uin syarif hidayatullah jakarta official website · kepada seluruh dosen dan civitas akademik...

183

Upload: others

Post on 11-Nov-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Page 2: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Page 3: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Page 4: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

i

ABSTRAK

Siti Khodijah. NIM 11140460000039. RESPON PRAKTISI PADA

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MELALUI

LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

INDONESIA (LAPSPI). Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas

Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439/2018. viii + 84

halaman 23 lampiran.

Perkembangan Perbankan Syariah yang begitu signifikan tentunya

membawa konsekuensi kemungkinan akan terjadinya suatu masalah yang dapat

menimbulkan sengketa dalam kegiatan transaksi perbankan. Sengketa muncul

diakibatkan oleh berbagai alasan dan masalah, terutama karena adanya conflict of

interest diantara para pihak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis serta

mengkaji mengenai prosedur penyelesaian sengketa yang terjadi di sektor

perbankan, serta mengkaji keberadaan forum alternatif penyelesaian sengketa

yang diamanahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), apakah peraturan tersebut

menjadi ketidakjelasan pengaturandengan peraturan lain mengenai penyelesaian

sengketa atau tidak, implikasi hukum, dan seberapa efektif keberadaan dari

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI).

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan

normatif empiris, dan menggunakan teknik pengumpulan data dengan melakukan

kajian dengan cara studi pustaka, studi lapangan, dengan tahap wawancara, dan

melakukan studi dokumen pada objek yang diteliti.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suatu peraturan baru mengenai

penyelesaian sengketa tidak mengakibatkan ketidakjelasan dengan peraturan lain,

bahkan saling menyempurnakan. Namun khusus mengenai peraturan lembaga

alternatif penyelesaian sengketa perbankan indonesia diharuskan bagi seluruh

sektor perbankan sudah dapat menerapkan, karena lembaga tersebut menjadi

wadah bagi sektor perbankan, nyatanya sampai sekarang hanya sedikit perbankan

syariah yang menerapkan, dikarenakan keberadaan lembaga tersebut cukup baru,

dan belum adanya klausula kontrak yang mewajibkan seluruh perbankan

menggunakannya.

Kata Kunci : Respon Praktisi, Sengketa Perbankan Syariah, Lapspi

Pembimbing : Mustholih, SH.I, MH, CLA

Daftar Pustaka : Tahun 1997 s.d tahun 2018

Page 5: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bismillahirrahmanirahiim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

berkat Rahman dan Rahim-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan

judul “PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MELALUI

LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

INDONESIA (LAPSPI) : STUDI PADA PT. BANK BNI SYARIAH”. Shalawat

serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW semoga

kesejahteraan menyelimuti keluarga dan sahabat Nabi beserta seluruh

pengikutnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata

sempurna karena keterbatasan dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh

penulis. Meskipun demikian, penulis telah memberikan yang terbaik dengan

harapan yang terbaik atas hasil penelitian ini.

Disamping itu, selama proses penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas

dari bantuan banyak pihak yang memberikan doa, bimbingan, dan motivasi

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yag telah

membantu dalam penyusunan skripsi ini. Secara khusus, penulis mengucapkan

terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah Jakarta.

2. Bapak A.M Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Prodi Hukum Ekonomi

Syariah dan Bapak Dr. Abdurrouf, M.A., selaku Sekretaris Prodi Hukum

Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidatullah Jakarta yang telah memberikan arahan dan membantu

penulis secara tidak langsung dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 6: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

vi

3. Bapak Mustolih, SH.I, MH, CLA., selaku dosen pembimbing skripsi yang

senantiasa sabar dalam memberikan bimbingan serta masukan atau saran-

saran yang baik sehingga skripsi ini dapat selesai.

4. Bapak Dr. Syahrul Adam, M.A., selaku dosen penasehat akademik yang

selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

5. Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

mentransfer ilmu bermanfaat dengan ikhlas kepada penulis.

6. Segenap jajaran Staf dan Karyawan akademik, Perpustakaan Fakultas

Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah membantu

penulis dalam pengadaan referensi-referensi sebagai baha rujukan skripsi.

7. Bapak Himawan E Subaintoro selaku Ketua LAPSPI, dan Bapak Bayu

Septian, Manager Litigation Divisi Hukum Bank BNI Syariah yang

senantiasa telah memberikan waktu untuk bisa diwawancarai dan

penjelasan serta arahan dan saran selama penulis melakukan wawancara.

8. Ayahanda Hendri dan Bunda Sumarni yang dengan tulus mendoakan,

mendukung, dan memberikan segalanya kepada penulis, agar ananda dapat

menyelesaikan skripsi ini, Almh. Ibu tercinta RD. Warni berada di

Syurganya Illahi yang menjadikan motivasi penulis dan skripsi ini ananda

persembahan untuk beliau, serta Abangku Muhamad Ridwan, Adikku

Ikhlassul Amal, dan Nenek yang selalu memberikan semangat dan

keceriaan selalu kepada penulis.

9. Kepada Muhamad Reza Palepi S.Ag yang selalu memberikan motivasi,

semangat, serta doa kepada penulis agar skripsi dapat diselesaikan.

10. Kepada Thoivah Nibras yang selalu menemani penulis dalam mencari data

dan memberikan saran terkait proses penelitian, dan Mumtaz Chairunissa,

Fikrotul Jadidah yang selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi sampai pada tahap akhir proses pembuatan skripsi.

11. Temen-temen Hukum Ekonomi Syariah (A) angkatan 2014 yang telah

memberikan dukungan moril kepada penulis, khususnya Maya Agustina,

Page 7: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

vii

Khadijah Nurarafah, Asyifa Delya, Nurfaiqoh, Wienda, Ismy, Faizah

Eferdy.

12. Keluarga besar Karya Salemba Empat Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta (KSE UIN JKT) yang telah memberikan dukungan

baik moril dan terutama materiil kepada penulis dari tahun 2015 sampai

sekarang sehingga penulis dapat tercukupi untuk keperluan serta

kebutuhan dalam pembuatan skripsi.

13. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, penulis berharap

semoga hasil karya ini bisa bermanfaat bagi pihak-pihak yan terkait. Khususnya

bagi peneliti-peneliti yang ingin mengembangkan dan tertarik dengan penelitian

ini menjadi awal untuk melalukan studi berikutnya.

Teriring doa semoga amal yang telah kita lakukan menjadi amal yang tiada

putus pahalanya serta bermanfaat untuk kita semua baik di dunia dan dia akhirat.

Aamiin.

Ciputat, 9 Mei 2018

Penulis

Page 8: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK .................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. v

DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................. 11

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................... 13

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 13

E. Tinjauan (Review) Terdahulu ............................................... 14

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual .......................... 17

G. Metode Penelitian................................................................. 23

H. Sistematika Penulisan .......................................................... 27

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENYELESAIAN

SENGKETA ............................................................................... 29

A. Tinjauan Umum Tentang Sengketa ...................................... 29

B. Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian Sengketa ................ 31

1. Internal Dispute Resolution ............................................ 33

2. Eksternal Dispute Resolution ......................................... 35

a. Litigasi ..................................................................... 35

b. Nonlitigasi ................................................................ 37

C. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan ............................................................. 45

Page 9: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

vi

BAB III GAMBARAN MENGENAI LEMBAGA ALTERNATIF

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

(LAPSPI) .................................................................................... 48

A. Sejarah singkat berdirinya lembaga alternative penyelesaian

sengketa perbankan Indonesia (LAPSPI) ............................ 48

B. Visi dan Misi ........................................................................ 49

C. Struktur Organisasi .............................................................. 50

D. Hak dan Kewajiban Anggota ............................................... 53

E. Penyelesaian Sengketa Melalui Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) ...... 54

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

SYARIAH MELALUI LEMBAGA ALTERNATIF

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

(LAPSPI) PADA PT. BANK SYARIAH ................................. 57

A. Analisis penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui

jalur internal dispute resolution pada PT. Bank BNI Syariah

dan Jalur eksternal dispute resolution pada lembaga

alternative penyelesaian sengketa perbankan Indonesia

(LAPSPI) .............................................................................. 57

B. Analisis Implikasi Hukum Adanya Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia ...... 67

BAB V PENUTUP .................................................................................. 76

A. Simpulan .............................................................................. 76

B. Saran ..................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 79

LAMPIRAN

Page 10: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pengaduan Nasabah Perbankan .............................................................. 4

Tabel 1.2 Laporan Kasus Perbankan ....................................................................... 4

Tabel 1.3 Data Pengaduan Layanan Lembaga Jasa Keuangan ............................... 5

Tabel 1.4 Data penyelesaian Sengketa Basyarnas .................................................. 7

Tabel 2. 1 Daftar LAPS Sektor Jasa Keuangan .................................................... 46

Tabel 4. 1 Klasifikasi Penyelesaian Pengaduan Jasa Keuangan ........................... 61

Tabel 4.2 Kelebihan dan Kekurangan Lembaga Penyelesaian ............................. 68

Page 11: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

viii

DAFTAR GAMBAR

3. 1 Struktur Organisasi LAPSPI .......................................................................... 50

4. 1 Alur Penyampaian dan Penyelesaian Pengaduan ........................................... 59

Page 12: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

1

BAB I

PENDAHULAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbankan memiliki peran strategis dalam kegiatan pembangunan

khususnya di dalam sistem keuangan nasional. Sebagaimana diamanatkan di

dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 pasal 2 tentang Perbankan, fungsi utama perbankan

adalah sebagai lembaga intermediasi yaitu lembaga yang menghubungkan

masyarakat yang mengalami kelebihan dana (surplus of fund) dengan

masyarakat yang mengalami kekurangan dana (lack of fund).

Adapun Bank Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip/aturan/perjanjian berdasarkan

hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan

oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang

syariah dan menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS) dan

Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).1 Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 2 menyatakan bahwa

Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip

syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian, kemudian berdasarkan

Pasal 3 tujuan dalam pembentukan perbankan syariah untuk menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan,

kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Perkembangan Perbankan Syariah yang begitu signifikan tentunya

membawa konsekuensi kemungkinan akan terjadinya suatu masalah yang

dapat menimbulkan sengketa dalam kegiatan transaksi perbankan. Sengketa

muncul diakibatkan oleh berbagai alasan dan masalah, terutama karena

adanya conflict of interest diantara para pihak. Selain itu interaksi yang

1 Ita Tresnawati, Penyelesaian Sengketa Pembiayaan Melalui Cara Non Litigasi Pada PT.

Bank Mandiri Syariah di Surakarta, Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Vol III No. 2 Juli-

Desember 2015, h., 75

Page 13: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

2

sedemikian intensif pula antara bank sebagai pelaku usaha dengan nasabah

sebagai konsumen pengguna jasa perbankan dapat menimbulkan peluang

terjadi friksi atau pergeseran yang menimbulkan perbedaan pendapat. Dalam

keadaan seperti ini apabila tidak segera diselesaikan dapat berubah menjadi

sengketa. Jika dilihat dalam konteks kegiatan transaksional perbankan

syariah, sengketa antara nasabah dan bank selama ini lebih banyak

diakibatkan oleh tiga hal yaitu:2 (1) adanya perbedaan penafsiran mengenai

akad yang sudah disepakati, (2) adanya perselisihan ketika transaksi sudah

berjalan, dan (3) adanya kerugian yang dialami salah satu pihak sehingga

melakukan wanprestasi.

Dalam hal ini, apabila menjadi suatu sengketa nasabah senantiasa

berada pada posisi yang lemah di hadapan bank. Lemahnya posisi nasabah

banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek atau faktor. Posisi nasabah yang

lemah itu berpengaruh terhadap perilaku konsumen, baik secara langsung

maupun tak langsung, yang pada akhirnya akan menyadarkan kita bahwa

kepentingan dan hak-hak konsumen perlu diberikan perlindungan hukum.3

Perlindungan terhadap nasabah yang dirugikan menjadi sangat

berpengaruh terhadap industri perbankan. Nasabah adalah satu-satunya

konsumen produk perbankan. Dalam hubungannya dengan nasabah, bank

mengandung risiko reputasi,4 hal ini dikarenakan bisnis perbankan sangat

berkaitan dengan kepercayaan. Apabila masyarakat percaya pada suatu bank,

maka mereka akan merasa aman menjadi nasabah bank yang bersangkutan,

sebaliknya ketidakpercayaan masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap

kelangsungan bisnis sebuah bank.5

2 Khopiatuziadah, Kajian Yuridis Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah, Jurnal

Legislasi Indonesia. Vol. 10, No. 3, 2013, h., 273 3 Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Penerbit

UNILA, Bandarlampung, 2007, h., 12 4 Risiko Reputasi (Reputation Risk) adalah salah satu jenis risiko bank yang disebabkan

adanya publikasi negatif yang terkaitan dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap

bank. 5 Herliana, Peran Bank Indonesia Sebagai Pelaksana Mediasi dalam Penyelesaian

Sengketa Perbankan, Mimbar Hukum, Vol 22 No.1 1 Februari 2010, h., 141

Page 14: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

3

Terkait dengan dengan penyelesaian sengketa perbankan syariah, Bank

Indonesia pada tahun 2006 mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia

No.8/5/PBI/2006 Indonesia No. 10/1/PBI/2008. Proses penyelesaian mediasi

perbankan ini berlaku bagi bank umum syariah dan konvensional. Bank

Indonesia netral dan memotivasi para pihak yang bersengketa untuk

menyelesaikan sengketanya, Bank Indonesia tidak memberi rekomendasi atau

putusan, putusan mediasi memang murni dari kesepakatan para pihak yang

bersengketa kemudian menandatangani akta kesepakatan yang harus dipatuhi

oleh kedua belah pihak. Peran Bank Indonesia cukup efektif, terlihat bahwa

banyak yang melaporkan diselesaikan secara damai, tetapi masih banyak

masyarakat pula yang tidak mengetahui keberadaan mediasi tersebut.6

Kemudian pada tanggal 31 Desember 2013 secara sah dan

ditandatangani langsung Berita Acara Serah Terima (BAST) oleh Gubernur

Bank Indonesia (Agus D. W. Martowardojo) dan Ketua Dewan Komisioner

Otoritas Jasa Keuangan (Muliaman D. Hadad), atas peralihan fungsi

pengaturan dan pengawasan dari Bank Indonesia (BI) kepada Otoritas Jasa

Keuangan (OJK). Pengawasan terhadap individual bank (mikroprudential)

dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun pengawasan terhadap

makroprudential tetap dilakukan oleh Bank Indonesia, dan berkoordinasi

dengan Otoritas Jasa Keuangan.7 Dengan beralihnya fungsi, tugas dan

wewenang pengawasan perbankan dari Bank Indonesia (BI) kepada Otoritas

Jasa Keuangan (OJK), berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Jasa Keuangan (OJK), maka fungsi mediasi perbankan oleh Bank Indonesia

dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan, maka kemudian OJK dengan

melakukan upaya ikhtiar demi untuk melindungi kepentingan konsumen,

masyarakat dan pihak bank maka dikeluarkanlah peraturan Nomor

1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS).

POJK ini mengatur mekanisme penyelesaian sengketa antar Lembaga Jasa

6 Herliana, Peran Bank Indonesia Sebagai Pelaksana Mediasi dalam Penyelesaian

Sengketa Perbankan, Mimbar Hukum, Vol 22 No.1, 2010 7 Siaran Pers Bersama No.15/56/DKom

Page 15: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

4

Keuangan, termasuk perbankan dengan konsumen baik internal maupun

eksternal.

Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), sepanjang 2007 pengaduan

dari nasabah sebanyak 64.288 pengaduan, dari jumlah tersebut 97,8% adalah

pengaduan nasabah di bidang sistem pembayaran. Sisanya, pengaduan di

bidang penghimpunan dana, penyaluran dana, produk kerjasama dan produk

lainnya.

Tabel 1.1 : Pengaduan nasabah perbankan

Pengaduan nasabah perbankan

Bentuk pengaduan Jumlah %

Sistem pembayaran 97,78

Penghimpunan dana 1,36

Penyaluran dana 0,53

Produk kerja sama 0,29

Produk lainnya 0,03

Sumber : Laporan Bank Indonesia, November 2007

Dari seluruh pengaduan, permintaan penyelesaian dengan cara mediasi

sebanyak 200 kasus. Sampai akhir 2007, BI telah meyelesaikan 90% kasus.

Umunya pengaduan sistem pembayaran terkait layanan ATM.

Tabel 1.2 : Laporan Kasus Perbankan

Bentuk Kasus Jumlah %

Sistem pembayaran 44

Penghimpunan dana 17

Penyaluran dana 17

Produk kerja sama 15

Produk lainnya 7

Sumber : Laporan Bank Indonesia, November 2007

Namun hingga kini, penulis dapatkan data bahwa Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) sudah menerima setidaknya 8.832 pengaduan dari

Page 16: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

5

masyarakat. Pengaduan tersebut merupakan akumulasi sejak tahun 2013

hingga 1 Agustus 2018 :8

Tabel 1.3 : Data Pengaduan Layanan Lembaga Jasa Keuangan

Pengaduan 2013 - 2018 Jumlah %

Layanan Perbankan 53,3 %

Layanan Asuransi 25,8 %

Layanan Pembiayaan 12,7 %

Sumber : Otoritas Jasa Keuangan

Keluhan terbanyak terkait mengenai pembiayaan nasabah atau kredit

nasabah di lingkup perbankan, banyak diantara nasabah yang merasa

keberatan jika agunannya dilelang terkait pembiayaan macet atau kredit

macet. Maka dengan adanya sengketa tersebut lebih baik sebisa mungkin

dapat ditangani secara internal antar nasabah dengan bank yang bersangkutan

Dalam hal ini bank diharuskan merespon dan menyelesaikan setiap

keluhan dan pengaduan yang diajukan nasabah, khususnya yang berkaitan

dengan transaksi keuangan yang dilakukan nasabah melalui bank tersebut.

Perkembangan penyelesaian sengketa beberapa tahun terakhir ini tampaknya

tidak hanya terjadi pada masyarakat yang sedang berkembang, akan tetapi

terjadi juga pada kehidupan masyarakat yang sudah maju atau modern.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan tampaknya kurang memperoleh

kepercayaan yang penuh dari masyarakat. Dalam hal lembaga peradilan yang

berwenang menyelesaikan sengketa perbankan syariah di Indonesia adalah

Peradilan Agama atau disebut litigation process.

Penyelesaian sengketa dalam dunia perbankan dapat diselesaikan

melalui jalur litigasi (pengadilan) dan jalur di luar pengadilan

(nonlitigasi/alternatif sengketa). Penyelesaian sengketa pertama kali

dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 60-an diakibatkan karena

proses di pengadilan yang lama dan berbiaya mahal, dan pada tahun 80-90an

8 https://ekonomi.kompas.com

Page 17: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

6

penyelesaian sengketa melalui jalur alternatif lebih banyak diminati di

kalangan bisnis. Jika dapat dilihat di negara Indonesia sendiri bahwa

penyelesaian sengketa perbankan syariah sendiri melalui jalur litigasi tidak

jauh berbeda dengan negara lain, bahwa penyelesaiannya cukup lama dan

berlarut-larut, mahal, yang mana prosedur penyelesaiannya yang begitu

formal, dan sangat terbuka untuk umum yang mana membuat pihak bank

tidak dapat menjaga nama baik perusahaan tersebut. Kemudian bahwa

sengketa mengenai perbankan syariah yang begitu banyak namun kembali

kepada permasalahan tiap hakim yang menyelesaikannya bahwa banyak

diantaranya tidak mengerti akan setiap permasalahan perbankan, maka hal

tersebut akan menjadi permasalahan bagi kalangan hakim Pengadilan Agama.

Penulis mendapatkan data bahwa sampai tahun 2017 hanya 120 hakim

yang mempunyai sertifikasi ekonomi syariah dari 3.000 hakim seIndonesia

demikianlah hal tersebut menjadi suatu permasalahan bagi kalangan

pembisnis bahwa tidak adanya kompetensi dalam menyelesaikan perbankan

syariah

Salah satu solusi ialah penyelesaian sengketa di luar pengadilan, karena

bagi masyarakat tidak terdapat keharusan untuk menyelesaikan suatu

sengketa melalui proses acara di pengadilan, tetapi para pihak dapat memilih

menyelesaikan sengketa yang terjadi dengan cara perdamaian9. Dengan

segala macam kemudahan yang ditawarkan, metode ini dapat digunakan oleh

para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau

dikenal dengan alternatif penyelesaian sengketa sebenarnya bukan hal baru

dalam kehidupan masyarakat Indonesia, hanya saja pengaturannya yang baru

beberapa dekade ini dimasukkan ke dalam undang-undang.

Adapula penyelesaian sengketa melalui jalur diluar pengadilan yaitu

Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), demikian bahwa jalur tersebut

lebih pada mengedepankan sisi perdamaian, dikarenakan memang jalur

9 Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman

Page 18: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

7

tersebut untuk menghindari permusuhan antar dikalangan pembisnis,

meskipun memang putusannya ada diantara pihak yang kalah, tetapi kedua

belah pihak menjalankan putusan tersbeut tanpa adanya permusuhan, tetapi

memang jika melihat Basyarnas dengan pengadilan, kian hari jalur tersebut

kurang diminati oleh masyarakat atau dimungkinkan dikarenakan tidak

diketahuinya oleh masyarakat. banyak hal memang yang membuat basyarnas

lebih pada berbenah diri agar lebih baik, sampai saat ini tidak adanya website

Basyarnas yang menyediakan informasi uptodate terkait kegiatannya, dan

laporan tiap bulannya. Kemudian anggota dari Basyarnas pun mereka yang

mempunyai kesibukan di profesi lain pula, yang membuat kurang adanya

memperhatikan kemajuan dari Basyarnas sendiri, dan bahwa dalam hal

penyelesaian sengketa di dunia perbankan syariah tidak hanya mengerti pada

sisi ilmu kaidah fiqhiyyah, tetapi memang dibutuhkan kompetensi lebih pada

keilmuan perbankan khususnya. Kemudian penulis mendapatkan data

penyelesaian sengketa melalu jalur Basyarnas di tahun 2016 – 2018 :10

Tabel 1.4 : Data Penyelesaian Sengketa Basyarnas

(Tahun) Jumlah

2016 1 Selesai

2017 1 Selesai

2018 1 Proses

Sumber : Sekretaris Basyarnas

Sedangkan sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen bahwa sebenarnya lembaga jasa keuangan dapat dilindungi, yaitu

khusus perbankan, pembiayaan dan asuransi karena lembaga tersebut

termasuk kategori konsumen akhir sesuai dengan Pasal 1 angka (2)11

, tetapi

yang menjadi permasalahan ialah bahwa setiap putusan pihak Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) terkadang tidak sesuai dengan

kompetensi dalam setiap putusannya, dan anggota dari pihak BPSK pun

10

Interview Pribadi Bapak Ahmad Jauhari, Sekretaris Basyarnas, Tangerang Selatan, 27

Maret 2018 11

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain

dan tidak untuk diperdagangkan.

Page 19: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

8

sesuai dengan pasal 3612

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, dan tidak adanya website yang berada di tiap daerah agar dengan

mudahnya masyarakat mengakses.

Namun, semenjak Otoritas Jasa Keuangan memberikan amanah kepada

Asosisasi-asosiasi perbankan untuk membentuk suatu lembaga yang mana

khusus untuk menyelesaikan suatu sengketa pada dunia perbankan atau

dikenal dengan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia (LAPSPI) dan untuk melindungi konsumen, jika dilihat dalam

Pasal 6 POJK No.1/POJK.07/2014 angka (4)13

, telah jelas dalam hal

menyelesaikan suatu sengketa antar nasabah dan bank, anggota dari LAPSPI

sangat berkompeten di bidang perbankan, dan dalam penyelesaiannya tidak

berlarut-larut sesuai dengan Pasal 2 POJK No.1/POJK.07/2013 huruf (e)14

.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan (yang selanjutnya disebut UUOJK) merupakan ketentuan baru

yang mengatur pelaksanaan kegiatan sektor jasa keuangan di Indonesia.

Pemberlakuan UUOJK telah membawa harapan dan kepastian hukum

terhadap pelaksanaan kegiatan di sektor jasa keuangan yakni dengan

pembentukan suatu lembaga Otoritas Jasa Keuangan (yang selanjutnya

disebut OJK). Sesuai dengan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UUOJK) bahwa OJK

merupakan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,

yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan,

pemeriksaan dan penyidikan kegiatan di sektor jasa keuangan. Salah satu

tujuan pembentukan OJK sesuai dalam Pasal 4 huruf (c) Undang-Undang

Otoritas Jasa Keuangan (UUOJK) ialah untuk melindungi kepentingan

konsumen dan masyarakat yang menggunakan atau memanfaatkan pelayanan

12

(a) pemerintah, (b) pelaku usaha, (c) lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat, (d) akademis, dan (e) tenaga ahli. 13

Angka (4) Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa mempunyai sumber daya yang

memadai untuk melaksanakan fungsinya dan tidak bergantung kepada Lembaga Jasa Keuangan. 14

Huruf (e) penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara

sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.

Page 20: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

9

lembaga jasa keuangan. OJK dalam rangka melindungi kepentingan

konsumen dan masyarakat, diberikan kewenangan untuk melakukan edukasi,

pelayanan pengaduan, sampai dengan pembelaan hukum terhadap konsumen

yang dirugikan oleh lembaga jasa keuangan.

Sebelum pemberlakuan UUOJK, pengaturan perlindungan konsumen di

Indonesia telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disebut UUPK).

UUPK merupakan umbrella act dalam perlindungan konsumen di

Indonesia.15

Ruang lingkup pengaturan UUPK pada dasarnya mencakup

perlindungan konsumen terhadap pengunaan barang dan/atau jasa.

Perlindungan hukum yang diberikan oleh UUPK secara umum yakni

perlindungan terhadap penggunaan barang dan jasa. Pada dasarnya konsumen

jasa di sektor jasa keuangan pun dapat dilindungi oleh UUPK manakala

dirugikan oleh pelaku usaha sektor jasa keuangan. Konsumen jasa di sektor

jasa keuangan antara lain konsumen di sektor perbankan, pembiayaan dan

asuransi. Dilihat dalam pemberlakuan UUOJK di satu sisi dapat memberikan

perlindungan hukum bagi konsumen di sektor jasa keuangan, namun di satu

sisi juga menimbulkan ketidakjelasan pengaturannya. Hal ini mengingat

bahwa selama ini payung hukum pelaksanaan perlindungan hukum terhadap

konsumen di Indonesia adalah UUPK.

Dilihat dari pengertian konsumen dalam UUPK dan UUOJK adanya

suatu perbedaan, bahwa UUPK hanya melindungi konsumen dalam

pengertian sebagai konsumen akhir yakni pengguna terakhir atau pemanfaat

akhir suatu produk atau end user.16

Konsumen sebagai pengguna akhir atau

end user di mana tidak ada motif untuk memperoleh keuntungan dari

transaksi yang dilakukan konsumen dengan pelaku usaha. Hal ini berbeda

dengan pengertian konsumen dalam UUOJK Pasal 1 angka (15) yakni

15

Agus Satory, Perjanjian Baku dan Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Bisnis

Sektor Jasa Keuangan: Penerapan dan Implementasinya di Indonesia, Padjadjaran Jurnal Ilmu

Hukum, Vol. 2 No. 2, Agustus 2015, h., 272 16

Ahmadi Miru & Sutarman Yado, Hukum Perlindungan Konsumen, RajaGrafindo

Persada, Jakarta, 2007, h., 7

Page 21: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

10

konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau

memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan.

Dalam hal pembentukan UUPK telah memberikan kemudahan-

kemudahan bagi konsumen dalam rangka perlindungan terhadap konsumen,

antara lain berkaitan tempat pengajuan gugatan di tempat kedudukan

konsumen, pembalikan beban pembuktian (unsur kesalahan), serta pengakuan

adanya gugatan perwakilan kelompok atau class action. Selain itu, UUPK

juga telah menentukan lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa

konsumen dan pelaku usaha di luar pengadilan yakni dilaksanakan oleh

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (yang selanjutnya disebut BPSK)

dengan segala kemudahan yang telah atur oleh UUPK.

Dalam hal OJK melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat

juga telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

(POJK Perlindungan Konsumen) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS)

Sektor Jasa Keuangan (POJK LAPS). Kedua POJK di atas telah menentukan

bahwa penyelesaian sengketa konsumen dapat diselesaikan melalui

pengadilan atau pun di luar pengadilan yakni melalui Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa (LAPS) di sektor jasa keuangan.

Pengaturan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan dalam

UUOJK pada dasarnya memang merupakan peraturan khusus yang mengatur

mengenai perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan. Namun karena

adanya perbedaan definisi konsumen dalam UUPK dan UUOJK maka secara

umum UUPK bukan merupakan lex generalis dari UUOJK. UUOJK dapat

dipandang sebagai lex specialis dari UUPK sepanjang mengenai konsumen

dalam pengertian konsumen menurut UUPK. Hal ini mengingat bahwa tidak

semua ketentuan dalam UUPK dapat diterapkan bagi semua konsumen di

sektor jasa keuangan, karena UUPK hanya melindungi konsumen dalam

pengertian sebagai konsumen akhir. Perlindungan hukum terhadap konsumen

jasa keuangaan pasca pemberlakuan UUOJK dapat mengacu pada UUPK

Page 22: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

11

dan/atau UUOJK. Bagi konsumen di sektor jasa keuangan yang merupakan

konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam UUPK, maka konsumen

mendapatkan perlindungan dari UUPK dan UUOJK beserta POJK.

Sedangkan bagi konsumen di sektor jasa keuangan yang bukan

merupakan konsumen akhir, maka konsumen di sektor jasa keuangan tersebut

hanya mendapatkan perlindungan dari UUOJK dan POJK. Dalam penerapan

Peraturan OJK Nomor 1/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa

Keuangan, bahwa semua Perbankan dan Perusahaan Pembiayaan wajib punya

LAPS, setiap Perusahaan wajib mendaftarkan LAPS berdiri paling lambat

pada Desember 2015.

Kemudian selama ini setiap konsumen atau nasabah tidak mengetahui

bagaimana cara dalam menyelesaikan sengketa atau suatu permasalahan,

hingga kini nasabah hanya mengetahui jika adanya suatu permasalahan

langsung mengurus hal tersebut ke Pengadilan Agama, namun jauh sebelum

itu, pihak lembaga jasa keuangan mempunyai pengaturan lain yaitu sedapat

mungkin permasalahan antar nasabah dapat diselesaikan pada tahap internal

dispute resolution, dikarenakan ketidaktahuan nasabah mengenai pengaturan

yang terjadi dalam setiap permasalahan yang ada.

Oleh karena itu melihat banyak wadah penyelesaian sengketa yang ada,

maka dalam hal ini sangat menarik dan penting untuk dibahas dalam kajian

penelitian penulis, dengan melihat respon pada setiap corporate dengan

adanya keberadaan LAPSPI khusus untuk menyelesaikan sengketa di luar

pengadilan dan dari segi prosedur dan penerapan melalui jalur internal

dispute resolution pengaturannya dalam suatu perusahaan. Maka peneliti

tertarik untuk mengadakan sebuah penelitian yang berjudul “Respon Praktisi

Pada Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI)”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan suatu permasalahan terkait dengan

judul yang sedang dibahas. Masalah-masalah yang sudah tertuang pada

Page 23: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

12

sub bab latar belakang diatas, maka dari itu penulis memaparkan beberapa

permasalahan yang ditemukan sesuai dengan bagian latar belakang

penelitian ini, antara lain:

a. Bagaimana penerapan perusahaan perbankan syariah pra dan pasca

pemberlakuan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia (LAPSPI)?

b. Bagaimana penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui jalur

Internal Dispute Resolution pada PT. Bank BNI Syariah?

c. Apa saja yang menjadikan hambatan dalam mendirikan Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia pada PT. Bank

BNI Syariah?

d. Bagaimana minat nasabah perbankan syariah dalam penyelesaian

sengketa di Luar Pengadilan baik Pra dan Pasca pemberlakuan

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI)?

e. Bagaimana putusan dalam menyelesaikan sengketa Konsumen baik

dalam pemberlakuaan UUPK (BPSK) dan UUOJK (LAPS)?

2. Pembatasan Masalah

Bertolak dari identifikasi masalah di atas dan mengingat

keterbatasan peneliti terkait tenaga, waktu, biaya, kemampuan teoritis dan

metodologis maka peneliti memberikan pembatasan dalam upaya

penulisan ini. Ruang lingkup dibatasi oleh peneliti, dan hanya meneliti segi

implementasi penyelesaian sengketa perbankan syariah pada LAPSPI.

3. Perumusan Masalah

Untuk dapat lebih memfokuskan penelitian ini, maka masalah hanya

akan peneliti batasi pada penerapan penyelesaian sengketa di Perbankan

Syariah pasca pemberlakuan Undang-Undang OJK, maka dapat diajukan

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui jalur

Internal Dispute Resolution dan Eksternal Dispute Resolution pada

Page 24: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

13

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI)?

2. Bagaimana Implikasi hukum pada Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI)?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui jalur

Internal Dispute Resolution dan Eksternal Dispute Resolution pada

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI)?

2. Mengetahui Implikasi hukum pada Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

dasar pemikiran dalam upaya pengembangan keilmuan dengan disiplin

ilmu di bidang hukum keperdataan ekonomi syariah khususnya dalam

lingkup hukum perbankan syariah terutama tentang alternatif penyelesaian

sengketa perbankan syariah.

2. Manfaat Praktis

Kegunaan praktis merupakan kegunaan yang secara langsung dapat

bermanfaat bagi penulis :

a. Memperluas wawasan pengetahuan bagi peneliti dalam bidang hukum

perbankan syariah yang berkaitan dengan alternatif penyelesaian

sengketa perbankan syariah di Indonesia.

b. Sumbangan pemikiran, bahan bacaan dan sumber informasi serta

bahan kajian bagi yang memerlukan untuk memperluas

Page 25: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

14

pengetahuannya mengenai alternatif penyelesaian sengketa perbankan

syariah di Indonesia.

c. Sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana pada Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

E. Tinjauan(Review) Studi Terdahulu

Literatur review merupakan bagian penting dalam proses penelitian.

Proses ini dimulai dengan menggali sumber data penelitian sebelumnya yang

relevan dengan permasalahan yang akan dibahas, selanjutnya peneliti akan

menganalisis mengenai perbedaan dan persamaan dari penelitian yang sudah

ada dengan tujuan agar tidak ada pembahasan yang sama yang saling

bertentangan. Literatur review atau kajian pustaka dapat diambil dari berbagai

jenis penelitian seperti jurnal penelitian, disertasi, tesis, skripsi, laporan hasil

penelitian, makalah dan lain sebagainya. Oleh karena itu dibawah ini

merupakan literatur review yang dapat peneliti simpulkan beserta aspek

pembeda dengan penelitian sebelumnya. Diantara lain yaitu :17

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Yusuf Wahyu Wibowo, “Alternatif

Penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa (LAPSPI)”, jurusan keperdataan, Fakultas Hukum, Mahasiswa

Universitas Lampung Tahun 2017. Dalam skripsi inihanya menjelaskan

mengenai bentuk-bentuk dan prosedur-prosedur dalam penyelesaian sengketa

melalui LAPSPI sampai tahap akhir dalam penyelesaian sengketa konsumen

perbankan. Sedangkan dalam penelitian yang saya tulis, terdapat kesamaan

mengenai pembahasan dalam penyelesaian sengketa konsumen perbankan di

LAPSPI. Namun pembedanya adalah penulis lebih memfokuskan pada sisi

penerapan LAPSPI itu sendiri pada PT Bank BNI Syariah pasca UUOJK dan

pra UUOJK.

17

Bahrudin Nur Tanjung Ardial, dikutip dari pedoman penulisan karya ilmiah(proposal,

skripsi, tesis, dan mempersiapkan diri menjadi penulis artikel ilmiah), ed. 1 cet. 5, (Jakarta:

Kencana, 2010), h., 7

Page 26: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

15

Kedua, skripsi yang ditulis oleh Muh. Dasril Tri Nurrachmat, “Prosedur

Mediasi Perbankan di Era OJK”, jurusan keperdataan, Fakultas Hukum,

Mahasiswa Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2016. Dalam skripsi ini

menjelaskan bahwa dalam menyelesaikan suatu sengketa di luar pengadilan,

dapat melalui mediasi perbankan oleh Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) atau dengan fasilitas penyelesaian

sengketa oleh OJK. Dan mengenai penjelasan terkait kelebihan mediasi

perbankan diera OJK, dan kelemahan mediasi perbankan diera OJK.

Sedangkan pembeda dalam penelitian yang saya tulis, lebih memfokuskan

pada PT Bank BNI Syariah mengenai cara penyelesaian sengketa konsumen

baik pra UUOJK maupun pasca, dan melihat pula sejauh mana cara

penyelesaian sengketa cepat terselesaikan, dan banyak ditempuh atau diminati

oleh konsumen.

Ketiga, jurnal yang ditulis oleh Agus Suwandono, “Implikasi

Pemberlakuan UUOJK terhadap Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

dikaitkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen”, jurusan Hukum

Ekonomi, Fakultas Hukum, Mahasiswa Universitas Padjajaran tahun 2016

Volume XXI no. 1 Tahun 2016. Dalam jurnal ini menjelaskan mengenai

pengaturan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan dalam UUOJK.

Perlindungan hukum terhadap konsumen jasa keuangaan pasca pemberlakuan

UUOJK dapat mengacu pada UUPK dan/atau UUOJK. Sedangkan dalam

penelitian yang saya tulis, terdapat kesamaan mengenai pembahasan

perlindungan hukum konsumen pasca adanya UUOJK. namun pembedanya

adalah penulis memfokuskan pada studi perusahaan dalam penyelesaian

sengketa konsumen perbankan yaitu Bank BNI Syariah

Keempat, jurnal yang ditulis oleh Ema Rahmawati dan Rai Mantuli,

“Penyelesaian Sengketa melalui Lembaga Alternatif di Sektor Jasa

Keuangan”, Dosen Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran, Volume 3 No. 2

Tahun 2016. Dalam jurnal ini mengkaji bagaimana konsep alternatif

penyelesaian sengketa sebagaimana diatur dalam POJK No. 1/2014 dikaitkan

dalam sistem penyelesaian sengketa perdata yang ada. Sedangkan sisi

Page 27: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

16

pembeda dalam penelitian yang saya tulis, terdapat pada sejauh mana cara

penyelesaian sengketa yang cepat terselesaikan baik pasca dan pra UUOJK,

sehingga terdapat adanya kepastian hukum bagi para pihak konsumen.

Kelima, jurnal yang ditulis oleh Sekoni Abiola Muttalib, “Legal and

Regulatory Issues and Challenges Inhibiting Globalization of Islamic

Banking System”, IIUM Institute of Islam Banking and Finance, International

Islamic university malaysia, kuala lumpur. malaysia tahun 2015.

In this journal explain to find the common practice is subjecting Islamic

banks’ disputed cases to the same legal system as the conventional

counterparts under the adjudication of the same civil court and Judges

without considering the different nature of Islamic legal system. This is the

situation in all the countries most especially Malaysia and Saudi Arabia

considered to be the biggest Islamic finance markets. This implies that

jurisdiction of Shari’ah courts does not cover issues concerning banking and

finance. The situation in Saudi Arabia is quite similar to that of Malaysia.

Arbitration of disputes involving Islamic Finance Institution in Saudi Arabia

is under the purview of the Banking. Pembeda dalam penelitian saya bahwa

dalam lingkup perbankan syariah begitu banyak lembaga penyelesaian

sengketa berada di Indonesia saat ini, dan berdasarkan POJK, lembaga

penyelesaian sengketa dapat menyelesaikan lingkup perbankan kovensional

dan syariah, dan dalam lingkup peradilan pun berbeda khusus perbankan

syariah maka diselesaikan di pengadilan agama, persamaannya bahwa di

negara malaysia hanya mempunyai sistem hukum dalam penyelesaian

sengketa yang mana penyelesaianya menggunakan sistem yang sama

diselesaikan dalam lingkup peradilan baik itu perbankan syariah dan

konvensional.

Keenam, jurnal yang ditulis oleh Yassir Rahouti, “Islamic Finance &

Dispute Resolution Master’s thesis for International Business Law”, Thesis

supervisors: Jing li & D.A. Pereira Dias Nune, 2015. In this journal explain to

find there seems to be a negative view on Islamic law in the Dutch society

and politics. ive view on Islamic law in the Dutch society and politics. This

Page 28: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

17

leads to the conclusion that the Dutch Legal system will not acknowledge the

choice of Islamic Law in contracts in Islamic Finance disputes and that

alternative forms of dispute resolution in the Netherlands do not provide a

solution for the possible rejection of the Sharia by the Dutch courts. Pembeda

dengan penelitian penulis bahwa dalam hukum belanda mengenai lembaga

alternatif dalam penyelesaian sengketa mereka tidak mengenalnya,

dikarenakan lembaga alternatif tidak dapat memberikan solusi bagi hukum

perbankan di Belanda, persamaannya bahwa dalam penelitian saya terdapat

peradilan agama yang mampu berupaya dalam membantu menyelesaikan

sengketa di lingkup perbankan di Indonesia dan di Belanda.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual

1. Kerangka Teori

Teori dalam penelitian ilmiah adalah sebuah kemestian karena

merupakan inti dari penelitian ilmiah dimaksud.18

Teori secara bahasa

adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung

oleh data dan argumentasi. Kata teori berasal dari kata theoria yang artinya

pandangan dan wawasan.19

Kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah

hukum mempunyai 4 (empat) ciri, yaitu (a) teori-teori hukum, (b) asas-

asas hukum, (c) doktrin hukum dan (d) ulasan pakar hukum berdasarkan

pembidangan kekhususannya.20

Menurut Abdul Kadir Muhammad, kerangka teoritis dalam

penulisan karya ilmiah merupakan susunan dari beberapa anggapan,

pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis

menjadikan landasan acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam

penelitian atau penulisan.21

18

Muktar Fajar & Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h., 92 19

Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Edisi Revisi, cet-VI (Yogyakarta: Cahaya Atma

Pustaka, 2012) , h., 4 20

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h., 79 21

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum dan Peneitian Hukum, Cet. Ke 1 (Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2004), h., 72

Page 29: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

18

Pada dasarnya penyelesaian sengketa merupakan hal yang sangat

biasa terjadi dalam kegiatan usaha atau bisnis, dimana dapat berujung pada

suatu permasalahan/sengketa. Teori hukum yang berkaitan dengan

pembahasan penyelesaian sengketa melalui Lembaga Alternatif

Penyelesain Sengketa Perbankan Indonesia(LAPSPI) terdiri dari teori

kebutuhan manusia, teori strategi penyelesaian sengketa, teori keadilan dan

teori kepastian hukum.

Teori yang menganalisis faktor penyebab timbulnya sengketa karena

tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, yaitu teori kebutuhan

manusia yang dikemukakan oleh Simon Fisher. Teori kebutuhan manusia

berasumsi bahwa:22

“Penyebab terjadinya sengketa adalah oleh kebutuhan dasar manusia

baik fisik, mental, dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi.

Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering

merupakan inti pembicaraan”.23

Teori yang dikembangkan oleh Simon Fisher, dkk., diilhami oleh

teori yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, yang disebut “hierarki

kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika

satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi

mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Hal tersebut menjadi

penyebab terjadinya suatu sengketa.

Kemudian jika ditinjau dari aspek teoretis, bahwa teori strategi

penyelesaian sengketa menggunakan lembaga yang hidup dan berkembang

dalam masyarakat adalah dibolehkan. Hal tersebut tampak dari model

penyelesaian sengketa yang ditawarkan oleh Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z.

Rubin, yang mana mengemukakan ada lima strategi dalam penyelesaian

sengketa, yaitu meliputi contending (bertanding), yielding (mengalah),

problem solving (pemecahan masalah), with drawing (menarik diri).24

22

Salim HS, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2014, Cet. Ketiga), h., 144. 23

Ibid h., 146 24

Ibid h., 164

Page 30: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

19

Dari kelima cara penyelesaian sengketa yang sesuai dengan nasabah

dan pihak yang terkait yaitu menggunakan strategi penyelesaian sengketa

dengan cara problem solving, dengan mencari pemecahan suatu masalah

sehingga dapat terselesaikan masalah antar kedua belah pihak.

Kemudian teori keadilan juga bisa diterapkan dalam menyelesaikan

persoalan sengketa pada LAPSPI. Menurut teori keadilan salah seorang

ahli yaitu John Rawls yang dikenal sebagai salah seorang filsuf yang

secara keras mengkritik sistem ekonomi pasar bebas khususnya teori

keadilan pasar sebagaimana yang dianut Adam Smith.

"Prinsip Keadilan Distributif Rawls:

Karena kebebasan merupakan salah satu hak asasi paling penting

dari manusia. Rawls sendiri menetapkan kebebasan sebagai prinsip

pertama dari keadilannya berupa, "Prinsip Kebebasan yang sama". Prinsip

ini berbunyi "Setiap orang harus mempunyai hak yang sama atas sistem

kebebasan dasar yang paling luas sesuai dengan system kebebasan serupa

bagi semua". Ini berarti pada tempat pertama keadilan dituntut agar semua

orang diakui, dihargai, dan dijamin haknya atas kebebasan secara sama".25

Berdasarkan keadilan, keterbukaan diberikan kepada setiap orang

dan yang menjadi haknya, memberi ciri khas kepada keadilan sebagai

norma moral. Pertama, keadilan selalu tertuju kepada orang lain. Kedua,

keadilan harus ditegakkan. Ketiga, keadilan selamanya menuntut

kesetaraan, permasalahan keadilan dalam dunia bisnis, masih menjadi

topik penting. Keadilan akan terus diupayakan untuk dicapai, sesuai

dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara yang tercantum dalam sila ke lima didalam Pancasila, yaitu

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk terwujudnya keadilan,

dibutuhkan kemampuan bersikap etis.

Sedangkan berdasarkan teori kepastian hukum Gustav Radbruch

mengemukakan 4 (empat) hal mendasar yang berhubungan dengan makna

kepastian hukum, yaitu :

25

Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.,34

Page 31: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

20

a. Bahwa hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu adalah

perundang-undangan.

b. Bahwa hukum itu didasarkan pada fakta artinya didasarkan pada

kenyataan.

c. Bahwa fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga

menghindari kekeliruan dalam pemaknaan mudah dilaksanakan.

d. Bahwa hukum positif tidak boleh mudah diubah.26

"Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya

bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri.

Kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari

perundang-undangan. Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka menurut

Gustav Radbruch, hukum positif yang mengatur kepentingan-kepentingan

manusia dalam masyarakat harus selalu ditaati meskipun hukum positif itu

kurang adil”.

Pendapat mengenai kepastian hukum dikemukakan pula oleh Jan M.

Otto, yaitu bahwa kepastian hukum dalam situasi tertentu menyaratkan

sebagai berikut :

a. Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten dan

mudah diperoleh (accesible), yang diterbitkan oleh kekuasaan Negara;

b. Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan aturan-

aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat;

c. Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan

karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan;

d. Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak

menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu

mereka menyelesaikan sengketa hukum; dan

e. Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.

Dalam hal ini penyelesaian sengketa LAPSPI, maka diperlukan

konsep atau model yang diharapkan bisa digunakan yaitu berdasarkan

26

Memahami Kepastian (dalam) Hukum.https: //ngobrolinhukum.wordpress.com

2013/02/05-memahami-Kepastian-dalam-hukum.

Page 32: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

21

landasan, asas dan tujuan dari keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

itu sendiri yaitu dalam pembentukan LAPSPI, yang didasari dari keinginan

Ototitas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan regulasi baru dalam hal

melindungi kepentingan konsumen atau nasabah, dan menjadi wadah bagi

lembaga jasa keuangan dalam hal penyelesaian suatu permasalahan yang

terjadi. Kemudian diperlukan suatu hal yaitu hukum yang mengatur dan

menjalankan mengenai penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan,

agar adanya suatu kepastian hukum, sama halnya seperti teori Gustav

Radbruch.

Namun, apabila didasarkan pada teori Lawrence Meir Friedman,

berhasil atau tidaknya penegakan hukum bergantung pada substansi

hukum, struktur hukum dan budaya hukum, maka dari itu diperlukan suatu

pengaturan berupa metode serta rekemondasi yang dapat di gunakan untuk

persoalan sengketa yang sering kali terjadi di dalam lingkup masyarakat.

2. Kerangka Konseptual

sengketa

BANK NASABAH

Internal Dispute

Resolution

Eksternal

Dispute

Resolution

Litigasi

Pengadilan

Non Litigasi

LAPSPI

Persyaratan

Penyelesaian

Sengketa

Prosedur

Penyelesain Bentuk-bentuk

penyelesaian

Tidak sepakat

Page 33: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

22

Interaksi antara nasabah dan bank kadangkala terjadi perselisihan

yang apabila tidak segera diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa.

Saat terjadi sengketa yang disebabkan oleh adanya kerugian nasabah yang

ditimbulkan dari transaksi keuangan dan diduga karena kesalahan atau

kelalaian pihak bank, maka nasabah dapat mengajukan pengaduan kepada

pihak bank, dan bank wajib melayani dan menyelesaikan adanya

pengaduan nasabah, dengan kata lain sengketa tersebut wajib terlebih

dahulu diselesaikan oleh pihak perusahaan (bank) Internal Dispute

Resolution. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan, naka dapat diselesaikan

sengketa tersebut melalui jalur litigasi (pengadilan) dan nonlitigasi (luar

pengadilan).

Penyelesaian sengketa nonlitigasi (luar pengadilan) sebagaimana

yang diamanatkan dalam Pasal 2 POJK Nomor 1/POJK.07/2014 tentang

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan

dilakukan melalui LAPSPI sebagai lembaga LAPS yang ditetapkan oleh

OJK. Pihak nasabah dan bank pun dapat memilih bentuk-bentuk

penyelesaian sengketa yang disepakati dan bersedia mengikuti prosedur

sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan LAPSPI. Kemudian

penulis pun mendata sejauh mana cara penyelesaian sengketa di LAPSPI

dapat terselesaikan, dilihat dari segi jumlah, dan output yang didapat oleh

nasabah (konsumen).

Untuk menghindari adanya pemahaman yang luas, maka penulis

memberikan batasan-batasan pengertian sebagai berikut:

a. Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal

dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik

yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.27

b. Perbankan Syariah adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya

berdasarkan hukum Islam.28

27

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2013, h., 3. 28

Diakses pada tanggal 13 januari 2018 https://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah

Page 34: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

23

c. Lembaga alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga yang

melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

d. Internal Dispute Resolution adalah penyelesaian sengketa yang dapat

diselesaikan melalui lingkup internal perusahaan (lembaga jasa

keuangan).

e. Ekstenal Dispute Resolution adalah penyelesaian sengketa yang dapat

diselesaikan melalui jalur diluar pengadilan.

G. Metode Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang

didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan

untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

menganalisisnya. Untuk itu diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap

fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan.29

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisisnya:

1. Jenis Penelitian

Dalam jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif

yang bersifat deskriptif. Sifat penelitian kualitatif yaitu penelitian yang

tidak mengadakan perhitungan matematis, stastistik dan lain sebagainya,

melainkan menggunakan penekanan ilmiah.30

Mengenai penelitian deskriptif, metode ini bertujuan untuk

menggambar sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset

dilakukan dan memeriksa sebab dari suatu gejala tertentu.31

Penelitian

29

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia UI-Press,

Jakarta, 2008 h., 43 30

Lexy Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, edisi revisi, (Bandung : PT. Remaja

Rosyada Karya, 1997), h., 6 31

Husen Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT.Raja

Grafindo Persada, 2004), h.,22

Page 35: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

24

deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk menguraikan tentang sifat-sifat dari

suatu keadaan dan sekedar memaparkann uraian (data dan informasi) yang

berdasarkan pada fakta yang diperoleh dari lapangan.

Penelitian ini mendasarkan kepada penelitian hukum yang dilakukan

dengan memakai pendekatan normatif empiris, yang mana metode

penelitian hukum normatif empiris ini pada dasarnya merupakan

penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya

penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris

mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang)

dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam

suatu masyarakat.

2. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini untuk

mendukung informasi dan data yang digunakan dalam penelitian meliputi

ketiga bahan sebagai berkut :32

a. Bahan hukum primer

Bahan Primer merupakan bahan-bahan hukum yang bersifat

autoritatif artinya mempunyai otoritas dan juga mengikat. Bahan atau

data-data yang diperoleh secara langsung dengan melakukan interview

atau wawancara kepada pihak Perbankan Syariah terkait pengetahuan

dalam menyelesaikan sengketa perbankan melalui jalur LAPSPI, dan

wawancara ke berbagai pihak LAPSPI, dan pihak pendukung lainnya.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan penjelasan

tehadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan

dalam penelitian ini bersumber dari :

a) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

32

Nico Ngani, Metodologi Penelitian Hukum dan Penulisan Hukum, cetakan pertama

(Jakarta : Pustaka Yustisia, 2012), h., 78-79

Page 36: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

25

b) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan.

c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

d) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 perubahan atas undang-

undang Nomor 7 Tahun 1992 Perbankan

e) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian sengketa Umum.

f) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 atas perubahan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

g) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

h) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2014 tentang

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.

i) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/SEOJK.07/2014

tentang Pelaksanaan Edukasi Dalam Rangka Meningkatkan Literasi

Keuangan kepada Konsumen dan/atau Masyarakat.

j) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 54/SEOJK.07/2016

tentang Monitoring Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di

Sektor Jasa Keuangan.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan-

bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan-penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya

dari bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku ilmu hukum

khususnya mengenai hukum penyelesaian sengketa dan hukum

perbankan syariah, bahan kuliah, jurnal hukum, artikel koran, dan

media internet maupun literatur-literatur yang berkaitan dengan

penelitian atau masalah yang akan dibahas.

3. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dengan cara :

Page 37: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

26

a. Observasi adalah proses penelitian, mengamati, dan menganalisis

terhadap objek yang diteliti.33

Jadi penulis secara langsung datang ke

lokasi penelitian untuk memperoleh data dan informasi mengenai

implementasi terkait prosedur penyelesaian sengketa perbankan syariah

pasca pemberlakukan LAPSPI.

b. Interview/wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu

dimana percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak yaitu

pewawancara yang mengajukan pertanyaan serta diwawancarai yang

memberikan jawaban atas pertanyaan. Metode ini dilakukan dengan

memberikan sejumlah pertanyaan kepada responden. Jadi teori

wawancara ini dilakukan dengan melakukan tanya jawab langsung

kepada para pimpinan Bank atau suatu Badan atau Lembaga, marketing

dan AO (Account Officer) sebagai sumber informasi dalam penelitian

dengan pedoman wawancara yang telah peneliti tetapkan, sehingga

diperoleh data-data yang diperlukan oleh penulis.

c. Studi Dokumentasi ini dapat menelaah bahan-bahan atau data-data yang

diambil dari dokumentasi atau berkas-berkas lembaga LAPSPI atau dari

data-data pihak perusahaan, mengenai latar belakang penyelesaian

sengketa pra dan pasca UUOJK.

4. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan mengurai sesuatu sampai ke

komponen-komponennya dan kemudian menelaah hubungan masing-

masing komponen dengan keseluruhan konteks dari berbagai sudut

pandang. Penelaah dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah

ditetapkan.34

Data yang akan dikumpulkan akan diolah, dianalisis, dan

dinterpretasikan, untuk dapat menggali dan menjawab permasalahan yang

telah dirumuskan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu data

33

Lexy Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, edisi revisi, (Bandung : PT. Remaja

Rosyada Karya, 1997), h., 55 34

Sri Mamudji, dkk. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, 2005. h.,67

Page 38: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

27

primer dengan cara wawancara (interview), kemudian dianalisis dan

dipadukan atau dikaitkan dengan sumber data sekunder yaitu peraturan

perundang-undangan atau peraturan otoritas jasa keuangan kemudian

dilakukan penarikan kesimpulan dari hasil wawancara penulis mengenai

penyelesain sengketa perbankan syariah menurut respon para praktisi

perbankan syariah mengenai keberadaan Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI).

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan oleh Penulis dalam

skripsi ini disesuaikan dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah pada

buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta 2017”.

H. Rancangan Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk mempermudah

penjabaran dan pemahaman tentang permasalahan yang dikaji serta untuk

memberikan gambaran garis besar mengenai tiap-tiap bab sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, memuat latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tujuan (review) studi terdahulu,

kerangka teori, metode penelitian, rancangan sistematika

penulisan dan daftar pustaka.

BAB II : Tinjauan umum mengenai sengketa, penyelesaian sengketa,

internal dispute resolution, eksternal dispute resolution, jalur

litigasi, jalur nonlitigasi, dan tinjuan umum mengenai lembaga

alternatif penyelesaian sengketa.

BAB III : Gambaran mengenai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia membahas mengenai sejarah berdirinya,

tujuan dan manfaat berdirinya,prosedur penyelesaian sengketa,

Page 39: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

28

persyaratan penyelesaian sengketa, dan bentuk-bentuk

penyelesaian sengketa

BAB IV : Analisis Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(Lapspi) Pada PT. Bank BNI Syariah.

BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Page 40: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

29

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PENYELESAIAN SENGKETA

A. Tinjauan Umum Tentang Sengketa

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup dalam

ikatan kelompok, golongan, atau kerukunan sebagai suatu kesatuan sosial,

untuk memenuhi keperluannya manusia mengadakan hubungan satu sama

lain. Dalam hal ini perkembangan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari

perkembangan hukum. Begitu pula sebaliknya. Masyarakat saat ini yang

modern dengan segala kompleksitas permasalahan, tidak jarang timbul

sengketa.1

Sengketa biasanya bermula dari satu situasi dimana ada pihak yang

merasa dirugikan oleh pihak lain. hal ini diawali oleh perasaan tidak puas

yang bersifat subjektif dan tertutup. Pihak yang merasa dirugikan akan

menyampaikan ketidakpuasannya pada pihak kedua. Apabila pihak kedua

dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama selesailah masalah tersebut.

Sebaliknya, jika reaksi dari pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat

atau memiliki nilai-nilai yang berbeda, terjadi apa yang dinamakan dengan

sengketa.2

Konflik atau sengketa berasal dari terminologi kata bahasa Inggris

conflict, yang berarti persengketaan, perselisihan, percekcokan atau

pertentangan.3 Menurut Rachmadi Usman sengketa adalah pertentangan

antara kedua belah pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda

tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat

hukum bagi keduanya.4

1 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan salah satu bentuk penyelesaian sengketa

berdasarkan asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, (PT. Alumni: Bandung, 2013), h., 34 2 Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution (Teknik dan Strategi dalam Negosiasi,

Mediasi, dan Arbitrase), (Ghalia Indonesia: Jakarta, 2010), h., 34 3 Rachmad Safa’at, Mediasi dan Advokasi Konsep dan Implementasinya, (Malang: Agritek

YPN Malang Kerjasama dengan SOFA Press, 2006), h., 33 4 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (PT. Citra Aditya

Bakti: Bandung, 2013), h., 3

Page 41: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

30

Adapun terdapat pula ayat Al Quran dan Hadits mengenai hukum

penyelesaian sengketa yaitu ;

Artinya: “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mumin

berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua

golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah

golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada

perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka

damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya

Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (Qs. Al Hujurat: 9)

Dan Rasulullah saw bersabda, “perjanjian diantara orang-orang muslim

itu boleh, kecuali perjanjian menghalalkan yang haram dan mengharamkan

yang halal” (Hadits riwayat At-Tarmizi, Ibnu Majah, Al Hakim dan Ibnu

Hibban)

Dalam setiap sengketa didalam perbuatan/perjanjian (akad) terdapat 3

(tiga) unsur penting dalam suatu perjanjian, yaitu:5

1. Unsur esensialia

Unsur tersebut dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa

prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu pihak atau lebih.

2. Unsur naturalia

Unsur tersebut adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian

tertentu.

3. Unsur aksidentalia

5 Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis Arbitrase VS Pengadilan Persoalan

Kompetesi (Absolut) yang Tidak Pernah Selesai, (Kencana: Jakarta, 2008), h., 111

Page 42: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

31

Unsur tersebut adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang

merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang

oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, atau persyaratan

khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak.

Sengketa dalam dunia ekonomi syariah tidak begitu jauh berbeda

dengan sengketa yang dapat terjadi dalam dunia ekonomi pada umumnya.

Seperti pada ekonomi lain penyebab sengketa ekonomi syariah pada

umumnya karena adanya pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah

dilakukan para pihak pelaku kegiatan ekonomi. Karakteristik khusus sengketa

ekonomi syariah adalah adanya kemungkinan terjadi pelanggran terhadap

prinsip-prinsip syariah, maka sengketa ekonomi syariah diakibatkan karena

pelanggaran terhadap kontrak/akad yang telah mengikat para pihak.

Pelanggaran terhadap akad tersebut dapat berupa pelanggaran pada

mekanisme yang telah disepakati, adanya wanprestasi dari salah satu pihak,

ataupun adanya pelanggaran sistem syariah yang menjadi inti dari sistem

ekonomi syariah.6

B. Tinjauan Umum Tentang Penyelesaian Sengketa

Dalam persengketaan, perbedaan pendapat dan perdebatan yang

berkepanjangan, biasanya mengakibatkan kegagalan proses mencapai

kesepakatan. Keadaan seperti ini biasanya berakhir dengan putusnya jalur

komunikasi yang sehat sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar

tanpa memikirkan nasib ataupun kepentingan pihak lainnya.7

Agar tercipta proses penyelesaian sengketa yang efektif, prasyarat

memperhatikan atau menjunjung tinggi hak untuk mendengar dan hak untuk

didengar. Dengan persyaratan tersebut proses dialog dan pencarian titik temu

(commond ground) yang akan menjadi panggung proses penyelesaian

sengketa baru dapat berjalan. Jika tanpa kesadaran tentang pentingnya

6 Riski Setyadani Nasution, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Melalui Media di

Pengadilan Agama(Studi Kasus Mediasi Sengketa Ekonomi Syariah dengan Perkara Nomor

1221/pdt.G/2009/PAJS di Pengadilan Agama Jakarta Selatan), Tesis, Universitas Indonesia, h., 29 7 Suyud Margono, ADR (Alternatif Dispute Resolution) dan Arbitrase Proses Pelembagaan

dan Aspek Hukum, (Ghalia Indonesia : Bogor Selatan, 2004), h., 34

Page 43: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

32

langkah ini, proses penyelesaian sengketa tidak berjalam dalam arti yang

sebenarnya.8

Terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi proses penyelesaian

sengketa, yaitu :9

1. Kepentingan (interst);

2. Hak-hak (right);

3. Status kekayaan (power).

Para pihak yang bersengketa menginginkan agar kepentingannya

tercapai, hak-haknya terpenuhi, dan kekuasannya diperlihatkan,

dimanfaatkan, dan dipertahankan. Dalam proses penyelesaian sengketa,

pihak-pihak yang bersengketa lazimnya akan bersikeras mempertahankan

ketiga faktor tersebut.

Adapun pada umunya terdapat asas-asas yang berlaku pada

penyelelesaian sengketa sebagai berikut :10

1. Asas itikad baik, yakni keinginan dari para pihak untuk menentukan

penyelesaian sengketa yang akan maupun sedang mereka hadapi;

2. Asas kontraktual, yakni adanya kesepakatan yang dituangkan dalam

bentuk tertulis mengenai cara penyelesaian sengketa;

3. Asas mengikat, yakni para pihak wajib mematuhi apa yang telah

disepakati;

4. Asas kebebasan berkontrak, yakni para pihak dapat dengan bebas

menentukan apa saja yang hendak diatur oleh para pihak dalam

perjanjian tersebut selama tidak bertentangan dengan undang-undang dan

kesusilaan;

5. Asas kerahasiaan, yakni penyelesaian atas suatu sengketa tidak dapat

disaksikan oleh orang lain karena para pihak yang bersengketa yang

dapat menghadiri jalannya pemeriksaan atas suatu sengketa.

8 Ibid, h., 34

9 Ibid, h., 35

10 Jimmy Joses Sembiring, Cara menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi,

Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase) (Visi Media: Jakarta, 2011), h., 11-12

Page 44: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

33

Dalam penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan, terdapat dua

solusi yang diajukan yaitu penyelesaian sengketa secara internal (internal

dispute resolution) dan penyelesaian sengketa eksternal (external dispute

resolution).11

1. Internal Dispute Resolution

Internal Dispute Resolution adalah penyelesaian sengketa dalam

tahap pertama yang harus ditempuh bila terjadi sengketa antara

konsumen (nasabah) dengan lembaga jasa keuangan. Dalam hal ini jika

terjadi sengketa antar para pihak bagi pelaku usaha jasa keuangan

terlebih dahulu diselesaikan melalui jalur Internal Dispute Resolution,

dengan tetap mengacu pada prinsip-prinsip yang tertuang dalam POJK

No.1/POJK.03/2013 Pasal 2 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa

Keuangan, yaitu :

a. Transparansi;

b. Perlakuan yang adil;

c. Keandalan;

d. Kerahasiaan dan keamanan informasi;

e. Penanganan pengaduan konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya

terjangkau

Terkait penanganan pengaduan, berikut prinsip-prinsip penerapan

Internal Dispute Resolution di sektor Jasa Keuangan yang efektif :12

a. Visibilitas

Pelaku usaha jasa keuangan mempublikasikan cara

menyampaikan pengaduan kepada konsumen (nasabah), masyarakat

dan pihak lain yang berkepentingan.

11

Ekonomi.kompas.com/read/2013/11/07/1328219/OJK.Selesaikan.Sengketa.di.Lembaga.

Mediasi.yang.Terdaftar, 15 Febuari 2018 12

Standar Internal Dispute Resolution Sektor Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan,

2016, h., 5

Page 45: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

34

b. Aksebilitas

Pelaku usaha jasa keuangan memiliki fasilitas pelayanan

pengaduan yang mudah di akses oleh konsumen (nasabah).

c. Responsif

Pelaku usaha jasa keuangan segera melayani, menindaklanjuti

dan menyelesaikan pengaduan konsumen dan menyediakan informasi

stastus serta hasil penanganan pengaduan kepada konsumen (nasabah)

secara jelas, sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku

d. Perlakuan yang adil

Pelaku usaha jasa keuangan menangani setiap pengaduan

konsumen (nasabah) secara adil, objektif, dan tidak memihak.

e. Biaya layanan pengaduan

Pelaku usaha jasa keuangan tidak memungut biaya atas

penanganan pengaduan, kecuali untuk layanan lain yang diminta oleh

konsumen (nasabah) diluar yang telah disediakan oleh Pelaku usaha

jasa keuangan yang besarannya telah dikomunikasikan dan disetujui

oleh konsumen (nasabah) dan dapat dibuktikan kebenarannya.

f. Kerahasiaan data

Pelaku usaha jasa keuangan menjaga kerahasiaan informasi

konsumen (nasabah) yang melakukan pengaduan terhadap pihak

manapun, kecuali :

1) Kepada Otoritas Jasa Keuangan;

2) Dalam rangka penyelesian pengaduan;

3) Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan;

4) Atas persetujuan konsumen (nasabah).

g. Fokus pada konsumen (nasabah)

Pelaku usaha jasa keuangan secara berkesinambungan

memperhatikan kepentingan konsumen (nasabah) melalui komitmen

dan implementasi untuk menyelesaikan pengaduan tanpa

mengesampingkan hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Page 46: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

35

h. Akuntabilitas

Pelaku usaha jasa keuangan memiliki kejelasan fungsi, struktur,

sistem, hak, dan kewajiban, tanggung jawab, dan wewenang baik dari

pihak Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) maupun konsumen

(nasabah) dalam hubungannya dengan implementasi, pelaporan, serta

pengambilan keputusan PUJK terhadap penanganan pengaduan.

i. Perbaikan berkelanjutan

Pelaku usaha jasa keuangan melakukan perbaikan yang

berkelanjutan terkait proses penanganan pengaduan untuk

meningkatkan kualitas produk dan/atau layanan.

2. Eksternal Dispute Resoulution

Eksternal Dispute Resoulution adalah penyelesaian Sengketa

melalui lembaga peradilan atau lembaga di luar peradilan. Penyelesaian

sengketa dapat ditempuh melalui dua acara, yaitu ::

a. Litigasi (Pengadilan/Peradilan)

Litigasi (Peradilan/Pengadilan) berasal darikata qadha, istilah

“peradilan” yang muncul. Qadha bisa berarti “memutuskan,

melaksanakan, dan menyelesaikan”.13

Sedangkan secara terminologi

adalah proses penyelesaian sengketa di pengadilan, dimana semua

pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk

mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan.

Sebagai bahan perbandingan litigation (pengadilan), sebagian

besar tugasnya adalah menyelesaikan sengketa dengan menjatuhkan

putusan (constitutive).14

Dimana hasil akhir dari suatu penyelesaian

sengketa melalui litigasi adalah putusan yang menyatakan win-lose

solution.15

13

M. Hatta Ali, Peradilan Sederhana Cepat & Biaya Ringan, (PT. Alumni: Bandung,

2012), h., 251 14

Dewi Tuti Muryati, B. Rini Heryanti, Pengaturan dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa

Nonlitigasi di bidang perdagangan, Jurnal Hukum UNS Vol 13 Nomor 1 Juni 2011, h., 50 15

Nurnaningsih Amriani, Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, (Raja

Grafindo Persada : Jakarta, 2012), h., 35

Page 47: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

36

Prosedur dalam jalur ini sifatnya lebih formal dan teknis,

menghasilkan kesepakatan yang bersifat menang kalah, cenderung

menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya,

membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan menimbulkan

permusuhan diantara para pihak yang bersengketa.

Semenjak diamandemenkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 Pasal 49 angka (1) memberikan wewenang kekuasaan Peradilan

Agama bertambah luas, yang semula 1989 hanya bertugas dan

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara

ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :

a) perkawinan, b) kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan

berdasarkan hukum Islam, c) wakaf dan shadaqah.

Dengan adanya amandemen Undang-Undang tersebut, maka

ruang lingkup tugas dan wewenang Peradilan Agama diperluas.

Berdasarkan pasal 49 huruf (i) UU No. 3 Tahun 2006 Pengadilan

Agama bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan

menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang

beragama Islam dalam bidang ekonomi syariah meliputi: a) bank

syariah, b) lembaga keuangan mikro syariah, c) asuransi syariah, d)

reasuransi syariah, e) reksa dana syariah, f) obligasi syariah dan surat

berharga berjangka menengah syariah, g) sekuritas syariah, h)

pembiayaan syariah, i) pegadaian syariah, j) dana pensiun lembaga

keuangan syariah dan k) bisnis syariah. Dalam penjelasan pasal

tersebut antara lain dinyatakan:

“Yang dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama

Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan

sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam

mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai

ketentuan pasal ini”.

Dalam hal ini, maka seluruh nasabah lembaga keuangan dan

lembaga pembiayaan syariah, atau bank konvensional yang membuka

Page 48: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

37

unit usaha syariah dengan sendirinya terikat dengan ketentuan

ekonomi syariah, baik dalam pelaksanaan akad maupun dalam

penyelesaian perselisihan.

b. Nonlitigasi

Nonlitigasi merupakan proses penyelesaian sengketa di luar

pengadilan yang didasarkan kepada hukum, dan penyelesaian tersebut

dapat digolongkan kepada penyelesaia sengketa yang berkualitas

tinggi karena sengketa yang diselesaikan secara demikian akan dapat

selesai tuntas tanpa meninggalkan sisa kebencian dan dendam.16

Penyelesaian sengketa melalui proses di luar pengadilan

menghasilkan kesepakatan yang bersifat “win-win solution”.17

Dalam

dunia bisnis saat ini penyelesaian sengketa secara nonlitigasi melalui

lembaga alternatif penyelesaian sengketa, lebih menjadi pilihan dari

pelaku bisnis. Dimana hal tersebut terjadi karena terdapat keunggulan-

keunggulan yang tidak dijumpai dalam penyelesaian sengketa secara

litigasi.

a) Sifat kesukarelaan dalam proses

Kesukarelaan dimaksud karena penyelesaian sengketa

melalui alternatif penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan

perjanjian yang dibuat para pihak. Perjanjian dimaksud dibuat

dengan mendasarkan kesukarelaan, baik menyangkut substansi

maupun proses, berbeda dengan proses beracara di lembaga

peradilan, yang prosedurnya terarah tertentu atau ditentukan

secara pasti.

b) Prosedur cepat

Kecepatan dalam penyelesaian, tergantung dari itikad baik

para pihak yang sedang bersengketa dalam berupaya

menyelesaikannya dengan mengedepankan semangat

16

Dewi Tuti Muryati, B. Rini Heryanti, Pengaturan dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa

Nonlitigasi di bidang perdagangan, Jurnal Hukum UNS Vol 13 Nomor 1 Juni 2011, h., 50 17

Ibid h., 51

Page 49: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

38

kekeluargaan. Prosedurnya pun tergantung dari kesepakatan para

pihak sehingga lebih fleksibel.

c) Putusan nonyudisial

Putusan bersifat nonyudisial maksudnya bahwa putusan

yang dihasilkan tidak diputus oleh lembaga hakim, tetapi lebih

pada hasil kesepakatan para pihak yang bersengketa sendiri

dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga yang netral. Hasil

penyelesaian hakikatnya merupakan perjanjian yang mengikat,

wajib dilaksanakan dengan penuh itikad baik.

d) Prosedur rahasia(confidential)

Penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan pada

asasnya terbuka dan dibuka untuk umum. Akan tetapi, dalam

lembaga penyelesaian sengketa alternatif justru sebaliknya, yaitu

bahwa putusan harus dirahasiakan.

e) Fleksibilitas dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah

Syarat-syarat penyelesaian masalah dalam lembaga

alternatif penyelesaian sengketa lebih fleksibel karena bisa

ditentukan oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.

f) Hemat waktu dan biaya

Konsekuensi logis dari fleksibelnya prosedur penyelesaian

dan faktor kecepatan adalah bahwa penyelesaian sengketa melalui

lembaga alternatif akan menghemat waktu dan biaya. Sesuai

dengan asas penyelesain sengketa yaitu cepat, sederhana, dan

biaya murah.

g) Pemeliharaan hubungan baik

Penyelesaian sengketa melalui lembaga alternatif juga

dapat menjaga atau memelihara hubungan baik di antara para

pihak yang sedang bersengketa, dan putusan hakikatnya

merupakan kesepakatan para pihak. Adapun sifat penyelesaian

sengketa yang ada, yakni win-win solution.

Page 50: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

39

h) Putusan cenderung bertahan lama karena penyelesaian sengketa

secara kooperatif dibandingkan pendekatan adversial atau

pertentangan.

Pada hakikatnya putusan lembaga penyelesaian sengketa

alternatif adalah kesepakatan dari para pihak bersengketa yang

bersifat win-win solution, yang mana pelaksaannya berlangsung

secara sukarela dan meminimalisir konflik di kemudian hari.

Adapun Bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa diluar

pengadilan yang paling umum dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Negosiasi (Negotiation)

Kata negosiasi berasal dari bahasa Latin yaitu “Neng” yang

mengandung pengertian bahwa seseorang tidak akan berhenti selama

proses berlangsung atau sampai persetujuan didapat.18

Secara

sederhana, negosiasi adalah pertemuan antara dua orang atau kubu

yang masing-masing berada diposisi yang sesuai dengan kepentingan,

berakhir untuk mendapatkan kepuasan yang diharapkan dan untuk

mencari solusi atau pemecahan masalah yang mereka hadapi tanpa

melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.19

Negosiasi menurut Ficher dan Ury merupakan komunikasi dua

arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua

belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang

berbeda.20

Istilah negosiasi sudah tidak asing bagi tatanan hukum dan

bisnis, dari pengertian diatas maka negosiasi sebenarnya dapat dibagi

dua atas tujuan yang ingin dicapai yaitu:21

18

Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan salah satu bentuk penyelesaian sengketa

berdasarkan asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, (PT. Alumni: Bandung, 2013), h., 76 19

Khotibul Umam, Penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan, (Pustaka Yustisia :

Yogyakarta, 2010) h., 10 20

Nurnaningsih Amriani, Mediasi alternatif penyelesaian sengketa perdata di pengadilan,

(RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2011), h., 23 21

Sudiarto, Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase: Pengertian Sengketa Alternatif di

Indonesia, (Pustaka Reka Cipta: Bandung, 2015), h., 6

Page 51: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

40

a) Negosiasi Kepentingan

Negosiasi kepentingan (interest negotiation) merupakan

negosiasi yang sebelum bernegosiasi sama sekali para pihak tidak ada

hak-hak apa pun dari satu pihak kepada pihak lain. Akan tetapi,

mereka bernegosiasi karena masing-masing pihak ada kepentingan

untuk melakukan negosiasi tersebut.

b) Negosiasi Hak

Sebaliknya dalam negosiasi hak (right negotiation), sebelum

para pihak bernegosiasi, antara para pihak sudah terlebih dahulu

mempunyai hubungan hukum tertentu, sehingga antara pihak tersebut

telah menimbulkan hak-hak tertentu (pre-existing rights) yang dijamin

pemenuhannya oleh hukum.

b. Mediasi

Secara etimologi (bahasa), mediasi berasal dari bahasa latin

mediare yang berarti “berada di tengah” karena seorang yang

melakukan mediasi (mediator) harus berada di tengah orang yang

bertikai atau bersengketa”. Secara harfiah mediasi memiliki kata

dasar “media” yang berarti alat atau komunikasi, atau dapat diartikan

sebagai yang terletak diantara dua pihak (orang, golongan, dsb),

perantara atau penghubung.22

Menurut Gary Good Paster, mediasi adalah proses negosiasi

pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak

(Impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk

membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan

memuaskan.23

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang

melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa

guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela

22

Sudiarto, Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase: Pengertian Sengketa Alternatif di

Indonesia, (Pustaka Reka Cipta: Bandung, 2015), h., 35 23

Khotibul Umam, Penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan, (Pustaka Yustisia :

Yogyakarta, 2010) h., 11

Page 52: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

41

terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang

disengketakan.24

Keberhasilan mediasi bisa dipengaruhi oleh beberapa hal,

seperti kualitas mediator (training dan profesinalitas), usaha-usaha

yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang sedang bersengketa, serta

kepercayaan dari kedua pihak terhadap proses mediasi, kepercayaan

terhadap mediator, kepercayaan terhadap masing-masing pihak.25

Dalam suatu proses mediasi ada beberapa manfaat atau

keuntungan, jika dibandingkan dengan suatu proses alternatif-

alternatif yang lainnya, atau suatu proses yang akan dihadapi dalam

menyelesaikan masalah atau sengketa di pengadilan. Adapun manfaat

atau keuntungan penyelesaian sengketa melalui mediasi sebagai

berikut :26

a. Voluntary

Keputusan untuk bermediasi diserahkan kepada kesepakatan para

pihak.

b. Informal/Fleksibel

Tidak seperti proses litigasi (pemanggilan saksi, pembuktian,

replik, duplik dan sebagainya) proses mediasi sangat fleksibel.

c. Interest Based

Dalam mediasi tidak dicari siapa yang benar atau salah, tetapi lebih

untuk menjaga kepentingan masing-masing pihak.

d. Future Looking

Karena lebih menjaga kepentingan masing-masing pihak, mediasi

lebih menekankan untuk menjaga hubungan para pihak yang

bersengketa ke depan, tidak berorientasi ke masa lalu.

24

Sudiarto, Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase: Pengertian Sengketa Alternatif di

Indonesia, (Pustaka Reka Cipta: Bandung, 2015), h., 37 25

Ibid, h., 37 26

Nurnaningsih Amriani, Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, (Raja

Grafindo Persada : Jakarta, 2012), h., 29

Page 53: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

42

e. Parties Oriented

Dengan prosedur yang informal, maka para pihak yang

berkepentingan dapat secara aktif mengontrol proses mediasi dan

pengambilan penyelesaian tanpa terlalu bergantung kepada

pengacara.

f. Parties Control

Penyelesaian sengketa melalui mediasi merupakan keputusan dari

masing-masing pihak.

Walaupun proses penyelesaian sengketa melalui forum mediasi

memiliki beberapa keuntungan, akan tetapi alternatif penyelesaian

sengketa ini juga mempunyai beberapa kekurangan-kekurangan antara

lain, yaitu :27

1. Bisa memakan waktu yang lama.

2. Mekanisme eksekusi yang sulit, karena cara eksekusi putusan

hanya seperti kekuatan eksekusi suatu kontrak.

3. Sangat digantungkan dari itikad baik para pihak untuk

menyelesaikan sengketanya sampai selesai.

4. Mediasi tidak akan membawa hasil yang baik terutama jika

informasi dan kewenangan tidak cukup diberikan kepadanya.

5. Jika lawyer tidak dilibatkan dalam proses mediasi, kemungkinan

adanya fakta-fakta hukum yang penting, yang tidak disampaikan

pada mediator, sehingga putusannya menjadi biasa.

c. Konsiliasi

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, konsiliasi diartikan sebagai

usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk

mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan.28

Adapun

dalam Black’s Law Dictionary dijelaskan bahwa yang dimaksud

dengan konsiliasi adalah penciptaan penyesuain pendapatan dan

27

Sudiarto, Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase: Pengertian Sengketa Alternatif di

Indonesia, (Pustaka Reka Cipta: Bandung, 2015), h., 43 28

Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi,

Konsiliasi, dan Arbitrase, (PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 91

Page 54: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

43

penyelesaian suatu sengketa dengan suasana persahabatan. Menurut

Gunawan Widjaja, konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian

sengketa alternatif yang melibatkan seorang pihak ketiga atau lebih

dimana pihak ketiga yang diikutsertakan untuk menyelesaikan

sengketa adalah seorang yang secara profesional sudah dapat

dibuktikan kehandalannya.29

Dengan demikian pihak konsiliator

hanya melakukan tindakan-tindakan seperti mengatur waktu dan

tempat pertemuan para pihak, mengarahkan subyek pembicaraan,

membawa pesan dari satu pihak kepada pihak lain jika pesan tersebut

tidak mungkin disampaikan langsung atau tidak mau bertemu

langsung, dan lain-lain.30

d. Arbitrase

Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrase” (bahasa Latin)

yang berarti “kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara

menurut kebijaksanaan”.31

Menurut R. Subekti menyatakan, bahwa arbitrase adalah

“penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para

hakim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada

atau menaati keputusan yang diberikan oleh hakim yang mereka

pilih”.32

Menurut UU No. 30 Tahun 1999 Pasal 1 huruf (1) tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum, arbitase

adalah “cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan

umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara

tertulis oleh para pihak yang bersengketa”.

29

Gunawan Widjaya & Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Raja Grafindo Persada: Jakarta,

2000), h., 3 30

Munir Fuady, Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Citra Aditya

Bhakti: Bandung, 2009), h., 52 31

Sudiarto, Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase: Pengertian Sengketa Alternatif di

Indonesia, (Pustaka Reka Cipta: Bandung, 2015), h., 62 32

Ibid, h., 63

Page 55: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

44

Pada umunya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan

dibandingkan dengan lembaga peradilan umum, yaitu sebagai

berikut:33

1. Sidang arbitrase adalah tertutup untuk umum, sehingga

kerahasiaan sengketa para pihak terjamin.

2. Kelambatan yang diakibatkan oleh hal prosedural dan

administratif dapat dihindari.

3. Para pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter yang sesuai

dengan keyakinannya dari hal pengalaman, pengetahuan, serta

latar belakang arbiter yang cukup mengenai masalah yang

disengketakan.

4. Putusan arbitrase mengikat para pihak (final and binding) dan

melalui tata cara sederhan ataupun langsung dapat dilaksanakan.

5. Pilihan hukum untuk menyelesaikan sengketa serta proses dan

tempat penyelenggaraan arbitrase dapat ditemukan oleh para

pihak.

6. Di dalam proses arbitrase, arbiter, atau majelis arbitrase harus

mengutamakan perdamaian diantara para pihak yang bersengketa.

Disamping keunggulan/keuntungan arbirase, tidak menutup

kemungkinan tidak terdapatnya suatu kelemahan. Kelemahan dan

kritikan terhadap arbitrase antara lain sebagai berikut :34

1. Hanya baik dan tersedia dengan baik terhadap perusahaan-

perusahaan bonafide.

2. Kurang power untuk menggiring para pihak ke settlement.

3. Kurang power untuk menghadirkan barang bukti, saksi, dan lain-

lain.

4. Kurang power untuk hal law enforcement dan eksekusi

keputusan.

33

Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitase Nasional Indonesia dan

Internasional, (Sinar Grafika: Jakarta, 2013), h., 62 34

Sudiarto, Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase: Pengertian Sengketa Alternatif di

Indonesia, (Pustaka Reka Cipta: Bandung, 2015), h., 74

Page 56: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

45

5. Tidak dapat menghasilkan solusi yang bersifat preventif.

6. Kemungkinan timbulnya keputusan yang saling bertentangan satu

sama lain karena tidak ada sistem “precedent” terhadap

keputusan sebelumnya.

7. Kualitas keputusannya sangat bergantung pada kualitas para

arbiter itu sendiri, tanpa ada norma yang cukup untuk menjaga

standar mutu keputusan arbitrase (“An arbitration is as good as

arbitrators”).

C. Tinjuan umum tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan

Pasal 1 angka (2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor

Jasa Keuangan adalah lembaga yang melakukan penyelesaikan sengketa di

luar pengadilan. Berdasarkan POJK Nomor 1/POJK.07/2014 tentang

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa hanya LAPS yang dimuat dalam

daftar lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditetapkan oleh OJK

yang dapat menangani sengketa pada sektor jasa keuangan.

Lembaga alternatif penyelesian sengketa yang dimuat dalam daftar

lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditetapkan oleh OJK sesuai

Pasal 4 huruf (a) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014

bahwa lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang didirikan oleh lembaga

jasa keuangan yang dikoordinasikan oleh asosiasi dan atau lembaga yang

menjalankan fungsi self regulatoryorganization dan mempunyai layanan

penyelesaian sengketa paling kurang berupa mediasi, ajudikasi, dan arbitrase.

Berikut ini merupakan lembaga-lembaga yang telah termuat dalam

daftar lembagaalternatif penyelesaian sengketa yang ditetapkan oleh OJK

dapat dilihat pada tabel :

Page 57: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

46

Tabel 2.1 : Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

di Sektor Jasa Keuangan

No.

Nama LAPS

Alamat

Sektor

1.

Badan Mediasi dan Arbitrase

Asuransi Indonesia (BMAI)

Gedung Menara

Duta Lt.7, Wing A

Jl. HR. Rasuna Said

Kav. B-9

Jakarta 12910

Perasuransian

2.

Badan Arbitrase Pasar Modal

Indonesia (BAPMI)

Gedung Bursa Efek

Indonesia,

Tower I Lantai 28

Suite 2805

Jl. Jend. Sudirman

Kav. 52-53

Jakarta 12190

Pasar Modal

3.

Badan Mediasi Dana Pensiun

( (BMDP)

Gedung Arthaloka

Lantai 16

Jl. Jend. Sudirman

Kav. 2 Jakarta

Dana Pensiun

4.

Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI)

Griya Perbanas Lt.1

Jl. Perbanas, Karet

Kuningan

Setiabudi, Jakarta

Perbankan

5.

Badan Arbitrase dan Mediasi

Perusahaan Penjaminan

Indonesia

(BAMPPI)

Gedung Jamkrindo

Jl. Angkasa Blok B-

9 Kav. 6

Kota Baru Bandar

Kemayoran

Jakarta Pusat

Penjaminan

6.

Badan Mediasi Pembiayaan dan

Pergadaian Indonesia (BMPPI)

Kota Kasablanka

Tower A

Lantai 7 Unit D

Jl. Kasablanka Kav.

88, Jakarta

Pembiayaan dan

Pergadaian

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Tahun 2016

Page 58: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

47

Setiap lembaga jasa keuangan wajib menjadi anggota pada 1 (satu)

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) sesuai dengan kegiatan

usaha utamanya tertera pada pasal Pasal 3 ayat (2) Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014. Dilihat dari daftar lembaga alternatif

penyelesaian sengketa yang ditetapkan oleh OJK tersebut, dapat disimpulkan

bahwa dalam hal sengketa perbankan, maka konsumen (nasabah) dan bank

dapat menyelesaikannya di Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia (LAPSPI).

Pendirian Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengeta Perbankan

Indonesia (LAPSPI) tidak terlepas dari kenyataan bahwa dalam penyelesaian

pengaduan konsumen oleh lembaga perbankan sering kali tidak tercapai

kesepakatan antara konsumen dengan lembaga perbankan. Untuk mengatasi

hal tersebut diperlukan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar

pengadilan yang ditangani oleh orang-orang yang memahami dunia

perbankan dan mampu menyelesaikan sengketa secara cepat, murah, adil, dan

efisien.35

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014

tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan,

Asosiasi dibidang Perbankan, yakni Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas),

Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Asosiasi Bank Pembangunan

Daerah (Asbanda), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo),

Perhimpunan Bank-Bank Internasional Indonesia (Perbina), dan Perhimpunan

Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), telah menandatangani Nota

Kesepakatan Bersama tertanggal 5 Mei 2014 untuk membentuk lembaga

alternatif penyelesaian sengketa, yang kemudian diberi nama Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI).

35

Maksud dan Tujuan utama menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa di luar

pengadilan untuk sektor Perbankan Konvensional dan Syariah (LAPSPI).

Page 59: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

48

BAB III

GAMBARAN MENGENAI LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN

SENGKETA PERBANKAN INDONESIA (LAPSPI)

A. Sejarah singkat berdirinya Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia (LAPSPI)

Pembentukan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia (LAPSPI) didasarkan kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

(POJK) nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa di Sektor Jasa Keuangan, yang ditindaklanjuti dengan MoU antara 6

(enam) Asosiasi Perbankan, yakni Perhimpunan Bank Nasional

(PERBANAS), Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA), Asosiasi Bank

Pembangunan Daerah (ASBANDA), Asosiasi Bank Syariah Indonesia

(ASBISINDO), Perhimpunan Bank-Bank Internasional Indonesia

(PERBINA) dan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia

(PERBARINDO) tanggal 5 Mei 2014.1

Anggaran Dasar LAPSPI dituangkan dalam akta no. 36 tanggal 28

April 2015 oleh Notaris Ashoya Ratam, S.H., MKn., dan telah mendapatkan

persetujuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia vide Surat

Keputusan MENKUMHAM nomor AHU-0004902.AH.01.07 tahun 2015

tanggal 16 September 2015. Sesuai POJK nomor 1/POJK.07/2014 tentang

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan, LAPSPI

telah dievaluasi oleh Tim Penilai OJK pada tanggal 21 Oktober 2015 dan

telah memenuhi persyaratan sebagai LAPS resmi yang terdaftar di OJK vide

surat OJK No. No. S-7/EP.1/2015 tanggal 21 Desember 2015.

Strategi pengembangan LAPSPI didasarkan kepada Strategi Nasional

Perlindungan Konsumen dan Rencana Pengembangan Jangka Menengah

Nasional; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

1 Diakses pada 26 Februari 2018 dari http://lapspi.org

Page 60: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

49

Konsumen; Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor

1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

B. Visi dan Misi LAPSPI

Adapun Visi dan Misi dari Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia (LAPSPI) :2

Visi

Menjadi Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang profesional, adil,

terpercaya, dan pilihan utama nasabah dan bank dalam menyelesaikan

sengketa perbankan.

Misi

Memberikan pelayanan alternatif penyelesaian sengketa yang adil, cepat,

murah, dan efisien;

Menyediakan skema layanan penyelesaian sengketa yang mudah diakses

oleh konsumen;

Menyediakan tenaga Mediator, Adjudikator, dan Arbiter yang kompeten,

kredibel, dan memiliki integritas;

Melaksanakan tata kelola Lembaga berjalan dengan baik sesuai dengan

prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan

kewajaran (fairness);

Mendorong industri perbankan dan masyarakat menggunakan LAPSPI

sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang utama

Berdasarkan dari segi Core Values (nilai inti) LAPSPI, yaitu sebagai

berikut:

a) Trust :

1. Amanah dan memenuhi harapan

2. Senantiasa mengutamakan karya terbaik

2 Booklet profil Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI),

pada 26 Februari 2018, h., 1

Page 61: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

50

b) Integrity :

Bertindak konsisten sesuai aturan, kebijakan, prosedur dan Kode Etik

Lembaga

c) Reputable :

1. Memiliki Mediator, Ajudikator dan Arbiter yang profesional

2. Menjalankan proses yang cepat, murah, efektif dan efisien secara

konsisten

3. Memberikan keputusan yang netral/imparsial, rasional, dan adil

4. Melaksanakan tata kelola yang baik

d) Independence :

1. Bebas dari intervensi pihak lain

2. Bebas dari Benturan Kepentingan

C. Struktur LAPSPI

Gambar 3.1 : Struktur Organisasi LAPSPI

Sumber : Ketua LAPSPI

RapatUmum

Anggota (RUA)

Badan

Pengawas

Pengurus

Komite

Kehormatan

Cash

Manager (CS)

MAA

Sekretaris

Page 62: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

51

Organ LAPSPI terdiri dari :3

1. Rapat Umum Anggota (RUA)

2. Badan Pengawas (6)

3. Pengurus (3)

4. Komite Kehormatan (4)

5. Cash Manager/CM (1)

6. Sekretaris (3)

7. Mediator Ajudikator Arbiter/MAA (28)

Pegurus, Badan Pengawas, dan Dewan Kehormatan

a. Pengurus

Pengurus diangkat oleh Rapat Umum Anggota (RUA) dari calon

yang diusulkan oleh Anggota yang secara bersama-sama mewakili paling

sedikit 10% (sepuluh persen) dari jumlah anggota berdasarkan

rekomendasi dari Badan Pengawas. Masa jabatan pengurus adalah 4 tahun

dan dapat dipilih kembali. Pengurus paling kurang terdiri dari 1 (satu)

orang Ketua; 1(satu) orang atau lebih Sekretaris; dan 1(satu) orang atau

lebih Bendahara.

Pengurus LAPSPI dalam periode pendirian adalah sebagai berikut :

1. Ketua : Himawan E Subiantoro

2. Sekretaris : Saifuddin Latief

3. Bendahara : Nirwana Atta

b. Badan Pengawas

Badan Pengawas paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang Ketua; 1

(satu) atau lebih Wakil Ketua; 1 (satu) atau lebih anggota; dan paling

banyak Badan Pengawas mempunyai anggota yang sama dengan jumlah

asosiasi yang ada di sektor Perbankan. Adapun Badan Pengawas dipilih

dan diangkat oleh RUA. Masa jabatan Badan Pengawas adalah terhitung

sejak RUA yang memilih dan mengangkatnya sampai dengan penutupan

3Interview Pribadi Bapak Himawan E Subiantoro, Ketua Lembaga Alternatif Penyelesain

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Jakarta Selatan, 09 Februari 2018.

Page 63: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

52

RUA yang ke-4 dan dapat dipilih kembali maksimum untuk 1 (satu) masa

jabatan berikutnya.

Pengawasan LAPSPI dilaksanakan oleh Badan Pengawas yang

terdiri dari Pengurus Asosiasi sebagai berikut :

1. Ketua Umum Perbanas : Sigit Pramono

2. Ketua – I Himbara : Maryono

3. Ketua Umum Asbanda : Eko Budiwiyono

4. Ketua Umum Asbisindo : Agus Sudiarto

5. Sekretaris Jendral Perbina : Kemal A Stamboel

6. Ketua Umum Perbarindo : Joko Suyanto

c. Dewan Kehormatan

Dewan Kehormatan LAPSPI diangkat oleh Pengurus dengan

persetujuan Badan Pengawas untuk masa jabatan 3 tahun. Tugas utama

dan kewenangan Dewan Kehormatan adalah untk menyelesaikan

persoalan yang menyangkut pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh

Mediator, Adjudikator, dan Arbiter LAPSPI.

Komite Kehormatan LAPSPI terdiri dari figure yang telah teruji

integritasnya dan mempunyai reputuasi yang baik dikalangan industri

perbankan.4

Tugas Komite Kehormatan antara lain :

1. Menerima dan memeriksa pengaduan tertulis baik dari Pengurus

maupun pihak lain mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik

oleh Mediator/Adjudikator/Arbiter LAPSPI;

2. Membentuk sidang etik yang anggota-anggotanya berasal dari Dewan

Kehormatan sendiri untuk memeriksa dan menyidangkan pengaduan

tersebut di atas;

3. Memberikan putusan, melalui sidang etik, berdasarkan pemeriksaan

dan persidangan yang telah diadakan;

4 Diakses pada 05 Maret 2018 dari http://lapspi.org

Page 64: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

53

4. Memberikan rekomendasi kepada Pengurus berdasarkan putusan yang

telah dijatuhkan oleh sidang etik.

Jika dilihat dari data keanggotaan LAPSPI yaitu sebanyak 143 bank,

yang terdiri dari 118 Umum baik konvensional maupun syariah, dan 25

perwakilan dari PERBARINDO yang terdiri dari 1 DPP dan 24 DPD

anggota mewakili +/- 1.600 Bank Perkreditan Rakyat/Bank Perkreditan

Rakyat Syariah (BPR/BPRS) di seluruh Indonesia. Sifat keanggotaan

LAPSPI secara otomatis diterapkan bagi setiap bank yang telah mendapat

ijin usaha oleh Perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan.5

D. Hak dan Kewajiban Anggota

Setiap anggota mempunyai Hak antara lain sebagai berikut :6

1. Hadir dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Anggota;

2. Mencalonkan, memilih Pengurus dan Badan Pengurus;

3. Mengajukan pendapat atau saran dalam Rapat Umum Anggota;

4. Memperoleh layanan informasi, pendidikan dan pelatihan;

5. Memperoleh pelayanan dan perlakuan yang setara;

6. Memperoleh bimbingan konsultasi tentang mediasi, ajudikasi, dan

arbitrase;

7. Hadir pada waktu pengurus akan menetapkan tindakan disiplin atau

penilaian atas perilaku anggota yang bersangkutan;

8. Membela diri terhadap suatu keputusan/peraturan yang merugikan

dirinya.

Setiap anggota mempunyai kewajiban antara lain, sebagai berikut :

1. Membayar kewajiban keuangan anggota yang ditetapkan;

2. Tunduk dan patuh terhadap Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga,

Kode Etik dan peraturan lainnya yang ditetapkan, serta sikap keputusan

yang sah dari Rapat Umum Anggota maupu Rapat Pengurus;

5 Booklet profil Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI),

pada 26 Februari 2018., h.3 6Ibid h.4

Page 65: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

54

3. Mengakui LAPSPI sebagai satu-satunya wadah dan organisasi dalam

penyelesaian sengketa di luar pengadilan;

4. Menghadiri pertemuan serta kegiatan untuk anggota yang

diselenggarakan oleh Lembaga.

E. Penyelesaian Sengketa melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI)

Dalam penyelesaian sengketa melalui LAPSPI terdiri dari tiga (3) cara,

diantaranya :

1. Mediasi

Adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui

proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan perdamaian dengan

dibantu oleh Mediator. Mediasi dipilih karena adanya keinginan para

pihak untuk menyelesaikan sengketa tanpa saling merugikan salah satu

pihak (win-win solution), dan dalam mediasi di LAPSPI terbagi menjadi

2 macam nasabah yaitu : Mediasi Nasabah Basic Account (BSA)dan

UMKM.7

Jenis sengketa yang dapat diselesaikan melalui Mediasi LAPSPI

harus memenuhi semua kriteria tersebut di bawah ini:

a. Merupakan sengketa perdata di bidang Perbankan atau berkaitan

dengan bidang Perbankan;

b. Sengketa mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan

perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh Pihak yang

bersengketa;

c. Sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan dapat

diadakan perdamaian;

d. Sengketa yang telah menempuh upaya musyawarah tetapi Para Pihak

tidak berhasil mencapai perdamaian; dan

e. Antara Pemohon dan Termohon telah terikat dengan Perjanjian

Mediasi

7Ibid, h., 8

Page 66: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

55

2. Adjudikasi

Adalah cara penyelesaian Sengketa diluar arbitrase dan peradilan

umum yang dilakukan oleh Adjudikator untuk menghasilkan suatu

putusan yang dapat diterima oleh Pemohon sehingga dengan penerimaan

tersebut maka putusan dimaksud mengikat Para Pihak.

Adjudikator adalah seorang yang ditunjuk untuk memeriksa perkara dan

memberikan putusan Adjudikasi mengenai sengketa tertentu yang

diajukan penyelesaiannya kepada LAPSPI

Jenis sengketa yang dapat diselesaikan melalui Adjudikasi LAPSPI

harus memenuhi semua kriteria tersebut di bawah ini:

a. Merupakan sengketa di bidang Perbankan dan/atau berkaitan dengan

bidang Perbankan;

b. Sengketa mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan

perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh Pihak yang

bersengketa;

c. Sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan dapat

diadakan perdamaian;

d. Sengketa yang telah menempuh upaya Mediasi pada layanan Probono

(cuma-cuma), tetapi Para Pihak tidak berhasil mencapai perdamaian;

e. Antara Pemohon dan Termohon terikat dengan Perjanjian Adjudikasi.

3. Arbitrase

Adalah cara penyelesaian sengketa perdata bidang perbankan dan

yang terkait bidang perbankan di luar peradilan umum yang didasarkan

pada Perjanjian Arbitrase, yang dibuat secara tertulis oleh Para Pihak

yang bersengketa. Arbiter adalah seorang atau lebih yang merupakan

Arbiter Tetap/Arbiter Ad Hoc LAPSPI yang dipilih oleh Para Pihak yang

bersengketa atau yang ditunjuk LAPSPI untuk memeriksa perkara dan

memberikan Putusan Arbitrase mengenai sengketa yang diajukan

penyelesaiannya kepada LAPSPI.

Adapun sengketa yang dapat diselesaikan melalui Arbitrase

LAPSPI harus memenuhi semua kriteria tersebut di bawah ini:

Page 67: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

56

a. Merupakan sengketa di bidang perbankan dan/atau berkaitan dengan

bidang perbankan;

b. Sengketa mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan

perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh Pihak yang

bersengketa;

c. Sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan dapat

diadakan perdamaian;

d. Antara Pemohon dan Termohon terikat dengan Perjanjian Arbitrase.

Page 68: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

57

BAB IV

ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

MELALUI LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

PERBANKAN INDONESIA (LAPSPI)

A. Penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui jalur Internal Dispute

Resolution dan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia (LAPSPI) pada PT. Bank BNI Syariah

Pada bagian ini penulis akan menganalisis hasil penelitian penulis,

dimulai dari jalur Internal Dispute Resolution pada PT. Bank BNI

Syariahkemudian dilanjutkan pada jalur Eksternal Dispute Resolution pada

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI).

Dalam hal ini, memang pada tahap utama Lembaga Jasa Keuangan (LJK),

jika tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara nasabah

dengan pihaknya, maka sesuai dengan amanah Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

yang telah diterbitkan yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

(POJK Perlindungan Konsumen) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia (LAPSPI) di Sektor Jasa Keuangan.

Dengan adanya peraturan tersebut, Otoritas Jasa Keuangan memberikan

kemudahan bagi Lembaga Jasa Keuanga untuk mampu mengupayakan

menyelesaikan sengketa melalui jalur/lembaga tersebut. Dari uraian diatas,

maka penulis menarik pola hubungan terkait akibat hukum adanya

keberadaan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI) tersebut.

1. Internal Dispute Resolution pada PT. Bank BNI Syariah

Pada dasarnya, setiap adanya suatu permasalahan atau sengketa

dalam suatu perusahaan atau Lembaga Jasa Keuangan (LJK), dipastikan

cara paling utama dalam menyelesaikan suatu permasalahan tersebut

Page 69: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

58

yaitu melalui jalur Internal Dispute Resolution (penyelesaian pihak

dalam/lembaga jasa keuangan), karena memang tidak dapat dihindari

bahwa begitu banyak permasalahan yang terjadi di dalam lingkup

lembaga jasa keuangan, dan permasalahan pun beragam.Disinilah penulis

mencoba menganalisis prosedur atau tahap-tahap dalam penyelesaian

permasalahan yang terjadi antara nasabah dengan Lembaga Jasa

Keuangan (LJK).

Penerimaan Pengaduan Nasabah

a. Kantor Cabang Terdekat (pengaduan lisan)

b. BNI Call Center 1500046

c. Kantor Pusat (pengaduan tertulis)

d. Nama nasabah

e. Nomor rekening nasabah

f. Jenis layanan/produk yang diadukan

g. Nominal transaksi (jika pengaduan terkait finansial)

h. Waktu kejadian

i. Tempat kejadian

j. Permasalahan yang diadukan

k. Nomor telepon yang dapat dihubungi

l. Fotokopi bukti identitas kuasa nasabah

m. Surat kuasa khusus dari nasabah kepada perwakilan nasabah yang

menyatakan bahwa nasabah memberikan kewenangan kepada kuasa

yang ditunjuk (perorangan, lembaga, atau badan hukum) untuk

mewakilinya, bertindak untuk dan atas nama nasabah. Tanpa adanya

surat kuasa, Bank tidak dapat melakukan tindak lanjut atas

pengaduan yang disampaikan perwakilan nasabah

n. Setiap pengaduan yang disampaikan nasabah, petugas Bank akan

mencatat ke dalam sistem pencatatan pengaduan

Page 70: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

59

Alur penyampaian dan penyelesaian pengaduan BNI Syariah

Gambar 4.1 : Alur penyampaian dan penyelesaian pengaduan

Sumber : Website BNI Syariah

Dari uraian diatas terlihat jelas terkait prosedur penyelesaian pengaduan

permasalahan antara nasabah dengan BNI Syariah, penanganan atau proses

pengaduan permasalahan tesebut memang tidak jauh berbeda dengan

Lembaga Jasa Keuangan (LJK) lainnya, yaitu proses penyampaian pengaduan

nasabah kepada kantor cabang terdekat. Sebelum pengaduan permasalahan ke

kantor cabang, ada pula beberapa media pengaduan permasalahan yaitu

Menyampaikan

pengaduan

NASABAH PETUGAS BNI SYARIAH

Melakukan registrasi

pengaduan

Memberikan tanda

terima atau nomor

registrasi

Menyampaikan hasil

penyelesaian pengaduan*

Menyampaikan

pemberitahuan

perpanjangan waktu

Menyampaikan hasil

penyelesaian pengaduan**

Keterangan :

*) BNI Syariah mengupayakan

penyelesaian pengaduan dalam waktu

maksimal 20 hari kerja

**) apabila complain tidak dapat

diselesaikan dalam waktu 20 hari

kerja, nasabah akan memperoleh

informasi bahwa pengaduannya akan

segera diselesaikan dalam waktu

maksimal 20 hari kerja berikutnya.

Page 71: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

60

melalui BNI Call 1500046, mengunjungi Website, dan nasabah mengirimkan

Email. Namun untuk saat ini BNI Syariah pengaduannya diarahkan kepada

Kantor Cabang terdekat, dikarenakan untuk BNI Call sendiri memang

dikhususkan untuk menangani pengaduan nasabah BNI Konvensional, disisi

lain fungsi BNI Call bagi BNI Syariah hanya untuk menghandle terkait

produk IB Hasanah, jika terkait permasalahan Banking, kembali lagi

diarahkan untuk datang langsung ke Kantor Cabang terdekat.1

Dalam hal apabila nasabah melakukan pengaduan permasalahan kepada

Kantor Cabang, maka tahap awal yaitu nasabah wajib melengkapi data

administrasi atau registrasi pengaduan, setelah mengisi form pengaduan,

nasabah akan mendapatkan bukti tanda pengaduan (nomor registrasi) tersebut

oleh pihak kantor cabang, dari Kantor Cabang pengaduan permasalahan

tersebut akan di input ke sistem internal atau sistem aplikasi penangan

pengaduan Online Request Management yang langsung terhubung kepada

Kantor Pusat. Ketika data pengaduan diterima, Kantor Pusat akan mencoba

menghubungi ke unit handling yang mengerti atau menangani permasalahan

tersebut.

Pada saat penanganan masalah yang dilakukan oleh unit handling tidak

menemukan titik temu dan membutuhkan waktu yang cukup lama karena

sulitnya permasalahan, maka unit handling akan menginformasikan kepada

Kantor Pusat agar informasi tersebut disampaikan kepada Kantor Cabang dan

nasabah, mengenai perpanjangan waktu penyelesaian pengaduan

diberitahukan secara tertulis kepada nasabah,2 kemudian BNI akan

memberikan informasi penyelesaian atas pengaduan nasabah melalui sarana

telepon, email, surat ataupun pesan singkat (short message service/sms), dan

BNI Syariah mengupayakan penyelesaian pengaduan permasalahan maksimal

20 hari kerja. Lain hal jika sudah terdapat jawaban dari unit terkait, maka unit

terkait langsung memberikan jawaban kepada Kantor Pusat. Tahap akhir

yaitu Kantor Pusat menginformasikan jawaban tersebut, lalu dikirim kembali

1Interview Pribadi Ibu Marisna Yusnanda, Unit handling Compliance, Jakarta Selatan, 26

Maret 2018. 2 Surat Edaran OJK (SE OJK) Nomor 2/SEOJK.07/2014 tanggal 14 Februari 2014

Page 72: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

61

melalui sistem aplikasi Online Request Management, dan Kantor Cabang pun

menyampaikan hasil penyelesaian pengaduan kepada nasabah.

Apabila nasabah merasa solusi penyelesaian yang diberikan oleh BNI

Syariahtidakmemenuhi harapan, maka nasabah dapat melanjutkan proses

penyelesaian pengaduan melalui layanan mediasi Bank Indonesia, Otoritas

Jasa Keuangan ataupun Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia (LAPSPI).

Penyelesaian Pengaduan

Tabel 4.1 : Klasifikasi penyelesaian pengaduan LJK

No.

Jenis Pengaduan

Penyelesaian Pengaduan

1.

Pengaduan Lisan

2 hari kerja

2.

Pengaduan Tulisan

14 hari kerja

Sumber : POJK No. 1/POJK.07/2013

Dalam kondisi tertentu Bank dapat memperpanjang jangka waktu

penyelesaian sampai dengan 20 hari kerja berikutnya sesuai dalam pasal 35

ayat (2) dan (3) POJK Nomor 1/POJK.07/2013. Perpanjangan jangka waktu

penyelesaian pengaduan dapat dilakukan dengan kondisi sebagai berikut:

a. Unit kerja yang menerima pengaduan tidak sama dengan unit kerja

tempat terjadinya permasalahan yang diadukan dan terdapat kendala

komunikasi di antara kedua Kantor Bank tersebut;

b. Pengaduan yang disampaikan memerlukan penelitian khusus terhadap

dokumen yang ada pada Bank;

c. Terdapat hal-hal yang di luar kendali Bank, seperti adanya keterlibatan

pihak ketiga di luar Bank dalam transaksi yang dilakukan nasabah.

Page 73: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

62

2. Eksternal Dispute Resolution pada Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI)

Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah sektor lembaga Jasa

keuangan pada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia, begitu banyak nasabah atau bahkan masyakat umum belum

mengetahui keberadaan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia (LAPSPI), karena memang keberadaan LAPSPI

baru dibentuk dan beroperasi di bulan Januari Tahun 2016, dan banyak

masyarakat yang beranggapan bahwa LAPSPI tersebut hanya melindungi

Lembaga Jasa Keuangan Konvensional, dan terkait prosedur

penanganannya seperti apa memang masyarakat belum begitu paham.

Disinilah penulis berupaya untuk menganalisis mengenai prosedur

penyelesaian sengketa melalui Jalur Eksternal Dispute Resolution pada

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI), dan menganalisis terkait sejauh mana keberadaan dan

penanganan melalui LAPSPI sampai saat ini.

Prosedur penyelesaian sengketa pada Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), memang cukup

berbeda dengan lembaga atau badan penyelesaian sengketa konsumen

lainnya, karena memang keberadaan LAPSPI ini hanya untuk

menyelesaikan sengketa di sektor Lembaga Jasa Keuangan yang kegiatan

usahanya secara konvensional dan syariah. Selanjutnya mengenai

berjalannya hukum acara di LAPSPI ini memang diawal lebih mengenal

dengan sistem “berjenjang”, dalam tiap penyelesaiannya. Namun, kini

tahap penyelesaian sengketa di LAPSPI sudah di modifikasi agar filosofi

alternatif penyelesaian sengketa perbankan menjadi sesuai.

Dalam arti cepat, efisien, efektif dan tentu murah. Jika

penyelesainnya berjenjang maka tidak jauh berbeda dengan Pengadilan

pada umumnya, tidak akan efektif, tidak efisien, dan dalam hal ini pihak

LAPSPI pun melihat segmen nasabah (konsumen), karena segmen

nasabah (konsumen) bermacam-macam, yaitu ada nasabah atau

Page 74: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

63

konsumen yang ingin menyelesaikan sengketa Rp. 500.000.000,- (lima

ratus juta rupiah) atau bahkan sampai 1.000.000.000.000,- (satu triliyun

rupiah),3 peraturan yang sudah diterapkan oleh OJK dengan fakta yang

ada memang jauh berbeda, bahwa dalam peraturan Otoritas Jasa

Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor

Jasa Keuangan sesuai Pasal 41 huruf (a) nasabah/konsumen yang

mengalami kerugian finansial maksimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus

juta rupiah), dalam hal ini memang kembali lagi pada permintaan

nasabah, dikarenakan nasabah mempunyai karakterisitik beraneka ragam.

Dari uraian diatas bahwa LAPSPI sendiri terdapat 3 cara

penyelesaian sengketa yaitu Mediasi, Adjudikasi dan Arbitrase.

Pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui mediasi ini sama seperti

mediasi lainnya dikarenakan memang hasil akhirnya yaitu

mengedepankan win-win solution, berbeda dengan adjudikasi dan

arbitrase. Namun ada hal yang berbeda mediasi di LAPSPI dengan

lainnya yaitu dari hal biaya, karena di LAPSPI sendiri mengenal dengan

adanya Mediasi Nasabah Basic Saving Account (BSA) dan UMKM, dan

juga terdapat 2 kategori dalam biaya perkara penyelesain sengketa yaitu

Layanan Probono dan Layanan Komersial.

Layanan Probono (Cuma-Cuma) dalam LAPSPI ialah tuntutan Rp.

500.000.000,- (lima ratus juta), sebagai Nasabah Basic Saving Account

(BSA) dan UMKM, dengan demikian tidak kenakan biaya perkara.

Nasabah Basic Saving Account (BSA) adalah nasabah yang mempunyai

jumlah saldo kecil atau saldo rekening maksimal Rp. 20.000.000,- (dua

puluh juta rupiah) sesuai dalam pasal 5 angka (2) Salinan Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan No.19/POJK.03/2014 tentang Layanan

Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif, dapat

disimpulkan bahwa setiap nasabah yang berperkara dalam penyelesaian

sengketa yang mengalami kerugian finansial kurang dari 500.000.000,-

3 Interview Pribadi Bapak Himawan E Subiantoro, Ketua Lembaga Alternatif Penyelesain

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Jakarta Selatan, 09 Februari 2018.

Page 75: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

64

(lima ratus juta rupiah), dan masuk dalam kategori Layanan Probono

maka dapat dipastikan di gratiskan dalam biaya penyelesaian sengketa di

LAPSPI, dan biaya tersebut sudah ditanggung oleh Otoritas Jasa

Keuangan dan pihak dari LAPSPI, sedangkan Layanan Komersial ialah

biaya yang dikenakan bagi pihak nasabah/konsumen yang memang tidak

termasuk dalam kategori nasabah Basic Saving Account (BSA) dan

UMKM, dan tentu biaya kerugian ≤Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta

rupiah).

Kemudian pada tahap Adjudikasi dan Arbitrase sangat berbeda,

yakni pada tahap ini nasabah/konsumen akan dikenakan biaya dalam

penyelesaian perkara. Pada tahap Adjudikasi; biaya Adjudikasi akan

dikenakan, biaya pendaftaran sekitar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah),

dan biaya Jasa adjudikator dan biaya sengketa total Rp.10.000.000,-

(sepuluh juta rupiah). Biaya perkara kerugian finansial maksimal Rp.

500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), maka secara otomatis akan

langsung masuk pada tahap Mediasi dan tahap Adjudikasi. Berbeda pada

tahap Arbitrase, apabila setiap perkara tuntutan yang masuk mengalami

kerugian ≥Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), maka secara

otomatis akan diselesaikan pada tahap tersebut, mengenai biaya Perkara

Arbitrase; biaya Sengketa dan biaya Pendaftaran total Rp. 20.000.000,-

(dua puluh juta rupiah), dan Biaya Arbiter Rp. 60.000.000,- (enam puluh

juta rupiah), apabila nilai sengketa mencapai Rp. 1.000.000.000,- (satu

milyar rupiah).

Jika melihat tahap penyelesaian sengketa pada Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) sampai saat ini,

tahap Mediasi paling banyak terselesaikan, sekitar 72 perkara selama 2

(dua) tahun terakhir dan termasuk pendaftaran perkara yang didaftarakan

pada Perbankan Syariah,4 terbukti memang tidak selamanya perselisihan

dapat menyebabkan permusuhan antar pihak, namun perselisihan mampu

4Interview Pribadi Bapak Himawan E Subiantoro, Ketua Lembaga Alternatif Penyelesain

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Jakarta Selatan, 09 Februari 2018.

Page 76: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

65

diselesaikan secara damai atau musyawarah, dan banyak pula perkara

tersebut mengenai Pembiayaan macet dan E-banking pada Perbankan

Syariah.5

Pada tahap awal penulis sudah menjelaskan bahwa penyelesaian

sengketa di LAPSPI ini memang berbeda dengan Lembaga atau Badan

penyelesaian sengketa lainnya, bahwa dalam pelaksanaanya pihak

LAPSPI, diawal selalu memfilter setiap perkara, bahwa perkara yang

akan ditanganinya masuk pada tahap mana yang tepat, agar perkara

tersebut cepat terselesaikan, karena lebih mengedepankan Misi dari

keberadaan LAPSPI yaitu adil, cepat, murah, dan efisien, dan selalu

berpendirian pada Visi dalam pelaksanaannya yaitu “menjadi Lembaga

yang profesional, terpercaya, dan pilihan utama nasabah dan bank dalam

menyelesaikan sengketa”, dengan demikian Visi dan Misi tersebut sudah

melekat pada LAPSPI.

Jika melihat proses penyelesaian sengketa di LAPSPI bahwa setiap

berperkara telah diselesaikan, maka data tersebut wajib untuk segera di

musnahkan, namun tetap terlebih dahulu data tersebut diinput sebagai

dasar yurisprudensi pelembagaan, dan nantinya dari setiap perkara yang

sudah diinput maka LAPSPI akan mengadakan sharing kepada Lembaga

Jasa Keuangan (LJK) lain, bahwa terdapat perkara demikian, sehingga

memungkinkan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dapat mengantisipasi dari

setiap perkara yang ada dan sebagai bahan pembelajaran. Selain itu

bahwa seorang Mediator, Adjudikator dan Arbiter, dikemudian hari tidak

diperkenankan dijadikan seorang saksi, karena atas dasar unsur

confidential dan professional.

Dalam setiap penyelesaian sengketa baik di suatu Lembaga atau

Badan dipastikan tidak selancar yang dibayangkan, pada LAPSPI sendiri

selama 2 tahun terakhir ini terdapat beberapa perkara yang dapat

terselesaikan, pending, sampai tahap ditolak.

5Interview Pribadi Tryatha Sonny Putri, Cash Manager (LAPSPI), Jakarta Selatan, 09 April

2018.

Page 77: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

66

Pada Periode 1 Januari 2016 – 31 Desember 2016, pada kasus

Kredit total 16, diantaranya 3 terselesaikan, 2 ditolak, dan 11 kembali

pada tahap Internal Dispute Resolution (IDR), kemudian pada kasus

Kartu Kredit jumlah kasus 9, diantaranya 3 terselesaikan, 6 kembali pada

tahap Internal Dispute Resolution (IDR), adapula kasus mengenai e-

banking/internet/banking/mobile banking yaitu total kasus 2 diantaranya,

3 terselesaikan, dalam hal ini pada periode 2016 pengaduan yang masuk

di LAPSPI total sekitar 27 kasus.

Kemudian pada periode 1 Januari 2017 – 31 Desember 2017, pada

kasus Kredit total 22, diantaranya 3 terselesaikan 1 dipending oleh

LAPSPI, 12 ditolak, dan 6 kembali pada tahap Internal Dispute

Resolution (IDR), kemudian pada kasus Kartu Kredit jumlah kasus 15,

diantaranya 6 terselesaikan, 1 dipending oleh LAPSPI, 5 ditolak, 3

kembali pada tahap Internal Dispute Resolution (IDR), pada kasus

permasalahan lingkup dana yaitu total 5 kasus, diantaranya 1 dipending

oleh LAPSPI, dan 4 kembali pada tahap Internal Dispute Resolution

(IDR), dan adapula kasus mengenai e-banking/internet/banking/mobile

banking yaitu total kasus 4 diantaranya, 1 terselesaikan, 1 dipending oleh

LAPSPI, dan 2 kembali pada tahap Internal Dispute Resolution (IDR),

dalam hal ini pada periode 2017 pengaduan yang masuk di LAPSPI total

sekitar 46 kasus.

Adapun dari akumulasi periode 1 Januari 2016 – 31 Desember

2017, pada kasus Kredit total 38, diantaranya 6 terselesaikan 1 dipending

oleh LAPSPI, 14 ditolak, dan 17 kembali pada tahap Internal Dispute

Resolution (IDR), kemudian pada kasus Kartu Kredit jumlah kasus 24,

diantaranya 9 terselesaikan, 1 dipending oleh LAPSPI, 5 ditolak, 9

kembali pada tahap Internal Dispute Resolution (IDR), pada kasus

permasalahan lingkup dana yaitu total 5 kasus, diantaranya 1 dipending

oleh LAPSPI, dan 4 kembali pada tahap Internal Dispute Resolution

(IDR), dan adapula kasus mengenai e-banking/internet/banking/mobile

banking yaitu total kasus 6 diantaranya, 3 terselesaikan, 1 dipending oleh

Page 78: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

67

LAPSPI, dan 2 kembali pada tahap Internal Dispute Resolution (IDR),

dalam hal ini pada periode 2016 sampai dengan 2017 pengaduan yang

masuk di LAPSPI total sekitar 73 kasus.6

Dari data yang penulis terima dari pihak Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), bahwa dipastikan

perkara yag sudah didaftakan namun ditolak, dikarenakan bahwa perkara

tersebut sudah diputus atau diperiksa oleh Pengadilan atau Lembaga lain,

perkara yang diajukan bukan sengketa yang berkaitan dengan bidang

perbankan, dan adanya indikasi perbuatan melawan hukum.

B. Implikasi hukum adanya Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia (LAPSPI)

Keberadaan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia membuat adanya kepastian hukum bagi semua nasabah/konsumen

di Lembaga Jasa Keuangan. Namun jauh sebelum diterbitkannya Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/ 2013 dan Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan No. 1/POJK.07/ 2014, memang sudah ada Undang-Undang yang

mengatur mengenai perlindungan konsumen, namun dengan adanya suatu

peraturan baru mengenai perlindungan konsumen dalam hal penyelesaian

sengketa tidak adanya terjadi tumpang tindih antar peraturan, bahwa satu

sama lain saling menyempurnakan.

Jika dapat dilihat dari beberapa peraturan mengenai perlindungan

konsumen dan penyelesaian sengketa sampai saat ini hasil putusan yang telah

ditetapkan dalam setiap perkaranya selalu tidak sesuai dan selalu

bertentangan, dan bahkan banyak yang tidak sesuai dengan kompetensi pihak

yang memutuskan. Maka jika dapat dilihat dari segi Pengadilan, Basyarnas,

dan BPSK, jalur penyelesaian tersebut khusus untuk lingkup perbankan

kurang dari segi hal kompetensi pihak yang menyelesaikannya, karena

memang permasalahan perbankan, dibuthkan memang pihak-pihak yang

6 Data Pengaduan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI), Jakarta Selatan, 12 Februari 2018.

Page 79: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

68

mempunyai keahlian dan background mengerti akan hal perbankan, dan dari

segi fiqhiyyah khusus pada perbankan syariah. Maka penulis berupaya

memberikan analisis terkait kelebihan dan kekurangan dari beberapa forum

penyelesaian sengketa khusus bagi lingkup perbankan :

Tabel 4. 2 : Kelebihan dan Kekurangan Lembaga Penyelesaian

Sengketa

Lembaga

Penyelesaian

Sengketa

Kelebihan Kekurangan

Pengadilan Agama

(PA)

Undang-Undang No.

3 Tahun 2006

Tentang Peradilan

Agama

o Murah

o Dapat di akses

melalui

website

o Terbuka untuk

umum

o Penyelesaiannya

berlarut-larut

(lama)

o Tidak efektif

o Hakim yang

memiliki sertifikasi

sedikit

o Hakim hanya

sedikit yang

berkompeten di

bidang perbankan

Badan Arbitrase

Syariah Nasional

(Basyarnas)

Undang-Undang No.

30 Tahun 1999

Tentang ADR dan

Arbitrase

o Murah

o Pengawasan

oleh MUI

o Adil

o Confidential

o Putusan Final

and Binding

o Mengerti dan

ahli dalam

fiqh

o sedikit yang

mengerti di bidang

perbankan

o tidak adanya

website

o tidak bertanggung

jawab penuh

kepada para pihak

setelah

memberikan

putusan.

Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen

(BPSK)

Undang-Undang No.

8 Tahun 1999

Tentang

Perlindungan

Konsumen

o Murah

o Diutamakan

damai

o Berada di tiap

kabupaten

o Putusan final

and binding

o Lama

o Tidak efektif dan

efisien

o Menetapkan

putusan yang mana

terlalu pro kepada

konsumen

o Anggotanya tidak

ada yang berasal

Page 80: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

69

dari perbankan

o Tidak adanya

pengawasan

Lembaga Alternatif

Penyelesaian

Sengketa Perbankan

Indonesia (LAPSPI)

Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan

No.1/POJK.07/2014

Tentang Lembaga

Alternatif

Penyelesaian

Sengketa di Sektor

Jasa Keuangan

o Terdapat non

biaya, dan

berbiaya

o Cepat, efisien,

adil

o Berpengalama

n di bidang

perbankan

o Pengawasan

pada pihak

Otoritas Jasa

Keuangan.

o Meningkatkan

kualitas

penyelesaian

internal

o Terdapat

akses website

o Putusan Final

and binding

o Tanggung

jawab pihak

LAPSPI

dalam

memantau

para pihak

setelah

memberikan

putusan.

o Dikenakan

berbiaya cukup

mahal dikenakan

kepada penggugat

o Hanya terdapat di

daerah jakarta

o Aksebilitas atau

jarak

o Kemampuan pihak

Mediator yang

masih sedikit

mampu untuk

mengexplore setiap

keluhan para pihak

sedetail mungkin

terhadap suatu

permasalahan.

Dari uraian tabel, penulis sajikan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antara penyelesaian sengketa jalur litigasi dan nonlitigasi (di luar

pegadilan), yang mana memang setiap lembaga penyelesaian sengketa

mempunyai kekurangan dan kelebihan. Jika dapat dilihat pada jalur

pengadilan bahwa memang sangat mudahnya nasabah (konsumen)

mengakses melalui website jika terdapat adanya pengaduan kepada

pengadilan, terlebih dapat melihat mengenai jadwal sidang, penelusuran

perkara, dan dapat mendaftar suatu perkara secara online, dan terlebih murah,

jika kita bandingkan dengan jalur nonlitigasi (di luar pengadilan) melalui

Page 81: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

70

jalur basyarnas, memang jalur basyarnas sudah teruji anggotanya dan pihak

yang menyelesaikannya mengerti akan produk perbankan syariah menurut

syariat dan diawasi langsung oleh pihak MUI, tetapi memang terdapat

kekurangan bahwa tidak semua anggota mengerti akan dunia perbankan

secara keseluruhan, dan tidak adanya website, sehingga sulit mengakses

keberadaan dari basyarnas. Kemudian pihak yang berada di kantor sangat

sedikit, dikarenkan memang mempunyai kesibukkan lain dari anggota

basyarnas, tetap setiap putusan arbitrase final and binding, tetapi setiap

putusan arbiter ketika sudah diputus, salinan putusan tersebut selanjutnya

didaftarkan kepada pengadilan agama, kemudia pihak basyarnas selanjutnya

tidak bertanggung jawab terkait putusan tersebut di eksekusi atau tidak, dan

semunya kembali pada itikad baik para pihak.

Kemudian pada jalur penyelesaian sengketa nonlitigasi melalui jalur

BPSK yaitu tidak jauh berbeda dengan Basyarnas, tetapi memang untuk

lingkup lembaga jasa keuangan sangat dibatasi, bahwa hanya lingkup

perbankan, pembiayaan dan asuransi yang dapat di lindungi oleh Undang-

Undang perlindungan konsumen atau BPSK, diluar pada lingkup tersebut,

tidak dapat dilindungi oleh UUPK, dikarenakan jalur penyelesaian sengketa

oleh BPSK yang hanya dilindungi yaitu konsumen akhir saja, yang tidak

mencari keuntungan, hanya memanfaatkan atau memakai jasa/barang, dan

jika dilihat pada penyelesaian sengketa yang baru beroperasi selama 2 tahun

ini yaitu LAPSPI memang penyelesaian sengketa dikhususkan bagi semua

sektor jasa keuangan atau lebih khusus pada lingkup perbankan. Dengan

Otoritas Jasa Keuangan memberikan amanah kepada asosiasi-asosiasi khusus

membentuk lembaga tersebut bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi

lembaga jasa keuangan terlebih perbankan dengan mudah menyelesaikannya

pada lembaga tersebut. Dilain sisi telah terbukti bahwa lembaga penyelesaian

sengketa tersebut pihak atau anggotanya berkompeten dalam menyelesaiakan

sengketa di dunia perbankan, dan tentu berlatar belakang paham mengenai

dunia perbankan, baik syariah ataupun konvensional, mengetahui pula baik

Page 82: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

71

buruknya terkait adanya itikad baik atau buruk dari para pihak, dan selain itu

putusan LAPSPI pun final dan mengikat bagi para pihak, dan diawasi oleh

Otoritas Jasa Keuangan. Namun lembaga dapat dibedakan dengan Lembaga

atau Badan penyelesaian jalur nonlitigasi lainnya bahwa dalam LAPSPI

mengenal Layanan Probono, dimana memang terdapat pihak BSA dan

UMKM ketika ingin menyelesaikan sengketa melalui jalur LAPSPI di

gratiskan, dan terdapat dikenakan biaya juga pada Layanan Komersial, inilah

menurut penulis lebih pada kekurangan, karena layanan komersial cukup

terbilang mahal jika dikenakan biaya kepada pihak penggugat.

Jika melihat terkait legalitas dari LAPSPI sendiri yaitu diamanahkan

langsung dari pihak Otoritas Jasa Keuangan, dan UU Otoritas Jasa Keuangan,

dikarenakan tujuan OJK untuk melindungi konsumen dan berlaku adil antara

nasabah dan pihak bank, dan tidak adanya pihak yang dirugikan, kemudian

dibuatlah lembaga tersebut sesuai denga POJK No.1/POJK.07/2014 tentang

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. Maka,

semenjak adanya peraturan mengenai forum penyelesaian sengketa

khususnya di sektor jasa keuangan, bahwa semakin jelas, dan terarah bila

mana ada nasabah/konsumen yang mempunyai permasalahan dengan

Lembaga Jasa Keuangan khusus di lingkup perbankan.

Sejauh ini dalam pertumbuhan dua (2) tahun terakhir, keberadaan

LAPSPI untuk diterapkan bagi seluruh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) masih

sedikit, khususnya Perbankan Syariah yang menyelesaikannya di LAPSPI,

nyatanya dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan sudah jelas bahwa setiap

Lembaga Jasa Keuangan wajib menerapkan LAPSPI tersebut sebagai

klausula baku dalam penyelesaian sengketa pada jalur Eksternal Dispute

Resolution, dan keberadaan LAPSPI sendiri secara otomatis membuat semua

Lembaga di Sektor Jasa Keuangan menjadi anggota LAPSPI.sesuai Pasal 3

ayat (2) Peraturan Nomor 1/POJK.07/2014. Sampai saat ini ketua Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) pun

mengatakan bahwa “Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Page 83: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

72

Indonesia (LAPSPI) belum mewajibkan bagi seluruh Lembaga Jasa

Keuangan dalam menggunakan forum tersebut, dikarenakan melihat dari segi

pertumbuhan atas keberadaan LAPSPI pun baru, dan tidak bisa dipaksakan

pula agar Lembaga Jasa Keuangan secara tiba-tiba menerapkan klausula baku

tersebut, sampai saat ini hanya bersifat “persuasif” kepada seluruh Lembaga

Jasa Keuangan.

Penulis menganalisis keberadaan Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) dengan mengambil sample pada

setiap corporate Bank Umum Syariah yaitu PT. Bank BNI Syariah, diawal

penulis mencoba mengetahui bahwa ada atau tidak klausula baku di setiap

penanganan pengaduan atau penyelesaian sengketa yang diterapkan pada BNI

Syariah tersebut, dan hasilnya bahwa secara jelas jika adanya perselisihan

sengketa antara nasabah dengan sektor Jasa Keuangan (BNI Syariah) apabila

tidak bisa diselesaikan secara damai maka tahap selanjutnya penyelesaian

sengketa pada tahap Eksternal Dispute Resolution diselesaikan melalui

layanan mediasi bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan ataupun Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan.7

Namun, setelah penulis melakukan wawancara kepada pihak BNI

Syariah, mereka mengatakan bahwa sampai saat ini klausula baku yang

diterapkan dalam setiap kontrak, tercantum bahwa “apabila dalam

pelaksanaa perjanjian ini terjadi permasalahan atau perselisihan, maka Para

Pihak setuju menyelesaikannya dengan cara musyawarah untuk mufakat dan

apabila dengan cara musyawarah tidak tercapai kesepakatan, maka kedua

belah pihak telah sepakat untuk menyelesaikan perkara ini melalui

Pengadilan Agama”.8

Kemudian melakukan wawancara kepada pihak BRI Syariah mengenai

keberadaan dari LAPSPI sendiri bahwa nama lembaga tersebut belum pernah

didengarnya, dan hingga kini BRI Syariah belum pernah menggunakan jalur

7 Prosedur Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah BNI, diakses pada tanggal 2

April 2018 8 Interview Pribadi Bapak Bayu Septian, Manager Litigation Divisi Hukum Bank BNI

Syariah, Jakarta Selatan, 26 Maret 2018.

Page 84: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

73

tersebut, hanya menggunakan jalur Pengadilan Agama, dan pernah

menggunakan jalur basyarnas.9 Pihak BRI Syariah mengatakan bahwa adanya

suatu permasalahan antar bank dengan nasabah sedapat mungkin diselesaikan

secara perdamaian, sering terjadi permasalahan atau sengketa di BRI Syariah

yaitu terkait pembiayaan macet, tidak diragukan bahwa sekitar 85% rata-rata

permasalahan pembiayaan macet yang mana nasabah sudah mencapai

kolektabilitas 5 (macet total), maka jaminan nasabah akan segera di lelang,

tetapi kembali kepada kebijakan corporate, setiap corporete mempunyai

kebijakan masing-masing, khususnya di BRI Syariah, jika terjadi

permasalahan demikian, nasabah akan diberikan SP(surat peringatan), SP1,

SP2 dan SP3, jika nasabah menghiraukan maka diselesaikan secara

perdamaian, jika memang tidak mampu jalur damai, maka diselesaikan pada

tingkat Basyarnas, jika tidak diselesaikan kepada tingkat yang lebih tinggi

yaitu Pengadilan Agama, dan setelah itu kepada pihak KPLM (lelang).

Sampai saat ini di BRI Syariah terkait penyelesaian sengketa memang

kembali kepada kebijakan corporete dan tergantung dari segmentasi.

Dan BRI Syariah menggunakan jalur litigasi dikarenakan keputusan

dari Peradilan Agama lebih kuat dan legalitas terhadap dokumen-dokumen

dibandingkan LAPSPI, dan PA sudah terkonsep pada kementrian Hukum dan

HAM. Kemudian ketika penulis melakukan wawancara kepada pihak Bank

Mega Syariah bahwa mereka hingga kini menyelesaikan sengketa kepada

Pengadilan Agama, terkait keberadaan LAPSPI mereka mengetahuinya tetapi

belum pernah menggunakan penyelesaian sengketa di jalur tersebut.10

Sama

halnya ketika wawancara kepada pihak Bank Muamalat bahwa hingga kini

penyelesaian jika terjadinya sengketa antar Bank Muamalat dengan nasabah

yaitu kepada Pengadilan, tentu diawal penyelesaian sedapat mungkin

9 Interview Pribadi Bapak Tri Budi Subiakto, Learning Center Bank BRI Syariah, Jakarta

Selatan, 5 Juni 2018 10

Interview Pribadi Bapak Tiza, Human Resources Development Bank Mega Syariah,

Jakarta Selatan, 6 Juni 2018

Page 85: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

74

diselesaikan melalui jalan perdamaian antar internal, dan sampai saat ini

belum pernah menggunakan jalur LAPSPI.11

Dengan demikian sudah jelas bahwa sampai saat ini keberadaan

LAPSPI belum menjadi klausula baku untuk diterapkan bagi seluruh

Lembaga Jasa Keuangan (LJK), dan mengenai keberadaan lokasi LAPSPI

yang mungkin sulitnya untuk dijangkau dikarenakan hanya ada di Jakarta.

Kemudian pihak praktisi di berbagai corporete ketika penulis menanyakan

hal yang sama mengenai jalur penyelesaian sengketa mereka mengatakan

bahwa kembali kepada kebijakan corporete masing-masing, dan Undang-

Undang Perbankan Syariah lebih khusus. Jika melihat penyelesaian sengketa

nonlitigasi atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan, kembali kepada

para pihak atau dapat dikatakan sebagai choice of forum saja tidak menjadi

sebuah kewajiban bagi pihak corporete, dan hingga kini mereka beranggapan

bahwa jika menyelesaikan melalui LAPSPI tetap saja kembali pada

Pengadilan nantinya, dan tentu permintaan LAPSPI tergantung keinginan dari

pihak nasabahnya, jika memang nasabah ingin diselesaikan dan setuju ke

Pengadilan Agama maka telah selesai. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa

mengenai keberadaan dari LAPSPI bahwa sebagai choice of Forum kalangan

praktisi di berbagai corporete.

Kemudian penulis pun mewawancarai pihak Pengadilan Agama Jakarta

Selatan terkait keberadaan LAPSPI, ada atau tidak sampai saat ini putusan

LAPSPI yang didaftarkan kepada Pengadilan Agama, dan benar memang

sampai saat ini belum ada putusan LAPSPI terkait perkara Perbankan Syariah

yang didaftarkan kepada Pengadilan Agama.12

Dalam pandangan penulis terlihat bahwa keberadaan dari Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengeketa Perbankan Syariah (LAPSPI) memang

belum adanya klausula baku yang mewajibkan LJK menerapkannya, dan

kurangnya sosialisasi dari pihak LAPSPI, sehingga sampai saat ini seluruh

11

Interview Pribadi Mba Ayu Bella Erwira, MODP FL Bank Muamalat, Jakarta Selatan,

4 Juni 2018 12

Interview Pribadi Bapak Jarkasih, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, 29 Maret

2018.

Page 86: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

75

LJK hanya menganggap tabu terkait keberadaan LAPSPI. Semakin banyak

Lembaga atau Badan yang menangani “Perlindungan pada Konsumen”,

maka menurut penulis semakin tidak adanya kepastian hukum didalamnya,

semakin membuat kebingungan bagi para konsumen meskipun memang

keberadaan Lembaga atau Badan tersebut hanya sebatas “Forum Of Law atau

Choice of Forum”.

Disinilah dengan keberadaan LAPSPI seharusnya menjadi sebuah

pencerahan bagi seluruh Lembaga Jasa Keuangan bahwa LAPSPI yang

nantinya menjadi wadah yang mampu untuk menyelesaikan setiap

permasalahan di bidangnya, dan tidak perlu diragukan bahwa LAPSPI

tersebut memiliki anggota yang memang berkompeten dan memiliki

background yang mengerti dibidang perbankan, yaitut terdapat dari

Perhimpunan Bank Nasional (PERBANAS), Himpunan Bank Milik Negara

(HIMBARA), Asosiasi Bnak Pembangunan Daerah (ASBANDA), Asosiasi

Bank Syariah (ASBISINDO), Perhimpunan Bank-Bank Internasional

Indonesia (PERBINA), dan Perhimpunan Bank Perkreditas Rakyat Indonesia

(PERBARINDO).

Dengan demikian menurut penulis bahwa keberadaan LAPSPI agar

secepatnya untuk dijadikan penerapannya di dalam Undang-Undang

Perbankan Syariah dan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, agar

menjadi sebuah Lembaga yang kuat akan legalitas dimata hukum, dan wajib

diketahui bahwa setiap tahunnya seluruh Lembaga Jasa Keuangan dipastikan

selalu membayar Iuran kepada LAPSPI, dan setiap putusannya dipastikan

dapat diselesaikan oleh pihak-pihak yang mengerti dibidangnya, dan

mempunyai putusan yang valid maka hal tersebut menurut penulis jika

Lembaga Jasa Keuangan tidak menerapkannya maka sangat dirugikan, dan

bagi pihak LAPSPI untuk lebih giat mengadakan sosialisasi dan himbauan

agar menjadi kepastian hukum yang pasti

Page 87: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

76

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Terkait dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah

penulis buat di awal maka berikut ini adalah kesimpulan akhir penelitian yang

penulis dapat:

1. Proses terjadinya suatu permasalahan dalam lingkup perbankan syariah

sedapat mungkin permasalahan tersebut dapat diminimalisir oleh pihak

internal corporete agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Maka pada jalur Internal Dispute Resolution (IDR) tersebut, pihak

perbankan syariah mampu menyelesaian permasalahannya yang terjadi

antar nasabah, dengan cara perdamaian antar nasabah, dengan jalan yang

adil, dan saling keterbukaan satu sama lain, agar permasalahan tersebut

dapat diselesaikan dengan baik, dan ketika pihak bank mengakui adanya

kelalaian maka sedapat mungkin diperbaiki dan jika adanya kerugian

diberikan ganti rugi dari pihak perbankan, sedangkan pada jalur Eksternal

Dispute Resolution (EDR), dapat dibagi dua macam, yaitu Litigasi dan

Nonlitigasi. Pada jalur nonlitigasi lebih dikenal pada Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengeketa Perbankan Syariah (LAPSPI) yang mana dapat

diselesaikan dengan menggunakan 3 cara penyelesaian sengketa yaitu

Mediasi, Adjudikasi dan Arbitrase.

2. Implikasi hukum mengenai keberadaan dari Lembaga Alternatif

Penyelesaian Sengeketa Perbankan Syariah (LAPSPI) memang belum

adanya klausula baku yang mewajibkan Lembaga Jasa Keuangan dalam

penerapannya, namun Otoritas Jasa Keuangan secara jelas menyarankan

seluruh Lembaga Jasa Keuangan nasabah menggunakan Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengeketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), jika

adanya perselisihan atau permasalahan yang tidak dapat terselesaikan pada

Page 88: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

77

tahap internal dan jalur litigasi. Namun masih banyak lingkup perbankan

khusus Bank Umum Syariah yang belum menggunakan klausula tersebut

di dalam isi kontrak, hanya sedikit perbankan khususnya perbankan

syariah yang sudah menggunakannya, karena mereka berpandangan bahwa

LAPSPI tersebut belum adanya legalitas dimata hukum, tetapi dapat

diketahui bahwa setiap putusan Lembaga Alteratif Penyelesaian Sengketa

Perbankan Indonesia (LAPSPI) mempunyai putusan yang berkekuatan

hukum pasti (inkrah), mengikat para pihak dan anggota pihak LAPSPI pun

ialah mereka yang berkompeten di dunia perbankan, dan dipastikan

putusan tersebut berkualitas, dan adil.

B. Saran

1. Pihak Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI) lebih extra menginformasikan atau mengadakan sosialisasi

terkait dengan keberadannya tersebut, dikarenakan kebanyakan

masyarakat atau nasabah masih belum mengetahui keberadannya.

2. Lembaga Jasa Keuangan lebih mempertimbangkan terkait forum Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) untuk

dijadikan sebagai klausula baku pada isi kontrak, karena forum tersebut

sangat berguna dan menjadi wadah yang sinkron pada dunia perbankan.

Melihat penyelesaian Pengadilan Agama dalam menangani setiap

permasalahan yang berkaitan dengan dunia perbankan syariah, masih

banyak diantara SDM hakim tersebut yang masih belum mengerti disetiap

permasalahannya, maka dapat dipastikan putusannya tidak sesuai, maupun

Lembaga atau Badan-badan penyelesaian sengketa lainnya.

3. Keberadaan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia (LAPSPI) hingga kini hanya berada di daerah DKI Jakarta. Jika

melihat tiap tahunnya, bahwa begitu banyak permasalahan atau

persengketaan yang terjadi antar nasabah/konsumen dengan pihak

Page 89: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

78

Lembaga Jasa Keuangan di setiap daerahnya dan bahkan didaerah-daerah

terpencil yang susah untuk dijangkau, maka dari itu dibutuhkan

keberadaan LAPSPI tersebut tersebar di setiap daerahnya agar dapat

terjangkau, lebih hemat waktu, dan lebih efisien dalam penyelesaian

disetiap permasalahannya.

4. Untuk penelitian selanjutnya disarankan lebih mengkaji lagi mengenai

keberadaaan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan

Indonesia (LAPSPI), apakah ketentuan mengenai keberadaan LAPSPI

sudah menjadi klausula baku bagi setiap Lembaga Jasa Keuangan (LJK),

dan sudah berapa persen (%) pelaku jasa keuangan baik syariah atau

konvesional yang menggunakan Lembaga Alternatif Penyelesaian

Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI).

5. Diharapkan bagi pemerintah, agar tidak terlalu banyak Lembaga atau

Badan-badan penyelesaian sengketa yang dibentuk, namun nyatanya setiap

putusannya tidak berkualitas dan pada akhirnya membuat kebingungan

bagi para nasabah atau konsumen.

Page 90: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

79

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ali, M. Hatta. Peradilan Sederhana Cepat & Biaya Ringan. Bandung: PT.

Alumni, 2012.

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Amriani, Nurnaningsih. Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di

Pengadilan.Raja Jakarta: Grafindo Persada, 2012.

Ardial, Bahrudin Nur Tanjung. dikutip dari Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

(proposal, skripsi, tesis, dan mempersiapkan diri menjadi penulis artikel

ilmiah). ed. 1 cet. 5, Jakarta: Kencana, 2010.

Astarini, Dwi Rezki Sri. Mediasi Pengadilan salah satu bentuk penyelesaian

sengketa berdasarkan asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan.

Bandung: PT. Alumni, 2013.

Emirzon, Joni. Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan (Negosiasi,

Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2000.

Fajar, Muktar dan Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Normatif &

Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Fuady, Munir. Arbitrase Nasional: Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis.

Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2009.

Fuady, Munir. Dinamika Teori Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Herliana. Peran Bank Indonesia Sebagai Pelaksana Mediasi dalam Penyelesaian

Sengketa Perbankan. Mimbar Hukum, 1 Februari 2010.

HS, Salim dan Erlies Septiana. Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis

dan Disertasi. cet. Ketiga.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.

Margono, Suyud. Alternative Dispute Resolution (Teknik dan Strategi dalam

Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase). Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. cetakan keenam, Jakarta: Kencana,

2010.

Meleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. edisi revisi, Bandung: PT. Remaja

Rosyada Karya, 1997.

Page 91: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

80

Mertokusumo, Sudikno. Teori Hukum. Edisi Revisi, cet-VI, Yogyakarta: Cahaya

Atma Pustaka, 2012.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yado. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2007.

Muhammad, Abdul Kadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Cet. Ke 1 Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, 2004.

Ngani, Nico. Metodologi Penelitian Hukum dan Penulisan Hukum. cetakan

pertama. Jakarta : Pustaka Yustisia, 2012.

Nugroho, Adi dan Dr. Susanti. Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau

dari Hukum Acara serta kendala Implementasinya.Jakarta: Kencana, 2008.

Safa’at, Rachmad. Mediasi dan Advokasi Konsep dan Implementasinya.Malang:

Agritek YPN Malang Kerjasama dengan SOFA Press, 2006

Sasongko, Wahyu. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen.

Bandar lampung: Penerbit UNILA 2007.

Sembiring, Jimmy Joses. Cara menyelesaikan sengketa diluar pengadilan

(Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi & arbitrase). Jakarta: Visimedia, 2011.

Soekanto, Soejono dan Sri mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. cetakan kesepuluh. Jakarta: Grafindo Persada, 2007.

Soekanto, Soejono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 2008.

Sudiarto. Negosiasi, Mediasi, dan Arbitrase: Pengertian Sengketa Alternatif di

Indonesia, Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2015.

Umam, Khotibul. Penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan. Yogyakarta:

Pustaka Yustisia, 2010.

Umar, Husen. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2004.

Usman, Rachmadi. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, 2013.

Widjaja, Gunawan. Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis Arbitrase VS Pengadilan

Persoalan Kompetesi (Absolut) yang Tidak Pernah Selesai.Jakarta:

Kencana, 2008.

Widjaya, Gunawan dan Ahmad Yani. Hukum Arbitrase. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2000.

Page 92: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

81

Winarta, Frans Hendra. Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitase Nasional

Indonesia dan Internasional. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Jurnal, Skripsi, dan Tesis

Abiola, Sekoni Muttalib. “Legal and Regulatory Issues and Challenges Inhibiting

Globalization of Islamic Banking System”, IIUM Institute of Islam Banking

and Finance, International Islamic university malaysia, kuala lumpur.

malaysia tahun 2015.

Herliana. “Peran Bank Indonesia Sebagai Pelaksana Mediasi dalam Penyelesaian

Sengketa Perbankan”. Mimbar Hukum, Vol 22 No.1, 1 Februari 2010.

Khopiatuziadah. “Kajian Yuridis Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah”.

Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 10, No. 3, 2013.

Muryati, Dewi Tuti dan B. Rini Heryanti. “Pengaturan dan Mekanisme

Penyelesaian Sengketa Nonlitigasi di bidang perdagangan”. Jurnal Hukum

UNS. Vol 13 Nomor 1, 2011.

Nasution, Riski Setyadani. “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Melalui

Media di Pengadilan Agama(Studi Kasus Mediasi Sengketa Ekonomi

Syariah dengan Perkara Nomor 1221/pdt.G/2009/PAJS di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan)”.Jakarta: Tesis, Universitas Indonesia, 2010.

Nurrachmat, Muh Dasril Tri. “Prosedur Mediasi Perbankan di Era OJK”.

Makassar: Universitas Hasanuddin Makassar, 2016.

Rahmawati, Ema dan Mantuli Rai. “Penyelesaian Sengketa melalui Lembaga

Alternatif di Sektor Jasa Keuangan”. Jurnal Volume 3 No. 2 Tahun 2016.

Rahouti, Yassir. “Islamic Finance & Dispute Resolution Master’s thesis for

International Business Law”, Thesis supervisors: Jing li & D.A. Pereira Dias

Nune, 2015.

Page 93: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

82

Satory, Agus. “Perjanjian Baku dan Perlindungan Konsumen dalam Transaksi

Bisnis Sektor Jasa Keuangan: Penerapan dan Implementasinya di

Indonesia”. Padjadjaran: Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 2 No. 2, Agustus 2015.

Suwandono, Agus. “Implikasi Pemberlakuan UUOJK terhadap Perlindungan

Konsumen Jasa Keuangan dikaitkan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen”. Jurnal Volume XXI no. 1 Tahun 2016.

Wibowo, Yusuf Wahyu. “Alternatif Penyelesaian Sengea Perbankan Melalui

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPSPI)”. Lampung:

Universitas Lampung, 2017.

Undang-Undang

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian sengketa Umum.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 perubahan atas undang-undang Nomor 7

Tahun 1992 Perbankan.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Perbankan Syariah.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Peraturan-Peraturan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.03/2013 tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.

Page 94: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

83

Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

No.01/LAPSPI–PER/2017 tentang Peraturan dan Prosedur Mediasi

Pengurus Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia.

Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

No.02/LAPSPI–PER/2017 tentang Peraturan dan Prosedur Adjudikasi

Pengururs Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia.

Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

No.03/LAPSPI–PER/2017 tentang Peraturan dan Prosedur Arbitrase

Pengururs Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia.

Surat Edaran OJK (SE OJK) Nomor 2/SEOJK.07/2014 tanggal 14 Februari 2014

tentang pelayanan dan penyelesaian pengaduan konsumen pada pelaku jasa

keuangan

Salinan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 19/POJK.03/2014 tentang Layanan

Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif.

Salinan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 54/SEOJK.07/2016 tentang

monitoring LAPS disektor jasa keuangan.

Website

Ekonomi.kompas.com/read/2013/11/07/1328219/OJK.Selesaikan.Sengketa.di.Le

mbaga.Mediasi.yang.Terdaftar, 15 Febuari 2018

Https://ekonomi.kompas.com, diakses pada 7 Juni 2018

Http://lapspi.org, diakses pada 26 Februari 2018

Https://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah, diakses pada tanggal 13 januari

2018.

Https://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/02/05-memahami-Kepastian-dalam-

hukum/, diakses pada tanggal 28 Januari 2018

Interview

Interview Pribadi Bapak Bayu Septian, Manager Litigation Divisi Hukum Bank

BNI Syariah, Jakarta Selatan, 26 Maret 2018.

Interview Pribadi Bapak Jarkasih, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Jakarta Selatan, 29 Maret 2018.

Page 95: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

84

Interview Pribadi Bapak Himawan E Subiantoro, Ketua Lembaga Alternatif

Penyelesain Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Jakarta Selatan, 09

Februari 2018.

Interview Pribadi Marisna Yusnanda, Unit handling Compliance, Jakarta Selatan,

26 Maret 2018.

Interview Pribadi Tryatha Sonny Putri, Cash Manager (LAPSPI), Jakarta Selatan,

09 April 2018.

Interview Pribadi Bapak Ahmad Jauhari, Sekretaris Basyarnas, Tangerang

Selatan, 27 Maret 2018.

Interview Pribadi Mba Ayu Bella Erwira, MODP FL Bank Muamalat, Jakarta

Selatan, 4 Juni 2018.

Interview Pribadi Bapak Tri Budi Subiakto, Learning Center Bank BRI Syariah,

Jakarta Selatan, 5 Juni 2018.

Interview Pribadi Mba Tiza, Human Resources Development Bank Mega Syariah,

Jakarta Selatan, 6 Juni 2018

Dokumen Lain-Lain

Booklet profil Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI), pada 26 Februari 2018.

Data Pengaduan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI), Jakarta Selatan, 12 Februari 2018.

No. Peng-1/D.07/2016 tentang Daftar LAPS disektor Jasa Keuangan.

Prosedur Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah BNI, diakses pada

tanggal 2 April 2018.

Siaran Pers Bersama No.15/56/DKom

Standar Internal Dispute Resolution Sektor Jasa Keuangan, Otoritas Jasa

Keuangan, 2016

Page 96: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 97: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Page 98: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

HASIL WAWANCARA

Nama : Himawan E Subiantoro

Jabatan : Ketua Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia

(LAPSPI)

Jakarta Selatan, 09 Februari 2018.

1. Apakah dalam penyelesaian sengketa di LAPSPI, cara penyelesaiannya

berjenjang atau opsional sama seperti ( BPSK) ?

Berjenjang maksudnya ialah jika mediasi tidak selesai maka tahap

selanjutnya yaitu adjudikasi, dan jika tidak selesai juga maka tahap

selanjutnya tahap akhir yaitu arbitrase. Di LAPSPI, dalam peraturan POJK No

1/07 tahun 2014 mengenai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

sebenarnya berjenjang menurut peraturan POJK No 1/2014. Jika seseorang

adanya suatu sengketa gagal melalui jalur mediasi,lalu lari di adjudikasi.

Dalam prakteknya putusan adjudikasi yaitu mengikat bagi pihak termohon

atau dalam hal ini pihak Lembaga Jasa Keuangan (bank), dan tidak mengikat

bagi pemohon (nasabah). Jika pemohon tidak setuju maka bisa melanjutkan

pada tingkat arbitrase.

Di LAPSPI kini kita modifikasi agar filosofi alternatif penyelesaian

sengketa perbankan itu menjadi sesuai. Dalam arti kata cepat, efisien, kalau

bisa efektif dan tentu murah,. Kalau berjenjang tidak akan efektif, dan efisien.

Abis mediasi, kemudian, adjudikasi, dan akhir arbitrase, dalam hal tersebut

apa bedanya dengan pengadilan umum. Contoh di PN yaitu tahap banding,

kasasi, peninjauan kembali. Kenapa perlu adanya modifikasi dalam LAPSPI

ini, karena segmen nasabah bank tersebut macam-macam, sementara yang

diatur dala POJK itu sampai dengan 500 juta, dan itu tidak dikenakan biaya

atau gratis. Kemudian dalam prakteknya nasabah bank itu tidak hanya

sengketa dengan minimal kerugian 500 juta, bahkan lebih bisa hampir

Triliyunan.

Untuk nasabah yang tuntutannya sampai 500 juta, dan nasabah kecil

(nasabah basic account/BSA dan UMKM) itu mediasinya di gratiskan. Jika

Page 99: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

tidak tercapai kesapakatan di Mediasi, boleh mengajukan ke tahap adjudikasi,

jia tetap di bawah 500 juta. Dan LAPSPI pun memberikan himbauan bahwa

tuntunan yang akan diajukan, yaitu tuntutan yang masuk diakal. Di adjudikasi

ini akan dikenakan biaya, berbeda dengan tahap mediasi bagi BSA dan

UMKM. Karena di adjudikasi ini dalam prakteknya bahwa mengikat bank

(termohon) tidak mengikat nasabah (pemohon), pada akhirnya, jika hasil

akhirnya nasabah tidak terima hasilnya, maka nasabah tersebut bisa bebas.

Namun dalam hal tersebut tidak ada kepastian bagi pihak termohon. Dan

jika memang nasbah serius maka akan dikenakan biaya, karena diawal

nasabah sudah diberikan privilege, maka secara otomatis nasabah harus

membayar. jika tidak, maka yang akan dirugikan pihak yang menuntutnya

atau nasabah, maksud dan tujuan agar adanya keseriusan bagi pihak termohon.

Keputusan akhir adjudikasi bahwa, putusannnya akan mengikat bagi bank dan

tidak terikat bagi pemohon, dalam hal ini bank tidak dikenakan biaya dalam

berperkara, meskipun bank posisi hanya sebagai pihak termohon, bila dilihat

bahwa posisi bank dan nasabah dalam tahap adjudikasi bahwa posisi

nasabahlah yang lebih tinggi dibanding dengan bank, maka yang dikenakan

biaya adalah hanya pihak pemohon (nasabah), agar adanya keseriusan bagi

pemohon. Dan untuk menempatkan bagi para pihak agar berada pada posisi

ang berimbang.

Perihal biaya Adjudikasi akan dikenakan biaya pendaftaran sekitar 2 juta,

dan baiya adjudikator/ sengketa 10 juta (biaya sengketa tidak dikenakan

biaya). Sengketa 500 juta. Nasabah yang besar (perusahaan yang besar, dan

aset yang besar), apabila tuntutannya tidak lebih dari 500 juta, tapi jika

perusahaan tersebut besar, dan memiliki fasilitas kredit berMilyaran, akan

dikenakan biaya dari tahap mediasi sampai akhir. Awal mula biaya akan

dilihat dari berapa besar kerugian finasialnya atau besar tuntutannya.

Berbeda halnya pada tahap mediasi bahwa, tahap mediasi ada beberapa

kriteria khusus, yang mana ada yang digratiskan, adapula melalui tahap

mediasi yang berbayar. Dalam hal ini, bagi nasabah (PROBONO)

BSA&UMKM, tahap mediasi digratiskan apabila memang nasabah tersebut

Page 100: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

yaitu berupa UMKM dan BSA, beda halnya jika nasabah tersebut mempunyai

banyak uang dan dapat dikatakan seorang konglomerat, dan pada dasarnya

kerugian yang dideritanya tidak sampai 500 juta, maka tetap akan dikenakan

biaya pada tahap mediasi sampai tahap akhir. Memang dalam hal ini mediasi

tidak berbayar bagi nasabah BSA dan UMKM, bahwa sejatinya yang

membayar biaya pendafatran, sengketa dan biaya jasa mediator adalah dari

pihak LAPSPI dan pihak OJK, atau dalam arti kata di berikan keringanan bagi

nasabah BSA dan UMKM/PROBONO, dan akan dikenenakan biaya mediasi

jika karena nasabah tersebut, orang mampu (memiliki perusahaan besar) dan

akan dikenakan biaya pendaftaran sekitar 2 juta, dan biaya mediator atau

sengketa 10 juta.

Berbeda halnya dengan Jalur Arbitrase, yaitu jalur arbitrase lebih

mengenal yiatu ArbMedArb (Arbitrase Mediasi Arbitrase), jadi boleh

langsung mengajukan pada tahap arbitrase, tentu ketika awal arbitrare pihak

LAPSPI menawarkan apakah mau ke tahap mediasi terlebih dahulu, atau pada

waktu pemeriksaan (mau pada tahap perdamaian atau tidak), jika nasabah

langsung setuju pada tahap perdamaian, maka tahap arbitrase ditutup dan tidak

dilaksanakan dan langsung pada tahap perdamaian, kemudian majelis akan

menentukan mediatornya siapa, dan akan dikembalikan pada pengurus

LAPSPI, bahwa kasus nasabah tersebut kita hold, karena nasabah tersebut

meminta pada tahap perdamaian, maka selanjtnya akan menunjuk mediator,

jika sudah melalui tahap mediator tidak ada hasilnya, maka tentu saja nasabah

tersebut tahap selanjutnya melaksanakan tahap arbitrase, jika selesai sampai

tahap mediasi, maka tutuplah hnya pada thap mediasi saja, kemudian buatlah

akta perdamaian. jika nasabah tersebut tetap pada pendiriannya, pada tahap

arbitrase yang pertama maka langsung eksekusi pada tahap arbitrase. Dalam

hal biaya jika melaksanakan ArbMedArb tentu dikenakan biaya pada tahap

arbitrase.

Disebut layanan Probono (tntunan sampai dengan 500 juta dan nasbaah

BSA/laku pandai saldonya hanya dikartu dan UMKM, menikmati hanya tahap

mediasi, adjudikasi, dalam hal ini ada mediator dan adjudikator, dan mereka

Page 101: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

dibayar oleh LAPSPI tetapi pihak LAPSPI hanya membayar pada tahap

mediasi saja/mediatornya saja. Sedangkan adjudikasi, dikarenakan kedudukan

nasbah lebih tinggi dibanding kedudkan bank, maka nasbah/pemohon akan

dikenakan biaya pada tahap adjudikasi.

Disebut layanan komersial (non proobono), diatas 500 juta, atau nasabah

yang mempunyai aset besar/konglomerat, diperbolehkan melalui tahap

arbitrase mediasi arbitrase, akan dikenakan biaya arbitrase. Biaya arbitrase

sengketa minimal sengketa 1 milyar dikenakan biaya sengketa arbitrase 60

juta, majelis arbiter 3 orang dikali 3 ( 20 juta x 3 arbiter = 60 juta), dibayar

bagi para pihak yaitu 60 juta, jika sengketa 1 Milyar maka akan membayar

biaya sengketa arbiter sekitar 60 juta ditambah dengan biaya pendaftaran 2

juta, dalam hal ini biaya arbitaer saja dan biaya pendaftara.

Dalam arbitrase bersifat Final dan Binding sangat mengikat, kecuali terjadi

situasi pada pasal 70 UU 30 Tahun 1999 yaitu adanya *informasi yang tidak

ditemukan dalam sidang atau informasi yang tidak sesuai (syarat arbitrase

yaitu harus transparan terkait data atau informasi, dan harus lengkap) *tipu

muslihat *pemalsuan data. Dan jika terdapat 3 hal tersbut maka pihak yang

dirugikan boleh melaporkan kepada Mahkamah Agung untuk minta putusan

arbitrase tersebut dibatalkan. Dalam kenyataan saat ini, memang bnayak

terjadi akhirnya dalam situasi seperti itu MA mengambil tindakan bahwa MA

menolak keras atau ditolak jika adnya para pihak ingin membatalkan putusan

arbitrase.

2. Apakah seorang mediator, adjudikator, dan arbiter harus mempunyai sertifikat

(SK) dalam pengurusan penyelesaian sengketa di LAPSPI?

Best practies dalam LAPSPI, Ada 2 yaitu tetap dan ad hock :

Mediator dan arbiter tetap yaitu yang dimiliki oleh LAPSPI atau Ad hock

(bebas) yaitu, dalam hal jika mereka mempunyai pengalaman di bidang

mediator atau arbiter, dan sudah terkenal dan tidak diragukan keahliannya,

maka bisa untuk diajukan, sesuai dengan keinginan para pihak, dan kemudian

LAPSPI akan memintakan Cv dan data pendukung lainnya, dan LAPSPI akan

Page 102: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

terima. Bagi pihak mediator dan arbiter tetap di LAPSPI maka akan diberikan

sertifikat, dan akan berada di website oleh pengurus LAPSPI, jika memang

dilihat dari unsur ad hock, bahwa semuanya akan mengikuti prosedur yang

sudah ditetapkan oleh LAPSPI dan akan di screening terlebih dahulu. Proses

untuk menghindari dari adanya unsur kepentingan bagi para pihak maka dapat

dilihat unsur indepensi terlebih dahulu, dan scan peaturan kode etik dan

adanya unsur benturan kepentingan dalam berjalannya suatu penyelesaian

sengketa.

Dalam hal ini sertifikat tidak hanya sebagi syarat formal, namun sebagai

syarat material : *Syarat material adalah seorang menjabat sebagai hakim

Agung sudah bertahun-tahun maka dengan demikian tidak perlu seorang

hakim Agung dimintakan sertifikat arbitrase, karena hal tersebut sudah dapat

dipastikan pengalamannya dalam hal menyelesaikan sengketa, maka dalam hal

tersebut syarat formal tersebut diabaikan), berbeda jika orang yang baru yang

ingin menjadi seorang arbiter di LAPSPI maka diperlukan sertifikat maka hal

tersebut menjadi syarat formal. Dan di LAPSPI pun terdapat 3 mantan hakim

Agung, yaitu wakil ketua hakim Agung yaitu Mariyani Sutadi. *Syarat formal

adalah jika seseorang yang ingin menjadi seorang arbiter di LAPSPI dan juga

telah memiliki pengalaman d bidang arbiter maka hal tersebut diperlukan

sertifikat dalam hal pengalaman menjadi arbiter, atau bahkan belum pernah

menjadi seorang arbiter tetapi mempunyai pengalaman dibidang perbankan,

dibidang hukum, maka ada prosedur atau akan di screening terlebih dahulu

oleh OJK institute.

3. Berapa jumlah mediator, adjudikator, dan arbiter di LAPSPI?

Jumlah Mediator 7 (tujuh), jumlah Adjudikator dan Arbiter 21 (dua puluh

satu) gabungan antara adjudikator dan arbiter, karena sama-sama membuat

putusan/pertimbangan putusan hukum yang adil.

Page 103: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

4. Apakah LAPSPI diberi subsidi oleh OJK? Ataukah diberi subsidi langsung

oleh pihak Bank ?

Ya, subsidi dari OJK termasuk subsidi Bantuan Dana Operasional (BDO),

yaitu ada 2 : (1) Pelaksanaan mediasi small claim, pelaksanaan di daerah-

daerah (biaya transportasi), (2) Biaya Komunikasi berupa sosialisasi, kepada

anggota atau masyarakat atau mengadakan talkshow. Bank adalah anggota

LAPSPI, dengan demikian mereka akan memberikan Iuran. Karena mereka

sudah menjadi anggota LAPSPI, supaya operasional LAPSPI bisa berjalan,

tiap-tiap bank, yaitu BANK BUKU I s/d BUKU IV berbeda-beda tiap iuran,

kisaran dari 3.100.000 s/d 130.000.000,-. Bank Buku I & Buku II : IURAN

3.100.000,- (perTAHUN), Buku III: 8.900.000 (perTAHUN), dan Buku IV

& V : sampai 130.000.000 (perTAHUN)

5. Bagaimana kepastian hukum mengenai penyelesaian sengketa, bukankah pada

mulanya dalam UUPK menyebutkan bahwa perlindungan konsumen

(nasabah) diselesaikan oleh BPSK ! Bagaimana sejak adanya LAPSPI?

BPSK semua konsumen akhir, LJK konsumen akhir semua, jadi BPSK

bisa menanganin semua. Struktur BPSK, tidak bersertifikasi, siapapun bisa

diangkat menjadi pengurus BPSK, SDM tidak dilatih, dan SDM mereka pula

tidak mengerti perbankan, dan banyak keputusan BPSK keliru. BPSK

alternatif penyelesaian sengketa, dan para pihak harus sepakat memilih

alteratif penyelesaian sengketa. Berbeda dengan LAPSPI, jika seseorang awal

mula membuat suatu perjanjian namun tidak mencantumkan alterntif

penyelesaian sengketa di kontrak maka LAPSPI tidak menjadi kewenangan

Absolut didalamnya. 98% putusan BPSK dibatalkan oleh MA, karena tidak

sesuai dan tidak sesuai dengan kewenangan absolut yang dimiliki. Sedangkan

dengan SDM LAPSPI yang dimiliki dapat mengetahui semua permasalahan

yang disengketakan oleh para pihak, baik buruknya, atau ada itikad baik atau

buruk para pihak, sehingga putusan LAPSPI, memiliki kekuatan yang pasti

dan adil.

Page 104: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

6. Apakah LAPSPI bisa menolak suatu perkara ?

Bisa, apabila sengketa tersebut sudah diputus atau diperiksa oleh

Pengadilan atau Lembaga lain. Jika ada pihak yang sebelumnya sudah

mengajukan kepada BPSK kemudian ke LASPSPI karena putusan BPSK tidak

sesuai, maka tidak diperbolehkan. Apabila jika, putusan BPSK tersebut tidak

adanya kewenangan absolut, maka hal tersebut dikecualikan, atau

diperbolehkan. Atau apabila perjanjian di BPSK belum adanya kesepakatan

bagi para pihak maka diperbolehkan untuk memilih LAPSPI selama para

pihak belum adanya kesepakatan, atau sengketa yang diajukan kepada

LAPSPI ialah bukan sengketa perbankan, atau adanya indikasi perbuatan

melawan hukum , maka hal tersebut akan ditolak.

7. Dalam pasal 10 ayat (2) POJK No.1/07/2014 menyatakan LAPS di sektor jasa

keuangan WAJIB dibentuk paling lambat 31 Desember 2015 ! dalam hal ini

LAPSPInyakah, ? atau penerapan Bank Syariah yang menerapkan LAPSPI

dalam perusahaan ?

a. Berapa Perbankan Syariah yang sudah menerapkan LAPSPI ? ketua

belu tahu,

b. Apakah Perbankan Syariah mewajibkan nasabah untuk memilih jalur

nonlitigasi khusus LJK (memilih) LAPSPI ?

POJK ini mensyaratkan bahwa lembaga tersebut dibentuk paling

lambat tahun 2016, karena forum alternatif atau pilihan forum, maka tidak

diwajibkan diterapkan pada bank-bank, dikarenakan mungkin masih baru, atau

belum adanya klausula baku, dan baru ingin diadakan rapat terkait kepada

bank-bank, agar apabila adanya terjadi dispute maka dapat diselesaikan di

LAPSPI, sampai saat ini LAPSPI kepada bank berupa persuasif, belum

diwajibkan forum tersebut.

8. Bagaimana keefektifannya bagi nasabah ?

Iya, efektif, walaupun tidak tercapai kesepakatan. (contoh : Waktu

mediasi pihak bank tidak mau membayar, dalam putusannya yang tidak

Page 105: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

tercapai, namun mereka puas dalam semua prosedur yang ada di LAPSPI

karena keduanya memenuhi keadilan satu sama lain).

9. Apakah ada kode etik dalam LAPSPI ?

a. Bagaimana mengenai pelanggaran yang telah dilakukan oleh

SDM/Pengurus LAPSPI ? Dikenakan sanksi atau ketentuan lain ?

Mengenai kode etik, bahwa setiap tahun pengurus akan melaporkan pada

RUA yaitu laporan pertanggungjawban (keuangan audit). Laporan pengurus,

dan juga laporan pengawas.

Kalau denda tidak ada bagi pengurus, pengurus berfungsi mengatur agar

lembaga tersebut berjalan dg baik. Pelanggaran pengurus biasanya ada pada

laporan pertanggung jawaban keuangan di RUA.

10. Bagaimana Indepedensi OJK ? bahwa OJK memberikan fasilitasi bagi yang

berperkara ?

Otoritas Jasa Keuangan, tidak menngunakan kebijakan tersebut. OJK

sekedar mengecek saja, dan memberikan arahan, hanya mengadakan first

analisist / menfilter sengketa, dan OJK memberikan fasilitas dalam berperkara.

Iya, kepada LAPSPI, contoh ketika dalam penyelesaian sengketa di daerah

terpencil, dan tidak mempunyai akses, dan pula kantor LAPSPI hanya berada

di Jakarta, dan jika akan mengadakan sidang OJK akan memfasilitasi (biaya

transportasi, biaya akomodasi, dll)

11. Apa saja kendala-kendala dalam mengatasi penyelesaian sengketa di LAPSPI?

Bagaimana mengatasi kendala tersebut ?

Kendala dalam LAPSPI bukan pada penyelesaian sengketanya, karena

dapat dilihat para pihak yang mEnyelesaikan sengketa baik mediator.

adjudikator dan arbiter pun ialah orang-orang yang berkompenten di

bidangnya. Lain halnya kendala lain dalam hal (1) aksebilitas atau jarak.

Contoh nasabah berada di marauke atau daerah-daerah terpencil atau di daerah

Page 106: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

BAU-BAU, 8 Jam perjalanan perjam dari kendari menuju sana. disana, secara

otomatis pihak LAPSPI menyelesaikannya disana. Untuk kesana pun pasti

biaya lama, perjalanan lama, waktu dll, dan belum tentu selesai satu hari, dan

kepintaran mediator untuk mengatur waktu yaitu chalangge. (2) kemampuan

mediator harus bisa mengexplore keluhan para pihak sedetail mungkin

permasalahan yang terjadi. Belum semua mediator mampu untuk melakukan

dengan efisien, contoh (Kendala di pihak LJK, yaitu terkadang tidak diberikan

kewenangan dalam datang untuk menyelesaikan perkara tersebut).

12. Tahap mana saja yang paling banyak terselesaikan dalam penyelesaian

sengketa di LAPSPI ? Mediasi, Adjudikasi, atau Arbitrase ?

Sementara Mediasi paling banyak sekitar 72 perkara selama 2 tahun ini

13. Apakah benar dalam hal data, jika telah menyelesaikan suatu perkara, data-

data tersebut wajib dimusnahkan ? kenapa ?

Dalam ketentuannya Iya, tetapi tidak secara langsung di musnahkan tetap

akan disimpan terlebih dahulu dan diinput melalui database sebagai dasar

yurisprudensi pelembagaan, dan nantinya dari setiap perkara, akan di sharing

kepada ljk-ljk lain bahwa di LAPSPI terdapat perkara-perkara tersebut

sehingga memungkin ljk bisa mengantisipasi dari setiap kasus yang ada, atau

sebagai pembelajaran, bahwa tidak semua nasabah tersebut salah.

14. Apakah seorang mediator, adjudikator dan arbiter tidak boleh dikemudian hari

dijadikan seorang saksi ? kenapa ?

Iya, pada aturan prosedur pun jelas ada klausula seperti itu, tetapi latar

belakang hal tersbeut atau filosofinya ialah, kerahasiaan dan profesional

15. Bagaimana caranya jika Perbankan Syariah yang berada di Luar Jawa, ada

suatu sengketa ! bagaimana penyelesaiannya ? apakah datang ke Jakarta ?

a. Apakah sudah sampai memikirkan megenai antisipasi penyelesaian

sengketa melalui jalur online ?

Page 107: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

Sudah, contohkan nanti akan ada surat permohonan melalui

website, tetapi penyelesaiannya tidak bisa melalui online atau

telekomunikasi, karena pihak dari LAPSPI pun pernah mengikuti

seminar KOMINFO bahwa, tidak semua daerah yang berada di

Indonesia, bisa terjangkau dari hal telekomunikasi atau mengenai

sinyal/jaringan masih kurang baik, dan biaya juga akan terkena mahal,

dan arsip tersebut adanya pembuktian yang harus konkrit sepeti ttd,

apakah benar mereka para pihaknya atau bukan, dan bukti kebenaran

lain.

16. Bagaimana akibat hukum dengan adanya LAPSPI ?

Putusannya inkrah, yaitu final dan binding

17. Apakah pihak LAPSPI bisa membatalkan sepihak dalam melaksanakan proses

penyelesaian sengketa yang sedang ditangani ?

Iya, Jika pemohon tidak hadir dan sudah mengajukan surat permohonan,

dan sudah ditentukan hari persidangan bagi kedua belah pihak, dan ketika pas

hari sidang pemohon tidak hadir, tanpa pemberitahuan apapun, dan alasan

yang logis, maka pengajuan permohonan tersebut atau pelaksanaan tersebut

akan ditolak dan batal demi hukum, karena tidak ada keseriusan bagi si

pemohon, dan jika pihak tersebut mendaftarkan di kemudian hari maka akan

segera di tolak oleh LAPSPI.

Page 108: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

DATA STASTISTIKA PENGADUAN PERIODE 2016 LAPSPI

Page 109: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

DATA STATISTIKA PENGADUAN PERIODE 2017 LAPSPI

Page 110: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

DATA STASTISTIKA PENGADUAN PERIODE 2016-2017 LAPSPI

Page 111: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Page 112: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

HASIL WAWANCARA

Nama : Bapak Bayu Septian.

Jabatan : Manager Litigation Divisi Hukum

Nama : Marisna Yusnanda

Jabatan : Unit handling Compliance

Kantor Pusat BNI Syariah Jakarta Selatan, 26 Maret 2018.

1. Bagaimana Prosedur penyelesaian sengketa melalui jalur Internal Dispute

Resolution (IDR) pada PT. Bank BNI Syariah ?

Dalam penanganan penyelesaian permasalahan pada BNI Syariah, dimana

nasabah datang ke kantor cabang, atau kantor terdekat dari nasabah.

Sebenarnya sebelum nasabah datang untuk pengaduan atau menyelesaikan

permasalah. Ada beberapa media pengaduan permasalahan yaitu melalui call

center, kantor cabang, dan bisa lewat email, website, kemudian informasi yang

diterima akan di lanjutnya kepada unit terkait untuk menyelesaikan

permasalah tersebut atau yang menangani pengaduan tersebut.

Melalui email atau sosmed, dan akan di handle oleh karyawan, dan di

tanggapi oleh media sosmed. Untuk saat ini BNI Syariah pengaduannya

diarahkan kepada kantor cabang terdekat, dikarenakan untuk BNI call ini

khusus untuk menangani pengaduan nasabah BNI Konvensional, namun untuk

BNI call sendiri memang sampai saat ini hanya untuk menghandle IB

Hasanah, untuk permasalahan banking, kembali lagi diarahkan untuk datang

ke kantor cabamg terdekat. Kantor cabang tentu mempunyai proses tersendiri,

yaitu nasabah datang ke kantor cabang menyampaikan keluhan dan

melengkapi data administrasi (tabungan, ktp, atm nasbah), setelah itu mengisi

form pengaduan, setelah itu mereka akan mendapatkan bukti tanda pengaduan

tersebut oleh kantor cabang, dan kemudian akan disampaikan ke unit terkait

bahwa nasabah tersebut pernah menyampaikan pengaduannya.

Setelah itu dari cabang akan di input ke sistem internal, atau aplikasi

terkait mengenai handle suatu permasalahan. Setelah permasalah tersebut

sampai ke kantor pusat, kantor pusat akan mncoba menghubungi ke unit yang

terkait, setelah ada jawaban dari unit terkait, maka unit terkait meberikan

jawaban kepada kantor pusat, setelah itu kantor pusat menginformasikan

jawaban kepada kantor cabag melaui unit tersebut kembali, dan kacab pun

setelah itu menginformasikan atas jawaban unit handling kepada nasbah.

Secara tertulis sudah selesai.

Page 113: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

Dan jika terkait permasalahn transaksi, e-banking di BNI Syariah pun

penyelesaiannya masih di bantu oleh BNI Konvensioanal, karena pada

dasarnya fasilitas BNI, dan memang incorporete dengan BNI Syariah, dan

cobrand.

2. Apa saja forum Eksternal Dispute Resolution (EDR) di PT. Bank BNI Syariah

dalam penyelesaian sengketa ?

Mengenai keberadaan dari LAPSPI, Bank BNI SyariaH sudah mengetahui

namun belum mengetahui sejauh mana keefektifan pelaksanaan dari LAPSPI

ini. Jika dilihat konteksnya di dalam penyelesaian sengketa di BNI Syariah

melalui jalur eksternal, maka diselesaikan di jalur litigasi(pengadilan) karena

sampai saat ini Bank BNI Syariah , mengikuti panduan UU Perbankan syariah

BAB IX Pasal 55 ayat (1), yang menjelaskan bahwa jika adanya suatu sengkta

maka diselesaikan di Pengadilan Agama, BNI Syariah smpai saat ini

mengakomodir penyelesaian sengketa sesuai dg UU Perbankan Syariah. Dan

jika dilihat kewenangan absolut putusan Surat Edaran Mahkamah Agung

bahwa kekuasaan kehakiman bahwa pada Pengadilan Agama choice of law.

3. Bagaimana sejak adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.

1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) !

apakah Bank BNI Syariah mengalihkan pada forum tersebut ?

Sampai saat ini Bank BNI Syariah belum mengalihkan pada peraturan

yang sudah di atur ialah mengenai forum penyelesaian sengketa Eksternal

Dispute Resolution sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK

N0.1/07/2014) mengenai jasa keuangan. Karena dengan demikian percuma

jika nantinya akan kembali pada Pegadilan Agama, dan jika memang ada dari

pihak nasabah yang menginginkan menyelesaikan melalui forum tersebut,

maka pihak BNI Syariah pun memperbolehkan melalui forum tersebut.

Namun, sampai saat ini peraturan tersebut belum menjadi klausula baku bagi

setiap lembaga jasa keuangan hanya choice of forum saja.

Kemudian sampai saat ini bahwa penyelesaian sengketa di LAPS khusus

LAPSPI sesuai dengan amanah OJK bahwa keberadaan LAPSPI sendiri yang

hanya berada di di Jakarta, itulah yang membuat BNI Syariah belum mampu

untuk menerapkannya, dan mungkin akan menguras pengeluaran keuangan

yang besar, dan biaya melalui mediasi, adjudikasi, dan arbitrase pun

dikenakan biaya tinggi.

Page 114: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

4. Bagaimana sebelum dan sesudah pemberlakuan POJK pada Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) bagi Bank BNI Syariah dalam hal

penyelesaian sengketa?

Sampai saat ini tidak ada pengaruh apapun mengenai keberadaan dari

LAPS khususnya di dunia lembaga jasa keuangan, karena eksistensi LAPS

sendiri belum dikenal banyak oleh masyarakat banyak, dan dimungkinkan

masih sedikit lembaga jasa keuangan yang menggunakan forum tersebut.

5. Apakah saat ini banyak nasabah yang ingin menyelesaikan sengketa melalui

Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di Bank BNI Syariah?

Berapa banyak ?

Sampai saat ini belum ada, karena kebanyakan dari nasabah, selalu

mengikuti kebijakan klausula baku yang sudah dibuat dari pihak BNI Syariah,

yaitu jika terjadi perselisihan sengketa akan diselesaikan di Pegadilan Agama.

Page 115: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

DATA PENYELESAIAN SENGKETA BANK BNI SYARIAH PERIODE

2017-2018

Jumlah Perkara yang di Laporkan ke Pengadilan Agama Periode Tahun

2017 – 2018

Jumlah Perkara Tahun 2017

Perkara Aktif 24 Perkara

Perkara Selesai 13 Perkara

TOTAL Perkara 37 Perkara

Jumlah Perkara Tahun 2018

Perkara Aktif 5 Perkara

TOTAL Perkara 5 Perkara

*Rata-rata sampai saat ini Perkara Perdata

Page 116: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Page 117: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Page 118: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Page 119: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

1

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

NOMOR: 01/LAPSPI-PER/2017

TENTANG

PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI

PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Menimbang: a. bahwa dalam penyelesaian pengaduan Nasabah kepada Perbankan seringkali tidak tercapai kesepakatan yang dapat diterima oleh Para Pihak;

b. bahwa terdapat forum alternatif penyelesaian sengketa perbankan di luar pengadilan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keungan;

c. bahwa asosiasi-asosiasi perbankan telah membentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) dengan layanan Mediasi, Adjudikasi, dan Arbitrase, untuk Para Pihak dalam menyelesaikan sengketa secara cepat, murah, adil, dan efisien;

d. bahwa berdasarkan hal hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk membuat Peraturan dan Prosedur Mediasi LAPSPI sebagai pedoman bagi para pihak terkait.

Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872), beserta perubahannya apabila ada;

2. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 175);

3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, yang diundangkan tanggal 6 Agustus 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2013 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5431) beserta perubahannya apabila ada;

4. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Keuangan, yang diundangkan tanggal 23 Januari 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5499) beserta perubahannya apabila ada;

Page 120: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

2

5. Anggaran Dasar LAPSPI sebagaimana tertuang dalam Akta

Pendirian Nomor 36 tanggal 28 April 2015 yang dibuat di hadapan Ashoya Ratam, S.H., M.Kn., Notaris di Jakarta yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dengan Surat Keputusan KEMENKUMHAM Nomor AHU-0004902.AH.01.07 Tahun 2015 tanggal 16 September 2015, beserta perubahannya apabila ada.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DAN PROSEDUR MEDIASI

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Definisi

(1) Dalam Peraturan dan Prosedur ini yang dimaksud dengan:

(a) Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui proses perundingan di LAPSPI untuk memperoleh Kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.

(b) Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

(c) Mediator Tetap adalah orang perseorangan yang diangkat oleh LAPSPI sebagai Mediator dan tercatat dalam Daftar Mediator Tetap.

(d) Daftar Mediator Tetap adalah daftar yang diterbitkan oleh LAPSPI yang berisikan nama-nama Mediator Tetap.

(e) Sekretaris adalah 1 (satu) atau lebih personil Sekretariat yang ditunjuk oleh Pengurus untuk membantu Mediator dalam urusan pencatatan dan administrasi selama proses Mediasi.

(f) Kode Etik adalah Kode Etik yang berlaku bagi Mediator LAPSPI. (g) Benturan Kepentingan adalah kondisi seseorang dimana yang bersangkutan

tidak dapat bertindak secara objektif karena adanya kepentingan pribadi, baik secara ekonomi maupun sosial.

(h) Sertifikat Mediator adalah dokumen yang menyatakan bahwa Mediator telah lulus pelatihan dan pendidikan Mediator yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah diakreditasi Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(i) Para Pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke LAPSPI untuk memperoleh penyelesaian.

(j) Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui Mediasi LAPSPI.

(k) Termohon adalah pihak lawan dari Pemohon dalam penyelesaian sengketa melalui Mediasi LAPSPI.

Page 121: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

3

(l) Permohonan Mediasi adalah surat permohonan yang diajukan oleh Para Pihak atau salah satu Pihak atau Arbiter Tunggal/Ketua Majelis Arbitrase kepada Pengurus LAPSPI untuk menyelenggarakan Mediasi dengan menggunakan Peraturan dan Prosedur ini.

(m) Perjanjian Mediasi adalah perjanjian tertulis yang dibuat oleh Para Pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui Mediasi LAPSPI.

(n) Resume Perkara adalah dokumen yang dibuat oleh Para Pihak yang memuat kronologis kejadian sengketa, tuntutan yang diajukan, dan usulan solusi penyelesaian.

(o) Pengurus adalah mereka yang diangkat sebagai Pengurus LAPSPI sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar LAPSPI, beserta segala perubahannya jika ada.

(p) Sekretariat adalah sekretariat yang dibentuk Pengurus untuk menjalankan operasional sehari-hari LAPSPI yang dipimpin oleh salah satu anggota Pengurus, atau personil lain yang ditunjuk oleh Pengurus.

(q) Kaukus adalah pertemuan antara Mediator dengan salah satu Pihak tanpa dihadiri oleh Pihak lain.

(r) Kesepakatan Perdamaian adalah kesepakatan hasil mediasi dalam bentuk dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang ditandatangani Para Pihak dan Mediator.

(s) Kesepakatan Perdamaian Sebagian adalah kesepakatan antara Pihak Pemohon dengan sebagian atau seluruh Pihak Termohon dan kesepakatan Para Pihak terhadap sebagian dari seluruh objek perkara dan/atau permasalahan hukum yang disengketakan dalam proses Mediasi.

(t) Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi Kesepakatan Perdamaian yang dibuat oleh Hakim Pengadilan Negeri untuk menguatkan isi Kesepakatan Perdamaian tersebut.

(u) Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang diselenggarakan di LAPSPI dengan menggunakan Peraturan dan Prosedur ini yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase.

(v) Layanan Probono adalah layanan Mediasi secara cuma-cuma untuk sengketa dengan jumlah Tuntutan Ganti Rugi sampai dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) yang diajukan oleh Pemohon dengan kriteria tertentu yang ditetapkan dalam Keputusan Rapat Pengurus LAPSPI.

(w) Layanan Komersial adalah layanan Mediasi berbayar untuk sengketa dengan jumlah Tuntutan Ganti Rugi diatas Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

(x) Tuntutan Ganti Rugi adalah jumlah nominal materiil tertentu yang dituntut oleh Pemohon.

(2) Penyebutan kata “hari” dalam Peraturan dan Prosedur ini adalah merujuk kepada hari kerja nasional Indonesia.

Pasal 2

Ruang Lingkup Peraturan dan Prosedur (1) Peraturan dan Prosedur ini mengatur penyelesaian sengketa yang diselesaikan melalui

Mediasi LAPSPI, baik yang diajukan langsung oleh Para Pihak kepada forum Mediasi LAPSPI maupun yang ditempuh melalui forum Arbitrase LAPSPI.

(2) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui Mediasi LAPSPI harus memenuhi semua kriteria tersebut di bawah ini: (a) merupakan sengketa perdata di bidang Perbankan dan/atau berkaitan dengan

bidang Perbankan;

Page 122: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

4

(b) sengketa mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh Pihak yang bersengketa;

(c) sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan dapat diadakan perdamaian;

(d) sengketa yang telah menempuh upaya musyawarah tetapi Para Pihak tidak berhasil mencapai perdamaian; dan

(e) antara Para Pihak terikat dengan Perjanjian Mediasi. (3) LAPSPI termasuk Mediator, Pengurus, Sekretaris dan personil Sekretariat dilarang untuk

memberikan dan/atau menawarkan bantuan hukum dalam bentuk apapun, baik secara profesional ataupun personal kepada Para Pihak, termasuk nasehat dan/atau opini hukum menyangkut posisi hukum Para Pihak.

(4) Para Pihak, Mediator, Pengurus, Sekretaris dan personil Sekretariat wajib mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan dan Prosedur ini.

Pasal 3 Sifat Proses Mediasi

(1) Proses Mediasi pada dasarnya bersifat tertutup kecuali Para Pihak menghendaki lain. (2) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi LAPSPI dilaksanakan oleh Para Pihak

berdasarkan kepada itikad baik dan bermartabat, dengan mengesampingkan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya.

(3) Keikutsertaan Para Pihak dalam proses Mediasi adalah berdasarkan keinginan Para Pihak sendiri tanpa adanya paksaan, dan harus diikuti dengan santun, saling menghormati dan tertib.

(4) Kesepakatan Perdamaian dibuat secara sukarela tanpa adanya unsur paksaan. (5) Kesepakatan Perdamaian bersifat final dan mengikat Para Pihak untuk dilaksanakan

dengan itikad baik, dan terhadap Kesepakatan Perdamaian tersebut tidak dapat diajukan perlawanan atau bantahan.

(6) Pihak yang tidak melaksanakan Kesepakatan Perdamaian dianggap melanggar perjanjian.

(7) Mediator hanya memfasilitasi pertemuan dan perundingan dalam kerangka Mediasi dengan tujuan untuk mencapai suatu penyelesaian antara Para Pihak yang bersengketa, dan dalam hal ini Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk membuat suatu keputusan atau penetapan pembayaran.

(8) Pertemuan Mediasi dapat dilakukan melalui media komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan/atau mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan.

BAB II

MEDIATOR

Pasal 4 Persyaratan Mediator

(1) Untuk dapat menjadi Mediator dalam Mediasi LAPSPI, haruslah orang yang sudah diangkat oleh Pengurus sebagai Mediator Tetap LAPSPI.

(2) Pengurus mengangkat seseorang sebagai Mediator Tetap LAPSPI menurut ketentuan sebagai berikut : (a) Pencalonan seseorang untuk menjadi Mediator Tetap LAPSPI diputuskan dalam

Rapat Pengurus berdasarkan pemahaman Pengurus mengenai integritas dan

Page 123: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

5

kapabilitas dari calon yang bersangkutan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Lampiran II.

(b) Apabila seseorang dimaksud, atas permohonan kesediaan yang disampaikan dari Pengurus, bersedia menjadi calon Mediator Tetap LAPSPI, maka Pengurus meminta yang bersangkutan menyampaikan resume jati diri dan riwayat hidup beserta salinan dokumen-dokumen pendukungnya dan mengikuti uji kecakapan dan kelayakan (fit and proper test) yang dilakukan oleh Pengurus.

(c) Pengurus hanya mengangkat seseorang menjadi Mediator Tetap LAPSPI apabila calon tersebut telah disetujui oleh Badan Pengawas LAPSPI.

(3) Pengangkatan seseorang menjadi Mediator Tetap LAPSPI hanya dapat dilakukan apabila calon yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat sebagaimana tertuang dalam Lampiran II Peraturan dan Prosedur Mediasi ini.

(4) Apabila setelah diangkat sebagai Mediator Tetap LAPSPI ternyata di kemudian hari Mediator tersebut mengalami perubahan kondisi pada dirinya yang mengakibatkan tidak terpenuhinya 1 (satu) atau lebih syarat-syarat sebagaimana dimaksud ayat (3), maka Pengurus segera memutuskan untuk: (a) membekukan statusnya sebagai Mediator Tetap LAPSPI untuk sementara waktu

sampai dengan dipenuhinya kembali syarat-syarat yang diperlukan; atau (b) mengajukan permohonan kepada Badan Pengawas LAPSPI untuk mencabut

statusnya sebagai Mediator Tetap LAPSPI. (5) Dalam hal keputusan pembekuan atau pencabutan dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan

oleh Pengurus pada saat Mediator yang bersangkutan tengah menjalankan tugasnya sebagai Mediator perkara, pada saat Mediasi berada dalam tahap apapun, maka Pengurus segera menghentikan proses Mediasi dimaksud sampai dengan ditunjuk kembali Mediator baru sesuai dengan Peraturan dan Prosedur ini.

(6) Pengurus menerbitkan Daftar Mediator Tetap LAPSPI yang terbuka untuk umum, dan memperbaharuinya setiap ada perubahan pada daftar tersebut.

Pasal 5 Kewajiban Mediator

(1) Mediator wajib mentaati ketentuan Kode Etik dan menghindari Benturan Kepentingan selama menjalankan fungsinya.

(2) Mediator berkewajiban melaksanakan tugasnya sampai selesai secara profesional, bersikap netral, independen dan menjaga integritas serta menjunjung tinggi Kode Etik.

(3) Mediator wajib memberikan kesempatan yang sama kepada masing-masing Pihak untuk didengar keterangan, pendapat dan keinginannya.

(4) Mediator wajib segera mengundurkan diri apabila, setelah menerima penunjukan sebagai Mediator, kemudian menyadari bahwa yang bersangkutan ternyata tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (5) dan Pasal 7 ayat (6).

BAB III Penunjukan Mediator

Pasal 6 Layanan Probono

(1) Untuk Layanan Probono, Pengurus LAPSPI menunjuk 1 (satu) orang Mediator Tetap LAPSPI untuk menangani penyelesaian sengketa Para Pihak.

Page 124: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

6

(2) Sekretaris dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah menerima surat konfirmasi kesediaan Mediasi dari Termohon, meneruskan surat penunjukan kepada Mediator.

(3) Mediator yang ditunjuk, berhak untuk menerima atau menolak penunjukan atas dirinya, dan memberikan jawabannya secara tertulis paling lama 5 (lima) hari terhitung setelah menerima surat penunjukan tersebut kepada Sekretaris, dengan tembusan Pengurus.

(4) Apabila Mediator menerima penunjukan, maka Mediator di dalam jawabannya sekaligus melampirkan surat pernyataan dan keterbukaan dalam format yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh LAPSPI dengan memperhatikan Kode Etik dan Pedoman Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan dan Prosedur Mediasi ini. Mediator bertanggung jawab penuh atas segala risiko hukum yang timbul dari kebenaran surat pernyataan dan keterbukaan yang telah dibuat dan ditandatanganinya tersebut.

(5) Mediator hanya boleh menerima penunjukan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) tidak memiliki benturan kepentingan terhadap salah satu atau Para Pihak yang

bersengketa; (b) tidak berada dalam pengaruh dan/atau tekanan siapapun untuk menjalankan

tugas sebagai Mediator yang akan mempengaruhi integritas, imparsialitas dan kemandiriannya dalam menyelenggarakan Mediasi;

(c) dalam keadaan sehat secara jasmani maupun rohani sehingga mampu menjalankan tugas sebagai Mediator dengan sebaik-baiknya;

(d) membuat surat pernyataan dan keterbukaan sebagaimana dimaksud ayat (4) dengan jujur dan benar.

(6) Apabila Mediator menolak penunjukan, karena sebab tidak terpenuhinya ketentuan ayat (5) pasal ini, maka Pengurus menunjuk Mediator lain dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah menerima surat penolakan. Jangka waktu dalam kesempatan kedua tersebut sudah termasuk konfirmasi penerimaan dari Mediator yang ditunjuk.

(7) Apabila Mediator melanggar ketentuan Pasal 5, maka proses Mediasi akan diberhentikan sementara dan Pengurus LAPSPI akan menunjuk dan mengangkat Mediator baru dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari.

(8) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah Mediator memberikan konfirmasi penerimaan penunjukannya sebagai Mediator, Pengurus menerbitkan surat keputusan Pengurus tentang pengangkatan Mediator dimaksud sebagai Mediator untuk perkara yang bersangkutan.

(9) Setelah pengangkatan sebagaimana dimaksud ayat (8), Pengurus menyerahkan Berkas Permohonan Mediasi kepada Mediator melalui Sekretaris supaya dapat segera dimulai perundingan Mediasi.

Pasal 7 Layanan Komersial

(1) Para Pihak dalam Layanan Komersial berhak memilih seorang atau paling banyak 2 (dua) orang Mediator yang tercatat dalam Daftar Mediator Tetap LAPSPI.

(2) Pengurus, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah menerima surat konfirmasi kesediaan Mediasi dari Termohon, menyampaikan Daftar Mediator Tetap LAPSPI kepada Para Pihak untuk menyepakati dan menunjuk 1 (satu) orang atau lebih Mediator.

Page 125: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

7

(3) Para Pihak, dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah menerima Daftar Mediator Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, harus telah menyepakati dan menunjuk 1 (satu) orang atau lebih Mediator dan menyampaikan penunjukan tersebut secara tertulis kepada Pengurus LAPSPI.

(4) Sekretaris segera meneruskan surat penunjukan kepada Mediator atau Para Mediator paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah menerima surat dari Para Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini.

(5) Mediator hanya boleh menerima penunjukan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) tidak memiliki benturan kepentingan terhadap salah satu atau Para Pihak yang

bersengketa; (b) tidak berada dalam pengaruh dan/atau tekanan siapapun untuk menjalankan

tugas sebagai Mediator yang akan mempengaruhi integritas, imparsialitas dan kemandiriannya dalam menyelenggarakan Mediasi;

(c) dalam keadaan sehat secara jasmani maupun rohani sehingga mampu menjalankan tugas sebagai Mediator dengan sebaik-baiknya;

(d) membuat surat pernyataan dan keterbukaan sebagaimana dimaksud ayat (4) dengan jujur dan benar.

(6) Apabila Mediator menolak penunjukan, karena sebab tidak terpenuhinya ketentuan ayat (5) pasal ini, maka Pengurus berwenang menunjuk Mediator lain dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah menerima surat penolakan dan menyampaikan kepada Para Pihak.

(7) Apabila Mediator menerima penunjukan, maka Mediator di dalam jawabannya sekaligus melampirkan surat pernyataan dan keterbukaan dalam format yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh LAPSPI dengan memperhatikan Pedoman Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan dan Prosedur Mediasi ini. Mediator bertanggung jawab penuh atas segala risiko hukum yang timbul dari kebenaran surat pernyataan dan keterbukaan yang telah dibuat dan ditandatanganinya tersebut.

(8) Pengurus berwenang menunjuk Mediator untuk kepentingan Para Pihak apabila: (a) Para Pihak menyerahkan penunjukan Mediator kepada Pengurus; atau (b) Para Pihak gagal menunjuk Mediator dalam waktu sebagaimana dimaksud ayat

(1) atau ayat (3); atau (c) Mediator yang ditunjuk Para Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini,

menolak penunjukan. (9) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah Mediator memberikan

konfirmasi penerimaan penunjukannya sebagai Mediator, Pengurus menerbitkan surat keputusan Pengurus tentang pengangkatan Mediator dimaksud sebagai Mediator untuk perkara yang bersangkutan.

(10) Setelah pengangkatan sebagaimana dimaksud ayat (9), Pengurus menyerahkan Berkas Permohonan Mediasi kepada Mediator melalui Sekretaris supaya dapat segera dimulai perundingan Mediasi.

Pasal 8 Penggantian Mediator

(1) Setelah diterbitkan surat pengangkatan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (10), Mediator tidak dapat diganti atau mengundurkan diri, kecuali menurut syarat-syarat dan tata cara yang diatur dalam Pasal 6 ayat (5) dan Pasal 7 ayat (6).

Page 126: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

8

(2) (a) Salah satu Pihak dapat mengajukan permintaan penggantian Mediator secara tertulis kepada Pengurus dengan tembusan Mediator dan Pihak lainnya apabila Mediator yang bersangkutan ternyata tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (5) dan Pasal 7 ayat (5) dan/atau melanggar ketentuan Pasal 5.

(b) Pengurus segera menghentikan sementara proses Mediasi sampai ada kepastian mengenai persoalan permintaan penggantian Mediator sebagaimana dimaksud huruf (a).

(c) Pihak lainnya harus memberikan tanggapan secara tertulis terhadap permintaan sebagaimana dimaksud huruf (a), dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah menerima surat tersebut.

(d) Dalam hal Pihak lain tidak berkeberatan terhadap permintaan penggantian Mediator tersebut, Pengurus segera mencabut surat keputusan pengangkatan Mediator perkara sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (10).

(e) Dalam hal Pihak lain berkeberatan terhadap permintaan penggantian Mediator tersebut, maka persoalan tersebut akan diputuskan oleh Pengurus.

(f) Mediator berhak diberikan kesempatan untuk membela diri atau memberikan penjelasan kepada Para Pihak dan Pengurus sehubungan dengan adanya permintaan penggantian dirinya.

(3) (a) Mediator dapat mengajukan permohonan pengunduran diri kepada Pengurus dengan tembusan Para Pihak, apabila Mediator tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (5) dan Pasal 7 ayat (5) atau melanggar Pasal 5.

(b) Pengurus segera menghentikan sementara proses Mediasi sampai ada kepastian mengenai persoalan permintaan pengunduran diri Mediator sebagaimana dimaksud huruf (a).

(c) Para Pihak harus memberikan tanggapan secara tertulis terhadap pengunduran diri sebagaimana dimaksud huruf (a), dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah menerima surat tersebut.

(d) Dalam hal Para Pihak tidak berkeberatan terhadap permintaan pengunduran diri Mediator tersebut, Pengurus segera mencabut surat keputusan pengangkatan Mediator perkara sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (9).

(e) Dalam hal Para Pihak berkeberatan terhadap permintaan pengunduran diri Mediator tersebut, maka persoalan tersebut akan diputuskan oleh Pengurus.

(f) Mediator berhak diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan kepada Pengurus dan Para Pihak sehubungan dengan adanya permintaan pengunduran dirinya tersebut.

(4) Dalam hal Mediator meninggal dunia atau dalam keadaan yang tidak memungkinkannya untuk mengajukan permohonan pengunduran diri, maka Pengurus segera mencabut surat pengangkatan Mediator perkara sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (9).

(5) Apabila Pengurus memutuskan menolak permintaan penggantian Mediator sebagaimana dimaksud ayat (2) atau pengunduran diri Mediator sebagaimana dimaksud ayat (3), maka Mediator tersebut tetap bertugas dan Mediasi dilanjutkan kembali.

(6) Apabila Pengurus memutuskan menerima permintaan penggantian Mediator sebagaimana dimaksud ayat (2), atau pengunduran diri Mediator sebagaimana dimaksud ayat (3), maka Pengurus segera mencabut surat pengangkatan Mediator perkara sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (9).

Page 127: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

9

(7) Keputusan Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan ayat (6) bersifat final dan mengikat Para Pihak dan Mediator yang bersangkutan.

(8) Setelah Pengurus mencabut surat keputusan pengangkatan Mediator perkara, selanjutnya Mediator yang baru akan ditunjuk sesuai dengan tata cara penunjukan Mediator yang diganti dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah tanggal pencabutan surat keputusan tersebut. Proses Mediasi dimulai kembali dengan perhitungan jangka waktu yang baru.

BAB IV

Proses Mediasi

Pasal 9 Pendaftaran Permohonan Mediasi

(1) Mediasi diselenggarakan berdasarkan Permohonan Mediasi yang diajukan pendaftarannya oleh Para Pihak atau salah satu Pihak kepada LAPSPI.

(2) Berkas Permohonan Mediasi paling kurang memuat: (a) nama lengkap, dan tempat tinggal atau tempat kedudukan Para Pihak; (b) jenis perkara; (c) permintaan kepada LAPSPI untuk diselenggarakan Mediasi; (d) Resume Perkara; (e) fotokopi dokumen-dokumen atau bukti-bukti pendukung;

(3) Resume Perkara dibuat oleh masing-masing Pihak jika tidak dimungkinkan untuk dibuat secara bersama-sama.

(4) Pengurus menyampaikan surat konfirmasi penerimaan atau penolakan terhadap pendaftaran Permohonan Mediasi kepada Para Pihak dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah diterimanya konfirmasi tertulis dari Termohon.

(5) Apabila Permohonan Mediasi dinyatakan ditolak, maka surat sebagaimana dimaksud ayat (4) memuat alasan penolakan. Para Pihak dapat mengajukan kembali Permohonan Mediasi setelah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan dan Prosedur ini.

(6) Apabila Permohonan Mediasi dinyatakan diterima, maka surat sebagaimana dimaksud ayat (4) memuat pula: (a) pemberitahuan mengenai dimulainya penunjukan Mediator; (b) pemberitahuan mengenai nama Sekretaris yang ditunjuk oleh Pengurus untuk

perkara yang bersangkutan; (c) informasi mengenai biaya-biaya Mediasi atas perkara yang bersangkutan.

(7) Terhadap permohonan Mediasi yang diterima sebagaimana dimaksud ayat (6), Sekretariat pada tanggal yang sama dengan tanggal konfirmasi dimaksud mencatatkan permohonan tersebut dalam buku register perkara LAPSPI.

(8) Pengurus dapat melimpahkan kewenangan melakukan konfirmasi atas pendaftaran Permohonan Mediasi kepada personil Sekretariat.

Pasal 10 Sekretaris

(1) Pengurus menunjuk 1 (satu) atau lebih personil Sekretariat untuk menjadi Sekretaris

pada perkara yang akan atau sedang diproses dalam Mediasi. (2) Sekretaris mempunyai tugas sebagai berikut:

(a) membuat risalah pertemuan perundingan, kaukus dan dengar pendapat; (b) mengurus korespondensi Mediasi;

Page 128: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

10

(c) menyimpan catatan dan dokumen Mediasi; (d) menandatangani surat-surat undangan pertemuan kepada Para Pihak atas nama

Mediator; (e) membantu Para Pihak dan Mediator menyiapkan format konsep Kesepakatan

Perdamaian; (f) membantu Mediator dalam menyusun jadwal perundingan dan mengingatkan

Mediator dan Para Pihak mengenai jangka waktu Mediasi; (g) menyiapkan konsep laporan Mediator kepada Pengurus mengenai selesainya

Mediasi; (h) tugas-tugas lain yang diatur pada bagian lain dari Peraturan dan Prosedur ini,

apabila ada. (3) Sekretaris wajib menjaga prinsip kerahasiaan atas proses Mediasi dan melaksanakan

tugasnya sampai dengan selesai secara profesional, bersikap netral, independen dan menjaga integritas serta menjunjung tinggi kehormatan LAPSPI.

Pasal 11 Perjanjian Mediasi

(1) Perjanjian Mediasi dapat dibuat dengan cara sebagai berikut:

(a) tertuang dalam klausula penyelesaian sengketa dari perjanjian pokok; (b) dibuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh Para Pihak; (c) dalam bentuk pernyataan Para Pihak di hadapan persidangan Arbitrase LAPSPI.

(2) Dalam hal pengajuan Mediasi dibuat dalam bentuk pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf (c) maka perjanjian tersebut cukup dibuktikan dengan Berita Acara Persidangan Arbitrase LAPSPI.

(3) Perjanjian Mediasi memuat pernyataan bahwa Para Pihak bersedia untuk terikat, tunduk dan melaksanakan setiap dan semua kesepakatan yang mungkin dicapai dalam Mediasi LAPSPI, serta menanggung biaya-biaya yang diperlukan dalam Mediasi.

(4) LAPSPI dapat memfasilitasi pertemuan antara Para Pihak dalam rangka membuat Perjanjian Mediasi.

BAB V PERUNDINGAN MEDIASI

Pasal 12 Jangka Waktu

Perundingan Mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung setelah tanggal surat keputusan pengangkatan Mediator perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (9). Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang atas kesepakatan Para Pihak dan Mediator paling lama 30 (tiga puluh) hari lagi.

Pasal 13 Tempat

Mediasi diselenggarakan di Jakarta atau tempat yang ditentukan oleh Pengurus. Namun demikian, Para Pihak dapat mengusulkan tempat lain dengan persetujuan Pengurus dan Mediator.

Pasal 14 Bahasa

Page 129: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

11

(1) Bahasa yang digunakan dalam semua proses Mediasi LAPSPI adalah bahasa Indonesia,

kecuali atas persetujuan Mediator maka Para Pihak dapat memilih bahasa lain. (2) Kesepakatan Perdamaian harus menggunakan Bahasa Indonesia dan dapat

diterjemahkan ke dalam Bahasa Lain.

Pasal 15 Perundingan, Kaukus, dan Dengar Pendapat

(1) Mediator harus sudah memulai perundingan Mediasi selambat-lambatnya 7 (tujuh)

hari terhitung setelah tanggal menerima surat keputusan pengangkatan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (9).

(2) Mediator berupaya menyelenggarakan proses Mediasi yang efisien dan bersungguh-sungguh membimbing Para Pihak mencapai Kesepakatan Perdamaian.

(3) Mediator harus mengambil inisiatif untuk memulai pertemuan, mengusulkan jadwal dan agenda pertemuan kepada Para Pihak untuk dibahas dan disepakati.

(4) Mediator harus mendorong Para Pihak untuk secara langsung terlibat dan berperan aktif dalam: (a) proses Mediasi secara keseluruhan; (b) menelusuri dan menggali kepentingan Para Pihak; dan (c) mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi Para Pihak.

(5) Dalam rangka menjaga prinsip independensi dan keadilan, Pengurus memiliki kewenangan untuk hadir memantau jalannya proses Mediasi.

(6) Apabila menganggap perlu, Mediator dapat melakukan Kaukus dengan persetujuan terlebih dahulu Para Pihak.

(7) Apabila menganggap perlu, Mediator dengan persetujuan dan biaya Para Pihak dapat mengundang 1 (satu) atau lebih ahli dalam bidang tertentu dan/atau pihak ketiga lainnya untuk memberikan keterangan.

(8) Para Pihak harus menghadiri pertemuan perundingan yang diselenggarakan oleh Mediator dan tidak boleh diwakilkan hanya oleh kuasa hukumnya. Jika dipandang perlu oleh Mediator untuk kelancaran proses perundingan, Mediator dapat membatasi kehadiran kuasa hukum Para Pihak.

(8) Dalam hal suatu Pihak merupakan badan hukum, maka harus diwakili oleh pengurusnya dan/atau pegawainya yang sah dan berwenang atau berdasarkan Surat Kuasa khusus, untuk: (a) mewakili badan hukum; (b) mengambil keputusan untuk dan atas nama badan hukum; dan (c) membuat perdamaian untuk dan atas nama badan hukum.

(9) Acara perundingan, Kaukus dan mendengar keterangan ahli/pihak ketiga dapat dilakukan dalam bentuk pertemuan tatap muka langsung atau melalui sarana teknologi informasi (seperti telepon, telekonferensi dan/atau video konferensi).

(10) Selama belum tercapai Kesepakatan Perdamaian, salah satu Pihak dapat menyatakan mundur dari proses Mediasi kepada Mediator, dengan tembusan Pihak lain dan Pengurus, jika terdapat alasan dan bukti yang kuat bahwa Pihak lain menunjukkan itikad tidak baik dalam menjalani proses Mediasi.

Pasal 16 Keterlibatan Ahli dan Saksi

(1) Atas persetujuan Para Pihak, Mediator dapat menghadirkan seorang atau lebih Ahli atau Saksi.

Page 130: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

12

(2) Para Pihak harus terlebih dahulu mencapai kesepakatan kekuatan yang mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan dan/atau penilaian Ahli dan/atau Saksi.

Pasal 17 Kerahasiaan

(1) Proses Mediasi bersifat rahasia dan berlangsung secara tertutup yang hanya dihadiri oleh Para Pihak, Mediator dan Sekretaris, kecuali Para Pihak menghendaki lain atau bila diperlukan untuk pelaksanaan Kesepakatan Perdamaian sebagaimana alasan yang diperbolehkan Pasal 21 ayat (3).

(2) Kecuali bila diperlukan untuk pelaksanaan Mediasi sebagaimana alasan yang diperbolehkan Pasal 20 ayat (3), maka semua orang yang terlibat dalam proses Mediasi harus menjaga kerahasiaan baik selama perundingan maupun setelah selesai, dan tidak menggunakan untuk tujuan apapun terhadap: (a) fakta bahwa proses Mediasi akan, sedang dan/atau telah berlangsung; (b) hal-hal yang muncul dalam proses Mediasi; (c) pendapat yang dikemukakan, usulan-usulan atau proposal yang diajukan Para

Pihak untuk penyelesaian sengketa; (d) semua bahan yang diserahkan dan pembicaraan yang dilakukan selama proses

Mediasi; (e) semua data, informasi, korespondensi, dan bahan baik dalam bentuk cetak

tertulis maupun elektronik, mengenai masalah yang didiskusikan, proposal dan tanggapan yang disampaikan, termasuk isi Kesepakatan Perdamaian.

(3) Ketentuan kerahasiaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan/atau ayat (2) tetap melekat atas orang yang terlibat dalam proses Mediasi meskipun Mediasi telah selesai.

(4) LAPSPI dan/atau salah satu Pihak berhak menuntut Pihak yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dan/atau ayat (2) berupa tuntutan termasuk namun tidak terbatas pada: (a) ganti rugi penuh atas kerugian yang ditimbulkan; (b) biaya upaya hukum yang dilakukannya sehubungan dengan pelanggaran

tersebut; (c) jaminan tidak terulang kembali pelanggaran tersebut di kemudian hari.

(5) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ayat (1) dan/atau ayat (2), Mediator berwenang untuk menghentikan proses Mediasi untuk sementara waktu sampai adanya jaminan bahwa pelanggaran tersebut tidak terulang kembali di kemudian hari.

(6) Setelah Mediasi selesai, maka: (a) Catatan Mediator dan Sekretaris wajib dimusnahkan; (b) Mediator tidak dapat bertindak sebagai saksi fakta, ahli, konsultan, kuasa hukum,

Adjudikator, atau Arbiter dalam perkara yang sama.

Pasal 18 Dokumentasi, Korespondensi dan Komunikasi

(1) Para Pihak dilarang merekam acara Mediasi baik rekaman audio, rekaman visual maupun rekaman audio visual.

(2) Pengiriman surat-menyurat disampaikan oleh Sekretaris kepada nama dan alamat yang tercantum pada Permohonan Mediasi. Apabila ada perubahan, maka masing-masing Pihak harus memastikan telah memberikan informasi kepada Sekretaris mengenai nama, nomor telepon, nomor faksimili dan alamat secara lengkap untuk tujuan surat-menyurat dari dan ke masing-masing Pihak, dan setiap perubahan-perubahan selanjutnya berkenaan dengan hal-hal tersebut.

Page 131: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

13

(3) Apabila Mediator telah diangkat, maka setiap Pihak tidak boleh melakukan komunikasi

dengan Mediator dengan cara apapun sehubungan dengan Permohonan Mediasi, kecuali dalam pertemuan perundingan, atau pertemuan Kaukus, atau disertai suatu salinan yang juga dikirimkan kepada Pihak lain melalui Sekretaris.

(4) Surat-menyurat dari Mediator kepada Para Pihak, maupun dari satu Pihak kepada Mediator dan Pihak lain, harus disampaikan dalam kesempatan perundingan, pertemuan Kaukus dan/atau melalui Sekretaris.

(5) Penyampaian dan pendistribusian surat-menyurat melalui Sekretaris disampaikan melalui kurir, pos tercatat, faksimili dan/atau e-mail.

(6) Pengiriman oleh Sekretaris kepada Para Pihak melalui faksimili dan/atau e-mail adalah sama sahnya dengan pengiriman melalui kurir dan/atau pos tercatat dengan bukti penerimaan yang cukup. Apabila pengiriman melalui faksimili dan/atau e-mail sudah diterima dengan baik dan jelas, maka pengiriman surat asli melalui kurir dan/atau pos tercatat boleh untuk tidak dilakukan lagi oleh Sekretaris kepada Para Pihak.

(7) Dokumentasi, korespondensi dan komunikasi yang melanggar ketentuan Pasal 18 ini adalah tidak sah dan dianggap tidak pernah ada.

BAB VI HASIL MEDIASI

Pasal 19 Mediasi Mencapai Kesepakatan

(1) Apabila Para Pihak berhasil mencapai kesepakatan, maka Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator harus menuangkan kesepakatan tersebut dalam Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator sebagai saksi.

(2) Sebelum Para Pihak menandatangani Kesepakatan Perdamaian, Mediator memeriksa materi perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak baik.

(3) Dengan ditandatangani Kesepakatan Perdamaian oleh Para Pihak, Mediator menyatakan Mediasi selesai dan tugas Mediator selesai. Selanjutnya Mediator segera melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada Pengurus.

Pasal 20 Pelaksanaan Kesepakatan Perdamaian

(1) Apabila ada Pihak yang tidak mematuhi atau melaksanakan Kesepakatan Perdamaian

dalam jangka waktu yang disepakati dalam kesepakatan tersebut, Pihak lain dapat melakukan teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar dengan tembusan LAPSPI.

(2) Pengurus, dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah menerima tembusan surat sebagaimana dimaksud ayat (1), akan menyampaikan teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar, dengan tembusan kepada Pihak lain dan kepada Asosiasi perbankan serta Otoritas Jasa Keuangan.

(3) Apabila telah lewat masa 7 (tujuh) hari terhitung setelah tanggal disampaikannya surat sebagaimana dimaksud ayat (2) masih juga diingkari, Pengurus dan/atau Pihak lain menyampaikan kembali teguran tertulis kedua kepada Pihak yang ingkar, dengan tembusan kepada Asosiasi perbankan serta Otoritas Jasa Keuangan.

Page 132: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

14

Pasal 21 Akta Perdamaian

(1) Apabila Para Pihak menghendaki Kesepakatan Perdamaian dituangkan ke dalam Akta Perdamaian, maka hal tersebut harus tercantum pada Kesepakatan Perdamaian, dan selanjutnya salah satu Pihak mengajukan Permohonan Arbitrase kepada LAPSPI atau mengajukan gugatan melalui Pengadilan untuk meminta Akta Perdamaian.

(2) Pada sidang yang ditetapkan oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase sebagaimana dimaksud ayat (1), Para Pihak menyerahkan Kesepakatan Perdamaian kepada Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase.

(3) Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase LAPSPI hanya akan menguatkan Kesepakatan Perdamaian ke dalam bentuk Akta Perdamaian apabila kesepakatan tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) sesuai kehendak Para Pihak; (b) tidak bertentangan dengan hukum dan kepatutan; (c) tidak merugikan pihak ketiga; (d) dapat dieksekusi; dan (e) dengan itikad baik Para Pihak.

Pasal 22 Kesepakatan Perdamaian Sebagian

(1) Apabila dalam persengketaan terdapat lebih dari 1 (satu) tuntutan, maka diperbolehkan kepada Para Pihak untuk mencapai Kesepakatan Perdamaian untuk sebagian saja dari tuntutan-tuntutan tersebut.

(2) Apabila Mediasi melibatkan banyak Pihak, maka perdamaian diperbolehkan untuk tercapai secara parsial hanya pada sebagian Pihak saja.

(3) Sebagian sengketa/tuntutan yang belum terselesaikan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan/atau ayat (2) dapat dilanjutkan kepada penyelesaian sengketa yang lainnya sesuai kesepakatan/perjanjian di antara Para Pihak.

Pasal 23 Mediasi Tidak Mencapai Perdamaian

(1) Mediator menyatakan Mediasi berakhir tanpa penyelesaian dan segera melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada Pengurus dengan tembusan Para Pihak apabila: (a) setelah lampaunya waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Mediasi tidak

berhasil mencapai perdamaian; (b) Mediator mengetahui bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasikan,

ternyata melibatkan asset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak menjadi pihak dalam Mediasi, sehingga tidak mungkin dapat dibuat suatu perdamaian yang akan dapat dilaksanakan dengan baik;

(c) satu atau lebih Pihak mengundurkan diri dari Mediasi; (d) Mediator menilai tidak ada itikad baik dari satu atau lebih Pihak dalam Mediasi.

(2) Berdasarkan keadaan sebagaimana dimaksud ayat (1), maka tugas Mediator selesai, dan selanjutnya sengketa tersebut dapat dilanjutkan pada proses penyelesaian sengketa lainnya sesuai kesepakatan/perjanjian di antara Para Pihak.

(3) Jika Para Pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan Para Pihak dalam proses Mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti proses persidangan perkara.

Page 133: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

15

BAB VII

BIAYA-BIAYA LAYANAN MEDIASI

Pasal 24 Jenis-jenis Biaya

(1) Biaya-biaya dalam layanan Mediasi terdiri dari:

(a) Biaya Pendaftaran, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 25; (b) Biaya Sengketa, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 26; (c) Biaya Mediator, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 27;

(2) Biaya Pendaftaran dan Biaya Mediator, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan c, ditanggung oleh Pemohon.

(3) Para Pihak bebas menyepakati pembagian beban di antara Para Pihak atas Biaya Sengketa sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b. Para Pihak segera memberitahukan kesepakatan tersebut kepada Pengurus.

(4) Apabila tidak ada kesepakatan sebagaimana dimaksud ayat (3), Pengurus menentukan Biaya Sengketa sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b secara adil.

(5) Apabila terdapat perhitungan pajak, maka biaya-biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) juncto Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27 serta Lampiran I adalah jumlah bersih yang diterima LAPSPI.

(6) Pengurus menunda dan/atau menghentikan proses pemeriksaan apabila ada biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) yang belum dilunasi oleh Para Pihak sesuai ketentuan Pasal 25 atau Pasal 26 atau Pasal 27.

Pasal 25

Biaya Pendaftaran (1) Besarnya biaya pendaftaran ditetapkan oleh Pengurus LAPSPI dari waktu ke waktu

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan dan Prosedur Mediasi ini.

(2) Biaya Pendaftaran Permohonan Mediasi dilunasi oleh Pemohon pada saat pendaftaran Permohonan Mediasi.

Pasal 26 Biaya Sengketa

(1) Biaya Sengketa adalah biaya-biaya untuk keperluan pengeluaran:

(a) mediasi yang diselenggarakan di luar kantor LAPSPI; (b) menghadirkan ahli dan/atau saksi sebagaimana dimaksud Pasal 16; (c) munculnya lain-lain biaya yang relevan dan wajar yang dapat diterima atau

disepakati oleh Para Pihak. (2) Para Pihak harus menyerahkan deposit untuk pengeluaran Biaya Sengketa sesuai

dengan keputusan Pengurus LAPSPI sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan dan Prosedur Mediasi ini.

(3) Deposit sebagaimana dimaksud ayat (2) disetorkan Para Pihak kepada LAPSPI sebelum dimulainya perundingan Mediasi.

(4) Apabila jumlah deposit telah berkurang lebih dari 60 % (enam puluh per seratus), maka Para Pihak harus menambah deposit sehingga jumlahnya kembali sebesar deposit awal.

Page 134: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

16

(5) Apabila seluruh pengeluaran Biaya Perundingan ternyata lebih kecil dari deposit yang disetor, maka sisa deposit segera dikembalikan kepada Para Pihak, dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah Mediasi selesai.

(6) Sekretariat membuat laporan penggunaan deposit kepada Para Pihak dengan bukti-bukti pengeluaran yang cukup.

Pasal 27

Biaya Mediator (1) Biaya Mediator ditentukan oleh Pengurus LAPSPI dari waktu ke waktu yang nilainya

dicantumkan dalam Lampiran I dan yang merupakan satu kesatuan dengan Peraturan dan Prosedur Mediasi ini.

(2) Pemohon melunasi Biaya Mediator saat pendaftaran Permohonan Mediasi. (3) Apabila nilai sengketa tidak disebutkan oleh Para Pihak atau tidak berupa suatu

tuntutan pembayaran uang, maka besarnya nilai sengketa ditetapkan oleh Pengurus dengan memperhatikan kompleksitas perkara dan setelah mendengar pendapat Para Pihak dan Mediator.

(4) Apabila Mediasi ternyata tidak berhasil mencapai Kesepakatan Perdamaian tanpa adanya Pihak yang mengundurkan diri, maka Biaya Mediator tidak dihitung berdasarkan ayat (1), tetapi menggunakan perhitungan tarif biaya per jam sebagaimana tercantum dalam Lampiran I sesuai dengan total konsumsi waktu Mediator yang dipakai untuk perundingan Mediasi.

BAB VIII SANKSI

Pasal 28 Pelanggaran oleh Mediator

(1) Mediator yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Benturan Kepetingan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5a) dan (5b) serta Pasal 7 ayat (6a) dan (6b), akan diperiksa oleh Komite Kehormatan LAPSPI.

(2) Mediator yang terbukti bersalah berdasarkan keputusan Komite Kehormatan LAPSPI, akan dikeluarkan dari Daftar Mediator Tetap dan tidak diperkenankan untuk menangani perkara atau sebagai Kuasa Hukum dari Para Pihak yang bersengketa, di dalam jurisdiksi LAPSPI.

BAB IX KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29

(1) Pengurus, Mediator, Sekretaris dan/atau personil LAPSPI lainnya tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun perdata terhadap pelaksanaan tugasnya dan kewenangannya berdasarkan Peraturan dan Prosedur ini, maupun terhadap isi dari Kesepakatan Perdamaian.

(2) Para Pihak tidak dapat mengajukan tuntutan hukum terhadap LAPSPI (termasuk Mediator, Pengurus, Sekretaris dan personil LAPSPI lainnya), termasuk tapi tidak terbatas pada tuntutan berkenaan dengan: (a) setiap layanan yang disediakan LAPSPI; (b) setiap upaya yang dilakukan oleh LAPSPI;

Page 135: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

17

(c) sengketa yang didaftarkan dan diproses di LAPSPI; (d) setiap tindakan, berkenaan dengan proses Mediasi, yang dilakukan yang sesuai

dengan Peraturan dan Prosedur ini. (3) Para Pihak menyatakan dan setuju bahwa setiap tuntutan terhadap LAPSPI (termasuk

Pengurus, Mediator, Sekretaris dan/atau personil LAPSPI lainnya) yang dibuat dengan melanggar ayat (1) dan/atau ayat (2) adalah merupakan suatu kerugian yang besar dan nyata bagi LAPSPI. Oleh karena itu LAPSPI berhak untuk melakukan upaya hukum atas tuntutan tersebut, dan juga berhak untuk menuntut kepada Para Pihak atas ganti rugi secara penuh biaya hukum yang telah LAPSPI keluarkan.

(4) Mediator yang pada saat mulai berlakunya Peraturan dan Prosedur ini telah diangkat sebagai Arbiter/Mediator Tetap LAPSPI namun belum mempunyai Sertifikat Mediator, maka kepada Mediator yang bersangkutan diberikan kesempatan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung setelah berlakunya Peraturan dan Prosedur ini untuk memiliki Sertifikat Mediator dimaksud. Apabila Mediator yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan ini maka Pengurus akan mencabut statusnya sebagai Mediator Tetap LAPSPI. Selama statusnya belum dicabut, Mediator yang bersangkutan tetap dapat ditunjuk oleh Para Pihak dan/atau Pengurus untuk menjadi Mediator perkara di LAPSPI.

(5) Penyebutan nama suatu organisasi/instansi dalam Peraturan dan Prosedur ini adalah dimaksudkan pula kepada nama baru dari organisasi/instansi yang bersangkutan disebabkan perubahan nama saja ataupun disebabkan karena tindakan pemisahan, penggabungan atau pengambilalihan yang menyebabkan perubahan nama organisasi/instansi.

Pasal 30

Pada saat Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia ini mulai berlaku, Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia Nomor 07/LAPSPI-PER/2015 tentang Peraturan dan Prosedur Mediasi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 31

Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 27 April 2017

PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

PERBANKAN INDONESIA

Himawan E. Subiantoro Saifuddin Latief Nirwana Atta Ketua Sekretaris Bendahara

Page 136: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

1

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

NOMOR: 02/LAPSPI-PER/2017

TENTANG

PERATURAN DAN PROSEDUR ADJUDIKASI

PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Menimbang: a. bahwa dalam penyelesaian pengaduan Nasabah kepada Perbankan seringkali tidak tercapai kesepakatan yang dapat diterima oleh Para Pihak;

b. bahwa terdapat forum alternatif penyelesaian sengketa perbankan di luar pengadilan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan;

c. bahwa asosiasi-asosiasi perbankan telah membentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) dengan layanan Mediasi, Adjudikasi, dan Arbitrase, untuk Para Pihak dalam menyelesaikan sengketa secara cepat, murah, adil, dan efisien;

d. bahwa berdasarkan hal hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk membuat Peraturan dan Prosedur Adjudikasi LAPSPI sebagai pedoman bagi para pihak terkait.

1. Undang-­­undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872), beserta perubahannya jika ada;

2. Undang-­­undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2011) Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253), beserta peraturan pelaksanaan dan perubahannya jika ada;

3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, yang diundangkan tanggal 6 Agustus 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2013 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5431) beserta perubahannya jika ada;

4. Anggaran Dasar LAPSPI sebagaimana tertuang dalam Akta Pendirian Nomor 36 tanggal 28 April 2015 yang dibuat dihadapan Ashoya Ratam, S.H., M.Kn., Notaris di Jakarta yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusan KEMEKUMHAM Nomor: AHU-­­0004902.AH.01.07. tahun 2015 tanggal 16 September 2015 beserta perubahannya jika ada.

Mengingat:

Page 137: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

2

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DAN PROSEDUR ADJUDIKASI

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Definisi

(1) Dalam Peraturan Dan Peraturan ini, yang dimaksud dengan:

(a) Adjudikasi adalah cara penyelesaian Sengketa diluar arbitrase dan peradilan umum yang dilakukan oleh Adjudikator untuk menghasilkan suatu putusan yang dapat diterima oleh Pemohon sehingga dengan penerimaan tersebut maka putusan dimaksud mengikat Para Pihak.

(b) Adjudikator adalah seorang yang ditunjuk menurut Peraturan Dan Prosedur Adjudikasi LAPSPI untuk memeriksa perkara dan memberikan Putusan Adjudikasi mengenai sengketa tertentu yang diajukan penyelesaiannya kepada Adjudikasi LAPSPI.

(c) Adjudikator Tetap adalah orang perseorangan yang diangkat oleh LAPSPI sebagai Adjudikator menurut ketentuan Pasal 8 ayat (2).

(d) Daftar Adjudikator Tetap adalah daftar yang diterbitkan oleh LAPSPI yang berisikan nama-­­nama Adjudikator Tetap.

(e) Kode Etik adalah Kode Etik yang berlaku bagi Adjudikator LAPSPI.

(f) Benturan Kepentingan adalah kondisi seseorang dimana yang bersangkutan tidak dapat bertindak secara objektif karena adanya kepentingan pribadi, baik secara ekonomi maupun sosial.

(g) Permohonan Adjudikasi adalah surat permohonan yang diajukan oleh Para Pihak atau salah satu Pihak kepada Pengurus LAPSPI untuk menyelenggarakan Adjudikasi dengan menggunakan Peraturan dan Prosedur ini.

(h) Perjanjian Adjudikasi adalah perjanjian tertulis yang dibuat oleh Para Pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui Adjudikasi LAPSPI.

(i) Para Pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke LAPSPI untuk memperoleh Putusan Adjudikasi.

(j) Pemohon adalah Pihak atau Pihak-­­pihak yang mengajukan Permohonan Layanan Adjudikasi kepada LAPSPI sesuai Peraturan dan Prosedur ini.

(k) Termohon adalah Pihak atau Pihak-­­pihak yang menjadi lawan dari Pemohon dalam penyelesaian sengketa melalui Adjudikasi.

(l) Pengurus adalah pengurus LAPSPI sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar LAPSPI, beserta segala perubahannya jika ada.

(m) Sekretariat adalah sekretariat yang dibentuk Pengurus untuk menjalankan operasional sehari-­­hari LAPSPI yang dipimpin oleh salah satu anggota Pengurus, atau personil lain yang ditunjuk oleh Pengurus.

(n) Sekretaris adalah 1 (satu) atau lebih personil Sekretariat yang ditunjuk oleh Pengurus untuk membantu Adjudikator dalam urusan pencatatan dan administrasi selama proses Adjudikasi.

(o) Putusan Adjudikasi adalah putusan yang dijatuhkan oleh 1 (satu) orang Adjudikator atas suatu sengketa menurut Peraturan dan Prosedur ini.

Page 138: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

3

(p) Anggota LAPSPI adalah perseroan terbatas yang memiliki izin usaha dibidang perbankan baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari, yang menjadi anggota LAPSPI berdasarkan ketentuan Anggaran Dasar LAPSPI.

(q) Resume Perkara adalah dokumen yang dibuat oleh Para Pihak yang memuat kronologis kejadian sengketa.

(r) Layanan Adjudikasi adalah layanan penyelesaian sengketa melalui Adjudikasi LAPSPI yang diperuntukkan hanya bagi Pemohon nasabah UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dengan jumlah Tuntutan Ganti Rugi sampai dengan Rp 500.000.000,- dan telah melalui prosedur Mediasi LAPSPI dengan hasil tidak tercapai Kesepakatan Perdamaian atau tercapai Kesepakatan Perdamaian Sebagian.

(s) Tuntutan Ganti Rugi adalah jumlah nominal materiil tertentu yang dituntut oleh Pemohon.

(2) Penyebutan kata “hari” dalam Peraturan Dan Prosedur ini adalah merujuk kepada hari kerja nasional Indonesia.

(3) Istilah-istilah lain yang tidak disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) namun terdapat pada ketentuan ini mengacu pada istilah yang terdapat pada Peraturan Dan Prosedur LAPSPI lainnya yang memuat istilah lain tersebut.

Pasal 2 Ruang Lingkup Peraturan Dan Prosedur

(1) Peraturan Dan Prosedur ini mengatur penyelesaian sengketa yang diselesaikan melalui Adjudikasi LAPSPI.

(2) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui Adjudikasi LAPSPI harus memenuhi semua kriteria tersebut di bawah ini:

(a) merupakan sengketa di bidang perbankan dan/atau berkaitan dengan bidang perbankan;

(b) sengketa mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-­­undangan dikuasai sepenuhnya oleh Pihak yang bersengketa;

(c) sengketa yang menurut peraturan perundang-­­undangan dapat diadakan perdamaian;

(d) sengketa yang telah menempuh upaya Mediasi tetapi Para Pihak tidak berhasil mencapai perdamaian; dan

(e) antara Pemohon dan Termohon terikat dengan Perjanjian Adjudikasi.

(3) LAPSPI termasuk Adjudikator, Pengurus, Sekretaris dan personil Sekretariat dilarang untuk memberikan dan/atau menawarkan bantuan hukum dalam bentuk apapun, baik secara profesional ataupun personal kepada Para Pihak, termasuk nasihat dan/atau opini hukum menyangkut posisi hukum Para Pihak.

(4) Para Pihak, Adjudikator, Pengurus, Sekretaris dan personil Sekretariat wajib mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Dan Prosedur ini.

Pasal 3 Sifat Adjudikasi

(1) Penyelesaian sengketa melalui Adjudikasi LAPSPI dilaksanakan oleh Para Pihak berdasarkan pada itikad baik dan bermartabat, dengan mengesampingkan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya.

Page 139: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

4

(2) Keikutsertaan Para Pihak dalam proses Adjudikasi adalah berdasarkan keinginan Para Pihak sendiri tanpa adanya paksaan, dan harus diikuti dengan santun, saling menghormati dan tertib.

(3) Keharusan bagi Termohon untuk menerima apapun Putusan Adjudikasi, dan sebaliknya diberikannya opsi bagi Pemohon untuk menerima atau tidak menerima Putusan Adjudikasi, adalah sifat dasar dari mekanisme Adjudikasi sehingga Para Pihak tidak akan membuat Perjanjian Adjudikasi tanpa adanya kedua hal tersebut.

(4) Putusan Adjudikasi bersifat final dan mengikat Para Pihak setelah Pemohon menerima dan menandatangani Putusan Adjudikasi tersebut.

(5) Putusan Adjudikasi yang telah diterima Pemohon sebagaimana dimaksud ayat (4) harus dilaksanakan dengan itikad baik oleh Para Pihak dan tidak dapat diajukan perlawanan atau bantahan.

BAB II LAYANAN ADJUDIKASI

Pasal 4

(1) Layanan Adjudikasi merupakan layanan lanjutan dari proses Mediasi yang tidak menghasilkan Kesepakatan Perdamaian sama sekali atau mencapai Kesepakatan Perdamaian Sebagian.

(2) Pengurus LAPSPI menunjuk 1 (satu) orang Adjudikator Tetap LAPSPI untuk menangani permohonan Para Pihak.

(3) Sekretaris dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah menerima surat konfirmasi kesediaan Adjudikasi dari Termohon, meneruskan surat penunjukan kepada Adjudikator paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah menerima surat konfirmasi dimaksud.

(4) Adjudikator yang ditunjuk, berhak untuk menerima atau menolak penunjukan atas dirinya, dan memberikan jawabannya secara tertulis paling lama 5 (lima) hari terhitung setelah menerima surat penunjukan tersebut kepada Sekretaris, dengan tembusan Pengurus.

(5) Apabila Adjudikator menerima penunjukan, maka Adjudikator di dalam jawabannya sekaligus melampirkan surat pernyataan dan keterbukaan dalam format yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh LAPSPI dengan memperhatikan Pedoman Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan dan Prosedur Adjudikasi ini.

(6) Adjudikator hanya boleh menerima penunjukan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) tidak memiliki benturan kepentingan terhadap salah satu atau Para Pihak yang

bersengketa; (b) tidak berada dalam pengaruh dan/atau tekanan siapapun untuk menjalankan tugas

sebagai Adjudikator yang akan mempengaruhi integritas, imparsialitas dan kemandiriannya dalam menyelenggarakan Adjudikasi;

(c) dalam keadaan sehat secara jasmani maupun rohani sehingga mampu menjalankan tugas sebagai Adjudikator dengan sebaik-baiknya;

(d) membuat surat pernyataan dan keterbukaan sebagaimana dimaksud ayat (5) dengan jujur dan benar.

(7) Apabila Adjudikator menolak penunjukan, karena sebab tidak terpenuhinya ketentuan ayat (6) pasal ini, maka Pengurus menunjuk Adjudikator lain dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah menerima surat penolakan. Jangka waktu dalam kesempatan kedua tersebut sudah termasuk konfirmasi penerimaan dari Adjudikator yang ditunjuk.

Page 140: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

5

(8) Apabila Adjudikator melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (1), (2), dan (3), maka proses Adjudikasi akan diberhentikan sementara dan Pengurus LAPSPI akan menunjuk dan mengangkat Adjudikator baru dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari;

(9) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah Adjudikator memberikan konfirmasi penerimaan penunjukannya sebagai Adjudikator, Pengurus menerbitkan surat keputusan Pengurus tentang pengangkatan Adjudikator dimaksud sebagai Adjudikator untuk perkara yang bersangkutan.

(10) Setelah pengangkatan sebagaimana dimaksud ayat (9), Pengurus menyerahkan Berkas Permohonan Adjudikasi kepada Adjudikator melalui Sekretaris supaya dapat segera dimulai perundingan Adjudikasi.

BAB III PROSES PERMOHONAN ADJUDIKASI

Pasal 5 Pendaftaran Permohonan Adjudikasi

(1) Adjudikasi diselenggarakan berdasarkan Permohonan Adjudikasi yang diajukan pendaftarannya oleh Pemohon kepada LAPSPI.

(2) Permohonan Adjudikasi adalah berupa:

(a) surat tuntutan yang memuat:

(i) nama lengkap, dan tempat tinggal atau tempat kedudukan Para Pihak;

(ii) Resume Perkara tentang sengketa;

(iii) isi tuntutan; dan

(b) lampiran-­­lampiran:

(i) fotokopi Perjanjian Adjudikasi;

(ii) akta bukti;

(iii) fotokopi/salinan dokumen bukti-­­bukti.

(3) Pengurus menyampaikan konfirmasi penerimaan atau penolakan terhadap pendaftaran Permohonan Adjudikasi kepada Pemohon, dengan tembusan Termohon, dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah tanggal diterimanya konfirmasi dari Pihak Termohon atas Permohonan Adjudikasi melalui LAPSPI oleh Pemohon.

(4) Apabila pendaftaran Permohonan Adjudikasi ditolak Pengurus, surat sebagaimana dimaksud ayat (3) memuat pula alasan penolakan. Pemohon dapat mengajukannya kembali dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan dan Prosedur ini dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari terhitung setelah Pemohon menerima surat konfirmasi tersebut.

(5) Apabila pendaftaran Permohonan Adjudikasi dinyatakan diterima, surat sebagaimana dimaksud ayat (3) memuat pula:

(a) pemberitahuan bahwa Pengurus akan segera menunjuk 1 (satu) orang Adjudikator;

(b) pemberitahuan mengenai nama Sekretaris;

(c) salinan Permohonan Adjudikasi untuk Termohon.

(6) Terhadap pendaftaran Permohonan Adjudikasi yang diterima sebagaimana dimaksud ayat (5), Sekretariat pada tanggal yang sama dengan tanggal konfirmasi tersebut mencatatkan Permohonan Adjudikasi ke dalam buku register perkara LAPSPI.

(7) Pengurus dapat melimpahkan kewenangan untuk memberikan konfirmasi terhadap pendaftaran Permohonan Adjudikasi kepada personil Sekretariat.

Page 141: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

6

Pasal 6 Perjanjian Adjudikasi

(1) Para Pihak dapat menyetujui secara tertulis suatu sengketa yang terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui Adjudikasi dalam suatu dokumen Perjanjian Adjudikasi.

(2) Perjanjian Adjudikasi berbentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani Para Pihak dalam model perjanjian sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan dan Prosedur Adjudikasi ini.

(3) Perjanjian Adjudikasi dibuat oleh Para Pihak dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung setelah konfirmasi penerimaan LAPSPI diterima oleh Para Pihak. Apabila Para Pihak belum membuat Perjanjian Adjudikasi hingga melewati batas waktu tersebut, maka permohonan Adjudikasi dianggap belum pernah diajukan.

(4) LAPSPI dapat memfasilitasi pertemuan antara Para Pihak dalam rangka membuat Perjanjian Adjudikasi.

(5) Setelah menandatangani Perjanjian Adjudikasi, maka:

(a) Pemohon terikat dengan Peraturan dan Prosedur ini;

(b) Termohon terikat Peraturan dan Prosedur ini dan Putusan Adjudikasi yang akan diputuskan nanti walaupun Termohon tidak datang atau tidak berpartisipasi dalam proses Adjudikasi.

Pasal 7 Sekretaris

(1) Pengurus menunjuk 1 (satu) atau lebih personil Sekretariat untuk menjadi Sekretaris pada perkara yang akan atau sedang diproses dalam Adjudikasi.

(2) Sekretaris mempunyai tugas sebagai berikut:

(a) membuat berita Prosedur Sidang;

(b) membuat risalah keputusan Adjudikator;

(c) mengurus korespondensi Adjudikasi;

(d) menyimpan catatan dan dokumen Adjudikasi;

(e) menandatangani surat panggilan Sidang kepada Para Pihak atas nama Adjudikator;

(f) membantu Adjudikator dalam menyusun jadwal Sidang dan mengingatkan mengenai jangka waktu Adjudikasi;

(g) membantu Adjudikator dalam membuat laporan kepada Pengurus mengenai selesainya Adjudikasi;

(h) tugas-­­tugas lain yang mungkin diatur pada bagian lain dari Peraturan dan Prosedur ini.

(3) Sekretaris wajib menjaga prinsip kerahasiaan atas proses Adjudikasi dan melaksanakan tugasnya sampai dengan selesai secara profesional, netral, independen dan menjaga integritas serta menjunjung tinggi kehormatan LAPSPI.

BAB IV ADJUDIKATOR

Pasal 8 Persyaratan Adjudikator

(1) Untuk dapat menjadi Adjudikator Tetap LAPSPI, haruslah orang yang sudah disetujui oleh Badan Pengawas LAPSPI sebagai Adjudikator Tetap LAPSPI.

Page 142: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

7

(2) Pengurus mengangkat seseorang sebagai Adjudikator Tetap LAPSPI menurut ketentuan sebagai berikut:

(a) Pencalonan seseorang untuk menjadi Adjudikator Tetap LAPSPI diputuskan dalam Rapat Pengurus berdasarkan pemahaman Pengurus mengenai integritas dan kapabilitas dari calon yang bersangkutan.

(b) Apabila seseorang dimaksud, atas permohonan kesediaan yang disampaikan dari Pengurus, bersedia menjadi calon Adjudikator Tetap LAPSPI, maka Pengurus meminta yang bersangkutan menyampaikan resume jati diri dan riwayat hidup beserta fotokopi dokumen-­­ dokumen pendukung dan mengikuti uji kecakapan dan kelayakan (fit and proper test) yang dilakukan oleh Pengurus.

(c) Pengurus hanya mengangkat dan meminta persetujuan Badan Pengawas untuk seseorang menjadi Adjudikator Tetap LAPSPI apabila calon tersebut dapat memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan dan Prosedur Adjudikasi ini.

(3) Apabila setelah diangkat sebagai Adjudikator Tetap LAPSPI ternyata di kemudian hari Adjudikator tersebut mengalami perubahan kondisi pada dirinya yang mengakibatkan tidak terpenuhinya 1 (satu) atau lebih syarat-­­ syarat sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf (c), maka Pengurus segera memutuskan untuk:

(a) membekukan statusnya sebagai Adjudikator Tetap LAPSPI untuk sementara waktu sampai dengan dipenuhinya kembali syarat-­­syarat yang diperlukan; atau

(b) mencabut statusnya sebagai Adjudikator Tetap LAPSPI.

(4) Dalam hal keputusan pembekuan atau pencabutan dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan oleh Pengurus pada saat Adjudikator yang bersangkutan tengah menjalankan tugasnya pada saat Adjudikasi berada dalam tahap apapun, maka Pengurus segera menghentikan proses Adjudikasi dimaksud sampai dengan ditunjuk kembali Adjudikator baru sesuai dengan Peraturan Dan Prosedur ini.

(5) Pengurus menerbitkan Daftar Adjudikator Tetap LAPSPI yang terbuka untuk umum, dan memperbaharuinya setiap kali ada perubahan pada daftar tersebut.

Pasal 9 Kewajiban dan Tanggung Jawab Adjudikator

(1) Adjudikator wajib menaati ketentuan Peraturan Dan Prosedur ini dan Kode Etik LAPSPI.

(2) Adjudikator berkewajiban melaksanakan tugasnya sampai selesai secara profesional, bersikap netral, independen dan menjaga integritas.

(3) Adjudikator wajib memberikan kesempatan yang sama kepada masing-­­ masing Pihak untuk didengar keterangannya (termasuk mengajukan bukti dan saksi), pendapatnya dan keinginannya.

(4) Adjudikator bertanggung jawab penuh atas segala risiko hukum yang timbul dari kebenaran surat pernyataan dan keterbukaan yang telah dibuat dan ditandatanganinya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) huruf d.

(5) Adjudikator wajib segera mengundurkan diri apabila kemudian menyadari bahwa ia ternyata tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih syarat-­­syarat sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (6).

BAB V PENGGANTIAN ADJUDIKATOR

Pasal 10 Penggantian Adjudikator

Page 143: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

8

(1) Setelah diterbitkan surat pengangkatan sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (9), Adjudikator tidak dapat diganti atau mengundurkan diri, kecuali menurut syarat-­­syarat dan Prosedur yang diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 11.

(2) Permintaan penggantian Adjudikator dari salah satu Pihak: (a) Salah satu Pihak dapat mengajukan permintaan penggantian Adjudikator secara tertulis

kepada Pengurus dengan tembusan Adjudikator yang bersangkutan dan Pihak lainnya apabila Adjudikator yang bersangkutan ternyata tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih syarat-­­syarat sebagaimana dimaksud Pasal Pasal 4 ayat (6).

(b) Pengurus segera menghentikan sementara proses Adjudikasi sampai ada kepastian mengenai persoalan permintaan penggantian Adjudikator sebagaimana dimaksud huruf (a).

(c) Pihak lainnya harus memberikan tanggapan secara tertulis terhadap permintaan sebagaimana dimaksud huruf (a), dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah menerima surat tersebut.

(d) Dalam hal Pihak lain berkeberatan terhadap permintaan penggantian Adjudikator tersebut, maka persoalan tersebut akan diputuskan oleh Pengurus.

(e) Adjudikator berhak diberikan kesempatan untuk membela diri atau memberikan penjelasan tertulis kepada Pengurus dan Para Pihak sehubungan dengan adanya permintaan penggantian dirinya.

(f) Dalam hal Pihak lain tidak berkeberatan terhadap permintaan penggantian Adjudiktor tersebut, Pengurus segera mencabut surat keputusan pengangkatan Adjudikator perkara sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (9).

Pasal 11 Penggantian Adjudikator karena Alasan Lain

Dalam hal Adjudikator meninggal dunia atau dalam keadaan yang tidak memungkinkannya untuk mengajukan permohonan pengunduran diri, maka Pengurus segera mencabut surat pengangkatan Adjudikator perkara sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (9) dan selanjutnya Adjudikator yang baru akan ditunjuk sesuai dengan tata cara penunjukan Adjudikator yang diganti dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah tangal pencabutan surat keputusan tersebut.

Pasal 12 Akibat Penggantian Adjudikator

(1) Proses Adjudikasi dihentikan untuk sementara waktu oleh Adjudikator atau oleh Pengurus, apabila terdapat permintaan penggantian Adjudikator atau permohonan pengunduran diri Adjudikator.

(2) Pada prinsipnya Adjudikator pengganti bertugas melanjutkan penyelesaian sengketa yang bersangkutan berdasarkan Sidang terakhir yang telah diadakan.

(3) Dalam hal Adjduikator diganti, semua Sidang yang telah diadakan harus diulang kembali berdasarkan surat dan dokumen yang ada. Yang dimaksud dengan “Sidang diulang kembali” dalam ayat ini adalah pengulangan terhadap Prosedur mendengar keterangan Para Pihak, saksi dan/atau ahli, sedangkan segala surat dan dokumen yang telah diserahkan tidak perlu diulang kembali.

(4) Dalam hal Adjudikator diganti, maka Sidang diulang kembali secara tertib cukup oleh dan di antara para Adjudikator berdasarkan berita Prosedur dan surat-­­surat yang ada.

Page 144: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

9

BAB VI SIDANG ADJUDIKASI

Pasal 13 Jangka Waktu Sidang

(1) Jangka waktu Sidang Adjudikasi adalah paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung setelah tanggal pengangkatan Adjudikator sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (9).

(2) Adjudikator berwenang untuk memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila:

(a) adanya permintaan penggantian Adjudikator;

(b) adanya permohonan pengunduran diri Adjudikator;

(c) adanya penggantian Adjudikator;

(d) adanya upaya perdamaian;

(e) selain alasan tersebut di atas dengan alasan yang wajar dan disetujui Para Pihak.

(3) Dalam rangka menjamin kepastian waktu penyelesaian Sidang Adjudikasi, maka pada Sidang pertama, Adjudikator menetapkan jadwal Sidang berikutnya sampai dengan pembacaan Putusan Adjudikasi.

(4) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud ayat (2), maka dalam Sidang ditetapkan perpanjangan jangka waktu Sidang, paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(5) Apabila dalam waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) ternyata Sidang Adjudikasi belum juga selesai, Adjudikator hanya dapat memperpanjang waktu berdasarkan persetujuan Para Pihak dan Pengurus, paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(6) Para Pihak sepakat bahwa sengketa harus diselesaikan dengan itikad baik dan secepat mungkin, dan oleh karena itu Para Pihak tidak akan mengulur-­­ ngulur waktu, bersikap dan/atau melakukan tindakan yang dapat menghambat jalannya proses Adjudikasi.

Pasal 14 Tempat

(1) Sidang Adjudikasi diselenggarakan di Jakarta atau tempat yang ditentukan oleh Pengurus.

Namun demikian, Para Pihak dapat mengusulkan tempat lain dengan persetujuan Pengurus. (2) Adjudikator dapat mendengar keterangan saksi di luar tempat Adjudikasi diadakan dengan

alasan yang wajar, misalnya disebabkan tempat tinggal saksi yang bersangkutan. (3) Adjudikator dapat mengadakan Sidang setempat atas barang yang dipersengketakan atau hal

lain yang berhubungan dengan sengketa yang sedang diperiksa. (4) Tempat untuk menyelenggarakan pembacaan Putusan Adjudikasi dapat berbeda dengan

tempat Sidang.

Pasal 15 Bahasa

(1) Bahasa yang digunakan dalam semua proses Adjudikasi LAPSPI adalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan Adjudikator maka Para Pihak dapat memilih bahasa lain.

(2) Adjudikator dapat memerintahkan kepada Para Pihak agar setiap dokumen atau bukti disertai dengan terjemahan ke dalam bahasa yang ditetapkan sebagaimana dimaksud ayat (1).

Page 145: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

10

Pasal 16 Hukum yang Berlaku

Hukum yang berlaku dalam Layanan Adjudikasi adalah Hukum Indonesia.

Pasal 17 Perwakilan dalam Sidang

(1) Pemohon dapat diwakili oleh Kuasa Hukum, dengan ketentuan harus memenuhi semua persyaratan berikut: (a) mempunyai izin praktek beracara sesuai peraturan perundang-­­ undangan yang berlaku;

atau (b) dalam hal kuasa hukum lebih dari 1 (satu) orang, maka cukup paling kurang 1 (satu)

orang kuasa hukum saja yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud huruf (a) dan bertindak sebagai advokat utama (lead counsel);

(2) Bagi Termohon atau Bank, dapat diwakili oleh pejabat senior yang memiliki kewenangan memutus berdasarkan Surat Kuasa Khusus dari Direksi Bank yang bersangkutan.

Pasal 18 Dokumentasi, Korespondensi dan Komunikasi

(1) Para Pihak dilarang merekam Prosedur Sidang Adjudikasi, baik rekaman audio, rekaman visual maupun rekaman audio visual.

(2) Pengiriman surat-­­menyurat dilakukan oleh Sekretaris kepada nama dan alamat yang tercantum dalam Permohonan Adjudikasi dan/atau Jawaban. Apabila ada perubahan, maka masing-­­masing Pihak harus memastikan telah memberikan informasi kepada Sekretariat mengenai nama, nomor telepon, nomor faksimili dan alamat secara lengkap untuk tujuan surat-­­ menyurat dari dan ke masing-­­masing Pihak, dan setiap perubahan-­­ perubahan selanjutnya berkenaan dengan hal-­­hal tersebut.

(3) Apabila Adjudikator telah ditunjuk, maka Para Pihak tidak boleh melakukan komunikasi dengan Adjudikator dengan cara apapun sehubungan dengan Permohonan Adjudikasi kecuali dalam Sidang, atau disertai suatu salinan yang juga dikirimkan kepada Pihak lain melalui Sekretaris.

(4) Surat-­­menyurat dari Adjudikator kepada Para Pihak, maupun dari satu Pihak kepada Adjudikator dan Pihak lain, harus disampaikan dalam kesempatan Sidang dan/atau melalui Sekretaris.

(5) Penyampaian atau pendistribusian surat-­­menyurat melalui Sekretaris, disampaikan melalui kurir, pos tercatat, faksimili dan/atau e-­­mail.

(6) Pengiriman oleh Sekretaris kepada Para Pihak melalui faksimili dan/atau e-­­ mail adalah sama sahnya dengan pengiriman melalui kurir dan/atau pos tercatat dengan bukti penerimaan yang cukup. Apabila pengiriman melalui faksimili dan/atau e-­­mail sudah diterima dengan baik dan jelas, maka pengiriman surat asli melalui kurir dan/atau pos tercatat boleh untuk tidak dilakukan lagi oleh Sekretaris kepada Para Pihak.

(7) Penyampaian dokumen Permohonan Adjudikasi, Jawaban, keterangan tertulis saksi fakta/saksi ahli, dan daftar bukti harus disertai dengan softcopy dalam format words document.

(8) Dokumentasi, korespondensi dan komunikasi yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 18 ini adalah tidak sah dan dianggap tidak pernah ada.

Page 146: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

11

Pasal 19 Kerahasiaan

(1) Proses Adjudikasi bersifat rahasia dan berlangsung secara tertutup yang hanya dihadiri oleh Para Pihak dan/atau Kuasa Hukumnya, Adjudikator serta Sekretaris, kecuali Para Pihak menghendaki lain atau bila diperlukan untuk pelaksanaan Putusan Adjudikasi sebagaimana alasan yang diperbolehkan Pasal 28 ayat (4).

(2) Kecuali bila diperlukan untuk pelaksanaan Putusan Adjudikasi sebagaimana alasan yang diperbolehkan Pasal 28 ayat (4), maka semua orang yang terlibat dalam proses Adjudikasi harus menjaga kerahasiaan baik selama Sidang maupun setelah selesai, dan tidak menggunakan untuk tujuan apapun terhadap:

(a) fakta bahwa proses Adjudikasi akan, sedang dan/atau telah berlangsung;

(b) hal-­­hal yang muncul dalam proses Adjudikasi;

(c) pendapat yang dikemukakan, klaim, usulan-­­usulan atau proposal yang diajukan Para Pihak untuk penyelesaian sengketa;

(d) semua bahan yang diserahkan dan pembicaraan yang dilakukan selama proses Adjudikasi;

(e) semua data, informasi, korespondensi, dan bahan baik dalam bentuk cetak tertulis maupun elektronik, mengenai masalah yang didiskusikan, klaim, proposal dan tanggapan yang disampaikan, termasuk isi Putusan Adjudikasi;

(f) alasan penolakan Pemohon terhadap Putusan Adjudikasi, jika ada.

(3) Ketentuan kerahasiaan tetap melekat atas orang yang terlibat dalam proses Adjudikasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan/atau ayat (2) meskipun Adjudikasi telah selesai.

(4) LAPSPI dan/atau salah satu Pihak berhak menuntut Pihak yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dan/atau ayat (2) berupa tuntutan termasuk namun tidak terbatas pada:

(a) ganti rugi penuh atas kerugian yang ditimbulkan;

(b) biaya upaya hukum yang dilakukannya sehubungan dengan pelanggaran tersebut;

(c) jaminan tidak terulang kembali pelanggaran tersebut di kemudian hari.

(5) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ayat (1) dan/atau ayat (2), Adjudikator berhak untuk menghentikan proses Adjudikasi untuk sementara waktu sampai adanya jaminan bahwa pelanggaran tersebut tidak terulang kembali di kemudian hari.

Pasal 20 Panggilan Sidang

(1) Sidang pertama:

(a) Ditetapkan setelah Adjudikator menerima berkas Permohonan Adjudikasi dari Sekretaris, paling kurang 14 (empat belas) hari, melalui surat panggilan kepada Para Pihak. Di dalam surat panggilan tersebut, Termohon diminta memberikan tanggapan secara tertulis (“Jawaban”) pada Sidang pertama.

(b) Apabila pada hari yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud huruf (a), Pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap sedangkan Pemohon telah dipanggil secara patut, maka Adjudikator menyatakan bahwa Permohonan Adjudikasi gugur dan tugas Adjudikator selesai. Untuk selanjutnya persengketaan tersebut tidak dapat lagi diajukan.

(c) Apabila pada hari yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud huruf (a), Termohon tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap sedangkan Termohon telah dipanggil secara patut, maka Adjudikator menunda Sidang dan melakukan pemanggilan kembali.

Page 147: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

12

Sidang akan diselenggarakan kembali paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah pemanggilan kedua disampaikan kepada Termohon.

(d) Apabila Termohon tetap tidak datang dalam Sidang tanpa alasan sah sedangkan Termohon telah dipanggil secara patut, maka Sidang akan diteruskan tanpa kehadiran Termohon.

(2) Jawaban disampaikan Termohon kepada Adjudikator dalam jumlah salinan yang cukup bagi keperluan Sidang Adjudikasi, dan dilampirkan:

(a) akta bukti;

(b) fotokopi/salinan dokumen bukti-­­bukti.

(3) Atas permohonan Termohon, Adjudikator berwenang untuk memperpanjang jangka waktu penyerahan Jawaban berdasarkan alasan yang sah, dengan ketentuan bahwa perpanjangan waktu tersebut tidak boleh melebihi 7 (tujuh) hari dari waktu yang semula ditentukan.

(4) Panggilan untuk Sidang berikutnya ditetapkan oleh Adjudikator dalam Prosedur Sidang, atau melalui surat panggilan yang akan disampaikan oleh Sekretaris.

(5) Dalam Prosedur Sidang, Adjudikator memeriksa keterangan masing-­­masing Pihak, mengupayakan perdamaian, memeriksa bukti dan mendengar keterangan saksi.

(6) Prosedur Sidang dapat diselenggarakan dalam bentuk pertemuan tatap muka secara langsung ataupun melalui sarana teknologi informasi, seperti telekonferensi dan video konferensi.

Pasal 21 Upaya Perdamaian

(1) Apabila selama masa Sidang, Para Pihak setuju untuk melakukan upaya damai, Adjudikator dapat menunda proses Sidang Adjudikasi paling lama 30 (tiga puluh) hari untuk memberikan kesempatan kepada Para Pihak dalam mengupayakan perdamaian sesuai pilihan penyelesaian yang disepakati oleh Para Pihak. Para Pihak menghadap kembali kepada Adjudikator pada hari Sidang yang ditetapkan untuk melaporkan hasil upaya perdamaian tersebut.

(2) Dalam hal upaya perdamaian berhasil mencapai perdamaian, kesepakatan tersebut harus memuat klausula pencabutan Permohonan Adjudikasi dan menyatakan perkara telah selesai. Berdasarkan hal tersebut, Pemohon menyatakan mencabut Permohonan Adjudikasi di hadapan Adjudikator, dan untuk selanjutnya Adjudikator menutup Sidang dan menyatakan Adjudikasi selesai.

(3) Sidang Adjudikasi dilanjutkan jika upaya perdamaian tidak berhasil.

Pasal 22 Pencabutan Permohonan Adjudikasi, Perubahan Permohonan Adjudikasi,

dan Perubahan Jawaban

(1) Pencabutan Permohonan Adjudikasi:

(a) sebelum ada Jawaban, Pemohon dapat mencabut Permohonan Adjudikasi;

(b) dalam hal sudah ada Jawaban, pencabutan Permohonan Adjudikasi hanya diperbolehkan dengan persetujuan Termohon, dan selanjutnya Adjudikator menutup Sidang dan menyatakan Adjudikasi selesai.

(2) Perubahan Permohonan Adjudikasi:

(a) sebelum ada Jawaban, Pemohon dapat memperbaiki, mengubah dan/atau menambah isi Permohonan Adjudikasi;

Page 148: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

13

(b) dalam hal sudah ada Jawaban, maka perbaikan, perubahan atau penambahan Permohonan Adjudikasi hanya diperbolehkan dengan persetujuan Termohon, dan sepanjang perbaikan, perubahan atau penambahan tersebut menyangkut hal-­­hal yang bersifat fakta-­­fakta saja dan tidak menyangkut dasar-­­dasar hukum yang menjadi dasar Permohonan Adjudikasi.

(3) Termohon dapat memperbaiki, mengubah dan/atau menambah isi Jawaban paling lama 5 (lima) hari setelah Jawaban diserahkan kepada Adjudikator.

Pasal 23 Keterangan Saksi dan/atau Ahli

(1) Atas perintah Adjudikator atau atas permintaan Para Pihak kepada Adjudikator, dapat dimintakan kepada seseorang untuk memberikan keterangan saksi dan/atau ahli dalam Sidang Adjudikasi, dan jika perlu dihadirkan dalam Sidang.

(2) Adjudikator berwenang menentukan:

(a) apakah keterangan saksi dan/atau ahli cukup diberikan secara tertulis tanpa dihadirkan dalam Sidang;

(b) apakah keterangan saksi dan/atau ahli cukup diberikan secara lisan dalam Sidang;

(c) apakah keterangan saksi dan/atau ahli diberikan secara tertulis dan kemudian dihadirkan dalam Sidang.

(3) Apabila saksi dan/atau ahli diminta oleh Adjudikator untuk memberikan keterangan tertulis, maka salinan keterangan tertulis tersebut juga diberikan kepada Pihak lawan melalui Sekretaris atau dalam Prosedur Sidang.

(4) Sebelum memberikan keterangan, saksi dan/atau ahli wajib mengucapkan sumpah.

(5) Masing-­­masing Pihak dapat mengajukan pertanyaan dan/atau tanggapan atas keterangan yang diberikan oleh saksi dan/atau ahli.

(6) Apabila dalam keterangan saksi dan/atau ahli terdapat perbedaan antara keterangan tertulis dengan keterangan lisan dalam Sidang, maka yang berlaku adalah keterangan lisan dalam Sidang.

(7) Pemohon diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk mengajukan saksi dan/atau ahli, kecuali ditentukan lain oleh Adjudikator tanpa adanya keberatan dari Para Pihak.

(8) Biaya pemanggilan saksi dan/atau ahli dibebankan kepada yang mengajukan, atau apabila diajukan oleh Adjudikator, maka biaya saksi dan/atau ahli menjadi beban kepada siapa saksi dan/atau ahli tersebut memberikan manfaat.

(9) Pengurus dilarang untuk menjadi saksi dan/atau ahli dalam Sidang Adjudikasi LAPSPI.

(10) Adjudikator tidak wajib mengikuti pendapat ahli, jika pendapat tersebut berlawanan atau bertentangan dengan keyakinannya.

Pasal 24

Penutupan Sidang

Apabila Sidang telah dianggap cukup oleh Adjudikator, maka Adjudikator menyatakan Sidang ditutup dan menetapkan jadwal Sidang pembacaan Putusan Adjudikasi.

Pasal 25 Penyusunan Putusan Adjudikasi

(1) Adjudikator bertugas menyiapkan rancangan Putusan Adjudikasi.

Page 149: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

14

(2) Adjudikator mengambil putusan berdasarkan keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono). (3) Putusan Adjudikasi harus ditandatangani oleh Adjudikator. Apabila Putusan Adjudikasi tidak

ditandatangani oleh Adjudikator dengan alasan sakit atau meninggal dunia atau alasan apapun, tidak mempengaruhi Putusan Adjudikator. Alasan tentang tidak adanya tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini harus dicantumkan dalam Putusan Adjudikator.

(4) Putusan Adjudikasi dibuat dalam bahasa Indonesia. (5) Putusan Adjudikasi memuat:

(a) nama lengkap dan alamat Para Pihak;

(b) uraian singkat sengketa;

(c) pendirian Para Pihak;

(d) temuan fakta-­­fakta yang diperoleh Adjudikator selama Sidang;

(e) pertimbangan dan kesimpulan Adjudikator;

(f) amar putusan;

(g) tempat dan tanggal putusan;

(h) tanda tangan Adjudikator;

(i) kolom pernyataan persetujuan pada bagian akhir Putusan Adjudikasi yang harus ditandatangani oleh Pemohon jika Pemohon menerima Putusan Adjudikasi; dan

(j) keterangan mengenai alasan sebagaimana dimaksud ayat (4), jika terjadi.

Pasal 26 Sidang Pembacaan Putusan Adjudikasi

(1) Dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Sidang dinyatakan ditutup sebagaimana dimaksud Pasal 24, Putusan Adjudikasi harus sudah dibacakan dalam suatu prosedur sidang pembacaan yang dihadiri Para Pihak.

(2) Apabila salah satu Pihak tidak hadir pada hari sidang yang telah ditentukan, maka pembacaan Putusan Adjudikasi tetap dilaksanakan oleh Adjudikator.

(3) Salinan Putusan Adjudikasi harus sudah disampaikan oleh Adjudikator melalui Sekretaris kepada Para Pihak dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah dibacakan. Apabila Para Pihak setuju, penyampaian salinan Putusan Adjudikasi dapat dilakukan dengan cara mengambil dokumen tersebut di Sekretariat.

Pasal 27 Koreksi terhadap Putusan Adjudikasi

(1) Dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah salinan Putusan Adjudikasi diterima, salah satu Pihak atau Para Pihak dapat mengajukan permohonan kepada Adjudikator untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif dan/atau menambah atau mengurangi sesuatu tuntutan putusan.

(2) Yang dimaksud dengan "koreksi terhadap kekeliruan administratif" sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah koreksi terhadap hal-­­hal seperti kesalahan pengetikan ataupun kekeliruan dalam penulisan angka, nama, alamat Para Pihak atau Adjudikator dan lain-­­lain, yang tidak mengubah substansi Putusan Adjudikasi.

(3) Apabila Putusan Adjudikasi dikoreksi, maka harus dilakukan oleh Adjudikator dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diajukan, dan atas pertimbangan Adjudikator maka putusan tersebut dapat dibacakan kembali dalam suatu Sidang atau cukup disampaikan kepada Para Pihak melalui korespondensi.

Page 150: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

15

Pasal 28 Pelaksanaan Putusan Adjudikasi

(1) LAPSPI memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk memberikan konfirmasi penerimaan atau penolakannya terhadap Putusan Adjudikasi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah lampaunya jangka waktu permohonan koreksi sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) atau setelah dilakukan koreksi sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (3).

(2) Apabila Pemohon menerima dan menandatangani Putusan Adjudikasi, maka Putusan Adjudikasi memiliki sifatnya sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (4), sedangkan apabila Pemohon menolak Putusan Adjudikasi, maka Putusan Adjudikasi tidak mengikat bagi Para Pihak dan dianggap tidak pernah ada. Dalam hal Pemohon tidak memberikan konfirmasi apapun sampai lewatnya jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1), maka Pemohon dianggap tidak menerima Putusan Adjudikasi.

(3) Penerimaan atau penolakan Pemohon harus mengenai keseluruhan Putusan Adjudikasi, tidak boleh hanya sebagian.

(4) Terhadap Putusan Adjudikasi yang telah bersifat final dan memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat, maka harus dilaksanakan dalam waktu yang telah ditentukan dalam Putusan Adjudikasi, dengan ketentuan:

(a) apabila ada Pihak yang tidak mematuhi atau melaksanakan Putusan Adjudikasi dalam waktu yang telah ditentukan, Pihak lain dapat melakukan teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar dengan tembusan kepada LAPSPI;

(b) LAPSPI, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah menerima tembusan surat sebagaimana dimaksud huruf (a), dapat menyampaikan teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar, dengan tembusan Pihak lain;

(c) Para Pihak mengetahui dan menyetujui serta tidak akan mengajukan tuntutan dalam bentuk apapun kepada LAPSPI dan Pihak lain bahwa, apabila telah lewat masa 7 (tujuh) hari terhitung setelah tanggal disampaikannya surat sebagaimana dimaksud huruf (b) masih juga diingkari, LAPSPI dan/atau Pihak lain dapat menyampaikan kembali teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar dengan tembusan Anggota LAPSPI di mana masing-­­masing Pihak menjadi anggotanya;

(d) Para Pihak mengetahui dan menyetujui serta tidak akan mengajukan tuntutan dalam bentuk apapun kepada LAPSPI dan Pihak lain bahwa, apabila telah lewat masa 7 (tujuh) hari terhitung setelah tanggal disampaikannya surat sebagaimana dimaksud huruf (c) masih juga diingkari, LAPSPI dan/atau Pihak lain dapat menyampaikan kembali teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

(5) Persengketaan antara Para Pihak tidak dapat dilanjutkan ke Arbitrase atau pengadilan.

Pasal 29 Berakhirnya Tugas Adjudikator

Tugas Adjudikator berakhir karena:

(a) Putusan Adjudikasi telah dibacakan, atau setelah Putusan Adjudikasi dikoreksi (jika ada koreksi);

(b) jangka waktu yang telah ditentukan, atau sesudah disepakati oleh Para Pihak untuk diperpanjang, telah lampau; atau

(c) akibat diganti karena alasan atau sebab sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 11.

Page 151: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

16

BAB VII BIAYA – BIAYA LAYANAN ADJUDIKASI

Pasal 30

(1) Biaya-biaya dalam layanan Adjudikasi terdiri dari: (a) Biaya Pendaftaran, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 31; (b) Biaya Sengketa, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 32; (c) Biaya Adjudikator, sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 33;

(2) Biaya Pendaftaran dan Biaya Adjudikator, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan c, ditanggung oleh Pemohon.

(3) Para Pihak bebas menyepakati pembagian beban di antara Para Pihak atas Biaya Sengketa sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b. Para Pihak segera memberitahukan kesepakatan tersebut kepada Pengurus.

(4) Apabila terdapat perhitungan pajak, maka biaya-biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) juncto Pasal 31, Pasal 32 dan Pasal 33 serta Lampiran I adalah jumlah bersih yang diterima LAPSPI.

(5) Pengurus menunda dan/atau menghentikan proses Sidang apabila ada biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c yang belum dilunasi oleh Para Pihak sesuai ketentuan Pasal 31 atau Pasal 32 atau Pasal 33.

Pasal 31 Biaya Pendaftaran

(1) Besarnya biaya pendaftaran ditetapkan oleh Pengurus LAPSPI dari waktu ke waktu sebagaimana

tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan dan Prosedur Adjudikasi ini. (2) Biaya Pendaftaran Permohonan Adjudikasi dibayar oleh Pemohon pada saat pendaftaran

Permohonan Adjudikasi.

Pasal 32 Biaya Sengketa

(1) Biaya Sengketa adalah biaya-biaya untuk keperluan pengeluaran:

(a) Adjudikasi yang diselenggarakan di luar kantor LAPSPI; (b) menghadirkan ahli dan/atau saksi sebagaimana dimaksud Pasal 23; (c) munculnya lain-lain biaya yang relevan dan wajar yang dapat diterima atau disepakati oleh

Para Pihak. (2) Para Pihak harus menyerahkan deposit untuk pengeluaran Biaya Sengketa sesuai dengan keputusan

Pengurus LAPSPI sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan dan Prosedur Adjudikasi ini. (3) Deposit sebagaimana dimaksud ayat (2) disetorkan Para Pihak kepada LAPSPI sebelum dimulainya

perundingan Adjudikasi. (4) Apabila jumlah deposit telah berkurang lebih dari 60 % (enam puluh per seratus), maka Para Pihak

harus menambah deposit sehingga jumlahnya kembali sebesar deposit awal. (5) Apabila seluruh pengeluaran Biaya Perundingan ternyata lebih kecil dari deposit yang disetor, maka

sisa deposit segera dikembalikan kepada Para Pihak, dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah Adjudikasi selesai.

(6) Sekretariat membuat laporan penggunaan deposit kepada Para Pihak dengan bukti-bukti pengeluaran yang cukup.

Page 152: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

17

Pasal 33 Biaya Adjudikator

(1) Biaya Adjudikator ditentukan oleh Pengurus LAPSPI dari waktu ke waktu yang nilainya dicantumkan

dalam Lampiran I dan yang merupakan satu kesatuan dengan Peraturan dan Prosedur Adjudikasi ini.

(2) Pemohon membayar secara penuh Biaya Adjudikator pada saat pendaftaran Permohonan Adjudikasi.

BAB VIII SANKSI

Pasal 34 Pelanggaran oleh Adjudikator

(1) Adjudikator yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Benturan Kepetingan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6a) dan (6b) akan diperiksa oleh Komite Kehormatan LAPSPI.

(2) Adjudikator yang terbukti bersalah berdasarkan keputusan Komite Kehormatan LAPSPI, akan dikeluarkan dari Daftar Adjudikator Tetap dan tidak diperkenankan untuk menangani perkara atau sebagai Kuasa Hukum dari Para Pihak yang bersengketa, di dalam jurisdiksi LAPSPI.

BAB IX KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35

(1) Pengurus, Adjudikator, Sekretaris dan/atau personil LAPSPI lainnya tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun perdata terhadap pelaksanaan tugasnya dan kewenangannya berdasarkan Peraturan Dan Prosedur ini maupun terhadap isi dari Putusan Adjudikasi.

(2) Para Pihak tidak dapat menuntut LAPSPI (termasuk Adjudikator, Pengurus, Sekretaris dan personil LAPSPI lainnya), termasuk tapi tidak terbatas pada tuntutan berkenaan dengan:

(a) setiap layanan yang disediakan LAPSPI;

(b) setiap upaya yang dilakukan oleh LAPSPI;

(c) sengketa yang didaftarkan oleh Pemohon;

(d) klaim yang dibuat oleh Pemohon;

(e) setiap keputusan yang dibuat;

(f) setiap tindakan Para Pihak;

(g) setiap tindakan yang dilakukan yang sesuai dengan hukum atau perintah pengadilan.

(3) Para Pihak menyatakan dan setuju bahwa setiap tuntutan terhadap LAPSPI (termasuk Adjudikator, Pengurus, Sekretaris dan personil LAPSPI lainnya) yang dibuat dengan melanggar ayat (1) dan ayat (2) adalah merupakan suatu kerugian yang besar dan nyata bagi LAPSPI. Oleh karena itu LAPSPI berhak untuk melakukan upaya hukum atas tuntutan tersebut, dan juga berhak untuk menuntut kepada Para Pihak atas ganti rugi secara penuh biaya hukum yang telah LAPSPI keluarkan.

(4) Penyebutan nama suatu organisasi/instansi dalam Peraturan dan Prosedur ini adalah dimaksudkan pula kepada nama baru dari organisasi/instansi yang bersangkutan disebabkan perubahan nama saja ataupun disebabkan karena tindakan penggabungan, peleburan, pengalihan yang menyebabkan perubahan nama organisasi/instansi.

Page 153: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

18

Pasal 36

Pada saat Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia ini mulai berlaku, Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia Nomor 08/LAPSPI-PER/2015 tentang Peraturan dan Prosedur Adjudikasi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 37

Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 27 April 2017

PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN

INDONESIA

Himawan E.Subiantoro Saifuddin Latief Nirwana Atta Ketua Sekretaris Bendahara

Page 154: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

1

PERATURAN LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

NOMOR: 3/LAPSPI-PER/2017

TENTANG

PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE

PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN INDONESIA

Menimbang: a. bahwa dalam penyelesaian pengaduan Nasabah kepada Perbankan

seringkali tidak tercapai kesepakatan yang dapat diterima oleh Para Pihak;

b. bahwa terdapat forum alternatif penyelesaian sengketa perbankan di luar pengadilan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan;

c. bahwa asosiasi-asosiasi perbankan telah membentuk Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI) dengan layanan Mediasi, Adjudikasi, dan Arbitrase, untuk Para Pihak dalam menyelesaikan sengketa secara cepat, murah, adil, dan efisien;

d. bahwa berdasarkan hal hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk membuat Peraturan dan Prosedur Arbitrase LAPSPI sebagai pedoman bagi para pihak terkait.

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872), beserta perubahan apabila ada;

2. Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253), beserta peraturan pelaksanaan dan perubahan apabila ada;

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790 tanggal 10 November 1998 beserta peraturan pelaksanaan dan perubahannya apabila ada;

4. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan, yang diundangkan tanggal 23 Januari 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5499);

Page 155: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

2

5. Anggaran Dasar LAPSPI sebagaimana tertuang dalam Akta Pendirian Nomor 36 tanggal 28 April 2015 yang dibuat dihadapan Ashoya Ratam, S.H., M.Kn., Notaris di Jakarta yang telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan KEMENKUMHAM Nomor AHU-0004902.AH.01.07 Tahun 2015 tanggal 16 September 2015 dan perubahannya apabila ada.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DAN PROSEDUR ARBITRASE

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Definisi

(1) Dalam Peraturan dan Prosedur ini, yang dimaksud dengan:

(a) Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata bidang perbankan dan yang terkait bidang perbankan di luar peradilan umum yang diselenggarakan LAPSPI dengan menggunakan Peraturan dan Prosedur Arbitrase LAPSPI yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase, yang dibuat secara tertulis oleh Para Pihak yang bersengketa.

(b) Arbiter adalah seorang atau lebih yang merupakan Arbiter Tetap LAPSPI atau Arbiter Ad Hoc LAPSPI yang dipilih oleh Para Pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk LAPSPI menurut Peraturan dan Prosedur ini untuk memeriksa perkara dan memberikan Putusan Arbitrase mengenai sengketa tertentu yang diajukan penyelesaiannya kepada Arbitrase LAPSPI.

(c) Arbiter Tetap LAPSPI adalah orang perseorangan yang diangkat oleh Pengurus LAPSPI sebagai Arbiter menurut ketentuan Pasal 9 ayat (2) yang namanya dicantumkan pada Daftar Arbiter Tetap.

(d) Daftar Arbiter Tetap LAPSPI adalah daftar yang diterbitkan oleh LAPSPI yang berisikan nama-­­nama Arbiter Tetap dan dapat berubah sewaktu waktu berdasarkan keputusan Pengurus LAPSPI.

(e) Arbiter Ad Hoc LAPSPI adalah orang perseorangan yang diangkat oleh LAPSPI sebagai Arbiter menurut ketentuan Pasal 9 ayat (4) yang statusnya bersifat sementara hanya untuk suatu perkara tertentu.

(f) Arbiter Tunggal adalah satu-­­satunya Arbiter yang ditunjuk menurut Peraturan dan Prosedur ini untuk memberikan putusan mengenai sengketa yang diserahkan penyelesaiannya melalui Arbitrase LAPSPI.

(g) Majelis Arbitrase adalah suatu majelis Arbiter dalam jumlah ganjil yang dibentuk menurut Peraturan dan Prosedur ini.

(h) Kode Etik adalah Kode Etik yang berlaku bagi Arbiter LAPSPI.

(i) Benturan Kepentingan adalah adalah kondisi seseorang dimana yang bersangkutan tidak dapat bertindak secara objektif karena adanya kepentingan pribadi, baik secara ekonomi maupun sosial.

(j) Permohonan Arbitrase adalah surat permohonan penyelesaian sengketa melalui Arbitrase LAPSPI yang berisikan surat tuntutan dari Pemohon kepada Termohon.

Page 156: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

3

(k) Perjanjian Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula Arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat Para Pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat Para Pihak setelah timbul sengketa.

(l) Para Pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke LAPSPI untuk memperoleh Putusan Arbitrase.

(m) Pemohon adalah Pihak atau Pihak-­­pihak yang mengajukan Permohonan Arbitrase kepada LAPSPI sesuai Peraturan dan Prosedur ini.

(n) Termohon adalah Pihak atau Pihak-­­pihak yang menjadi lawan dari Pemohon dalam penyelesaian sengketa melalui Arbitrase.

(o) Turut Termohon adalah Pihak atau Pihak-­­pihak yang turut ditarik oleh Pemohon sebagai lawan Pemohon dalam Permohonan Arbitrase.

(p) Intervensi adalah perbuatan hukum oleh atau kepada pihak ketiga di luar Perjanjian Arbitrase yang mempunyai kepentingan dalam Permohonan Arbitrase dengan jalan melibatkan diri atau dilibatkan oleh Pemohon atau Termohon dalam suatu perkara Arbitrase yang sedang berlangsung di LAPSPI.

(q) Pengurus adalah pengurus LAPSPI sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar LAPSPI, beserta segala perubahannya jika ada.

(r) Sekretariat adalah sekretariat yang dibentuk Pengurus untuk menjalankan operasional sehari-­­hari LAPSPI yang dipimpin oleh salah satu anggota Pengurus, atau personil lain yang ditunjuk oleh Pengurus.

(s) Sekretaris adalah 1 (satu) atau lebih personil Sekretariat yang ditunjuk oleh Pengurus untuk membantu Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dalam urusan pencatatan dan administrasi selama proses Arbitrase

(t) Rekonpensi adalah tuntutan balik yang diajukan Termohon terhadap Pemohon. (u) Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi Kesepakatan Perdamaian dan

putusan Arbitrase yang menguatkan Kesepakatan Perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa.

(v) Kesepakatan Perdamaian adalah dokumen yang memuat syarat- syarat yang disepakati oleh Para Pihak guna mengakhiri sengketa yang merupakan hasil dari upaya perdamaian.

(w) Putusan Arbitrase adalah putusan yang dijatuhkan atas suatu sengketa oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase menurut Peraturan dan Prosedur ini.

(x) Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal Termohon.

(y) Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui perundingan untuk mencapai perdamaian dengan dibantu oleh Mediator selama proses Arbitrase berlangsung sampai dengan sebelum dijatuhkannya Putusan Arbitrase.

(z) Mediator adalah pihak ketiga yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai solusi penyelesaian tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

(aa) Tuntutan Ganti Rugi adalah jumlah nominal materiil tertentu yang dituntut oleh Pemohon.

(2) Penyebutan kata “hari” dalam Peraturan dan Prosedur ini adalah merujuk kepada hari kerja nasional Indonesia.

Pasal 2 Ruang Lingkup Peraturan dan Prosedur

(1) Peraturan dan Prosedur ini mengatur penyelesaian sengketa yang diselesaikan melalui

Page 157: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

4

Arbitrase LAPSPI. (2) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui Arbitrase LAPSPI harus memenuhi semua

kriteria tersebut di bawah ini:

(a) merupakan sengketa di bidang perbankan dan/atau berkaitan dengan bidang perbankan;

(b) sengketa mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-­­undangan dikuasai sepenuhnya oleh Pihak yang bersengketa;

(c) sengketa yang menurut peraturan perundang-­­undangan dapat diadakan perdamaian;

(d) antara Pemohon dan Termohon terikat dengan Perjanjian Arbitrase. (3) Penyelesaian sengketa berdasarkan Peraturan dan Prosedur ini dilakukan oleh Para

Pihak atas dasar itikad baik dan bermartabat, dengan berlandaskan tata cara kooperatif dan non konfrontatif serta mengesampingkan penyelesaian melalui pengadilan dan/atau lembaga Arbitrase lainnya.

(4) LAPSPI termasuk Arbiter, Pengurus, Sekretaris dan personil Sekretariat dilarang untuk memberikan dan/atau menawarkan bantuan hukum dalam bentuk apapun, baik secara profesional ataupun personal kepada Para Pihak, termasuk nasehat dan/atau opini hukum menyangkut posisi hukum Para Pihak.

(5) Para Pihak, Arbiter, Pengurus, Sekretaris dan personil Sekretariat wajib mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan dan Prosedur ini.

BAB II LAYANAN ARBITRASE

Pasal 3

Layanan Arbitrase hanya diperuntukkan bagi Pemohon yang merupakan nasabah/pihak pengguna produk/layananan Bank di luar nasabah UMKM.

BAB III PROSES PERMOHONAN ARBITRASE

Pasal 4 Pendaftaran Permohonan Arbitrase

(1) Arbitrase diselenggarakan berdasarkan Permohonan Arbitrase yang diajukan pendaftarannya oleh Pemohon kepada LAPSPI dalam jumlah salinan yang cukup bagi keperluan persidangan Arbitrase.

(2) Permohonan Arbitrase adalah berupa: (a) surat tuntutan yang memuat:

(i) nama lengkap, dan tempat tinggal atau tempat kedudukan Para Pihak;

(ii) uraian singkat tentang sengketa;

(iii) isi tuntutan yang jelas; dan (b) lampiran-­­lampiran:

(i) fotokopi bukti pembayaran atas Biaya Pendaftaran sesuai dengan Peraturan dan Prosedur ini;

(ii) fotokopi Perjanjian Arbitrase yang mendasari Permohonan Arbitrase;

(iii) akta daftar bukti yang diajukan berikut keterangannya;

Page 158: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

5

(iv) fotokopi dokumen bukti, atau apabila tidak disertakan maka dalam Permohonan Arbitrase harus diterangkan bahwa fotokopi dokumen bukti akan diajukan dalam persidangan sesuai dengan Peraturan dan Prosedur ini.

(c) Semua dokumen-dokumen berupa lampirannya disiapkan oleh Para Pihak dalam jumlah minimal 7 (tujuh) rangkap.

(3) Pengurus menyampaikan konfirmasi penerimaan atau penolakan terhadap pendaftaran Permohonan Arbitrase kepada Pemohon dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah tanggal pengajuan.

(4) Apabila pendaftaran Permohonan Arbitrase ditolak Pengurus, surat sebagaimana dimaksud ayat (3) memuat pula alasan penolakan, Pemohon dapat mengajukannya kembali dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan dan Prosedur ini.

(5) Apabila pendaftaran Permohonan Arbitrase dinyatakan diterima, maka surat sebagaimana dimaksud ayat (3) memuat pula: (a) pemberitahuan mengenai dimulainya penunjukan Arbiter; (b) pemberitahuan mengenai nama Sekretaris yang ditunjuk oleh

Pengurus untuk perkara yang bersangkutan; (c) informasi mengenai biaya-­­biaya Arbitrase atas perkara yang

bersangkutan; dan (d) salinan Permohonan Arbitrase untuk Termohon.

(6) Sekretariat pada tanggal yang sama dengan tanggal konfirmasi sebagaimana dimaksud ayat (5) mencatat Permohonan Arbitrase ke dalam buku register perkara LAPSPI dan mencantumkan kode nomor registrasi perkara.

(7) Meskipun terhadap suatu pengajuan pendaftaran Permohonan Arbitrase telah dinyatakan diterima sebagaimana dimaksud ayat (5), namun tidak menutup kemungkinan adanya eksepsi dari Termohon dan/atau Turut Termohon berkenaan dengan kewenangan Arbitrase LAPSPI untuk memeriksa perkara tersebut mengingat bahwa penerimaan tersebut diberikan berdasarkan dokumen dari salah satu Pihak saja (Pemohon). Dalam hal ini hanya Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase yang memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutuskan eksepsi dimaksud, dan Pemohon menerima sepenuhnya risiko kemungkinan Permohonan Arbitrase dinyatakan tidak dapat diterima oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase, dan termasuk konsekuensi biaya-­­biaya Arbitrase yang tetap harus dipenuhi oleh Pemohon berdasarkan ketentuan Peraturan dan Prosedur ini.

(8) Pengurus dapat melimpahkan kewenangan untuk memberikan konfirmasi terhadap pendaftaran Permohonan Arbitrase kepada personil Sekretariat.

Pasal 5 Perjanjian Arbitrase

(1) Para Pihak dapat menyetujui secara tertulis bahwa suatu sengketa yang terjadi antara mereka akan diselesaikan melalui Arbitrase LAPSPI dalam suatu dokumen Perjanjian Arbitrase (Pactum de Compromittendo).

(2) Perjanjian Arbitrase dapat menyepakati acara Arbitrase lain daripada Peraturan dan Prosedur ini sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-­­undang dan kebijakan LAPSPI.

(3) Perjanjian Arbitrase LAPSPI dapat berbentuk:

Page 159: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

6

(a) suatu kesepakatan berupa klausula Arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh Para Pihak sebelum timbul sengketa; atau

(b) suatu Perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat Para Pihak setelah timbul sengketa dengan memperhatikan ketentuan Pasal 7.

(4) Perjanjian Arbitrase harus menyebutkan secara tegas penunjukannya atas forum Arbitrase LAPSPI. Namun, demi kepastian hukum, dalam hal Para Pihak di dalam Perjanjian Arbitrase tidak menyebutkan forum Arbitrase, tetapi bersepakat untuk menggunakan Peraturan dan Prosedur LAPSPI, maka Para Pihak dianggap telah menunjuk forum Arbitrase LAPSPI dalam Perjanjian Arbitrase tersebut.

(5) Para Pihak yang telah terikat dengan Perjanjian Arbitrase LAPSPI secara hukum telah sepakat untuk meniadakan proses pemeriksaan perkara melalui Pengadilan Negeri dan/atau lembaga Arbitrase lainnya, dan akan melaksanakan setiap putusan yang diambil oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase berdasarkan Peraturan dan Prosedur ini.

(6) Berlakunya syarat-­­syarat hapusnya perjanjian pokok, atau berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok tidak menjadikan batal Perjanjian Arbitrase, bahkan walaupun Perjanjian Arbitrase tertuang dalam Klausula Arbitrase dari perjanjian pokok tersebut.

(7) Perjanjian Arbitrase dapat juga mengikat kepada pihak ketiga yang tidak menandatangani Perjanjian Arbitrase tersebut sebagaimana dimaksud Pasal 10 Undang-­­undang Nomor 30 Tahun 1999 dan/atau doktrin hukum yang diterima dalam praktek Arbitrase, dengan ketentuan apabila dalam Permohonan Arbitrase, Pemohon menarik serta pihak ketiga yang tidak menandatangani Perjanjian Arbitrase sebagai Termohon dan/atau Turut Termohon dengan dalil bahwa pihak ketiga tersebut ikut terikat dengan Perjanjian Arbitrase, maka Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dalam memberikan pertimbangan hukumnya harus memperhatikan apakah dalil Pemohon tersebut dapat diterapkan menurut hukum yang berlaku dalam perjanjian (governing law) dan menurut hukum di mana Putusan Arbitrase akan dilaksanakan.

Pasal 6 Perjanjian Arbitrase setelah Sengketa

(1) Dalam hal Para Pihak memilih penyelesaian sengketa melalui Arbitrase setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu Perjanjian Arbitrase tertulis yang ditandatangani Para Pihak (Acta Compromis).

(2) Dalam hal Para Pihak tidak dapat menandatangani perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perjanjian tertulis tersebut harus dibuat dalam bentuk akta notaris.

(3) Perjanjian sebagaimana dimaksud ayat (1) atau ayat (2) harus memuat:

(a) masalah yang dipersengketakan;

(b) nama lengkap dan tempat tinggal Para Pihak;

(c) Kesepakatan dan persetujuan Para Pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui forum Arbitrase LAPSPI.

(d) nama lengkap dan tempat tinggal Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase;

(e) tempat Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase akan mengambil keputusan;

(f) nama lengkap Sekretaris;

(g) jangka waktu penyelesaian sengketa;

(h) pernyataan kesediaan dari Arbiter; dan

(i) pernyataan kesediaan dari Pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya-­­biaya penyelenggaraan Arbitrase.

Page 160: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

7

(4) Perjanjian Arbitrase sebagaimana dimaksud ayat (1) atau (2) yang tidak memuat hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah batal demi hukum, kecuali bila dinyatakan sebaliknya menurut hukum yang dipilih oleh Para Pihak.

(5) LAPSPI, atas permintaan salah satu Pihak, dapat memfasilitasi pertemuan antara Para Pihak dalam rangka membuat Perjanjian Arbitrase.

Pasal 7 Notifikasi

(1) Dalam hal timbul sengketa, dan sebelum Pemohon mengajukan pendaftaran

Permohonan Arbitrase kepada LAPSPI, Pemohon harus memberitahukan kepada Termohon dengan tembusan Pengurus melalui surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-­­mail atau dengan surat yang dikirimkan melalui kurir bahwa syarat Arbitrase yang diadakan oleh Para Pihak sudah berlaku.

(2) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat dengan jelas:

(a) nama dan alamat Para Pihak;

(b) penunjukan kepada Perjanjian Arbitrase;

(c) dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut;

(d) cara penyelesaian yang dikehendaki; (3) Termohon harus memberikan tanggapan kepada Pemohon, dengan tembusan Pengurus,

paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari terhitung setelah menerima notifikasi tersebut.

(4) Dalam hal Perjanjian Arbitrase dibuat setelah munculnya sengketa, notifikasi sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak diperlukan lagi.

Pasal 8 Sekretaris

(1) Pengurus menunjuk 1 (satu) atau lebih personil Sekretariat untuk menjadi Sekretaris pada perkara yang akan atau sedang dilaksanakan di Arbitrase.

(2) Sekretaris mempunyai tugas sebagai berikut:

(a) membuat berita acara pemeriksaan atau persidangan;

(b) membuat risalah rapat permusyawaratan Majelis Arbitrase;

(c) mengurus korespondensi Arbitrase;

(d) menyimpan catatan dan dokumen Arbitrase;

(e) menandatangani surat panggilan sidang/pemeriksaan kepada Para Pihak atas nama Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase;

(f) membantu Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dalam menyusun jadwal pemeriksaan dan mengingatkan mengenai jangka waktu Arbitrase;

(g) membantu Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dalam membuat laporan kepada Pengurus mengenai selesainya Arbitrase;

(h) menjadi penerima kuasa Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase untuk mendaftarkan Putusan Arbitrase;

(i) tugas-­­tugas lain yang mungkin diatur pada bagian lain dari Peraturan dan Prosedur ini.

(3) Sekretaris wajib menjaga prinsip kerahasiaan atas proses Arbitrase dan melaksanakan tugasnya sampai dengan selesai secara profesional, bersikap netral, independen dan menjaga integritas serta menjunjung tinggi kehormatan LAPSPI.

Page 161: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

8

BAB IV ARBITER

Pasal 9 Persyaratan Arbiter

(1) Untuk dapat menjadi Arbiter Tetap LAPSPI, haruslah orang yang sudah diangkat oleh

Pengurus dan disetujui oleh Badan Pengawas LAPSPI sebagai Arbiter Tetap LAPSPI. (2) Pengurus mengangkat seseorang sebagai Arbiter Tetap LAPSPI menurut ketentuan

sebagai berikut:

(a) pencalonan seseorang untuk menjadi Arbiter Tetap LAPSPI diputuskan dalam Rapat Pengurus berdasarkan pemahaman Pengurus mengenai integritas dan kapabilitas dari calon yang bersangkutan sesuai persyaratan yang tercantum dalam Lampiran II Peraturan dan Prosedur ini.

(b) calon Arbiter Tetap LAPSPI menyampaikan resume jati diri dan riwayat hidup beserta fotokopi dokumen-­­dokumen pendukungnya dan mengikuti uji kecakapan dan kelayakan (fit and proper test) yang dilakukan oleh Pengurus;

(c) uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) dilakukan dengan cara:

• Penelitian administratif; dan atau • Wawancara.

(d) Pengurus meminta persetujuan Badan Pengawas untuk penetapan Arbiter Tetap LAPSPI.

(3) Pengurus menerbitkan Daftar Arbiter Tetap LAPSPI yang terbuka untuk umum, dan memperbaharuinya setiap kali ada perubahan pada daftar tersebut.

(4) Pengurus dapat mengangkat seseorang sebagai Arbiter Ad Hoc LAPSPI menurut ketentuan sebagai berikut: (a) pencalonan seseorang untuk menjadi Arbiter Ad Hoc LAPSPI diusulkan oleh

Pemohon/Termohon atau Arbiter perkara kepada Pengurus, atau atas pertimbangan Pengurus sendiri;

(b) pencalonan tersebut disetujui oleh Para Pihak dan didasarkan alasan belum terdapat Arbiter dalam Daftar Arbiter Tetap LAPSPI yang memenuhi kualifikasi tertentu yang dibutuhkan untuk memeriksa perkara yang bersangkutan;

(c) penunjukan seseorang sebagai Arbiter Ad Hoc tidak boleh untuk posisi Arbiter Tunggal/Ketua Majelis Arbitrase;

(d) status seseorang sebagai Arbiter Ad Hoc LAPSPI secara otomatis berakhir dengan selesainya tugas sebagai Arbiter perkara yang bersangkutan;

(e) seseorang yang dicalonkan tersebut menyampaikan resume jati diri dan riwayat hidup beserta fotokopi dokumen-­­dokumen pendukungnya dan mengikuti uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) yang dilakukan oleh Pengurus;

(f) Uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) dilakukan dengan cara: • Penelitan administratif; dan/atau • Wawancara.

(g) seseorang yang dicalonkan tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (2);

(h) seseorang yang dicalonkan tersebut menyerahkan kepada Pengurus surat kesediaan menjadi Arbiter Tetap LAPSPI untuk suatu perkara tertentu;

Page 162: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

9

(i) Pengurus menerbitkan surat pengangkatan sebagai Arbiter Ad Hoc LAPSPI dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung setelah tanggal diusulkan sebagaimana dimaksud huruf (a).

Pasal 10 Penentuan Jumlah Arbiter

(1) Penentuan jumlah Arbiter diatur sebagai berikut: a. Untuk jumlah Tuntutan Ganti Rugi senilai di bawah Rp 500.000.000,- bagi Pemohon

dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dan di atas Rp 500.000.000,- sampai dengan Rp 1.000.000.000,- maka akan diputuskan oleh Arbiter Tunggal, berdasarkan kesepakatan Para Pihak untuk menunjuk 1 (satu) orang Arbiter dimaksud;

b. Untuk jumlah Tuntutan Ganti Rugi senilai di atas Rp 1.000.000.000,- maka akan diputuskan oleh Majelis Arbitrase dalam jumlah ganjil, maksimum 3 (tiga) orang;

c. Para Pihak yang dimaksud ayat (1) adalah Pemohon (atau para Pemohon) dan Termohon (atau para Termohon), sedangkan pihak-­­pihak yang ditarik atau menarik diri ke dalam perkara Arbitrase sebagai Turut Termohon dan/atau pihak Intervenien tidak memiliki hak untuk ikut membahas dan menentukan jumlah Arbiter.

(2) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Pemohon, maka semua Pihak yang bertindak sebagai Pemohon (para Pemohon) harus dianggap sebagai 1 (satu) Pihak tunggal dalam hal mengusulkan jumlah Arbiter, hal mana berlaku secara mutatis mutandis pada para Termohon.

Pasal 11 Penunjukan Arbiter Tunggal

(1) Dalam hal sengketa yang timbul akan diperiksa dan diputus oleh Arbiter Tunggal sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1), Para Pihak wajib untuk mencapai suatu kesepakatan tentang penunjukan Arbiter Tunggal tersebut. Dalam hal lebih dari 1 (satu) Pemohon dan/atau Termohon, maka penunjukan Arbiter Tunggal harus merupakan persetujuan semua Pihak.

(2) Pihak yang dimaksud ayat (1) adalah Pemohon (atau para Pemohon) dan Termohon (atau para Termohon), sedangkan pihak-­­pihak yang ditarik atau menarik diri ke dalam perkara Arbitrase sebagai Turut Termohon dan/atau pihak Intervenien tidak memiliki hak untuk ikut membahas dan memilih Arbiter.

(3) Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah Para Pihak menerima konfirmasi pendaftaran Permohonan Arbitrase sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (5), Para Pihak sudah harus menyampaikan pemberitahuan kepada Pengurus mengenai kesepakatan dalam menunjuk Arbiter Tunggal sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan melampirkan surat konfirmasi penerimaan penunjukan dari Arbiter Tunggal yang bersangkutan.

(4) Apabila sampai dengan lewatnya jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (3) Para Pihak gagal mencapai kesepakatan dalam menunjuk Arbiter Tunggal, maka Pengurus akan menunjuk Arbiter Tunggal dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah berakhirnya batas waktu tersebut.

(5) Pengurus dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (3) dan ayat (4) paling lama 10 (sepuluh) hari.

(6) Penunjukan Arbiter Tunggal yang dilakukan oleh Pengurus sebagaimana dimaksud ayat (4) bersifat final dan mengikat Para Pihak kecuali ada pengajuan hak ingkar.

Page 163: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

10

Pasal 12 Penunjukan Arbiter dalam Majelis Arbitrase

(1) Dalam hal sengketa yang timbul akan diperiksa dan diputus oleh Majelis Arbitrase, masing-­­masing Pihak diberikan kesempatan untuk menunjuk seorang Arbiter.

(2) Pihak yang dimaksud ayat (1) adalah Pemohon (atau para Pemohon) dan Termohon (atau para Termohon), sedangkan pihak-­­pihak yang ditarik atau menarik diri ke dalam perkara Arbitrase sebagai Turut Termohon dan/atau pihak Intervenien tidak memiliki hak untuk ikut membahas dan memilih Arbiter.

(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Pemohon, maka semua Pihak yang bertindak sebagai Pemohon (para Pemohon) harus dianggap sebagai 1 (satu) Pihak tunggal dalam hal penunjukan Arbiter, hal mana berlaku secara mutatis mutandis pada para Termohon.

(4) Penunjukan Arbiter oleh Para Pihak: (a) Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah masing-­­

masing Pihak menerima konfirmasi pendaftaran Permohonan Arbitrase sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (5), masing-­­masing Pihak sudah harus menyampaikan pemberitahuan kepada Pengurus mengenai penunjukan Arbiter dengan melampirkan surat konfirmasi penerimaan penunjukan dari Arbiter yang bersangkutan.

(b) Apabila sampai dengan lewatnya jangka waktu sebagaimana dimaksud huruf (a), ada salah satu Pihak yang gagal menunjuk Arbiter, maka Pengurus akan menunjuk Arbiter untuk Pihak tersebut dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah berakhirnya batas waktu tersebut.

(c) Pengurus dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud huruf dan huruf (b) paling lama 10 (sepuluh) hari.

(5) Penunjukan Arbiter oleh kedua Arbiter: (a) Kedua Arbiter yang telah dipilih berwenang untuk menunjuk Arbiter ketiga. (b) Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah Arbiter

yang terakhir ditunjuk, kedua Arbiter harus menyampaikan pemberitahuan kepada Pengurus mengenai penunjukan Arbiter ketiga dengan melampirkan surat konfirmasi penerimaan penunjukan dari Arbiter yang bersangkutan.

(c) Apabila sampai dengan lewatnya jangka waktu sebagaimana dimaksud huruf (b), kedua Arbiter gagal menunjuk Arbiter ketiga, maka Pengurus akan menunjuk Arbiter ketiga dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah berakhirnya batas waktu tersebut.

(d) Pengurus dapat memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud huruf dan huruf (c) paling lama 10 (sepuluh) hari.

(6) Arbiter ketiga diangkat sebagai Ketua Majelis Arbitrase, kecuali disepakati lain oleh para Arbiter dalam Majelis Arbitrase.

(7) Dalam suatu Majelis Arbitrase, paling kurang 1 (satu) Arbiter berlatar belakang pengalaman bidang hukum.

Pasal 13 Konfirmasi Penunjukan Arbiter

(1) Arbiter yang ditunjuk dapat menerima atau menolak penunjukan tersebut.

(2) Arbiter hanya boleh menerima penunjukan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(a) tidak berada dalam pengaruh dan/atau tekanan siapapun untuk menjalankan tugas sebagai Arbiter;

Page 164: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

11

(b) dalam keadaan sehat secara jasmani maupun rohani sehingga mampu menjalankan tugas sebagai Arbiter dengan sebaik-­­baiknya;

(c) diperbolehkan menurut ketentuan mengenai Benturan Kepentingan yang termuat dalam Peraturan dan Prosedur Arbitrase ini.

(d) membuat surat pernyataan dan keterbukaan dalam format yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Pengurus.

(3) Arbiter bertanggung jawab penuh atas segala risiko hukum yang timbul dari kebenaran surat pernyataan dan keterbukaan yang telah dibuat dan ditandatanganinya sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf (d).

(4) Pemberitahuan mengenai penerimaan/penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah tanggal penunjukan, dengan ketentuan:

(a) apabila ditunjuk sebagai Arbiter Tunggal oleh Para Pihak, pemberitahuan tersebut ditujukan kepada Para Pihak dengan tembusan Pengurus;

(b) apabila ditunjuk sebagai Arbiter Tunggal oleh Pengurus, pemberitahuan tersebut ditujukan kepada Pengurus dengan tembusan Para Pihak;

(c) apabila ditunjuk sebagai Arbiter dalam Majelis Arbitrase oleh salah satu Pihak, pemberitahuan tersebut ditujukan kepada Pihak yang menunjuk dengan tembusan Pihak lain dan Pengurus;

(d) apabila ditunjuk sebagai Arbiter dalam Majelis Arbitrase oleh Pengurus, pemberitahuan tersebut ditujukan kepada Pengurus dengan tembusan Para Pihak;

(e) apabila ditunjuk sebagai Arbiter ketiga oleh kedua Arbiter, pemberitahuan tersebut ditujukan kepada kedua Arbiter dengan tembusan Para Pihak dan Pengurus;

(f) apabila ditunjuk sebagai Arbiter ketiga oleh Pengurus, pemberitahuan tersebut ditujukan kepada Pengurus dengan tembusan Para Pihak dan kedua Arbiter lain.

Pasal 14

Pengangkatan Arbiter Perkara

(1) Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah Arbiter Tunggal memberikan konfirmasi penerimaan penunjukannya sebagai Arbiter Tunggal, Pengurus menerbitkan surat keputusan Pengurus tentang pengangkatan Arbiter dimaksud sebagai Arbiter Tunggal untuk perkara yang bersangkutan.

(2) Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah Arbiter terakhir memberikan konfirmasi penerimaan penunjukannya sebagai Arbiter dalam suatu Majelis Arbitrase, Pengurus menerbitkan surat keputusan Pengurus tentang pengangkatan para Arbiter dimaksud sebagai Majelis Arbitrase untuk perkara yang bersangkutan.

(3) Apabila Arbiter Ad Hoc yang ditunjuk, maka Pengurus akan menempuh terlebih dahulu prosedur sebagaimana diatur Pasal 9 ayat (4) sebelum menerbitkan surat pengangkatan dimaksud ayat (1) dan/ atau ayat (2).

(4) Dalam rangka menerbitkan surat keputusan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan/atau ayat (2), Pengurus dapat meminta keterangan tambahan sehubungan dengan kemandirian, netralitas dan/atau kualifikasi Arbiter yang ditunjuk.

(5) Apabila penunjukan Arbiter tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan dan Prosedur ini, maka Pengurus berwenang menolak pengangkatan Arbiter dimaksud dan untuk selanjutnya harus dilakukan penunjukan Arbiter yang lain sesuai dengan tata

Page 165: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

12

cara penunjukan Arbiter yang ditolak tersebut.

(6) Setelah diterbitkan surat pengangkatan sebagaimana dimaksud ayat (1) atau ayat (2), Arbiter tidak dapat diganti atau mengundurkan diri, kecuali menurut syarat-­­syarat dan tata cara yang diatur dalam Pasal 16 dan Pasal 17.

(7) Wewenang Arbiter tidak dapat dibatalkan dengan meninggalnya atau digantinya Arbiter, dan wewenang tersebut dilanjutkan oleh penggantinya yang diangkat dengan tata cara sebagaimana yang berlaku untuk pengangkatan Arbiter yang digantikan.

(8) Setelah pengangkatan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan/atau ayat (2), Pengurus menyerahkan berkas Permohonan Arbitrase kepada Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase melalui Sekretaris supaya dapat segera ditetapkan sidang pertama.

Pasal 15 Kewajiban dan Tanggung Jawab Arbiter

(1) Arbiter berkewajiban melaksanakan tugasnya sampai dengan selesai, dan menjalankan tugasnya secara profesional, bersikap netral, independen dan menjaga integritas serta menjunjung tinggi Kode Etik.

(2) Arbiter wajib memberikan kesempatan yang sama dan adil kepada masing-­­ masing Pihak untuk didengar keterangannya dan mengajukan bukti-­­bukti.

(3) Arbiter wajib segera mengundurkan diri apabila kemudian menyadari bahwa ia ternyata tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih syarat-­­syarat sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (2).

BAB V PENGGANTIAN ARBITER

Pasal 16 Permintaan Penggantian Arbiter dan Permohonan Pengunduran Diri Arbiter

(1) Permintaan penggantian Arbiter dari salah satu Pihak: (a) Salah satu Pihak dapat mengajukan permintaan penggantian Arbiter (hak ingkar)

secara tertulis kepada Pengurus dengan tembusan Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dan Pihak lainnya apabila Arbiter yang bersangkutan ternyata tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih syarat-­­syarat sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (2).

(b) Pengurus segera menghentikan sementara proses Arbitrase sampai ada kepastian mengenai persoalan permintaan penggantian Arbiter sebagaimana dimaksud huruf (a).

(2) Pihak lain dan/atau Arbiter yang bersangkutan harus memberikan tanggapan secara tertulis terhadap permintaan sebagaimana dimaksud huruf (a), dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah menerima surat tersebut.

(d) Dalam hal Pihak lain dan/atau Arbiter yang bersangkutan berkeberatan terhadap permintaan penggantian Arbiter tersebut, maka persoalan tersebut akan diputuskan oleh Pengurus dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari.

(e) Dalam hal Pihak lain dan/atau Arbiter yang bersangkutan tidak berkeberatan terhadap permintaan penggantian Arbiter, Pengurus segera mencabut surat keputusan pengangkatan Arbiter sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2).

Page 166: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

13

(f) Apabila Pihak lain dan/atau Arbiter yang bersangkutan tidak memberikan tanggapan, dianggap tidak berkeberatan terhadap permintaan penggantian Arbiter tersebut.

(2) Permohonan pengunduran diri Arbiter: (a) Arbiter dapat mengajukan permohonan pengunduran diri kepada Pengurus dan

Para Pihak, tembusan Arbiter lain (jika Majelis Arbitrase), apabila Arbiter yang bersangkutan tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih syarat-­­syarat sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (2).

(b) Pengurus segera menghentikan sementara proses Arbitrase sampai ada kepastian mengenai persoalan permohonan pengunduran diri Arbiter sebagaimana dimaksud huruf (a).

(c) Para Pihak harus memberikan tanggapan secara tertulis terhadap permohonan sebagaimana dimaksud huruf (a), dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah menerima surat tersebut.

(d) Dalam hal Para Pihak berkeberatan terhadap permohonan pengunduran diri Arbiter tersebut, maka persoalan tersebut akan diputuskan oleh Pengurus dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari.

(e) Arbiter berhak diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan kepada Pengurus dan Para Pihak sehubungan dengan adanya permohonan pengunduran dirinya tersebut.

(f) Dalam hal Para Pihak tidak berkeberatan terhadap permohonan pengunduran diri Arbiter tersebut, Pengurus segera mencabut surat keputusan pengangkatan Arbiter sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2).

(g) Apabila suatu Pihak tidak memberikan tanggapan, dianggap tidak berkeberatan terhadap permohonan pengunduran diri Arbiter tersebut.

(3) Apabila Pengurus memutuskan menolak permintaan penggantian Arbiter sebagaimana dimaksud ayat (1) atau permohonan pengunduran diri Arbiter sebagaimana dimaksud ayat (2), maka Arbiter tersebut tetap bertugas dan Arbitrase dilanjutkan kembali.

(4) Apabila Pengurus memutuskan menerima permintaan penggantian Arbiter sebagaimana dimaksud ayat (1), atau permohonan pengunduran diri Arbiter sebagaimana dimaksud ayat (2), maka Pengurus segera mencabut surat pengangkatan Arbiter perkara sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2).

(5) Keputusan Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) bersifat final dan mengikat Para Pihak dan Arbiter yang bersangkutan.

(6) Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung setelah tanggal pencabutan surat keputusan tersebut, Arbiter pengganti harus sudah ditunjuk oleh siapa yang dahulu menunjuk Arbiter yang diganti.

(7) Apabila Para Pihak, Pemohon, Termohon atau kedua Arbiter gagal menunjuk Arbiter pengganti dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (6), maka Pengurus akan menunjuk Arbiter pengganti dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak lewatnya jangka waktu tersebut. Pengurus dapat memperpanjang jangka waktu tersebut paling lama 10 (sepuluh) hari.

Pasal 17

Penggantian Arbiter karena Alasan Lain

(1) Dalam hal Arbiter meninggal dunia atau dalam keadaan yang tidak memungkinkannya untuk mengajukan permohonan pengunduran diri, maka Pengurus segera mencabut surat pengangkatan Arbiter perkara sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2).

Page 167: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

14

(2) Arbiter pengganti harus ditunjuk dengan ketentuan yang sama dengan Pasal 16 ayat (6) dan ayat (7).

Pasal 18 Akibat Penggantian Arbiter

(1) Proses Arbitrase dihentikan untuk sementara waktu oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase atau oleh Pengurus (jika tidak dilakukan oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase) apabila terdapat permintaan penggantian Arbiter atau permohonan pengunduran diri Arbiter.

(2) Pada prinsipnya Arbiter pengganti bertugas melanjutkan penyelesaian sengketa yang bersangkutan berdasarkan pemeriksaan terakhir yang telah diadakan.

(3) Dalam hal Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase diganti, semua pemeriksaan yang telah diadakan ditangguhkan untuk memberikan kesempatan kepada Arbiter Tunggal/Majelis Arbitase pengganti mempelajari keseluruhan surat dan dokumen yang ada.

(4) Dalam hal pemeriksaan telah ditutup sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (4), dan menyimpang dari ketentuan ayat (3) dan ayat (4) dan Pasal 16 ayat (6) dan ayat serta Pasal 17 ayat (2), maka Majelis Arbitrase yang tersisa tetap berwenang melanjutkan proses Arbitrase untuk pembacaan Putusan Arbitrase.

BAB VI PEMERIKSAAN ARBITRASE

Pasal 19 Jangka Waktu

(1) Jangka waktu pemeriksaan Arbitrase adalah 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak tanggal pengangkatan Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase sebagai Arbiter perkara sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (1) dan/atau ayat (2).

(2) Jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah tidak termasuk waktu yang terpakai dalam rangka pemeriksaan dan pelaksanaan putusan provisionil atau putusan sela lainnya serta dalam rangka menyusun Putusan Arbitrase.

(3) Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase berwenang, dalam persidangan, untuk memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila:

(a) diajukan permohonan oleh salah satu Pihak mengenai hal khusus tertentu, misalnya karena adanya gugatan antara atau gugatan insidentil di luar pokok sengketa seperti permohonan sita jaminan sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Perdata;

(b) sebagai akibat pemeriksaan dan ditetapkan putusan provisionil atau putusan sela lainnya;

(c) adanya permintaan penggantian Arbiter (tuntutan hak ingkar);

(d) adanya pengunduran diri Arbiter;

(e) adanya penggantian Arbiter karena alasan sebagaimana dimaksud Pasal 16;

(f) adanya upaya perdamaian;

(g) dianggap perlu oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan;

(h) selain alasan tersebut di atas dengan alasan yang wajar dan disetujui Para Pihak. (4) Dalam rangka menjamin kepastian waktu penyelesaian pemeriksaan Arbitrase, maka

pada sidang pertama, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase menetapkan jadwal

Page 168: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

15

pemeriksaan berikutnya sampai dengan pembacaan Putusan Arbitrase. (5) Apabila setelah dilakukan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan ternyata persidangan

Arbitrase belum juga selesai, Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase hanya dapat memperpanjang kembali jangka waktu pemeriksaan berdasarkan persetujuan Para Pihak dan Pengurus.

(6) Para Pihak sepakat bahwa sengketa harus diselesaikan dengan itikad baik dan secepat mungkin, dan oleh karena itu Para Pihak tidak akan mengulur-­­ ngulur waktu, bersikap dan/atau melakukan tindakan yang dapat menghambat jalannya proses Arbitrase.

Pasal 20 Bahasa

(1) Bahasa yang digunakan dalam semua proses Arbitrase LAPSPI adalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase maka Para Pihak dapat memilih bahasa lain, namun demikian Putusan Arbitrase tetap harus dibuat dalam bahasa Indonesia.

(2) Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dapat memerintahkan kepada Para Pihak agar setiap dokumen atau bukti disertai dengan terjemahan ke dalam bahasa yang ditetapkan sebagaimana dimaksud ayat (1).

Pasal 21 Tempat

(1) Pemeriksaan/persidangan Arbitrase LAPSPI diselenggarakan di Jakarta atau tempat lain yang ditentukan oleh Pengurus bersama-­­sama Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase. Namun demikian, Para Pihak dapat mengusulkan tempat lain dengan persetujuan Pengurus dan Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase.

(2) Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dapat mendengar keterangan saksi di luar tempat Arbitrase diadakan dengan alasan yang wajar, misalnya disebabkan tempat tinggal saksi yang bersangkutan.

(3) Pemeriksaan setempat:

(a) Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dapat mengadakan pemeriksaan setempat atas barang yang dipersengketakan atau hal lain yang berhubungan dengan sengketa yang sedang diperiksa;

(b) Para Pihak akan dipanggil secara sah agar dapat juga hadir dalam pemeriksaan tersebut;

(c) Acara pemeriksaan setempat diselenggarakan dengan berpedoman kepada hukum acara perdata.

(4) Tempat untuk menyelenggarakan sidang pembacaan Putusan Arbitrase dapat berbeda dengan tempat sidang pemeriksaan.

(5) Apabila Putusan Arbitrase LAPSPI dibacakan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, Putusan Arbitrase LAPSPI tersebut diperlakukan sebagai Putusan Arbitrase Internasional, kecuali peraturan perundangan-­­undangan Indonesia tidak menganggapnya demikian maka tetap akan diperlakukan sebagai Putusan Arbitrase Nasional.

Pasal 22

Hukum yang Berlaku

Para Pihak berhak menentukan pilihan hukum yang akan berlaku terhadap penyelesaian

Page 169: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

16

sengketa yang mungkin atau telah timbul antara Para Pihak. Apabila Para Pihak tidak menentukan lain, maka hukum yang diterapkan adalah hukum tempat Arbitrase dilakukan.

Pasal 23 Yurisdiksi dan Kewenangan Arbiter

(1) Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase berwenang memutuskan untuk menyatakan sah atau tidaknya suatu perjanjian pokok dan/atau Perjanjian Arbitrase.

(2) Eksepsi kompetensi absolut:

(a) Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase berwenang untuk menyatakan apakah dirinya berwenang ataukah tidak berwenang sehubungan dengan adanya eksepsi Termohon dan/atau Turut Termohon atas kompetensi absolut Arbitrase dalam memeriksa perkara.

(b) Suatu dalih berupa eksepsi kompetensi absolut Arbitrase harus dikemukakan oleh Termohon dan/atau Turut Termohon paling lama dalam Jawaban. Dalam hal tidak adanya eksepsi tersebut, maka Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase menyatakan kewenangannya tersebut secara ex-­­officio.

(c) Dalam keadaan biasa, Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase akan menetapkan putusan yang menolak atau menerima eksepsi kompetensi absolut sebagai suatu putusan sela.

(3) Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase memiliki segala kewenangan yang diperlukan sehubungan dengan pemeriksaan dan pengambilan keputusan, termasuk menetapkan jadwal sidang, tata tertib sidang, acara pemeriksaan yang mungkin belum cukup diatur dalam Peraturan dan Prosedur ini, dan hal-­­hal yang dianggap perlu untuk kelancaran pemeriksaan Arbitrase.

(4) Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase berhak mengenakan sanksi terhadap Pihak yang lalai atau menolak untuk menaati apa yang telah ditetapkan oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase sebagaimana dimaksud ayat (3), dan/atau bersikap atau melakukan tindakan yang menghina persidangan dan/atau yang dapat menghambat proses pemeriksaan sengketa.

(5) Apabila dalam suatu persidangan Majelis Arbitrase ada 1 (satu) Anggota Majelis yang tidak hadir karena sebab apapun, maka persidangan dapat dilanjutkan dengan persetujuan Para Pihak. Sedangkan dalam hal Ketua Majelis tidak hadir atau para Anggota Majelis Arbitrase tidak hadir, maka persidangan ditunda.

Pasal 24 Kuasa Hukum

(1) Masing-­­masing Pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasa hukumnya dengan surat kuasa yang bersifat khusus, dengan ketentuan:

(a) Kuasa hukum yang dapat menjadi kuasa hukum dari Para Pihak di Arbitrase LAPSPI harus memenuhi semua persyaratan berikut:

(i) mempunyai izin praktek beracara sesuai peraturan perundang-­­ undangan yang berlaku; atau

(ii) bagi bank, dapat diwakili oleh pejabat Legal yang berwenang dengan surat kuasa penugasan khusus dari Bank yang bersangkutan.

(b) dalam hal kuasa hukum lebih dari 1 (satu) orang, maka cukup paling kurang 1 (satu) orang kuasa hukum saja yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud huruf (a) dan bertindak sebagai advokat utama (lead counsel);

Page 170: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

17

(c) apabila suatu Pihak diwakili oleh advokat asing, maka harus didampingi oleh advokat Indonesia yang memenuhi persyaratan dalam huruf (a).

(2) Apabila Pemohon/Termohon bermaksud menjalani proses Arbitrase LAPSPI tanpa didampingi oleh kuasa hukum, maka Pemohon/ Termohon dapat meminta penjelasan kepada Sekretariat LAPSPI mengenai cara membuat surat gugatan dan/atau dokumen lain dalam jawab-­­menjawab, pembuktian, dan kesimpulan.

Pasal 25 Dokumentasi, Korespondensi dan Komunikasi

(1) Para Pihak dilarang merekam acara persidangan baik rekaman audio, rekaman visual maupun rekaman audio visual.

(2) Pengiriman surat-­­menyurat disampaikan oleh Sekretaris kepada nama dan alamat yang tercantum pada Permohonan Arbitrase atau Jawaban. Apabila ada perubahan, maka masing-­­masing Pihak harus memastikan telah memberikan informasi kepada Sekretariat mengenai nama, nomor telepon, nomor faksimili dan alamat secara lengkap untuk tujuan surat-­­menyurat dari dan ke masing-­­masing Pihak, dan setiap perubahan-­­perubahan selanjutnya berkenaan dengan hal-­­hal tersebut.

(3) Apabila Majelis Arbitrase/Arbiter Tunggal telah terbentuk, maka setiap Pihak tidak boleh melakukan komunikasi dengan Arbiter dengan cara apapun sehubungan dengan Permohonan Arbitrase kecuali dalam persidangan, atau disertai suatu salinan yang juga dikirimkan kepada Pihak lain melalui Sekretaris.

(4) Surat-­­menyurat dari Majelis Arbitrase/Arbiter Tunggal kepada Para Pihak, maupun dari satu Pihak kepada Majelis Arbitrase/Arbiter Tunggal dan Pihak lain, harus disampaikan dalam kesempatan persidangan dan/atau melalui Sekretaris.

(5) Penyampaian atau pendistribusian surat-­­menyurat dari Sekretaris, disampaikan melalui kurir, pos tercatat, faksimili dan/atau e-­­mail.

(6) Pengiriman oleh Sekretaris kepada Para Pihak melalui faksimili dan/atau e-­­ mail adalah sama sahnya dengan pengiriman melalui kurir dan/atau pos tercatat dengan bukti penerimaan yang cukup. Apabila pengiriman melalui faksimili dan/atau e-­­mail sudah diterima dengan baik dan jelas, maka pengiriman surat asli melalui kurir dan/atau pos tercatat boleh untuk tidak dilakukan lagi oleh Sekretaris kepada Para Pihak.

(7) Penyampaian dokumen Permohonan Arbitrase, dokumen jawab-­­menjawab, keterangan tertulis saksi fakta/saksi ahli, dan akta daftar bukti serta Kesimpulan harus disertai dengan softcopy dalam format words document.

(8) Dokumentasi, korespondensi dan komunikasi yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 25 ini adalah tidak sah dan dianggap tidak pernah ada.

Pasal 26 Kerahasiaan

(1) Proses Arbitrase bersifat rahasia dan berlangsung secara tertutup yang hanya dihadiri oleh Para Pihak, Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dan Sekretaris, kecuali diizinkan oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dengan persetujuan Para Pihak, atau bila diperlukan untuk pelaksanaan Putusan Arbitrase sebagaimana dimaksud 41.

(2) Kecuali bila diperlukan untuk pelaksanaan Putusan Arbitrase sebagaimana dimaksud Pasal 41, maka semua orang yang terlibat dalam proses Arbitrase harus menjaga kerahasiaan baik selama pra-­­ Arbitrase, selama pemeriksaan/persidangan maupun setelah selesai Arbitrase, dan tidak menggunakan untuk tujuan apapun terhadap:

Page 171: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

18

(a) fakta bahwa proses Arbitrase atas suatu perkara akan, sedang dan/atau telah berlangsung;

(b) hal-­­hal yang muncul dalam proses Arbitrase;

(c) pendapat yang dikemukakan, tuntutan, usulan-­­usulan atau proposal perdamaian yang diajukan Para Pihak untuk penyelesaian sengketa;

(d) semua dokumen yang diserahkan dan pembicaraan yang dilakukan selama proses Arbitrase;

(e) semua data, informasi, korespondensi, dan dokumen dalam bentuk cetak tertulis maupun elektronik, mengenai masalah yang disengketakan, tuntutan, usulan-­­usulan atau proposal perdamaian dan tanggapan yang disampaikan, termasuk isi Putusan Arbitrase.

(3) Ketentuan kerahasiaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan/atau ayat (2) tetap melekat atas orang yang terlibat dalam proses Arbitrase meskipun proses Arbitrase telah selesai.

(4) LAPSPI dan/atau salah satu Pihak berhak menuntut Pihak yang melakukan pelanggaran terhadap berupa tuntutan termasuk namun tidak terbatas pada:

(a) ganti rugi penuh atas kerugian yang ditimbulkan;

(b) biaya upaya hukum yang dilakukannya sehubungan dengan pelanggaran tersebut;

(c) jaminan untuk tidak terulang kembali pelanggaran tersebut di kemudian hari.

(5) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ayat (1) dan/atau ayat (2), Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase berwenang untuk menghentikan proses Arbitrase untuk sementara waktu sampai adanya jaminan bahwa pelanggaran tersebut tidak terulang kembali di kemudian hari.

Pasal 27 Panggilan Sidang

(1) Paling lama 14 (empat belas) hari setelah menerima berkas-­­berkas Permohonan

Arbitrase dari Pengurus, Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase melalui Sekretaris menyampaikan surat panggilan sidang pertama kepada Para Pihak. Dalam surat panggilan tersebut disebutkan perintah kepada Termohon untuk memberikan jawabannya (“Jawaban”) secara tertulis pada sidang pertama.

(2) Sidang pertama sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diselenggarakan paling kurang 14 (empat belas) hari terhitung setelah tanggal disampaikannya surat panggilan sidang tersebut kepada Para Pihak.

(3) Apabila pada sidang pertama, Pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap, sedangkan Pemohon telah dipanggil secara patut, maka Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase menyatakan bahwa Permohonan Arbitrase gugur, dan dengan demikian tugas Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase selesai. Dalam hal Permohonan Arbitrase diajukan oleh Para Pemohon, maka ketidakhadiran salah satu Pemohon juga mengakibatkan gugurnya Permohonan Arbitrase.

(4) Apabila pada sidang pertama, Termohon atau salah satu Termohon (jika tuntutan diajukan kepada lebih dari 1 (satu) Termohon) tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan Termohon telah dipanggil secara patut, maka Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase menunda persidangan dan melakukan pemanggilan sidang kembali kepada Termohon yang tidak hadir. Sidang berikutnya diselenggarakan paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung setelah penundaan sidang tersebut.

(5) Apabila Termohon atau salah satu Termohon tetap tidak datang menghadap di muka persidangan berikutnya tanpa alasan sah, sedangkan Termohon telah dipanggil secara

Page 172: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

19

patut, maka pemeriksaan akan dilanjutkan. (6) Ketidakhadiran Termohon atas panggilan-­­panggilan sidang sebagaimana dimaksud ayat

(1) dan ayat (4) dapat dianggap oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase bahwa Termohon tersebut telah melepaskan haknya untuk mengajukan Jawaban. Dalam hal demikian, tuntutan Pemohon dapat dikabulkan seluruhnya kecuali tuntutan tersebut tidak beralasan atau tidak berdasarkan hukum.

(7) Untuk memastikan bahwa Termohon telah dipanggil secara patut, sedangkan penyampaian panggilan ke alamat Termohon selalu mengalami retur, maka pemanggilan terhadap Termohon dapat dilakukan melalui surat kabar atas biaya Pemohon.

(8) Panggilan sidang-­­sidang berikutnya ditetapkan oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dalam persidangan, atau melalui surat panggilan sidang yang akan disampaikan oleh Sekretaris.

Pasal 28 Upaya Perdamaian

(1) Dalam hal Para Pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan, Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara Para Pihak.

(2) Apabila Kesepakatan Perdamaian berhasil dicapai, maka hasil Kesepakatan atau Perdamaian tersebut dituangkan ke dalam Keputusan Arbitrase yang bersifat final dan mengikat.

(3) Dalam setiap pemeriksaan Arbitrase, Para Pihak dapat mengajukan upaya perdamaian kepada Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase yang memeriksa perkara.

Pasal 29 Pencabutan dan Perubahan Permohonan Arbitrase

(1) Pencabutan Permohonan Arbitrase:

(a) sebelum ada Jawaban, Pemohon dapat mencabut Permohonan Arbitrase;

(b) dalam hal sudah ada Jawaban, maka pencabutan Permohonan Arbitrase hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Termohon dan diputuskan oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dalam persidangan.

(2) Perubahan Permohonan Arbitrase:

(a) sebelum ada Jawaban, Pemohon dapat mengubah atau menambah isi Permohonan Arbitrase;

(b) dalam hal sudah ada Jawaban, maka perubahan atau penambahan Permohonan Arbitrase hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Termohon, dan sepanjang perubahan atau penambahan itu menyangkut hal-­­hal yang bersifat fakta saja dan tidak menyangkut dasar-­­dasar hukum yang menjadi dasar Permohonan Arbitrase.

Pasal 30 Jawab-­­menjawab

(1) Jawaban disampaikan Termohon kepada Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dalam jumlah salinan yang cukup bagi keperluan pemeriksaan.

(2) Apabila Termohon mengajukan Jawaban yang berkenaan dengan eksepsi kompetensi absolut LAPSPI, maka eksepsi tersebut tidak dapat disampaikan secara terpisah dari Jawaban berkenaan dengan pokok perkara.

Page 173: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

20

(3) Terhadap Jawaban, Pemohon berhak memberikan tanggapan (“Replik”), dan terhadap Replik tersebut Termohon juga berhak memberikan tanggapan (“Duplik”), masing-­­masing dalam waktu yang ditetapkan oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dan dalam jumlah salinan yang cukup bagi keperluan pemeriksaan.

(4) Perbaikan dokumen jawab-­­menjawab:

(a) Termohon dapat memperbaiki, mengubah atau menambah Jawaban dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah Jawaban disampaikan oleh Termohon;

(b) Pemohon dapat memperbaiki, mengubah atau menambah Replik paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah Replik disampaikan oleh Pemohon;

(c) Termohon dapat memperbaiki, mengubah atau menambah Duplik dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah Duplik disampaikan oleh Termohon.

(5) Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase berwenang menentukan apakah penyerahan dan penerimaan dokumen-­­dokumen jawab-­­menjawab dilakukan dalam persidangan atau secara korespondensi saja melalui Sekretaris.

(6) Majelis Arbitrase/ Arbiter Tunggal berwenang, atas permohonan salah satu Pihak, untuk memperpanjang jangka waktu penyerahan Jawaban, Replik dan Duplik berdasarkan alasan yang sah, dengan ketentuan bahwa perpanjangan waktu tersebut tidak boleh lebih lama dari jangka waktu sebelumnya.

Pasal 31 Rekonpensi dan Intervensi

(1) Tentang Rekonpensi:

(a) Jika Termohon bermaksud mengajukan tuntutan Rekonpensi terhadap Pemohon, maka Rekonpensi tersebut harus disampaikan bersamaan dengan penyerahan Jawaban.

(b) Terhadap Rekonpensi tersebut, Pemohon (sebagai Termohon Rekonpensi) berhak memberikan tanggapan dan memuatnya di dalam Replik.

(c) Rekonpensi diperiksa dan diputus oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase bersama-­­sama dengan tuntutan awal (Konpensi).

(d) Atas Rekonpensi tersebut dikenakan biaya-­­biaya Arbitrase sendiri, terpisah dari biaya-­­biaya Arbitrase dalam tuntutan awal (Konpensi).

(e) Apabila biaya-­­biaya untuk pemeriksaan Rekonpensi tidak dipenuhi oleh Pemohon Rekonpensi dan/atau Termohon Rekonpensi, maka tidak menghalangi ataupun menunda kelanjutan pemeriksaan atas tuntutan awal (Konpensi) asalkan biaya-­­biaya untuk pemeriksaan atas tuntutan awal (Konpensi) tersebut telah dipenuhi oleh Pemohon Konpensi dan/atau Termohon Konpensi.

(2) Tentang Intervensi:

(a) Pihak ketiga dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa (Intervenien) melalui Arbitrase LAPSPI, apabila terdapat unsur kepentingan yang terkait.

(b) Keikutsertaan Intervenien harus mendapatkan persetujuan Para Pihak dan Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase.

Page 174: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

21

(c) Pihak Intervenien wajib untuk membayar biaya yang ditetapkan oleh Pengurus dari waktu ke waktu sehubungan dengan keikutsertaannya tersebut.

(d) Peraturan dan Prosedur lainnya sehubungan dengan Intervensi diselenggarakan dengan berpedoman kepada hukum acara perdata.

Pasal 32 Pembuktian

(1) Setiap Pihak yang mengaku mempunyai suatu hak, atau mendalilkan suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah suatu dalil dan/atau hak Pihak lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau peristiwa yang dikemukakan itu.

(2) Alat bukti meliputi keseluruhan alat bukti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Para Pihak diberikan kesempatan yang sama dan adil untuk mengajukan bukti yang dianggap perlu untuk menguatkan dalil-­­dalilnya, disertai dengan akta bukti yang berisikan daftar bukti dan penjelasan mengenai alasan suatu dokumen bukti diajukan.

(4) Para Pihak mengajukan fotokopi bukti-­­bukti tertulis yang bermeterai selama proses pemeriksaan dan paling lambat sebelum Kesimpulan.

Pasal 33 Keterangan Saksi dan/atau Ahli

(1) Atas perintah Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase, atau atas permintaan Para Pihak kepada Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase, dapat dimintakan kepada seseorang untuk memberikan keterangan saksi (saksi fakta dan/atau ahli) dalam pemeriksaan Arbitrase.

(2) Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase berwenang menentukan apakah keterangan saksi fakta dapat diberikan dalam bentuk tertulis ataukah cukup secara lisan saja. Apabila saksi fakta memberikan keterangan tertulis, harus tetap didengar keterangan lisannya di hadapan persidangan.

(3) Keterangan ahli diberikan secara tertulis kepada Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dalam persidangan atau melalui Sekretaris, dan selanjutnya keterangan tertulis tersebut diberikan pula kepada Para Pihak. Dalam hal ini Pihak lawan dapat memberikan tanggapan secara tertulis dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima salinan keterangan ahli tersebut.

(4) Apabila ada hal yang kurang jelas dalam keterangan ahli, maka ahli yang memberikan keterangan tersebut dapat dihadirkan dalam persidangan atas perintah Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase, atau atas permintaan Para Pihak kepada Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase.

(5) Apabila saksi (saksi fakta dan/atau ahli) dihadirkan dalam persidangan, maka saksi wajib mengucapkan sumpah sebelum memberikan keterangannya.

(6) Masing-­­masing Pihak dapat mengajukan pertanyaan dan/atau tanggapan atas keterangan yang diberikan oleh saksi (saksi fakta dan/atau ahli) dalam persidangan.

(7) Apabila dalam keterangan saksi (saksi fakta dan/atau ahli) terdapat perbedaaan antara keterangan tertulis dengan keterangan lisan dalam persidangan, maka yang berlaku adalah keterangan lisan dalam persidangan.

Page 175: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

22

(8) Pemohon diberikan kesempatan terlebih dahulu untuk mengajukan saksi (saksi fakta dan/atau ahli), kecuali ditentukan lain oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase tanpa adanya keberatan dari Termohon.

(9) Biaya pemanggilan saksi (saksi fakta dan/atau ahli) dibebankan kepada yang mengajukan.

(10) Pengurus dilarang untuk menjadi saksi (saksi fakta dan/atau ahli) dalam pemeriksaan Arbitrase LAPSPI.

(11) Arbiter Tunggal/Majelis Arbiter tidak wajib mengikuti pendapat ahli, jika pendapat tersebut berlawanan atau bertentangan dengan keyakinannya.

(12) Peraturan dan Prosedur lainnya sehubungan dengan pemeriksaan saksi (saksi fakta dan/atau ahli) diselenggarakan menurut ketentuan hukum acara perdata.

Pasal 34 Kesimpulan dan Penutupan Sidang Pemeriksaan

(1) Para Pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan secara tertulis pendirian masing-­masing Pihak terakhir kalinya (“Kesimpulan”) pada waktu yang ditetapkan oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase.

(2) Kesimpulan masing-­masing Pihak hanya untuk Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase, dan Sekretaris tidak memberikannya kepada Pihak lawan.

(3) Sebelum jadwal penyerahan Kesimpulan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan, Para Pihak masih diberikan kesempatan untuk menyampaikan bukti-­bukti dan/atau keterangan-­keterangan tambahan jika ada. Dalam hal demikian maka harus dilakukan pencocokan bukti dan Pihak lawan berhak diberikan kesempatan menyampaikan bukti tandingan jika ada.

(4) Setelah Para Pihak menyerahkan Kesimpulan masing-­masing, Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase menyatakan sidang pemeriksaan ditutup dan menetapkan hari sidang untuk mengucapkan Putusan Arbitrase.

(5) Pernyataan penutupan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (4) dapat dinyatakan oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dalam persidangan atau melalui surat yang disampaikan oleh Sekretaris kepada Para Pihak.

(6) Apabila dipandang perlu, Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase dapat membuka kembali pemeriksaan asalkan jangka waktu pemeriksaan belum habis.

BAB VI PUTUSAN ARBITRASE

Pasal 35 Pertimbangan Hukum

(1) Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum, atau berdasarkan keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono).

(2) Dalam hal Arbiter diberi kewenangan oleh Para Pihak untuk memberikan putusan berdasarkan keadilan dan kepatutan, maka peraturan perundang-­ undangan dapat dikesampingkan. Akan tetapi dalam hal tertentu, hukum memaksa (dwingende regels) harus diterapkan dan tidak dapat disimpangi oleh Arbiter.

Page 176: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

23

(3) Dalam hal Arbiter tidak diberi kewenangan oleh Para Pihak untuk memberikan putusan berdasarkan keadilan dan kepatutan, maka Arbiter hanya dapat memberi putusan berdasarkan kaidah hukum materiil sebagaimana dilakukan oleh hakim.

(4) Pemberian wewenang dimaksud ayat (2) cukup dibuktikan melalui permintaan Para Pihak dalam Permohonan Arbitrase, dokumen Jawab-­ menjawab atau Kesimpulan yang menyebutkan “mohon putusan seadil- adilnya”.

(5) Dalam menerapkan hukum, Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase harus mendasari pada hukum yang mengatur dan mempertimbangkan pula ketentuan-­ketentuan dalam perjanjian serta praktek dan kebiasaaan yang relevan dalam kegiatan bisnis atau transaksi yang bersangkutan dengan materi sengketa.

Pasal 36 Penyusunan Putusan Arbitrase

(1) Dalam Majelis Arbitrase, Ketua Majelis bertugas menyiapkan rancangan Putusan Arbitrase. Anggota Majelis menyampaikan masing-­masing pertimbangan hukumnya kepada Ketua Majelis Arbitrase untuk digabungkan dengan pertimbangan hukum Ketua Majelis Arbitrase dalam rancangan putusan tersebut.

(2) Meskipun diperbolehkan adanya perbedaan pendapat dalam Majelis Arbitrase, namun keputusan dalam rapat permusyawaratan Majelis Arbitrase adalah keputusan kolektif di mana keputusan diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat.

(3) Apabila tidak tercapai musyawarah mufakat dalam Majelis Arbitrase, keputusan diambil atas dasar suara terbanyak.

(4) Putusan Arbitrase harus ditandatangani oleh Arbiter Tunggal atau para Arbiter dalam Majelis Arbitrase.

(5) Apabila dalam Majelis Arbitrase, Putusan Arbitrase tidak ditandatangani oleh 1 (satu) Arbiter dengan alasan sakit atau meninggal dunia atau alasan apapun, maka tidak mempengaruhi kekuatan berlakunya Putusan Arbitrase. Alasan tentang tidak adanya tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini harus dicantumkan dalam Putusan Arbitrase.

(6) Putusan Arbitrase memuat:

(a) kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";

(b) nama lengkap dan alamat Para Pihak;

(c) nama lengkap dan alamat Arbiter;

(d) uraian singkat sengketa;

(e) pendirian Para Pihak;

(f) keterangan bahwa Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase telah mengupayakan perdamaian di antara Para Pihak;

(g) pertimbangan dan kesimpulan Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase mengenai keseluruhan sengketa;

(h) pendapat tiap-tiap Arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam Majelis Arbitrase;

(i) amar putusan, termasuk di dalamnya memuat jangka waktu Putusan Arbitrase harus dilaksanakan dan kewajiban atas biaya-­biaya Arbitrase;

(j) tempat dan tanggal putusan;

Page 177: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

24

(k) tanda tangan Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase;

(l) keterangan mengenai alasan sebagaimana dimaksud ayat (5), jika terjadi.

Pasal 37 Putusan Sela

Atas permohonan salah satu Pihak, Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase berwenang menjatuhkan putusan sela, termasuk putusan provisionil yang dianggap perlu sehubungan dengan penyelesaian sengketa, antara lain untuk menetapkan suatu putusan tentang sita jaminan, memerintahkan penyimpanan barang pada pihak ketiga, atau penjualan barang-­barang yang tidak akan tahan lama. Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase berwenang juga meminta jaminan atas biaya-­biaya yang berhubungan dengan tindakan-­tindakan tersebut.

Pasal 38 Sidang Pembacaan Putusan Arbitrase

(1) Putusan sela dibacakan di muka persidangan selama jangka waktu pemeriksaan, dalam waktu yang ditetapkan oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase.

(2) Putusan Arbitrase akhir harus sudah dibacakan oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase pada sidang pembacaan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung setelah sidang pemeriksaan dinyatakan ditutup sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (4).

(3) Apabila ada salah satu Pihak atau Anggota Majelis Arbitrase tidak hadir pada hari sidang yang telah ditentukan, maka pembacaan Putusan Arbitrase tetap dilaksanakan oleh Arbiter Tunggal/Ketua Majelis Arbitrase.

(4) Salinan Putusan Arbitrase harus sudah disampaikan oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase melalui Sekretaris kepada Para Pihak dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah dibacakan. Apabila Para Pihak setuju, penyampaian salinan Putusan Arbitrase dapat dilakukan dengan cara mengambil dokumen tersebut di Sekretariat.

Pasal 39 Koreksi terhadap Putusan Arbitrase

(1) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah salinan Putusan Arbitrase diterima, salah satu Pihak atau Para Pihak dapat mengajukan permohonan kepada Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif.

(2) Apabila Putusan Arbitrase dikoreksi, maka atas pertimbangan Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase putusan tersebut dapat dibacakan kembali dalam suatu persidangan atau cukup disampaikan kepada Para Pihak melalui korespondensi.

Pasal 40 Pendaftaran Putusan Arbitrase

(1) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri tempat perkara Arbitrase diputuskan. Sedangkan untuk Putusan Arbitrase LAPSPI yang diperlakukan sebagai Putusan Arbitrase Internasional harus diserahkan dan didaftarkan

Page 178: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

25

oleh Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk dimintakan pengakuan dan eksekuatur.

(2) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berakibat Putusan Arbitrase tidak dapat dilaksanakan.

(3) Sebelum melakukan pendaftaran Putusan, Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase atau kuasanya harus memastikan terlebih dahulu tidak ada permohonan koreksi atas Putusan Arbitrase dari Para Pihak.

Pasal 41

Pelaksanaan Putusan Arbitrase

(1) Putusan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat Para Pihak, dan dengan demikian tidak dapat diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali.

(2) Dalam hal Para Pihak tidak melaksanakan Putusan Arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu Pihak yang bersengketa.

(3) Apabila ada Pihak yang tidak mematuhi atau melaksanakan Putusan Arbitrase dalam waktu yang telah ditentukan, Pihak lain dapat melakukan teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar dengan tembusan LAPSPI.

(4) LAPSPI, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung setelah menerima tembusan surat sebagaimana dimaksud ayat (3), dapat menyampaikan teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar, dengan tembusan Pihak lain.

(5) Para Pihak mengetahui dan menyetujui serta tidak akan mengajukan tuntutan dalam bentuk apapun kepada LAPSPI dan Pihak lain bahwa, apabila telah lewat masa 7 (tujuh) hari terhitung setelah tanggal disampaikannya surat sebagaimana dimaksud ayat (4) masih juga diingkari, LAPSPI dan/atau Pihak lain dapat menyampaikan kembali teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar dengan tembusan Anggota LAPSPI di mana masing-­masing Pihak menjadi anggotanya.

(6) Para Pihak mengetahui dan menyetujui serta tidak akan mengajukan tuntutan dalam bentuk apapun kepada LAPSPI dan Pihak lain bahwa, apabila telah lewat masa 7 (tujuh) hari terhitung setelah tanggal disampaikannya surat sebagaimana dimaksud ayat (5) masih juga diingkari, LAPSPI dan/atau Pihak lain dapat menyampaikan kembali teguran tertulis kepada Pihak yang ingkar, tembusan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 42

Berakhirnya Tugas Arbiter

(1) Tugas Arbiter berakhir karena:

(a) putusan mengenai sengketa telah dibacakan dan didaftarkan ke Pengadilan Negeri;

(b) jangka waktu yang telah ditentukan telah lampau;

(c) jangka waktu yang disepakati oleh Para Pihak untuk diperpanjang telah lampau;

(d) akibat diganti karena alasan atau sebab sebagaimana diatur dalam Peraturan dan Prosedur ini.

(2) Meninggalnya salah satu Pihak tidak mengakibatkan tugas yang telah diberikan kepada Arbiter berakhir.

Page 179: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

26

BAB VIII

BIAYA-­BIAYA LAYANAN ARBITRASE

Pasal 43

Jenis Biaya-­biaya

(1) Biaya-­biaya dalam layanan Arbitrase terdiri dari:

(a) Biaya Pendaftaran;

(b) Biaya Sengketa;

(c) Biaya Arbiter;

(d) Biaya Pelaksanaan Putusan Arbitrase.

(2) Apabila terdapat perhitungan pajak, maka biaya-­biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) juncto Pasal 44, Pasal 45 dan Pasal 46 serta Lampiran I adalah jumlah bersih yang diterima LAPSPI.

(3) Pengurus dapat menunda dan/atau menghentikan proses Arbitrase hingga biaya-­biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) dilunasi oleh Para Pihak sesuai Peraturan dan Prosedur ini.

(4) Turut Termohon tidak dikenakan biaya-­biaya penyelenggaraan Arbitrase sebagaimana dimaksud ayat (1).

(5) Ketentuan besarnya biaya layanan Arbitrase diatur dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan dan Prosedur ini.

Pasal 44 Biaya Pendaftaran

(1) Pendaftaran atas Permohonan Arbitrase dikenakan Biaya Pendaftaran sebesar nilai yang tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan dan Prosedur ini.

(2) Biaya Pendaftaran dibayar oleh Pemohon pada saat pengajuan pendaftaran Permohonan Arbitrase.

Pasal 45 Biaya Sengketa

(1) Biaya Sengketa adalah biaya yang diperlukan untuk keperluan pengeluaran, antara lain:

(a) sewa ruang sidang;

(b) akomodasi dan transportasi Arbiter yang berasal dari luar kota;

(c) akomodasi dan transportasi Arbiter dan Sekretaris jika pemeriksaan/ persidangan diselenggarakan di luar kota;

(d) menghadirkan saksi dan/atau ahli;

(e) lain-­lain biaya yang relevan yang disepakati oleh Para Pihak.

(2) Besarnya biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e ditentukan oleh Pengurus dari waktu ke waktu, berdasarkan jumlah jam yang diperlukan dalam pemeriksaan.

(3) Biaya Pemeriksaan lainnya ditanggung oleh Para Pihak sesuai biaya yang dibutuhkan (at cost).

Page 180: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

27

(4) Untuk keperluan antisipasi terhadap adanya Biaya Sengketa, maka Para Pihak menyetor secara pro-­rata deposit sebesar nilai yang tercantum dalam Lampiran I kepada LAPSPI sebelum sidang pertama diselenggarakan.

(5) Apabila jumlah deposit telah berkurang lebih dari 50 % (lima puluh per seratus), Para Pihak harus menambah deposit sehingga jumlahnya kembali sebesar deposit awal.

(6) Apabila seluruh pengeluaran Biaya Sengketa ternyata lebih kecil dari deposit yang disetor, sisa deposit segera dikembalikan kepada Para Pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah pendaftaran Putusan Arbitrase di Pengadilan Negeri.

(7) Sekretaris membuat laporan penggunaan deposit kepada Arbiter Tunggal/ Majelis Arbitrase dan Para Pihak, dengan bukti pengeluaran yang cukup.

Pasal 46 Biaya Arbiter

(1) Biaya Arbiter dibayar di muka seluruhnya oleh Para Pihak secara pro rata sebelum sidang pertama diselenggarakan.

(2) Apabila Termohon tidak bersedia membayar Biaya Arbiter, maka Pemohon harus membayarkannya terlebih dahulu supaya proses Arbitrase dapat berjalan.

(3) Besarnya Biaya Arbiter dihitung berdasarkan nilai sengketa dengan skala tarif biaya atau minimum tarif sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan dan Prosedur ini.

(4) Apabila nilai sengketa tidak berupa suatu tuntutan pembayaran uang, maka besarnya nilai sengketa ditetapkan berdasarkan tafsiran Pengurus dengan memperhatikan kompleksitas perkara.

(5) Pada akhirnya dalam Putusan Arbitrase diputuskan kepada Pihak mana Biaya Arbiter akan dibebankan, dengan ketentuan:

(a) Biaya Arbiter dibebankan semua kepada Termohon jika tuntutan Pemohon dikabulkan seluruhnya;

(b) Biaya Arbiter dibebankan kepada Para Pihak dalam pembagian yang adil menurut Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase jika tuntutan Pemohon dikabulkan sebagian;

(c) Biaya Arbiter dibebankan semua kepada Pemohon jika tuntutan Pemohon tidak diterima atau ditolak seluruhnya.

(6) Apabila Pemohon telah melakukan pembayaran atas Biaya Arbiter sebagaimana dimaksud ayat (2), dan Putusan Arbitrase mengabulkan tuntutan Pemohon seluruhnya atau sebagian, maka dalam amar Putusan Arbitrase juga harus memuat ketentuan penggantian biaya tersebut oleh Termohon kepada Pemohon berikut denda dan bunga jika perlu.

(7) Dalam hal terjadi pencabutan Permohonan Arbitrase, maka Biaya Arbiter dikembalikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan dan Prosedur ini.

(8) Dalam hal Arbiter Tunggal/Majelis Arbitrase menjatuhkan Putusan Sela dengan amar yang menyatakan Permohonan Arbitrase tidak dapat diterima, maka Biaya Arbiter dikembalikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan dan Prosedur ini.

Page 181: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

28

Pasal 47 Biaya Pelaksanaan Putusan Arbitrase

(1) Biaya Pelaksanaan Putusan, antara lain:

(a) biaya pendaftaran Putusan Arbitrase di Pengadilan Negeri;

(b) biaya pengambilan salinan Putusan Arbitrase yang sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri;

(c) biaya penggandaan dan pengiriman salinan Putusan Arbitrase yang sudah didaftarkan kepada Para Pihak;

(d) biaya permohonan eksekusi; dan

(e) biaya pelaksanaan eksekusi.

(2) Pihak yang menanggung biaya pendaftaran Putusan Arbitrase dan biaya pengambilan salinan Putusan Arbitrase yang sudah didaftarkan adalah:

(a) Pemohon, apabila Permohonan Arbitrase dikabulkan sebagian atau seluruhnya;

(b) Termohon, apabila Permohonan Arbitrase tidak diterima atau ditolak.

(3) Biaya penggandaan dan pengiriman salinan Putusan Arbitrase yang sudah didaftarkan kepada Para Pihak ditanggung oleh masing-­masing Pihak.

(4) Biaya permohonan eksekusi dan biaya pelaksanaan eksekusi dibebankan kepada Pemohon apabila Permohonan Arbitrase dikabulkan sebagian atau seluruhnya.

BAB IX SANKSI

Pasal 48 Pelanggaran oleh Arbiter

(1) Arbiter yang diduga melakukan pelanggaran Kode Etik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15, akan diperiksa oleh Komite Kehormatan LAPSPI.

(2) Arbiter yang terbukti bersalah berdasarkan keputusan Komite Kehormatan LAPSPI, akan dikeluarkan dari Daftar Adjudikator Tetap dan/atau tidak diperkenankan untuk menangani perkara atau sebagai Kuasa Hukum dari Para Pihak yang bersengketa, di dalam jurisdiksi LAPSPI.

BAB X KETENTUAN PENUTUP

Pasal 49

(1) Pengurus, Arbiter, Sekretaris dan/atau personil LAPSPI lainnya tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun perdata terhadap pelaksanaan tugasnya dan kewenangannya berdasarkan Peraturan dan Prosedur ini maupun terhadap isi dan pelaksanaan dari Putusan Arbitrase.

(2) Para Pihak tidak dapat menuntut LAPSPI (termasuk Pengurus, Arbiter, Sekretaris dan personil LAPSPI lainnya), termasuk tapi tidak terbatas pada tuntutan berkenaan dengan:

Page 182: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

29

(a) setiap layanan yang disediakan LAPSPI;

(b) setiap upaya yang dilakukan oleh LAPSPI;

(c) sengketa yang didaftarkan oleh Pemohon;

(d) tuntutan yang dibuat oleh Pemohon;

(e) setiap keputusan yang dibuat;

(f) setiap tindakan Para Pihak;

(g) setiap tindakan yang sesuai dengan hukum atau perintah pengadilan.

(3) Para Pihak menyatakan dan setuju bahwa setiap tuntutan yang dibuat terhadap LAPSPI (termasuk Pengurus, Arbiter, Sekretaris dan personil LAPSPI lainnya) dengan melanggar ayat (1) dan ayat (2) merupakan suatu kerugian yang besar dan nyata bagi LAPSPI. Oleh karena itu LAPSPI berhak untuk melakukan upaya hukum atas tuntutan tersebut, dan juga berhak untuk menuntut kepada Para Pihak atas ganti rugi secara penuh biaya hukum yang telah LAPSPI keluarkan.

(4) Arbiter yang pada saat mulai berlakunya Peraturan dan Prosedur ini telah diangkat sebagai Arbiter Tetap LAPSPI, namun belum mempunyai Sertifikat Arbiter, maka kepada Arbiter yang bersangkutan diberikan kesempatan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan untuk:

(a) memperoleh sertifikat keahlian profesi dalam bidang Arbitrase yang dikeluarkan oleh lembaga Arbitrase atau lembaga pelatihan Arbitrase; atau

(b) mengikuti semua kegiatan diskusi, workshop dan seminar yang diselenggarakan oleh LAPSPI yang dimaksudkan sebagai pelatihan peningkatan keahlian Arbiter/Mediator Tetap LAPSPI dalam beracara Arbitrase.

Apabila Arbiter yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan ini maka Pengurus akan mencabut statusnya sebagai Arbiter Tetap LAPSPI. Selama statusnya belum dicabut, Arbiter yang bersangkutan tetap dapat ditunjuk oleh Para Pihak dan/atau Pengurus untuk menjadi Arbiter perkara di LAPSPI.

(5) Penyebutan nama suatu organisasi/instansi dalam Peraturan dan Prosedur ini adalah dimaksudkan pula kepada nama baru dari organisasi/instansi yang bersangkutan disebabkan perubahan nama saja ataupun disebabkan karena tindakan penggabungan atau pengambilalihan yang menyebabkan perubahan nama organisasi/instansi.

Pasal 50

Pada saat Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia ini mulai berlaku, Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia Nomor 09/LAPSPI-PER/2015 tentang Peraturan dan Prosedur Arbitrase dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 51

Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Page 183: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Official Website · Kepada seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

30

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 27 April 2017

PENGURUS LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

PERBANKAN INDONESIA

Himawan E. Subiantoro Saifuddin Latief Nirwana Atta Ketua Sekretaris Bendahara