tugas urology fus
DESCRIPTION
penyakit urologi kucingTRANSCRIPT
Unit Pembelajaran 4
Learning Obective:
Mengetahui mengenai FUS meliputi: definisi, batasan, mekanisme terjadinya FUS, faktor
pemicu FUS, diagnosa, penanganan dan pencegahannya.
Pembahasan Learning Objective:
FELINE UROLOGIC SYNDROME (FUS)
A. Definisi
Feline urinary syndrome atau FUS adalah nama yang diberikan kepada
sekelompok gejala yang terjadi pada kucing sekunder peradangan, iritasi, dan / atau
gangguan pada saluran urinary bagian bawah (kandung kemih, uretra, dan uretra
penis) (Anonim, 2010). Sindrom yang terjadi pada kucing ini ditandai dengan
pembentukan kristal (paling sering struvite) di dalam VU. Kristal tersebut kemudian
akan menyebabkan inflamasi, perdarahan pada urin, kesulitan buang air kecil, serta
beberapa kasus dapat menyebabkan obstruksi aliran normal urin keluar dari VU yang
dapat menyebabkan kematian (Pinney, 2009).
Menurut Houston (2007) Feline Lower Urinary Tract Disease (FLUTD) atau Feline
Urologic Syndrome (FUS) mengacu pada gangguan saluran urinary bagian bawah,
bersifat heterogen yang terkarakterisasi dengan gejala klinis seperti hematuria
(makroskopik dan mikroskopik), disuria, stanguria, polakiuria, uriansi yang tidak normal
sampai obstruksi parsial mau pun total.
B. Batasan
Menurut Houstler et al,. (2005) pada dasarnya FUS disebabkan oleh : 1) Feline
Idiopathic/Interstitial Cystitis(FIC), 2) Feline Urolithiasis (FU), dan 3) Sebab lainnya,
seperti infeksi saluran urianri karena bakteri, malformasi anatomi, neoplasia dan
ganggaun neurologic. Sejalan dengan laporan berbagai kasus yang ditemukan,
kebanyakan penyebab FUS adalah FIC (55-69%) dan FU (13-28%) (Houstler et al., 2005;
Houston, 2007). Pada anjing kira-kira 70% kasus urolitiasis disebabkan karena bakteri
yang memproduksi urease seperti Staphylococci dan Proteus spp.(Stevenson dan
Smith, 2002), tetapi pada kucing kira-kira 70% kasus urolitiasis steril terhadap bakteri
(Marks, 2000).
Houstler et al., (2005), membuat konsep baru klasifikasi FUS, yaitu obstruktif dan
nonobstruktif uropati. Obstrukstif uropati sangat jarang pada kucing betina namun
umum ditemukan pada kucing jantan. Tipe obstruktif menyebabkan postrenal azotemia
yang sangat berbahaya bagi kucing. Resiko kejadian FUS meningkat pada kucing
dewasa berumur 2-6 tahun namun jarang pada umur kurang dari 1 tahun atau diatas 10
tahun, kucing yang menderita obesitas, diberi pakan kering, diakandangkan
secara indoor dan kurang minum.
C. Mekanisme Terjadinya FUS
Kucing yang diberi pakan kering secara terus-menerus akan meningkatkan
terjadinya penyerapan Mg dan mineral-mineral lainnya. Pada pakan kering terkandung
ion-ion MgO2 dan MgSO4 yang bersifat basa. Urine yang bersifat basa akan membuat
ion Mg, phospat, dan amonium akan mengkristal membentuk kristal struvit. Kristal ini
yang akan menyebabkan obstruksi vesica urinaria dan kelukaan pada uretra dan ureter.
Hal tersebut dapat menyebabkan keradangan pada vesica urinaria sehingga
membengkak. obstruksi akibat kristal menyebabkan kucing mengalami disuria hingga
hematuria. Obstruksi tersebut juga menyebabkan edema pada uretra dan vesica
urinaria (Nelson, 2003).
Pembentukan urolith akibat asam urat disebabkan oleh penurunan metabolisme
hepar terhadap asam urat yang juga disertai penurunan reabsorbsi tubulus proksimalis
terhadap asam urat. Hal tersebut akan meningkatkan kadar asam urat dan natrium urat
dalam urine yang menyebabkan penurunan pH urine atau keasaman. Pakan yang
mengandung banyak protein akan menyebabkan banyaknya akumulasi amonium
sehingga bersama dengan asam urat akan membentuk kristal amonium urat (Nelson,
2003).
Infeksi bakteri dapat meningkatkan pembentukan struvite urolit karena bakteri
yang menginfeksi memproduksi urease sehingga akan meningkatkan pH urin menjadi
basa. Urease merupakan enzim yang dalam keberadaannya di air akan menghidrolisis
urea dan menghasilkan ion ammonia dan karbonat sehingga konsentrasi kedua ion
tersebut meningkat. Ammonia bergabung dengan air atau ion hidrogen untuk
membentuk ion ammonium. Ion ammonium di urin akan menyebabkan pH urin yang
tinggi. Ketika pH urin basa, fosfat menjadi lebih tersedia untuk pembentukan kristal
struvite dan struvite menjadi kurang larut. Selain itu, pH urin yang tinggi akan
menurunkan solubilitas magnesium ammonium fosfat dan meningkatkan terbentuknya
presipitasi kristal struvite. Ketika konsentrasi fosfat, magnesium, dan ammonium
meningkat di urin, supersaturasi terjadi dan membentuk kristal dan urolit (Fossum,
2002).
Lebih dari 95% anjing dengan struvite urolit ada kaitannya dengan urinary tract
infection akibat bakteri yang menghasilkan urease, seperti Staphylococus spp., Proteus
spp, dll (tiley & Smith, 2000). Urinary tract infection akibat bakteri penghasil urease
mendahului perkembangan terbentuknya struvite urolit pada anjing. Namun struvite
urolit pada kucing biasanya terbentuk dalam urin yang steril, tanpa adanya infeksi
bakteri. Hal ini dikarenakan pH urin kucing lebih basa daripada anjing yaitu >6,5
sehingga struvite urolit mudah terbentuk. Telah diperkirakan bahwa urin dengan pH
sekitar 6,4 sama dengan solubility product dari struvite dan urin dengan pH 7 sama
dengan formation product dari struvite (Fossum, 2002)
D. Faktor Pemicu Terjadinya FUS
Beberapa faktor berkontribusi untuk penyakit ini termasuk infeksi bacterial dan
viral, trauma, adanya kristal di urine, batu di vesica urine, tumor pada saluran urinaria,
dan abnormiltas congenital. Factor yang berkontribusi terhadap perkembangan FUS
antara lain, (Carlson, 2008):
1. FULTD dapat disebabkan uretra yang tersumbat oleh semacam pasta, komposisi
material batu atau pasir dan kristal struvite (magnesium ammonium fosfat), yang
berhubungan dengan jumlah garam. Meskipun Kristal struvit merupakan penyebab
utama sumbatan, namun jenis Kristal lain dapat ditemui. Beberapa sumbatan
menyebabkan terbentuknya mucus, darah, dan sel darah putih.
2. FLUTD dapat dihubungkan dengan kristal-uroith atau batu yang ditemukan di saluran
urinaria. Tipe urolith ervariasi, tergantung dari diet dan factor pH urine. Dua tipe yang
sangat sering ditemukan adalah struvite (magnesium fosfat) dan kalsium oksalat.
Factor yang mempengaruhi pembentukan urolit pada kucing termasuk infeksi bakteri
yang bersamaan; jarang uric,nasi akibat litter box yang kotor; kurangnya aktifitas fisik;
dan kurang minum atau kualitas minum yang buruk atau tidak tersedianya air, dan bias
juga karena selalu diberi pakan kering (dryfood).
3. Urine kucing normalnya sedikit asam. Factor yang menyebabkan urin alkalis yaitu jenis
pakan, adanya bakteri di saluran urinaria. Urin yang bersifat asam memiliki property
antibacterial. Namun ada beberpa kasus dumana FUS memiliki urine yang asam. Kucing
tersebut mungkin menderita akibat yrolith kalsium oksalat. Jika urolith terjadi di urethra,
maka obstruksi dapat mengancam kehidupan karena sangat sulit disembuhkan.
4. Cystitis bacterial dan urethritis (radang pada urethra) juga dapat menjadi penyebab
dasar FUS. Cystitis bacterial mungkin dapat menjadi penyebab yang penting dari
serangan yang berulang. Infeksi bakteri tersebut memiliki potensi untuk peningkatan
infeksi dengan sumbatan. Infeksi berulang dapat menyebabkan resistensi antibiotik.
5. Intake diet dan air minum. Kucing yang memakan pakan kering akan mendapat sedikit
air dari pakan ereka, selain itu didukung pula dengan kurangnya minum. Pakan kering
akan menyebabkan urin lebih terkonsentrasi dan jumlah sedimen yang lebih besar.
Faktor predisposisi pembentuk urolit traktus urinarius
1. pH urin
pH urin berperan sangat penting dalam pembentukan kalkuli, beberapa garam
(oksalat), dan asam urat lebih mudah mengendap pada pH asam. Struvit dan karbonat
lebih mudah mengendap pada pH alkalin.
2. Infeksi bakteri
Koloni bakteri, pengelupasan epitel, atau leukosit dapat berperan penting sebagai nidus
untuk pengendapan unsur mineral urolit. Urolit yang unsur penyusunnya terdiri dari
magnesium ammonium fosfat terbentuk karena adanya infeksi bakteri penghasil urease
atau pemecah urea (proteus dan beberapa staphilococci) yang mengkonversi urea
menjadi amoniak .infeksi dalam traktus urinarius merupakan faktor terbesar penyebab
terbentuknya urolit struvit. Jenis urolit lain kadang-kadang juga dapat ditemui pada
traktus yang terinfeksi, namun terbentuknya urolit non struvit tersebut tidak
disebabkan oleh adanya infeksi tetapi justru infeksi disebabkan adanya urolit dalam
traktus urinarius.
3. Diet
Diet yang mengandung protein tinggi membantu pembentukan urolit struvit karena
konsumsi protein tinggi dapat meningkatkan konsentrasi urea dan NH4 dalam urin. Diet
yang mengandung oksalat, defisiensi vitamin A (karena menyebabkan perubahan
metaplastik epitel transisional), dan dehidrasi (akibat pemasukan air yang terbatas
sehingga memberi kesempatan unsur mineral tetap berada dalam urin yang
konsentrasinya sangat jenuh) adalah faktor yang dapat menyebabkan urolitiasis.
Konsentrasi urin yang sangat jenuh tersebut umumnya disebabkan bekurangnya jumlah
air yang diminum (kurang minum).
Memperbanyak minum air (meskipun air yang diminum mengandung fosfat, karbonat,
silicate, kalsium, dan magnesium dalam jumlah tinggi) umunya hanya sedikit
berpengaruh atau bahkan tidak berpengaruh terhadap urolitiasis.Hal ini disebakan
karena kandungan mineral dalam air minum lebih sedikit dibanding dengan jumlah
mineral yang berasal dari pakan.Di samping itu dengan memperbanyak minum juga
dapat menurunkan konsentrasi urin dan meningkatkan volume urin. Hal yang demikian
tidak terjadi jika mineral yang menjadi unsur pembentuk urolit dikonsumsi dalam
bentuk makanan.Mineral dalam pakan dapat menjadi faktor penyebab urolitiasis pada
domba yang diberi paka fosfat tinggi, atau mengandung okasalat.
4. Herediter
Urolit kebanyakan ditemukan pada Kucing Persian.
5. Urin stasis
Merupakan faktor predisposisi pembentukan urolit tanpa memperhatikan macam
mineral. Turunnya frekuensi urinasi dan meningkatnya kadar unsur pembentuk urolit
dalam urin dapat menyebabkan konsentrasi urin menjadi sangat jenuh. Urin yang
sangat jenuh dapat menjadi predisposisi presipitasi unsur mineral pada hewan.
6. Breed predileksi
7. Sex predileksi.
Lebih sering terjadi pada hewan jantan karena diameter uretra nya lebih sempit dan
lebih panjang.
(Nelson, 2003)
E. Diagnosa
Diagnosis dapat dilakukan dengan (Gerber, 2009) :
1. Pemeriksaan gejala klinis
2. Pemeriksaan laboratorium
3. Urinalysis
Penting untuk dilakukan dan urin dikoleksi sebelum terapi dilakukan. Terapi dapat
mempengaruhi hasil urinalysis. Idealnya urin dikoleksi melalui cystocentesis. Urinalysis
meliputi pengukuran berat jenis, dip-stick analysis, analisis sedimen dan kultur urin.
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan
diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis
penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan
tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Urinalisis dapat diguakan untuk mendeteksi adanya penyakit diabetes, penyakit ginjal,
serta infeksi dari traktus urinarius.
Jenis-jenis urinalisis yang dapat dipergunakan :
Pemeriksaan visual : turbiditas dan warna dari urin. Warna urin normal adalah kuning
bening, sedangkan urin yang tidak normal berwarna merah karena darah dan keruh.
Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran volume ini pada
pengambilan acak (random) tidak relevan. Karena itu pengukuran volume harus
dilakukan secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil yang akurat.
Kelainan pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan kemungkinan
adanya infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit hati, kerusakan otot atau
eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga dapat mengubah warna urin. Kencing
berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar protein dalam urin (proteinuria).
Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :
· Merah : Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin.
Penyebab nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak),
senna.
· Oranye : Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat untuk
infeksi saliran kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
· Kuning : Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab
nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
· Hijau : Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab
nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
· Biru : tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
· Coklat : Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu. Pengaruh
obat : levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
· Hitam atau hitam kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat,
indikans, urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks
besi, fenol
Spesific Gravity : tes ini berfungsi untuk mendeteksi seberapa baik ginjal dapat
mengkonsentrasikan urin dan jumlah dari substansi/zat-zat yang terdapat pada urin.
Tes ini mengukur berat dari urin dibandingkan dengan air biasa pada jumlah yang
sama. Semakin tinggi nilai urin specific gravity ini, maka semakin padat material yang
terdapat pada urin.
Dipstick analysis : strip test kimiawi yang mengecek ada tidaknya glukosa, protein,
bilirubin dan keton di dalam urin.
· Sel darah putih (pyuria) : normalnya sel darah putih tidak terdapat di dalam urin.
Adanya sel darah putih di dalam urin dapat menandakan adanaya infeksi saluran
perkencingan, gangguan ginjal, dan kanker.
· Sel darah merah (hematuria) : sama seperti sel darah putih, seharusnya sel darah
merah tidak terdapat di dalam urin. Adanya sel darah merah ini dapat menandakan
adanya peradangan, penyakit, serta cedera/luka pada ureter, vesica urinaria, atau
urethra.
· Protein (Proteinuria) : protein normalnya tidak ditemukan di dalam urin. Hasil tes ini
harus disesuaikan dengan tes specific gravity. Protein pada urin yang encer lebih
banyak daripada protein pada urin yang pekat. Beberapa hal yang menyebabkan
protein ada pada urin adalah peradangan, hemoraghi, atau gangguan ginjal.
· Glukosa (glukosuria) : glukosa merupakan jenis gula yang biasanya ditemukan pada
darah. Seharusnya tidak ada glukosa dalam darah. Hal yang sering menyebabkan
glukosa pada urin adalah diabetes.
· Bilirubin (bilirubinemia) : bilirubin adalah pigment oranye dari empedu dari hati.
Keberadaan bilirubin pada urin mengindikasikan adanya penyakit hati atau hemolisis
(hancurnya sel darah merah), gangguan ginjal, Feline Hepatic Lipidosis dan FIP.
· Keton : tidak ada keton pada urin kucing yang normal. Keton dihasilkan ketika lemak,
yang lebih dipergunakan daripada glukosa, dipecah oleh tubuh untuk menghasilkan
energy. Jumlah besar keton dalam urin mengindikasikan diabetes ketoacidosis atau
kekurangan gula / malnutrisi.
· pH urin : merupakan pengukuran dari tingkat keasaman dari urin, apakah alkalis /
asam. pH normal urin sekitar 6 – 7. Tingkat keasaman ini dapat tergantung dari jenis
pakan, obat, dan adanya penyakit. Kucing biasanya memiliki pH yang sedikit asam.
Pemeriksaan mikroskopik : sebuah sampel urin disentrifugasi dan sedimentasinya
diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat adanya crystal, sel darah merah, sel darah
putih, benda padat berongga, bakteri dan yeast (jamur)
· Sel darah putih (pyuria) : normalnya sel darah putih tidak terdapat di dalam urin.
Adanya sel darah putih di dalam urin dapat menandakan adanaya infeksi saluran
perkencingan, gangguan ginjal, dan kanker.
· Sel darah merah (hematuria) : sama seperti sel darah putih, seharusnya sel darah
merah tidak terdapat di dalam urin. Adanya sel darah merah ini dapat menandakan
adanya peradangan, penyakit, serta cedera/luka pada ureter, vesica urinaria, atau
urethra.
· Cast (cylindruria) : bentukan silinder ini dibentuk ole mucoprotein yang terdapat pada
tubulus renalis (tabung kecil di dalam ginjal). Benda ini dapat dibentuk dari berbagai
macam material termasuk sel darah merah, sel darah putih, substansi lemak, sel epitel
tubulus renalis atau oleh protein. Bentukan ini dapat memberikan informasi mengenai
jenis penyakit yang sedang diderita oleh hewan.
· Crystal (crystaluria) : beberapa tipe crystal mungkin dapat ditemukan pada urin.
Crystal yang paling sering ditemukan adalah struvite dan kalsium oksalat. Keberadaan
crystal ini pada urin bukan merupakan diagnosis pasti dari sebuah urolithiasis.
Beberapa jenis tertentu dapat menjadi petunjuk penting dalam diagnosa sebuah
penyakit.
· Bakteri : jika sebuah sampel urin yang steril ditemukan bakteri, hal ini dapat
menunjukkan adanya infeksi vesica urinaria
4. Radiografi
Pada radiografi densitas batu bisa dilihat, meliputi ukuran dan bentuk di vesica urinaria.
5. Ultrasonografi
Ultrasonografi untuk melihat dinding vesica urinary dan kandungan dalam vesica
urinary.
F. Penanganan dan Pencegahan
Penanganan1. Kateterisasi : Ukuran kateter yang biasa digunakan untuk kucing jantan adalah 3
1/2 Fr. Terdapat tiga macam kateter urin yaitu flexible rubber feeding tube, kateter open-ended polypropylene, dan close-ended polypropylene.
2. Pengosongan urin dalam vesica urinaria dengan cara menusukkan jarum suntik ke vesica urinaria dan mengosongkan urin di dalamnya (dalam keadaan darurat).
3. Operasi (cystotomi).4. Flushing saluran kencing.5. Penyuntikan cairan fisiologis intravena : untuk mengganti cairan tubuh dan
menstabilkan pH cairan tubuh (Infus Ringer Lactate).6. Pemberian antibiotik : untuk mencegah infeksi sekunder oleh bakteri (Amcilin).7. Obat parasimpatomimetik : untuk menstimulasi otot VU kontraksi dan relaksasi.
(Anonim, 2010 ; Duval 2002)Pencegahan
1. Diet, hewan diberi pakan moisten dry food atau menggantinya dengan pakan kaleng/
pakan basah.
2. Mengurangi jumlah pakan yang mengandung magnesium.
3. Meningkatkan jumlah air minum.
(Anonim, 2010)
Daftar Pustaka
Anonim. (2010). FUS. http://www.sniksnak.com/cathealth/fusfaqs.html. Diakses pada 20 Juni 2012
Carlson, D. (2008). Feline Lower Urinary Tract
Disease. http://www.medicinenet.com/pets/cat-health/feline_lower_urinary_tract_disease.htm,
diakses pada 20 Juni 2012.
Duval D. (2002). Feline Urologic Syndrome, Internet Vet. Column. www.mailer.fsu.edu , diakses pada 20 Juni 2012.
Fossum. T.W. (2002). Smal Animal Surgery. 2nd ed. Mosby ST, London.
Gerber, B. (2009). Feline Lower Urinary Tract Disease (FLUTD). IVIS, Italy.
Houstler RA, Chew DJ and DiBarlota SP. (2005). Recent Concepts in Feline Lower Urinary Tract
Disease. Elsevier Saunders, Ohio.
Houston DM. (2007). Epidemiology of Feline Urolithiasis. Veterinary Focus. Vol 17 No 1: 4-9.
Nelson, Richard W et all. (2003). Small Animal Internal Medicine 3rd edition. Mosby
Pinney CC. (2009). Feline Lower Urinary Tract Disease.http://maxshouse.com/feline_urological_syndrome_fus.htm, diakses pada 20 Juni 2012.