uin syarif hidayatullah jakarta official...

190
KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN SHOLAT WAJIB DI RUMAH ANAK MANDIRI KARIM DEPOK Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Vivi Aulia Rahmawati NIM. 1113051000061 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 1441 H/ 2020 M

Upload: others

Post on 06-Nov-2020

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN

ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM

MENGAJARKAN SHOLAT WAJIB DI RUMAH ANAK

MANDIRI KARIM DEPOK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Vivi Aulia Rahmawati

NIM. 1113051000061

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 1441 H/ 2020 M

Page 2: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN
Page 3: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN
Page 4: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN
Page 5: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

i

ABSTRAK

Vivi Aulia Rahmawati

Komunikasi Interpersonal antara Guru dan Anak

Penyandang Atisme dalam Mengajarkan Sholat Wajib di

Rumah Anak Mandiri Karim Depok.

Berkomunikasi dengan anak penyandang autisme tentu

berbeda dengan anak pada umumnya. Dengan ketidakmampuan

mereka dalam hal komunikasi, bahasa dan interaksi sosial mereka

juga perlu tahu apa itu sholat dan bagaimana caranya.

Berdasarkan hal tersebut guru melakukan komunikasi

interpersonal dalam mengajarkan sholat wajib.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka muncul

pertanyaan, bagaimana proses komunikasi interpersonal

berdasarkan tahapan proses penetrasi sosial antara guru dan anak

penyandang autisme dalam mengajarkan sholat wajib di Rumah

Anak Mandiri Karim Depok? apa saja faktor pendukung dan

penghambat komunikasi interpersonal tersebut?

Teori yang digunakan adalah teori penetrasi sosial yang

dipopulerkan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor. Teori ini

membahas perkembangan hubungan melalui 4 tahap yaitu

tahapan orientasi, tahapan pertukaran pejajakan afektif, tahapan

pertukaran afektif dan tahapan pertukaran stabil.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan

menggunakan metode deskriptif yaitu memberikan gambaran

suatu keadaan sejelas mungkin. Teknik pegumpulan data dalam

penelitian ini melalui observasi, wawancara mendalam dan

dokumentasi.

Proses komunikasi interpersonal yang dilakukan guru

dengan anak penyandang autisme dalam mengajarkan sholat

wajib di Rumah Anak Mandiri Karim Depok melalui 4 tahapan

penetrasi sosial, yaitu tahapan orientasi, tahapan pertukaran

pejajakan afektif, tahapan pejajakan afektif dan tahapan

pertukaran stabil. Faktor yang mempengaruhi yaitu faktor

kemampuan bahasa dan lingkungan yang baik, sedangkan faktor

yang menghambat yaitu faktor kemampuan komunikasi dan

gangguan emosi serta tidak konsisten orang tua di rumah.

Kata kunci : komunikasi interpersonal, guru, anak

penyandang autisme, sholat wajib, Rumah Anak Mandiri Karim

Depok.

Page 6: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahiim

Alhamdulillahirobbil „Alamin. Segala puji dan Syukur

bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, kasih sayang

dan karuniaNya, sehingga penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini. Shalawat beserta salam selalu Allah curahkan kepada baginda

Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa ummatnya

dari zaman jahiliyyah menuju era digital seperti saat ini. Semoga

kita selalu menjadi ummatnya yang taat dan mendapatkan

syafaatnya sampai akhir zaman. Aamiin Yaa Rabbal Alamin.

Tahap demi tahap dengan selalu memohon ridho Allah

SWT, Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi berjudul “Komunikasi Interpersonal Antara

Guru dan Anak Penyandang Autisme dalam Mengajarkan

Sholat Wajib di Rumah Anak Mandiri Karim Depok”. Skripsi

ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh

gelar sarjana sosial pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis selalu

mendapatkan bantuan dari beberapa pihak, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Baik itu berupa pikiran, tenaga,

dorongan moril maupun materil. Maka dari itu penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu memperlancar penyelesaian skripsi ini.

1. Suparto, M.Ed., Ph. D selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah

dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, MSW selaku

Page 7: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

iii

Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Sihabudin Noor, MA

selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Drs.

Cecep Castrawijaya, MA selaku Wakil Dekan Bidang

Kemahasiswaan.

2. Dr. Armawati Arbi, M.Si selaku Ketua Jurusan Komunikasi

dan Penyiaran Islam, serta Dr. H. Edi Amin, MA selaku

Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Artiarini Puspita Arwan, M.Psi selaku dosen pembimbing

penulis yang telah bersedia membimbing dan banyak

memberikan masukan serta saran kepada penulis dan

dengan kebaikannya selalu memberikan dorongan bagi

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga

akhir dengan penuh kesabaran dan dediksi yang tinggi.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada beliau, semoga Allah SWT senantiasa

memberikan keberkahan, kesehatan dan kebaikan setiap

saat kepada beliau dan keluarganya.

4. Nunung Khoiriyah, M.A. selaku Dosen Penasehat

Akademik KPI B Angkatan 2013 yang telah memberikan

masukan dan dukungan dalam pembuatan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi yang telah memberikan beragam ilmu dan

pengalaman kepada penulis selama perkuliahan.

6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

membantu penulis dalam urusan administrasi selama

perkuliahan dan penelitian skripsi ini.

Page 8: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

iv

7. Segenap karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu

memperlancar penulis dalam mencari referensi buku.

8. Fauzan Safari.Amd.OT.S.Pd.MM selaku Kepala Sekolah

Rumah Anak Mandiri Karim Depok, yang telah

mengizinkan penulis meneliti disana dan banyak

memberikan informasi yang bermanfaat selama penyusunan

skripsi ini.

9. Etty Fatimah, Budi Hermawan, Muchsin, Sari, Rozak

Romadhon, Dwi Adi Saputra selaku guru di Rumah Anak

Mandiri Karim Depok sekaligus informan dalam penelitian

ini. Terima kasih telah berkenan memberikan informasi

yang penulis butuhkan.

10. Kedua Orangtua tercinta, Papa Alm. Muhammad Nuh dan

Mama Jamilah yang selalu sabar dan tak pernah lelah

mendoakan, mendidik, menyayangi, mengasihi serta

memberikan dukungan dan memotivasi penulis agar

senantiasa semangat dalam mencari ilmu dan

menyelesaikan skripsi ini.

11. Kaka penulis Eva Musyarofah dan adik penulis Akhmad

Fakhri Syauqi dan Syamsul Fajri yang sudah memberikan

semangat dan motivasi penulis untuk segera menyelesaikan

skripsi ini.

12. Erika Sita Prasasti dan Santika Oktaviani Fajrin, sahabat

yang selalu memberikan semangat, masukan, doa, kasih

sayang, meluangkan waktunya untuk membantu penulis,

Page 9: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

v

menjadi tempat penulis berkeluh-kesah selama pasang surut

penyusunan skripsi ini.

13. Sahri Rahma Fitri dan Rahmatussirri yang selalu saling

support untuk menyelesaikan skripsi masing-masing, teman

kekampus, yang selalu membantu penulis dalam pembuatan

skripsi ini, dan yang selalu menghibur ketika penulis

sedang jatuh.

14. Sahabat-sahabat tercinta Alm. Indra Jaya, Farha Dinanti

Kirli, Alvian Surya Kristyanto, Vicky Afrinaldi, Shara

Maylani, Yogas Windo Dwiputro, Theza Aldiansyah yang

selalu menghibur, memotivasi, yang selalu sabar menunggu

penulis agar menyelesaikan skripsi ini. Tersayang pokonya.

Ayok foto pakai toga bareng!

15. Tim Ayoan, Hanida Nur Syafitri, Tasha Umi, Azzam

Alaudin, Sefrida Bashar dan Sandi Erlangga yang selalu

ada sedari madrasah, memberikan semangat dan menghibur

penulis.

16. Adik-adikku tersayang Siti Sakhinah, Widya Rahmatia,

Salfania Yuanita, terima kasih telah memberikan semangat

dan doa kepada penulis.

17. Semua pihak yang terlibat membantu dan memberikan

dukungan dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat

disebutkan satu persatu. Tanpa mengurangi rasa hormat,

penulis mengucapkan terima kasih yang begitu besar.

Page 10: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

vi

Demikian ucapan terima kasih yang dapat penulis

sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu mulai dari

awal penulisan hingga skripsi ini dapat terselesaikan, semoga

Allah SWT membalas semua kebaikan mereka semua dan

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan seluruh

pihak yang membaca.

Jakarta, 20 Januari 2020

Vivi Aulia Rahmawati

Page 11: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK .....................................................................................i

KATA PENGANTAR ................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................ix

DAFTAR TABEL ........................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah.................................................. 7

C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 9

E. Metodologi Penelitian ................................................................ 9

F. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 15

G. Sistematika Penulisan .............................................................. 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................... 22

A. Landasan Teori ......................................................................... 22

1. Teori Penetrasi Sosial .......................................................... 22

B. Landasan Konseptual ............................................................... 27

1. Komunikasi ......................................................................... 27

2. Komunikasi Interpersonal ................................................... 35

3. Anak Penyandang Autisme ................................................. 50

4. Karakteristik Fase Perkembangan ...................................... 59

5. Sholat Wajib ........................................................................ 66

C. Kerangka Berpikir .................................................................... 68

BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH ANAK MANDIRI

KARIM DEPOK ........................................................................ 69

A. Profil Umum Rumah Anak Mandiri Karim ............................. 69

Page 12: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

viii

B. Visi dan Misi Rumah Anak Mandiri Karim ............................. 70

C. Program Kegiatan Rumah Anak Mandiri Karim ..................... 71

D. Sejarah Berdirinya Rumah Anak Mandiri Karim .................... 71

E. Struktur Organisasi .................................................................. 80

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ..................... 81

A. Proses Komunikasi Interpersonal berdasarkan Tahapan

Penetrasi Sosial antara Guru dengan Anak Penyandang Autisme

dalam Mengajarkan Sholat Wajib di Rumah Anak Mandiri Karim

Depok. .............................................................................................. 81

B. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat. ............................ 97

BAB V PEMBAHASAN .......................................................... 103

A. Proses Komunikasi Interpersonal berdasarkan Tahapan

Penetrasi Sosial antara Guru dengan Anak Penyandang Autisme

dalam Mengajarkan Sholat Wajib di Rumah Anak Mandiri Karim

Depok ............................................................................................. 103

B. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat ........................... 111

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN............... 116

A. Simpulan ................................................................................ 116

B. Implikasi ................................................................................ 119

C. Saran ...................................................................................... 120

DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 122

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................... 127

Page 13: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi tahapan penetrasi sosial .............................. 25

Gambar 2.2 Ilustrasi tahapan proses komunikasi ......................... 39

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir .................................................... 68

Gambar 3.1 Struktur Organisasi ................................................... 80

Page 14: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Siswa RAM Karim 2018/2019 ........................ 78

Tabel 3.2 Jumlah Siswa Yang Mengikuti Program Reguler ........ 74

Tabel 3.3 Jumlah Siswa Yang Mengikuti Program Boarding...... 75

Page 15: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan dalam berkomunikasi merupakan bagian

penting dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi adalah

persyaratan kehidupan manusia untuk bersosialisasi dengan

manusia lainnya. Dengan memiliki kemampuan berkomunikasi

yang baik, manusia dapat memahami dan menyampaikan

informasi, meminta yang disukai, menyampaikan pikiran dan

menyatakan keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Komunikasi itu sendiri adalah suatu proses dimana

seseorang menyampaikan pesannya, baik dengan lambang bahasa

maupun dengan isyarat, gambar, gaya yang antara keduanya

sudah terdapat kesamanaan makna, sehingga keduanya dapat

mengerti apa yang sedang dikomunikasikan. Dengan kata lain,

jika lambangnya tidak dimengerti oleh salah satu pihak, maka

komunikasinya akan tidak lancar dan tidak komunikatif.1

Berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikan,

komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, yaitu

komunikasi interpersonal (antarpribadi), komunikasi kelompok

dan komunikasi massa. Komunikasi interpersonal adalah

komunikasi yang berlangsung antara dua orang dimana terjadi

kontak langsung dalam bentuk percakapan. Secara umum

1 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, Cet I, (Jakarta: UIN Jakarta Press,

2007), h.21

Page 16: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

2

komunikasi interpesonal dapat diartikan sebagai suatu proses

pertukaran makna antara orang yang saling berkomunikasi.2

Karakteristik dari komunikasi interpersonal adalah sifatnya

dua arah atau timbal balik dan feedbacknya langsung dan tidak

tertunda. Salah satu tanda komunikasi itu efektif adalah hubungan

interpersonal yang baik, komunikasi akan tidak efektif dan lancar

apabila isi pesan yang kita sampaikan tidak dimengerti oleh salah

satu pihak. Komunikasi interpersonal dapat dilaksanakan antara

orang tua dan anak, perawat dan pasiennya dan juga guru dengan

murid.

Untuk mengetahui bagaimana suatu hubungan interpersonal

berkembang atau sebaliknya, rusak, dapat dilakukan dengan

mempelajari sebuah teori komunikasi yang disebut Teori

Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory – SPT) dari Irwin

Altman & Dalmas Taylor (1973). Teori penetrasi sosial (social

penetration theory) berupaya menggambarkan suatu pola

pengembangan hubungan dan mengidentifikasikan proses

peningkatan keterbukaan dan keintiman seseorang dalam

menjalani hubungan dengan orang lain.3 Maksudnya adalah teori

ini mengupas tentang bagaimana seseorang meningkatkan

kualitas hubungannya, bermula dari rasa sungkan untuk berbicara

hingga akhirnya mencapai tahap terbuka antara satu sama lain.

Melalui pernyataan Griffin dalam bukunya A First Look of

Communication Theories. New York: McGraw Hill diketahui

2 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, Cet I, (Jakarta: UIN Jakarta Press,

2007), h.106 3 Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa,(Jakarta:

Kencana Prenada Group, 2013), h.296

Page 17: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

3

bahwa kedekatan interpersonal merujuk pada sebuah proses

ikatan hubungan dimana individu-individu yang terlibat bergerak

dari komunikasi superfisial menuju ke komunikasi yang lebih

intim. Lebih lanjut Griffin menyebutkan bahwa keintiman yang

bertahan lama membutuhkan ketidakberdayaan yang terjadi

secara berkesinambungan tetapi juga bermutu dengan cara

melakukan pengungkapan diri yang luas dan dalam.

Keintiman di sini, menurut Altman & Taylor, lebih dari

sekedar keintiman secar fisik; dimensi lain dari keintiman

termasuk intelektual dan emosional, hingga pada batasan di mana

kita melakukan aktivitas bersama. Artinya, perilaku verbal

(berupa kata-kata yang digunakan), perilaku nonverbal (dalam

bentuk postur tubuh, ekspresi wajah, dan sebagainya), serta

perilaku yang berorientasi pada lingkungan (seperti ruang antara

komunikator, objek fisik yang ada di dalam lingkungan, dan

sebagainya) termasuk ke dalam proses penetrasi sosial.4

Seperti komunikasi interpersonal antara guru dengan murid

yang menyandang autisme. Tentu saja cara-cara berkomunikasi

dan interaksi komunikasi dalam mengajarkan anak penyandang

autisme berbeda dengan anak-anak pada umumnya, dalam

mengajarkan dan berkomunikasi dengan anak penyandang

autisme, guru juga harus memiliki kesabaran yang berlebih,

dilakukan setiap hari dan guru juga perlu melakukan pendekatan

4 Tine Agustin Wulandari, "Memahami Pengembangan Hubungan

Antarpribadi Melalui Teori Penetrasi Sosial." Majalah Ilmiah UNIKOM

bidang Humaniora, n.d.: 104-106.

Page 18: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

4

agar terjalin hubungan yang baik antara guru dan anak

penyandang autisme.

Intensnya komunikasi interpersonal yang guru lakukan agar

terjadi pengembangan hubungan dari awal masuk hingga

sekarang, termasuk dalam tahapan – tahapan proses penetrasi

sosial. Hal itu dilakukan agar guru dan anak penyandang autisme

saling mengenal, guru mendapatkan perhatian dan anak

penyandang autisme tersebut mau mendengarkan, menerima dan

memberikan feedback.

Menurut Syaira Arlizar Ritonga menjelaskan komunikasi

interpersonal yang terjadi antara guru dengan siswa penyandang

autis, masing-masing informan penulisan mempunyai kedekatan

yang sangat erat dengan masing-masing gurunya karena dalam

proses belajar mereka hanya diajarkan oleh satu orang guru saja.

Hal ini yang membuat chemistry di antara mereka semakin erat

dan keterbukaan komunikasi yang terjalin cukup baik layaknya

orangtua dan anak.

Komunikasi interpersonal yang terjalin di antara mereka

didukung dengan adanya rasa keterbukaan, kasih sayang, dan

saling percaya antara satu sama lain. Peran guru di sekolah sangat

membantu orangtua dalam mengembangkan bakat dan kreativitas

yang dimiliki anak autis. Orangtua sepenuhnya mempercayakan

kepada guru untuk bisa membantu perkembangan anaknya, baik

dalam hal komunikasi maupun perkembangan yang lainnya

seperti sosialisasi, rasa percaya diri, dan lain-lain.5

5 Syaira Arlizar Ritonga, Effiati Juliana Hasibuan. "Komunikasi

Interpersonal Guru dan Siswa Dalam Mengembangkan Bakat dan Kreatifitas

Page 19: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

5

Salah satu kesulitan yang dimiliki oleh anak penyandang

autisme adalah dalam hal komunikasi, oleh karena itu

perkembangan komunikasi pada anak penyandang autisme sangat

berbeda, terutama pada anak-anak yang mengalami hambatan

yang berat dalam penguasaan bahasa dan bicara. Kesulitan dalam

komunikasi ini dikarenakan anak penyandang autisme mengalami

gangguan dalam berbahasa (verbal dan nonverbal), padahal

bahasa merupakan media utama untuk berkomunikasi.

Mereka kesulitan untuk mengkomunikasikan keinginannya

baik secara verbal (lisan/tulisan) maupun nonverbal (isyarat/gerak

tubuh). Sebagian besar dari mereka dapat berbicara,

menggunakan kalimat pendek dengan kosa kata sederhana namun

kosa katanya terbatas dan bicaranya sulit dipahami. Mereka yang

dapat berbicara senang meniru ucapan dan membeo (echolalia).

Autis sendiri berasal dari kata auto yang berarti sendiri.

Penyandang autisme hidup didunianya sendiri.6 Keterlambatan

komunikasi dan bahasa merupakan ciri yang menonjol dan selalu

dimiliki oleh anak autis. Sebagian besar dari mereka cara

berkomunikasi dengan non-verbal communication, karena

sebagian besar dari mereka belum dapat bicara dan mereka pun

membutuhkan rancangan dan strategi serta pendekatan untuk

Anak Autis di SLB Taman Pendidikan Islam (TPI) Medan." Jurnal Simbolika,

Volume 2, Nomer 2, 2016: 197. 6 Y. Handojo, Autisma:Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk

Mengajar Anak Normal, Autis dan Prilaku Lain, (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu

Populer, 2003), h.12

Page 20: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

6

meningkatkan kemampuan komunikasi nonverbal ini secara

tepat.7

Dalam hal ini, peneliti akan melakukan penelitian di Rumah

Anak Mandiri Karim. Rumah Anak Mandiri Karim berada

dibawah Yayasan Maryam Karim, yaitu sebuah yayasan yang

didirikan untuk tujuan melakukan perkhidmatan dan

penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan

khusus. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut meliputi

mereka yang didiagnosa mengemban sindrom Hiperaktif,

Attention Deficit Hyperactivity Disoser (ADHD), Autisme,

Gangguan Perkembangan Pervasif dan gangguan-gangguan

lainnya yang menyulitkan mereka untuk tumbuh dan berkembang

sebagaimana layaknya anak-anak lain. 8 Yang membedakan

Rumah Anak Mandiri Karim dengan sekolah khusus untuk anak-

anak berkebutuhan khusus yang lainnya adalah Rumah Anak

Mandiri Karim menyelenggarakan pendidikan melalui rumah

pendidikan berasrama dan juga terdapat kurikulum wajib

mengenai akhlak dan spiritual, salah satunya adalah mengenai

sholat wajib.

Seperti yang sudah kita ketahui Sholat merupakan salah

satu dari lima rukun islam. Inilah rukun islam yang sangat

penting bagi kaum muslim, Sholat adalah kewajiban utama bagi

setiap oranag islam yang telah baligh, selama ia masih

menghembuskan nafas, selama itu pula kewajiban sholat melekat

7 Joko Yuwono, Memahami Anak Autistik: Kajian Teoritik dan

Empirik, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 61 8 Tim Rumah Anak Mandiri Karim, About Us, ramkarim.webflow.io,

diakses pada tanggal 5 Agustus 2017 pukul 12.00 WIB.

Page 21: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

7

dipundaknya, tidak dapat diwakilkan.9 Sholat pula merupakan

salah satu tanda ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah.

Sholat harus kita kerjakan kapan pun dan dimanapun tanpa ada

terkecuali. Oleh karena pentingnya sholat maka diperlukan untuk

mengetahui tata-cara, rukun, syarat dan bacan sholat, agar sholat

kita diterima Allah SWT, tak terkecuali dengan anak-anak

penyandang autisme.

Berdasarkan permasalahan di atas, perlu adanya penelitian

secara mendalam bagimana komunikasi interpersonal yang

dilakukan guru dan anak penyandang autisme dalam mengajarkan

sholat wajib, tentu komunikasi interpersonal yang dilakukan guru

kepada anak penyandang autisme berbeda dengan anak-anak

pada umumnya, karena berbagai ketidakmampuan anak

penyandang autisme dalam berhubungan sosial dan

berkomunikasi. penulis bermaksud untuk melakukan sebuah

penelitian skripsi yang berjudul “Komunikasi Interpersonal

Antara Guru Dan Anak Penyandang Autisme Dalam

Mengajarkan Sholat Wajib di Rumah Anak Mandiri Karim

Depok.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih fokus dan tidak melebar, maka

peneliti perlu membatasi permasalahan. Peneliti hanya

meneliti tentang komunikasi interpersonal dalam hal

tahapan proses penetrasi sosial antara guru dan anak

9 Yudho P, Buku Penuntun, Shalat Yuk!, (Bandung : Mizan Media

Utama, 2006), h.7-9

Page 22: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

8

penyandang autisme (10-12 tahun) dan dalam mengajarkan

sholat wajib, sholat wajib disini yaitu sholat wajib lima

waktu di Rumah Anak Mandiri Karim Depok.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat

dikemukakan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana proses komunikasi interpersonal berdasarkan

tahapan proses penetrasi sosial antara guru dan anak

penyandang autisme dalam mengajarkan sholat wajib di

Rumah Anak Mandiri Karim Depok ?

b. Apa saja faktor pendukung dan penghambat komunikasi

interpersonal antara guru dan anak penyandang autisme

dalam mengajarkan sholat wajib di Rumah Anak

Mandiri Karim Depok ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka diketahui

tujuan dari penelitian ini, anatara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi

interpersonal melalui tahapan proses penetrasi sosial

antara guru dan anak penyandang autisme dalam

mengajarkan sholat wajib di Rumah Anak Mandiri

Karim Depok

2. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan

penghambat komunikasi interpersonal antara guru dan

anak penyandang autisme dalam mengajarkan sholat

wajib di Rumah Anak Mandiri Karim Depok.

Page 23: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

9

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi untuk

perkembangan keilmuan di bidang komunikasi

interpersonal dan tahapan proses penetrasi sosial . Dan juga

menambah referensi di bidang keilmuan Islam khususnya di

Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat di bidang

komunikasi. Diharapkan juga menjadi acuan dalam

penelitian-penelitian mengenai bidang komunikasi.

E. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, pendekatan penelitian yang di

gunakan adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif

adalah “keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial

yang berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia

kehidupan. Metode yang diterapkan untuk melihat dan

memahami subjek dan objek penelitian, yang meliputi

orang, lembaga, berdasarkan fakta yang tampil secara apa

adanya.”10

Pendekatan kualitatif juga menempatkan peneliti

sebagai orang yang dari masyarakat sehingga penelitian ini

cenderung sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan.

10

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik,

(Jakarta: Bumi Aksara,2013),h. 25

Page 24: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

10

Penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif.

Metode deskriptif merupakan “jenis metode penelitian

yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan

sejelas mungkin tanpa ada perlakuan khusus terhadap objek

yang diteliti”.11

Metode deskriptif bertujuan untuk

mengumpulkan informasi secara aktual dan terperinci.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, subjek penelitian adalah 6 guru dan

3 anak penyandang autisme di Rumah Anak Mandiri Karim

Depok.

Pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini

menggunakan sampel kasus tipikal, dimana maksud dari

sampel ini adalah data yang dihasilkan tetap tidak

dimaksudkan untuk digeneralisasi, mengingat sampel tidak

bersifat definitive (pasti) melainkan ilustratif (memberi

gambaran tentang kelompok yang dianggap normal

mewakili fenomena yang sedang diteliti).12

Dalam penelitian ini suatu objek atau lokasi penelitian

dipilih bukan karena ciri-cirinya yang sangat berbeda,

melainkan jurtru karena objek atau lokasi tersebut secara

tipikal dapat mewakili fenomena yang diteliti.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih subjek dengan

kriteria sebagai berikut:

11

Ronny Kountur, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan

Tesis, (Jakarta: PPM, 2003),h. 105 12

E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian

Perilaku Manusia, (Depok: LPSP3 UI, 2017),h. 115

Page 25: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

11

a. Guru

1) Mengajar di Rumah Anak Mandiri Karim Depok

2) Mengajarkan anak penyandang autisme berusia

10-12 tahun

3) Mengajarkan sholat wajib kepada anak

penyandang autisme

4) Sudah berpengalaman menjadi guru di Rumah

Anak Mandiri Karim Depok selama 3 – 5 tahun

5) Mendampingi anak penyandang autisme selama

melaksanakan sholat wajib

b. Anak

1) Penyandang Autisme

2) Siswa di Rumah Anak Mandiri Karim Depok

3) Berusia 10-12 tahun

Sedangkan objek penelitian adalah tahapan proses

penetrasi sosial dalam mengajarkan sholat wajib di Rumah

Anak Mandiri Karim Depok.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat untuk melakukan penelitian ini adalah di Rumah

Anak Mandiri Karim, Jalan Perumahan Villa Santika Blok

K, Kelurahan Grogol, Kecamatan Limo, Depok

Waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2018–

Desember 2019. Dilakukan pada jam pembelajaran dan

wawancara pada jam istirahat dan jam pulang yang

dilakukan dengan guru.

Page 26: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

12

4. Tahapan Penelitian

a. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dan instrumen dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1) Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan

keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra

mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra

lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit.

Oleh karena itu, observasi adalah kemampuan

seseorang untuk menggunakan pengamatannya

melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu

pancaindra lainnya.13

Observasi dalam penelitian ini yakni datang

langsung ke tempat penelitian, melakukan proses

penelitian sesuai dengan tujuan yang telah dibuat, dan

mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

narasumber agar dapat merasakan seperti apa

melakukan kegiatan tersebut. Terjun langsung ke

lapangan melihat proses pembelajaran di dalam kelas

sekaligus melihat cara guru berkomunikasi dengan

anak berkebutuhan khusus, tetapi tidak sampai

mengganggu jalannya proses pembelajaran di dalam

kelas. Oleh sebab itu, diperlukan adanya pengamatan

sesuai yang terjadi di lapangan.

13

Prof. Dr. H. M. Burhan Bungin, M.Si, Metodologi Penelitian Sosial

dan Ekonomi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 142.

Page 27: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

13

2) Wawancara Mendalam

Teknik wawancara adalah teknik pencarian

data/informasi mendalam yang diajukan kepada

responden/informan dalam bentuk pertanyaan.

Menurut Soehartono, wawancara adalah

pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan

secara langsung kepada responden oleh

peneliti/pewawancara dan jawaban-jawaban

responden dicatat atau direkam dengan alat

perekam.14

Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai guru

untuk mengetahui bagaimana komunikasi antara dia

dengan anak berkebutuhan khusus. Peneliti juga

mewawancarai guru mata pelajaran yang memberikan

materi di kelas. Wawancara yang dilakukan yakni

dengan cara mendalam, artinya tidak hanya sekali

peneliti mewawancarai guru pendamping. Hal ini

dilakukan untuk menggali informasi yang dibutuhkan

dalam penelitian ini.

3) Dokumentasi

Untuk melengkapi data-data yang dikumpulkan,

peneliti juga mengumpulkan data dengan

dokumentasi. Mengumpulkan data berbentuk

dokumen seperti mengumpulkan nama-nama anak

yang menyandang autisme dan juga guru di Rumah

14

DR. Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu

Komunikasi dan Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 79-80.

Page 28: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

14

Anak Mandiri Karim, Visi dan Misi Rumah Anak

Mandiri Karim, dan rekaman mengenai wawancara

peneliti dengan narasumber, serta foto-foto mengenai

kegiatan yang dilakukan anak berkebutuhan khusus

dengan guru terutama pada saat proses mengajarkan

sholat wajib.

b. Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses penyederhanaan

data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan

diinterpetasikan. Dalam menganalisa data, peneliti

mengolah dari hasil observasi dan wawancara, data

tersebut disusun dan dikategorikan berdasarkan hasil

wawancara, dokumen maupun laporan, yang kemudian

dideskripsikan ke dalam bentuk bahasa yang mudah

dipahami.15

Teknik analisis data dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

1) Tahap pertama adalah reduksi data, peneliti

mencoba mimilah data yang relevan dengan

komunikasi interpersonal antara guru dan anak

peyandang autisme dalam mengajarkan sholat wajib.

2) Tahap kedua adalah penyajian data, setelah data

mengenai komunikasi interpersonal antara guru dan

anak penyandang autisme dalam mengajarkan sholat

wajib diperoleh, maka data tersebut disusun dan

15

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan

Praktik, Cet. Ke-2, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), h. 78

Page 29: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

15

disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, tabel

dan sebagainya.

3) Tahap ketiga adalah penyimpulan atas apa yang

disajikan. Temuan penelitian ini ditafsirkan dan

dianalisis berdasarkan kerangka konsep.

F. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti juga mencari tahu judul

skripsi yang mirip dan juga menggunakan komunikasi

antarpribadi. Berikut adalah judul yang hampir mirip dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti:

1. Dwi Asriani Nugraha menemukan bahwa pola

komunikasi perawat terhadap pasien skizofernia di

rumah sakit jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor ialah

pola komunikasi antarpriadi. Kesimpulan tersebut

berasal dari ciri-cirinya yang sangat identik dengan

ciri-ciri yang ada dalam praktek komunikasi

antarpribadi, seperti suasana komunikasi yang terasa

nonformal/natural sehingga pasien merasa nyaman dan

iklim komunikasi yang diciptakan oleh komunikator

(pasien) terasa hangat, jarak antara komunikator

(perawat) dan komunikan (pasien) teramat dekat, dan

umpan balik dapat secara spontan dlihat dan di

observasi meski umpan balik ini ada yang bersifat

positif maupun negatif. Adapaun persamaan dengan

penelitian ini adalah sama – sama meneliti tentang

komunikasi interpersonal, menggunakan dan

menggunakan teori penetrasi sosial. Sedangkan

Page 30: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

16

perbedaannya adalah penelitiannya meneliti mengenai

perawat terhadap pasien Skizofernia dalam proses

peningkatan kesadaran, sedangkan dalam penelitian ini

membahas mengenai guru dan penyandang autisme

dalam mengajarkan sholat wajib.16

2. Fathiyatur Rizkiyah menemukan bahwa bentuk pesan

komunikasi antarpribadi yang diberikan pengajar

kepada santri tunanetra dalam memotivasi menghafal

al – qur’an dalam pesan komunikasi verbal adalah

teguran berupa perbaikan lafadz ayat, teguran diberikan

pada saat proses menghafal atau saat menyetorkan

hafalan. Sedangkan pesan komunikasi nonverbalnya

seperti volume pengajaran ditingkatkan dan

memberikan sindiran kepada santri tunanetra yang

lama tidak menyetorkan hafalan. Adapaun persamaan

dengan penelitian Fathiyatur Rizkiyah adalah sama –

sama meneliti tentang komunikasi antarpribadi,

menggunakan metode deskritif dan pendekatan

kualitatif. Sedangkan perbedaannya adalah

penelitiannya meneliti mengenai pengajar dan santri

tunanetra dalam memotivasi menghafal Al-Qur’an,

sedangkan dalam penelitian ini membahas mengenai

16

Dwi Asriani Nugraha, Komunikasi Antarpribadi Perawat Terhadap

Pasien Skizofernia Dalam Proses Peningkatan Kesadaran Di Rumah Sakit

Jiwa DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor (Jakarta : FIDKOM UIN Jakarta, 2015)

Page 31: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

17

guru dan penyandang autisme dalam mengajarkan

sholat wajib.17

3. Risa Permanasari menemukan ternyata personal trainer

di Club House Casa Grande tidak hanya sebatas

memberikan arahan dan hanya sebatas melakukan

kegiatan untuk berolahraga, akan tetapi mereka juga

menjalin relasi dengan pelanggannya. Menjalin relasi

saja tidak cukup, akan tetapi personal trainer dalam

pendektanya kepada pelanggan memiliki pendekatan

yang berbeda-beda antara pelanggan yang satu dengan

pelanggan yang lain. Dalam menjalin relasi justru tidak

mudah, dan ternyata seorang personal trainer harus

beradaptasi dengan pelanggan yang satu dengan yang

lainnya. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama

– sama meneliti tentang komunikasi interpersonal dan

menggunakan teori penetrasi sosial. Sedangkan

perbedaannya adalah penelitiannya meneliti mengenai

personal trainer dengan pelanggan di Club House Casa

Grande Fitnes Center, sedangkan dalam penelitian ini

membahas mengenai guru dan penyandang autisme

dalam mengajarkan sholat wajib.18

17

Fathiyatur Rizkiyah, Komunikasi Antarpribadi Pengajar Dan

Santri Tunanetra Dalam Memotivasi Menghafal Al-Qur‟an Di Yayasan

Raudatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan (Jakarta : FIDKOM UIN

JAKARTA, 2015) 18

Risa Permanasari, Proses Komunikasi Interpersonal Berdasarkan

Teori Penetrasi Sosial (Studi Deskritif Kualitatif Proses Komunikasi

Interpersonal Antara Personal Trainer Dengan Pelanggan Di Club House

Casa Grande Fitnes Center), (Yogyakarta : FISIP Universitas Atma Jaya

Yogyakarta, 2014)

Page 32: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

18

4. Eko Wahyudi menemukan bahwa pada saat

penyampaian materi biasanya guru agama

menggunakan komunikasi interpersonal serta metode

yang digunakan antara lain metode demonstrasi, yaitu

guru mempraktekkan bagimana sholat yang baik dan

benar kepada anak muridnya yang menderita

tunarungu. Persamaan dengan penelitian ini adalah

sama – sama meneliti tentang komunikasi

interpersonal, memakai metode deskritif dan

pendekatan kualitatif. Sedangkan perbedaannya adalah

penelitiannya meneliti mengenai guru dan anak

tunarungu dalam meningkatkan kualitas ibadah shalat

di sekolah luar biasa negeri 1 Lebak Bulus Jakarta

Selatan, sedangkan dalam penelitian ini membahas

mengenai guru dan penyandang autisme dalam

mengajarkan sholat wajib.19

5. Syaira Arlizar Ritongga dan Effati Juliana Hasibuan

menemukan jika dilihat dari komunikasi interpersonal

yang terjadi antara guru dengan siswa autis, masing-

masing informan penulisan mempunyai kedekatan

yang sangat erat dengan masing-masing gurunya

karena dalam proses belajar mereka hanya diajarkan

oleh satu orang guru saja. Hal ini yang membuat

chemistry di antara mereka semakin erat dan

19

Eko Wahyudi, Komunikasi Interpersonal Antara Guru Dan Anak

Tunarungu Dalam Meningkatkan Kualitas Ibadah Shalat Di Sekolah Luar

Biasa Negeri 1 Lebak Bulus Jakarta Selatan (Jakarta : FIDKOM UIN Jakarta,

2013)

Page 33: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

19

keterbukaan komunikasi yang terjalin cukup baik

layaknya orangtua dan anak. Komunikasi interpersonal

yang terjalin di antara mereka didukung dengan adanya

rasa keterbukaan, kasih sayang, dan saling percaya

antara satu sama lain. Peran guru di sekolah sangat

membantu orangtua dalam mengembangkan bakat dan

kreativitas yang dimiliki anak autis. Orangtua

sepenuhnya mempercayakan kepada guru untuk bisa

membantu perkembangan anaknya, baik dalam hal

komunikasi maupun perkembangan yang lainnya

seperti sosialisasi, rasa percaya diri, dan lain-lain.

Persamaan dengan penelitian ini adalah sama – sama

meneliti tentang komunikasi interpersonal antara guru

dan anak penyandang autis, memakai metode deskritif

dan pendekatan kualitatif. Sedangkan perbedaannya

adalah penelitiannya meneliti mengenai

mengambangkan bakat dan kreatifitas anak autis di

SLB Taman Pendidikan Islam (TPI) Medan, sedangkan

dalam penelitian ini membahas mengenai guru dan

penyandang autisme dalam mengajarkan sholat wajib

dan menggunakan teori penetrasi sosial.20

20

Syaira Arlizar Ritongga, Effati Juliana Hasibuan, Komunikasi

Interpersonal Guru Dan Siswa Dalam Mengembangkan Bakat Dan Kreativitas

Anak Autis Di SLB Taman Pendidikan Islam (TPI) Medan. (Medan :

Universitas Medan Area, 2016)

Page 34: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

20

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan diajukan untuk memudahkan

pemahaman tentang penelitian ini, maka penulis membagi skripsi

ini menjadi lima bab yang terdiri dari bab per bab. Adapun

sistematika penlisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini, dijelaskan apa saja yang akan dibahas

dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi

penelitian, kajian pustaka, serta sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini, membahas landasan teori yang meliputi

penjelasan tentang teori penetrasi sosial. Setra landasan

konseptual yang menjelaskan definisi komunikasi,

tingkatan proses komunikasi, bentuk komunikasi, dan

faktor pendukung dan penghambat komunikasi. Kemudian

menjelaskan tentang komunikasi interpersonal. Kemudian

menjelaskan mengenai masa perkembangan anak-anak usia

awal, dan anak-anak usia akhir. Kemudian menjelaskan

tentang anak penyandang autisme. Kemudian menjelaskan

tentang karakteristik fase perkembangan. Dan kemudian

menjelaskan tentang sholat wajib.

BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH ANAK

MANDIRI KARIM

Bab ini membahas tentang Rumah Anak Mandiri

Karim, meliputi visi-misi, program kegiatan, sarana dan

Page 35: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

21

prasarana, sejarah berdirinya Rumah Anak Mandiri Karim

dan struktur organisasinya.

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Bab ini berisi tentang uraian penyajian data dan

temuan-temuan penelitian. Seperti hasil wawancara dengan

guru dan hasil observasi di Rumah Anak Mandiri Karim.

Data dan temuan tersebut berkaitan dengan komunikasi

interpersonal melalui tahapan penetrasi sosial dan faktor

pendukung dan penghambat komuniksi interpersonal

anatara guru dan anak penyandang autisme dalam

mengajarkan sholat wajib.

BAB V PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian yang mengaitkan latar belakang

dan teori. Terkait penguraian komunikasi interpersonal

melalui tahapan penetrasi sosial dan faktor pendukung dan

penghambat komuniksi interpersonal anatara guru dan anak

penyandang autisme dalam mengajarkan sholat wajib.

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Pada bab ini, berisi kesimpulan dari pembahasan dan

hasil penelitian, implikasi teoritis dan praktis serta

memberikan saran yang berkaitan tentang hasil penelitian

yang sudah diteliti sebagai pertimbangan.

Page 36: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

22

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Penetrasi Sosial

a. Pengertian Teori Penetrasi Sosial

Teori penetrasi sosial merupakan bagian dari teori

pengembangan hubungan atau relationship development

theory. Altman & Taylor mengusulkan model ini sebagai

suatu proses bagaimana orang saling mengenal satu sama

lain. Model ini melibatkan self-disclosure (pengungkapan

diri) tetapi dalam perspektif waktu, yaitu ketika

berlangsungnya pengembangan suatu hubungan. Artinya

seseorang mengenal orang lain secara gradual melalui

komunikasi yang semakin meningkat. 21

Teori penetrasi sosial (social penetration theory)

berupaya mengidentifikasikan proses peningkatan

keterbukaan dan keintiman seseorang dalam menjalani

hubungan dengan orang lain.22

Maksudnya adalah teori ini

mengupas tentanng bagaimana seseorang meningkatkan

kualitas hubungannya, bermula dari rasa sungkan untuk

berbicara hingga akhirnya mencapai tahap terbuka antara

satu sama lain.

21

Lubis, Megniesyah, Purnaningsih, Riyanto, Kusumastuti,

Hadiyanto, Shaleh, Sumardjo, Agung, Amanah, dan Fatchiya, Dasar-dasar

Komunikasi, h.265 22

Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa,(Jakarta:

Kencana Prenada Group, 2013), h.296

Page 37: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

23

Terdapat beberapa asumsi yang mengarahkan pada

social penetration theory, yaitu:

1) Hubungan-hubungan mengalami kemajuan dari

tidak intim mejadi intim. Hubungan komunikasi

antar orang dimulai pada tahapan sufersial dan

bergerak pada sebuah kontinu menuju tahapan

yang lebih intim.23

2) Perkembangan hubungan mencangkup depenetrasi

(penarikan diri) dan disolusi.24

Hal ini dapat

dipahami jika pada proses komunikasi sebelumnya

terdapat banyak konflik yang cenderung destruktif

atau konflik yang tidak berkesudahan maka

hubungan ini akan semakin jauh. Karena, baik

komunikator maupun komunikan merasa kurang

nyaman antara satu sama lain. Akibatnya, masing-

masing dari mereka semakin menjauhkan diri.

3) Asumsi yang terakhir ialah pembukaan diri (self

disclosure), hubungan yang tidak intim bergerak

menuju hubungan yang intim karena adanya

keterbukaan diri.25

Inti dalam hubungan adalah

keterbukaan diri, karena keterbukaan diri ini ibarat

sebuah jembatan yang dapat yang dapat

menghubungkan dua kubu. Ketika kedua belah

23

Richard West &Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi:

Analisis dan aplikasi, (Jakarta : Penerbit Salemba Humanika, 2012), h.197 24

West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan

Aplikasi, h. 199 25

West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan

Aplikasi, h. 199

Page 38: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

24

pihak baik komunikator maupun komunikan sudah

saling terbuka, maka memungkinkan untuk saling

mengenal dan saling memahami satu sama lain.

Sehingga akan timbul rasa nyaman dan rasa saling

ingin mempertahankan kedeketan/hubungan.

b. Tahapan Proses Penetrasi Sosial

Penetrasi sosial merupakan proses bertahap, dimulai

dari komunikasi basa-basi yang tidak akrab hingga berbagi

informasi menyangkut topik pembicaraan yang lebih

pribadi / akrab, seiring dengan berkembangnya hubungan,

disini orang akan membiarkan orang lain untuk mengenal

dirinya secara bertahap.26

Altman dan Taylor menggunakan bawang merah

(union) sebagai analogi untuk menjelaskan bagaimana

orang melalui interaksi saling mengelupas lapisan informasi

mengenai diri masing masing. Lapisan luar berisi informasi

superfisial seperti nama, alamat atau umur. Ketika lapisan

luar sudah terkelupas kita semakin mendekati lapis

terdalam yaitu lapisan informasi tentang kepribadian.27

Dapat dipahami bahwa semakin dalam dan semakin pribadi

informasi yang disampaikan kepada lawan bicara berarti

hubungan yang terjalin semakin akrab. Adapun keakraban

terbentuk karena ada rasa nyaman dan rasa saling percaya.

26

S. Djuarsa Sendjaja, Ph.D., dkk. Teori Komunikasi (Jakarta :

Universitas Terbuka : 1994), h.80 27

Sendjaja, dkk. Teori Komunikasi, h.80

Page 39: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

25

Dalam melakukan proses penetrasi sosial terdapat

beberapa tahapan, antara lain : 28

Gambar 2.1 Ilustrasi tahapan penetrasi sosial

1) Tahapan Orientasi : membuka sedikit demi sedikit

Hanya sedikit proses perkenalan secara terbuka pada

tahap ini baik komunikator maupun komunikan masih

sangat berhati-hati untuk menyampaikan sesuatu sehingga

yang dibicarakan hanya hal yang bersifat umum saja,

sehingga konflik dapat dihindari dan kesempatan yang

lebih besar untuk melanjutkan komunikasi ke tahap

selanjutnya.

Dapat disimpulkan masa orientasi dapat disebut masa

pengenalan dan terjadi pada tingkat publik. Saat dua orang

berinteraksi mereka akan membuka diri sedikit demi

sedikit dengan tetap memperhatikan nilai-nilai yang ada di

masyarakat dan cenderung menyimpan rahasia serta

memfilter pesan yang akan disampaikan.

28

West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan

Aplikasi, h.205

Orinetasi

Membuka sedikit

informasi tentang diri

kita kepada orang

lain/pembentukan

kepercayaan.

Pertukaran

penjajakan

afektif

Munculnya

kepribadian

seseorang

Pertukaran

afektif

Komunikasi

yang spontan

Pertukaran stabil

Komunikasi yang

efisien ; dibangunnya

sebuah sistem

komunikasi personal

Page 40: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

26

2) Pertukaran pejajakan afektif : munculnya diri

Tahapan ini merupakan area dimana aspek-aspek

pribadi mulai muncul. Terdapat sedikit spontanitas dalam

komunikasi karena individu-individu sudah sama-sama

mulai merasa nyaman, dan mereka sudah tidak terlalu

hati-hati jika apa yang disampaikan salah sehingga

akhirnya akan menimbulkan penyesalan, interaksi akan

terjadi lebih santai.

3) Pertukaran afektif : komitmen dan kenyamanan

Tahap ini merupakan tahap interaksi tanpa beban dan

santai, dimana komunikasi sering kali berjalan spontan hal

ini karena peserta komunikasi sudah saling nyaman satu

sama lain. Pesan yang disampaikan juga sudah lebih

banyak bahasa nonverbal. Seperti dengan tersenyum

menggantikan “saya mengerti”. Kesimpulannya adalah

proses komunikasi yang intensif dapat menimbulkan rasa

percaya dan rasa nyaman hingga akhirnya dapat saling

terbuka. Oleh sebab itu. pada tahapan ini kedua belah

pihak tak hanya saling mendengar dan menanggapi saja

namun kini mereka sudah saling mengevaluasi dan

mengkritik satu sama lain. dan hal ini akan terjadi jika

kedua belah pihak sudah mendapat kedekatan pada proses

interaksi sebelumnya.

4) Pertukaran stabil : kejujuran total dan keintiman

Tahapan ini merupakan tahap dimana pengungkapan

pemikiran, perasaan dan perilaku secara terbuka. Dalam

tahap ini peserta komunikasi dalam tingkat keintiman

Page 41: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

27

tinggi; maksudnya kadangkala salah satu dari mereka

mampu untuk menilai dan menduga perilaku pasangannya

dengan cukup akurat.

B. Landasan Konseptual

1. Komunikasi

a. Pengertian Komunikasi

Kata atau istilah ”komunikasi” (Bahasa Inggris

“communication”) berasal dari Bahasa Latin

“communicates” atau communication atau communicare

yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”.

Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa

mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai

kebersamaan.29

Menurut Harold Lasswell komunikasi pada dasarnya

merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa

mengatakan apa”, “dengan saluran apa”, “kepada siapa”

dan “dengan akibat apa” atau “hasil apa”. Definisi Lasswell

ini juga menunjukkan bahwa komunikasi itu adalah suatu

upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan.

Komunikasi merupakan proses interaksi dua individu

atau lebih yang memiliki satu kesamaan makna. Jadi, jika

dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam

bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau

berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa

yang dipercakapkan. Dalam terjadinya proses komunikasi

29

Riswandi, Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), h.1

Page 42: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

28

tidak selamanya komunikasi dapat dikatakan efektif,

kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan

saat berkomunikasi dapat dilakukan efektif jika kedua

individu yang melakukan komunikasi mengerti bahasa yang

digunakan, juga mengerti makna dari bahan yang

dipercakapkan.30

b. Tingkatan Proses Komunikasi

Menurut Denis McQuail, secara umum kegiatan /

proses komunikasi dalam masyarakat berlangsung dalam 6

tingkatan sebagai berikut :

1) Komunikasi intra-pribadi (intrapersonal

communication)

Yakni proses komunikasi yang terjadi dalam diri

seseorang, berupa pengolahan informasi melalui

pancaindra dan sistem syaraf. Misal, berfikir,

merenung, menggambar, menulis sesuatu, dan lain-

lain.

2) Komunikasi antar-pribadi (intrerpersonal

communication)

Yakni kegiatan komunikasi yang dilakukan secara

langsung antara seseorang dengan orang lain. Misal,

percakapan tatap muka.

3) Komunikasi dalam kelompok

Yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung di

antara suatu kelompok. Pada tingkatan ini, setiap

30

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek,

(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2011) , h. 9

Page 43: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

29

individu yang terlibat masing-masing berkomunikasi

sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam

kelompok. Pesan atau informasi yang disampaikan

juga menyangkut kepentingan seluruh seluruh

anggota kelompok, bukan bersifat individu. Misalnya,

diskusi guru dan murid di kelas tentang topik

bahasan.

4) Komunikasi antar-kelompok

Yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung

antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya.

Jumlah pelaku yang terlibat boleh jadi hanya dua atau

beberapa orang, tetapi masing-masing membawa

peran dan kedudukannya sebagai wakil dari

kelompoknya masing-masing.

5) Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi mencangkup kegiatan

komunikasi dalam suatu organisasi dan komunikasi

antar organisasi. Bedanya dengan komunikasi

kelompok adaah bahwa sifat organisasi lebih formal

dan lebih mengutamakan prinsip–prinsip efisiensi

dalam melakukan kegiatan komunikasinya.

6) Komunikasi dengan masyarakat secara luas.

Pada tingkatan ini kegiatan komunikasi ditujukan

kepada masyarakat luas. Bentuk kegiatan

komunikasinya dapat dilakukan dengan dua cara:

Page 44: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

30

a) Komunikasi Massa.

Yaitu komunikasi melalui media massa seperti

radio, surat kabar, tv dan sebagainya.

b) Komunikasi langsung tanpa melalui media

massa.

Misalnya ceramah atau pidato di lapangan

terbuka.31

c. Bentuk-bentuk Komunikasi

1) Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang

menggunakan kata – kata, entah lisan maupun

tertulis. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam

hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka

mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran,

gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta,

data dan informasi setra menjelaskannya dan

sebagainya. Dalam komunikasi verbal bahasa

memegang peranan penting.32

2) Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang

pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal atau tanpa

kata-kata. Dalam komunikasi hampir secara otomatis

komunikasi nonverbal ikut terpakai, akan tetapi

31

Riswandi, Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), h. 9-

10 32

Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal,

(Yogyakarta : Kanisius, 2003), h. 22

Page 45: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

31

komunikasi nonverbal lebih sulit ditafsirkan.

Komunikasi nonverbal dapat berbentuk bahasa tubuh,

tangan (sign), tindakan/perbuatan (action) atau objek

(object).33

d. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi

1) Faktor Pendukung

Ada empat faktor yang dikategorikan sebagai

faktor pendukung komunikasi. Menurut Elizabeth

Tierney yang menjadi faktor pendukung komunikasi

adalah penguasaan bahasa, sarana komunikasi,

kemampuan berfikir, dan lingkungan yang baik.34

Dari keempat faktor tersebut maka dapat diuraikan

sebagai berikut :

a. Penguasaan Bahasa

Bahasa merupakan sarana dasar komunikasi,

baik komunikator maupun komunikan harus

menguasai bahasa yang digunakan dalam suatu

proses komunikasi agar pesan yang disampaikan

bisa dimengerti dan mendapatkan respon sesuai

yang diharapkan. Jika komunikator dan

komunikan tidak menguasai bahasa yang sama,

maka proses komunikasi akan lebih panjang

karena harus menggunakan media perantara.

33

Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal,

(Yogyakarta : Kanisius, 2003), h. 26 34

Elizabeth Tierney, 101 Cara Berkomunikasi Lebih Baik,(Jakarta:

Elex Media Koputindo, 2003), h. 12

Page 46: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

32

b. Sarana Komunikasi

Sarana yang dimaksud adalah suatu alat

penunjang dalam berkomunikasi baik secara verbal

ataupun nonverbal. Dengan adanya kemajuan

teknologi maka memudahkan manusia untuk

berkomunikasi. Kehadiran telepon, televisi, radio,

internet dan lain – lain merupakan beberapa contoh

sarana yang dapat digunakan manusia dalam

berkomunikasi

c. Kemampuan Berpikir

Hal yang menentukan apakah komunikasi

berjalan dengan efektif atau tidak ialah

kemampuan berpikir komunikator dan komunikan.

Jika kemampuan berpikirnya lebih tinggi

komunikator maka akan diperlukan usaha lebih

agar membuat komunikan mengerti. Maka sangat

diperlukan kemampuan berpikir yang baik untuk

komunikator dan juga komunikan agar proses

komunikasi dapat berjalan efektif.

d. Lingkungan yang Baik

Lingkungan yang baik juga menjadi faktor

pendukung dalam berkomunikasi. Komunikasi

yang dilakukan disituasi yang tenang lebih bisa

dipahami dengan baik dibandingkan dengan

komunikasi yang dilakukan di tempat yang bising

atau berisik.

Page 47: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

33

2) Faktor Penghambat Komunikasi

Faktor penghambat komunikasi dibagi atas tiga

macam yaitu, hambatan sosio-antro-psikologis,

hambatan semantik, hambatan mekanis, dan

hambatan ekologis.35

Dari keempat faktor tersebut,

maka dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Hambatan sosio-antro-psikologis

Hambatan sosiologis

Hambatan sosiologis diartikan sebagai

hambatan komunikasi akibat perbedaan

golongan dan lapisan, status sosial, agama,

ideology, tingkat pendidikan dan sebagainya.

Hambatan antropologis

Hambatan antropologis merupakan

hambatan yang diakibatkan dari manusia.

Meskipun manusia ditakdirkan satu sama lain

sama dalam jenisnya sebagai “homo sapiens”

tetapi perbedaan warna kulit, kebudayaan, gaya

hidup, norma, kebiasaan, maupun bahasa yang

menjadikan proses komunikasi tidak berjalan

dengan lancar.

Hambatan Psikologis

Hambatan seputar psikologis biasanya

meliputi prasangka yang ditimbulkan oleh

komunikator dan komunikan yang berbeda.

35

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2008), h. 16

Page 48: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

34

Umumnya terjadi jika komunikator tidak

menkaji komunikan sebelum melakukan

komunikasi. Sehingga komunikasi tidak akan

berjalan dengan baik jika komunikator tidak

mengetahui kondisi psikologis yang dialami

oleh komunikan.

b) Hambatan Semantis

Faktor semantis menyangkut bahasa yang

dipergunakan komunikator sebagai “alat” untuk

menyalurkan pikiran dan perasaan kepada

komunikan. Hambatan semantis terjadi ketika

pemilihan kata yang dipilih oleh komunikator

untuk berkomunikasi kepada komunikan tidak

tepat, sehingga terjadi misscommunication.

c) Hambatan Mekanis

Hambatan mekanis dijumpai pada media yang

dipergunakan dalam melancarkan komunikasi.

Hambatan tersebut merupakan hambatan yang

tidak mungkin diatasi oleh komuniktor. Misalnya,

huruf yang diketik pada surat kabar harian terlalu

buram, gambar ditelevisi terlalu runyam dan lain –

lain.

d) Hambatan Ekologis

Hambatan ekologis merupakan hambatan dalam

proses komunikasi yang dilakukan oleh

lingkungan terhadap berlangsungnya proses

komunikasi. Salah satu yang dapat menjadi contoh

Page 49: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

35

hambatan ekologis ketika terdengar suara bising

saat berlangsungnya proses komunikasi.

2. Komunikasi Interpersonal

a. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang

berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau

lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan

orang.36

Karena sifatnya dialogis berupa percakapan arus balik

bersifat langsung. Komunikator mengetahui tanggapan

komunikan saat itu juga. Pada saat berkomunikasi,

komunikator mengetahui pasti apakah komunikasinya

berhasil atau tidak, jika tidak dia dapat meyakinkan

komunikan pada saat itu juga dan dapat memberi

kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-

luasnya. Pentingnya situasi komunikasi interpersonal

seperti itu bagi komunikator adalah untuk mengetahui

informasi tentang komunikan selengkap-lengkapnya.

Dengan demikian komunikator dapat mengarahkannya ke

suatu tujuan sebagaimana yang komunikator inginkan.37

Menurut Joseph A. Devito yang telah dikutip oleh

Effendy dalam bukunya “The Interpersonal

Communication Book”, komunikasi interpersonal adalah

36

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Grasindo, 2004) ,

h. 32 37

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2008)

Page 50: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

36

proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua

orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan

beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.38

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Deddy Mulyana

bahwa komunikasi interpersonal ialah komunikasi antara

orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap

pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung

baik verbal maupun non-verbal.39

Dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal

adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua orang secara

langsung yang dapat menghasilkan efek dan feedback

secara langsung.

Komunikasi interpersonal dibedakan melalui analisis

untuk membedakan antara komunikasi interpersonal dan

non-interpersonal. Menurut Miller dan Steinberg yang

dikutip oleh Muhammad Budyatna dalam bukunya Teori

Komunikasi Antarpribadi, dibagi menjadi tiga analisis

tingkatan diantaranya:

1) Analisis pada tingkat kultural

Kultural merupakan keseluruhan kerangka kerja

komunikasi seperti kata-kata, tindakan-tindakan,

postur gerak-isyarat, nada suara, ekspresi wajah,

penggunaan waktu, ruang dan materi dan cara ia

bekerja, bermain, bercinta dan mempertahankan diri.

38

Prof. Onong Uchjana Effendy, M.A., Ilmu, Teori dan Filsafat

Komunikasi, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), h. 59-60. 39

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal (Jogyakarta : Graha

Ilmu,2011), h. 3

Page 51: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

37

Semuanya merupakan sistem komunikasi yang

lengkap dengan makna-makna yang hanya dapat

dibaca secara tepat apabila seseorang akrab dengan

perilaku konteks sejarah, sosial dan kultural. Terdapat

dua macam kultur, diantaranya yaitu:

a) Homogeneous, apabila orang-orang disuatu

kultur berperilaku kurang lebih sama dan

menilai sesuatu juga sama.

b) Heterogenous, adanya perbedaan-perbedaan

didalam pola perilaku dan nilai-nilai yang

dianutnya. Jadi, apabila komunikator

melakukan prediksi terhadap reksi penerima

atau komunikan sebagai akibat menerima pesan

dengan menggunakan kultural.40

2) Analisis pada tingkat sosiologis

Apabila komunikator tentang reaksi komunikan

terhadap pesan-pesan yang ia sampaikan didasarkan

kepada keanggotaan komunikan didalam kelompok

sosial tertentu, maka komunikator melakukan prediksi

pada tingkat sosiologis.

3) Analisis pada tingkat psikologis

Apabila prediksi mengenai rekasi pihak

komunikan terhadap perilaku komunikasi kita

didasarkan pada analisis dari pengalaman-

pengalaman belajar individual yang unik, maka

40

Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi

Antarpribadi (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 2

Page 52: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

38

prediksi itu didasarkan pada analisis tingkat

psikologis.41

b. Jenis-jenis Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal menurut sifatnya

diklasifikasikan menjadi dua macam, yakni:

1) Komunikasi Diadik

Ialah komunikasi yang berlangsung anatara dua

orang yakni seorang komunikator yang

menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan

yang menerima pesan. Oleh karena perilaku

komunikasi dua orang, maka dialog yang terjadi

berlangsung intens. Komunikator memusatkan

perhatiannya hanya pada diri komunikan seorang itu.

2) Komunikasi triadik

Ialah komunikasi interpersonal yang pelakunya

terdiri dari tiga orang yakni komunikator dan dua

orang komunikan. Apabila dibandingkan dengan

komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih

efektif, karena komunikator memusatkan

perhatiannya kepada seorang komunikan.

Walaupun demikian dibandingkan dengan bentuk-

bentuk komunikasi lainnya, seperti komunikasi

kelompok dan komunikasi massa, komunikasi triadik

merupakan komunikasi interpersonal lebih efektif

41

Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi

Antarpribadi (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 4-5

Page 53: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

39

Page 54: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

40

proses komunikan mencerna pesan tersebut menjadi sebuah

informasi, proses pembentukan informasi ini kerap disebut

dengan decoding. Keenam, setelah informasi tersebut sudah

sepenuhnya difahami oleh komunikan, maka tahap terakhir

adalah tahap dimana komunikan memberikan respon atau

feedback kepada komunikator.43

d. Karakteristik Komunikasi Interpersonal

Diantara bentuk komunikasi memiliki masing –

masing karakteristik, maka karakteristik komunikasi

interpersonal bisa dilihat dari segi berikut:

1) Sifatnya yang dua arah atau timbal balik karena

dilakukan secara langsung sehingga masalah dapat

cepat diatasi dan dipecahkan bersama.

2) Feedbacknya langsung, dan tidak tertunda. Karena

berlangsungnya komunikasi tersebut secara

langsung, maka umpan baliknya dapat seketika itu

diketahui.

3) Komunikator dan komunikan dapat bergantian

fungsi, sekali waktu menjadi komunikator dan

sekali waktu pula menjadi komunikan.

4) Bisa dilakukan secara spontanitas, maksudnya

tanpa rencana terlebih dahulu.

5) Tidak berstruktur, maksudnya masalah yang

dibahas tidak mesti berfokus, melainkan mungkin

43

Suranto AW, Komunikasi Interpersonal (Jogyakarta : Graha

Ilmu,2011), h. 11

Page 55: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

41

hal – hal yang tidak dalam rencana juga masuk

dalam pembicaraan.

6) Komunikasi ini lebih banyak terjadi antara dua

orang, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi

pada sekelompok kecil.44

e. Tujuan Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Interpersonal merupakan suatu action

oriented atau sesuatu kegiatan yang dilakukan untuk tujuan

tertentu, ada 6 tujuan komunikasi interpersonal sebagai

berikut:

1) Mengenal diri sendiri dan orang lain

Komunikasi interpersonal memberikan

kesempatan pada kita untuk memperbincangkan

tentang diri kita sendiri. Dengan berbincang dengan

orang lain, kita jadi mengenal dan memahami diri kita

sendiri, dan memahami sikap dan perilaku kita.

Dalam kenyataannya, persepsi kita sebagian besar

merupakan hasil dari apa yang telah kita pelajari

tentang diri kita sendiri, dan dari orang lain melalui

komunikasi interpersonal.

2) Mengetahui dunia luar

Komunikasi interpersonal memungkinkan kita

memahami lingkungan kita dengan baik seperti objek

dan peristiwa-peristiwa. Nilai, kepercayaan, dan

harapan-harapan kita sebagai pribadi banyak

44

Rhoudhonah, Ilmu Komunikasi, ( Jakarta; UIN Jakarta dan UIN

Press, 2007), h. 113

Page 56: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

42

dipengaruhi oleh komunikasi interpersonal

dibandingkan dengan diperoleh dari media massa.

3) Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi

bermakna

Sebagai mahluk sosial, manusia cenderung untuk

mencari dan berhubungan dengan orang lain di mana

ia mengadu, berkeluh kesah, menyampaikan isi hati

dan sebagainya.

4) Mengubah sikap dan perilaku

Dalam komunikasi interpersonal, kita sering

berusaha mengubah sikap dan perilaku orang lain.

Misalnya kita ingin orang lain: mencoba makanan

tertentu, membaca buku tertentu, mendengarkan

musik tertentu, dan sebagainya. Singkatnya kita

banyak mempergunakan waktu uttuk mempersuasi

orang lain melalui komunikasi interpersonal.

5) Bermain dan mencari hiburan

Kita melakukan komunikasi interpersonal

bertujuan untuk menghilangkan kejenuhan dan

ketegangan. Misalnya bercerita dengan teman dan

sebagainya.

6) Membantu

Dengan komunikasi interpersonal orang membantu

dan memberikan saran-saran pada orang lain.

Page 57: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

43

Dari keenam tujuan komunikasi interpersonal tersebut

di atas, dapat dikelompokkan ke dalam 2 perspektif

sebagai berikut:

- Perspektif pertama; tujuan-tujuan itu dapat dilihat

sebagai faktor-faktor motivasi atau alasan-alasan

mengapa kita terlibat dalam komunikasi interpersonal.

Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa kita

terlibat dalam komunikasi interpersonal untuk

memperoleh kesenangan, untuk membantu orang lain,

dan untuk mengubah perilaku orang lain.

- Perspektif kedua; tujuan-tujuan itu dapat

dipandang sebagai hasil atau akibat umum dari

komunikasi interpersonal. Dengan demikian kita dapat

mengatakan bahwa sebagai hasil dari komunikasi

interpersonal, kita dapat mengenal diri kita sendiri,

membuat hubungan lebih bermakna, dan memperoleh

pengetahuan tentang dunia luar.45

3. Dakwah Fardiyah

a. Pengertian Dakwah Fardiyah

Dakwah fardiyah adalah ajakan atau seruan ke jalan

Allah yang dilakukan seorang da’i (penyeru) kepada orang

lain secara perorangan dengan tujuan memindahkan al

45

Riswandi, Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), h.

87-88

Page 58: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

44

mad‟uw (penerima dakwah) pada keadaan yang lebih baik

dan diridhai Allah.46

Yang dimaksud dengan seruan /ajakan dalam dakwah

fardiyah ialah usaha seorang da’i yang berusaha lebih dekat

dengan al mad-uw (penerima dakwah) untuk dituntun ke

jalan Allah. Oleh karena itu, untuk mencapai sasaran

dakwah ia harus selalu harus menyertainya dan membina

persaudaraan dengannya karena Allah.47

b. Keistimewaan dan Tanda-tanda Dakwah Fardiyah

1) Juru dakwah dalam dakwah fardiyah memiliki

kelebihan khusus, ia harus mempunyai kemampuan

tersendiri yang memungkinkannya untuk mendidik orang

lain.48

2) Tugas yang dijalankan juru dakwah dalam dakwah

fardiyah haruslah semata-mata mencari ridha Allah. Ia tidak

mengharapkan keuntungan material maupun spiritual

(pujian dan sebagainya) dari seseorang.49

3) Dalam dakwah fardiyah, da’i adalah “orang

dakwah” dia adalah orang yang mengerti fase-fase dakwah,

dia orang orang yang mengetahui sasaran dan tujuan

dakwah, dia adalah orang yang mengetahui kendala dan

hambatan-hambatan di jalan dakwah, dia adalah orang yang

46

Ali Abdul Halim Mahmud, Da‟wah Fardiyah Metode Membentuk

Pribadi Muslim, (Jskarta: Gema Insani Press, 1995) h.29 47

Ali Abdul Halim Mahmud, Da‟wah Fardiyah Metode Membentuk

Pribadi Muslim, (Jskarta: Gema Insani Press, 1995) h.30 48

Ali Abdul Halim Mahmud, Da‟wah Fardiyah Metode Membentuk

Pribadi Muslim, (Jskarta: Gema Insani Press, 1995) h.56 49

Ali Abdul Halim Mahmud, Da‟wah Fardiyah Metode Membentuk

Pribadi Muslim, (Jskarta: Gema Insani Press, 1995) h.56

Page 59: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

45

mengetahui keadaan para penerima dakwah dengan

berbagai tingkatan dan sifat yang mereka miliki dan dia

adalah orang yang mengetahui kewajiban-kewajiban

dirinya terhadap penerima dakwah.50

4) Bahwa Al-mad’uw dalam dakwah fardiyah adalah

orang tertentu yang telah dipilih oleh da’i berdasarkan

pengetahuan dan pengamatannya karena orang tersebut

mempunyai tanda-tanda kebaikan, mau menerima dakwah,

mencintai peraturan dan patuh melaksanakan kebaikan

sesuai kemampuannya.51

5) Al-mad’uw dalam dakwah fardiyah selalu

ditemani dan didekati. Seorang da’i berusaha menjalin

hubungan yang kuat yang melahirkan rasa persaudaraan.52

6) Da’i dalam dakwah fardiyah dituntut melakukan

berbagai macam kebutuhan yang esensial, yang sangat

menentukan eksistensi dakwah fardiyah itu sendiri.53

7) Juru dakwah dalam dakwah fardiyah dituntut

untuk senantiasa melayani kepentingan al mad‟uw tanpa

menunggu permintaannya. 54

50

Ali Abdul Halim Mahmud, Da‟wah Fardiyah Metode Membentuk

Pribadi Muslim, (Jskarta: Gema Insani Press, 1995) h.57 51

Ali Abdul Halim Mahmud, Da‟wah Fardiyah Metode Membentuk

Pribadi Muslim, (Jskarta: Gema Insani Press, 1995) h.57 52

Ali Abdul Halim Mahmud, Da‟wah Fardiyah Metode Membentuk

Pribadi Muslim, (Jskarta: Gema Insani Press, 1995) h.58 53

Ali Abdul Halim Mahmud, Da‟wah Fardiyah Metode Membentuk

Pribadi Muslim, (Jskarta: Gema Insani Press, 1995) h.58 54

Ali Abdul Halim Mahmud, Da‟wah Fardiyah Metode Membentuk

Pribadi Muslim, (Jskarta: Gema Insani Press, 1995) h.58

Page 60: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

46

c. Dakwah Fardiyah: Melalui Pendekatan Komunikasi

Antarpribadi

Kemampuan komunikasi antarpribadi bermanfaat

untuk mengenal dan menilai seseoarang dengan cermat agar

agar pendakwah dan mitra dakwah mampu menerapkan

pendekatan komunikasi antarpribadi.55

Maksudnya adalah

komunikator bisa mengenal komunikan dan pendekatan

yang dilakukan dengan menggunakan komunikasi

antarpribadi. Hubungan komunikasi antarpribadi

dimanfaatkan untuk mengkaderisasi seseorang dan

membina persahabatan.

1) Menilai orang lain dengan cermat.

Dakwah fardiyah melalui pendekatan komunikasi

antarpribadi, pendakwah mampu memahami dan

mendekati mitra dakwahnya. Pendakwah dan mitra

dakwah saling mempelajari pesan verbal dan

nonverbal masing-masing agar kedua belah pihak

saling mengenal dan mendapatkan data individu.56

Pendakwah tidak dapat memperlakukan hal yang

sama kepada masing-masing mitra dakwahya,

tergantung keadaan psikologis masing-masing mitra

dakwahnya. Adapun data-data yang psikologis yang

perlu diamati adalah sebagai berikut:

55

Dr. Armawati Arbi, M.Si, Psikologi Komunikasi dan

Tabligh,(Jakarta: Amzah, 2012), h. 138 56

Dr. Armawati Arbi, M.Si, Psikologi Komunikasi dan

Tabligh,(Jakarta: Amzah, 2012), h. 140

Page 61: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

47

a) Faktor situasi mempengaruhi penilaian

terhadap seseorang.

Kita dapat menggunakan data kulturan

dan data sosiologi agar kita lebih cermat dan

tepat dalam memanfaatkan data psikologisnya,

karena marah kultural, matah sosiologis

berbeda dengan marahnya individual.57

b) Faktor-faktor personal mempengaruhi

persepsi interpersonal.

Pendakwah harus meningkatkan

kecermatan dan ketepatan menilai seseorang.

Kecermatan tersebut didukung oleh

pengalaman, motivasi dan kepribadian.58

c) Proses pembentukan kesan dan proses

pengolahan pesan.

Beberapa faktor dalam proses

pembentukan kesan adalah stereotyping

(harapan dan pengalaman), implicit

personality theory (kesan pertama), teori

artibusi (kemampan memahami perilaku).

Faktor-faktor dalam proses pengolahan

pesan adalah manajemen kesan dalam

57

Dr. Armawati Arbi, M.Si, Psikologi Komunikasi dan Tabligh,

(Jakarta: Amzah, 2012), h. 143 58

Dr. Armawati Arbi, M.Si, Psikologi Komunikasi dan

Tabligh,(Jakarta: Amzah, 2012), h. 147-152

Page 62: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

48

menampilkan diri dan menilai orang lain

dalam mengolah pesannya.59

d) Manajemen kesan dalam pembentukan

kepribadian muslim.

Manajeman kesan dapat dibangun melalui

berbagai bentuk, yaitu penggunaan artifact,

manajemen kesan (disesuaikan dengan profesi

yang digeluti), penampilan, dan kepribadian

muslim.60

e) Pengaruh persepsi interpersonal pada

komunikasi interpersonal.

Komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh

persepsi antarindividu satu dengan lainnya.

Kedua belah pihak saling menilai sehingga

mereka mampu menyadari ada manusia yang

unik, dinamis, dan ada pula manusia yang

tetap.

Dalam kehidupan bermasyarakat,

terkadang ada seseorang yang bersandiwara

agar diterima oleh masyarakat tersebut. Ia

berperilaku sesuai kehendak orang lain dan

59

Dr. Armawati Arbi, M.Si, Psikologi Komunikasi dan

Tabligh,(Jakarta: Amzah, 2012), h. 152-155

60

Dr. Armawati Arbi, M.Si, Psikologi Komunikasi dan

Tabligh,(Jakarta: Amzah, 2012), h. 155-158

Page 63: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

49

kadang-kadang menjadi dirinya sendiri

(persepsi yang dibuat sendiri).61

2) Atraksi antara pendakwah dan mitra dakwah.

Daya tarik pendakwah, sikap positif dan daya

tarik seseorang disebut atraksi interpsesonal.

Pendakwah memiliki kesamaan, tekanan emosi, harga

diri yang rendah dan isolasi sosial. Kelima faktor ini

mempengaruhi daya tarik seseorang antara

pendakwah dan mitra dakwa, atau sebaliknya.62

3) Tahapan hubungan interpersonal antara

pendakwah dan mitra dakwah.

Kedekatan antara pendakwah dan mitra dakwah

tidak bisa terjadi begitu saja. Hubungan tersebut

terbentuk melalui tahapan sebagai berikut:

a) Pembentukan hubungan.

Tahap ini sering disebut sebagai tahap

perkenalan. Faktor-faktor pembentukan dalam

menumbuhkan komunikasi interpersonal antara

lain dengan kepercayaan, sikap supportif,

kejujuran, dan sikap terbuka.63

61

Dr. Armawati Arbi, M.Si, Psikologi Komunikasi dan

Tabligh,(Jakarta: Amzah, 2012), h. 158 62

Dr. Armawati Arbi, M.Si, Psikologi Komunikasi dan

Tabligh,(Jakarta: Amzah, 2012), h. 168 63

Dr. Armawati Arbi, M.Si, Psikologi Komunikasi dan

Tabligh,(Jakarta: Amzah, 2012), h. 177

Page 64: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

50

b) Peneguhan hubungan interpersonal

Empat faktor yang memelihara dan

memperteguh hubungan interpersonal, yaitu

keakraban, kesepakatan, ketepatan respon dan

emosi yang tepat.64

c) Pemutusan hubungan interpersonal

Jika empat faktor yang memelihara dan

memperteguh hubungan interpersonal dalam

komunikasi interpersonal tidak ada, maka

hubungan interpersonal akan diakhiri. Hubungan

komunikasi harus dipelihara.65

4. Anak Penyandang Autisme

a. Pengertian Anak Penyandang Autisme

Autisme adalah gangguan perkembangan

neurobiologis yang sangat komplek/berat dalam kehidupan

yang panjang, perkembangannya tidak sesuai seperti pada

anak normal yang meliputi gangguan pada aspek perilaku,

interaksi sosial, komunikasi dan bahasa, serta gangguan

emosi dan persepsi sensori bahkan pada aspek motoriknya.

Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada

awalnya, kemudian menurun atau bahkan sirna, misalnya

64

Dr. Armawati Arbi, M.Si, Psikologi Komunikasi dan

Tabligh,(Jakarta: Amzah, 2012), h. 179 65

Dr. Armawati Arbi, M.Si, Psikologi Komunikasi dan

Tabligh,(Jakarta: Amzah, 2012), h. 180

Page 65: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

51

pernah dapat berbicara, kemudian hilang. Gejala autisme

muncul pada usia sebelum 3 tahun.

Anak autisme ditinjau dari masa

kemunculannya/kejadiannya dapat terjadi dari sejak lahir

yang disebut dengan autistik klasik dan sesudah lahir

dimana anak hingga usia 1-2 tahun menunjukkan

perkembangan yang normal. Tetapi pada masa selanjutnya

menunjukkan perkembangan yang menurun/ mundur. Hal

ini disebut dengan autistik regresi.66

b. Ciri-ciri Anak Penyandang Autisme

Ada tiga gangguan pada anak penyandang austisme,

yaitu gangguan perilaku, interaksi sosial dan komunikasi

dan bahasa. Tiga gangguan ini saling keterkaitan satu sama

lain. Berikut adalah beberapa ciri-ciri anak penyandang

autisme yang dapat diamati:

1) Perilaku

a) Cuek terhadap lingkungan

b) Perilaku tak terarah; mondar-mandir, lari-lari,

lompat-lompat, dsb.

c) Kelekatan terhadap benda tertentu

d) Perilaku tak terarah

e) Rigid Routine (pengertian)

f) Tantrum

g) Obsessive-Complusive Behavior

66

Joko Yuwono, Memahami Anak Autistik : Kajian Teoritik dan

Empirik,(Bandung: Alfabeta, 2009), h.24

Page 66: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

52

h) Terpukau terhadap benda yang berputar atau benda

yang bergerak.

2) Interaksi Sosial

a) Tidak mau menatap mata

b) Dipanggil tidak menoleh

c) Tak mau bermain dengan teman sebayanya

d) Asyik/bermain dengan dirinya sendiri

e) Tidak ada empati dalam lingkungan sosial

3) Komunikasi dan Bahasa

a) Kesulitan Komunikasi dan Bahasa Anak Autisme

Komunikasi dan bahasa anak penyandang autisme

sangat berbeda dari kebanyakan anak-anak seusianya.

Anak-anak penyandang autisme kesulitan dalam

memahami komunikasi baik verbal maupun

nonverbal. Sebagai contoh ketika anak penyandang

autisme diminta melakukan tugas tertentu. “ambil

bola merah!” , anak penyandang autisme sulit untuk

merespon tugas tersebut karena kesulitan memahami

konsep ambil, bola dan merah. Demikian pula bisa

anak penyandang autisme menginginkan sesuatu.

Mereka kesulitan dalam menyampaikan pesan kepada

orang lain, misalnya ingin minum susu. Anak

penyandang autisme mungkin hanya mondar-mandir

atau diam saja. Hal lain yang mungkin terjadi adalah

menangis dan akhirnya orang tua harus menawarkan

susu. “adik mau susu?” (sambil menunjukkan botol

susu).

Page 67: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

53

b) Komunikasi Non-Verbal Anak Autisme

Keterlambatan komunikasi dan bahasa merupakan

ciri yang menonjol dan selalu dimiliki oleh anak

penyandang autisme. Perkembangan komunikasi dan

bahasanya sangat berbeda dengan perkembangan

anak pada umumnya. Sebagian besar dari mereka cara

berkomunikasi dengan non verbal communication,

karena sebagian besar dari mereka belum dapat

berbicara. Perkembangan anak-anak pada umumnya,

sejak usia dini, bayi mulai muncul kemampuan

berkomunikasi dengan bahasa komunikasi non verbal

yang disebut dengan pre speech yakni berupa gerak

isyarat/gesture, tangisan, mimik, dan sebagainya.

Tahap ini bersifat sementara sebelum anak dapat

menguasai ketrampilan bahasa yang memadai untuk

menggunakan kata-kata yang berarti dan dapat

dipahami baik dipahami diri sendiri dan orang lain.

Perkembangan bahasa pre speech anak-anak pada

umumnya, hampir tidak muncul pada kasus anak-

anak penyandang autisme. Anak-anak autisme

kesulitan dalam menggunakan isyarat sebagai alat

komunikasi nonverbal, sekalipun kemampuan

menujuk benda yang diinginkan, mengangguk atau

menggelengkan kepala sebagai tanda setuju atau tidak

setuju. Anak-anak penyandang autisme sebagian

besar menunjukkan kemampuan pre speech dalam

bentuk menarik tangan bila anak menginginkan

Page 68: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

54

sesuatu. Kalaupun anak penyandang autisme memberi

isyarat tertentu, bahasa isyaratnya kurang lazim dan

hanya orang-orang yang sering berinteraksi dengan

anak tersebut yang dapat menafsirkannya. Hal ini

disebut passive non verbal communication.

c) Receptive dan Expresive Language

Receptive language secara sederhana Maurice

(1996) mendefinisikan kemampuan bicara reseptif

adalah kemampuan anak mendengar dan memahami

bahasa. Definisi lengkap tentang receptive language

dituliskan Tilton (2004) yakni kemampuan pikiran

manusia untuk mendengarkan bahasa bicara dari

orang lain dan menguraikan hal tersebut dalam

gambaran mental yang bermakna atau pola pikiran,

dimana dipahami dan digunakan oleh penerima.

Contoh sederhana dalam kesulitan bahasa reseptif

pada anak penyandang autisme adalah ketika mereka

diberikan instruksi untuk mengambil sesuatu, “ambil

bola”, anak penyandang autisme tidak dapat

merespon dengan baik dan benar. Hal ini dikarenakan

anak tersebut kesulitan dalam memahami apa maksud

dari kata ambil dan bola itu sendiri.

Expresive Language adalah penggunaan kata-kata

dan bahasa secara verbal untuk mengkomunikasikan

konsep atau pikiran. Jika anak penyandang autisme

sudah memiliki kemampuan ini, maka mereka

memiliki beberapa tingkat kemampuan reseptif.

Page 69: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

55

Anak-anak penyandang autisme belajar

mengeskpresikan bahasa dengan imitasi melalui

orang tua mereka. Mereka belajar bahwa bahasa

sebagai alat untuk berkomunikasi. Kata pertama

ketika anak mulai berkata-kata sebenarnya tanda

bahwa bahasa reseptif itu telah bekerja dan efektif.

Anak-anak penyandang autisme kesulitan dalam

mengekpresikan keinginannya sekalipun

menggunakan bahasa isyarat seperti ingin pipis,

buang air besar ataupun mengangguk atau

menggeleng sebagai tanda setuju/ mau dan menolek/

tidak mau. Cara mengekpresikan keinginan anak-anak

penyandang autisme lebih bersifat presimbolik yakni

sebagai contoh anak penyandang autisme menarik

tangan orang lain dan kemudian meletakkan tangan

tersebut ke handel pintu sebagai isyarat untuk

membuka pintu.

d) Echolalia

Echolalia merupakan bentuk pengulangan kata

atau prase dari orang lain. Pada umumnya setiap anak

mengalami masa perkembangan ini. Pada usia

tertentu, sebelum umur 2 tahun, anak mengalami

proses echolalia (membeo). Demikian juga dengan

anak penyandang autisme, tetapi yang membedakan

adalah derajat echolalia-nya dan waktu lama waktu

dalam tahap perkembangan ini. Anak-anak pada

umumnya mengalami masa ini cukup singkat dan

Page 70: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

56

derajat echolalia yang cepat berubah menjadi

fungsional dan bermakna sosial yang lebih baik,

sedang pada anak penyandang autisme cenderung

ditemukan echolalia yang derajat echolalianya tinggi

dan kurang bermakna.

Beberapa alasan anak penyandang autisme

cenderung echolalia dalam berkomunikasi adalah

ketidak pahaman anak penyandang autisme dalam

memahami konsep bahasa dalam konteks pragmatis

komunikasi. Shapiro (1977) dan Carr, Schreibman &

Lovaas (1975) dalam Volkmar, dkk (2005)

menemukan sebagian besar anak penyandang autisme

itu melakukan echolalia terhadap pertanyaan dan

perintah karena mereka tidak mengerti atau tidak

mengetahui bagaimana harus merespon.

Ada beberapa jenis eholalia yang berbeda-beda.

Anak penyandang atisme mungkin akan mengulang

kata atau prase hanya pada bagian yang terakhir

setelah anda mengatakannya, hal ini disebut sebagai

immediate echolalia. Ada anak penyandang autisme

yang mengingat kata atau prase yang dikatakan oleh

orang lain dan digunakan dalam sehari, seminggu,

sebulan atau bahkan setahun kemudian, ini disebut

delayed echolalia. Seringkali juga ada anak

penyandang autisme yang mengulangi kata-kata

setelah ia mendengar secara emosi situasional. Seperti

ketika ia mendengar kata “taruh!” saat ia mengambil

Page 71: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

57

barang dan kemudian ia mengulang kata “taruh!”

kapanpun ketika ada ada seseorang terlihat marah

padanya. Dalam hal ini anak penyandang autisme

jelas tau kapan kata itu digunakan tetapi tidak

memahami kata yang diucapkannya, ini disebut

mitigated echolalia, dimana anak penyandang

autisme mungkin mengubah apa yang didengar

berbeda dalam tone-nya atau mengubah beberapa kata

dalam usaha menyesuaikan mereka pada situasi yang

berbeda.

e) Perkembangan Komunikasi Anak Autisme

Menurut Sussman (1999) perkembangan

komunikasi anak penyandang autisme dipengaruhi

beberapa faktor yaitu kemampuan berinteraksi, cara

anak berkomunikasi, alasan dibalik komunikasi yang

dilakukan anak dan tingkat pemahaman anak.

Selanjutnya ia menuliskan bahwa perkambangan

berkomunikasi anak penyandang autisme berkembang

melalui empat tahapan :

Pertama, The Own Agenda Stage. Pada tahap ini

anak cenderung bermain sendiri dan tampak tidak

tertarik pada orang-orang sekitar. Untuk mengetahui

keinginannya kita dapat memperhatikan gerak tubuh

dan ekspresi wajahnya. Anak dapat berinteraksi

cukup lama dengan orang yang sudah dikenalnya,

namun ia akan kesulitan dan menolak interaksi

dengan orang yang baru dikenalnya. Ia akan

Page 72: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

58

menangis atau berteriak bila merasa tergangu

aktifitasnya.

Kedua, The Requester Stage. Pada tahap ini bila

menginginkan sesuatu anak penyandang autisme akan

menarik tangan dan mengarah ke benda yang

diinginkannya. Pada umumnya pada tahap ini sudah

dapat memproduksi suara tetapi bukan untuk

berkomunikasi melainkan untuk menenangkan diri.

Anak dapat mengenal perintah sederhana, tetapi

responnya belum konsisten. Ia juga sudah dapat

melakukan kegiatan yang bersifat rutinitas.

Ketiga, The Early Communication Stage. Pada

tahap ini, kemampuan anak penyandang autisme

dalam berkomunikasi lebih baik karena melibatkan

gesture, suara dan gambar. Inisiatif anak untuk

berkomunikasi masih terbatas seperti : mau makan,

minum atau benda-benda/ kegiatan yang disukai saja.

Pada tahap ini anak telah mulai mengulang hal-hal

yang didengar, mulai memahami isyarat

visual/gambar dan memahami kalimat-kalimat

sederhana yang diucapkan.

Keempat, The Partner Stage. Pada tahap ini

merupakan fase yang paling efektif. Bila kemampuan

bicaranya baik, maka ia berkemungkinan dapat

melakukan percakapan sederhana. Namun demikian,

anak masih cenderung menghafal kalimat dan sulit

menemukan topik baru dalam percakapan.

Page 73: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

59

Hal-hal lain yang berkaitan dengan ciri-ciri anak

penyandang autisme yang menyertainya seperti

gangguan emosional seperti tertawa dan menangis

tanpa sebab yang jelas, tidak dapat berempati, rasa

takut yang berlebihan dan sebagainya.67

c. Penyebab Anak Menyandang Autisme

Secara spesifik, faktor- faktor yang menyebabkan

anak menjadi autisme belum ditemukan secara pasti,

meskipun secara umum ada kesepakatan di dalam lapangan

yang membuktikan adanya keragaman tingkat

penyebabnya. Hal ini termasuk bersifat genetik, metabolik,

dan gangguan syaraf pusat, infeksi pada masa hamil

(rubella), gangguan pencernaan hingga keracunan logam

berat. Struktur otak yang tidak normal seperti

hydrocephalus juga dapat menyebabkan anak menjadi

autisme.68

5. Karakteristik Fase Perkembangan

a. Fase Masa Awal Anak-Anak

Fase masa awal anak-anak merupakan fase

perkembangan individu sekitar umur 2-6 tahun.

1) Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik merupakan dasar bagi

kemajuan perkembangan. Dengan meningkatnya

67

Joko Yuwono, Memahami Anak Autistik : Kajian Teoritik dan

Empirik,(Bandung: Alfabeta, 2009), h.29 68

Joko Yuwono, Memahami Anak Autistik : Kajian Teoritik dan

Empirik,(Bandung: Alfabeta, 2009), h.31

Page 74: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

60

pertumbuhan tubuh, baik menyangkut ukuran berat

badan dan tinggi, maupun kekuatannya

memungkinkan anak untuk dapat lebih

mengembangkan keterampilan fisiknya, dan

eksplorasi terhadap lingkungannya tanpa adanya

bantuan dari orang tua.

Pada fase ini anak-anak dengan usia sebaya dapat

memperlihatkan tinggi tubuh yang sangat berbeda,

tetapi pola pertumbuhan tinggi tubuh mereka tetap

mengikuti aturan yang sama. Selama masa anak-anak

awal, tinggi rata-rata anak bertumbuh 2,5 inci dan

berat bertambah antara 2,5-3,5 kg setiap tahunnya.

Salah satu perkembangan fisik yang paling penting

selama masa perkembangan awal anak-anak adalah

perkembangan otak. Pada masa bayi sampai usia dua

tahun, ukuran otaknya rata-rata 75% dari otak orang

dewasa, dan pada usia lima tahun, ukuran otaknya

sudah mencapai 90% otak orang dewasa.

Pertumbuhan otak selama masa awal anak-anak

disebabkan oleh petambahan jumlah dan ukuran urat

saraf yang berujung di dalam dan di antara daerah-

daerah otak.69

Perkembangan fisik anak ditandai juga dengan

berkembangnya kemampuan atau keterampilan

motorik, baik kasar maupun halus. Pada usia 3 –

69

Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011),

h. 184

Page 75: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

61

4tahun, kemampuan motorik kasarnya seperti naik

turun dan turun tangga, meloncat dengan dua kaki,

dan melempar bola. Sedangkan kemampuan motoric

halusnya seperti menggunakan benda, dan meniru

bentuk (meniru gerakan orang lain).

Pada usia 4 – 6 tahun, kemampuan motorik

kasarnya seperti mengendarai sepeda anak,

menangkap bola, dan bermain olah raga, sedangkan

kemampaun motoric halusnya seperti menggunakan

pensil, menggambar, memotong dan menggunting,

dan menulis huruf cetak.70

2) Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif pada masa awal anak-anak

dinamakan tahap pra-operasional yang berlangsung

dari usia dua hingga tujuh tahun. Dalam istilah pra-

operasional menunjukkan bahwa pada tahap ini

menurut Piaget difokuskan pada keterbatasan

pemikiran anak. Istilah “operasional” menunjukkan

pada aktifitas mental dan memungkinkan anak untuk

memikirkan peristiwa pengalaman yang dialaminya.71

Pada tahap pra-operasinal ini anak mampu

berpikir dengan menggunakan simbol (symbolic

function), berfikirnya masih dibatasi oleh

persepsinya. Mereka meyakini apa yang dilihatnya,

70

Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 164 71

Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011),

h. 185

Page 76: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

62

dan hanya berfokus kepada satu atribut terhadap satu

objek dalam waktu yang sama. Berpikirnya masih

kaku tidak fleksibel. Dan anak sudah mulai mengerti

dasar-dasar mengelompokkan sesuatu atau dasar

suatu dimensi, seperti atas kesamaan warna, bentuk,

dan ukuran.72

3) Perkembangan Bahasa

Perkembangan bahasa masa anak-anak awal dapat

diklasifikasikan kedalam dua tahap, yaitu:

a) Masa Ketiga (2,0 – 2,6 tahun) yang bercirikan:

Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat

tunggal yang sempurna.

Anak sudah mampu memahami tentang

perbandingan.

Anak banyak menanyakan nama dan tempat:

apa, di mana, dan dari mana.

Anak sudah banyak menggunakan kata-kata

yang berawalan dan berakhiran.

b) Masa Keempat (2,6 – 6.0 tahun) yang

bercirikan:

Anak sudah dapat menggunakan kalimat

majemuk beserta anak kalimatnya.

Tingkat berpikir anak sudah lebih maju, anak

sudah banyak menanyakan soal waktu-

72

Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 167

Page 77: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

63

sebab akibat melalui pertanyaan-pertanyaan:

kapan, ke mana, mengapa dan bagaimana.

4) Perkembangan Sosial

Pada fase ini (terutama mulai usia 4 tahun),

perkembangan sosial anak sudah tampak jelas, karena

mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman

sebayanya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada

tahap ini adalah:

a) Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di

lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan

bermain.

b) Sedikit demi sedikit anak mulai tunduk pada

peraturan.

c) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan

orang lain.

d) Anak mulai bermain dengan anak-anak lain,

atau teman sebaya.73

b. Fase Masa Akhir Anak-anak

Fase masa akhir anak-anak merupakan fase

perkembangan individu sekitar umur 6-12 tahun.

1) Perkembangan Fisik

Tinggi rata-rata anak perempuan 11 tahun

mempunyai tinggi badan 58 inci dan laki-laki 57,5

inci. Dan kenaikan berat badan lebih bervariasi

73

Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 170-171

Page 78: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

64

daripada kenaikan tinggi badan yang berkisar tiga

sampai lima pon pertahun. Rata-rata anak perempuan

11tahun mempunyai berat badan 88.5 pon dan anak

laki-laki 85,5 pon.74

2) Perkembangan Kognitif

Pada masa akhir anak-anak ini, anak sudah dapat

mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan

tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan

intelektual atau kemampuan kognitif (seperti

membaca, menulis, dan menghitung). Pada masa awal

anak-anak daya pikir anak masih bersifat imajinatif,

berangan-angan, sedangkan pada masa ini pikirannya

sudah berkembang kearah berpikir konkret dan

rasional (dapat diterima akal). Piaget menamakannya

sebagai masa operasi konkret, masa berakhirnya

berpikir khayal dan mulai berpikir konkret (berkaitan

dengan dunia nyata).

Masa ini ditandai dengan tiga kemampuan baru,

yaitu mengklasifikasikan (mengkelompokkan),

menyusun atau mengasosiasikan (menghubungkan

atau menghitung) angka-angka atau bilangan.

Disamping itu, pada masa akhir ini anak sudah

memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem

solving) yang sederhana.

3) Perkembangan Bahasa

74

Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011),

h. 205

Page 79: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

65

Pada masa ini merupakan masa berkembang

pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai

perbendaharaan kata (vocabulary). Pada awal masa

ini, anak sudah menguasai sekitar 2.500 kata, dan

pada masa akhir (usia 11-12tahun) telah dapat

menguasai sekitar 50.000 kata. Dengan dikuasainya

keterampilan membca dan berkomunikasi dengan

orang lain, anak sudah gemar membaca atau

mendengarkan cerita yang bersifat kritis (tentang

perjalanan/petualangan, riwayat para pahlawan, dsb).

Pada masa ini tingkat berpikir anak sudah lebih maju,

dia banyak menanyakan soal waktu dan sebab akibat.

4) Perkembangan Sosial

Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan

menyesuaikan diri-sendiri (egosentris) kepada sikap

yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau

memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat

berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman

sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk

diterima menjadi anggota kelompok (gang), dia

merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam

kelompoknya. Berkat perkembangan sosial, anak

dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman

sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat

sekitarnya.75

75

Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 178-180

Page 80: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

66

6. Sholat Wajib

a. Pengertian Sholat Wajib

Sholat wajib adalah sholat yang harus dilaksanakan

oleh setiap orang islam yang telah balig, berakal dan suci.

Apabila ditinggalkan akan mendapatkan dosa dan apabila

dilaksanakan akan mendapatkan pahala.76

Menurut bahasa,

pengertian sholat adalah doa. Adapun dalam istilah hukum

(fikih) islam, sholat berarti suatu ibadah yang terdiri atas

beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan

takbir (membaca Allahu Akbar) dan disudahi dengan

memberi salam.77

Sholat wajib terdiri dari lima waktu, yaitu sholat

subuh (2 rakaat), sholat zuhur (4 rakaat), sholat asar (4

rakaat), sholat magrib (3 rakaat) dan sholat isya (4 rakaat).

Sholat mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam

syariat agama islam. Kesempurnaan amal seseorang, baik

buruk perbuatan manusia dilihat dari sempurna atau

tidaknya pelaksanaan sholatnya.

b. Dalil Kewajiban Sholat.

Sholat adalah kewajiban utama bagi setiap oranag

islam yang telah baligh, selama ia masih menghembuskan

nafas, selama itu pula kewajiban sholat melekat

dipundaknya, tidak dapat diwakilkan. Dalam keadaan

bagaimanapun, kapan pun, dimana pun, sholat harus

76

Asep Maulana, Ust. Abdullah Jinaan, Panduan Lengkap Salat

Fardu & Sunnah, (Jakarta : PT Grasindo, 2017), h.43 77

Asep Maulana, Ust. Abdullah Jinaan, Panduan Lengkap Salat

Fardu & Sunnah, (Jakarta : PT Grasindo, 2017), h.40

Page 81: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

67

dikerjakan. Karenanya, dalam islam terdapat syariat tentang

sholat bagi orang yang sakit, ketika dalam perjalanan dan

lain – lain.

Kewajiban sholat bagi setiap muslim yang baligh, telah

ditetapkan dalam Al-Qur’an, antara lain:78

اكعيه كوۃ واركعوامع الر لوۃ واتوا الز )البقرۃ وأقيموا الص

:٣٤ ) Wa aqiimush shalaata wa aatus zakaata warka’uu

ma’ar raaki’iin.

“dan dirikanlah sholat, dan keluarkanlah zakat, dan

tunduklah rukuk bersama orang-orang yang rukuk.” (QS.

Al-Baqarah(2) :43)

لوۃتنھی عه الفحشاءوالمنكر لوۃ ٳن الص )العنكبوت وأقم الص

:٣٤) Wa aqimish shalaata innash shalaata tanhaa

‘anilfakhsyaa-I wal munkar

“kerjakanlah sholat, sesungguhnya sholat itu mencegah

perbuatan yang keji dan yang mungkar.” (QS. Al-Ankabut

(29) : 45)

78

Ust. Syaifurrahman El-Fati, Panduan Sholat Praktis & Lengkap

cet.ke-10, (Jakarta: Wahyu Qolbu, 2017), h. 36-37

Page 82: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

68

Page 83: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

69

BAB III

GAMBARAN UMUM RUMAH ANAK MANDIRI KARIM

DEPOK

A. Profil Umum Rumah Anak Mandiri Karim

Rumah Anak Mandiri Karim berada dibawah Yayasan

Maryam Karim, yaitu sebuah yayasan yang didirikan untuk

tujuan melakukan perkhidmatan dan penyelenggaraan pendidikan

bagi anak-anak berkebutuhan khusus melalui rumah pendidikan

berasrama. Yayasan ini berdiri pada tahun 2011 berdasarkan akta

No.27 tanggal 25 April 2011 dibuat dihadapan Khodijah,S.H.

Notaris di Jakarta.

Rumah Anak Mandiri Karim merupakan pusat layanan bagi

anak-anak berkebutuhan khusus yang dikembangkan untuk

memberikan pelayanan dalam bentuk komunikasi, sosialisasi,

akhlak, spiritual, kemandirian dan mengembangkan kemampuan

vokasional/talenta. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut

meliputi mereka yang didiagnosa mengemban sindrom

Hiperaktif, Attention Deficit Hyperactivity Disoser (ADHD),

Autisme, Gangguan Perkembangan Pervasif dan gangguan-

gangguan lainnya yang menyulitkan mereka untuk tumbuh dan

berkembang sebagaimana layaknya anak-anak lain.

Rumah Anak Mandiri Karim didukung oleh tim pengajar

yang berpengalaman dibidang PLB (Pendidikan Luar Biasa),

Psikolog, Okupasi, Terapis, dan Konsultan yang berpengalaman

dibidangnya. Rumah Anak Mandiri Karim terletak di Jalan

Perumahan Villa Santika Blok K, Kelurahan Grogol, Kecamatan

Limo, Depok.

Page 84: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

70

Rumah Anak Mandiri meyakini anak-anak berkebutuhan

khusus adalah merupakan anak-anak yang diberi keistimewaan

oleh Allah Yang Maha Kasih yang mempunyai kendala dalam

mengikuti kegiatan belajar mengajar yang konvensional serta

kendala dalam melakukan interaksi sosial. Mereka meyakini

bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki talenta dan keahlian

yang masih tersembunyi yang memerlukan bantuan kita semua

untuk menampakkannya keluar sehingga mendatangkan manfaat

yang banyak bagi semua.

B. Visi dan Misi Rumah Anak Mandiri Karim

Rumah Anak Mandiri Karim Depok memiliki visi dan misi

sebagai berikut:

VISI

1. Sebagai tempat untuk membina anak-anak dengan

kebutuhan khusus (special needs)

2. Menjadi wadah untuk menemukan potensi anak-anak,

serta mengembankan talenta mereka

MISI

Memberikan pelayanan dan pendidikan yang terbaik

bagi anak-anak berkebutuhan khusus, sesuai dengan

kekhususan dan keunikan masing-masing siswa, dengan

mengutamakan cinta, kasih dan ketulusan; serta program

dan metode pengajaran yag dirancang khusus bagi

masing-masing siswa sesuai dengan keistimewaan

Page 85: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

71

mereka untuk membantu mereka menghadapi masa

depan yang lebih baik.

C. Sejarah Berdirinya Rumah Anak Mandiri Karim

Rumah Anak Mandiri Karim terbentuk karena putra sulung

dari Mirza Karim dan Merry Noventi yang bernama Muhammad

Muthahhari didiagnosis dokter menyadang Autism dan Attention

Deficit/Hyperactivity Disorder (ADD/ADHD). Mereka tetap

berusaha memberikan hal yang terbaik bagi buah hatinya.

Sayangnya, sarana pendidikan bagi anak-anak yang memiliki

kebutuan khusus, seperti Hari, masih minim sehingga mendorong

mereka untuk mendirikan sekolah yang tidak hanya mengajarkan

hal-hal yang bersifat umum tapi juga melatih kemandirian anak.

Menurut Venti, kebanyakan sekolah untuk anak-anak

berkebutuhan khusus yang ada di Indonesia masih kurang

memperhatikan hal-hal yang esensial bagi anak, terutama anak

berkebutuhan khusus yang memasuki masa pubertas. Kemudian

mereka mendirikan Rumah Anak Mandiri Karim yang berada

dalam naungan Yayasan Mandiri Karim dengan metode

pendidikan yang dirancang untuk memberi rasa nyaman bagi

anak. Sarana pendidikan dibuat sedemikian rupa sehingga mereka

merasa seperti berada di rumah sendiri dengan kurikulum yang

disesuaikan dengan keuinikan masing-masing anak.

Sengaja memilih sistem boarding atau asrama, Rumah

Anak Madiri Karim melatih kemandirian siswanya selama 24

jam, sejak bangun tidur hingga tidur kembali. Selama disekolah,

Page 86: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

72

para guru membina kemandirian siswa melalui Activity of Daily

Living (ADL), komunikasi, bina diri dan sosialisasi. Venti

mengatakan, selama ini anak-anak autism memang mengalami

kesulitan dalam komunikasi dua arah dan cara bersosialisasi yang

benar, makanya hal itu menjadi prioritas di Rumah Anak Mandiri

Karim.

Sebagaimana layaknya anak-anak lain, anak dengan

kebutuhan khusus atau yang biasa disebut ABK juga berhak

mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.

Kurangnya pengetahuan sebagian orang mengenai keistimewaan

ABK serta minimnya bantuan yang diberikan oleh pemerintah

dan masyarakat dalam pendidikan ABK , memantapkan niat

Rumah Anak Mandiri Karim untuk memberikan yang terbaik

kepada ABK, sekalipun dari awal yang kecil..

Sejak diresmikan pada bulan Juni 2011 lalu, Rumah Anak

Mandiri Karim mendedikasikan diri untuk anak-anak penyandang

Autism Spectrum Disordered (ASD), Attention

Deficit/Hyperactivity Disorder(ADD/ADHD), Asperger‟s

Syndrome, Sensory Integration Disfunction serta anak yang

mengalami keterlambatan bicara serta masalah perilaku lain.

Selain program asrama, Rumah Anak Mandiri Karim juga

memberikan program lainnya seperti program regular (senin

hingga jumat) selama 6-7 jam sehari, private therapy selama 1-2

jam, hingga program Homestay. Tapi program homestay ini

hanya diberikan untuk ABK yang dititipkan ke Rumah Anak

Mandiri Karim karena orang tuanya akan bertugas ke luar kota

atau luar negeri atau melaksanakan ibadah haji dan umrah dimana

Page 87: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

73

si anak tidak bisa dapat ikut serta. Rumah Anak Mandiri Karim

tidak melayani penitipan ABK dengan alasan orang tuanya ingin

pergi berlibur dan tidak mau direpotkan dengan anaknya.

Saat ini Rumah Anak Mandiri Karim memilik 26 siswa

dengan keistimewaannya masing-masing. Untuk melatih

kemandirian siswa, setiap hari selasa dan kamis diberikan

program outing, dimana siswa diajak naik angkot dan belanja ke

supermarket. Ketika liburan pun, pihak Rumah Anak Mandiri

Karim tetap memantau perkembangan siswa lewat pemberian

pembekalan lewat orang tua sehingga program penanganan siswa

tidak menjadi kacau. Termasuk dalam hal pemberian makanan

yang harus tetap terjaga. Karena makanan sangat berpengaruh

terhadap ABK terutama makanan yang mengandung gula, bahan

pengawet dan tepung terigu. Sering sekali bersama keluarga,

orang tua tidak tega dan melonggarkan peraturan yang sudah

disepakati bersama.

Banyak ABK yang memiliki keistimewaan serta potensi

yang tersembunyi, sementara orang tua dan sekolah normal tidak

dapat membantu mereka menemukan keistimewaan tersebut serta

gagal mengembangkan menjadi “hal besar” yang bermanfaat bagi

kehidupannya kelak maupun bagi masyarakat. Di Rumah Anak

Mandiri Karim, mereka berusaha membantu serta memberikan

layanan kepada ABK, agar potensi istimewa mereka berkembang

menjadi hal besar yang membawa manfaat bagi mereka sekaligus

masyarakat. Mengabaikan mereka, tidak memberikan hak mereka

akan pendidikan serta tidak memberi kesempatan pada mereka

untuk berkembang bagi Rumah Anak Mandiri Karim merupakan

Page 88: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

74

suatu dosa kolektif. Karena sesungguhnya, mereka itu ada dan

masyarakat harus bisa menerima kehadiran mereka. Bukan

dengan cemoohan bukan pula dengan rasa kasihan, melainkan

dengan cinta.

D. Program Kegiatan Rumah Anak Mandiri Karim

Di Rumah Anak Mandiri Karim terdapat beberapa program

kegiatan yaitu:

1. Reguler (senin-jumat)

Anak belajar mengikuti kegiatan Rumah Anak

Mandiri Karim mulai jam 08.30 – 15.00 atau selama 6

jam dengan program IEP yang disusun sesuai dengan

kebutuhan dan perkembangan anak. Jumlah siswa

program reguler tahun 2018/2019 berjumlah 7 siswa

dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jumlah Siswa Yang Mengikuti

Program Reguler

No Jenis Kelamin Jumlah Siswa

1. Laki-laki 7 Anak

2. Perempuan -

Jumlah 7 Anak

2. Boarding

Untuk mendukung program perilaku dan kemandirian

supaya lebih konsisten Rumah Anak Mandiri Karim

menyediakan asrama dengan fasilitas yang cukup

memadai. Asrama dimonitor 24 jam penuh dengan

Page 89: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

75

program dan kegiatan yang dirancang sesuai dengan

kebutuhan anak (IEP) dan anak merasa nyaman.

Kegiatan asrama mulai hari senin-jumat dan hari sabtu-

minggu anak diberikan kesempatan untuk berinteraksi

dengan keluarganya khususnya yang tinggal di daerah

Jabodetabek. Jumalah siswa program boarding tahun

2018/2019 berjumlah 19 siswa dengan perincian sebagai

berikut:

Tabel 3.2 Jumlah Siswa Yang Mengikuti

Program Boarding

No Jenis Kelamin Jumlah Siswa

1. Laki-laki 15 Anak

2. Perempuan 4 Anak

Jumlah 19 Anak

3. Homestay

Homestay merupakan solusi bagi orang tua yang

mempunyai anak berkebutuhan khusus yang akan

menunaikan ibadah umrah dan haji, sedangkan anak

tidak bisa ikut serta. Anak bisa mengikuti program home

stay dan mengikuti kegiatan anak boarding.

E. Kerjasama dalam Lembaga

Rumah Anak Mandiri Karim lebih membangun kerjasama

dengan orang tua yang misalnya mempunyai hotel, laundry,

restoran, pasar dan pelayanan housekeeping agar anak bisa

ikut berpartisipasi dan lebih mematangkan life skill yang

Page 90: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

76

mereka miliki. Kemudian Rumah Anak Mandiri Karim juga

berkerja sama dengan dengan sekolah-sekolah luar biasa dan

lembaga yang menampung Anak Berkebutuhan Khusus

(ABK) untuk melakukan kerjasama dalam bidang kegiatan,

perlombaan dan studi banding baik dalam atau luar kota, studi

banding sekolah untuk ABK yang hampir sama untuk

boarding school.

Berikut beberapa kegiatan yang Rumah Anak Mandiri

Karim ikuti dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 3.3 Kerjasama dalam lembaga tahun ajaran

2018/2019

NO Tanggal Kegiatan

1 6 April 2018 Berkeliling lingkungan RAM Karim untuk

Sosialisasi Autisme pada Hari Peduli

Autisme

2 24 April 2018 Lomba Peragaan Busana Memperingati Hari

Kartini 2018

3 2 Mei 2018 Berpartisipasi dalam Walk For Autism

Jakarta

4 8 Mei 2018 Lomba Renang Jakarta Open Paralimpic

Swim, Gelanggang Remaja Jakarta Pusat

5 17 Mei 2018 Outing Museum Rumah Keramik

6 5 Juni 2018 Mengadakan Bazzar Murah dan Santunan

Anak Yatim

7 25 Oktober

2018

Lomba Renang ASEAN Autism Games

8 30 Oktober

2018

Lomba Fashion Show dan Kemandirian di

Transmart Kidcity Depok

9 15 Febuari 2019 Renang di PGA Limo

10 17 Febuari 2019 Berpartisipasi mengikuti bazar dengan

menjual snack pada peringatan Maulid Nabi

Muhammad di Masjid Istiqlal

11 4 Maret 2019 Outing ke Taman Lembah Mawar

Page 91: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

77

12 21 Maret 2019 Berpartisipasi dalam Equal Fun Run 2019 di

RSUI Depok

13 15 April 2019 Kelas Art oleh Antoresi Drawing Class

14 27 April 2019 Lomba Aku Anak Indonesia di Sekolah Pura

Adhika

15 Mei 2019 Outing ke Taman Margasatwa Ragunan

16 5 Juni 2019 Kunjungan ke Dokter untuk Pemeriksaan

Gigi

17 3 Juli 2019 Menghadiri Undangan ke Kidzania Pasific

Place

F. Alur Metode Penanganan Klien Lembaga

1. Sasaran Lembaga

Pelayanan di Rumah Anak Mandiri Karim diberikan

untuk anak laki-laki dan perempuan berkebutuhan khusus

yang masih berusia 10-20 tahun, tidak menerima yang cacat

ganda seperti buta tuli, lebih ke anak kebutuhan khusus

murni dengan tidak ada penyakit yang berat seperti kanker

yang menular, tidak pernah memiliki masalah kejiwaan,

tidak ada indikasi mengancam dan senjata tajam. Menerima

semua kemampuan anak berkebutuhan khusus dari yang

berat hingga ringan, untuk perilaku yang tidak terlalu berat,

seperti terlalu agresif dan menyerang orang lain secara

berlebihan.

2. Profile Anak Asuh

Jumlah Siswa Rumah Anak Mandiri Karim tahun

2018/2019 berjumlah 26 siswa dengan tabel perincian

sebagai berikut:

Page 92: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

78

Tabel 3.4 Jumlah Siswa RAM Karim 2018/2019

No Jenis Kelamin Jumlah Siswa

1. Laki-laki 22 Anak

2. Perempuan 4 Anak

Jumlah 26 Anak

Di Rumah Anak Mandiri Karim anak-anak berkebutuhan

khusus dibagi menjadi 3 kelas, yaitu:

a. Kelas Bromo, diperuntukan bagi siswa yang hanya

memerlukan sedikit bantuan atau sudah bisa mandiri

(dasar).

b. Kelas Semeru, diperuntukan bagi siswa yang masih

memerlukan bantuan atau sebagian mandiri

(menengah).

c. Kelas Rinjani, diperuntukan bagi siswa yang masih

banyak memerlukan bantuan atau belum bisa

mandiri (sulit).

Masing-masing kelas memiliki jumlah siswa yang tabel

perinciannya sebagai berikut:

Tabel 3.5 Jumlah Siswa Setiap Kelas

No Jenis Kelamin Kelas

Bromo

Kelas

Semeru

Kelas

Rinjani

1. Laki-laki 8 10 4

2. Perempuan 2 0 2

Jumlah 10 10 6

Page 93: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

79

3. Kurikulum

a. Akhlak dan Spirituan

1) Wudhu dan Sholat

2) Membaca Iqro dan Al-Quran

3) Hafalan doa harian dan surat-surat pendek dalam

Al-Quran

4) Praktek Ibadah Wajib, Sunnah, Infak dan Sedekah

5) Perayaan hari-hari besar umat Islam

b. Akademik Terapan

1) Bahasa (komunikasi fungsional)

2) Matematika (berhitung, belanja, mengenal waktu)

3) IPA (pengetahuan makhluk hidup dan alam)

4) IPS (keterampilan sosial)

5) PKn (aturan dan sopan santun)

6) Komputer (informasi dan komunikasi

pengembangan program)

c. Bina Diri (activities of daily living)

1) Makan dan minum

2) Toileting

3) Mandi

4) Berpakaian

5) Berdandan

d. Kemandirian (life skills)

1) Menyapu dan mengepel

2) Membereskan tempat tidur

3) Belanja

4) Memasak

Page 94: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

80

5) Menggunakan fasilitas umum

6) Menggunakan transportasi umum

7) Menggunakan dan menyimpan uang

e. Mengisi waktu luang (leisure)

1) Musik (menyanyi dan bermain alat musik)

2) Sport (jalan, lari, renang, futsal, basket,

bulutangkis, dll)

G. Struktur Organisasi

Gambar 3.1 Struktur Organisasi

Page 95: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

81

BAB IV

DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Data Anak Penyandang Autisme

Dalam penelitian ini subjeknya adalah Anak Penyandang

Autisme di Rumah Anak Mandiri Karim Depok, sebelum

membahas tentang bagaimana proses komunikasi interpersonal

berdasarkan tahapan penetrasi sosial dan apa saja faktor

pendukung dan penghambat komunikasinya, berikut adalah data

anak-anak penyandang autisme yang menjadi subjek dari

penelitain ini.

1. Nama : Naura Agustina

Tempat, tanggal lahir : Bekasi, 9 Agustus 2008

Jenis Kelamin : Perempuan

Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia

Orang Tua : Amila Pudyawati

Terapi : Motorik, behavior, okupasi, dll

(continue dari umur 4tahun)

a. Perilaku

1) Kepatuhan (kurang)

2) Motorik Halus (bagus)

3) Motorik Kasar (kadang bagus kadang kurang)

4) Konsentrasi (kurang)

5) Kemandirian (kadang bagus kadang kurang)

6) Bicara (kurang/sedikit)

b. Keadaan Fisik

1) Penglihatan (baik)

2) Pendengaran (baik)

3) Sakit (jarang)

4) Kidal (tidak)

5) Bicara Cadel (iya)

6) Pernah Jatuh (tidak)

7) Pernah Kejang (tidak)

8) Pernah di rawat di RS (tidak)

c. Bahasa Reseptif

1) Pemahaman kata, kelompok kata, kalimat,

pembicaraan simple dan pembicaraan kelompok

(lemah)

Page 96: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

82

2) Merespon namanya ketika dipanggil (mampu)

3) Senyum/tertawa (lemah)

4) Menunjuk gambar (mampu dengan bantuan)

5) Perintah yang dipahami, seperti mengangguk,

menggeleng, lihat, matikan, naik, turun, masuk,

keluar, duduk, berdiri, dorong, tarik, berhenti,

pegang, lepas (mampu dengan bantuan)

d. Level Ekspresif

1) Level ekspresif (bergumam dan satu kata)

2) Metode Komunikasi (suara)

e. Suara

1) Keras (cukup)

2) Kualitas vocal (parau/serak)

3) Pitch (tinggi rendah / bervariasi)

4) Oral

a) Bernafas dengan mulut (kadang-kadang)

b) “ngeces” (tidak pernah)

5) Kelancaran bicara (kurang lancar)

6) Kecepatan berbicara (terlalu lambat)

7) Irama dan intonasi suara (kurang jelas)

2. Nama : Rasya Faiz Mukmin

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 26 Juli 2007

Jenis Kelamin : Laki-laki

Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia

Orang Tua : Rosmiyati

a. Sensori/motor

1) Mencari lokasi sumber suara (mampu dengan

bantuan)

2) Kontak mata (lemah)

3) Virtual tracking (mampu dengan bantuan)

4) Memegang (mampu)

5) Imitasi motoric (mampu dengan bantuan)

b. Perhatian/atensi

1) Rentang atensi (lemah)

2) Mudah terganggu (lemah)

3) Alertness (mampu dengan bantuan)

4) Kemampuan merespon (mampu dengan bantuan)

5) Kesadaran terhadap orang lain (mampu dengan

bantuan)

Page 97: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

83

6) Melihat gambar/objek (lemah)

7) Kesadaran diri terhadap kejadian disekitar lingkungan

(lemah)

c. Perilaku sosial-emosi

1) Agresif

2) Aktif

3) Berani

4) Pemarah

5) Ceria

6) Ingin tahu

7) Keras kepala

8) Kreatif

3. Nama : Azra Herwinan Dya Kartowisastro

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 6 Januari 2006

Jenis Kelamin : Laki-laki

Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia

Orang Tua : Andre H.K dan Winny W.

Terapi : behavior therapy (4tahun), senso-

sory integrasi dan speech

a. Keadaan fisik

1) Penglihatan (baik)

2) Pendengaran (baik)

3) Sakit (jarang)

4) Kidal (tidak)

5) Bicara cadel (tidak)

6) Pernah kejang (ya, saat usia 5tahun)

7) Pernah di rawat di RS (tidak)

b. Perilaku sosial

1) Suka mencubit

2) Sensitive

3) Kadang menggigit

4) Sering bersikap lembut

5) Memeluk dan banyak bicara

c. Sensori/motor

1) Mencari lokasi sumber suara (mampu dengan

bantuan)

2) Kontak mata (lemah)

3) Visual Tracking (lemah)

4) Imitasi motoric (lemah)

Page 98: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

84

d. Perhatian/atensi

1) Rentang atensi (lemah)

2) Mudah terganggu/distractible (mampu dengan

bantuan)

3) Alertness (mampu dengan bantuan)

e. Bahasa reseptif

1) Pemahaman kata, kelompok kata, kalimat,

pembicaraan sederhana, pembicaraan kelompok

(mampu dengan bantuan)

2) Merespon namanya ketika dipanggil (mampu)

3) Menunjuk gambar (mampu dengan bantuan)

4) Memberi benda yang diminta orang lain (mampu

dengan bantuan)

5) Mengikuti perintah (mampu dengan bantuan)

f. Level ekspresif

1) Level ekspresi (bergumam)

2) Metode komunikasi (menunjuk)

3) Ekspresi diri (emosi, keinginan)

g. Bicara

1) Kejelasan (sulit dimengerti)

2) Penyesuaian agar mudah mengerti (nonverbal)

B. Proses Komunikasi Interpersonal berdasarkan

Tahapan Penetrasi Sosial antara Guru dengan Anak

Penyandang Autisme dalam Mengajarkan Sholat Wajib

di Rumah Anak Mandiri Karim Depok.

Proses komunikasi interpersonal yang dilakukan guru dan

anak peyandang autisme sudah berlangsung semenjak mereka

masuk Rumah Anak Mandiri Karim. Para guru melakukan

komunikasi yang intens agar mengetahui karakter dari masing-

masing anak penyandang autisme.

Untuk mengetahui bagaimana perkembangan hubungan

yang terjadi antara guru dan anak penyandang autisme peneliti

Page 99: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

85

menggunakan tahapan-tahapan yang ada dalam teori penetrasi

sosial.

Berikut ini merupakan tahapan-tahapan penetrasi sosial

yang dilakukan guru di Rumah Anak Mandiri Karim Depok

terhadap anak-anak penyandang autisme:

1. Tahapan orientasi

Seluruh informan yang peneliti wawancarai, pada awal

pertemuan dan berkomunikasi dengan anak-anak penyandang

autisme melakukan tahapan orientasi. Dapat disimpulkan masa

orientasi dapat disebut masa pengenalan dan terjadi pada tingkat

publik. Yang dibicarakan hanya hal yang bersifat umum saja.

Guru dikatakan sebagai komunikator dan anak autisme sebagai

komunikan.

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan, pada

tahap awal ini, para guru di Rumah Anak Mandiri Karim Depok,

memperkenalkan diri mereka ke anak-anak penyandang autisme

seperti mengenalkan diri mereka kepada orang pada umumnya,

memperkenalkan nama, bertanya nama mereka siapa, dan

pertanyaan-pertanyaan umum lainnya.

Hanya saja, guru juga menggunakan bahasa nonverbal dan

lebih ekspresif dan juga mengenal dia (anak penyandang autisme)

yang akan di ajak kenalan itu seperti apa, mulai dari

kesukaannya, hal yang mengganggunya dan lain-lain. Walaupun

anak penyandang autisme tidak merespon, tetapi guru harus

bersabar dan konsisten dengan yang mereka lakukan.

“Kalau untuk memperkenalkan diri tetap ya, kita

memperkenalkan diri seperti biasa, nama kita siapa, terus

Page 100: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

86

kalau dia bisa verbal kita tanya balik ke anak namanya dia

siapa, walaupun agak belum jelas, walaupun dia belum

mengerti kita ya ga apa apa sih maksudnya kita liatin dulu

perilakunya dia, kita supervisi dulu lah cara

berkomunikasinya dia seperti apa, terus gimana kalo dia

pas tantrumnya pas saat apa, gitu sih kita cari infonya

sendiri kita supervisi anak itu seperti apa waktu baru kenal,

Jadi tidak harus memaksakan untuk langsung bisa ini bisa

itu gak juga, tapi harus lihat dulu minatnya dia kemana

terus seperti apa pembelajarannya, insyaAllah nanti kita

jadi tahu.”79

“Sebenernya sih, saya memperkenalkan diri awalnya saya

kaget, anak-anak seperti ini saya ga tau cara

berkomunikasi dan cara pendekatannya saya ga tau, tetapi

lama kelamaan saya belajar dari lingkungan setempat,

cara ngedeketinnya tuh dengan bahasa yang menggunakan

bahasa tubuh, lama kelamaan saya sudah mulai paham.

Awal memperkenalkan diri kemereka itu saya sapa mereka

“hay nama kamu siapa?” mereka kan lebih sering non

verbal ya, terus saya lanjutin “ini azra ya” terus saya

tanya-tanya terus, saya kasih tau nama saya siapa,

walaupun mereka lebih ke nonverbal tapi saya tetap

mengajak mereka bicara.”80

2. Tahapan pertukaran pejajakan afektif

Tahapan kedua yaitu tahapan pertukaran penjajakan afektif

maksudnya pada tahapan ini informan mulai melakukan

perkenalan lebih dalam lagi dan mulai melakukan komunikasi

lebih intens lagi. Pada tahap ini anak-anak mulai merasa nyaman.

Pada tahap ini guru mulai menarik perhatian dan melakukan

pendekatan dengan anak-anak penyandang autisme.

79

Wawancara dengan Etty Fatimah ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 3 Desember 2018. 80

Wawancara dengan Budi Hermawan ( Guru di Rumah Anak

Mandiri Karim) Depok, 11 Desember 2018.

Page 101: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

87

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, untuk

menarik perhatian anak-anak penyandang autisme guru

mempunyai berbagai cara agar anak penyandang autisme mau

memberikan perhatiannya.

“Untuk menarik perhatian lebih dibantu pegang langsung,

face to face aja, gak bisa dari jauh atau gimana, langsung

deketin anaknya kita deketin, terus kita ajak komunikasi,

pertama disuruh ngelihat kita, nanti walaupun kita

ngomong dia tidak melihat tidak apa apa, yang penting

awalnya dia harus melihat kita dulu. Dan hal itu dicoba

terus dan dicoba terus, lama-lama anaknya akan

mengerti.”81

“Kadang kalau dia lagi ga fokus, sedang asik dengan

mainannya, supaya dia perhatian ke kita, kita ambil dulu

mainannya, dia udah mulai ambil mainannya lagi dari kita,

barulah kita mulai ajak bicara, dia mengerti walaupun

tidak bisa bicara, dia mengerti maksud dan tujuan kita.”82

Setelah menarik perhatian anak-anak penyandang Autisme,

guru akan melakukan pendekatan dengan anak-anak penyandang

autisme dengan cara yang hampir mirip dengan menarik

perhatian anak-anak penyandang autisme.

“Sama seperti menarik perhatian anak-anak, mendekati

anak-anak juga langsung face to face ke anaknya, langsung

didekati dan diajak komunikasi. Harus lebih rajin

ngedeketin anak-anaknya, misal kalau sedang istirahat gitu

satu persatu kita deketin, kita ajak ngobrol, ngobrol apa

aja kita tanya tanya kaya gitu aja.”83

81

Wawancara dengan Etty Fatimah ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 3 Desember 2018. 82

Wawancara dengan Muchsin ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 11 Desember 2018. 83

Wawancara dengan Etty Fatimah ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 3 Desember 2018.

Page 102: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

88

“Awalnya kita melakukan pendekatannya itu pelan-pelan,

kita dekati dengan cara cara sepeti kita ajak tos, atau

salaman, bisa juga dengan ajak bermain mainan yang dia

suka, kalau dia sudah tersenyum berarti dia sudah siap

untuk menerima kehadiran kita, lebih mudah mendekatkan

diri kemereka”84

Dalam melakukan pendekatan dengan anak-anak

penyandang autisme tidaklah mudah dan instan, guru

memerlukan waktu, kesabaran, konsistensi dan guru harus

menggunakan cara-cara lain (menggunakan hal-hal yang mereka

suka).

“Kalau waktu tergantung anaknya yah, pengalaman saya

sih untuk anak yang autis murni dan agak ringan itu sekitar

5 bulanan, yang kita paham maksudnya dia, dia paham

maksud kita itu sekitar 5 bulanan. Tapi kalau untuk

mengerti dia mau apa, untuk kita sih 3 bulanan, untuk

anaknya masih belum, masih lanjut terus sampe sekarang

prosesnya. Untuk kasus Naura, Azra dan Faiz itu, untuk

Naura pendekatan ke dia itu sebulanan lebih ya karena

anaknya kooperatif, jadi sekitar sebulanan lebih, untuk

Azra itu agak lama ya sekitar 3 bulanan itu juga tarik ulur

kalau Azra, karena Azra kurang mau sama perempuan, dia

lebih suka sama laki-laki, mungkin karena masalah ibunya

jauh makanya dia sama perembuan kurang gitu, jadi 3

bulanan itu masih tarik ulur, mengerti maksud kita tetapi

kita suruh masih kurang mau, karena kita perempuan tapi

kalau sama laki-laki disuruh langsung mau. Kalau untuk

Faiz saya juga sekitar 3 bulanan, sekitar 3 bulanan saya

baru bisa mengerti dia dan dia agak tau maksud saya

seperti apa.”85

84

Wawancara dengan Muchsin ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 11 Desember 2018. 85

Wawancara dengan Etty Fatimah ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 3 Desember 2018.

Page 103: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

89

Dalam melakukan pendekatan ini ada beberapa penolakan

yang dilakukan oleh anak-anak penyandang autisme, ketika anak

penyandang autisme menolak pendekatan yang dilakukan,

biasanya mereka akan tantrum, maka dari itu guru harus bersabar

dan konsisten (tetap mengajarkan) asalkan tidak sampai

membahayakan diri.

“Jika ada yang menolak atau tidak mau ketika diajarkan,

kita harus kekeh untuk ngajarin asalkan tidak sampai

membahayakan diri. Kalau sampai membahayakan diri kan

misal Azra itu sampai yang pengen gigit segala macem,

sampe jungkir jungkiran gitu sampai sekarang masih suka

seperti itu, nah itu agak kita stop dulu, nanti kalau dia

sudah berhenti, sudah mulai agak tenang baru diajak

sholat lagi, atau misalnya temen-temennya sholat jamaah

dulu, dianya disuruh duduk dulu, nanti ketika anak-anak

yang lain selesai sholat, anaknya baru kita ajak sholat

sendiri dan biasanya anaknya mau.”86

“Awalnya kita ajak duduk dulu anaknya, kalau masih

menolak juga, kita diamkan dulu anak tersebut, kita ajak

anak yang lain untuk berinteraksi dengan kita, sepeti kita

ajak nyanyi, nanti ketika anak-anak yang lain nyanyi, lama-

lama anak itu (yang menolak) akan mengikuti anak-anak

yang lain.”87

3. Tahapan pertukaran afektif

Tahapan ketiga yaitu tahapan pertukaran afektif maksudnya

pada tahapan ini informan sudah dekat dengan anak-anak, anak-

anak sudah mulai memberikan feedback dengan apa yang

86

Wawancara dengan Etty Fatimah ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 3 Desember 2018. 87

Wawancara dengan Sari ( Guru di Rumah Anak Mandiri Karim)

Depok, 11 Desember 2018

Page 104: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

90

diajarkan dan dikomunikasikan. Pesan yang disampaikan juga

sudah lebih banyak menggunakan bahasa nonverbal, contohnya

dengan tersenyum menggantikan “saya mengerti”.

Kesimpulannya adalah proses komunikasi yang intensif

dapat menimbulkan rasa percaya dan rasa nyaman hingga

akhirnya dapat saling terbuka dan hal ini akan terjadi jika kedua

belah pihak sudah mendapat kedekatan pada proses interaksi

sebelumnya.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, pada awal

tahap ini guru mulai mengajarkan dan mengkomunikasikan

tentang apa itu sholat dan bagaimana caranya. Karena anak-anak

penyandang autisme tidak bisa seperti belajar dikelas layaknya

anak-anak pada umumnya, guru harus mengajarkan atau

mempraktekan langsung.

“Kalau untuk sholat harus tetap kita bantu penuh ya di

belakangnya, misal kalau untuk takbir tangannya harus

kita bantu, semuanya sih dari awal dari wudhu semuanya

harus kita bantu, misalkan mereka tuh dikasih tahu

tahapan cuci tangan itu seperti ini, abis itu lupa seperti

apa, jadi kita harus memberi tahu ulang dan ulang terus.

Jadi jangka waktu misal setahun masih harus terus dibantu

di belakangnya terus. Kalau sedang bagus, Faiz itu bisa

langsung mengikuti instruksi “tangannya iz diperut” dia

sudah mulai mengikuti, tapi kalau jelek ya dia ga mau, ga

mengikuti instruksi. Kalau Naura masih dibantu penuh

karena pengenalan sholatnya baru sekarang ya, jadi belum

ada perubahan, karena masih tahap pengenalan sekali

kalau Naura, kalau Azra masih sulit karena masih tahap

pengenalan juga dan masih belum mau mengikuti, kalau

Azra itu untuk kegiatan yang dilakukan itu tergantung

Page 105: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

91

mood karena masih pilih-pilih orang itu ya, jadinya belum

bisa banget jadi harus dibantu penuh juga.” 88

“Ketika kita mau sholat kita sampaikan “hari ini kita

sholat ya”, kita juga memberikan contoh ke anak- anak

tersebut “seperti ini gerakannya, ayo ikutin”, diajarin cara

wudhunya, pakai mukenanya, bacaannya, kita yang

mengucapkan (bacaan doanya), kita yang ngajarin, tapi

memang harus selalu kita ingatkan, kita harus berkali-kali

memberitahu, mengajarkan anak itu baru bisa mengerti.”89

Dalam mengajarkan anak-anak penyandang autisme guru

tidak bisa memaksakan mereka agar langsung mau melakukan

apa yang diajarkan. Karena, dalam mengajarkan dan

berkomunikasi dengan anak penyandang autisme harus mengikuti

seuasana hatinya, dibutuhkan kesabaran dan konsistensi dalam

mengajarkan anak-anak penyandang autisme tersebut (sampe

sekarang anak-anak penyandang austisme masih dipegangi ketika

sholat). Diperlukan pembiasaan dari guru dan orang tua dirumah

agar anak-anak penyandang autisme tidak lupa bagaimana sholat

itu.

“Karena anak-anak ini tidak ada materi dikelas, jadi kita

langsung mempraktekkan dan memberi contoh ke anak-

anak, langsung diberi tahu ke anak-anak ketika waktu mau

sholat. yang terpenting pembiasaan. Lebih kepembiasaan

karena mereka setelah makan mereka langsung sholat. jadi

setiap habis makan siang selalu kita ajak sholat seperti

“anak-anak yuk kita wudhu ayo kita sholat dulu” dan harus

terus menerus dan akhirnya jadi pembiasaan untuk anak-

anaknya, karena ga bisa hanya pakai kartu dan gambar-

gambar tentang sholat aja itu sulit, jadi semua karena

88

Wawancara dengan Etty Fatimah ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 3 Desember 2018. 89

Wawancara dengan Sari ( Guru di Rumah Anak Mandiri Karim)

Depok, 11 Desember 2018.

Page 106: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

92

pembiasaan. Waktu sholat ashar pun sama, lebih

kepembiasaan, bangun tidur siang itu langsung kaya kita

kasih tau “wudhu dulu, kita sholat” seperti itu sih

pembiasaan.”90

Karena pembiasaan yang dilakukan oleh guru, anak-anak

penyandang autisme sudah mengerti kapan mereka akan

sholat,dan hanya sekedar diajak “ayo sholat” mereka akan

langsung berlari kekamar mandi untuk wudhu ataupun langsung

mengambil sarung atau mukena untuk sholat.

“Mereka suka kasih feedback, tapi tergantung mood

mereka juga, kadang Faiz tuh kalo mau sholat abis makan

“Faiz ayo sholat” dia terus lari ambil sarung, terus minta

tolong pakein, dia cuma bisa masukin sarungnya kebadan,

tapi makein minta tolong kekita, jadi kita omongin terus ke

mereka pas waktu masuk sholat supaya merekanya juga

kaya keinget terus gitu, dan dilakukan pembiasaan seperti

sehabis makan siang itu pasti sholat Zuhur, kalau habis

tidur siang itu sholat Ashar, kalo sholat Magrib itu

makannya setelah sholat, kalo Isya itu kaya lagi santai

nunggu tidur biasanya kita ajak Sholat. Setiap hari

dilakukan pembiasaan seperti itu, supaya ter “maindset”

dimereka gitu”91

4. Tahapan pertukaran stabil

Tahapan pertukaran stabil merupakan tahapan terakhir.

Karena, pada tahap ini informan sudah sangat dekat sekali dengan

anak-anak, dan anak-anak pun sudah langsung melakukan sesuatu

yang informan ajarkan dan perintahkan. Dalam tahap ini peserta

komunikasi dalam tingkat keintiman tinggi, maksudnya

90

Wawancara dengan Etty Fatimah ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 3 Desember 2018. 91

Wawancara dengan Rozak Romadhon ( Guru di Rumah Anak

Mandiri Karim) Depok, 11 Desember 2018.

Page 107: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

93

kadangkala salah satu dari mereka mampu untuk menilai dan

menduga perilaku pasangannya dengan cukup akurat.

Pada tahapan ini anak-anak penyandang autisme sudah

mengerti apa yang diajarkan oleh guru, walaupun tetap harus ada

pembiasaan agar yang diajarkan itu tetap mereka ingat.

“Untuk sekarang, komunikasiin ke anaknya kaya biasa aja,

kaya kita kasih tau dan kita ajakin seperti biasa. Karena

sering kita omongin aja kali ya, jadinya setiap habis makan

“habis ini sholat ya” mereka kaya langsung tau gitu,

karena setiap hari seperti itu, jadi sudah kebiasaan.

Mereka Faiz, Naura sama Azra itu ketika diajak

komunikasi verbal juga mereka sudah mengerti, hanya saja

gerakan sholatnya saja yang masih dibantu dengan

nonverbal.”92

“Kalau sekarang sih anaknya sudah pada ngerti ya, pas

udah waktunya sholat kita omongin “Faiz sholat ambil

sarung” dia langsung ambil sarung ditempatnya, nanti dia

pakai gitu. Pokoknya sering-sering kita omongin ke

anaknya aja, kita kasih tau sholat dimana, sebelum sholat

itu wudhu, ambil sarung sama mukena itu dimana, jadi

mereka pas kita kasih tauin sholat ngerti gitu.”93

Untuk sampai tahap ini tentu memerlukan waktu yang tidak

sebentar. Semua tergantung dari kemampuan kognitif anak-anak

penyandang autisme tersebut, kesabaran, konsistensi dan

bagaimana guru mencari cara agar anak-anak penyandang

autisme tersebut mau mengikuti yang di ajarkan oleh mereka.

“Kalau untuk waktu itu tergantung dari kemampuan

kognitif mereka itu seperti apa, kalau Naura itu,

Alhamdulillah walaupun dia belum mengerti sekali

92

Wawancara dengan Etty Fatimah ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 3 Desember 2018. 93

Wawancara dengan Dwi Adi Saputra ( Guru di Rumah Anak

Mandiri Karim) Depok, 3 Desember 2018.

Page 108: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

94

tahapannya tapi sekarang dia tau, kalau habis makan,

minum terus langsung wudhu kamar mandi, dia ngerti gitu.

Itu sekitar 2 bulanan gitu. Kalau Azra dari awal dia masuk

sini setahun yang lalu sampai sekarang masih belum, masih

harus kita bantu banget buat mau wudhu gitu. Kalau Faiz

dia juga sudah mengerti, sekitar berapa ya, untuk

pembiasaan sih kayanya sekitar 2 bulanan juga deh, sama

kaya Naura. Faiz itu sekarang karena sudah pembiasaan,

sudah tau langsung lari ke kamar mandi, “ Iz wudhu” kita

teriak kaya gitu dia langsung ke kamar mandi buat

wudhu.”94

“Misal Faiz sama Azra itu butuh waktu lama ya, ketika

mereka ngambek atau marah kita harus bujuk, cari tahu

dulu apa yang mereka suka, kalau kita paksa untuk

menuruti omongan kita yang ada malah tambah marah

ataupun menolak. Kita harus pintar-pintar membaca situasi

, kira-kira mereka moodnya sedang bagus atau tidak,

karena biasanya kalau dari pagi dia sudah tidak mood, itu

akan terbawa sampai seterusnya. Kita juga mengajarkan

dan memberitahu orang tua dirumah tentang pembiasaan-

pembiasaan yang anak-anak lakukan disini, supaya mereka

selalu ingat dan terbiasa, tapi ada orang tua yang kurang

konsisten dalam melakukan pembiasaan-pembiasaan yang

sudah diajarkan sesuai dengan program yang ada, seperti

bangun pagi kemudain membereskan tempat tidur, setelah

makan siang itu sholat zuhur, dan seterusnya”95

Berdasarkan uraian diatas, seluruh informan yang peneliti

temui melakukan tahapan orientasi, maksudnya adalah tahapan

perkenalan. Yaitu awal pertemuan dan berkomunikasi dengan

anak-anak penyandang autisme. Tahapan kedua yaitu tahapan

pertukaran penjajakan afektif maksudnya pada tahapan ini

94

Wawancara dengan Etty Fatimah ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 3 Desember 2018. 95

Wawancara dengan Muchsin (Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 11 Desember 2018.

Page 109: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

95

informan mulai melakukan perkenalan lebih dalam lagi dan mulai

melakukan komunikasi lebih intens lagi pada tahap ini anak-anak

mulai merasa nyaman. Tahapan ketiga yaitu tahapan pertukaran

afektif maksudnya pada tahapan ini informan sudah dekat dengan

anak-anak, anak-anak sudah mulai memberikan feedback dengan

apa yang diajarkan dan dikomunikasikan. Tahapan terakhir yaitu

tahapan pertukaran stabil maksudnya pada tahapan ini informan

sudah sangat dekat sekali dengan anak-anak, dan anak-anak pun

sudah langsung melakukan sesuatu yang informan ajarkan dan

perintahkan.

Subjek dalam penelitian ini ada 3 anak penyandang autisme

yaitu Faiz, Azra dan Naura, dan 6 guru yaitu ibu Etty, ibu Sari,

bapak Putra, bapak Rozak, bapak Muksin dan bapak Budi. Untuk

anak penyandang autisme yang perempuan (Naura) diajarkan

oleh bu Etty dan ibu Sari mereka bergantian mengajar Naura.

Sedangkan untuk anak penyandang autisme yang laki-laki (Faiz

dan Azra) diajarkan oleh bapak Putra, Rozak, Muksin dan Budi

secara bergantian pula.

Untuk ibu Etty mengajarkan dan berkomunikasi dengan

Naura ibu Etty memerlukan waktu sebulan untuk melakukan

pendekatan kepada Naura, termasuk waktu yang cepat karena

Naura anaknya kooperatif dan sudah mengerti ketika diajak

komunikasi, ibu Etty juga menggunakan 4 tahapan penetrasi

sosial tersebut ke Naura untuk mengajarkan Naura sholat wajib.

Untuk ibu Sari, pendekatan yang dia gunakan selalu

menggunakan mainan yang Naura sukai dan sering diajak

Page 110: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

96

ngobrol. ibu Sari juga menggunakan 4 tahapan penetrasi sosial

tersebut ke Naura untuk mengajarkan Naura sholat wajib.

Untuk pak Putra, pendekatan yang dilakukan dengan Azra

butuh waktu setahun, kalau ke Faiz masih proses terus sampai

saat ini. Menurut pak Putra, Azra itu pilih-pilih guru untuk

diajarkan sholat, sedangkan Faiz sama semua guru mau. Untuk

pak Putra dalam tahapan penetrasi sosial ini tahap 1 dan 2

dilakukan bersamaan, baru ke tahapan-tahapan selanjutnya.

Untuk pak Rozak, pada perkenalan awal dengan Azra

merasakan kesulitan karena menurutnya Azra masih takut sama

orang lain, jadi dia mencari cara agar Azra tidak takut, sedangkan

Faiz berkenalan seperti pada umumnya. Untuk pendekatan Faiz

bisa langsung akrab, sedangkan Azra butuh waktu lebih dari satu

bulan. Pak Rozak menggunakan 4 tahapan penetrasi sosial

tersebut untuk mengajarkan Azra dan Faiz sholat wajib.

Untuk pak Muksin pendekatan yang dia lakukan dengan

Azra dan Faiz yaitu dengan diajak tos, salaman, dan diajak

mainan dulu. Untuk tahapan penetrasi, pak Muksin tahapan 1 dan

2 dilakukan bersamaan, baru setelah itu ke tahapan-tahapan

selanjutnya.

Dan terakhir pak Budi,untuk pak Budi melakukan

pendekatan lebih menggunakan bahasa tubuh dan lebih ekspresif

walaupun begitu, mereka tetap diajak berbicara juga. Menurut

pak Budi, untuk dekat dengan Faiz dan Azra caranya mudah,

yang penting kita sering bareng-bareng dengan Azra dan Faiz

agar cepat akrab, cepat dekat dan cepat nyaman. Untuk pak Budi

Page 111: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

97

tahapan 1, 2 dan 3 tidak memerlukan waktu lama bisa dalam satu

wakti, baru ke tahapan 4.

C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat.

Dalam mengajarkan anak penyandang Autisme sholat

wajib, tentu ada faktor pendukung dan penghambat yang

mempengaruhi komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh

guru di Rumah Anak Mandiri Karim, Depok. Berdasarkan hasil

wawancara peneliti dengan informan, faktor pendukung dan

penghambatnya adalah :

1) Faktor Pendukung

Ada empat faktor yang dikategorikan sebagai faktor

pendukung komunikasi, yaitu penguasaan bahasa, sarana

komunikasi, kemampuan berfikir, dan lingkungan yang

baik.96

Dari keempat faktor tersebut yang mempengaruhi

komunikasi interpersonal guru dan anak penyandang

autisme di Rumah Anak Mandiri Karim adalah,

a) Kemampuan Berpikir

Hal yang menentukan apakah komunikasi berjalan

dengan efektif atau tidak ialah kemampuan berpikir

komunikator dan komunikan. Jika kemampuan

berpikirnya lebih tinggi komunikator maka akan

diperlukan usaha lebih agar membuat komunikan

mengerti. Maka sangat diperlukan kemampuan berpikir

96

Elizabeth Tierney, 101 Cara Berkomunikasi Lebih Baik,(Jakarta:

Elex Media Koputindo, 2003), h. 12

Page 112: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

98

yang baik untuk komunikator dan juga komunikan agar

proses komunikasi dapat berjalan efektif.

Guru harus bisa mengimbangi atau menyamakan

kemampuan berpikir dengan anak penyandang agar

proses komunikasi berjalan dengan baik.

Adapun cara-cara yang dilakukan oleh guru di

Rumah Anak Mandiri Karim adalah dengan mencari

tau kesukaan anak tersebut dan bisa membaca situasi

apakah mood anak penyandang autisme sedang baik

atau tidak.

“Kita juga harus cari banyak cara juga, misal

cara dikasih tau langsung “yuk sholat” ga efektif

ke anaknya, kita cari cara lain misal “Azra kita

mau outing nih yukk, tapi kita sholat dulu” gitu,

pokoknya kita harus punya banyak ide, ga harus

monoton caranya harus seperti itu, kalau anaknya

pas pakai cara pertama ga kena ke anaknya pakai

cara yang lain, kalau ga kena juga ujungnya

paling kita ajak ke kamar tenang dulu baru habis

itu kita ajak komunikasi lagi karena biasanya

kalau ga kena diajak komunikasi anaknya itu lagi

badmood atau ngambek atau capek tapi mereka ga

bisa mengomunikasikannya.”97

“ketika mereka ngambek atau marah kita harus

bujuk, cari tahu dulu apa yang mereka suka, kalau

kita paksa untuk menuruti omongan kita yang ada

malah tambah marah ataupun menolak. Kita

harus pintar-pintar membaca situasi , kira-kira

mereka moodnya sedang bagus atau tidak, karena

97

Wawancara dengan Etty Fatimah ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 3 Desember 2018

Page 113: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

99

biasanya kalau dari pagi dia sudah tidak mood, itu

akan terbawa sampai seterusnya”98

b) Lingkungan yang Baik

Lingkungan yang baik juga menjadi faktor

pendukung dalam berkomunikasi. Komunikasi yang

dilakukan disituasi yang tenang lebih bisa dipahami

dengan baik dibandingkan dengan komunikasi yang

dilakukan di tempat yang bising atau berisik.

Berdasarkan hasil observasi peneliti ke Rumah

Anak Mandiri Karim Depok, faktor lingkungan yang

kondusif menjadi salah satu faktor pendukung

berhasilnya komunikasi antara Guru dan Anak

Penyandang Autisme disana. Lokasi Rumah Anak

Mandiri Karim yang berada di dalam perumahan yang

jauh dari jalan utama, sehingga terhindar dari

kebisingan di luar lingkungan sekolah.

2) Faktor Penghambat Komunikasi

Faktor penghambat komunikasi interpersonal antara

guru dan anak penyandang autisme di Rumah Anak

Mandiri Karim Depok adalah

a) Faktor Kemampuan Komunikasi dan Gangguan

Emosi Anak Penyandang Autisme

98

Wawancara dengan Muchsin ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 11 Desember 2018.

Page 114: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

100

Salah satu kesulitan yang dimiliki oleh anak

penyandang autisme adalah dalam hal komunikasi,

oleh karena itu perkembangan komunikasi pada anak

penyandang autisme sangat berbeda, mereka kesulitan

untuk mengkomunikasikan keinginannya baik secara

verbal (lisan/tulisan) maupun non verbal (isyarat/gerak

tubuh). Sebagian besar dari mereka dapat berbicara,

menggunakan kalimat pendek dengan kosa kata

sederhana namun kosa katanya terbatas dan bicaranya

sulit dipahami. Mereka yang dapat berbicara senang

meniru ucapan dan membeo (echolalia).

Anak-anak yang menjadi bahan penelitian di

Rumah Anak Mandiri Karim sudah bisa mengerti apa

yang disampaikan guru ketika berkomunikasi dengan

mereka, hanya saja mereka sulit untuk menyampaikan

kembali apa yang ingin mereka sampaikan, sehingga

mereka menggunakan bahasa non-verbal untuk

menyampaikan apa yang mereka mau.

Selain kesulitan dalam berkomunikasi, anak

penyandang autisme juga memiliki gangguan emosi,

mereka mau melakukan sesuatu sesuai suasana hati

mereka, ketika suasana hati mereka sedang tidak baik,

mereka cenderung susah diajak komunikasi, tidak mau

mengikuti yang diajarkan guru dan berujung dengan

tantrum.

”Kalau untuk langsung contoh ke anaknya, Naura

itu anaknya itu sebenernya dua arahnya udah ada,

Page 115: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

101

tapi anaknya males komunikasi aja, kalo faiz juga

udah lumayan sih, dia mengerti, dipanggilpun tau,

diajak komunikasinya lumayan mudah tapi untuk

pengungkapannya dia yang sulit, dia lebih sering

bilang “gagaga” untuk komunikasinya, contohnya

setelah sholat dia mau lepas sarung, dia lebih

bilang “gagaga”. Untuk anak-anak yang sedang

sulit diajak komunikasi biasanya saya akan tanya

“mau apa?” terus kita lepaslah dia maunya

seperti apa gitu kan, ya kadang misalnya kaya

Azra, dia nunjukin sih dia mau “ini” dia nunjukin

dia maunya apa gitu, kalau seandainya yang

bener-bener ga bisa verbal alias nonverbal banget

biasanya kita bantu, kita tanya “mau pipis apa

engga? atau mau minum? Atau mau apa?” itu

biasanya kita langsung tanya ke anaknya,

langsung ke kata kerjanya “mau minum?mau

pipis?” gitu, kaya bener2 dianya ga ngomonng

sama sekali.”99

“Komunikasi ya, disini banyak anak yang kita ajak

ngomong dia ngerti sama apa yang kita omongin

tapi dia mau ngungkapin, bales yang kita omongin

yang susah, karena mereka lebih banyak ke

nonverbal ya. Kalo Faiz sama Azra kita suruh dia

ngerti, kita omongin kaya “ayo Faiz kita rukuk”

kita omongin sambil kita arahin, kalo mandiri

mereka belom bisa, masih pake bantuanlah”100

b) Faktor Tidak Konsisten Orang Tua Di Rumah

Ketika di Rumah Anak Mandiri Karim Depok,

segala sesuatu yang dilakukan anak penyandang

autisme diatur dan dilakukan secara teratur. Mulai dari

makanan yang mereka makan harus 4 sehat 5 sempurna

99

Wawancara dengan Etty Fatimah ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 3 Desember 2018. 100

Wawancara dengan Rozak Romadhon ( Guru di Rumah Anak

Mandiri Karim) Depok, 11 Desember 2018.

Page 116: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

102

dan hanya makan-makanan yang sehat, waktu mereka

sholat, main, belajar dan tidur selalu konsisten dan

menjadi pembiasaan agar anak-anak tetap mengingat

yang telah diajarkan guru di Rumah Anak Mandiri

Karim Depok.

Ketika mereka pulang ke rumah seringkali

pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan guru tidak

dilakukan orang tua ketika mereka di rumah, dan

“kecolongan” memberikan makanan yang kurang

sehat, sehingga ketika kembali ke sekolah mereka lupa

dengan yang sudah diajarkan.

“Hambatannya mungkin setelah pulang dari

rumah ya, karena menu makanannya bebas karena

makanan mereka harus dijaga tidak boleh

sembarangan,orang tua kurang konsisten dalam

melakukan pembiasaan-pembiasaan yang biasa

dilakukan disini ketika dirumah, jadi kita

kendalanya yang tadinya sudah kita arahkan

pelan-pelan, instruksinya pelan-pelan, jadi kita

agak tegas sedikit, ketika kita ajak misal “ayo

sholat” terus anaknya tidak merespon atau yang

gimana gimana, berarti dirumah “kebocoran”

atau ada yang salah, contohnya seperti dari

makanannya.”101

101

Wawancara dengan Muchsin ( Guru di Rumah Anak Mandiri

Karim) Depok, 11 Desember 2018.

Page 117: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

103

BAB V

PEMBAHASAN

A. Proses Komunikasi Interpersonal berdasarkan

Tahapan Penetrasi Sosial antara Guru dengan Anak

Penyandang Autisme dalam Mengajarkan Sholat Wajib

di Rumah Anak Mandiri Karim Depok

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang

berlangsung antara dua orang atau lebih dimana terjadi kontak

langsung dalam bentuk percakapan102

. Komunikasi interpersonal

juga dilakukan guru di Rumah Anak Mandiri Karim Depok

dalam mengajarkan anak-anak penyandang autisme mengenai

sholat wajib.

Komunikasi interpersonal yang dilakukan guru dengan

anak penyandang autisme dalam mengajarkan sholat wajib sudah

terjalin cukup baik di Rumah Anak Mandiri Karim Depok. Para

guru sudah melakukan komunikasi dengan anak penyandang

autisme dari awal anak itu masuk ke Rumah Anak Mandiri Karim

Depok.

Salah satu kesulitan yang dimiliki oleh anak penyandang

autisme adalah dalam hal komunikasi dan bahasa, oleh karena itu

perkembangan komunikasi pada anak penyandang autisme sangat

berbeda dari kebanyakan anak-anak seusianya, padahal bahasa

merupakan media utama untuk berkomunikasi. Keterlambatan

102

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta:Grasindo, 2004),

h.32

Page 118: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

104

komunikasi dan bahasa merupakan ciri yang menonjol dan selalu

dimiliki oleh anak penyandang autis.103

Bentuk komunikasi yang digunakan guru-guru di

Rumah Anak Mandiri Karim Depok untuk berkomunikasi dan

mengajar anak-anak penyandang autisme berupa komunikasi

verbal dan komunikasi non-verbal. Komunikasi verbal adalah

komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun

tertulis. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan,

emosi, pemikiran, gagasan atau maksud mereka.104

Untuk

komunikasi verbal guru di Rumah Anak Mandiri Karim langsung

mengungkapkan dengan kata-kata kepada anak-anak penyandang

autisme, berbicara yang terus diulang-ulang dan dengan perlahan.

Sedangkan komunikasi nonverbal adalah komunikasi

yang pesannya dikemas dalam bahasa tubuh, tangan, dan

tindakan/perbuatan.105

Untuk komunikasi nonverbal guru di

Rumah Anak Mandiri Karim, mereka mencontohkan langsung

menggunakan gerakan tubuh, ekspresi wajah dan menggerakkan

langsung anggota tubuh anak-anak penyandang autis tersebut.

Komunikasi interpersonal yang dilakukan guru dengan

anak penyandang autisme dalam mengajarkan sholat wajib

dilakukan agar anak-anak penyadang autisme dapat mengetahui

103

Joko Yuwono, Memahami Anak Autistik: Kajian Teoritik dan

Empirik, (Bandung: Alfabeta, 2009), h.21 104

Agus M.Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal,

(Yogyakarta:Kanisius, 2003), h.22 105

Agus M.Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal,

(Yogyakarta:Kanisius, 2003), h.26

Page 119: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

105

apa itu sholat, bagaimana cara sholat dan kapan waktu-waktu

untuk sholat.

Komunikasi yang dilakukan antara guru dan anak

penyandang autisme dilakukan setiap hari dan setiap saat. Para

guru melakukan komunikasi dengan anak penyandang autisme

agar mengetahui apa saja yang anak tersebut suka dan tidak suka,

dan juga untuk mendekatkan diri agar terjalin hubungan yang

baik antara guru dan anak penyandang autisme.

Hubungan antara guru dan anak penyandang autisme

dalam mengajarkan sholat wajib di Rumah Anak Mandiri Karim

Depok dapat dianalisis menggunakan teori penetrasi sosial. Teori

penetrasi sosial merupakan teori yang pada prosesnya berusaha

mengidentifikasi peningkatan dekekatan dan keintiman seseorang

dalam menjalin hubungan dengan orang lain.106

Altman dan Taylor mengusulkan model ini sebagai suatu

proses bagaimana orang saling mengenal satu sama lain. Model

ini melibatkan Self-disclosure (pengungkapan diri) tetapi dalam

perspektif waktu, yaitu ketika berlangsungnya pengembangan

suatu hubungan.107

Maksudnya, teori ini mengupas tentang

bagaimana seseorang ,emimgkatkan kualitas hubungannya,

bermula dari rasa sungkan untuk berbicara hingga akhirnya

mencapai tahap terbuka satu sama lain.

106

Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, (Jakarta:

Kencana Prenada Group, 2013), h.296 107

Lubis, Megniesyah, Purnaningsih, Riyanto, Kusumastuti,

Hadiyanto, Shaleh, Sumardjo, Agung, Amanah, dan Fatchiya, Dasar-dasar

Komunikasi. H.265

Page 120: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

106

Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian

mengenai pengembangan hubungan yang terjadi antara guru dan

anak penyandang autisme di Rumah Anak Mandiri Karim Depok

pada awal masuk sekolah hingga sekarang. Pada pengembangan

hubungan yang terjadi antara guru dan anak penyandang autisme

peneliti menggunakan tahapan-tahapan yang ada dalam teori

penetrasi sosial yaitu:

1. Tahapan Orientasi

Tahap orientasi merupakan tahap paling awal dari

interaksi, hanya sedikit proses perkenalan secara terbuka

pada tahap ini baik komunikator maupun komunikan masih

sangat berhati-hati untuk menyampaikan sesuatu sehingga

yang dibicarakan hanya hal yang bersifat umum saja.108

Dapat disimpulkan masa orientasi dapat disebut masa

pengenalan.

Pada tahap awal ini, anak-anak penyandang autisme

baru mulai beradaptasi dengan guru di Rumah Anak

Mandiri Karim Depok, pada tahap ini guru

memperkenalkan diri mereka ke anak-anak penyandang

autisme seperti mengenalkan diri mereka kepada orang

pada umumnya, seperti memperkenalkan nama, bertanya

nama mereka siapa, dan pertanyaan-pertanyaan umum

lainnya. Hanya saja, dalam melakukan tahapan orientasi ini

guru juga harus menggunakan bahasa nonverbal, lebih

108

West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan

Aplikasi, h.205

Page 121: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

107

ekspresif dan mengulang beberapa pertanyaan yang mereka

tanyakan.

Dalam tahap orientasi ini memahami sifat dan karakter

anak penyandang autisme juga merupakan bagian dari

proses tahap orientasi. Guru juga harus mencari tahu

mengenai anak penyandang autisme yang akan di ajak

kenalan itu seperti apa, mulai dari kesukaannya, hal yang

mengganggunya, yang bisa menarik perhatiannya dan

bagaimana kebiasaannya. Walaupun anak penyandang

autisme tidak merespon, tetapi guru harus bersabar dan

konsisten dengan yang mereka lakukan.

2. Pertukaran pejajakan afektif

Tahapan ini merupakan area dimana aspek-aspek

pribadi mulai muncul. Terdapat sedikit spontanitas dalam

komunikasi karena individu-individu sudah sama-sama

mulai merasa nyaman, dan mereka sudah tidak terlalu hati-

hati jika apa yang disampaikan salah sehingga akhirnya

akan menimbulkan penyesalan, interaksi akan terjadi lebih

santai.109

Pada tahap ini guru mulai lebih menarik perhatian dan

melakukan pendekatan dengan anak-anak penyandang

autisme. Untuk menarik perhatian anak-anak penyandang

autisme guru mempunyai berbagai cara agar anak

penyandang autisme mau memberikan perhatiannya, seperti

109

West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan

Aplikasi, h.205

Page 122: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

108

menggunakan mainan yang dia suka, diajak bernyanyi,

diajak melakukan hal-hal yang mereka suka atau bisa juga

dengan memegang badan anak penyandang autisme dan

diajak face to face.

Setelah menarik perhatian anak-anak penyandang

Autisme, guru akan melakukan pendekatan dengan anak-

anak penyandang autisme dengan cara yang hampir mirip

dengan menarik perhatian anak-anak penyandang autisme,

bisa dengan cara mencari info mengenai hal yang tidak

mereka suka dan hal yang mereka suka terlebih dahulu, lalu

menggunakan mainan atau hal-hal yang mereka suka itu

untuk melakukan pendekatan, bisa juga dengan diajak face

to face secara langsung baru kemudian diajak komunikasi

bisa ketika jam belajar ataupun ketika anak-anak sedang

istirahat.

Dalam melakukan pendekatan dengan anak-anak

penyandang autisme tidaklah mudah dan instan, guru

memerlukan waktu, kesabaran, konsistensi dan guru harus

menggunakan cara-cara lain (menggunakan hal-hal yang

mereka suka).

Dalam melakukan pendekatan ini ada beberapa

penolakan yang dilakukan oleh anak-anak penyandang

autisme, ketika anak penyandang autisme menolak

pendekatan yang dilakukan, biasanya mereka akan tantrum,

maka dari itu guru harus bersabar dan konsisten (tetap

mengajarkan) asalkan tidak sampai membahayakan diri.

Page 123: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

109

3. Pertukaran afektif

Tahap ini merupakan tahap interaksi tanpa beban dan

santai, dimana komunikasi sering kali berjalan spontan hal

ini karena komunikator dan komunikan sudah saling

nyaman satu sama lain. Pesan yang disampaikan juga sudah

lebih banyak menggunakan nonverbal. Contohnya, dengan

tersenyum menggantikan “saya mengerti”. Kesimpulannya

adalah proses komunikasi yang intensif dapat menimbulkan

rasa percaya dan rasa nyaman hingga akhirnya dapat saling

terbuka.110

Pada awal tahap ini guru mulai mengajarkan dan

mengkomunikasikan tentang apa itu sholat dan bagaimana

caranya. Karena anak-anak penyandang autisme tidak bisa

belajar dikelas seperti anak pada umumnya, guru

mengajarkan atau mempraktekan langsung bagaimana itu

sholat dan apa saya yang harus dilakukan ketika sholat,

dengan cara mengucapkan secara lantang bagaimana niat

sholat serta baca-bacaan yang dibaca ketika sholat, guru

juga langsung memegangi, mengarahkan dan

menggerakkan badan anak-anak penyandang autis tersebut.

Dalam mengajarkan anak-anak penyandang autisme

kita tidak bisa memaksakan mereka agar langsung mau

melakukan apa yang guru ajarkan (tergantung suasana hati),

dibutuhkan kesabaran dan konsistensi dalam mengajarkan

anak-anak penyandang autisme tersebut (sampe sekarang

110

West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan

Aplikasi, h.205

Page 124: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

110

anak-anak penyandang austisme masih dipegangi ketika

sholat). Diperlukan pembiasaan dari guru dan orang tua

dirumah agar anak-anak penyandang autisme tidak lupa

bagaimana sholat itu.

Karena pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan, ketika

waktu sholat anak-anak sudah mengerti kapan mereka akan

sholat. Seperti setelah selesai makan siang mereka sudah

paham setelah itu mereka harus sholat, atau hanya sekedar

diajak “ayo sholat” mereka akan langsung berlari kekamar

mandi untuk wudhu ataupun langsung mengambil sarung

atau mukena untuk sholat.

4. Pertukaran stabil

Tahapan ini merupakan tahap dimana pengungkapan

pemikiran, perasaan dan perilaku secara terbuka. Dalam

tahap ini peserta komunikasi dalam tingkat keintiman

tinggi; maksudnya kadangkala salah satu dari mereka

mampu untuk menilai dan menduga perilaku pasangannya

dengan cukup akurat.111

Pada tahapan ini anak-anak penyandang autisme sudah

mengerti apa yang diajarkan oleh guru, walaupun tetap

harus ada pembiasaan yang dilakukan guru agar yang

diajarkan itu tetap mereka ingat. Karena pembiasaan-

pembiasaan yang dilakukan, ketika waktu sholat anak-anak

111

West & Turner, Pengantar Teori Komunikasi : Analisis dan

Aplikasi, h.205

Page 125: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

111

sudah mengerti kapan mereka akan sholat dan bagaimana

caranya.

Untuk sampai tahap yang sekarang tentu memerlukan

waktu yang tidak sebentar, semua tergantung dari

kemampuan kognitif anak-anak penyandang autisme

tersebut, kesabaran, konsistensi dan bagaimana guru dan

guru pendamping mencari cara agar anak-anak penyandang

autisme tersebut mau mengikuti yang di ajarkan oleh

mereka.

B. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat

Dalam mengajarkan anak penyandang Autisme sholat

wajib, tentu ada faktor pendukung dan penghambat yang

mempengaruhi komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh

guru di Rumah Anak Mandiri Karim, Depok.

1. Faktor Pendukung

Ada empat faktor yang dikategorikan sebagai faktor

pendukung komunikasi. Menurut Elizabeth Tierney yang

menjadi faktor pendukung komunikasi adalah penguasaan

bahasa, sarana komunikasi, kemampuan berfikir, dan

lingkungan yang baik.112

Dari keempat faktor tersebut yang

mempengaruhi komunikasi interpersonal guru dan anak

penyandang autisme di Rumah Anak Mandiri Karim

adalah:

112

Elizabeth Tierney, 101 Cara Berkomunikasi Lebih Baik,(Jakarta:

Elex Media Koputindo, 2003), h. 12

Page 126: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

112

a. Kemampuan Berpikir

Hal yang menentukan apakah komunikasi berjalan

dengan efektif atau tidak ialah kemampuan berpikir

komunikator dan komunikan. Jika kemampuan

berpikirnya lebih tinggi komunikator maka akan

diperlukan usaha lebih agar membuat komunikan

mengerti. Maka sangat diperlukan kemampuan berpikir

yang baik untuk komunikator dan juga komunikan agar

proses komunikasi dapat berjalan efektif.113

Dalam kasus guru dan anak penyandang autisme

tentu guru harus dapat mengimbangi atau menyamakan

kemampuan berpikir dengan anak-anak penyandang

autisme agar proses komunikasi berjalan dengan baik.

Ketika berkomunikasi dengan anak penyandang

autisme, guru harus memiliki banyak cara ataupun ide-

ide yang akan digunakan untuk berkomunikasi dengan

anak-anak penyandang autisme. Guru mencari tau

kesukaan anak tersebut dan harus bisa membaca situasi

apakah mood anak penyandang autisme sedang baik

atau tidak.

b. Lingkungan yang Baik

Lingkungan yang baik juga menjadi faktor

pendukung dalam berkomunikasi. Komunikasi yang

dilakukan disituasi yang tenang lebih bisa dipahami

113

Elizabeth Tierney, 101 Cara Berkomunikasi Lebih Baik,(Jakarta:

Elex Media Koputindo, 2003), h. 12

Page 127: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

113

dengan baik dibandingkan dengan komunikasi yang

dilakukan ditempat bising atau berisik.114

Faktor lingkungan yang kondusif di Rumah Anak

Mandiri Karim menjadi salah satu faktor pendukung

berhasilnya komunikasi antara Guru dan Anak

Penyandang Autisme disana. Lokasi Rumah Anak

Mandiri Karim yang berada di dalam perumahan yang

jauh dari jalan utama, sehingga terhindar dari

kebisingan di luar lingkungan sekolah. Karena

komunikasi yang dilakukan disituasi yang tenang lebih

bisa dipahami dengan baik dibandingkan dengan

komunikasi yang dilakukan di tempat yang bising atau

berisik.

2. Faktor Penghambat

Faktor penghambat komunikasi interpersonal antara

guru dan anak penyandang autisme di Rumah Anak

Mandiri Karim Depok adalah

a. Faktor Kemampuan Komunikasi dan Gangguan

Emosi Anak Penyandang Autisme

Salah satu kesulitan yang dimiliki oleh anak

penyandang autisme adalah dalam hal komunikasi,

mereka kesulitan untuk mengkomunikasikan

keinginannya baik secara verbal (lisan/tulisan) maupun

non verbal (isyarat/gerak tubuh). Sebagian besar dari

114

Elizabeth Tierney, 101 Cara Berkomunikasi Lebih Baik, (Jakarta:

Elex Media Koputindo, 2003), h. 12

Page 128: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

114

mereka dapat berbicara, menggunakan kalimat pendek

dengan kosa kata sederhana namun kosa katanya

terbatas dan bicaranya sulit dipahami. Mereka yang

dapat berbicara senang meniru ucapan dan membeo

(echolalia).115

Anak-anak yang menjadi bahan penelitian di

Rumah Anak Mandiri Karim sudah bisa mengerti apa

yang disampaikan guru dan guru pendamping ketika

berkomunikasi dengan mereka, hanya saja mereka sulit

untuk menyampaikan kembali apa yang ingin mereka

sampaikan, sehingga mereka menggunakan bahasa

non-verbal untuk menyampaikan apa yang mereka

mau.

Selain kesulitan dalam berkomunikasi, anak

penyandang autisme juga memiliki gangguan emosi,

mereka mau melakukan sesuatu sesuai suasana hati

mereka, ketika suasana hati mereka sedang tidak baik,

mereka cenderung susah diajak komunikasi, tidak mau

mengikuti yang diajarkan guru dan berujung dengan

tantrum.

b. Faktor Tidak Konsisten Orang Tua Di Rumah

Ketika di Rumah Anak Mandiri Karim Depok,

segala sesuatu yang dilakukan anak penyandang

autisme diatur dan dilakukan secara teratur. Mulai dari

makanan yang mereka makan harus 4 sehat 5 sempurna

115

Joko Yuwono, Memahami Anak Autistik : Kajian Teoritik dan

Empirik,(Bandung:Alfabeta,2009), h.29

Page 129: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

115

dan hanya makan-makanan yang sehat, waktu mereka

sholat, main, belajar dan tidur selalu konsisten dan

menjadi pembiasaan agar anak-anak tetap mengingat

yang telah diajarkan guru di Rumah Anak Mandiri

Karim Depok.

Ketika mereka pulang ke rumah seringkali

pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan guru tidak

dilakukan orang tua ketika mereka di rumah, dan

“kecolongan” memberikan makanan yang kurang

sehat, sehingga ketika kembali ke sekolah mereka lupa

dengan yang sudah diajarkan.

Page 130: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

116

BAB VI

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

1. Proses Komunikasi Interpersonal berdasarkan Tahapan

Penetrasi Sosial antara Guru dengan Anak Penyandang

Autisme dalam Mengajarkan Sholat Wajib di Rumah

Anak Mandiri Karim Depok

Berdasarkan teori Altman dan Taylor proses

komunikasi interpersonal berdasarkan tahapan penetrasi

sosial sebagai berikut :

a. Tahap Orientasi

Pada tahap ini guru di Rumah Anak Mandiri

Karim Depok memperkenalkan diri mereka ke anak-

anak penyandang autisme seperti mengenalkan diri

mereka kepada orang pada umumnya. Hanya saja,

guru juga menggunakan bahasa nonverbal dan lebih

ekspresif.

b. Tahap Pejajakan Afektif

Pada tahap ini guru mulai menarik perhatian dan

melakukan pendekatan dengan anak-anak

penyandang autisme. Guru harus mempunyai

berbagai cara agar anak penyandang autisme mau

memberikan perhatiannya, guru juga harus

mengetahui apa yang anak-anak suka dan tidak suka.

Page 131: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

117

c. Tahap Pertukaran Afektif

Awal tahap ini guru mulai mengajarkan dan

mengkomunikasikan tentang apa itu sholat dan

bagaimana caranya. Guru mempraktekan langsung

bagaimana itu sholat dan apa saja yang harus

dilakukan ketika sholat, guru langsung memegangi,

mengarahkan dan menggerakkan badan anak-anak

penyandang autis tersebut. Diperlukan pembiasaan

dari guru dan orang tua dirumah agar anak-anak

penyandang autisme tidak lupa cara sholat dan kapan

saja waktu sholat.

d. Tahap Pertukaran Stabil

Pada tahapan ini anak-anak penyandang autisme

sudah mengerti apa yang diajarkan dan diperintahkan

oleh guru, walaupun tetap harus ada pembiasaan yang

dilakukan agar yang diajarkan itu tetap mereka ingat.

Untuk sampai tahap ini tentu memerlukan waktu yang

tidak sebentar, semua tergantung dari suasana hati

anak-anak penyandang autisme tersebut, kesabaran,

konsistensi dan bagaimana guru mencari cara agar

anak-anak penyandang autisme tersebut mau

mengikuti yang di ajarkan oleh mereka.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi

Interpersonal antara Guru dan Anak Penyandang Autisme

Page 132: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

118

dalam Mengajarkan Sholat Wajib di Rumah Anak

Mandiri Karim Depok

a. Faktor Pendukung

1) Kemampuan berfikir

Guru harus dapat mengimbangi atau menyamakan

kemampuan berpikir dengan anak-anak penyandang

autisme. Ketika berkomunikasi dengan anak penyandang

autisme, guru harus memiliki banyak cara ataupun ide-

ide yang akan digunakan untuk berkomunikasi

contohnya dengan mencari tau kesukaan anak tersebut

dan bisa membaca situasi apakah mood anak

penyandang autisme sedang baik atau tidak.

2) Lingkungan yang baik

Lokasi Rumah Anak Mandiri Karim yang berada di

dalam perumahan yang jauh dari jalan utama, sehingga

bisa terhindar dari kebisingan di luar lingkungan

sekolah.

b. Faktor Penghambat

1) Faktor Kemampuan Komunikasi dan Gangguan

Emosi Anak Penyandang Autisme.

Anak-anak yang menjadi bahan penelitian sudah

bisa mengerti apa yang disampaikan guru ketika

berkomunikasi dengan mereka, hanya saja mereka sulit

untuk menyampaikan kembali apa yang ingin mereka

sampaikan.

Page 133: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

119

Selain kesulitan dalam berkomunikasi, anak

penyandang autisme juga memiliki gangguan emosi,

mereka mau melakukan sesuatu sesuai suasana hati

mereka, ketika suasana hati mereka sedang tidak baik,

mereka cenderung susah diajak komunikasi, tidak mau

mengikuti yang diajarkan guru dan berujung dengan

tantrum.

2) Faktor Tidak Konsisten Orang Tua Di Rumah

Ketika mereka pulang ke rumah seringkali

pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan guru tidak

dilakukan orang tua ketika mereka di rumah, dan

“kecolongan” memberikan makanan yang kurang sehat,

sehingga ketika kembali ke sekolah mereka lupa dengan

yang sudah diajarkan.

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikemu-kakan

implikasi secara teoritis dan praktis sebagai berikut:

1. Implikasi Teoritis

Peneliti membenarkan komunikasi interpersonal yang

dilakukan guru terhadap anak penyandang autisme dalam

mengajarkan sholat wajib di Rumah Anak Mandiri Karim.

Adapun teori penetrasi sosial sebagai acuan melihat

perkembangan hubungan guru dengan anak penyandang

autisme dalam mengajarkan sholat wajib. Penelitian ini

dapat menjadi acuan bagi para pembaca untuk mempelajari

Page 134: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

120

komunikasi interpersonal. Penelitian ini juga dapat menjadi

panduan bagi sekolah, guru dan orang tua untuk

menerapkan komunikasi interpersonal yang baik dalam

berkomunikasi dan mengajarkan anak penyandang autisme.

2. Implikasi Praktis

Hasil penelitian ini digunakan sebagai masukan bagi

sekolah, guru dan orang tua. Menambah pengetahuan

bagaimana cara berkomunikasi dan mengembangkan

hubungan yang baik dengan anak penyandang autisme.

C. Saran

Setelah melakukan penelitian mengenai Komunikasi

Interpersonal Antara Guru Dan Anak Penyandang Autisme

Dalam Mengajarkan Sholat Wajib di Rumah Anak Mandiri

Karim Depok, maka peneliti memiliki beberapa saran antara lain:

1. Saran Akademis

Penelitian ini kiranya dapat memberikan saran untuk

pengembangan ilmu komunikasi khususnya mengenai

komunikasi interpersonal antara guru dan anak penyandang

autisme. Harapan peneliti adalah dengan diketahui

komunikasi seperti apa yang dilakukan guru terhadap anak

penyandang autisme dalam mengajarkan sholat wajib, dapat

membantu orang tua yang memiliki anak penyandang

autisme bagaimana cara berkomunikasi dan mengajarkan

anak mereka melakukan sholat wajib. Pada akhirnya, semoga

penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian sejenis

dan dapat diteliti lebih lanjut.

Page 135: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

121

2. Saran Praktis

a. Kepada Guru di Rumah Anak Mandiri Karim Depok.

Kepada guru di Rumah Anak Mandiri Karim Depok

diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan

dalam berkomunikasi dan mengajarkan anak

penyandang autisme sholat wajib, setra menambahkan

media pembelajaran seperti video dalam mengajarkan

anak-anak penyandang autisme.

b. Kepada Wali Murid

Agar sholat wajib dan pembiasaan-pembiasaan yang

telah dilakukan disekolah tetap diingat oleh anak ketika

kembali lagi dari rumah ke sekolah, diharapkan wali

murid agar ikut membantu guru dengan konsisten

menerapkan pembiasaan-pembiasaan yang telah

diajarkan ketika anak-anak pulang kerumah.

Page 136: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

122

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian: Satu Pendekatan

Praktik, Cet. ke-2. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

AW, S. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Budyatna, M., & Ganiem, L. M. (2011). Teori Komunikasi

Antarpribadi. Jakarta: Prenada Media Group.

Dr. Silfia Hanani, M. (2017). Komunikasi Antarpribadi Teori &

Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Effendy, O. U. (2003). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi.

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

----------.(2008). Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

----------.(2011). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

El-Fati, U. S. (2017). Panduan Sholat Praktis & Lengkap cet. ke-

10. Jakarta: Wahyu Qolbu.

Gunawan, I. (2013). Metode Penelitian Kualitatif Teori dan

Praktik. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 137: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

123

Handojo, Y. (2003). Autisma: Petunjuk Praktis dan Pedoman

Materi Untuk Mengajar Anak Norma, Autis dan Prilaku

Lain. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Hardjana, A. M. (2003). Komunikasi Intrapersonal dan

Interpersonal. Yogyakarta: Kansius.

Hikmat, D. M. (2011). Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu

Komunikasi dan Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.

Kountur, R. (2003). Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi

dan Tesis. Jakarta: PPM.

Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. (2009). Teori Komunikasi.

Jakarta: Salemba Humanika.

Maulana, A., & Jinaan, U. (2017). Panduan Lengkap Salat Fardu

& Sunah. Jakarta: PT. Grasindo.

Morissan. (2013). Teori Komunikasi Individu Hingga Massa.

Jakarta: Kencana Prenada Group.

Nurudin. (2016). Ilmu Komunikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Jakarta.

P, Y. (2006). Buku Penuntun, Sholat Yuk! Bandung: Mizan

Media Utama.

Poerwandari, E. K. (2017). Pendekatan Kualitatif untuk

Penelitian Perilaku Manusia. Depok: LPSP3 UI.

Page 138: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

124

Prof. Dr. H. M. Burhan Bungin, M. S. (2013). Metodologi

Penelitian Sosial dan Ekonomi. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Riswandi. (2009). Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Roudhonah. (2007). Ilmu Komunikasi, Cet.1. Jakarta: UIN

Jakarta Press.

S. Djursa Sendjaja, P. (1994). Teori Komunikasi. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Tierney, E. (2003). 101 Cara Berkomunikasi Lebih Baik. Jakarta:

Flex Media Koputindo.

West, R., & Turner, L. H. (2012). Pengantar Teori Komunikasi:

Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:

Grasindo.

Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Yuwono, J. (2009). Memahami Anak Autistik: Kajian Teoritik

dan Empirik. Bandung: Alfabeta.

Website

Karim, T. R. (n.d.). Retrieved Agustus 5, 2017, from

ramkarim.webflow.io

Page 139: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

125

Jurnal

Wulandari, T. A. (n.d.). Memahami Pengembangan Hubungan

Antarpribadi Melalui Teori Penetrasi Sosial. Majalah

Ilmiah UNIKOM bidang Humaniora, 104-106.

Ritonga, S. A., & Hasibuan, E. J. (2016). Komunikasi

Interpersonal Guru dan Siswa Dalam Mengembangkan

Bakat dan Kreatifitas Anak Autis di SLB Taman

Pendidikan Islam (TPI) Medan. Jurnal Simbolika, Volume

2, 197.

Karya Ilmiah

Nugraha, D. A. (2015). Komunikasi Antarpribadi Perawat

Terhadap Pasien Skizofernia Dalam Proses Peningkatan

Kesadaran Di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. MArzoeki Mahdi

Bogor. Jakarta: Skripsi S1 FIDKOM UIN.

Pernamasari, R. (2014). Proses Komunikasi Antarpribadi

Interpersonal Berdasarkan Teori Penetrasi Sosial (Studi

Deskriptif Kualitatif Proses Komunikasi Interpersonal

Antara Personal Trainer Dengan Pelanggan Di Club

House Casa Grande Fitnes Center). Yogyakarta: Skripsi

S1 FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Wahyudi, E. (2013). Komunikasi Interpersonal Antara Guru dan

Anak Tunarungu Dalam Meningkatkan Kualitas Ibadah

Sholat Di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Lebak Bulus

Page 140: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

126

Jakarta Selatan. Jakarta: Skripsi S1 FIDKOM UIN

Jakarta.

Rizkiyah, F. (2015). Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan

Santri Tunanetra, Dalam Memotivasi Menghaval Al-

Qur'an Di Yayasan Roudatul Mukfifin Serpong

Tangerang Selatan. Jakarta: Skripsi S1 FIDKOM UIN

Jakarta.

Page 141: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

127

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 142: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN
Page 143: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN
Page 144: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN
Page 145: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Transkrip Wawancara Penelitian dengan Guru di Rumah

Anak Mandiri Karim Depok

Transkrip 01

Peneliti : Vivi Aulia Rahmawati

Narasumber : Etty Fatimah

Jabatan : Guru di Rumah Anak Mandiri Karim

Hari/Tanggal : Senin, 3 Desember 2018

Waktu Wawancara : 12.33 WIB

Tempat Wawancara : Rumah Anak Mandri Karim Depok

Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka

1. Sudah berapa lama bapak/ibu mengajarkan anak-anak

penyandang autis?

Di dirumah Anak Karim atau sebelumnya? sebelum mengajar

dirumah Anak Mandiri Karim saya pernah mengajar di Al

Janah selama 4 tahun, terus dimandiri karim sendiri sekitar 7

tahunan mengajar anak-anak autis ini.

Penetrasi Sosial.

Tahap 1

1. Bagaimana bapak/ibu mengenalkan diri saat pertama kali

bertemu dengan anak-anak?

Kalau untuk memperkenalkan diri tetap ya, kita

memperkenalkan diri seperti biasa, nama kita siapa, terus

Page 146: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

kalau dia bisa verbal kita tanya balik ke anak namanya dia

siapa, walaupun agak belum jelas, walaupun dia belum

mengerti kita ya ga apa apa sih maksudnya kita liatin dulu

perilakunya dia, kita supervisi dulu lah cara berkomunikasinya

dia seperti apa, terus gimana kalo dia pas tantrumnya pas saat

apa, gitu sih kita cari infonya sendiri kita supervisi anak itu

seperti apa waktu baru kenal, Jadi tidak harus memaksakan

untuk langsung bisa ini bisa itu gak juga, tapi harus lihat dulu

minatnya dia kemana terus seperti apa pembelajarannya,

insyaAllah nanti kita jadi tahu.

Tahap 2

2. Bagaimana cara bapak/ibu menarik perhatian anak-anak agar

mau memperhatikan?

Untuk menarik perhatian lebih dibantu pegang langsung, face

to face aja, gak bisa dari jauh atau gimana, langsung deketin

anaknya kita deketin, terus kita ajak komunikasi, pertama

disuruh ngelihat kita, nanti walaupun kita ngomong dia tidak

melihat tidak apa apa, yang penting awalnya dia harus melihat

kita dulu. Dan hal itu dicoba terus dan dicoba terus, lama-lama

anaknya akan mengerti.

3. Bagaimana cara bapak/ibu melakukan pendekatan ke anak-

anak tersebut?

Samak seperti menarik perhatian anak-anak, mendekati anak-

anak juga langsung face to face ke anaknya, langsung didekati

dan diajak komunikasi. Harus lebih rajin ngedeketin anak-

anaknya, misal kalau sedang istirahat gitu satu persatu kita

Page 147: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

deketin, kita ajak ngobrol, ngobrol apa aja kita tanya tanya

kaya gitu aja.

4. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak bisa merasa dekat

dengan bapak/ibu?

Kalau waktu tergantung anaknya yah, pengalaman saya sih

untuk anak yang autis murni dan agak ringan itu sekitar 5

bulanan, yang kita paham maksudnya dia, dia paham maksud

kita itu sekitar 5 bulanan. Tapi kalau untuk mengerti dia mau

apa, untuk kita sih 3 bulanan, untuk anaknya masih belum,

masih lanjut terus sampe sekarang prosesnya. Untuk kasus

Naura, Azra dan Faiz itu, untuk Naura pendekatan ke dia itu

sebulanan lebih ya karena anaknya kooperatif, jadi sekitar

sebulanan lebih, untuk Azra itu agak lama ya sekitar 3

bulanan itu juga tarik ulur kalau Azra, karena Azra kurang

mau sama perempuan, dia lebih suka sama laki-laki, mungkin

karena masalah ibunya jauh makanya dia sama perembuan

kurang gitu, jadi 3 bulanan itu masih tarik ulur, mengerti

maksud kita tetapi kita suruh masih kurang mau, karena kita

perempuan tapi kalau sama laki-laki disuruh langsung mau.

Kalau untuk Faiz saya juga sekitar 3 bulanan, sekitar 3

bulanan saya baru bisa mengerti dia dan dia agak tau maksud

saya seperti apa.

Tahap 3

5. Setelah melakukan pendekatan dan akhirnya memberi materi

tentang sholat apakah anak-anak langsung mengikuti arahan

bapak/ibu?

Page 148: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Kalau untuk sholat harus tetap kita bantu penuh ya di

belakangnya, misal kalau untuk takbir tangannya harus kita

bantu, semuanya sih dari awal dari wudhu semuanya harus kita

bantu, misalkan mereka tuh dikasih tahu tahapan cuci tangan

itu seperti ini, abis itu lupa seperti apa, jadi kita harus memberi

tahu ulang dan ulang terus. Jadi jangka waktu misal setahun

masih harus terus dibantu di belakangnya terus. Kalau sedang

bagus, Faiz itu bisa langsung mengikuti instruksi “tangannya

iz diperut” dia sudah mulai mengikuti, tapi kalau jelek ya dia

ga mau, ga mengikuti instruksi. Kalau Naura masih dibantu

penuh karena pengenalan sholatnya baru sekarang ya, jadi

belum ada perubahan, karena masih tahap pengenalan sekali

kalau Naura, kalau Azra masih sulit karena masih tahap

pengenalan juga dan masih belum mau mengikuti, kalau Azra

itu untuk kegiatan yang dilakukan itu tergantung mood karena

masih pilih-pilih orang itu ya, jadinya belum bisa banget jadi

harus dibantu penuh juga.

6. Bagaimana jika murid menolak dengan pendekatan yang

bapak/ibu lakukan?

Jika ada yang menolak atau tidak mau ketika diajarkan, kita

harus kekeh untuk ngajarin asalkan tidak sampai

membahayakan diri. Kalau sampai membahayakan diri kan

misal Azra itu sampai yang pengen gigit segala macem, sampe

jungkir jungkiran gitu sampai sekarang masih suka seperti itu,

nah itu agak kita stop dulu, nanti kalau dia sudah berhenti,

sudah mulai agak tenang baru diajak sholat lagi, atau misalnya

temen-temennya sholat jamaah dulu, dianya disuruh duduk

Page 149: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

dulu, nanti ketika anak-anak yang lain selesai sholat, anaknya

baru kita ajak sholat sendiri dan biasanya anaknya mau.

7. Bagaimana cara bapak/ibu menjelaskan pelajaran tentang

sholat ke anak-anak tersebut?

Karena anak-anak ini tidak ada materi dikelas, jadi kita

langsung mempraktekkan dan memberi contoh ke anak-anak,

langsung diberi tahu ke anak-anak ketika waktu mau sholat.

yang terpenting pembiasaan. Lebih kepembiasaan karena

mereka setelah makan mereka langsung sholat. jadi setiap

habis makan siang selalu kita ajak sholat seperti “anak-anak

yuk kita wudhu ayo kita sholat dulu” dan harus terus menerus

dan akhirnya jadi pembiasaan untuk anak-anaknya, karena ga

bisa hanya pakai kartu dan gambar-gambar tentang sholat aja

itu sulit, jadi semua karena pembiasaan. Waktu sholat ashar

pun sama, lebih kepembiasaan, bangun tidur siang itu

langsung kaya kita kasih tau “wudhu dulu, kita sholat” seperti

itu sih pembiasaan.

Tahap 4

8. Bagaimana bapak/ibu berkomunikasi dengan anak anak saat

praktek sholat?

Untuk ke mereka, mau mereka bisa verbal ataupun tidak, tetap

harus kita ajak ngomong, “yuk wudhu yuk, sholat yuk, ke

kamar mandi yuk” kita ajak, kita bantu mereka, pokoknya

pembiasaan tingkah laku,untuk praktek sholatnya langsung

biasanya akan ada beberapa guru dan pendamping yang

membantu membacakan surat-surat pendek dan doa-doa

Page 150: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

gerakan sholat dengan suara lantang agar anak-anak yang

sholat tetap mengikuti rukun sholat, dan jika ada anak yang

tidak mengikutin gerakan sholat, kita langsung membantu

dengan membenarkan posisi badan anak tersebut agar

mengikuti sholat yang sedang berlangsung. Pokoknya

pembiasaan perilaku saja, gimana kita sholat seperti biasa.

9. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak mengerti apa yang

bapak/ibu ajarkan dan akhirnya bisa mempraktekkan apa yang

bapak/ibu ajarkan?

Kalau untuk waktu itu tergantung dari kemampuan kognitif

mereka itu seperti apa, kalau Naura itu, Alhamdulillah

walaupun dia belum mengerti sekali tahapannya tapi sekarang

dia tau, kalau habis makan, minum terus langsung wudhu

kamar mandi, dia ngerti gitu. Itu sekitar 2 bulanan gitu. Kalau

Azra dari awal dia masuk sini setahun yang lalu sampai

sekarang masih belum, masih harus kita bantu banget buat

mau wudhu gitu. Kalau Faiz dia juga sudah mengerti, sekitar

berapa ya, untuk pembiasaan sih kayanya sekitar 2 bulanan

juga deh, sama kaya Naura. Faiz itu sekarang karena sudah

pembiasaan, sudah tau langsung lari ke kamar mandi, “ Iz

wudhu” kita teriak kaya gitu dia langsung ke kamar mandi

buat wudhu.

10. Bagaimana cara berkomunikasi bapak/ibu agar anak-anak mau

memberikan feedback?

Untuk komunikasiin ke anaknya kaya biasa aja, kaya kita

kasih tau dan kita ajakin seperti biasa. Karena sering kita

omongin aja kali ya, jadinya setiap habis makan “habis ini

Page 151: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

sholat ya” mereka kaya langsung tau gitu, karena setiap hari

seperti itu, jadi sudah kebiasaan. Mereka Faiz, Naura sama

Azra itu ketika diajak komunikasi verbal juga mereka sudah

mengerti, hanya saja gerakan sholatnya saja yang masih

dibantu dengan nonverbal.

11. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak tersebut mau

memberikan feedback?

Ya kaya tadi, Naura itu sebulan dua bulanan ya, Faiz juga

sama seperti itu, kalau Azra yang masih kurang, masih jadi PR

kita sampai dia mau memberikan feedback, feedbacknya dia

masih kurang.

Faktor pendukung dan hambatan

1. Selama mengajarkan anak-anak tersebut sholat apa saja

hambatan dan faktor pendukung yang dialami?

Kalau hambatan lebih kekasus anaknya sendiri seperti apa,

kalau Azra itu seperti apa ya, dia masih yang agak mager,

kegiatan belum mau yang ikut banget, jadi masih suka nolak

sampai tantrum gitu tapi tetep kita ajarin sedikit-sedikit kan,

walaupun dia tantrum tapi tetap kita paksa, maksudnya kita

tetap harus konsisten juga untuk ngajarin dia, pokoknya harus

diulang-ulang terus dan bisa masuk ke dia pembiasaannya.

Kalau untuk Naura dulu itu hambatannya lebih ke dia ga ada

tenaga, lemes gitu, akhirnya kita bantu yang bener-bener kita

pegangin gitu tapi sekarang dia berdiri sudah lebih kokoh.

Kalau Faiz sih tidak ada hambatannya Alhamdulillah. Kalau

faktor pendukunya itu dari kognitif mereka masih-masing, dari

Page 152: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

pemahaman mereka masing-masing sih. Alhamdulillahnya

kalau Naura kan waktu itu dia ga mau makan nasi, mungkin

itu yang membuat dia lemas, sekarang kan dia mau makan

nasinya, jadi sekarang dia sudah lebih kokoh lah gitu, sudah

bisa beridiri tegak. Kalau Faiz itu benar karena kognitifnya

dia, dia sudah paham, jadi kita kasih instruksi sudah langsung

mengerti maksud kita gitu, lebih pribadi ke anak-anaknya.

Untuk faktor pendukungnya tergantung ke kita, bagaimana

kita mengajarkan merekanya.

2. Apakah dalam mengajarkan dan berkomunikasi dengan anak-

anak tersebut bapak/ibu memperlukan suatu media “khusus” ?

jika iya apa saja media itu?

Kalau untuk video belom ya kita belum pernah coba, kalau

untuk gambar kita sudah, jadi mereka sudah melakukan sholat

tapi kita kasih liat “nih ini yah sholat” dan alhamdulillahnya

memang mereka lebih bisa menunjuk gambar sholat,

menunjuk gambar wudhu lebih tau lebih mengerti kan, jadi

untuk media khusus itu ga ada yang lain paling gambar itu aja.

3. Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda, menurut

bapak/ibu tipe anak yang bagaimana yang komunikasinya

mudah dan yang bagaimana yang komunikasinya sulit?

Kalau untuk langsung contoh ke anaknya, Naura itu anaknya

itu sebenernya dua arahnya udah ada, tapi anaknya males

komunikasi aja, kalo faiz juga udah lumayan sih, dia mengerti,

dipanggilpun tau diajak komunikasinya lumayan mudah tapi

untuk pengungkapannya dia yang sulit, dia lebih sering bilang

“gagaga” untuk komunikasinya, contohnya setelah sholat dia

Page 153: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

mau lepas sarung, dia lebih bilang “gagaga”. Azra untuk

menerima instruksi dari kita dia bisa, tapi masih masih banyak

penolakan penolakan dari dianya, masih belum mengerti

inginnya dia, jadi dia tuh inginnya sepeti menguasai, mencari-

cari masalah supaya tidak mengerjakan yang disuruh. Untuk

anak-anak yang sedang sulit diajak komunikasi biasanya saya

akan tanya “mau apa?” terus kita lepaslah dia maunya seperti

apa gitu kan, ya kadang misalnya kaya Azra, dia nunjukin sih

dia mau “ini” dia nunjukin dia maunya apa gitu, kalau

seandainya yang bener-bener ga bisa verbal alias nonverbal

banget biasanya kita bantu, kita tanya “mau pipis apa engga?

atau mau minum? Atau mau apa?” itu biasanya kita langsung

tanya ke anaknya, langsung ke kata kerjanya “mau

minum?mau pipis?” gitu, kaya bener2 dianya ga ngomonng

sama sekali, kalo pipis kita langsung ajak kekamar mandi dia

mau kalau memang mau pipis, tapi kalau engga dia tambah

nangis juga sebenernya. Jadi kalau sudah tantrum gitu bisanya

kita sendiriin dulu dianya, soalnya kita sudah mentok nih, ga

tau dia maunya apa, kita sendiriin dulu, nanti kalau udah

tenang kita keluarin dari kamar, baru dia bisa nunjukin dia

maunya apa.

4. Apakah Efektif komunikasi interpersonal digunakan

bapak/ibu untuk mengajarkan anak-anak tersebut sholat? Jika

efektif bagaimana contohnya?

Efektif sih, contohnya sering aja kita pendekatan langsung ke

anaknya, suka nanya nanya ke anaknya, seperti menanyakan

kabarnya jika bertemu, bertanya “maunya apa?” pas anaknya

Page 154: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

lagi rewel, pokoknya langsung bertanya ke anaknya, kalau

sering ditanya-tanya anaknya juga lama lama mengerti

maksud dari pembicaraan kita itu apa.

5. Adakah kejadian ketika sedang praktek sholat ada anak yang

“kambuh” ? apakah mengganggu anak-anak yang lain?

Engga sih, biasanya kalau masih tantrum yg biasa aja paling

kita kasih tauin aja kita lagi sholat udah cukup dan ga

ngeganggu kecuali kalau sampai teriak-teriak, itu baru akan

mengganggu kaya akan ada yang merasa terganggu anaknya,

biasanya kalau gitu kita ajak kekamar dulu biar lebih tenang

dan abis itu kita praktekin lagi sholatnya sendiri dikamar.

Kalau mereka lagi tantrum parah biasanya kita harus diem

mba, ga usah bicara karena biasanya mereka langsung ke fisik

kaya mukul gitu atau teriak-teriak, biasanya kita tahan terus

bawa kekamar, “yaudah disini dulu nanti kalau udah tenang

baru keluar” terus pintunya dikunci. Kalau kaya Azra itu kalau

pintunya tidak dikunci dia malah suka keluar terus malah ga

dapet efek jeranya, bukan efek jera juga sih tapi ga dapet

tenangnya, jadi dikunciin dulu dikamar, dan dia tau itu kamar

tenangnya dia, dia sudah mengerti.

6. Ketika ada anak yang sedang “kambuh” bagaimana cara

bpk/ibu berkomunikasi dengan mereka?

Ya itu biasanya diomongin langsung ke anaknya kasih tau kita

sedang sholat, kalau mereka tidak mengikuti gerakan sholat

yang ada kita langsung “bantu” kita yang gerakin badan

mereka untuk mengikuti gerakan sholat yang ada. Kalau

tantrumnya sudah sampai teriak-teriak dan main fisik biasanya

Page 155: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

kita pegang anaknya dan kita bawa kekamar agar tenang, baru

habis itu sholat sendiri. Intinya kalau komunikasi ke anak-anak

autis itu kita harus terus-terusan ngasih tau dianya, terus-

terusan diajak ngobrol, kalau untuk praktek itu lebih ke

nonverbal gitu, langsung dibantu anaknya, dibantu

menggerakkan badannya. Kita juga harus cari banyak cara

juga, misal cara dikasih tau langsung “yuk sholat” ga efektif

ke anaknya, kita cari cara lain misal “Azra kita mau outing nih

yukk, tapi kita sholat dulu” gitu, pokoknya kita harus punya

banyak ide, ga harus monoton caranya harus seperti itu, kalau

anaknya pas pakai cara pertama ga kena ke anaknya pakai cara

yang lain, kalau ga kena juga ujungnya paling kita ajak ke

kamar tenang dulu baru habis itu kita ajak komunikasi lagi

karena biasanya kalau ga kena diajak komunikasi anaknya itu

lagi badmood atau ngambek atau capek tapi mereka ga bisa

mengomunikasikannya.

Page 156: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Transkrip 02

Peneliti : Vivi Aulia Rahmawati

Narasumber : Dwi Addi Saputra

Jabatan : Guru di Rumah Anak Mandiri Karim

Hari/Tanggal : Senin, 3 Desember 2018

Waktu Wawancara : 13.00 WIB

Tempat Wawancara : Rumah Anak Mandri Karim Depok

Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka

1. Sudah berapa lama bapak/ibu mengajar di Rumah Anak

Mandiri Karim?

Kurang lebih sih sudah 5 tahun, saya pertama kali mengajar

anak autis di Rumah Anak Mandiri Karim.

Penetrasi Sosial.

Tahap 1

1. Bagaimana bapak/ibu mengenalkan diri saat pertama kali

bertemu dengan anak-anak?

Waktu pertama kali ngenalin diri keanaknya paling kasih tauin

nama saya siapa, walaupun sering anaknya tidak merespon,

tapi kita coba ajak ngobrol terus, sabar, pokoknya di ulang-

ulang terus.

Tahap 2

2. Bagaimana cara bapak/ibu menarik perhatian anak-anak agar

mau memperhatikan?

Page 157: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Paling sih kalo untuk menarik perhatian anak-anak itu kaya

kita ajak nyanyi dulu biar bi situ fokus belajarnya, dikasih

kaya mainan juga biar dia perhatian ke kita.

3. Bagaimana cara bapak/ibu melakukan pendekatan ke anak-

anak tersebut?

Ngedeketin anaknya ya kita ajak komunikasi, kaya kalau mau

ajak dia belajar nih, kadang dia mau kadang dia ga mau, ya

kita tarik ulur aja, nyari cara lain, kalo misal lagi diajarin ga

mau kita ajak main dulu, kalau main udah bosen biasanya kita

ajak belajar lagi dia mau lagi.

4. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak bisa merasa dekat

dengan bapak/ibu?

Kalau Azra itu cukup lama, tapi lama-lama dia kalau kita

deketein terus dia jadi mau, sekarang sih paling cuma 5 menit,

tapi prosesnya kurang lebih setahun sama dia, kalau Naura

baru jadi masih proses terus, paling kalau mau belajar aja

diajak ngobrol, kalau Faiz sama juga kaya gitu.

Tahapan 3

5. Setelah melakukan pendekatan dan akhirnya memberi tau

tentang sholat apakah anak-anak langsung mengikuti arahan

bapak/ibu?

Pertama-tama sih kalau Azra sama Faiz gerakannya masih kita

bantu gerakan-gerakan sholat ga bisa langsung ngikutin

mereka jadi dibantu.

Page 158: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

6. Bagaimana cara bapak/ibu menjelaskan pelajaran tentang

sholat ke anak-anak tersebut?

Kalau untuk memberitahu pertama kali kemereka tentang

sholat itu langsung dipraktekan caranya didepan anak-anak,

sampe sekarangpun setiap hari masih harus dipraktekin

gerakan sholatnya tapi langsung juga sama anak-anak

7. Bagaimana cara bapak/ibu berkomunikasi dengan anak dikelas

agar mereka mengerti apa yang disampaikan?

Kalau verbal itu, kalau anak-anak belum ngerti misalnya

belajar biasanya kita pakai gambar, kita kasih tauin pakai

gambar, gambar makan atau gambar mainan gitu, tapi mereka

memang belum konsisten, tapi kita ngajarnya harus diulang

terus terusan.

8. Bagaimana bapak/ibu berkomunikasi dengan anak anak saat

praktek sholat?

Kalau ke Azra biasanya saya langsung omongin ke anaknya

“Azra waktunya sholat zuhur” nanti dia mau ngikutin tapi itu

tetep masih bantuan, kadang kalau Azra itu kadang ga mau,

kadang suka milih-milih orang, kadang sama saya ga mau,

sama yang lain mau, kalau Faiz sama semua guru dia mau.

Waktu praktek guru-guru yang mendampingi anak-anak ikut

membacakan doa-doa ketika sholat dengan suara keras gitu,

kalau anaknya tiba-tiba ga ngikutin gerakan yang ada kita

bantu anaknya misal saatnya ruku tapi dia diem aja, kita

pegang langsung badan anaknya terus kita rukuin gitu

anaknya.

Page 159: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

9. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak mengerti apa yang

bapak/ibu ajarkan dan akhirnya bisa mempraktekkan apa yang

bapak/ibu ajarkan?

Kalau Faiz itu sudah mengeti, ketika temannya ruku dia ikut

ruku, jadi dia ngikutin temennya gitu, kan ada imamnya

didepan jadi dia ngikutin imamnya didepan, kalau Naura saya

ga sering pegang, soalnya dia sering sama guru yang wanita,

kalau Azra masih bantuan. Kalau waktu sih dari awal ngajar

sampe sekarang juga masih terus terusan diajarkan terus dan

diberi contoh terus, dipraktekin terus biar anaknya inget terus

Tahap 4

10. Bagaimana cara berkomunikasi bapak/ibu agar anak-anak mau

memberikan feedback?

Kalau sekarang sih anaknya sudah pada ngerti ya, pas udah

waktunya sholat kita omongin “Faiz sholat ambil sarung” dia

langsung ambil sarung ditempatnya, nanti dia pakai gitu.

Pokoknya sering-sering kita omongin ke anaknya aja, kita

kasih tau sholat dimana, sebelum sholat itu wudhu, ambil

sarung sama mukena itu dimana, jadi mereka pas kita kasih

tauin sholat ngerti gitu

11. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak tersebut mau

memberikan feedback?

Lama sih, dari awal masuk kan tuh dia belum ngerti tuh, masih

nolak sama yang kita kasih tauin,ga mau dipakein sarung,

maunya sarungnya dimainin doing gitu gitu

Page 160: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Faktor pendukung dan hambatan

1. Selama mengajarkan anak-anak tersebut sholat apa saja

hambatan dan faktor pendukung yang dialami?

Hambatannya sih kalau Faiz itu kalau dia lagi badmood kalo

dia lagi gak enak suasana hatinya, ga mau sholat, biasanya kita

tarik ulur aja, kalo udah diajak yang lain dulu biasanya abis itu

dia mau diajak sholat, kalo Azra sama tergantung

kemauannya, kalo dia nolak sama kita, kita kasih ke guru lain

biasanya dia mau, kalau Naura sama bu Etty.

2. Apakah dalam mengajarkan dan berkomunikasi dengan anak-

anak tersebut bapak/ibu memperlukan suatu media “khusus” ?

jika iya apa saja media itu?

Kalau media sih cuma pakai gambar sih, ga cuma waktu

diajarin sholat tapi juga kaya buah-buahan, benda-benda juga

pakai gambar.

3. Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda, menurut

bapak/ibu tipe anak yang bagaimana yang komunikasinya

mudah dan yang bagaimana yang komunikasinya sulit?

Yang sulit di ajak komuniaksi sih Azra, kalau mau sholat kita

harus pinter-pinter bujuk dia, terus kalau Faiz itu sudah

mengerti, kalau diajak ngobrol

4. Apakah Efektif komunikasi interpersonal digunakan

bapak/ibu untuk mengajarkan anak-anak tersebut sholat? Jika

efektif bagaimana contohnya?

Page 161: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Efektif-efektif aja, kalau komunikasi ke anaknya, kita

ngomunikasiin ke anaknya, anaknya mendengarkan, walaupun

ada yang mereka kurang paham, tapi kita ajak ngobrol terus.

5. Adakah kejadian ketika sedang praktek sholat ada anak yang

“kambuh” ? apakah mengganggu anak-anak yang lain?

Misal ada yang tantrum nih disebalah anak yang engga

tantrum, kadang anaknya ikut tantrum juga, mungkin dia

ngerasa keganngu, kadang satu anak tantrum anak-anak yang

lain ikutan jugak. Kalau Faiz suka gemes gitu, kalo kita

bilangin “Faiz sholat, ga boleh iseng tangannya” dia kaya

gemes gitu ke kita tapi ga ganggu anak yang lain, kalau Azra

tantrum itu sering nyubit-nyubit, kalau dia tantrum guru yang

lagi sama dia itu bisa seharian dicubitin gurunya, dia ngincer

satu guru itu aja.

6. Ketika ada anak yang sedang “kambuh” bagaimana cara

bpk/ibu berkomunikasi dengan mereka?

Paling kalau anak-anak lagi tantrum sih biasnaya kita kasih

yang dia suka, kalau dia suka mainan kita kasih mainan, kalo

engga mungkin dia ga mau sama kita, jadi kita kasih guru yang

lain, pokoknya kita alihin dulu dari tantrumnya dia, lakuin

yang dia suka abis itu baru diajak sholat lagi.

Page 162: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Transkrip 03

Peneliti : Vivi Aulia Rahmawati

Narasumber : Rozak Ramadhan

Jabatan : Guru di Rumah Anak Mandiri Karim

Hari/Tanggal : Selasa, 11 Desember 2018

Waktu Wawancara : 12.19 WIB

Tempat Wawancara : Rumah Anak Mandri Karim Depok

Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka

1. Sudah berapa lama bapak/ibu guru di Rumah Anak Mandiri

karim?

Kurang lebih udah 4 tahun.

Penetrasi Sosial.

Tahap 1

1. Bagaimana bapak/ibu mengenalkan diri saat pertama kali

bertemu dengan anak-anak?

Awalnya kalo kenalan kemereka tuh kita deketin anaknya, kita

kenalan, kita nanya-nanya kemereka, nanti mereka juga bakal

nanya kekita, ada disini satu dua anak yang bisa

berkomunikasi, nah dia nanti nanya langsung terus nanti

mereka bisa langsung inget, kalo Faiz, Azra sama Naura, kalo

kenalan sama Azra agak gimana gitu, dia takut sama orang dan

suka nyubit-nyubit gitu, kita biasain gimana caranya agar dia

Page 163: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

ga nyubit gitu, biar dia ngerasa nyaman sama kita, pokoknya

bikin dia ga takut sama seseorang.

Tahap 2

2. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak bisa merasa dekat

dengan bapak/ibu?

Kalau Faiz dia bisa langsung akrab anaknya, kalau Azra butuh

kira-kira kurang lebih satu bulanan.

3. Setelah melakukan pendekatan, apakah anak-anak langsung

mengikuti arahan bapak/ibu?

Ga langsung ngikutin sih, kita masih suka tarik ulur buat

mereka mau ngikutin arahan kita, ga langsung ujug-ujug ikutin

arahan kita, awalnya kita ikutin dulu dia maunya apa, nanti

kalau dia udah bosen baru kita tarik ke kita, apa yang mau kita

arahin gitu.

Tahap 3

4. Bagaimana cara bapak/ibu menarik perhatian anak-anak agar

mau mengikuti arahan bapak/ibu?

Caranya sih hampir sama pas ngelakuin pendekatan, kita pakai

cara ikutin apa yang dia mau, kita turutin baru pas dia bosen,

kita arahin, dia harus ikutin cara kita

5. Bagaimana jika murid menolak dengan pendekatan yang

bapak/ibu lakukan?

Kalau dia nolak ya kita tarik ulur aja terus caranya sampe dia

mau.

Page 164: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

6. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak mau terbuka dengan

bapak/ibu?

Kalo itu waktu itu saya kira-kira 3 bulanan, kalo sekarang

karena udah kenal, cukup dengan instruksi udah bisa

Tahap 4

7. Bagaimana cara bapak/ibu berkomunikasi dengan anak-anak

agar mengerti dengan yang bapak/ibu sampaikan?

Kita kasih tauin aja, kita omongin langsung ke anaknya, kita

ajak ngobrol terus anaknya kita lakuin tiap hari dan terus

terusan insyaAllah lama lama anaknya mengerti.

8. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak mengerti apa yang

bapak/ibu sampaikan dan akhirnya bisa mempraktekkan apa

yang bapak/ibu sampaikan?

Kalo itu sih lumayan lama ya, kadang Faiz sama Azra kalo

disuruh sholat suka ga mau, kalo lagi mood sholat bareng-

bareng temennya dia mau sholat, kalo ga kadang maunya

sholat di musholla, kadang maunya sholat, kadang maunya

diruangan aja, tapi kita usahain kita terus ajakin biar tetap

sholat.

9. Bagaimana bapak/ibu berkomunikasi dengan anak anak saat

praktek sholat?

Komunikasi ya, disini banyak anak yang kita ajak ngomong

dia ngerti sama apa yang kita omongin tapi dia mau

ngungkapin, bales yang kita omongin yang susah, karena

mereka lebih banyak ke nonverbal ya. Kalo Faiz sama Azra

kita suruh dia ngerti, kita omongin kaya “ayo Faiz kita rukuk”

Page 165: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

kita omongin sambil kita arahin, kalo mandiri mereka belom

bisa, masih pake bantuanlah

10. Bagaimana cara berkomunikasi bapak/ibu agar anak-anak mau

memberikan feedback?

Mereka suka kasih feedback, tapi tergantung mood mereka

juga, kadang Faiz tuh kalo mau sholat abis makan “Faiz ayo

sholat” dia terus lari ambil sarung, terus minta tolong pakein,

dia cuma bisa masukin sarungnya kebadan, tapi makein minta

tolong kekita, jadi kita omongin terus ke mereka pas waktu

masuk sholat supaya merekanya juga kaya keinget terus gitu,

dan dilakukan pembiasaan seperti sehabis makan siang itu

pasti sholat Zuhur, kalau habis tidur siang itu sholat Ashar,

kalo sholat Magrib itu makannya setelah sholat, kalo Isya itu

kaya lagi santai nunggu tidur biasanya kita ajak Sholat. Setiap

hari dilakukan pembiasaan seperti itu, supaya ter “mainset”

dimereka gitu

11. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak tersebut mau

memberikan feedback?

Kalau untuk mereka kasih feedback sih saya ga ngitungin ya,

pokoknya butuh waktu lama juga ya.

Faktor pendukung dan hambatan

1. Selama menjadi pendamping anak-anak tersebut sholat apa

saja hambatan dan faktor pendukung yang dialami?

Kalo hambatan sih pasti semua ada hambatannya ya, kaya

mereka sulit diatur, yang penting disini tuh dari awal kerja

Page 166: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

ditanemin kerja pake hati, tulus aja, anak-anak juga lama-lama

ngerasain. Kalo Azra hambatannya sulit untuk diarahin, kita

turutin dulu maunya dia apa, kalo engga kadang kalo dia ga

mau belajar kita ajak keluar ruangan biasanya abis itu dia

ngajak masuk keruangan lagi.

2. Apakah dalam berkomunikasi dengan anak-anak tersebut

bapak/ibu memperlukan suatu media “khusus”? jika iya media

apa saja yang diperlukan?

Kalo komunikasi sih paling pake gambar buat pengenalan ke

dia, untuk sholat langsung kita praktekin ke anaknya, kita

arahain anaknya “ayo sholat, ini tangannya kaya gini” waktu

ruku “ayo ruku” kita arahin anaknya untuk ruku

3. Apakah efektif komunikasi interpersonal digunakan bapak/ibu

dalam mendampingi anak-anak tersebut sholat? jika efektif

bagaimana contohnya?

Efektif sebenarnya, tapi kadang kaya Faiz kan nurut-nurutan

tergantung dia mau sama siapa, kadang ke guru A dia nurut

sama guru B dia ga mau, kadang dia mau sama guru A, dia

mau sama yang lain, tergantung dianya aja, kalo untuk Faiz sih

bisa efektif, soalnya kalo dibilangin dia ngerti, kalo Azra

belum bisa banget, kadang kalo lagi ngerti dibilangin diarahin

sesuatu dia suka nyari pembelaan ke guru yang lain, dia

dengerin yang kita omongin atau engga kan kita ga tau, nanti

dia nyari pembelaan ke yang lain,nempel-nempel ke guru lain

nyari pembelaan.

4. Adakah kejadian ketika sedang praktek sholat ada anak yang

“kambuh” ? apakah mengganggu anak-anak yang lain?

Page 167: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Kalo ngeganggu sih ada yang keganggu ada yang engga ya,

kaya ada satu anak namanya Luthfi kalo ada yang berisik pasti

dia ikut berisik karena ngerasa keganggu gitu

5. Ketika ada anak yang sedang “kambuh” bagaimana cara

bpk/ibu berkomunikasi dengan mereka?

Kalo ada yang kambuh dikasih pengertian, ini kita lagi sholat

nih, paling itu aja, abis itu kita arahin lagi untuk sholat.

Page 168: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Transkrip 04

Peneliti : Vivi Aulia Rahmawati

Narasumber : Budi Hermawan

Jabatan : Guru di Rumah Anak Mandiri Karim

Hari/Tanggal : Selasa, 11 Desember 2018

Waktu Wawancara : 12.38 WIB

Tempat Wawancara : Rumah Anak Mandri Karim Depok

Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka

1. Sudah berapa lama bapak/ibu menjadi guru di Rumah Anak

Mandiri karim?

Saya kerja disini, di Rumah Anak Mandiri Karim udah mau

6tahun

Penetrasi Sosial.

Tahap 1

1. Bagaimana bapak/ibu mengenalkan diri saat pertama kali

bertemu dengan anak-anak?

Sebenernya sih, saya memperkenalkan diri awalnya saya

kaget, anak-anak seperti ini saya ga tau cara berkomunikasi

dan cara pendekatannya saya ga tau, tetapi lama kelamaan

saya belajar dari lingkungan setempat, cara ngedeketinnya tuh

dengan bahasa yang menggunakan bahasa tubuh, lama

kelamaan saya sudah mulai paham. Awal memperkenalkan

diri kemereka itu saya sapa mereka “hay nama kamu siapa?”

mereka kan lebih sering non verbal ya, terus saya lanjutin “ini

Page 169: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

azra ya” terus saya tanya-tanya terus, saya kasih tau nama saya

siapa, walaupun mereka lebih ke nonverbal tapi saya tetap

mengajak mereka bicara.

Tahap 2

2. Bagaimana cara bapak/ibu melakukan pendekatan ke anak-

anak tersebut?

Untuk melakukan pendekatan ke anak biasanya saya lihat dulu

perilaku anaknya seperti apa, cara yang tepat ngedeketin dia

bagaimana, jadi saya pelajari dulu, ga langsung saya deketin,

tapi ada yang seperti itu ada beberapa anak yang bisa langsung

saya deketin, tapi juga saya suka takut ada indikasi dia untuk

menyerang.

3. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak bisa merasa dekat

dengan bapak/ibu?

Sebenrnya sih ga terlalu lama ya, paling cuma semingguan,

kalau kita sering sama dia, cepet deketnya, cepet akrabnya,

cepet nyamannya.

4. Setelah melakukan pendekatan, apakah anak-anak langsung

mengikuti arahan bapak/ibu?

kalau itu, kadang mereka langsung mengikuti arahan saya,

instruksi saya, cuma kadang-kadang ada yang engga,

tergantung kondisinya juga, kondisi anak tersebut.

5. Bagaimana cara bapak/ibu menarik perhatian anak-anak agar

mau mengikuti arahan bapak/ibu?

Biasanya sih narik perhatian mereka dari kontak mata juga

bisa, nunjukin ekspresi muka kita kemereka juga bisa, kaya

Page 170: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

misal kita nunjukin ekspresi marah, padahal aslinya kita ga

marah

6. Bagaimana jika murid menolak dengan pendekatan yang

bapak/ibu lakukan?

Untuk Faiz sih dia ga ada penolakan ya, tergantung kondisinya

juga, tergantung anak-anak yang lain. Azra, kalau Azra itu

memilih, dia memilih siapa aja yang dia mau, untuk

melakukan pendekatan sama Azra lumayan susah, dia milih

orang.

Tahap 3

7. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak mau terbuka dengan

bapak/ibu?

Untuk pendekatan sama Faiz itu sekitar seminggu, kurang

lebih seminggulah. Kalau Azra itu sebenernya deket sama

semua guru ataupun pendamping, cuma itu dia memilih, jadi

ga sepenuhnya dia nurut sama satu orang itu, dia milih kadang

mau sama guru a, kadang maunya sama yang lain kaya gitu.

8. Bagaimana cara bapak/ibu berkomunikasi dengan anak-anak

agar mengerti dengan yang bapak/ibu sampaikan?

gimana ya, kalau untuk nonverbal kita ajak anaknya langsung,

kita tarik anaknya “ayo kita sholat” dia pasti ngikutin, kalau

untuk verbalnya paling itu kita kasih tauin “ayo kita sholat”

gitu, dia langsung kemushola. Biasanya kalo nonverbal kita

tarik, atau kita pegangin atau kita bantu anaknya, seperti itu

Tahap 4

Page 171: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

9. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak mengerti apa yang

bapak/ibu sampaikan dan akhirnya bisa mempraktekkan apa

yang bapak/ibu sampaikan?

Kaya gitu sih ga butuh waktu lama ya, untuk

mempraktekannya mereka masih dibantu terus ya.

10. Bagaimana bapak/ibu berkomunikasi dengan anak anak saat

praktek sholat?

Ketika mereka sholat masih dibantu, selain kita membacakan

ayat-ayat dan takbir-takbir dengan suara lantang, ketika

gerakan sholatpun kita bantu gerakannya, misal kita kasih tau

“sujud” terus ada penekanan gitu kebadan, kita sujudin gitu,

kita bacain doanya kaya gitu, pokoknya masih dibimbing gitu

11. Bagaimana cara berkomunikasi bapak/ibu agar anak-anak mau

memberikan feedback?

Kalau Faiz sudah paham sih ya, mungkin Azra aja yang belum

terlalu memeberikan feedback, ketika kita suruh sholat “ayu

sholat” Faiz itu sudah ada inisiatif dia, dia langsung ambil

sarung, ajak kita untuk wudhu, wudhunya juga kita damping,

minta pakaikan terus ke mushola.

12. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak tersebut mau

memberikan feedback?

Gak cukup lama, paling sekitar semingguan ya, kalau terus

terusan dikasih tau, diajarkan

Faktor pendukung dan hambatan

1. Selama menjadi pendamping anak-anak tersebut sholat apa

saja hambatan dan faktor pendukung yang dialami?

Page 172: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Kalau hambatannya, karena mereka lebih ke nonverbal jadi

rada susah untuk mengerti dia maunya apa, untuk faktor

pendukungnya karena kita semua difasilitasi dengan bagus,

jadi mendukung juga.

2. Apakah dalam berkomunikasi dengan anak-anak tersebut

bapak/ibu memperlukan suatu media “khusus”? jika iya media

apa saja yang diperlukan?

Engga sih, biasa aja sih, kita langsung memperkenalkan,

mengajarkan anaknya langsung dengan kita yang memberikan

contoh dan mendampingi mereka.

3. Apakah efektif komunikasi interpersonal digunakan bapak/ibu

dalam mendampingi anak-anak tersebut sholat? jika efektif

bagaimana contohnya?

Efektif sih, misal ke Faiz itu kita kasih tau “ayo sholat” dia

langsung jalan. Kalau Azra kita harus pinter pinter ngerayu

dia, agar mau mengikuti, kan karena pemilihnya itu ya

4. Adakah kejadian ketika sedang praktek sholat ada anak yang

“kambuh” ? apakah mengganggu anak-anak yang lain?

Engga sih ga ganggu,intinya kita kasih pemahaman ke

anaknya kita lagi sholat, kita harus fokus gitu

5. Ketika ada anak yang sedang “kambuh” bagaimana cara

bpk/ibu berkomunikasi dengan mereka?

Kita kasih pemahaman baik-baik, kita ajak bicara, misal “ini

sholatnya satu rakaat lagi, ayo berdiri” atau engga “jangan

berisik ya, ini kan yang lainnya lagi sholat” gitu sih sambil kita

pegangin anaknya terus balikin ke posisi sholat lagi.

Page 173: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Transkrip 05

Peneliti : Vivi Aulia Rahmawati

Narasumber : Muchsin

Jabatan : Guru di Rumah Anak Mandiri Karim

Hari/Tanggal : Selasa, 11 Desember 2018

Waktu Wawancara : 13.20 WIB

Tempat Wawancara : Rumah Anak Mandri Karim Depok

Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka

1. Sudah berapa lama bapak/ibu menjadi guru di Rumah Anak

Mandiri karim?

Alhamdulillah sudah cukup lama juga, sudah 5-6 tahunan

Penetrasi Sosial.

Tahap 1

1. Bagaimana bapak/ibu mengenalkan diri saat pertama kali

bertemu dengan anak-anak?

Kalau kita mau memperkenalkan diri kita, sebelumnya kita

harus mengenal dia itu seperti apa, setelah tau baru kita

memperkenalkan diri kita, bertanya nama dia siapa, bisa juga

menggunakan barang-barang atau hal-hal yang dia suka.

Tahap 2

2. Bagaimana cara bapak/ibu menarik perhatian anak-anak agar

mau mengikuti arahan bapak/ibu?

Kadang kalau dia lagi ga fokus, sedang asik dengan

mainannya, supaya dia perhatian ke kita, kita ambil dulu

Page 174: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

mainannya, dia udah mulai ambil mainannya lagi dari kita,

barulah kita mulai ajak bicara, dia mengerti walaupun tidak

bisa bicara, dia mengerti maksud dan tujuan kita.

3. Bagaimana cara bapak/ibu melakukan pendekatan ke anak-

anak tersebut?

Awalnya kita melakukan pendekatannya itu pelan-pelan, kita

dekati dengan cara cara sepeti kita ajak tos, atau salaman, bisa

juga dengan ajak bermain mainan yang dia suka, kalau dia

sudah tersenyum berarti dia sudah siap untuk menerima

kehadiran kita, lebih mudah mendekatkan diri kemereka

4. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak bisa merasa dekat

dengan bapak/ibu?

mungkin kalau untuk kita coba sekitar 2 sampe 3 jam, kalau

dia tidak menerima kita bisa menjauh dulu dari dia, supaya

dianya tidak terketakan, habis itu kita coba pelan-pelan dekati

lagi. Untuk Azra kira-kira butuh seharian ya, karena dia

tipenya suka mencubit ya kalau kita dekatin terus dia makin

gemes, jadi tarik ulur, maksudnya tarik ulur kalau dia sudah

mulai mencubit kita mundur dulu.

5. Setelah melakukan pendekatan, apakah anak-anak langsung

mengikuti arahan bapak/ibu?

Engga sih ya, kadang dia butuh ketegasan, sesuatu yang kita

suruh dia tidak langsung mengerti, kadang kita satu dua kali

kita berbicara dia belum mengerti dengan kata-kata kita,

berarti kita harus langsung mencontohkan, mengenalkan lagi

ke anak itu, misal “ini sarung” seperti itu

Page 175: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

6. Bagaimana jika murid menolak dengan pendekatan yang

bapak/ibu lakukan?

Kalau pas dia nolak itu, kita usahakan jangan langsung kita

paksa apa yang kita mau, jadi pelan-pelan, nanti pas

momennya enak, misal kita kasih mainan, kan dia suka, terus

kita ambil lagi mainannya, kita kasih tau kita maunya apa,

sambil bilang “mau mainin ini gak?” baru biasanya dia nurut.

Jadi pakai cara sesuatu yang dia suka dulu.

Tahap 3

7. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak mau terbuka dengan

bapak/ibu?

Kalau itu sih masih kontinu sampai sekarang, butuh waktu

lama ya soalnya yang kaya gitu ya

8. Bagaimana cara bapak/ibu berkomunikasi dengan anak-anak

agar mengerti dengan yang bapak/ibu sampaikan?

Dia sebenernya mengeri ucapan kita, tapi tidak bisa

mengungkapkan, misal benda atau warna, mengerti, tapi

memang harus selalu kita ingatkan, kita harus berkali-kali

memberitahu, mengajarkan anak itu baru bisa mengerti. Sama

halnya dengan sholat, jadi tidak langsung memaksa, kita

ajarkan, tetapi biar dia lihat teman-temannya dulu, setelah

teman-temannya sudah berbaris untuk sholat baru kita ikutin

anak tersebut untuk ikut juga.

9. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak mengerti apa yang

bapak/ibu sampaikan dan akhirnya bisa mempraktekkan apa

yang bapak/ibu sampaikan?

Page 176: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Masih harus sering, harus konsisten, tidak instan, kita

kenalkan, diberitahu, misal tentang waktunya sholat, tentang

wudhu yang terus harus didampingi, bacaannya mereka belum

terlalu bisa yang penting gerakannya, pokoknya masih

berlanjut sampai sekarang.

Tahap 4

10. Bagaimana bapak/ibu berkomunikasi dengan anak anak saat

praktek sholat?

Kalau yang sudah biasa cukup kita kasih tau “ayo waktunya

sholat,wudhu” kadang dia langsung kekamar mandi, tapi dia

menunggu kadang,apa yang dia mau, dia kumur atau cuci

muka, atau kaki memang wudhunya tidak sesempurna kita tapi

minimal dia bisa.

11. Bagaimana cara berkomunikasi bapak/ibu agar anak-anak mau

memberikan feedback?

Awalnya kadang kita harus perkenalkan sholat, terus bendanya

misal sarung, kita berkali kali mengenalkan apa itu sarung,

bagaimana memakai sarung gitu gitu, makanya lama lama dia

mengerti ketika dikasih tau sholat itu langsung ambil sarung

contohnya.

12. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak tersebut mau

memberikan feedback?

Butuh waktu lama dan berkali kali sih , tidak langsung jadi,

masih kontinu sampe sekarang

13. Butuh waktu berapa lama agar bapak benar benar mengenal

anak-anak?

Page 177: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Misal Faiz sama Azra itu butuh waktu lama ya, ketika mereka

ngambek atau marah kita harus bujuk, cari tahu dulu apa yang

mereka suka, kalau kita paksa untuk menuruti omongan kita

yang ada malah tambah marah ataupun menolak. Kita harus

pintar-pintar membaca situasi , kira-kira mereka moodnya

sedang bagus atau tidak, karena biasanya kalau dari pagi dia

sudah tidak mood, itu akan terbawa sampai seterusnya. Kita

juga mengajarkan dan memberitahu orang tua dirumah tentang

pembiasaan-pembiasaan yang anak-anak lakukan disini,

supaya mereka selalu ingat dan terbiasa, tapi ada orang tua

yang kurang konsisten dalam melakukan pembiasaan-

pembiasaan yang sudah diajarkan sesuai dengan program yang

ada, seperti bangun pagi kemudain membereskan tempat tidur,

setelah makan siang itu sholat zuhur, dan seterusnya.

Faktor pendukung dan hambatan

1. Selama menjadi pendamping anak-anak tersebut sholat apa

saja hambatan dan faktor pendukung yang dialami?

Hambatannya mungkin setelah pulang dari rumah ya, karena

menu makanannya bebas karena makanan mereka harus dijaga

tidak boleh sembarangan,orang tua kurang konsisten dalam

melakukan pembiasaan-pembiasaan yang biasa dilakukan

disini ketika dirumah, jadi kita kendalanya yang tadinya sudah

kita arahkan pelan-pelan, instruksinya pelan-pelan, jadi kita

agak tegas sedikit, ketika kita ajak misal “ayo sholat” terus

anaknya tidak merespon atau yang gimana gimana, berarti

dirumah “kebocoran” atau ada yang salah, contohnya seperti

Page 178: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

dari makanannya. Faktor pendukungnya sih fasilitas-fasilitas

dan peralatan-peralatan yang ada disini cukup mendukung

dalam pembelajaran.

2. Apakah dalam berkomunikasi dengan anak-anak tersebut

bapak/ibu memperlukan suatu media “khusus”? jika iya media

apa saja yang diperlukan?

Untuk anak-anak yang tidak bisa berbicara kadang kita

menggunakan kata-kata dan gerakan tubuh, kalau yang lainnya

sih kita pakai gambar-gambar seperti gambar warna, hewan,

buah seperti itu.

3. Apakah efektif komunikasi interpersonal digunakan bapak/ibu

dalam mendampingi anak-anak tersebut sholat? jika efektif

bagaimana contohnya?

Efektifnya sih kalau mereka lagi tenang atau lagi ga ada

masalah pas belajar, biasanya mereka mendengarkan apa kata

kita, jadi memang harus dilihat dari kondisi anaknya juga.

4. Adakah kejadian ketika sedang praktek sholat ada anak yang

“kambuh” ? apakah mengganggu anak-anak yang lain?

Mengganggu sebenarnya, tapi anak yang tantrum itu akan

disendirikan, ada kamar untuk mereka sendiri ketika sedang

tantrum, pas udah tenang dia akan diajak sholat dan

komunikasi dia mau lagi.

5. Ketika ada anak yang sedang “kambuh” bagaimana cara

bpk/ibu berkomunikasi dengan mereka?

Ketika mereka masih tantrum yang biasa saja paling kita

beritahu “kita lagi sholat” atau “selesain dulu ya sholatnya”

lalu kita benarkan lagi posisi sholat mereka, atau kita pegangi,

Page 179: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

tetapi ketika sudah tantrum parah dan mengganggu yang lain,

kita ajak anak tersebut ke kamar, untuk ditenangkan, ditinggal

sendiri, ketika sudah tenang baru di ajak sholat lagi atau

melakukan hal yang lainnya.

Page 180: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Transkrip 06

Peneliti : Vivi Aulia Rahmawati

Narasumber : Sari

Jabatan : Guru di Rumah Anak Mandiri Karim

Hari/Tanggal : Selasa, 11 Desember 2018

Waktu Wawancara : 14.32 WIB

Tempat Wawancara : Rumah Anak Mandri Karim Depok

Tipe Wawancara : Wawancara Tatap Muka

1. Sudah berapa lama bapak/ibu menjadi guru di Rumah Anak

Mandiri karim?

Saya sudah kerja disini sudah hampir 5 tahun ya,

Penetrasi Sosial.

Tahap 1

1. Bagaimana bapak/ibu mengenalkan diri saat pertama kali

bertemu dengan anak-anak?

Pertama kali ketemu Naura, saya tanya “nama kamu siapa?”

terus “suka makan apa?”, “kamu suka mainannya apa?” gitu

aja sih, kita tanya-tanya tentang dirinya, walaupun dia kadang

paham, kadang tidak tapi kita ajak bicara terus.

Tahap 2

2. Bagaimana cara bapak/ibu menarik perhatian anak-anak agar

mau mengikuti arahan bapak/ibu?

Page 181: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Narik perhatian mereka sih awalnya pakai mainan, atau nanyi

yang dia suka, kita ajak main yang dia suka, pokoknya lakuin

hal yang mereka suka

3. Bagaimana cara bapak/ibu melakukan pendekatan ke anak-

anak tersebut?

Melakukan pendekatannya sih sama kaya waktu perkenalan,

kita sering-sering ajak ngobrol. Kita bisa juga tanya “mba” nya

dia suka apa, apa yang ga dia suka, apa kebiasaannya, jadi kita

bisa terapkan keanaknya

4. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak bisa merasa dekat

dengan bapak/ibu?

Tergantung sih, masing-masing anak beda-beda, ada yang

cepat ada yang lama. Seperti Naura itu gampang, kita tinggal

tanya-tanya, kita ajak ngobrol misalnya, “udah makan

belum?”, “kamu lagi ngapain?”

5. Bagaimana jika murid menolak dengan pendekatan yang

bapak/ibu lakukan?

Awalnya kita ajak duduk dulu anaknya, kalau masih menolak

juga, kita diamkan dulu anak tersebut, kita ajak anak yang lain

untuk berinteraksi dengan kita, sepeti kita ajak nyanyi, nanti

ketika anak-anak yang lain nyanyi, lama-lama anak itu (yang

menolak) akan mengikuti anak-anak yang lain.

Tahap 3

6. Setelah melakukan pendekatan, apakah anak-anak langsung

mengikuti arahan bapak/ibu?

Lama-lama pasti pasti mau ngikutin ya, tapi itu tergantung

mood mereka lagi bagus atau engga

Page 182: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

7. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak mau terbuka (kenal)

dengan bapak/ibu?

Tergantung sama anaknya jugak, ada anak yang baru masuk

bisa langsung kenal langsung deket, ada yang butuh waktu

baru bisa dekat dan kenal sama kita.

8. Bagaimana cara bapak/ibu berkomunikasi dengan anak-anak

agar mengerti dengan yang bapak/ibu sampaikan?

Ketika kita sholat kita sampaikan “hari ini kita sholat ya”, kita

juga memberikan contoh ke anak- anak tersebut “seperti ini

gerakannya, ayo ikutin”, diajarin cara wudhunya, pakai

mukenanya, bacaannya, kita yang mengucapkan (bacaan

doanya), kita yang ngajarin, tapi memang harus selalu kita

ingatkan, kita harus berkali-kali memberitahu, mengajarkan

anak itu baru bisa mengerti.

Tahap 4

9. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak mengerti apa yang

bapak/ibu sampaikan dan akhirnya bisa mempraktekkan apa

yang bapak/ibu sampaikan?

Kalau kelas atas itu sudah mengerti ya, beda dengan kelas

yang bawah, kalau anak yang bawah itu kadang mau kadang

engga, kita ajarinnya pelan pelan aja, kalau dia lagi mau ikut

sholat ya ikut, kalo engga yaudah, biasanya ketika tadinya

mereka gam au sholat, terus melihat teman-temannya sholat,

dia jadi mau ikut sholat gitu, makanya prosesnya masih

kontinu sampai sekarang

10. Bagaimana bapak/ibu berkomunikasi dengan anak anak saat

praktek sholat?

Page 183: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Kita dampingi kan anak-anaknya ketika mereka sholat, selain

dibicarakan keanaknya, kita gerakan langsung badan anaknya,

misalnya “ayo rukuk” terus kita “rukuin” anaknya, “ayo

sujud” kita bantu dia untuk sujud, “sedekap tangannya” kita

bantu juga, pokonya kita bantu.

11. Bagaimana cara berkomunikasi bapak/ibu agar anak-anak mau

memberikan feedback?

Kita langsung omongin ke anaknya “Naura kita sholat yu”

biasanya dia langsung lari ke kamar mandi untuk wudhu kita

bantu gerakan wudhunya, terus setelah wudhu kita bilang

“ambil mukenanya Naura” dia ambil sendiri ditempatnya,

nanti dia pakai sendiri, kita liatain, nanti kalau kesusahan kita

bantu, seperti itu terus sih, kita ulang-ulang terus setiap

harinya

12. Butuh waktu berapa lama agar anak-anak tersebut mau

memberikan feedback?

Beda-beda sih, beda-beda anak beda waktunya. Kalau Naura

sih paling semingguan kali ya, kan diajarin terus ya, kita juga

bantu kalau dia lupa, paling kita kasih tau “Naura rukuk” dia

rukuk sendiri, “Naura sujud” terus dia sujud, setelah selesai

sholat kita bantu lipat mukenanya, habis itu dia naro

mukenanya ditempatnya lagi, gitu sih

13. Biasanya ada perjanjian ketika anak pulang kerumah, supaya

pembelajaran dan pembiasaan yang diajarkan tidak lupa,

biasanya orang tua kurang konsisten tuh, apa sibuk atau

gimana ya kalo dirumah, menu makanannya juga ga dijaga,

kalau makanan dirumah kan bebas ya, suka “bocor” menu

Page 184: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

yang mereka makan, kaya coklat, susu gitu gitu yang

mengandung gula kan bikin anak lebih aktif ya, terus

berdampak sampai sekolah lagi,

Faktor pendukung dan hambatan

1. Selama menjadi pendamping anak-anak tersebut sholat apa

saja hambatan dan faktor pendukung yang dialami?

Paling kalau mereka lagi ngambek, atau ga mood, ga mau

sholat, ga mau ya gak mau, biarpun kita paksa ya ga mau,

paling kita bilangin aja “yaudah duduk ya” nanti dia duduk

tapi gam au sholat. pendukungnya sih fasilitas yang ada disini

memadai ya, mainan-mainan yang anak-anak suka juga ada

2. Apakah dalam berkomunikasi dengan anak-anak tersebut

bapak/ibu memperlukan suatu media “khusus”? jika iya media

apa saja yang diperlukan?

Kalau sholat sih pakai kita aja pakai contoh buat mereka

3. Apakah efektif komunikasi interpersonal digunakan bapak/ibu

dalam mendampingi anak-anak tersebut sholat? jika efektif

bagaimana contohnya?

Efektif, kita bisa tau dia maunya gimana-gimana, kita liatin,

terus kita tanya dianya, sering kalau Naura itu merespon apa

yang kita tanya walaupun ada beberapa yang dia tidak

mengerti seperti “Naura sudah makan belom?” nanti dia jawab

“sudah” ketika kita tanya lagi “makan pakai apa?” biasanya

dia Cuma “emm emm emmm” aja, karena dia tidak tahu yang

dia makan.

Page 185: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

4. Adakah kejadian ketika sedang praktek sholat ada anak yang

“kambuh” ? apakah mengganggu anak-anak yang lain?

Kalau ganggu sih pasti keganggu ya anak-anak yang lain, pasti

yang lain akan ngeliatin anak tersebut.

5. Ketika ada anak yang sedang “kambuh” bagaimana cara

bpk/ibu berkomunikasi dengan mereka?

kalau ada yang tantrum, kita stop dulu sholatnya anak tersebut,

terus kita bawa kekamar, atau kita ikutin dulu maunya apa,

nanti kita ajak lagi untuk sholat “ayu kita lanjutin yu

sholatnya”

Page 186: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Dokumentasi

Foto Bapak Fauzan selaku kepala sekolah di Rumah Anak

Mandiri Karim.

Foto dengan Pak Putra dan Ibu Etty

Page 187: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Foto ketika wawancara dengan Pak Rozak

Foto ketika wawancara Ibu Sari

Page 188: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Foto ketika Fauzan dibantu untuk memakai sarung

Foto ketika Naura dibantu memakai mukena.

Page 189: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN
Page 190: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Websiterepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49959...KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA GURU DAN ANAK PENYANDANG AUTISME DALAM MENGAJARKAN

Foto ketika anak-anak sholat.