tumor leher - rscm.quality- · pdf fileberjalan dari bagian superior prosesus zigomatikus...
TRANSCRIPT
TUMOR LEHER
REFERAT Onkologi
Oleh :
Muhamad Sidik Hasanudin
131421110005
Pembimbing Utama:
dr. Agung Dinasti Permana, M.Kes., Sp.THT-KL
BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2014
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................ I
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ III
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II ANATOMI LEHER ................................................................................... 3
2.1. ANATOMI LEHER ......................................................................................... 3
2.2. Anatomi Fascia Servikal .................................................................................. 4
2.3 Persarafan daerah leher ..................................................................................... 9
2.4 Pembuluh Darah Leher ................................................................................... 10
2.5 Drainase Limfatik Daerah Leher ..................................................................... 15
BAB III TUMOR LEHER .................................................................................... 19
3.1 Definisi ............................................................................................................ 19
3.2 Epidemiologi ................................................................................................... 20
3.3 Klasifikasi ....................................................................................................... 21
3.4 Diagnosis ......................................................................................................... 22
3.4.1 Biopsi Aspirasi Jarum Halus (FNAB) dan Biopsi Terbuka ......................... 27
3.4.2 Endoskopi dan biopsi Dipandu .................................................................... 27
3.4.3 Biopsi Eksisi................................................................................................. 28
3.4.4 Sentinel Lymph Node Biopsy (SLND).......................................................... 28
3.4.5 Pemeriksaan pencitraan ................................................................................ 30
3.5 Massa leher yang tidak diketahui asal tumor primer ...................................... 31
3.6 Massa leher yang diketahui asal tumor primer ............................................... 32
ii
3.7 Tumor Leher Primer ........................................................................................ 33
3.7.1 Tumor Jinak Leher ....................................................................................... 34
3.7.2 Tumor Ganas Leher...................................................................................... 38
3.8 Manajemen Tumor leher ................................................................................. 52
BAB IV KESIMPULAN....................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 56
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Batas Leher 7 ....................................................................................... 5
Gambar 2.2 Segitiga Leher. .................................................................................... 5
Gambar 2.3 Kompartemen Leher potongan axial8 .................................................. 7
Gambar 2.4 Kompartemen Leher potongan sagital8 ............................................... 8
Gambar 2.5 Potongan melintang leher, memperlihatkan ruang pada leher
hubungan antara ruang pharyngomaksilaris dengan ruang-ruang yang lainnya.9... 9
Gambar 2.6 Persarafan leher 9 ............................................................................... 11
Gambar 2.7 Pembuluh darah arteri di leher.9 ........................................................ 13
Gambar 2.8 Pembuluh darah vena di leher.9 ......................................................... 14
Gambar 2.9 Topografi anatomi kelenjar getah bening leher8 ............................... 17
Gambar 2.10 Anatomi kelenjar getah bening leher7 ............................................. 18
Gambar 3.1 Etiologi massa leher non-tiroid4 ........................................................ 20
Gambar 3.2 Etiologi massa leher non-tiroid10....................................................... 22
Gambar 3.3 Evaluasi dan manajemen massa leher pada pasien dewasa2 ............. 24
Gambar 3.4 Algoritma evaluasi dan manajemen massa leher11 ............................ 25
Gambar 3.5 Drainase limfatik dari tumor primer untuk sentinel kelenjar getah
bening14 ................................................................................................................. 29
Gambar 3.6 Kelompok metastasis kelenjar getah bening dengan lesi primer yang
diketahui.18 ............................................................................................................ 33
Gambar 3.7 MR angiografi pada tumor paraganglioma10 ..................................... 36
iv
Gambar 3.8 MRI schwannoma vagal dan saraf vagus19 ....................................... 37
Gambar 3.9 CT scan NHL sinus paranasal20 ........................................................ 42
Gambar 3.10 Pasien berusia 27 tahun dengan sarkoma jaringan lunak pada leher
kiri22....................................................................................................................... 44
Gambar 3.11 Pasien usia 14 tahun dengan rhabdomyosarcoma embrional dalam
sinus ethmoid23 ...................................................................................................... 50
1
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi massa leher adalah pembesaran, pembengkakan atau pertumbuhan
abnormal diantara dasar tengkorak hingga klavikula.1 Massa leher pada pasien
dewasa harus dianggap ganas sampai terbukti sebaliknya. Massa leher yang
bersifat metastatis cenderung asimtomatik yang membesar perlahan-lahan. Gejala
yang terkait sering berhubungan dengan massa leher termasuk odinofagia,
disfagia, disfonia, otalgia dan penurunan berat badan.2
Usia dan lokasi massa leher harus diperhatikan saat evaluasi. Secara umum
massa leher dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu inflammasi, neoplasma
dan kongenital. Pada pasien dibawah usia 15 tahun dan dewasa muda, inflamasi
adalah etiologi yang paing sering diikuti etiologi kengnital dan neoplasma. Usia
diatas 40 tahun, etiologi neoplasma menjadi yang paling sering diikuti inflamasi
dan kongenital. Lokasi massa leher sangan membantu untuk meyingkirkan
diagnosis banding.3
Tumor leher ditemukan sekitar 3% dari keseluruhan kasus kanker yang ada di
Amerika Serikat (dan sekitar 6% dari semua populasi kanker dunia pada tahun
2002), dan sekitar 45.000 kasus kanker kepala dan leher didiagnosis pada tahun
2004 Perbandingan dalam jenis kelamin wanita lebih banyak dari laki-laki = 3 : 1
dengan umur rata-rata 40-70 tahun. 60% penderita kebanyakan datang dengan
hanya satu keluhan, yaitu benjolan di daerah leher.4
Pada tahun 2003 di perkirakan bahwa kanker kepala dan leher akan terdiri
2
dari 2%-3% dari seluruh kanker di Amerika Serikat dan untuk 1%-2% dari semua
kematian kanker. Total ini mencakup 19.400 kasus kanker rongga mulut, 9500
kasus kanker laring dan 8.300 kasus kanker faring. Kebanyakan pasien dengan
kanker kepala dan leher regional nodal kanker leher memiliki penyakit metastasis
pada saat diagnosis 43% dan metastasis dalam 10%.4
Kanker kepala dan leher mencakup berbagai kelompok tumor biasa yang
seringkali agresif dalam perilaku biologis mereka. Selain itu pasien dengan kanker
kepala dan leher sering berkembang menjadi tumor primer kedua. Tumor ini
terjadi pada tingkat tahunan sebesar 3%-7% dan 50%-75% dari kanker baru
seperti terjadi di saluran aerodigestive atas atau paru-paru.4
Massa leher dapat menjadi situasi yang membingungkan dan menantang,
terutama pada pelayanan primer. Diagnosis banding sangat luas, bahkan untuk
dokter yang berpengalaman. Pemahaman yang kuat tentang anatomi, etiologi dan
presentasi klinis massa leher, dapat dengan cepat menegakan diagnosis,
mengurangi tes laboratorium yang tidak perlu, dan meningkatkan kepuasan pasien
dengan mengurangi ketakutan dan kecemasan pasien.5
Penderita keganasan memiliki kualitas hidup yang buruk terutama ketika
dihadapkan dengan stadium akhir. Deteksi dini dan pengobatan kanker kepala dan
leher dapat meningkatkan kualitas hidup dan prognosis yang lebih baik.
Metastasis samar dapat terjadi sektar 10-30% pada kanker kepala dan leher.
Metastasis samar harus dideteksi sedini mungkin untuk prognosis yang lebih
baik.6
3
BAB II
ANATOMI LEHER
2.1. Anatomi Leher
Secara umum anatomi leher dibagi dalam dua bagian yaitu pertama, sebagian
besar dibentuk oleh bagian vertebra servikalis dan otot-ototnya yang disebut
Osseomuskular. Kedua, sebagian kecil terletak didepan osseomuskular, terdapat
alat-alat dalam leher, pembuluh darah, syaraf dan limfe. Bagian-bagian ini
berhubungan oleh berbagai lapisan dari fasia servikal.
Batas leher adalah merupakan bidang yang ditarik melalui tepi inferior
mandibula, apex dari prosesus mastoideus dan tonjolan luar oksipital. Sedangkan
batas bawah leher adalah bidang yang ditarik melalui incissura suprasternal,
klavikula serta prosesus spinosus vertebra servikalis VII.
Untuk memudahkan pemahaman mengenai anatomi leher, maka leher dibagi
atas dua segitiga leher yaitu : 2
1. Segitiga anterior : Segitiga ini memiliki batas superior mandibula, di
bagian anterior dibatasi midline dan di bagian posterior terdapat muskulus
Sternokleidomastoideus, didalam segitiga anterior terdapat :
Segitiga submaksilar (digastrikus) : Batasnya di bagian superior
mandibula, bagian anterior oleh m. Digastrikus venter anterior
sedangkan bagian posterior dibatasi oleh: m Digastrikus venter
posterior.
Segitiga carotis : Dibatasi di bagian superior oleh m. Digastrikus
4
venter posterior, bagian anterior oleh m. Omohyoid bagian superior, di
bagian posterior oleh m. Sternocleidomastoideus
Segitiga muskularis : Batasnya di bagian superior oleh m. Omohyoid
bagian superior, bagian anterior oleh midline dan bagian posterior oleh
m. Sternocleidomastoideus
Segitiga submental (suprahyoid) : Di bagian superior dibatasi oleh
simfisis mandibula, di bagian inferior oleh os. Hyoid dan di
lateraloleh m. Digastricus venter anterior.
2. Segitiga posterior : Batasnya di bagian anterior oleh musculus Sterno-
cleidomastoideus, di bagian posterior oleh m. Trapezius dan di bagian
inferior terdapat klavicula.
Didalamnya terdapat :
Segitiga occipital : Dengan batasnya di anterior olehm. Sternocleido-
mastoideus, di posterior oleh m. Trapezius dan di inferior oleh m.
Omohyoid.
Segitiga subclavia : Dibatasi superior oleh m. Omohyoid,di Inferior
oleh klavicula, dan di anterior oleh m. Sternocleidomastoideus.
2.2. Anatomi Fascia Servikal
Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrosa yang membungkus
organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa
ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia servikalis
superfisialis dan fasia servikalis profunda. 2,3
5
Gambar 2.1 Batas Leher 7
Gambar 2.2 Segitiga Leher.
6
2.2.1. Fascia superfisialis servikalis
Berjalan dari bagian superior prosesus zigomatikus sampai ke thorax dan
axilla sedang batas inferior adalah clavicula. Fascia ini berupa selubung yang
terdiri dari jaringan lemak subkutaneus dan membungkus M. Platysma serta otot
ekspresi wajah. Fascia ini banyak mengandung lemak subkutan, pembuluh darah,
dan saraf superfisial serta dipisahkan dengan fascia servikalis profunda oleh M.
Platysma yang tipis dan meluas kea arah anterior leher. Ruang antara fasia
servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe
superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna 2,3
2.2.2. Fascia Servikalis Profunda
Fascia Servikalis Profunda terbagi atas
1. Lapis superfisial
2. Lapis media
3. Lapis dalam yang terdiri dari : lapis alar dan lapis prevertebra.
Lapis superfisial fascia servikalis profunda :
Disebut juga lapisan investing, enveloping. Merupakan jaringan fibrosa
pada leher yang meliputi dua kelenjar yaitu kelenjar parotis dan kelenjar
submandibular, dua otot yaitu m. Trapezius dan m. Sternocleidomastoideus serta
dua ruang yaitu ruang suprasternal dan segitiga posterior.
Batas-batasnya :
Superior : corpus mandibula dan zygoma
Inferior : clavicula, acromion dan spina scapula
Anterior : os hyoid
7
Posterior : prosesus mastoid, linea nuchae superior dan vertebra
cervicalis
Gambar 2.3 Kompartemen Leher potongan axial8
Lapis media fascia servikalis profunda :
Disebut juga fascia visceral karena meliputi laring, trakea, esophagus dan
kelenjar tiroid. Lapisan ini juga meliputi strap muscle dan membentuk bagian
fascia pada ruang vaskular. Dibagian atas fascia ini melekat pada os hyoid dan
basis kepala serta meliputi m. Buccinator sehingga disebut fascia
buccopharyngeal.
8
Gambar 2.4 Kompartemen Leher potongan sagital8
Lapis dalam fascia servikalis profunda :
Terdiri atas :
Alar layer : Terletak posterior dari lapisan tengah fascia servikalis profunda
dan anterior prevertebral layer. Membentuk dinding posterior ruang
retrofaring dan dinding anterior danger space. Alar layer membentuk juga
ruang vaskular dimana ketiga lapisan fascia servikal meliputi ruang vaskular
yang berpotensi untuk penyebaran infeksi dan disebut Lincoln high way of the
neck.
Prevertebral layer : Membentuk dinding anterior ruang prevertebra dan
dinding posterior danger space serta meliputi deep muscle segitiga posterior.
Lapisan ini berjalan dari basis kepala sampai ke cocygeus.
9
Gambar 2.5 Potongan melintang leher, memperlihatkan ruang pada leher
hubungan antara ruang pharyngomaksilaris dengan ruang-ruang yang
lainnya.9
2.3 Persarafan daerah leher
Terdapat 4 saraf superfisial yang berhubungan dengan tepi posterior
m.sternocleidomastoid. Saraf-saraf tersebut mempersarafi kulit di daerah yang
bersangkutan. Saraf superfisial yang dimaksud adalah :
1. N. Oksipitalis minor (C2)
2. N. Auricularis magnus (C2 dan C3)
3. N.Cutaneus anterior (cutaneus colli, C2 dan C3).
4. N.Supraklavikularis (C3 dan C4).
Keempat saraf ini berasal dari Nn Servikalis II, III dan IV dan terlindung di bawah
otot. Dalam perjalanan ekstra kranialnya, 4 nervi kranial terletak di daerah M.
Digastricus.
Saraf-saraf cranial yang dimaksud:
10
1. N. Vagus, keluar melalui For. Jugularis, mensarafi : saluran pernafasan dan
saluran pencernaan .
2. N. Glossopharyngeus, keluar bersama N. Vagus , terletak diantara karotis
interna dan jugularis interna. Merupakan saraf motorik untuk M.
Stylopharyngeus.
3. N. Asesorius, berasal dari cranial dan C5 atau C6. Merupakan motorik untuk
M. SCM dan M. Trapezius, sedangkan cabang cervicalnya merupakan
sensorik.
4. N. Hypoglosus, keluar melalui cranial hypoglosus, merupakan motorik untuk
lidah.
2.4 Pembuluh Darah Leher
1. A. Karotis komunis.
Pembuluh darah yang sebelah kanan berasal dari A. Inominata sedangkan yang
kiri berasal dari Arkus Aorta, berjalan di belakang M. m.sternocleidomastoid.
Pada level Thyroid Notch melebar, disebut Bulbus Karotis, kemudian bercabang
dua menjadi A. Karotis eksterna dan A.Karotis interna .
Setelah percabangannya, arteri ini berjalan ke dalan kanalis karotikus ossis
temporalis. Memperdarahi otak dan mata. Di daerah leher tidak memberikan
percabangan. Di bawah M. Digastricus tertutup oleh m.sternocleidomastoid
11
Gambar 2.6 Persarafan leher 9
1, Stylohyoid muscle; 2, hypoglossal nerve (cranial nerve XII); 3, digastric
muscle; 4, parotid gland; 5, sternocleidomastoid muscle; 6, greater auricular
nerve; 7, lesser occipital nerve; 8, ventral ramus (C2); 9, ventral ramus (C3); 10,
accessory nerve (cranial nerve XI); 11, ventral ramus (C5); 12, anterior scalene
muscle; 13, phrenic nerve; 14, brachial plexus; 15, subclavian artery and vein; 16,
thyrocervical trunk; 17, vagus nerve; 18, inferior root ansa cervicalis; 19, superior
root ansa cervicalis; 20, superior thyroid artery
2. A.Karotis eksterna.
Berjalan menuju collum mandibula. Memberikan 8 percabangan yang
berdasarkan letaknya terhadap M. Digastricus, adalah sbb :
diatas M. Digastricus memberi 3 percabangan :
1. A. Temporalis superfisialis.
2. A. Maxillaris interna.
3. A. Auricularis posterior.
12
dibawah M. Digastricus memberi 5 percabangan :
1. A. Thyroidea superior.
2. A. Linguaalis.
3. A. Pharyngealis ascendens.
4. A. Facialis.
5. Ramus Oksipitalis.
3. V. Jugularis eksterna.
Dimulai dari bawah telinga dan berasal dari gabungan V. Aurikularis posterior
dan V. Facialis posterior, terletak diantara platysma dan fascia superfisialis
colli. Di daerah bawah leher bergabung dengan V. Jugularis anterior dan V.
Subklavia tranversa.
4. V. Jugularis interna.
Merupakan kelanjutan dari sinus tranversus, di sebelah atasnya terletak dibawah
Gld. Parotis dan sebagian besar dari vena ini terletak dibawah
m.sternocleidomastoid. Di bagian bawah terletak M. Infrahyoid.
Menerima/menampung darah dari :
Sinus petrosus inferior.
V.pharyngealis.
V. facialis.
V. Lingualis.
V. Thyroidea superior dan media.
13
Gambar 2.7 Pembuluh darah arteri di leher.9
1, Common carotid artery; 2, superior laryngeal artery; 3, superior thyroid
artery; 4, internal carotid artery; 5, external carotid artery; 6, lingual artery; 7,
occipital artery; 8, ascending pharyngeal artery; 9, inferior alveolar artery; 10,
maxillary artery; 11, ascending palatine artery; 12, facial artery; 13, mental
artery; 14, submental artery; 15, angular artery; 16, infraorbital artery; 17,
buccal artery; 18, sphenopalatine artery; 19, middle meningeal artery; 20,
superficial temporal artery.
14
Gambar 2.8 Pembuluh darah vena di leher.9
1, Subclavian vein; 2, internal jugular vein; 3, anterior external jugular vein; 4,
superior laryngeal vein; 5, superior thyroid vein; 6, common facial vein; 7,
posterior external jugular vein; 8, retromandibular vein, anterior division; 9,
retromandibular vein, posterior division; 10, inferior alveolar vein; 11, posterior
auricular vein; 12, superficial temporal vein; 13, deep temporal vein; 14,
pterygoid plexus; 15, deep facial vein; 16, infraorbital vein; 17, angular vein; 18,
mental vein; 19, facial vein; 20, external palatine vein.
Kelenjar Thyroid
Merupakan kelenjar endokrin yang tidak mempunyai saluran keluar, sangat
vaskuler, melekat ke laryng oleh lig. suspensorium sehingga turut bergerak waktu
15
menelan. Terdiri dari dua lobus yang dihubungkan dengan isthmus, kadang-
kadang pada isthmus terdapat lobus pyramidalis. Masing-masing lobus terletak
setinggi kartilago thyroid sampai cincin trachea ke-6. Ukuran normal lebih kurang
2 x 2,5 x 0,75 in. Diperdarahi oleh A. Thyroidea superior dan inferior, kadang-
kadang terdapat A. Thyroidea ima di daerah inferior kelenjar.
Terdapat N. Recurrens yang terletak di sebelah dorso medial lobus, saraf ini perlu
mendapat perhatian khusus pada saat operasi kel. thyroid.
Kelenjar Parathyroid
Merupakan massa berwarna coklat kekuningan yang jumlahnya bervariasi antara
2-4 pasang, terletak di posterior lobus lateralis thyroid dengan 3 kemungkinan
posisi, yaitu :
di bawah A. Thyroidea inferior, anterior dari fascia pretrachea.
di atas arteri dan di dalam fascia pretrachea.
di dalam kelenjar thyroid.
2.5 Drainase Limfatik Daerah Leher
Kelenjar getah bening leher terbagi dalam dua kelompok, yaitu : rangkaian
sirkuler/horizontal dan rangkaian vertikal. Kelenjar tersebut terdapat simetris pada
kedua sisi leher.
Rangkaian sirkuler
Rangkaian sirkuler terdiri dari :
1. Limfonodi oksipitalis, menerima limfe dari kepala bagian belakang.
16
2. Limfonodi retroauriculer, menerima limfe dari daerah temporal, telinga
bagaian belakang dan MAE. Terletak di proc. mastoideus.
3. Limfonodi preauriculer, menerima limfe dari kulit kepala bagian depan dan
auriculer.
4. Limfonodi parotis, menerima limfe dari nasofaring, CAE, cavum tymphani dan
palpebra.
5. Limfonodi facialis, menerima limfe dari farings, muka dan mukosa bibir.
6. Limfonodi submandibularis, menerima aliran limfe dari ujung medial mata,
sebagian hidung, bibir atas dan lateral bawah, gusi dan bagian lateral lidah.
7. Limfonodi submentalis, menerima limfe dari bibir bawah, ujung lidah dan
dasar mulut.
8. Limfonodi cervical superfisialis, menerima limfe dari parotis, auricula.
Terletak sepanjang V. Jugularis eksterna dan diatas m.sternocleidomastoid
9. Limfonodi cervical anterior, menerima aliran dari daerah laryng, thyroid dan
trachea.
Lore membagi drainase limfatik daerah leher dalam beberapa kelompok, sbb :
1. Internal Jugular Chain superior (nasofarings, dasar lidah, tonsil, karotis dan
larings)
2. IJC media/middle IJC (tonsil, lidah, laring, oro & hypofarings, sinus
paranasal, esofagus, leher, thyroid)
3. Inferior IJC (thyroid, larings, esofagus, leher)
4. Posterior cervical triangle (nasofarings, thyroid).
17
5. Supraklavikular (paru-paru, mammae, GIT, genitourinary).
6. Submandibular (intraoral, kel.submaxilar).
7. Submental (bibir, dasar mulut anterior, buccal).
8. Cricothyroid (larings, thyroid).
9. Preauriculer (parotis, CAE, kulit muka sebelah lateral, temporal dan kulit
kepala).
Rangkaian vertikal
Rangkaian vertikal menerima aliran limfe dari rangkaian sirkuler kecuali dari
submental dan facial sebelumnya menuju ke limfonodi submandibular dahulu.
Saluran eferen dari sisi kiri menuju ke Ductus Thoracicus sedangkan sisi sebelah
kanan bermuara dipertemuan antara V. Jugularis interna dengan V. Subclavia.
Gambar 2.9 Topografi anatomi kelenjar getah bening leher8
18
Gambar 2.10 Anatomi kelenjar getah bening leher7
1 = jugular chain, 2 = spinal chain, 3 = supraclavicular chain, 4 = occipital
lymph nodes, 5 = mastoid lymph nodes, 6 = parotid lymph nodes, 7 =
submandibular lymph nodes, 8 = submental lymph nodes, 9 = retropharyngeal
lymph nodes, 10 = recurrent lymph nodes, 11 = pretracheal lymph nodes, 12 =
prethyroidean lymph nodes
19
BAB III
TUMOR LEHER
3.1 Definisi
Definisi massa leher adalah pembesaran, pembengkakan atau pertumbuhan
abnormal diantara dasar tengkorak hingga klavikula.1 Setiap massa leher pada
pasien dewasa harus dianggap ganas sampai terbukti sebaliknya. Massa leher yang
bersifat metastatis cenderung asimtomatik yang membesar perlahan-lahan. Gejala
yang terkait sering berhubungan dengan massa leher termasuk odinofagia,
disfagia, disfonia, otalgia dan penurunan berat badan.2
Usia dan lokasi massa leher harus diperhatikan saat evaluasi. Secara umum
massa leher dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu inflammasi, neoplasma
dan kongenital. Pada pasien dibawah usia 15 tahun dan dewasa muda, inflamasi
adalah etiologi yang paing sering diikuti etiologi kengnital dan neoplasma. Usia
diatas 40 tahun, etiologi neoplasma menjadi yang paling sering diikuti inflamasi
dan kongenital. Lokasi massa leher sangan membantu untuk meyingkirkan
diagnosis banding.3
Setiap benjolan yang terdapat di leher harus dipikirkan akan kemungkinan
suatu keganasan atau metastasis dari tumor primer di tempat lain.
20
Gambar 3.1 Etiologi massa leher non-tiroid4
3.2 Epidemiologi
Tumor leher ditemukan sekitar 3% dari keseluruhan kasus kanker yang ada di
Amerika Serikat (dan sekitar 6% dari semua populasi kanker dunia pada tahun
2002), dan sekitar 45.000 kasus kanker kepala dan leher didiagnosis pada tahun
2004 Perbandingan dalam jenis kelamin wanita lebih banyak dari laki-laki = 3 : 1
dengan umur rata-rata 40-70 tahun. 60% penderita kebanyakan datang dengan
hanya satu keluhan, yaitu benjolan di daerah leher.4
Pada tahun 2003 di perkirakan bahwa kanker kepala dan leher akan terdiri
dari 2%-3% dari seluruh kanker di Amerika Serikat dan untuk 1%-2% dari semua
kematian kanker. Total ini mencakup 19.400 kasus kanker rongga mulut, 9500
21
kasus kanker laring dan 8300 kasus kanker faring. Kebanyakan pasien dengan
kanker kepala dan leher regional nodal kanker leher memiliki penyakit metastasis
pada saat diagnosis 43% dan metastasis dalam 10%.4
Kanker kepala dan leher mencakup berbagai kelompok tumor biasa yang
seringkali agresif dalam perilaku biologis mereka. Selain itu pasien dengan kanker
kepala dan leher sering berkembang menjadi tumor primer kedua. Tumor ini
terjadi pada tingkat tahunan sebesar 3%-7% dan 50%-75% dari kanker baru
seperti terjadi di saluran aerodigestive atas atau paru-paru.4
3.3 Klasifikasi
Ketika memeriksa pasien dengan massa leher, pertimbangan pertama dokter
harus membedakan kelompok pasien usia anak (<15 tahun), dewasa muda (16-40
tahun), atau dewasa (<40 tahun umur). Dalam masing-masing kelompok, kejadian
penyakit bawaan, inflamasi, dan neoplastik harus diperhatikan karena sebagian
besar massa leher masuk ke dalam salah satu dari tiga kategori. Pasien anak
umumnya menunjukkan massa leher inflamasi lebih sering daripada kelainan
bawaan dan neoplasma. Insiden ini mirip dengan yang ditemukan pada orang
dewasa muda. Sebaliknya, pertimbangan pertama pada orang dewasa yang lebih
tua harus selalu neoplasia, kemudian massa inflamasi dan kelaianan bawaan.10
Pertimbangan berikutnya harus lokasi massa leher. Hal ini sangat penting
dalam diferensiasi kelainan bawaan karena mereka biasanya terjadi di lokasi yang
khas. Penyebaran karsinoma kepala dan leher karsinoma mirip dengan penyakit
inflamasi, umumnya mengikuti penyebaran limfatik. Penampilan dan lokasi massa
22
leher metastatik dapat menjadi kunci untuk mengidentifikasi tumor primer atau
sumber infeksi.10
Gambar 3.2 Etiologi massa leher non-tiroid10
3.4 Diagnosis
Langkah diagnostik yang paling penting adalah pemeriksaan fisik kepala dan
23
leher. Visualisasi dan palpasi adalah komponen yang paling penting dari
pemeriksaan fisik. Hal ini membantu menentukan lokasi massa sesuai dengan
daerah drainase limfatik, ukuran lesi dan hubungannya dengan struktur sekitarnya
(terfiksasi atau tidak terfiksasi), konsistensi massa, dan berdenyutan atau bruit.10
Dokter tidak boleh terfokus pada massa leher dan mengabaikan untuk
melakukan evaluasi menyeluruh pemeriksaan kepala dan leher. Saluran
aerodigestif atas harus diperiksa secara menyeluruh, baik dengan kaca cermin
ataupun endoskopi.10
Massa leher berdenyut, bruit atau thrill, ultrasonografi dapat dilakukan untuk
membedakan masalah vaskular degeneratif (misalnya aneurisma) dari kondisi
neoplastik (misalnya, glomus dan tumor karotis). Ultrasonografi juga dapat
membantu untuk membedakan massa yang solid dan kistik, atau kista brankialis
bawaan dan kista tiroglosus dari kelenjar getah bening yang solid, tumor
neurogenik, dan ektopik.10
Pada pasien yang memiliki massa leher yang membingungkan namun diduga
memiliki proses inflamasi, terapi antibiotik dan observasi, tidak lebih dari 2
minggu, dapat diterima sebagai uji klinis. Jika massa tersebut terus-menerus atau
meningkat dalam ukuran setelah pemberian antibiotik, pemeriksaan tambahan lain
diperlukan. Biopsi dengan pemeriksaan patologi adalah tes diagnostik definitif.
Biopsi terbuka harus dilakukan, namun hanya setelah dokter telah melakukan
pemeriksaan kepala dan leher lengkap dengan menggunakan metode langsung dan
tidak langsung dan telah melakukan awal biopsi aspirasi jarum halus (FNAB),
yang merupakan standar perawatan untuk biopsi awal.10
24
Gambar 3.3 Evaluasi dan manajemen massa leher pada pasien dewasa2
Hal ini terutama diperlukan untuk orang dewasa. Biopsi umumnya harus
dilakukan bila massa leher yang semakin memperbesar, massa leher asimetris
tunggal, massa leher keras tanpa tanda-tanda infeksi aktif dan kondisi aktif
menular yang tidak merespon terhadap antibiotik konvensional dan di mana
penentuan bakteriologis rutin tidak berhasil, sehingga sampel jaringan yang
dibutuhkan untuk studi bakteriologis lanjut.10
25
Gambar 3.4 Algoritma evaluasi dan manajemen massa leher11
Pemeriksaan diagnostik dan tes untuk massa pada kepala dan leher :10
1. Pemeriksaan fisik: Diulang; yang paling penting
2. Radionucleotide scanning: pada lesi kompartemen leher anterior; membantu
dalam lesi tiroid dan melokalisasi lesi berada dalam kelenjar ludah. PET scan
dapat membantu mengidentifikasi metastasis jauh.
26
3. Ultrasonografi: Untuk membedakan solid dari massa kistik; sangat berguna
dalam kista kongenita, dapat juga berguna untuk lesi vaskular
4. Arteriografi: Untuk lesi vaskular dan tumor yang menmpel pada arteri karotis
5. Sialografi: Untuk mendiagnosa sialadenopati atau untuk mencari massa
dalam atau di luar kelenjar ludah.
6. CTscan dan MRI: membedakan kista dari lesi padat, mengetahui lokasi massa
dalam atau di luar kelenjar, menjelaskan hubungan anatomi
7. X-ray: Jarang membantu dalam membedakan massa leher
8. Antibiotik: uji klinis untuk kecurigaan inflamasi, pemeriksaan lanjutan jika
massa masih ada.
9. Kultur dan sensitivitas: jaringan inflamasi pada biopsi terbuka
10. Tes kulit: Digunakan bila lesi inflamasi kronis atau granulomatosa
11. Jarum biopsi: standar emas dalam diagnosis massa leher; menggunakan jarum
kecil halus; mendapatkan jaringan limfoid
12. Endoskopi dan biopsi: Untuk mengidentifikasi tumor primer sebagai sumber
metastasis; digunakan dalam semua pasien yang diduga menderita neoplasia
13. Biopsi terbuka: Gunakan hanya setelah semua pemeriksaan dilakukan dan
jika diagnosis tidak jelas, spesimen untuk pemeriksaan patologi.
Jika anamnesis, pemeriksaan fisik, dan tes diagnostik rutin tidak mengarah ke
diagnosis definitif, setiap massa leher tidak diketahui, terutama unilateral, massa
leher tanpa gejala yang sesuai dengan lokasi kelompok kelenjar getah bening,
harus dipertimbangkan lesi neoplastik metastasis sampai terbukti sebaliknya.10
27
3.4.1 Biopsi Aspirasi Jarum Halus (FNAB) dan Biopsi Terbuka
FNAB dilakukan sebelum endoskopi tapi setelah pemeriksaan kepala dan
leher yang menyeluruh. Seorang ahli patologi diperlukan untuk hasil FNAB yang
akurat. FNAB telah menjadi standar dalam membuat keputusan diagnostik dan
manajemen pada massa leher.10
FNAB juga digunakan pada pasien dengan keganasan untuk konfirmasi
metastasis yang diperlukan untuk stadium tumor dan perencanaan terapi, pada
pasien dengan tumor primer leher untuk memulai terapi non-bedah, dan pada
pasien dengan massa leher tidak diketahui. FNAB biasanya dapat membedakan
lesi kistik dan inflamasi, lesi tumor jinak dan keganasan, limfoma dan
karsinoma.2, 10 Khusus untuk lesi limfoma harus bilakukan biopsi eksisi untuk
pemeriksaan patologi yang digunakan untuk diagnosis dan rencana kemoterapi.12
Untuk lesi persisten dan curiga ganas, FNAB dapat diindikasikan. FNAB juga
pemeriksaan diagnostik pilihan pada sebagian besar yang dicurigai keganasan
leher. Di tangan yang berpengalaman, sensitivitas dan spesifisitas FNAB lebih
besar dari 90%.5
3.4.2 Endoskopi dan biopsi Dipandu
Pencarian untuk lesi primer harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh baik
langsung dan tidak langsung, yaitu pemeriksaan rongga mulut, nasofaring,
hipofaring, laring, tiroid, kelenjar ludah, dan kulit kepala dan wajah. Pemeriksaan
toraks dan abdomen juga dapa dilakukan, tetapi biasanya jarang membantu dalam
membedakan massa leher. FNAB adalah standar evaluasi setelah pemeriksaan
fisik lengkap. Jika sifat massa atau sumber dari metastasis yang diidentifikasi oleh
28
FNAB tetap sulit ditentukan, saluran aerodigestive harus diperiksa secara
endoskopi, terutama di daerah sumber drainase limfatik. Jika ditemukan lesi
tumor pada saluran aerodigestif, lesi tumor tersebut harus dibiopsi, bila tidak ada
lesi tumor, biopsi dipandu (guided biopsy) harus dilakukan dari daerah yang
paling logis untuk tumor primer berdasarkan drainase limfatik. Daerah ini
biasanya pada nasofaring sekitar fossa Rosenmüller, tonsil (dalam hal ini
tonsilektomi menggantikan biopsi insisi), dasar lidah, dan sinus piriformis. Tumor
primer seringkali submukosa atau timbul jauh di dalam kripta dari tonsil palatine
atau lipatan jaringan limfoid lingual. Hal ini yang menjadi alasan megapa harus
dilakukan biopsi pada saluran aerodigestif.10
3.4.3 Biopsi Eksisi
Ketika pemeriksaan FNAB positif untuk karsinoma, pemeriksaan klinis dan
endoskopi tidak mengungkapkan lokasi tumor primer, biopsi eksisi adalah
langkah berikutnya dalam mengkonfirmasikan atau mendiagnosis massa leher.10
Ketika biopsi eksisi dilakukan, harus segera dilakukan pemeriksaan patologi
di bawah mikroskop. Jika diagnosis karsinoma sel skuamosa, melanoma, atau
adenokarsinoma (kecuali massa adalah supraklavikula), diseksi leher radikal harus
dilakukan.10 Khusus untuk lesi limfoma harus bilakukan biopsi eksisi untuk
pemeriksaan patologi yang digunakan untuk diagnosis dan rencana kemoterapi.12
3.4.4 Sentinel Lymph Node Biopsy (SLND)
Sentinel Lymph Node Biopsy (SLND) adalah prosedur di mana kelenjar getah
bening sentinel diidentifikasi, diambil, dan diperiksa untuk menentukan apakah
terdapat sel-sel kanker.13
29
Pada SLNB dilakukan limfoskintigrafi pra operasi, pemetaan limfatik
intraoperatif menggunakan gamma probe portabel atau pewarna biru (blue dye)
dan dilakukan pemeriksaan patologi dari kelenjar.14
Gambar 3.5 Drainase limfatik dari tumor primer untuk sentinel kelenjar
getah bening14
Hasil SLNB negatif menunjukkan bahwa kanker menyebar ke kelenjar getah
bening terdekat atau organ lainnya. Hasil SLNB positif menunjukkan bahwa sel
kanker terdapat di kelenjar getah bening terdekat (sentninel), dan mungkin ada
dalam kelenjar getah bening di sekitarnya (kelenjar getah bening regional) dan,
mungkin organ-organ lain. Informasi ini dapat membantu dokter menentukan
stadium kanker dan menentukan manajemen yang tepat.13, 15
Hasil penelitian meta analisis meunjukan bahwa SLNB mempunya sensitifits
dan spesifitas lebih baik daripada CT scan dan MRI bahkan PET scan dalam
menetukan ketrlibatan metasatasis kelenjer getah bening. Namun, harus diketahui
30
lesi primernya.13, 15
3.4.5 Pemeriksaan pencitraan
PET Scan memiliki akurasi penentuan stadium kanker sekitar 69-78%, nilai
prediksi positif 56-83%, nilai prediksi negatif 75-86%, sensitivitas 63-100% dan
spesifisitas 90-94%. Tumor wilayah supraglottic dan cincin tonsil Waldeyer
adalah yang paling sulit untuk dapat didiagnosis dengan FDG-PET. Hal ini karena
volume tumor rendah kecil, lesi superfisial, terdapat jaringan limfoid normal, dan
akumulasi FDG disekresikan oleh kelenjar ludah ke dalam valekula dan sinus
piriformis. Semua kelenjar getah bening leher metastasis terdeteksi oleh CT
dikonfirmasi oleh PET scan.16
CT scan dengan kontras untuk massa leher dapat melokalisasi dan
karakterisasi lesi leher. Karena CT scan dapat dilakukan cepat, ditoleransi dengan
baik, dan cukup tersedia, dapat digunakan untuk evaluasi awal, perencanaan pra
operasi, penargetan biopsi, dan evaluasi pasca-operasi. Namun, histopatologi tetap
standar emas.17
Evaluasi harus terdiri dari pemeriksaan menyeluruh diikuti dengan scan MRI,
jika memungkinkan. MRI memungkinkan untuk perbedaan jaringan lunak yang
lebih baik daripada CT scan. Oleh karena itu, MRI lebih baik dapat menilai lokasi
tumor kecil serta lebih jelas menunjukkan metastasis leher.2
PET scan menunjukkan peningkatan aktivitas glikolitik sel tumor,
mengidentifikasi lokasi tumor yang potensial. PET scan dapat mengidentifikasi
tumor kecil, biasanya di pangkal lidah dan di tonsil. PET scan dan kombinasi PET
/ CT scan telah digunakan untuk menindaklanjuti pasien setelah pengobatan untuk
31
mengevaluasi rekurensi.2
3.5 Massa leher yang tidak diketahui asal tumor primer
Massa leher pada pasien dewasa harus dicurigai tumor dan keganasan. Pada
tahun 1952, Martin dan Romieu, pada 1.300 tumor primer dari kepala dan leher
bermanifestasi massa leher pada 12,4% kasus. Mereka menyatakan, "pembesaran
asimetris dari satu atau lebih kelenjar getah bening leher pada orang dewasa
hampir selalu kanker dan biasanya disebabkan oleh metastasis dari lesi primer di
mulut atau faring." Prinsip ini dapat berlaku saat ini.10
Menurut Lee dan Helmus mendukung teori bahwa massa leher asimetris pada
orang dewasa harus dianggap ganas sampai terbukti sebaliknya. Mereka meneliti
spesimen biopsi dari massa leher pada 163 pasien, dari pasien >40 tahun, 29,4%
memiliki karsinoma dan 21,4% memiliki limfoma. Penelitian tersebut hampir
sama dengan Slaughter, Majarakis, dan Southwick dan Mayo dan Lee, yang
melaporkan bahwa sekitar 50% merupakan keganasan pada massa di leher.
Insiden penyakit ganas dalam massa leher naik menjadi 80% ketika nodul tiroid
jinak dieksklusikan.10
Prinsip kedua mengenai lesi primer yang tidak diketahui adalah bahwa
pengambilan kelenjar getah bening yang membesar untuk tujuan diagnostik
adalah merugikan untuk pasien dengan metastasis karena metastasis jauh dan
rekurensi regional lebih sering terjadi pada pasien yang telah menjalani biopsi
eksisi dibandingkan pada mereka dengan stadium yang sama yang belum
dilakukan biopsi eksisi. Temuan ini menunjukkan bahwa terjadi gangguan
32
drainase limfatik dan manipulasi massa metastasis. Pada tes limfangiografi leher
menunjukan adanya gangguan pola drainase limfatik yang normal pada terapi
pembedahan. Gooder dan Palmer telah sama menegaskan hal ini yaitu terjadi
peningkatan insidensi rekurensi dan komplikasi luka pada pasien yang dilakukan
biopsi.10
Upaya untuk mendiagnosa dan manajemen massa di leher harus dimulai
dengan pemeriksaan yang cermat dari rongga mulut, nasofaring, hipofaring,
laring, tiroid, kelenjar ludah, dan kulit kepala dan leher. 50-67% pasien yang
memiliki massa leher, lokasi tumor primer diidentifikasi dengan pemeriksaan
kepala dan leher yang menyuluruh.10
3.6 Massa leher yang diketahui asal tumor primer
Insidensi metastasis kelenjar getah bening leher antara lain tumor rongga
mulut 30-65%, tumor orofaring 29-83%, tumor nasofaring 60-90%, tumor
hipofaring 52-72%, tumor supraglotis 35-54%, tumor glotis 7-9%, tumor
sinonasal 10-20%, kelenjar ludah 25-50%, kelenjar tiroid 18-84%.8
33
Gambar 3.6 Kelompok metastasis kelenjar getah bening dengan lesi primer
yang diketahui.18
Lebih dari 90% dari metastasis leher terdiri karsinoma sel skuamosa
sedangkan adenokarsinoma, karsinoma undifferentiated, dan keganasan lainnya
(misalnya, karsinoma tiroid, melanoma) kurang umum di dunia Barat. Karsinoma
undifferentiated lebih sering terjadi di negara-negara dengan prevalensi tinggi
karsinoma nasofaring.12
3.7 Tumor Leher Primer
Neoplasma primer leher termasuk yang tumor yang muncul dari struktur
limfovaskuler leher dan jaringan lunak leher. Neoplasma ini dapat berupa jinak
atau ganas. Meskipun jarang penyebab massa leher, kita harus selalu
34
mempertimbangkan tumor ini dalam diagnosis bandung dari massa leher.10
Diagnosis neoplasma leher memerlukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan
fisik yang cermat. Harus ditanyakan riwayat tumor leher sebelumnya, riwayat
keluarga, tanda-tanda sistemik dan terapi radiasi sebelumnya daerah kepala dan
leher. Pemeriksaan kepala dan leher yang komprehensif harus mencakup telinga
dan tulang temporal, rongga sinonasal, nasofaring, orofaring, hipofaring, dan
laring serta pemeriksaan saraf kranial. Jika massa leher tidak berdenyut, FNAB
harus dilakukan.10
Pemeriksaan radiologi CT-scan dan magnetic resonance imaging (MRI)
dilakukan untuk evaluasi tumor jaringan lunak dari daerah kepala dan leher
dengan keuntungan tertentu dari setiap jenis tumor, lokasi, dan kedekatan dengan
struktur vital. Meskipun temuan radiografi dapat memberikan petunjuk untuk
diagnosis, diagnosis yang akurat tidak dapat dikonfirmasi tanpa evaluasi
histologis. CT scan sangat berguna dalam mengevaluasi kalsifikasi dalam tumor.
Selain itu. MRI memeberikan keuntungan daripada CT scan dalam mengevaluasi
jaringan lunak tumor di daerah kepala dan leher. MRI direkomendasikan pada
tumor jaringan lunak yang berdekatan dengan struktur vital di sekitar leher.
Positron emission tomography (PET) scan untuk mengevaluasi tumor primer dan
penyakit metastasis tertentu.10
3.7.1 Tumor Jinak Leher
Neoplasma jinak leher sering salah diagnosis sebagai infeksi (misalnya,
limfadenitis) atau bawaan (misalnya, kista brakialis) pada pemeriksaan awal.
35
Dengan demikian, diagnosis semua massa leher memerlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis, dan FNAB. Neoplasma primer jinak
leher termasuk tumor pembuluh darah, seperti paragangliomas; neoplasma saraf
perifer, seperti schwannomas atau Neurofibroma; dan lipoma.
Neoplasma vaskular.10
Hemangioma mempunyai aktivitas mitosis yang meningkat dan keadaan
demikian dianggap sebagai neoplasma sejati. Malformasi vaskuler tidak seperti
hemangioma, mempunyai kecepatan penggantian sel endothelial yang normal.
Lesi yang tinggi akibat kelainan menyolok yang berhubungan dengan sistem
arterial dan venousa dan dapat menyebabkan masalah yang berbahaya dari adanya
perdarahan masif, gagal jantung dan kongestif curah tinggi, dan anemia
hemolitik.10
Di daerah leher, hemangioma biasanya berjenis kavernosa yang merupakan
benjolan lunak yang mengempis bila ditekan dan menggelembung saat dilepaskan
lagi. Tumor ini ditangani dengan ekstirpasi, bila besar perlu persiapan berupa
arterigrafi atau flebografi.10
Tumor glomus karotis yang merupakan tumor cukup jarang ditemukan,
terutama di setinggi sisi leher. Umumnya tumor ini tidak menunjukan gejala dan
pada palpasi terdapat denyut nadi a.karotis. Tumor ini dapat di gerakan di bidang
horizontal tetapi tidak di bidang vertical karena hubungan erat pada bifurkasio
a.karotis komunis, penanganannya yaitu ekstirpasi massa tumor.10
36
.
Gambar 3.7 MR angiografi pada tumor paraganglioma10
Schwannoma
Schwannoma, tumor yang berasal dari sel Schwann saraf perifer. Tumor ini
biasanya soliter. Secara klinis, schwannomas leher mungkin bersifat massa leher
yang nyeri. Pada pemeriksaan radiologi, schwannomas biasanya berbatas tegas
pada CT-scan kontras. Pemeriksaan selanjutnya dengan pemeriksaan
histopatologi. Transformasi maligna dari schwannomas jarang terjadi. Manajemen
pilihan schwannomas leher biasanya melibatkan reseksi bedah.10
37
Gambar 3.8 MRI schwannoma vagal dan saraf vagus19
Neurofibroma
Neurofibroma adalah tumor jinak selubung saraf, massa leher soliter atau
beberapa nodul tumor. Neuofibroma berkaitan dengan penyakit autosomal
dominan von Recklinghausen. Berbeda dengan schwannomas, neurofibroma yang
unencapsulated dan histologis menunjukkan bundel jalinan sel spindle. Seperti
schwannomas, neurofibroma soliter mengalami mengalami transformasi maligna
dan paling baik diobati dengan reseksi bedah. Bedah untuk neurofibromatosis
biasanya diperuntukkan bagi mereka lesi yang nyeri, mereka yang dapat
menyebabkan tekanan daerah sekitar dari ukurannya yang besar, atau lesi yang
ganas.10
Lipoma
Lipoma adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan adiposa. Lipoma adalah
tumor jaringan lunak yang paling sering dari leher dan biasanya terdapat sebagai
38
massa leher yang tidak nyeri. Manajemen lipoma adalah dengan reseksi bedah
lengkap untuk alasan estetika.
3.7.2 Tumor Ganas Leher
Pembahasan berikut akan termasuk tumor ganas primer yang beasal dari
struktur di leher. Neoplasma berikut ini tidak termasuk semua tapi termasuk yang
paling sering harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding massa ganas di
daerah leher.10
Tumor Tiroid
Neoplasma tiroid, baik jinak maupun ganas, adalah penyebab utama massa
leher kompartemen anterior di semua kelompok usia dan bersama dengan
metastasis kelenjar getah bening. Metastasis kelenjar getah bening adalah gejala
awal pada sekitar 15% kasus karsinoma papilar.10
Nodul tiroid yang jinak paling sering terjadi pada umur 30 ¬-50 tahun.
Apabila nodul dijumpai pada umur < 20 tahun, 20-70% adalah ganas, demikian
juga kalau umur > 50 tahun. Adanya gejala lokal suara parau dan disfagi biasanya
dapat merupakan petunjuk adanya sifat invasif suatu keganasan tiroid. Suatu
nodul tiroid yang sudah bertahun-tahun besarnya tetap biasanya jinak, akan tetapi
apabila berubah menjadi membesar dalam waktu yang singkat (bulan/minggu)
maka perlu diwaspadai berubah menjadi ganas. Lakukan pemeriksaan sistematis
(urut dari atas ke bawah), simetris (bandingkan kanan dan kiri), simultan
(kanan dan kiri bersamaan ), seksama dan jangan lupa melihat kepala bagian
belakang. Secara rutin harus dievalusi juga keadaan kelenjar getah bening
39
lehernya, adakah pembesaran, lakukan evaluasi tersebut secara sistematis pula.
Pada penyakit ini dapat disertai pembesaran tiroid dengan fungsi normal
(eutiroid), berkurang (hipotiroid) atau meningkat (hipertiroid). Bila disertai
dengan fungsi berkurang atau meningkat biasanya gambaran klinisnya jelas,
sehingga diagnosis agak mudah ditegakkan.
Pemeriksaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan
radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked immunoassay (ELISA)
dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total ( TT4) dikerjakan pada
semua penderita dengan penyakit tiroid. T3 total ( TT3 ) sangat membantu untuk
hipertiroid dan TSH sangat diperlukan untuk mengetahui hipotiroid.
Dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau
pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis sudah bisa kita
duga, foto rontgen leher posisi antero posterior dan posisi lateral diperlukan
untuk evaluasi kondisi jalan nafas. Adanya kalsifikasi halus pada struma
menunjukkan karsinoma papiler sedang kalsifikasi yang kasar bisa terdapat pada
endemik goiter yang lanjut atau juga bisa pada karsinoma meduler
Prinsip sidik tiroid adalah daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan
menangkap radioaktivitas yang lebih tinggi. Radioisotop yang umum digunakan
dalam bidang tiroidologi adalah I131, I123, I125, Tc99m pertechnetate. Radiasi
gamma digunakan untuk diagnostik, sedangkan radiasi beta hanya penting untuk
terapi.
USG, scan tiroid, dan tes fungsi tiroid harus dilakukan untuk pasien yang
memiliki massa leher kompartemen anterior yang bergerak saat menelan. Massa
40
tiroid ditemukan kistik dengan USG harus diaspirasi. Lesi padat harus dilakukan
tes nuklir (T3,fT4, TSH). Sekitar 20-25% dari nodul dingin soliter akan terbukti
kistik, dan sekitar 20-25% adalah kanker. FNAB awal massa tiroid dapa dilakukan
tanpa tes nuklir dan USG, dan hal ini telah menjadi standar diagnosis karena
menghasilkan diagnosis yang lebih cepat, ekonomis, dan definitif untuk sifat
massa tiroid.10
Limfoma
Limfoma malignan yang bersifat sistemik dan dapat muncul sebagai limfoma
di leher. Kelenjar biasanya membesar, kenyal, umumnya berbenjol-benjol, dan
tidak nyeri. Bisa ada gejala umum seperti rasa lelah dan demam. Diagnosis
ditegakkan melalui pemeriksaan patologi jaringan melalui biopsi dan pemeriksan
histolipatologik. Limfoma Non-Hodgkin (NHL) adalah kelompok penyakit
limfoma ganas yang heterogen yang juga mungkin muncul pertama sebagai
limfoma leher.10
Penentuan stadium yang tepat sangat penting sebelum memulai terapi. Pasien
harus melalui pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
termasuk laringoskopi indirek. Pemeriksaan penunjang seperti Computed
tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat menilai secara
lebih lengkap perluasan dari suatu tumor di daerah kepala dan leher.
Limfoma biasanya diskrit, kenyal, dan tidak nyeri tekan.
Spesimen dari massa dapat awalnya dibiopsi oleh FNAB. Bila hasil FNAB masih
belum jelas, langkah diagnostik berikutnya harus dilakkukan biopsi terbuka untuk
pemeriksaan histopatologi lengkap. Jika pemeriksaan fisik atau laringfaringoskopi
41
terdapat kelainan cincin Waldeyer, biopsi pada daerah tersebut diperlukan untuk
diagnosis dan penentuan stadium limfoma.10
Pemeriksaan FNAB dapat mendeteksi suatu penyakit yang rekuren atau
perubahan histologis, namun tidak dapat membedakan, apakah limfoma tersebut
bersifat folikuler atau difus, yang merupakan faktor penting dalam menentukan
derajat dan prognosis suatu limfoma. Untuk itulah biopsi terbuka lebih dipilih
untuk menentukan diagnosis awal.
Pemeriksaan imunohistokimia dapat membantu membedakan limfoma
dengan keganasan anaplastik atau undifferentiated : antibodi antikeratin untuk
karsinoma, antibodi protein anti-S-100 untuk melanoma dan antibodi panleukosit
untuk limfoma. Pemeriksaan imunohistokimia juga dapat membantu membedakan
infiltrat limfoid jinak dari suatu limfoma dengan bantuan mikroskop cahaya. 5
Sebagian besar NHL mengekspresikan penanda sel T atau sel B. Satu set
panel pemeriksaan antigen sel T dapat membedakan limfoma sel T dengan suatu
hiperplasia. Limfoma sel B mengekspresikan satu kelas tunggal dari rantai ringan
(kappa atau lamda), sedangkan hiperplasia menunjukkan suatu campuran dari
kedua kelas tersebut.
Pemeriksaan imunohistokima atau pemeriksaan molekuler lainnya akan lebih
baik apabila dilakukan pada jaringan yang masih segar, maka sebaiknya klinisi
memberikan informasi tentang adanya kecurigaan diagnosis adalah suatu limfoma
kepada ahli patologi. Suatu jenis subtipe histologis suatu NHL mempengaruhi
penentuan stadium, terapi dan harapan hidup pasien.
42
Gambar 3.9 CT scan NHL sinus paranasal20
Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) berguna untuk
mengevaluasi sisa masa tumor pada akhir terapi untuk menentukan status
kekambuhan penyakit.
Tumor kelenjar ludah
Tumor kelenjar ludah harus dipertimbangkan setiap kali massa padat
memperbesar terletak di depan dan di bawah telinga, di sudut mandibula, atau
dalam segitiga submandibula. Tumor jinak kelenjar ludah biasanya tanpa gejala.
Gejala nyeri, pertumbuhan yang cepat, paralisis saraf kranial (CN) VII, atau
fiksasi kulit dicurigai keganasan. Pemeriksaan radiografi diagnostik (misalnya,
sialography, scan nuklir, CT scan) dapat dilakukan untuk diagnosis tumor kelenjar
ludah. Diagnosis pasti adalah dengan biopsi terbuka dalam bentuk pengangkatan
kelenjar submandibular atau parotidectomy superfisial.2, 10
Kanker Paragangliomas
Setiap massa pada leher harus diraba dan auskultasi untuk memastikan bahwa
massa tidak melekat atau timbul dari struktur vaskular. Mayoritas paraganglioma
tidak memerlukan jaringan untuk diagnosis yang akurat, seperti yang dijelaskan di
bagian sebelumnya. Potensi keganasan paraganglioma berkorelasi dengan lokasi
asal, 2% sampai 19% dilaporkan menjadi ganas, tumor glomus jugulare
43
merupakan presentase paling rendah dan tumor vagal presentase tertinggi. Sekitar
6% dari tumor karotis menunjukkan kejanasan, meskipun pemeriksaan histologis
dianggap tidak cukup untuk menentukan keganasan. Hal ini berdasarkan pada
perilaku tumor seperti metastasis kelenjar getah bening atau metastasis jauh.
Neoplasma Ruang Parapharyngeal
Berbagai tipe keganasan primer ruang parapharyngeal telah dilaporkan,
misalnya tumor ganas kelenjar liur (karsinoma adenoid kistik, carcinoma ex-
pleomorfik adenoma, karsinoma sel acinic), tumor neurogenik ganas, limfoma,
liposarkoma, fibrosarkoma, meningioma ganas, dan lain-lain.
Sarkoma.
Leher dan parotis merupakan lokasi terbanyak terjadinya sarcoma pada
kepala dan leher, meskipun kurang dari 1% dari semua keganasan kepala dan
leher. Di Amerika Serikat, kurang dari 5000 kasus yang dilaporkan setiap
tahunnya, 80% pada dewasa. Dari jumlah tersebut, hanya 15% sampai 20% pada
kepala dan leher, dengan lokasi di jaringan lunak leher dan daerah sinus paranasal
yang paling sering. Meskipun etiologi belum diketahui, neoplasma ini berasal dari
sel mesenchymal, contohnya sel endotel, otot, tulang rawan, dan jaringan ikat.
Lebih dari 80% ri sarkoma berasal dari jaringan lunak, sedangkan sekitar 20%
muncul dalam tulang.21, 22
Apabila semua lokasi dipertimbangkan, tipe paling sering adalah
histiocytoma fibrous malignan (HFM). Di kepala dan leher, sarkoma yang paling
sering pada anak-anak adalah rhabdomyosarcoma (RMS); pada orang dewasa,
osteosarcoma, angiosarcoma, HFM, dan fibrosarcoma terjadi paling sering. RMS
44
adalah sarkoma yang paling sering pada anak-anak dan juga merupakan sarkoma
paling banyak pada daerah kepala dan leher. Secara keseluruhan, HFM dianggap
jenis yang paling sering dari sarcoma.21, 22
Gambar 3.10 Pasien berusia 27 tahun dengan sarkoma jaringan lunak pada
leher kiri22
Sarkoma diklasifikasikan dan diberi penamaan sesuai dengan jaringan
asalnya, bukan dari lokasi asal. Banyak "jaringan lunak" sarkoma seperti HMF
dapat didiagnosis pada tulang, tetapi diagnosis tergantung pada sediaan histologi.
Sistem stadium sekarang terpisah apakah berasal dari tulang atau jaringan lunak
asal sarkoma tersebut.
Pengobatan sarkoma di daerah kepala dan leher melibatkan pendekatan
multidisiplin, evaluasi, sehingga dapat optimal dan rehabilitasi. Perawatan harus
selalu menyertakan konsultasi dengan ahli bedah kepala dan leher, onkologi
medis, dan onkologi radiasi dalam kerjasama yang erat dengan kepala dan leher
45
patologi dan neuroradiologist. Spesialis lain sering terlibat dalam perawatan
pasien ini termasuk ahli onkologi gigi, prosthodontist maksilofasial, dan spesialis
rehabilitasi. Histologi, evaluasi, dan pengobatan setiap jenis histologis sarkoma
dan situs asal akan bervariasi, dan dengan demikian, akan dibahas sesuai dengan
sel asal.21, 22
Sarkoma Alveolar
Sarkoma alveolar jaringan lunak adalah tumor langka yang melibatkan kepala
dan leher pada 25% kasus, meskipun kurang dari 1% dari semua sarkoma. Sel asal
tidak diketahui, meskipun diferensiasi sel otot dan saraf telah diidentifikasi.
Lokasi tersering yang terkena di kepala dan leher adalah lidah dan orbit, dengan
orbit yang memiliki prognosis yang terbaik. Sarkoma alveolar jaringan lunak
jarang melibatkan leher dan dilaporkan bermetastasis ke leher dari kepala dan
leher kurang dari 10% dari kasus, sehingga disseksi leher kurang beralasan.
Metastasis jauh terjadi dan mungkin tidak ada selama bertahun-tahun atau dekade
setelah tumor awal diobati. Terapi pembedahan tetap andalan pengobatan,
meskipun sering kambuh. Dilaporkan keberhasilan dengan pengobatan
multimodalitas termasuk kemoterapi, Angka survival 65% pada 5 tahun tapi
turun menjadi 50% pada 10 tahun.21, 22
Angiosarcoma.
Angiosarcoma adalah sarkoma langka yang lain yang terjadi kurang dari 1%
dari semua sarkoma, setengahnya melibatkan kepala dan leher. Penyakit ini
mungkin melibatkan pembuluh darah dan limfatik, diferensiasi dari
lymphangiosarcoma. Etiologi masih belum jelas meskipun trauma, radiasi, dan
46
lymphedema telah dikaitkan dengan beberapa kasus. Pengobatan utama adalah
pembedahan, meskipun dibutuhkan margin lebar karena sifat multisenter tumor
ini dan tingkat kekambuhan mendekati 50%. Terapi radiasi pasca operasi juga
direkomendasikan, ada pula dengan menggunakan kemoterapi dalam neoplasma
tersebut. Metastasis seringnya terjadi pada paru-paru dan hati, sedangkan
metastasis regional sering di kulit kepala.21, 22
Hemangioendothelioma epiteloid.
Tumor ini sangat langka dan keterlibatann kepala dan daerah leher hanya
sekitar 10% sampai 15% dari kasus. Lesi ini ditemukan berasal dari jenis
epitheliod atau histiocytoid sel endotel. Pengobatannya dengan eksisi bedah
dengan terapi radiasi. Kekambuhan dan potensi metastasis berkorelasi dengan
agresivitas biologis dengan lesi epithelioid memiliki prognosis yang lebih baik,
sedangkan lesi sarkomatosa memiliki potensi metastatik yang lebih tinggi dan
prognosis yang lebih buruk.21
Chondrosarcoma.
Meskipun chondrosarcoma biasanya ditemukan di daerah rahang atas dan
rahang bawah dari kepala dan leher, namun juga bisa didapatkan di leher atau
jaringan lunak. Secara histologis, pembentukan tulang rawan ada dengan berbagai
tingkat diferensiasi dan kelas. Tumor ini biasanya diklasifikasikan sebagai tulang
atau extraosseous dan subtipenya: konvensional, myxoid, dan mesenchymal
dengan mesenchymal menjadi jauh lebih sering pada anak-anak dan dewasa
muda. Pengobatan berupa reseksi bedah luas, dan dapat dipertimbangkan radiasi
pasca operasi, terutama pada tumor dengan grading tinggi. Angka survival
47
chondrosarcomas di kepala dan leher 87,2% dalam 5 tahun dan 70,6% dalam
10tahun dengan 59,5% menjalani operasi saja, sementara 21,0% memiliki terapi
radiasi adjuvant.
Osteosarkoma.
Osteosarcoma kepala dan leher terutama pada mandibula dan maksila, dengan
mandibula memiliki insiden sedikit lebih tinggi. Tumor jarang melibatkan
jaringan lunak leher, meskipun metastasis daerah terisolasi telah dilaporkan di
samping beberapa laporan yang melibatkan hyoid dan laring. Pengobatan lesi ini
terutama reseksi bedah dengan atau tanpa terapi radiasi dan kemoterapi. Insiden
metastasis ke servikal dilaporkan kurang dari 10%, sehingga diseksi leher kurang
bermanfaat.
Fibrosarcoma.
Leher adalah lokasi kedua yang paling sering pada fibrosarcoma kepala dan
leher, setelah daerah sinus paranasal. Meskipun dapat terjadi pada semua usia,
lebih sering terjadi pada orang dewasa antara 40 dan 70 tahun. Neoplasma ini
berasal dari fibroblast dan biasanya timbul secara spontan tetapi diketahui muncul
di daerah bekas luka bakar dan terapi radiasi.21
Leiomyosarcoma.
Leiomyosarcoma adalah neoplasma yang sering pada dewasa lanjut,
meskipun dapat terjadi pada semua usia. Merupakan 6% dari semua sarkoma, dan
3% melibatkan daerah kepala dan leher. Neoplasma ini berkembang dari otot
polos dan secara histologis tampak fasikula berpola tegak lurus dengan inti
cigarshaped, sitoplasma eosinofilik, dan vakuola paranuclear. Terapi dengan
48
reseksi luas dengan margin negatif. Diseksi leher dapat diindikasikan karena
potensi metastasis regional dan jauh. Prognosis bervariasi dengan lokasi asal dan
histologis bervariasi, sehingga estimasi akurat survival setiap lokasi sulit.21
Liposarkoma.
Meskipun dianggap sebagai sarcoma jaringan lunak yang paling sering dari
orang dewasa, yaitu 12% sampai 18% dari kasus, keterlibatan daerah kepala dan
leher jarang, terjadi pada sekitar 3% sampai 6%. Liposarkoma dianggap terjadi
lebih sering pada lokasi jaringan lunak lebih dalam dari lipoma atau lipoma
atipikal; metastasis serviksal jarang terjadi, dan metastasis jauh telah dilaporkan
pada paru-paru dan hati.
Fibrous histiocytoma Maligna.
Sebagian menganggap FHM sarkoma jaringan lunak yang paling sering pada
orang dewasa. Namun jarang melibatkan daerah kepala dan leher, meskipun dapat
terjadi di jaringan lunak sinus paranasal, leher, dasar tengkorak, dan kelenjar
parotis. Dari 88 histiocytomas fibrous (jinak dan ganas) dari kepala dan leher,
leher merupaka lokasi kedua yang paling sering setelah sinonasal. Faktor etiologi
termasuk terapi radiasi sebelum dan penggunaan silika sebagai bahan injeksi.
Hemangiopericytoma ganas.
Hemangiopericytoma muncul dari sel-sel Zimmerman, yang terjadi sekitar
kapiler dan venula poskapiller. Mayoritas hemangiopericytomas kepala dan leher
ditemukan pada sinus paranasal, meskipun hampir setiap jaringan bisa terlibat,
termasuk leher.
Tumor selubung saraf perifer maligna
49
Istilah tumor selubung saraf perifer maligna (TSSPM) mengacu pada jenis
neurosarcoma yang mewakili hampir 10% dari semua sarkoma, besifat agresif
dengan prognosis yang buruk. Terapi reseksi luas dengan margin yang jelas dan
radiasi pasca operasi , margin dan ukuran tumor berhubungan dengan angka
survival. Prognosis buruk meskipun pengobatan agresif, lebih dari 40% terdapat
rekurensi, meskipun kejadian metastasis limfatik jarang didapatkan.
Rhabdomiosarkoma (RMS)
RMS adalah keganasan yang berasal dari sel-sel mesenchymal terkait dengan
diferensiasi otot rangka. Ini merupakan sarcoma jaringan lunak yang paling sering
pada anak-anak dan 20% dari semua sarkoma. Lebih dari 45% dari rhabdomyo-
sarcomas muncul di daerah kepala dan leher, dengan insiden tertinggi pada
dekade pertama dan puncaknya terjadi pada dekade kedua dan ketiga. Lokasi yang
paling sering di kepala dan leher dari 50 kasus termasuk wajah, orbit, rongga
hidung, leher, sinus paranasal, dan situs parameningeal. Metastasis terjadi pada
33% kasus, lokasi tersering adalah sumsum tulang, cairan serebrospinal, cairan
peritoneal, dan paru-paru. Laporan lain mengungkapkan jaringan lunak leher
terlibat dalam hampir 14% dari kepala dan leher RMS dewasa. Tumor ini
dikategorikan oleh Intergroup Rhabdomyosarcoma Study (IRS) ke dalam subtipe
berikut: embrional, varian embrional-botryoid, varian sel embrional-spindle,
alveolar-klasik, dan varian yang solid, dibeda-bedakan dan anaplastik. Ini juga
sering diklasifikasikan sebagai embrional, alveolar, pleomorfik, dan jenis
campuran. Embrional yang merupakan RMS yang paling sering pada anak-anak
dan orang dewasa. Terapi utama berupa kemoterapi induksi diikuti dengan terapi
50
radiasi, meskipun keduanya dapat digunakan. Pembedahan biasanya bertujuan
untuk debulking atau pada tumor yang dapat direseksi sepenuhnya tanpa cacat
fungsional atau kosmetik. Diseksi leher dipertimbangkan pada keterlibatan leher
atau jelas terdapat pembesaran adenopathy. Tingkat survival untuk masing-masing
lokasi yaitu 92%, 69%, dan 81%.21-23
Gambar 3.11 Pasien usia 14 tahun dengan rhabdomyosarcoma embrional
dalam sinus ethmoid23
51
Sarkoma sinovial.
Sarkoma sinovial merupakan 6% sampai 10% dari semua sarkoma jaringan
lunak dan 3% sampai 10% dari semua sarkoma kepala dan leher. Tumor ini
biasanya muncul pada usia 20 sampai 40 tahun, pada daerah hypopharyngeal dan
retropharyngeal. Diseksi leher tidak perlu karena tidak adanya metastasis servikal.
Angka survival 47% sampai 58% sampai dengan 40% kejadian kekambuhandapat
Melanoma.
Melanoma adalah keganasan sel penghasil pigmen (melanosit) terletak
terutama di kulit, tetapi juga ditemukan di mata, telinga, saluran pencernaan,
leptomeningen, dan membran mukosa.
Meskipun melanoma dapat timbul atau bermetastasis ke leher tanpa lokasi
primer diketahui, evaluasi menyeluruh harus dilakukan untuk mengidentifikasi
lokasi primer. Sebuah tinjauan dari 300 kasus melanoma oleh Balm dan lain-lain
mengungkapkan sekitar 5,7% terdapat pada nodus limfatik servikal tanpa
diketahui lokasi primernya. Terapi dengan operasi dan survival 5-tahun 48%,
dengan rata-rata 36 bulan (pada pasien dengan tahap II melanoma kulit). Tindakan
diseksi leher tidak dapat meningkatkan kelangsungan hidup dibandingkan pasien
dengan diseksi leher tunda untuk metastasis regional lebih dari 3 bulan setelah
terapi primer. Insiden metastasis jauh cukup tinggi pada pasien mengalami
metastasis regional.21, 24
52
3.8 Manajemen Tumor leher
Tumor leher yang tidak diketahui asal tumor primer
Jika hasil pemeriksaan untuk leher dan pemeriksaan saluran aerodigestif
secara menyeluruh telah dilakukan namun lokasi lesi primer masih belum jelas,
terapi biopsi eksisi harus dilakukan bahkan diseksi leher. Ketika ditemukan
adenocarcinoma, sebagian besar pasien (86%) memiliki metastasis distal lain.
Sekitar 5% kanker leher didiagnosis dari seluruh pasen dengan massa leher yang
tidak diketahui, sehingga memerlukan biopsi eksisi untuk diagnosis.10
Radiasi profilaksis masih kontroversial. Lesi ini tidak akan mendapat manfaat
dari iradiasi tersebut. Radiasi profilaksis dapat menyebabkan karsinoma mukosa.
Terapi ini juga dapat menyebabkan efek samping berkepanjangan utama berupa
xerostomia, disfagia, dan karies gigi. Tingkat kesembuhan telah dilaporkan lebih
tinggi dengan operasi pada leher daripada terapi radiasi saja.10
Pasien tumor leher yang lesi primernya tidak diketahui harus dilakukan
pemeriksaan yang berulang. Lesi primer yang paling sering adalah nasofaring
karena merupakan bagian yang paling sulit untuk memeriksa. Pemeriksaan
laboratorium PCR digunakan untuk mendeteksi EBV pada karsinoma nodal
metastasis dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi karsinoma
nasofaring.
Massa leher yang diketahui asal tumor primer
- Management pada tumor primer yang secara klinis positif terdapat
metastasis ke kelnjar getah bening leher
Massa leher pada pasien dengan tumor primeryang diketahui dari kepala
53
dan leher harus diterapi sesuai dengan prinsip-prinsip masing-masing tumor.
Secara umum, ketika terjadi metastasis kelenjar getah bening, limfadenektomi
harus dilakukan bersamaan dengan pengangkatan tumor primer. Bila tumor
primer tidak terletak di kepala atau leher, biopsi eksisi massa leher dilakukan
untuk konfirmasi diagnosis dan stadium, manajemen selanjutnya tergantung
dari tumor primer.10
Pasien metastasis N1 harus dilakukan diseksi leher yang sesuai atau
radioterapi (dengan atau tanpa kemoterapi). Jika metastasis stadium N1
tersebut respon komplit terhadat radioterapi saja, observasi lebih dianjurkan
daripada terapi bedah. Setelah dilakukan diseksi leher untuk metastasis leher
N1, radioterapi adjuvant pasca operasi harus dipertimbangkan, terutama yang
mempunya ngka rekurensi yang tinggi.25, 26
Pasien metastasis leher N2 atau N3 harus dilakukan diseksi leher diikuti
oleh radioterapi eksternal, atau radioterapi ekternal diikuti diseksi leher.25
Jika massa metastasis di leher terfiksasi dan unresectable,radioterapi dan
kemoterapi menjadi terapi pilihan. 25
- Management pada tumor primer yang secara klinis negatif terdapat
metastasis ke kelnjar getah bening leher
Beberapa seri retrospektif besar telah melaporkan kejadian metastasis
kelenjar getah bening leher ditemukan pada pemeriksaan patologi dari
spesimen leher setelah diseksi leher radikal pada pasien dengan secara klinis
tidak memiliki metastasis ke leher (N0). Nama lainnya adalah metastasis samar
(occult metastasis).25, 26
54
Tumor orofaring dan hipofaring memiliki metastasis samar >50% kasus,
tumor rongga >20% kasus, tumor supraglotis 8-30% kasus, tumor glotis 0-
15% kasus.25, 26
Risiko metastasis samar dapat digunakan sebagai dasar untuk dilakukan
terapi profilaksis leher. Pasien stadium N0 leher secara klinis yang memiliki
risiko lebih dari 20% dari metastasis samar di leher, harus dilakukan terapi
profilaksis leher, baik dengan diseksi leher atau dengan radioterapi eksternal.
Namun, belum terdapat penelitian Randomized Clinical Trial (RCT) yang
mendefinisikan ambang risiko dimana terapi profilaksis leher diperlukan.25, 26
55
BAB V
KESIMPULAN
Definisi massa leher adalah pembesaran, pembengkakan atau pertumbuhan
abnormal diantara dasar tengkorak hingga klavikula.1 Massa leher pada pasien
dewasa harus dianggap ganas sampai terbukti sebaliknya
Kelainan kepala dan leher dapat terjadi gejala massa leher. Eksisi bedah
dilakukan kecuali untuk beberapa massa inflamasi, untuk diagnostik. Ketika
tanda-tanda peradangan yang terkait dengan massa, manajemen antibiotik dengan
observasi sampai 2 minggu dapat dilakukan.
Pada anak-anak dan usia <40 tahun biopsi eksisi dilakukan setelah
pemeriksaan lengkap kepala dan leher dan pemeriksaan lain tidak menghasilkan
informasi lebih lanjut. Pada pasien dewasa >40 tahun, harus dilakukan
pemeriksaan fisik kepala dan leher yang lengkap dan berulang. Setelah
pemeriksaan fisik, FNAB merupakan standar pemeriksaan bila tidak ditemukan
tumor primernya.
Tumor primer dari leher jarang terjadi, tetapi harus dipertimbangkan dalam
diagnosis banding dari setiap massa leher untuk memungkinkan evaluasi dan
manajemen yang optimal. Diagnosis utama sering membutuhkan reseksi bedah,
yang mungkin memerlukan reseksi luas dengan margin yang jelas dan diseksi
leher.
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Roseman B, Clark O. Neck Mass. Dalam: Souba WW, Fink MP, Kaiser LR,
Surgeons ACo, Pearce WH, penyunting. ACS surgery: principles &
practice.Edisi ke 6. Chicago: WebMD Professional Pub.; 2007.
2. Lalwani A. CURRENT Diagnosis & Treatment Otolaryngology--Head and Neck
Surgery, Third Edition.Edisi.: Mcgraw-hill; 2011.
3. Stewart MG, Selesnick SH. Differential Diagnosis in Otolaryngology: Head and
Neck Surgery.Edisi.: Thieme; 2011.
4. Doherty G. CURRENT Diagnosis and Treatment Surgery: Thirteenth
Edition.Edisi ke 13. Michigan: McGraw-Hill Education; 2009.
5. Fowler JC, Marovich R, Johnson JT. Evaluating a neck mass: narrowing the
differential diagnosis. Jaapa. 2012;25(3):30-5.
6. Popescu B, Ene P, Bertesteanu SV, Ene R, Cirstoiu C, Popescu CR. Methods of
investigating metastatic lymph nodes in head and neck cancer. Maedica.
2013;8(4):384-7.
7. Lucioni M, Serafini I, Shah JP, Medina J, Steiner W, Antonelli A. Practical
Guide to Neck Dissection.Edisi.: Springer; 2007.
8. Probst R, Grevers G. Basic Otorhinolaryngology: A Step-by-Step Learning
Guide.Edisi ke 2. New York: Thieme; 2006.
9. Johnson JT, Rosen CA, Bailey BJ. Bailey's Head and Neck Surgery--
otolaryngology.Edisi ke 5. Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams &
Wilkins; 2014.
10. McGuirt WF. Differential Diagnosis of Neck Masses. Dalam: Flint PW,
57
Cummings CW, penyunting. Cummings Otolaryngology Head & Neck
Surgery.Edisi ke 5. Philadelphia: Mosby/Elsevier; 2010.
11. Wang S-G. Differential Diagnosis and Treatment of Neck Masses. J Korean
Med Assoc. 2007;50(7):613-25.
12. Balm AJM, van Velthuysen MLF, Hoebers FJP, Vogel WV, van den Brekel
MWM. Diagnosis and Treatment of a Neck Node Swelling Suspicious for a
Malignancy: An Algorithmic Approach. International Journal of Surgical
Oncology. 2010;2(3):581-40.
13. Selman TJ, Mann C, Zamora J, Appleyard TL, Khan K. Diagnostic accuracy of
tests for lymph node status in primary cervical cancer: a systematic review and
meta-analysis. Cmaj. 2008;178(7):855-62.
14. Nakamura Y, Otsuka F. Sentinel Lymph Node Biopsy for Melanoma and
Surgical Approach to Lymph Node Metastasis.Edisi.; 2013.
15. Thompson CF, St. John MA, Lawson G, Grogan T, Elashoff D, Mendelsohn
AH. Diagnostic value of sentinel lymph node biopsy in head and neck cancer: a
meta-analysis. European archives of oto-rhino-laryngology : official journal of
the European Federation of Oto-Rhino-Laryngological Societies (EUFOS) :
affiliated with the German Society for Oto-Rhino-Laryngology - Head and Neck
Surgery. 2013;270(7):2115-22.
16. Calabrese L, Jereczek-Fossa BA, Jassem J, Rocca A, Bruschini R, Orecchia R,
et al. Diagnosis and management of neck metastases from an unknown primary.
Acta Otorhinolaryngologica Italica. 2005;25(1):2-12.
17. Charan I, Kapoor A, Kumar N, Jagawat N, Singhal MK, Kumar HS. Evaluation
of Neck Mass with Computed Tomography: An Observational Study.
58
International Journal of Scientific Study. 2014;2(7):118-22.
18. Grosjean P, Monnier P. Cervical nodules: diagnosis and management. Rev Med
Suisse Romande. 2005;124(6):361-6.
19. Kim SH, Kim NH, Kim KR, Lee JH, Choi H-S. Schwannoma in Head and Neck:
Preoperative Imaging Study and Intracapsular Enucleation for Functional Nerve
Preservation. Yonsei Medical Journal. 2010;51(6):938-42.
20. Oliveira HF, Carvalho AS, Argollo NC, Neves CA, MO. D. Rhinoscleroma and
Nasal non-Hodgkin Lymphoma. . Int Arch Otorhinolaryngol. 2009;13(1):96-8.
21. Day T, Joe J. Primary Neoplasm of The Neck Dalam: Flint PW, Cummings CW,
penyunting. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery.Edisi ke 5.
Philadelphia: Mosby/Elsevier; 2010.
22. Aljabab AS, Nason RW, Kazi R, Pathak KA. Head and Neck Soft Tissue
Sarcoma. Indian Journal of Surgical Oncology. 2011;2(4):286-90.
23. Zhu J, Zhang J, Tang G, Hu S, Zhou G, Liu Y, et al. Computed tomography and
magnetic resonance imaging observations of rhabdomyosarcoma in the head and
neck. Oncology Letters. 2014;8(1):155-60.
24. Shashanka R, Smitha BR. Head and Neck Melanoma. ISRN Surgery.
2012;2(1):23-5.
25. Teymoortash A, Werner JA. Current advances in diagnosis and surgical
treatment of lymph node metastasis in head and neck cancer. GMS Current
Topics in Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 2012;11:Doc04.
26. SIGN. Diagnosis and management of head and neck cancer - A national clinical
guideline. Edinburg: Scottish Intercollegiate Guidelines Network; 2006.