tugas tmp a

25
PENDAHULUAN Latar Belakang Di era modern ini kebutuhan setiap masyarakat semakin kompleks. Dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut diperlukan adanya peranan dari pemerintah. Peran pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut adalah melakukan pelayanan public. Seluruh masyarakat tentunya menginginkan pelayanan public yang berkualitas baik agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Untuk mengukur kualitas pelayanan public tidak cukup hanya menggunakan indicator tunggal tetapi harus menggunakan multi-indicator atau indiator ganda. Efisiensi, responsivitas, dan non-partisian merupakan beberapa indicator yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan publik (Agus,2008:147). Setiap Negara termasuk Indonesia akan terus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan public. Harus terlebih dahulu diketahui bagaimana kondisi kualitas pelaksanaan pelayanan public di Indonesia saat ini dilihat dari indikator efisiensi, responsivitas, dan non-partisian serta bagaimana cara peningkatan kualitas pelayanan public di Indonesia. Salah satu contoh praktek penyelenggaraan pelayanan public yang mencerminkan bagaimana kondisi kualitas pelayanan public di Indonesia saat ini adalah pelayanan pembuatan e- KTP yang sampai saat ini masih ditemukan banyak permasalahan di dalamnya. Masalah yang ditemukan dalam pelayanan pembuatan e-KTP tersebut antara lain masih adanya pungutan liar, belum semua daerah memiliki jaringan komunikasi data yang memadai, kesalahan input data yang dilakukan oleh petugas dan masih banyak lagi. Selain pelayanan pembuatan e- KTP pelayanan kesehatan juga merupakan cerminan dari kondisi kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Dalam pelayanan kesehatan di Indonesia juga masih terdapat kekurangan dan permasalahan. Permasalahan tersebut misalnya adanya keluhan masyarakat terhadap mutu pelayanan Rumah sakit, yaitu tentang lamanya pelayanan, administrasi yang berbelit dan lamanya waktu tunggu. Pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP dan pelayanan kesehatan yang merupakan cerminan dari kualitas pelayanan public di Indonesia dan mengharuskan adanya perbaikan atau peningkatan kualitas pelayanan. Perbaikan dalam pelayanan pembuatan e-KTP dan pelayanan kesehatan dapat dilakukan jika kita sudah mengetahui bagaimana kondisi sebenarnya yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini, apa saja permasalahan yang ada dan apa

Upload: marsyareta-fitriani

Post on 15-Sep-2015

224 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

ktp

TRANSCRIPT

PENDAHULUANLatar Belakang

Di era modern ini kebutuhan setiap masyarakat semakin kompleks. Dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut diperlukan adanya peranan dari pemerintah. Peran pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut adalah melakukan pelayanan public. Seluruh masyarakat tentunya menginginkan pelayanan public yang berkualitas baik agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Untuk mengukur kualitas pelayanan public tidak cukup hanya menggunakan indicator tunggal tetapi harus menggunakan multi-indicator atau indiator ganda. Efisiensi, responsivitas, dan non-partisian merupakan beberapa indicator yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan publik (Agus,2008:147). Setiap Negara termasuk Indonesia akan terus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan public. Harus terlebih dahulu diketahui bagaimana kondisi kualitas pelaksanaan pelayanan public di Indonesia saat ini dilihat dari indikator efisiensi, responsivitas, dan non-partisian serta bagaimana cara peningkatan kualitas pelayanan public di Indonesia. Salah satu contoh praktek penyelenggaraan pelayanan public yang mencerminkan bagaimana kondisi kualitas pelayanan public di Indonesia saat ini adalah pelayanan pembuatan e-KTP yang sampai saat ini masih ditemukan banyak permasalahan di dalamnya. Masalah yang ditemukan dalam pelayanan pembuatan e-KTP tersebut antara lain masih adanya pungutan liar, belum semua daerah memiliki jaringan komunikasi data yang memadai, kesalahan input data yang dilakukan oleh petugas dan masih banyak lagi. Selain pelayanan pembuatan e-KTP pelayanan kesehatan juga merupakan cerminan dari kondisi kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Dalam pelayanan kesehatan di Indonesia juga masih terdapat kekurangan dan permasalahan. Permasalahan tersebut misalnya adanya keluhan masyarakat terhadap mutu pelayanan Rumah sakit, yaitu tentang lamanya pelayanan, administrasi yang berbelit dan lamanya waktu tunggu. Pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP dan pelayanan kesehatan yang merupakan cerminan dari kualitas pelayanan public di Indonesia dan mengharuskan adanya perbaikan atau peningkatan kualitas pelayanan. Perbaikan dalam pelayanan pembuatan e-KTP dan pelayanan kesehatan dapat dilakukan jika kita sudah mengetahui bagaimana kondisi sebenarnya yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini, apa saja permasalahan yang ada dan apa penyebab munculnya masalah itu, serta mengetahui apa saja upaya yang harus dilakukan agar dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan pembuatan e-KTP dan kualitas pelayanan kesehatan karena pelayanan pembuatan e-KTP dan pelayanan kesehatan merupakan cerminan dari kualitas pelaksanaan pelayanan public di Indonesia.

Rumusan masalah

1. Bagaimana kondisi pelaksanaan pelayanan public di Indonesia ?

2. Bagaimana cara meningkatkan kualitas pelayanan public di Indonesia ?

3. Bagaimana kondisi pelayanan pembuatan e-KTP di Indonesia saat ini ?

4. Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP di Indonesia?5. Bagiamana kondisi pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini ?

6. Bagaiman cara meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia?

LANDASAN TEORIPelayanan Publik

Menurut Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yad disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Menurut Sinambela mengungkapkan pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.Kemudian, Munir menambahkan terdapat tiga bentuk dalam pelayanan umum, yaitu layanan dengan lisan,layanan dengan menggunakan tulisan tulisan, dan layanan dengan menggunakan perbuatan. Menurut ketiganya bentuk layanan ini tidak dapat berdiri sendiri secara murni karena ketiganya sering berkombinasi dalam proses pemberian pelayanan.Sesuai dengan Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanaN publik menyebutkan bahwa pelayanan publik merupakan segala kegiata pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi yang yang dimaksud pelayanan publik pada dasarnya sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat,di daerah, dan dilingkungan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, penyelenggaraan pelayanan publik adalah instansi pemerintah. Pelayanan dapat di katakan sebagai suatu aktifitas dari seseorang, sekelompok dan/atau organisasi secara langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan.

Ada terdapat lima indikator pelayanan publik menurut Fitsimmons (dalam Sinambela (2006:7 ) sebagai berikut :

1. Reliability (handal) yaitu suatu pelayanan yang baik ditandai dengan adanya pemberian pelayanan yang tepat dan benar.

2. Tangibles ( jelas) yang ditandai dengan penyediaan yang memadai sumber daya lainnya.

3. Responsiveness (tanggap) yang ditandai dengan keinginan melayani konsumen.

4. Assurance (kepastian) yang ditandai dengan tingkat kemauan untuk etika dan moral dalam memberikan pelayanan.

5. Empathy (empaty) yang ditandai dengan tingkat kemauan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.

Kualitas Pelayanan

Penyelenggaraan pelayanan public merupakan proses yang strategis karena di dalamnya terdapat interaksi yang cukup intensif antara warga Negara dengan pemerintah. Penyelenggaraan pelayanan public yang berkualitas merupakan kewajiban pemerintah, karena kualitas pelayanan public menjadi salah satu indicator dari kualitas suatu pemerintahan. Goetsch dan Davis (2002) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas pelayanan juga diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan terpenuhinya harapan/ kebutuhan pelanggan, di mana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan produk dan jasa (pelayanan) sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.

Kualitas pelayanan menurut Evans dan Lindsay (1997) dapat dilihat dari berbagai sudut. Jika dilihat dari sudut pandang konsumen, maka kualitas pelayanan selalu dihubungkan dengan sesuatu yang baik/prima (excellent). Jika kualitas pelayanan dipandang dari sudut product based, maka kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagi suatu fungsi yang spesifik, dengan variabel pengukuran yang berbeda-beda dalam memberikan penilaian kualitas sesuai dengan karakteristik produk yangbersangkutan. Kualitas pelayanan jika dilihat dari sudut user based, maka kualitas pelayanan adalah sesuatu yang diinginkan oleh pelanggan atau tingkat kesesuaian dengan keinginan pelanggan. Sedangkan, jika dilihat dari value based, maka kualitas pelayanan merupakan keterkaitan antara kegunaan atau kepuasan dengan harga.

Kualitas pelayanan publik menjadi perhatian praktik New Publik Management, Reinventing Government maupun New Public Service. Dalam perkembangan selanjutnya, praktik manajemen pemerintahan banyak menggunakan pendekatan-pendekatan manajemen yang telah terlebih dahulu diterapkan di sektor swasta, salah satunya adalah konsep manajemen kualitas. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam kaitan dengan manajemen kualitas adalah ISO. Prinsip-Prinsip Manajemen Kualitas ISO 9001: 2000 adalah :

1. Fokus kepada pelanggan

Pelaksanaan prinsip ini tergantung pada pelanggan perusahaan/ organisasi oleh sebab itulah maka organisasi harus memahami betul kebutuhan pelanggannya, dengan demikian perusahaan akan selalu tanggap akan kebutuhan dan kepuasan pelanggan.

2. Kepemimpinan

Disadari atau tidak keterlibatan pimpinan dalam penerapan manajemen kualitas sangat dibutuhkan, karena dengan demikian akan membawa dampak pada keterlibatan secara penuh dari setiap unsure organisasi.

3. Keterlibatan orang-orangKeterlibatan orang-orang secara penuh terhadap penerapan standar ini merupakan faktor penting dalam rangka memberikan komitmen bersama, menumbuhkembangkan inovasi dan kreativitas, sehingga semuanya ikut bertanggungjawab terhadap masalah yang dihadapi beserta solusinya terhadap masalah yang mungkin timbul.

4. Pendekatan prosesDengan penerapan prinsip ini, hasil yang diinginkan akan dapat tercapai dengan lebih efisien, karena pendekatan ini mengintegrasikan sumber daya yang ada, seperti manusia, material, metode, mesin dan peralatan dalam rangka menghasilkan nilai tambah bagi pelanggan. Dengan demikian akan menghemat biaya dan waktu yang diperlukan.

5. Pendekatan sistem terhadap manajemen

Pendekatan ini akan memfokuskan usaha-usaha pada proses kunci yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi pada efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan.6. Peningkatan terus-menerus.Hal ini didefinisikan sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi organisasi secara terus menerus, yang membutuhkan langkah konsolidasi yang progresif dan menanggapi perkembangan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Dengan demikian dapat mengetahui keunggulan kinerja melalui peningkatan kemampuan organisasi.

7. Pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan.

Dengan menggunakan data dan informasi yang faktual maka dapat menghilangkan akar penyebab masalah, sehingga dapat diselesaikan secara tepat sehingga dapat meningkatkan kinerja orgaisasi dan efektivitas implementasi sistem manajemen kualitas.

8. Hubungan pemasok yang saling menguntungkan

Dalam rangka menanggapi perubahan pasar dan mengoptimalkan biaya dan penggunaan sumber daya, hubungan antara organisasi dengan pelanggan atau stakeholders merupakan hubungan ketergantungan yang saling menguntungkan, sehingga akan meningkatkan kemampuan bersama dalam menciptakan nilai tambah masing-masing.

Kualitas pelayanan mencakup tata cara, perilaku dan juga penguasaan pengetahuan tentang produk dari penyelenggara layanan, sehingga penyampaian informasi dan pemberian fasilitas/jasa pelayanan kepada pelanggan dapat secara optimal memenuhi kebutuhan yang diharapkan pelanggan, sehingga pelanggan akan merasa puas dan perusahaan akan mendapatkan manfaatnya.

Untuk menilai kualitas pelayanan terdapat sejumlah indicator yang digunakan. Menurut Lenvine (1990:188), produk pelayanan public di dalam Negara setidaknya harus memenuhi tiga indicator, yaitu

1. Responsivitas, yaitu daya tanggap penyedia layanan terhadap segala tuntutan dari pengguna layanan.

2. Responsibilitas, merupakan suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana pelayanan sudah berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.

3. Akuntabilitas, adalh suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana proses penyelenggaraan pelayanan sudah sesuai dengan kehendak stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.

Di Indonesia, upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan ukuran-ukuran yang menjadi kriteria kinerja pelayanan. Berdasarkan Kep MenPAN No 63 tahun 2003 kriteria-kriteria pelayanan tersebut adalah :

1. Kesederhanaan, yaitu bahwa tata cara pelayanan dapatdiselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pelanggan.

2. Reliabilitas, meliputi konsistensi dari kinerja yang tetap dipertahankan dan menjaga saling ketergantungan antara pelanggan dengan pihak penyedia pelayanan, seperti menjaga keakuratan perhitungan keuangan, teliti dalam pencatatan data dan tepat waktu.

3. Tanggung jawab dari para petugas pelayanan yang meliputi pelayanan sesuai dengan urutan waktunya, menghubungi pelanggan secepatnya apabila terjadi sesuatu yang perlu segera diberitahukan.

4. Kecakapan para petugas pelayanan, yaitu bahwa para petugas pelayanan menguasai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan.Pendekatan kepada pelanggan dan kemudahan kontak pelanggan dengan petugas. Petugas pelayanan harus mudah dihubungi oleh pelanggan, tidak hanya dengan pertemuan secara langsung, tetapi juga melalui telepon atau internet. Oleh karena itu, lokasi dari fasilitas dan operasi pelayanan juga harus diperhatikan.

5. Keramahan, meliputi kesabaran, perhatian dan persahabatan dalam kontak antara petugas pelayanan dan pelanggan. Keramahan hanya diperlukan jika pelanggan termasuk dalam konsumen konkret. Sebaliknya, pihak penyedia layanan tidak perlu menerapkan keramahan yang berlebihan jika layanan yang diberikan tidak dikonsumsi para pelanggan melalui kontak langsung.

6. Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan bisa mengetahui seluruh informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan gamblang, meliputi informasi mengenai tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain.

7. Komunikasi antara petugas dan pelanggan. Komunikasi yang baik dengan pelanggan adalah bahwa pelanggan tetap memperoleh informasi yang berhak diperolehnya dari penyedia pelayanan dalam bahasa yang mereka mengerti.

8. Kredibilitas, meliputi adanya saling percaya antara pelanggan dan penyedia pelayanan, adanya usaha yang membuat penyedia pelayanan tetap layak dipercayai, adanya kejujuran kepada pelanggan dan kemampuan penyedia pelayanan untuk menjaga pelanggan tetap setia.

9. Kejelasan dan kepastian, yaitu mengenai tata cara, rincian biaya layanan dan tata cara pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian layanan tersebut. Hal ini sangat penting karena pelanggan tidak boleh ragu-ragu terhadap pelayanan yang diberikan.

10. Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas pada pelanggan dari adanya bahaya, resiko dan keragu-raguan. Jaminan keamanan yang perlu kita berikan berupa keamanan fisik, finansial dan kepercayaan pada diri sendiri.

11. Mengerti apa yang diharapkan pelanggan. Hal ini dapat dilakukan dengan berusaha mengerti apa saja yang dibutuhkan pelanggan. Mengerti apa yang diinginkan pelanggan sebenarnya tidaklah sukar. Dapat dimulai dengan mempelajari kebutuhan-kebutuhan khusus yang diinginkan pelanggan dan memberikan perhatian secara personal.

12. Kenyataan, meliputi bukti-bukti atau wujud nyata dari pelayanan,berupa fasilitas fisik, adanya petugas yang melayani pelanggan, peralatan yang digunakan dalam memberikan pelayanan, kartu pengenal dan fasilitas penunjang lainnya.

13. Efisien, yaitu bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan.

14. Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan pelanggan untuk membayar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa untuk mengukur kualitas pelayanan public idak cukup hanya menggunakan satu indicator, tetapi harus menggunakan multi-indicator.

Standar Pelayanan

Standar Pelayanan adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari pihak penyelenggara pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas (LAN, 3: 2003). Pengertian yang sama tetang standar pelayanan ini juga terdapat dalam Permenpan No. 20 tahun 2006 tetang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik dan Rancangan final Undang-undang Pelayanan Publik.

Ruang lingkup standar pelayanan publik, sebagaimana dituangkan dalam buku yang diterbikan LAN tahun 2003 mencakup sekurangkurangnya: (1) Nama Jenis pelayanan; (2) Visi dan Misi Pelayanan; (3) Prosedur pelayanan; (4) Persyaratan Pelayanan, (5) Waktu Pelayanan; (6) Biaya/Tarif pelayanan serta (7) Mekanisme Pengelolaan Pengaduan Pelayanan. Sedangkan dalam Permenpan Nomor 20 tahun 2006 disebutkan bahwa ruang lingkup atau komponen yang harus ada dalam standar pelayanan adalah : (1) Jenis pelayanan; (2) Dasar Hukum Pelayanan; (3) Persyaratan Pelayanan; (4) Prosedur Pelayanan; (5) Waktu penyelesaian pelayanan; (6) Biaya pelayanan; (7) Produk pelayanan; (8) Sarana dan prasarana pelayanan serta (9) Mekanisme pengaduan.

ISU TERKINIMasalah yang Timbul dalam Pelayanan Pembuatan e-KTP Pelaksanaan pelayanan pembutan e-kTP merupakan cerminan dari kualitas pelaksanaan pelayanan public yang ada di Indonesia.Namun dalam proses implementasi pelayanan e-KTP sampai saat ini masih dijumpai beberapa permasalahan. Permasalahan yang dihadapi antara lain :

1. ada beberapa permaslahan teknis dalam pelayanan pembuatan e-KTP antara lain kesalahan data penduduk dikarenakan jumlah penduduktidak sebanding dengan jumlah operator, adanya kantor pemerintahan yang enggan melakukan aktivasi e-KTP, dan kesalahan kesalahan foto dengan data yang tercentum.

2. Ada oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA melakukan pungutan liar pada saat pengambilan e-KTP. setiap pengambilan e-KTP, mereka dikenakan patokan biaya 10000 rupiah/orang, pungutan liar ini juga terjadi di beberapa daerah seperti Kecamatan Babelan dan Kec. Karang Bahagia di Kabupaten Bekasi, padahal e-KTP gratis.3. Di kelurahan Kebun Kosong Petugas cenderung bersikap arogan, tidak peduli terhadap warga yang mengurus e-KTP yang ditunjukkan dengan benyaknya warga yang terus bolak-balik ke kantor kelurhan untuk menanyakan apakah e-KTP sudah selesai atau belum tetapi petugas kelurahan terus menjawab bahwa e-KTP tersebut belum selesai tanpa memberikan kepastian.

PEMBAHASAN1. Kondisi Pelayanan Publik di IndonesiaKondisi pelayanan public di Indonesia dapat dilihat melalui indikator efisiensi,responsivitas dan non-partisian. Ketiga indikator tersebut dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan public di Indonesia.

a. Efisiensi Pelayanan Publik di Indonesia Efisiensi pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai perbandingan terbaik antara input dan output. Dari sisi input, pelayanan public dikatakan efisien apabila pelayanan tersebut menggunakan sumber daya yang murah dan tidak boros. Dari sisi proses, agar dapat dikatakan efisien maka prosedur layanan publik harus bersifat sederhana sehingga warga pengguna tidak mengeluarkan energy dan biaya dalam mengakses suatu layanan. Sedangkan dari sisi output, pelayanan publik dikatakan efisien apabila penggunaan sumber daya yang murah dan tidak boros tetap menghasilkan produk pelayanan yang sesuai dengan standara dapat memuskan pengguna layanan.

Dalam proses penyenggaraan pelayanan publik di Indonesia seringkali dijumpai adanya biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh warga pengguna untuk diberikan kepada petugas agar dapat memperoleh produk atau jasa pelayanan. Hal ini menyebabkan harga pelayanan publik menjadi semakin tinggi, atau menjadi berbiaya padahal seharusnya tanpa biaya atau gratis. Biaya tambahan tersebut sering diinterpretasikan oleh petugas sebagai ucapan terima kasih atas pelayanan yang telah mereka berikan sehingga tidak membebani mental mereka. Sedangkan bagi pengguna layanan, uang tambahan tersebut dimaksudkan untuk mempermudah proses pelayanan publik dan sekaligus membangun jaringan di dalam birokrasi untuk tujuan jangka panjang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, memperlihatkan adanya uang tambahan dalam proses pelayanan public yang dapat dilihat pada table berikut :Tabel Pengakuan Aparat atas Pemberian Uang dari Warga Pengguna di Sumatera Barat, DI Yogyakarta dan Sumatera Selatan.

Pemberian Uang dari Warga PenggunaLokasi

Sumatra BaratD.I. YogyakartaSulawesi Selatan

N%N%N%

Ya 18464,120161,817558,3

Tidak10335,912438,212541,7

Jumlah287100,0325100,0300100,0

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelakasanaan pelayanan publik di Indonsia masih belum efisien karena adanya tambahan biaya yang membuat harga pelayanan public semakin tinggi. Efisiensi merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan publik, karena pelayanan public di Indonesia masih belum efisien, maka kualitas pelayanan publik di Indonesia masih kurangw baik.

b. Responsivitas Pelayanan Publik di Indonesia

Responsivitas atau daya tanggap adalah kemampuan organisasi untuk mengidenttifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan dan mengembangkannya ke dalam berbagai program pelayanan.

Responsivitas birokrasi penyelenggara layanan di Indonesia terhadap kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang masih rendah sebagaimana terlihat dari penelitian yang dilakukan PSKK UGM. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan PSKK UGM diketahui bahwa 48 % birokrasi di Propinsi Sumatra Barat sekedar menampung kelihan masyarakat. Di Yogyakarta sekitar 43 birokrasi memberikan jawaban yang sama. Sedangkan di Sulawesi Selatan sebanyak 32 % birokrat hanya menampung keluhan warga pengguna. Dengan demikian, tidak semua keluhan dari warga pengguna ditindaklanjuti oleh birokrasi untuk memperbaiki kinerjanya. Responsivitas termasuk indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan publik, karena reaponsivitas pelayanan publk di Indonesia masih rendah, maka kuallitas pelayana public di Indonesia masih kurang baik.c. Pelauanan Publik di Indonesia dilihat dari Aspek Non-Partisian

Maksud dari pelayanan publik non-partisian adalah sistem pelayanan yang memperlakukan semua pengguna layanan secara adil tanpa membeda-bedakan berdasarkan status social ekonomi, kesukuan, etnik, agama, kepartaian, dan sebagainya. Dalam era otonomi daerah saat ini, seringkali kita menjumpai peraturan daerah yang bersifat diskriminatif dan tidak memberikan kesamaan di antara para pelaku ekonomi. Sebagai contoh, Perda Kabupaten Cirebon No 53 Tahun 2001tentang Penyelenggaraan Pelelangan Ikan yang memberikan hak monopoli TPI (Tempat Pelelangan Ikan) hanya kepada koperasi dan menutup akses pihak swasta yang lain. Selain itu juga mewajibkan semua hasil penangkapan ikan harus dijual ke TPI tersebut.dengan harga penjualan yang ditentukan pemerintah. Kasusu ii merefleksikan tidak adanya kesamaan di antara para pelaku usaha di Kabupaten Cirebon. Dari kasus itu, kita dapat melihat bahwa pelayanan public di Indonesia belum bersifat non-partisian. Pelayanan publk yang bersifat non-partisian merupkan salah satu indikator yng dapat digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan publik, karena pelayanan public di Indonesia belum bersifat non-partisian, maka kualitas pelayanan public di Indonesia masih kurang baik.Selain dapat dilihat dari tiga indikator tersebut, kualitas pelayanan publik di Indonesia juga dapat dilihat dari beberapa kasus yang menyangkut pelaksanaan pelayanan public di Indonesia, anatara lain pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP di beberapa daerah di Indonesia dan pelaksanaan pelayanan kesehatan di Indonesia.2. Pelaksanaan Pelayanan Pembuatan e-KTP di IndonesiaPelaksanaan pelayanan pembutan e-KTP merupakan cerminan dari kualitas pelaksanaan pelayanan public yang ada di Indonesia.Namun dalam proses implementasi pelayanan e-KTP sampai saat ini masih dijumpai beberapa permasalahan. Permasalahan yang dihadapi antara lain :

a. terdapat kesalahan data penduduk. Pada proses perekaman data e-KTP, operator akan mengkonfirmasi kepada penduduk bersangkutan apakah datanya sudah benar atau belum dan selanjutnya proses perekaman dilanjutkan. Namun karena banyaknya jumlah penduduk yang dihadapi dengan kapasitas operator yang terbatas dan proses perekaman hingga larut malam, kelelahan operator terkadang menimbulkan kekeliruan data yang di input.b. aktivasi e-KTP. E-KTP yang sudah tercetak perlu di aktivasi apakah data yang tercantum sudah benar atau tidak. Namun beberapa penduduk atau petugas pemerintah hanya sebatas mendistribusikan e-KTP saja dan aktivasi dilakukan dikemudian hari, sehingga menyebabkan penduduk yang memiliki jarak yang cukup jauh dari kantor pemerintahan bersangkutan enggan melakukan aktivasi,c. kesalahan foto dengan data yang tercantum. Hal ini dimungkinkan karena adanya Human Error karena operator keliru memasukkan data penduduk pada saat proses perekaman data untuk e-KTP, d. e-KTP tidak terbaca oleh Card Reader versi lama misalnya dengan menggunakan aplikasi Benroller 2.2. e-KTP baru terbaca dengan menggunakan aplikasi versi baru yaitu Benroller 3.0 sehingga dikhawatirkan untuk bank-bank yang masih menggunakan aplikasi lama, e-KTP tidak terbaca oleh Card Reader Banke. Permasalahan yang dihadapi oleh tim supervisi di daerah pada kegiatan di tahun 2011, yaitu pada perekaman e-KTP, seperti masalah tersendatnya atau putusnya jaringan komunikasi data, rusaknya peralatan perekaman seperti iris scanner, serta masalah lainnya yang menyebabkan terhentinya operasional layanan perekaman e-KTP. Sehingga ada warga yang tidak bisa ikut dalam perekaman e-KTP.f. Ada oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA melakukan pungutan liar pada saat pengambilan e-KTP. setiap pengambilan e-KTP, mereka dikenakan patokan biaya 10000 rupiah/orang, pungutan liar ini juga terjadi di beberapa daerah seperti Kecamatan Babelan dan Kec. Karang Bahagia di Kabupaten Bekasi, padahal e-KTP gratisg. Di kelurahan Kebon Kosong Petugas cenderung bersikap arogan, tidak peduli dengan keinginan dan tuntutan hak atas berbagai dokumen, termasuk e-KTP. Petugasnya, ibaratnya bersikap EGP (emang gue pikirin) terhadap warga yang sudah bolak-balik datang ke kantor kelurahan. Tetapi petugas se-enaknya saja, mengatakan belum selesai. Tetapi ketika warga sudah sms untuk konfirmasi, petugas tidak pernah balas sms warga, salah seorang warga Kelurahan tersebut yang tidak mau menyebutkan namanya, mengatakan kepada Business News beberapa waktu yang lalu.Dari penjelasan mengenai pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan pelayanan punlik di Indonesia belum efisien yang ditunjukkan masih adanya pungutan liar yang dilakukan oleh oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA setiap pengambilan e-KTP. Selain itu dari penjelasan mengenai pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP tersebut menunjukkan bahwa responsivitas dalam pelaksanaan pelayanan public di Indonesia masih kurang baik yang terlihat dari adanya petugas yang arogan dan tidak peduli terhadap warga yang sudah bolak-balik ke kelurahan untuk menanyakan apakah e-KTP sudah jadi atau belum, petugas terus menjawab belum selesai tanpa memberikan kepastian mengenai kapan e-KTP tersebut bias selesai.3. Pemecahan Masalah dalam Pelayanan Pembuatan e-KTPMarzan A Iskandar menyampaikan bahwa dari sisi teknologi, BPPT sudah memberikan dukungan penuh pada pengembangan Grand Design e-KTP. Demikian pula pada implementasi e-KTP di tahun 2011 dan 2012, BPPT menyediakan lima tenaga ahli pada tim teknis, 22 staff tim pokja (ahli dan teknis), serta memperbantukan 81 staff BPPT untuk menjadi tim Supervisi Teknis e-KTP, jelasnya.Diperlukan mekanisme dan Standard Operating Procedure (SOP) untuk eskalasi permasalahan teknis. Menanggapi kondisi demikian, Marzan mengatakan diperlukan cara penanganan yang dikelola dengan baik oleh Helpdesk Center, dukungan teknis dari konsorsium pelaksana dan petugas perekaman di daerah. Ini semua memerlukan harmonisasi kegiatan, kolaborasi dan kerjasama yang kuat agar seluruh proses perekaman (enrolment) berlangsung end-to-end (dari hulu ke hilir) secara berkesinambungan, cepat dan akurat.Agar tidak ada penyalahgunaan pelayanan e-KTP, seluruh rantai proses pelayanan dan penerbitan e-KTP harus disupervisi secara ketat dan menyeluruh. Untuk itu, tim supervisi perlu memahami alur proses dan mensupervisi agar proses perekaman data penduduk dan pengiriman data hasil perekaman di daerah berjalan lancar secara baik dan benar. Selain itu, perlu secara periodik mereview permasalahan teknis dan non teknis yang terjadi dan memberikan masukan rekomendasi pemecahan masalah kepada Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).4. Kondisi Pelaksanaan Pelayanan Kesehatam di Indonesia

Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di Indonesia masih terdapat beberapa permasalahan, antara lain : rendahnya aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi tidak merata, serta rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin. Berikut penjelasan mengenai permasalahan rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin :Meski dari tahun ke tahun perkembangan kualitas kesehatan masyarakat Jawa Timur cenderung terus meningkat, tetapi tidak dapat dipungkiri masih terdapat disparitas status kesehatan yang cukup inggi antar-kelas social ekonomi, antar kawasan, dan antar daerah perkotaan-pedesaan. Disperitas status kesehatan antara lain dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti Angka Kematian Bayi, Angka Harapan Hidup, Angka Kematian Ibu Melahirkan, dan Status Gizi Anak.

Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup di Jawa Timur menunjukkan kecenderungan menurun. Pada tahun 2003, AKB mencapai 42 per 1000 kelahiran hidup, menurun menjadi 31 per 1000 kelahiran hidup pada 2008. Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk Jawa Timur menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2007, AHH penduduk Jawa Timur mencapai 68,69, kemudian meningkat menjadi 69,22 pada 2008. Namun, angka kematian bayi dan amgka kematian balita pada kelompok termiskin adalah empat kali lebih tinggi daripada kelompok terkaya. Selain itu, angka kematian bayi dan angka kematian ibu lebih tinggi di daerah pedesaan, dan pada penduduk dengan tingkat pendidikan rendah. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin dikarenakan terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan karena kendala biaya, jarak dan transportasi. Pada tahun 2004, Pemerintah Propinsi Jawa Timur merintis program asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Pada tahun 2005 JPKM disenpurnakan untuk menjangkau masyarakat lebih luas menjadi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyaraat Miskin (JPK-MN). Program dilaksanakan dengan membebaskan biaya pelayanan bagi penduduk miskin di Purskesmas dan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin di rumah meliputi pelayanan Rawat Darurat, Rawat Jalan Tindak Lanjut (RJTL), dan Raeat Inap Tindak anjut (RITL). Program ini berlanjut sampai akhir 2007, kemudian pada 2008 Askeskin berubah nenjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Pasien keluarga miskin ternyata tak mudah mengakses pelayanan jaminan kesehatan yang disediakan bagi mereka. Paradigma pemberian jaminan kesehatan tidak berorientasi pada subjek, yakni orang miskin, namun pada jenis penyakit yang diderita, sehingga pembebasan biaya berobat belaku selektif untuk jenis penyakit tertentu. Diluar daftar penyakit yang ditanggung pemerintah, pasien miskin harus membayar sendiri. Sesuatu yang mustahil bias dilakukan ileh pasien keluarga miskin. Akibatnya, banyak pasien miskin yang terlantar tanpa pengobatan. Kebijakan seperti itu memperburuk kondisi kesehatan kualitas kesehatan penduduk miskin. Pemberian jaminan kesehatan bagi keluarga miskin seyogyanya dilakukan tanpa syarat dan ketentuan berlaku. Kemiskinan merek sudah cukup menjadi dasar untuk memperoleh pembebasan biaya kesehatan.Dari penjelasan mengenai kondisi pelayanan kesehatan tersebut dapat dilihat bahwa pelayanan publik di Indonesia belum bersifat non-partisian yang ditunjukkan dengan masalah angka kematian bayi dan amgka kematian balita pada kelompok termiskin adalah empat kali lebih tinggi daripada kelompok terkaya.5. Cara Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan di IndonesiaCara yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam pelayanan kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia antara lain :a. Pengembangan dan penuntasan pelayanan kesehatan gratis bagi keluarga miskin di puskesmas dengan menyederhanakan mekanisme administrasi.b. Pengembangan dan peningkatan efektivitas pelayanan kesehatan gratis bagi keluarga miskin di kelas III rumah sakit dengan menyederhanakan mekanisme administrasi, sertaberorentasi pada subjek orang miskin, bukan jenis penyakit.

c. Pengadaan,peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana rumah sakit, teermasuk meningkatkan pemenuhan tenaga kesehatan, serta meningkatkan kemampuan manajemen pengelolaan dan pelayanan rumah sakit.6. Cara Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik di Indonesia

Peningkatan kualitas pelayanan public di Indonesia dapat dilakukan melalui perbaikan dan peningkatan pada tiga aspek, yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian.

a. Perbaikan Aspek efisiensi

Untuk memperbaiki aspek efisiensi terdapat tiga strategi yang dapat dilakukan, yaitu deregulasi, pengurangan biaya, dan adopsi teknologi.1) Deregulasi

Deregulasi dapat diakukan melalui :

Menyederhanakan formulir untuk semua jenis pelayanan public

Mengumumkan secara terbuka semua persyaratan dan prosedur serta biaya pelayanan agar warga pengguna dapat mengakses dan mengetahui secara mudah informasi yang diperlukan untuk memperoleh pelayanan. Mengoptimalkan penggunaan teknologi imternet sehingga tidak sekedar menampilkan data atau informasi saja, tetapi melengkapinya dengan fasilitas download untuk mendapatkan semua jenis formulir pelayanan publik.

2) Mengurangi biaya pelayanan public yang ditanggung warga dengan cata membebaskan biaya pelayanan yang bersifat mendasar atau yang dibutuhkan oeh setiap orang, misalnya pelayanan KTP, Akta Kelahiran, surat nikah, dan akta kematian.3) Mengadopsi teknolgi. Inti dari strategi ini adalah mengoptimalkan penggunaan teknologi komputer dan infomasi, misalnya mengembangkan data base serta mengaplikasikan proses administrasi dan manajemen melalui sistem computer online.

b. Perbaikan Aspek ResponsivitasStrategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan responsivitas pelayanan publik adalah melalui pelembagaan citizen charter atau kontrak pelayanan. Citizen charter adalah suatu pendekatan dalam penyelenggaraan pelayanan public dengan menempatkan penggunan layanan sebagai pusat peerhatian. Dalam hal ini, kebutuhan dan kepentingan penggunan layanan harus menjadi pertimbangan utama dalam keseluruhan proses penyelenggaraan layanan. Citizen charter mendorong penyedia dan pengguna layanan serta para stakeholders lainnya secara bersama-sama menyepakati jenis, prosedur, waktu, serta biaya pelayanan. Kesepakatan ini harus mempertimbangkan keseimbangan hak dan kewajiban antara penyedia dan pengguna layanan. Karena perumusan kesepakatan dilakukan dengan melibatkan warga pengguna, maka citizen charter ini dapat memudahkan penyedia layanan untuk memahami kebutuhan dan aspirasi warga mengenai penyelenggaraan pelayanan. Selain itu, di dalam citizen charter mengatur mekanisme pengaduan keluhan dari pengguna sehingga memberikan peluang kepada penyedia layanan untuk dapat selalu mengetahui keluhan ataupun kebutuhan warga pengguna.c. Perbaikan Aspek Non-Partisian

Penyelenggaraan pelayanan punlik harus dilakukan tanpa mendiskriminasikan penggunan lynan. Untuk penyelengggaraan layanan public seara non-partisisan atau tidak diskriminatif, terdapat tiga prinsip yang harus dipegang. Pertama adalah prinsip atau asas kesamaan hokum. Penyedia layanan harus memberikan akses yang sama bagi semua warga untuk memperoleh layanan public, misalnaya pemberian layanan public didasarkan pada nomor urut formulir yang masu, bukan didasarkan atas faktor hubungan dekat. Kedua adalah menerapkan prinsip netralisir birokrasi di dalam politik, yaitu melarang semua PNS untuk menjadi anggota dan atau pengurus partai politik. Ketiga adalah menerapkan kode etik birokrasi. Beberapa hal yang perlu dilakukan di antaranya adalah memberikan sanksi kepada pegawai yang melakukan praktik diskriminasi pelayanan, tidak memberlakukan semua bentuk surat rekomendasi untuk dispensasi pelayanan serta melarang warga pengguna untuk memberikan insentif kepada penyedia layanan.

PENUTUPKesimpulan

Kondisi kualitas pelayanan publik di Indonesia dapat dilihat melalui tiga indikator yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian. Dilihat dari efisiensi, kualitas pelayanan publik di Indonesia masih rendah atau masih kurang baik karena masih belum efisien yang ditunjukkan adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna layanan untuk mempermudah pelayanan publik. Dari segi responsivitas kualitas peelayanan publik juga dapat dikatakan masih rendah atau msih kurang baik karena responsivitas birokrasi penyelenggara layanan di Indonesia terhadap kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang masih rendah sebagaimana terlihat dari birokrat di beberapa daerah di Indonesia yang hanya sekedar menampung keluhan masyarakat tanpa ditindaklanjuti. Dilihat dari indikator non-partisian pelayanan publik di Indonesia masih bersifat diskriminatif yang ditunjukkan dari Perda Kabupaten Cirebon No 53 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Pelelangan Ikan yang memberikan hak monopoli TPI (Tempat Pelelangan Ikan) hanya kepada koperasi dan menutup akses pihak swasta yang lain. Pelayanan publik di Indonesia yang masih bersifat diskrimintif menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia masih kurang baik atau masih rendah. Kondisi kualitas pelayanan publik di Indonesia tidak hanya dapat dilihat dari ketiga indikator tersebut, tetapi juga dapat dilihat dari beberapa kasus yang menyangkut pelayanan publik di Indonesia, antara lain pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP di beberapa daerah di Indonesia dan pelaksanaan pelayanan kesehatan di beberapa daerah di Indonesia. Dalam pelaksanaan pelayanan pembuatan e-KTP masih ditemukan beberapa permasalahan, antara lain adanya pungutan liar yang dilakukan oleh oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA setiap pengambilan e-KTP dan adanya petugas yang arogan dan tidak peduli terhadap warga yang sudah bolak-balik ke kelurahan untuk menanyakan apakah e-KTP sudah jadi atau belum, petugas terus menjawab belum selesai tanpa memberikan kepastian mengenai kapan e-KTP tersebut bias selesai. Permasalahan pungutan liar dalam pelayanan pembuatan e-KTP menunjukkan bahwa pelayanan publik di Indonesia masih belum efisien karena biaya pelayanan publik jadi semakin tinggi. Permaslahan petugas yang tidak peduli terhadap warga dalam pelayanan pembuatan e-KTP menunjukkan bahwa responsivitas pelayanan publik di Indonesia masih rendah. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan juga ditemukan beberapa permasalahan, salah satunya angka kematian bayi dan amgka kematian balita pada kelompok termiskin adalah empat kali lebih tinggi daripada kelompok terkaya. Permasalahan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik di Indonesia belum bersifat non-partisian atau masih bersifat diskriminatif karena masih lebih mengutamakan golongan kaya dibandingkan golongan miskin. Berdasarkan penjelasan mengenai kondisi kualitas pelayanan publik di Indonesia yang dijelaskan melalui tiga indikator, yaitu efisiensi, responsivitas dan non-partisian serta melalui beberapa kasus pelayanan publik di Indonesia, dapat diketahui bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia masih kurang baik atau masih rendah. Oleh karena itu perlu diadakan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia. Peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia dapat dilakukan melalui perbaikan dan peningkatan pada tiga aspek, yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian. Untuk memperbaiki aspek efisiensi terdapat tiga strategi yang dapat dilakukan, yaitu deregulasi, pengurangan biaya, dan adopsi teknologi. Strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan responsivitas pelayanan publik adalah melalui pelembagaan citizen charter atau kontrak pelayanan. Citizen charter adalah suatu pendekatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan menempatkan pengguna layanan sebagai pusat peerhatian. Untuk penyelengggaraan layanan publik seara non-partisisan atau tidak diskriminatif, terdapat tiga prinsip yang harus dipegang, yaitu : Pertama adalah prinsip atau asas kesamaan hokum, Kedua adalah menerapkan prinsip netralisir birokrasi di dalam politik, Ketiga adalah menerapkan kode etik birokrasi. Saran

Kondisi kualitas pelayanan publik di Indonesia yang dijelaskan melalui tiga indikator, yaitu efisiensi, responsivitas dan non-partisian serta melalui beberapa kasus pelayanan publik di Indonesia, menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik di Indonesia masih kurang baik atau masih rendah. Oleh karena itu perlu diadakan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia. Peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia dapat dilakukan melalui perbaikan dan peningkatan pada tiga aspek, yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian. Jadi sebaiknya kita melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia melalui perbaikan dan peningkatan pada tiga aspek tersebut, yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian. Perbaikan dan peningkatan pada tiga aspek, yaitu efisiensi, responsivitas, dan non-partisian sebaiknya mendapat dukungan dari semua pihak, terutama dari pihak penyedia layanan, karena apabila masih ada oknum dari pihak penyedia layanan yang masih belum mendukung perbaikan pada tiga aspek tersebut, misalnya masih ada oknum penyedia layanan yang masih melakukan praktik pungutan liar, maka perbaikan dan peningkatan pada kualitas pelayanan publik di Indonesia akan sulit terwujud.DAFTAR PUSTAKAAgus Dwiyanto,dkk. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.Iqrom, Pahrizal. 2013. Reformasi Birokrasi Nusantara. Malang: UB Press.Lembaga Administrasi Negara. 2003. Standar Pelayanan Publik. Jakarta: LAN

Moenir. 1995. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi AksaraMontung, Lidya Christine. 2014. Efektivitas Pemerintah dalam Pelayanan Pembuatan KTP dan Legalisir KTP di Kecamatan Matuari Kota Bitung. (online), http://ejournal.unsrat.ac.id , diakses pada 14 November 2014

Murdyastuti, Anastasia. Strategi Meingkatkan Kualitas Pelayanan Publik. (online), http://www.jurnalinspirat.com/Download/JI4_1.pdf , diakses pada 13 November 2014

Wirasari, Nina. Peningkatan Pelayanan Publik Melalui Pemberdayaan Aparatur Kelurahan Beji Kecamatan Ungaran Timur dalam Pengelolaan Arsip. (online), http://ejournal.unnes.ac.id , diakses pada 14 November 2014