unit 3 - spot.upi.edu
TRANSCRIPT
UNIT 3
KEBUTUHAN OKSIGENASI
Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien terutama dalam
pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
Sub Capaian Pembelajaran
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa mampu :
1. Menguraikan struktur dan fungsi sistem pernapasan.
2. Menjelaskan proses pernapasan (ventilasi) dan pertukaran gas (pernafasan).
3. Menjelaskan peran dan fungsi sistem pernafasan dalam mengangkut oksigen dan
karbon dioksida ke dan dari tubuh jaringan.
4. Menjelaskan mekanisme regulasi pernapasan.
5. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pernapasan.
6. Mengidentifikasi empat jenis kondisi utama yang dapat mengubah fungsi pernapasan.
7. Menjelaskan tindakan keperawatan untuk meningkatkan fungsi pernapasan dan
oksigenasi.
8. Mendemonstrasikan langkah-langkah yang digunakan dalam: a. Pemberian oksigen
dengan kanula, masker wajah, b. Pemasangan OPA.
9. Mendemonstrasikan langkah-langkah chest physiotherapy, nebulasi, nafas dalam dan
batuk efektif.
Referensi
Craven, Ruth (1999). Fundamental of Nursing; Human Health and Fuction. Philadelphia:
Lippincott
Dalami, E., dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta:
Trans Info Media
Ellis, Nowlis (1995 ). Nursing a human needs Approach. Boston: Miffin Co
Kozier,B., Erb.,Berman., & Synder. (2010). Fundamental of Nursing; Concept process and
practice, Ethics & Values. California : Addison Wesley Publ.
Kozier.B., & Erb, G. (2014). Technic in Clinical Nursing a Comprehensive Approach.
California : Addison Wesley Publ.
Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER). (2007b). Nails: How to
keep your fingernails healthy and strong. Available at
www.mayoclinic.com/health/nails/WO00020.
Novieastari, E., & Supartini, Y. (2015). Keperawatan Dasar Manual Ketreampilan Klinis.
Singapore: Elsevier
Linda Juall, Carpenito (2006) Nursing Diagnosis, Philadelphia: J.B. Lippincot Company
Patricia, A.P & Anne, G.P. (2014) Fundamental of Nursing. St Louis Toronto: Mosby Co.
Perry & Potter. (2016). Fundamental of Nursing; Concept process and practice.California:
Mosby Inc
Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013). Fundamental of Nursing
Eight Edition. Journal Elsevier.
Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (Eds.). (2008). Textbook of basic nursing. Lippincott
Williams & Wilkins.
Rosdahl, C.B., & Kowalsaki, M.T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC.
Taylor, C., Lillis, P., & LeMone, C. (2011). Clinical nursing skills.
Aktivitas Pembelajaran
a. Kuliah Pakar
Materi Durasi Dosen Keterangan
Konsep dan prinsip
kebutuhan oksigenasi
20
menit
Tim Dosen
Kebutuhan
Dasar
Manusia
Metode Pembelajaran
Synchronous
1. Mini lecture Tatap Maya via
Google Meet
Asynchronous
2. Self Study
b. FGD
Materi Durasi Dosen Keterangan
Konsep dan prinsip
kebutuhan oksigenasi
60 menit Tim Dosen
Kebutuhan
Dasar
Manusia
Metode Pembelajaran
Asynchronous
1. Case Study
c. Film
Materi Durasi Dosen Keterangan
Teknik dan prosedur pelaksanaan
praktik Latihan Nafas Dalam
40 menit Tim Dosen
Kebutuhan
Dasar Manusia
Bentuk Perkuliahan :
Asynchronous
1. Film Teknik dan prosedur pelaksanaan
praktik Latihan Fisioterapi dada
Teknik dan prosedur pelaksanaan
praktik Pemasangan Oksigen
Teknik dan prosedur pelaksanaan
praktik Tindakan Nebulasi.
d. Skill Lab
Materi Durasi Dosen Keterangan
Teknik dan prosedur
pelaksanaan praktik Latihan
Nafas Dalam
340
menit
Tim Dosen
Kebutuhan
Dasar Manusia
Bentuk Perkuliahan :
Synchronous
2. Skill Lab (tatap
Muka) Teknik dan prosedur
pelaksanaan praktik Latihan
Fisioterapi dada
Teknik dan prosedur
pelaksanaan praktik pemasangan
Jalan Nafas Buatan
Teknik dan prosedur
pelaksanaan praktik Pemasangan
Oksigen
Teknik dan prosedur
pelaksanaan praktik Tindakan
Nebulasi.
e. Self Learning
Materi Durasi Dosen Keterangan
Konsep dan Prinsip
Kebutuhan Oksigen
80 menit Tim Dosen Kebutuhan
Dasar Manusia
Metode Pembelajaran
Asynchronous
1. Self Study
f. Tugas
Tugas Keterangan
Membuat animasi fisiologi
sistem pernafasan yang berisi
struktur dan Fungsi sistem
pernafasan, serta proses
bernafas.
Tugas dilakukan per kelompok. Tugas di upload di
Google Classroom. Waktu pengumpulan terakhir
tanggal 25 September 2020 pukul 23.59 WIB.
Membuat podcast tindakan
Praktek (individu)
b. Latihan nafas dalam dan
batuk efektif
c. Postural drainase
Video dibuat dengan durasi minimum 3 menit dan
maksimum 5 menit, Tugas dilakukan per Individu.
Tugas di upload di Google Classroom. Waktu
pengumpulan terakhir tanggal 26 September 2021
pukul 23.59 WIB.
Dasar Teori
a. Fisiologi Oksigenasi
Oksigen adalah zat yang diperlukan tubuh untuk menopang kehidupan. Sistem yang
memasok kebutuhan oksigen keseluruh tubuh adalah jantung, darah dan paru-paru. Ada
tiga tahap dalam oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi dan difusi. Sedangkan distribusi
oksigen ke seluruh tubuh melewati beberapa tahap mulai dari proses ventilasi,
pertukaran gas alveolar, transportasi dan pengiriman oksigen serta respirasi seluler.
Ventilasi
Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar paru-paru yang bertujuan
untuk memberikan udara segar ke dalam alveoli paru-paru (Dauney). Ventilasi
diatur oleh pusat kendali pernapasan yang terletak di pons dan medula oblongata
yang berada di batang otak. Tingkat dan kedalaman ventilasi secara konstan
disesuaikan dalam menanggapi perubahan konsentrasi ion hidrogen (pH) dan
karbon dioksida (CO2) di dalam cairan tubuh. Peningkatan karbon dioksida dalam
darah atau penurunan pH dalam tubuh akan merangsang ventilasi yang lebih cepat
dan lebih dalam. Penurunan konsentrasi oksigen dalam darah (hipoksemia) juga
akan menstimulasi ventilasi, tetapi pada tingkat yang lebih rendah. Proses
terjadinya ventilasi dimulai dari inhalasi. Inhalasi udara dimulai saat diafragma
berkontraksi, menariknya ke bawah dan dengan demikian meningkatkan ukuran
ruang intratoraks. Peningkatan ruang ini terjadi akibat adanya kontraksi otot
interkostal eksternalt, yang mengangkat dan memisahkan tulang rusuk dan
menggerakkan tulang dada ke depan. Meningkatnya ruang dalam thorak
menyebabkan menurunnya tekanan intrathorak sehingga udara masuk kedalam
paru-paru. Regangan ini merangsang reseptor yang ada di jaringan paru-paru untuk
mengirim sinyal kembali ke otak sehingga proses inhalasi terhenti mencegah
kelebihan udara yang masuk ke paru-paru. Setelah inhalasi maka selanjutnya
adalah proses ekshalasi. Proses ekshalasi terjadi ketika otot-otot pernafasan
relaksasi sehingga menyebabkan kembalinya ukuran ruang paru-paru ke posisi
semula. Kembalinya ruang paru ke posisi semu;a menyebabkan meningkatnya
tekanan intrathorakal yang memaksa udara keluar dari paru-paru.
Ketika proses pertukaran gas terganggu maka otot tambahan pernafasan akan
digunakan untuk memastikan ventilasi tetap terjadi. Otot pernafasan tambahan ini
adalah sternocleidomastoid muscle, the abdominal muscles, and the internal
intercostal muscles. Penggunaan otot-otot ini menujukan peningkatan usaha nafas,
dan yang paling sering terjadi pada gangguan proses ekshalasi. Proses ekshalasi
yang seharusnya tidak memerluka energi, akan tetapi apabila terjadi sumbatan
maka udara harus dikeluarkan secara paksa menggunakan otot-otot tambahan
pernafasan.
Udara yang masuk dalam proses inhalasi harus dalam keadaan bersih dari debu
maupun organisme. Oleh karena itu tubuh memiliki sistem pertahanan dimana
ketika udara dihirup melalui hidung maka udara tersebut akan disaring oleh bulu
hidung. Lalu ketika udara masuk ke nasopharing maka membran mukosanya dan
sinus akan menghangatkan dan melelmbabkan udara yang masuk, kemudian
mukus yang dihasilkan oleh membran mukosa akan menangkap partikel-partikel
kecil. Penutupan glotis mencegah masuknya makanan dan minuman kedalam paru-
paru saat makan. Pada area trakhea dan brunkus silia berfungsi untuk menghalau
partikel dari luar tubuh untuk masuk dan dikeluarkan melalui mekanisme batuk.
Apabila partikel tersebut berhasil masuk kedalam paru-paru (alveoli) maka
makrofag akan memakannya.
Pertukaran gas di Alveolar
Masuknya udara dari alveoli menuju pembuluh darah kapiler paru terjadi akibat
adanya perbedaan gradien konsentrasi dimana adanya pergerakan dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah. Konsentrasi oksigen di alveoli lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi di pembuluh darah kapiler sehingga oksigen mengalir ke
pembuluh darah kapiler paru dan karbon dioksida keluar menuju alveoli.
Transportasi dan Pengiriman Oksigen
1) Transportasi Oksigen dalam Darah
Begitu difusi oksigen melintasi alveolar-kapiler membran terjadi, maka
molekul oksigen dilarutkan dalam plasma darah. Ada tiga faktor yang
mempengaruhi kapasitas darah untuk membawa oksigen yaitu jumlah oksigen
terlarut dalam plasma, jumlah hemoglobin, dan kecenderungan hemoglobin
untuk mengikat oksigen. Namun, jumlah oksigen yang di terlarut dalam
plasma tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh sehingga
peranan hemoglobin di eritrosit memegang peranan penting.
Ada dua cara mengukur kadar oksigen dalam darah, pertama dengan cara
melakukan pemeriksaan darah dimana oksigen terlarut dalam plasma
diekspresikan sebagai tekanan parsial oksigen (PaO2) dan yang kedua dengan
pengukuran saturasi oksigen (SaO2). PaO2 normal yang diambil dari sampel
darah arteri memiliki nilai sekitar 80 sampai 100 mm Hg. Namun hal yang
perlu di pahami adalah oksigen dalam plasma hanya mewakili sekitar 1%
sampai 5% dari kandungan oksigen total darah. Karena sebagian besar oksigen
dalam darah terikat ke molekul hemoglobin.
SaO2 merupakan jumlah oksigen yang terikat ke hemoglobin, saturasi arteri
normal darah (SaO2) sekitar 96% sampai 98%. Molekul hemoglobin memiliki
kemampuan membentuk ikatan reversibel dengan molekul oksigen, sehingga
hemoglobin mudah mengambil dan melepas oksigen di paru-paru dan mudah
melepaskan oksigen ke sel-sel tubuh di kapiler sistemik. Afinitas hemoglobin
untuk oksigen paling tinggi ketika PaO2 70 mm Hg atau lebih peningkatan
lebih lanjut dalam PaO2 menghasilkan sangat sedikit perubahan dalam SaO2.
2) Sirkulasi
Setelah oksigen berikatan dengan hemoglobin maka proses selanjutnya adalah
sirkulasi. Sirkulasi merupakan tugas jantung dan pembuluh darah.
Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan
tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah
dengan kontraksi ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang,
2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya
dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding yang
memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri
dinamakan septum. Kedua jenis sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini
adalah suatu proses yang berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk
asupan oksigen manusia demi kelangsungan hidupnya.
Pompa jantung dihasilkan dari interaksi listrik dan mekanik jantung. aktivitas
listrik jantung dihasilkan oleh sel khusus yang disebut dengan sistem konduksi
jantung. sel ini terdiri dari sinoatrial node (SA Node) yang menghasilan
denyutan sebanyak 80-100 kali denyut permenit, SA node ini sering disebut
sebagai “pacemaker”. Kemudia listrik dari SA node di teruskan ke
Atrioventrikular node (AV Node), dari AV node kemudian impuls listrik
diteruskan ke serabut purkinje yang akhirnya akan menghasilkan denyutan
akibat adanya kontraksi otot. Kontraksi berurutan dan relaksasi atrium dan
ventrikel merupakan faktor penting dalam siklus pengisian dan pengosongan
ruang, yang menghasilkan sirkulasi. Proses pengisian bilik disebut sebagai
diastole, dan proses pengosongan bilik adalah sistol.
Diastol atrium terjadi saat atrium kanan dan kiri rileks dan darah mengalir ke
ruang atrium kanan dan kiri dari vena cava dan vena pulmonalis. Ketika
tekanan naik di atrium, katup atrioventrikular (mitral dan trikuspid) terbuka,
memungkinkan darah mulai mengalir masuk ventrikel. Pengisian ventrikel
selanjutnya ditambah dengan kontraksi otot atrium (sistol atrium), memaksa
tambahan darah ke dalam ventrikel dan menghasilkan yang disebut dengan
“atrial kicks”.
3) Respirasi Seluler
Pertukaran gas di tingkat sel dan alveolar terjadi melalui proses difusi akibat
adanya perbedaan konsentrasi. Oksigen berdifusi dari darah ke jaringan,
sementara karbon dioksida berpindah dari darah ke jaringan. Darah yang
mengandung banyak karbon dioksida kemudian di reoksigenasi oleh paru-
paru. Proses ini disebut dengan respirasi internal.
b. Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi
Proses oksigenasi dipengaruhi oleh banyak hal , diantaranya adalah usia,
lingkungan, gaya hidup dan penyakit.
Usia
Usia mempengaruhi proses oksigenasi, pada orang tua hal ini dikarenakan
menurunnya kemampuan alveolar untuk melakukan pertukaran gas serta
berkurangnya kemampuan silia menghalau partikel kecil. Pada bayi
kerentanan biasanya terjadi akibat belum matangnya sistem pernafasan.
Lingkungan dan Gaya Hidup
Lingkungan dan gaya hidup juga mempengaruhi proses oksigenasi,
lingkungan yang tercemar dimana udara banyak mengandung, debu, asap dan
zat kimia lain mempengaruhi kerja dari sistem pernafasan. Sedangkan gaya
hidup pada jaman sekarang dimana banyak orang yang mengalami kelebihan
berat badan atau kekurangan berat badan, dan merokok menyebabkan proses
oksigenasi terhambat.
Penyakit
Penyakit yang menyerang sistem pernafasan juga menjadi salah satu penyebab
terjadinya gangguan pertukaran gas pada pasien yang menderitanya, begitu
pula apabila terjadi gangguan pada sistem kardiovaskuler.
c. Respon Fisiologi Terhadap Penurunan Oksigen
Peningkatan Ekstrasi Oksigen
Pada keadaan normal tubuh tidak melakukan ekstraksi semua oksigen yang
dibawa dalam darah. Oksigen yang dikembalikan ke jantung biasanya sebesar
75% artinya hanya sebanyak 25% oksigen yang diserap oleh sel, akan tetapi
pada pasien yang mengalami gangguan oksigenasi lebih banyak oksigen yang
diserap oleh sel.
Metabolisme Anaerobik
Metabolisme anaerobik merupakan hasil dari kurangnya asupan oksegen yang
didapatkan oleh sel, metabolisme ini menghasilkan energi lebih sedikit
dibandingkan dengan metabolisme aerobik. Metabolisme anaerobik juga
menghasilkan zat sisa yang berbahaya untuk tubuh apabila ditemukan dalam
jumlah besar seperti asam laktat yang dapat meningkatkan keasamaan tubuh.
Kematian Sel dan Iskemia Jaringan
Terjadinya hipoksia pada pasien akan menyebabkan sindrom ending dan
kematian sel diakibatkan karena berkurangnya energi yang dihasilkan dan
teraktivasinya metabolisme anaerob menyebabkan penumpukan asam laktat
yang dapat menyebabkan kerusakan sel.
Pengangkutan dan Ekskresi Karbon Dioksida
Karbon dioksida adalah hasil akhir dari metabolisme aerob. Karbon dioksida
bersifat asam, oleh karena itu karbon dioksida harus dikeluarkan. Karbon
dioksida juga sebagai zat yang ikut dalam pengaturan pernafasan, meningkatnya
karbon dioksida akan merangsang pernafasan lebih banyak sedangkan kadar
karbon dioksida yang rendah akan menyebabkan paru-paru bernafas lebih
sedikit.
d. Tindakan Keperawatan
Nafas Dalam dan Batuk
Pernafasan merupakan proses pertukaran udara yang dilakukan oleh mahluk
hidup. Perubahan posisi, ambulasi, dan latihan fisik yang adekuat mempengaruhi
pernafasan pasien. Gangguan pernafasan pada pasien sering ditandai dengan
pernafasan yang pendek dan dangkal, gangguan ekspansi dada dan
ketidakmampuan melakukan respon batuk. Intervensi yang dapat dilakukan oleh
perawat untuk membantu dalam proses pernafasan pasien adalah dengan
mengatur posisi pasien, mengajarkan pasien melakukan latihan nafas dan batuk
efektif, mendorong ambulasi pada pasien, dan tindakan kolaboratif seperti
memberikan obat. Latihan pernafasan yang umum dilakukan adalah pernafasan
abdomen dan pursed-lip breathing. Pernafasan abdomen memungkinkan
dilakukannya nafas dalam dan penuh dengan usaha sedikit dan Pursed-lip
breathing membantu mengendalikan napas (Kozier dan Erb, 2014).
Fisioterapi Dada/ Chest Physiotherapy
Fisioterapi Dada/ Chest Physiotherapy (CPT) adalah kelompok terapi untuk
memobilisasi sekresi paru. Terapi ini termasuk drainase postural, perkusi dada,
dan getaran. Tindakan CPT diikuti oleh batuk produktif atau suction pasien yang
memiliki kemampuan batuk yang menurun. Dianjurkan untuk pasien yang yang
memproduksi dahak lebih dari 30 mL per hari atau menujukan tanda atelektasis
pada pemeriksaan rontgen dada. Prosedur aman untuk bayi dan anak kecil;
Namun, kadang-kadang kondisi dan penyakit yang khas anak-anak merupakan
kontraindikasi.
1) Postural drainase
Postural drainase adalah komponen dari kesehatan paru-paru; terdiri dari
drainase, posisi, dan turning. Kadang-kadang disertai dengan perkusi dan
getaran dada (CFF, 2005). Tindakan postural drainage meningkatkan
pembersihan sekresi dan oksigenasi. Perubahan posisi pada sebagian besar
segmen paru-paru membantu mengalirkan sekresi dari segmen spesifik paru-
paru dan bronkus ke dalam trakea. Beberapa pasien tidak memerlukan drainase
postural semua segmen paru, dan penilaian klinis sangat penting dalam
mengidentifikasi paru-paru spesifik segmen yang membutuhkannya.
Misalnya, pasien dengan lobus kiri bawah atelektasis membutuhkan drainase
postural hanya pada daerah yang terkena, sedangkan seorang anak dengan
cystic fibrosis seringkali membutuhkan drainase postural dari semua segmen
paru-paru.
2) Perkusi dada
Perkusi dada melibatkan tepukan yang berirama di dada dinding di atas area
dikeringkan untuk memaksa sekresi keluar dan melebarkan saluran udara
untuk expectorationi. Posisikan tangan sehingga jari dan jempol bersentuhan,
telungkupkan tangan. Posisi tangan yang seperti ini membuat tangan sesuai
dengan dinding dada dan membentuk bantal udara sehingga melembutkan
intensitas tepukan. Prosedur harus menghasilkan suara hampa dan tidak
menyakitkan (CFF, 2005).
Melakukan perkusi dada dengan keras memukul dinding dada secara
bergantian dengan tangan yang ditangkupkan. Lakukan perkusi pada lapisan
pakaian, bukan di atas kancing atau ritsleting. Lapisan pakaian mencegah
pukulan langsung pada kulit pasien sedangkan lapisan pakaian yang terlalu
tebal menyebabkan fibrasi dari postural drainage berkurang.
Perkusi dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan perdarahan,
osteoporosis, atau tulang rusuk patah. Hindari perkusi pada area luka bakar.
Perkusi bidang paru-paru di bawah tulang rusuk dan bukan di atas tulang
belakang, tulang dada, perut atau punggung bagian bawah karena dapat
menyebabkan trauma pada limpa, hati, atau ginjal (CFF, 2005).
3) Getaran atau vibrating
Getaran atau vibrating adalah tekanan lembut dan bergetar yang diterapkan
pada dinding dada untuk mengguncang sekresi ke saluran udara yang lebih
besar. Tempatkan tangan yang rata atau dua tangan (menekan tangan atas dan
bawah satu sama lain untuk bergetar) dengan kuat di dinding dada di atas
segmen yang sesuai dan regangkan otot-otot lengan untuk memberikan
gerakan gemetar. Minta pasien menghembuskan napas selambat mungkin
selama getaran. Ini adalah teknik meningkatkan kecepatan dan turbulensi
udara yang dihembuskan, memfasilitasi mengeluarkan sekresi. Getaran
meningkatkan aliran udara yang terperangkap, menggetarkan lendir, dan
merangsang batuk (CFF, 2005).
4) Teknik Penyedotan/ Suction
Teknik Penyedotan/ Suction diperlukan ketika pasien tidak dapat
membersihkan sekresi pernapasan dari saluran udara oleh batuk atau prosedur
lain yang kurang invasif. Teknik penyedotan termasuk penyedotan
orofaringeal dan nasofaringeal, orotrakeal dan pengisapan nasotrakeal, dan
pengisapan jalan napas buatan. Dalam kebanyakan kasus menggunakan teknik
steril untuk menyedot karena orofaring dan trakea dianggap steril. Mulut
dianggap bersih; karena itu Anda hisap sekresi oral setelah menyedot orofaring
dan trakea.
Selama tindakan suction hal yang pertama dilakukan adalah penilaian pasien
dengan pengkajian. Pengkajian ini dilakukan untuk menentukan frekuensi
pengisapan. Pengkajian dilakukan dengan tindakan auskultasi, apabila hasil
auskultasi menujukan pengumpulan secret yang ditandai dengan suara
(rhonchi, napas berdeguk bunyi, bunyi nafas berkurang). Tindakan suctioning
dilakukan setelah tindakan postural drainage dan vibrasi serta batuk efektif
tidak berhasil. Suctioning juga dapat dilakukan untuk mendapatkan spesimen
dahak untuk kultur atau sitologi jika pasien tidak dapat batuk secara produktif.
Sering terjadi pengisapan menempatkan pasien pada risiko pengembangan
hipoksemia, hipotensi, aritmia, dan kemungkinan trauma pada mukosa paru-
paru (AARC, 2004).
Suction Oropharyngeal dan Nasopharyngeal. Suction Oropharyngeal dan
Nasopharyngeal, digunakan ketika pasien mampu untuk batuk secara efektif
tetapi tidak mengeluarkan dahaknya. Suction ini dilakukan setelah pasien
batuk. Suction dapat dihentikan apabila pasien dapat mengeluarkan dahaknya
setelah batuk.
Suction Orotrakeal dan Nasotrakeal. Suction Orotrakeal dan Nasotrakeal
diperlukan ketika pasien tidak mampu untuk batuk dan terpasang alat bantu
pernafasan. Tindakan dilakukan dengan cara memasukan kateter suction yang
steril ke alat bantu nafas hingga ke trakhea. Tindakan yang paling minimal
merangsang terjadinya reflek muntah dapat dilakukan dengan cara
memasukan kateter suction melalui hidung. Prosedurnya mirip dengan
pengisapan nasofaring, tetapi Anda memajukan ujung kateter lebih jauh ke
dalam trakea pasien. Seluruh prosedur mulai dari pengangkatan kateter hingga
pengangkatannya dilakukan cepat, berlangsung tidak lebih dari 15 detik
(AARC, 2004). Kecuali di gangguan pernapasan, biarkan pasien beristirahat
dengn memberikan oksigen dengan memberi oksigen melalui kanula atau
masker oksigen selama periode istirahat.
Suction trakea. Suction trakhea adalah penghisapan melalui jalan nafas
buatan seperti endotrakeal (ET) atau trakeostomi. Ukuran kateter suction harus
sekecil mungkin tetapi cukup besar untuk menghilangkan sekresi.
Rekomendasinya sekitar setengah diameter internal tabung ET (Pedersen et
al., 2009). Jangan pernah memberikan tekanan isap saat memasukkan kateter,
untuk menghindari trauma mukosa paru-paru. Setelah Anda memasukkan
kateter berikan tekanan hisap antara 120 dan 150 mm Hg. Saat Anda menarik
lakukan gerakan memutar untuk meningkatkan hisapan sekresi yang melekat
pada sisi tabung ET. Tindakan suction ini tidak boleh dilakukan lebih dari 15
detik. Jangan memasukan cairan normal saline pada suction karena hasil
penelitian tidak menunjukan bahwa pemberian normal salin saat suction dapat
membantu pasien batuk dan pelepasan sekret. Tindakan memasukan normal
salin akan berpotensi menyebabkan efek merugikan seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah dan peningkatan risiko infeksi pernapasan
(Kuriakose, 2008).
Ada dua metode pengisapan saat ini, yaitu suction terbuka dan tertutup.
Penyedotan terbuka melibatkan penggunaan kateter steril baru setiap sesi hisap
(Pedersen et al., 2009). Pakailah sarung tangan steril dan ikuti Kewaspadaan
Standar selama prosedur hisap. Tutup Pengisapan melibatkan penggunaan
kateter hisap steril yang dapat digunakan kembali terbungkus dalam selubung
plastik untuk melindunginya. Penyedotan tertutup paling sering digunakan
pada pasien yang membutuhkan ventilasi mekanis untuk mendukung upaya
pernapasan mereka karena memungkinkan pengiriman oksigen secara
kontinyu saat hisap dilakukan dan mengurangi risiko desaturasi oksigen.
Meskipun sarung tangan steril tidak digunakan dalam prosedur ini, sarung
tangan non-steril direkomendasikan untuk mencegah kontak dengan cipratan
dari cairan tubuh.
Gambar 2.1 Tindakan Postural Drainage
Sumber: Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013).
Gambar 2.2 Tindakan Perkusi dan Clapping
Sumber: Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013).
Jalan Napas Buatan/ Artificial Airway
Jalan napas buatan adalah alat yang digunakan oleh pasien yang mengalami
penurunan tingkat kesadaran, obstruksi jalan napas dan pasien yang memerlukan
alat bantu dalam mengeluarkan sekresi trakeobronkial. Penggunaan jalan nafas
buatan memang bermanfaat bagi pasien akan tetapi salah satu efek sampingnya
dapat menyebabkan pasien berisiko tinggi untuk infeksi dan cedera jalan nafas.
Cara penggunaat alat bantu jalan nafas buatan ini ada dua. Pertama menggunakan
teknik bersih untuk saluran udara oral, kedua menggunakan teknik steril dalam
merawat dan mempertahankan endotrakeal dan trakea. Hal ini dilakukan untuk
mencegah health care-associated infections (HAI). Posisi dari jalan nafas buatan
ini harus selalu berada dalam posisi yang benar untuk mencegah kerusakan
saluran udara.
1) Oral Airway/ Jalan napas oral.
Jalan napas oral, jenis jalan nafas buatan yang paling sederhana. Jalan nafas
oral atau sering disebut dengan oropharyngeal berguna untuk mencegah
terjadi obstruksi trakhea yang disebabkan oleh jatuhnya lidah ke belakang
sehingga menutupi jalan napas. Penggunaan oropharyngeal adalah dengan
menempatkannya di rongga mulut menjaga lidah pada tempatnya. Ukuran
oropharyngeal harus sesuai dengan ukuran rongga mulut. Untuk menentukan
ukuran oropharyngeal yang benar adalah dengan mengukur jarak dari sudut
mulut ke sudut rahang tepat di bawah telinga. Panjangnya harus sama dengan
ukuran oropharyngeal antara jarak dari flens jalan nafas ke ujungnya. Jika
oropharyngeal terlalu kecil, lidah tidak tepat di bagian anterior mulut; jika
oropharyngeal terlalu besar, itu memaksa lidah ke arah epiglotis dan
menghalangi jalan napas. Masukkan oropharyngeal dengan memutar kurva
jalan nafas ke arah pipi dan letakkan di atas lidah. Ketika jalan nafas ada di
oropharynx, putar sehingga bukaan mengarah ke bawah. Penempatan yang
salah hanya akan memaksa lidah kembali ke orofaring.
2) Endotrakeal
Endotrakeal (ET) adalah jalan napas buatan jangka pendek untuk
memberikan ventilasi mekanis, bertujuan untuk meringankan obstruksi jalan
napas atas, melindungi terhadap terjadinya aspirasi, atau penghisapan
sekresi. Penempatan ET ini dilakukan dengan cara memasukannya lewat
rongga mulut melewati faring, dan masuk ke trakea. Penggunaan dari ET
biasanya hanya 14 hari, namun, terkadang digunakan untuk jangka waktu
yang lebih lama pada pasien yang menunjukkan kemajuan menuju
penyapihan ventilasi mekanik dan ekstubasi. Jika seorang pasien
membutuhkan bantuan jangka panjang dari alat jalan nafas buatan, maka
penggunaan trakeostomi dipertimbangkan. Trakheostomi ini dipasang
dengan cara membuat lubang dengan sayatan bedah ke dalam trakea, dan
tabung trakeostomi dimasukkan sebagian ke dalam trakhea. Komplikasi yang
paling umum dari trakeostomi adalah jalan napas sebagian atau total
terjadinya penumpukan sekret yang dapat menyebabkan obstruksi. Jika ini
terjadi, trakheostomi bagian dalam dapat dilepas dan dibersihkan atau diganti
dengan ban dalam cadangan yang harus disimpan di pasien samping tempat
tidur. Humidifikasi pada oksigen yang diberikan pada trakeostomi dapat
membantu mencegah pengeringan sekresi yang menyebabkan penyumbatan.
Trakeostomi perlu pengisapan yang teratur untuk membersihkan sekresi.
Sebagian besar pasien dengan tabung trakeostomi tidak dapat berbicara
karena tabung dimasukkan di bawah pita suara. Oleh karena itu penting untuk
menggunakan strategi komunikasi tertulis atau non-verbal (membaca bibir)
untuk membantu pasien berkomunikasi. Pastikan untuk menilai kecemasan
pasien yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk berbicara.
Gambar 2.3 Oropharyngeal
Sumber: Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. M. (2013).
Terapi Oksigen.
Terapi oksigen tersedia dan digunakan secara luas dalam berbagai pengaturan
untuk meringankan atau mencegah hipoksia jaringan. Hasil terapi oksigen
(AARC, 2007) adalah untuk mencegah atau meringankan hipoksia dengan
mengirimkan oksigen pada konsentrasi lebih besar dari udara sekitar (21%).
Oksigen memang membantu dalam mencegah terjadinya hipoksia akan tetapi
penggunaannya harus sesuai dengan aturan karena oksigen tetap saja memiliki
efek samping yaitu keracunan oksigen. Safety precaution pada penggunaan
oksigen harus juga diperhatikan karena oksigen adalah gas yang sangat mudah
terbakar. Meskipun oksigen tidak terbakar secara spontan atau menyebabkan
ledakan, tetap saja dapat dengan mudah menyebabkan kebakaran di kamar pasien
jika kontak dengan percikan api atau peralatan listrik. Dengan meningkatnya
penggunaan terapi oksigen di rumah, pasien dan pemberi pelayanan kesehatan
perlu untuk menyadari bahaya yang disebabkan oleh oksigen.
1) Supply Oksigen.
Oksigen diberikan ke sisi tempat tidur pasien baik dengan tabung oksigen
atau melalui sistem pipa dinding permanen. Tabung oksigen biasanya dibawa
di samping tempat tidur pasien. Komponen dari tabung oksigen yang penting
dalam mengatur jumlah oksigen yang diberikan adalah regulator oksigen. Di
rumah sakit sumber oksigen biasanya berada di dinding dan terhubung ke
supply oksigen sentral. Ada beberapa metode dalam memberikan oksigen,
yaitu dengan menggunakan nasal cannula, simple mask, Rebreathing mask ,
non reabreathing mask dan venturi mask.
Tabel 1. Alat Bantu Pernafasan
alat Flow rate
(L/Min)
Persentasi
oksigen (%)
keuntungan Kerugian
Low flow system
Cannula 1-2
3-5
6
23-30
30-40
42
Ringan, nyaman,
murah, dapat
digunakan Ketika
makan dan
beraktivitas
Lubang hidung
kering,
Oropharyngeal
kateter
1-6 23-42 Murah tidak
memerlukan
trakheostomi
Iritasi mukosa
nasal , kateter
harus sering di
ganti
Simple mask 6-8 40-60 Mudah digunakan,
murah
Sulit
menentukan
ukuran yang
sesuai, harus di
buka Ketika
makan
Rebreathing
mask
8-11 50-75 Konsentrasi
oksigen medium
Panas, sulit
menemukan
ukuran yang
pas, harus
dibuka Ketika
makan
Non
rebreathing
mask
12 80-100 Konsentrasi
oksigen tinggi
Panas, sulit
menemukan
ukuran yang
pas, harus
dibuka Ketika
makan
High flow system
Transtracheal
catheter
¼-4 60-100 Nyaman, hanya
memerlukan kadar
oksigen rendah
daripada nasal
cannula
Memerluka
pembersihan
yang regular,
memerlukan
Tindakan
operasi.
Venturi mask 4-6
6-8
24, 26, 28,
30, 35, 40
Menyediakan kadar
oksigen rendah dan
dapat memebrikan
oksigen dengan
kadar yang pasti
Harus di buka
Ketika makan
Aerosol mask 8-10 30-100 Humidity baik,
FIo2 tepat
Tidak nyaman
digunakan
Tracheostomy
collar
8-10
30-100 Nyaman dan FIo2
tepat
Tidak nyaman
digunakan
T piece 8-10 30-100 Nyaman dan FIo2
tepat
Berat
Face tent 8-10 30-100 Humidity baik,
cukup FIo2 tepat
Besar dan tidak
nyaman
Sumber: Kozier,B., Erb.,Berman., & Synder. (2010).
2) Nasal cannula
Nasal cannula dan simple mask adalah alat paling umum untuk
mengantarkan oksigen ke pasien. Nasal cannula adalah yang paling
sederhana dan mudah dipakai. Bentuknya terdiri dari dua lubang yang sedikit
melengkung dan dimasukkan ke dalam lubang hidung pasien. Untuk menjaga
agar cabang hidung tetap di tempatnya, lingkarkan selang ke telinga pasien
dan kencangkan di dagu menggunakan penggeser penyambung. Jangan
memasang terlalu ketat karena biasanya dapat menyebabkan iritasi pada daun
telinga. Pastikan nasal canula tersambung pada humidifier dengan laju aliran
oksigen antara 1-6 L/ menit (24% hingga 40% oksigen). Laju aliran sama
dengan atau lebih besar dari 4 L/ menit memiliki efek pengeringan pada
mukosa oleh karena itu fungsi dari humidifier sangat penting.
Gambar 2.4 Penggunaan Nusal Cannula
Sumber: Kozier,B., Erb.,Berman., & Synder. (2010).
3) Masker Oksigen
Masker oksigen adalah perangkat plastik yang dipakai dengan menutupi
mulut dan hidung. Masker oksigen memberikan oksigen saat pasien bernafas
melalui mulut atau hidung dengan pipa plastik di dasar masker yang melekat
pada sumber oksigen. Pita elastis yang bisa disesuaikan terpasang ke kedua
sisi masker yang berada di atas kepala ke atas telinga untuk menahan masker
di tempatnya. Ada dua jenis utama masker oksigen: yang memberikan
oksigen konsentrasi rendah dan yang memberikan konsentrasi tinggi.
4) Simple Mask
Simple mask digunakan untuk pemberian oksigen jangka pendek. Simple
mask memberikan konsentrasi oksigen dengan presentase 35% hingga 50%
FIO2. Masker oksigen dikontraindikasikan untuk pasien dengan retensi
karbon dioksida karena dapat memperburuk retensi. Aliran oksigen yang
diberikan menggunakan simple mask berkisar antara 5 L-8 L atau lebih untuk
menghindari rebreathing karbon dioksida yang dihembuskan. Waspada
terhadap kerusakan kulit di bawah masker pada penggunaan jangka panjang.
Gambar 2.5 Penggunaan Simple Mask
Sumber: Kozier,B., Erb.,Berman., & Synder. (2010).
5) Reabreathing Mask
Rebreathing mask adalah masker wajah yang dilengkapi dengan
kantong penampung sehingga dapat digunakan untuk memberikan
konsentrasi oksigen yang lebih tinggi pada pasien. Rebreathing mask
menyalurkan oksigen dengan presentase 40% menjadi 70% FIO2 dengan laju
aliran 6 hingga 10 L/ menit.
Gambar 2.6 Penggunaan Reabreathing Mask
Sumber: Kozier,B., Erb.,Berman., & Synder. (2010).
6) Non-Rebreathing mask
Non-Rebreathing mask adalah masker yang digunakan untuk
meningkatkan konsentrasi oksigen, perbedaan Rebreathing mask dan non-
rebreathing mask terletak pada katup yang berada di sisi masker. Katup ini
berfungsi untuk mencegah udara yang dihembuskan kantong reservoir masuk
kembali ke masker. Aliran rate harus minimal 10 L/ menit dan menghasilkan
FIO2 60% hingga 80%. Selalu pastikan semua oksigen yang diberikan
kepada pasien selalu dilembabkan.
Gambar 2.7 Penggunaan Non-Rebreathing Mask
Sumber: Kozier,B., Erb.,Berman., & Synder. (2010).
7) Masker Venturi
Masker Venturi menghasilkan konsentrasi oksigen yang bervariasi dari
24% hingga 40% atau 50% dengan aliran 4 L hingga 10 L/ menit. Masker
Venturi memiliki tabung lebar dan cup berkode warna yang sesuai dengan
konsentrasi oksigen dan aliran oksigen. Contohnya cup biru menghasilkan
konsentrasi oksigen 24% pada aliran oksigen 4 L/ menit, dan cup hijau
menghasilkan konsentrasi oksigen 35% pada aliran oksigen 8 L/ menit.
Namun warna cup dan konsentrasi dapat berbeda-beda menurut produsen
sehingga peralatan harus diperiksa dengan cermat.
Gambar 2.8 Penggunaan Masker Venturi
Sumber: Kozier,B., Erb.,Berman., & Synder. (2010).
Nebulisasi
Nebulisasi adalah tindakan menambah kelembapan atau obat melalui udara
mengunakan alat yang dinamakan nebuliser. Aerosolisasi adalah metode
memberikan terapi dengan cara merubah partikel air melalui udara yang akan di
hirup oleh pasien. Nebulisasi memberikan kelebaban yang membantu dalam
proses bersihan jalan nafas. Nebulisasi dapat dilakukan dengan memberikan
kelembaban saja atau ditambahkan dengan obat-obat tertentu seperti
bronkodilator dan mukolitik. Nebulisasi membantu kerja silia dalam
mengeluarkan sekret. Silia yang kering akan menyebabkan terjadinya
penumpukan sekret di jalan nafas sehingga dengan pemberian nebu ini maka silia
akan dapat bekerja dengan lebih baik dalam membersihkan sekret pada saluran
pernafasan. Nebulisasi membantu dalam pengobatan pasien-pasien dengan asma,
cystic fibrosis, COPD, dan penyakit pernafasan lainnya.
Ada beberapa jenis dari nebuliser pertama jet nebuliser, kedua inheler, ketiga
electrical nebulizer. Ketiga jenis nebu ini memiliki prinsip yang sama yaitu
merubah cairan atau obat menjadi aerosol yang dihirup oleh pasien.
Gambar 2.9 Jet Nebulizer
Sumber: Kozier,B., Erb.,Berman., & Synder. (2010).