tuning fork test

21
I. PENDAHULUAN Garpu tala saat ini sangat disadari sebagai alat yang paling dibutuhkan oleh para otologist. Melalui tes garpu tala banyak informasi tentang telinga yang dapat kita ketahui dibandingkan dengan otoscope dan juga memberikan banyak informasi tentang hal-hal yang sulit diketahui dengan tes-tes lainnya. Oleh karena itu, sebelum melakukan tes garpu tala ada baiknya kita mengetahui tentang jenis tes ini terlebih dahulu. 1 Pertama, garpu tala harus dibuat dari besi dengan kualitas paling bagus, jadi kedua gigi garpu tala bisa bergetar secara sikron ataupun bersamaan. Apabila mungkin, sebaiknya garpu tala tersebut dilapisi dengan nikel sehingga tidak mudah berkarat karena apabila berkarat bisa mengubah tinggi rendah nada ataupun keteraturan getaran. Besinya juga harus keras sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh atmosfer ataupun perubahan suhu. Kemudian, garpu tala tersebut tidak boleh terlalu berat karena dapat melelahkan pemeriksanya. Pegangan garpu tala harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah digunakan sebagai contoh pada tes Rinne, pemeriksa akan sering memindahkan garpu tala dari mastoid ke depan telinga. Garpu tala yang bagus dibuat dengan penyekat pada pegangannya sehingga tangan pemeriksa tidak langsung menyentuh besi yang bergetar. 1 Garpu tala terutama digunakan untuk mengetahui kondisi meatus akustikus eksternus, kepatenan dari tuba 1

Upload: dyan-lihawa

Post on 16-Apr-2015

198 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Garpu tala saat ini sangat disadari sebagai alat yang paling dibutuhkan oleh para otologist. Melalui tes garpu tala banyak informasi tentang telinga yang dapat kita ketahui dibandingkan dengan otoscope dan juga memberikan banyak informasi tentang hal-hal yang sulit diketahui dengan tes-tes lainnya.

TRANSCRIPT

Page 1: TUNING FORK TEST

I. PENDAHULUAN

Garpu tala saat ini sangat disadari sebagai alat yang paling dibutuhkan oleh

para otologist. Melalui tes garpu tala banyak informasi tentang telinga yang dapat

kita ketahui dibandingkan dengan otoscope dan juga memberikan banyak

informasi tentang hal-hal yang sulit diketahui dengan tes-tes lainnya. Oleh karena

itu, sebelum melakukan tes garpu tala ada baiknya kita mengetahui tentang jenis

tes ini terlebih dahulu.1

Pertama, garpu tala harus dibuat dari besi dengan kualitas paling bagus, jadi

kedua gigi garpu tala bisa bergetar secara sikron ataupun bersamaan. Apabila

mungkin, sebaiknya garpu tala tersebut dilapisi dengan nikel sehingga tidak

mudah berkarat karena apabila berkarat bisa mengubah tinggi rendah nada

ataupun keteraturan getaran. Besinya juga harus keras sehingga tidak mudah

dipengaruhi oleh atmosfer ataupun perubahan suhu. Kemudian, garpu tala tersebut

tidak boleh terlalu berat karena dapat melelahkan pemeriksanya. Pegangan garpu

tala harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah digunakan sebagai contoh pada

tes Rinne, pemeriksa akan sering memindahkan garpu tala dari mastoid ke depan

telinga. Garpu tala yang bagus dibuat dengan penyekat pada pegangannya

sehingga tangan pemeriksa tidak langsung menyentuh besi yang bergetar.1

Garpu tala terutama digunakan untuk mengetahui kondisi meatus akustikus

eksternus, kepatenan dari tuba eustachius, fungsi yang tepat dari membran timpani

dan osikula, keadaan telinga tengah dan yang paling penting adalah derajat fungsi

dari telinga dalam dan kedelapan sarafnya, khususnya koklea dan cabang

auditorius dari kedelapan saraf. Bagaimanapun juga ada banyak lagi kegunaannya

yang berhubungan dengan telinga. Kebanyakan tes-tes garpu tala mempunyai

fungsi untuk mendiagnosis banding antara penyakit telinga dalam dan telinga luar

dan telinga tengah.1

Tes garpu tala dilakukan dengan frekuensi-frekuensi yang berbeda seperti

128, 256, 512, 1024, 2048 dan 4096 Hz, tetapi biasanya pada penerapannya, garpu

tala frekuensi 512 Hz yang ideal. Hal ini dikarenakan frekuensi tersebut berada

pada rata-rata frekuensi percakapan manusia. Garpu tala digetarkan dengan cara

memukulkan dengan lembut pada siku penderita, tumit tangan atau tumit karet

pada sepatu.1,2

1

Page 2: TUNING FORK TEST

II. ANATOMI TELINGA

a) Telinga Luar (Outer Ear)

Telinga bagian luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus

akustikus eksternus (saluran telinga) dan membran timpani (gendang

telinga). Pinna, suatu lempeng tulang rawan terbungkus kulit yang berfungsi

mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran telinga

luar. Panjang saluran telinga luar ini ±2,5 cm, berbentuk huruf S dengan

rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga

bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Saluran ini memiliki sejenis

kelenjar sebaceae (sejenis minyak) yang menghasilkan kotoran telinga

(cerumen), suatu sekresi lengket yang menangkap partikel-partikel asing

yang halus. Rambut halus dan cerumen tersebut membantu mencegah

partikel-partikel dari udara masuk ke bagian dalam saluran telinga, tempat

mereka dapat menumpuk atau mencederai membrana timpani dan

mengganggu pendengaran.3,4

Gambar 1 : Telinga Luar

(Dikutip dari kepustakaan 5)

2

Page 3: TUNING FORK TEST

b) Telinga Tengah (Middle Ear)

Telinga bagian tengah ini dibatasi dan dimulai dari membran timpani

(gendang telinga) yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah,

bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Telinga tengah memindahkan

gerakan bergetar membran timpani ke cairan telinga dalam. Pemindahan ini

dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat

bergerak atau osikula (maleus, inkus dan stapes) yang berjalan melintasi

telinga tengah. Tulang pertama, maleus, melekat ke membran timpani dan

tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela oval (oval window), pintu masuk

ke koklea yang berisi cairan. Bagian dalam gendang telinga yang

berhadapan dengan rongga telinga tengah terpajan ke tekanan atmosfer

melalui tuba eustachius (auditoria), yang menghubungkan telinga tengah ke

faring (bagian belakang tenggorokan). Tuba eustachius dalam keadaan

normal tertutup, tetapi dapat dibuat terbuka dengan gerakan menguap,

mengunyah atau menelan.4,6,7

Gambar 2 : Telinga Tengah

(Dikutip dari kepusatkaan 8)

3

Page 4: TUNING FORK TEST

c) Telinga Dalam (Inner Ear)

Pada telinga bagian dalam terdapat organ pendengaran yang terdiri atas

koklea (rumah siput) dan organ keseimbangan yang terdiri atas kanalis semi

sirkularis, sakulus dan ultrikulus. Koklea ini terdiri atas dua ruangan atau

saluran, skala vestibuli bagian atas dan skala timpani pada bagian bawah.

Kedua ruangan tersebut berisikan cairan perilimfe dan dibatasi oleh duktus

koklea. Sedangkan duktus koklea berisikan cairan endolimfe. Pada bagain

dasar duktus koklea inilah terdapat reseptor pendengaran yang disebut

dengan organ corti.6,9

Gambar 3: Koklea

(Dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar 4 : Potongan Melintang Koklea

(Dikutip dari kepustakaan 11)

4

Page 5: TUNING FORK TEST

II. FISIOLOGI PENDENGARAN

Manusia dapat mendengar pada jarak frekuensi antara 20 sampai

20.000Hz. Tapi ini hanya merupakan perkiraan rata-rata karena kemampuan

mendengar frekuensi tinggi menurun sesuai dengan umur. Kita mengetahui

bahwa penurunan ini telah mulai pada umur dekade ke dua atau ke tiga dan

dapat menurunkan batas atas sampai 10.000 Hz atau kurang pada umur dekade

ke enam. Batas intensitas pendengaran manusia dapat ditentukan dengan tepat.

Tingkat tekanan bunyi dari nada yang nyaris dapat didengar bervariasi pada

berbagai frekuensi. Pada daerah yang sangat sensitif (1000 sampai 4000Hz),

hampir mendekati 0,0002 dyne/cm2. Batas intensitas tertinggi kira-kira 140dB di

atas 0,0002 dyne/cm2. Pada tingkat ini, suara dari frekuensi mana pun akan

menimbulkan rasa nyeri. Apabila terlalu lama mendengar suara di atas 85 dB

dapat mengakibatkan kerusakan pendengaran.12

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke

koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga

tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran

melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas

membran timpani dan tingkap lonjong (oval window).9

Gambar 5: Mekanisme Pendengaran

(Dikutip dari kepustakaan 13)

5

Page 6: TUNING FORK TEST

Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang

menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak.

Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa,

sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran

tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya

defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi

pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses

depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis

yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke

nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus

temporalis.9

III. PEMERIKSAAN PENDENGARAN

Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam mendiagnosis

lokus patologis dan penyakit-penyakit spesifik. Pasien-pasien dengan penyakit

berbeda pada daerah yang sama (mis, ketulian dan sindrom Meniere keduanya

melibatkan koklearis) melaporkan pengalaman pendengaran yang berbeda dan

akan memberikan temuan audiometri yang berbeda pula. Demikian juga dengan

kualitas gangguan pendengaran akan mengakibatkan keterbatasan dalam keahlian

yang memerlukan perhatian, perkembangan bahasa, presisi bicara dan efektivitas

komunikasi umum sesuai dengan derajat dan jenis gangguan.14

Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui

udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni.

Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan

di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang

telinga, serumen, sumbatan tuba eustachius serta radang telinga tengah. Kelainan

di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea.

Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan

garpu tala dan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer.9

6

Page 7: TUNING FORK TEST

Gambar 5 :

Garpu Tala frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz, 4096 Hz

(Dikutip dari kepustakaan 15)

a) TES BATAS ATAS BATAS BAWAH

Tujuan melakukan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan frekuensi

garpu tala yang dapat di dengar penderita melewati hantaran udara bila

dibunyikan pada intensitas ambang normal. Cara melakukan pemeriksaan ini

adalah menggunakan semua garpu tala (dapat dinilai dari frekuensi terendah

berurutan sampai frekuensi tertinggi/sebaliknya) dibunyikan satu persatu dengan

cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan dengan

lunak (dipetik dengan ujung jari/kuku, didengarkan terlebih dulu oleh pemeriksa

sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai intensitas bunyi yang terendah bagi

orang normal/nilai ambang normal). Kemudian diperdengarkan pada penderita

dengan meletakkan garpu tala di dekat MAE pada jarak 1-2 cm dalam posisi tegak

dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan MAE kanan dan kiri. Istilah normal

dipakai pada pasien yang mendengar garpu tala pada semua frekuensi.

Istilah tuli konduksi adalah batas bawah naik yaitu pada frekwensi rendah

tak terdengar) dan istilah tuli sensori neural pada batas atas turun yaitu pada

frekwnsi tinggi tak terdengar. Kesalahan pada pemeriksaan ini adalah garpu tala

dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat mendeteksi pada frekwensi mana

penderita tak mendengar.9

b) TES RINNE

7

Page 8: TUNING FORK TEST

Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran

udara pendengaran pasien. Tangkai penala yang bergetar ditempelkan pada

mastoid pasien (hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terdengar; penala

kemudian dipindahkan ke dekat telinga sisi yang sama (hantaran udara). Telinga

normal masih akan mendengar penala melalui hantaran udara, temuan ini disebut

Rinne Positif (HU>HT). Istilah Rinne Negatif dipakai bila pasien tidak dapat

mendengar melalui hantaran udara setelah penala tidak lagi terdengar melalui

hantaran tulang (HU<HT).9,15

Gambar 6 : Posisi Tes Rinne

(Dikutip dari kepustakaan 15)

c) TES WEBER

Tes Weber adalah seperti mengingat kembali pengalaman yang tidak asing,

yaitu dapat mendengarkan suara sendiri lebih keras bila satu telinga ditutup.

Gagang penala yang bergetar ditempelkan di tengah dahi atau vertex dan pasien

diminta melaporkan apakah suara terdengar di telinga kiri, kanan atau keduanya.

Umumnya pasien mendengar bunyi penala pada telinga dengan konduksi tulang

yang lebih baik atau dengan komponen konduktif yang lebih besar. Jika nada

terdengar pada telinga yang dilaporkan lebih buruk, maka tuli konduktif perlu

dicurigai pada telinga tersebut. Jika terdengar pada telinga yang lebih baik, maka

dicurigai tuli sensorineural pada telinga yang terganggu. Fakta bahwa pasien

mengalami lateralisasi pendengaran pada telinga dengan gangguan konduksi dan

8

Page 9: TUNING FORK TEST

bukannya pada telinga yang lebih baik mungkin terlihat aneh bagi pasien dan

kadang-kadang juga pemeriksa.6,9

Tes weber sangat bermanfaat pada kasus-kasus gangguan unilateral, namun

dapat meragukan bila terdapat gangguan konduktif maupun sensorineural

(campuran), atau bila hanya menggunakan penala frekuensi tunggal.9

Gambar 7 : Posisi Tes Weber

(Dikutip dari kepustakaan 15)

d) TES SCHWABACH

Tes schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa.

Pasien diminta melaporkan saat penala bergetar yang ditempelkan pada

mastoidnya tidak lagi dapat didengar. Pada saat itu, pemeriksa memindahkan

penala ke mastoidnya sendiri dan menghitung berapa lama (dalam detik) ia masih

dapat menangkap bunyi.6,9

Tes schwabach dikatakan normal bila hantaran tulang pasien dan pemeriksa

hampir sama. Tes schwabach memanjang atau meningkat bila hantaran tulang

pasien lebih lama dibandingkan pemeriksa, misalnya pada kasus gangguan

pendengaran konduktif. Jika telinga pemeriksa masih dapat mendengar penala

setelah pasien tidak lagi mendengarnya, maka dikatakan schwabach memendek.9

9

Page 10: TUNING FORK TEST

Gambar 8: Posisi Tes Schwabach

(Dikutip dari kepustakaan 15)

e) TES BING

Tes bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, dimana

penala terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup. Bila liang telinga ditutup

dan dibuka bergantian saat penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid, maka

telinga normal akan menangkap bunyi yang mengeras dan melemah (Bing

Positif). Hasil serupa akan didapat pada gangguan pendengaran sensorineural,

namun pada pasien dengan perubahan mekanisme konduktif seperti penderita

otitis media atau otosklerosis, tidak menyadari adanya perubahan kekerasan bunyi

tersebut (Bing Negatif).9,1

Gambar 9 : Posisi Tes Bing

(Dikutip dari kepustakaan 15)

IV. INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN PENDENGARAN

10

Page 11: TUNING FORK TEST

NO. TES NORMALTULI

KONDUKTIF

TULI

SENSORINEURAL

1. RINNEAC>BC

(Rinne Positif)

BC>AC

(Rinne Negatif)AC>BC

2. WEBERTidak ada

lateralisasi

Lateralisasi ke

telinga yang sakit

Lateralisasi ke telinga

yang sehat

3. SCHWABACHSama dengan

pemeriksaMemanjang Memendek

Tabel 1

(Dikutip dari kepustakaan 6)

V. KESIMPULAN

Garpu tala terutama digunakan untuk mengetahui kondisi meatus akustikus

eksternus, kepatenan dari tuba eustachius, fungsi yang tepat dari membran timpani

dan osikula, keadaan telinga tengah dan yang paling penting adalah derajat fungsi

dari telinga dalam dan kedelapan sarafnya, khususnya koklea dan cabang

auditorius dari kedelapan saraf. Tes garpu tala dilakukan dengan frekuensi-

frekuensi yang berbeda seperti 128, 256, 512, 1024, 2048 dan 4096 Hz, tetapi

biasanya pada penerapannya, garpu tala frekuensi 512 Hz yang ideal. Hal ini

dikarenakan frekuensi tersebut berada pada rata-rata frekuensi percakapan

manusia.

Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui

udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni.

Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan

di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang

telinga, serumen, sumbatan tuba eustachius serta radang telinga tengah. Kelainan

di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea.

Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan

garpu tala dan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer. Tes-tes yang

11

Page 12: TUNING FORK TEST

menggunakan garpu tala terdiri dari tes batas atas batas bawah, tes rinne, tes

weber, tes schwabach, dan tes bing.

12

Page 13: TUNING FORK TEST

DAFTAR PUSTAKA

1. Barnes WH. The Tuning Fork Tests. In: Journal of The National Medical

Association. Available from: URL:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2622561/pdf/jnma00813-

0035.pdf. Acessed: December, 26th 2011.

2. Kazemi M. Tuning Fork Test Utilization in Detection of Fractures: a Review

of The Literature. [online] 1999. Available from: URL:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2485363/pdf/jcca00018-

0058.pdf. Acessed: December, 26th 2011.

3. Alberti PW. The Anatomy and Physiology of The Ear and Hearing. Available

from: URL: http://www.who.int/occupational_health/publications/noise2.pdf

Acessed: December, 27th 2011.

4. Sherwood L. Sistem Saraf Perifer: Divisi Aferen; Indera. In: Fisiologi

Manusia dari Sel ke Sistem.2nd ed.Jakarta: EGC, 2001: p.176-188.

5. Ear: Structure of The Human Ear. In: Encyclopedia Brittanica Online.

Available from: URL:

http://www.britannica.com/EBchecked/media/530/Structure-of-the-human-

ear. Acessed: December, 29th 2011.

6. Dhingra PL. Anatomy of Ear. In: Disease of Ear, Nose and Throat. 4th ed.

India: Mosby, 2008: p. 1-13.

7. Wedro BC. Hearing and Balance Anatomy. [Cited] December, 21th 2011.

Available from: URL: http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?

articlekey=21685 Acessed: December, 27th 2011

8. Ear Bone: Middle Ear. In: Encyclopedia Brittanica Online. Available from:

URL: http://www.britannica.com/EBchecked/media/531/The-auditory-

ossicles-of-the-middle-ear-and-the-structures. Acessed: December, 29th 2011.

9. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan

Kelainan Telinga. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD,

editors. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala

dan Leher. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2007: p. 10-18.

13

Page 14: TUNING FORK TEST

10. Bony Labyrinth. In: Encyclopedia Brittanica Online. Available from: URL:

http://www.britannica.com/EBchecked/media/532/The-two-labyrinths-of-the-

inner-ear. Acessed: December, 29th 2011.

11. Cochlea: Cross Section. In: Encyclopedia Brittanica Online. Available from:

URL: http://www.britannica.com/EBchecked/media/534/A-cross-section-

through-one-of-the-turns-of-the. Acessed: December, 29th 2011.

12. Feldman AS, Grimes CT. Audiologi. Ballenger JJ. In: Peyakit Telinga,

Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 13th ed. Jakarta: Binarupa Aksara,

1997: p. 273-275.

13. Ear: Hearing Mechanism. In: Encyclopedia Brittanica Online. Available

from: URL: http://www.britannica.com/EBchecked/media/536/The-

mechanism-of-hearing. Acessed: December, 29th 2011.

14. Lassman FM, Levine SC, Greenfield DG. Audiologi. Adams GL, Boies LR,

Higler PH, editors. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC,

1997: p. 46-50.

15. Chartand MS. Indiana Jones and The Lost of Art of Tuning Fork Testing.

[Cited] September, 24th 2007. Available from: URL:

http://www.audiologyonline.com/articles/article_detail.asp?article_id=1871.

Acessed: December, 28th 2011.

16. Kisenda. Tes Garpu Tala. Available from: URL: http://zona-

kedokteran.blogspot.com/2010/04/tes-garputala-session-2.html

Acessed: December, 30th 2011.

14