undang2 print
TRANSCRIPT
KASUS MALPRAKTIK AMPUTASI KAKI
Pembimbing :
dr. Wawan M, SpBS
Penyusun :
Ihsan Bayu (030.05. 110)
David Rizki Akhirul Zamril (030.06.056)
Anita Yolaningtyas (030.07.024)
Nur Isnan (030.07. )
Putri Mulyati (030.07.280)
KEPANITERAAN KLINIK
RSAU DR.ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, 14 DESEMBER 2012
BAB I
PENDAHULUAN
Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh
tenaga kesehatan, khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang menyebabkan
ketidakpuasan masyarakat memunculkan isu adanya dugaan malpraktek medis yang
secara tidak langsung dikaji dari aspek hukum dalam pelayanan kesehatan, karena
penyebab dugaan malpraktek belum tentu disebabkan oleh adanya kesalahan/kelalaian
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, khususnya dokter.
Bentuk dan prosedur perlindungan terhadap kasus malpraktek yang ditinjau
dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8 tahun 1999. peraturan tersebut
mengatur tentang pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah
melalui lembaga-lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang membidangi
perlindungan konsumen, selain peran serta pemerintah, peran serta masyarakat sangat
perlu dibutuhkan dalam perlindungan konsumen dalam kasus malpraktek serta
penerapan hukum terhadap kasus malpraktek yang meliputi tanggung jawab hukum
dan sanksinya menurut Hukum Perdata, pidana dan administrasi.
Malpraktek pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional (profesi) yang
bertentangan dengan Standard Operating Procedure (SOP), kode etik profesi, serta
undang-undang yang berlaku baik disengaja maupun akibat kelalaian. Kelalaian ini
bukanlah suatu pelanggaran hukum, jika kelalaian tersebut tidak sampai membawa
kerugian kepada orang lain dan orang tersebut dapat menerimanya. Akan tetapi, jika
kelalaian tersebut mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merenggut
nyawa orang lain, maka hal ini bisa dikatakan malpraktek.
Definisi malpraktek medis “adalah kelalaian dari seseorang dokter atau
perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de
Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
1
BAB II
URAIAN KASUS
I. Kronologis Kasus
Tn. S datang ke RS X karena terlindas kayu gelondongan saat bekerja di kapal
Malaysia. Amputasi dilakukan tanpa persetujuan Tn. S dan keluarga. Setelah
dilakukan amputasi, pasien dipulangkan sehari setelahnya tanpa diberikan obat dan
hanya diberikan bukti pembayaran berupa kuitansi bertuliskan tangan, bukan faktur
yang resmi sebagaimana mestinya.
2
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. Analisis Masalah
a. UU Praktik Kedokteran No. 29 TAHUN 2004
Pasal 1 (Ketentuan Umum)
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan;
2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 2 :
Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perindungan dan keselamatan pasien.
Pasal 3 (pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk) :
memberikan perlindungan kepada pasien
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi
Pasal 45
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;3
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilaku
Pasal 51 (a)
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban: memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.
Pasal 52 (a)
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).
Pasal 66
Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
b. Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009
Pasal 5 ayat (3)
Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan
sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Pasal 7
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang
kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.
Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya
termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya
dari tenaga kesehatan.
Pasal 58
4
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan
yang diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa
atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
Pasal 63 ayat (3)
Pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan
ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat
dipertanggungjawabkan kemanfaatan dan keamanannya.
Pasal 164 ayat (7)
Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang
terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Ditinjau dari UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
- Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih
lanjut.
Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
5
Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung
maupun tidak langsung di Rumah Sakit.
- Pasal 2
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada
nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak
dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta
mempunyai fungsi sosial.
- Pasal 3
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:
mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
- Pasal 4
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna.
- Pasal 5
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah Sakit
mempunyai fungsi:
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis;
6
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
dan
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;
Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;
dan
Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
- Pasal 12
Persyaratan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) yaitu Rumah Sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi
tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga
kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan.
Jumlah dan jenis sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus sesuai dengan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.
Rumah Sakit harus memiliki data ketenagaan yang melakukan praktik
atau pekerjaan dalam penyelenggaraan Rumah Sakit.
Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap dan konsultan
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan.
- Pasal 13
Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit wajib
memiliki Surat Izin Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki
izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur
7
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien.
Ketentuan mengenai tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagaimana
`dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pasal 32
Setiap pasien mempunyai hak:
memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar
dari kerugian fisik dan materi;
mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain
yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar
Rumah Sakit;
mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan;
memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara
perdata ataupun pidana;
- Pasal 37
8
Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus
mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.
Ketentuan mengenai persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- Pasal 46
Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah
Sakit.
d. Ditinjau dari UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999
Hak-hak konsumen di Indonesia dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
(Pasal 4) adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/ jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan baranga dan/
atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang-barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhan-keluhannya atas barang dan/
atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungann dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
9
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau pengganti
barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya.
II. Solusi
Pasien memiliki hak untuk menuntut kerugiannya, namun sebaiknya
dimusyawarahkan dahulu agar penyelesaian kasus ini bisa diterima oleh kedua
belah pihak. Menurut undang-undang, pihak rumah sakit yang bertanggung
jawab, dan rumah sakit harus siap apabila pasien meminta ganti rugi.
III. Kesimpulan
Malpraktek dalam kasus ini adalah suatu tindakan kelalaian yang dilakukan oleh
dokter atau petugas pelayanan kesehatan yang bertugas melakukan segala macam
tindakan. Dimana dalam kasus ini pasien tidak mendapatkan informasi dan
persetujuan yang seharusnya didapatkan.
Kelalaian ini bisa dikatakan terjadi karena kurangnya komunikasi antara pihak
rumah sakit dengan pasien sehingga terjadi masalah ini. Jika ditinjau dari segi hukum,
sudah jelas bahwa terdapat kekurangan dalam hal informed consent dan hak-hak yang
seharusnya di dapatkan oleh konsumen yang sesuai dan tercantum dalam undang-
undang yang berlaku.
IV. Saran
Rumah sakit sebaiknya memiliki management dan juga oknum-oknum yang
berkualitas sehingga RS dapat bekerja secara professional sesuia dengan peraturan
yang ada demi kepuasan kedua belah pihak dan terhindar dari pelanggaran.
Pasien juga harus menjadi pihak yang mengerti hak dan kewajiban nya,
sehingga tidak mudah terjebak dalam kerugian.
10
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004. Diunduh dari
www.dikti.go.id pada tanggal 9 Desember 2012.
2. Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009. Diunduh dari www.dikti.go.id
pada tanggal 9 Desember 2012.
3. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Diunduh dari
www.depdagri.go.id pada tanggal 7 Desember 2012.
4. Undang- undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. Diunduh dari
www.dikti.go.id pada tanggal 8 Desember 2012.
11