tugas word-sri sugiarto_e1c108055_1

Upload: arto-baeng-bin-supriyadi

Post on 11-Jul-2015

63 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan wahana komunikasi yang sangat penting keberadaanya di tengah-te ngah masyarakat. Tanpak adanya bahasa, maka tidak akan terjadi interaksi dalam k ehidupan. Dalam proses komunkasi harus ada tiga komponen, yaitu (1) pihak berkom unikasi yakni penerima dan pengirim pesan yang lazim disebut partisipan, (2) inf ormasi yang dikomunikasikan, dan (3) alat komunikasi yang digunakan dalam komuni kasi, (Chaer dan Agustina, 2004: 17). Bahasa sebagai media komunikasi bersumber dari komunikasi pemakainnya, kemudian dipelihara dan dikembangkannya. Di Indonesia, komunitas pemakai bahasa sangatlah banyak dan beraneka ragam karen a teridiri dari suku-suku bangsa yang berbeda-beda. Sehingga dapat dikatakan bah wa selain mampu menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, juga mampu menggunakan bahasa ibunya/bahasa kedua dengan baik. Selain itu, faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut pula berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa Indoensia (Alwi, 2003:3). Kemampuan menggunakan dua bahasa atau yang disebut blingual dapat mendorong pema kain bahasa yang berbeda secara bersamaan. Suatu keadaan berbahasa seperti ini, bilamana orang mencampur bahasa dua atau lebih tanpak ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu. Dalam hal demikian, hanya ke santain penutur dan/atau kebiasaanya yang dituruti. Tindakan bahasa yang demikia n kita sebut campur kode (Nabban, 1991: 32). Perestiwa campur kode terjadi karena ketergantungan penutur terhadap pemakain ba hasa. Masyarakat yang menetap di karang Bima desa Bonto kecematan Tarano mayorit asnya adalah penduduk dari Bima keturunan suku Mbojo. Oleh karen itu, dalam pere stiwa tutur yang terjadi di karang Bima ini menggunakan bahasa Sumbwa yang dipen garuhi oleh bahasa Bima. Pemakain bahasa Bima ini dipakai berdasarkan tempat, si tuasi dan tujuan bahasa ini digunakan. Adapun bentuk perestiwa tutur itu dapat berupa fakta, frase, serta klausa yang d apat dilihat dari cara mereka menyampaikan informasi secara lisan yang menimbulk an intraksi sosial satu sama lain dalam komunikasi mereka. Seperti kita ketahui bersama di pulau sumbawa awal mulanya terdiri dari dua suk u yaitu suku Samawa dan suku Mbojo. Masyarakat suku Sumbwa dalam berkomunikasi m enggunakan bahasa Sumbawa itu sendiri dan suku Mbojo menggunakan bahasa Mbojo (B ima). Karena kedua suku ini terdapat dalam suatu pulau. Mereka menjalin hubungan keakrabatan dan bahkan masyarakat suku Mbojo bertempat tinggal membentuk sebuah lingkungan sendiri di antara Suku Samawa bertempat di Desa Bonto Kecamatan Tara no. Oleh karena itu, masyarakat suku Mbojo di Karang Bima mahir menggunakan baha sa Sumbwa bahkan bahasa yang dominan yang digunakan adalah bahasa Sumbawa, namun ada kata-kata, frase atau kalusa tertentu yang mereka gunakan pada saat berkomu nikasi. Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan suatu penelitian dengan judul Campur Kode Bahasa Bima Dalam Pemakain Bahasa Sumbawa Masyarakat Karang Bim a Kecamatan Tarano 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dikemukakan suatu rumusan mas alah penelitian ini sebagai berikut. 1. Bagaimanakah bentuk campur kode bahasa Bima dalam pemakain bahasa Sumbaw a masyarakat Karang Bima Kecamatan Tarano? 2. Bagaimanakah jenis campur kode bahasa Bima dalam pemakain bahasa Sumbawa masyarakat Karang Bima Kecamatan Tarano? 3. Bagaimanakah fungsi campur kode bahasa Bima dalam pemakaian bahasa Sumba wa masyarakat Karang Bima Kecamatan Tarano? 4. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan kode bahasa Bima dalam pemakain ba hasa Sumbawa masyarakat Karang Bima Kecamatan Tarano? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini antara lain: 1. Mendeskripsikan bentuk campur kode bahasa Bima dalam pemakain bahasa Sum bawa masyarakat Karang Bima Kecamatan Tarano.

2. Mendeskripsikan jenis campur kode bahasa Bima dalam pemakain bahasa Sumb awa masyarakat Karang Bima Kecamatan Tarano. 3. Mendeskripsikan fungsi campur kode bahasa Bima dalam pemakaian bahasa Su mbawa masyarakat Karang Bima Kecamatan Tarano. 4. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan campur kode bahasa Bima d alam pemakain bahasa Sumbawa masyarakat Karang Bima Kecamatan Tarano. 1.4 Manfaat Penelitan Adapun manfaat penelitian ini antara lain: 1. Meningkatkan pengetahuan peneliti campur kode bahasa Bima dalam pemakain bahasa Sumbawa masyarakat Karang Bima Kecamatan Tarano. 2. Menambah keaneka ragaman hasil penelitian bahasa (linguistik) khususnya sosiolinguistik. 3. Memperkaya khasanah budaya daerah khususnya budaya Sumbawa. 4. Sebagai bahan perbandingan begi penelitian selanjutnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang kebahasaan, terutama yang berkaitan dengan penelitian penggun aan bahasa campur kode sudah sering dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penaliti an tersebut memberikan arahan yang cukup berarti bagi peneliti dalam proses pene litian ini. Penelitian yang relevan tentang campur kode ini antara lain yang pertama dilaku kan oleh Anwar (2006) dalam skripsinya berjudul Bentuk Perestiwa Campur Kode Pema kain Bahasa Indonesia pada Pengajian Tuan Guru Bajang . Penelitian Anwar ini menel iti tentang perestiwa campur kode yang dilakukan oleh Tuan Guru Bajang dalam mem berikan kajian yang menggunakan dua bahasa. Penelitian teresebut menguraikan ben tuk campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa Sasak. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Al Idrus (2009) dengan judul Campur Kode dal am Pemakain Bahasa Indonesia di Lingkungan Telaga Mas Ampenan Utara . Dalam peneli tian ini membahas tentang bentuk, jenis, dan fungsi campur kode dalam pemakain b ahasa Indonesia beserta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode. Penelitian ketiga dilakukan oleh Afandi (2009) dengan judul Campur Kode Bahasa Ar ab dalam Pemakain Bahasa Indonesia Aktivis Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Maje lis Taklim Al-Kahfi FKIP UNRAM . Dalam penelitian ini, Afandi membahas tentang ben tuk campur kode bahasa Arab dalam pemakain bahasa Indonesia, jenis campur kode, fungsi campur kode, dan faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode. Yang menj adi populasi penelitian ini aktivis UKMF MT Al-Kahfi FKIP Unram. Sedangkan penelitian yang diangkat oleh peneliti pada kesempatan ini adalah Campu r Kode bahasa Bima Dalam Pemakain Bahasa Sumbawa Masyarakat Karang Bima Kecamata n Tarano . Yang akan dibahas oleh peneliti adalah bentuk campur kode bahasa Bima d alam pemakian bahasa Sumbawa, jenis campur kode, fungsi campur kode bahasa Bima dalam pemakain bahasa Sumbawa, dan faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode bahasa Bima dalam pemakain bahasa Sumbawa. 2.2. Landasan Teori 2.2.1 Kedwibahasaan Kedwibahasaan artinya kemanpuan atau kebiasaan yang dimiliki oleh penutur dalam menggunakan bahasa. Banyak aspek yang berhubungan dengan kajian kedwibahasaan an tara lain, kata kedwibahasaan ini mengandung dua konsep. Pertama kemampuan meper gunakan dua bahasa / bilingualitas dan yang kedua kebiasaan memakai dua bahasa / bilingualisme. ( Aslinda dan Syafyahya,2007: 8). Istilah kedwibahasaan oleh para ahli bahasa, dianggap mengandung pengertian yang relatif, oleh karena batasan seseorang untuk dapat disebut dwibahasawan itu ber sifat arbitrer dan hampir tidak dapat ditentukan secara pasti. ( Suwito, 1983:40 ).

Bloomfield dalam (Chaer, 1995:54) menegaskan, penguasaan bahasa asing yang baik , tidak disertai kehilangan bahasa ibu, akan menghasilkan bilingualisme atau ked wibahasaan. Pengusaan dua bahasa seperti penutur asli, Bloomfield dalam (Chaer, 1995:54) menganggap, kedwibahasaan merupakan kemampuan untuk menggunakan dua bah asa yang sama baiknya oleh seorang penutur (native like control of two laguage). Pendapat ini menurut persyaratan bahwa setiap bahasa dapat dipergunakan dalam s etiap keadaan dan kelancaran dan ketepatan yang sama, seperti penggunaan oleh pe nutur asli dari setiap bahasa itu. Kedwibahasaan seperti yang dirumuskan oleh Bl oomfield ini, oleh Halliday (dalam Fishman, 1977:14) disebut dengan istilah ambi ligualisme. Dalam perkembangannya, menurut Suwito (1983:37), pengertian kedwibahasaan sepert i ini, kurang dapat diterima oleh para ahli bahasa lain yang muncul setelah mere ka. Oleh karena itu,untuk menentukan sejauh mana seorang penutur menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya, tidak mempunyai dasar sehingga sukar diukur. Oleh s ebab itu, pengertian native like control of two language ini hanya dapat dipandang sebagai salah satu jenis dari kedwibahasaan. Adapun kedwibahasaan menurut Wenri cha (dalam Suwito, 1983:39), adalah peristiwa pemakaian dua bahasa atau lebih se cara bergantian oleh seorang penutur atau kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain (Nababan, 1984:29). Sedangkan kemampuan atau kesang gupan seseorang memakai dua bahasa disebut dwibahasawan atau bilingual. Pengertian kedwibahasaan yang diberikan pada dua definisi di atas, tidak mempers yaratkan pengetahuan yang sama tentang dua bahasa atau lebih yang diketahui oleh dwibahasawan. Menurut Hangen, seorang dwibahasa, tidak harus menguasai secara a ktif dua bahasa, cukuplah dia tahu dua bahasa saja, (knowledge two languages), a tau mengetahui secara pasif dua bahasa (a complate pasive biligualism, understan ding without speking agen, (dalam Suwito, 1983:41), batasan terendah untuk menye butkan seseorang dwibahasawan adalah kesanggupan memproduksikan tuturan yang ber makna lengkap (to produce complite heaningful utterances in other language). Berkenaan dengan ini, Machey, (dalam suwito 1983:55), membagi adanya tingkat ked wibahasaan yang dimaksud untuk membedakan tingkat kemampuan seseorang dalam peng uasaan bahasa kedua. Tingkat-tingkat kemampuan demikian dapat dilihat dari pengu asaan penutur terhadap segi gramatikal, leksial, semantik, dan gaya yang tercerm in dalam empat keterampilan bahasanya, yaitu mendengarkan, membaca, berbicara, d an menulis. Makin banyak unsur-unsur tersebut dikuasai oleh seorang penutur maki n tinggi tingkat penguasaannya, sebaliknya makin sedikit penguasaan terhadap uns ur-unsur itu makin rendah pula tingkat kedwibahasaanya. 2.2.2 Pengertian Campur Kode Apabila seseorang mula-mula menggunakan bahasa Indonesia dan kemudian menggunaka n bahasa daerah atau mencampur bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, maka pe ristiwa penggunaan bahasa seperti itu disebut campur kode. (Nababan, 1991:32) su atu keadaan berbahasa lain bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa (speech act atau discourse) tanpak ada sesuatu yang menuntut penc ampuran bahasa itu. Campur kode memiliki kesamaan dengan alih kode, dimana digunakannya dua bahasa ( atau lebih) atau varian dari sebuah bahasa dalam suatu masyarakat tutur. Namun, dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memi liki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode yang lain yang terlibat dala m perestiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieses) saja, tanpak fu ngsi atau keotonomian sebagai sebuah kode (Cahaer dan Agustina, 2010: 114). Dan dijelaskan lagi oleh Fasold, 1984 (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 115), campur kode adalah penggunaan satu kata atau frase dari satu bahasa. 2.2.3 Bentuk Campur Kode Dalam penelitian ini akan dibahas pula tentang bentuk-bentuk dari peristiwa camp ur kode. Adapun bentuk campur kode tersebut adalah berupa kata dasar, frasa, ser ta klausa yang semuanya itu merupakan unsur yang terdapat dalam analisis sintaks is, yaitu analisis tentang hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya atau analisis tentang makna atau arti dalam bahasa (Chaer, 200 2:2). Kata dasar adalah kata yang belum mendapatkan tambahan yang berupa imbuhan (afik s) yang termasuk morfem bebas. Dalam bahasa Indonesia kita memiliki empat katago

ri sintaksis utama: (1) verba atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3) adjektifa atau kata sifat, dan (4) adverba atau kata keterangan (Alwi, 2003: 36). Frasa adalah kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang le bih panjang (Verhaar, 2004:291). Dan dijelaskan lagi oleh Putrayasa, (2007: 3) f rasa adalah kelompok kata yang menduduki sesuatu fungsi di dalam kalimat. Campur kode juga terdapat dalam bentuk klausa. Klausa merupakan satuan gramtik al berupa gabungan kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat , Kridalaksana 1985 (dalam Putrayasa, 2007:11 ). Selanjutnya Alwi (2003:39) jug a menjelaskan istilah klausa dipakai untuk merujuk pada deretan kata yang palin g tidak memiliki subjek dan predikat, tetapi belum memiliki intonasi atau tanda baca tertentu.

2.2.4 Jenis Campur Kode Jenis campur kode ada dua yaitu; (1), campur kode sementara dan (2) campur kode permanen. Campur kode sementara terjadi apabila pemakai bahasa sedang mensitir kalimat bah asa B2 ketika sedang ber-B1, atau sebaliknya. Sedangkan campur kode permanen ter jadi karena perubahan relasi antara pembicara dengan mitra bicara, misalnya mitr a bicara semula sebagai teman akrab tetapi mitra bicara itu sekarang menjadi ata san, biasanya pembicara mengganti kode bahasa yang dipakainya secara permanen, k arena adanya perubahan status sosial dan relasi kepribadian yang ada. 2.2.5 Fungsi Campur Kode Berikut ini akan disebutkan fungsi pemakian campur kode dalam suatu bahasa: 1. Sebagai Perulangan. Sering kali sebuah pesan dalam suatu bahasa (kode) diulangi dengan kode lain, ba ik secara literal atau dengan sedikit perubahan. Perulangan berfungsi untuk memb erikan penekanan pada sebuah pesan atau menjelaskan apa yang telah dikatakan. 2. Sebagai Interjeksi. Campur kode dapat berfungsi sebagai intirjeksi atau pengisi kalimat yang biasa b erbentuk kata atau prase atau ungkapan. 3. Sebagai Kutipan Dalam banyak hal, campur kode dapat diidentifikasikan baik sebagai kutifan langs ung maupun sebagai laporan seorang penutur bilingual, dalam sela-sela pembicaraa nya kadang-kadang menggunakan kode (bahasa) lain yang telah dinyatakan oleh sese orang. 4. Sebagai Fungsi Spesifikasi Lawan Tutur Penutur bermaksud menyampaikan pesan dengan kode lain kepada salah satu dari beb erapa kemungkinan lawan tutur yang mengerti bahasa penutur. 5. Unsur Mengkualifikasikan Isi Pesan. Bentuk lain dari campur kode adalah pengelompokan isi-isi pesan dalam bentuk kal imat, kata kerja, kata pelengkap atau predikat dalam konstruksi bahasa lain, Gum pers 1982 (dalam Anwar, 1983:71). 2.2.6 Faktor Penyebab Campur Kode Campur kode adalah peristiwa kebahasaan yang disebabkan oleh faktor-faktor luar bahasa, terutama faktor-faktor yang sifatnya sosiosituasional. Menurut suwito (1 983:72), beberapa faktor yang biasanya merupakan penyebab terjadinya campur kode antara lain : 1. Penutur Seorang bawahan menghadap atasannya di kantor dalam situasi resmi. Pada awalnya mereka menggunakan bahasa Indonesia. Namun, karena atas kesadarannya sendiri, si bawahan ingin mengubah situasi resmi menjadi tidak resmi dengan mencampur bahas a Indonesia dengan bahasa daerahnya. Dengan situasi tidak resmi tersebut, dihara pkan masalah-masalah yang sedang dibicarakan akan lebih mudah dipecahkan. 2. Lawan Tutur Setiap penutur pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh lawa n tuturnya, dalam hal ini multilingual. Hal ini dapaat memicu komunikasi antara

penutur dengan lawan tutur terjadi lebih komunikatif. Dari sini terbentuk apa ya ng disebut dengan perstiwa campur kode. 3. Karena Bahasa Perestiwa campur kode dapat terjadi juga karena sebab seorang mungkin saja tidak dapat menguasai seluruh bahasa yang dimilikinya sehingga pada saat tertentu dia akan mencapur kode kebahasaan lain. Selain faktor-faktor yang dikemukan di atas, perstiwa campur kode juga terjadi berdasarkan faktor situasi dan kebiasaan. Hal ini dikemukan oleh Nababan (1991:3 2) yang mengatakan bahwa bilamana seorang mencampur dua kode (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpak ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu. Da lam keadaan demikian, hanya kesantaian penutr dan atau kebiasaannya yang diturut i. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sample 3.1.1 Populasi Dalam hubungan dengan penelitian bahasa, populasi terkait dengan dua hal, yaitu masalah satuan penutur dan masalah satuan wilayah tritorial, Mahsun (2007:28). Populasi yang berkaitan dengan masalah satuan penutur yakni seluruh penutur asli bahasa campur kode Karang Bima desa Bonto Kecamatan Tarano. Sedangkan yang terk ait dengan masalah satuan wilayah tritorialnya adalah karang Bima desa Bonto kec amatan Tarano. 3.1.2 Sample Pemilihan sebagain dari keseluruhan penutur atau wilayah pakai bahasa yang menja di objek penelitian sebagai wakil yang memungkinkan untuk membuat genaralisasi t erhadap populasi itulah yang disebut sample penelitan. Dan dijelaskan lagi oleh Mahsun (2007:30) sempel merupakan penutur atau orang yang ditentukan diwilayah p akai varian bahasa tertentu sebagai sumber bahan penelitian, pemberi informasi, dan pembantu peneliti tahap penyediaan data disebut informan. Dalam penelitian i ni, yang menjadi sampelnya adalah informan-informan yang memenuhi persyaratan se bagai berikut: 1. penutur asli bahasa campru kode yang dilahirkan dan dibesarkan di desa i tu, serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desa itu; 2. bersetatus sosial rendah-menengah dengan harapan tidak terlalu tinggi mo bilitasnya; 3. berusia berkisar antara 16-60 tahun; 4. sehat jasmani dan rohani; 5. dapat berbahasa Indonesia; dan 6. berpendidikan maksimal SD-SLTP. Seperti yang dijelaskan di atas, maka jumlah informan dalam penelitian Campur Ko de dalam Pemakain Bahasa Sumbawa Masyarakat Karang Bima Kecamatan Tarano sebanya k 10 orang. 3.2 Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data kebahasaan dalam penelitain ini, peneliti menggunakan bebe rapa metode pengumpulan data sebagaimana yang diterapkan dalam penelitian lingui sitik, yaitu sebagai berikut; 3.2.1 Metode Cakap (wawancara) Metode cakap adalah metode yang digunakan untuk memperoleh informasi dengan perc akapan antara peneliti dengan inforaman. Dengan teknik dasar pancingan. Teknik p encingan biasanya mucul dalam dalam makna-makna yang tersusun dalam daftar perta nyaan atau secara sponitas, maksudnya pencingan dapat muncul ditangah-tengah per cakapan (Mahsun, 2007: 96). Artinya, peneliti berusaha memancing informan dengan memakai tema-tema tertentu dalam pembeciraan dengan memberikan pertanyaan-perta nyaan sederhana yang dapat dipahami oleh penutur untuk memunculkan data kebahasa an berupa campur kode yang dipakai oleh masyarakat karang Bima. 3.2.2 Metode Simak Metode simak adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak

penggunaan bahasa. Dinamakan metode simak karena cara yang digunkan untuk memper oleh data yaitu dengan cara menyimak penggunaan bahasa (Mahsun, 2007:29). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data lisan, yaitu data berupa campur kode pemak ain bahasa Sumbawa dengan bahasa Bima di karang Bima desa Bonto kecamatan Tarano . Metode ini memiliki teknik dasar yaitu teknik sadap. Teknik dasar disebut sebaga i teknik dasar dalam metode simak karena pada dasarnya penyimakan diwujudkan den gan penyadapan (Mahsun, 2007:92). Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dengan m etode ini, peneliti menggunakan teknik lanjutan yang berupa teknik simak libat c akap, catat dan rekam (Mahsun, 2007:243). Dari teknik di atas, peneliti terlibat lansung dalam perestiwa campur kode terse but. dalam hal ini, peneliti menyatu partisipan yang khendak disimak perilaku tu turnya sehingga data yang didapat benar-benar sesuai dengan yang dinginkan. 3.3 Metode Analisi Data Data yang terkumpul dari lapangan selanjut dianalisis dengan menggunakan metode padan intralingual dan teknik hubung banding menyamakan dan metode banding membe dakan dan metode padan ekstralingual. 3.3.1 Metode Padan Intralingual Istilah kata padan merupakan kata yang bersinonim dengan kata banding, di sini k onteks ini kata padan diartikan sebagai hal menghubung bandingkan, sedangkan kat a intralingul dapat dimaknai sebagai unsur-unsur yang berada dalam unsur bahasa (bersifat lingual). (Mahsun, 2007: 118) mengartikan metode padan intralingual a dalah metode analisis data dengan cara menghubung banding unsur-unsru yang bersi fat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa y ang berbeda. Dalam metode analisi digunakan teknik hubung banding menyatakan hub ung-banding antara bahasa Sumbawa dan bahasa Bima. 3.3.2 Metode Pada Ekstralingual Metode pada ekstralingual adalah metode analisis data dengan cara menghubung-ban ding masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa (Mahsun, 2001: 120). D alam metode ini juga digunakan teknik hubung-banding menyamakan dan hubung-bandi ng membedakan. Teknik ini digunakan untuk menemukan faktor-faktor yang menyebabk an terjadinya campur kode bahasa Bima ke dalam bahasa Sumbawa. Dari kedua metode analisis data di atas, data dalam penelitian ini diolah menggu nakan metode deskriptif kualitatif, yaitu fokusnya pada penunujukan makna, deskr ipsi, penjelasan dan penempatan data konteksnya masing-masing dan sering kali me lukisnya dalam bentuk kata-kata dari pada angka-angka (Mahsun 2007: 257). 3.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data Hasil analisis data dalam penelitian ini dengan cara formal dan informal. Mahsun (2007: 123) menjelaskan cara formal dan informal. (1) metode penyajian secara f ormal metode perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa, termasuk terminologi yang bersifat teknis, (2) metode penyajian secara informal merupakan perumusan d engan menggunakan tanda-tanda atau lambang. Beberapa tanda atau lambanag yang di gunakan antara lain sebagai berikut: (1) Tanda garis bawah ( ) digunakan untuk menunjukan campur kode. (2) Tanda kurung siku ( [] ) digunakan untuk menunjukan menjelaskan fonem at au bunyi kode. (3) Tanda petik satu ('') untuk menjelaskan makna kode. DAFTAR PUSTAKA Afandi, Fadli Muahamad. 2009. Campur Kode Bahasa Arab dalam Pemakain Bahasa In donesia Aktivitas Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Majelis Taklim Al-Kahfi FKIP Unram.Skripsi-FKIP: Universitas Mataram. Al Idrus, Hadijah. 2009. Campur Kode dalam Pemakain Bahasa Indonesia di Lingkungan Telaga Masa Ampenan Utara. Skripsi- FKIP: Universitas Mataram. Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustak a. Anwa,r, Kasyful. 2006. Campur kode pemakain bahasa Indonesia pada pengajian tuan guru bajang. Skripsi-FKIP: Universitas Mataram. Aslinda dan Syafyahya, Leni. 2007. Pengantar Sosiolingiustik. Bandung : PT Refik a Aditama.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Chaer, Abdul., dkk. 1995. Sosiolinguistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta Cahaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010, Sosiolinguistik perkenalan awal . Jakarta : Rineka Cipta. Fishman, J.A. 1977. Sosiolinguistik Suatu Pengantar Ringkasan. Terjemahan. Jakar ta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaa n. Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Nababan, P.W.J. 1993. Sosiolinguis suatu pengantar . Jakarta: Gramedia Pustaka Utam a. Putrayasa, I.B. 2007. Analisis Kalimat. Bandung: Refika Aditama. Pranowo. 1996. Analisis Pengajaran Bahasa. Yogyakarta : Gajah Mada University Pr ess. Suwito. 1983. Awal Sosiolinguistik Teori dan Problema. Skripsi-Surakarta: Fakult as Sastra Universitas Sebelas Maret. Verhaar, JMW. 2004. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.