 2012.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
notaris diharapkan dapat bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak yang
terkait dalam perbuatan hukum. Oleh karena itu, notaris dalam melaksanakan
tugasnya harus tunduk dan terikat dengan peraturan-peraturan yang ada.
Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang notaris harus berpegang
teguh kepada kode etik jabatan notaris, karena tanpa itu, harkat dan martabat
profesionalisme akan hilang sama sekali.106 Menurut Bertens, kode etik profesi
merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang
mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya
berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat.107
1. Kepribadian Notaris, hal ini dijabarkan kepada:
Notaris sebagai profesi memiliki Kode Etik Notaris yang dibuat oleh
Organisasi Notaris Indonesia atau yang dikenal dengan Ikatan Notaris Indonesia
(INI). Dalam Kode Etik Notaris Indonesia telah ditetapkan beberapa kaidah yang
harus dipegang oleh notaris (selain UUJN), di antaranya adalah:
a. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada
hukum peraturan jabatan notaris, sumpah jabatan, kode etik notaris dan
berbahasa Indonesia yang baik.
b. Memiliki perilaku profesional dan ikut serta dalam pembangunan
nasional, terutama sekali dalam bidang hukum.
c. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan
notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.
2. Dalam menjalankan tugasnya, notaris harus:
a. Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan
dengan penuh rasa tanggung jawab.
b. Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang-
undang, dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak
menggunakan perantara.
c. Tidak menggunakan media masa yang bersifat promosi.
3. Hubungan notaris dengan klien harus berdasarkan:
106 Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 35.
107 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2006), hal 77.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
a. Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan
jasanya dengan sebaik-baiknya.
b. Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran
hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan
kewajibannya.
c. Notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yang
kurang mampu.
4. Notaris dengan sesama rekan notaris haruslah:
a. Hormat menghormati dalam suasana kekeluargaan.
b. Tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan
sesama.
c. Saling menjaga dan membela kehormatan dan korps notaris atas dasar
solidaritas dan sifat tolong menolong secara konstruktif.108
Notaris dalam menjalankan jabatanya memiliki kewenangan, kewajiban
dan larangan. Kewenangan, kewajiban dan larangan merupakan inti dari praktek
kenotariatan. Tanpa adannya ketiga elemen ini, maka profesi dan jabatan notaris
menjadi tidak berguna. Notaris sebagai sebuah jabatan tentunya mempunyai
kewenangan tersendiri. Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur
dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan.
109
1. Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum.
Pasal 1868
KUHPerdata merupakan sumber untuk otensitas akta notaris dan juga merupakan
dasar legalitas eksistensi akta notaris, dengan syarat-syarat sebagai berikut:
2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang.
3. Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus
mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut.110
108 Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), hal. 52.
109 Habib Adjie-II, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), hal 77.
110 Habib Adjie-I, op., cit, hal. 56-57.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
2.2 Temuan Penelitian
Hasil penelitian ini diperoleh dari wawancara yang dilakukan penulis
terhadap 3 (tiga) orang Notaris, yang telah dipilih oleh penulis secara acak.
Tujuan wawancara yang dilakukan penulis untuk mengetahui peranan yang
semestinya yang harus dilakukan oleh seorang Notaris terhadap kliennya, dalam
hal ini konsumen yang menggunakan jasanya untuk dapat memperoleh kredit,
agar dapat memenuhi kebutuhan rumah yang nyaman dengan bantuan yang
diberikan oleh Pihak Bank.
2.2.1. Prosedur Pengikatan Perjanjian KPR
Prosedur pengikatan perjanjian antara notaris dengan konsumen KPR,
diawali dengan kerjasama antara notaris dengan bank. Yang mana notaris yang
dapat membuat perjanjian KPR hanyalah seorang notaris yang rekanan dengan
bank. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang notaris agar dapat
menjadi rekanan bank yakni seorang notaris itu harus mengajukan curiculum vitae
kepada bank yang bersangkutan, serta beberapa contoh perjanjian yang yang
terkait dengan KPR. Untuk notaris yang telah menjadi rekanan dengan bank,
maka notaris mendapat pekerjaan dari pihak bank seperti pengikatan KPR antara
notaris dengan konsumen rumah. Notaris sebagai pejabat umum dituntut untuk
memberikan perlindungan sesuai dengan peranannya untuk melindungi
konsumen, agar tidak diberatkan dengan adanya perjanjian baku dari pihak bank.
Adapun beberapa prosedur pengikatan perjanjian KPR yaitu :
1. Permintaan bank kepada notaris untuk membuatkan perjanjian KPR.
2. Konsumen melengkapi semua berkas yang diperlukan untuk KPR.
Notaris disini tidak mendapat berkas dari Bank, Notaris hanya menyimpan
satu lembar order untuk KPR saja, namun ada juga bank yang telah
memberi lebih dulu berkas-berkas yang notaris butuhkan, sehingga notaris
tidak perlu lagi untuk meminta kelengkapan berkas KPR.
2. Pengecekan berkas-berkas KPR dan Pengecekan NPWP ke kantor pajak
guna penghitungan BPHTP dan SPPnya. Apabila ada pembuatan AJB,
namun apabila tidak ada pembuatan AJB tidak diperlukan pembayaran
pajak.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
3. Notaris meminta dokumen-dokumen asli konsumen, guna untuk pembuatan
akta-akta yang diperlukan dalam proses KPR.
4. Setelah akta selesai maka notaris dapat memberitahukan pihak bank bahwa
semua kebutuhan KPR telah selesai.
5. Bank menjadwalkan pengikatan/penandatangan akta. Biasanya disini notaris
dan konsumen hanya dapat mengikuti jadwal yang telah ditetapkan oleh
pihak bank, namun bisa saja disesuaikan yang terpenting adalah semua
pihak dapat hadir yakni konsumen, notaris dan pihak bank.
6. Sebelum penandatanganan dipastikan pembayaran PBB lunas, tidak ada
tagihan dan pajak BPHTB dan SPP lunas. Biasanya disini bank meminta
bukti pembayaran pajak-pajak itu semua, bagi yang ada AJB.
7. Pada saat penandatangan, biasanya ada hal-hal yang harus ditandatangani
oleh konsumen dan bank, setelah itu baru tandatangan dengan notaris,
namun sebelumnya notaris harus meminta kembali berkas asli/dokumen asli
untuk dapat diperlihatkan untuk dicocokkan dengan akta, kemudian
difotocopy lagi berkas yang dibawa pada saat penandatangan.
8. Pembacaan serta penjelasan yang dilakukan oleh notaris, serta tanya jawab,
apabila ada akta-akta yang kurang dimengerti oleh konsumen. Setelah
pembacaan dan semua isi akta jelas dan cukup dimengerti, maka semua
pihak dapat menandatangi akta-akta. Proses pencairan dana KPR dapat
dilakukan oleh pihak bank. Jarak waktu penandatangan dan pencairan dana
KPR cukup singkat, hanya membutuhkan waktu satu jam.111
2.2.2. Bargainingn Position yang Tidak Seimbang antara Bank dan Debitur
KPR
Pada waktu KPR diberikan, umumnya bank yang memberikan fasilitas
pinjaman kredit berada pada posisi yang lebih kuat dibandingkan dengan calon
debitur. Ini tentu dapat dipahami, karena calon nasabah debitur berada pada
posisi yang sangat membutuhkan pinjaman agar dapat mewujudkan impiannya
111 Hasil wawancara dengan salah satu Notaris, di Jakarta, pada tanggal 28 November 2012.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
membeli rumah idaman. Apabila, pada umumnya mereka sudah membayar uang
minimal 20 % kepada perusahan pengembang atau pemilik rumah. Calon nasabah
debitur tidak akan banyak menuntut, karena mereka khawatir permohonan kredit
mereka bisa dibatalkan oleh bank. Bila pembatalan oleh bank terjadi, maka 20 %
uang muka yang sudah dibayarkanpun bisa terancam pula. Sehingga hal itu
menyebabkan posisi tawar menawar bank betul-betul menjadi sangat kuat,
sementara sebaliknya calon nasabah debitur sebagai konsumen, begitu
lemahnya.112
Bank pemberi fasilitas pinjaman KPR akan meminta calon nasabah debitur
memenuhi semua persyaratan. Mulai dari data identitas diri, kartu keluarga, surat
nikah, Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP), rekening koran atau buku tabungan 6
(enam) bulan terakhir, slip gaji dan surat keterangan dari perusahaan dimana
nasabah bekerja.
113
Tidak hanya itu, bila rumah yang akan dibeli dari perusahaan
pengembang, tetapi rumah dari milik peorangan, maka bank-bank tertentu
mengharuskan calon nasabah debitur membayar uang apraisal. Bank tersebut
akan meminta perusahaan jasa penilai atau apraisal untuk menaksir harga rumah
yang akan diberikan fasilitas pinjaman KPR. Calon nasabah diharuskan
membayar yang apraisal di muka, kepada perusahaan jasa penilai, baik dikabulkan
atau tidak permohonan KPR tersebut. Uang apraisal itu sebanyak 1 % dari dana
kredit yang diajukan kepada bank tersebut.
114
Yang paling tidak adil adalah kasus mengenai penentuan suku bunga yang
penulis temukan pada salah satu bank pemerintah. Pada waktu calon nasabah
debitur mengajukan permohonan KPR, suku bunga pada saat itu 5,5 %. Tentu saja
dengan bunga yang cukup baik itu membuat calon nasabah tertarik untuk
mengajukan permohonan KPR ke bank tersebut.
115
112 Hasil wawancara dengan Oktafian, op. cit. 113 Ibid 114 Ibid 115 Ibid
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Setelah aplikasi diproses bank dan permohonan KPR calon nasabah
debitur dalam tenggang waktu 2 minggu kemudian dikabulkan, terjadi kenaikan
suku bunga menjadi 8,5 %. Kondisi suku bunga baru tersebut diberitahukan
kepada calon nasabah debitur. Awalnya calon nasabah debitur cukup kaget.
Namun akhirnya diterima juga, dengan pertimbangan karena sudah terlanjur
diproses bank dan sudah terlanjur memberi uang muka kepada perusahaan
pengembang. Ketika perjanjian KPR sudah dipersiapkan notaris dan pengikatan
jaminan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan siap ditandatangani, tiba-tiba
bank menyatakan ada kenaikan suku bunga kembali. Calon nasabah begitu
kecewa atas kenaikan suku bunga pasar yang tidak terduga ini, akan tetapi
walaupun hal demikian terjadi calon nasabah harus mengikuti keadaan tersebut,
karena tidak memiliki kuasa apapun untuk menolak.116
Tidak hanya mengenai naiknya suku bunga pasar yang tak terduga, penulis
juga menemukan kasus yang sebaliknya, yakni turunnya suku bunga pasar. Pada
saat calon nasabah mengajukan permohonan KPR, suku bunga KPR awalnya
adalah 9,5 %. Setelah kelengkapan data-data telah di penuhi dan telah diproses,
pihak bank mengeluarkan Surat Persetujuan Kredit (SPK), terjadi penurunan suku
bunga menjadi 7,5 %, penurunan itu terjadi sebelum penandatanganan Akta
Perjanjian Kredit. Suku bunga manakah yang akan diberlakukan? Suku bunga 9,5
% atau 7,5 %? Bila bank bersikap fair, seharusnya suku bunga yang dikenakan
adalah 7,5 %. Tapi ternyata tidak demikian. Suku bunga KPR yang berlaku adalah
tetap suku bunga yang 9,5 %. Apabila suku bunga 7,5 % bertahan cukup lama,
maka suku bunga itu baru dapat berlaku pada konsumen, paling cepat dalam
dalam jangka waktu dua bulan dan paling lambat satu tahun kemudian. Karena
bank disini tidak serta merta menurunkan suku bunga. Hal ini sangatlah tidak adil
untuk konsumen. Jelas sangat merugikan, padahal seharusnya konsumen dapat
Keadaan yang lemah ini membuat calon nasabah tidak berdaya untuk
mempertahankan haknya. Situasi suku bunga pasar yang tidak stabil membuat
calon nasabah mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh bank. Dikarenakan calon
nasabah menginginkan bantuan dana kredit dari bank.
116 Hasil wawancara dengan Konsumen yang menggunakan Fasilitas KPR, pada tanggal
21 September 2012
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
menikmati suku bunga yang cukup rendah tersebut, karena perjanjian kredit
belum lah ditandatangani. Akan tetapi konsumen tetap tidak dapat berbuat
banyak.
Dari temuan penelitian di atas terlihat betapa bargaining power antara
calon nasabah debitur dengan bank benar-benar tidak seimbang. Dan itu sudah
dimulai ketika dalam proses calon nasabah debitur mengajukan permohonan KPR.
Kasus seperti itu seharusnya tidak boleh terjadi, karena dalam hukum perjanjian
kedudukan hukum para pihak harusnya sederajat. Kesedarajatan posisi sesuai
dengan asas keseimbangan yang merupakan jiwa dari suatu perikatan. Secara
teoritis dikemukakan bahwa asas keseimbangan merupakan kelanjutan dari asas
persamaan. Jika dalam suatu perjanjian menempatkan salah satu pihak pada posisi
yang tinggi (biasanya kreditur), maka seharusnya diimbangi dengan penegakkan
itikad baik kreditur. Penegakkan itikad baik kreditur akan menunjang posisi tawar
debitur (bargaining) tawar menjadi indikator untuk menilai apakah dalam
perjanjian KPR terjadi perbedaan posisi dalam pelaksanaan perjanjian. Dalam
perjanjian KPR posisi tawar para pihak yang menggunakan perjanjian syarat baku
sudah dapat diprediksikan tidak seimbang. Ketidak seimbangan posisi tawar
terjadi karena isi perjanjian sudah berisi syarat baku.
Landasan asas kemitraan pada pembuatan perjanjian kredit bukan saja
karena bekerjanya asas itikad baik, tetapi juga karena bagi bank, nasabah adalah
sesungguhnya mitra usaha. Bukan saja nasabah debitur yang memerlukan bank,
tetapi bank juga membutuhkan nasabah debitur sebagai mitra usaha. Nasabah
tidak dapat berkembang usahanya tanpa bank, sebaliknya bank juga tidak dapat
berkembang usahanya tanpa nasabah. Oleh karena bank dan nasabah debitur harus
saling menjadi mitra, maka dalam perjanjian di antara mereka tidak boleh ada
yang lebih kuat kedudukannya.117
Fenomena kenaikan suku bunga KPR menempatkan konsumen pada posisi
lemah dan tidak berdaya. Konsumen bukan sebagai penyebab gejolak moneter,
2.2.3. Perlindungan Hukum bagi Konsumen KPR dalam Perjanjian Baku
117 Sjahdeini, op. cit., hal 193.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
melainkan harus turut pula menanggung beban. Instrumen hukum perdata tidak
banyak menolong konsumen, malah justru menempatkannya pada posisi terpuruk.
Dalam perjanjian KPR atau akta pengakuan utang, konsumen sering dihadapkan
pada klausul yang menyatakan bahwa konsumen menyetujui perubahan suku
bunga sewaktu-waktu tanpa diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari konsumen
dan perubahan tersebut bersifat mengikat. Dengan pemberitahuan tertulis, pihak
bank pemberi KPR berhak secara sepihak menaikkan atau menurunkan suku
bunga KPR. Apalagi mengenai tingkat suku bunga, Bank Indonesia menyerahkan
sepenuhnya pada kebijakan bank yang bersangkutan. Itu berarti konsumen KPR
tidak terlindungi oleh naiknya suku bunga KPR. Belum lagi masalah tagihan
denda keterlambatan atau penalti atau sejenis dengan itu. keterlambatan
pembayaran disebabkan kenaikan jumlah angsuran KPR bulanan yang jauh di atas
rata-rata penghasilannya. 118
Sebaliknya pihak bank dilindungi perjanjian standar perbankan (dalam hal
ini perjanjian KPR) dengan klausula sepihak dari pihak bank yang pada intinya
menegaskan bahwa nasabah (konsumen) tunduk pada segala petunjuk dan
peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan diterapkan kemudian oleh
pihak bank.
119
Sebagaimana layaknya sebuah perjanjian baku, maka hampir seluruh isi
perjanjian KPR antara nasabah debitur dengan bank penyedia fasilitas KPR
diteliti, betul-betul hanya mementingkan kepentingan bank semata. Sedangkan
kepentingan debitur (konsumen), nyaris tidak pernah diperhatikan. Hubungan
hukum antara bank pemberi fasilitas kredit KPR dengan nasabah KPR,
sebenarnya tidak hanya sekedar hubungan antara debitur dan kreditur. Mengutip
Klausula tersebut sebenarnya tidak sah, karena tidak ada
kesepakatan murni dari konsumen. Lagi pula klausula tersebut bertentangan
dengan kepatutan. Kepatutan menghendaki bahwa dalam suatu perjanjian, suatu
pihak hanya terikat pada ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat yang sebelumnya
telah diketahui dan dipahami oleh yang bersangkutan.
118 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2009), hal.57. 119 Sutan Remy Sjahdeini, op., cit, hal. 208.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
pendapat beberapa ahli hukum seperti Symon, Sutan Remy Sjahdeini menyatakan,
bahwa hubungan hukum antara bank dan nasabah, lebih dari sekedar hubungan
kreditur dan debitur. Lebih dari itu, hubungan hukum antara bank dengan nasabah
juga merupkan hubungan kepercayaan (fiduciary relation), hubungan kerahasian
(confidential relation) dan hubungan kehati-hatian (prudential relation).120
Sedangkan pengertian konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
Bila dikaitkan dengan hukum perlindungan konsumen, maka hubungan
antara bank dengan nasabahnya, tidak hanya menyangkut ketiga hubungan seperti
yang diuraikan Sutan Remy Sjahdeini tersebut di atas. Namun, yang lebih penting
lagi adalah bahwa hubungan hukum antara bank dengan nasabah (apakah nasabah
penyimpan dana maupun nasabah peminjam dana, termasuk peminjam dana
dalam rangka KPR) juga merupakan hubungan hukum antara pelaku usaha dan
konsumen. Bank sebagai penyedia fasilitas KPR sebagai konsumen. Menurut
UUPK, pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
121
Mengingat perjanjian kredit merupakan salah satu perjanjian baku, maka
perlu diperhatikan ketentuan dalam UUPK yang juga mengatur tentang perjanjian
baku tersebut. Dalam UUPK, ketentuan mengenai klausula baku ini diatur dalam
Dengan demikian, bank yang menyediakan fasilitas KPR
adalah pelaku usaha. Sedangkan nasabah peminjam dana KPR adalah konsumen,
nasabah KPR sebagai konsumen berhak mendapat perlindungan konsumen yaitu
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan pada konsumen.
120 Sjahdeini, op. cit., hal 162-165.
121 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 LN No. 42
tahun 1999, TLN. No. 3821, ps.1.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Bab V tentang ketentuan Pencantuman Klausula Baku yang hanya terdiri dari satu
pasal, yaitu Pasal 18 UUPK. Pasal 18 UUPK tersebut secara prinsip mengatur dua
macam larangan yang diperlakukan bagi para pelaku usaha yang membuat
perjanjian baku dan/atau mencantumkan klausula baku dalam perjanjian yang
dibuat olehnya. Pasal 18 ayat (1) mengatur larangan pencantuman klausula baku,
dan Pasal 18 ayat (2) mengatur bentuk atau format, serta penulisan perjanjian
baku yang dilarang. Yang dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan
klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca
secara jelas, atau yang mengungkapnya sulit dimengerti.
Sebagai konsekuensi atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 18 ayat
(1) dan ayat (2) tersebut, Pasal 18 ayat (3) UUPK menyatakan batal demi hukum
setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memuat ketentuan yang dilarang Pasal 18 ayat (1) maupun
perjanjian baku atau klausula baku yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 18 ayat (2).
Bila diamati perjanjian-perjanjian KPR dari berbagai bank, maka banyak
ketentuan-ketentuan dalam perjanjian KPR yang dibuat bank, sebenarnya
tergolong pada pelanggaran atas UUPK. Pelanggaran dimaksud antara lain dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
Pasal-pasal dalam perjanjian kredit banyak sekali yang merupakan
pengalihan tanggung jawab bank sebagai pelaku usaha. Artinya,
sebenarnya resiko tersebut adalah tanggung jawab bank, tetapi
kenyataannya dalam perjanjian KPR dibebankan sepenuhnya kepada
debitur sebagai konsumen. Kasus ini penulis kelompokkan sebagai
berikut:
a. Bank setiap saat dapat mengakhiri perjanjian kredit antara lain karena
faktor nilai jaminan berkurang sedemikian rupa sehingga tidak lagi
merupakan jaminan yang cukup atas seluruh utangnya, satu dan lain
menurut pertimbangan dan penetapan kreditur. Di sini tampak bahwa bank
melepaskan tanggung jawabnya atas kelalaian atau kesalahannya dalam
menganalisis jaminan sebelum memutuskan memberi kredit. Seharusnya
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
bank sudah menilai dan mengantisipasinya secara akurat nilai jaminan
tersebut sebelum mencairkan kredit. Bila terjadi nilai jaminan berkurang,
maka hal tersebut adalah kesalahan bank atau kesalahan perusahaan
apraisal yang ditunjuk bank dalam menilai jaminan. Bila resiko tersebut
dibebankan kepada nasabah, jelas merupakan pengalihan tanggung jawab
bank.
b. Bank setiap saat dapat mengakhiri perjanjian kredit jika keadaan keuangan
debitur tidak mengizinkan karena force majeure, resesi ekonomi,
kebijakan pemerintah atau sebab lain di luar kekuasaan debitur atau
penjaminnya. Dalam perjanjian KPR sebuah bank pemerintah istilah
“bank berhak menuntut semua pembayaran utang seketika sekaligus tanpa
perlu somasi bila peminjam menolak pembebanan biaya-biaya yang
ditetapkan oleh bank berkenaan dengan perubahan situasi ekonomi,
gejolak moneter, atau hal lain yang mengakibatkan timbulnya kenaikan
biaya bank.” Menurut penulis, hal ini juga merupakan klausula yang
mengalihkan tanggung jawab bank sebagai pelaku usaha. Seharusnya, bila
terjadi force majeure, resesi ekonomi, gejolak moneter atau kebajikan
pemerintah yang menyebabkan keadaan keuangan debitur merosot
sehingga menggangu kelancaran pembayaran kreditnya, seharusnya hal
tersebut tidak semata-mata menjadi tanggung jawab debitur sebagai
konsumen. Karena hal tersebut terjadi di luar kemauan dan kekuasaan
debitur sebagai konsumen. Begitu juga di luar kemauan bank sebagai
pelaku usaha. Karena kejadian seperti disebut di atas bukan karena
kelalaian dan kemauan dan di luar kekuasaan keduabelah pihak,
seharusnya resikonya juga ditanggung berdua antara bank dan debitur.
Bank tidak boleh egois membebankan masalah tersebut kepada debitur
semata, tetapi harus menjadi resiko bersama-sama.
c. Bank setiap saat dapat mengakhiri perjanjian kredit bila debitur meninggal
dunia, kecuali bila para ahli warisnya dapat memenuhi kewajibannya
menurut Undang-Undang. Ketentuan ini juga merupakan pengalihan
tanggung jawab pelaku usaha. Apabila debitur sebagai konsumen
meninggal dunia, tidak seharusnya kewajiban tersebut dibebankan kepada
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
para ahli waris. Sebab, sebelum perjanjian kredit ditandatangani, bukankah
bank sudah memberi daftar biaya-biaya yang harus dibayar debitur, di
mana salah satu biaya tersebut adalah biaya premi asuransi jiwa atas nama
debitur. Debitur telah menutup asuransi jiwa. Biasanya pada perusahaan
asuransi jiwa yang satu grup usaha dengan bank atau yang menjadi
rekanan resmi bank kreditur KPR. Premi wajib dibayar sebelum akad
kredit. Ketika terjadi risiko terhadap jiwa debitur, seharusnya bank tidak
lagi mengutak-atik kewajiban debitur kepada ahli warisnya. Namun, bank
harus langsung menagih klaim kepada perusahaan asuransi jiwa tersebut
untuk kemudian digunakan melunasi sisa kredit debitur. Tujuan ditutupnya
asuransi jiwa dan menjadi syarat wajib dalam pencairan KPR adalah justru
untuk mengantisipasi resiko bila debitur meninggal dunia. Tetapi dalam
perjanjian KPR, hak debitur tersebut seakan disembunyikan.
2. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang
dibelinya.
Klausula baku yang mencantumkan masalah ini juga ada di beberapa
perjanjian KPR. Contohnya, para KPR salah satu Bank Pemerintah,
klausula ini terdapat dalam Pasal 18 di bawah judul Yield Protection.
Bunyi lengkapnya sebagai berikut: “1. Apabila terjadi suatu perubahan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku atau dalam
penafsirannya atau pelaksanaanya oleh pihak yang berwenang atas
pemberian kredit oleh bank kepada debitur berdasarkan perjanjian kredit
ini menjadi melanggar ketentuan yang berlaku, maka kewajiban bank
untuk memberi/mempertahankan kredit kepada debitur dengan sendirinya
berakhir dan bank berhak dengan pemberitahuan tertulis kepada debitur
meminta debitur untuk segera melunasi seluruh jumlah terhutang secara
seketika dan sekaligus lunas; 2. Apabila dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan atau perubahannya atau dalam penafsirannya
atau pelaksanaannya mensyaratkan bahwa debitur harus melakukan
pemotongan atau penahanan sehubungan atau berdasarkan ketentuan pajak
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
atas setiap pembayaran utang pokok, bunga, provisi/fee, denda dan
kewajiban lainnya oleh debitur kepada bank berdasarkan perjanjian kredit
ini, maka debitur wajib memastikan bahwa bank menerima dari jumlah
membayaran tersebut secara utuh, bebas dan bersih dari
pemotongan/pungutan/beban atau penahanan yang berkaitan dengan pajak
sebagimana diatur dalam perjanjian kredit ini. Sehubungan dengan adanya
pemotongan atau penahanan berkaitan dengan kewajiban pajak atas
pembayaran yang dilakukan debitur kepada bank berdasarkan perjanjian
kredit ini, seluruhnya menjadi beban dan tanggung jawab serta wajib
dibayar oleh debitur sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.”
Dari sisi terlihat bahwa bank memberlakukan ketentuan dalam klausula
bakunya bahwa konsumen harus tunduk pada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, atau lanjutan, pada masa debitur sebagai konsumen memanfaatkan
fasilitas KPR bank tersebut.
Pelanggaran atas satu poin Pasal 18 UUPK tersebut di atas dalam
perjanjian KPR bank, sangat tegas sanksinya. Pelaku usaha (dalam hal ini bank
kreditur KPR) bisa dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau
pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).
2.2.4. Peranan Notaris dalam Prosedur Pengikatan Perjanjian Kredit
Pemilikan Rumah
Masalah perlindungan debitur KPR sebagai konsumen, sebenarnya tidak
hanya bisa dikaitkan dengan pihak bank sebagai kreditur yang merupakan pelaku
usaha. Namun, ada pihak lain yang juga besar perannya dalam melindungi
nasabah KPR, yaitu Notaris. Perjanjian Kredit antara pihak nasabah selaku debitur
dan pihak bank selaku kreditur pemberi fasilitas KPR yang pada umumnya
disebut Perjanjian KPR, sebagian besar dibuat dengan akta otentik yang dibuat di
hadapan Notaris. Sedangkan terhadap Perjanjian KPR tersebut, para pihak juga
membuat perjanjian ikutannya atau perjanjian accesoir berupa pengikatan jaminan
baik melalui SKMHT maupun langsung dengan APHT, dibuat di hadapan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang pada umumnya melibatkan pula Notaris yang
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
membuat Perjanjian KPR tersebut namun dalam kedudukannya selaku PPAT.
Pada umumnya perjanjian KPR tersebut memuat klausula-klasula yang jelas dan
pada akhirnya akan mengikat para pihak, diantaranya mengenai objek perjanjian,
besarnya kredit yang diberikan termasuk bunga, denda dan biaya lainnya,
ketentuan force majeur serta mengenai klausula tambahan.
Peran yang bisa dimainkan Notaris dalam membantu debitur KPR sebagai
konsumen bank, tersirat dari ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN yang
mengamanatkan agar dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban
bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak
yang terkait dalam perbuatan hukum.
Ketentuan tersebut tidak boleh tidak, wajib pula dilaksanakan. Hal ini juga
sesuai dengan Kode Etik Notaris. Pasal 1 ayat (1) Kode Etik Notaris menyatakan
bahwa dalam melaksanakan tugasnya Notaris diwajibkan:
a. Senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas negara serta bertindak
sesuai dengan makna sumpah jabatannya.
b. Mengutamakan pengabdiannya kepada kepentingan masyarakat dan
negara.
Dengan berpegang teguh pada landasan yuridis UUJN dan Kode Etik
Notaris itu saja, sebenarnya Notaris sudah mempunyai dasar yang kuat dan jelas
untuk ikut serta menegakkan hak-hak konsumen sesuai dengan UUPK. Hal
tersebut dapat diaplikasikan antara lain dengan :
1. Notaris tidak menerima sepenuhnya dan kemudian menuangkan secara
keseluruhan dalam aktanya mengenai isi Perjanjian KPR yang biasanya
diusulkan oleh pihak bank agar dicantumkan dalam akta perjanjian KPR.
Sebelum akta perjanjian KPR dibacakan, Notaris meneliti ulang isi
perjanjian tersebut, apakah ada klausula-klausula yang mungkin tidak
seimbang, merugikan konsumen dan bisa dikategorikan melanggar UUPK.
Misalnya apakah ada klausula yang isinya termasuk pengalihan tanggung
jawab bank sebagai pelaku usaha? Atau apakah ada pasal yang berisi
menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha (bank) dalam masa perjanjian kredit? Atau hal
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
lain yang bertentangan dengan UUPK. Bila Notaris menemukan hal yang
demikian, maka Notaris harus memberikan masukan kepada pihak bank,
bahwa hal tersebut melanggar UUPK. Menanggapi masukan dari Notaris
tersebut, kemungkinan pihak bank akan mengatakan bahwa isi Perjanjian
KPR itu sudah baku dari kantor pusat dan hal seperti itu sudah dipraktikan
selama ini secara terus menerus. Dalam hal ini Notaris harus menjelaskan
bahwa masukan tersebut bukan semata-mata untuk kepentingan
nasabahnya sebagai konsumen, tetapi juga justru untuk pihak bank selaku
pelaku usaha supaya tidak terjerumus pada pelanggaran terhadap UUPK.
Karena bila suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan kemudian hari,
misalnya pelaporan dari konsumen dengan mengugat bank ke pengadilan
berdasarkan UUPK, maka hal tersebut justru membahayakan pihak bank,
karena pelanggaran terhadap ketentuan tersebut sanksinya adalah pidana
penjara atau denda. Dengan memberikan masukan seperti itu, berarti
Notaris telah membantu bank juga dalam melaksanakan ketentuan Pasal
18 ayat (4) UUPK yang berbunyi “Pelaku usaha wajib menyesuaikan
klausula baku yang bertentangan dengan Undang-Undang ini”.
2. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN
tentang kewajiban notaris dalam pembacaan akta, dimana pada saat
dibacakan, Notaris harus menerangkan apa maksud dalam pasal-pasal
perjanjian KPR tersebut kepada debitur sebagai konsumen. Oleh karena
sebagian besar bunyi pasal-pasal dalam Perjanjian KPR merupakan bahasa
hukum yang sulit dipahami oleh debitur, maka Notaris mempunyai
kewajiban untuk membacakan akta tersebut dihadapan konsumen.
Pembacaan akta dan pemahaman yang jelas dan terang merupakan salah
satu bentuk perlindungan Notaris terhadap konsumennya, agar konsumen
mengerti mengenai isi akta dan apa yang telah diperjanjikan. Apabila telah
ditandatangani akta tersebut, maka konsumen di anggap mengerti dan
sepakat mengenai apa yang telah diperjanjikan.
3. Apabila Notaris menemukan klausula yang tidak relevan dengan hak dan
kewajiban para pihak dalam perjanjian KPR tersebut, maka Notaris dapat
mencoret (renvoi) ketentuan tersebut. Akan tetapi perubahan ataupun
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
ronvoi tersebut, harus melalui kesepakatan para pihak. Misalnya dalam
Perjanjian Kredit ditemui ada pasal yang mencantumkan kewajiban
debitur menyerahkan asli sertipikat hak atas tanah dan sertipikat hak
tanggungan kepada pihak bank. Pasal tersebut tidak relevan dalam
perjanjian KPR, karena kewajiban menyerahkan asli sertipikat hak atas
tanah dan sertipikat hak tanggungan kepada bank adalah kewajiban
Notaris dan PPAT yang bersangkutan. Sebab Notaris dan PPAT sudah
membuat Surat Keterangan atau cover note kepada bank mengenai hal
tersebut.
4. Bila ada klausula perjanjian KPR yang tidak wajar, maka Notaris harus
memberikan masukan kepada kedua belah pihak, bahwa hal tersebut tidak
wajar. Misalnya, dalam perjanjian KPR terdapat klausula mengenai
pengosongan tanah dan bangunan bila terjadi pelelangan, maka debitur
harus mengosongkan tanah dan bangunan yang menjadi jaminan paling
lambat dalam waktu tertentu setelah terjadi pelelangan. Bila terlambat
menyerahkan tanah dan bangunan yang jadi jaminan dalam keadaan
kosong, maka tiap-tiap hari keterlambatan tersebut biasanya debitur atau
penjamin dikenakan denda untuk setiap hari keterlambatan. Besarnya
denda tersebut harus disesuaikan dengan kewajaran, jangan sampai terlalu
mencekik nasabah debitur. Untuk menentukan kewajarannya bisa dilihat
perbandingan pada bank-bank lainnya. Misalnya, disebuah bank swasta
besarnya denda keterlambatan pengosongan Rp. 1.000.000,- per hari. Bila
ternyata ada bank dalam Perjanjian KPR yang memasang denda
keterlambatan pengosongan mencapai Rp. 5.000.000,- tentu hal tersebut
sesuatu yang kurang wajar, walaupun hal demikian belum ditemukan
dalam prakteknya, akan tetapi hal ini haruslah diperhatikan, agar tidak ada
konsumen yang dirugikan dikemudian hari oleh pelaku usaha.
Bila Notaris menemukan hal-hal seperti tersebut di atas, maka Notaris
harus menggunakan amanat yang diberikan Undang-Undang kepadanya
yaitu wajib bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum, dengan
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
memberikan penyuluhan hukum yang akan melindungi kepentingan dan
memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak.
Dalam kenyataannya masih ditemukan Notaris yang tidak memainkan
perannya sebagaimana tertera dalam UUJN dan Kode Etik Notaris. Masih
ditemukan Notaris yang diduga berlaku tidak adil dalam menjalankan tugas,
Notaris masih cenderung lebih berpihak kepada pelaku usaha dalam hal ini pihak
bank dan kurang memperhatikan pentingan konsumen, yang juga berharap
mendapat perlindungan hukum yang seimbang dari seorang Notaris. Diduga hal
demikian terjadi, karena notaris mendapatkan banyak pekerjaan dari Bank,
sehingga Notaris lebih cenderung berpihak pada Bank. Notaris kurang
memperhatikan pihak konsumen yang pada kenyataannya berada di posisi tawar
yang lemah dan diberatkan oleh pihak pelaku usaha. Hal ini sungguh tidak adil
bagi konsumen. Terutama karena konsumenlah yang membayar honor/fee agar
mendapat bantuan hukum dari Notaris, khususnya dalam pembuatan akta dan
pembebanan jaminan terkait perjanjian KPR antara konsumen selaku debitur dan
bank selaku kreditur.
Oleh karena itu, diperlukan pengawasan dan pembinaan yang sifatnya
berkelanjutan kepada para Notaris, agar Notaris dapat menjalankan tugas
jabatannya secara adil dan netral dengan tetap menjaga kepentingan para pihak
tanpa terkecuali. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 67 UUJN yang
memberikan kewenangan kepada Majelis Pengawas untuk melakukan
pengawasan dan pembinaan kepada seluruh Notaris agar dapat menjalankan tugas
jabatannya untuk melayani kebutuhan masyarakat khususnya dalam pembuatan
akta otentik. Dengan demikian, akan dapat tetap terjaga kepercayaan masyarakat
kepada notaris dan kehormatan lembaga notaris pun tidak akan tercoreng.
2.3. Analisis Hukum
Setelah menguraikan apa yang penulis temukan dalam penelitian, di bawah
ini penulis mencoba menganalisis apa yang terjadi dalam kenyatannya,
sebagaimana yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah di atas. Sehingga
akan menemukan jawaban dari permasalahan tersebut.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
2.3.1. Perlindungan Hak-Hak Konsumen Oleh Notaris Dalam Pembuatan
Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, khususnya dalam hal kurang
diperhatikannya hak-hak konsumen dalam perjanjian KPR, untuk itu penulis akan
menjabarkan apa saja yang menjadi hak konsumen. Dalam Pasal UUPK
ditegaskan bahwa konsumen mempunyai delapan hak, yaitu:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhanya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau sebagaimana mestinya.
Pada kenyataannya, untuk hak-hak yang tercantum dalam Pasal tersebut,
tidak seluruhnya didapat oleh pihak konsumen. Bila dikaitkan dengan hak-hak
debitur KPR sebagai konsumen, maka dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Hak-hak sebelum akta KPR ditandatangani.
a. Hak atas informasi yang, jelas dan jujur mengenai :
(1) Transparansi mengenai jumlah biaya-biaya yang timbul
sehubungan dengan KPR, meliputi provisi bank, biaya
administrasi bank, premi asuransi jiwa debitur, premi asuransi
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
kerugian barang jaminan, biaya perjanjian kredit, SKMHT, APHT
dan lainnya.
(2) Transparansi mengenai jangka waktu berlakunya bunga.
(3) Transparansi mengenai sistem penghitungan suku bunga.
(4) Transparansi hak-hak debitur sebagai konsumen bila debitur
dalam masa perjanjian KPR meninggal dunia. Misalnya tentang
status sisa kredit, hak-hak ahli waris, prosedur pelaporan
kematian, prosedur klaim asuransi dan sebagainya.
(5) Transparansi mengenai masalah bila debitur melakukan pelunasan
dipercepat, baik seluruhnya maupun sebagian. Bila diperjanjikan
ada penalti, harus dijelaskan dengan benar.
Pada dasarnya hak-hak tersebut adalah hak-hak yang sifatnya
harus dipenuhi, namun dalam praktek hak-hak tersebut belum
sepenuhnya diperoleh debitur selaku konsumen. Sebagai contoh,
dalam hal terjadinya penetapan suku bunga, konsumen harus
mengikuti apabila sewaktu-waktu terjadi kenaikan suku bunga
pasar, yang mana konsumen tidak memiliki pilihan lain selain
mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh bank. Terkadang untuk
kenaikan suku bunga ini, bank secara langsung menaikkannya.
Beda halnya apabila terjadinya penurunan suku bunga, dimana
bank tidak serta merta langsung menurunkan suku bunga tersebut.
Hal ini tentu sangatlah tidak adil untuk kepentingan konsumen
yang bersangkutan.
b. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya.
Debitur sebagai konsumen juga berhak untuk didengar pendapat dan
keluhannya, mengenai klausula-klausula yang dimasukkan dalam
perjanjian. Mengenai hal tersebut, masih terdapat notaris yang kurang
memperhatikan hal-hal apa yang seharusnya notaris berikan kepada
konsumen, khususnya untuk melindungi hak-hak konsumen. Selain itu,
apabila ada konsumen keberatan akan isi akta yang diperjanjikan
tersebut, masih ada notaris yang tidak dapat membela kepentingan
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
konsumennya, padahal ia sebagai pengemban kepercayaan masyarakat
mengetahui bahwa isi dari klausula baku tersebut akan sangat
memberatkan konsumen. Notaris tersebut beralasan bahwa perjanjian
tersebut sifatnya telah baku, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh
pihak bank, sehingga pada akhirnya konsumen tidak mendapatkan apa
yang diinginkan terutama kaitannya dengan klausul yang memberatkan
tersebut. Namun demikian, tidak semua notaris dalam menjalankan
tugas jabatanya melakukan hal demikian terhadap konsumennya, masih
ada notaris yang mencoba membela hak-hak konsumen yang
mempunyai posisi tawar yang lemah, dengan cara memberikan
memberikan penyuluhan hukum dan menyarankan untuk melakukan
renvoi pada perjanjian KPR tersebut, sampai dikiranya klausula itu
tidaklah memberatkan konsumen. Selain ini, masih ada pula bank yang
akan menerima, apa yang diusulkan oleh notaris, sehingga perjanjian
baku tersebut, dapat berimbang bagi kedua belah pihak.
2. Hak-hak debitur setelah Perjanjian KPR ditandatangani.
a. Hak atas perlakukan layanan yang benar, jujur dan tidak diskriminatif.
Dengan dijaminnya hak debitur KPR sebagai konsumen mengenai
perlakukan layanan yang benar, jujur dan tidak diskriminatif. Di dalam
temuan penelitian, ditemukan bahwa bank sengaja mengulur-ulur
pencairan KPR berhubung akan ada kenaikan suku bunga, dan bank
bermaksud agar nasabah tersebut diikat dengan suku bunga baru yang
lebih tinggi. Sikap bank seperti ini tentu saja merugikan konsumen.
Namun dalam hal ini notaris kurang memainkan peranannya sebagai
penyuluh atau penengah apabila terjadi hal yang demikian, sehingga
bank selaku kreditur dapat semena-mena memainkan peranannya
dengan kedudukan yang lebih tinggi.
b. Hak atas kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian.
Seringkali ketika suku bunga naik, maka bank pada saat itu segera dan
cepat-cepat menaikkan suku bunganya. Namun ketika suku bunga
turun, bank seolah-olah tidak tahu suku bunga di pasaran sudah turun.
Contohnya seperti waktu penandatanganan perjanjian KPR, suku bunga
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
pada saat itu 9,5 %. Suku bunga tersebut diperjanjikan tetap berlaku
untuk 1 tahun, dan setelah 1 tahun akan berlaku suku bunga yang
berlaku dipasar. Dengan kata lain, bila suku bunga naik, maka suku
bunga KPR debitur tersebut akan naik pula, sebaliknya bila turun, suku
bunga KPR tersebut akan turun. Ternyata setelah 1 tahun KPR berjalan,
suku bunga di pasar turun menjadi 7,5 %. Ternyata bank tidak
menurunkan bunga sesuai dengan keadaan di pasar. Untuk kenaikan
atau penurunan suku bunga juga tidak semua notaris dapat memberikan
perlindungan kepada konsumen. Adakalanya notaris tidak mengetahui,
dan tidak mau tahu terhadap permasalahan suku bunga ini. Setelah
tanda-tangan perjanjian, notaris tidak memiliki kewenangan lagi atas
permasalahan naik atau turunnya suku bunga. Namun ada juga notaris
yang masih memperhatikan persoalan ini, notaris yang taat akan UUJN
dan kode etik. Notaris ini akan mencoba menrenvoi kembali, atas Pasal
terkait suku bunga, dengan menambahkan Pasal yang mungkin dapat
memberikan kenyamanan untuk debitur apabila terjadinya naik atau
turun suku bunga bank. Seperti menambahkan kalimat
“memberitahukan perubahan suku bunga, dan bank akan
memberitahukan penyesuaian tersebut kepada debitur melalui surat
pemberitahuan tertulis atau media lainnya”. Hal ini tentu harus
disepakati dulu di antara para para pihak dengan memberikan
penyuluhan, masukan mengenai tambahan pasal tersebut.
Sebagaimana yang disampaikan seyogjanya notaris itu fungsinya sebagai
pejabat umum harus dapat bersikap netral tanpa harus memihak dan tidak berat
sebelah. Notaris dalam melakukan perbuatan hukum harus menjaga semua
kepentingan termasuk kepentingan konsumen. Notaris diharapkan tidak boleh
terpaku pada Perjanjian KPR yang sudah bersifat standar dari pihak bank. Notaris
haruslah dapat menjamin perlindungan hukum untuk konsumen yang
menggunakan jasanya. Namun masih ditemukan dalam klausula perjanjian KPR
beberapa pasal-pasal yang masih memberatkan konsumen, salah satunya seperti
kewenangan bank untuk secara sepihak sewaktu-waktu mengubah tingkat suku
bunga kredit. Hal tersebut sangatlah memberatkan konsumen, karena masih ada
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
beberapa Notaris yang mengabaikan, Notaris menganggap hal tersebut sudah
merupakan perjanjian baku yang telah ditetapkan oleh pihak bank sehingga tidak
dapat diganggu gugat dan notaris tidak mampu berbuat banyak dalam hal
pengubahan klausula baku demi mempertahankan hak-hak konsumen. Namun
masih ada ditemukan Notaris yang masih menjunjung tinggi Kode Etik Notaris,
sehingga Notaris masih menjalankan profesinya dengan hati nurani, tanpa berani
mengambil resiko yang buruk dan melindungi konsumen yang menggunakan
jasanya, juga untuk melindungi dirinya sendiri dikemudian hari apabila terjadi
sesuatu hal yang tidak diinginkan. Ini merupakan pengaman notaris untuk dirinya
sendiri agar tidak terkena sanksi dalam UUJN. Oleh karena itu, pentingnya sikap
kemandirian, seksama, adil dan tidak berpihak, bagi notaris dalam menjalankan
tugas jabatannya agar dapat melindungi kepentingan para pihak dan menjamin
kepastian hukum atas perjanjian KPR yang dibuat.
2.3.2. Konteks Peraturan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap
Peranan Notaris
Notaris berwenang untuk membuat semua mengenai perbuatan, perjanjian
dan penetapan yang seharusnya oleh suatu peraturan umum atau oleh yang
berkepentingan dikendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik. Notaris
hanya berwenang membuat akta otentik apabila hal itu dikendaki atau diminta
oleh pihak yang berkepentingan, dengan kata lain bukan merupakan perbuatan
dari notaris itu sendiri. Notaris diberikan wewenang untuk mengkonstatir
perbuatan-perbuatan yang bukan merupakan perbuatan hukum, perbuatan itu
dalam dua golongan. Di dalam golongan pertama termasuk perbuatan-perbuatan
di mana notaris mengkonstatir perbuatan-perbuatan nyata yang termasuk dalam
pembuatan akta notaris biasa, misalnya perbuatan berupa pembacaan dan
penandatanganan akta, perbuatan menyatakan formalitas-formalitas yang
ditentukan di dalam akta. Di dalam golongan kedua termasuk perbuatan-
perbuatan, di mana notaris mengkonstantir perbuatan-perbuatan nyata tertentu
secara tersendiri, misalnya akta pencatatan bundel, akta berita acara mengenai
kejadian-kejadian dalam suatu rapat umum para pemegang saham dalam
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
perseroan terbatas, protes wesel, akta penawaran pembayaran tunai dan konsinasi
dan lain sebagainya. Dalam semua hal di atas, notaris mengkonstantir perbuatan-
perbuatan, baik perbuatan yang dilakukannya sendiri maupun yang dilakukan oleh
orang lain, yang bukan merupakan perbuatan-perbuatan hukum.
Selain membuat akta-akta otentik, notaris juga ditugaskan untuk
melakukan pendaftaran dan mensahkan surat-surat atau akta-akta yang dibuat
dibawah tangan. Notaris juga memberikan nasehat hukum atau penyuluhan
hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak-pihak yang
bersangkutan. Juga sebagaimana telah dikemukan di atas, menurut kenyataannya
tugas notaris bersamaan dengan perkembangan waktu, tugas notaris sebagaimana
menurut undang-undang dan tugas notaris menurut yang sebenarnya dan tugas
yang harus dijalankannya, yang dilekatkan kepadanya oleh Undang-Undang,
sangat berbeda sekali dengan tugas yang dibebankan kepadanya oleh masyarakat
di dalam praktek.
Peranan Notaris sebagai pejabat umum haruslah dapat memegang teguh
sumpah jabatan profesi Notaris, Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik
Notaris. Berdasarkan Kode Etik Notaris Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa dalam
melaksanakan tugasnya notaris diwajibkan untuk mengutamakan pengabdiannya
kepada kepentingan masyarakat dan negara. Sedangkan UUJN Pasal 16 ayat (1)
huruf a, seorang Notaris dituntut untuk dapat berlaku adil dalam menjalankan
tugasnya berdasarkan Undang-Undang, seperti bertindak jujur, seksama, tidak
berpihak dan menjaga kepentingan para pihak yang terkait. Menjaga kepentingan
dalam hal ini hanya dapat dilakukan notaris sebatas mengadakan penyuluhan
hukum kepada konsumen. Di satu sisi notaris diharapkan peranannya untuk
melaksanakan kewajibannya untuk menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam
perbuatan hukum sesuai dengn UUJN Pasal 16 ayat (1) huruf a, namun dalam hal
ini notaris hanya dapat bersifat pasif, menerima keinginan para pihak yang akan
mengadakan perjanjian dengan menggunakan jasanya, menuangkan apa yang
menjadi keinginan para pihak kedalam akta, untuk mendapatkan alat bukti yang
otentik. Namun disisi lain notaris diharapkan dapat memberikan perlindungan
hukum agar konsumen yang menggunakan jasanya merasa nyaman dan haknya
terlindungi.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Dalam pelaksanaan perjanjian KPR yang menggunakan perjanjian standar
atau perjanjian baku, notaris tidak memiliki kuasa selain mengikuti apa yang telah
ditetapkan oleh pihak bank, karena tugas notaris hanya dibatasi untuk mengikuti
keinginan kedua belah pihak. Apabila konsumen setuju dengan apa yang ada di
dalam perjanjian, maka konsumen dapat menandatangani akta tersebut, sebagai
tanda kesepakatan bahwa apa yang ada di dalam perjanjian tersebut telah
konsumen ketahui. Notaris memiliki kewajiban untuk membacakan akta, sebatas
konsumen menyatakan bahwa akta tersebut benar telah dibacakan oleh notaris,
sebagai syarat formalitas, agar perjanjian tersebut otentik dan memiliki kekuatan
pembuktian yang sempurna. Di sini notaris hanya sebatas membacakan akta
kepada para pihak, notaris tidak dituntut untuk menjelaskan secara lebih terang
mengenai apa yang diperjanjikan.
Sifat notaris yang pasif, tidak dapat membantu konsumen melebihi dari
pembuatan akta yang otentik, notaris tidak dapat dituntut apapun apabila terjadi
sesuatu hal diluar kehendak. Untuk itu peranan notaris dalam konteks peraturan
UUJN tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dalam hal pembuatan perjanjian
KPR ini. Di dalam pembuatan perjanjian KPR tersebut, notaris dituntut dapat
memberikan perlindungan hukum kepada konsumen, namun dalam UUJN notaris
hanya bersifat pasif tanpa harus memperhatikan apakah akta tersebut telah
seimbang. Namun dengan pembuatan akta otentik yang benar, sesuai dengan
syarat-syarat formalitas guna mencapai akta yang bersifat otentik, notaris sudah
dapat dianggap memberikan perlindungan hukum kepada konsumen, di mana
konsumen memiliki alat bukti yang otentik dan akta tersebut dapat digunakan
sebagai alat pembuktian yang sempurna.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari uraian pada bab sebelumnya yang telah disampaikan dalam penulisan
ini maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat dilihat bahwa
konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan
jujur, namun kenyataanya notaris belum memberikan hal tersebut kepada
konsumen. Notaris masih kurang memperhatikan peranannya dalam
memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen dalam pembuatan
perjanjian baku dalam hal ini perjanjian KPR. Masih ditemukan klausula
yang terlihat memberatkan konsumen, notaris belum mampu memberikan
posisi yang berimbang agar konsumen tidak dirugikan oleh pihak bank.
Namun masih ada pula notaris yang menjalankan pekerjaannya sebagai
pejabat umum yang netral, yang masih memperhatikan kepentingan
konsumen, dan bersikap adil sesuai dengan hati nuraninya.
2. Konteks peraturan UUJN terhadap peranan notaris dalam memberikan
perlindungan hukum kepada konsumen, belum sesuai dengan apa yang
seharusnya menjadi kewajiban notaris. Dalam UUJN notaris memiliki sifat
yang pasif, notaris hanya berwenang sebatas membuat akta otentik sebagai
alat bukti yang dapat digunakan oleh konsumen. Notaris belum mampu
memberi perlindungan yang seutuhnya kepada konsumen sebagaimana
tang ternyata dalam Undang-Undang perlindungan konsumen, terhadap
penyesuaian klasula baku.
3.2. Saran
Sehubungan dengan apa yang dibahas dan disimpulkan di atas maka guna
melengkapi penulisan perlu disampaikan saran-saran sebagai berikut :
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
1. Mengingat bentuk perjanjian kredit yang ada saat ini berupa perjanjian
yang sudah baku dan ternyata banyak yang tidak seimbang atau bahkan
banyak yang mengandung klausula-klausula yang secara tidak wajar
sangat memberatkan bagi debitur, maka Notaris selaku pejabat umum
harus memainkan perannya semaksimal mungkin, notaris tidak boleh berat
sebelah, notaris harus mampu memberikan perlindungan hukum kepada
konsumen sebagai pengguna jasanya. Agar konsumen merasa haknya
dipenuhi dan terlindungi.
2. Sejauh ini, dari temuan penulis, belum ada ditemukan kasus bahwa
seorang konsumen melaporkan Notaris kepada Majelis Pengawas Notaris.
Hal ini disebabkan kedudukan konsumen yang lebih rendah dari seorang
pelaku usaha, sehingga konsumen merasa tidak mampu untuk menggugat
seorang notaris, yang kedudukannya lebih tinggi dan di anggap telah
mengetahui hukum. Hal ini sunggunglah ironis, dimana sebaiknya aparat
hukum dapat mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa aspirasi
konsumen dapat ditampung secara penuh agar dapat diproses lebih lanjut,
agar konsumen mendapatkan segala hak nya sesuai dengan Undang-
Undang Perlindungan Konsumen.
3. Sebaiknya perjanjian baku dibuat tidak lagi mementingan pihak pelaku
usaha, tapi juga lebih memperhatikan kepentingan konsumen yang tidak
memahami banyak mengenai hukum.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Adjie, Habib. Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung: PT. Refika Aditama,
2008.
Adjie, Habib. Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai
Pejabat Publik. Cet. 2. Bandung: PT. Refika Aditama, 2009.
Ashshofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Badrulzaman, Mariam Darul. Aneka Hukum Bisnis, Cet. I. Bandung: Penerbit
Alumni, 1994.
Badrulzaman, Mariam Darus. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001.
Badrulzaman, Mariam Darus. Perjanjian Kredit Bank. Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2003.
Badrulzaman, Mariam Darus Badrulzaman. Perjanjian Baku (Standard)
Perkembangannya di Indonesia. Dimuat dalam : Beberapa Guru Besar
Berbicara tentang Hukum dan Pendidikan Hukum (Kumpulan Pidato-
Pidato Pengukuhan). Bandung: Alumni, 1981.
Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan Indonesia. Cet. 2. Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1996.
Fuady, Munir. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis). Cet.1.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.
Gunawan, Johannes. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Menurut UU No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hukum Bisnis. Vol. 8 Tahun 1999.
Hamzah, Andi, I Wayan Suandra, dan B.A. Manalu. Dasar-Dasar Hukum
Perumahan. Cet. Ketiga. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya). Cet.Kedelapan. Jakarta:
Djambatan, 1999.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Hartati, R. Ay. Sri. “Hak Tanggungan dan Permasalahannya”, Bunga Rampai
Hukum Ekonomi dan Permasalahannya, Editor imly Asshiddiqie. Jakarta:
Watampone Press, 2003.
Hasan, Djuhaendah. Pengkajian Masalah Hukum Kebebasan Berkontrak dan
Perlindungan Yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit
Bank di Indonesia. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman dan Ham RI, 2004.
Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial. Cet.1. Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2008.
Hondius. Syarat-syarat Baku dalam Hukum Kontrak, dalam Kompendium Hukum.
Belanda: Leiden, 1978
Ibrahim, Johanes. Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif Dalam
Perjanjian Kredit Bank (Perspektif Hukum dan Ekonomi). Bandung:
Mandar Maju, 2004.
Kie, Tan Thong. Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris. Jakarta: PT.
Ichtiar baru Van Hoeve, 2007.
Kohar, A. Notaris Dalam Praktek Hukum. Bandung: Alumni, 1983.
Lubis, Suhrawardi. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum . Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Ed. 1., Cet.
2. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Muhammad, Abdulkadir. Etika Profesi Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2006.
Muhammad, Abdulkadir. Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia. Cet.2.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993.
Muhammad, Abdulkadir. Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan
Perdagangan. Cet.1. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, 1980.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perikatan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1992.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Murniati, V. Miemie. “Prospek KPR Masih Bagus”. Bisnis Properti. Februari,
2004.
Notodisoerjo, R. Soegondo. Hukum Notariat di Indonesia. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1993.
Prawirohamidjojo, Soetojo dan Marthalena Pohan. Hukum Perikatan. Surabaya:
Bina Ilmu, 1978.
Prododikoro, Wiryono. Asas-asas Hukum Perjanjian. Cet. VII. Bandung: Sumur,
1987.
Salim. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Cet. 3, Jakarta:
Sinar Grafika, 2006.
Salim. Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUHPerdata. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2006.
Samudera, Teguh. Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata. Edisi Pertama,
Bandung: PT. Alumni, 2004.
Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Bina Cipta, 1979), hal. 49.
Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo,
2000.
Sjahdeini, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang
Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta:
Institut Bankir Indonesia, 1993.
Shofie, Yusuf. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen
Hukumnya. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2009.
Soesanto. Tugas, Kewajiban dan Hak-hak Notaris dan Wakil Notaris. Jakarta:
Pradnya Paramita, 1982.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas
Indonesia-Press, 2010.
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Perjanjian. Cet. XVI. Jakarta: PT.
Intermasa, 1996.
Subekti. Aneka Perjanjian. Cet. X. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.
Subekti. Hukum Perjanjian, Cet. XVI. Jakarta: Intermasa,1996.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Sudaryatmo. Hukum dan Advokasi Konsumen. Bandung: Citra Aditya Bakti,
1999.
Supriadi. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika, 2006.
Sutojo, Siswanto. Analisa Kredit Bank Umum (Konsep dan Teknik). Jakarta: PT.
Pustaka Binamas Pressindo, 1995.
Tedjasaputro, Liliana. Etika Profesi Notaris (dalam penegakan hukum pidana).
Yogyakarta: BIGRAF Publishing, 1995.
Tobing. Peraturan Jabatan Notaris. Cet. 3. Jakarta: Erlangga, 1983.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen.
Cet. Ketiga. Jakarta: Gramedia, 2003.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Jaminan Fidusia. Ed. 1, Cet. 2. Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2001.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen. UU No. 8 LN No.
42 tahun 1999. TLN. No. 3821.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3472).
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Subekti dan R.
Tjitrosudibio. Jakarta: PT.Pradnya Paramita, 2006.
MAJALAH
Marzuki, Peter Mahmud. Batas-Batas Kebebasan Berkontrak. Yuridika. Volume
18 No. 3, Mei Tahun, 2003.
Murniati, V. Miemie. “Prospek KPR Masih Bagus”. Bisnis Properti. Februari,
2004.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
Universitas Indonesia
Setiawan, Wawan. Sikap Profesionalisme Notaris Dalam Pembuatan Akta
Otentik. Media Notariat. Edisi Mei dan Juni 2004.
INTERNET
Herdiansyah, Hadi. Hubungan Antara Klien dengan Pengacara.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1834/perjanjian-jasa-
pengacara-terhadap-klien. Diunduh 7 Oktober 2012.
Heryanto. Notaris Antara Profesi dan Jabatan.
http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?berita=opini&id=102865,
diakses pada tanggal 20 Oktober 2012.
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
1. Apakah seorang notaris telah mengetahui mengenai adanya Undang-Undang
Perlindungan Konsumen (UUPK)? Apakah Notaris telah menerapkan pasal-pasal
tersebut dalam prakteknya?
2. Apakah notaris telah melaksanakan peranannya dalam pelaksaan UU PK?
3. Apakah peranan notaris dalam pembuatan akta Perjanjian KPR?
4. Dalam pembuatan perjanjian kredit, notaris sebagai rekanan bank, apakah notaris
bekerja sepenuhnya untuk bank?
5. Siapakah yang membuat draft perjanjian kredit? Notaris atau pihak bank selaku
pelaku usaha?
6. Apakah dibolehkan bank yang membuat draft perjanjian?
7. Apakah tahapan atau proses pengikatan perjanjian kredit?
8. Bagaimana menurut notaris terhadap perjanjian baku yang telah ditetapkan oleh bank?
Apakah perjanjian itu sudah sesuai dengan UU PK?
9. Dalam perjanjian kredit, adakah klausula yang memberatkan konsumen? Menurut
notaris, klausula apa yang seharusnya tidak boleh dimuat dalam perjanjian KPR
apabila dihubungankan UU PK?
10. Apakah notaris memperhatikan hak-hak konsumen dalam pembuatan perjanjian
kredit, dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen?
11. Mengenai turun naiknya suku bunga, apakah disini bank serta merta langsung
menurunkan apabila terjadi penurunan suku bunga bank? Bagaimana pula apabila
terjadi penaikan suku bunga?
12. Untuk permasalahan naik turun suku bunga bank, notaris ikut mengetahui tidak?
13. Mengenai kenaikan suku bunga bank, apakah konsumen diberitahukan terlebih
dahulu? Bagaimana perhitungan bunga secara anuitas?
14. Dalam pelaksanaan perjanjian kredit? Seorang notaris di bayar oleh konsumenkah?
15. Apabila dibayar oleh konsumen, kenapa kok notaris tidak bisa sepenuhnya berpihak
kepada konsumen?
16. Dalam prakteknya pernah tidak terjadi penundaan tanda tangan akta perjanjian kredit?
Biasanya dikarenakan apa?
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012
17. Apabila konsumen keberatan terhadap isi perjanjian, upaya apa yang bisa notaris
lakukan untuk melindungi konsumen?
18. Dalam pelaksanaan pengikatan perjanjian, apakah dimungkinkan terjadinya
perubahan draft, bila mana draft yang diberikan oleh pihak bank tidak sesuai dengan
UU PK?
19. Apakah pada pembacaan dan penandatanganan akta dihadapan notaris, para pihak
seperti debitur dan kreditur selalu ikut hadir? Terutama untuk Bank selaku kreditur,
apakah pernah terjadi pihak bank tidak turut hadir pada saat pembacaan akta
perjanjian?
20. Dalam pembacaan perjanjian, apakah notaris telah membacakan secara keseluruhan
isi perjanjian dihadapan para pihak? Mengingat pembacaan akta haruslah dilakukan.
21. Mengingat perjanjian kredit dibuat secara notaris, bagaimana notaris dapat berperan
dalam memberikan perlindungan yang seimbang kepada debitur sebagai konsumen?
22. Apakah notaris telah melaksanakan peranannya dalam hal pelaksanaan perjanjian
kredit? Apakah telah sesuai dengan UUPK?
23. Sejauh ini, upaya terbaik apa yang diberikan notaris terhadap konsumen, dalam hal
membantu melindungi kedudukan konsumen yang rendah, dibandingkan pihak bank?
24. Adakah keluhan dari konsumen atas pelanggaran notaris ke Dewan Pengawas
Notaris?
Peranan notaris.., Elza Huzaifah Nirmaliana, FH UI, 2012