tugas gbg (kelompok 1 a)
DESCRIPTION
ganesa bahan galianTRANSCRIPT
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS HALUOLEO
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
GENESA BAHAN GALIAN
ALTRASI DAN MINERALISASI
OLEH
KELOMPOK 1
KELAS A
STEFHANI HERYANINGSIH (F1B213071)
ABDUL JALIL (F1B213001)
SISKA PRAWATI
INDRAWAN (F1B213031)
HINDRA PRATAMA (F1B21029)
SAKTI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alterasi hidrotermal memiliki kaitan yang sangat erat dengan mineralisasi, dikarenakan tipe
alterasi tertentu akan dicirikan dengan hadirnya suatu himpunan mineral yang khas sebagi
pencirinya. Atau suatu endapan mineral tertentu akan dicirikan oleh tipe alterasi mineral tertentu.
Contohnya: endapan porfiri akan dicirikan oleh tipe alterasi potasik, lalu enadapan epitermal
sulfidasi rendah dicirikan oleh tipe alterasi serisitik, dan endapan epitermal sulfidasi tinggi
dicirikan oleh tipe alterasi argilik lanjut. Dengan demikian makan dengan mempelajari tipe-tipe
alterasi hidrotermal, kita dapat mengetahui keberadaan mineralisasi mineral-mineral ekonomis
tertentu, atau dapat mengetahui adanya suatu endapan mineral tertentu sehingga sangat
membantu dalam eksporasi endapan mineral.
Alterasi adalah suatu proses yang menyebabkan adanya pelepasan dan pengikatan
salah satu atau beberapa unsur kimia dari mineral dari pembentuk batuan yang disebabkan oleh
adanya interaksi antara fuluida panas magma, air magmatic ataupun air meteoric dengan batuan
yang diterobosnya pada tekanan dan temperature tertentu baik lewat patahan batuan, pori-pori
batuan. Dimana salah satu mineral atau beberapa mineral akan berubah menjadi mineral lainya
dengan rumus molekul yang stabil pada tekanan dan temperature tersebut, dalam prosesnya
alterasi terbagi atas beberapa proses serta terbagi atas beberapa zona.
Mineralisasi adalah suatu proses pengendapan mineral biji (metal) dari media yang
membawanya akibat perubahan lingkungan kimia dan fisik sektarnya atau proses perubahan
penyusun organic menjadi materi anorganik (menurut KBBI)
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai salah satu indikator penilaian
(tugas) yang diberikan oleh dosen pengasuh mata kuliah Ganesa Bahan Galian yang terkait
dengan “Alterasi dan Mineralisasi.
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu untuk menambah pengetahuan tentang proses
alterasi dan mineralisasi utamanya yang terkait dengan hydrothermal processes (Proses
hidrotermal), Alterasi hidrotermal dan Mineralisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Alterasi dan Mineralisasi
Alterasi adalah suatu proses yang menyebabkan adanya pelepasan dan pengikatan
salah satu atau beberapa unsur kimia dari mineral dari pembentuk batuan yang disebabkan oleh
adanya interaksi antara fuluida panas magma, air magmatic ataupun air meteoric dengan batuan
yang diterobosnya pada tekanan dan temperature tertentu baik lewat patahan batuan, pori-pori
batuan. Dimana salah satu mineral.
Mineralisasi adalah proses pembentukan mineral baru pada tubuh batuan yang
diakibatkan oleh proses magmatic ataupun proses yang lainya, namun mineral yang dihasilkan
bukanlah mineral yang sudah ada sebelumnya. Alterasi hidrotermal merupakan salah satu
proses yang dapat menyebabkan mineralisasi
1. Alterasi Hidrotermal
Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan perubahan
mineralogy, kimiawi dan tekstur yang disebabkan oleh interaksi fluida panas dengan batuan yang
dilaluinya,di bawah kondisi evolusi fisio-kimia.Proses alterasi merupakan suatu bentuk
metasomatisme, yaitu pertukaran komponen kimiawi antara cairan-cairan dengan batuan dinding
( Pirajno, 1992 ).
Interaksi antara fluida hydrothermal dengan batuan yang dilewatinya ( batuan dinding) akan
menyebabakan terubahanya mineral-mineral primer menjadi mineral ubahan,( mineral alterasi )
maupun fluida itu sendiri (Pirajno,1992 dalam Sutarto, 2004)
Alterasi hydrothermal akan tergantung pada
a. Karakter batuan dinding
b. Karakter fluida, (Eh,PH)
c. Kondisi tekanan dan temperature pada saat reaksi berlansung ( Guilbert dan park, 1986,
dalam sutarto 2004)
d. Konsentrasi
e. Lama aktifitas hidrothernal (Browne,1991,dalam Sutarto 2004)
Walupun factor- factor diatas saling terkait, akan tetapi temperature dan kimia fluida
kemungkinan merupakan factor yang paling berpengaruh pada proses hydrothermal. Henley
danEllis ( 1983, dalam Sutarto, 2004 ), mempercayai bahwa alterasi hidrotermal pada sistem
epitermal tidak banyak bergantung pada komposisi batuan dinding, akan tetapi lebih dikontrol
oleh kelulusan batuan, tempertatur, dan komposisi fluida.
Batuan dinding (wall rock/country rock) adalah batuan di sekitar intrusi yang melingkupi
urat, umumnya mengalami alterasi hidrotermal. Derajat dan lamanya proses alterasi akan
menyebabkan perbedaan intensitas alterasi dan derajat alterasi (terkait dengan stabilitas
pembentukan). Stabilitas mineral primer yang mengalami alterasi sering membentuk pola alterasi
( style of alteration ) pada batuan ( Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004 ). Pada kesetimbangan
tertentu, proses hidrotermal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai
himpunan mineral ( mineral assemblage ) (Guilbert dan Park, 1986, dalam Sutarto, 2004). Setiap
himpunan mineral akan mencerminkan tipe alterasi ( type of alteration ). Satu mineral dengan
mineral tertentu seringkali dijumpai bersama ( asosiasi mineral ), walaupun mempunyai tingkat
stabilitas pembentukan yang berbeda, sebagai contoh klorit sering berasosiasi dengan piroksen
atau biotit. Area yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral yang hadir
dapat disatukan sebagai satu zona alterasi. Host rock adalah batuan yang mengandung endapan
bijih atau suatu batuan yang dapat dilewati larutan, di mana suatu endapan bijih terbentuk. Intrusi
maupun batuan dapat bertindak sebagai host rock,
Alterasi dapat menghasilkan mineral bijih dan mineral penyerta (gangue mineral). Namun
demikian, tidak semua batuan yang mengalami alterasi hidrotermal dapat mengalami mineralisasi
bijih. Tipe alterasi tertentu biasanya akan menunjukan zonasi himpunan mineral tertentu akibat
ubahan oleh larutan hidrotermal yang melewati batuan sampingnya (Guilbert dan Park, 1986,
Evans, 1993). Himpunan mineral ubahantersebut terbentuk bersamaan pada kondisi
keseimbangan yang sama (aqulibrium assemblage). Mineral-mineral baru yang terbentuk,
diendapkan mengisi rekahan-rekahan halus atau dengan proses penggantian (replacement).
Mineral-mineral baru ini dikenal sebagai mineral sekunder (Anonim, 1996)
a. Proses hydrothermal
Sistem hidrothermal yang dipicu oleh adanya intrusi jauh di bawah permukaan menjadi
proses utama yang menyebabkan adanya pergerakan fluida ke dekat permukaan. Aliran
fluida yang merupakan sistem hidrologi ini membawa unsur-unsur logam hingga
kepermukaan. Semburan lumpur dengan suhu yang cukup tinggi yaitu sekitar 100 derajat C
telah menimbulkan dugaan atau hipotesis akan adanya sistim geothermal. Hasil proses
magmatik yang ikut mempengaruhi suhu lumpur yang keluar. Keterlibatan sistem geothermal
tentu saja akan memberikan pengaruh tidak hanya pada efek naiknya suhu, akan tetapi
fluida yang dihasilkan mempunyai sifat melarutkan unsur-unsur logam, sehingga apabila ikut
terbawa keluar bersama lumpur akan mempengaruhi kandungan unsur logam pada endapan
lumpur.
Pada umumnya magma mengandung fluida-fluida terlarut yang bergerak naik dari
bagian tengah ke bagian atas kerak bumi. Kelarutan silika relatif tinggi, sehingga konsentrasi
H2O relatif sangat kecil sekali di kedalaman. Sepanjang proses naiknya magma menuju
bagian yang lebih atas yang diikuti dengan penurunan temperatur, maka semakin banyak
H2O yang diserap oleh fluida. Pada kedalaman yang dangkal, komposisi kandungan logam
relatif akan lebih kompleks karena magma dapat mengandung lebih dari satu fase non-silikat.
Sebagai contoh, pada tekanan 1 kbar dan 800 ºC, pada sistem NaCl-H2O muncul 2 fase,
yaitu suatu larutan dengan kandungan vapor yang rendah dan suatu larutan yang
hipersaline. Adanya perbedaan densiti (berat jenis) yang besar antara larutan yang kaya
dengan evapor terhadap larutan yang hipersalin, akan menghasilkan 2 (dua) fase yang
terpisah pada dapur magma atau merambat naik sebagai sistem hidrothermal.
b. Pola alterasi
Kuantitas alterasi pada batuan disebabkan oleh derajat dan lamanya proses
alterasi.terdapat tiga jenis pola alterasi yaitu
Pervasive
Yaitu penggantian seluruh atau sebagian besar mineral pembentuk batuan . semua
mineral primer pembentuk batuan telah mengalami alterasi , walupun intensitasnya
berbeda
Selectively pervasive
Proses alterasi hanya terjadi pada mineral- mineral tertentu pada batuan. Misalnya klorit
pada andesit hanya mengganti piroksen saja, sedangkan plagioklaks tidak ada yang
berubah sama sekali
Non- pervasive
Hanya bagian tertentu dari keseluruhan batuan yang mengalami alterasi hidrotermal
c. Alterasi yan terjadi pada fase hidrotermal
Setiap tipe endapan hidrothermal selalu membawa mineral-mineral yang tertentu
(spesifik), berikut altersi yang ditimbulkan barbagai macam batuan dinding. Tetapi minera-
mineral seperti pirit (FeS2), kuarsa (SiO2), kalkopirit (CuFeS2), florida-florida hampir selalu
terdapat dalam ke tiga tipe endapan hidrothermal. Sedangkan alterasi yang ditimbulkan
untuk setiap tipe endapan.
Paragenesis endapan hipothermal dan mineral gangue adalah : emas (Au),
magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3),kalkopirit (CuFeS2), arsenopirit (FeAsS), pirrotit (FeS),
galena (PbS), pentlandit (NiS), wolframit : Fe (Mn)WO4,Scheelit (CaWO4), kasiterit (SnO2),
Mo-sulfida (MoS2), Ni-Co sulfida, nikkelit (NiAs), spalerit (ZnS), dengan mineral-mineral
gangue antara lain : topaz, feldspar-feldspar, kuarsa, tourmalin, silikat-silikat, karbonat-
karbonat
Sedangkan paragenesis endapan mesothermal dan mineral gangue adalah :
stanite (Sn, Cu) sulfida, sulfida-sulfida : spalerit, enargit (Cu3AsS4), Cu sulfida, Sb sulfida,
stibnit (Sb2S3), tetrahedrit (Cu,Fe)12Sb4S13, bornit (Cu2S),galena (PbS), dan kalkopirit
(CuFeS2), dengan mineral-mineral ganguenya : kabonat-karbonat, kuarsa, dan pirit.
Paragenesis endapan ephitermal dan mineral ganguenya adalah : native cooper
(Cu), argentit (AgS), golongan Ag-Pb kompleks sulfida, markasit (FeS2), pirit (FeS2),
cinabar (HgS), realgar (AsS), antimonit (Sb2S3), stannit (CuFeSn),dengan mineral-mineral
ganguenya : kalsedon (SiO2), Mg karbonat-karbonat, rhodokrosit (MnCO3), barit
(BaSO4),zeolit (Al-silikat)
Batas – batas peralihan antara batuan – batuan yang terbentuk pada kondisi
hypotermal ; mesotermal dan epitermal tidak begitu terlihat, serupa bisa diberikan dengan
membandingkan kandungan – kandungan mineralnya pada endapan hypotermal,
mesotermal dan epitermal, karena ada mineral yang khas terdapat pada kondisi yang
tertentu.
Disamping itu ada juga mineral – mineral yang kita dapat pada semua kondisi
(hypotermal , mesotermal dan epitermal). Misal : mineral Pirite, Chalcopirite dan kwarsa
yang bisa terbentuk pada hampir semua temperatur dari juga hampir semua batuan
memungkinkan terdapatnya mineral tersebut
.Secara umum alterasi hidrotermal akan membentuk satu “ Aureole “ “ hale “
terhadap tubuh bijih hidrotermal ataupun “ Channelwey “ termineralisasi yang pada
umumnya dapat diindentifikasi secaara megaskopis di lapangan dan dipetakan menjadi
beberapa zone – subzone berdasarkan asosiasi mineral khusus.
d. Zona alterasi dan mineralisasi hydrothermal
Zona alterrasi hidrotehermal dibagai menjadi lima yaitu zona berdasarkan
kumpulan mineral ubahan yaitu :
1. Zona potastik
Merupakan alterasi yang ada pada bagian dalam dari suatu sistim hidrotermal
dengan kedalam bervariasi yang umumnya lebih dari beberapa ratus meter.
Dicirikan oleh ubahan mineral Biotitesekunder, K-Feldspar, Kuarsa, serisit dan
magnetit. Mineral logam berupa sulfida berupa Kalkopirite dan Pyrite dengan
perbandingan 1: 1 hingga 1 : 3, bentuk endapan dapat dijumpai dalam bentuk
mikroveiletmaupun veinlet serta dalam bentuk disseminated. PPPembentukan
Biotite sekunder inmi dapat terbentuk akibat reaksi antara mineral mafik terutama
mineral hornblrnde dengan laruten hidrotermal yamng kemudian menghasilkan
biotite, feldspar maupun piroksen
Selain biotisasi tersebut, mineral klorit muncul sebagai penciri zona ubahan potasik
ini, Kloriot merupakan mineral ubahan dari mineral mafik terutama pyroksin,
hornblende, maupun biotit, hal ini dapat dilihat bentuk awal dari mineral piroksin
dengan jelas mineral tersebut telah mengalami ubahan memnjadi klorite.
Pembentukan mineral klorite ini pada reaksi antara mineral pyroksin dengan larutah
hydrothermal yang membentuk klorite, felspar serta mineral logam berupa magnetite
dan hematit
Serisit dijumpai dalam jumlah yang sedikit dimana mineral ini merupakan mineral
ubahan dari mineral feldspard yang merupakan mineral primer penyusun
batuan.Kumpulan mineral Biotite, Klorite, serisit, k-feldspard, kuarsa yang dijumpai
pada zona potasik ini terbentuk pada kondisi dimana kandungan Fe dan Mg terus
bertambah pada tekanan gas tertentu,sedangkan komposisi ubahan k – feldspar
dan serisit yang stabil terbentuk pada kondisi magmatik akhir dan hidrotermal
awal.Mineral yang dijumpai pada zona ubahan potasik ini umumnya berbentuk
menyebar dimana mineral tersebut merupakan mineral -mineral sulfida yang dalam
pengamatan megaskopis terdiri atas pirit maupun kalkopirite dengan perimbangan
yang relatif sama. Mineral lainnya berupa Azzurite dan Barite. Disamping berbentuk
menyebar, mineralisasidijumpai juga dalam bentuk veinlet maupun mikroveinlet
mineral yang mengisi dalam bentuk ini umumnya berupa kuarsa serta mineral
sulfida pirite dan kalkopiriote. Bentuk mineralisasi yang menyebar dan veinlet yang
dijumpai pada zona potasik ini disebabkan oleh pengaruh metasomatik atau
rekristalisasi yang terjadi pada batuan induk ataupun adan intervensi dari larutan
magma sisa (larutan hidrotermal) melalui rekahan batuan ataupun melauli pori – pori
batuan dan seterusnya berdifusi dan mengkristal pada rekahan pada batuan
ataupun pori batuan.
2. Zona seritisai (philik)
Merupakan zona alterasi yang terletak pada bagian luar b dari zona potastik,
dicirikan oleh kumpulan mineral ubahan serisit dan kuarsa sebgai mineral utama
dengan pirit mineral melimpah dan sejumlah anhidorite. Altersai ini berhubungan
dengan tinnginya rekahan bentuk endapanya berupa vein maupun veinlet yang disis
oleh serisit,kuarsa dan mineral sulfide.mineral sulfide pada zona ini didominasi oleh
pyrite dimana kandungan pyrite tersebut semakin berkembang kearah luar zona ini
3. Zona propilitik
Zona ini berkembang pada bagian luar zona alterasi,yang dicirikan oleh kumpulan
mineral epidot maupun karbonat dan juga klorite.alterasi ini dipengaruhi oleh
penambahan unsur H dan CO2. Mineral logam pirite mendominasi zona ini dimana
keterdapatanya dijumpai mengganti fenokris piroksen maupun
hornblende,sedangkan kalkopirit jarang dijumpai.
4. Zona argilik
Zona ini terbentuk akibat rusaknya unsure potassium, kalsium dan magnesium
menjadi mikneral lempung. Zona ini dicirikan oleh mineral lempung, kuarsa dan
karbonat. Unsur potassium, kalsium dan magnesium dalam batuan berubahh
menjadi montmoriloni, illit, hidromika dan klorite. Pada bagian atas dari zona ini
terbentuk zona advance argilik pada kondisi fluida yang lebih asam dibandingkan
zona argilik. Zona ini tidak selalu hadir, dicirikan oleh mineral kuarsa, silica amor
seperti andalusit, alunit, dan korundum.Kehadiran mineral sulfide tidak intensif
dijumpai, kandungan pirite sekitar 2 %.
5. Zona alterasi skarn
Alterasi ini terbentukl akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan karbonat, zonaini
sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan kandungan mineral
karbonat.Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini dicirikan oleh pembentukan mineral
garnet,klinopiroksin dan wollastonit serta mineral magnetit dalam jumlah yang cukup
besar,sedangkan pada kondisi yang kaya akan air, zona ini dicirikan oleh mineral
klorit.,tremolit – aktinolit dan kalsit dan larutan hidrotermal.Proses pembentukkan skarn
akibat urutan kejadian Isokimia – metasomatism retrogradasi.Dijelaskan sebagai berikut :
a. Isokimia merupakan transfer panas antara larutan magama dengan batuan
samping,prosesnya H2O dilepas dari intrusi dan CO2 dari batuan samping yang
karbonat.Proses ini sangat dipengaruhi oleh temperatur,komposisi dan tekstur host
rocknya(sifat konduktif).
b. Metasomatisme, pada tahap ini terjadi eksolusi larutan magma kebatuan samping yang
karbonat sehingga terbentuk kristalisasi pada bukaan – bukaan yang dilewatilarutan
magma
c. .Retrogradasi merupakan tahap dimana larutan magma sisa telah menyebar pada
batuan samping dan mencapai zona kontak dengan water falk sehingga air tanah turun
dan bercampur dengan larutan
e. Alterasi batuan dinding (wall rock )
Proses hidrotermal menghasilkan alterasi pada batuan dindingnya, terutama batuan tersebut
reaktif atau permeable.
Kondisi Wall Rock Hasil Alterasi
ephithermal -lime stone
-lava
-batuan beku intrusi
- silifikasi
-alumate, chalchopyrite,siricate
Clay mineral.
-chlorite, epidote,calcite,kwarsa
Sericite, clay mineral
mesothermall -lime stone
-lava,shale
-batuan beku basa
-batuan beku asam
-silifikasi sampai gasperoid,
Dolomite sedirite
-silifikasi, claymineral
-serpentinisasi,epidote,allorite
-sebagian besar seridite, kwarsa
dan sedikit clay mineral
Hpothrmal -granit,lava, schist Grisen, topaz,mika putih,
Tourmaline,pyroxene,amphibole
f. Jenis – Jenis Alterasi
Menurut Meyer & Hemley (1967) dan Rose & Burt (1979) proses alterasi hidrothermal
dapat dibagi menjadi beberapa kategori atau tipe antara lain sebagai berikut.
a. Advanced argilic alteration
Advanced argilic alteration merupakan salah satu tipe alterasi kuat yang
dicirikan oleh kehadiran dickite, kaolinite [both Al2Si2O5(OH)4], pyrophyllite
[Al2Si4O10(OH)2] dan Quartz. Sericite tak jarang dijumpai, begitu pula dengan mineral
alunite, pyrite, tourmaline, topaz, zunyite dan mineral lempung amorf.
b. Sericitization
Sericitization merupakan tipe alterasi yang terjadi pada batuan yang kaya akan
aluminium seperti slate, granit, dan lain-lain. Mineral yang dominan hadir pada alterasi
tipe ini adalah serisite dan Quartz, pyrite kadang-kadang hadir bersamaan dengan
mineral diatas.
c. Intermediate argilic alteration
Intermediate argilic alteration merupakan tipe alterasi yang dicirikan dengan
kehadiran mineral utama kaolin dan montmorillonite group yang merupakan hasil alterasi
dari mineral plagioklas.
d. Propylitic alteration
Propilitic alteration merupakan tipe alterasi yang paling kompleks yang dicirikan
oleh kehadiran mineral chlorite, epidote, albite, dan karbonat (calcite, dolomite or
ankerite). Kurangnya kehadiran sericite, pyrite dan magnetite serta zeolite dan
montmorillonite dalam jumlah yang sedikit.
e. Chloritization
Chloritization merupakan tipe alterasi yang ditandai dengan kehadiran mineral
chlorite secara tunggal maupun bersamaan dengan mineral Quartz dan tourmaline, tetapi
tak jarang pula mineral propylitic hadir.
f. Carbonatization
Dolomitization umumnya terjadi mulai dari temperatur rendah sampai menengah
pada pembentukan mineral bijih pada batugamping. Dolomite terbentuk akibat adanya
aktivitas hidrothermal (hydrothermal solution) pada batuan karbonat yang berasosiasi
dengan timah hitam dan seng temperatur rendah seperti pada tipe “mississippi valley
type”.
g. Potasium silicate alteration
Potasium feldspar sekunder dan biotite merupakan mineral esensial pada jenis
alterasi ini. Pada jenis alterasi ini juga tidak ditemukan adanya mineral lempung tetapi
chlorite terkadang hadir dalam jumlah yang sedikit. Anhydrite seringkali hadir khususnya
pada endapan tembaga porfiri misalnya pada endapan tembaga porfiri di El Salvador,
Chile dan terbentuk lebih dari 15 % dari total seluruh batuan yang mengalami alterasi.
Selain itu mineral magnetite dan hematite sering juga dijumpai bersamaan dengan
mineral-mineral sulfida seperti pyrite, molybdenite, dan chalcopyrite pada kondisi sulfur
dan logam yang seimbang.
h. Silicification
Silicification merupakan tipe alterasi yang ditandai dengan meningkatnya kadar
silika, yang dapat diidentifikasi dengan peningkatan jumlah mineral kuarsa atau kripto-
kristaline silika (Chert dan opal) pada batuan yang mengalami alterasi. Silika dapat hadir
dari hasil hydrothermal solution. Silicification merupakan salah satu penunjuk adanya
mineral bijih. Silicification yang terjadi pada batuan karbonat akan membentuk tipe
endapan skarn yang merupakan tipe endapan yang berasosiasi dengan batuan sedimen
utamanya batuan karbonat.
i. Feldspathization
Feldspathization menunjukkan perkembangan dari salah satu potasium feldspar.
Ortoklas sekunder atau mikrokline berasal dari introduksi potasium ketika berada pada
zona kedalaman dari endapan tembaga porfiri. Albitization pada bagian lainnya
merupakan hasil dari introduksi dari sodium atau berasal dari pengurangan kalsium dari
plagioklas. Albitization sering dijumpai pada beberapa deposit emas, menggantikan
potasium feldspar misalnya pada Treadwell, Alaska.
j. Tourmalinization
Tourmalinization merupakan tipe alterasi yang berasosiasi dengan endapan ber-
temperatur menengah hingga tinggi, seperti timah dan vein-vein emas seperti yang
dijumapai pada daerah sigma gold mine di Quebec dan Llallagua, Bolivia.
k. Other alteration type
Selain beberapa tipe alterasi diatas, masih banyak lagi tipe alterasi lainnya
seperti alunitization, pyritization, hematitization merupakan tipe alterasi yang berasosiasi
dengan uranium, bleaching merupakan tipe alterasi yang terjadi pada banyak kasus
reduksi dari hematite, greisenization merupakan tipe alterasi pada timah-tungsten dan
berylium deposit pada batuan beku granitik atau gneiss, fenitization merupakan tipe
alterasi yang berasosiasi dengan deposit batuan karbonat dan dicirikan dengan
kehadiran mineral nepheline, aegirine, sodium amphibole dan alkaline feldspar.
Serpentinization merupakan proses perubahan mineral olivin menjadi mineral serpentin
dan talk akibat adanya proses hydrothermal Dan Zeolitization merupakan tipe alterasi
yang ditandai dengan kehadiran mineral stilbite, natrolite, heulandite dan lainnya, kadang
berasosiasi dengan mineralisasi native copper pada basalt amygdaloidal – calcite,
prehnite, pectolite, apophyllite dan datolite yang sangat umum dijumpai secara
bersamaan.
Adapun beberapa contoh-contoh mineral yang dapat terbentuk dari proses alterasi
adalah sebagai berikut :
1. Actinolit Ca2(Mg,Fe)5Si8O22(OH)2, Mineral ini menunjukkan warna hijau gelap, sistem
kristal monoklin, belahan sempurna, kilap kaca, cerat berwarna putih dan menunjukkan
bentuk elongated. Terbentuk pada suhu 800 – 9000 C, dihasilkan oleh alterasi dari
piroksen pada gabro dan diabas, pada proses metamorfik green schist facies.
2. Adularia KAlSi3O8, Mineral ini menunjukkan warna putih-pink, sistem kristal monoklin,
belahan 2 arah, kilap kaca, cerat putih dan menunjukkan bentuk prismatik. Terbentuk
pada suhu 7000 C, akibat proses hidrotermal dengan temperatur yang rendah berupa
urat.
3. Albite NaAlSi3O8, Mineral ini menunjukkan warna putih, sistem kristal triklin, belahan 3
arah, pecahan tidak rata – konkoidal, kilap kaca, cerat putih. Terbentuk pada suhu 750 –
8000 C, akibat proses hidrotermal dengan suhu yang rendah dan alterasi dari plagioklas,
proses metamorfik dengan temperatur dan tekanan yang rendah, proses magmatisme
dan proses albitisasi.
4. Biotite K(Mg,Fe)3AlSi3O10(F,OH)2, Mineral ini menunjukkan warna hitam, sistem kristal
monoklin, belahan sempurna, pecahan tidak rata, kilap kaca dan mutiara, cerat putih dan
menunjukkan bentuk tabular. Terbentuk pada temperatur 700 – 800 0 C, terbentuk akibat
proses magmatisme, metamorphisme dan proses hidrotermal. Dapat terbentuk pada
daerah magmatisme.
5. Clinopiroxene XY(Si,Al)2O6, Mineral ini menunjukkan warna hijau, biru, sistem kristal
monoklin, belahan tidak rata, kilap kaca, cerat putih dan menunjukkan betuk prismatik.
Terbentuk pada suhu 900 – 1000 0 C, terbentuk akibat proses magmatik mafik dan
ultramafik plutonic, pada proses metamorfisme kontak dan regional dengan temperatur
yang tinggi. Dapat terbentuk pada daerah magmatisme bersifat basa.
6. Diopside MgCaSi2O6, Mineral ini menunjukkan warna hijau, biru, sistem kristal monoklin,
belahan tidak rata, kilap kaca, cerat putih dan menunjukkan betuk prismatik. Terbentuk
pada suhu 900 – 1000 0 C, terbentuk akibat proses magmatik mafic dan ultramafic
plutonic, pada proses metamorphisme kontak. Lingkungan daerah magmatisme.
7. Dolomite CaMg(CO3)2, Mineral ini menunjukkan warna putih-pink, sistem kristal
heksagonal, belahan sempurna, pecahan subkonkoidal, kilap kaca, cerat putih.
Terbentuk dari proses hidrotermal pada suhu yang rendah berupa urat, juga dapat
terbentuk pada lingkungan laut akibat proses dolomitisasi batugamping dan proses
metamorfik (dolostone protoliths).
8. Epidote Ca2Al2(Fe3+;Al)(SiO4)(Si2O7)O(OH), Mineral ini menunjukkan warna hijau, sistem
kristal monoklin, belahan jelas 2 arah, pecahan tidak rata, kilap kaca, cerat putih dan
menunjukkan bentuk prismatik. Terbentuk pada temperatur 900 – 10000 C, terbentuk
akibat proses metamorphisme pada fasies green schist dan glaucophane schist dan
hidrotermal (propylitic alteration). Proses magmatik sangat jarang menghasilkan mineral
ini.
9. Garnet X3Y2(SiO4)3, Mineral ini menunjukkan warna hijau gelap atau merah gelap, sistem
kristal rhombic dodekahedron, belahan tidak sempurna, pecahan konkoidal dan
menunjukkan kenampakan tabular. Terbentuk pada suhu 1600 – 18000 C, dapat
terbentuk pada zona kontak magmatic plutons dengan temperatur yang tinggi, yaitu pada
mineralisasi skarn. Selain itu juga dapat terbentuk akibat proses metamorfisme.
Lingkungan terbentuknya pada daerah magmatisme.
10.Heulandite (Ca,Na)2-3Al3(Al,Si)2Si13O36·12H2O, Mineral ini menunjukkan warna putih –
pink, sistem kristal monoklin, belahan 1 arah, pecahan subkonkoidal – tidak rata, kilap
kaca, cerat putih dan menunjukkan bentuk tabular. Terbentuk pada suhu 600 – 7000 C,
akibat proses alterasi dari vitrik tuff dan proses hidrotermal berupa urat pada basalt,
gneiss dan schist.
11. Illite (K,H3O)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10[(OH)2,(H2O)], Mineral ini tidak berwarna (bening), dan
sebagian menunjukkan warna putih-abu-abu, sistem kristal monoklin, belahan 1 arah
sempurna, kilap lemak, bersifat elastis dan menunjukkan bentuk tabular. Terbentuk
pada suhu 700 – 8000 C, hasil dari proses magmatisme khususnya batuan beku dalam
yang kaya akan alumina dan silika (pegmatit dan granit), dapat merupakan hasil proses
metamorfik (mudrock sediment) dan hasil alterasi dari feldspar.
12. Kaolinite Al2Si2O5(OH)4, Mineral ini menunjukkan warna putih, sistem kristal monoklin,
belahan sempurna, kilap mutiara. Terbentuk akibat adanya proses pelapukan dari
mineral yang kaya Al dan hasil proses alterasi dari mineral yang kaya Al dapat
terbentuk pada daerah danau.
13. Laumontite Ca(AlSi2O6)2·4H2O, Mineral ini menunjukkan warna putih – abu-abu – pink,
sistem kristal monoklin, belahan 3 arah, pecahan rata, kilap mutiara, cerat putih dan
menunjukkan bentuk elongated prismatik. Terbentuk pada suhu 600 – 7000 C, akibat
proses hidrotermal yang mengisi rongga-rongga pada batuan beku, batuan sedimen
dan metamorf.
14. Microcline (KAlSi3O8), Mineral ini menunjukkan warna putih-hijau, sistem kristal triklin,
belahan 2 arah, pecahan tidak rata, kilap kaca-mutiara, cerat putih dan menunjukkan
bentuk prismatik. Terbentuk pada suhu 7000 C, akibat proses magmatik yang
menghasilkan plutonic rock yaitu pegmatit, proses metamorfik dengan temperatur yang
rendah yaitu pada gneiss dan schist dan proses hidrotermal.
15. Montmorillonite (Na,Ca)0.33(Al,Mg)2(Si4O10)(OH)2·nH2O, Mineral ini menunjukkan warna
putih – abu-abu, sistem kristal monoklin. Terbentuk pada daerah beriklim tropis yang
merupakan hasil alterasi dari feldspar pada batuan yang miskin silika. Hasil dari
pelapukan glass volkanik dan tuff dari proses hidrotermal.
16. Prehnite Ca2Al(AlSi3O10)(OH)2, Mineral ini menunjukkan warna kehijauan, sistem kristal
orthorombic, belahan sempurna, pecahan tidak rata, kilap kaca, cerat berwarna putih
dan menunjukkan bentuk tabular. Terbentuk pada suhu 700 – 8000 C, akibat proses
metamorfisme dan proses hidrotermal yang mengisi rongga pada batuan volkanik
basalt.
17. Wairakite CaAl2Si4O12•2(H2O), Mineral ini menunjukkan warna putih, dapat terbentuk
pada suhu 600 – 7000 C, akibat proses hidrotermal (geothermal environment), proses
metamorfisme burial dengan suhu yang rendah, reksi dehidrasi dari laumontite pada
sedimen tuff.
18. Wollastonite (CaSiO3), Mineral ini menunjukkan warna putih, sistem kristal triklin, kilap
kaca, belahan sempurna 3 arah, pecahan tidak rata, cerat putih dan menunjukkan
bentuk tabular. Terbentuk pada suhu 11000 C, akibat proses metamorfisme kontak
pada calcareous dan marl rocks dan dapat terjadi akibat metamorfisme regional
dengan tekanan yang rendah.
19. Zeolite Na2Al2Si3O10-2H2O, Mineral ini menunjukkan warna abu-abu – putih, sistem
kristal monoklin, belahan sempurna 3 arah, pecahan tidak rata, kilap kaca, cerat putih
dan menunjukkan bentuk elongated-prismatik. Terbentuk pada temperatur 600 – 7000
C, akibat proses hidrotermal yang mengisi urat dan rongga pada batuan beku dan
proses metamorpisme burial.
g. Jenis- jenis alterasi secara umum
1. Propilitik
Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral epidot,
illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit.Terbentuk pada temperatur 200°-300°C pada pH
mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah yang
mempunyai permeabilitas rendah. Menurut Creasey (1966, dalam Sutarto,2004),
terdapat empat kecenderungan himpunan mineral yang hadir pada tipe propilitik,
yaitu :
o Klorit,kalsit,kaolinit
o Kolrit, kalsit, talk
o Klorit, epidote,kalsit
o Klorit,epidote
2. Argilik
Pada tipe argilik terdapat dua kemungkinan himpunan mineral, yaitu muskovot-
kaolinit-monmorilonit dan muskovit-klorit-monmorilonit. Himpunan mineral pada tipe
argilik terbentuk pada temperatur 100°-300°C (Pirajno,1992, dalam Sutarto, 2004),
fluida asam-netral, dan salinitas rendah
3. Potastik
Zona potasik merupakan zona alterasi yang berada pada bagian dalam
suatu sistem hidrotermal dengan kedalaman bervariasi yang umumnya lebih dari
beberapa ratus meter. Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit
sekunder, K Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetite. Pembentukkan biotit sekunder
ini dapat terbentuk akibat reaksi antara mineral mafik terutama hornblende dengan
larutan hidrotermal yang kemudian menghasilkan biotit, feldspar maupun pyroksen.
Dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali felspar-magnetit.
Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta sejumlah kecil albit, dan titanit (sphene)
atau rutil kadang terbentuk. Alterasi potasik terbentuk pada daerah yang dekat
batuan beku intrusif yang terkait, fluida yang panas (>300°C), salinitas tinggi, dan
dengan karakter magamatik yang kuat.
4. Filik
Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas
zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang berkembang
pada intrusi. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan kuarsa sebagai
mineral utama dengan mineral pyrite yang melimpah serta sejumlah anhidrit. Mineral
serisit terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang merupakan dasar dari
alterasi serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang stabil menjadi rusak dan
teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsur H+, menjadi mineral
phylosilikat atau kuarsa. Zona ini tersusun oleh himpunan mineral kuarsa-serisit-pirit,
yang umumnya tidak mengandung mineral-mineral lempung atau alkali feldspar.
Kadang mengandung sedikit anhidrit, klorit,kalsit, dan rutil. Terbentuk pada
temperatur sedang-tinggi (230°-400°C), fluida asam-netral, salinitas beragam, pada
zona permeabel, dan pada batas dengan urat.
Dominasi endapan dalam bentuk veinlet dibandingkan dengan endapan yang
berbentuk hamburan kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya pengaruh
metasomatik yang lebih mengarah ke proses hidrotermal. Hal ini disebabkan karena
zona ini semakin menjauh dari pusat intrusi serta berkurangnya kedalaman sehingga
interaksi membesar dan juga diakibatkan oleh banyaknya rekahan pada batuan
sehingga larutan dengan mudah mengisinya dan mengkristal pada rekahan tersebut,
mineralisasi yang intensif dijumpai pada veim kuarsa adalah logam sulfide berupa
pirit, kalkopirit dan galena. Berikut ini ciri – ciri salah satu contoh mineral ubahan
pada zona potasik yaitu Serisit.
5. Propilitik (iner propilitik)
Menurut Hedenquist dan Linndqvist (1985, , dalam Sutarto, 2004), zona alterasi
pada sistem epitermal sulfidasi rendah (fluida kaya klorida, pH mendekati netral)
ummnya menunjukkan zona alterasi seperti pada sistem porfir,tetapi menambahkan
istilah inner propylitic untuk zona pada bagian yang bertemperatur tinggi (>300°C),
yang dicirikan oleh kehadiran epidot, aktinolit, klorit, dan ilit.
6. Argilck
Sedangkan untuk sistem epitermasl sulfidasi tinggi (fluida kaya asam sulfat),
ditambahkan istilah advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran himpunan mineral
pirofilit+diaspor±andalusit±kuarsa±turmalin±enargit-luzonit (untuk temperatur tinggi,
250°-350°C), atau himpunan mineral kaolinit+alunit±kalsedon±kuarsa±pirit (untuk
temperatur rendah,< 180 °C).
7. Silifikasion
Merupakan salah satu tipe alterasi hidrotermal yang paling umum dijumpai dan
merupakan tipe terbaik. Bentukyang paling umum dari silika adalah (E-quartz, atau
â-quartz, rendah quartz, temperatur tinggi, atau tinggikandungan kuarsanya
(>573°C), tridimit, kristobalit, opal, kalsedon. Bentuk yang paling umum adalah
quartz rendah, kristobalit, dan tridimit kebanyakan ditemukan di batuan volkanik.
Tridimit terutama umum sebagai produk devitrivikasi gelas volkanik, terbentuk
bersama alkali feldspar
2. Mineralisasi
a. Mineralisasi pada Lingkungan Hydrothermal
Mineralisasi yang berasosiasi dengan intrusi_ Pada tahapan awal, mineralisasi
Porfiri Cu didominasi oleh fluida magmatik. Peranan air meteorik pada tahapan lanjut
dapat memperkaya konsentrasi logam menuju kadar yang lebih tinggi menjadi bijih.
Endapan yang terbentuk umumnya berupa disseminated dan secara lokal berupa veinlets
atau stockwork. Mineralisasi yang relatif jauh dari intrusi. Terminologi Epithermal
berhubungan dengan suatu tipe endapan yang terbentuk pada temperatur yang relatif
rendah dan kedalaman yang relatif dangkal.Endapan epithermal ini berdasarkan
keterdapatan mineralisasi dan alterasi-nya dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
High Sulfidasi
Low Sulfidasi
b. Proses yang mempengaruhi mineralisasi dalam alterasi menurut Bateman (1981)
Larutan hidrothermal yang berfungsi sebagai larutan pembawa mineral
Zona lemah yang berfungsi sebagai saluran untuk lewat larutan hodrothermal
Terjadinya reaksi kimia dari batuan induk/ host rock dengan larutan hidrithermal yang
memungkinkan terjadinya pengendapan mineral biji (ore)
Adanya larutan kosentrasi larutan yang cukup tinggi untuk mengendapkan mineral biji (ore)
Table dominasi komposisi mineralisasi didalam alterasi hydrothermal pada temperature tinggi
dan rendah (disederhanakan dari cobbet,2002)
Temperatur Tinggi Temperatur Rendah
Kalkopirit Galena,Spalerit
Kuarsa Kristalin Kalsedon-Opal
Kuarsa Butir Kasar Kuarsa Butir Halus
Serisit Smektit-Illit
Philik Propilitik
Guilbert dan Park, 1986, mengemukakan model hubungan antara mineralisasi
dan alterasi dalam sistem epitermal. Beberapa asosiasi mineral bijih maupun mineral skunder
erat hubungannya dengan besar temperatur larutan hidrotermal pada waktu mineralisasi. Mineral
bijih galena, sfalerit dan kalkopirit terbentuk pada horison logam dasar bagian bawah dengan
temperatur . 350oC. Pada horison ini alterasi bertipe argilik sempurna dan terbentuk mineral
alterasi temperatur tinggi seperti adularia, albit dan feldspar. Fluida hidrotermal di horison logam
dasar (bagian tengah) bertemperatur antara 200C- 400C. Mineral bijih terdiri dari argentit,
elektrum, pirargirit dan proustit. Mineral ubahan terdiri dari serisit, adularia, ametis, sedikit
mengandung albit. Horison bagian atasterbentuk pada temperature < 200C. Mineral bijih terdiri
dari emas di dalam pirit, Aggaramsulfo dan pirit. Mineral ubahan berupa zeolit, kalsit, agate.
c. Klasifikasi mineralisasi (ore deposit)
1. Deposit yang berhubungan dengan Batuan Beku Mafik (Kimberlites, Carbonatite dll.)
2. Deposit yang berhubungan dengan Oceanic Crust (Alpine Peridotite Chromite dll.)
3. Deposit yang berhubungan dengan intrusi intermediate dan felsik (Porphyry Base
Metal Deposit, SkarnDeposit dll.)
4. Deposit yang berhubungan dengan Subaerial Volcanism (Epithermal Silver-Gold
Deposit, Carlin-Type Gold Deposit dll.)
5. Deposit yang berhubungan dengan Submarine Volcanism (VMS Deposit, Banded Iron
Formation dll.)
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Alterasi adalah suatu proses yang
menyebabkan adanya pelepasan dan pengikatan salah satu atau beberapa unsur kimia dari
mineral dari pembentuk batuan yang disebabkan oleh adanya interaksi antara fuluida panas
magma, air magmatic ataupun air meteoric dengan batuan yang diterobosnya pada tekanan dan
temperature tertentu baik lewat patahan batuan, pori-pori batuan. Dimana salah satu
mineral.sedangkan Mineralisasi adalah proses pembentukan mineral baru pada tubuh batuan
yang diakibatkan oleh proses magmatic ataupun proses yang lainya, namun mineral yang
dihasilkan bukanlah mineral yang sudah ada sebelumnya. Alterasi hidrotermal merupakan salah
satu proses yang dapat menyebabkan mineralisasi
Alterasi dan mineralisasi memiliki hubungan atau kaitan yang erat sebab alterasi
merupakan salah satu proses atau penyebab terjadinya proses mineralisasi
DAFTAR PUSTAKA
Djuhare Noor, Mineral dan Batuan
http://pillowlava.wordpress.com/2011/10/11/mineralisasi-dan-alterasi-
porphyry-copper/
http://ardhiandromeda.blogspot.com/2014/01/alterasi-dan-mineralisasi-
pada-low.html
http://bantimala.blogspot.com/2009/12/alterasi-dan-mineralisasi.html
http://reinesin.blogspot.com/2012/04/geology-week-relation-between.html