uji klinis awal alat inpress untuk perdarahan...
TRANSCRIPT
UJI KLINIS AWAL ALAT INPRESS UNTUK PERDARAHAN
PASCASALIN YANG DISEBABKAN ATONIA UTERI
Widyastuti, Yuditiya Purwosunu
Departemen Obstetri Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSUPN Cipto Mangunkusumo
Jakarta [email protected]
Abstrak Latar Belakang
Perdarahan pascasalin adalah penyebab 25% kematian ibu diseluruh dunia, bahkan mencapai 60%
pada beberapa negara. Sekitar 60-90% disebabkan oleh atonia uteri. Berbagai alat ditemukan dan
digunakan seperti tamponade balon uterus, NASG (Nonpneumatic Anti Shock Garment), Bakri
Balloon dan The Glenveigh Medical Complete Tamponade System namun memiliki efektifitas
sekitar 65-87,5% dan potensi komplikasi. Oleh sebab itu diperkenalkanlah suatu metode baru
untuk mengontrol perdarahan pascasalin.
Metode
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat keamanan, kemudahan dan efektifitas alat InPress
mengatasi perdarahan pascasalin karena atonia uteri. Alat InPress menggunakan mesin vakum
bertekanan rendah untuk menurunkan tekanan atmosfer dalam kavum uteri sehingga uterus
menjadi kolaps dan membuat tamponade sehingga perdarahan berhenti. Selain itu secara fisiologis,
dapat merangsang kontraksi uterus pascasalin yang normal dan retraksi uterus ke bentuk dan
ukuran semula.
Hasil
Dari sepuluh subyek penelitian menunjukkan bahwa mesin vakum dengan cepat menciptakan
tamponade yang efektif melalui balon pengunci yang berada di ostium uteri eksterna. Jumlah
perdarahan yang dievakuasi dari kavum uteri sekitar 100-250 cc, tertampung dalam kanister.
Uterus kolaps dan terjadi tamponade dalam waktu 1-2 menit sehingga perdarahan berhenti. Alat
InPress dipasang selama minimal 1 jam dan maksimal 6,5 jam. Repair luka robekan perineum dan
vagina dapat dilakukan dengan mudah saat alat InPress terpasang di dalam uterus. Pada sepuluh
subyek tidak ada tindakan lanjutan untuk mengatasi perdarahan setelah alat InPress dipasang.
Tidak ditemukan adanya kelainan pada uterus, serviks dan vagina pada saat dan sesudah
pemasangan alat InPress.
Kesimpulan
Tamponade uterus yang berasal dari tekanan negatif mesin vakum terbukti aman dan efektif untuk
mengatasi perdarahan pascasalin karena atonia uteri.
Kata kunci: perdarahan pascasalin, atonia uteri, alat InPress
Background
Postpartum Hemorrhage (PPH) is responsible for +/- 25% of maternal mortality worldwide,
reaching as high as 60% in some countries. Approximately 60-90% caused by uterine atonia.
Many devices were invented and applied such as uterine balloon tamponade, NASG
(Nonpneumatic Anti Shock Garment), Bakri Balloon dan The Glenveigh Medical Complete
Tamponade System but the effectiveness only about 65-87,5% control hemorrhage and have
potential complications. Therefor a new method to control PPH has been introduced.
Method
The purpose of this study was to demonstrate patient safety, device efficiency, and ease of use, as
an overall Proof of Concept with a new device, the InPress Device, for the treatment of primary
postpartum hemorrhage (PPH) due to atony.
The InPress device uses gentle vacuum force to lower the atmospheric pressure within the uterine
cavity to collapse the uterus into and onto itself to stop hemorrhage through tamponade. It also
stimulates normal postpartum uterine contractions, to effect hemostasis. In this hemostatic state the
atonic uterus recovers, physiologically, and retracts down to its’ normal hemostatic postpartum
size.
Results
Results from our ten trial patients showed that: the vacuum created an immediate effective
tamponade confined to the uterus by our seal situated at the external cervical ostium, 100-250
milliliters of residual blood were evacuated from the uterine cavity into the vacuum canister. The
uterus collapsed and regained tone within 1-2 minutes, and hemorrhaging stopped, in all cases.
The device stayed in place while vaginal and perineal lacerations, which occurred during delivery,
were easily repaired. The device was left in for one-hour minimum up to 6,5 hours.
There were no further operative procedures required to stop hemorrhaging in any of these cases.
There was no abnormality of uterus, cervix and vagina while and after InPress procedur
performed.
Conclusion
Vacuum induced uterine tamponade using physiologic force, is a safe and effective way to achieve
rapid control of PPH due to atony.
Keywords: postpartum hemmorhage, uterine atonia, vacuum induced uterine tamponade (InPress
device).
Pendahuluan
Sejak 10 tahun terakhir, angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia
berada pada tingkat yang tertinggi
diantara negara berkembang di
dunia. AKI di Indonesia mencapai
359 per 100.000 kelahiran hidup
(SDKI 2012).1 Angka ini 65 kali
kematian ibu di Singapura, 9,5 kali
dari Malaysia dan 2,5 kali lipat dari
indeks Filipina. Perdarahan
pascasalin bertanggung jawab atas
25%
kematian maternal di seluruh dunia
(WHO 2005).2, 3
Pada beberapa
negara angka ini mencapai 50-
60%2.4
Perdarahan pascasalin terjadi
bila kehilangan darah lebih dari 500
cc setelah persalinan spontan dan
1000 cc pada seksio sesarea.2, 3, 7
Kehilangan darah melebihi 1000 cc
dianggap bermakna dan dapat
menyebabkan ketidakseimbangan
hemodinamik. Perdarahan pascasalin
primer terjadi dalam 24 jam pertama
setelah persalinan, dan 60-80%
disebabkan oleh atonia uteri1. Dalam
kepustakaan lain disebutkan atonia
uteri merupakan penyebab dari 75-
90% perdarahan pascasalin8.
Uterus terdiri dari jalinan
serat otot yang saling bersilangan
secara unik. Dengan pembuluh darah
yang memperdarahi plasenta disela-
sela jalinan tersebut. Secara normal
setelah bayi dilahirkan, serabut otot
polos uterus akan mengunci arteri
spiralis membentuk suatu torniket
alamiah. Mekanisme ini disebut
sebagai living ligatures atau
physiolgic sutures.8, 9
Berhentinya
perdarahan uterus setelah persalinan
disebabkan oleh mekanisme yaitu10
:
(1) kontraksi miometrium yang
menjepit pembuluh darah yang
memperdarahi placental bed. (2)
faktor hemostasis desidua lokal.
Defisiensi dalam kontraksi
miometrium secara klinis disebut
sebagai hipotonia atau atonia uteri.
Jika kedua proses ini tidak terjadi
setelah persalinan, pembuluh darah
ini akan terbuka menyebabkan
perdarahan pascasalin. Retraksi
uterus menyebabkan bentuk dan
volume uterus mengecil.
Berbagai alat dan metode
dikembangkan untuk menanggulangi
perdarahan pascasalin. Pada tahun
1950-an obat-obatan
uterotonikadapat mengurangi
perdarahan pascasalin. Kemudian
tahun 1980-an, metode aktif kala tiga
dikembangkan untuk mencegah
perdarahan pascasalin. Berbagai alat
medis untuk mengatasi perdarahan
pascasalin seperti Bakri Balloon,
NASG (Nonpneumatic Anti Shock
Garment)11
, dan The Glenveigh
Medical Complete Tamponade
System12-15
. Sekitar tiga tahun
belakangan, dikembangkan suatu alat
baru bernama InPress.18
Prinsip kerja
meretraksi uterus pascasalin. Alat
InPress dimasukkan kedalam kavum
uterus dan dihubungkan dengan
mesin vakum hingga bertekanan
negatif sebesar minimal 70mmHg.
Sebuah balon berisi cairan di kanalis
servikalis mencegah kebocoran
tekanan negatif ini. Perbedaan
tekanan antara sisi dalam dan luar
uterus menyebabkan uterus kolaps
dengan sendirinya dan
memungkinkan miomatrium
berkontraksi.10, 19
Alat InPress
digunakan untuk mengatasi
perdarahan pascasalin yang
disebabkan hanya karena atonia
uteri. Teknologi alat InPress ini
bertujuan untuk menyediakan alat
untuk menanggulangi perdarahan
pascasalin pada daerah yang belum
terampil menangani perdarahan
pascasalin, dengan cara pemasangan
yang lebih mudah dan dengan biaya
yang efisien ini telah diujicobakan
pada pada hewan percobaan.
Penelitian ini bertujuan mengetahui
keamanan alat Inpress pada kasus
perdarahan pascasalin karena
atonia/hipotonia.18
Tinjauan Teoritis
Menurut WHO perdarahan
pascasalin adalah kehilangan darah
lebih dari 500 ml pada persalinan
pervaginam dan lebih dari 1000 ml
setelah operasi sesar. 2, 3, 7
Perdarahan
yang terjadi dalam 24 jam pertama
pascasalin disebut sebagai
perdarahan pascasalin primer dan
perdarahan yang berlebihan setelah
24 jam pascasalin disebut sebagai
perdarahan pascasalin sekunder.2, 3, 12,
13, 15, 21, 22
Untuk kepentingan klinis,
setiap perdarahan yang berpotensi
menyebabkan instabilitas
hemodinamik dapat dianggap
sebagai perdarahan pascasalin.12
Walaupun mendapatkan pencegahan
yang tepat namun sekitar 3%
persalinan pervaginam dapat
mengalami perdarahan pascasalin
yang berat.23
Perdarahan tersebut
memiliki kriteria yaitu: kehilangan
volume darah sebanyak 25%,
penurunan hematokrit sebanyak 10
poin dan adanya perubahan
hemodinamik. Komplikasi
perdarahan pascasalin termasuk
hipotensi ortostatik, anemia, syok
hemoragik dan kematian. Syok
hipovolemik adalah perdarahan
banyak yang menyebabkan
kehilangan volume intravaskular
sehingga menurunkan oxygen
delivery ke organ dan jaringan
tubuh.13, 24, 25
Pada banyak kasus,
syok hemoragik dapat
mengakibatkan iskemia hipofisis
anterior yang dapat menyebabkan
keterlambatan atau kegagalan
menyusui.26, 27
Selain itu dapat
terjadi iskemia miokardium tanpa
gejala dan koagulopati.28
Penyebab perdarahan pascasalin
paling sering adalah atonia uteri.
Mekanisme proteksi pertama
hemostasis adalah kontraksi
miometrium yang menyebabkan
penutupan pembuluh darah uterus,
disebut juga sebagai living
ligatures.8, 9
Sebuah RCT di
Amerika Serikat menyebutkan
bahwa berat lahir, induksi dan
augmentasi persalinan,
korioamnionitis, penggunaan
MgSO4, dan riwayat perdarahan
pascasalin sebelumnya, dapat
meningkatkan kejadian perdarahan
pascasalin.29
Dalam studi berbasis
populasi yang besar, faktor risiko
yang bermakna dapat diidentifikasi
menggunakan analisis multivariat
yaitu29
:
Retensio plasenta
(OR 3.5, 95% CI 2.1-
5.8)
Inersia persalinan
kala 2 (OR 3.4, 95%
CI 2.4-4.7)
Plasenta akreta
(OR 3.3, 95% CI 1.7-
6.4)
Robekan jalan
lahir (OR 2.4, 95% CI
2.0-2.8)
Alat bantu
persalinan (OR 2.3,
95% CI 1.6-3.4)
Bayi besar masa
kehamilan (OR 1.9,
95% CI 1.6-2.4)
Hipertensi (OR
1.7, 95%CI 1.2-2.1)
Induksi persalinan
(OR 1.4, 95%CI 1.1-
1.7)
Augmentasi
persalinan (OR 1.4,
95% CI 1.2-1.7).27
Perdarahan pascasalin juga
berhubungan dengan obesitas. Ibu
dengan indeks massa tubuh (IMT)
lebih dari 40 mempunyai risiko 5,2%
terjadi perdarahan pascasalin saat
melahirkan pervaginam dan 13,6%
jika dengan alat bantu persalinan.26
Secara mudah penyebab perdarahan
pascasalin ada 4 T, yakni : Tone,
Tissue, Trauma, Thrombin.28
Kegagalan otot-otot miometrium
untuk berkontraksi dan retraksi
setelah persalinan dapat
menyebabkan perdarahan yang
sangat cepat dan hebat dan dapat
terjadi syok hipovolemik1.
Uterus yang overdistensi, baik
absolut atau relatif merupakan
faktor risiko mayor untuk
terjadinya atonia.
Gambar 1. Susunan Serabut Otot Miometrium
Miometrium terdiri dari lapisan
serabut otot polos (miosit) yang
membentang ke tiga arah yaitu
longitudinal, transversal dan oblik,
membentuk persilangan. Serabut
miosit berjalan mengelilingi
pembuluh darah. Jika terjadi
kontraksi maka serabut otot ini akan
mengikat pembuluh daah
membentuk angka 8 (figure eight).32
Mekanisme ini dikenal sebagai living
ligatures atau torniket alamiah, yang
membuat berhentinya perdarahan
setelah persalinan. Defisiensi dalam
kontaksi uterus disebut hipotonia
atau atonia uteri.
Manajemen aktif kala tiga
menurunkan insiden terjadinya
perdarahan pascasalin, jumlah
perdarahan dan angka transfusi.
Menurut Prendiville dkk metaanalisis
menunjukkan keuntungan
manajeman aktif kala tiga dalam
menurunkan kejadian perdarahan
pascasalin.29
Komponen dari
manajemen aktif kala tiga adalah
pemberian oksitosin, peregangan tali
pusat terkendali dan pijatan pada
uterus setelah plasenta lahir.
Penelitian Bristol dan
Hinchingbrooke33
membandingkan
antara manajemen ekspektatif
dengan manajemen aktif kala tiga.
Vaskularisasi
di sekitar otot
miometrium
Kedua studi ini menunjukkan bahwa
insidens perdarahan pascasalin pada
manajemen aktif kala tiga adalah
5,9% dan 17,9% pada manajemen
ekspektatif 6,8% pada manajemen
aktif kala tiga dan 16,5% pada yang
lain.33
Kontraksi miometrium diatur
secara genetik oleh protein yang
menekan dan menimbulkan kontraksi
selular. Protein ini berfungsi untuk:
menimbulkan interaksi antara protein
aktin dan miosin sehingga
miometrium berkontraksi,
meningkatkan exitability sel
myometrium, meningkatkan
komunikasi intrasel sehingga terjadi
kontraksi yang sinkron .
Beberapa alat digunakan untuk
mengatasi perdarahan pascasalin
yaitu balon kateter terbuat dari karet
sintetis seperti kateter Rush, Bakri
Balloon, kondom, sarung tangan
steril dan dimasukkan ke dalam
uterus. Alat ini lalu dihubungkan
dengan sebuah spuit dan diisi dengan
cairan yang cukup sekitar 300-500cc,
sehingga tercapai tekanan yang
cukup untuk menghentikan
perdarahan. NASG adalah alat
menyerupai pakaian yang terbuat
dari neoprene yang berfungsi sebagai
pertolongan pertama untuk
mengatasi perdarahan pascasalin.
NASG terdiri atas segmen
ekstremitas bawah, segmen pelvik,
segmen abdomen, termasuk bola
kompresi yang menekan uterus.
NASG dapat mencegah syok dengan
menekan pembuluh darah tubuh
bagian bawah, menurunkan volume
tubuh sehingga sirkulasi darah
terpusat pada organ vital yaitu
jantung, paru-paru dan otak. Alat
InPress mengunakan model P-1
terbuat dari medical grade silicone
termasuk tabung berlubang yang
menyatu dengan bahan perekat medis
pada sebuah balon tertutup untuk
menciptakan penutup dalam uterus.
Alat InPress digunakan dengan alat
suction yang compatible, sebuah
selang vakum dan sebuah mesin
pengatur suction.
Gambar 2. Alat InPress
Percobaan pada hewan dilakukan
menggunakan kandung kemih untuk
menentukan efektifitas dari alat
InPress. Pada penelitian ini
dilakukan percobaan pada manusia.
Alat InPress dimasukkan kedalam
tubuh pasien melalui vagina. Balon
penutup berada pada vagina dan
didekatkan pada ostium uteri
eksternum. Bagian yang melingkar
dan tabung yang berlubang berada
didalam rongga uterus. Balon
ditempatkan untuk menutup uterus
sehingga terhindar dari tekanan
atmosfer. Kemudian akan
Lingkaran
karet dengan
pori-pori
Balon
penutup
Katup untuk mengembangkan
balon penutup
Lubang yang
dihubungkan dengan
mesin vakum
disambungkan ke alat suction.
Dengan mengeluarkan udara dari
uterus dapat menyebabkan tekanan
pada uterus menurun. Jika tekanan
turun sampai dengan 70mm Hg,
uterus akan mulai berkontraksi.19, 35
Penggunaan tekanan bertahap
sangat menguntungkan karena
menciptakan stimulasi mekanik yang
sama pada uterus, sehingga menekan
semua bagian uterus secara merata.
Menurut konsensus berbagai klinisi,
penggunaan suction tidak akan
mengakibatkan meningkatnya aliran
darah, untuk waktu yang singkat
uterus akan dihisap tapi tidak
berkontraksi.
Gambar 3. Mekanisme kerja Alat InPress dalam Uterus
Alat InPress digunakan hanya untuk
mengatasi perdarahan pascasalin
yang disebabkan atonia uteri.
Tujuannya untuk mengurangi atau
menghentikan perdarahan yang
ringan sampai dengan berat saat kita
memutuskan melakukan manajemen
konservatif.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan uji klinis
pendahuluan yang bersifat terbuka
(open label), tidak random dan
menggunakan desain penelitian
deskriptif. Tidak diperlukan uji
statistik dalam penelitian ini.38, 39
Penelitian ini dilakukan di IGD
RSUPN Cipto Mangunkusumo, RS
Fatmawati dan RSU Budi Kemuliaan
pada Juli 2014 sampai dengan Maret
2015.Populasi target penelitian ini
adalah semua ibu melahirkan yang
memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi penelitian ini.
Kriteria inklusi yaitu: bersedia untuk
mengikuti penelitian ini (informed
consent), usia lebih dari 18 tahun, ibu
yang mengalami perdarahan
pascasalin pervaginam dan menurut
penilaian peneliti membutuhkan
intervensi, ibu yang mengalami
perdarahan pascasalin pervaginam
500 cc-≤1500 cc, ibu yang
melahirkan di RS rujukan tersier.
Kriteria eksklusi meliputi: tidak
menyetujui untuk mengikuti
penelitian ini, usia kehamilan kurang
dari 34 minggu, perdarahan
pascasalin lebih dari 1500 cc, nilai
PT, aPTT dan INR yang abnormal,
retensio plasenta, inversio uteri,
laserasi uterus, parut luka uterus,
atau keadaan perdarahan pascasalin
bukan karena atonia uteri. Penelitian
ini menggunakan 10 orang subyek.
Dengan cara consecutive sampling,
peneliti akan mengambil semua
subjek yang melahirkan secara
pervaginam dengan perdarahan
pascasalin karena atonia uteri,
sampai jumlah sampel terpenuhi.
Sebelum persalinan atau pada saat
terjadi perdarahan pascasalin subyek
akan menanda tangani lembar
informed consent. Pada subyek akan
dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang hemoglobin, hematokrit,
dan koagulasi. Ketika diputuskan
untuk menggunakan alat InPress
minta asisten untuk membantu
memvisualisasikan serviks.
Tempatkan klem fenster pada
permukaan anterior untuk
memudahkan memasukkan alat
InPress. Lakukan asepsis dan
antisepsis. Dengan perlahan
masukkan alat InPress ke dalam
kanalis servikalis sehingga balon
penutup berada pada OUE. Isi balon
penutup dengan NaCl 0,9% hingga
memenuhi mulut rahim, sekitar 60 cc
atau diameter sekitar 3-5cm,
maksimum 7 cm. akukan
pemeriksaan USG untuk melihat
posisi alat InPress dalam rahim,
setelah itu hubungkan alat InPress
dengan suction kemudian naikkan
tekanan hingga 70 mmHg. Nyalakan
suction dan secara bertahap
tingkatkan tekanan sampai uterus
teraba kontraksi, hingga mencapai
tekanan mencapai 70mmHg.
Lakukan fiksasi alat InPress pada
paha. Ketika perdarahan sudah
berhenti atau berkurang selama 1-2
jam, secara bertahap turunkan
tekanan dalam 15 menit
(5mmHg/menit) Selama pemasangan
dan pemakaian suction subyek harus
dimonitor secara terus-menerus oleh
peneliti. Pada hari ke-1 atau ke-2
perawatan pascaprosedur dilakukan
penilaian tanda vital dan penilaian
Selanjutnya pada minggu ke-6
subyek akan dilakukan tindak lanjut
untuk mengetahui adakah potensi
kerusakan yang disebabkan oleh alat
InPress dengan USG untuk
mengetahui adakah kerusakan pada
uterus, pengawasan rutin tanda vital
dan adakah AE (adverse event)
Tabel 1. Kronogram Uji Klinis
Hari Lahir Pemasangan
InPress
Follow Up Follow Up 6
Minggu
Prosedur/Penilaian Hari ke-0 Hari ke-0 Hari ke 1-
2
Hari ke 40-
50
Inform Consent √ √
Kriteria Inklusi dan
Eksklusi √
Riwayat Penyakit √
Pemeriksaan fisik √ √ √
Pemeriksaan
Koagulasi √
Hemoglobin dan
Hematokrit √ √ √
Tanda Vital √ √ √ √
Prosedur InPress √
Pemeriksaan setelah
20menit √
Pemeriksaan USG
Sebelum pulang √
Adverse Events √ √ √
Pengobatan lain
yang bersamaan √ √ √
Pemeriksaan
Terakhir √
Hasil Penelitian
Sebanyak 10 orang subyek ikut serta
dalam penelitian ini. Penelitian
dilakukan pada bulan Juli 2014
sampai dengan Maret 2015, di
RSCM, RS Fatmawati dan RSIA
Budi Kemuliaan Jakarta. Pada
seluruh subyek dilakukan informed
consent sebelum persalinan atau saat
terjadi perdarahan pascasalin.
Kisaran usia kesepuluh subyek
penelitian adalah 17,5-36,3 tahun
dengan rata-rata usia 25,4±6,2 tahun.
Enam dari 10 pasien (60%) adalah
paritas satu. Empat subyek lain
terdiri dari dua subyek paritas dua,
satu subyek paritas tiga, dan satu
pasien paritas empat. Seluruh
subyek penelitian memiliki usia
kehamilan ≥ 34 minggu. Sebanyak 4
subyek penelitian berasal dari
RSCM, satu berasal dari RSIA Budi
Kemuliaan dan sisanya yaitu 5
subyek berasal dari RS Fatmawati.
Lama rawat subyek penelitian
berkisar antara 1-12 hari.
Tabel 2. Karakteristik Subyek, Lokasi dan Waktu Penelitian
Subyek
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Usia (Tahun)
21
22
22
36
33
21
27
17
26
28
Usia
Gestasi (Minggu)
40-41 39 38-39 40 39 38 41 39-40 39 40
Paritas
P1 P1 P2 P5 P3 P1 P1 P1 P1 P2
Lokasi
RSCM RSCM RSCM RS
CM
RSIA
BK
RSF RSF RSF RSF RSF
Waktu Persalinan/
Prosedur
InPress
27 Juli 2014
4 Agust
2014
10 Agust
2014
3 Sept.
2014
19 Okt.
2014
22 Okt
2014
8 Nov.
2014
1 Des.
2014
3 Des.
2014
11 Feb.
2014
Lama
Rawat
(Hari)
12 2 2 5 1 3 3 4 2 3
Tabel 5.2 Metode Terminasi, Persalinan, Berat Lahir Bayi dan Luka
Robekan Perineum
Subyek
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Metode
Terminasi
Spt Spt Spt Spt Induksi
Titrasi
Oksitosin
Spt Induksi
Miso-
prostol
Spt Spt Induksi
misoprostol
Metode
Persalinan
EF EF Spt Spt EV EV Spt Spt EV Spt
Berat
lahir
bayi
(Gram)
Jenis
Kelamin
3200
W
2800
W
3000
L
2800
W
3400
L
2900
L
3500
W
4000
L
3300
L
4300
L
Skor
APGAR
IUFD 9/10 9/10 9/10 8/9 8/9 9/10 9/10 8/9 9/10
Robekan
Perineum
(Derajat)
IIIB IIIB II I II IV II II II II
Sebanyak 70% (7 dari 10 subyek
penelitian) proses persalinan terjadi
spontan, sedangkan dua subyek lain
dilakukan induksi pematangan
serviks menggunakan misoprostol
dan sisanya menggunakan oksitosin.
Setengah dari subyek penelitian lahir
spontan, tiga subyek lahir dengan
ekstraksi vakum dan 2 lainnya
dengan ekstraksi forceps. Kisaran
berat bayi yang dilahirkan adalah
antara 2800-4300 gram. Semua bayi
memiliki skor APGAR yang baik,
satu bayi mengalami IUFD. Luka
robekan perineum berkisar antara
derajat I hingga derajat IV.
Jumlah perdarahan total pada seluruh
subyek penelitian ≤ 1500 cc.
Dilakukan tiga kali pengukuran
jumlah perdarahan yaitu saat terjadi
perdarahan pascasalin (sebelum
dilakukan prosedur InPress), selama
prosedur InPress yaitu perdarahan
yang ada dalam kanister mesin
vakum dan sesudah prosedur InPress
yaitu jumlah total perdarahan
(jumlah perdarahan sebelum dan
selama prosedur InPress). Seluruh
subyek penelitian tidak ada subyek
yang jumlah perdarahan dalam
kanisternya >500 cc. Seluruh subyek
penelitian memenuhi kriteria
perdarahan pascasalin yaitu perdarahan yang terjadi >500 cc.
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Subyek
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sebelum
Persalinan
Hemoglobin
(g/dL)
10,2
13,7
13,6
13,1
12,7
7,7
12,0
8,9
11,8
13,6
Hematokrit
(%)
29,1 39 39 37,3 35,3 26 36 30 35 39
PT
14,8 10,3 9,7 10,4 NA 11,5 12,0 13,1 12,3 12,2
aPTT
42,6 30,7 29,1 31,1 NA 26,2 29 32,3 33,6 29,4
INR 1,3 0,93 0,91 NA NA 0,82 0,92 0,96 0,89 0,87
Sesudah
Prosedur
Hemoglobin
(g/dL)
7,35
8,7
11,5
9,28
NA
6,9
7,4
7,3
11,1
13,2
Hematokrit
(%)
38,3 26,1 31 25,8 NA 24 22 23 33 38
Sebelum persalinan, seluruh subyek
penelitian memiliki nilai hemoglobin
yang berkisar antara 7,7-13,7 g/dL.
Nilai hematokrit berkisar antara 26-
39%. Nilai PT dan aPTT serta INR
pada seluruh subyek normal. Tidak
didapatkan adanya retensio plasenta,
laserasi uterus, skar pada uterus atau
penyebab perdarahan pascasalin
selain atonia uteri. Tidak ada riwayat
perdarahan pascasalin dan seksio
sesarea sebelumnya pada semua
subyek penelitian.
Dari hasil laboratorium awal
didapatkan rata-rata hemoglobin dan
hematokrit adalah 11,7±2,1 g/dl
(kisaran 7,7-13,7 g/dl) dan
34,4±4,5% (kisaran 26,0-39,0%).
Nilai rata-rata PT dan aPTT adalah
1,.8 ± 1,6 detik (kisaran 9,7-14,8)
dan 31,6 ± 4,7 detik (kisaran 26,2-
42,6). Nilai INR rata-rata adalah 1,0
± 0,1 (kisaran 0,82-1,30). Untuk
semua kasus, alat InPress dapat
tersambung dengan alat vakum yang
biasa digunakan sehari-hari di kamar
bersalin rumah sakit tempat
penelitian.
Selama persalinan seluruh
bayi dalam keadaan baik. Skor
APGAR berkisar antara 8/9 dan
9/10 dan plasenta dapat lahir
secara spontan dan lengkap. Pada
penelitian ini, satu dari 10 bayi
mengalami IUFD (Intrauteine
Fetal Death). Sebelum
pemasangan alat InPress,
perdarahan pascasalin adalah
755,0 ± 125,7 mL (kisaran 600-
1000 mL). Dilakukan
pemeriksaan USG pada 7 dari 10
subyek. Rata-rata tebal
miometrium 42,2 ± 5,4 mm
(kisaran 35,2-50,0 mm). Volume
uterus rata-rata adalah 1012,7 ±
118,6 cm3 (kisaran 834,0-1112,1
cm3).
Tidak didapatkan adanya sisa
plasenta dan kelainan uterus.
Sebelum pemasangan alat
InPress penanganan pendarahan
pascasalin diberikan oksitosin
dan misoprostol pada semua
kasus. Metergin diberikan pada 8
kasus dan kompresi bimanual
pada 7 kasus. Sebanyak 10 alat
InPress dibuka dan dipasang pada
10 kasus pendarahan pascasalin.
Tindak lanjut pasien terakhir
dilakukan bulan maret 2015.
Pemeriksaan USG dilakukan
untuk membuktikan tidak ada
sisa plasenta dan memastikan
letak alat InPress berada dalam
uterus. Pemeriksaan USG
dilakukan pada 20 menit dan 1
jam setelah alat InPress dipasang
untuk menilai tebal miometrium
dan volume uterus. Tujuh dari
sepuluh subyek memakai tekanan
vakum sebesar 70 mmHg
sedangkan 3 subyek
menggunakan tekanan vakum
sebesar 90 mmHg. Total waktu
rata-rata yang dipakai untuk
memasang alat InPress pada
tekanan maksimal adalah 141,5 ±
104,0 menit (kisaran 60-390
menit). Rata-rata pemasangan
alat InPress mulai dari awal
hingga pelepasan adalah sekitar
152,0 ± 111,7 menit (kisaran 60-
390 menit). Rata-rata perkiraan
perdarahan pasca salin sebelum
InPress dilepas adalah 920,0 ±
190,3 mL (kisaran 670-1180
mL). Sebanyak 6 dari 10 subyek
mendapatkan antibiotik
profilaksis karena komplikasi
persalinan yang diikuti dengan
perdarahan pascasalin.
Perdarahan dapat ditangani pada
kesepuluh subyek penelitian.
Satu dari sepuluh subyek
penelitian mengalami adverse
event. Kejadian ini terjadi pada
subyek pertama yaitu retensio
urin dan luka perineum
terinfeksi. Pada subyek penelitian
dilakukan perawatan hingga 12
hari. Pada subyek tersebut
dilakukan pula konsultasi ke
bagian uroginekologi dan urologi
karena residu urin yang lebih dari
500 cc setelah 3x pengukuran.
Pasien akhirnya dipulangkan
dengan memakai kateter urin.
Pasien kontrol teratur di poli
urologi dan kebidanan RSCM.
Tiga bulan setelah persalinan
pasien dapat beraktivitas seperti
biasa dan sudah bekerja kembali
sebagai karyawan swasta.
Adverse event yang terjadi tidak
berhubungan dengan alat InPress.
Perawatan nifas standar dilakukan
pada kesepuluh subyek penelitian
termasuk pengawasan tanda vital
secara rutin pemeriksaan
hemoglobin, hematokrit dan
penilaian adverse event. Semua
subyek penelitian mendapatkan
kontrasepsi dan pengobatan yang lain
yang tertulis dalam rekam medik.
Sebelum pasien pulang dari rumah
sakit dilakukan pemeriksaan fisik
dan USG untuk melihat adakah
kerusakan potensial pada uterus yang
disebabkan oleh pemasangan alat
InPress.
Pemeriksaan laboratorium
dilakukan pula pada hari nifas 1-
2. Rata-rata hemoglobin dan
hematokrit hari nifas 1-2 adalah
9,2 ± 2,3 g/dl (kisaran 6,9 g/dl-
13,2 g/dl) dan 29,0 ± 6,3%
(kisaran 22,0%-38,3%).
Dilakukan pula pemeriksaan USG
pada hari tersebut didapatkan
tidak ada kelainan pada semua
subyek penelitian. Tebal
miometrium rata-rata adalah 34,9
± 5,2 mm (kisaran 24,8-39,6 mm).
Rata-rata volume uterus adalah
685,0 ± 2871 cm3 (range 355-
1159,1 cm3).
Masa rawat rata-rata adalah
3,3 ± 2,0 hari (kisaran 1-12 hari).
Enam minggu pasca persalinan
dilakukan evaluasi apakah pasien
telah haid, dilakukan pemeriksaan
fisik pada subyek untuk melihat
adakah adverse event yang terjadi
setelah pasien pulang dari rumah
sakit untuk mengkonfirmasi tidak
adanya kelainan pada uterus. Pada
kesepuluh subyek tidak
didapatkan adanya Adverse event
yang baru. Tidak didapatkan pula
abnormalitas anatomi dan
fisiologi pada keseluruh subyek.
Dua dari sepuluh pasien telah
mendapatkan haid pada
kunjungan enam minggu pasca
persalinan. Secara umum, semua
pemeriksaan fisik dan USG
menyatakan tidak terdapat
kelainan.
Sebagai tambahan, peneliti
melengkapi formulir penilaian
yang terdiri dari 175 pertanyaan
dengan jawaban kualitatif seperti
sangat setuju, setuju, tidak setuju,
sangat tidak setuju, dan netral.
Penelitian tidak menemui
kesulitan dalam memasang alat
InPress. Hal ini berkaitan dengan
kemudahan dan fungsi alat
InPress selama prosedur.
Terdapat satu kejadian device
deficiency yaitu terlepasnya katub
tempat mengisi cairan untuk
mengembangkan balon penutup.
Peneliti menggunakan klem untuk
mengunci saluran balon penutup.
Sebagai catatan terdapat
sebanyak 24 deviasi yang
dilaporkan oleh peneliti. Deviasi
tersebut terdiri dari: sebanyak
sembilan dari sepuluh subyek
penelitian tidak melakukan
pemeriksaan laboratorium atau
dilakukan diluar waktu yang telah
ditentukan, terdapat enam
pemeriksaan USG tidak dilakukan
atau dilakukan diluar waktu yang
telah ditentukan, satu orang
subyek penelitian berusia kurang
dari 18 tahun.
Pembahasan
Alat InPress dapat mengontrol
pendarahan pada semua kasus
dalam hitungan menit. Alat
InPress terbukti mampu
menghentikan perdarahan. Waktu
rata-rata yang dibutuhkan untuk
mengontrol perdarahan sekitar 2
jam dan kira-kira 128cc
perdarahan terjadi saat alat
InPress digunakan, setelah alat
InPress dipasang, balon penutup
dikembangkan diberikan tekanan
negatif minimal 70mmHg uterus
dengan cepat akan kolaps dan
menyebabkan tamponade uterus,
setelah itu uterus akan kembali ke
tonus normal. Tidak ada pasien
yang mengalami perdarahan
berulang selama dan setelah
penggunaan alat InPress, tidak
terdapat kesulitan atau komplikasi
yang berhubungan dengan
penggunaan alat InPress.
Robekan perineum dapat dijahit
saat alat InPress masih digunakan,
karena alat ini mudah digerakkan
kekiri dan kekanan. Metode
fisiologi ini merupakan perbaikan
dibandingkan dengan penggunaan
uterine packing atau intrauterine
balloon strategy. Selain itu alat
InPress didesain untuk tidak
menyebabkan trauma. Alat
InPress dapat menyebarkan
tekanan negatif yang rendah ke
semua tempat. Alat InPress dapat
menjaga tekanan negatif yang
berasal dari alat vakum yang ada
di RS. Balon penutup berfungsi
baik sehingga dapat mengontrol
perdarahan dengan cepat.
Observasi langsung jumlah
perdarahan dapat kita lakukan saat
alat InPress digunakan. Jumlah
perdarahan dapat kita hitung
melalui kanister. Populasi yang
digunakan pada penelitian ini
adalah pasien yang mengalami
perdarahan pascasalin karena
atonia uteri. Penelitian ini dapat
membuktikan bahwa alat ini aman
digunakan dan kemungkinan
dapat bekerja dengan baik pada
kasus perdarahan pascasalin
setelah seksio sesaria karena
atonia uteri. Walaupun pada
penelitian ini menggunakan
pemeriksaan USG, kami merasa
bahwa penggunaannya secara
rutin tidak diperlukan. Tidak
adanya distensi kavum uteri
selama mengontrol perdarahan
menghindari risiko robekan pada
miometrium normal/miometrium
pasca seksio sesaria atau
miometrium yang dijahit (pada
segmen bawah uterus). Penelitian
ini merupakan penelitian
pendahuluan dan hasilnya sangat
menggembirakan, kami percaya
bahwa alat ini dapat digunakan
untuk menurunkan angka
kematian dan kesakitan ibu karena
perdarahan pascasalin. Namun
demikian masih diperlukan
penelitian lanjutan untuk
membuktikan hal tersebut.
Desain alat InPress terutama
pada bagian katup untuk mengisi
cairan untuk mengmbangkan
balon penutup perlu diperbaiki
lagi. Dibutuhkan bahan yang
lebih kuat sehingga tidak mudah
lepas. Alat InPress bekerja mirip
dengan mekanisme kompresi
bimanual interna pada uterus
dalam mengatasi perdarahan
pascasalin.
Penelitian ini belum dapat
membedakan apakah perdarahan
berhenti karena alat InPress atau
obat-obat uterotonika. Meskipun
secara etika tidak etis namun
perlu dipertimbangkan untuk
melakukan penelitian lanjutan
yang menggunakan kontrol obat
uterotonika dan InPress
dibandingkan dengan
menggunakan InPress saja.
Kekurangan penelitian ini
adalah sulitnya melakukan
pemeriksaan USG karena alat
USG tidak tersedia di samping
tempat tidur pasien.
Kesimpulan
Mengingat penelitian ini adalah uji
klinis awal, maka kesimpulan dari
penelitian ini belum dapat diterapkan
pada populasi. Kesimpulan ini ditarik
berdasarkan data dari 10 orang
subyek penelitian. Hasil penelitian
ini menunjukkan: alat InPress relatif
aman digunakan saat dimasukkan
dalam uterus dan saat dikeluarkan
dari uterus, tidak terdapat komplikasi
berkaitan dengan keterlambatan
berhentinya perdarahan pascasalin,
tidak terdapat kerusakan pada uterus,
vagina dan serviks, tidak terdapat
inversio uteri selama prosedur
InPress dilakukan, pemasangan alat
InPress melalui vagina dapat
dilakukan dengan mudah, tanpa
menemui kesulitan, tidak terdapat
masalah yang disebabkan oleh
penggunaan alat InPress dengan
mesin vakum, alat InPress dapat
dipakai dalam tekanan negatif mesin
vakum tertentu yang dapat dijaga
selama prosedur, alat InPress dapat
menyebabkan kontraksi uterus
pascasalin sehingga mengurangi
perdarahan pascasalin, waktu yang
dibutuhkan oleh InPress untuk
mengkontraksikan uterus dan
mengurangi perdarahan pascasalin
adalah singkat. Terlalu dini untuk
menyimpulkan bahwa alat InPress
saja dapat mengurangi dan mengatasi
perdarahan pascasalin karena pada
semua subyek penelitian diberikan
uterotonika sesuai dengan protokol
yang berlaku.
Saran
Diperlukan penelitian lanjutan
dengan jumlah sampel yang lebih
besar untuk menilai efektifitas
penggunaan alat InPress untuk
mengurangi dan mengatasi
perdarahan pascasalin. Selain itu
dapat pula dipertimbangkan untuk
dilakukan penelitian yang
membandingkan antara alat InPress
dengan alat lain misalnya kondom
kateter dalam mengatasi perdarahan
pascasalin.
21
Universitas Indonesia
Kepustakaan
1. Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI): Kemenkes RI;
2012.
2. Schuurmans N MC, Lane C, Etches D.
Prevention and management of
postpartum haemorrhage. SOGC
Clinical practical guidelines. April
2000;88:1-10.
3. Ramanathan G AS. Postpartum
haemorrhage. Curr Obstet Gynaecol
2006;16(1):6-13.
4. Dept. of Reproductive Health and
Research W. WHO recommendations
for the prevention and treatment of
postpartum haemorrhage. 2012.
5. Hospital TRW. Postpartum
hemorrhage. 2013:1-12.
6. Hospital TRW. Postpartum
hemorrhage, Bakri balloon
tamponade. 2013:1-12.
7. Cunningham FG LK, et al. Obstetrical
Hemorrhage Williams Obstetrics 23rd
ed. USA: McGraw Hill; 2014. p. 784.
8. Khan RU E-RH. Pathophysiology of
postpartum hemorrhage and third
stage of labor In: B-lynch C KL,
Lalonde AB, Karoshi M, editor.
Postpartum hemorrhage, a
comprehensive guide to evaluation,
management and surgical intervention.
UK: Sapiens publishing; Sept 2006.
9. TF B. A Flux of the reds: evolution of
active management of the third stage
of labour. J R Soc Med.
2000;93(9):489-93.
10. Jacobs AJ. Overview of postpartum
hemorrhage. N Engl J Med.
1994;331:1601.
11. Reyal F DJ, Luton D, Blot P, Oury JF,
Sibony O. Severe post-partum
hemorrhage: descriptive study at the
Robert-Debre Hospital maternity ward
[French]. J Gynecol Obstet Biol
Reprod (Paris). 2002;31:358-64.
12. Aibar L. AMTea. Bakri balloon for
the management of postpartum
hemorrhage. Acta Obstetricia et
Gynecologica Scandinavica, Nordic
Federation of Societies of Obstetrics
and Gynecology 2013;92:465-7.
13. Deneux-Tharaux C. SLea. Effect of
routine controlled cord traction as part
of the active management of the third
stage of labour on postpartum
haemorrhage: multicentre randomised
controlled trial (TRACOR). BMJ.
2013:346.
14. Magann EF ES, Chauhan SP, Lanneau
G, Fisk AD, Morrison JC The length
of the third stage of labor and the risk
of postpartum hemorrhage. Obstet
Gynecol. 2005;105:290-3.
15. Organization WH. The Prevention and
Management of Postpartum
Hemorrhage: Report of Technical
Working Group, Geneva 3–6 July
1989 Geneva. 1990.
16. Leduc D SV, Lalonde AB. Active
management of the third stage of
labour: Prevention and treatment of
postpartum hemorrhage. SOGC
Clinical Practice Guideline April
2000.
17. Gabbe SG NJ, Simpson JL Obstetrics:
Normal and Problem Pregnancies.
New York: Churchill Livingstone;
2002.
18. InPress Device: Report of prior
investigation. InPress Technologies
Inc., Dec 2013.
19. Chua S AS, Yang M, Steer PJ,
Ratnam SS. Intrauterine pressure:
comparison of extra vs intra amniotic
methods using a transducer tipped
catheter. Asia Oceania J Obstet
Gynaecol March 1994;20(1):35-8.
20. MS D. Beberapa catatan khusus.
Besar sampel dan cara pengambilan
sampel dalam penelitian kedokteran
dan kesehatan. 3 ed. Jakarta: Salemba
Medika; 2010. p. 141-53.
21. Bais JM EM, Pel M, Bonsel GJ,
Bleker OP. Postpartum haemorrhage
in nulliparous women: incidence and
risk factors in low and high risk
women. A Dutch population-based
cohort study on standard (> or = 500
22
Universitas Indonesia
mL) and severe (> or = 1000 mL)
postpartum haemorrhage. Eur J Obstet
Gynecol Reprod Biol. 2004;115:166-
72.
22. Ekeroma AJ AA, Stirrat GM. Blood
transfusion in obstetrics and
gynaecology. Br J Obstet Gynaecol.
1997;104:278-84.
23. Kane TT e-KA, Saleh S, Hage M,
Stanback J, Potter L. Maternal
mortality in Giza, Egypt: magnitude,
causes, and prevention. Stud Fam
Plann 1992;23:45-57.
24. Jackson KW Jr AJ, et al. . A
randomized controlled trial comparing
oxytocin administration before and
after placental delivery in the
prevention of postpartum hemorrhage.
Am J Obstet Gynecol. Okt
2001;185(4):873-7.
25. RV M. Approach to the patient with
shock. In: Kasper DL BE, Fauci AS,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
editor. Harrison’s principles of
internal medicine. 16th ed. New York:
McGraw-Hill; 2004. p. 1600-6.
26. M B. Maternal obesity and risk of
postpartum hemorrhage. Obstet
Gynecol. Sep 2011;118(3):561-8.
27. Sheiner E SL, Levy A, Seidman DS,
Hallak M. Obstetric risk factors and
outcome of pregnancies complicated
with early postpartum hemorrhage: a
population-based study. J Matern
Fetal Neonatal Med. Sep
2005;18(3):149-54.
28. Canada SoOaGo. Postpartum
hemorrhage. ALARM Manual. 15th
ed2008.
29. Prendiville WJ ED, McDonald S.
Active versus expectant management
in the third stage of labor. Cochrane
Database Sys Rev. 2000;3:CD000007.
30. El Ayadi A RS, Jega F, et al.
Comorbidities and lack of blood
transfusion may negatively affect
maternal outcomes of women with
obstetric hemorrhage treated with
NASG. Plos One. August 2013;8:1-8.
31. Cameron MJ RS. Vital statistic: an
overview. In: B-lynch C KL, Lalonde
AB, Karoshi M, editor. Postpartum
hemorrhage, a comprehensive guide to
evaluation, management and surgical
intervention
UK: Sapiens publishing; Sept 2006.
32. Martin E LG, Bouet PE, Cheve
MT,Multon O, Sentilhes L. Maternal
outcomes after uteine balloon
tamponade for postpartum
hemorrhage. Acta Obstet Gynecol
Scand. April 2015;94(4):399-404.
33. Rogers J WJ, McCandlish R, Ayers S,
Truesdale A, Elbourne D. Active
versus expectant management of third
stage of labour: the Hinchingbrooke
randomised controlled trial. Lancet
1998;351(9104):693–9.
34. Cunningham L, Bloom, et al.
Parturition in Maternal and fetal
anatomy and physiology. William
Obstetrics 23rd ed. USA: McGraw
Hills Company; 2014. p. 167.
35. M D. Uterus press baseline. J Reprod
Med. 2003;48(7):501-6.
36. McLintock C JA. Obstetric
hemorrhage. J Thromb Haemost.
2011;9(8):1441-51.
37. Sultan AH KC. Diagnosis of perineal
trauma. In: Sultan AH FD, editor.
Perineal and anal sphincter trauma
disease and clinical management.
London: Springer-Verlag London Ltd;
2007. p. 13-9.
38. MS D. Konsistensi IV Memilih
Desain Penelitian. In: MS D, editor.
Langkah - Langkah Membuat
Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2.
Jakarta: CV Sagung Seto; 2009. p. 64-
78.
39. MS D. Membaca Metodologi :
Rencana Analisis. In: A N, editor.
Membaca dan Menelaah Jurnal Uji
Klinis. Edisi 1. Jakarta: Salemba
Medika; 2010. p. 55-9.
40. MS D. Validitas I Validitas Seleksi.
In: MS D, editor. Langkah-Langkah
Membuat Proposal Penelitian Bidang