uin syarif hidayatullah jakarta - … · 2.10 sediaan radiofarmasi ..... 17 . 2.11 kromatografi...

72
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PREPARASI DAN UJI STABILITAS 177 Lu-DOTA-F(ab’) 2 - NIMOTUZUMAB SEBAGAI KANDIDAT RADIOFARMAKA TERAPI KANKER SKRIPSI CITRA REZZA AURORA PUTRI PALANGKA 1110102000028 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2014

Upload: hahanh

Post on 12-Apr-2018

239 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PREPARASI DAN UJI STABILITAS 177

Lu-DOTA-F(ab’)2-

NIMOTUZUMAB SEBAGAI KANDIDAT

RADIOFARMAKA TERAPI KANKER

SKRIPSI

CITRA REZZA AURORA PUTRI PALANGKA

1110102000028

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2014

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PREPARASI DAN UJI STABILITAS 177

Lu-DOTA-

F(ab’)2-NIMOTUZUMAB SEBAGAI KANDIDAT

RADIOFARMAKA TERAPI KANKER

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Farmasi

CITRA REZZA AURORA PUTRI PALANGKA

1110102000028

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2014

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

iii

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

iv

Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

v

Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Citra Rezza Aurora Putri Palangka

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Preparasi dan Uji Stabilitas 177

Lu-DOTA-F(ab’)2-

Nimotuzumab Sebagai Kandidat Radiofarmaka Terapi Kanker.

Antibodi monoklonal sudah banyak digunakan untuk terapi kanker salah

satunya adalah nimotuzumab yang merupakan kelompok inhibitor EFGR. Namun

karena berat molekul yang cukup besar berpengaruh negatif terhadap penetrasi,

kecepatan bersirkulasi dan eliminasi oleh sebab itu dalam penelitian ini digunakan

F(ab’)2-nimotuzumab yang difragmentasi untuk penyiapan sediaan 177

Lu -DOTA-

F(ab’)2-nimotuzumab. Penyiapan sediaan 177

Lu -DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab

dilakukan dalam beberapa tahap yaitu fragmentasi nimotuzumab dengan pepsin,

konjugasi dengan p-SCN-Bz-DOTA (F(ab’)2-nimotuzumab : p-SCN-Bz-DOTA

,1:20 dan 1: 50), dan penandaan dengan 177

Lu. Hasil penelitian ini diperoleh

kemurnian F(ab’)2- nimotuzumab setelah dimurnikan dengan PD-10 sebesar 89,1

% dengan efisiensi penandaan pada perbandingan F(ab’)2- nimotuzumab dengan

p-SCN-Bz-DOTA 1 : 20 dan 1 : 50 sebesar 4,91 % dan 14,13 %. Kemurnian 177

Lu

-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab setelah dimurniakan dengan kolom sephadex G-25

M sebesar 99,9 % dan berdasarkan uji stabilitas dari sediaan177

Lu -DOTA-

F(ab’)2- nimotuzumab pada suhu kamar dan 4 0C selama 96 jam menunjukan

sediaan masih stabil.

Kata kunci : 177

Lu-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab, Fragmentasi, Nimotuzumab.

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Citra Rezza Aurora Putri Palangka

Program Study : Pharmacy

Tittle : Preparation and stability testing of 177

Lu-DOTA-F(ab')2 –

nimotuzumab as a candidate radiophamaceutical for cancer

therapy.

Monoclonal antibodies have been widely used for cancer therapy. One of

them is nimotuzumab which is one of EFGR inhibitor group. However, because

the relatively high molecular weight has negative effect on penetration, circulation

rate and elimination, therefore this study was used the F(ab')2-nimotuzumab for

the preparation of 177

Lu-DOTA-F(ab')2-nimotuzumab. The preparation of 177

Lu-

DOTA-F(ab')2-nimotuzumab carried out in several stages: fragmentation of

nimotuzumab with pepsin, conjugation with p-SCN-Bz-DOTA (F(ab')2-

nimotuzumab: p-SCN-Bz-DOTA, 1 : 20 and 1: 50), and labeled with 177

Lu. The

results of this study showed that the purity of the F(ab')2- nimotuzumab after

purification was 89,1% with labeled efficiency in comparison with F(ab')2 -

nimotuzumab : p-SCN-Bz-DOTA 1 : 20 and 1 : 50 were 4,91% and 14,13%. The

purity of 177

Lu-DOTA-F(ab')2-nimotuzumab after purification was 99,9% and

based on stability testing of 177

Lu-DOTA-F(ab')2-nimotuzumab at room

temperature and 40C for 96 hours,

177Lu-DOTA-F(ab')2-nimotuzumab still showed

stable.

Keywords :177

Lu -DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab, Fragmentation, Nimotuzumab.

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi

saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima

kasih kepada :

1) Ibu Dr. Martalena, M.Sc. selaku pembimbing pertama dan Ibu Lina Elfita,

M.Si., Apt. selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil besar dalam

proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir saya ini, semoga segala

bantuan dan bimbingan ibu mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya.

2) Bapak-bapak dan Ibu-ibu karyawan PTRR BATAN yang telah banyak

membantu dalam penelitian saya.

3) Ibu Ofa Suzanti Betha, Msi., Apt selaku Penasehat Akademik yang telah

banyak membantu dalam kelancaran studi.

4) Bapak Prof.(hc) dr MK. Tadjudin, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

5) Bapak Drs. Umar, M.sc, Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

6) Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

7) Kak Titis, Kak Ratna, Kak Rien, Ibu Nilda, dan Kak Diani yang telah

banyak membantu selama penelitian.

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8) Sahabat dan teman-teman seperjuangan Chaya, Maya, Hani, Niswah, dan

Meta.

9) Sahabat Jejak 22 yang selalu memberikan semangat mencapai titik

tertinggi.

10) Keluarga besar Saidi Karto yang selalu memberi semangat dan doa.

11) Adik-adik saya, Rindie, Dinda, Randu, Vivi, dan Mareta.

Tak lupa kedua orang tua saya, ayahanda Budi Fajar Purwanto dan bunda

tercinta Sri Hartuti atas kasih sayang dan cintanya, semoga segala amalan dan

jerih payah keduanya mendapat balasan yang jauh lebih baik disisi-Nya.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas

segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini

membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Ciputat, Juli 2014

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .............................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................. iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................. iv

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................... vi

ABSTRACT ............................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ............................................................................. viii

DAFTAR ISI ........................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiv

DAFTAR ISTILAH ............................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .............................................................. 1

1.2 Batasan Masalah ........................................................... 4

1.3 Perumusan Masalah ...................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian .......................................................... 4

1.5 Hipotesis ....................................................................... 4

1.6 Manfaat Penelitian ........................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 6

2.1 Kanker ............................................................................ 6

2.2 Etiologi Kanker ............................................................. 6

2.3 Antibodi ......................................................................... 8

2.4 Fragmentasi Antibodi Oleh Enzim ................................ 11

2.5 Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) ................. 11

2.6 Radionuklida .................................................................. 14

2.7 Lu-177 ............................................................................ 15

2.8 Nimotuzumab ................................................................. 15

2.9 p-SCN-Bz-Dota ............................................................. 16

2.10 Sediaan Radiofarmasi .................................................... 17

2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau Size

Exclusion Chromatography (SEC) ................................ 18

2.12 KLT ................................................................................ 19

2.13 SDS-PAGE .................................................................... 19

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................... 22

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................ 22

3.2 Metode Penelitia ............................................................ 22

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat Penelitian .................................................... 22

3.3.2 Bahan Penelitian ................................................. 23

3.4 Fragmentasi Nimotuzumab ............................................ 23

3.4.1 Pemurnian Nimotuzumab .................................... 23

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.2 Fragmentasi Nimotuzumab Menjadi F(ab’)2 ....... 24

3.4.3 Pemurnian F(ab’)2-Nimotuzumab ....................... 24

3.4.4 Analisis F(ab’)2-Nimotuzumab Menggunakan

KCKT .................................................................. 24

3.4.5 Analisis F(ab’)2-Nimotuzumab Menggunakan

SDS-PAGE .......................................................... 25

3.4.6 Pemekatan Protein dengan Protein Filter ............ 25

3.5 Penyiapan 177

LuCl3 ........................................................ 25

3.6 Konjugasi p-SCN-Bz-DOTA Pada F(ab’)2 –

Nimotuzumab ................................................................. 25

3.7 Analisis p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2 -Nimotuzumab

dengan KCKT ................................................................ 26

3.8 Penandaan Immunokonjugat p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2

Nimotuzumab dengan 177

Lu ........................................... 26

3.9 Pemurnian 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-

Nimotuzumab ................................................................. 27

3.10 Uji Stabilitas 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-

Nimotuzumab Pada Suhu Kamar dan Pada 4 0C ........... 27

BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................... 28

4.1 Dialisis Nimotuzumab ................................................... 28

4.2 Fragmentasi Nimotuzumab ............................................ 30

4.3 Pemurnian F(ab’)2 -Nimotuzumab ................................. 30

4.4 Analisis Kemurnian F(ab’)2-Nimotuzumab ................... 31

4.5 Konjugasi F(ab’)2-Nimotuzumab dengan p-SCN-Bz-

DOTA ............................................................................ 34

4.6 Penandaan ...................................................................... 36

4.7 Uji stabilitas ................................................................... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................... 43

5.1 Kesimpulan .................................................................... 43

5.2 Saran .............................................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 44

LAMPIRAN ............................................................................................. 49

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Struktur molekul antibodi ................................................. 8

Gambar 2.2. Murine, chimerized, humanized and human Abs .............. 10

Gambar 2.3. Digesti dari antibodi klas IgG dengan enzim pepsin,

merkaptoetanol, dan enzim papain.................................... 11

Gambar 2.4. Ilustrasi skematik jalur EGFR pengaruh terhadap sel

dan jaringan ....................................................................... 12

Gambar 2.5. Mekanisme kerja obat anti-EGFR pada sel kanker ........... 13

Gambar 2.6. Struktur DOTA (kiri) dan p-SCN-Bz-DOTA ................... 17

Gambar 2.7. Pemisahan 2 ukuran molekul dengan SEC ....................... 18

Gambar 2.8. Pola pemisahan protein dengan SDS-PAGE .................... 20

Gambar 4.1. Kromatogram standar protein ........................................... 28

Gambar 4.2. Kromatogram nimotuzumab ............................................. 29

Gambar 4.3. Cuplikan fraksi-fraksi hasil pemisahan F(ab’)2–

nimotuzumab dan Fc nimotuzumab setelah diberi

pewarna protein ................................................................. 31

Gambar 4.4. Hasil analisis nimotuzumab sebelum dan setelah

fragmentasi ........................................................................ 32

Gambar 4.5. Kromatogram fraksi F(ab’)2-nimotuzumab setelah

dimurnikan......................................................................... 34

Gambar 4.6. Skema reaksi pembentukan imunokonjugat

p-SCN-Bz-DOTA- F(ab’)2-nimotuzumab ........................ 35

Gambar 4.7. Skema reaksi pembentukan radioimunokonjugat

177

Lu-SCN-Bz-DOTA- F(ab’)2-nimotuzumab. ................ 36

Gambar 4.8. Grafik optimasi waktu penandaan SCN-Bz-DOTA-

F(ab’)2-nimotuzumab dengan 177

Lu .................................. 38

Gambar 4.9. Radiokromatogaram hasil pemurnian 177

Lu-SCN-Bz-

DOTA- F(ab')2-nimotuzumab ........................................... 40

Gambar 4.10. Radiokromatogram Fraksi 17 dan Fraksi 39 ..................... 41

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Komponen standar protein ...................................................... 29

Tabel 4.2. Rf pita-pita standar Vs BM protein – standar. ....................... 32

Tabel 4.3. Hasil analisis nimotuzumab sebelum dan setelah

fragmentasi dengan SDS-PAGE ............................................. 33

Tabel 4.4. Waktu retensi (rt) p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-

nimotuzumab dan rt F(ab’)2-nimotuzumab serta

nimotuzumab hasil analisis dengan KCKT ............................. 36

Tabel 4.5. Rf dari komponen-komponen yang terlibat pada proses

penandaan SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab

dengan 177

Lu.beberapa senyawa ............................................. 37

Tabel 4.6. Efisiensi penandaan p-SCN-Bz-DOTA- F(ab’)2–

nimotuzumab dengan 177

Lu ..................................................... 39

Tabel 4.7. Persentase kemurnian pada suhu kamar dan suhu 4 0C .......... 42

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Skema Prosedur Penelitian Secara Umum ....................... 49

Lampiran 2. Pembuatan Pereaksi .......................................................... 50

Lampiran 3. Kadar Protein Nimotuzumab Hasil Dialisa ..................... 54

Lampiran 4. Gambar Kurva Kalibrasi Kondisi Reduksi ....................... 55

Lampiran 5. Kromatogram Absorbansi Fraksi Hasil Pemurnian

Dengan PD-10 ................................................................... 55

Lampiran 6. Komponen-Komponen yang Terlibat Pada Proses

Penandaan SCN-Bz-DOTA-F(Ab’)2-Nimotuzumab

dengan 177

Lu ...................................................................... 56

Lampiran 7. Alat Penelitian ................................................................... 57

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISTILAH

APS : Amonium Per Sulfat

BFCA : Bifunctional Chelating Agen

CDR : Complementary Binding Region

EBV : Eipstein Barr virus

EGFR : Epidermal Growth Factor Receptors

Fab : Antigen-Binding Fragment

Fc : Constant Fragment

GFC : Gel-Filtration Chromatography

HAMA : Human Anti-Mouse Antibody

HER : Human Epidermal Growth Factor Receptors

HPLC : High Performance Liquid Chromatography

ITLC-SG : Instan Thin Layer Chromatography – Silica Gel

KCKT : Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

KLT : Kromatografi Lapis Tipis

mAb : Monoklonal Antibodi

MAPK : Mitogen-Activated Protein Kinase

NSCLC : Non-Small Cell Lung Cancer

SDS : Sodium Dodecyl Sulfate

SDS-PAGE : Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gel Electrophoresis

TEMED : Tetrametiletilendiamin

TKIs : Tyrosine Kinase Inhibitor

TLC : Thin Layer Chromatography

VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor

2-ME : 2-Mekaptoetanol

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang telah

menjadi masalah kesehatan di Indonesia bahkan di dunia. Jumlah

penderita baru diperkirakan 100 penderita dari setiap 100.000 penduduk,

dimana dua per tiga penderita kanker berada di negara berkembang.

Penyakit ini menduduki peringkat ke 6 penyebab terbesar kematian di

Indonesia dengan prevalensi kanker pada masyarakat secara nasional

sebesar 4‰ berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007

(Oemiati, 2011).

Terapi utama untuk kanker berdasarkan pada jenis, lokasi, stadium

kanker, dan kondisi fisik pasien dengan cara operasi atau pembedahan,

radiasi, kemoterapi, immunoterapi, terapi gen atau terapi hormonal. Semua

terapi tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Sesuai

tujuan utama dalam pengembangan terapi kanker adalah untuk merusak

sel kanker namun mempunyai efek minimal pada jaringan sel yang

normal. Dalam beberapa tahun belakangan ini telah mulai banyak

digunakan terapi kanker yang bersifat terarah (targeted therapy) dengan

menggunakan antibodi monoklonal (mAb) (Copper, 1993; Schwartz,

Solin, Olivotto, Ernster, & Pressman, 2000; Tjay & Raharja, 2007; Deter,

2010; Campbell, Rini, Uzzo, & Lane, 2009).

Antibodi monoklonal (mAb) merupakan kelompok medikasi/

farmaka yang sangat penting dalam terapi terarah. Antigen yang menjadi

sasaran mAb dalam terapi kanker adalah antigen yang terekspresikan

secara homogen pada sel kanker namun sedikit terekspresikan pada sel

normal (Widyastuti, 2007).

Epidermal growth factor receptors (EGFR) adalah sekolompok

reseptor yang mengatur diferensasi sel dan poliferasi. Empat jenis reseptor

yang termasuk kelompok EGFR yang telah diidentifikasi adalah human

epidermal growth receptor 1 (HER1/EGFR), HER2, HER3 and HER4.

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HER1/EGFR sementara itu over expressed (diekspresikan secara

berlebih) pada beberapa kanker manusia, termasuk non-small cell lung

cancer (NSCLC), kanker payudara, dan kanker pankreas (Fried &

Hadensenos, 2006; Herbst & Bunn, 2003). Nimotuzumab sebagai inhibitor

EGFR/HER1 mencegah sel kanker menerima pesan yang dibutuhkan sel

untuk tumbuh, berkembang dan menyebar dengan cara menghambat

protein EGFR yang terdapat pada permukaan sel kanker dan dapat

menghambat hasil vascular endothelial growth factor (VEGF) (Reddy &

Couvreur, 2010). Nimotuzumab dilaporkan lebih efektif untuk terapi

kanker over expressed HER-1 jika dikombinasikan dengan regimen yang

mengandung radiasi (Tikhomirov, Garrido, Yang, Sherman, & Perez,

2008).

Radiofarmaka berbasis mAb atau dikenal juga sebagai

radioimmunokonjugat adalah antibodi monoklonal yang ditandai /

dikonjugasikan dengan radionuklida pemancar partikel bermuatan

misalnya beta (β) atau alfa (α) dan juga radionuklida pemancar sinar

gamma () (Reddy, 2010 ; Godewijckstraat, 2012; Acton, 2013;).

Radioimmunoterapi sementara itu (RIT) merupakan terapi kanker terarah

dengan menggunakan radioimmunokonjugat. Pada teknik ini

radioimmunokonjugat akan berkerja secara sinergis dimana antibodi

monoklonal akan membawa radionuklida pada target yang spesifik yang

ada pada permukaan jaringan kanker sedangkan radionuklida akan

mentransfer energi (cross fire) pada sel kanker dimana

radioimmunokonjugat terikat dan juga pada sel kanker yang ada

disekitarnya yang akan menyebabkan hancurnya sel kanker tersebut

(Humani, Ramli, Rustendi, & Subur, 2010; Widyastuti, 2007).

Penggunaan mAb dalam RIT memiliki keterbatasan yang cukup

signifikan salah satunya yaitu berat molekul mAb yang relatif besar

menyebabkan proses akumulasi pada jaringan menjadi lambat dan kecil,

clearance pada darah juga lambat sehingga visualisasi sasaran yang tidak

begitu jelas (Nurlaila, 2007). Keterbatasan mAb karena berat molekulnya

yang besar sementara itu dapat diatasi dengan menggunakan fragmen mAb

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

seperti F(ab’)2 hasil fragmentasi mAb utuh dengan menggunakan pepsin

(Hermanson, 1996). Berat molekul F(ab’)2 mAb yang relatif kecil

mempunyai kemampuan penetrasi lebih baik dan cepat, bersirkulasi lebih

cepat, dan eliminasi yang sempurna dimana ikatan dengan hati berkurang.

Penggunaan fragmen F(ab’)2-nimotuzumab dilaporkan tidak

mengguranggi kemampuan / efektifitasnya berikatan secara bivalent

dengan reseptor pada permukaan jaringan kanker dan sebagai penghambat

EGFR.

Salah satu radionuklida yang akhir-akhir ini banyak diteliti /

digunakan untuk terapi kanker adalah lutesium-177 (Lu-177 / 177

Lu).

Penggunaan 177

Lu secara in vivo perlu memperhatikan sifat Lu yang dalam

keadaan bebas (Lu3+

) akan ditangkap secara alami oleh hati, limpa dan

tulang (Palasz & Czekaj, 2000). Oleh sebab itu untuk meminimalkan

pelepasan 177

Lu pada organ bukan target, maka dalam penggunaannya

secara in vivo 177

Lu digunakan dalam bentuk kompleks logam yang stabil

secara termodinamika dan kinetis yang terkonjugasi pada biomolekul

seperti mAb atau immunoprotein melalui bifunctional chelating agent

(BFCA) (E′ VA TO′ TH., 1994; Gansow, 1991; Kadarisman, Herlina, &

Sriyono, 2011).

Pada penelitian ini akan dilakukan penyiapan kandidat

radiofarmaka berbasis fragmen F(ab’)2-nimotuzumab bertanda 177

Lu

dengan menggunakan BFCA p-benzyl isothiocyanate-1,4,7,10-

tetraazacyclododecane-1,4,7,10-tetraacetic acid (p-SCN-Bz-DOTA).

Penyiapan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: 1) Fragmentasi

nimotuzumab dengan pepsin untuk menghasilkan fragmen F(ab’)2-

nimotuzumab; 2) Konjugasi p-SCN-Bz-DOTApada fragmen F(ab’)2-

nimotuzumab; dan 3) Penandaan p-SCN-Bz-DOTA-fragmen-F(ab’)2-

nimotuzumab dengan 177

Lu. Radioimmunokonjugat / kandidat

radiofarmaka 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-fragmen-F(ab’)2-nimotuzumab yang

terbentuk kemudian diuji stabilitasnya pada 4 C dan suhu kamar.

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2 Batasan Masalah

Agar penulisan skripsi ini tidak menyimpang dan mengambang

dari tujuan yang semula direncanakan sehingga mempermudah

mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, maka penulis

menetapkan batasan-batasan sebagai berikut:

1. Penandaan F(ab’)2-nimotuzumab dengan 177

Lu.

2. Uji kestabilan 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-fragmen-F(ab’)2-nimotuzumab.

1.3 Perumusan Masalah

1. Bagaimana cara peparasi atau penyiapan kandidat radiofarmaka 177

Lu-

SCN-Bz-DOTA- F(ab’)2-nimotuzumab?

2. Bagaimana uji stabilitas sediaan kandidat radiofarmaka 177

Lu-SCN-Bz-

DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh kandidat radiofarmaka

177Lu-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab dan mengetahui

kestabilannya.

1.5 Hipotesa

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Peparasi atau penyiapan kandidat radiofarmaka 177

Lu–SCN-Bz-

DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab dapat dilakukan dengan

mengkonjunggasikan p-SCN-Bz-DOTA pada F(ab’)2-nimotuzumab

yang diikuti dengan penandaan p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2

Nimotuzumab dengan 177

Lu.

2. Sediaan kandidat radiofarmaka 177

Lu–SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-

Nimotuzumab memiliki stabilitas yang baik dilihat dari 177

Lu yang

tidak terlepas dari 177

Lu-DOTA-nimotuzumab.

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.6 Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan informasi tentang fragmen F(ab’)2-nimotuzumab

yang ditandai dengan 177

Lu sebagai kandidat radiofarmaka untuk terapi

kanker over expressed HER-1.

2. Jika dimungkinkan, hasil dari penelitian ini dapat dikembangkan

menjadi radiofarmaka setelah diuji preklinis dan klinis. Sehingga dapat

menambah daftar obat baru sebagai salah satu alternatif terapi kanker

over expressed HER-1 yang lebih efektif.

3. Hasil penelitian ini bisa dipublikasikan pada jurnal ilmiah.

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker

Sel abnormal terjadi karena kerusakan gen untuk mengontrol

pertumbuhan, mitosis dan apoptosis sel yang berakumulasi menjadi tumor.

Kerusakan ini bisa disebabkan oleh bawaan atau hereditas yang diturunkan

dari gen ayah atau ibu dan mutasi gen yang disebabkan dari lingkugan

seperti polusi, rokok, zat kimia dan lain-lain. Mutasi gen dapat menekan

terjadinya proses apoptosis sehingga sel kanker tidak mengalami kematian

sel layaknya sel normal. Sel kanker dapat menyebar ke tempat atau organ

tubuh lain melalui aliran darah dan sistem limphatik disebut metastasis dan

juga dapat langsung menginvasi jaringan di sekitarnya (Galsky, 2010).

Tumor atau neoplasma dibagi menjadi dua jenis yaitu benign dan

malignant tumor. Benign tumor merupakan tumor yang tidak

bermetastasis dan menginvasi jaringan di sekitarnya. Sedangkan malignant

tumor yang juga disebut sebagai kanker dapat menginvasi dan

bermetastasi sehingga dalam penangannya tidak bisa hanya dilakukan

operasi (Copper, 1993).

2.2 Etiologi Kanker

Penyebab utama untuk terjadinya kanker pada manusia belum

diketahui. Pada tahun 1775 Persival Pott, menemukan bahwa kanker

scrotum banyak dijumpai pada orang yang bekerja di pabrik yang

memakai cerobong asap. Setelah dipelajari, ternyata hidrokarbon yang

berhasil diisolasi dari batu bara merupakan carcinogenic agent.

Berbagai faktor penyebabnya antara lain :

1. Zat-zat karsinogenik

a. Kimia

Contoh zat kimia yang dihubungkan dengan terjadinya kanker yaitu :

- Benzene : Leukemia akut.

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Jelaga batu bara: kanker kulit, laring, dan bronkhus.

b. Fisika

Karsinogenik fisik yang utama adalah radiasi ion.

c. Drug- Induced Cancer

Contoh obat yang dihubungkan dengan terjadinya kanker yaitu:

- Alkilator seperti melphalan dan cyclophosphamide: leukemia dan

kanker kandung kemih.

2. Virus-virus onkogenik

Dua jenis virus yang dikenal dapat menyebabkan keganasan yaitu:

a. RNA virus : leukemia, sarkoma dan urinari papiloma serta kanker

payudara.

b. DNA virus dianggap sebagai penyebab kanker : Eipstein Barr

virus, papilloma virus, Hepatitis B virus. Eipstein Barr virus

(EBV) dianggap sebagai penyebab dari kanker nasofaring.

Hepatitis B virus berhubungan dengan hepatocelluler carcinoma

primer.

3. Faktor herediter

Beberapa kanker diturunkan secara autosomal dominant seperti

neuroblastoma rectum, kanker tiroid dan ada yang diturunkan secara

autosomal recessive seperti xeroderma pigmentosa. Namun sulit

ditentukan apakah kanker terjadi karena faktor herediter sendiri atau

karena kombinasi faktor-faktor lain seperti lingkungan, kebiasaan

hidup dan makanan.

4. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan seperti polusi udara, kontaminasi air, proses

makanan termasuk pemakaian nitrat, nitrosamin untuk pengawetan

daging serta sakarin, diduga mempunyai sifat karsinogen yang

potensial.

5. Faktor sosio ekonom

Walaupun belum diketahui dengan pasti, faktor sosial ekonomi

ternyata tampak mempengaruhi insidensi kanker. Kanker gaster dan

cervix dijumpai lebih tinggi pada golongan sosio ekonomi rendah,

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sekitar tiga sampai empat kali lebih banyak daripada golongan sosio

ekonomi menengah dan tinggi (Pasaribu, 2006).

2.3 Antibodi

Antibodi merupakan protein-protein globular yang dikodekan oleh

gen-gen yang spesifik, dihasilkan oleh sistem imun sebagai respon

terhadap keberadaan antigen. Antibodi ini terdiri dari dua fragmen Fab

(antigen-binding fragment) dengan fragmen Fc (constant fragment).

Sebuah antibodi terususun atas 4 rantai polipeptida yaitu dua rantai berat

(heavy chain) identik dan dua rantai ringan (light chain) identik yang

saling berhubungan dengan ikatan disulfida membentuk molekul

berbentuk Y yang mempunyai area hinge (engsel) fleksibel (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Struktur molekul antibodi.

[Fried & Hadensenos, 2006]

Keterangan :

CL: light chain domain, VH : heavy chain variable domain, CH : heavy chain constant.

Daerah variabel suatu antibodi yang berada pada rantai berat dan

ringan terletak di bagian ujung lengan Y membentuk dua sisi pengikat

(bivalent) antigen dimana berperan dalam spesifitas suatu antibodi

terhadap antigen tertentu. Sedangkan daerah konstan berperan dalam

pembagian kelas antibodi dimana lengan Y dan batang molekul selalu

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

identik pada semua antibodi dari kelas yang sama. Salah satu kelas

antibodi yaitu molekul IgG merupakan antibodi berjumlah 80 - 85% dari

keseluruhan antibodi yang bersirkulasi dan merupakan satu-satunya

antibodi yang dapat menembus plasenta. Molekul IgG berfungsi sebagai

pelindung terhadap mikroorganisme dan toksin yang bersirkulasi,

mengatifasi sistem komplemen, dan meningkatkan keefektifan sel fagosit

(Sloane, 2003).

Kohler dan Milstein menjelaskan cara mengisolasi dan

mengembangkan antibodi monoklonal murni spesifik dalam jumlah

banyak yang didapat dari campuran antibodi hasil respon imun. Tikus

yang telah diimunisasi dengan antigen khusus ke dalam sumsum tulang

akan menghasilkan sel limfosit B yang memiliki masa waktu hidup

terbatas dalam kultur, hal tersebut dapat diatasi dengan cara

menggabungkan dengan sel limfosit B tumor yang abadi. Hasil campuran

hibridoma dipilih hibridoma yang memiliki dua kemampuan yaitu

menghasilkan antibodi khusus dan dapat tumbuh dalam kultur. Hibridoma

yang berasal dari satu limfosit akan menghasilkan satu jenis antibodi yang

akan mengenali satu jenis antigen. Antibodi tersebutlah yang disebut

dengan Antibodi monoklonal (mAb) (Alberts, Johson, Lewis, Raff,

Robert, & Walter, 2002; Abbas & Lichtman, 2005).

Antibodi monoklonal diklasifikasikan menjadi 4 tipe (Gambar 2.2),

yaitu:

1. Antibodi monoklonal Murine

Antibodi monoklonal murine merupakan antibodi murni dari tikus

yang dapat menyembabkan human anti-mouse antibodies HAMA.

HAMA menyebabkan eliminasi terapi antibodi menjadi cepat dan

menimbulkan efek samping serius yang merugikan. Contoh antibodi

ini adalah muromunab.

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Antibodi monoklonal Chimeric

Antibodi monoklonal chimeric adalah antibodi gabungan tikus dan

manusia dimana Fc antibodi manusia dan Fab antibodi monoklonal

tikus dimana hampir 70% human sequences. Contoh antibodi ini

adalah infiliximab.

3. Antibodi monoklonal Humanized

Antibodi monoklonal humanized mengandung 5 - 10% murine

yang cara pembuatannya sama dengan cara membuat antibodi

monoklonal chimerics. Antibodi ini menunjukan sedikit atau tidak ada

respon human immunological yang merugikan. Contoh dari antibodi

golongan ini adalah nimotuzumab.

4. Antibodi monoklonal Fully human

Antibodi monoklonal fully human merupakan antibodi yang

keseluruhannya antibodi manusia. Contoh antibodi ini adalah

adalimumab (Pandit, 2007; T. Smith, 2008).

Gambar 2.2. Murine, chimeric, humanized, dan human Abs.

[Pelat, Thibaut., Avril, Arnaud., Chahboun, Siham., Mathieu, Jacques., & Thullier,

Philippe., 2011]

Empat Tipe Antibodi Monoklonal

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4 Fragmentasi Antibodi Monoklonal Oleh Enzim

Gambar 2.3. Fragmentasi antibodi klas IgG dengan papain,

pepsin, dan merkaptoetanol.

[T. Smith, 2008]

Antibodi monoklonal dapat difragmentasi menjadi beberapa jenis

fragmen dengan menggunakan enzim seperti pepsin dan papain dan juga

dengan merkaptoetanol (Gambar 2.3) memperlihatkan skema fragmentasi.

Enzim pepsin memotong molekul imunoglobulin pada sisi terminal-C

hinge region menghasilkan fragmen F(ab’)2 dan degradasi fragmen Fc.

Sementara itu merkaptoetanol menghasilkan dua heavy chain dan dua light

chain (Hermanson, 1996).

2.5 Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR)

Growth factor dan reseptor kinase transmembran berperan penting

dalam proliferasi, survival, adesi, migrasi dan differensiasi. EGFR terdiri

dari empat reseptor transmembran, yaitu: EGFR (HER1/erbB-1), HER2

(erbB-2/neu), HER3 (erbB-3) dan HER4 (erbB-4). EGFR (HER1/erbB-1)

merupakan glikoprotein 170 kDa yang terdiri dari 3 domain fungsional

utama yaitu domain ligan ikatan ekstraseluler, domain transmembran

hidrofilik dan domain tirosin kinase sitoplasmik (Gambar 2.4).

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.4. Ilustrasi skematik jalur EGFR pengaruh terhadap sel

dan jaringan.

[Santoso & Suharti, 2009]

Keterangan: Lokasi inhibitor EGFR dapat ditempati monoklonal antibodi (Abs) dan

tyrosine kinase inhibitor (TKIs)

EGFR memberikan jalur sinyal transduksi intraseluler seperti

Ras/mitogen-activated protein kinase (MAPK). Ikatan growth factor dan

reseptornya merupakan awal organisasi dan proses biokimia sel. Proses

tersebut adalah aktivasi reseptor, kaskade fosforilasi dengan identifikasi

protein kinase dan pada tingkat nukleus terjadi aktivasi faktor transkripsi.

Interaksi sistem EGFR dan kaskade Ras / kaskade MAPK yang merupakan

salah satu jalur sinyal seluler utama. Respon biologi terhadap sinyal EGFR

adalah pleiotropik, yaitu: mitogenesis, penurunan apoptosis, mempercepat

motilitas sel, sekresi protein dan differensiasi atau dedifferensiasi.

Efek aktivasi EGFR pada sel tumor beragam dan konvergen

sehingga terjadi pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, peningkatan

mobilitas, proliferasi sel, invasi, metastasis, penurunan kemampuan

apoptosis serta stimulasi angiogenesis. Pada keadaaan normal EGFR

terekspresi oleh banyak jenis sel seperti epitel dan jaringan mesenkim.

Tetapi terdapat variabilitas rekspresi atau disregulasi EGFR pada

keganasan. Sebagian besar kanker epitel banyak mengekspresikan EGFR

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan kata lain overekspresi. Overekspresi EGFR terjadi pada kanker

kandung kemih, otak, payudara, servik, uterus, kolon, esofagus, glioma,

ovarium, ginjal dan paru non-small-cell. Tumor dengan ekspresi EGFR

cenderung lebih agresif dan invasif (Santoso & Suharti, 2009).

Antibodi monoklonal (mAb) menargetkan komponen ekstraselular

EGFR dan protein sinyal lain dianggap berhubungan dengan

tumorigenesis, seperti ErbB230 dan vascular endothelial growth factor

(VEGF). Antineoplastik berikatan EGFR mAb yang menunjukkan potensi

antikanker termasuk cetuximab, panitumumab, zalutumumab, matuzumab,

necitumumab, dan nimotuzumab. Diyakini agen tersebut bekerja dengan

menempel pada epitop EGFR ekstraseluler dan secara sterik menghambat

protein membentuk konformasi dimerisasi optimal atau alternatif

menghalangi interaksi EGFR (Boland & Bebb, 2009).

Gambar 2.5. Mekanisme kerja obat anti-EGFR pada sel kanker.

[Ciardiello & Tortora, 2008]

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6 Radionuklida

Radionuklida dalam bidang kedokteran sekitar 95% digunakan

untuk diagnosa (Aziz & Suherman, 2013). Namun dengan berkembangnya

penelitian, aplikasi radionuklida dalam terapi mulai berkembang pesat.

Dalam terapi radiasi dikenal dua jenis teknik pemberian radiasi yaitu

teleterapi (radiasi eksternal) yang menggunakan radiasi dari luar tubuh

dan brakiterapi (terapi radiasi jarak singkat) dimana menggunakan sumber

radioaktif yang ditanamkan di dekat kanker dalam tubuh pasien. Sifat

radiasi ionisasi dapat berupa radiasi elektromagnetik (sinar-X dan sinar

gamma) atau partikel (partikel alfa, neutron, meson pi negatif dan ion

berat). Secara klinik, terapi radiasi dengan radiasi elektron dan sinar beta

(elektron dihasilkan selama peluruhan inti) paling bermanfaat. Untuk

terapi secara in vivo, radionuklida yang banyak digunakan adalah

pemancar-β (Sabiston, 1987; Rasjidi, 2009; Venkatesh & Chakraborty,

2005).

Pemilihan suatu radionuklida untuk suatu radiofarmaka sangat

tergantung pada aplikasinya. Radiofarmaka untuk pencitraan digunakan

radionuklida pemancar positron atau gamma dengan waktu paruh (T ½)

minimum. Radiofarmaka untuk terapi sementara itu pencitraan

karakteristik peluruhan, jarak tembus dan energi dari partikel yang

dipancarkan, lokalisasi yang spesifik, mudah diproduksi, farmakokinetik

dan aktivitas jenis yang memadai (Aziz & Suherman, 2013; Leswara,

2007).

Radionuklida untuk penandaan peptida dan antibodi harus

memiliki kemurnian radiokimia dan kemurnian radionuklida yang sangat

tinggi, dimana persyaratan kemurnian radiokimia yang baik biasanya

adalah 95% - 100%. Kemurnian radiokimia ini penting untuk mengetahui

apakah sediaan tersebut berada dalam bentuk senyawa kimia seperti yang

diinginkan atau tidak sehingga dapat memperkecil terjadinya penimbunan

pada organ lain (Nurlaila, 2007).

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7 Lu-177

Salah satu radionuklida golongan lantanida yang saat ini banyak

diteliti dan juga digunakan untuk terapi kanker adalah radionuklida 177

Lu.

Studi literatur memperlihatkan saat ini setidaknya tidak kurang dari 30

macam senyawa bertanda 177

Lu telah digunakan dan / atau dalam status uji

klinis untuk penanganganan kanker colon, kanker tulang metastasis,

limpoma non-Hodgkin dan kanker paru-paru (Kadarisman, Herlina, &

Sriyono, 2011). Lu-177 mempunyai waktu paruh (T1/2) 6,7 hari dimana

ketika meluruh mengemisikan partikel β- berenergi sedang dengan energi

maksimum sebesar 497 keV (78%) yang ideal untuk terapi tumor jaringan

lunak. Kemampuan penetrasi emisi partikel β- antara 0,04 sampai 1,8 mm

sehingga dapat membunuh sekitar 4 sampai 180 sel tumor. 177

Lu juga

memancarkan radiasi γ 208 keV yang memungkin scintigraphy dan

dosimetry. Toksisitas invivo dapat diminimalkan dengan cara

meminimalkan pelepasan isotop dengan membuat 177

Lu sebagai kompleks

logam yang stabil secara termodinamika dan kinetis untuk antibodi

monoklonal (mAb) atau immunoprotein dengan bifunctional chelating

agent (Kassis, 2011; Gansow, 1991; Kadarisman, Herlina, & Sriyono,

2011).

.

2.8 Nimotuzumab

Nimotuzumab yang sebelumnya diketahui sebagai hR3 merupakan

anti kanker Humanized antibodi IgG 1 kelompok inhibitor epidermal

growth factor receptor (EGFR) turunan dari plasenta manusia. Senyawa

ini mencegah sel kanker menerima pesan yang dibutuhkan sel untuk

tumbuh, berkembang dan menyebar dengan cara menghambat protein

epidermal growth factor reseptor yang terdapat pada permukaan sel

kanker dan dapat menghambat hasil vascular endothelial growth factor

(VEGF). Penghambatan ikatan ligan dan aktivitas reseptor ini terjadi

karena nimotuzumab menghambat aktivitas protein tirosin kinase dan

berikatan dengan afinitas yang optimal serta spesifisitas tinggi pada daerah

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ekstraseluler dari EGFR (Reddy & Couvreur, 2010; Godewijckstraat,

2012; Acton, 2013; Humani, Ramli, Rustendi, & Subur, 2010).

Nimotuzumab mengikat reseptor berdasarkan densitas EGFR, tidak

berakumulasi pada permukaan sel pada jaringan yang sehat seperti kulit,

mukosa GI, dan ginjal. Hal ini membuktikan bahwa nimotuzumab

mempunyai aktivitas yang sama dengan antitumor penghambat EGFR lain

tanpa menimbulkan efek samping yang berat terhadap jaringan yang

sehat. Nimotuzumab diharapkan memiliki aktivitas sinergis dengan agen

yang lebih lanjut meningkatkan aktivitas EGFR, seperti radiasi yang

mengandung rejimen (Tikhomirov, Garrido, Yang, Sherman, & Perez,

2008).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Martalena et al.,

(2012) nimotuzumab yang ditandai dengan 177

Lu lebih banyak membunuh

sel kanker (kanker paru-paru) dari pada nimotuzumab yang tidak ditandai.

Dengan demikian agar efektivitas nimotuzumab meningkat seperti yang

telah dilakukan pada penelitian Martalena et al., nimotuzumab sebaiknya

dilabelkan dengan 177

Lu, dimana ketika nimotuzumab mengikat EFGR,

mengemisikan alpha-beta atau emitor-partikel yang diharapkan dapat

menghentikan proliferasi dan metastasis sel kanker dengan mentransfer

energi kepada sel kanker sekitarnya agar sel kanker lisis (Ramli, et al.,

2012).

2.9 p-SCN-Bz-Dota

Bifunctional chelating agent (BFCA) adalah senyawa khelat

asiklik ataupun makrosiklik bifungsi yang mempunyai 2 fungsi yang

berbeda dimana dapat membentuk komplek dengan mengikat logam

seperti 177

Lu yang stabil secara termodinamika dan kinetik serta berfungsi

mengikat vektor terarah secara kovalen salah satu contohnya adalah mAb

oleh gugus fungsi yang reaktif (E′ VA TO′ TH., 1994). Salah satu derivat

tetraaza siklododekan tetra asam asetat yang banyak digunakan sebagai

BFCA adalah 2-(4-isothiocyanatobenzyl)-1,4,7,10-tetraazacyclo-

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dodecane-1,4,7,10- tetraacetic acid (p-SCN-Bz-DOTA) (DOTA, Gambar

2.6) yang mempunyai berat molekul 688 g/mol dan larut baik dalam air

Gambar 2.6. Struktur DOTA (kiri) dan p-SCN-Bz-DOTA(kanan).

[Brechbiel,2008]

Konjugasi mAb dengan p-SCN-Bz-DOTA didasarkan pada

interaksi gugus amino dari mAb yang berikatan dengan gugus tiosianat

dari p-SCN-Bz-DOTA oleh ikatan tiourea. Stabilitas p-SCN-Bz-DOTA

dalam membentuk komplek dengan logam dipengaruhi oleh empat lengan

karboksilat untuk membentuk komplek dan benzil yang terikat ke

kerangka karbon (Patterson, 2013).

2.10 Sediaan Radiofarmasi

Sediaan radiofarmaka menurut Wolf & Tubis (Leswara, 2007)

adalah suatu senyawa radioaktif yang dimaksudkan untuk dimasukkan ke

dalam tubuh manusia, baik untuk tujuan terapi maupun diagnosis serta

mengalami perubahan metabolism di dalam tubuh. Menurut Y. Cohen

sementara itu sediaan radiofarmaka adalah suatu senyawa radioaktif yang

dimasukkan ke dalam tubuh manusia, baik secara oral maupun parenteral,

serta tidak berada dalam wadah tertutup (sealed sources), karena itu akan

ikut mengalami perubahan metabolisme di dalam tubuh.

Sediaan radiofarmaka dapat digolongkan kedalam dua kelompok,

yaitu berupa: a) Isotop perimer (primary radionuclide); b) Senyawa

bertanda (labeled compound). Sediaan radiofarmaka dapat berupa larutan

untuk pemakaian oral, kapsul gelatin untuk pemakaian oral dan larutan

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

injeksi. Ada beberapa persyarat untuk larutan injeksi yang biasanya harus

dipenuhi, seperti sterilitas, isotonisitas, dan bebas pirogen.

Pemeriksaan kemurnian sediaan radiofarmaka terdiri dari :

1. Pemeriksaan fisika, pemeriksaan ini meliputi pengujian

kemurnian radiokimia dan konsentrasi radioaktif.

2. Pemeriksaan kimia, pemeriksaan ini termasuk pengujian

kemurnian radiokimia untuk mengetahui apakah zat aktif yang

telah ditentukan berada pada bentuk kimianya, penentuan pH,

dan penetapan kadar.

3. Pemeriksaan biologi, pemeriksaan biologi meliputi uji

sterilitas, pirogenitas, dan toksisitas.

(Leswara, 2007).

2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau Size Exclusion Chromatography

(SEC)

Gambar 2.7. Pemisahan 2 ukuran molekul dengan SEC.

Keterangan :1) campuran sampel sebelum masuk ke kolom; 2) campuran kolom

mulai masuk ke bagian atas koom; 3) pemisahan berdasarkan ukuran; dan 4)

pemisahan sempurna

Kromatografi eksklusi ukuran merupakan pemisahan kromatografi

cair dengan sinonim diantaranya GFC (gel-filtration chromatography),

GPC (gel permeation chromatography) dan kromatografi gel (Wu, 1995).

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pemisahan campuran menggunakan GFC (gel-filtration chromatography)

berprinsipkan memisahkan campuran berdasarkan ukuran molekul. Berat

molekul yang kecil akan terjebak masuk kedalam pori-pori gel sedangkan

berat molekul yang besar akan terbawa dengan pelarut menurunin kolom

dan keluar terlebih dahulu (Gambar 2.7). Dengan demikian pemisahan

dapat dilakukan pada molekul-molekul yang mempunyai ukuran yang

berbeda. Contoh GFC yaitu Sephadex G-25 berguna untuk memisahkkan

molekul-molekul dengan berat molekul sekitar 1000 sampai 5000 (Day &

Underwood, 2001).

2.12 Kromatografi kertas atau lapis tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis atau TLC (thin layer chromatography)

dapat disebut juga kromatografi planar merupakan kromatografi berupa

lempeng kaca, plastik, atau alumunium yang dilapisi dengan adsorben

berupa alumina, gel silica, dan selulosa dengan ketebalan adsorben

tersebut sekitar 0,1 mm sampai 0,3 mm. Lempeng yang paling umum

digunakan berukuran 8 x 2 inci (Day, 2001). Jarak yang ditempuh oleh

senyawa dari garis awal (tempat senyawa ditotolkan pada pelat) dibagi

dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut disebut ‘nilai Rf’ senyawa

tersebut (Watson, 2005).

2.13 SDS- PAGE

Sodium deodesil sulfat / soduim lauril sulfat (SDS–PAGE) merupakan

metode yang digunakan untuk analisis protein secara kuantitatif dengan

memisahkan protein berdasarkan ukurannya. SDS-PAGE sering

digunakan untuk menentukan berat molekul protein (walaupun tidak

akurat untuk beberapa kasus), memonitoring kemurnian protein, dan

mengidentifikasi protein pada sampel yang komplek.

Kekuatan dari sistem SDS-PAGE tidak hanya dari gel yang

digunakan tapi juga denaturasi oleh SDS. SDS merupakan detergen yang

memberikan muatan negatif sehingga terjadi unfolding membentuk

konfigurasi linier. Banyaknya ikatan molekul SDS sebanding dengan

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

banyaknya asam amino pada protein. Mobilitas protein yang terdenaturasi

oleh SDS berbanding terbalik dengan log berat molekulnya dimana protein

yang besar bermigrasi lebih lama dibanding protein yang kecil.

Gambar 2.8. Pola pemisahan protein dengan SDS-PAGE.

[Walker & Rapley, 2008]

Keterangan : Protein terdiri dari subunit 50 dan 30 kDa yang terikat oleh

jembatan sulfida akan bermigrasi menjadi 80 kDa pada kondisi dibawah nonreducing (-

ME; tidak terdapat 2-mercaptoetanol) dan terlihat dua pita (50 dan 30 kDa) pada kondisi

dibawah reducing.

SDS-PAGE pada kondisi reduksi menggunakan agen pereduksi

ikatan disulfida seperti 2-mekaptoetanol (2-ME). Dua kegunaan 2-ME

yaitu: a) Sebagai pereduksi ikatan kovalen yang mungkin ada antar protein

multimerik komplek b) Pereduksi ikatan kovalen yang ada dalam protein

dimana meningkatkan resolusi dan memungkinkan keakuratan dari massa

molekul. Perbandingan protein terisolasi pada reduksi dan non reduksi

SDS-PAGE memudahkan penentuan apakah protein mungkin berikatan

secara kovalen dengan protein lain dalam sel.

Identifikasi protein pada gel menggunakan pewarna untuk

memvisualisasikan pita atau spot pada gel. Pewarna yang sering dipakai

salah satu contohnya yaitu Commassie Briliant Blue sebagai pewarna yang

dapat berikatan dengan protein. Protein diwarnai pada gel PAGE dengan

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pelarut metanol atau asam asetat. Pewarnaan Commassie Briliant Blue

mempunyai batas deteksi 0,3 µg sampai 1 µg protein pada pita

menunjukan tidak begitu sensitif sehingga penggunaan perwarna ini untuk

protein yang komplek dan banyak pada gel (Corley, 2005).

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari hingga Juni 2014 di

Laboratorium Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarma (PTRR),

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Gd. 11, Kawasan PUSPIPTEK,

Serpong, Kota Tangerang Selatan.

3.2. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Metodologi

penelitian meliputi fragmentasi antibodi monoklonal nimotuzumab,

pengikatan bifunctional chelating agent (BFCA) p-benzyl isothiocyanate-

1,4,7,10-tetraazacyclododecane-1,4,7,10-tetraacetic acid (p-SCN-Bz-

DOTA) pada fragmen F(ab’)2-nimotuzumab, penandaan p-SCN-Bz-

DOTA-fragmen F(ab’)2-nimotuzumab dengan 177

Lu yang kemudian

diikuti dengan pemurnian dan uji stabilitas 177

Lu-p-SCN-Bz-DOTA-

fragmen F(ab’)2 -nimotuzumab.

3.3. Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Magnetic stirer (Labcompanion), Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT) (Shimadzu VP Series Means) yang terdiri dari system

controller (SCL-10A vp), HPLC pump (LC-10AD vp), solvent selector

(FCV 10AL vp), detektor UV-Vis (SPD-10A vp),dan size exclusion

column (SEC, Aglient Bio SEC-3, 7,8 x 300 mm), thermomixer

(Eppendrof), termometer, water bath, Mini-PROTEAN Tetra Cell

Electrophoresis (Bio-Rad), Scanner (HP Photosmart C4780), orbital

shaker (Fisher Scientific), plate reader (Biotek), mikropipet, labu ukur,

bakker glass, statif, kolom (10 x 1,2 cm) (Bio-Rad), neraca analitik

(Satorius, BSA3235-CW, max. 320 g), neraca analitik (Denver, 210 g-

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0,001 g), spatula, batang pengaduk, pipet tetes, sentrifus (Hettich EBA 8

S) dose calibrator, rotor, dan sentrifus berpendingin (Alegra 64 R).

3.3.2 Bahan

Nimotuzumab (Innogene, Kalbe Tech), HCl, NaOH, Lu-177

(177

LuCl3) diperoleh dengan cara mengirradiasi 176

Lu (176

Lu2O3,

pengkayaan 39,60%, Isoflex,) di RSG-GAS yang kemudian diproses di

laboratorium PTRR, bovine serum albumin (BSA, Sigma), resin penukar

ion Chelex 100 (Bio-Rad), NaCl, asam asetat glasial, natrium asetat,

dipotasium hidrogen fosfat, metanol, potasium dihidrogen fosfat, sodium

dodecyl sulfat (SDS) 10%, pewarna protein (Bio-Rad), p-SCN-Bz-DOTA,

larutan pewarna Coomasie Blue G-250 (Bio-Rad), pepsin serbuk (Sigma),

Trizma base, air bebas ion (hambatan 18,2 MegaOhm), EDTA (E.Merck),

N,N,N’N’-tetramethylenthylenediamine (TEMED), ammonium peroxide

disulfate (APS), amonium asetat, protein filter (10.000 MWCO, 5ml, Viva

Science), bromophenol blue, β-merkaptoetanol, gliserol, phosphate

buffered salin (PBS), Mini-PROTEAN TGX 4-20% (Bio-Rad), N’N’-bis-

methylene-acrylamide, celex (Bio-Rad), akrilamid, Sephadex G-25, PD-10

dan glisin.

3.4 Fragmentasi Nimotuzumab

3.4.1 Pemurnian Nimotuzumab

Nimotuzumab dimurnikan dari zat tambahan lainnya dengan cara

dialisis. Sejumlah nimotuzumab (12,5 mg, 2,5 mL) dimasukkan kedalam

kaset dialisis (20 KD MWCO) dan kemudian didialisis dalam 0,02 M

dapar asetat pH 4,5 pada suhu 4 0C selama 72 jam dengan penggantian

dapar setiap 24 jam. Nimotuzumab hasil dialisis diukur konsentrasinya

menggunakan spektofotometri UV-Vis dan dianalisis lebih lanjut dengan

KCKT (Humani, Ramli, Rustendi, & Subur, 2010).

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.2 Fragmentasi Nimotuzumab Menjadi F(ab’)2

0,625 mg pepsin (3200 U/mg) ditambahkan ke dalam 2,5 mL

larutan nimotuzumab (5mg/mL) dengan perbandingan 1:4 (mg/mL).

Campuran diinkubasi dengan Thermomixer pada 300 rpm selama 14 jam

pada suhu 37 0C. Proses fragmentasi kemudian dihentikan dengan

penambahan 3,75 mL tris-HCl pH 8,0. Campuran siap untuk proses

pemurnian (Haryuni, et al., 2014).

3.4.3 Pemurnian F(ab’)2-Nimotuzumab

Fragment F(ab’)2-nimotuzumab dipisahkan dari fragmen Fc

dengan menggunakan kolom PD-10 di pre-blocked dengan bovine serum

albumin dan pre-equilibrated dengan dapar fosfat 0,01 M pH 7,4.

Sejumlah (0,5 µL) campuran hasil fragmentasi dimasukan ke bagian atas

kolom yang diikuti dengan proses fraksinasi dengan eluen dapar fosfat

0,01 M pH 7,4. Eluat kemudian ditampung dalam tabung mikro (20

tabung, 0,25 mL/ tabung). Sejumlah cuplikan (10 µL) kemudian diambil

dari setiap fraksi dan dimasukkan kedalam 96 micro well. Ke dalam setiap

cuplikan ini kemudian ditambahkan 90 µL pewarna protein (BioRad, ¼

v/v dalam H2O) yang dilanjutkan dengan pengamatan perubahan warna /

absorbansi untuk melihat keberadaan protein hasil fraksinasi. Fraksi-fraksi

yang memberikan warna biru / absorbansi kemudian dianalisis lebih lanjut

dengan KCKT dan SDS-PAGE (non-pereduksi dan pereduksi) (Haryuni,

et al., 2014).

3.4.4 Analisis F(ab’)2-Nimotuzumab Menggunakan KCKT

Analisis F(ab’)2-nimotuzumab menggunakan perangkat KCKT

(Shimadzu) yang dilengkapi dengan size exclusion column (SEC, Bio-SEC

S250,7,7 x 300 mm) dan detektor UV-Vis (280 nm). Kolom kemudian

dielusi secara isokratik dengan 0,01 M PBS pH 7,4 (laju alir 1mL/menit)

(Hermanto, Haryuni, Ramli, Mutalib, & Hudiyono, 2012).

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.5 Analisis F(ab’)2-Nimotuzumab Menggunakan SDS-PAGE

Analisis F(ab’)2-nimotuzumab dengan SDS-PAGE dilakukan

dengan menggunakan perangkat Mini-PROTEAN Tetra Cell

Electrophoresis (Bio Rad). Elektroforesis dilakukan selama 60 menit

dengan tegangan 150 volt. Penanda yang digunakan adalah standar protein

dengan rentang berat molekul antara 7,1 sampai 209 kDa. Coomasie

briliant blue 0,1 % sebagai pewarna protein. Pencucian menggunakan

stained gel campuran metanol : larutan asam asetat (40% : 7,5%)

(Hermanto, Haryuni, Ramli, Mutalib, & Hudiyono, 2012).

3.4.6 Pemekatan Protein dengan Protein Filter

F(ab’)2-nimotuzumab dipekatkan dengan protein filter (MWCO

10.000) yang telah dijenuhkan dengan 10µL BSA 2,5% yang kemudian

dikondisikan dengan fosfat (K2HPO4) 0,1 pH 7,4. Sejumlah F(ab’)2

Nimotuzumab (2 mL) dimasukan kedalam protein filter (MWCO 10.000)

yang kemudian disentrifuse pada 2.500 rpm selama 1 jam sampai volume

menjadi 1 mL (Haryuni, et al., 2014).

3.5 Penyiapan 177

LuCl3

177LuCl3 disiapkan dengan cara mengiradiasi 0,4 mg

177Lu

(176

LuO3, pengkayaan 39,60%, di RSG-GAS selama 4 hari). Target yang

telah diiradiasi kemudiaan dipindahkan kedalam gelas beaker dan

kemudian diikuti dengan penambahan 2 mL HCl 6M. Campuran kemudian

didiamkan selama 30 menit sebelum penambahan 2 mL H2O2. Campuran

reaksi kemudian dipanaskan dengan pengadukan sampai kering. Garam

Lu-177 yang terbentuk kemudian dilarutkan dengan 3 mL HCl 0,025 M

(Humani, Ramli, Rustendi, & Subur, 2010).

3.6 Konjugasi p-SCN-Bz-DOTA pada F(ab’)2-Nimotuzumab

Kedalam sejumlah (1,27 x 10-5

mmol) F(ab’)2-nimotuzumab

ditambahkan larutan p-SCN-Bz-DOTA (2,545 x 10-4

mmol, dalam 1 mL

dapar fosfat pH 8,5). Campuran kemudian diatur pHnya menjadi 8,5

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan penambahan 0,1 M NaOH. Campuran kemudian diinkubasi pada

4 0C seharian. Immunokonjugat p-SCN-Bz-DOTA- F(ab’)2-nimotuzumab

yang terbentuk kemudian dimurnikan dari hasil samping reaksi dengan

cara dialisis menggunakan kaset dialisa (20 KD MWCO) (Vera, Eigner,

Henke, Lebeda, Melichar, & Beran, 2012).

3.7 Analisis p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-Nimotuzumab dengan KCKT

Analisis p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab menggunakan

perangkat KCKT (Shimadzu) yang dilengkapi dengan size exclusion

column (SEC, Bio-SEC S250,7,7 x 300 mm) dan detektor UV-vis (280

nm). Kolom kemudian dielusi secara isokratik dengan PBS 0,01M pH 7,4

(laju alir 0,8 mL/menit) (Hermanto, Haryuni, Ramli, Mutalib, &

Hudiyono, 2012).

3.8 Penandaan p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-Nimotuzumab dengan 177

Lu

Kedalam sejumlah p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab

ditambahkan sejumlah 177

LuCl3 (1/3,

v/v ammonium asetat 0,25 M pH 7,0).

Campuran reaksi kemudian diatur pH nya sampai menjadi 6,5 dengan

penambahan larutan HCl 0,01 M atau 0,01 M NaOH yang dilanjutkan

dengan proses inkubasi pada suhu 37 0C selama 1 jam. Pada akhir reaksi

sejumlah larutan EDTA 0,01 M pH 6,0 ditambahkan secara berlebih

(perbandingan mol EDTA : 177

Lu = 20 : 1) yang dilanjutkan dengan proses

inkubasi pada 37 0C selama 5 menit. Sejumlah cuplikan (5µL) kemudian

diambil dan dianalisis untuk menentukan persentase penandaan dengan

menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fase diam strip

ITLC-SG (1 x 10 cm) dan fase gerak berupa larutan salin (NaCl 0,9%).

Persentase penandaan dihitung berdasarkan total cacah yang

berada dibawah puncak radioimmunokonjugat dibandingkan terhadap

cacah total yang diaplikasikan pada strip KLT (Humani, Ramli, Rustendi,

& Subur, 2010).

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.9 Pemurnian 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-Nimotuzumab

Pemurnian 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab dilakukan

dengan menggunakan kolom Sephadex G-25 Medium (1,2 x 10 cm) yang

sudah dijenuhkan dengan 2 mL larutan BSA 10%. Campuran hasil

penandaan (4.7) dimasukan pada bagian atas kolom dan kolom kemudian

dielusi dengan dapar pospat 0,01 M, pH 7,4 dengan kecepatan alir 1 mL/

menit. Eluat kemudian ditampung dalam tabung mikro (50 tabung, 0,5 mL

tabung). Setiap fraksi eluat kemudian diukur radioaktifitasnya dengan

Dose Calibrator. Fraksi yang menunjukan adanya radioaktifitas kemudian

dianalisis dengan sistim KLT [(fase diam strip ITLC-SG,1 x 10 cm) dan

fase gerak berupa fase gerak berupa larutan salin (NaCl 0,9%)]. Fraksi-

fraksi yang mengandung 177

Lu- p-SCN-Bz-F(ab’)2-nimotuzumab dengan

kemurnian ~ 99,9% dikumpulkan dan siap digunakan untuk uji lebih lanjut

(Humani, Ramli, Rustendi, & Subur, 2010).

3.10 Uji Stabilitas 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-Nimotuzumab Pada Suhu

Kamar dan Pada 4 0C.

Sejumlah 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab (100 μL)

disimpan pada suhu kamar dan pada suhu 4 0C. Secara berkala sejumlah

cuplikan diambil dan kemudian dianalisis kemurnian radiokimianya

dengan sistim KLT (fase diam strip ITLC-SG, 1 x 10 cm) dan fase gerak

berupa larutan salin (NaCl 0,9%) (Humani, Ramli, Rustendi, & Subur,

2010).

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Dialisis Nimotuzumab

Sediaan nimotuzumab seperti yang tertera pada brosurnya

mengandung bahan utama nimotuzumab dan bahan pendukung lainnya

seperti dibasik sodium pospat (Na2HPO4), monobasik sodium pospat

(NaH2PO4), sodium klorida (NaCl), dan polisorbat 80 (Haryuni, 2013).

Dialisis dimaksudkan untuk memurnikan dan mengkondisikan

nimotuzumab dalam larutan dapar yang diinginkan. Pada penelitian ini

sediaan nimotuzumab didialisis menggunakan kaset dialisis (20 KD

MWCO) dalam 0,02 M dapar asetat pH 4,5 pada suhu 4 0C selama 72 jam

dengan penggantian dapar setiap 24 jam. Sediaan nimotuzumab yang telah

di dialisis selanjutnya dianalisis dengan KCKT.

KCKT yang dilengkapi dengan kolom eksklusi ukuran dan

detektor uv digunakan untuk menentukan kemurnian dan waktu retensi (rt)

nimotuzumab sebelum dan sesudah dialisis serta setelah proses

fragmentasi. Penentuan kemurnian nimotuzumab dilakukan dengan

membandingkan persentase area puncak nimotuzumab terhadap total area

puncak-puncak kromatogram cuplikan. Penentuan rt yang merupakan

fungsi berat molekul (BM) dilakukan dengan membandingkan terhadap rt

protein standar dengan BM antara 670000 – 1350 Dalton.

Gambar 4.1. Kromatogram standar protein.

Waktu Retensi (menit)

Res

po

n A

lat

(mV

)

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.1. Komponen standar protein

Gambar 4.1 dan Tabel 4.1 berturut-turut memperlihatkan

kromatogram standar protein dan komponen, BM dan rt standard protein,

sedangkan kromatogram nimotuzumab sebelum dan sesudah dialisis dapat

dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Kromatogram nimotuzumab.

Keterangan : (A) nimotuzumab sebelum dialisis, (B) nimotuzumab sesudah dialisis dan

(C) kondisi kolom SEC (Aglient Bio SEC-3) yang diinjeksikan blanko (air).

Protein

Berat

Molekul

(Dalton)

Retention

Time

(menit)

Thyroglobuin 670000 5,187

γ-globulin 158000 5,637

ovalbumin 44000 6,497

myoglobin 17000 7,563

vitamin B12 1350 10,233

Res

po

n A

lat

(mV

)

Res

po

n A

lat

(mV

)

Waktu Retensi (menit)

Waktu Retensi (menit)

A

B

Res

po

n A

lat

(mV

)

Waktu Retensi (menit)

C

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nimotuzumab sebelum dan sesudah dialisis memberikan puncak

dengan rt berturut-turut pada 5,743 dan 5,737 menit. Puncak nimotuzumab

dengan rt tersebut jika dibandingkan rt standar protein (Tabel 4.1) maka

BM nimotuzumab diperkirakan sekitar 150.000 Da. Kemurnian

nimotuzumab sebelum dan setelah didialisis berdasarkan persentase luas

puncak berurut-turut adalah 96,6% dan 100%.

4.2 Fragmentasi Nimotuzumab

Fragmentasi antibodi monoklonal atau imunoglobulin seperti

nimotuzumab menjadi F(ab’)2 dapat dilakukan dengan menginkubasi

antibodi monoklonal atau imunoglobulin dengan pepsin, dimana pepsin

memotong molekul antibodi monoklonal atau imunoglobulin pada sisi

terminal-C hinge region untuk menghasilkan fragmen F(ab’)2 dan

degradasi fragmen Fc (Hermanson, 1996).

Fragmentasi nimotuzumab untuk mendapatkan fragmen F(ab’)2

menggunakaan pepsin dilakukan selama 14 jam pada suhu 37 0C (Haryuni,

et al., 2014). Proses fragmentasi kemudian dihentikan dengan tris HCl 10

mM pH 8 untuk inaktivasi pepsin. Hasil fragmentasi nimotuzumab dengan

pepsin berupa F(ab')2 dan Fc kemudian dicuplik dan dianalisis dengan

SDS-PAGE dan KCKT untuk melihat profil nimotuzumab sebelum dan

sesudah fragmentasi. Fragmen F(ab’)2-niomotuzumab kemudian

dimurnikan dengan kolom PD-10 (Sephadex G-25 M).

4.3 Pemurnian F(ab’)2-Nimotuzumab

Pemurnian F(ab’)2-nimotuzumab dari Fc nimotuzumab dilakukan

dengan kolom PD-10 yang merupakan kolom kromatografi eksklusi

ukuran. Pada proses pemisahan dengan kolom kromatografi eksklusi

ukuran, molekul dengan BM yang besar akan terbawa dengan eluen

melewati sela-sela gel sehingga keluar terlebih dahulu dari kolom,

sedangkan molekul dengan BM yang kecil akan terjebak masuk kedalam

pori-pori gel sehingga keluar lebih belakangan (Day & Underwood, 2001).

Berdasarkan prinsip tersebut F(ab’)2-nimotuzumab akan turun terlebih

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dahulu dibanding Fc nimotuzumab. Gambar 4.4. memperlihatkan cuplikan

fraksi-fraksi hasil pemisahan F(ab’)2-nimotuzumab dari Fc nimotuzumab

dengan kolom PD-10 yang telah diberi pewarna protein.

Gambar 4.3. Cuplikan fraksi-fraksi hasil pemisahan F(ab’)2 -

nimotuzumab dan Fc nimotuzumab setelah diberi pewarna protein.

Gambar 4.3. diatas memperlihatkan bahwa hanya fraksi 13, 14, dan

15 memberikan memberikan warna biru yang mengindikasikan keberdaan

protein. Fraksi-fraksi ini kemudian dianalisis lebih lanjut dengan KCKT

dan SDS-PAGE.

4.4 Analisis Kemurnian F(ab’)2-Nimotuzumab

SDS-PAGE merupakan metode yang digunakan untuk analisis

protein secara kuantitatif dengan memisahkan protein berdasarkan BM

nya. SDS-PAGE sering digunakan untuk menentukan BM protein

(walaupun tidak akurat untuk beberapa kasus), memonitoring kemurnian

protein, dan mengidentifikasi protein pada sampel yang kompleks (Corley,

2005).

Gambar 4.4 memperlihatkan hasil analisis nimotuzumab sebelum

dan setelah fragmentasi, standar protein dalam kondisi reduksi (4.4.a) dan

non reduksi (4.4.b) dengan SDS-PAGE. Penentuan BM nimotuzumab

sebelum dan setelah fragmentasi dengan SDS-PAGE dilakukan dengan

membandingkan nilai Rf pita nimotuzumab (nilai Rf ini sebanding dengan

BM) sebelum dan sesudah difragmentasi pada kondisi reduksi dengan β-

merkaptoetanol dan kondisi non reduksi dengan nilai Rf pita-pita standar

protein pada kondisi yang sama. Tabel 4.2 memperlihatkan Rf pita-pita

standar dan BM protein - standar.

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.4. Hasil analisis nimotuzumab sebelum dan setelah

fragmentasi, serta fraksi hasil pemurnian dengan SDS-PAGE.

Keterangan : (a) Reduksi dengan β-merkaptoetanol; (b) Non reduksi; S :

Standar protein; N : Nimotuzumab; F : Nimotuzumab setelah fragmentasi (Fraksi

No. 13; 14 dan 15); (c) Perbesaran pita F.

Tabel 4.2. Rf pita-pita standar Vs BM protein –standar.

No. Protein BM

(KDa)

Log

BM Rf

1 Myosin 250 2,398 0,194805

2 Β-Galaktosidase 150 2,176 0,305195

3 Phosphorylase b 100 2 0,396104

4 BSA 75 1,875 0,467532

5 Ovalbumin 50 1,699 0,584416

6 Carbonic

anhydrase 37 1,568 0,662338

7 Soybean trypsin

inhibitor 25 1,398 0,785714

8 Lysozyme 20 1,301 0,844156

9 Aprotinin 15 1,176 0,922078

10 Insulin 10 1 1

Persamaan y = -1.659x + 2.682

(c)

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berdasarkan Tabel 4.2 kemudian disiapkan kurva kalibrasi standar

potein (BM vs Rf) yang persamaannya adalah y = -1.659x + 2.682.

Berdasarkan persamaan kurva kalibrasi standar protein, berat molekul dari

2 pita nimotuzumab dan 2 pita dari nimotuzumab setelah fragmentasi

(heavy chain Fab, dan campuran dari light chain Fab dan fragmen Fc)

pada kondisi reduksi berturut-turut adalah 49.08 kDa; 22.19 kDa; 21.65

kDa; dan 22.75 kDa. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan berat

molekul heavy chain Fab, dan campuran dari light chain Fab dan fragmen

Fc dari F(ab’)2-trastuzumab yang telah dilaporkan Hermanto et al., yaitu

sebesar 23 kDa dan 22 kDa.

Tabel 4.3. Hasil analisis nimotuzumab sebelum dan setelah fragmentasi

dengan SDS-PAGE

No Protein Reduksi Non reduksi

Rf(cm)

Berat Molekul

(kDa) Rf(cm)

Berat Molekul

(kDa)

1 mAb 0,597 49,08

0,306 149,40 nimotuzumab 0,805 22,19

2

heavy chain

Fab 0,799 21,65 - -

3

lightchain

Fab dan

fragmen Fc

0,812 22,75 - -

4 F(ab')2 - - 0,395 106,34

5 tidak

diketahui - -

0,5 71,2

Sedangkan pada kondisi non reduksi, berat molekul yang

diperoleh untuk nimotuzumab, dan 2 pita nimotuzumab setelah

fragmentasi (F(ab')2-nimotuzumab dan protein yang tidak diketahui)

berturut-turut adalah 149,40 kDa; 106,34 kDa; dan 71,20 kDa.

Dibandingkan dengan literatur, berat molekul nimotuzumab, F(ab’)2, dan

protein yang tidak diketahui pada kondisi non reduksi tidak jauh berbeda

pula dengan yang telah dilaporkan oleh Xiques et.al., yaitu sebesar 153,44

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kDa ;110,49 kDa; dan 72,44 kDa. Hasil analisa berat molekul terangkum

pada Tabel 4.3.

Berdasarkan hasil analisa SDS-PAGE pada kedua kondisi yaitu

reduksi dan non reduksi menunjukan bahwa nimotuzumab telah

terfragmen sempurna.

Kromatogram hasil analisis kemurnian F(ab')2-nimotuzumab yang

dimurnikan dengan kolom PD-10 dengan menggunakan KCKT yang

dilengkapi dilengkapi dengan kolom eksklusi ukuran ditampilkan pada

Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Kromatogram F(ab’)2-nimotuzumab setelah

dimurnikan dengan kolom PD-10.

Kromatogram pada Gambar 4.5 memperlihatkan dua puncak

dengan rt berurut-turut 6,037 dan 7,423 menit. Puncak pertama dengan rt

menit dapat dipastikan adalah F(ab’)2-nimotuzumab karena rt nya lebih

besar dari rt γ-globulin (5,637 menit, BM 158000 Dalton) dan lebih kecil

dari rt ovalbumin (6,497 menit, BM 44000). Puncak kedua dengan rt 7,423

menit sedikit lebih besar dari rt myoglobin (7,563 meit, BM 17000

Dalton) sementara itu adalah pengotor. Berdasarkan luas puncak

kromatogram hasil analisa KCKT F(ab’)2-nimotuzumab yang telah

dimurnikan dengan kolom PD-10 menunjukan kemurnian sebesar 89,1%.

4.5 Konjugasi F(ab’)2-Nimotuzumab dengan p-SCN-Bz-DOTA

Proses konjugasi F(ab’)2-nimotuzumab dengan p-SCN-Bz-DOTA

melibatkan pembentukan ikatan tiourea antara gugus –NH2 dari F(ab’)2-

nimotuzumab dengan gugus tiosianat dari p-SCN-Bz-DOTA (Patterson,

Res

po

n A

lat

(mV

)

Waktu Retensi (menit)

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2013). Skema reaksi konjugasi antara F(ab’)2-nimotuzumab dengan p-

SCN-Bz-DOTA ditampilkan pada Gambar 4.6.

Konjugat yang terbentuk didialisis menggunakan kaset dialisa

dengan MWCO 20 kDa di dalam dapar amonium asetat untuk

memurnikan dari p-SCN-Bz-DOTA yang tidak terikat dan

mengkondisikan dalam dapar yang sesuai untuk penandaan.

Gambar 4.6. Skema reaksi konjugasi antara F(ab’)2-nimotuzumab dengan

p-SCN-Bz-DOTA.

Dalam penelitian ini dilakukan dengan perbandingan mol F(ab’)2 -

nimotuzumab terhadap p-SCN-Bz-DOTA yaitu 1 : 20 dan 1 : 50. Konjugat

p-SCN-Bz-DOT-F(ab’)2-nimotuzumab yang terbentuk kemudian didialisis

menggunakan kaset dialisis dengan MWCO 20 KDalton di dalam dapar

amonium asetat untuk memurnikan dari p-SCN-Bz-DOTA yang tidak

terikat dan mengkondisikan dalam dapar yang sesuai untuk penandaan.

Konjugat kemudian dianalisis menggunakan KCKT yang dilengkapi

dengan kolom eksklusi ukuran dan detektor UV dan dielusi dengan eluen

PBS 0,01M dan kecepatan alir 0,8 mL/menit. Tabel 4.4 memperlihatkan rt

p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab dan rt F(ab’)2-nimotuzumab

serta nimotuzumab sebagai pembanding.

Pada Tabel 4.4 dapat dilihat rt puncak p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2 -

nimotuzumab sedikit lebih kecil dibandingkan dengan F(ab’)2-

nimotuzumab yang mengindikasikan telah terjadi konjugasi p-SCN-Bz-

DOTA pada F(ab’)2-nimotuzumab sehingga BM menjadi sedikit lebih

besar dibandingkan F(ab’)2-nimotuzumab.

p-SCN-Bz-DOTA F(ab’)2-nimotuzumab Imunokonjugat

p-SCN-Bz-DOTA-

F(ab’)2-nimotuzumab

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.4. Waktu retensi (rt) p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab dan

rt F(ab’)2-nimotuzumab serta nimotuzumabhasil analisis dengan KCKT.

Senyawa Waktu retensi

(rt) (menit)

Nimotuzumab 6,98

F(ab')2nimotuzumab 7,60

p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab 7,26

Catatan:

Kolom: eksklusi ukuran (SEC-18 Agilent), laju alir 0,8 mL/menit.

4.6 Penandaan

Pembentukan radioimmunokonjugat 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-

F(ab’)2-nimotuzumab dilakukan dengan menambah sejumlah larutan

177LuCl3 kedalam SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab yang diikuti

dengan pengaturan pH dan pemanasan. Skema reaksi pembentuan 177

Lu-

SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab ditunjukan pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Skema reaksi pembentukan radioimunokonjugat

177Lu-SCN-Bz-DOTA- F(ab’)2-nimotuzumab.

Radioimmunokonjugat atau 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-

nimotuzumab yang terbentuk seperti senyawa radiofarmaka yang lain

harus memenuhi beberapa persyaratan yang salah satunya adalah

kemurnian radiokimia. Kemurnian radiokimia yang tinggi (95% - 100%),

dimaksudkan untuk mencegah atau memperkecil terjadinya penimbunan

pada organ bukan target (Nurlaila, 2007).

Imunokonjugat

p-SCN-Bz-DOTA-

F(ab’)2-nimotuzumab

+ Radioimunokonjugat

177Lu-SCN-Bz-

DOTA-F(ab’)2-

nimotuzumab

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kemurnian radiokimia pada penelitian ini dilakukan dengan

mengacu pada sistim KLT pada penandaan antibodi monoklonal dengan

177Lu yang dilaporkan oleh Humani et al., (2010) yaitu menggunakan

sistim KLT dengan fasa diam ITLC-SG dan fasa gerak larutan salin.

Humani et al., melaporkan bahwa antibodi monoklonal bertanda 177

Lu dan

177Lu bebas (

177Lu yang tidak terikat pada antibodi monoklonal)

memberikan retardation factor (Rf) yang sama (0) pada KLT dengan fasa

diam ITLC-SG dan fasa gerak larutan salin. Pada pengujian radiokimia

antibodi monoklonal bertanda 177

Lu oleh sebab itu selalu ditambahkan

EDTA untuk mengikat 177

Lu bebas yang akan membentuk 177

Lu-EDTA

dengan Rf = 1. Tabel 4.5 memperlihatkan Rf dari komponen-komponen

yang terlibat pada proses penandaan SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-

nimotuzumab dengan 177

Lu yang diuji dengan menggunakan sistim KLT

dengan fasa diam ITLC-SG dan fasa gerak larutan salin.

Tabel 4.5. Rf dari komponen-komponen yang terlibat pada proses

penandaan SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab dengan 177

Lu.

Komponen Rf

177Lu 0

177Lu + EDTA

1

177Lu + F(ab’)2-nimotuzumab + EDTA 1

Nimotuzumab 0

177Lu + SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab + EDTA

(setelah dimurnikan)

0

Catatan: Sistim KLT dengan fasa diam ITLC-SG dan fasa gerak larutan salin (NaCl

0,9%).

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa kemurnian radiokimia

SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab bertanda 177

Lu dapat ditentukan

dengan sistim KLT dengan fasa diam ITLC-SG dan fasa gerak larutan

salin, dimana SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab bertanda 177

Lu

memberikan Rf = 0 sedangkan 177

Lu bebas yang tidak terikat dengan

SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab tetapi terikat pada EDTA (177

Lu-

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

EDTA) memberikan Rf = 1. Tabel 4.5 juga memperlihatkan bahwa tidak

ada 177

Lu yang terikat pada F(ab’)2-nimotuzumab yang tidak mempunyai

ligand DOTA.

Penandaan SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab dengan 177

Lu

dilakukan dengan rasio mol SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2 nimotuzumab 1 : 1

terhadap 177

Lu, dan pada akhir reaksi ditambahkan EDTA berlebih dengan

rasio mol 20 : 1 terhadap 177

Lu. Langkah pertama dalam proses

penandaan yaitu menambahkan sejumlah 177

Lu kedalam amonium asetat

0,25 M yang kemudian dimasukan dalam tabung reaksi yang berisi larutan

SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab, yang kemudian dikuti dengan

pengaturan pH, pemanasan pada 37 0C. Pada akhir reaksi kemudian

ditambahkan EDTA secara berlebih. Efisiensi penandaan kemudian

ditentukan dengan pengujian sejumlah cuplikan dengan menggunakan

sistim KLT dengan fasa diam ITLC-SG dan fasa gerak larutan salin.

Gambar 4.8 memperlihatkan efisiensi penandaan SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2

-nimotuzumab dengan 177

Lu terhadap lama waktu penandaan pada suhu

37 0C.

Gambar 4.8. Grafik optimasi waktu penandaan SCN-Bz-DOTA-

F(ab’)2-nimotuzumab dengan177

Lu.

Pada Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa lama waktu penandaan yang

optimum adalah 45 menit, karena tidak ada lagi peningkatan efisiensi

penandaan setelah pemanasan selama 45 menit..

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pada penelitian ini ada batch konjugat SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-

nimotuzumab yang berhasil disiapkan. Batch pertama disiapkan dengan

rasio mol p-SCN-Bz-DOTA 20 : 1 terhadap F(ab’)2-nimotuzumab dan

batch kedua dengan rasio mol p-SCN-Bz-DOTA 50 : 1 terhadap F(ab’)2-

nimotuzumab. Efisiensi penandaan kedua batch SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-

nimotuzumab tersebut dengan 177

Lu diperlihatkan pada Tabel 4.6.

Table 4.6. Efisiensi penandaan p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-

nimotuzumabdengan 177

Lu.

p-SCN-Bz-

DOTA-

F(ab’)2

nimotuzumab

Ratio mol: Efisiensi

penandaan p-SCN-Bz-

DOTA

F(ab’)2

nimotuzumab

20 1 4,91%

50 1 14,13%

Efisiensi penandaan p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab

dengan 177

Lu seperti terlihat pada Tabel 4.6 meningkat dari 4,91% (rasio

mol F(ab’)2-nimotuzumab dengan p-SCN-Bz-DOTA 1 : 20) menjadi

14,13% (rasio mol F(ab’)2-nimotuzumab dengan p-SCN-Bz-DOTA 1 :

50). Peningkatan efisiensi penandaan ini diperkirakan karena

meningkatnya jumlah DOTA yang terikat pada F(ab’)2-nimotuzumab

sehingga pada saat ditandai dengan 177

Lu jumlah 177

Lu yang terikat pada

p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab juga akan meningkat.

Sesuai dengan persyaratan kemurnian radiokimia suatu

radioimunokonjugat yang akan digunakan harus memiliki kemurnian

radiokimia 95% - 100% oleh sebab itu perlu dimurnikan lebih lanjut.

Pemurnian 177

Lu-p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab dari 177

Lu bebas

dalam bentuk 177

Lu-EDTA dilakukan dengan melewatkan campuran pada

kolom Sephadex G-25M yang kemudian dielusi dengan eluent dapar

pospat 0,01 M pH 7,4. Sejumlah fraksi (0,5 mL/fraksi, sebanyak 50 fraksi)

ditampung. Setiap fraksi kemudian diukur aktifitasnya dengan dose

calibrator. Gambar 4.9 memperlihatkan radiokromatogram hasil

pemurnian 177

Lu-p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab.

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.9. Radiokromatogram hasil pemurnian 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-

F(ab’)2-nimotuzumab.

Sesuai dengan prinsip kromatografi eksklusi ukuran molekul

dengan BM yang besar akan keluar terlebih dahulu diikuti oleh molekul

dengan BM yang lebih kecil. Berdasarkan radiokromatogram pada

Gambar 4.9 dapat diperkirakan bahwa puncak pertama adalah 177

Lu-p-

SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab sedangkan puncak ke dua 177

Lu

bebas dalam bentuk 177

Lu-EDTA. Gambar 4.10a dan 4.10b berikut

memperlihat radiokromatogram fraksi yang diambil puncak pertama

(Fraksi 17) dan puncak kedua (Fraksi 39).

a)

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.10. Radiokromatogram (a) Fraksi 17 dan (b) Fraksi 39.

Berdasarkan radiokromatogram fraksi 17 memberikan Rf = 0 yang

mengindikasikan keberadaan 177

Lu-p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-

nimotuzumab dengan kemurnian radiokimia 99,9%. Fraksi 39 sementara

itu memberikan Rf = 1 yang mengindikasikan keberadaan 177

Lu bebas

dalam bentuk 177

Lu-EDTA.

4.7 Uji Stabilitas

Sediaan radiofarmaka sama halnya dengan sediaan obat yang

lainnya harus cukup stabil dalam penyimpanan. Uji stabilitas penyimpanan

dilakukan pada dua kondisi yaitu pada suhu kamar dan suhu 40C dalam

beberapa waktu. Kestabilan 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab

diuji dengan ITLC-SG dengan fasa gerak larutan salin utuk mengetahui

kemurnian radiokimia. Syarat kemurnian radiokimia dari sediaan

radiofarmaka harus memiliki kemurnian 95% - 100% (Nurlaila, 2007).

Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji stabilitas yang telah dilakukan pada

0, 24, 48, 72, dan 96 jam menunjukan bahwa 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-

F(ab’)2-nimotuzumab yang disimpan pada suhu kamar dan 40

C masih

stabil karena kemurniannya diatas 95 % yaitu berkisar antara 98,9% -

99,9%.

b)

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.7. Persentase kemurnian pada suhu kamar dan 4 0C.

Jam Suhu kamar 4 0C

0 99,9 ± 0,02% 99,9 ± 0,02%

24 99,9 ± 0,23% 99,5 ± 0,26%

48 99,6 ± 0,26% 99,9 ± 0,25%

72 99,8 ± 0,06% 98,5 ± 1,28%

96 99,6 ± 2,05% 98,9 ± 2,42%

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Preparasi 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab sebagai

kandidat radiofarmaka telah berhasil dilakukan walaupun efisiensi

penandaan masih kecil. Penyiapan 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-

nimotuzumab diawali dengan proses fragmentasi nimotuzumab dengan

pepsin menjadi F(ab’)2-nimotuzumab selama 14 jam yang kemudian

dimurnikan dengan kolom PD-10. Fraksi yang megandung F(ab’)2-

nimotuzumab dikonjugasi dengan p-SCN-Bz-DOTA untuk membentuk

konjugat p-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab. Konjugat kemudian

ditandai dengan 177

Lu selama 1 jam pada suhu 370C dilanjutkan dengan

pemurnian dengan kolom sephadex G25 M. Kemurnian radiokimia 177

Lu-

SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab yang berhasil diperoleh pada

penelitian adalah sebesar 99,9%. Uji stabilitas 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-

F(ab’)2-nimotuzumab pada suhu 4 0C dan suhu kamar selama 96 jam

menunjukan 177

Lu-SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab stabil dengan

kemurnian radiokimia berkisar 98,9% - 99,9%.

5.2 Saran

Pada penelitian lebih lanjut disarankan melakukan optimasi kondisi

penandaan SCN-Bz-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab 177

Lu agar didapatkan

efisiensi penandaaan tinggi. Karakterisasi jumlah ligan dan 177

Lu yang

terikat pada F(ab’)2-nimotuzumab serta melihat stabilitas F(ab’)2-

nimotuzumab juga disarankan untuk dilakukan.

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Daftar Pustaka

Abbas, A. K., & Lichtman, A. H. (2005). Antibodies and antigens. Philadelphia:

Elsevier Saunders.

Acton, Q. A. (2013). Pancreatic Cancer : New Insights for the Healthcare

Professional. Atlanta Georgia: Scholarly Editions.

Alberts, B., Johson, A., Lewis, J., Raff, M., Robert, K., & Walter, P. (2002).

Molecular biology of the cell. New York: Garland Science.

Aziz, A., & Suherman, N. (2013). Karateristik Fisiko-Kimia Sediaan Radioisotop

175YbCl3 Hasil Iradiasi Bahan Sasaran 174Yb Diperkaya 98,4%. J. Iptek

Nuklir Ganendra, 16, 48-58.

Boland, W. K., & Bebb, G. (2009). Nimotuzumab: a novel anti-EFGR

monoklonal antibody that retains anti-EFGR activity while minimizing

skin toxicity. Expert.opin.bio.ther , 9.

Brechbiel. (2008, Mei 6). Backbone-Substituted Bifunctional Dota Ligands,

Complexes and Compositions Thereof, And Methods Of Using Same.

Campbell, S. C., Rini, B. I., Uzzo, R. G., & Lane, B. (2009). 100 Questions &

Answers About Kidney Cancer. Canada: Jones and Bartlett Publishers.

Ciardiello, F., & Tortora, G. (2008, Maret 13). EGFR Antagonists in Cancer

Treatment . N Engl J Med , 1160-1174.

Copper, G. (1993). The Cancer Book. UK: Jones and Bartlleth Publisher.

Corley, R. B. (2005). A Guide to Methods in the Biomedical Sciences. Boston:

Springer Science.

Day, R., & Underwood, A. (2001). Analisis Kimia Kualitatif edisi keenam.

Jakarta: Erlangga.

Deter, L. L. (2010). Medication Administration. USA: Delmar, Cengange

Learning.

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

E′ VA TO′ TH., B. E. (1994). Kinetics of formation and dissociation of lathanide

(III)–DOTA complexes. Inorg.Chem. , 4070-4076.

Fried, G. H., & Hadensenos, G. J. (2006). Schaum's Outlines of Theory and

Problems of BIOLOGY Second Edition. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Galsky, M. D. (2010). Everything You Need to Know about Cancer in Languange

You Can Actually Understand. USA: Jones and Bartlett. 4-9.

Gansow. (1991). Int. J. Rad.Appl. Instrum. [B]. Nucl.Med Biol , 369-381.

Godewijckstraat, V. (2012). Phase II study of nimotuzumab, a humanized

monoclonal anti-epidermal growth factor receptor (EFGR) antibody, in

patien with locally advanced or metastatic pancreatic cancer,

investigational new drugs. springer Netherlands.

Haryuni, R. D. (2012). Fragmentasi Nimotuzumab untuk Preparasi 125I-F(ab’)2-

Nimotuzumab Sebagai Radiofarmaka Terapi Kanker. Depok: Fakultas

Farmasi Universitas Indonesia.

Haryuni, R. D., Bahtiar, A., Soenarjo, S., Harahap, Y., Mutalib, A., Ramli, M., et

al. (2014). Fragmentation of Nimotuzumab for Preparation of 125 I-

F(ab')2-Nimotuzumab-NLS Radiopharmaceutical for Cancer Therapy.

Atom Indonesia.

Herbst, R., & Bunn, P. J. (2003). Targeting HER1:Oncogenic overexpression in

multiple tumor types. Clin Cancer Res , 5813-5824.

Hermanson, G. T. (1996). Bioconjugate Techniques. Academic Press.

Hermanto, S., Haryuni, R. D., Ramli, M., Mutalib, A., & Hudiyono, S. (2012).

Preparation of F(ab')2 transtuzumab fragment for Radioimmunoconjugate

synthesis of 177Lu-DOTA-F (ab')2-transtuzumab. IOSR Journal of

Pharmacy , 12-18.

Humani, T. S., Ramli, M., Rustendi, C. T., & Subur, M. (2010). Peparasi dan Uji

Stabilitas 177-Lu-Dota-Nimotuzumab Sebagai Radiofarmaka Terapi

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kanker. Seminar Nasional VI SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta.663-

669.

Kadarisman, S. S., Herlina, & Sriyono. (2011). Pemisahan Radioisotop Medis Lu-

177 Dari Matrik Yb-Lu Paska Iradiasi Melalui Resin Penukar Ion degan

Eluen alfa-HIBA dan Larutan HNO3.

Kassis, A. I. (2011). Therapeutic Rations of Targeted Radionuclides.

Philadelphia: LIPPINCOTT WILLIAMS & WILKINS,a WOLTERS

KLUWER business.

King, D. J. (1998). Applications and Engineering Of Monoclonal Antibodies.

CRC Press.

Leswara, N. D. (2007). Buku Ajar Radiofarmasi. Jakarta: EGC.

Limantara, L., & Heriyanto. (2011). Optimasi Proses Ekstraksi Fukosantin

Rumput Laut Coklat Padina Australis Hauck Meggunakan Pelarut Organik

Polar. Ilmu Kelautan , 86-94.

Nurlaila, Z. (2007). Radiofarmaka Peptida untuk Diagnosis dan Terapi . Maj

Kedokt Indon.Volum: 57. Nomor: 8. 265-273 .

Oemiati, R. (2011). Prevalensi Tumor dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhi

di Indonesia. Bul. Penelit. Kesehat, 39, 190-204.

Palasz, A., & Czekaj, P. (2000). Toxicological and cytophysiological aspects of

lanthanides action. Acta Biochimica Polonica.1107-1114 .

Pandit, N. K. (2007). Introduction to The Pharmaceutical Sciences. USA:

Lippincott Williams & Wilkins.

Pasaribu, E. T. (2006). Epidemiologi dan Etiologi Kanker. Majalah Kedokteran

Nusantara, 39, 266-269.

Patterson, C. (2013). Development of a New Positron Emission Tomography

Tracer for Targeting Tumor Angiogenesis : Synthesis, Small Animal

Imaging, and Radiation Dosimetry. Molecules , 5594-5610.

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ramli, M., Hidayat, B., Rustendi, C. T., Subur, M., Ardiyanto, C. N., Karyadi, et

al. (2012). In Vitro and In Vivo Testing of 177

Lu-DOTA-Nimotuzumab, a

Potential Radioimmunotherapeutical Agent of Cancers. ITB J., 333-345.

Rasjidi, I. (2009). Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer ,

103-108.

Reddy, L. H., & Couvreur, p. (2010). Macromoncular anticancer trapeutics. New

Jarsey: Human Press. 425.

Sabiston, D. C. (1987). Sabiston's Essentials Of Surgery. (J. Oswari, Ed.) Jakarta:

EGC.

Santoso, & Suharti. (2009). Epidermal growth factor receptor (EFGR) sebagai

sasaran terai kanker kolorektal. Cermin Dua Kedokteran, 36, 5-12.

Schwartz, G. F., Solin, L. J., Olivotto, I. A., Ernster, V. L., & Pressman, P. I.

(2000). Consensus conference on the treatment on in situ ductal carcinoma

of the breast. Cancer , 946-954.

Sloane, E. (2003). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

T. Smith, B. (2008). Concepts in Immunology and Immunotherapeutics fourth

edition. american society of health-system pharmacists. 29-30.

Tikhomirov, I. A., Garrido, G., Yang, E., Sherman, I., & Perez, R. (2008).

Bivalent Binding Properties of Epidermal Growth Factor Receptor

(EGFR) Targeted Monoclonal Antibodies : factors Contributing ti

Difference in Observed Clinical Profiles.

Tjay, T. H., & Raharja, K. (2007). OBAT-OBAT PENTING Khasiat, Penggunaan,

dan Efek Samping. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Venkatesh, M., & Chakraborty, S. (2005, November 14-18). Production of

Therapeutic Radionuclides in Medium Flux Research Reactors.

Proceedings of International Symposium, International Atomic Energy

Agency , 285-299.

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Vera, D. R., Eigner, S., Henke, K. E., Lebeda, O., Melichar, F., & Beran, M.

(2012). Preparasi and preclinical evaluation of 177

Lu-nimotuzumab

targeting epidermal growth factor receptor overexpressing tumors. Nuclear

Medicine and Biology , 3-13.

Watson, D. (2005). Pharmaceutical Analysis. UK: Elsevier Limited.

Widyastuti. (2007). Radiofarmaka Berbasis Antibodi. Jurnal Radioisotop dan

Radiofarmaka , 37-46.

Walker, J. M., & Rapley, R. (2008). Molecular Biomethods Handbook. New

Jarsey: Humana Press.

Wu, C.-S. (1995). Handbook of Size Exclution Chromatography. USA: Marcel

Dekker,Inc.

Xiques, A. (2010). Local Production of 90Y And 188Re Radionuclides and

Development of Radiopharmaceuticals for Therapy, “REPORT on the 2nd

Research Coordination Meet". REPORT on the 2nd Research

Coordination Meet on 'The Development of Therapeutic'. 41-54.www-

pub.iaea.org/MTCD/publications/PDF/trs470_web.pdf.

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Skema Prosedur Penelitian Secara Umum

Gambar 2. Bagan Kerangka Konsep Penelitian.

Pengukuran radioaktivitas dengan Dose Calibrator

Immunokonjugat DOTA- F(ab’)2 -nimotuzumab

Pemurnian dengan kaset dialisa

Zat tambahan

Fragmentasi dengan pepsin

Kolom dengan PD-10

Sediaan injeksi

nimotuzumab

Nimotuzumab

Konjugasi p-SCN-Bz-DOTA pada F(ab’)2-nimotuzumab

Analisa dengan KCKT dan SDS-PAGE

F(ab’)2-nimotuzumab Fragmen Fc

Kolom dengan Sephadex G-25 M

Penandaan dengan 177

Lu dan analisa persen penandaan

dengan KLT

Pemurnian dengan kaset dialisa

Uji stabilitas

177Lu-DOTA-F(ab’)2-nimotuzumab

177Lu bebas

Suhu 4 0C Suhu Kamar

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Pembuatan Pereaksi

a. Dapar asetat 0,02 M pH 4,5

Ditimbang natrium asetat 1,31 g dan ambil asam asetat 1,74 mL.

Keduanya dicampur dan ditambahkan 1 L air kemudian diaduk dengan

magnetik stirer. Cek pH larutan jika tepat pH 4,5 genapkan air hingga

2 L.

b. Dapar fosfat 0,1 M pH 7,4

Ditimbang 1,07 g natrium dihidrogen fosfat monobasik dan 2,18 g

dinatrium hidrogen fosfat dibasik. Campuran dilarutkan dalam 1 L air

kemudian diaduk dengan magnetik stirer. Cek pH larutan jika tepat pH

7,4 genapkan air hingga 2 L.

c. Tris HCl 10 mM pH 8

Ditimbang 60,60 mg trizma base, kemudian larutkan dalam 40 mL

air. Diaduk menggunakan magnetik stirer, pH diatur menjadi 8,0

dengan penambahan HCl 1 M. Larutan dimasukan dalam labu ukur 50

mL, kemudian ditambahkan air hingga volume tepat 50 mL.

d. HCl 1 M

Diambil 4,9 mL HCl 32 % kemudian dimasukan dalam gelas ukur

yang telah diisi air 25 mL. HCl dimasukan perlahan melewati dinding

gelas ukur dan selanjutnya digenapkan air menjadi 50 mL.

e. HCl 6 N

Diambil 11,8 mL HCl 32 % kemudian dimasukan dalam gelas ukur

yang telah diisi air 5 mL. HCl dimasukan perlahan melewati dinding

gelas ukur dan selanjutnya digenapkan air menjadi 20 mL.

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

f. Tris HCl 0,5 M pH 6,8 (dapar stacking)

Ditimbang 3 g trizma base, kemudian larutkan dalam 40 mL air.

Diaduk menggunakan magnetik stirer, pH diatur menjadi 6,8 dengan

penambahan HCl 6 N. Larutan dimasukan dalam labu ukur 50 mL,

kemudian ditambahkan air hingga volume tepat 50 mL.

g. Tris HCl 1,5 M pH 8,8 (dapar resolving)

Ditimbang 18,15 g trizma base, kemudian larutkan dalam 75 mL

air. Diaduk menggunakan magnetik stirer, pH diatur menjadi 8,8

dengan penambahan HCl 6 N. Larutan dimasukan dalam labu ukur 100

mL, kemudian ditambahkan air hingga volume tepat 100 mL.

h. SDS 10%

Ditimbang 1 g SDS kemudian tambahkan 8 mL air. Diaduk dengan

magnetik stirer hingga larut. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam

gelas ukur, ditambahkan air hingga volume mencapai 10 mL.

i. Larutan stok akrilamid / Bis 30%

Ditimbang 292 g akrilamid dan 0,8 g N’N’-bis-methylene-

acrylamide, dilarutkan dalam 100 mL air, kemudian disaring dan

disimpan pada suhu 4 0C. dihindarkan dari cahaya dan maksimum

penyimpanan 30 hari.

j. Larutan dapar running 10x

Ditimbang 15,5 g trizma base, 72 g glisin, dan 5 g SDS. Dilarutkan

dan ditambahkan air 500 mL air.

k. Larutan dapar sampel

Diambil 3,55 mL air; 1,25 mL dapar stacking; 2,5mL gliserol; 2

mL 10% SDS; dan 0,2 mL 0,5% bromophenol blue. Semua larutan

diaduk dengan magnetik stirer. Sebelum digunakan, 50 µL β-

merkaptoetanol ditambahkan ke dalam 950 µL larutan stok.

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

l. NaOH 1 M

Ditimbang 8 g NaOH dan dilarutkan dalam 150 ml air sampai

larut. Larutan dimasukkan dalam labu ukur dan digenapkan volumnya

menjadi 200 mL.

m. Bromophenol blue 0,5%

Ditimbang 5 mg bromophenol blue kemudian dilarutkan dalam 1

mL. Catatan : dibuat segar saat ingin digunakan.

n. Larutan APS 10%

Ditimbang 100 mg APS kemudian dilarutkan dalam 1 mL. Catatan

: dibuat segar saat ingin digunakan.

o. Larutan resolving gel 12%

Diambil 3,4 mL air; 4 mL akrilamid/ bis 30%; 2,5 mL dapar

resolving; dan 0,1 mL SDS 10%. Semua larutan dicampur hingga

homogen. Sebelum larutan dimasukkan ke dalam cetakan gel

elektroforesis, ditambahkan 200 µL APS 10% dan 10 µL TEMED.

p. Larutan stacking gel 4%

Diambil 6,1 mL air; 1,3 mL akrilamid/ bis 30%; 2,5 mL dapar

resolving; dan 0,1 mL SDS 10%. Semua larutan dicampur hingga

homogen. Sebelum larutan dimasukkan ke dalam cetakan gel

elektroforesis, ditambahkan 200 µL APS 10% dan 10 µL TEMED.

q. Larutan staining

Ditimbang 500 mg coomassie brilliant blue kemudian dilarutkan

dalam 250 mL metanol. Setelah larut, tambahkan campuran tersebut

dengan 35 mL asam asetat glasial dan 215 mL air.

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

r. Larutan destaining

Diambil 40 mL methanol dan 7,5 mL asam asetat kedalam gelas

ukur kemudian genapkan hingga volume menjadi 100 mL.

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Kadar Protein Nimotuzumab Hasil Dialisa.

Konsentrasi Absorban

Rata-rata absorban

Rata-rata absorban -

Blanko

Blanko 0,16 0,163 0,1615 S

tan

dar

Pro

tein

0,05 0,165 0,165 0,165 0,0035

0,1 0,204 0,207 0,2055 0,044

0,25 0,327 0,313 0,32 0,1585

0,5 0,477 0,444 0,4605 0,299

Sampel 10x

pengenceran 0,446 0,448 0,447 0,2855

y = 0,6537x - 0,0208

0,2855 = 0,6537x - 0,0208

X =

X = 0,468564 mg/mL

[sampel] = 10 x 0,4678564 mg/mL

= 4,68564 mg/mL

= 5 mg/mL

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Gambar Kurva Kalibrasi SDS-PAGE Kondisi Reduksi.

Lampiran 5. Kromatogram Absorbansi Fraksi Hasil Pemurnian Fragmen

Nimotuzumab dengan PD-10.

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Kromatogram dan Gambar Hasil KLT Komponen-Komponen yang

Terlibat Pada Proses Penandaan SCN-Bz-DOTA-F(Ab’)2-

Nimotuzumab dengan 177

Lu.

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA - … · 2.10 Sediaan Radiofarmasi ..... 17 . 2.11 Kromatografi Eksklusi Ukuran atau . Size . Exclusion Chromatography (SEC) ..... 18 . 2

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Alat Penelitian.

F(ab’)2-nimotuzumab

Kaset dialisa Termomixer Plate reader KCKT

Protein Filter KLT Kolom

Sephadex

Kolom

PD-10

Dose

Calibrator ᵧ- Counter