tugas ti pa dadi
DESCRIPTION
tiTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan
sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran,
naluri, perasaan, keinginan dsb manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi
dengan lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang
berkesinambungan dalam suatu masyarakat.
Manusia menggunakan akal pikiran, perasaan dan kehendak, untuk dapat
menyesuaikan diri dengan berbagai jenis lingkungan yang dihadapinya yang
kemudian menghasilkan kelompok-kelompok sosial atau social-group yang
beragam pula.
Begitu pula halnya dengan seorang dokter. Dalam perubahan masyarakat, terdapat
pergeseran peran status social seorang dokter itu sendiri. Dimana dalam hal ini
teknologi dapat mempengaruhi suatu keadaan kaum. Dimana teknogi perkaitan
erat dengan komunikasi. Sehingga komunikasi sangat diperlukan dalam peranan
hubungan antara dokter dan pasien.
Namun yang menjadi menarik adalah bahwa dalam kondisi globalisasi
sekarang ini kemudian muncul pertanyaan dimana letak urgensi dari peranan
teknologi terhadap komunikasi kesehatan?
Inilah yang melatar belakangi penulisan makalah ini.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana
urgensi teknologi dalam komunikasi kesehatan ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah , tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui bagaimana urgensi teknologi dalam komunikasi
kesehatan.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Kronologis Kasus
Kasus Ratnaningsih merupakan kejadian alergi obat sebagai reaksi tubuh
terhadap obat-obatan. Kronologisnya bermula ketika Ratnaningsih datang ke
Puskesmas Kecamatan Ciracas pada 22 Juli 2011. Ratna mengeluhkan sakit di
mata, demam, dan masuk angin. Oleh dokter lalu Ratna diberikan obat – obatan
serta salep mata.
Pasien Ratna pulang ke rumah dan langsung meminum obat yang
diberikan serta memakai salep mata. Karena merasa belum enak badan, pasien
meminum obat lagi dari Puskesmas dua jam kemudian.
Satu jam setelah minum obat kedua kalinya, muncul bintik-bintik merah.
Sejak itu, konsumsi obat dari Puskesmas pun dihentikan.
Gambar Ratnaningsih penderita Steven Jhonson Syndrome
Pada 23 Juli, pasien lalu berobat ke klinik swasta di Kecamatan Ciracas.
Dari dokter, pasien mendapat obat-obatan anti alergi. Malamnya kondisi pasien
bertambah parah dan bintik merah bertambah banyak. Pasien lalu dibawa ke RS
Pusdikkes Kramat Jati selama 1 hari sampai 24 Juli 2011.
Dokter lalu menyarankan agar pasien dirujuk ke RSCM atau RSUP
Fatmawati. Namun, keluarga pasien memutuskan membawa Ratnaningsih ke RSU
UKI dan mendapat perawatan di ruang Eidelweiss hingga 5 Agustus 2011.
Kondisi pasien berangsur membaik, kulit melepuh berkurang, tekanan
darah baik, pembengkakan mata berkurang, dan sudah dapat minum secara
bertahap dengan sendok.
Kronologis kasus diatas merupakan versi Dinak Kesehatan DKI Jakarta.
2.1.1 Analisis Kasus menurut Dinas Kesehatan
Dari kasus ini, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengklaim bahwa apa yang terjadi
pada Ratnaningsih murni kejadian akibat alergi obat. Penyakit yang diderita Ratna
juga dapat disembuhkan dengan penanganan yang cepat.
Pernyataan Dinkes DKI Jakarta ini sekaligus menampik dugaan malpraktik yang
dialami Ratnaningsih (22), warga Jalan Lapangan Tembak Gang II, RT 02/02
No.5, Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur.
Atas kasus yang menimpa Ratnaningsih, Dinkes DKI Jakarta pun berjanji akan
menanggung seluruh biaya perawatan selama yang bersangkutan dirawat di RSU
UKI.
2.1.2 Analisis Kasus menurut LBH
Berbeda dengan yang dipaparkan oleh versi Dinas Kesehatan DKI Jakarta,
menurut LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Kesehatan, mereka menganggap
bahwa kasus yang menimpa Ratnaningsih yang sebelumnya didiagnosa menderita
alergi terhadap obat ( Steven Johnson Syndrome ) terjadi akibat kekurangcakapan
dokter dalam mendiagnosis penyakit.
Menurut Direktur LBH Kesehatan, Iskandar Sitorus ( 5/8/2011) , kasus
yang menimpa Ratna bukanlah alergi obat. Itu lebih disebabkan karena
pemeriksaan dokter yang tidak cukup memadai dan akhirnya memicu terjadinya
Steven Johnson Syndrome. Menurut Iskandar, pemberian obat itu saja bisa
membahayakan keselamatan sang pasien apabila obat-obatan itu diberikan tanpa
mempertimbangkan efeknya. Menurutnya, pemberian obat itu saja sudah salah. “
Masa dokter memberikan obat langsung ke pasien ? itu kan salah, “ terangnya.
Setelah melihat kondisi langsung si pasien di RS UKI, LBH Kesehatan
juga menilai bahwa ada upaya Dinkes Provinsi DKI Jakarta untuk menutupi kasus
ini, padahal menurutnya ini kasus serius dan luka-luka yang diderita oleh
Ratnaningsih menunjukkan adanya disfungsi organ dalam, yang bisa
menimbulkan cacat permanen.
2.1.3 Analisi Kasus menurut Pandangan Agama
Di dalam Al Qur’an disebutkan :
”Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu“ (QS Al Hujurat:6).
Di ayat lain Alloh SWT menerangkan pentingnya aspek tanggungjawab
yang disebutkan dalam Surat Al Israa’ ayat 36 seperti dibawah ini :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya“ (QS Al Israa’ : 36).
Dari kedua ayat diatas dapat kita analisis bahwa, dokter yang melakukan
suatu pengobatan terhadap pasiennya, perlu memberikan suatu informasi sebelum
melakukan suatu.
2.2 Komunikasi
Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain
(yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-
perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang
bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin
disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat
diketahui olek kelompok lain aatau orang lain. Hal ini kemudain merupakan
bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya. Dalam komunikasi
kemungkinan sekali terjadi berbagai macam
penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat
ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap
sinis dan sikap ingin menunjukan kemenangan. Dengan demikian komunikasi
memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Tetapi
disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yangterjadi karena
salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.
2.2.2 Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
1. Proses Asosiatif (Processes of Association)
a. Kerja Sama (Cooperation)
Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk interaksi
sosial yang pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa kerja sama merupakan
proses utama. Golongan terakhir tersebut memahamkan kerja sama untuk
menggambarkan sebagian besar bentuk-bentuk interaksi social atas dasar bahwa
segala macam bentuk inetarksi tersebut dapat dikembalikan kepada kerja sama.
Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok manusia untuk
mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama, ada lima bentuk kerja sama, yaitu:
1) Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.
2) Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barabg-barabg
dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.
3) Ko-optasi (Co-optation), yaitu suatu proses penerimaan unsur-unsur baru
dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai
salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilisasi
organisasi yang bersangkutan.
4) Koalisi (Coalition), yaitu kombinasi antara dua ornagisasi atau lebih yang
mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang
tidak stabil untuk sementara waktu, karena dua organisasi atau lebih tersebut
kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan lainnya.
Akan tetapi
karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama,
maka sifatnya alaha kooperatif.
5) Joint-ventrue, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu,
misalnya pemboran minyak, pertambangan batu bara, perfilman, perhotelan, dll.
b. Akomodasi (Accomodation)
1) Pengertian
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjukpada su atu
keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses. Akomodasi yang menunjuk pada
suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi
antara orang-peorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya
dengan normanorma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam
masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha
manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai
kestabilan. Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu pengertian yang
digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam
hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi
(adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu
proses dimana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam
sekitarnya. Dengan pengertian tersebut dimaksudkan sebagai suatu proses dimana
orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling
bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi
ketegangan-ketegangan. Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk
menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan
tidak
kehilangan kepribadiannya. Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan
situasi yang dihadapinya, yaitu:
a) Untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi disini
bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua pendapat tersebut, agar
menghasilkan suatu pola yang baru.
b) Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu.
c) Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama antara kelompokkelompok sosial
yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktorfaktor sosial psikologis dan
kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem kasta.
d) Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok social yang terpisah.
2) Bentuk-bentuk akomodasi
a) Coercion, adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh
karena adanya paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, dimana salah
satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak
lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (langsung), maupun
psikologis (tidak langsung).
b) Compromise, adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihakpihak yang terlibat
saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap
perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah
bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak
lainnya dan begitu pula sebaliknya.
c) Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-
pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan
diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh suatu
badan
yang berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak bertentangan.
d) Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak
ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Tugas pihak ketiga tersebut
adalah mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga
hanyalah sebagai penasihat belaka, dia tidak berwenang untuk memberi
keputusan-keputusan penyelesaian perselisihan tersebut.
e) Conciliation, adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan
dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
Conciliation bersifat lebih lunak daripada coercion dan membuka kesempatan
bagi
pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan asimilasi.
f) Toleration, juga sering disebut sebagai tolerant-participation. Ini merupakan
suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-
kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, ini
disebabkan karena adanya watak orang perorangan atau kelompok-kelompok
manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari suatu perselisihan.
g) Stalemate, merupakan suatu akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan
karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu
dalam melakukan pertentangannya. Hal ini disebabkan oleh karena kedua belah
pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur.
h) Adjudication, yautu penyelesaian perkara atau sengketa di
pengadilan.
Dari ilmu diatas, dapat dihubungkan dengan kasus disini bahwa, peranan
komunikasi sangatlah penting didalam suatu masyarakat.
Dari kekuatan teknologi informasi yang ada, dapat kita nilai bahwa, LBH
maupun Dinkes memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi sudut pandang
masyarakat terhadap suatu pelayanan kesehatan.
Teknologi informasi
Definisi :
Teknologi informasi adalah seperangkat alat yang membantu seseorang bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi ( Haag den Keen 1996 )
Teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer ( perangkat keras atau lunak ) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi. ( Martin 1999 )
Teknologi informasi adalah teknologi yang menggabungkan kumputasi ( komputer ) dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara dan video
Dalam Kasus ini, peranan dari teknologi informasi sangatlah berperan penting. Informasi yang ada dapat disalah persepsikan oleh sebagian orang. Pesatnya perkembangan teknologi sangat berpengaruh pada pola perilaku masyarakat. Dalam hal ini terdapat dua kelompok yang melihat kasus Ratna ningsih ini dari sudut pandang yang berbeda.
Hal ini tidak akan terjadi bila, seorgan dokter dan pasien dari awalnya telah melakukan suatu komunikasi yang efektif dan melakukan kewajiban serta hak nya masing masing.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus diatas bahwa terdapat dua sudut
pandang yang berbeda dari pemberitaan yang dialami oleh Ratnaningsih. Dimana
dari pihak Dinas Kesehatan setempat berpendapat bahwa kasus yang dialami
Ratnanningsih merupakan kasus alergi obat yang biasa dan dapat sembuh dengan
penanganan yang baik, sedangkan menurut LBH, kejadian tersebut merupakan
kesalahan dari dokter yang kurang kompeten dalam mendiagnosis suatu penyakit
sehingga terjadi suatu kesalahan dalam meresepkan atau mungkin dalam
komunikasi yang terjadi antara dokter dan pasien. Dari media ini, dokter dapat
disorot dan dapat menjadi dipidanakan.
3.2 saran
Saran dari kasus ini adalah komunikasi yang baik antara dokter dan pasien sangat
diperlukan dalam setiap kegiatan pengobatan, sehingga apabila terjadi suatu
kesalahan yang memojokan seorang dokter, dokter dapat dengan mudah
memperlihatkan bukti bahwa ia telah melakukan suatu prosedur dengan standar
yang benar, sehingga pemberitaan di media yang kemungkinan akan
menyudutkan dokter tersebut akan dapat terbentengi.
Daftar Pustaka
1. http://mtua.rekayasa.co.id/index.php/taujih/pekanan/223-komunikasi-dalam-
islam-1.html
2. http://megapolitan.kompas.com/read/2011/08/06/10005198/
Dinkes.DKI.Biayai.Pengobatan.Ratna.Ningsih
3. http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=45774