ukuran statistik vital dan pertambahan bobot badan …repository.ub.ac.id/5377/1/galang salaksa...
TRANSCRIPT
i
UKURAN STATISTIK VITAL DAN
PERTAMBAHAN BOBOT BADAN KAMBING
PERANAKAN ETAWAH LEPAS SAPIH
BERDASARKAN TIPE KELAHIRAN DAN JENIS
KELAMIN DI KECAMATAN WONOSARI
KABUPATEN MALANG
SKRIPSI
Oleh:
Galang Salaksa Wirakumala
NIM. 125050107111048
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
UKURAN STATISTIK VITAL DAN
PERTAMBAHAN BOBOT BADAN KAMBING
PERANAKAN ETAWAH LEPAS SAPIH
BERDASARKAN TIPE KELAHIRAN DAN JENIS
KELAMIN DI KECAMATAN WONOSARI
KABUPATEN MALANG
SKRIPSI
Oleh:
Galang Salaksa Wirakumala
NIM. 125050107111048
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
iii
iv
Identitas Tim Penguji
1. Penguji dari bidang minat Produksi Ternak.
2. Penguji dari bidang minat Nutrisi dan Makanan
Ternak .
3. Penguji dari bidang minat Sosial Ekonomi Peternakan.
Nama : Dr.Ir. Kuswati, MS.
NIP :195807111986012002
Nama : Dr.Ir. Marjuki, M.Sc.
NIP :196306041989031001
Nama : Dr.Ir. Bambang Ali N, MS
NIP :196104141986031004
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Galang Salaksa Wirakumala
NIM : 125050107111048
Fakultas : Peternakan
Dengan ini menyatakan bahwa judul Skripsi
“Ukuran Statistik Vital Dan Pertambahan Bobot Badan
Kambing Peranakan Etawah Lepas Sapih Berdasarkan
Tipe Kelahiran Dan Jenis Kelamin Di Kecamatan
Wonosari Kabupaten Malang” benar bebas dari plagiat,
dan apabila pernyataan ini terbukti tidak benar maka
saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan yang
berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Malang, 15 Agustus 2017.
Galang Salaksa Wirakumala
NIM. 125050107111048
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pasuruan pada tanggal 02
September 1994 sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara dari Bapak H. Umar Wirohadi dan Ibu Siti
Kumala. Jenjang pendidikan penulis diawali dengan
lulus TK Patal Grati Pasuruan pada tahun 2000, lulus
SDN Sumberanyar 3 Pasuruan pada tahun 2006, lulus
SMPN 2 Nguling pada tahun 2009, lulus SMKN 1 Grati
Pasuruan pada tahun 2012. Setelah menempuh
pendidikan dasar 12 tahun, pada tahun 2012 penulis
diterima sebagai mahasiswa Strata Satu (S-1) Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya Malang melalui jalur
masuk Seleksi Minat dan Kemampuan (SPMK).
Kegiatan yang pernah diikuti penulis selama aktif
perkuliahan, yaitu menjadi pengurus bagian musik di
UKM Unit Aktivitas Band Universitas Brawijaya
periode 2013/2014, menjadi pengurus bagian informasi
dan komunikasi di UKM Kelatnas Indonesia Perisai Diri
Universitas Brawijaya periode 2014/2015. Penulis juga
pernah menjadi atlit silat Kontingen Universitas
Brawijaya pada UNESA CUP III - Surabaya (se Jawa-
Bali 2013) mendapatkan Juara 2, atlit UM CUP II –
Malang (se Jawa Timur 2014) mendapatkan Juara 2 dan
Juara 3, atlit Brawijaya Open Cup (Nasional +
International 2016) di Universitas Brawijaya Malang
mendapatkan Juara 2 dan Juara 3, panitia Brawijaya
Open Cup (Nasional + International 2016) di Universitas
vii
Brawijaya Malang. Penulis melaksanakan Praktik Kerja
Lapang (PKL) di Loka Penelitian Sapi Potong Grati –
Pasuruan pada tahun 2015 dan melaksanakan penelitian
skripsi di Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang pada
tahun 2016-2017.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul "Pertambahan
Bobot Badan dan Statitik Vital Pada Kambing Peranakan
Etawah Lepas Sapih di Kecamatan Wonosari Kabupaten
Malang". Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Peternakan.
Penyusunan laporan skripsi ini tidak lepas dari
dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr.Sc.Agr. Ir. Suyadi, MS., selaku dekan
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
2. Bapak H. Umar Wirohadi dan Ibu Siti Kumala
selaku orang tua yang selalu memberikan
motivasi, pengarahan serta dukungan hingga
sampai penulisan skripsi selesai.
3. Dr.Ir. Moch. Nasich, MS., dan Dr.Ir. Ita Wahju
Nursita, M.Sc, M.Si., selaku dosen pembimbing
utama dan pembimbing pendamping yang sabar
dalam memberikan bimbingan, motivasi dan
pengarahan dalam proses penelitian sampai
penulisan skripsi.
4. Dr. Ir. Sri Minarti, MP selaku Ketua Jurusan
Fakultas Peternakan yang telah membantu
kelancaran studi.
ix
5. Agus Susilo, Spt, MP selaku Ketua Program
Studi Peternakan yang telah membantu
kelancaran studi.
6. Penulis menyampaikan terimakasih kepada para
Peternak di Desa Sumberdem dan Desa Sumber
Tempur yang telah membantu dan memberi
pengarahan selama kegiatan penelitian.
7. Penulis menyampaikan terima kasih kepada
Umik Halimatus Sa’diyah dan para santri Pondok
Pesantren Miftahul Anwar Sekarputih Pasuruan
atas do’a yang telah diberikan kepada penulis.
8. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada
teman-teman seperjuangan angkatan 2012
terutama: Ach. Habib Noviardi dan Yudi
Kristianto atas bantuan selama kegiatan
penelitian sampai terselesaikannya skripsi.
9. Penulis berterimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam pelaksanaan
skripsi ini hingga selesai.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan skripsi, sehingga kritik dan saran yang
berguna bagi kesempurnaan penulisan skripsi sangat
diharapkan. Penulis juga berharap semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua
pihak yang berkepentingan.
Malang, Januari 2017
Penulis
x
SIZE OF VITAL STATISTICS AND WEIGHT
GAIN OF ETAWAH CROSSBRED GOAT POST
WEANING BASED ON BIRTH TYPE AND SEX IN
WONOSARI SUBDISTRICT MALANG REGENCY
Galang Salaksa Wirakumala1, Moch. Nasich² dan Ita
Wahju Nursita2
1Student at Animal Husbandry Faculty, Brawijaya
University 2Lecturer of Livestock Production Division, Faculty of
Animal Husbandry Brawijaya University
Email: [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the
increase in weight body and size of vital statistics on
etawah crossbred goat post weaning based on gender and
birth type. The material was etawah crossbred goat post
weaning age 3-8 months, 80 heads, from 33 males and 47
females. The method was used in this research by doing
survey which consisting of observation and direct
measurement in the field. The daily average weight
gained based on male sex were 82,25 ± 11,450 g and
female 71,12 ± 8,805 g. The size of vital statistics by sex
gained male body length 49.90 ± 8.999 cm and female
45.14 ± 6.827 cm, breast circumference 60.46 ± 11.317
cm and female 56.99 ± 6.797 cm, male height 56.26 ±
10,660 cm and 52,69 ± 7,211 cm. Daily weight gained
based on single birth type 86,16 ± 15,09 g, twins 2 was
75,21 ± 8,83 g, twin 3 was 70,71 ± 7,58 g. The size of
xi
vital statistics based on birth type obtained by single
body length was 55,25 ± 11,69 cm, twin 2 that was 46,63
± 6,18 cm, twin 3 that was 43,32 ± 3,55 cm. Single chest
circumference was 67 ± 13.15 cm, twins 2 was 58.05 ±
7.01 cm, twin 3 was 54.28 ± 4.33 cm. Single stature was
62.47 ± 13.87 cm, twin 2 was 53.35 ± 5.99 cm, twin 3
was 50.67 ± 4.95 cm. The conclusion of sex has a
significant effect on daily weight gain and vital statistics.
The birth type has a very significant effect on daily
weight gain and vital statistics. The researcher suggested
more thoroughly in weighing the weight body and
measuring vital statistics. The researcher also
recommended for the next study to use more samples in
order to obtain more accurate results.
Keywords: Gender, vital statistics, daily weight gain,
birth type.
xii
UKURAN STATISTIK VITAL DAN
PERTAMBAHAN BOBOT BADAN KAMBING
PERANAKAN ETAWAH LEPAS SAPIH
BERDASARKAN TIPE KELAHIRAN DAN JENIS
KELAMIN DI KECAMATAN WONOSARI
KABUPATEN MALANG
Galang Salaksa Wirakumala1, Moch. Nasich² dan Ita
Wahju Nursita2
¹Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
²Dosen Bagian Produksi Ternak, Fakultas
Peternakan,Universitas Brawijaya
Email: [email protected]
RINGKASAN
Peningkatan populasi ternak kambing ini
dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan daging
nasional. Ternak kambing juga mempunyai peluang dan
keuntungan yang sangat besar, Tidak hanya daging
kambing saja yang dapat menghasilkan keuntungan,
adapun beberapa manfaat lain yang didapatkan dari
beternak kambing seperti susu, kulit dan kotorannya yang
dapat diolah masyarakat menjadi barang produksi dan
mempunyai nilai ekonomis. Keunggulan ternak kambing
adalah mampu beradaptasi di negara tropis seperti di
Indonesia. Jenis-jenis kambing di Indonesia antara lain,
Kambing Kacang, Kambing Bligon, Kambing Jawarandu
dan Kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE
merupakan kambing hasil persilangan Kambing Etawah
(kambing jenis unggul dari India) dengan kambing
xiii
Kacang (kambing asli Indonesia). Kambing PE termasuk
ternak kambing tipe dwiguna yaitu penghasil daging dan
susu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pertambahan bobot badan dan ukuran statistik vital
(tinggi badan, lingkar dada dan panjang badan) pada
kambing PE lepas sapih berdasarkan jenis kelamin dan
tipe kelahiran (tunggal, kembar dua dan kembar tiga) di
Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
informasi bagi peternak dan tentang bagaimana
meningkatkan bobot badan dan statistik vital kambing PE
lepas sapih yang ada di Kecamatan Wonosari Kabupaten
Malang.
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Wonosari
Kabupaten Malang. Penelitian dilaksanakan mulai bulan
Desember 2016 sampai Januari 2017. Materi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kambing
Peranakan Etawah (PE) periode lepas sapih umur 3 – 8
bulan berjumlah 80 ekor, yang terdiri dari 33 ekor jantan
dan 47 ekor betina. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah survei. Pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling adalah penentuan
berdasarkan kriteria tertentu, yaitu ternak kambing PE
lepas sapih jantan dan betina dengan umur 3-8 bulan.
Teknik pengambilan data berdasarkan pengamatan
langsung dengan melakukan penimbangan bobot badan
menggunakan alat timbangan digital bobot badan dan
pengukuran statistik vital meliputi panjang badan, lingkar
dada dan tinggi badan. Penimbangan dan pengukuran
dilakukan dua kali untuk mengetahui pengukuran awal
dan akhir dengan rentang waktu 14 hari. Alat yang
digunakan adalah tongkat ukur dan pita ukur dalam
xiv
satuan centimeter pada ternak kambing PE jantan dan
betina.
Rata-rata pertambahan bobot badan harian
kambing PE berdasarkan jenis kelamin menunjukkan
hasil yang berbeda nyata (p<0,05) bahwa jantan lebih
besar dari pada betina, jantan 82,25±11,450 g dan betina
71,12±8,805 g. Rata-rata ukuran statistik vital
berdasarkan jenis kelamin menunjukkan hasil yang
berbeda nyata (p<0,05) bahwa ukuran statistik vital
jantan lebih besar dari pada betina, PB jantan
49,90±8,999 cm dan betina 45,14±6,827 cm. LD jantan
60,46±11,317 cm dan betina 56,99±6,797 cm. TB jantan
56,26±10,660 cm dan betina 52,69±7,211 cm. Rata-rata
pertambahan bobot badan harian kambing PE
berdasarkan tipe kelahiran menunjukkan hasil yang
berbeda sangat nyata (p<0,01) bahwa tipe kelahiran
tunggal lebih besar dari pada tipe kelahiran kembar 2 dan
kembar 3, pertambahan bobot badan harian Tunggal
yaitu 86,16±15,09 g, Kembar 2 yaitu 75,21±8,83 g,
Kembar 3 yaitu 70,71±7,58 g. Rata-rata ukuran statistik
vital berdasarkan tipe kelahiran menunjukkan hasil yang
berbeda sangat nyata (p<0,01) bahwa ukuran statistik
vital tipe kelahiran tunggal lebih besar dari pada tipe
kelahiran kembar 2 dan kembar 3, PB Tunggal yaitu
55,25±11,69 cm, Kembar 2 yaitu 46,63±6,18 cm,
Kembar 3 yaitu 43,32±3,55 cm. LD Tunggal yaitu
67±13,15 cm, kembar 2 yaitu 58,05±7,01 cm, Kembar 3
yaitu 54,28±4,33 cm. TB Tunggal yaitu 62,47±13,87 cm,
kembar 2 yaitu 53,35±5,99 cm, Kembar 3 yaitu
50,67±4,95 cm.
Kesimpulan penelitian ini bahwa perbedaan jenis
kelamin berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot
badan harian dan statistik vital kambing PE, jantan lebih
xv
besar dari pada betina. Perbedaan pertambahan bobot
badan harian berdasarkan tipe kelahiran berpengaruh
sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan harian
dan statistik vital kambing PE, tipe kelahiran tunggal
lebih besar dari pada tipe kelahiran kembar 2 dan kembar
3. Saran penelitian ini perlu ketelitian pada penimbangan
bobot badan dan pengukuran statistik vital ternak
kambing PE khususnya periode lepas sapih dan
disarankan pada penelitian berikutnya menggunakan
sampel yang lebih banyak agar diperoleh hasil yang lebih
akurat.
xvi
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT HIDUP .................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................. iii
ABSTRACT ............................................................. v
RINGKASAN .......................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................ xi
DAFTAR TABEL .................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian...................................... 4
1.4 Kegunaan Penelitian ................................. 4
1.5 Kerangka Pikir.......................................... 5
1.6 Hipotesis ................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ternak Kambing ....................................... 9
2.2 Kambing Peranakan Etawah (PE) ............ 10
2.3 Pertumbuhan Ternak Kambing ................ 12
2.4 Pertambahan Bobot Badan ....................... 14
2.5 Statistik Vital ............................................ 16
2.6 Pakan Ternak Kambing ............................ 18
2.7 Hasil-Hasil Penelitian ............................... 20
xvii
BAB III METODE KEGIATAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................... 27
3.2 Materi Penelitian ....................................... 27
3.3 Metode Penelitian ..................................... 27
3.4 Variabel Pengamatan ................................ 28
3.5 Langkah Operasional ................................ 30
3.6 Analisis Data ............................................. 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ........... 33
4.2 Pertambahan Bobot Badan dan Statistik
Vital Kambing PE Lepas Sapih ................ 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................... 45
5.2 Saran ......................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA .............................................. 47
LAMPIRAN ............................................................. 55
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Cara penentuan umur berdasarkan gigi
seri ........................................................... 12
2. Rataan perubahan bobot hidup harian
Kambing PE selama 180 hari
Pemeliharaan ........................................... 21
3. Hasil perhitungan penelitian rata-rata
pertambahan bobot badan harian dan
rata-rata statistik vital Kambing PE lepas
sapih (3-8 bulan) berdasarkan jenis
kelamin di Kecamatan Wonosari
Kabupaten Malang .................................. 36
4. Hasil perhitungan penelitian rata-rata
pertambahan bobot badan harian
Kambing PE lepas sapih (3-8 bulan)
berdasarkan tipe kelahiran di Kecamatan
Wonosari Kabupaten Malang .................. 39
5. Hasil perhitungan penelitian rata-rata
statistik vital Kambing PE lepas sapih
(3-8 bulan) berdasarkan tipe kelahiran di
Kecamatan Wonosari Kabupaten
Malang ..................................................... 41
xix
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka pikir penelitian ............................... 6
2. Pengukuran statistik vital ternak kambing ..... 29
3. Langkah Operasional penelitian ..................... 30
xxi
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data hasil penelitian ternak Kambing
Peranakan Etawah lepas sapih di
Kecamatan Wonosari berdasarkan jenis
kelamin .................................................. 55
2. Analisis Uji t tidak berpasangan
pertambahan bobot badan harian
berdasarkan jenis kelamin ..................... 62
3. Analisis Uji t tidak berpasangan ukuran
statistik vital berdasarkan jenis
kelamin .................................................. 65
4. ANOVA pertambahan bobot badan
harian berdasarkan tipe kelahiran ......... 71
5. ANOVA statistik vital berdasarkan tipe
kelahiran ................................................ 75
xxiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertambahan penduduk di Indonesia dari tahun ke
tahun terus mengalami peningkatan, meningkatnya
jumlah penduduk Indonesia ini menyebabkan kebutuhan
pangan meningkat seperti kebutuhan konsumsi daging
yang juga berperan sebagai sumber protein daging
hewani. Tetapi pada kenyataan yang saat ini terjadi
jumlah peningkatan konsumsi daging berbanding terbalik
dengan peningkatan produksi ternak yang ada. Kontribusi
daging berasal dari daging unggas (65%), daging sapi
(20%), sedangkan daging kambing/domba (6%) dan
daging lainnya (9%) (Soedjana, 2011). Hal ini
menyebabkan banyak peternak yang ingin
mengembangkan dan lebih banyak memproduksi ternak
ruminansia kecil. Salah satu ternak ruminansia kecil yang
mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah ternak
kambing. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan (2016) mencatat bahwa populasi
kambing di propinsi Jawa Timur terus mengalami
peningkatan setiap tahun yaitu 3.090.159 ekor pada tahun
2014, pada tahun 2015 meningkat menjadi 3.178.197
ekor. Dan pada tahun 2016 meningkat menjadi 3.267.954
ekor. Data populasi ternak kambing tahun 2016 sebesar
19.608.181 ekor, di Jawa Timur total populasi kambing
2
sebesar 3.267.954 ekor menjadi populasi terbesar ke dua
di Indonesia setelah Jawa Tengah 4.104.130 ekor
Peningkatan populasi ternak kambing ini
dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan daging
nasional. Ternak kambing juga mempunyai peluang dan
keuntungan yang sangat besar, hal ini dapat dilihat dari
reproduksi kambing. Kambing dapat beranak 8 bulan
sekali atau 3x dalam kurun waktu 2 tahun, kambing juga
termasuk ternak prolifik yang artinya seekor induk
kambing mampu melahirkan 1-3 ekor anak. Tidak hanya
daging kambing saja yang dapat menghasilkan
keuntungan, adapun beberapa manfaat lain yang
didapatkan dari beternak kambing seperti susu, kulit dan
kotorannya yang dapat diolah masyarakat menjadi barang
produksi dan mempunyai nilai ekonomis. Pengembangan
ternak kambing juga tidak membutuhkan modal yang
besar jika dibandingkan dengan ternak sapi.
Keunggulan ternak kambing adalah mampu
beradaptasi di negara tropis seperti di Indonesia. Jenis-
jenis kambing di Indonesia antara lain, Kambing Kacang,
Kambing Bligon, Kambing Jawarandu dan Kambing
Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan
kambing hasil persilangan Kambing Etawah (kambing
jenis unggul dari India) dengan kambing Kacang
(kambing asli Indonesia). Kambing PE mudah dipelihara
dan merupakan ternak jenis unggul. Kambing PE
termasuk ternak kambing tipe dwiguna yaitu penghasil
daging dan susu. Ciri-ciri spesifik kambing PE yaitu
3
bentuk kepala lebih menyerupai kambing Etawah,
terdapat adanya gelambir, muka cembung, serta telinga
panjang, lebar dan terkulai.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (2015)
menjelaskan Kecamatan Wonosari merupakan daerah
yang mempunyai luas wilayah 48,53 km2, dihuni oleh
43.665 jiwa penduduk, terdiri dari 8 desa, dengan dan
mempunyai populasi kambing tertinggi ke 3
dengan
populasi kambing 20.758 ekor. Populasi kambing
tertinggi di Desa Sumber Tempur dengan populasi 6.372
ekor dan Desa Sumber Dem dengan populasi 3.550 ekor.
Kecamatan Wonosari merupakan salah satu wilayah yang
ingin menuju ke Sentra Peternakan Rakyat atau disebut
(SPR), program SPR ini didukung dengan adanya
perkebunan kopi dan perkebunan kopi disana di naungi
oleh tanaman Leguminosa berupa tanaman Lamtoro dan
tanaman Kaliandra, tanaman-tanaman tersebut dan hasil
dari perkebunan dapat dimanfaatkan sebagai pakan
ternak agar menunjang pertumbuhan kambing.
Pertumbuhan tersebut dapat diketahui dengan cara
melihat pertambahan panjang badan, lingkar dada,
ataupun tingginya sebagai salah satu indikator
pertambahan bobot badan. Bobot badan dapat dihitung
berdasarkan ukuran-ukuran statistik vital tubuh sehingga
lebih praktis. Apabila mengetahui bobot sesungguhnya
dari ternak tersebut pada akhirnya peternak tidak akan di
rugikan ketika telah mengetahui harga minimal ternak
yang akan dijual. Oleh karena itu, sangat penting
4
mengetahui bobot badan ternak tersebut sebelum ternak
tersebut dipasarkan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pertambahan bobot badan dan ukuran
statistik vital yang meliputi panjang badan, lingkar dada,
dan tinggi badan pada kambing PE lepas sapih
berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin di
Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pertambahan bobot badan dan ukuran statistik vital
(tinggi badan, lingkar dada dan panjang badan) pada
Kambing PE lepas sapih berdasarkan jenis kelamin dan
tipe kelahiran (tunggal, kembar dua dan kembar tiga) di
Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai informasi bagi peternak dan tentang bagaimana
meningkatkan bobot badan dan statistik vital Kambing
PE lepas sapih yang ada di Kecamatan Wonosari
Kabupaten Malang.
5
1.5 Kerangka Pikir
Kambing PE merupakan salah satu komoditas
ternak kambing lokal yang banyak diminati. Kambing PE
merupakan salah satu bangsa ternak yang telah
berkembang pesat dan mempunyai peranan penting,
khususnya dalam penyediaan bahan pangan asal ternak
(daging dan susu) serta peningkatan pendapatan petani
(Standar Nasional Indonesia, 2008). Selain dilihat dari
bobot badan, pertumbuhan dan perkembangan ternak
kambing dapat dilihat melalui aspek-aspek lain, seperti
ukuran lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan.
Pertumbuhan dan perkembangan kambing jantan dan
betina ini memiliki perbedaan yang dapat dilihat dari
fisik kambing tersebut, hal ini disebabkan oleh faktor
hormonal yang mempengaruhi pertumbuhan kambing
jantan lebih cepat dari pada kambing betina. Hal ini di
tambahkan oleh Nuryadi (2007) bahwa androgen
memiliki kemampuan menahan nitrogen dalam badan,
sehingga terjadi pertambahan bobot badan karena adanya
pertambahan protein. Kesbi dan Notter (2016)
menambahkan bahwa perbedaan jenis kelamin
menyebabkan perbedaan sirkulasi hormon, pada ternak
jantan hormon testosteron diproduksi dengan jumlah
yang banyak, sedangkan pada jenis kelamin betina
hormon yang menonjol yaitu estrogen dan progesteron.
Bobot badan ternak dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya yaitu umur, jenis kelamin, tinggi pundak,
panjang badan dan lingkar dada serta jenis pakan yang
6
dikonsumsi serta kondisi lingkungan yang berbeda.
Bertambahnya umur ternak maka akan bertambah pula
bobot badannya. Standar bobot badan kambing PE
berdasarkan umur menurut Standart Nasional Indonesia
(2008) mencatat bahwa bobot badan kambing PE pada
umur 0,5-1 tahun yaitu 29 ± 5 kg jantan dan 22 ± 5 kg
pada betina, pada umur >1-2 tahun sebesar 40 ± 9 kg
jantan dan 34 ± 6 kg pada betina, dan pada umur >2-4
tahun sebesar 54 ± 11 kg jantan dan 41 ± 7 kg pada
betina.
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Pertambahan bobot badan dan statistik vital kambing
peranakan etawah lepas sapih
Lepas sapih
(3-8 bulan)
Tipe Kelahiran (Tunggal, Kembar 2 dan Kembar 3) :
Bobot lahir
Asupan air susu induk
Bobot sapih
Jantan (lepas sapih) :
Pertumbuhan cepat.
PBB cepat tinggi.
Ukuran statistik vital tinggi.
Kambing PE
Betina (lepas sapih) :
Pertumbuhan lambat.
PBB lambat.
Ukuran statistik vital lambat.
7
1.6 Hipotesis
1. Hipotesis dari penelitian ini adalah pertambahan
bobot badan harian dan ukuran statistik vital
kambing PE jantan lebih tinggi, dari pada kambing
PE betina periode lepas sapih.
2. Hipotesis dari penelitian ini adalah pertambahan
bobot badan harian dan ukuran statistik vital
kambing PE dengan tipe kelahiran tunggal lebih
tinggi, dari pada kambing PE tipe kelahiran kembar
2 dan kembar 3 pada periode lepas sapih.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ternak Kambing
Kambing merupakan hewan ternak kecil yang
memiliki banyak kegunaan dan manfaat, disamping dapat
menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein
hewani bagi masyarakat. Keberadaan kambing tidak saja
dapat menciptakan lapangan pekerjaan maupun lapangan
usaha namun juga mampu memberikan penghasilan dan
pendapatan. Bagi peternak kambing, kambing dapat
berfungsi sebagai tabungan yang sewaktu-waktu
diperlukan dapat digunakan untuk mengatasi keperluan
yang mendesak tersebut. Selain itu, secara biologis ternak
kambing cukup produktif dan mudah beradaptasi dengan
berbagai kondisi lingkungan di Indonesia, mudah
pemeliharaannya, sehingga mudah dalam
pengembangannya. Kambing adalah salah satu jenis
ternak penghasil daging dan susu yang sudah lama
dikenal para petani dan mempunyai potensi yang sangat
baik untuk dikembangkan, terutama didaerah pedesaan.
Ternak kambing tersebar luas di daerah tropis dan
subtropis, karena memiliki sifat toleransi tinggi terhadap
bermacam-macam hijauan pakan ternak, rerumputan dan
dedaunan. Kemampuan adaptasi kambing yang luas
memungkinkan kambing dapat hidup berkembang biak
dalam berbagai keadaan lingkungan (Nasich, 2011).
10
Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang
diharapkan sumbangnya guna meningkatkan pendapatan
petani sekaligus memberikan peranan dalam
pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Fungsi ekonomi dan
biologis kambing telah dikenal sejak lama. Disamping
sangat efisien dalam mengubah hijauan pakan menjadi
protein hewani, kambing juga menghasilkan bahan
organik untuk mempertahankan kesuburan tanah. Akan
tetapi saat ini kondisi usahatani ternak kambing sebagian
besar masih diusahakan secara tradisional dengan
teknologi sederhana bahkan tanpa sentuhan teknologi
sama sekali (Zurriyati, 2005).
2.2 Kambing Peranakan Etawah (PE)
Kambing PE merupakan hasil persilangan antara
kambing Etawah dari India dengan kambing Kacang
lokal dari Indonesia. Kambing PE memiliki sifat antara
kambing Etawah dengan kambing Kacang yaitu termasuk
jenis kambing tipe dwiguna karena banyak diternakkan
untuk menghasilkan susu dan daging. Peranakan yang
penampilannya mirip dengan kambing Kacang disebut
kambing Bligon atau Jawarandu yang merupakan
kambing tipe pedaging (Pamungkas, Batubara,
Doloksaribu, dan Sihite, 2009).
Kambing PE memiliki ciri-ciri sebagai berikut
ukuran badan besar, kepala tegak, garis profil cembung,
rahang bawah lebih panjang dari pada rahang atas,
tanduk mengarah ke belakang, telinga lebar panjang dan
11
menggantung dengan ujung telinga melipat. Warna bulu
bermacam-macam dari belang putih hitam, putih coklat,
sampai campuran antara putih, hitam dan coklat, terdapat
bulu lebat dan panjang di bawah ekor (Budiarsana,
2005).
Rata-rata bobot lahir Kambing PE 2,75 kg atau
3,72 kg. Bobot tubuh Kambing PE jantan dewasa dapat
mencapai 65-90 kg. Tinggi gumba Kambing PE jantan
90-110 cm, panjang badan berkisar antara 85-105 cm.
Kambing PE jantan mencapai dewasa kelamin pada umur
6-8 bulan pada saat bobot tubuh 12,9-18,7 kg. Rata-rata
bobot tubuh Kambing PE pada saat lahir 2,75 kg. Saat
disapih mencapai bobot 10,5 kg, dan umur 12 bulan
mencapai bobot 17,5 kg pertambahan bobot tubuh harian
mencapai 48,30 gram (Kostaman dan Sutama, 2006).
Standar Nasional Indonesia (2008) menambahkan bahwa
penentuan umur kambing dilakukan berdasarkan catatan
(recording) atau atas dasar perkembangan gigi seri. Cara
penentuan umur berdasarkan gigi seri seperti Tabel 1.
12
Tabel 1. Cara Penentuan Umur Berdasarkan Gigi Seri.
NO. Gigi Seri Umur (tahun)
1. Temporer/gigi susu < 1
2. 1 pasang permanen 1 – 1,5
3. 2 pasang permanen > 1,5 – 2,5
4. 3 pasang permanen >2,5 – 3
5. 4 pasang permanen >3
Sumber : Standar Nasional Indonesia, 2008.
2.3 Pertumbuhan Ternak Kambing
Pertumbuhan ternak adalah perubahan bentuk
atau ukuran seekor ternak yang dapat dinyatakan dengan
panjang, volume ataupun massa. Pertumbuhan dapat
dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran
lingkar dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda
yang sehat serta diberi pakan, minum dan mendapat
tempat berlindung yang layak. Peningkat sedikit saja
ukuran tubuh akan menyebabkan peningkatan yang
proporsional dari bobot tubuh, karena bobot tubuh
merupakan fungsi dari volume. Pertumbuhan mempunyai
dua aspek, yaitu menyangkut peningkatan massa
persatuan waktu, dan pertumbuhan yang meliputi
perubahan bentuk dan komposisi sebagai akibat dari
pertumbuhan diferensial komponen-komponen tubuh.
13
Pertumbuhan murni mencakup dalam bentuk dan
berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging,
tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya
(kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Pada
umumnya pertumbuhan pada ternak mamalia dapat
dibagi dalam dua periode utama yakni prenatal dan
posnatal. Masa pertumbuhan ada dua hal yang terjadi
yaitu adanya kenaikan bobot badan atau komponen tubuh
sampai mencapai ukuran dewasa yang disebut
pertumbuhan dan adanya perubahan bentuk konformasi
disebabkan oleh perbedaan laju pertumbuhan jaringan
atau bagian tubuh yang berbeda dengan proses
perkembangan, proses penggemukan termasuk kedalam
perkembangan (Sulaksana dan Farizal, 2010).
Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh faktor
genetik dan lingkungan mempengaruhi pertumbuhan baik
dari segi kualitas dan kuantitas karkas kambing dengan
perbandingan 20%:80%. Ternak tidak akan mampu
berproduksi secara optimal, apabila tidak
memperolehlingkungan yang optimal walaupun fungsi
genetik cukup tinggi dan begitu juga sebaliknya
(Supriyati, 2012).
Kualitas bahan makanan dapat dipengaruhi oleh
komposisi zat makanan dan penggunaanya oleh ternak.
Rata-rata berat lahir kambing lokal sebesar 1-2 kg, dan
laju pertambahan berat badan ternak kambing lokal
adalah sebesar 43 gr/ekor/hari. Kekurangan zat makanan
memperlambat puncak pertumbuhan urat daging dan
14
memperlambat laju penimbunan lemak, sedangkan
makanan yang sempurna mempercepat terjadinya laju
puncak dari keduanya (Sirait, Tarigan dan Simanihuruk,
2011).
2.4 Pertambahan Bobot Badan
Berat badan merupakan suatu kriteria pengukuran
yang penting pada seekor hewan dalam menentukan
perkembangan pertumbuhannya, dan juga merupakan
salah satu dasar pengukuran untuk produksi jumlah anak
yang dihasilkan dalam menetukan nilai ekonominya.
Pertambahan bobot badan adalah kemampuan ternak
untuk mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam
pakan menjadi daging. Pertambahan bobot badan
merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan
untuk menilai kualitas bahan makanan ternak. Thalib
(2004), menyatakan bahwa pertambahan bobot badan
ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh kulitas dan
kuantitas pakan, maksudnya penilaian pertambahan
bobot badan ternak sebanding dengan ransum yang
dikonsumsi. Sedangkan menurut National Research
Council (2006) pertambahan bobot badan dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain total protein yang
diperoleh setiap harinya, jenis ternak, umur, keadaan
genetis lingkungan, kondisi setiap individu dan
manajemen tatalaksana.
Kualitas dan kuantitas pakan sangat
mempengaruhi pertambahan bobot badan. Pertambahan
15
bobot badan harian pada jantan lebih efisien dalam
mengubah makanan bahan kering menjadi bobot tubuh
dibanding ternak betina. Hal ini dikarenakan adanya
hormon testosteron (dihasilkan oleh testis). Sekresi
testosteron yang tinggi menyebabkan sekresi androgen
tinggi sehingga mengakibatkan pertumbuhan yang lebih
cepat terutama setelah munculnya sifat-sifat kelamin
sekunder pada ternak jantan (Soeparno, 1998). Kambing
jantan sebagai penghasil daging atau untuk dijadikan
bibit, perlu mencapai bobot badan yang maksimal saat
dipotong atau digunakan untuk pejantan. Hal tersebut
dapat dicapai bila protein dan energi ransum yang
dikonsumsi mencukupi kebutuhan.
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu
kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
kualitas bahan makanan ternak, karena pertumbuhan
yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah
satu indikasi pemanfaatan zat-zat makanan yang
diberikan. Berat badan merupakan suatu kriteria
pengukuran yang penting pada seekor hewan dalam
menentukan perkembangan pertumbuhannya, dan juga
merupakan salah satu dasar pengukuran untuk produksi
disamping jumlah anak yang dihasilkan dalam
menentukan nilai ekonominya. Pertambahan berat badan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu total protein yang
diperoleh setiap harinya, jenis kelamin, umur keadaan
genetis, lingkungan, kondisi setiap individu dan
manajemen. Bobot tubuh berfungsi sebagai salah satu
16
kriteria ukuran yang penting dalam menentukan
pertumbuhan dan perkembangan ternak. Selain itu, bobot
tubuh juga berfungsi sebagai ukuran produksi dan
penentu ekonomi. Bobot tubuh seekor ternak dipengaruhi
oleh bangsa ternak, jenis kelamin, umur, jenis kelahiran,
dan jenis pakan. (National Research Council, 2006).
Bobot badan memegang peranan penting dalam
pola pemeliharaan yang baik, karena dengan mengetahui
bobot badan kambing akan memudahkan penentuan
jumlah pemberian pakan, jumlah dosis obat. Bobot badan
kambing dapat diketahui dengan dua cara, yaitu dengan
penimbangan dan dengan pendugaan. Kedua teknik
tersebut masing-masing memiliki keuntungan dan
keterbatasan. Metode penimbangan merupakan cara
paling akurat namun memiliki banyak kendala, antara
lain keterbatasan alat dan tenaga kerja serta dapat
menyebabkan cekaman pada kambing. Metode
pengukuran bobot hidup kambing yang kedua adalah
dengan pendugaan melalui analisis regresi linier antara
ukuran statistik vital ternak seperti lingkar dada, panjang
badan, lebar dada, dalam dada dengan bobot badan
(Adhi, Nasich dan Wahyuningsih, 2016).
2.5 Statistik Vital
Menurut Trifena, Budisastria dan Hartatik (2011)
menyatakan bahwa performan suatu individu ternak yang
tampak dari luar disebut sebagai fenotip dari individu
tersebut. Fenotip individu dapat dibedakan berdasarkan
17
atas sifat kualitatif (tidak terukur) dan kuantitatif
(terukur). Menurut Hartatik, Mahardika, Widi dan
Baliarti (2009) sifat kualitatif dari karakteristik eksterior
yang diamati meliputi warna tubuh, warna pantat, warna
moncong, dan tracak. Perekaman data dilakukan dengan
mengamati intensitas warna atau bentuk dari kriteria
karakteristik yang telah ditentukan tersebut disetiap
sampel. Sifat kuantitatif yang ditunjukkan pada ukuran
vital statistik tubuh meliputi lingkar dada, tinggi badan,
panjang badan.
Bobot lahir, bobot sapih dan ukuran-ukuran tubuh
merupakan tolak ukur untuk mengetahui kemampuan
berproduksi ternak (Karnaen dan Arifin, 2007).
Menurut Standar Nasional Indonesia (2008)
menyatakan bahwa cara pengukuran tinggi pundak (TP),
yaitu jarak tertinggi pundak sampai alas kaki, diukur
dengan menggunakan tongkat ukur (kaliper) posisi
tongkat ukur berdiri tegak tepat dibelakang siku kaki
depan yang dinyatakan dalam satuan cm. Panjang badan
(PB), yaitu jarak garis lurus dari tepi tulang ujung sendi
bahu (processus spinosus dari vertebrae thoracalis
tertinggi) sampai benjolan tulang tapis (tulang duduk/os.
ischium) diukur menggunakan pita ukur dalam satuan
cm. Lingkar dada (LD), yaitu diukur melingkar rongga
dada melalui os. scapula dan melalui gumba tertinggi
menggunakan pita ukur dalam satuan cm.
Ukuran-ukuran tubuh kambing PE mengalami
peningkatan sesuai dengan peningkatan umurnya. Hasil
18
penelitian menunjukkan ukuran-ukuran tubuh kambing
yang meningkat sampai 12-24 bulan dan relatif tetap
sampai 36-60 bulan adalah lingkar dada, panjang badan
dan dalam dada, sedangkan tinggi pundak meningkat
sampai umur 24-26 bulan kemudian relatif tetap sampai
36-60 bulan. Pertumbuhan panjang badan merupakan
pencerminan adanya pertumbuhan tulang belakang yang
terus meningkat seiring bertambahnya umur.
Pertumbuhan dalam dada ternak merupakan pencerminan
dari perkembangan tulang rusuk ternak. Pertumbuhan
tinggi pundak menunjukkan tulang penyusun kaki
mengalami pertumbuhan sesuai dengan fungsinya untuk
menyangga tubuh ternak. (Victori, Purbowati dan Sri,
2016).
2.6 Pakan Ternak Kambing
Pakan merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi produktivitas ternak. Kondisi pakan
(kuantitas dan kualitas) yang tidak mencukupi kebutuhan
ternak akan menyebabkan produktivitas menjadi rendah,
antara lain ditunjukkan oleh laju pertumbuhan yang
lambat dan pertambahan bobot badan hidup rendah.
Pakan tambahan untuk ternak ruminansia adalah bahan
pakan selain bahan pakan pokok (pakan hijauan) yang di
berikan pada ternak dengan tujuan untuk memacu
peningkatan produktivitas ternak. Pakan tambahan yang
di berikan pada ternak dapat berupa biji-bijian (jagung,
sorghum, dsb) dan limbah pabrik (ampas tahu, bungkil
19
kedelai, bungkil kelapa, ampas ikan, dedak padi, dsb)
(Zurriyati, 2005).
Makanan yang diperlukan oleh seekor ternak
perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan tujuan
produksi dari ternak tersebut. Kekurangan zat makanan
yang diperoleh kambing dari hijauan dapat diberikan
makanan penguat (konsentrat) dengan kandungan protein
kasarnya. Ternak ruminansia harus mengkonsumsi
hijauan sebanyak 10% dari bobot badannya setiap hari
dan konsentratnya sekitar 1,5-2% dari jumlah tersebut,
termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Hijauan dan
sejenisnya terutama rumput dari berbagai jenis
merupakan sumber energi utama ternak ruminansia
(Zurriyati, 2005).
Ransum ternak ruminansia umumnya terdiri dari
hijauan dan konsentrat, pemberian ransum berupa
kombinasi dari kedua bahan itu akan memberi peluang
terpenuhinya zat gizi. Ransum terdiri dari hijauan maka
biaya relatif lebih murah tetapi produksi yang tinggi sulit
dicapai. Pemberian ransum yang hanya terdiri dari
konsentrat saja akan memungkinkan tercapainya
produksi yang tinggi, tetapi biaya ransum lebih mahal
dan kemungkinan terjadinya gangguan pencernaan
(Priyanto dan Debora, 2009).
20
2.7 Hasil–Hasil Penelitian
Menurut Zurriyati (2005) menyatakan bahwa
tingkat produktivitas ternak dapat dilihat dari perubahan
bobot hidup harian. Sementara itu perubahan bobot hidup
harian (PBBH) ternak sangat dipengaruhi oleh kondisi
fisik ternak dan lingkungannya. Hasil pengamatan bobot
hidup Kambing PE umur 1 tahun, selama 180 hari
terhadap Kambing PE jantan dan betina serta Kambing
Kacang jantan dan betina, didapatkan rataan perubahan
bobot hidup dari masing-masing jenis ternak kambing
tersebut yang disajikan pada tabel 2 untuk Kambing PE
dan tabel 3 untuk Kambing Kacang. Paket teknologi yang
dikaji meliputi paket teknologi introduksi yaitu
pemberian pakan tambahan berupa konsentrat dan
probiotik (Probion-Starbio) dan paket teknologi petani
(tanpa pemberian pakan tambahan dan probiotik).
Pada Kambing PE jantan PBBH tertinggi
didapatkan pada perlakuan introduksi-probion yaitu
81,33 g/ekor/hari diikuti oleh perlakuan introduksi-
starbio. Hal ini diduga karena interaksi positif dari
pemberian pakan tambahan dan probiotik yang
berdampak pada peningkatan PBBH ternak dibandingkan
kontrol. Pada ternak Kambing PE betina, PPBH antar
perlakuan juga berbeda tidak nyata (P>0,05), walaupun
kisaran PBBH antar perlakuan cukup jauh. Hal ini diduga
karena adanya keragaman individu ternak (keragaman
genetik. Meskipun demikian PBBH tertinggi juga
didapatkan pada perlakuan introduksi-probion. Jika
21
dibandingkan dengan paket teknologi introduksi-starbio
dan kontrol, PPBH Kambing PE betina pada paket
teknologi introduksi-probio lebih tinggi 20,64% dan
115%.
Tabel 2. Rataan perubahan bobot hidup harian Kambing
PE selama 180 hari pemeliharaan.
SEX Perlakuan BH awal (kg/ekor) BH akhir (kg/ekor) PBH(kg/ekor) PBHH(g/ek/hr)
Jantan IP 24,07 38,64 14,57 81,33a
IS 28,25 41,00 12,75 70,83a
K 14,25 26,25 12,00 66,67a
Betina IP 32,75 44,00 11,25 63,00a
IS 20,10 29,50 9,40 52,22a
K 26,75 32,00 5,25 29,33a
Keterangan : Superskip yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan berbeda tidak nyata
pada taraf 5% DMRT.
BH = Bobot hidup
PBH = Perubahan bobot hidup
PBHH = perubahan bobot hidup harian
IP = Introduksi Probion
IS = Introduksi starbion
K = Kontrol (teknologi petani)
Menurut Agustina (2013) menyatakan bahwa
pertambahan bobot badan merupakan salah satu
cerminan kualitas pakan yang di berikan pada Kambing
PE. Besarnya tingkat pertumbuhan hewan adalah
manifestasi dari pemanfaatan pakan oleh tubuh yang
sangat tergantung pada kualitas pakan. Pertambahan
22
bobot badan harian Kambing PE menunjukkan perbedaan
nyata antara R4 dan R3 dengan R2 dan R1, sebagai
akibat pemberian suplemen katalitik. Pertambahan bobot
badan harian tertinggi pada perlakuan R4 = 73,8
g/ekor/hari. Nilai ini lebih baik dibandingkan dengan
perlakuan R2 = 67,6 g/ekor/hari dan R1 = 65,5
g/ekor/hari. Peningkatan ini disebabkan karena suplemen
katalitik yang terbuat dari gelatin sagu, amonium sulfat
dan mineral esensial penting (Co dan Zn) yang di
butuhkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan mikroba
rumen, sehingga meningkatkan pula produk fermentasi
dan pasokan nutrien untuk induk semang. Unsur seng
merupakan faktor berbagai jenis enzim yang terdapat
dalam tubuh ternak, sehingga suplementasinya akan
mampu merangsang pertumbuhan kambing PE, selain itu
penambahan mineral esensial dalam pakan meningkatkan
pertambahan bobot badan secara nyata.
Rata-rata bobot Kambing PE umur 6 bulan di
Desa Pitalang Jaya Kecamatan Kumpeh Ulu diperoleh
13,24±3,28 kg. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
musim tidak berpengaruh nyata terhadap bobot badan
Kambing PE umur 6 bulan (P>0,05). Akan tetapi bobot
badan pada musim hujan relatif lebih tinggi
dibandingmusim kemarau, penyebab tidak terjadi
perbedaan hal ini berkaitan dengan kemampuan genetik
individu masing-masing ternak dimana adanya hubungan
korelasi positif semakin besar. Bobot sapih maka
semakin besar pula bobot badan pada umur tertentu,
23
peranan individu anak kambing itu sendiri sangat kuat
untuk mencari makanan guna memenuhi kebutuhannya
sedangkan peranan induk tidak tampak lagi. Pertambahan
bobot badan umur 6 bulan sebesar 47,07±24,92 gram.
Analisis ragam menunjukkan bahwa musim berpengaruh
nyata terhadap pertambahan bobot badan umur 6 bulan
(P<0,05). Pertambahan bobot badan pada musim
kemarau yaitu musim hujan sebesar 65,25±35,52 gram
dan musim kemarau 41,31±39 gram. Hal ini disebabkan
pada umur 6 bulan selain hijauan, pengaruh sifat genetik
individu anak yang tumbuh, jika sifat genetik induk baik
makan anak menghasilkan turunan yang baik pula. Selain
itu pada musim hujan cuaca, suhu sangat mempengaruhi
daya makan kambing untuk memenuhi kebutuhannya,
sedangkan pada musim kemarau selain hijauan yang
mempunyai gizi rendah. Disamping itu juga vegetasi
hijauan banyak tumbuh pada musim hujan dan kualitas
yang lebih baik. (Sulaksana, 2008).
Menurut Rasminati (2013) menyatakan bahwa
sistem penjualan Kambing PE dibedakan berdasarkan
grade atau kelas, yaitu grade A, B, C dan D. Untuk
grade A menandakan bahwa kambing tersebut
mempunyai kualitas super dibandingkan kelas B dan C,
sedangkan untuk yangmasuk kelas D umumnya kambing
berumur lebih dari satu tahun dan sudah afkir serta siap
untuk dipotong. Kualitas Kambing PE dilokasi peelitian
oleh masyarakat lebih ditentukan oleh sifat kualitatif dari
pada sifat kuantitatif. Hasil pengamatan menunjukkan
24
bahwa warna tubuh dominan Kambing PE adalah putih.
Warna putih merupakan warna umum Kambing PE yang
di domestikasi dan pada Kambing PE diketahui bahwa
warna putih merupakan warna dominan terhadap hitam
dan coklat. Kambing PE fase dara didaerah pantai dan di
daerah pegunungan mempunyai tinggi gumba 65 cm vs
54,75 cm; panjang badan 57,2 cm vs 52 cm, bobot badan
27,5 kg vs 29 kg, warna bulu didaerah pantai 50%
kombinasi putih hitam dan 50% kombinasi putih coklat,
untuk daerah pantai maupun pegunungan 100% dan
bentuk muka sedikit melengkung/cembung masuk dalam
kategori B. Kambing PE fase cempe didaerah pantai dan
daerah pegunungan mempunyai tinggi gumba 57 cm vs
55,89 cm; panjang badan 48 cm vs 48,67 cm, bobot
badan 17,5 kg vs 16,22 kg, warna bulu didaerah pantai
dan daerah pegunungan 100% kombinasi putih hitam,
panjang bulu rewos 7,5 cm vs 9,3 cm dan panjang
telinga 19,5 cm vs 22,44 cm dengan bentuk telinga 100%
melipat kedepan baik untuk didaerah pantai maupun
pegunungan dan bentuk maka sedikit
melengkung/cembung masuk ke dalam kategori B.
Menurut Victori, dkk (2016) menyatakan bahwa
bertambahnya bobot badan diikuti pula dengan
pertambahan ukuran-ukuran tubuh seperti lingkar dada,
panjang badan, tinggi pundak dan dalam dada. Kelompok
umur 0-6 bulan memiliki bobot badan yang relatif kecil
yaitu 17,45 kg, sedangkan kelompok 6-12 bulan memiliki
bobot badan 45,22 kg. Perbedaan bobot badan yang
25
tinggi antara kelompok umur 0-6 bulan dan 6-17 bulan
ini menunjukkan kambing berada pada tahap
pertumbuhan cepat. Ukuran-ukuran tubuh Kambing PE
mengalami peningkatan sesuai dengan peningkatan
umurnya. Hasil penelitian menunjukkan ukuran-ukuran
tubuh kambing yang meningkat sampai 12-24 bulan dan
relatif tetap sampai 36-60 bulan adalah lingkar dada,
panjang badan dan dalam dada, sedangkan tinggi pundak
meningkat sampai umur 24-26 bulan kemudian relatif
tetap sampai 36-60 bulan.
Menurut Budiarsana, Sutama, Martawijaya dan
Kostaman (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan bobot
hidup anak kambing pra-sapih yaitu anak-anak kambing
pada agroekosistem dataran sedang (AES) yang memiliki
rataan bobot lahir yang lebih bobot dibandingkan dengan
kelompok agroekosistem dataran tinggi (AET) dan
agroekosistem dataran rendah (AER). Walaupun pada
bulan 1 dan 2 terdapat penurunan akan dibandingkan
dengan kelompok yang lain. Pertambahan bobot hidup
harian pada kelompok agroekosistem dataran sedang
(AES) yaitu sebesar 125 g/ekor/hari, tertinggi diantara
dua kelompok yang lainnya yaitu agroekosistem dataran
rendah (AER) dan agroekosistem dataran tinggi (AET)
masing-masing 82 g/ekor/hari dan 95 g/ekor/hari.
27
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Wonosari
Kabupaten Malang. Penelitian dilaksanakan mulai bulan
Desember 2016 sampai Januari 2017.
3.2 Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kambing PE periode lepas sapih umur 3 – 8 bulan
berjumlah 80 ekor, yang terdiri dari 33 ekor jantan dan
47 ekor betina milik peternak di Kecamatan Wonosari
Kabupaten Malang.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah survei dengan melakukan pengamatan dan
pengukuran langsung di lapangan. Pertimbangan
dipilihnya lokasi penelitian tersebut adalah daerah yang
terdapat banyak populasi kambing PE. Pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling adalah
penentuan berdasarkan kriteria tertentu, yaitu ternak
kambing PE lepas sapih jantan dan betina dengan umur
3-8 bulan. Teknik pengambilan data berdasarkan
pengamatan langsung dengan melakukan penimbangan
bobot badan menggunakan alat timbangan digital bobot
badan penimbangan dilakukan sebanyak dua kali untuk
mengetahui bobot awal dan bobot akhir, dengan rentang
waktu 14 hari dan pengukuran statistik vital meliputi
panjang badan, lingkar dada dan tinggi badan,
28
pengukuran dilakukan dua kali untuk mengetahui
pengukuran awal dan akhir dengan rentang waktu 14
hari, menggunakan alat tongkat ukur dan pita ukur dalam
satuan centimeter pada ternak kambing PE jantan dan
betina.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah dua
kali penimbangan bobot badan dan dua kali penimbangan
statistik vital, berdasarkan jenis kelamin dan tipe
kelahiran. Perhitungan Pertambahan Bobot Badan Harian
(PBBH) menurut Anggorodi (1994) dapat dihitung
dengan rumus :
Keterangan :
T1 = Timbangan ke 1
T2 = Timbangan ke 2
Ukuran statistik vital ternak kambing, meliputi:
a. Lingkar dada, diukur tepat di belakang bahu atau di
belakang siku-siku depan melingkar dada tegak lurus
dengan sumbu tubuh menggunakan pita ukur.
b. Panjang badan, diukur mulai dari penonjolan bahu
(tubersitas humeri) sampai penonjolan tulang duduk
(tuber ischii).
c. Tinggi badan, diukur dari lantai tegak lurus ketitik
tertinggi gumba yaitu pada ruas tulang belakang
29
ketiga dan keempat dengan skala cm dengan
menggunakan tongkat ukur.
Gambar 2. Pengukuran Statistik Vital Ternak Kambing
(Adriani, 2011)
a
b c
30
3.5 Langkah Operasional
Gambar 3. Langkah Operasional Penelitian
Rentang waktu
14 hari
Penimbangan bobot badan akhir.
Pengukuran statistik vital akhir.
Penetapan peternak dan ternak :
Purposive sampling adalah penentuan berdasarkan
kriteria tertentu.
Kambing PE, umur 3-8 bulan, jantan dan betina.
Penetapan lokasi penelitian :
Kecamatan
Kepala Desa
Kepala Dusun
Penimbangan bobot badan awal.
Pengukuran statistik vital awal.
Pertambahan bobot badan.
Pertambahan statistik vital.
31
3.5 Analisis Data
Data dicatat dan di tabulasi menggunakan
program excel, kemudian dianalisis menggunakan Uji t
tidak berpasangan untuk menghitung perbandingan jenis
kelamin jantan dan betina. Sugiyono (2014) Uji t tidak
berpasangan dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
X1 = rataan statistik vital dan bobot badan jantan.
X2 = rataan statistik vital dan bobot badan betina.
n1 = jumlah sampel jantan.
n2 = jumlah sampel betina.
S12
= varians statistik vital dan bobot badan jantan.
S12
= varians statistik vital dan bobot badan betina.
Data dicatat dan di tabulasi menggunakan
program excel, model statistik yang digunakan adalah
One Way ANOVA untuk menghitung perbandingan tipe
kelahiran tunggal, kembar 2 dan kembar 3 menggunakan
uji analisis satu arah tidak seragam, apabila terdapat
perbedaan pengaruh diantara perlakuan, dilanjutkan
dengan Uji Beda Nyata Terkecil. Model statistik dengan
rumus sebagai berikut :
32
Yij = µ + βi + πj + εij
Keterangan :
Yij : nilai pengamatan perlakuan ke-i, blok ke-j.
µ : rataan umum.
βi : efek perlakuan ke-i.
πj : efek blok ke-j.
εij : galat perlakuan ke-i, blok ke-j.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Malang adalah sebuah kawasan yang
terletak pada bagian tengah selatan wilayah Provinsi
Jawa Timur. Berbatasan dengan enam Kabupaten.
Sebelah Utara-Timur, berbatasan dengan Kabupaten
Pasuruan dan Probolinggo. Sebelah Timur, berbatasan
dengan Kabupaten Lumajang. Sebelah selatan,
berbatasan dengan Samudra Indonesia. Sebelah Barat,
berbatasan dengan kabupaten Blitar. Kondisi topografi
Kabupaten Malang merupakan daerah dataran tinggi
yang dikelilingi beberapa gunung dan daratan rendah
atau daratan lembah pada ketinggian 250-500 meter
diatas permukaan laut (mdpl) yang terletak di bagian
tengah wilayah Kabupaten Malang (BPS, 2016).
Penelitian ini dilakukan di desa Sumber Dem dan
Sumber Tempur yang ada di Kecamatan Wonosari
Kabupaten Malang Jawa Timur. Wonosari adalah sebuah
Kecamatan di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur,
Indonesia. Kondisi topografi Kecamatan Wonosari
merupakan dataran tinggi yang terletak di lereng Gunung
Kawi dengan luas wilayah 48,53 km, 811 meter diatas
permukaan laut (mdpl). Wonosari terdapat beberapa desa
di antaranya desa Patuksari, Kebobang, Plaosan, kluwut,
Bangelan, Sumber Tempur, Sumberdem. Batas wilayah
Kecamatan Wonosari sebagai berikut.
34
1. Sebelah Selatan : Kecamatan Kromengan.
2. Sebelah Barat : Kecamatan Selorejo, Kab. Blitar.
3. Sebelah Utara : Kecamatan Ngajum dan Wagir.
4. Sebelah Timur : Kecamatan Ngajum.
Secara geografis Desa Sumberdem dan Sumber
Tempur terletak di kawasan lereng Gunung Kawi yang
merupakan salah satu gunung api aktif. Dikawasan Desa
Sumberdem merupakan kawasan penghasil kopi,
kawasan kopi masyarakat menanam tanaman leguminosa
yang berfungsi sebagai naungan tanaman kopi, tanaman
tersebut antara lain Kaliandra (Calliandra calothyrsus),
gamal (Gliricidia sepium) dan lamtoro (Leucaena
leucocephala) merupakan makanan ternak ruminansia
khususnya untuk ternak kambing, dengan kondisi
ketersediaan pakan alam yang melimpah mendukung
para peternak dalam mencukupi kebutuhan pakan hijauan
ternaknya dan mendukung perkembangan dan
pertumbuhan ternak. Populasi ternak kambing di wilayah
Desa Sumberdem 3550 ekor ternak dan populasi ternak
kambing di wilayah Desa Sumber Tempur 6372 ekor
ternak (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2015)
dan (BPS, 2016).
Menurut Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
(2015) bahwa salah satu Kecamatan di Kabupaten
Malang, yaitu Kecamatan Wonosari merupakan daerah
yang mempunyai populasi kambing 20.758 ekor,
populasi kambing tertinggi di Desa Sumber Tempur
35
dengan populasi 6.372 ekor dan Desa Sumber Dem
dengan populasi 3.550 ekor. Kecamatan Wonosari
merupakan salah satu wilayah yang ingin menuju ke
Sentra Peternakan Rakyat atau disebut (SPR), program
SPR ini didukung dengan adanya perkebunan kopi dan
perkebunan kopi disana di naungi oleh tanaman
Leguminosa yang berupa tanaman Lamtoro dan tanaman
Kaliandra. Tanaman-tanaman tersebut dan hasil dari
perkebunan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak
agar menunjang pertumbuhan kambing.
Pemberian pakan pada ternak kambing PE
mengandalkan hijauan yang sangat melimpah yang ada
disekitar desa Sumberdem dan Sumber Tempur, para
peternak juga ada yang memberi pakan tambahan pada
ternaknya jika pada saat hijauannya mulai habis atau
pada musim kemarau. Para peternak memberi pakan
sehari sekali (hijauan), ada juga yang sehari dua kali
(hijauan) dan ada juga yang memberikan pakan tiga kali
sehari (hijauan), jika pada saat musim kemarau atau
hijauannya tinggal sedikit para peternak ada yang
memberikan pakan tambahan bila yang mampu membeli.
Lamtoro (Leucaena leucocephala) adalah hijauan yang
paling sering atau dominan yang diberikan kepada ternak
kambing oleh para peternak karena mudah didapat. Hal
ini ditambahkan oleh Kushartono (2002) bahwa
leguminosa salah satu jenis hijauan yang mempunyai
kandungan protein cukup tinggi, pemberian hijauan
pakan tenak berasal dari leguminosa dapat meningkatkan
36
bobot temak, semakin tinggi pemberian leguminosa
semakin tinggi pula pertambahan bobot tenak.
4.2 Pertambahan Bobot Badan dan Statistik Vital
Kambing PE Lepas Sapih
Rata-rata pertambahan bobot badan harian
(PBBH) dan statistik vital kambing PE jantan dan betina
di Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil perhitungan penelitian rata-rata
pertambahan bobot badan harian dan rata-rata
statistik vital kambing PE lepas sapih (3-8
bulan) berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan
Wonosari Kabupaten Malang.
Jenis Kelamin
No. Jantan Betina
1. PBBH (g) 82,25±11,450 71,12±8,805
2. Statistik Vital
PB (cm) 49,90±8,999 45,14±6,827
LD (cm) 60,46±11,317 56,99±6,797
TB (cm) 56,26±10,660 52,69±7,211
Hasil rata-rata pertambahan bobot badan harian
Kambing PE lepas sapih pada (Tabel 3) menunjukkan
hasil yang berbeda nyata (p<0,05), berdasarkan hasil
rata-rata pertambahan bobot badan harian kambing PE
jantan lebih besar dari pada betina. Hal ini diduga karena
adanya pengaruh hormonal kelamin dan pengaruh
37
manajemen. Hormon yang berperan dalam pertumbuhan
ternak jantan yaitu hormon androgen yang dihasilkan
ternak jantan dan hormon estrogen yang dihasilkan oleh
ternak betina. Hal ini di tambahkan oleh Nuryadi (2007)
bahwa androgen memiliki kemampuan menahan nitrogen
dalam badan, sehingga terjadi pertambahan bobot badan
karena adanya pertambahan protein. Kesbi dan Notter
(2016) menambahkan bahwa perbedaan jenis kelamin
menyebabkan perbedaan sirkulasi hormon, pada ternak
jantan hormon testosteron diproduksi dengan jumlah
yang banyak, sedangkan pada jenis kelamin betina
hormon yang menonjol yaitu estrogen dan progesteron.
Faktor lain yang mempengaruhi pertambahan
bobot badan selain faktor hormonal dipengaruhi oleh
faktor manajemen yang baik pada ternak. Nasich (2011)
menjelaskan bahwa manajemen yang kurang baik, tanpa
memperhatikan kambing peliharaannya atau asal diberi
pakan saja menjadikan PBB anak tidak berkembang
dengan baik walaupun kambing mempunyai genetik
pertumbuhan yang baik. Sebaliknya peternak yang
memberikan perhatian terhadap kambingnya dan selalu
memperhatikan pakan yang diberikan maka kambing
yang dipeliharanya akan tumbuh dengan baik, apalagi
kambing yang dipeliharanya mempunyai kemampuan
genetik yang baik. Hasil penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Zurriyati (2005) yang memperoleh rata-rata pertambahan
bobot badan harian kambing PE jantan 81,33 g/ekor/hari
38
dan betina 63 g/ekor/hari. Adriani (2014) menambahkan
yakni pertambahan bobot badan harian perbandingan
jenis kelamin, jantan 74.5 ± 4.3 gram dan betina 69.7 ±
15.4 gram.
Hasil rata-rata ukuran statistik vital kambing PE
lepas sapih pada (Tabel 3) menunjukkan hasil yang
berbeda nyata (p<0,05), berdasarkan hasil rata-rata
statistik vital kambing PE jantan lebih tinggi dari pada
betina. Hal ini diduga karena adanya pengaruh hormonal
kelamin dan musculus atau jaringan otot jantan lebih
kompak dengan kandungan lemak lebih sedikit dari pada
betina sehingga jantan tumbuh lebih cepat. Hormon yang
berperan dalam pertumbuhan ternak jantan yaitu hormon
testosteron yang dihasilkan ternak jantan dan hormon
estrogen yang dihasilkan oleh ternak betina. Hal ini di
tambahkan oleh Arman (2014) bahwa testosteron ini
memiliki pengaruh pembentukan protein pada tubuh,
yang menghasilkan peningkatan perkembangan otot dan
tulang sehingga memberi bentuk, ukuran dan besar badan
pada ternak jantan. Nur (2010) menambahkan bahwa
estrogen berpengaruh terhadap pertumbuhan tulang,
Pengapuran terjadi pada batang tulang, akibat dari proses
percepatan pengapuran maka terjadi hambatan
pertumbuhan tulang yang mestinya menjadi panjang.
Demikian pula pada perpanjangan tulang, tulang yang
seharusnya panjang menjadi pendek, akibat terjadinya ini
secara umum ternak betina lebih kecil dari ternak jantan.
39
Rata-rata Pertambahan bobot badan harian
(PBBH) dan statistik vital Kambing PE berdasarkan tipe
kelahiran yang meliputi tunggal, kembar 2 dan kembar 3
di Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil perhitungan penelitian rata-rata
pertambahan bobot badan harian kambing PE
lepas sapih (3-8 bulan) berdasarkan tipe
kelahiran di Kecamatan Wonosari Kabupaten
Malang.
Tipe Kelahiran PBBH (g)
Tunggal 86,16±15,09b
Kembar 2 75,21±8,83a
Kembar 3 70,71±7,58a
Keterangan : Superskrip yang berbeda di kolom yang
sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05).
Hasil rata-rata pertambahan bobot badan harian
kambing PE lepas sapih (Tabel 4) menunjukkan hasil
yang berbeda nyata (p<0,05). Hasil dari pertambahan
bobot badan harian kambing PE lepas sapih berdasarkan
tipe kelahiran di peroleh hasil tipe kelahiran tunggal lebih
besar dari pada tipe kelahiran kembar 2 dan kembar 3.
Hal ini diduga karena faktor bobot lahir dan pemberian
susu induk saat prasapih. Adriani (2014) menambahkan
bobot pada periode lepas sapih berdasarkan tipe
kalahiran, ini berhubungan dengan bobot lahir kambing
tersebut bahwa bobot sapih kambing tipe kelahiran satu
lebih tinggi dari pada kembar. Hal ini didukung oleh
40
Hidayati, Kurnianto dan Johari (2015) bahwa anak yang
lahir tunggal bobot badannya lebih berat dibandingkan
dengan kembar 2 atau kembar 3, dan anak jantan selalu
lebih berat dari pada anak betina pada setiap periode
umur. Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Adriani (2014)
menyatakan rata-rata pertambahan bobot badan harian
kambing tunggal 78.51 ± 16.50 gram, kambing kembar 2
76.83 ± 7.10 gram, kambing kembar 3 60.93 ± 1.35
gram.
Faktor pemberian susu induk saat prasapih dan
faktor pemberian pakan yang mencukupi juga
berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan saat
periode lepas sapih. Hal ini didukung oleh Harjosubroto
(1994) bahwa bobot sapih tipe kelahiran tunggal lebih
besar dari pada bobot sapih tipe kelahiran kembar karena
anak kambing tipe kelahiran kembar terdapat kompetisi
dalam mendapatkan asupan susu dari induknya saat
menyusui. Setiaji, Suparman dan Hartoko (2013)
menambahkan bahwa bobot sapih di pengaruhi oleh
kemampuan ternak untuk memperoleh susu pada
induknya dan kemampuan induknya dalam memproduksi
air susu. Faktor konsumsi pakan juga sangat berpengaruh
pada pertumbuhan dan perkembangan ternak kambing,
semakin besar ukuran tubuh serta bobot badan ternak
maka semakin tinggi juga asupan nutrisi dari pakan yang
dibutuhkan.
41
Faktor pemberian pakan ternak rata-rata diberi
pakan hijauan leguminosa yang berupa lamtoro (Leucena
Leucocephala) dan gamal (Glirisidia Sepium) adalah
hijauan yang paling sering atau dominan yang diberikan
kepada ternak kambing oleh para peternak karena mudah
didapat. Hal ini ditambahkan oleh Kushartono (2002)
bahwa leguminosa salah satu jenis hijauan yang
mempunyai kandungan protein cukup tinggi, pemberian
hijauan pakan tenak berasal dari leguminosa dapat
meningkatkan bobot temak, semakin tinggi pemberian
leguminosa semakin tinggi pula pertambahan bobot
tenak. Selain pakan dalam hijauan kambing juga
kambing juga memerlukan pakan penguat atau
konsentrat.
Tabel 5. Hasil perhitungan penelitian rata-rata statistik
vital kambing PE lepas sapih (3-8 bulan)
berdasarkan tipe kelahiran di Kecamatan
Wonosari Kabupaten Malang.
Tipe
Kelahiran
Panjang
Badan (cm)
Lingkar
Dada (cm)
Tinggi
Badan (cm)
Tunggal 55,25±11,69b
67±13,15b
62,47±13,87b
Kembar 2 46,63±6,18a
58,05±7,01a
53,35±5,99a
Kembar 3 43,32±3,55a
54,28±4,33a
50,67±4,95a
Keterangan : Superskrip yang berbeda di kolom yang
sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05).
42
Hasil rata-rata statistik vital berdasarkan tipe
kelahiran (Tabel 5) mendapatkan hasil yang berbeda
nyata (p<0,05). Ukuran panjang badan anak kambing PE
kelahiran tunggal yang lebih besar di banding kelahiran
kembar tersebut dapat terjadi karena anak kambing PE
kelahiran tunggal memiliki laju pertumbuhan yang lebih
cepat di banding anak kambing PE kelahiran kembar 2
dan kembar 3. Hal ini ditambahkan oleh Victoria (2016)
bahwa pertumbuhan panjang badan merupakan gambaran
dari pertumbuhan tulang belakang yang terus meningkat
seiring bertambahnya umur. Hasil dari ukuran statistik
vital meliputi panjang badan menunjukkan hasil ukuran
statistik vital tipe kelahiran tunggal lebih besar dari pada
ukuran statistik vital tipe kelahiran kembar 2 dan kembar
3. Hal ini ditambahkan oleh Faozi, priyono dan Yuwono
(2013) bahwa ukuran panjang badan kambing PE
kelahiran tunggal lebih besar dari pada kembar 2 dan
kembar 3, yang hasil rataan panjang badan Kambing PE
kelahiran tunggal 40,15±4,38 cm, kelahiran kembar 2
yaitu 39,20±4,54 cm dan kelahiran kembar 3 yaitu
39,15±4,56 cm.
Hasil dari ukuran statistik vital yang meliputi
lingkar dada pada (Tabel 5) menunjukkan hasil tipe
kelahiran tunggal lebih besar dari pada ukuran statistik
vital tipe kelahiran kembar 2 dan kembar 3. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Faozi, priyono dan Yuwono
(2013) bahwa ukuran lingkar dada kambing PE kelahiran
tunggal lebih besar dari pada kembar 2 dan kembar 3,
43
yang hasil rataan lingkar dada kelahiran tunggal yaitu
42,95±4,32 cm, kelahiran kembar 2 yaitu 41,35±4,92 cm
dan kelahiran kembar 3 yaitu 41,20±4,86 cm. Saputra,
Sudewo dan Utami (2013) menambahkan bahwa semakin
bertambah umur kambing maka akan diikuti dengan
perkembangan tubuh kambing terutama pada bagian
lingkar dada. Victoria (2016) menambahkan bahwa
lingkar dada memperlihatkan pertumbuhan tulang rusuk
dan otot yang berada pada tulang rusuk. Hasil analisis
menggunakan anova (Lampiran 5) di peroleh rata-rata
statistik vital yang berbeda nyata (p<0,05) dapat menjadi
suatu indikasi awal bahwa kambing PE kelahiran tunggal
memiliki pertumbuhan tulang rusuk dan pertumbuhan
jaringan daging yang lebih besar di bandingkan kambing
PE kelahiran kembar 2 dan kembar 3.
Hasil dari ukuran statistik vital yang tinggi badan
menunjukkan hasil tipe kelahiran tunggal lebih besar dari
tipe kelahiran kembar 2 dan kembar 3. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Faozi, priyono dan Yuwono
(2013) bahwa ukuran tinggi badan Kambing PE kelahiran
tunggal lebih besar dari pada kembar 2 dan kembar 3,
yang hasil rataan tinggi badan 47,30±5,90 cm, kelahiran
kembar 2 44,60±4,60 cm dan kembar 3 44,05±4,29 cm.
Victoria (2016) menyatakan bahwa pertumbuhan tinggi
badan menunjukkan tulang penyusun kaki mengalami
pertumbuhan sesuai dengan fungsinya untuk menyangga
tubuh ternak. Perbedaan hasil angka yang didapatkan
pada statistik vital ternak tipe kelahiran tunggal, kembar
44
2 dan kembar 3 disebabkan oleh jenis kelamin, tipe
kelahiran, pemberian pakan, lingkungan serta manajemen
pemeliharaan yang sama juga dan berasal dari bangsa
kambing yang sama yaitu Kambing Peranakan Etawah.
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan pertambahan bobot badan
harian berdasarkan jenis kelamin yaitu jantan lebih
besar dari pada betina dan ukuran statistik vital
(tinggi badan, lingkar dada dan panjang badan)
berdasarkan jenis kelamin juga lebih besar jantan dari
pada betina pada kambing PE lepas sapih umur 3-8
bulan.
2. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan antara pertambahan bobot
badan harian berdasarkan tipe kelahiran yaitu tipe
kelahiran tunggal lebih besar dari pada tipe kelahiran
kembar 2 dan kembar 3. Terdapat perbedaan juga
antara ukuran statistik vital yang meliputi panjang
badan, lingkar dada, dan tinggi badan berdasarkan
tipe kelahiran yaitu ukuran statistik vital lebih besar
tipe kelahiran tunggal dari pada kembar 2 dan kembar
3.
5.2 Saran
Untuk mengetahui pertambahan bobot badan
harian dan statistik vital pada kambing PE umur 3-8
bulan yaitu perlu adanya penimbangan dan pengukuran
46
pada ternak kambing PE dengan 2 kali penimbangan dan
pengukuran.
47
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, T.W., Nasich, M., Wahyuningsih, S. 2016.
Hubungan Antara Lingkar Dada, Panjang Dan
Tinggi Badan Dengan Bobot Badan Kambing
Senduro Jantan Di Kecamatan Senduro
Kabupaten Lumajang. Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya. Malang. 26 (1):37-42.
Adriani. 2014. Bobot Lahir Dan Pertumbuhan Anak
Kambing Peranakan Etawah Sampai Lepas
Sapih Berdasarkan Litter Zise Dan Jenis
Kelamin. Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Kampus Pinang Masak, Mendalo. Jambi. Vol 16
(2):51-58.
Agustina, D. 2013. Upaya Untuk Meningkatkan
Pertambahan Bobot Badan Dan Efisiensi
Penggunaan Pakan Pada Kambing Peranakan
Etawah Menggunakan Suplemen Katalitik.
Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo.
Kendari. Vol. 14 (2).
Adriani. 2011. Pertumbuhan dan Dimensi Tubuh Anak
Kambing Sebagai Respon Pemberian PMSG
Pada Induk Sebelum Dikawinkan. Jurnal Ilmiah
Ilmu-ilmu Peternakan. 16 (2) : 34-40.
Anggorodi. R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT
Gramedia. Jakarta.
48
Arman, C. 2014. Reproduksi Ternak. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
BPS. 2016. Kabupaten Malang Dalam Angka Malang
Regency In Figures: Malang.
Budiarsana, I.G.M., Sutama, I.K., Martawijaya, M.,
Kostaman, T. 2003. Produktivitas Kambing
Peranakan Etawah (PE) Pada Agroekosistem
Yang Berbeda. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Budiarsana, I.G.M. 2005. Performan Kambing Peranakan
Etawah (PE) di Lokasi Agroekosistem Yang
Berbeda. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Hal :
650-659.
Dinas Peternakan. 2014. Jumlah Populasi Ternak
Kambing di Prov Jawa Timur Tahun 2014.
Dinas Peternakan Jatim. Surabaya.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015.
Rekapitulasi Data Sementara Data Ternak
Tahun 2015 Dinas Peternakan Dan Kesehatan
Hewan Kabupaten Malang. Malang.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2016. Rencana Strategis
Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal
Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Edisi Revisi.
Hal 121- 124.
49
Doloksaribu, M., Elieser. S., Mahmilia, F., dan
Pamungkas, F.A. 2005. Produktivitas Kambing
Kacang Pada Kondisi Di Kandangkan : 1. Bobot
Lahir, Bobot Sapih, Jumlah anak Sekelahiran
dan Daya Hidup Anak Prasapih. Loka Peneltian
Kambing Potong.
Faozi, N, A., Priyono, A., Yuwono, P. 2013. Ukuran
Vital Tubuh Cempe Pra Sapih Dan
Hubungannya Dengan Bobot Tubuh
Berdasarkan Tipe Kelahiran Pada Kambing
Peranakan Etawah. Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto, 1
(1) : 184-194.
Harjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak
di Lapangan. PT. Grasindo. Jakarta. Cetakan ke
1.
Hartatik, T.D.A., Mahardika., Widi, T.S.M., dan Baliarti,
E. 2009. Karakteristik dan Kinerja Induk Sapi
Silangan Limousin-Madura dan Madura di
Kabupaten Sumenep dan Pamekasan. Buletin
Peternakan. 33 (3): 143-147.
Hidayati, S., Kurnianto, E., Johari, S. 2015. Analisis
Ragam dan Peragam Bobot BadanKambing
Peranakan Etawa. Fakultas Peternakan dan
Pertanian Universitas Diponegoro. Semarang.
Vol. 16 No. 1 : 107-116.
Karnaen dan Arifin, J. 2007. Kajian Produktivitas Sapi
Madura. Jurnal Ilmu Ternak. 7 (2): 135-139.
50
Kesbi, F.G., and Notter D.R. 2016. Sex Influence On
Genetic Expressions Of Early Growth In Afshari
Lambs. Arch. Animal Breed 59 Hal: 9-17.
Kostaman, T., dan Sutama, T.K. 2006. Korelasi Bobot
Badan Induk Dengan Lama Bunting, Litter Size,
Dan Bobot Lahir Anak Kambing Peranakan
Etawah. Balai Penelian Ternak. Bogor. Hal:
522-527.
Kushartono, B. 2002. Potensi Leguminosa Pohon
Sebagai Sumber Pakan Hijauan. Balai Penelitiun
Ternak.
Kuswandi dan Thalib, A. 2005. Pertumbuhan Kambing
Lepas Sapih yang Diberi Konsentrat Terbatas.
Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Munier. 2008. Bobot Lahir Kambing Pernakan Etawah
(PE) yang Diberikan Kulit Buah Kakao. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi
Tengah. Biromaru.
Murdjito, G., Budisatria, I.G.S., Panjono, Ngadiyono, N.,
dan Baliarti E. 2011. Kinerja Kaming Bligon
Yang Dipelihara Peternak Di Desa Giri Sekar,
Panggang, Gunung Kidul. Fakultas Peternakan
UGM. Yogyakarta. Vol 35(2): 86-95.
Nasich, M. 2011. Produktivitas Kambing Hasil
Persilangan Antara Pejantan Boer Dengan Induk
Lokal (PE) Periode Prasapih. J. Ternak Tropika
Vol. 12 (1) Hal: 57-62.
51
National Research Council. 2006. Nutrient Requirements
of Small Ruminants (Sheep, Goats, Cervids, and
New World Camelids). National Academic
Press. Washington, D.C.
Nur, M.I. 2010. Ilmu Reproduksi Ternak Dasar. UB
Press. Malang.
Nuryadi. 2007. Ilmu Reproduksi Ternak. UB Press.
Malang.
Pamungkas, F. A., A. Batubara, M. Doloksaribu, dan E.
Sihite. 2009. Potensi Plasma Nutfah Kambing
Lokal Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Sumatera Utara. hal.
32.
Priyanto dan Debora. 2009. Diversifikasi Tanaman
Perkebunan dan Ternak Kambing di Lahan
Marginal Kabupaten Ende, Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Nusa Tenggara Timur.
Rasminati, N. 2013. Grade Kambing Peranakan Ettawa
Pada Kondisi Wilayah Yang Berbeda. Fakultas
Agroindustri Universitas Mercu Buana.
Yogyakarta. 11 (1): 43-48.
Saputra, Y., A. T. A. Sudewo dan S. Utami. 2013.
Hubungan Antara Lingkar Dada, Panjang Badan,
Tinggi Badan dan Lokasi dengan Produksi Susu
Kambing Sapera. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1
(3): 1173-1182.
52
Setiaji, A., Suparman, P., dan Hartoko.2013. Produtifitas
Dan Pola Warna Kambing Kejobong Yang
Dipelihara Oleh Peternak Kalompok. Jurnal
Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 1(3):789-795.
Sirait, J., Tarigan, A. dan Simanihuruk, K. 2011.
Pemanfaatan Alfalfa yang Ditanam di Dataran
Tinggi Tobasa, Provinsi Sumatra Utara untuk
Pakan Kambing Boerka Sedang Tumbuh. Loka
Penelitian Kambing Potong. Sumatra Utara.
Soedjana, T. D. 2011. Peningkatan Komsumsi Daging
Ruminansia Kecil Dalam Rangka Diversifikasi
Pangan Daging Mendukung PSDSK 2014.
Workshop Nasional Diversifikasi Pangan
Daging Ruminansia Kecil. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia. 2008. Bibit Kambing
Peranakan Ettawa (PE). SNI 7325:2008. Hal 1-
5.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
Dan R&D. CV Alvabeta. Bandung.
Sulaksana, I. 2008. Pertumbuhan Anak Kambing
Peranakan Etawah (PE) Sampai Umur 6 Bulan
Di Pedesaan. Fakultas Peternakan Universitas
Jambi. Jambi. Vol. 11 (3).
53
Sulaksana, I., dan Farizal. 2010. Pertumbuhan Anak
Kambing Peranakan Etawah (PE)Sampai Umur
6 Bulan di Pedesaan. Fakultas Peternakan,
Universitas Jambi, Jambi.
Supriyati. 2012. Pertumbuhan Kambing Peranakan
Etawah Prasapih, yang Diberi Susu Pengganti.
Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Thalib, A. 2004. Uji Efektivitas Saponin Buah Sapindus
Rarak Sebagai Inhibitor Metanogenesis Secara
In Vitro pada Sistem Pencernaan Rumen. Balai
Penelitian Ternak. Bogor. 9 (3):164-171.
Trifena., Budisastria, I.G.S, dan Hartatik, T. 2011.
Perubahan Fenotip Sapi Peranakan Ongole,
Simpo, dan Limpo pada Keturunan Pertama dan
Keturunan Kedua (Backcross). Buletin
Peternakan. 35 (1): 11-16.
Victori, A., Purbowati, E., Sri, L.C.M. 2016. Hubungan
Antara Ukuran-Ukuran Tubuh Dengan Bobot
Badan Kambing Peranakan Etawah Jantan DI
Kabupaten Klaten. Fakultas Peternakan Dan
Pertanian Universitas Diponegoro. Semarang.
26 (1): 23-28.
Zurriyati, Y. 2005. Peningkatan Produktivitas Kambing
PE dan Kacang Melalui Penerapan Teknologi
Probiotik. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Riau. Pekanbaru. Hal : 596-603.