tumbuhan brotowali
DESCRIPTION
brotowaliTRANSCRIPT
TUMBUHAN BROTOWALI
http://tumbuhanbrotowali.blogspot.co.id/2012/05/tumbuhan-brotowali.htmlkamis 31 mei 2012Natalia simbolon diakses pada tgl 25 september 2015
BAB II
ISI
2.1. Tumbuhan Brotowali
Brotowali yang dikenal sebagai tanaman obat ini berasal dari Asia Tenggara. Wilayah
penyebarannya di Asia Tenggara cukup luas, meliputi wilayah Cina, Semenanjung Melayu,
Filipina, dan Indonesia. Brotowali (Tinospora crispa, L. Miers.) merupakan tanaman merambat
dan tumbuh dengan baik di hutan terbuka atau semak belukar di daerah tropis. Di Indonesia,
tanaman ini dikenal dengan berbagai nama daerah, seperti andawali Sunda), antawali (Bali dan
Nusa Tenggara), dan bratawali, antawali, putrowali atau daun gedel (Jawa). Di daerah lain,
brotowali dikenal dengan nama putrawali atau daun gedel. Dalam bahasa Inggris brotowali
disebut bitter grape, dan dalam bahasa Cina dikienal dengan nama sen jinteng. Rendaman batang
brotowali dapat digunakan sebagai penghambat pertumbuhan Salmonella typhi, hal ini
disebabkan pada batangan brotowali mengandung senyawa berberin yang secara farmakologi
dapat bermamfaat sebagai obat diare. Karena mempunyai sifat analgenik menyebabkan
brotowali dapat menghilangkan rasa sakit dan sifat antipiretikum yang berkhasiat dalam
menurunkan panas. Batang brotowali banyak digunakan untuk mengobati sakit perut (diare) dan
demam.
Brotowali mengandung senyawa kimia yang berkhasiat mengobati berbagai penyakit,
yaitu sakit perut, diare, demam, dan sakit kuning. Senyawa kimia ini terdapat di seluruh bagian
mulai dari akar, batang sampai daun, dalam senyawa kimia yang terkandung dalam batang
brotowali tersebut tercatat ada berbagai efek farmakologi yang menjadi faktor penyebab
berkhasiatnya batang brotowali (Kresnady, 2003 : 3).
2.1.1.Morfologi Tumbuhan Brotowali
Brotowali merupakan tumbuhan merambat dengan panjang mencapai 2,5 m atau lebih,
biasa tumbuh liar dihutan,ladang atau ditanam dihalaman dekat pagar dan biasanya ditanam
sebagai tumbuhan obat. Batang sebesar jari kelingking, berbintil- bintil rapat,dan rasanya pahit.
Daun tunggal,bertangkai dan berbentuk seperti jantung atau agak membundar, berujung lancip
dengan panjang 7-12 cm dan lebar 5-10 cm. Bunga kecil, berwarna hijau muda atau putih
kehijauan. Brotowali menyebar merata hampir diseluruh wilayah Indonesia dan beberapa negara
lain di Asia Tenggara dan India. Brotowali tumbuh baik di hutan terbuka atau semak belukar
didaerah tropis. Cara perbanyakan tnaman ini sangat mudah yaitu dengan stek batang.
Batang Brotowali : Berduri semu yang lunak serupa bintil-bintil
Daun Brotowali : Tunggal, bertangkai, bentuknya mirip jantung atau agak membulat,
ujungnya lancip.
Bunga Brotowali : Berukuran kecil, berwarna hijau, dan memiliki tandan semu
Buah Brotowali : Terbentuk dalam tandan, warnanya merah muda.
Asal Brotowali : Diduga dari Asia Tenggara
Tempat Tumbuh Brotowali :
Tanaman dapat ditemui tumbuh liar dihutan atau ladang, namun karena khasiatnya,
penduduk Indonesia banyak yang menanamnya di pekarangan. Penyebarannya terutama didaerah
berkawasan tropik. Brotowali justru menyukai tempat yang agak panas.
2.1.2. Sistematika Tumbuhan Brotowali
Dalam dunia ilmiah,brotowali diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledon
Ordo : Ranunculales
Famili : Menispermaceae
Genus : Tinospora
Species : Tinospora crispa(L.)MIERS.
2.1.3.Manfaat dan Kandungan Kimia Tumbuhan Brotowali
Kandungan Kimia Tumbuhan Brotowali
Tanaman ini mengandung zat pahit, colombine, 2,22%; suatu alkaloid dan sebuah
glukosida. Tanaman ini juga mengandung sebuah amorf pahit, picroretine, dan juga berberin.
Kemudian, dari prinsip-kulit akar pahit (yang bukan glukosida) dan beberapa alkaloid juga
diisolasi.
Picroretine diisolasi dari daun dengan jejak alkaloid, dan zat yang mirip dengan
glycyrrhizin. Di Filipina, dilaporkan bahwa pahit, air ekstrak batang tidak mengandung alkaloid,
tetapi mereka menemukan zat amorf dan bergetah. Ketika tanaman itu kembali diperiksa
disimpulkan bahwa ia mengandung berberin, sebuah glukosida dan prinsip pahit yang glucosidal
di alam.
Ada juga dua alkaloid, tinosporine dan tinosporidine, meskipun penelitian kemudian
tidak mengkonfirmasi. [Quisumbing]. Menurut penulis lain ada resin, dua prinsip yang memiliki
sifat-sifat alkaloid, tetapi berbeda dalam titik-titik tertentu dari satu sama lain, dan asam, resin,
kekuningan-hijau dan lembut, bau harum seperti yang balsam Tolu dan larut dalam benzena
[Nadkarni].
Senyawa kimia yang dikandung brotowali antara lain alkoloida, dammar lunak, pati,
glikosida, zat pahit pikroeretin, harsa, birberin, palmatin, kolumbin dan jatrorhize
(Sudarsono,dkk., 1996). Senyawa identitas dari brotowali adalah tinokrispisida merupakan
senyawa yang memiliki rasa sangat pahit (Anonim, 2006). Zat pahit pikroretin merangsang kerja
urat saraf sehingga alat pernafasan dapat bekerja dengan baik. Kandungan alkaloid berberin
berguna untuk membunuh bakteri pada luka.
@ Kandungan kimia Tanaman Brotowali :
1. Alkaloid,
2. Dua triterpenes (cycloeucalenol dan cycloeucalenone)
3. N-Cis-Feruloyltyramine
4. N-Trans-Feruloyltyramine
5. secoisolariciresinol
6. damar lunak (triterpenoid)
Gambar Damar :
7. pati,
8. glikosida pikroretosid,
9. zat pahit pikroretin,
10. harsa dan
11. berberin
Tiga senyawa diidentifikasi sebagai N-Cis-Feruloyltyramine, N-Trans-Feruloyltyramine
dan secoisolariciresinol, menunjukkan antioksidan, dan sifat radikal terhadap β- carotene dan
radikal 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl ( DPPH), yang terisolasi dari CH2CL2 dari ekstrak/sari
batang T. crispa ( yang dikumpulkan dari Indonesia oleh Cavin et al).
Dua triterpenes diidentifikasi dari batang Tinospora crispa ( yang dikumpulkan di
Supanburi, Thailand), yakni cycloeucalenol dan cycloeucalenone [oleh Kongkathip et al].
Batang Tinospora crispa berisi: flavone O-Glycosides (apigenin), picroretoside,
berberine, palmatine, picroretine, dan damar.
Fig.1 Apigenin (a flavonoid)
Manfaat Tumbuhan Brotowali
Brotowali (Tinospora crispa(L.)MIERS.) merupakan tumbuhan obat dari famili
menispermaceae yang serbaguna karena dapat digunakan untuk obat berbagai penyakit seperti
rematrik, kencing manis, sakit kuning, dan beberapa penyakit lainnya.
Masyarakat sudah biasa mnenggunakan tanaman ini untuk pengobatan berbagai macam
penyakit. Batangnya digunakan untuk pengobatan rematik, memar, demam, merangsang nafsu
makan, sakit kuning, cacingan, dan batuk. Air rebusan daun brotowali dimanfaatkan untuk
mencuci luka atau penyakit kulit seperti kudis dan gatal- gatal; sedangkan air rebusan daun dan
batang untuk penyakit kencing manis. Seluruh bagian tanaman ini bisa digunakan untuk penyakit
kolera
Di Indo-Cina semua bagian tumbuh-tumbuhan dari bratawali dipakai sebagai obat
demam yang dapat menggantikan kinine. Di Filipina, bratawali dianggap sebagai obat serba bisa
yang dapat dipakai untuk mengobati penyakit gila. Di Bali batangnya dipakai sebagai obat sakit
perut, demam dan sakit kuning, bahkan sebagai obat gosok untuk mengobati sakit punggung dan
pinggang. Sedangkan, di Jawa, air rebusannya dapat digunakan untuk mengobati demam,obat
luar untuk luka, dan gatal-gatal. Pada beberapa penyelidikan, ternyata air rebusan batang
bratawali dapat memberi ketenangan pada tikus, dengan demikian pemakaiannya bermanfaat
dalam menangani penyakit kesadaran (psychosis).
Orang – orang kuno di desa – desa biasa memelihara tanaman brotowali. Tanaman yang
merambat dan rasanya sangat pahit ini banyak manfaatnya terutama untuk mengobati beberapa
penyakit. Dikenal juga sebagai tanaman obat, sehingga hampir semua industri jamu memiliki
kebun brotowali.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium tanaman ini mengandung pati, alkaloid yang
terdiri dari N-asetil-nornuciferin, N-formil-annonain, dan N-formilnornuceferin. Disamping itu
ditemukan pula suatu glikosida furanoditerpen yang berasa pahit. Pada akar tanaman juga
terdapat alkaloid berberin.
Sebagai obat tradisional air rebusan batang atau ranting brotowali manjur untuk
mengobati penyakit malaria, demam, penyakit kulit, serta membersihkn ginjal dan
menyembuhkan luka. Batang brotowali penuh ditutupi dengan kutil dan mengandung banyak air.
Rebusan batang brotowali juga merangsang kerja pernapasan dan menggiatkan pertukaran zat
sehingga dapat menurunkan panas.
Kandungan berberin untuk membunuh bakteri pada luka. Kandungan bahan yang lain
dimanfaatkan untuk menambah nafsu makan maupun menurunkan kadar gula darah. Batang
brotowali juga digunakan untuk pengobatan penyakit kuning, kencing manis dan nyeri perut.
Pada pemakaian sebagai obat luar, rendaman batang brotowali bisa digunakan untuk
membersihakan luka atau kudis.
Karena rasanya yang pahit, mungkin darah pemakai brotowali juga berasa pahit.
”Terbukti nyamuk pun tak mau menggigit”, kata Albertus Soetjipto yang biasa mengkonsumsi
brotowali. Ia mengaku dirumahnya kampung Manggarai, Jakarta, ia menanam brotowali hingga
tumbuh subur bahkan menjalar kemana – mana sampai keatas genting.
Menanam brotowali sangatlah mudah. Hanya dengan memotong batangnya lalu ditancapkan
ditanah (stek), bisa hidup. Potongan batang yang akan ditanamtidak perlu panjang, cukup satu
jengkal saja bisa hidup, namun tanaman ini lebih suka ditanah yang gembur dan ada
perlindungan.(www.suaramerdeka.com).
Kulit-batangnya mengandung zat-zat seperti alkaloid dan damar lunak berwarna kuning
sedang akarnya mengandung zat berberin dan kolumbin. Kandungan alkaloid berberina berguna
untuk membunuh bakteri pada luka. Zat pahit pikroretin dapat merangsang kerja urat saraf
sehingga alat pernapasan bekerja dengan baik dan menggiatkan pertukaran zat sehingga dapat
menurunkan panas. Selain sebagai obat, bratawali juga berfungsi sebagai penambah nafsu makan
dan menurunkan kadar gula dalam darah. Sebagai obat, bratawali biasa direbus dan diminum
ataupun dioleskan pada kulit untuk luka luar. Penyakit-penyakit yang dapat diobati dengan
menggunakan bratawali ialah rheumatic arthritis, rheumatik sendi, demam, demam kuning,
kencing manis, malaria, diabetes, serta penyakit luar seperti memar, kudis, dan luka.
Contoh Pemanfaatan Tumbuhan Brotowali :
Bagian Yang Dipakai : Batang.
Kegunaan :
1. Rheumatic arthritis, rheumatik sendi pinggul (sciatica), memar.
2. Demam, merangsang nafsu makan, demam kuning.
3. Kencing manis.
Pemakaian : 10 - 15 gr , rebus , minum.
Pemakaian Luar : Air rebusan batang brotowali dipakai untuk cuci koreng, kudis, luka-luka.
CARA PEMAKAIAN :
1. Rheumatik :
1 jari batang brotowali dicuci dan potong-potong seperlunya, direbus dengan 3 gelas air sampai
menjadi 1 1/2 gelas. Setelah dingin disaring, ditambah madu secukupnya, minum. Sehari 3 x 1/2
gelas.
2. Demam kuning (icteric) :
1 jari batang brotowali dicuci dan potong-potong, direbus dengan 3 gelas air sampai menjadi 1
1/2 gelas. Diminum dengan madu secukupnya. Sehari 2 x 3/4 gelas.
3. Demam :
2 jari batang brotowali direbus dengan 2 gelas air, sampai menjadi 1 gelas. Setelah dingin,
diminum dengan madu secukupnya. Sehari 2x 1/2 gelas.
4. Kencing manis :
1/3 genggam daun sambiloto, 1/3 genggam daun kumis kucing, 3/4 jari ± 6 cm batang brotowali
dicuci dan dipotong-potong, direbus dengan 3 gelas air sampai menjadi 2 gelas. Diminum setelah
makan, sehari 2 X 1 gelas.
5. Kudis (scabies) :
3 jari batang brotowali, belerang sebesar kemiri, dicuci dan ditumbuk halus, diremas dengan
minyak kelapa seperlunya. Dipakai untuk melumas kulit yang terserang kudis. Sehari 2 x.
6. Luka :
Daun brotowali ditumbuk halus, letakkan pada luka, diganti 2 x perhari. Untuk mencuci luka,
dipakai air rebusan batang brotowali.
2.2. METABOLISME TUMBUHAN BROTOWALIA. Fotosintesis
Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis.
Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa
menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang
menghasilkan energi melalui fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai fototrof.
Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas
dari [CO2] diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi.
Fotosintesis memerlukan cahaya (fotos = cahaya; sintesis = penyusunan atau membuat
bahan kimia). Fotosintesis adalah peristiwa pembentukan karbohidrat dari karbondioksida dan
air dengan bantuan energi cahaya matahari. Secara sederhana, reaksi fotosintesis yang
melibatkan berbagai enzim dapat dituliskan sebagai berikut:
Proses Fotosintesis ini terjadi di dalam kloroplas tumbuhan brotowali. Kloroplas
merupakan organel plastida yang mengandung pigmen hijau daun (klorofil). Sel yang
mengandung kloroplas terdapat pada mesofil daun tanaman yang disebut palisade atau jaringan
tiang dan sel-sel jaringan bunga karang yang disebut spons.
B. Metabolit Primer Dan SekunderSeperti halnya manusia, tumbuhan juga mengalami proses metabolisme untuk tetap
hidup. Metabolisme adalah keseluruhan reaksi yang terjadi di dalam sel, meliputi proses
penguraian dan sintesis molekul kimia. Metabolit merupakan hasil yang diperoleh dari proses
metabolisme. Metabolit yang dihasilkan oleh metabolisme yang terjadi pada tanaman dapat kita
kelompokkan menjadi dua bagian yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit
primer merupakan hasil metabolisme yang secara langsung terlibat dalam proses pertumbuhan.
Metabolit primer diproduksi sebagai hasil fotosintesis dan terlibat dalam sintesis komponen sel.
Contoh metabolit primer adalah golongan karbohidrat, protein, dan lemak. Kebanyakan
kandungan kimia tumbuhan dibentuk dari turunan metabolit primer asam amino. Pada umumnya,
metabolit primer diperoleh dari tanaman tingkat tinggi untuk kepentingan komersial misalnya
digunakan sebagai bahan mentah industri (Ramawat, 2009).
Berbeda dengan metabolit primer, metabolit sekunder sering dianggap sebagai “produk
buangan”, atau “produk akhir” dari metabolit primer karena fungsinya yang tidak terlibat dalam
proses pertumbuhan dan belum banyak diketahui. Belakangan ini diketahui bahwa ternyata
metabolit sekunder terlibat dalam mekanisme adaptasi dan petahanan diri tumbuhan tersebut.
Contoh metabolit sekunder adalah golongan alkaloid, terpen, dan golongan fenolik. Metabolit
sekunder inilah yang banyak dikandung oleh tanaman obat dan menjadi sumber utama dalam
penemuan obat (Daniel, 2006).
Begitu halnya dengan Brotowali, brotowali melalui metabolit primer dan sekunder.
Jalur biosintesis metabolit primer dan metabolit sekunder dapat dilihat pada Gambar 2.1.
1. Metabolit Primer
a. Pati
Pati adalah polimer dari glukosa. Tumbuhan yang kelebihan glukosa merubahnya menjadi
pati sebagai simpanan. Pati tidak dapat larut dalam air oleh sebab itu dapat dimanfaatkan sebagai
depot penyimpanan glukosa.
Salah satu kandungan dari tumbuhan brotowali adalah pati, pati merupakan bagian dari
karbohidrat. Karbohidrat merupakan cadangan makanan (selulosa/pati sbg sumber energi pada
tumbuhan dan glikogen pada hewan), pembangun struktur (dinding sel pada tumbuhan, bakteri,
jamur) dan antidesiccant. Metabolisme pati, melalui jalur primer dimana glukosa 6-fosfat yang
dihasilkan selama fotosintesis adalah prekursor dari tiga jenis karbohidrat tumbuhan yaitu
sukrosa, pati, dan selulosa.
b. Glikosida
Glikosida dihasilkan melalui jalur metabolit primer, dimana pada gambar dibawah ini dapat
terlihat jelas jalur – jalurnya.
2. Metabolit sekunder
Kandungan terbanyak tumbuhan brotowali ini adalah terpenoid dan suatu alkaloid. Dari
struktur atau gambar jalur metabolisme sekunder diatas dapat dilihat bahwa untuk menghasilkan
senyawa terpenoid dan alkaloid ini haruslah melalui jalur mevalonat.
Jalur asam mevalonat
Metabolit tumbuhan brotowali ini melalui jalur mevalonat, dimana kandungan utama dari
tumbuhan brotowali adalah beberapa senyawa terpen dan alkaloid. Dari jalur biosintesis diatas
dapat kita lihat bahwa alkaloid dan beberapa senyawa terpen dibentuk melalui jalur mevalonat.
Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan keragaman struktur yang besar dalam produk
alami yang diturunkan dan unit isoprena (C5) yang bergandengan dalam model kepala ke ekor
(head-to-tail), sedangkan unit isoprena diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam
mevalonat (mevalonic acid : MVA). Sedangkan alkaloid, banyak alkaloid bersifat terpenoid dan
beberapa diantaranya (misalnya solanina, alkaloid-steroid kentang, Solanum Tuberosum)
sebaiknya ditinjau dari segi biosintesis sebagai terpenoid termodifikasi.
c. Damar (triterpenoid)
Dammar atau Triterpenoid merupakan salah satu kandungan dari brotowali, struktur dari
dammar adalah sebagai berikut :
biosintesis dari dammar/triterpenoid yaitu melalui jalu mevalonat :
Jalur mevalonat Triterpenoid (damar)
Dua triterpenes diidentifikasi dari batang Tinospora crispa ( yang dikumpulkan di
Supanburi, Thailand), yakni cycloeucalenol dan cycloeucalenone [oleh Kongkathip et al]. Dan
batang Tinospora crispa berisi: flavone O-Glycosides (apigenin), picroretoside, berberine,
palmatine, picroretine, dan damar.
Tiga senyawa diidentifikasi sebagai N-Cis-Feruloyltyramine, N-Trans-Feruloyltyramine
dan secoisolariciresinol, menunjukkan antioksidan, dan sifat radikal terhadap β- carotene dan
radikal 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl ( DPPH), yang terisolasi dari CH2CL2 dari ekstrak/sari
batang T. crispa ( yang dikumpulkan dari Indonesia oleh Cavin et al).
d. Alkaloid
Alkaloida adalah senyawa organik yang mengandung nitrogen (biasanya dalam bentuk
siklik) dan bersifat basa. Senyawa ini tersebar luas dalam dunia tumbuh- tumbuhan dan banyak
diantaranya yang mempunyai efek fisiologi yang kuat. Beberapa dari efek tersebut telah dikenal
dan dimanfaatkan oleh manusia primitif jauh sebelum ilmu kimia organik berkembang.
Gbr : Alkaloid feniltiamin gbr : alkaloid isokuinolin
Alkaloida sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologi
yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, lazim mengandung nitrogen dalam cincin
heterosiklis, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam
organik.
Biosintesis alkaloida
Prekusor alkaloid yang paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya,
biosintesis alkaloid lebih rumit. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Ia
berkisar dari senyawa sederhana seperti koniina, yaitu alkaloid utama. Conium maculatum,
sampai ke struktur pentasiklik seperti strikhnina, yaitu racun kulit Strychnos. Amina tumbuhan
(misalnya meskalina) dan basa purina dan pirimidina (misalnya kafeina) kadang- kadang
digolongkan sebagai alkaloid dalam arti umum, (Manito,1992).
Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan beberapa diantaranya (misalnya solanina,
alkaloid-steroid kentang, Solanum Tuberosum) sebaiknya ditinjau dari segi biosintesis sebagai
terpenoid termodifikasi. Yang lainnya terutama berupa senyawa aromatik (misalnya kolkhisina,
alkaloid-tropolon umbi ‘crocus musim gugur’) yang mengandung gugus basa sebagai gugus
rantai samping. Banyak sekali alkaloid yang khas pada suatu suku tumbuhan atau beberapa
tumbuhan sekerabat. Jadi, nama alkaloid sering kali diturunkan dari sumber tumbuhan
penghasilnya, misalnya alkaloid Atropa atau alkaloid tropana dan sebagainya. (Harborne,1987)
2.3 Pengolahan Tumbuhan Brotowali
Brotowali diindonesia umumnya dimodifikasi menjadi jamu tradisional, dimana jamu
yang dibuat tersebut merupakan campuran dari bahan baku lain. Bahan – bahan baku lainnya ini
biasanya adalah Kapulogo, Jahe, Kencur, Kunyit, Laos, Temulawak, Sambiloto, Puyang,
Kedawaung, Daun Sirih, Tapai Liman, Kayu manis, Kayu Pule, Adas, Kayu Secan, Pulosari,
Ginseng, Delima, Kayu rapat, Jati Belanda, Lada Hitam, Cabe Jawa, Pinang.
Bahan baku pembuatan jamu tradisional disebut sebagai simplisia. Simplisia yang
digunakan adalah dalam bentuk kering sehingga tidak diperlukan proses pencucian dan
pengeringan lagi. Dengan demikian, tidak diperlukan bak penampungan air. Proses pengeringan
pun dilakukan oleh pemasok bahan baku. Simplisia yang dapat digunakan sebagai bahan
pembuat jamu tradisional sangat banyak dan beragam. Komposisinya sangat ditentukan oleh
jenis jamu tradisional yang akan dihasilkan. Dari pengusaha jamu tradisional di Kabupaten
Sukoharjo, dapat dilihat jenis bahan baku seperti yang ada diatas.
Proses Produksi
Proses produksi yang dilakukan pada industri jamu tradisional di Kabupaten Sukoharjo
masih menggunakan teknologi yang relatif sederhana/tradisional karena produk jamu yang
dihasilkan adalah berupa serbuk jamu. Secara umum proses produksi yang dilakukan meliputi
tahapan sebagai berikut :
a. Bahan baku datang dari pemasok dalam bentuk kering
b.Pengambilan sampel bahan baku, jika kualitasnya cocok maka dibeli
c. Sortasi bahan baku
Sortasi bahan baku dilakukan untuk memisahkan bahan baku yang baik dengan yang
tidak baik yang terlihat secara fisik, misalnya daun yang sudah layu. Sortasi juga dilakukan
untuk memisahkan benda asing yang mungkin terdapat dalam bahan baku tersebut, misalnya
kotoran atau tanah.
d. Pengukuran kadar air
Menurut aturan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan, setiap industri jamu harus
memiliki alat laboratorium, minimal alat untuk mengukur kadar air bahan baku jamu. Sebaiknya
simplisia kering yang akan digunakan untuk pembuatan jamu memiliki kadar air maksimal 11 %.
Jika ternyata kadar air simplisia tersebut di atas 11 % maka dilakukan proses
pengeringan/penjemuran. Tetapi proses pengukuran kadar air ini belum dilakukan oleh
pengusaha jamu tradisional di Kabupaten Sukoharjo.
e. Penimbangan bahan baku sesuai kebutuhan menggunakan timbangan duduk
f. Penggilingan simplisia menjadi serbuk
Simplisia yang telah ditimbang digiling dengan menggunakan mesin penggiling yang
digerakkan oleh mesin penggerak. Pisau pada mesin penggiling harus selalu diganti setiap 3
bulan untuk menjamin hasil gilingan selalu dalam ukuran yang seharusnya.
Foto 4.3. Alat Penggilingan
g. Penyaringan/pengayakan dengan saringan 120 mesh.
Proses penyaringan dilakukan untuk menghasilkan serbuk dengan ukuran yang halus dan
seragam. Dari proses penyaringan ini, pada umumnya serbuk yang tidak lolos adalah sekitar 15 -
20 %.
Foto 4.4. Alat penyaringan
Foto 4.5. Serbuk Hasil Penyaringan
h. Peramuan/pencampuran sesuai kombinasi yang diinginkan
Serbuk jamu yang telah disaring kemudian diramu dengan jumlah dan komposisi yang
disesuaikan dengan jenis jamu yang akan dihasilkan. Proses peramuan/ pencampuran ini
dilakukan secara manual.
i. Pengukuran kadar air serbuk jamu
Sebelum dikemas, sebaiknya dilakukan pengukuran kadar air serbuk jamu untuk
menjamin tingkat kekeringan serbuk tersebut. Kualitas serbuk yang baik adalah yang memiliki
kadar air tidak lebih dari 5 %. Tetapi proses pengukuran kadar air ini juga belum dilakukan oleh
pengusaha jamu tradisional di Kabupaten Sukoharjo.
j. Pengemasan dalam bentuk sachet dan pak
Serbuk jamu dimasukkan dengan ukuran rata-rata 7 - 8 gram ke dalam kemasan sachet
kemudian dipres dengan alat pengepres dan dilakukan secara manual. Setiap 10 sachet dipak
dalam kemasan plastik. Beberapa pak jamu dikemas lagi dalam plastik bening dengan ukuran
besar. Beberapa jenis serbuk jamu tidak dikemas dalam bentuk sachet, tetapi dikemas secara
kiloan dengan kemasan plastik yang lebih besar.
Foto 4.7. Alat Pengepres
2.4. Ektraksi Brotowali Pembuatan Tablet
Brotowali yang pada dasarnya merupakan tanaman obat, secara khusus pada zaman
berteknologi tinggi ini Brotowali sudah dimanfaatkan untuk dibuat menjadi tablet. Brotowali
(Tinospora crispa (L) Miers) dapat digunakan sebagai antipiretik atau antidemam, tetapi kurang
disukai masyarakat karena memiliki rasa yang sangat pahit. Nafisah (2004) dalam penelitiannya
tentang formulasi tablet ekstrak brotowali menggunakan polivinil pirolidon sebagai bahan
pengikat, dapat menghasilkan tablet dengan sifat fisik yang baik, tetapi penampilan tablet kurang
menarik, warnanya tidak seragam, dan rasanya sangat pahit. Namun pada zaman sekarang ini
sudah banyak pengembangan – pengembangan yang dilakukan supaya sediaan lebih menarik dan
disukai konsumen, maka dikembangkan bentuk sediaan tablet salut film (film coating).
Kelebihan salut film dibanding dengan salut gula ialah lebih tahan terhadap kerusakan akibat
goresan, bahan yang dibutuhkan lebih sedikit dan waktu pembuatannya lebih sedikit (Ansel,
1989).
Dalam penyalutan lapis film pada tablet biasanya mengandung jenis-jenis bahan seperti
polimer (pembentukan selaput), plasticizer, surfaktan, pewarna, pemanis/perasa/pengharum,
pengkilap, dan pelarut. Bahan polimer yang digunakan adalah hidroksipropil metilselulosa
(HPMC). Polimer ini merupakan suatu bahan pilihan untuk sistem suspensi udara dan sistem
panci penyalut dengan penyemprotan. Beberapa alasan menggunakan polimer HPMC yaitu (1)
kelarutan polimer yang khas dalam cairan lambung-usus serta dalam sistem pelarut organik dan
pelarut air, (2) tidak berpengaruh dalam kekerasan tablet dan pemakaian obat, (3) fleksibilitas,
mengurangi resistensi, tidak memiliki rasa atau bau, (4) stabil terhadap panas, cahaya, udara, dan
dapat disesuaikan dengan tingkat kelembaban, (5) mempunyai kemampuan untuk
mencampurkan zat warna atau zat aditif lainnya kedalam lapisan tipis tanpa kesukaran
(Lachman, dkk., 1994).
Ekstraksi (Penyarian) SimplisiaSimplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagi obat yang belum mengalami
pengolahan apapun kecuali pengeringan. Ada tiga macam simplisia yaitu simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia mineral (Anonim, 1995). Simplisia nabati adalah simplisia yang
berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman merupakan isi
yang spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya dengan cara tertentu
dan belum berupa zat kimia murni (Anonim, 1995).
Metode Pembuatan Ekstrak
Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan adalah maserasi, perkolasi dan
sokhletasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan
mentahobat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam
memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989).
1). Maserasi
Maserasi merupakan proses paling tepat untuk simplisia yang sudah halus dan
memunginkan direndam hingga meresap dan melunakkan susunan sel sehingga zatnya dapat
larut. Serbuk atau simplisia dituangi pelarut dan ditutup rapat. Isinya dikocok berulang-ulang
kemudian disaring. Proses ini dilakukan pada suhu 15-20 oC selama 3 hari (Ansel, 1989).
Keuntungan cara maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang sederhana dan
mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan zat yang di dapatkan
tidak spesifik (Anonim, 1986).
2). Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari
melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi, kekuatan yang berperan dalam perkolasi antara
lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adhesi, daya
kapiler dan daya geseran (friksi).
Cara perkolasi lebih baik dari pada maserasi karena:
a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan
yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat konsentrasi.
b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairang
penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut maka kecepatan pelarut cukup untuk
mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi (Anonim,
1986).
3). Sokhletasi
Sokhletasi merupakan metode dengan prinsip perendaman bahan yang diekstraksi
melalui pengaliran ulang cairan perkolat secara kontinu. Sehingga bahan yang diekstraksi tetap
terendam dalam cairan. Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah yang kecil juga
simplisia yang digunakan selalu baru. Artinya suplai bahan pelarut bebas bahan aktif dan
berlangsung secara terus menerus.
Keuntungan cara ini adalah cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara
langsung diperoleh ekstrak yang lebih pekat, serbuk simplisia dapat disari dengan cairan penyari
yang diteruskan tanpa perlu menambah volume penyari. Kerugian cara ini adalah larutan
dipanaskan terus menerus sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang cocok
menggunakan metode ini (Hargono, 1986).
Ektraksi Batang Brotowali
Ekstrak Batang Tumbuhan Brotowali (Tinospora crispa(miers))
Serbuk batang brotowali ditimbang sebanyak 1000 g dimaserasi dengan pelarut etanol 2 L,
pekerjaan dilakukan 4 kali, lalu dipisahkan ampas dengan ekstrak. Ekstrak hasil sokletasi ini
kemudian dipekatkan pada rotary evaporator pada suhu 65 0C sehingga diperoleh ekstrak pekat.
Ekstrak pekat ini kemudian dipartisi dengan etil asetat : air yang kemudian diambil fraksi air,
fraksi air kemudian diasamkan dengan HCL 2 N sampai pH 2, kemudian diaduk selama 3 jam
dengan pengaduk magnet, lalu disaring. Larutan hasil pemisahan ini kemudian dibasakan dengan
NH4OH pekat sampai pH 10, kemudian diekstraksi dengan kloroform : air (1:1) sebanyak 4 kali.
Diambil lapisan bawah yang berupa ekstrak kloroform lalu dicuci dengan aguadest sampai
netral, kemudian dikeringkan dengan 15 g MgSO4 anhidrat, diamkan 1 malam lalu disaring,
kemudian diambil larutannya dan dipekatkan dengan rotarievaporator sehingga diperoleh ekstrak
kasar.
2.5. Isolasi
Isolasi Senyawa alkaloida pada brotowali dengan Kromatografi Kolom
Karena kandungan dari tumbuhan brotowali ini sebagian besar adalah alkaloid maka
tumbuhan brotowali ini telah dimanfaatkan untuk mengekstrak, sehingga dihasilkan senyawa
alkaloid.
Terhadap 18 g ekstrak kasar dilakukan isolasi senyawa alkaloida dengan kromatografi
kolom. Fasa diamnya adalah silika gel 60 G (E.Merck Art. 7734) dan fasa geraknya adalah
kloroform : etanol (4 : 1 v/v).
Prosedur :
Peralatan untuk kolom kromatografi dirangkai, terlebih dahulu dibuburkan silika gel 60 G
( E.Merck. Art. 7734 ) sebanyak 55 g dengan menggunakan kloroform 100 %, diaduk sampai
homogen dan dimasukkan ke dalam kolom kromatografi lalu dielusi dengan
kloroform 100 % hingga bubur silika gel padat dan homogen. Dimasukkan 18 g ekstrak
kasar batang tumbuhan brotowali ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika
gel. Sampel dibiarkan turun dan terserap dengan baik pada silika gel dipuncak kolom, lalu
ditambahkan fase gerak kloroform : etanol ( 4 : 1 v/v) secara perlahan –lahan dan diatur sehingga
liran fraksi yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas.
Hasil yang diperoleh ditampung dalam beberapa botol vial, lalu diuapkan diudara terbuka sampai
pelarutnya habis hingga terbentuk kristal alkaloida.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Brotowali (Tinospora crispa(L.)MIERS.) merupakan tumbuhan obat dari famili
menispermaceae yang serbaguna karena dapat digunakan untuk obat berbagai penyakit seperti
rematrik, kencing manis, sakit kuning, dan beberapa penyakit lainnya
2. Kandungan kimia Tanaman Brotowali :
1. Alkaloid,
2. Dua triterpenes (cycloeucalenol dan cycloeucalenone)
3. N-Cis-Feruloyltyramine
4. N-Trans-Feruloyltyramine
5. secoisolariciresinol
6. damar lunak,
7. pati,
8. glikosida pikroretosid,
9. zat pahit pikroretin,
10. harsa,
11. berberin
3. Brotowali yang pada dasarnya merupakan tanaman obat, secara khusus pada zaman berteknologi
tinggi ini Brotowali sudah dimanfaatkan untuk dibuat menjadi tablet. Brotowali (Tinospora
crispa (L) Miers) dapat digunakan sebagai antipiretik atau antidemam,
4. Brotowali diindonesia umumnya dimodifikasi menjadi jamu tradisional, dimana jamu yang
dibuat tersebut merupakan campuran dari bahan baku lain. Bahan – bahan baku lainnya ini
biasanya adalah Kapulogo, Jahe, Kencur, Kunyit, Laos, Temulawak, Sambiloto, Puyang,
Kedawaung, Daun Sirih, Tapai Liman, Kayu manis, Kayu Pule, Adas, Kayu Secan, Pulosari,
Ginseng, Delima, Kayu rapat, Jati Belanda, Lada Hitam, Cabe Jawa, Pinang.
5. Contoh metabolit sekunder adalah golongan alkaloid, terpen, dan golongan fenolik. Metabolit
sekunder inilah yang banyak dikandung oleh tanaman obat dan menjadi sumber utama dalam
penemuan obat (Daniel, 2006).
6. Metabolism tumbuhan Brotowali yaitu melalui metabolit sekunder, yaitu melalui jalur
mevalonat.
3.2. Saran
Dari penjelasan yang telah dipaparkan dari makalah ini diharapkan agar kita dapat
memahami dan mengerti brotowali sebagai tanaman obat. saya juga menyadari bahwa makalah
ini tidak luput dari kesalahan. Olehkarena itu, kami meminta kritik dan saran yang membangun
dari pembaca makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anoninm. 2010. “Brotowali”. (http://www.id.wikipedia.org.html, diakses 30 Mei 2011).
Anonim. 2011. “Brotowali”.
http://www.roasehat.com/Tanaman-Obat/Tanaman-Obat-A-B/Brotowali.html , diakses 30 mei
2011.
Anonym. 2011. “Khasiat Brotowali”. http://lenterahati.web.id/khasiat-brotowali.html , diakses 30 mei
2011.
Diposkan oleh Natalia Simbolon di 11.07 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest