tmp 15487 tineacruriseafood82135636

Upload: drizzle

Post on 28-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Tmp 15487 Tineacruriseafood82135636

    1/12

    rkel sli

    PREVALENSI TINEA KRURIS PADA PEKERJA USAHA MAKANAN SE FOODKAKI

    LIMA DAN BERBAGAI FAKTORYANG MEMPENGARUHINYA

    Endang Basuki*, Suriadi**, Kusmarinah Bramono***

    * Departemen I lmu Kedokteran Komunitas FKUI

    **Program Studi Kedokteran Kerja, Pascasarjana FKUI

    ***Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUPN-CM/FKUI

    BSTR K

    Latar belakang: Tinea kruris adalah suatu infeksi jamur dermatofita pada, sela paha, pubis,

    genital, perianal, dan bokong yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Dalam melakukan

    akvitas kerja pada usaha makanan seafood kaki lima, pekerja terpajan oleh berbagai faktor

    risiko nea kruris.

    Tujuan: Penelian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi nea kruris serta berbagai faktor

    risikonya pada pekerja usaha makanan seafood kaki lima di Kecamatan Taman Sari, Jakarta

    Barat. Metode:

    Penelian ini menggunakan desain potong lintang dengan jumlah sampel

    sebanyak 87 orang.

    Hasil:

    Hasil penelian mendapatkan prevalensi nea kruris pada pekerja makanan seafood

    kaki lima di Kecamatan Taman Sari sebesar 33,3%. Umur, jenis kelamin, pendidikan,

    kebersihan diri, dan status gizi dak terbuk merupakan faktor risiko terhadap kejadian nea

    kruris. Walaupun demikian, kebersihan diri cenderung memiliki hubungan yang cukup kuat

    dengan nea kruris (p=0,052).

    Kesimpulan:

    Prevalensi nea kruris pada pekerja makanan seafood kaki lima ternyata cukup

    nggi bila dibandingkan dengan komunitas pekerja lainnya.

    Kata kunci:

    pekerja seafood kaki lima, nea kruris, prevalensi, faktor risiko.

  • 7/25/2019 Tmp 15487 Tineacruriseafood82135636

    2/12

    BSTR CT

    Background:

    Tinea cruris is a dermatophyte infecon of the groin, pubic area, genital,

    perianal and glutea. The informal sector seafood stall workers are suscepble to this disease.

    Purpose: The objecve of this study was to invesgate the prevalence of nea cruris among

    the informal sector seafood stall workers and its risk factors.

    Method: The design of this study was cross-seconal, with a total sample of 87.

    Result: This study showed thatthe prevalence of nea cruris among the informal sector

    seafood stall workers in Kecamatan Taman Sari was 33.3%. Age, sex, educaon, personal

    hygiene, and nutrional status were not proved as the risk factors of nea cruris among

    informal sector seafood workers. Personal hygiene tended to have a strong relaonship with

    the occurrence of nea cruris (p=0.052).

    Conclusion: The result of this research demonstrated that the prevalence of nea cruris

    among the informal sector seafood stall workers in Kecamatan Taman Sari is apparently higher

    than other worker groups.

    Key Words: informal sector seafood stall workers, nea cruris, prevalence, risk factors.

    PEND HULU N

    Tinea kruris adalah suatu infeksi jamur pada daerah pubis, sela paha, bokong, dan

    kadang sampai perut bagian bawah, yang disebabkan oleh spesies dermatofita.1,2

    Penularan

  • 7/25/2019 Tmp 15487 Tineacruriseafood82135636

    3/12

    nea kruris terjadi melalui beberapa cara, antara lain melalui kontak langsung dari pasien ke

    orang lain, dan penyebaran dak langsung melalui kontak dengan benda-benda pribadi yang

    dipakai oleh pasien seper handuk, perlengkapan dur, pakaian dalam dan kain sarung.1,3,4

    Spesies ini mudah berkembang bila terdapat faktor pencetus, misalnya suhu panas dan

    lembab, kebersihan diri yang kurang baik, serta faktor predisposisi yang berasal dari tubuh

    pejamu, antara lain hiperhidrosis, obesitas, diabetes melitus, dan gangguan imunitas.1,3,5,6

    Dalam melakukan akvitas kerja pada usaha makanan seafood kaki lima, pekerja

    biasanya nggal di rumah majikan, dur bersama-sama sehingga memungkinkan terjadinya

    kontak dengan pasien nea kruris di antara pekerja. Pada umumnya kebersihan diri mereka

    juga kurang.7

    Tinea kruris merupakan dermatofitosis yang sering terjadi.1-3

    Hamzah pada

    penelian di RSU dr. Abdul Moeloek Lampung terhadap 7611 pasien yang datang berobat ke

    Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin, menemukan 1173 menderita dermatofitosis. Lima

    puluh dua persen di antaranya menderita nea kruris.8 Prevalensi nea kruris pada

    komunitas umum di Jakarta sebesar 3,45%.7 Prevalensi nea kruris pada komunitas pekerja

    lainnya juga cukup nggi, seper yang didapatkan Athuf dan Siregar pada penelian

    terhadap pekerja penebangan kayu di Sumatera Selatan, yakni 5% dari jumlah subyek

    sebanyak 60 orang.9

    Astono dan Sudarja pada penelian terhadap 2000 pekerja industri

    plywood di Provinsi Kalimantan Selatan, menemukan 696 orang menderita penyakit kulit,

    11% di antaranya menderita nea kruris.10 Aquariah yang meneli hubungan panas dan

    lembab terhadap prevalensi nea kruris pada pabrik sepatu S di Tangerang dengan

    responden sebanyak 130 orang, mendapatkan prevalensi nea kruris sebanyak 20,7% pada

    bagian hot press line 9, sedangkan pada bagian sewinglantai II hanya 5,38%.11

    Penelian oleh Hermia di Jakarta menunjukkan nea kruris banyak terdapat pada

  • 7/25/2019 Tmp 15487 Tineacruriseafood82135636

    4/12

    golongan umur 25-44 tahun, yakni sebesar 31,6%, pasien laki-laki 71,1%, dan berpendidikan

    rendah 78,9%.7

    Penelian tersebut juga mendapatkan hubungan yang bermakna antara

    kejadian nea kruris dengan frekuensi gan pakaian; persentase nea kruris pada subyek

    yang bergan pakaian 1x sehari 0,14%, sedangkan pada subyek yang bergan pakaian 2x

    sehari hanya 0,01%.7 Satu penelian di pabrik teksl mendapatkan hubungan dak bermakna

    (p=0,200; OR=2,3 95% CI= 0,8-7,0) antara kejadian nea kruris dan kandidosis kus

    intertriginosa dengan status gizi (obesitas dan kelebihan berat badan)12

    Tinea kruris pada pekerja usaha makanan seafood kaki lima dapat menimbulkan

    kerugian bagi usaha tersebut, baik langsung maupun dak langsung. Pekerja yang menderita

    nea kruris akan terdorong sering menggaruk kulit sebagai respons terhadap rasa gatal, yang

    dapat mempengaruhi produkvitas kerja. Dampak lain adalah kemungkinan berkurangnya

    para pelanggan disebabkan kesan makanan yang kurang memenuhi syarat esteka. Kesan ini

    dapat terjadi mengingat tata letak usaha tersebut yang terbuka sehingga memungkinkan

    pelanggan melihat langsung pekerja yang tanpa sadar melakukan penggarukan.

    Tujuan penelian ini adalah untuk mengetahui prevalensi nea kruris dan

    hubungannya dengan umur, jenis kelamin, pendidikan, kebersihan diri, dan status gizi pada

    pekerja makananseafoodkaki lima di Kecamatan Taman Sari, Jakarta. Dengan mengetahui

    prevalensi nea kruris pada pekerja makanan seafood kaki lima, dan faktor yang

    berpengaruh terhadap kejadian nea kruris, diharapkan dapat dilakukan upaya pencegahan

    yang tepat.

    B H N D N C R

    Penelian ini telah disetujui oleh Komisi Eka Penelian FKUI. Penelian dilakukan di

  • 7/25/2019 Tmp 15487 Tineacruriseafood82135636

    5/12

    Kecamatan Taman Sari Kota Madya Jakarta Barat, dengan disain potong lintang. Populasi

    penelian adalah pekerja makanan seafoodkaki lima yang terdapat di Kecamatan Taman

    Sari, terdiri dari kasir, pelayan, tukang masak, asisten masak, tukang bakar, tukang potong

    dan tukang cuci. Besar populasi terjangkau adalah 87 orang dan diambil seluruhnya sebagai

    sampel. Diagnosis nea kruris ditegakkan bila terdapat keluhan gatal, lokasi yang sesuai, dan

    ditemukan 1-3 tanda klinis, yaitu: 1) tepi lesi berbatas tegas, berbentuk polisiklik, 2) terdapat

    tanda peradangan polimorfik, 3) tanda radang tersebut lebih jelas pada bagian tepi, atau

    adanya central healing. Bila dak ditemukan keluhan subyekf berupa gatal dan tanda

    obyekf kurang dari 3, maka dilakukan pemeriksaan penunjang sediaan langsung KOH.

    Ditemukannya hifa panjang atau artrospora pada pemeriksaan KOH memaskan diagnosis

    nea kruris.

    Faktor risiko yang diteli adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, kebersihan diri, dan

    status gizi. Pendidikan yang dimaksudkan adalah pendidikan formal ternggi yang dicapai

    responden, dibagi atas 2 kategori yaitu pendidikan rendah melipu SD sampai tamat SMP,

    dan pendidikan nggi melipu SMA sampai sarjana. Konsep kebersihan diri yang dinilai

    adalah kebiasaan mandi dan menggan pakaian. Jawaban dikategorikan atas baik bila mandi

    2-3 kali/hari dengan menggunakan sabun, dan menggan pakaian bersih 2-3 kali/hari yang

    sudah diseterika, dan dak bertukar-tukar handuk maupun pakaian luar atau dalam dengan

    orang lain. Jawaban dikategorikan kurang bila salah satu dari kategori baik dak terpenuhi.

    Status gizi yang dinilai adalah indeks masa tubuh (IMT) responden, yaitu perbandingan

    berat badan dalam kilogram (Kg) dengan kuadrat nggi badan dalam meter (M) Status gizi

    dikatakan kurang bila IMT < 18,5, normal bila IMT 18,5-25, berat badan lebih ( overweight)

    bila IMT antara > 25 sampai 30, dan kegemukan (obese)bila IMT > 30. Tinggi badan diukur

  • 7/25/2019 Tmp 15487 Tineacruriseafood82135636

    6/12

    dalam keadaan berdiri tanpa alas kaki, ukuran dalam senmeter. Berat badan diukur tanpa

    alas kaki, menggunakan mbangan berdiri dan ukuran dalam kilogram. Jawaban

    dikategorikan berat badan lebih bila dengan IMT > 25.

    Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 18 November 2004 sampai 22 Desember

    2004. Sebelum dilakukan pengumpulan data, kepada responden diberikan penjelasan

    tertulis dan lisan tentang penelian yang akan dilaksanakan hingga responden memahami

    maksud penelian. Responden yang setuju diminta membubuhkan tanda tangan pada

    lembar informed consent. Data merupakan data primer yang diperoleh langsung dari

    responden, antara lain dengan melakukan wawancara di tempat kerja, pemeriksaan fisik di

    Puskesmas Kecamatan Taman Sari atau di Klinik Spesialis Budi Lestari, serta pemeriksaan

    sediaan langsung KOH yang dikerjakan di Laboratorium Jamur Departemen Ilmu Kesehatan

    Kulit dan Kelamin RSUPN-CM/FKUI.

    Dilakukan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan komputer dan

    programSPSS 11 for Windows. Batas kemaknaan pada penelian ini ditetapkan 0,05.

    Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui rerata dan frekuensi distribusi dari

    variabel umur, pendidikan, jenis kelamin, kebersihan diri, dan status gizi (IMT). Analisis

    bivariat yang dipakai adalah uji kemaknaanChi-square. Analisis ini dimaksudkan untuk

    melihat hubungan antara masing-masing faktor risiko dengan kejadian nea kruris.

    H SIL PENELITI N

    Tabel 1 memperlihatkan karakterisk demografik pekerja usaha makananseafoodkaki

    lima berdasarkan kelompok usia, jenis kelamin, dan pendidikan. Pada tabel tersebut tampak

    bahwa sebagian besar pekerja usaha makanan seafoodkaki lima adalah laki-laki, berumur

  • 7/25/2019 Tmp 15487 Tineacruriseafood82135636

    7/12

    antara 20-29 tahun dan berpendidikan relaf rendah.

    Tabel 1. Karakterisk demografi pekerja makanan seafoodkaki lima,Kecamatan Taman Sari, 2004

    Jumlah Persentase

    Kelompok Usia

    < 20 thn

    20 29 thn

    30 + thn

    19

    59

    9

    21,8

    67,9

    10,3

    Jenis kelamin

    Laki-laki

    Perempuan

    81

    6

    93,1

    6,9

    Pendidikan

    Rendah

    Tinggi

    76

    11

    87,4

    12,6

    Tabel 2 memperlihatkan prevalensi nea kruris berdasarkan pemeriksaan klinis dan KOH.

    Tampak bahwa prevalensi nea kruris pada pekerja usaha makananseafoodkaki lima sebesar

    33,3%.

    Tabel 2. Prevalensi nea kruris pada pekerja makanan

    seafood

    kaki lima, Kecamatan Taman Sari, 2004

    Tinea kruris Jumlah Persen

    Pemeriksaan klinis + KOHPosif

    Negaf

    29

    58

    33,3

    66,7

    Pada tabel 3 disajikan sebaran responden menurut faktor risiko nea kruris, antara lain

    umur, jenis kelamin, pendidikan, kebersihan diri, serta status gizi. Untuk melihat faktor-faktor

    yang berpengaruh terhadap nea kruris, dilakukan analisis bivariat antara faktor risiko dengan

    kejadian nea kruris.

    Tabel 3. Hubungan antara berbagai faktor risiko dengan kejadian nea kruris pada

    pekerja makanan seafoodkaki lima, Kecamatan Taman Sari, 2004

    Tinea kruris 95% CIFaktor risiko

    Posif Negaf

    P OR

    Low High

    Kelompok usia

    > 20 tahun

    < 20 tahun

    23

    6

    45

    13

    0,929 1,11 0,33 3,79

    Jenis kelamin *)

    Laki-laki

    Perempuan

    28

    1

    53

    5

    0,659 0,38 0,02 3,64

  • 7/25/2019 Tmp 15487 Tineacruriseafood82135636

    8/12

    Pendidikan *)

    Rendah

    Tinggi

    28

    1

    48

    10

    0,891 5,83 0,70 128,2

    Kebersihan diri*)

    Kurang baik

    Baik

    28

    1

    46

    12

    0,052 7,30 0,90 158,4

    Status gizi *)

    Berat badan lebih

    Normal/kurang

    4

    25

    5

    53

    0,474 1,70 0,34 8,18

    Ket : *) Uji mutlak Fisher

    PEMB H S N

    Pada penelian ini diperoleh prevalensi nea kruris pada pekerja usaha makanan

    seafoodkaki lima di Kecamatan Taman Sari adalah sebesar 33,3%. Hasil ini menunjukkan

    ngginya prevalensi nea kruris pada pekerja usaha makanan seafood kaki lima

    dibandingkan dengan prevalensi pada komunitas umum atau pekerja lainnya. Penelian

    Hermia di satu RW di Jakarta, memperoleh prevalensi nea kruris pada komunitas umum

    sebesar 3,45%.7 Angka pada penelian ini juga lebih nggi bila dibandingkan dengan hasil

    penelian pada komunitas pekerja lainnya, misalnya pekerja industriplywoodsebesar 11%,

    8

    dan pekerja penebangan kayu sebesar 5%.9Panas dan lembab mungkin merupakan faktor

    risiko untuk kejadian nea kruris pada pekerja usaha makananseafoodkaki lima. Penelian

    yang dilakukan oleh Aquariah di pabrik sepatu S di Tangerang menunjukkan bahwa

    prevalensi nea kruris pada pekerja yang terpajan panas dan lembab ternyata nggi. Untuk

    penelian berikutnya perlu dikaji lebih lanjut tentang faktor panas dan lembab sebagai faktor

    risiko nea kruris. Populasi yang dipilih adalah populasi dengan pajanan panas yang

    berbeda, atau dengan menggunakan analisis tugas (job analysis) pada 2 kelompok yang iklim

    kerjanya dak berbeda, dengan desain kasus-kontrol. Pada iklim kerja yang sama, kelompok

    pekerja dengan beban kerja berat akan mendapat heat stress yang lebih besar daripada

  • 7/25/2019 Tmp 15487 Tineacruriseafood82135636

    9/12

    pekerja dengan beban kerja ringan.

    Berdasarkan hasil analisis bivariat dak ditemukan hubungan yang bermakna antara

    berbagai faktor risiko yang diteli dengan kejadian nea kruris, walaupun, kebersihan diri

    memperlihatkan kecenderungan hubungan yang cukup kuat. Kusmayoni mendapatkan

    kebersihan diri sebagai faktor risiko terhadap kejadian nea kruris (p

  • 7/25/2019 Tmp 15487 Tineacruriseafood82135636

    10/12

    bermakna secara stask dengan kejadian nea kruris, walaupun proporsi nea kruris pada

    kelompok berpendidikan rendah lebih nggi daripada kelompok yang berpendidikan nggi.

    Hasil ini sesuai dengan penelian Aquariah yang juga menemukan variabel pendidikan dak

    mempunyai hubungan (p =0,246) dengan kejadian nea kruris. Proporsi pekerja yang

    menderita nea kruris pada kelompok yang berpendidikan rendah sebesar 46,7% dan pada

    kelompok yang berpendidikan sedang sebesar 35,7%.11

    Sedangkan hasil penelian Hermia

    menunjukkan bahwa faktor pendidikan berhubungan bermakna dengan kejadian nea

    kruris (p 20

    tahun dan < 20 tahun. Hasil analisis bivariat menunjukkan dak terdapat hubungan yang

    bermakna antara usia dengan kejadian nea kruris. Pada penelian ini, kelompok usia yang

    banyak menderita nea kruris adalah usia > 20 tahun sebesar 26,4%. Hermia juga

    menemukan prevalensi nea kruris terbanyak pada golongan umur 25-44 tahun sebesar

    44,7%.7

    Aquariah menemukan prevalensi nea kruris terbanyak pada golongan umur 20-30

    tahun sebesar 35,7%.11,12,22

    Sedangkan Budimulja menemukan yang banyak menderita nea

    kruris kelompok umur 10-30 tahun.13 Keadaan tersebut sesuai dengan teori yang

    menyatakan kelompok dewasa muda lebih banyak menderita nea kruris; diduga karena

    kelompok tersebut lebih akf bergerak sehingga lebih banyak berkeringat.1,2

    Meskipun

    demikian, dermatofitosis dapat menginfeksi semua usia, walaupun lebih jarang pada

    anak-anak.1,14,15,19-22

  • 7/25/2019 Tmp 15487 Tineacruriseafood82135636

    11/12

    KESIMPUL N

    Penelian ini mendapatkan prevalensi nea kruris pada pekerja usaha makanan seafood

    kaki lima di Kecamatan Taman Sari-Kotamadya Jakarta Barat sebesar 33,3%. Walaupun pada

    penelian ini dak dijumpai hubungan yang bermakna antara berbagai faktor risiko yang

    diteli dengan kejadian nea kruris, namun ditemukan faktor kebersihan diri cenderung

    memiliki hubungan yang cukup kuat dengan kejadian nea kruris.

    S R N

    Diperlukan beberapa penelian lanjutan agar faktor risiko nea kruris pada pekerja

    makananseafoodkaki lima dapat diketahui. Untuk mengetahui pengaruh panas dan lembab

    terhadap kejadian nea kruris di antara pekerja, diperlukan pengelompokan populasi yang

    jelas berada pada dua tempat yang iklim kerjanya berbeda atau dengan melakukan analisis

    tugas (job analysis) pada 2 kelompok yang iklim kerjanya dak berbeda. Untuk mengetahui

    apakah kebersihan diri merupakan faktor risiko terhadap nea kruris, diperlukan penelian

    dengan disain kasus-kontrol.

    D FT R PUST K

    1. Rippon JW. Medical mycology the pathogenic fungi and the pathogenic acnomycetes. 3 r ed. Philadelphia: W.B.

    Saunders Co; 1988: 207-10.2. Goedadi H, Suwito PS. Tinea korporis dan nea kruris. Dalam: Budimulja, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL,

    Dwihastu P, Widaty S, editor. Dermatomikosis superficialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2004. 31-5.3. Marn Ann G, Kobayashi GS. Fungal diseases with cutaneous involment. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff

  • 7/25/2019 Tmp 15487 Tineacruriseafood82135636

    12/12

    K,Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrick TB, editor. Dermatology in general medicine. 5 t ed. New York:

    McGraw-Hill; 1999: 2337-55.4. Hernandez AD. Dermatophytosis and other superficial mycoc infecons. Dalam: Roeningk HH, editor. Office

    dermatology. Balmore: Willliams & Wilkins; 1982: 107-13.5. Stewart WD, Danto JL, Maddin S. Dermatology diagnosis and treatment of cutaneous disorders. 4th ed. Saint louis:

    The C.V.Mosby Company;1978: 272-4.6. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG, editor. Textbook of dermatology. 5th ed. Oxford: Blackwell Scienfic

    Publicaon; 1992.7. M Hermia T. Penelian nea kruris di satu rukun warga di Jakarta tesis . Jakarta: Universitas Indonesia, 1983.

    8. Hamzah MS. Insiden dermatomikosis selama periode Januari 1996- Desember 1998 di RSU Dr. Abdul Moeloek

    Bandar Lampung. Jurnal Mikologi Kedokteran Indonesia 2000; 1: 5-7.9. Athuf MT, Siregar RS. Dermatosis akibat kerja karyawan penebangan kayu di sumatera selatan. MDVI; 1995.22:

    19-22.10. Astono S, Sudarja H. Penyakit kulit di kalangan tenaga kerja industri plywood di Propinsi Kalimantan selatan. CDK

    2002; 136: 43-4.11. Aquariah L. Hubungan panas dan lembab terhadap prevalensi nea kruris pada pekerja hot press dan sewing

    pabrik sepatu [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia, 2004.12. Kusmayoni NWM. Prevalensi nea kruris dan kandidosis kus intertriginosa di lingkungan kerja panas dan lembab

    pada pekerja wanita pabrik teksl S di Tangerang [Tesis]. Jakarta. Universitas Indonesia, 2005.13. Budimulja U. Penyelidikan dermatofitosis di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo tesis . Jakarta: Universitas

    Indonesia, 1980.14. Hay RJ. Dermatophytosis and other superficial mycoses. In:Mandel GL, Douglas RG, John EB, editors. Principles

    and pracce of infecous diseases. 3rded.New York: Churchill Livington Inc; 1990. p.20-5.

    15. Wiederkehr M. Tinea cruris. Diunduh dari : URL: hp://www.emedicine.com/derm/topic471htm. Last

    Updated: April29,2003.16. Elgart ML, Warren NG. The superficial and subcutaneous mycoses. Dalam: Moschella SL, Hurley HJ, editors.

    Dermatology. 3rded. New York: W.B. Saunders Co;1992: 869-86.

    17. Odom RB, James WD, Berger TG. Andrew diseases of the skin: clinical dermatology. 9t

    ed. New York: W.B.

    Saunders Co, 2000: 370-2.18. Pendit BU. Perbandingan evaluasi viabilitas dermatofita dengan pewarna merah netral terhadap biakan agar

    mycobioc pada pasien nea kruris dan/atau korporis [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia, 1997.19. Rook, Wilkinson, Ebling. Textbook of dermatology. 6

    ted. Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM,

    editors. London: Blackwell Science; 1998: 1311-2.20. Hakim Z. Insiden dermatomikosis di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr. M.Jamil,Padang. Jurnal Mikologi

    Kedokteran Indonesia 2000; 1: 1-3.21. Zaias N, Berman B, Cordero CN, Hernandez A, Jacobson C, Millikan L, et al. Efficacy of a 1 week, once-daily

    regimen of terbinafine 1% cream in the treatment of nea cruris and nea corporis. J Am Acad Dermatol 1993; 29:

    646-8.22. Werdani S, Ramali LM. Pengobatan nea kruris secara topikal dengan krim terbinafin 1% selama 1 minggu

    dibandingkan dengan krim bifonazol 1% selama 3 minggu di RSUP. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Dokter Keluarga

    1995; 2: 27-31.