ujian final prof sahat 2013
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1. Apakah perencanaan pelatihan diawali dengan analisis
kebutuhan pelatihan ? Kalau ya bagaimana analisis
kebutuhan pelatihan tersebut dilakukan. Kalau tidak apa
komentar anda
Ya, Perencanaan pelatihan diawali dengan analisis kebutuhan pelatihan.
Penjelasan :
Mengelola program pelatihan, secara sepintas tampaknya sesuatu
hal yang sederhana. Namun bila dicermati, membutuhkan suatu
penanganan dan pengelolaan yang sangat serius. Dalam hal ini program
pelatihan menjadi tanggung jawab semua pihak yang ada di suatu
lembaga atau instansi. Komitmen dan tanggung jawab tersebut dimulai
dari awal, pada saat penjajakan dan identifikasi kebutuhan pelatihan
sampai dengan tindak lanjut pelatihan. Analisis kebutuhan pelatihan
bertujuan untuk menemukan kesenjangan antara pengetahuan dan
kemampuan karyawan dengan yang seharusnya di ketahui dan
dilakukan.
Analisa kebutuhan adalah menganalisis apa yang senyatanya
dengan apa yang seharusnya. Apa yang seharusnya merupakan
persyaratan kompetensi yang harus dipunyai oleh karyawan.
Kesenjangan (gap) yang teridentifikasi dari pembandingan itu
merupakan ruang pengembangan kompetensi dengan pelatihan atau
yang lainnya. Idealnya pengembangan kompetensi tersebut dilakukan
secara seimbang antara dimensi mental, social, spiritual dan fisik
sehingga mampu menciptakan kekuatan sinergis. Ada 3 tipe analisa
kebutuhan pelatihan yaitu,
1. Organizational based need analysis,
2. Job competency based need analysis,
3. Person Competency need analysis.
Berikut uraiannya:
1
1. Organizational based need analysis merupakan analisa yang
dilakukan berdasarkan pada kebutuhan strategis organisasi dalam
merespon bisnis masa depan. Kebutuhan strategis ini dirumuskan
dengan mengacu pada corporate strategy dan corporate value
yang merupakan faktor kunci efektifitas dan keberhasilan
organisasi. Sebagai contoh hasil rumusan dari corporate strategy
dan corporate value yang merupakan faktor kunci keberhasilan
Perusahaant adalah Communication, Teamwork, Exelence service,
Learning , Leadership, Development. Dari faktor-faktor kunci tadi
dilakukan penilaian untuk mengidentifikasi pada faktor apa
Perusahaan masih mengalami kekurangan yang paling besar, dan
karenanya perlu diprioritaskan pengembangan pelatihannya.
Misalnya dari hasil menilaian ternyata teamwork kurang dan
pelayanan belum excellence maka perlu dilakukan pelatihan
tentang dua hal tersebut di bagian-bagian yang terkait.
2. Job competency based need analysis adalah analisa
kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada profil kompetensi
yang dipersyaratkan untuk setiap posisi/jabatan. Dalam setiap
jabatan dalam organisasi pasti ada persyaratan-persyaratan yang
menyertainya. Misalnya bagian pemasaran dipersyaratkan
mampu melakukan analisis pasar dan membuat program-program
pemasaran, maka salah satu pelatihan yang harus diikuti oleh
pejabat tersebut adalah pelatihan tentang pemasaran. Kepala
bangsal dipersyaratkan mampu mengelola bangsal dengan baik,
maka perlu ada pelatihan manajemen kepala bangsal..
3. Person Competency need analysis adalah analisa kebutuhan
pelatihan yang didasarkan pada kesenjangan ( gap) antara level
kompetensi yang dipersyaratkan dengan level kompetensi aktual
karyawan/individu. Misalnya untuk perawat di unit gawat darurat
dipersyaratkan mempunyai sertifikat PPGD, maka masing-masing
individu dinilai apakah sudah memenuhi syarat tersebut atau
belum. Kalau belum, maka perlu diberikan pelatihan tersebut. 2
Dokter yang berada di unit gawat darurat dipersyaratkan
mempunyai sertifikat ATLS dan ACLS, maka bagi dokter yang
belum memenuhi perlu diikutkan pelatihan tersebut. Selain
mengidentifikasi kemampuan skill dan knowledge-nya, perlu juga
di analisis kesenjangan perilaku karyawan dari standar yang
dipersyaratkan, misalnya kemampuan komunikasinya,
keberagamaannya dan lain-lain.
Hasil-hasil analisis identifikasi kesenjangan kompetensi tadi
dirangkum sebagai dasar dalam pembuatan perencanaan program
pelatihan. Dengan analisis kebutuhan pelatihan yang komprehensif ini
maka diharapkan program pelatihan menjadi salah satu program
pengembangan karyawan yang terintegrasi sehingga mampu
menaikkan daya saing di suatu organisasi.
Berdasarkan Penelitian didapat pada setiap pengelolaan pelatihan
diperlukan 10 langkah sebagai berikut:
1. Menentukan kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan memilih prioritas
kebutuhan tsb.
2. Menguji prioritas kebutuhan latihan dengan melihat kenyataan-
kenyataan di tempat
3. Menganalisa kegiatan di tempat
4. Mengadakan seleksi dan memilih orang-orang yang harus dilatih
5. Menyusun sasaran pelatihan
6. Menyusun silabus berdasarkan paket pelatihan
7. Menyusun program pelatihan
8. Melaksanakan program pelatihan
9. Mengevaluasi program pelatihan yang dilaksanakan
10. Mengadakan tindak lanjut setelah pelatihan
3
2. Aspek-aspek apakah yang dilakukan berkaitan dengan
perencanaan pelatihan ? Teknik perencanaan yang seperti
apa yang diterapkan ? Apa komentar anda
Aspek-aspek yang berkaiatan dengan perencanaan pelatihan
adalah sbb :
a. Mengindentifikasi kebutuhan pelatihan
Langkah penting dan kritis dalam mengelola sebuah program
pelatihan adalah mengenali permasalahan yang harus
dipecahkan. Langkah ini disebut dengan Identifikasi Kebutuhan
Pelatihan atau Penjajagan Kebutuhan Pelatihan (PKP). Pelatihan
merupakan salah satu cara untuk memecahkan masalah. Tidak
semua masalah dapat dilakukan dengan pelatihan. Dalam hal ini,
secara spesifik, dapat disebutkan permasalahan yang berkaitan
dengan “manusia” atau pelaku kegiatan. Namun, banyak hal yang
dapat mempengaruhi “manusia” tersebut dalam menjalankan
fungsi sosialnya. Langkah ini akan menjadi dasar dan fondasi
untuk melangkah pada tahap sebelumnya dalam mengelola
pelatihan. Bilamana penjajakan kebutuhan pelatihan ini kurang
tepat, atau bahkan tidak dilakukan sama sekali, maka program
kegiatan pelatihan tersebut hanya akan membuang dana yang
tidak ada manfaatnya. Langkah awal ini akan mewarnai langkah-
langkah selanjutnya bagi pengelola program pelatihan.
b. Menetapkan kriteria peserta
Dalam menyelenggarakan pelatihan, penentuan dan penetapan
peserta pelatihan seringkali diabaikan. Pada umumnya hanya
disebutkan jumlah orang atau jumlah peserta pelatihan tanpa
menyebut “kriteria qualifikasi” ; baik latar belakang pendidikan,
jabatan atau posisi atau hal lain yang menyangkut peserta
pelatihan. Sehingga akibatnya, siapapun boleh ikut dalam
4
program pelatihan tertentu. Padahal, klasifikasi dan penentuan
peserta pelatihan akan mempengaruhi “design pelatihan”, baik
yang menyangkut tujuan, isi atau materi dan metodologi
pelatihan itu sendiri.Untuk itu maka, profil peserta perlu dibuat
dan diketahui jauh sebelum menyusun dan mengembangkan
design (rancangan) program pelatihan sehingga pelatihan yang
dilakukan efektif.
c. Menetapkan tujuan pelatihan
Kegiatan apapun juga hendaknya mempunyai tujuan yang jelas,
spesifik, realistis dan terukur untuk mengetahui pencapaiannya.
Tujuan tersebut akan memberikan arahan dan batasan dan
kejelasan bagi pelaku kegiatan tersebut. Pada dasarnya tujuan
dirumuskan berdasarkan adanya sesuatu yang dihadapi untuk
dicapai atau untuk dilakukan. Pada umumnya perumusan tujuan
didasarkan pada permasalahan yang telah diidentifikasi
sebelumnya. Bilamana identifikasi permasalahan atau penjajagan
kebutuhan pelatihan kurang tepat atau bahkan tidak dilakukan,
maka sudah dapat dipastikan pelatihan tersebut tidak akan ada
gunanya dan hanya membuang sumberdaya. Oleh karena itu
tujuan pelatihan perlu dirumuskan dengan benar dan tepat.
Dalam dunia pendidikan dan latihan, dikenal ada tiga (3) domain
tujuan, yaitu; Domain Kognitif (Pengetahuan), Domain Afektif
(Sikap) dan Domain Psychomotoric (Ketrampilan), yang masing-
masing domain mempunyai jenjang tertentu.
d. Menyusun Materi Pelatihan
Langkah selanjutnya adalah penetapan materi sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan dan disepakati. Tujuan pelatihan
akan menjadi dasar dalam menentukan isi atau materi pelatihan.
Dengan demikian maka, perumusan tujuan harus bersifat Spesific
(Spesifik), Measurable (Dapat diukur), Achievable (Dapat dicapai),
Realistic (Realistis) dan Time Bonding (Ada batasan waktu) atau
5
disingkat SMART. Disamping itu, penentuan materi pelatihan juga
sangat tergantung dari jenjang atau tingkat kedalaman tujuan
yang hendak dicapai. Dalam menyusun dan mengembangkan
materi pelatihan, perlu ditemukan hal-hal yang sifatnya strategis
dan prioritas, karena seringkali muncul gagasan bahwa materi
atau isi pelatihan ini “baik” untuk dipelajari, “berguna” untuk
dipelajari. Untuk itu perlu menemukan “Hal-hal yang harus”
dipelajari. Disamping itu, hendaknya dalam penyusunan materi
pelatihan lebih ditekankan pada hal-hal yang bersifat praktis
untuk dapat segera diterapkan oleh peserta pelatihan
Menentukan materi apa saja yang harus disampaikan dalam
sebuah pelatihan harus mempertimbangkan beberapa faktor,
yaitu :
1. Target-target sikap/kemampuan yang harus dimiliki (output)
Hal ini menjadi pedoman utama dalam pemilihan materi,
namun paling sering dilupakan.
2. Waktu pelatihan
Jika waktu pelatihan amat terbatas, maka tanpa meninggalkan
pertimbangan target sikap/kemampuan, maka materi dapat
disusut dengan menyatukan materi-materi yang
sifatnya/misinya sama. Selain itu pengemasan materi dengan
mempertimbangkan waktu dapat menggunakan berbagai
alternatif metode pelatihan
e. Menentukan metode dan media pelatihan
Metode dan media merupakan cara dan alat bantu yang
dipergunakan oleh fasilitator dalam membahas dan mengkaji
materi pelatihan sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.
Banyak metoda dan media yang dapat dipergunakan, mulai dari
yang bersifat komunikasi satu arah, dua arah sampai ke berbagai
metoda yang berifat multi atau banyak arah. Namun demikian, hal
yang perlu diperhatikan bahwa dalam menetapkan dan 6
menentukan metoda pelatihan, yaitu prinsip pendekatan yang
dipergunakan. Dalam hal ini adalah pendekatan partisipatif
dengan menggunakan “Belajar Berdasarkan Pengalaman”. Untuk
itu, maka diharapkan bahwa metoda dan media yang
dipergunakan hendaknya mampu mendorong keterlibatan aktif
peserta dengan cara mengurangi dominasi dan peranan fasilitator
atau pelatih. Diharapkan metoda dan media yang ada mampu
menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi peserta untuk
menyampaikan gagasan, pendapat dan dalam suasana yang lebih
terbuka. Disamping itu, berbagai faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam menentukan dan menetapkan metoda
dan media adalah meliputi; tujuan pelatihan, sifat atau isi materi
dan profil atau latar belakang peserta.
f. Menyusun kurikulum dan silabus
Kurikulum Pelatihan merupakan garis besar rencana proses
belajar secara menyeluruh mulai dari awal akhir hingga akhir.
Pada umumnya Kurikulum Pelatihan ini berisikan unsur-unsur
pokok yang terdiri dari; Tujuan Umum, Tujuan Khusus, Tujuan
Pokok Bahasan, Tujuan Sub Pokok Bahasan, Pokok-pokok
Materi/Isi Pelatihan, Metoda, Media, Alokasi Waktu dan Fasilitator.
Kurikulum Pelatihan ini bersifat tidak baku dan selalu dapat
diubah sesuai dengan kondisi yang ada pada saat pelatihan
berlangsung. Kurikulum ini dipergunakan sebagai dasar dalam
menyusun silabi pelatihan maupun Modul Pelatihan yang akan
dipergunakan fasilitator dalam memproses kegiatan belajar.
Sedangkan Silabi Pelatihan adalah uraian terperinci dari bahan-
bahan pokok yang perlu dibahas selama pelatihan berlangsung.
Sesuai dengan tahapan yang telah dilakukan sampai sejauh ini,
secara keseluruhan program pelatihan telah mulai terbentuk,
karena sudah ada Kurikulum Pelatihan yang jelas berdasarkan
beberapa langkah kegiatan, yang dimulai dari identifikasi atau
penjajagan masalah atau kebutuhan pelatihan. Langkah 7
selanjutnya adalah bagaimana mempersiapkan penyelenggaraan
pelatihan termasuk pula menyusun dan mengembangkan
anggaran atau kebutuhan dana yang dibutuhkan. Dengan
demikian maka kebutuhan dana didasarkan pada adanya
kebutuhan permasalahan yang dihadapi beserta alternatif
pemecahannya, yaitu melalui kegiatan pelatihan. Berdasarkan
rencana dasar inilah maka usulan pelatihan dapat dilakukan
termasuk estimasi perhitungan dana yang dibutuhkan.
Teknik perencanaan pelatihan beragam modelnya, diantaranya adalah :
Desain Pelatihan Model Diskrepansi
(Hickerson dan Middleton, 1975)
8
Tahap 5
Implementasi
Tahap 4Desain Pelatihan
Tahap 3Penetapan Tujuan
Pelatihan &Prosedur Evaluasi
Formatif
Tahap 6
Tindak Lanjut & Evaluasi Sumatif
Kegiatan lainnya
Tahap 2Keputusan
untuk Pelatihan
Diskrepansi/Kesenjangan Kinerja
Analisis Jabatan/Pekerjaaa
n
Tahap 1
3. Berkaitan dengan pelaksanaan pelatihan, aspek-aspek
apakah yang perlu dipantau (dimonitor) dan dengan teknik
apa monitoring dilakukan. Apa komentar anda
MONITORING
Monitoring adalah sebuah usaha untuk memastikan berjalannya
dan proses sebuah aktivitas dicatat dengan baik. Hasil monitoring
adalah serangkaian data yang akan digunakan untuk evaluasi, penilaian
ataupun pengembangan aksiaksi perbaikan sebagaimana yang diminta.
Monitoring dilakukan melalui berbagai cara: dijalankan oleh setiap pihak
yang melaksanakan proses aktivitas tersebut ataupun oleh pihak di luar
itu, dilakukan secara tetap pada waktuwaktu tertentu ataupun secara
random.
Monitoring dapat dilakukan pada setiap tahapan kegiatan, apakah
dari perencanaan ataupun setelah bagian pekerjaan tertentu
diselesaikan. Untuk bagian di dalam produksi yang pekerjaannya tidak
boleh terputus, monitoring dapat dilakukan pada setiap siklus secara
terus menerus. Dan adapun aspek-aspek yang harus dimonitor dalam
pelaksanaan pelatihan adalah sbb :
1. Kebutuhan pelatihan
2. Sasaran Pelatihan
3. Peserta pelatihan
4. Metode pelatihan
5. Materi pelatihan
6. Pelatih
7. Sarana pelatihan
8. Waktu
9. Anggaran Biaya
10. Tindak lanjut
METODE/TEKNIK MONITORING
9
Berbagai teknik dan metode yang digunakan dalam Monitoring
pada dasarnya adalah cara dalam melaksanakan monitoring. Teknik-
teknik yang digunakan dalam monitoring mengacu pada alat dan cara
untuk melaksanakan. Sementara metode mengacu pada seperangkat
pendekatan yang bisa membuat penggunaan teknik menjadi lebih
efektif.
Teknik-teknik kunci dalam monitoring adalah pengumpulan data primer
dan sekunder, intra dan extrapolation dari data tersebut.
Ada dua jenis data primer : data keras dan data lunak. Data keras
bisa didapat melalui pengukuran langsung, sementara data lunak
berasal dari interpretasi fakta oleh mereka yang terlibat. Data sekunder
bisa dilihat pada data turunan yang dibuat oleh pihak-pihak lain.
Metode monitoring dan evaluasi pada dasarnya ditentukan oleh
model penugasannya, yaitu :
1. Self reporting. Pada jenis ini pihak yang menjadi objek monitoring
memberikan laporan secara tetap mengenai kegiatan yang
mereka lakukan, output yang dihasilkan ataupun data lain yang
diperlukan. Monitoring jenis self reporting akan baik untuk
mengumpulkan data keras sehari-hari yang dapat diverifikasi oleh
personel berkemampuan.
2. Auditing (Pengauditan). Pada kegiatan monitoring jenis ini satu
pihak tertentu, yaitu auditor ditunjuk untuk melaksanakan
monitoring. Auditor akan menetapkan standar untuk monitorin.
Monitoring dilakukan dengan keyakinan adanya transparansi dan
kredibilitas karena pihak yang melakukan audit tidak mempunyai
konflik kepentingan dengan hasil-hasilnya. Kegiatan ini baik untuk
mendapatkan hasil penilaian kinerja secara teratur. Hasilnya
dapat memberikan umpan balik yang nyata kepada manajemen
mengenai kinerja unit manajemennya.
3. Penilaian partisipatif. Tipe ini memberikan penekanan pada
partisipasi semua pihak dalam melaksanakan monitoring juga
memerlukan fasilitator. Fasilitator akan bekerjasama dengan
semua pihak untuk menetapkan patokan-patokan/ milestones apa 10
saja yang ditetapkan oleh unit manajemen Monitoring partisipatif
baik untuk mengenalkan stándar-standar baru kepada pihak yang
dimonitor. Kegiatan ini mempunyai elemen peningkatan kapasitas
dan menciptakan kesadaran serta rasa kepemilikan terhadap
proses yang dijalankan.
4. Berkaitan dengan evaluasi program pelatihan, aspek-
aspek apakah yang perlu dievaluasi dan bagaimana teknik
evaluasi program dilakukan. Apa Komentar anda
Banyak pimpinan perusahaan mengeluh, mengapa anak buah
yang dikirim untuk mengikuti pelatihan, seminar dsb nya, hasilnya
tak signifikan dengan peningkatan kinerjanya. Agak sulit memang,
bagi seorang pembicara seminar selain dituntut dapat menularkan
ilmunya, juga harus bisa bertindak sebagai entertainer. Apabila si
pembicara tak dapat menarik minat peserta, nilai evaluasi akan
rendah, namun di satu sisi seminar yang dibawakan secara
menarik belum tentu sesuai dengan yang diharapkan oleh
perusahaan.
Evaluasi yang dilakukan pada umumnya masih bersifat evaluasi
dari peserta pelatihan, dengan cara mengisi kuestioner apakah
pelatihan dimaksud sesuai dengan bidang kerjanya, apakah
penyajiannya baik, akomodasi bagus dsb nya. Sedangkan evaluasi
yang dilakukan oleh staf, berupa laporan hasil seminar yang
ditujukan kepada perusahaan pada umumnya bernilai “baik”,
dengan harapan staf tadi dapat dikirim lagi ke seminar atau
pelatihan berikutnya.
Pada dasarnya, evaluasi setiap program pelatihan dapat
dilakukan, dengan memperoleh feedback dari peserta, yang dapat
dibagi menjadi 4 (empat) level, sebagai berikut:
1. Evaluasi pada tingkat reaksi (Reaction level). Pada
evaluasi ini yang diukur dan dinilai adalah reaksi peserta.
11
Dalam hal ini diukur tingkat kepuasan peserta terhadap
program pelatihan yang diselenggarakan, sehingga dapat
dilakukan perbaikan atas program tersebut.
Teknik Evaluasinya : Evaluasi di tingkat ini dilakukan dengan
mengungkap pendapat peserta tentang :
a. Pelatih
Pokok-pokok yang perlu dievaluasi; cara penyajian,
penampilan, pe-nguasaan materi, penguasaan metode.
b. Materi
Kegunaan materi yang disampaikan, apakah isi materi cukup
menarik.
c. Peserta
Kesungguhan peserta mengikuti pelatihan, apakah peserta
merasa senang mengikuti pelatihan, daya serap peserta,
keterbukaan, kerjasama dan mo-tivasi terhadap tugas yang
diberikan.
d . Proses Pelatihan
Hal-hal yang perlu dievaluasi :
- Pelaksanaan kurikulum sesuai jadwal yang telah
disusun bersama antara peserta dan pelatih
- Partisipasi peserta
- Interaksi antara peserta dengan peserta, dan antara
peserta dengan pelatih.
- Kelancaran pelatihan
- Sarana pelatihan
Evaluasi ini sangat bermanfaat untuk "mengarahkan" serta untuk
memutuskan apa yang akan dibuat setelah pelatihan dan metode
apa yang akan dipakai. Evaluasi ini hanya bisa digunakan apabila
program pelatihan ini cukup fleksibel untuk berubah sesuai
dengan informasi yang diperoleh dari evaluasi tersebut. Evaluasi
ini tidak dapat dilakukan kalau hanya berdiri sendiri, melainkan
harus selalu digunakan bersama dengan bentuk evaluasi yang lain.
Salah satu cara untuk mengadakan evaluasi kegiatan adalah secara 12
teratur menggunakan formulir penjajakan sesi yang pengisiannya
dilakukan setiap akhir sesi.
2. Evaluasi pada tingkat pembelajaran (Learning Level).
Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan utama mengukur
seberapa jauh perubahan kompetensi para peserta segera
setelah pelatihan berakhir, sebelum mereka kembali bekerja.
Dengan kata lain, tujuan evaluasi pada tingkat ini adalah
peningkatan kompetensi peserta dalam kelas dan untuk
mengidentifikasikan keberhasilan komponen sistem pelatihan
(metode, materi, dll).
Teknik Evaluasinya : Evaluasi tahap ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan informasi mengenai perkembangan
pengetahuan, keterampilan dan sikap para peserta pelatihan.
Evaluasi semacam ini membutuhkan pengukuran sesudah dan
sebelum pelatihan, oleh karenanya perlu test awal dan test akhir
pelatihan. Keuntungan cara ini :
1. Test awal (pre test) memperlihatkan data dasar kepada
pelatih mengenai kekuatan-kekuatan maupun
kelemahan-kelemahan para peserta, sehingga dia tahu
apa-apa yang perlu ditekankan.
2. Test awal (pre test) membantu para peserta mengenal
daerah kebutuhan sendiri.
3. Test akhir (post test) membantu pelatih dalam melihat
apa-apa yang sudah dipelajari para peserta sehingga
pelatih dapat memperbaiki program pelatihan.
4. Test akhir (post test) membantu para peserta pelatihan
melihat kemajuan yang sudah dicapai, dan
mengusahakan bagian-bagian lain yang masih perlu
dikembangkan.13
3. Evaluasi pada tingkat perilaku dalam pekerjaan (On the
job behavioral Level). Evaluasi pada tingkat ini yang diukur
adalah pengaruh program pelatihan terhadap penerapannya
ditempat kerja. Dengan kata lain, tujuan evaluasi pada tahap
ini adalah perbaikan perilaku peserta dalam pekerjaan.
Teknik Evaluasinya : Evaluasi tahap ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan informasi mengenai apakah peserta pelatihan
sudah menerapkan apa yang dipelajari dengan mengadakan
perubahan dalam tingkah kerjanya. Evaluasi tahap ini lebih sulit
dalam membuat penentuan jika dibandingkan dengan evaluasi
tingkat menyerap pelajaran. Beberapa cara yang dapat
dipergunakan sebelum dan sesudah pelatihan dalam usaha
untuk menentukan perkembangan tingkah kerja.
a. Buku Harian Pribadi
Para peserta diminta untuk membuat rekaman
kegiatannya selama jangka waktu tertentu. Hal ini bisa
membantu pelatih untuk mengetahui prosentase waktu
yang digunakan oleh para peserta untuk berbagai
macam tugas dan kegiatan.
b. Pengamatan pada kegiatan-kegiatan tertentu
Pelatih atau evaluator mengamati peserta sewaktu
mereka melaku-kan suatu kegiatan tertentu yang
diajarkan selama program pela-tihan berlangsung.
Misalnya : mengamati peserta memimpin diskusi
pemecahan ma-salah dalam kelompok warga desa. Hal
ini mirip dengan pengujian keterampilan yang disebut
terdahulu, hanya saja kali ini menyang-kut suatu kerja
yang sedang ditangani, dan bukan dalam rangka
pelatihan.
c. Evaluasi oleh Pengawas (Supervisor)
Pengawas peserta pelatihan mengisi formulir yang
berisi pernyataan mengenai perkembangan dalam
tingkah kerja para peserta. Hal ini hanya akan berguna 14
apabila dia diminta untuk memberi gambaran konkrit
tentang tingkah kerja para peserta.
Contoh : Ceritakan kejadian khusus yang
memperlihatkan kemaju-an peserta (dalam
pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
d. Evaluasi sendiri
Peserta pelatihan mengevaluasi sendiri perubahan -
perubahan tingkah kerjanya.
4. Evaluasi pada tingkat hasil (Result level). Evaluasi ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengukur seberapa jauh
peningkatan produktivitas yang dicapai pekerja, serta unit
kerja, setelah mengikuti program pelatihan. Atau untuk
menentukan apakah manfaat pelatihan lebih tinggi
dibanding dengan biaya yang telah dikeluarkan.
Teknik Evaluasinya : Evaluasi tingkat kegunaan
mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada
organisasi peserta pelatihan sebagai akibat dari keikutsertaan
dalam program pelatihan yang diadakan. Misalnya : apakah
setelah mengikuti pelatihan kepengurusan organisasi, maka
keadaan kepengurusan organisasi tersebut menjadi lebih
baik. Cukup sulit untuk mengukur hasil-hasil jangka panjang
untuk suatu program pelatihan, salah satu kesulitannya
adalah karena tidak mudah menentukan bahwa terjadinya
suatu perubahan merupakan pengaruh langsung dari
program pelatihan. Namun demikian evaluasi ini mutlak perlu
dilakukan dengan melihat langsung kegiatan yang dilakukan,
atau mengirimkan formulir isian.
Pada umumnya kita baru bisa mengukur pada tahap 3, karena
untuk menilai sesuai tahap 4 dibutuhkan data base yang bagus,
serta keterlibatan dengan pimpinan unit kerja yang telah
mengirimkan stafnya ke pelatihan tersebut. Bagi yang
ditempatkan di unit kerja yang profit oriented, mereka pada
15
umumnya telah disibukkan dengan target-target bisnis, sehingga
tak memungkinkan untuk melibatkan diri secara aktif, baik
melalui kuestioner ataupun melalui penilaian langsung, apakah
hasil pelatihan dapat diaplikasikan di bidang pekerjaannya.
5. Berkaitan dengan evalusi program pelatihan, untuk menilai aspek-aspek yang diperlukan, model evaluasi apakah yang digunakan ?
Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training) menurut
Kirkpatrick dalam buku karangan Eko Putro Widoko mencakup empat
level evaluasi, yaitu: level 1 reaction, level 2 learning, level 3
behavior, dan level 4 result.
1. Evaluasi Reaksi (Reaction Level)
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur
kepuasan peserta. Program training dianggap efektif apabila proses
training dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training,
sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih.
Dengan kata lain peserta training akan termotivasi apabila proses
training berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya
akan memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan.
Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses
training yang diikutinya mereka tidak akan termotivasi untuk
mengikuti training.
Kepuasan peserta dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang
diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang
digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, waktu
pelaksanaan pembelajaran, hingga gedung tempat pembelajaran
dilaksanakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction
sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.
2. Evaluasi belajar (Learning Level)
16
Ada tiga hal yang dapat diajarkan dalam prgram training, yaitu
pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Peserta training dikatakan
telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap,
perbaikan pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. Oleh
karena itu untuk mengukur efektivitas prgram training maka ketiga
aspek tersebut perlu untuk diukur. Tanpa adanya perubahan sikap,
peningkatan pengetahuan atau keterampilan pada peserta training
maka program dapat dikatakan gagal.
Penilaian learning level ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil
(output) belajar. Mengukur hasil belajar lebih sulit dan memakan
waktu dibandingkan dengan mengukur reaksi. Mengukur reaksi dapat
dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih
mudah dan lebih efektif. Menurut Kirkpatrick (1998: 40), untuk
menilai hasil belajar dapat dilakukan dengan kelompok pembanding.
Kelompok yang ikut pelatihan dan kelompok yang tidak ikut pelatihan
diperbandingkan perkembangannya dalam periode waktu tertentu.
Dapat juga dilakukan dengan membandingkan hasil pre-test dengan
post-test, tes tertulis maupun tes kinerja (performance test).
3. Evaluasi perilaku (Behaviour Level)
Evaluasi pada level ke-3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan
evaluasi terhadap sikap pada level ke-2. Penilaian sikap pada evaluasi
level 2 difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat
kegiatan pembelajaran dilakukan sehingga lebih bersifat internal,
sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah
laku peserta setelah selesai mengikuti pembelajaran. Sehingga
penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Karena yang dinilai
adalah perubahan perilaku setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
dan kembali ke lingkungan mereka maka evaluasi level 3 ini dapat
disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan pelatihan.
Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku
kelompok kontrol dengan perilaku peserta training, atau dengan
17
membandingkan perilaku sebelum dan sesudah mengikuti training
maupun dengan mengadakan survei atau interview dengan pelatih,
atasan maupun bawahan peserta training setelah mereka kembali
ketempat kerja.
4. Evaluasi hasil (Result Level)
Evaluasi hasil dalam level ke-4 ini difokuskan pada hasil akhir (final
result) yang terjadi karena siswa telah mengikuti suatu program
pembelajaran. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu
program pembelajaran diantaranya adalah peningkatan hasil belajar,
peningkatan pengetahuan, dan peningkatan keterampilan (skills).
Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja
maupun membangun team work (kerjasama tim) yang lebih baik.
Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program
(pengaruh program). Tidak semua pengaruh dari sebuah program
dapat diukur dan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh
karena itu evaluasi level 4 ini lebih sulit di bandingkan dengan
evaluasi pada level-level sebelumnya. Evaluasi hasil akhir ini dapat
dilakukan dengan membandingkan kelompok kontrol dengan
kelompok peserta pembelajaran, mengukur kemampuan siswa
sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran apakah ada
peningkatan atau tidak.
Dibandingkan dengan model evaluasi yang lain, model ini memiliki
beberapa kelebihan yaitu:
1. Lebih komprehensif, karena mencakup had skill dan soft skill.
2. Objek evaluasi tidak hanya hasil belajar semata tapi juga
mencakup proses, output dan outcomes.
3. Mudah untuk diterapkan.
18