tugas uas toksiko
DESCRIPTION
Tugas UAS toksikoTRANSCRIPT
1.1 Latar Belakang
Tanaman obat sudah banyak sekali digunakan oleh manusia sejak zaman dahulu. Bahkan
dipercaya mempunyai khasiat yang lebih ampuh daripada obat-obat dokter. Namun, karena
perkembangan jaman dan semakin meningkatnya pengetahuan manusia tentang farmakologi dan
ilmu kedokteran, banyak masyarakat yang beralih ke obat-obatan dokter karena lebih
mempercayai obat-obatan kimia yang telah teruji khasiatnya secara laboratorium, dibandingkan
dengan obat tradisional yang banyak belum bisa dibuktikan secara laboratorium.
Seiring berjalannya waktu, kehidupan berubah. Dengan adanya krisis moneter, masyarakat
terdorong kembali menggunakan obat-obat tradisional yang boleh dikatakan bebas dari
komponen impor, terutama bebas dari bahan-bahan kimia yang kemungkinan dapat berakibat
fatal bagi kesehatan tubuh.
Karena dengan perkembangan teknologi pula, semakin banyak tanaman obat tradisional yang
telah bisa dibuktikan khasiatnya secara laboratorium dan dijamin aman untuk dikonsumsi dan
bisa menyembuhkan penyakit tanpa menimbulkan efek samping.
Banyak bagian tumbuhan yang bisa digunakan sebagai obat, diantaranya adalah bagian buah,
batang, daun, dan akar atau umbi. Oleh karena pentingnya tanaman-tanaman obat tersebut maka
perlu kita mempelajarinya dengan baik sehingga dapat berdaya guna bagi kita.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa saja jenis tanaman yang memiliki aktivitas kemopreventif ?
b. Apa saja senyawa aktif kemopreventif dan mekanisme kerja senyawa tersebut ?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui jenis tanaman yang memiliki aktivitas kemopreventif
b. Untuk mengetahui senyawa aktif kemopreventif dan mekanisme kerja senyawa tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Curcuma longa Linn
2.1.1 Pengertian dan Senyawa Aktif
Curcuma longa yang populer dikenal sebagai kunyit dalam bahasa Inggris, Haridra
dalam bahasa Sansekerta dan Haldi di Hindi. Rimpang tanaman secara tradisional
digunakan dalam memasak. Aktif bahan dari tanaman ini adalah curcumin
(diferuloylmethane, struktur kimia yang ditunjukkan di bawah), sebuah polifenol yang
berasal dari rimpang dari tanaman. Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang dapat
ditemukan pada temulawak, temugiring dan kunyit. Kurkumin (diferuloylmethane) adalah
senyawa aktif yang ditemukan pada kunir, berupa polifenol dengan rumus kimia
C21H2006 dengan BM 368,37 serta titik lebur 183°C, tidak larut dalam air dan eter, larut
dalam etil asetat, metanol, etanol, benzena, asam asetat glasial, aseton dan alkali
hidroksida, rumus struktus kurkumin ada pada gambar 3. Kurkumin memiliki dua bentuk
tautomer yaitu keton dan enol. Struktur keton lebih dominan dalam bentuk padat,
sedangkan struktur enol ditemukan dalam bentuk cairan. Kurkumin merupakan senyawa
yang berinteraksi dengan asam borat menghasilkan senyawa berwarna merah yang disebut
rososiania. Senyawa turunan kurkumin disebut kurkuminoid, yang hanya terdapat dua
macam, yaitu desmetoksikurkumin dan bis-desmetoksikurkumin, sedangkan in vivo,
kurkumin akan berubah menjadi senyawa metabolit berupa dihidrokurkumin atau
tetrahidrokurkumin sebelum kemudian dikonversi menjadi senyawa konjugasi
monoglukoronida (Avni, 2008)
Kurkumin merupakan pigmen berwarna kuning yang ada pada tumbuhan Curcuma
longa, Curcuma domestica dan Curcuma xanthoriza. Kurkumin digunakan untuk
mengobati inflamasi, angiogenesis, tumor, kanker, diabetes, penyakit kardiovaskular,
pulmonari, sistem saraf, penyakit kulit, penyakit hati, depresi, fatigue kronik, dan nyeri
neurofati. Ravindranath et al., (1980) melaporkan kurkumin dosis 400 mg yang diberikan
secara oral ke tikus stelah 30 menit pemberian ditemukan 90% kurkumin pada lambung
dan usus halus, tetapi hanya tersisa 1% setelah 24 jam. Pengamatan konsentrasi kurkumin
dalam serum setelah 15 menit sampai 24 jam pemberian menunjukan tidak ditemukan
kurkumin dalam darah jantung, dan ditemukan sangat sedikit dalam darah portal (kurang
dari 5 µg/mL) (Avni, 2008)
Kurkumin mempunyai efek yang poten sebagai antiinflamasi, antioksidan dan
antikanker. Kandungan kurkumin pada C. domestica dan C. xanthorrhixa efektif
menghambat proliferasi sel kanker melalui induksi apoptosis dengan mempengaruhi
ekspresi cyclooxygenase-2 (COX-2) dan vascular endhothelial growth factor (VEGF)
sebagai angiogenic biomarker pada kanker. Penelitian lebih lanjut menunjukka bahwa
kurkumin bekerja dengan cara menghambat fase telomerase pada proses replikasi DNA
pada sel kanker (Avni, 2008)
2.1.2 Mekanisme Kemopreventif
Potensi antikanker kurkumin dikaitkan dengan nya kemampuan untuk menghambat
proliferasi dalam berbagai jenis sel tumor . Sifat antiproliferatif kurkumin mungkin
berhubungan dengan kemampuannya untuk mengatur ekspresi dari sejumlah gen, termasuk
NF-kappa B, Activator Protein 1 (AP-1), Reseptor epidermal growth 1 (EGR-1),
cycloxygenase 2 (COX2), lysyl oksidase (LOX), nitrat oksida sintase (NOS), matriks
metallopeptidase 9 (MMP-9), dan tumor necrosis factor (TNF) [71-73]. Selain itu, kunyit
mengurangi ekspresi berbagai kemokin, molekul adhesi, siklin dan reseptor faktor
pertumbuhan, epidermal growth factor receptor (EGFR), dan human epidermal growth
factor receptor 2 (HER2) . Selain dampaknya pada ekspresi gen, kunyit menghambat
aktivitas c-Juni N-terminalkinase, tirosin kinase protein dan serin protein / kinase treonin .
Kunyit juga telah terbukti dapat menghambat invasi sel tumor dan metastasis in vitro
dengan mengurangi MMP-2 dan aktivitas dengan menghambat HEp2 (epidermoid
carcinoma cell line) invasi sel (Avni, 2008)
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa kurkumin menginduksi apoptosis,
menghambat proliferasi dan mengganggu perkembangan siklus sel. Curcumin memberi
efek antiproliferatif dan apoptosis dengan menghambat aktivitas protein tyrosin kinase,
aktivitas protein kinase C, menekan level ekspresi mRNA c-myc dan regulasi sel B
lymphoma 2. Curcumin telah terbukti menyebabkan apoptosis in vitro dengan menurunkan
potensial membran mitokondria dengan cepat, pelepasan sitokrom c, aktivasi caspase 3 dan
9, dan downregulation protein anti-apoptosis Bcl-XL dan Inhibitor dari Apoptosis Protein
(IAP). Dalam sel-sel kanker prostat LNCaP, kurkumin telah terbukti meningkatkan tingkat
apoptosis dengan meningkatkan nekrosis tumor factor related apoptosis-inducing ligand
(TRAIL), memicu pembelahan pro-caspases 3, 8 dan 9, dan merangsang pelepasan
sitokrom c. Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa heat shock protein dapat berperan
dalam induksi apoptosis oleh kurkumin (Avni, 2008)
2.2 Gynura procumbens
2.2.1 Pengertian dan Senyawa Aktif
Daun tanaman Gynura procumbens (Lour.) Merr. atau sering disebut tanaman Sambung
Nyawa mengandung flavonoid, terpenoid dan asam fenolat yang diduga bertanggung jawab
atas efek kemopreventif yang ditimbulkan. Secara in vitro dan in vivo, ekstrak etanolik
daun Sambung Nyawa menunjukkan aktivitas sebagai pengeblok dan penekan terjadinya
karsinogenesis. Ekstrak etanolik dan fraksi fenolik daun Sambung Nyawa telah terbukti
dapat menghambat proliferasi sel HeLa dan sel T47D serta memacu terjadinya apoptosis.
Pemacuan apoptosis tersebut di antaranya melibatkan peningkatan ekspresi p53 dan Bax
serta aktivasi Caspase-7. Ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa juga telah terbukti
memiliki efek antiangiogenesis pada membran korioalantoik telur ayam yang diinduksi
bFGF. Secara in vivo, ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa menghambat pertumbuhan
kanker paru pada mencit dan kanker payudara pada tikus yang diinduksi benzo[a]piren.
Sebagai dasar aplikasi ko-kemoterapi dengan obat sitostatik, telah diteliti efek sinergisme
yang terjadi pada fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa dengan
doxorubicin pada sel kanker payudara T47D. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengembangkan Sambung Nyawa sebagai agen kemopreventif serta aplikasinya sebagai
agen kokemoterapi dalam penggunaan klinis (Jenie, 2006)
2.2.2 Mekanisme Kemopreventif
Pada terapi kuratif kanker, pengembangan agen kemopreventif didasarkan pada
regulasi daur sel termasuk reseptor-reseptor hormone pertumbuhan dan protein kinase,
penghambatan angiogenesis, penghambatan enzim siklooksigenase-2 (COX-2), dan induksi
apoptosis. Agen kemopreventif mempunyai target aksi spesifik melalui mekanisme-
mekanisme molekuler tersebut. Ketidaknormalan pada daur sel dan regulasi apoptosis,
peningkatan enzim COX-2, dan proses angiogenesis hanya terjadi pada sel yang terkena
kanker meskipun pada beberapa kasus angiogenesis terjadi pada jantung. Oleh karena itu,
agen kemopreventif relatif aman dan tidak berpengaruh pada sel normal (Chang dan
Kinghorn, 2001).
Pendekatan terapi kanker melalui antiangiogenesis dapat dilakukan dengan agen
vaskulostatin yaitu agen yang dapat menghambat proses pembentukan pembuluh darah
baru (Matter, 2001). Sel kanker mengalami kematian karena tidak mendapat suplai nutrisi
dan oksigen. Penghambatan angiogenesis menjadi titik tangkap yang penting dalam
pengobatan kanker. Penyebaran sel kanker secara hematogenik dan limfogenik sangat
berhubungan dengan angiogenesis. Sel-sel tumor mengadakan penetrasi dengan cepat
melalui sel endotel dan mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh dan menyebar ke organ
lain (Folkman, 1976). Inisiasi, invasi, dan metastatis kanker diyakini sebagai peristiwa
yang sangat tergantung pada angiogenesis. Berdasarkan sebuah pandangan praktis,
sebagian besar inhibitor angiogenesis juga mempunyai aksi sebagai antiinvasi dan
komponen antimetastatis (Brem, 1999).
Lain hal, terjadinya tumor dan kanker ganas (malignan) akan memicu ekspresi COX-2
yang berlebih. Peningkatan ekspresi COX-2 diikuti produksi prostaglandin E2 (PGE2)
yang berperan dalam proliferasi, dan memacu proses angiogenesis sel kanker (King, 2000).
Beberapa senyawa yang digunakan sebagai kemopreventif mempunyai aktivitas
menghambat COX-2 sehingga dapat menurunkan tranformasi sel malignan (Jenie, 2008)
Salah satu fenotip abnormal dari sel kanker adalah disregulasi dari kontrol daur sel,
yaitu terjadi gangguan mekanisme kontrol sehingga sel akan berkembang tanpa mekanisme
kontrol sebagaimana pada sel normal (Gondhowiardjo, 2004). Retinoblastoma (Rb) dan
protein p53 sebagai penekan tumor merupakan protein yang berperan penting dalam
pengaturan siklus sel sebagai materi antiproliferasi maupun sebagai pengatur proses
apoptosis karena adanya kerusakan DNA. Inaktivasi p53 akan mengakibatkan sel
berproliferasi secara berlebihan. Efek antiproliferatif dari beberapa senyawa yang
berpotensi sebagai antikanker salah satunya adalah melalui kemampuannya menunda daur
sel dengan menghambat aktivitas cyclin-CDK maupun protein-protein kinase lainnya.
Agen kemopreventif alami, di antaranya adalah flavonoid, dapat menginduksi penghentian
fase G1 (Pan et al., 2002). Agen kemopreventif lain seperti kurkumin dapat mempengaruhi
siklus sel pada transisi fase G0/G1 dan G2/M. Pengaruh agen kemopreventif melalui
penghambatan siklus sel dapat menyebabkan sel akan berhenti membelah dan proliferasi
sel akan berhenti (Jenie, 2006)
Apoptosis merupakan kematian sel yang diprogram sebagai respon terhadap
rangsangan tertentu. Salah satu kelompok protein yang berperan terhadap kematian sel
adalah Bcl-2. Beberapa anggota keluarga protein Bcl-2 antiapoptosis seperti Bcl-2, Bcl-XL,
Mcl1, dan Bag berfungsi untuk mencegah kematian sel, sedangkan anggota keluarga
protein Bcl-2 proapoptosis seperti Bak, Bax, dan Bad menginduksi apoptosis. Selain
pembuangan senyawa obat melalui pompa efflux P-gp (P-glikoprotein), ekspresi berlebihan
dari Bcl-2/Bcl-XL pada kanker juga dapat meningkatkan resistensi terhadap kemoterapi
dan radioterapi. Oleh karena itu, target penting dalam pengobatan kanker adalah penekanan
ekspresi protein antiapoptosis selain penekanan ekspresi P-gp (Jenie, 2006)
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa daun
tanaman Sambung Nyawa memiliki potensi sebagai antikanker. Daun Sambung Nyawa
oleh sebagian masyarakat Indonesia digunakan sebagai obat kanker rahim, payudara dan
kanker darah dengan memakan 3 lembar daun segar sehari selama 7 hari. Pengobatan
tersebut dapat diperpanjang selam 1-3 bulan tergantung keadaan penyakit (Meiyanto,
1996). Penelitian Sugiyanto et al., (2007) melaporkan bahwa ekstrak etanolik daun
Sambung Nyawa menghambat pertumbuhan tumor paru pada mencit yang diinduksi
benzo[a]piren. Selain itu, ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa terbukti menghambat
pertumbuhan sel Myeloma dan dapat menghambat pertumbuhan kanker payudara tikus
yang diinduksi DMBA (Meiyanto et al., 2007).
Usaha penemuan antikanker yang spesifik dan selektif terhadap Sambung Nyawa terus
dilakukan. Fraksinasi ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa untuk mengetahui senyawa
aktif yang berperan sebagai antikanker telah dilakukan. Menurut penelitian Sugiyanto et al.
(2003), fraksi etil asetat ekstrak etanolik Sambung Nyawa mengandung senyawa flavonoid
yang mengarah pada golongan favon atau flavonol. Senyawa flavonoid yang ditemukan
pada fraksi heksana-etil asetat XIX dan XX ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa
(Meiyanto dan Septisetyani, 2005) mempunyai nilai IC50 sebesar 119 μg/ml terhadap sel
kanker leher rahim HeLa. Selain itu, senyawa flavonoid yang ditemukan dalam fraksi
heksan-etil asetat XII dan XIII ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa mampu
menghambat sel kanker payudara T47D dengan IC50 sebesar 80 μg/ml (CCRC, 2005).
Penelitian lebih lanjut melaporkan bahwa flavonoid yang diisolasi dari fraksi etil asetat
ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa memiliki efek sitotoksik terhadap sel T47D dan
diamati adanya peningkatan ekspresi p53 dan Bax (Jenie, 2006)
Senyawa flavonoid juga dapat menghambat proliferasi melalui inhibisi proses oksidatif
yang dapat menyebabkan inisiasi kanker. Mekanisme ini diperantarai penurunan enzim
xanthin oksidase, siklooksigenase (COX) dan lipooksigenase (LOX) yang diperlukan
dalam proses 5 prooksidasi sehingga menunda siklus sel (Ren et al., 2003). Aktivitas
antikanker juga ditunjukkan flavonoid melalui induksi apoptosis. Flavonoid menghambat
ekspresi enzim topoisomerase I dan topoisomerase II yang berperan dalam katalisis
pemutaran dan relaksasi DNA. Inhibitor enzim topoisomerase akan menstabilkan kompleks
topoisomerase dan menyebabkan DNA terpotong dan mengalami kerusakan. Kerusakan
DNA dapat menyebabkan terekspresinya protein proapoptosis seperti Bax dan Bak dan
menurunkan ekspresi protein-protein antiapoptosis yaitu Bcl-2 dan Bcl-XL. Dengan
demikian pertumbuhan sel kanker terhambat. Sebagian besar flavonoid telah terbukti
mampu menghambat proliferasi pada berbagai sel kanker pada manusia namun bersifat
tidak toksik pada sel normal manusia (Jenie, 2008).
Senyawa golongan flavonoid mampu menghambat proses karsinogenesis baik secara in
vitro maupun in vivo. Penghambatan terjadi pada tahap inisiasi, promosi maupun progresi
melalui mekanisme molekuler antara lain inaktivasi senyawa karsinogen, antiproliferatif,
penghambatan angiogenesis dan daur sel, induksi apoptosis, dan aktivitas antioksidan.
Sebagian besar senyawa karsinogen seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (HAP)
memerlukan aktivasi oleh enzim sitokrom P450 membentuk intermediet yang reaktif
sebelum berikatan dengan DNA. Ikatan kovalen antara DNA dengan senyawa karsinogen
aktif menyebabkan kerusakan DNA. Flavonoid dalam proses ini berperan sebagai agen
pencegah tumorigenesis. Pengeblokan aksi karsinogen dapat melalui beberapa mekanisme
antara lain melalui inhibisi aktivitas isoenzim sitokrom P450 yaitu CYP1A1 dan CYP1A2
sehingga senyawa karsinogen tidak reaktif. Mekanisme pencegahan yang lain dapat terjadi
melalui induksi enzim pemetabolisme fase II yang berperan penting dalam detoksifikasi
senyawa karsinogen. Flavonoid juga meningkatkan ekspresi enzim gluthation S-transferase
(GST) yang dapat mendetoksifikasi karsinogen reaktif menjadi tidak reaktif dan lebih polar
sehingga cepat dieliminasi dari tubuh. Selain itu, flavonoid juga dapat mengikat senyawa
karsinogen sehingga dapat mencegah ikatan dengan DNA, RNA, atau protein target (Ren et
al., 2003). Sifat antioksidan dari senyawa flavonoid juga dapat menginhibisi proses
karsinogenesis. Fase inisiasi kanker seringkali diawali melalui oksidasi DNA yang
menyebabkan mutasi oleh senyawa karsinogen. Karsinogen aktif seperti radikal oksigen,
peroksida dan superoksida, dapat distabilkan oleh flavonoid melalui reaksi hidrogenasi
maupun pembentukan kompleks (Jenie, 2008)
Peningkatan ekspresi enzim GST memberikan keuntungan apabila dikombinasikan
dengan obat-obat sitostatik. Pada umumnya, obat-obat sitostatik yang aktif sebagai
antikanker adalah bentuk molekulnya, kecuali tipe alkilator seperti klorambusil,
siklofosfamid, bleomisin, dan teotepa. Metabolit hasil biotransformasi fase I dari obat
sitostatik bersifat lebih toksik dan tidak mempunyai efek farmakologis. Enzim GST akan
mendetoksifikasi metabolit tersebut melalui reaksi konjugasi dengan gluthation sehingga
menghasilkan metabolit yang lebih polar dan mudah diekskresikan dari tubuh. Meiyanto et
al. (2007) melaporkan bahwa ekstrak etanolik daun G. procumbens mampu menghambat
pertumbuhan tumor payudara tikus yang diinduksi karsinogen DMBA (7,12-dimetil
benz(a)ntrazena). Pemberian ekstrak sebelum dan selama fase inisiasi mampu
meningkatkan aktivitas enzim GST. Dengan demikian, detoksifikasi metabolit DMBA
(epoksida) akan meningkat dan dapat diekskresikan dalam bentuk merkapturat (bentuk
yang lebih polar) ke dalam urin atau feses. Penurunan metabolit reaktif DMBA
menyebabkan penurunan insidensi ikatan dengan DNA (DNA adduct) sehingga proses
karsinogenesis dapat dihambat (Jenie, 2006)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fraksi flavonoid daun Sambung Nyawa memiliki prospek yang baik sebagai agen
kemopreventif untuk aplikasi kokemoterapi dengan obat-obat sitostatika berdasarkan pada uji
10 kombinasi in vitro yang menunjukkan efek sinergisme dengan doxorubicin. Sebagai agen
kemopreventif, ekstrak etanolik daun Sambung Nyawa telah diketahui memiliki aktivitas
sitotoksik dan antiproliferatif terhadap sel T47D dan sel HeLa, aktivitas antiangiogenesis,
antimutagenik, pencegahan tumorigenesis pada tahap inisiasi maupun progresi secara in vivo,
serta menunjukkan efek sinergisme pada perlakuan kombinasi dengan doxorubicin secara in
vitro.
DAFTAR PUSTAKA
Avni G. Desai, Ghulam N. Qazi, Ramesh K. Ganju, Mahmoud El-Tamer, Jaswant Singh, Ajit.
Medicinal Plants and Cancer Chemoprevention. Department of Environmental Health
Sciences, Mailman School of Public Health, Columbia University, New York, NY;
Curr Drug Metab. 2008 September ; 9(7): 581–591.
Brem, S., MD, 1999, Angiogenesis and Cancer Control: From Concept to Therapeutic Trial,
Moffitt Cancer Center & Research institute,
Chang, L.C., Kinghorn, A.D., 2001, Flavonoid as Chemopreventive Agent, Boiactive Compound
from Natural Sources, Isolation, Characterization and Biological Properties, Tailor &
Friends, New York.
Gondhowiardjo, S., 2004, Proliferasi Sel dan Keganasan, Majalah Kedokteran Indonesia, 54 (7):
289-299
Jenie, R.I., Meiyanto, E., Murwanti, R., 2006, Efek Antiangiogenik Ekstrak Etanolik Daun
Sambung Nyawa (Gynura procumbens) pada Membran Korioalantois Embrio Ayam,
Majalah Farmasi Indonesia, 17(1):50-55.
Jenie, R.I., Meiyanto, E., 2008, Combination of Sambung Nyawa (Gynura procumbens) Leaves
Ethyl Acetate Fraction-Doxorubicin Induces Apoptosis in Human Breast Cancer
T47D cells, presented at the International Symposium on Molecular Targeted
Therapy, March 26th, 2008, Gadjah Mada University, Indonesia.
Meiyanto, E., Susilowati, S., Tasminatun, S., Murwanti, R., Sugiyanto, 2007, Efek Ekstrak
Etanolik Gynura procumbens (Lour.) Merr. terhadap Penghambatan Pertumbuhan
Tumor Payudara Tikus yang Diinduksi DMBA, Majalah Farmasi Indonesia, 18(4):
169-175.