uin syarif hidayatullah jakarta isolasi metabolit...
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT MEC II DARI KAPANG
ENDOFIT LUMUT HATI Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
SKRIPSI
FERANI NADYN FATMA
NIM. 11141020000030
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
JAKARTA
NOVEMBER 2018
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT MEC II DARI KAPANG
ENDOFIT LUMUT HATI Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
FERANI NADYN FATMA
NIM. 11141020000030
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
JAKARTA
NOVEMBER 2018
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Ferani Nadyn Fatma
NIM : 11141020000030
Tanda tangan :
Tanggal : 9 November 2018
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Ferani Nadyn Fatma
Program Studi : Farmasi
Judul : Isolasi Metabolit Sekunder Isolat MEC 2 dari Kapang Endofit
Lumut Hati Marchantia emarginata Reinw., Blume and Nees
Kapang endofit dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang memiliki
berbagai aktivitas farmakologis seperti antibiotik, antivirus, antimalaria,
antikanker, antioksidan, antidiabetes, dan immunosupresan. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui spesies dari kapang endofit lumut hati Marchantia
emarginata, mengisolasi metabolit sekunder dari kapang endofit lumut hati
Marchantia emarginata, mengelusidasi struktur metabolit sekunder, dan
mengevaluasi aktivitas antioksidan dari senyawa isolat. Kapang endofit dari lumut
hati Marchantia emarginata diketahui bernama Daldinia eschscholtzii. Kemudian
difermentasi dengan metode statis dalam PDA pada suhu 28o C selama 21 hari.
Hasil fermentasi kemudian difraksinasi dengan menggunakan n-heksan, etil
asetat, dan metanol. Hasil uji kualitatif antioksidan menunjukkan bahwa fraksi etil
asetat memiliki aktivitas tertinggi dengan nilai AAI 0,89 dan nilai IC50 109,35.
Fraksi etil asetat kemudian dimurnikan dengan menggunakan metode
rekristalisasi. Berdasarkan analisis menggunakan spektroskopi 1H-NMR
menunjukkan bahwa senyawa memiliki 1 CH, 1 CH2, 9 CH3.
Kata kunci : antioksidan, isolasi, kapang endofit, Marchantia emarginata,
metabolit sekunder
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Ferani Nadyn Fatma
Student ID : 11141020000030
Departement : Pharmacy
Tittle : Secondary Metabolites Isolation of MEC 2 Isolate from
Endophytic Fungi Liverworts Marchantia emarginata Reinw.,
Blume & Nees
Endophytic fungi can produce secondary metabolite which have various
pharmacological activities such as antibiotics, antiviral, antimalarial, anticancer,
antioxidant, antidiabetics, and immunosuppressive. The purpose of this research
are to know the species from endophytic fungi of Marchantia emarginata, isolate
the secondary metabolite from endophytic fungi of liverwort Marchantia
emarginata, elucidate the structure and evaluation the antioxidant activity of the
isolate compound. The endophytic fungi of Marchantia emarginata which was
identified as Daldinia eschscholtzii was fermented by using static method in PDA
at temperature of 28o C for 21 days. The result of fermentation was fractioned by
using n-hexane, ethyl acetate and methanol. The qualitative antioxidant evaluation
showed the ethyl acetate fraction has the highest activity with the AAI value is
0,89 and the IC50 value is 109,35. The ethyl acetate fraction was further purified
by using crystalisation method to give compound that have 1 CH, 1 CH2, and 9
CH3 based on the analysis of the 1H-NMR spectrum.
Keyword : antioxidant, endophytic fungi, isolation, Marchantia emarginata,
secondary metabolites.
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari, tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan doa dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua saya, Ibu dan Ayah, yaitu Drs. Feriandi Syafei, M.K.M dan
Endah Sulistiani, S.Pd., M.Si., nenek saya Hj. Mariani, serta kedua adik saya
Muhammad Ferdian Faleh dan Akbar Rifki Ferdiansyah yang selalu
memberikan kasih sayang, motivasi dan doa tiada henti senantiasa mengiringi
perjalanan hidup penulis, serta dukungan baik secara moril maupun materil.
2. Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. dan Narti Fitriana, M.Si. selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, ilmu, masukan,
waktu dan dukungan dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi
ini.
3. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Yuni Anggraeni, M. Farm., Apt. sebagai pembimbing akademik yang telah
membimbing dan memberikan dukungan dalam menghadapi permasalahan
akademik.
6. Saiful Bahri, M.Si. selaku dosen mikrobiologi, Puspa Novadianti Sukandar,
S.Farm serta Zakiyatul Munawaroh, S. Farm. yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan saran serta masukan kepada penulis.
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi
Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Achmad Arif Hidayat yang selalu memberikan dukungan, motivasi serta
mengarahkan penulis menjadi pribadi yang lebih baik.
9. Kawan dan kakak kost Al - Muna, terutama untuk Septa Rahmadini, Nida
Auliya Rahmah serta Nurjihan Fahira untuk selalu ada disaat kebahagiaan
dan kesedihan penulis.
10. Teman-teman tim endofit, Nehta Estania Zahra dan Putri Siti Hawa yang
telah menemani dan membantu penulis selama melakukan penelitian.
11. Teman-teman tim penelitian Bu Ismi, Rizka Meirisa Putri, Luluk
Muchroyatul dan Muhammad Firmansyah yang telah mewarnai dan mengisi
hari-hari di Lab.
12. Teman-teman sejawat Program Studi Farmasi UIN Jakarta angkatan 2014
yang sanggup bertahan hingga akhir.
13. Kakak-kakak laboran lab Farmasi, Kak Walid, Kak Eris, Mbak Rani, Kak
Yaenap dan Kak Lisa atas dukungan dan kerjasamanya selama penelitian
berlangsung.
14. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
naskah skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berdoa semoga amal baik dari
semua pihak yang telah membantu penulis mendapat balasan dari Allah SWT.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Ciputat, 9 November 2018
Penulis
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ferani Nadyn Fatma
NIM : 11141020000030
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Ilmu Kesehatan (Fikes)
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya, dengan judul
ISOLASI METABOLIT SEKUNDER ISOLAT MEC II DARI KAPANG
ENDOFIT LUMUT HATI Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada tanggal : 9 November 2018
Yang menyatakan
(Ferani Nadyn Fatma)
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3. Pembatasan Masalah ........................................................................................... 2
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3
1.5. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
2.1. Kapang Endofit ................................................................................................... 4
2.2. Lumut Hati .......................................................................................................... 5
2.3. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees ................................................ 6
2.4. Fermentasi ........................................................................................................... 7
2.5. Ekstraksi .............................................................................................................. 7
2.6. Rekristalisasi ....................................................................................................... 8
2.7. Kromatografi Lapis Tipis .................................................................................... 9
2.8. Pelarut ............................................................................................................... 10
2.9. Antioksidan ....................................................................................................... 10
2.10. Spektrofotometri Inframerah ......................................................................... 12
2.11. Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance) ..................................... 13
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 15
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... 15
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................................. 15
3.3. Prosedur Penelitian ........................................................................................... 15
3.3.1. Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar) ...................................... 15
3.3.2. Pembuatan Media PDY (potato Dextrose Yeast) ...................................... 16
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.3. Peremajaan Kultur Kapang Endofit .......................................................... 16
3.3.4. Karakterisasi Kapang Endofit ................................................................... 16
3.3.5. Identifikasi Kapang Endofit ...................................................................... 16
3.3.6. Fermentasi Kapang Endofit ...................................................................... 16
3.3.7. Kurva Tumbuh .......................................................................................... 17
3.3.8. Ekstraksi hasil Fermentasi ........................................................................ 17
3.4. Isolasi dan Pemurnian Senyawa ........................................................................ 17
3.4.1. Kromatografi Lapis Tipis .......................................................................... 17
3.4.2. Rekristalisasi ............................................................................................. 18
3.4.3. KLT Dua Dimensi ..................................................................................... 18
3.5. Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH .......................................................... 18
3.5.1. Uji Kualitatif Antioksidan dengan KLT ................................................... 18
3.5.2. Uji Kuantitatif Antioksidan ....................................................................... 19
3.6. Penentuan Struktur Molekul Senyawa Murni ................................................... 19
3.6.1. Spektrofotometer Inframerah FT – IR ...................................................... 19
3.6.2. 1H-NMR .................................................................................................... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 20
4.1. Identifikasi Kapang Endofit .............................................................................. 20
4.2. Fermentasi dan Ekstraksi .................................................................................. 21
4.3. Kurva Tumbuh Daldinia eschscholtzii ............................................................. 22
4.4. Uji Aktivitas Antioksidan Kualitatif dengan KLT ............................................ 23
4.5. Uji Kuantitatif Antioksidan Fraksi Fermentasi ................................................. 26
4.6. Isolasi Senyawa Murni ...................................................................................... 28
4.7. Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi ............................................................ 28
4.8. Penentuan Struktur Senyawa ............................................................................ 29
4.8.1. Spektrofotometri Infra Red ....................................................................... 29
4.8.2. Resonasi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) ............................................... 30
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 32
5.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 32
5.2. Saran ................................................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33
LAMPIRAN .......................................................................................................... 37
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees ................. 6
Gambar 2.2. Struktur Senyawa Marchantin A ......................................... 7
Gambar 4.1. D.eschscholtzii ..................................................................... 19
Gambar 4.2. Mikroskopis D.eschscholtzii perbesaran 40x ...................... 20
Gambar 4.3. Pertumbuhan D. eschscholtzii pada Media PDY ................. 22
Gambar 4.4. Kurva Pertumbuhan D. eschscholtzii ................................... 22
Gambar 4.5. Skema Reaksi DPPH dengan Antioksidan .......................... 23
Gambar 4.6. Hasil Rekristalisasi .............................................................. 27
Gambar 4.7. KLT Dua Dimensi ............................................................... 28
Gambar 4.8. Spektrum Infra Merah Senyawa C2EA ............................... 28
Gambar 4.9. Spektrum 1H – NMR Fraksi Etil Asetat Isolat MEC 2 ........ 30
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Klasifikasi Antioksidan Berdasarkan AAI .......................... 12
Tabel 4.1. Data Perolehan Bobot Ekstrak Fermentasi Isolat Kapang
Endofit ................................................................................. 21
Tabel 4.2. Pengujian Aktivitas Antioksidan Kuantitatif Ekstrak
Fermentasi Kapang Endofit ................................................. 24
Tabel 4.3. Hasil Uji Antioksidan Kuantitatif ........................................ 26
Tabel 4.4. Data Bilangan Gelombang Spektrum FT-IR Senyawa
C2EA ................................................................................... 29
Tabel 4.5. Tabel Pergeseran Kimia Senyawa C2EA ............................ 30
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian .......................................................... 36
Lampiran 2. Bagan Peremajaan Kapang .................................................. 37
Lampiran 3. Bagan Karakterisasi Kapang Endofit ................................... 37
Lampiran 4. Hasil Identifikasi Kapang Endofit Isolat MEC 2 ................. 38
Lampiran 5. Bagan Fermentasi dan Ekstraksi Kapang Endofit ............... 39
Lampiran 6. Bagan Kurva Tumbuh .......................................................... 40
Lampiran 7. Data Berat Miselia Kapang .................................................. 41
Lampiran 8. Panjang Gelombang Maksimum DPPH .............................. 43
Lampiran 9. Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji
Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Fraksi Ekstrak
Fermentasi Etil Asetat Isolat MEC 2 ................................... 44
Lampiran 10. Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear
Uji Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Vitamin C ................ 45
Lampiran 11. Perhitungan Konsentrasi Hambat 50% (IC50) dan Indeks
Aktivitas Antioksidan (AAI) ............................................... 46
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai salah satu dari 7 negara yang memiliki
keanekaragaman hayati terbesar kedua setelah Brazil (Radji, 2005). Salah satu
spesies tanaman yang tumbuh di Indonesia adalah lumut. Lumut secara taksonomi
berada di antara alga dan paku-pakuan. Lumut terdiri dari 3 divisi, yaitu
Bryophyta atau mosses (lumut daun sebanyak 14.000 spesies), Marchantiophyta
atau liverworts (lumut hati sebanyak 6.000 spesies), dan Anthocerotophyta atau
hornworts (lumut tanduk sebanyak 300 spesies) (Asakawa, 2012; Sharma & Bhat,
2009; Sulistyowati, 2014).
Salah satu jenis lumut yang banyak tumbuh di Indonesia adalah lumut hati.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Asakawa (2012) menyatakan pada lumut hati
terdapat senyawa lipofilik monoterpenoid, sesquiterpenoid, dan diterpenoid,
senyawa aromatic (bibenzyl, bis-benzyl, benzoat, sinamat, alkil fenol rantai
panjang, naftalen, isokumarin) dan asetogenin.
Lumut hati memiliki aktivitas biologis seperti antioksidan, antimikroba,
antifungi, antihepatotoksik, sitotoksik, kardiotonik, antifeedant serangga, dan
relaksan otot (Ludwiczuk et al, 2008). Salah satu lumut hati yang dapat ditemukan
di Indonesia adalah Marchantia emarginata dan belum banyak penelitian yang
dilakukan terkait spesies ini.
Namun, jika lumut hati digunakan secara berlebihan sebagai bahan baku obat
maka dikhawatirkan tanaman tersebut akan musnah. Oleh karena itu, perlu
dilakukan sumber alternatif yang dapat menghasilkan senyawa metabolit dan
aktivitas biologi yang serupa yaitu dengan menggunakan kapang endofit (Strobel
G, 2003).
Radji (2005) menyatakan bahwa kapang adalah organisme yang sering
diisolasi sebagai endofit. Kapang endofit dapat berfungsi sebagai pelindung bagi
tanaman inang dari stres lingkungan dan kompetisi mikroba yang diisolasi dari
bunga, buah, batang, daun, akar dan biji (Hung, 2007). Sekitar 6500 kapang
endofit dari tanaman herba dan pohon serta alga telah diskrining dan diisolasi
2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk mengetahui aktivitas biologis serta menentukan struktur senyawa aktif
(Schulz et al, 2002).
Kapang endofit dapat menghasilkan senyawa yang berfungsi sebagai
antibiotik, antivirus, antimalaria, antikanker, antioksidan, antidiabetes, dan
imunosupresif (Radji, 2005). Kemampuan kapang endofit memproduksi senyawa
metabolit sekunder yang sama dengan tanaman inangnya merupakan peluang
yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder
melalui kapang endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sukandar (2017) menyatakan
bahwa pada kapang endofit yang dihasilkan oleh lumut hati Marchantia
emarginata Reinw., Blume & Nees terdapat 3 isolat yang memiliki aktivitas
antioksidan yaitu MEB 1, MEC 1, MEC 2. Namun, senyawa yang didapat belum
diketahui strukturnya. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui
dan menentukan struktur senyawa aktif pada kapang endofit lumut hati
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yaitu sebagai berikut.
1) Apa spesies dari isolat MEC II dari kapang endofit lumut hati Marchantia
emarginata Reinw., Blume & Nees?
2) Apa kandungan senyawa aktif yang terdapat pada isolat MEC II dari kapang
endofit lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees ?
3) Apakah struktur senyawa aktif yang terdapat pada isolat MEC II dari kapang
endofit lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees ?
1.3. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah pada penelitian yaitu meliputi isolasi metabolit sekunder
dan penentuan struktur senyawa aktif pada kapang endofit lumut hati Marchantia
emarginata Reinw., Blume & Nees.
3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa permasalahan yang
telah disebutkan, yakni sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui spesies isolate MEC II dari kapang endofit lumut hati
Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
2) Untuk mengetahui senyawa aktif yang terdapat pada isolat MEC II dari
kapang endofit lumut hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees.
3) Untuk menentukan struktur senyawa aktif yang terdapat pada isolat MEC II
dari kapang endofit dari Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi
tentang kandungan senyawa aktif pada isolat MEC II dari kapang endofit lumut
hati Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees. dan menentukan struktur
senyawa aktif tersebut sehingga dapat dimanfaatkan khususnya dalam bidang
farmasi.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kapang Endofit
Endofit berasal dari Bahasa Yunani ’Endo’ berarti di dalam dan ‘fit” (phyte)
berarti tumbuhan. Kapang endofit merupakan mikroorganisme yang hidup pada
jaringan tanaman serta berinteraksi dengan tanaman inangnya. Kapang endofit
yang hidup di dalam tanaman tidak bersifat merugikan inangnya. Hal tersebut
terkait dengan kontribusi senyawa bioaktif yang dihasilkan mikroba tersebut
(Melliawati, 2006). Interaksi yang dilakukan berupa hubugan saling
ketergantungan. Kekhususan organ yang dibentuk disebabkan adanya adaptasi
kapang endofit dengan kondisi mikroekologi khusus dan kondisi fisik lingkungan.
Kapang endofit dapat diisolasi dari bunga, buah, batang, daun, akar dan biji
(Huang et al, 2007). Organ tumbuhan yang akan diisolasi kemudian disterilkan
permukannya. Permukaan tanaman disterilkan dengan etanol 70%, NaCl 2 -10%,
HgCl, Cu(NO3)2, dan formalin 30 – 50% di dalam laminar-flow hood. Hal ini
dilakukan untuk mengeliminasi mikroba yang berada di permukaan sampel
(epifit). Jaringan luar dipisahkan dari sampel ditempatkan secara hati-hati pada
media. Setelah diinkubasi beberapa hari, ujung hifa diambil dan diletakkan pada
media potato dextrose agar (Strobel G, 2003; Wilson, 1995). Teknik isolasi
adalah salah satu tahapan penting dalam penelitian mengenai jamur endofit
mengingat sekitar 99% dari total jamur endofit tidak dapat tumbuh pada kondisi
artifisial (unculturable) (Ganley & Newcombe, 2006).
Karakterisasi kapang dilakukan dengan mengamati morfologi secara
makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis morfologi kapang
endofit meliputi warna dan struktur koloni yaitu ada atau tidaknya tetes eksudat
(exudate drops) dan melihat ada atau tidaknya lingkaran konsentris (zonasi).
Pengamatan koloni dilakukan dari awal penanaman hingga pada waktu tertentu
dan mencatat semua perubahan yang terjadi (Gandjar, 2006).
Secara mikroskopis, kapang endofit diamati hifa (sekat, percabangan, dan
warna) serta konidia (ada atau tidaknya dan bentuk) menggunakan mikroskop
pada pengamatan terakhir (5 hingga 7 hari). Parameter warna hifa meliputi hialin,
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
transparan, atau gelap. Parameter bentuk konidia yang diamati yaitu bulat,
lonjong, berantai, atau tidak beraturan.
Kapang endofit berpotensi memiliki metabolit yang sama dengan tanaman
inangnya. Kapang endofit diketahui menghasilkan metabolit seperti alkaloid,
terpenoid, steroid kuinon, derifat isokumarin, flavonoid, fenol, asam fenolik, dan
peptida (Zhang et al, 2013).
2.2. Lumut Hati
Marchantiophyta (liverworts) atau lumut hati mencakup tiga kelas yaitu
Haplomitriopsida, Marchantiopsida, dan Jungermanniopsida, dengan 15 ordo, 82
famili, 316 genus dan 6.000 spesies. Kelompok tanaman kecil ini terdistribusi
hampir di mana-mana di dunia (Asakawa, 2004).
Klasifikasi morfologi lumut hati tergolong sulit akibat gametofitnya yang
kecil (Ludwiczuk et al, 2008). Lumut hati melekat pada substrat dengan rhizoid
uniselluler (Sulistyowati et al, 2014). Secara mendasar, terdapat 2 tipe morfologi
lumut hati yaitu lumut hati bertalus (thalloid liverwort) dan lumut hati berdaun
(leafy liverwort) (Sulistyowati et al, 2014). Talus (thallus) merupakan massa
jaringan yang rata (Simpson, 2006).
Lumut hati bertalus memiliki talus yang dikotomus bercabang, memiliki pori-
pori dan pada umumnya terdiri dari beberapa sel yang tebal. Jaringan bagian atas
(dorsal) bersifat longgar akibat dari ruang udara internal. Bagian permukaan
bawah (ventral) biasanya memiliki dua jenis rhizoid, yaitu halus dan dengan
tonjolan (Glime, 2017).
Lumut hati berdaun memiliki rhizoid yang terdiri atas 1 sel (uniseluler).
Beberapa spesies memiliki 2 – 3 baris daun yang melekat pada batang terbagi atas
dua baris daun dorsal (lobe), satu baris daun ventral (under leaf) yang biasanya
memiliki ukuran lebih kecil daripada daun dorsal atau bahkan tidak ada.
Pada beberapa spesies, daunnya memiliki modifikasi membentuk cuping
yang disebut lobule. Lobule adalah perluasan daun yang bisa menangkap atau
menampung air yang berada di bagian ventral (Sulistyowati et al, 2014).
Lumut hati tumbuh subur di wilayah yang lembab dan ternaungi (Simpson,
2006). Lumut hati (liverworts) telah disurvei terdapat pada habitat khusus tertentu,
6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
seperti hutan bakau dan hutan pesisir, tempat beriklim sedang, dan tempat hutan
hujan tropis.
Spesies Marchantiophyta dapat diamati di Pulau Yaku, Jepang dan di
Selandia Baru. Banyak spesies lumut hati telah ditemukan di daerah tropis, seperti
Asia Tenggara, Borneo, Sumatra dan Papua Nugini serta Kolombia, Ekuador dan
Venezuela. Di Ekuador dan Kolumbia, spesies Marchantiophyta tumbuh di
pegunungan tinggi lebih dari 2.000 meter (Asakawa, 2004, 2012)
2.3. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
Secara taksonomi, Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees
diklasifikasikan sebagai berikut (Goffinet. B, 2009) kingdom : plantae, divisi :
marchantiophyta, kelas : marchantiopsida, ordo : marchantiales, family :
marchantiaceae, genus : marchantia, spesies : Marchantia emarginata Reinw.,
Blume & Nees
Gambar 2.1. Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees (Novarienti, 2017)
Marchantia merupakan sumber antioksidan alami. Kandungan senyawa yang
terdapat di dalam Marchantia seperti flavonoid, tannin dan senyawa fenolik
memainkan peran utama sebagai penangkap radikal bebas, sehingga bertindak
sebagai antioksidan alami (Gupta et al, 2015)
Senyawa Marchantin A yang dapat diisolasi dari spesies Marchantia
emarginata menunjukkan aktivitas antibakteri, antifungi, antioksidan, bahan
sitotoksik, dan relaksan otot rangka (W. J. Huang et al, 2010).
7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.2. Struktur Senyawa Marchantin A (W. J. Huang et al, 2010)
2.4. Fermentasi
Istilah fermentasi digunakan sebagai proses untuk penguraian metabolik
senyawa organik oleh mikroorganisme yang menghasilkan energy (Shirly Kumala
& Pratiwi, 2014). Fermentasi dapat menghasilkan biomassa, enzim, metabolit
baik primer seperti etanol, asam sitrat, polisakarida dan vitamin serta metabolit
sekunder (Sulistyaningrum, 2008).
Menurut Kumala & Pratiwi (2014) fermentasi dapat dibedakan menjadi dua
berdasarkan jenis media, yaitu fermentasi media padat dan fermentasi media cair.
Fermentasi media padat adalah proses fermentasi dengan substrat tidak larut dan
tidak mengandung air bebas, tetapi cukup mengandung air untuk keperluan
mikroba. Fermentasi media cair adalah proses fermentasi dengan substrat yang
larut atau tersuspensi dalam fase cair. Fermentasi media cair disebut fermentasi
kultur terendam yang umumnya memerlukan aerasi dan agitasi. Pembentukan
produk hasil fermentasi mikroba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
substrat dan nutrien, suhu, pH, aerasi dan agitasi (Shirly Kumala & Pratiwi,
2014).
2.5. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan pemisahan senyawa aktif dari jaringan tumbuhan
maupun hewan dengan menggunakan pelarut selektif berdasarkan standar
prosedur. Parameter yang mempengaruhi kualitas dari ekstrak, menurut Prashant
Tiwari et al (2011) adalah bagian dari tumbuhan yang digunakan, pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi dan prosedur ekstraksi.
8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa metode umum dalam proses ekstraksi adalah maserasi, infusi,
perkolasi, digesti, dekoksi, ekstraksi panas kontinyu (Soxhlet), fermentasi,
ekstraksi menggunakan microwave, ekstraksi ultrasonik (sonikasi), ekstraksi
cairan superkritis, dan ekstraksi fitonik (dengan pelarut hidrofluorokarbon). Untuk
tanaman aromatis, dapat digunakan metode ekstraksi hydrodistillation (distilasi
air, uap, serta uap dan air), maserasi hidrolitik yang diikuti dengan distilasi,
expression, dan enfleurage (ekstraksi lemak dingin). Beberapa pelarut yang
digunakan dalam proses ekstraksi antara lain air, etanol, metanol, kloroform, eter,
dan aseton. Pemilihan pelarut dilakukan berdasarkan kegunaan ekstrak dan
senyawa yang ingin diisolasi dari tanaman (Prashant Tiwari et al, 2011).
2.6. Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau
pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan
dalam pelarut yang cocok. Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting
untuk pemurnian komponen larutan organik. Ada tujuh metode dalam
rekristalisasi yaitu memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna
larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci
kristal, mengeringkan poduknya (Kenneth L. Williamson, 2011).
Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan
dengan kelarutan zat pencampur dan pencemarnya. Larutan yang terjadi
dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan
dengan cara menjenuhkannya. proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses
pelarutan (Pinalia, 2012).
Mula-mula molekul zat terlarut membentuk agregat dengan molekul pelarut,
lalu terjadi kisi-kisi diantara molekul zat terlarut yang terus tumbuh membentuk
kristal yang lebih besar diantara molekul pelarutnya, sambil melepaskan sejumlah
energi. Kristalisasi dari zat akan menghasilkan kristal yang identik dan teratur
bentuknya sesuai dengan sifat kristal senyawanya. Dan pembentukan kristal ini
akan mencapai optimum bila berada dalam kesetimbangan. Senyawa dilarutkan
kedalam pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan sampai semua senyawanya
9 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
larut sempurna. Pemanasan hanya dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau
tidak larut sempurna pada keadaan suhu kamar (Pinalia, 2012).
Salah satu faktor penentu keberhasilan proses kristalisasi dan rekristalisasi
adalah pemilihan zat pelarut. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
memilih pelarut yang sesuai yaitu pelarut tidak hanya bereaksi dengan zat yang
akan dilarutkan, pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan
tidak melarutkan zat pencemarnya, titik didih pelarut harus rendah (hal ini akan
mempermudah pengeringan kristal yang terbentuk), titik didih harus lebih rendah
dari titik leleh zat yang akan dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai (Pinalia,
2012).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung pada dua
faktor penting yaitu laju pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal.
Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak kristal yang akan terbentuk, tetapi tidak
besar, jadi terbentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil (Svehla. G,
1985).
Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan.
Semakin tinggi derajat lewat jenuh, semakin besar kemungkinan untuk
membentuk inti baru, jadi laju pembentukan inti menjadi lebih besar. Laju
pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal
yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini tinggi, kristal-
kristal yang besar akan terbentuk (Svehla. G, 1985).
2.7. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode pemisahan fisika,
kimia dan kromatografi cair paling sederhana yaitu dengan menggunakan plat
kaca atau plat aluminium yang dilapisi silika gel dan menggunakan pelarut
tertentu (Harborne, 1987).
Metode kromatografi ini menggunakan pelat kaca atau aluminium yang
dilapisi dengan penjerap (sorbent; seperti gel silica) pada ketebalan tertentu
bergantung pada jumlah sampel yang diujikan pada pelat. Tebal pelapis pada pelat
analitik umumnya 0,2 mm, sementara pada pelat preparatif tebalnya 1 hingga 2
mm. Campuran senyawa diujikan pada pelat di posisi 1 hingga 2 cm dari ujung
10 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bawah pelat sebagai totolan (spot) atau pita kontinyu (continuous band). Pelat
kemudian disimpan di dalam wadah berisi pelarut yang telah ditentukan sehingga
pelarut akan bermigrasi dan memisahkan komponen-komponen campuran
senyawa berdasarkan polaritas (Michael Heinrich et al, 2012).
2.8. Pelarut
Pelarut adalah zat yang sering digunakan untuk melarutan zat lain. Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas rendah, mudah menguap pada
suhu rendah, dapat mengekstraksi komponen senyawa dengan cepat, dapat
mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi (Prashant Tiwari et al,
2011).
Metanol merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga dapat
melarutkan analit yang bersifat polar dan nonpolar. Metanol dapat menarik
alkaloid, steroid, saponin, dan flavonoid dari tanaman (Astarina et al, 2013).
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar. Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol dan
terpenoid (Pranoto et al, 2012).
n-Heksana mempunya karakteristik sangat tidak polar, volatile, mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul n-heksan adalah 86,2
gram/mol dengan titik leleh -94,3o C sampai –95,3o C. Titik didih n-heksan pada
tekanan 760 mmHg adalah 66o C sampai 71o C (Dainith, 1994). n-Heksan
biasanya digunakan sebagai pelarut untuk ekstraksi minyak nabati.
2.9. Antioksidan
Antioksidan adalah semua zat yang mampu memperlama atau menginhibisi
proses oksidasi zat secara signifikan dalam konsentrasi yang lebih rendah (Shebis
et al, 2013). Radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS) adalah senyawa-
senyawa seperti anion superoksida, radikal hidroksil, dan nitrit oksida, yang dapat
menyebabkan gangguan fluiditas membran, denaturasi protein, dan peroksidasi
lemak melalui pembentukan stres oksidatif yang mengarah pada kerusakan sel dan
kematian (Zeng et al, 2011).
11 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Antioksidan memiliki 2 fungsi utama antara lain fungsi primer (pendonor
atom hidrogen) dan fungsi sekunder (memperlambat laju autooksidasi). Terdapat
2 kelompok utama antioksidan di dalam sel-sel hidup yaitu antioksidan enzimatik
dan non-enzimatik. Mekanisme antioksidan terjadi pada 2 tahap reaksi: inisiasi
dan propagasi. Reaksi inisiasi merupakan tahap terbentuknya radikal bebas,
sementara reaksi propagasi adalah tahap diubahnya radikal bebas menjadi radikal
bebas lain yang lebih stabil (Shebis et al, 2013)
Salah satu cara untuk menguji aktivitas antioksidan adalah dengan
menggunakan senyawa 1,2-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH). DPPH merupakan
radikal bebas yang stabil di suhu ruang dan dapat menghasilkan larutan berwarna
violet di dalam etanol. Metode peredaman radikal bebas DPPH didasarkan pada
reduksi dari radikal bebas DPPH yang berwarna oleh penghambat radikal bebas.
Prosedur ini melibatkan pengukuran penurunan serapan DPPH pada panjang
gelombang maksimalnya, yang sebanding terhadap konsentrasi penghambat
radikal bebas yang ditambahkan ke larutan reagen DPPH. Aktivitas tersebut
dinyatakan sebagai konsentrasi efektif effective concentration (EC50) atau
inhibitory concentration (IC50) (Kedare & Singh, 2011).
Aktivitas antioksidan dapat dinyatakan dengan satuan persen inhibisi. Nilai
ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Molyneux, 2004).
%𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 = [1 − (𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙)] 𝑥100%
Berdasarkan rumus tersebut, semakin rendah nilai absorbansi sampel
terhadap milai absorbansi sampel trhadap nilai absorbansi kontrol makan semakin
tinggi aktivitas antioksidan dari sampel yang diujikan. Nilai EC50 (effective
concentration), disebut juga IC50 (inhibitory concentration), digunakan untuk
menjelaskan konsentrasi senyawa uji yang mampu menangkap 50% radikal DPPH
(W. J. Huang et al, 2010; Molyneux, 2004). Indeks aktivitas antioksidan
(antioxidant activity index / AAI) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut
(Komala et al, 2015).
12 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
𝐴𝐴𝐼 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑃𝑃𝐻 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐼𝐶50 ⁄
Tabel 2.1 Klasifikasi Antioksidan Berdasarkan AAI
(Sumber : Scherer dan Godoy, 2009)
Nilai AAI Klasifikasi Antioksidan
< 0,5 Antioksidan Lemah
0,5 – 1,0 Antioksidan Sedang
1,0 – 2,0 Antioksidan Kuat
> 2,0 Antioksidan Sangat Kuat
2.10. Spektrofotometri Inframerah
Spektrofotometri Inframerah (IR) merupakan salah satu alat yang dapat
digunakan untuk menganalisa senyawa kimia. Spektra inframerah suatu senyawa
dapat memberikan gambaran dan struktur molekul senyawa tersebut. Spektra IR
dapat dihasilkan dengan mengukur absorbs radiasi, refleksi atau emisi di daerah
IR.
Daerah inframerah pada spektrum gelombang elektromagnetik mencakup
bilangin gelombang 14.000 cm-1 hingga 10 cm-1. Daerah inframerah sedang 4000-
400 cm-1 berkaitan dengan transisi energi vibrasi dari molekul yang memberikan
informasi mengenai gugus-gugus fungsi dalam molekul tersebut. Daerah
inframerah jauh 400-10 cm-1 bermanfaat untuk menganalisis molekul yang
mengandung atom-atom berat seperti senyawa anorganik, namun membutuhkan
teknik khusus yang lebih baik (Schechter, 1971).
Informasi absorpsi inframerah pada umumnya diberikan dalam bentuk
spektrum dengan panjang gelombang (µm) atau bilangan gelombang (cm-1)
sebagai absis x dan intensitas absorpsi atau persen transmitan sebagai ordinat y.
Intensitas pita dapat dinyatakan dengan transmitan (T) atau absorban (A).
Transmitan adalah perbandingan antara fraksi sinar yang diteruskan oleh sampel
(I) dan jumlah sinar yang diterima oleh sampel tersebut (Io).
𝐴 = 𝑙𝑜𝑔1
𝑇= − log 𝑇 = −
𝐼
𝐼𝑜
13 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.11. Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance)
Karakterisasi yang dilakukan terhadap senyawa murni adalah dengan
menggunakan alat spektrometer resonansi magnet inti proton (1H-NMR).
Spektrometri resonansi magnet inti proton (1H-NMR) merupakan alat yang
berguna pada penentuan struktur molekul organik. Spektrometri resonansi
magnetik inti proton (1H-NMR) didasarkan pada pengukuran absorbs radiasi
elektromagnetik pada daerah frekuensiradio 4-600 MHz atau panjang gelombang
75-0,5 m, oleh partikel (inti atom) yang berputar di dalam medan magnet. Teknik
ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul
(Harborne, 1987).
Spektrum 1H-NMR memberikan informasi mengenai lingkungan dan
struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hydrogen (Harborne, 1987).
Sedangkan spektrometri resonansi magnetik isotop karbon 13 (13C-NMR)
digunakan untuk mengetahui jumlah atom karbon dan menentukan jenis atom
karbon pada senyawa tersebut (Sudjadi, 1985). Spektrometer (1H-NMR) biasanya
ditentukan dari larutan substansi yang akan dianalisis. Untuk itu pelarut yang
digunakan tidak boleh mengandung atom hidrogen karena akan mengganggu
puncak spektrum. Ada dua cara untuk mencegah ganggguan oleh pelarut. Pertama
dapat digunakan pelarut seperti tetraklormetana, CCl4 yang tidak mengandung
hidrogen atau pelarut yang atom hidrogennya telah diganti dengan isotopnya yaitu
deuterium, sebagai contoh CDCl3.
Adapun faktor yang mempengaruhi pergeseran kimia adalah faktor
induktif, faktor anisotropik, faktor sterik ikatan hidrogen dan pelarut yang dipakai.
Selain dipakai untuk menentukan kedudukan proton-proton, 1H-NMR dapat
menentukan perbandingan jumlah relative proton-proton tersebut yaitu dengan
mengukur intensitas dari sinyal-sinyal proton dengan alat integrator yang ada pada
1H-NMR (Silverstein et al, 1991).
Langkah yang dilakukan dalam menginterpretasikan kurva spektrum 1H-
NMR adalah jumlah sinyal menggambarkan seberapa banyak jenis proton yang
berada pada molekul analit. Kedudukan sinyal menggambarkan jenis lingkungan
kimia tempat proton tersebut berada. Intensitas sinyal menggambarkan jumlah
dari proton pada lingkungan kimia tertentu. Pemecahan puncak (splitting)
14 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menggambarkan lingkungan kimia proton lainnya yaitu proton yang berdekatan
(bertetangga) (Silverstein et al, 1991).
15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada Januari hingga Agustus 2018, di Laboratorium
Farmakognosi Fitokimia Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKes) dan Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.2. Alat dan Bahan
Pada penelitian ini digunakan alat-alat yaitu cawan petri (Anumbra®), neraca
analitik, spatula, gelas ukur (Pyrex®), labu Erlenmeyer (Pyrex®), beaker glass
(Pyrex®), hotplate (Cimarec®), magnetic stirrer, sumbat kapas, alumunium foil,
karet, plastic sheet, autoklaf (ALP Co., Ltd), labu ukur, buret, pinset, gunting,
kertas saring, plastic wrap, ose, sedotan steril, Laminar Air Flow Cabinet, bunsen,
botol, corong pisah, vial, vacuum rotary evaporator, spektrofotometer UV-Vis,
spektrofotometer Infra Merah FT-IR, dan spektrofotometer NMR.
Isolat endofit berasal dari penelitian Isolasi dan Uji Aktivitas Antioksidan
Kapang Endofit Lumut Hati (Sukandar, 2017). Media tumbuh kapang endofit
yang digunakan yaitu Potato Dextrose Agar (PDA) dan PDY broth (Potato
Dextrose Broth, Yeast Extract, dan akuades). Bahan yang digunakan adalah
DPPH Sigma Aldrich. Pelarut yang digunakan metanol, etil asetat, n-heksan,
akuades, alkohol 70%, dan metanol pro analisis.
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)
Media PDA dibuat berdasarkan metode Ramadhan (2011). Ditimbang 39
gram PDA, ditambahkan 1 liter aquades, dan dipanaskan di atas heater sambil
diaduk dengan magnetic stirrer sampai homogen. Setelah itu, disterilisasi
menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121o C. media dituang ke
dalam cawan sebanyak ± 10 mL secara aseptis dan dibiarkan memadat pada suhu
ruang.
16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.2. Pembuatan Media PDY (Potato Dextrose Yeast)
Pembuatan media PDY berdasarkan metode Ramadhan (2011) yang
dimodifikasi, sebanyak 24 gram media PDB (potato dextrose broth) dilarutkan
dalam 1 L akuades. Media PDB (potato dextrose broth) kemudain ditambahkan 2
g/L yeast extract sebagai sumber nitrogen. Media diaduk sampai homogen dan pH
6-7 . Media PDY lalu disterilisasi menggunakan autoklaf selama 15 menit pada
suhu 121o C.
3.3.3. Peremajaan Kultur Kapang Endofit
Isolat kapang yang didapat dari penelitian Sukandar (2017) diremajakan
dengan cara menginokulasikan sedikit isolat pada media PDA baru. Kemudian
diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang (Hapsari et al, 2014). Bagan peremajan
kultur kapang endofit tertera pada lampiran 2.
3.3.4. Karakterisasi Kapang Endofit
Karakterisasi kapang dilakukan dengan mengamati beberapa karakter
morfologi baik secara makroskopis maupun mikroskopis (Hapsari et al, 2014).
Bagan karakterisasi kapang endofit tertera pada lampiran 3.
3.3.5. Identifikasi Kapang Endofit
Identifikasi kapang endofit lumut hati Marchantia emarginata dilakukan
di Indonesia Culture Center, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, kawasan
Cibinong Bogor.
3.3.6. Fermentasi Kapang Endofit
Fermentasi dilakukan dengan menggunakan meggunakan metode Kumala
et al (2015) dengan modifikasi. Kapang endofit yang telah diremajakan dan
berusia 7 hari diambil 10 potong menggunakan sedotan steril berukuran 1 cm.
Potongan kapang tersebut kemudian dimasukkan ke dalam botol fermentasi 500
mL berisi 100 mL media potato destrose yeast (PDY) steril dan difermentasi
secara statis. Bagan fermentasi kapang endofit tertera pada lampiran 5.
17 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.7. Kurva Tumbuh
Pengukuran pertumbuhan kapang dilakukan berdasarkan metode
Andhikawati et al (2014) yang dimodifikasi. Isolat kapang endofit yang sudah
diremajakan ditumbuhkan pada media cair PDY. Kultur kemudian diinkubasi
pada suhu ruang selama 21 hari. Pengukuran bobot biomassa kapang dilakukan
setiap 3 hari. Miselia kapang yang tumbuh di dalam media PDY kemudian
disaring dengan menggunakan kertas saring dan dikeringkan dalam oven selama
24 jam pada suhu 105o C. Bobot kering miselia ditentukan dengan menghitung
selisih bobot antara kertas kering kosong dengan kertas saring yang berisi miselia.
Bagan kurva tumbuh tertera pada lampiran 6.
3.3.8. Ekstraksi hasil Fermentasi
Ekstraksi dilakukan pada biomassa dan supernatan. Pada biomassa,
terlebih dahulu dipisahkan dari supernatan dengan penyaringan, lalu dimaserasi
menggunaan metanol selama 7 hari. Partisi pada supernatant dilakukan
menggunakan vaccum rotary evaporator dan selanjutnya disebut sebagai fraksi
fermentasi.
3.4. Isolasi dan Pemurnian Senyawa
3.4.1. Kromatografi Lapis Tipis
Pengujian dengan KLT dilakukan dengan menggunakan plat silika gel 60
GF sebagai fase diam. Plat silika gel dibuat dengan ukuran lebar 1 cm dan panjang
5 cm pada ujung atas dan bawah diberi batas 0,5 cm. Untuk menentukan
pengembang yang optimum, dicoba berbagai komposisi pengembang.
Fraksi yang akan diuji dilarutkan terlebih dahulu dalam beberapa milliliter
pelarut yang sesuai (larutan uji), lalu ditotolkan pada titik awal pergerakan dengan
menggunakan pipa kapiler. Setelah totolan kering, dilakukan pengelusian di dalam
bejana KLT yang telah dijenuhkan dan ditutup rapat. Lempeng dikeluarkan dan
dikeringkan setelah eluen mencapai garis atas. Bercak diamati secara visual,
dengan lampu Uv pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.2. Rekristalisasi
Hasil partisi yang berbentuk kristal dimurnikan dengan cara rekristalisasi.
Kristal yang masih terdapat pengotor dilarutkan dengan pelarut atau campuran
pelarut yang sesuai, kemudian ditambahkan dengan pelarut dengan tingkat
kepolaran berbeda. Kemudian kristal dipisahkan dari pengotornya.
3.4.3. KLT Dua Dimensi
Uji kemurnian senyawa dilakukan dengan menggunakan kromatografi
lapis tipis dua dimensi. KLT dua dimensi dilakukan terhadap senyawa aktif
antioksidan yang didapatkan. Plat KLT dibuat dengan bentuk bujur sangkar yang
setiap sisinya memiliki ukuran 5 cm. Fraksi yang akan diuji dilarutkan terlebih
dahulu dalam beberapa milliliter pelarut yang sesuai (larutan uji), lalu ditotolkan
pada titik awal pergerakan dengan menggunakan pipa kapiler. Setelah totolan
kering, dilakukan pengelusian di dalam bejana KLT yang telah dijenuhkan dan
ditutup rapat. Lempeng dikeluarkan dan dikeringkan setelah eluen mencapai garis
atas. Kemudian plat KLT dielusi kembali pada sisi lainnya dengan menggunakan
fase gerak yang sama, bercak dilihat dibawah lampu UV 254 nm.
3.5. Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH
3.5.1. Uji Kualitatif Antioksidan dengan KLT
Pengujian aktivitas antioksidan secara kualitatif dilakukan dengan
menggunakan metode Basma et al (2011) dengan modifikasi. Fraksi fermentasi
ditotolkan pada pelat KLT lalu dilakukan pemisahan menggunakan pelarut yang
sesuai hingga batas yang ditentukan. Setelah itu, dibuat reagen berupa larutan
DPPH 0,25 mM dengan cara melarutkan 4,9 mg serbuk DPPH ke dalam 50 mL
metanol pro analisis. Pelat KLT lalu disemprot menggunakan reagen hingga
seluruh permukaan pelat terbasahi. Pelat yang telah disemprot dibiarkan selama
30 menit pada ruangan tertutup. Pola bercak lalu diamati pada pelat KLT untuk
menentukan fraksi yang berpotensi memiliki aktivitas antioksidan.
19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5.2. Uji Kuantitatif Antioksidan
Uji ini dilakukan dengan menggunakan metode Komala et al (2015).
Fraksi fermentasi yang telah diuji aktivitas antioksidannya secara kualitatif
kemudian dibuat variasi konsentrasi (200, 100, 50, 25, 12,5, 6,25 μg/ml) di dalam
4 ml metanol lalu ditambahkan 1 mL reagen DPPH 0,25 mM (sebanyak 4,9 mg
DPPH dilarutkan ke dalam 50 mL metanol). Campuran yang telah dibuat tersebut
kemudian dikocok kuat-kuat dan dibiarkan di dalam kondisi gelap selama 30
menit. Absorbansi dari masing-masing campuran diukur menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum DPPH yang
ditentukan dari blanko. Blanko dibuat dengan memipet 1 mL reagen 0,25 mM ke
dalam 4 mL metanol pro analisis. Pada uji digunakan vitamin C sebagai standar.
Aktivitas antioksidan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (W. J.
Huang et al, 2010; Komala et al, 2015).
𝐴𝐴𝐼 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐷𝑃𝑃𝐻 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐼𝐶50 ⁄
3.6.Penentuan Struktur Molekul Senyawa Murni
3.6.1. Spektrofotometer Inframerah FT – IR
Analisis presipitan dilakukan dengan spektroskopi inframerah. Sampel
spektroskopi inframerah, 1 mg dicampur dengan 200 mg KBr, kemudian dibuat
pellet, sampel dimasukan ke dalam holder. Jika alat sudah siap, sampel
dimasukkan ke dalam alat dan mulai dideteksi (Soejoko et al, 2002).
3.6.2. 1H-NMR
Identifikasi dan penentuan struktur molekul dilakukan terhadap senyawa
murni dengan spektrometri resonansi magnetik inti proton (1H-NMR). Sejumlah 1
mg senyawa murni dilarutkan dengan 1 mL pelarut khusus untuk NMR yaitu
CDCl3. Selanjutnya diukur dengan alat spektroskopi 1H-NMR
20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Identifikasi Kapang Endofit
Isolat kapang endofit yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
hasil isolasi yang dilakukan oleh Sukandar pada tahun 2017. Identifikasi
dilakukan di Indonesian Culture Center, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Cibinong. Hasil identifikasi isolat kapang endofit menunjukkan bahwa isolat
tersebut adalah Daldinia eschscholtzii. Surat pernyatan hasil identifikasi kapang
endofit dapat dilihat pada lampiran 4.
Secara makroskopis, D. eschscholtzi berwarna abu-abu dan hitam kehijauan,
permukaan kapang rata dan tipis, terdapat tetesan eksudat hitam, tidak terdapat
garis-garis radial, dan memiliki lingkaran-lingkaran konsentris. Warna sebalik D.
eschscholtzi yaitu abu-abu dan hitam kehijauan, dan tepi tidak rata berwarna
putih. Secara mikrokospis D. eschscholtzi memiliki septat pada hifa, dengan
pertumbuhan hifa bercabang, dan jenis hifa hialin.
(a) (b)
Gambar 4.1 Daldinia eschscholtzii tampak (a) depan (b) sebalik
21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.2 Mikroskopis D.eschscholtzii
4.2. Fermentasi dan Ekstraksi
Fermentasi yang dilakukan pada Daldinia escholtzii bertujuan untuk
mendapatkan senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan. Pada penelitian
digunakan metode statis selama 21 hari pada suhu 28o C (Kumala et al, 2015
dengan modifikasi). Hal ini dapat dibuktikan dengan dibuatnya kurva
pertumbuhan D.eschscholtzii. Periode fermentasi dimaksudkan agar kapang telah
melewati fase stasioner yang merupakan fase produksi metabolit sekunder (Shirly
Kumala & Pratiwi, 2014).
Fermentasi dilakukan dengan menggunakan media Potato Dextrose Yeast
(PDY). Media PDY digunakan karena mengandung sumber karbon yang berasal
dari kentang dan dextrose serta mengandung nitrogen yang berasal dari yeast
extract (Kumala et al, 2015). Sumber karbon merupakan komponen terpenting
dalam medium pertumbuhan karena sel-sel mikroba sebagian besar terdiri dari
unsur karbon dan nitrogen (Kusumaningtyas et al, 2010).
Pemilihan media PDY sebagai media fermentasi juga dikarenakan media
PDY merupakan media cair. Penggunaan media cair pada fermentasi memiliki
keuntungan yaitu dapat diatur jenis dan kensentrasi komponen media sehingga
dapat memberikan kondisi optimal dalam pertumbuhan kapang, serta penggunaan
media menjadi lebih efektif (Sulistyaningrum, 2008). Dengan demikian, proses
fermentasi dapat berjalan dengan maksimal dan metabolit sekunder yang
dihasilkan menjadi lebih banyak.
22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil fermentasi disaring sehingga diperoleh supernatan dan biomassa.
Supernatan yang dihasilkan mengandung metabolit sekunder ekstraseluler dan
biomassa yang dihasilkan mengandung metabolit sekunder intra seluler (Shirly
Kumala & Pratiwi, 2014). Supernatan kemudian diekstraksi secara cair-cair
dengan menggunakan n-heksan kemudian diekstraksi lebih lanjut dengan
menggunakan etil asetat, sementara biomassa dimaserasi menggunakan metanol
selama 7 hari. Maserasi dilakukan sampai maserat berwarna bening agar
memaksilkan ekstraksi metabolit sekunder. Ekstrak yang didapat kemudian
dipekatkan menggunakan rotary vacuum evaporator. Berikut data perolehan
bobot esktrak yang didapat.
Tabel 4.1 Data Perolehan Bobot Ekstrak Fermentasi Isolat Kapang Endofit
Kode Isolat
Bobot Ekstrak Fermentasi
Metanol Etil Asetat n-Heksan
D.eschscholtzii 200 mg 540 mg 200 mg
4.3. Kurva Tumbuh Daldinia eschscholtzii
Pertumbuhan D. eschscholtzii dilakukan pada media cair yaitu Potato
Dextrose Broth yang ditambahkan dengan Yeast Extract dan diinkubasi selama 21
hari pada suhu ruang dengan kondisi statis. Setelah diinkubasi selama 21 hari
dihasilkan miselium berwarna putih pada seluruh permukaan media seperti yang
terlihat pada Gambar 4.3. Pertumbuhan kapang dihitung berdasarkan berat kering
miselium. Tingkat pertumbuhan D. eschscholtzii yang diisolasi dari tumbuhan
lumut Marchantia emarginata Reinw., Blume & Nees berada pada kisaran 0.45-
0.94 gram.
Tingkat pertumbuhan tertinggi pada D.eschscholtzii dicapai pada hari ke 21
dengan berat miselia mencapai 0.94 gram. Pada gambar 4.4 diketahui bahwa
kurva pertumbuhan D. eschscholtzii langsung memasuki fase eksponensial pada
hari ke 0 hingga hari ke 15. Hal ini disebabkan karena media yang digunakan pada
proses peremajaan dan fermentasi sama yaitu menggunakan kentang. Fase
23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
stasioner didapat pada hari ke 15 hingga hari ke 21. Data berat miselium kapang
tertera pada lampiran 7.
Gambar 4.3 Pertumbuhan D. eschscholtzii pada Media PDY
Gambar 4.4 Kurva Pertumbuhan D. eschscholtzii
4.4. Uji Aktivitas Antioksidan Kualitatif dengan KLT
Uji aktivitas antioksidan fraksi fermentasi D.eschscholtzii dilakukan dengan
menggunakan metode penangkapan radikal bebas DPPH (2,2-difenil-1-
pikrihidrazil). Metode DPPH dipilih karena memerlukan sedikit sampel, prosedur
kerjanya yang sederhana, mudah, waktu pengerjaan yang relatif cepat dibanding
metode lain, dan peka untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dari senyawa
bahan alam. Pada metode ini, DPPH bertindak sebagai model radikal bebas yang
akan berikatan dengan senyawa antioksidan (Sri Wahdaningsih et al, 2013).
Skema reaksi antara DPPH dan antioksidan dapat dilihat pada Gambar 4.5.
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 3 6 9 12 15 18 21 24
Be
rat
mis
elia
(g)
Waktu (hari)
24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.5 Skema Reaksi DPPH dengan Antioksidan
(Molyneux, 2004)
Pada uji kualitatif ini dilakukan dengan menggunakan metode Basma et al
(2011) dengan modifikasi. Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol dilarutkan
sedikit ke dalam pelarutnya. Masing-masing ekstrak ditotolkan ke atas plat KLT
dengan panjang 5 cm. Plat KLT kemudian dielusi dengan eluen yang sesuai.
Eluen yang digunakan yaitu n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 9:1.
Larutan DPPH 0,25 mM kemudian disemprotkan ke atas plat KLT yang telah
dielusi.
Pola bercak pada KLT kemudian diamati untuk menentukan fraksi mana
yang berpotensi memiliki aktivitas antioksidan. Fraksi yang beraktivitas
antioksidan akan menimbulkan bercak kuning pada KLT yang disemprot DPPH
0,25 mM. Hal ini terjadi akibat adanya reduksi DPPH. Ikatan antara DPPH
dengan atom hidrogen yang didonorkan oleh senyawa antioksidan akan
membentuk senyawa non radikal (difenilpikrilhidrazin) berwarna kuning pucat
(peristiwa dekolorisasi) (Molyneux, 2004). Hasil uji aktivitas secara kualitatif
pada ekstrak fermentasi D. eschscholtzii kapang endofit tertera pada tabel 4.1.
Berdasarkan hasil pengujian kualitatif, didapatkan bahwa fraksi etil asetat
dari D. eschscholtzii berpotensi sebagai antioksidan karena dihasilkan bercak
kuning yang intensif. Oleh karenanya, fraksi etil asetat tersebut akan digunakan
untuk uji kuantitatif DPPH.
25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2 Pengujian Aktivitas Antioksidan Kuantitatif Ekstrak Fermentasi Kapang Endofit
Ekstrak Panjang Gelombang Uji Kualitatif
DPPH 254 nm 366 nm
n-Heksan
Etil Asetat
Metanol
26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5. Uji Kuantitatif Antioksidan Fraksi Fermentasi
Fraksi etil asetat D. eschscholtzii selanjutnya diuji aktivitas antioksidan
secara kuantitatif menggunakan metode Komala et al (2015). Sebelum pengujian
dibuat larutan induk sebanyak 100 ppm dengan melarutkan 5 mg sampel ke dalam
50 mL metanol pro Analisa. Dari larutan induk kemudian dibuat variasi
konsentrasi 100; 50; 25; 12,5; 6,25 µg/mL. Variasi konsentrasi ditentukan
berdasarkan penggolongan antioksidan yaitu antioksidan sangat kuat (IC50 < 50
µg/mL), antioksidan kuat (IC50 50 – 100 µg/mL), antioksidan sedang (IC50 101 –
150 µg/mL) dan antioksidan lemah (IC50 151 – 200 µg/mL) (Blois Marden S,
1958).
Pengujian antioksidan kuantitatif dilakukan dengan menambahkan 1 mL
reagen DPPH 0,25 mM ke dalam 4 mL larutan uji. Pengujian secara kuantitatif ini
dilakukan untuk mengetahui absorbansi DPPH yang tersisa setelah ditambahkan
ekstrak. Jika suatu senyawa memiliki aktivitas sebagai antioksidan, maka akan
terjadi penurunan nilai absorbansi DPPH pada panjang gelombang maksimumnya.
Penurunan absorbansi DPPH diukur terhadap absorbansi kontrol yaitu absorbansi
DPPH dalam metanol pro analisa tanpa penambahan bahan uji. Penurunan
absorbansi DPPH ditunjukkan dengan terjadinya degradasi warna DPPH dari
warna ungu menjadi warna kuning. Perubahan warna DPPH terjadi karena adanya
senyawa yang dapat memberikan radikal hidrogen kepada radikal DPPH sehingga
tereduksi menjadi DPPH-H (l,2-difenil-2-pikrilhidrazin) (Molyneux, 2004).
Proses degradasi warna DPPH berbanding lurus dengan konsentrasi ekstrak yang
ditambahkan.
Profil absorbansi terbaik didapat dari DPPH yang dilarutkan dalam metanol
dengan konsentrasi antara 0,01 mM hingga 0,25 mM (Sharma & Bhat, 2009).
Campuran larutan uji reagen DPPH 0,25 mM yang telah dibuat kemudian dikocok
kuat-kuat dan diinkubasi di dalam ruangan gelap selama 30 menit. Pengukuran
absorbansi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
Pada hasil pengukuran panjang gelombang DPPH dengan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis menunjukkan bahwa serapan maksimum DPPH berada
pada panjang gelombang 515,8 nm. Kurva panjang gelombang maksimum DPPH
terdapat pada lampiran 8. Hal ini menunjukkan bahwa DPPH yang digunakan
27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
adalah benar karena sesuai dengan literatur yaitu 515-520 nm (Locatelli et al,
2009). Semua lautan uji dan pembanding diukur nilai absorbansinya pada panjang
gelombang 515,8 nm.
Nilai absorbansi DPPH yang diperoleh digunakan untuk menentukan nilai
presentasi penghambatan radikal DPPH (% inhibisi), kemudian dapat ditentukan
nilai inhibitory concentration (IC50) ekstrak yang diujikan. Setelah diperoleh nilai
IC50, dihitung nilai antioxidant activity index (AAI) dari masing-masing ekstrak.
Hasil dari pengujian kuantitatif fraksi etil asetat yang didapat tertera pada tabel 4.3
dengan data lengkap tertera pada lampiran 12.
Tabel 4.3 Hasil Uji Antioksidan Kuantitatif
No Ekstrak Persamaan Linear IC50 (ppm) AAI
1. Etil Asetat y = 0,4322x + 2,6296
R2 = 0,9872 109,35 0,89
2. Vitamin C y = 13,875x – 0,513
R2 = 0,9974 3,64 26,92
Pada penelitian didapat data IC50 dan AAI dari fraksi etil asetat adalah 109,35
µg/mL dan 0,89. Nilai IC50 dan AAI tersebut menunjukkan bahwa fraksi etil
asetat memiliki aktivitas antioksidan sedang. Sedangkan data IC50 dan AAI dari
vitamin C adalah 3,64 µg/mL dan 26,92. Nilai IC50 dan AAI tersebut
menunjukkan bahwa vitamin C memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat.
Pada uji ini, vitamin C digunakan sebagai standar. Vitamin C (asam L-
askorbat) digunakan karena termasuk antioksidan yang beraksi cepat dengan
DPPH selain itu vitamin C juga berfungsi sebagai penangkap radikal bebas dan
mencegah terjadinya reaksi berantai (Barrita & Sánchez, 2013). Vitamin C
termasuk golongan antioksidan sekunder yang mampu menangkal berbagai
radikal bebas. Hal ini dikarenakan radikal bebas memiliki gugus hidroksi bebas
yang bertindak sebagai penangkap radikal bebas dan jika mempunyai gugus
polihidroksi akan meningkatkan aktivitas antioksidan (Barrita & Sánchez, 2013).
28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.6. Isolasi Senyawa Murni
Berdasarkan pengujian aktivitas antioksidan dapat disimpulkan bahwa
senyawa yang terdapat pada fraksi etil asetat memiliki aktivitas antioksidan yang
baik. Sehingga dilakukan proses pemurnian senyawa tersebut dengan
menggunakan metode rekristalisasi. Teknik rekristalisasi yang digunakan
merupakan rekristalisasi dengan multi pelarut.
Fraksi etil asetat dilarutkan dalam pelarut n-heksan, kemudian ditambahkan
metanol secara perlahan. Senyawa dan pengotor akan larut dalam pelarut dan
mengendap, sedangkan senyawa yang lain (selain senyawa utama) akan tetap
berada dalam larutan. Senyawa murni didapatkan dari fraksi etil asetat untuk
kemudian dinamakan sebagai C2EA.
Gambar 4.6 Hasil Rekristalisasi
4.7. Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi
KLT dua dimensi dilakukan untuk menguji kemurnian suatu senyawa dilihat
dari bercak yang dihasilkan dengan kromatografi secara dua arah. Senyawa
dikatakan murni apabila memiliki bercak tunggal setelah dilakukan dengan
pengujian dengan KLT dua dimensi.
Pada uji ini, plat KT dipotong dengan ukuran 5x5 cm, sampel kemudian
dielusi dengan menggunakan fase gerak n-Heksan : etil asetat (9:1). Plat
selanjutnya diputar 90 derajat dan dielusi kembali menggunakan pelarut yang
sama. Bercak diamati di bawah lampu UV (panjang gelombang 254 nm dan 356
nm). Hasil KLT dua dimensi dari senyawa C2EA menunjukkan tailing, sehingga
perlu dilakukan isolasi lebih lanjut.
29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(a) (b)
Gambar 4.7 KLT Dua Dimensi (a) panjang gelombang 254 nm (b) panjang gelombang
356 nm
4.8. Penentuan Struktur Senyawa
4.8.1. Spektrofotometri Infra Red
Identifikasi senyawa C2EA dilakukan dengan analisis spektrofotometri
infra merah (IR) dengan pellet KBr pada rentang bilangan 4000-400 yang
bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi dari senyawa yang diperoleh. Hasil dari
pengukuran dengan spektrofotometri infra red ditunjukkan pada Gambar 4.7.
Gambar 4.8 Spektrum Infra Merah Senyawa C2EA
Analisis spektrum infra merah dari senyawa C2EA menunjukkan
kemungkinan terdapat beberapa gugus fungsi. Pada daerah bilangan gelombang
30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(v) 3458,71 cm-1 yang ditandai dengan pita yang lebar dengan intensitas sedang
yang diidentifikasi sebagai ikatan O – H. Terdapat ikatan C – H pada daerah
bilangan 2920,66 cm-1 dan 2851,24 cm-1. Serta terdapat ikatan C = C alifatik pada
daerah 1634,38 cm-1. Data bilangan gelombang spectrum FT-IR senyawa C2EA
tertera pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data Bilangan Gelombang Spektrum FT-IR Senyawa C2EA
Bilangan Gelombang (cm-1) Jenis Ikatan
3458,71 Regang O – H; N – H
2920,66 Regang C – H; - C ≡ ; C – H; C = C –
H; Ar – H
2851,24 Regang C – H; CH3; CH2; - H
2355,62 Regang C ≡ C; C ≡ N
1634,38 Regang C = C (alifatik dan aromatic);
C = N
1469,49 Lentur C – H
4.8.2. Resonasi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
Analisis struktur kimia dengan menggunakan 1H-NMR berguna untuk
mengetahui adanya proton dalam suatu struktur molekul. Data yang didapat dari
1H-NMR berupa pergeseran kimia yang dapat dianggap sebgai ciri bagian tertentu
dari suatu struktur molekul dan dapat membantu mengidentifikasi tiap gugus
suatu senyawa. Analisa 1H-NMR dilakukan dengan menggunakan pelarut CDCl3
sistem kosol DD2, yang beroperasi pada frekuensi 500 MHz (1H). Senyawa C2EA
yang telah dianalisis menunjukkan spektrum seperti pada Gambar 4.9 dan data
pergeseran kimia proton (δH) disajikan dalam Tabel 4.5.
Dari data spektrum 1H-NMR yang diperoleh, senyawa C2EA memiliki
satu gugus hidrokarbon (CH) pada nilai pergeseran kimia antara 0,83-0,86 ppm,
satu gugus metil (CH3) pada pergeseran kimia 0,88 ppm, delapan gugus metil
(CH3) pada pergeseran 1,26 ppm, serta satu gugus metilen (CH2) pada pergeseran
kimia 1,55 ppm. Senyawa yang terdapat dalam fraksi etil asetat belum dapat
31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diprediksikan, sehingga diperlukan data NMR full spektrum untuk menentukan
struktur senyawa tersebut.
Tabel 4.5 Tabel Pergeseran Kimia Senyawa C2EA
δH Gugus Fungsi
0,83 – 0,86 1H (CH)
0,88 3H (CH3)
1,26 24H (8CH3)
1,55 2H (CH2)
Gambar 4.9 Spektrum 1H – NMR Fraksi Etil Asetat Isolat MEC 2
32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1) Kapang endofit yang digunakan pada penelitian termasuk ke dalam spesies
Daldinia eschscholtzii.
2) Isolasi senyawa dilakukan terhadap fraksi aktif antioksidan terbaik yaitu fraksi
etil asetat dengan AAI sebesar 0,89 dan IC50 sebesar 109,35 yang termasuk ke
dalam antioksidan sedang.
3) Data hasil 1H – NMR menunjukkan bahwa senyawa yang didapat memiliki
gugus hidrokarbon (CH), metilen (CH2), dan metil (CH3). Namun, senyawa
tersebut belum dapat diprediksi strukturnya, sehingga diperlukan data dari
instrumen pendukung lain.
5.2. Saran
1) Dilakukan optimasi kondisi fermentasi dan ekstraksi terhadap isolat kapang
endofit.
2) Dilakukan optimasi teknik isolasi senyawa metabolit sekunder terhadap isolat
kapang endofit.
3) Diperlukan data lebih lanjut mengenai penentuan struktur senyawa yang
meliputi data LC – MS, 13C – NMR dan NMR dua dimensi (HMBC, HMQC
dan NOESY) sebagai data pendukung.
33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Agnieszka Ludwiczuk, Fumihiro Nagashima, S. Robbert Gradstein, Y. A. (2008).
Volatile components from selected Mexican, Ecuadorian, Greek, German
and Japanese liverworts, 3(2), 133–140.
Andhikawati, A., Oktavia, Y., Ibrahim, B., & Tarman, K. (2014). Isolasi dan
Penapisan Kapang Laut Endofit Penghasil Selulase. Jurnal Ilmu Dan
Teknologi Kelautan Tropis, 6(1), 219–228.
Asakawa, Y. (2004). Chemosystematics of the Hepaticae. Phytochemistry, 65(6),
623–669. https://doi.org/10.1016/j.phytochem.2004.01.003
Asakawa, Y. (2012). Liverworts-Potential Source of Medicinal Compounds.
Medicinal & Aromatic Plants, 01(03), 3067–3088.
https://doi.org/10.4172/2167-0412.1000e114
Astarina, N.W.G., Astuti, K.W., Warditiani, N. K. (2013). Skrining Fitokimia
Ekstrak Metanol Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb).
B, H. J. (1987). Metode Fitokimia. (K. Radmawinata, Ed.). Bandung: Penerbit
ITB.
Barrita, J., & Sánchez, M. (2013). Antioxidant Role of Ascorbic Acid and His
Protective Effects on Chronic Diseases. https://doi.org/10.5772/52181
Basma, A. A., Zakaria, Z., Latha, L. Y., & Sasidharan, S. (2011). Antioxidant
activity and phytochemical screening of the methanol extracts of Euphorbia
hirta L. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, 4(5), 386–390.
https://doi.org/10.1016/S1995-7645(11)60109-0
Blois Marden S. (1958). Antioxidant Determination by the Use of a Stable Free
Radical. Group, 181(4617), 1199–1200. https://doi.org/10.1038/1811199a0
Dainith, J. (1994). Kamus Lengkap Kimia. (S. Achmadi, Ed.). Jakarta: Erlangga.
Gandjar, I. (2006). Mikologi: Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Ganley, R. J., & Newcombe, G. (2006). Fungal endophytes in seeds and needles
of Pinus monticola. Mycological Research, 110(3), 318–327.
https://doi.org/10.1016/j.mycres.2005.10.005
Glime, J. M. (2017). Marchantiophyta Chapter 2-3 (Vol. 1). Michigan: Michigan
Technological University and the International Association of Bryologists.
Goffinet. B, S. A. J. (2009). Bryophyte Biology 2nd ed. New York: Cambrige
University Press.
Gupta, S. K., Sharma, A., Moktan, S., Sikkim, E., & Bengal, W. (2015). a Review
on Some Species of Marchantia With Reference To Distribution ,
Characterization and, 4(04), 1576–1588.
Hapsari, R. Q., Djauhari, S., & Sulistyowati, L. (2014). KEANEKARAGAMAN
JAMUR ENDOFIT AKAR KANGKUNG DARAT ( Ipomoea reptans Poir.)
PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL. Jurnal
34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hama Dan Penyakit Tanaman, 2(1), 1–10.
Huang, W. J., Wu, C. L., Lin, C. W., Chi, L. L., Chen, P. Y., Chiu, C. J., … Chen,
C. N. (2010). Marchantin A, a cyclic bis(bibenzyl ether), isolated from the
liverwort Marchantia emarginata subsp. tosana induces apoptosis in human
MCF-7 breast cancer cells. Cancer Letters, 291(1), 108–119.
https://doi.org/10.1016/j.canlet.2009.10.006
Huang, W. Y., Cai, Y. Z., Hyde, K. D., Corke, H., & Sun, M. (2007). Endophytic
fungi from Nerium oleander L (Apocynaceae): Main constituents and
antioxidant activity. World Journal of Microbiology and Biotechnology,
23(9), 1253–1263. https://doi.org/10.1007/s11274-007-9357-z
Hung, P. Q., Kumar, S. M., Govindsamy, V., & Annapurna, K. (2007). Isolation
and characterization of endophytic bacteria from wild and cultivated soybean
varieties. Biology and Fertility of Soils, 44(1), 155–162.
https://doi.org/10.1007/s00374-007-0189-7
Kedare, S. B., & Singh, R. P. (2011). Genesis and development of DPPH method
of antioxidant assay. Journal of Food Science and Technology, 48(4), 412–
422. https://doi.org/10.1007/s13197-011-0251-1
Kenneth L. Williamson, K. M. M. (2011). Macroscale and Microscale Organic
Experiments. (S. Kiselica, Ed.). Pennsylvania: Charles Hartford.
Komala, I., Azrifitria, Y., Betha, O. S., Muliati, F., & Ni’Mah, M. (2015).
Antioxidant and anti-inflammatory activity of the indonesian ferns,
Nephrolepis falcata and pyrrosia lanceolata. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 7(12), 162–165.
Kumala, S., DwiYuliani, K., & Simanjuntak, P. (2015). Antimicrobial activity of
secondary metabolites produced by endophytic fungi isolated from stems of
Jati tree (Tectonagrandis L.F). International Journal of Pharmaceutical
Sciences and Research, 6(6), 2349–2353.
https://doi.org/10.13040/IJPSR.0975-8232.6(6).2349-53
Kumala, S., & Pratiwi, A. A. (2014). Efek Antimikroba dari Kapang Endofit
Ranting Tanaman Biduri. Penelitian Artikel, 7(2), 111–120.
Kusumaningtyas, E., Natasia, M., & Darmono. (2010). POTENSI METABOLIT
KAPANG ENDOFIT RIMPANG LENGKUAS MERAH DALAM
MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Eschericia coli DAN Staphylococcus
aureus DENGAN MEDIA FERMENTASI POTATO DEXTROSE BROTH
( PDB ) DAN POTATO DEXTROSE YEAST ( PDY ) ( The Potentials of
Metabolite of Endoph. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan
Veteriner, 819–824.
Locatelli, M., Gindro, R., Travaglia, F., Coïsson, J. D., Rinaldi, M., & Arlorio, M.
(2009). Study of the DPPH{radical dot}-scavenging activity: Development
of a free software for the correct interpretation of data. Food Chemistry,
114(3), 889–897. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2008.10.035
Melliawati, R. (2006). Study on endophytic bacteria for bioactive compound
production use as plant protection agent. Biodiversitas, Journal of Biological
35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Diversity, 7, 221–224. https://doi.org/10.13057/biodiv/d070305
Michael Heinrich, Joanne Barnes, Simon Gibbons, E. M. Wi. (2012).
Fundamentals of Pharmacognosy and Phytotherapy. Philadelpia: Elsevier.
Molyneux, P. (2004). The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicryl-hydrazyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal of
Science and Technology, 26(December 2003), 211–219.
https://doi.org/10.1287/isre.6.2.144
Pinalia, A. (2012). Penentuan Metode Rekristalisasi Yang Tepat Untuk
Meningkatkan Kemurnian Kristal Amonium Perklorat (Ap). Majalah Sains
Dan Teknologi Dirgantara, 6(2), 64–70. Retrieved from
http://103.16.223.15/index.php/majalah_sains_tekgan/article/view/1635
Pranoto, E. N., Ma’ruf, W. F., & Pringgenies, D. (2012). KAJIAN AKTIVITAS
BIOAKTIF EKSTRAK TERIPANG PASIR ( Holothuria scabra )
TERHADAP JAMUR Candida albicans. Jurnal Pengolahan Dan
Bioteknologi Hasil Perikanan, 1(2005), 1–8.
Prashant Tiwari, B., Kumar, M. K., & Gurpreet Kaur, H. K. (2011).
Phytochemical screening and extraction - A review. Internationale
Pharmaceutica Sciencia, 1(1), 98–106.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/B978-0-12-800018-2.00009-1
R. M. Silverstein, G. C. Bassler, T. C. M. (1991). Spectrometric Identification of
Organic Compound (5th edition). New York: John Wiley & Sons Ltd.
https://doi.org/10.1002/oms.1210260923
Radji, M. (2005). Peranan Bioteknologi Dan Mikroba Endofit Dalam
Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian, 2(3), 113–126.
https://doi.org/10.7454/psr.v2i3.3388
Ramadhan, M. G. (2011). Skrining dan Uji Aktivitas Penghambatan α-
Glukosidase dari Kapang Endofit Daun Johar (Cassia siamea Lamk.).
Depok : Universitas Indonesia.
Schechter, M. (1971). Principles of functional analysis. New York: Academic
Press.
Schulz, B., Boyle, C., Draeger, S., Römmert, A.-K., & Krohn, K. (2002).
Endophytic fungi: a source of novel biologically active secondary
metabolites. Mycological Research, 106(9), 996–1004.
https://doi.org/10.1017/S0953756202006342
Sharma, O. P., & Bhat, T. K. (2009). DPPH antioxidant assay revisited. Food
Chemistry, 113(4), 1202–1205.
https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2008.08.008
Shebis, Y., Iluz, D., Kinel-Tahan, Y., Dubinsky, Z., & Yehoshua, Y. (2013).
Natural Antioxidants: Function and Sources. Food and Nutrition Sciences,
04(06), 643–649. https://doi.org/10.4236/fns.2013.46083
Simpson, M. G. (2006). Plant Systematics. London: Elsevier Academic Press.
Soejoko, D. S., Fisika, D., Matematika, F., Alam, P., & Indonesia, U. (2002).
36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil Presipitasi, 6(3), 117–120.
Sri Wahdaningsih, Subagus Wahyuono, E. P. S. (2013). ISOLATION AND
IDENTIFICATION OF ANTIOXIDANT COMPOUNDS IN FERN STEMS
( Alsophila glauca J . SM ) USING DPPH METHOD (2,2-Diphenyl-1-
Picryhydrazyl), 18(January), 5–10.
Strobel G, D. B. (2003). Bioprospecting for microbial endophytes and their
natural product. Microbiology and Molecular Biology Review, 67(4), 491–
402. https://doi.org/10.1128/MMBR.67.4.491
Sudjadi. (1985). Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sulistyaningrum, L. S. (2008). Optimasi Fermentasi Asam Kojat Oleh Galur
Mutan Aspergillus falvus NTGA7A4UVE10. Fmipa Ui, (16), 4–20.
Sulistyowati, D. A., Perwati, L. K., & Wiryani, E. (2014). Keanekaragaman
Marchantiophyta Epifit Zona Montana di Kawasan Gunung Ungaran , Jawa
Tengah Desy Aristria Sulistyowati , Lilih Khotim Perwati dan Erry Wiryani
Abstrak. Bioma, 16(1), 26–32.
Svehla. G, V. A. . (1985). Buku Tekas Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. (L. Setiono, Ed.). Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka.
Wilson, D. (1995). Endophyte: The Evolution of a Term, and Clarification of Its
Use and Definition. Oikos, 73(2), 274. https://doi.org/10.2307/3545919
Zeng, P. Y., Wu, J. G., Liao, L. M., Chen, T. Q., Wu, J. Z., & Wong, K. H.
(2011). In vitro antioxidant activities of endophytic fungi isolated from the
liverwort Scapania verrucosa. Genetics and Molecular Research, 10(4),
3169–3179. https://doi.org/10.4238/2011.December.20.1
Zhang, T., Zhang, Y. Q., Liu, H. Y., Wei, Y. Z., Li, H. L., Su, J., … Yu, L. Y.
(2013). Diversity and cold adaptation of culturable endophytic fungi from
bryophytes in the Fildes Region, King George Island, maritime Antarctica.
FEMS Microbiology Letters, 341(1), 52–61. https://doi.org/10.1111/1574-
6968.12090
37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan Alur Penelitian
Isolat Kapang Endofit MEC 2
Peremajaan Kaoang Endofit
MEC 2
Karakteristik Kapang Endofit
MEC 2
Fermentasi dan Pembuatan
Kurva Tumbuh
Ekstraksi Kapang Endofit
Fraksi n – Heksan Fraksi Etil Asetat Fraksi Metanol
Uji Kualitatif DPPH
Uji Kuantitatif DPPH
Penentuan Struktur Molekul Senyawa Murni
Spektrofotometer
Infrared (IR)
Spektroskopi
Nuclear Magnetic
Resonance
38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2 Bagan Peremajaan Kapang
Lampiran 3 Bagan Karakterisasi Kapang Endofit
Isolat kapang
yang didapat
dari penelitian
Sukandar
(2017)
Diinokulasikan
ke dalam cawan
petri yang berisi
media PDA
Diinkubasi
selama 7 hari
pada suhu ruang
Isolat
kapang
39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4 Hasil Identifikasi Kapang Endofit Isolat MEC 2
40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Bagan Fermentasi dan Ekstraksi Kapang Endofit
Kapang endofit usia 7 hari
Fermentasi menggunakan
metode statis selama 14 hari
pada suhu 28o C
Disaring dengan kertas saring
Supernatan Biomassa
Diambil 5 potong isolat beruluran 1 cm
dan dimasukkan ke dalam botol 500 ml
berisi 100 mL media PDY steril
Fraksi n -
Heksan
Ekstrak
fraksi n -
Heksan
Fraksi
air
Fraksi etil
aseta
Fraksi
air
Dipekatkan
Ekstrak
fraksi etil
asetat
Dipekatkan
Ekstrak
fraksi
metanol
Dimaserasi dengan
metanol selama 7 hari,
disaring dan dipekatkan
(+) n - Heksan
(+) etil asetat
41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6 Bagan Kurva Tumbuh
Isolat kapang endofit yang
sudah diremajakan dan
ditumbuhkan pada media PDY
Pada hari ke 0, 3, 6, 9, 12, 15,
18, 21 isolat disaring dengan
kertas saring
Supernatan Biomassa
Dioven pada
suhu 105o C
selama 24 jam
Bobot kering
miselia
ditimbang
42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7 Data Berat Miselia Kapang
Hari ke – 0 0,54 gram
Hari ke – 3 0,58 gram
Hari ke – 6 0,67 gram
Hari ke – 9 0,83 gram
Hari ke – 12 0,89 gram
43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hari ke – 15 0,99 gram
Hari ke – 18 1,02 gram
Hari ke – 21 1,04 gram
44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Panjang Gelombang Maksimum DPPH
45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji
Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Fraksi Ekstrak Fermentasi Etil Asetat Isolat
MEC II
Fraksi Ekstrak
Fermentasi Etil Asetat Absorbansi
Absorbansi Rata-
rata I (%)
Blanko 0,578 0,578 -
100 ppm
0,323
0,316 45,33 0,307
0,318
50 ppm
0,430
0,437 24,39 0,440
0,440
25 ppm
0,480
0,483 16,44 0,483
0,486
12,5 ppm
0,516
0,533 7,79 0,523
0,560
6,25 ppm
0,550
0,560 3,14 0,554
0,576
y = 0.4332x + 2.6296R² = 0.9872
0
10
20
30
40
50
0 20 40 60 80 100 120
I (%
)
Konsentrasi (µg/mL)
Ekstrak Etil Asetat
46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10 Tabel Absorbansi dan Kurva Persamaan Regresi Linear Uji
Kuantitatif Aktivitas Antioksidan Vitamin C
Vitamin C Absorbansi I (%)
Blanko 0,431 -
1 ppm 0,370 14,15
2 ppm 0,318 26,22
3 ppm 0,251 41,76
4 ppm 0,200 53,59
5 ppm 0,130 69,84
y = 13.875x - 0.513R² = 0.9974
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6
I (%
)
Konsentrasi
Vitamin C
47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Perhitungan Konsentrasi Hambat 50% (IC50) dan Indeks Aktivitas
Antioksidan (AAI)
Fraksi Ekstrak
Fermentasi
Persamaan Regresi
Linear R2
Etil Asetat y = 0,4332x + 2,6296 0,9872
Vitamin C y = 13,875x – 0,513 0,9974
Fraksi Esktrak Fermentasi
IC50 y = 0,4332x + 2,6296
50 = 0,4332x + 2,6296
x = 109,35 µg/mL
Konsentrasi DPPH = 4,9 mg / 50 mL
= 98 µg/mL
AAI = Konsentrasi DPPH / IC50
= 98 µg/mL / 109,35 µg/mL
= 0,89
Vitamin C
IC50 y = 13,875x – 0,513
50 = 13,875x – 0,513
x = 3,64 µg/mL
Konsentrasi DPPH = 4,9 mg / 50 mL
= 98 µg/mL
AAI = Konsentrasi DPPH / IC50
= 98 µg/mL / 3,64 µg/mL
= 26,92