tugas tek.par

37
TUGAS AKHIR TEKNIK SEPARASI Senyawa Antibakteri Golongan Flavonoid dari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.)NAMA : RIA AGUSTINA NIM : 11017006 PRODI : BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2013

Upload: a-biologist-uad

Post on 01-Jan-2016

100 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Tek.par

TUGAS AKHIR TEKNIK SEPARASI

“Senyawa Antibakteri Golongan Flavonoid dari

Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.)”

NAMA : RIA AGUSTINA

NIM : 11017006

PRODI : BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Tugas Tek.par

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua makhluk agar dapat melangsungkan hidup, tumbuh dan reproduksinya perlu

melakukan transformasi dan interkonversi sejumlah besar senyawa organik. Proses transformasi

dan inter-konversi senyawa organik tersebut dilaksanakan melalui suatu system terintegrasi yang

terdiri atas reaksi-reaksi kimia beraturan yang dikatalisis dan dikontrol secara ketat oleh sistem

enzimatik (yang secara kolektif disebut sebagai metabolisme intermedier) dengan jalur-jalur

reaksi yang terlibat (yang disebut sebagai jalur-jalur metabolik). Sedangkan senyawa-senyawa

organik yang dihasilkan dan terlibat dalam metabolisme itu disebut sebagai metabolit.

Beberapa metabolit penting dalam metabolisme tersebut adalah senyawa- senyawa:

karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat; yang kesemuanya (kecuali lemak) berupa senyawa

berbentuk polimerik; yaitu senyawa karbohidrat tersusun dari unit-unit gula, protein tersusun dari

asam-asam amino, dan asam nukleat terdiri dari nukleotid-nukleotid. Makhluk hidup mempunyai

kemampuan yang bervariatif dalam melakukan sintesis dan transformasi senyawa organik

tersebut. Misalnya tanaman sangat efektif menggunakan proses fotosintesis untuk sintesis

karbohidrat; sedangkan organisme lain seperti mikroba dan hewan melakukan' sintesis dari

senyawa anorganik yang dikonsumsinya. Jadi jalur-jalur metabolik secara garis besar dapat

dibagi ke dalam dua macam jalur, yaitu jalur yang bertanggung jawab terhadap degradasi'

material yang dikonsumsi, dan jalur yang bertanggung jawab terhadap sintesis senyawa-senyawa

organic tertentu (yang dibutuhkan) dari senyawa dasar yang didapatnya.

Berbagai penelitian-penelitian dilakukan untuk menggali informasi dan mengetahui

manfaat dari hasil metabolism metabolit skunder tumbuhan yang mana hasil metabolisme

metabolit primer tumbuhan itu disebut metabolit skunder yang telah diketahui memiliki manfaat

bagi manusia. Telah diketahui berbagai macam manfaat metabolit skunder bagi manusia

utamanya dibidang farmasi dan kedokteran. Bebagai senyawa dari metabolit skunder tersebut

sangat dibutuhkan dibidang kesehatan.

Page 3: Tugas Tek.par

Untuk dapat mengambil senyawa metabolit skunder yang dibutuhkan, terlebih dahulu

dilakukan proses analisi guna mngetahui tumbuhan apa yang menghasilkan metabolit skunder

yang dibutuhkan tersebut. Teknik menganalisis pun bermacam-macam. Pada penelitian ini

dilakukan penelitian tentang isolasi dan identifikasi senyawa aktif antibakteri dari buah

belimbing manis (Averrhoa carambola Linn). Sebanyak 140,56 g ekstrak kental methanol

diperoleh dari 10 kg buah segar belimbing manis. Ekstrak metanol tersebut dilarutkan ke dalam

campuran metanol-air (7:3) selanjutnya dipartisi berturut-turut dengan pelarut n-heksana dan

kloroform, sehingga menghasilkan berturut-turut ekstrak n-heksana 0,10 g, ekstrak kloroform

0,07 g dan ekstrak air sebanyak 48,01 g.

Uji fitokimia flavonoid dari semua ekstrak kental yang diperoleh menunjukkan bahwa

air yang paling positif flavonoid. Hasil pemisahan dengan kromatografi kolom terhadap ekstrak

air diperoleh fraksi FB positif flavonoid dengan berat sekitar 0,2027 g yang berwarna orange.

Hasil identifikasi menunjukkan bahwa isolat (fraksi FB) merupakan senyawa golongan katekin

dengan kemungkinan memiliki gugus hidroksil pada C-3, C-7, dan C-4’, serta mempunyai gugus

fungsi –OH, C-H aromatik, C-H alifatik, C=C aromatik, C-O alkohol dan tidak mengandung

gugus karbonil C=O. Isolate dapat menghambat pertumbuhan bakteri E.coli pada 100 ppm dan S.

aureus pada 500 ppm.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sifat kimia dan fisika dari senyawa golongan flavonoida.

2. Megetahui Senyawa Antibakteri Golongan Flavonoid dari Buah Belimbing Manis (Averrhoa

carambola Linn.L)

3. Mengetahui keuntungan metode pemisahan dengan kromatografi lapis tipis (KLT).

Page 4: Tugas Tek.par

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun

1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis.

Berbeda debgan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di

dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform)

pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat

plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari

kromatografi kolom (Ibnu dan Abdul, 2007).

Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam

karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh

gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending) (Ibnu dan Abdul, 2007).

Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah

dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam

kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir

semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat (Ibnu dan Abdul, 2007).

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.

Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorosensi atau

dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.

Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara

elusi 2 dimensi.

Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan

merupakan bercak yang tidak bergerak (Ibnu dan Abdul, 2007).

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan

diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran ratarata partikel fase diam dan semakin

sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan

Page 5: Tugas Tek.par

resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara

mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi (Ibnu dan Abdul, 2007).

Berikut ini adalah beberapa penjerap fase diam yang digunkanan pada KLT :

(Ibnu dan Abdul, 2007).

Fase Gerak

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba

karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2

pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian

rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam

memilih dan mengoptimasi fase gerak :

Page 6: Tugas Tek.par

Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik

yang sensitif.

Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8

untuk memaksimalkan pemisahan.

Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel, polaritas fase gerak

akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan

pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metal

benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.

Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase

geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit

asam etanoat atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat basa

dan asam (Ibnu dan Abdul, 2007).

Aplikasi (Penotolan) Sampel

Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 μl.

Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 μl, maka penotolan harus dilakukan

secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan (Ibnu dan Abdul, 2007).

Pengembangan

Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel

dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian

bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-

1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel

(Ibnu dan Abdul, 2007).

Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit

mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah

ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas

saring . Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa

fase gerak telah jenuh (Ibnu dan Abdul, 2007).

Gambar berikut ini menunjukkan posisi dari totolan sampel, posisi lempeng dalam bejana

serta ketinggian eluen dalam bejana :

Page 7: Tugas Tek.par

Gambar 1 : Lempeng dalam beaker(chamber) dengan garis pembatas penotolan sampel dan batas

eluen.

Gambar 2 : Lempeng dengan p[enunjukan kenaikan bercak dan batas atas pengelusian (Ibnu dan

Abdul, 2007).

Deteksi Bercak

Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa

digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan

sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak

adalah dengan denagan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi

Page 8: Tugas Tek.par

sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan

terlihat jelas (Ibnu dan Abdul, 2007).

Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :

Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia

dengan solute yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna.

Kadang-kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan

intensitas warna bercak.

Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang gelombang emisi 254

atau 366 untuk menampakkan solute sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi

terang pada dasar yang berfluorosensi seragam. Lempeng yag diperdagangkan dapat dibeli dalam

bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa fliorosen yang tidak larut yang dimasukkan

ke dalam fase diam untuk memberikan dasar fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot

lempeng dengan reagen fluorosensi setelah dilakukan pengembangan.

Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk

mengoksidasi solute-solut organic yang akan Nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat-

coklatan.

Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.

Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu instrument yang

dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari

dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan

dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatatan (recorder) (Ibnu dan Abdul, 2007).

Berikut ini adalah gambar lempeng dengan menggunakan penampak bercak dengan

pendarfluor dan cara kimia (penyemprotan ) :

Page 9: Tugas Tek.par
Page 10: Tugas Tek.par

Perhitungan Nilai Rf

Perhitungan nilai Rf didasarkan atas rumus :

Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang baik yang

menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8 (Ibnu dan Abdul, 2007).

Altertatif Prosedur KLT

Adanya variasi prosedur pengembangan KLT dilakukan untuk meningkatkan resolusi,

sensitifitas, kecepatan, reprosudibilitas dan selektifitas. Beberapa pengembangan ini meliputi

KLT 2 dimensi, pengembangan kontinyu dan pengembangan gradient (Ibnu dan Abdul, 2007).

KLT 2 dimensi atau KLT 2 arah ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika

komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai

Rf juga hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, system 2 fase gerak yang

sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran sehingga memungkinkan

untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda (Ibnu dan

Abdul, 2007).

Pengembangan kontinyu dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak secara terus

menerus pada lempeng KLT melalui suatu wadah (biasanya alas tangki) melalui suatu lapisan

dan dibuang dengan cara tertentu pada ujung lapisan. Pengembangan gradient dilakukan dengan

menggunakan komposisi fase gerak yang berbeda-beda. Tujuan utama system ini adalah untuk

Page 11: Tugas Tek.par

mengubah polaritas fase gerak. Meskipun demikian untuk memperoleh komposisi fase gerak

yang reprodusibel sangatlah sulit (Ibnu dan Abdul, 2007).

PENGGUNAAN KLT

Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen dalam

campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektivitas

pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta memantau

kromatografi kolom, melakukan screening sampel untuk obat (Ibnu dan Abdul, 2007).

Analisa kualitatif dengan KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa baku.

Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Analisis kuantitatif

dilakukan dengan 2 cara, yaitu mengukur bercak langsung pada lengpeng dengan menggunakan

ukuran luas atau dengan teknik densitometry dan cara berikutnya dalaha dengan mengerok

bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak dengan metode analisis yang

lain, misalnya dengan metode spektrofotometri. Dan untuk analisis preparatif, sampel yang

ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu dikembangkan dan dideteksi dengan

cara yang nondekstruktif (Ibnu dan Abdul, 2007).

Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya dikerok dan dilakukan analisis

lanjutan. Saat ini metode KLT semakin berkembang dengan hadirnya KLT-KT (Kromatografi

Lapis Tipis Kinerja Tinggi), dimana cara ini lebih efisien dan dengan menghasilkan analisa yang

lebih baik dibandingkan KLT biasa (Ibnu dan Abdul, 2007).

FLAVONOID

Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti flavanoid yang memberikan kontribusi

keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna

kuning atau jingga, antosianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna

yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis, flavanoin memainkan peranan

penting dalam kaitan menyerbukan pada tanaman oleh serangga. Sejumlah flavanoid mempunyai

rasa pahit hingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu (Najib, 2006).

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau,

kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae)

adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida, flavanon C

Page 12: Tugas Tek.par

dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida, dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan

antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol,

flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya (Rohyami,

2008).

Senyawa flavanoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat

yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Cincin A memiliki karakteristik bentuk

hidroksilasi phloroglusinol atau resorsinol, dan cincin B biasanya 4-, 3,4- atau 3,4,5-

terhidroksilasi. Dalam gambar dibawah ini menunjukkan struktur dasar flavanoid (Najib, 2006).

(Najib, 2006).

Page 13: Tugas Tek.par

Fragmen tiga karbon pusat, yang terikat pada cincin B, umumnya memiliki empat bentuk.

Page 14: Tugas Tek.par

Gambar : Tipe umum dan beberapa contoh senyawa flavanoid (Najib, 2006).

Tingkat oksidasi tiga karbon bagian molekul flavanoid dapat dinyatakan oleh hubungan

formal seperti ditunjukkan dalam ringkasan berikut. Perlu diperhatikan bahwa cincin –A selalu

memiliki gugus hidroksil yang letaknya sedemikian hingga memberikan kemungkinan untuk

terbentuknya cincin heterosikliks dalam senyawa trisiklis. Dalam bisiklis khalkon dan

hidrokhalkon gugus hidroksil tetap terikat pada cincin –A (Najib, 2006).

Page 15: Tugas Tek.par

(Najib, 2006).

DIHIDROKHALKON

Meskipun dihidrokhalkon jarang terdapat di alam, namun satu senyawa yang penting

yaitu phlorizin merupakan konstituen umum famili Rosaceae juga terdapat dalam jenis buah-

buahan seperti apel dan pear. Phlorizin telah lama dikenal dalam bidang farmasi, ia memiliki

kesanggupan menghasilkan kondisi seperti diabetes. Phlorizin merupakan β -D-glukosida

phloretin. Phloretin mudah terurai oleh alkali kuat menjadi phloroglusinol dan asam p-

hidroksihirosinamat (asam phloretrat). Jika glukosida phlorizin, dipecah dengan alkali dengan

cara yang sama, maka ternyata sisa glukosa tidak dapat terlepas dan dihasilkan phloroglusinol β-

O-glukosida. Akhirnya, kedudukan sisa glukosa yang dibentuk oleh reaksi ditunjukkan dalam

persamaan 1 ; interaksi gugus asetoksil dengan satuan –CHCH2CH2Ar menunjukkan bahwa

satuan glukosa harus terikat pada kedudukan – 2‟ dalam phlorizin. Glikolisasi gugus hidroksil

orto terhadap gugus karbonil di dalam adalah tidak umum, hal ini terutama karena ikatan yang

efektif antara –OH dan O=C (Najib, 2006).

Adanya gugus-gugus hidroksil pada kedudukan -2,6 relatif terhadap gugus karbonil

mengakibatkan satu daripadanya reaktif dan dapat terjadi glikosilasi.

Senyawa ini dipisahkan secara kromatografi kertas memakai pengembang yang biasa. Mereka

dideteksi dengan menyemprot kertas dengan ρ-nitroanilina yang terdiazotasi dan dengan AlCl3

dalam alcohol. Floridzin menghasilkan warna merah jingga dengan pereaksi pertama dan

fluoresensi kehijauan yang kuat dengan pereaksi kedua (Najib, 2006).

KHALKON

Page 16: Tugas Tek.par

Polihidroksi khalkon terdapat dalam sejumlah tanaman, namun terdistribusinya di alam

tidak lazim. Alasan pokok bahwa khalkon cepat mengalami isomerisasi menjadi flavanon dalam

satuan keseimbangan (Najib, 2006).

Gambar : Beberapa khalkon yang terdapat di alam (Najib, 2006).

Bila khalkon 2‟ , 6 –dihidroksilasi , isomer flavanon mengikat 5 – gugus hidroksil, dan

stabilisasi mempengaruhi ikatan hydrogen 4-karbonil-5-hidroksil maka menyebabkan

keseimbangan khalkon-flavanon condong kearah flavanon. Hingga khalkon, yang terdapat di

alam memiliki gugus 2,4‟-hidroksil atau gugus 2‟-hidroksi- 6‟-glikosilokasi (Najib, 2006).

Dalam gambar beberapa khalkon yang terdapat di alam menunjukkan beberapa khalkon

yang terdapat pada tanaman, terutama sebagai pigmen daun bunga berwarna kuning, dalam

kebanyakan terdapat dalam tanaman Heliantheaetribe, Coreopsidinae , subtribe dan famili

Compositae (Najib, 2006).

KARTAMIN

Carfhanus tinctorius L. (fam. Compositae), mengandung pigmen bunga kuning yang

berubah menjadi merah bila umur bunga bertambah. Ekstrak bunga juga berwarna merah,

Page 17: Tugas Tek.par

dengan pembentukkan bunga merah. Pigmen merah pertama kali disebut kartamin, merupakan

glikosida dan bila dihidrolisis dengan asam fosfat berair memberikan dua senyawa isomer yaitu

kartamidin dan isokartamidin. Sekarang pigmen merah dinyatakan sebagai “Kartamon”.

Kartamidin dan isokartamidin merupakan isomer flavanon seperti ditunjukkan dalam persamaan

dibawah ini oleh sintesis senyawa termetilasi sepenuhnya dan demitilasi menjadi tetrahidroksi

flavanon.

(Najib, 2006).

Pembentukan dua flavanon dari precursor tunggal segera terbentuk dengan terjadinya

transformasi seperti ditunjukkan dalam persamaan (3b) ; zat antara khalkon dapat melakukan

siklisasi baik dengan adisi gugus hidroksil -2‟ atau -6‟ terhadap ikatan rangkap. Kartamon

berwarna merah, dan polihidroksi khalkon merupakan senyawa yang berwarna kuning hingga

jingga – kuning ; sebagai contoh koreopsin. Prekursor berwarna kuning ini sekarang dipandang

sebagai khalkon glukosida yang mengalami oksidasi menjadi quinonoid glikosida yang berwarna

merah (kartamon). Pembentukkan flavanon pada hidrolisis kartamon harus melibatkan reduksi

Page 18: Tugas Tek.par

terhadap quinon, kemungkinan pada hidrolisis melepaskan glukosa. Berdasarkan percobaa yang

terakhir menunjukkan bahwa kartamon (pigmen merah) diubah menjadi khalkon kuning oleh

reduksi dengan belerang dioksida, dan senyawa yang diperoleh ini dapat direoksidasi menjadi

kartamon. Hingga pembentukkan flavanon dengan cara hidrolisis precursor merah, yaitu struktur

“enol” khalkon tidak dapat diterima (Najib, 2006).

FLAVAN

Flavan tidak lazim sebagai konstituen tanaman. Sejauh ini hanya ada satu contoh dalam

kelompok ini yang merupakan senyawa yang terdapayb di alam.Senyawa fenolat kompleks yang

merupakan konstituen resin dari tanaman genus Xanthorrhoea mengandung berbagai senyawa

flavanoid yan ternyata pemisahan dan pemurniannya sukar dilakukan. Metilasi (dengan metal

sulfat dan kalium karbonat dalam aseton) terdapat resin kotor dari X, preissii menghasilkan

sejumlah senyawa flavanoid. Salah satu dari padanya adalah 4‟ , 5 , 7-trimetoksi flavan

(penomoran system sesuai dengan gambit tipe umum senyawa flavanoid). Reduksi flavan dengan

natrium dan etanol dalam cairan ammonia dan metilasi fenol yang diperoleh menghasilkan

senyawa yang dikenal 1-p-metoksifenil-3- (2,4,6-trimetoksifenil)-propana (6)

(Najib, 2006).

FLAVANON

Page 19: Tugas Tek.par

Flavanon (biasanya sebagai glikosida) terdistribusi luas dialam. Flavanon terdapat dalam

kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus

Prunus (fam. Rosaceae) dan buah jeruk. Dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan

hesperetin, terdapat dala buah anggur dan jeruk. Beberapa flavanon yang terdapat dialam

diberikan dalam gambar dibawah berikut. Penentuan struktur flavanon cepat dilakukan

berdasarkan metoda klasik. Polihidroksiflavanon mudah dikenal dengan terbentuknya warna

merah, lembayung, bila flavanon direduksi dengan magnesium dalam asam klorida dalam larutan

etanol. Persoalan dasar dalam menentukan struktur flavanon adalah (a) posisi ikatan sisa gula,

jika senyawa merupakan glikosida ; dan (b) posisi gugus inti hidroksil dan metoksi cincin -A dan

–B (Najib, 2006).

Flavanon dan khalkon dipecah oleh hidrolisis alkalis menjadi turunan asam benzoate

yang terdiri dari cincin –B dan tergantung pada kondisi fenol yang terdapat pada cincin –A

(missal phloroglusinol) atau menjadi asetofenon yang sesuai. Pada persamaan digambarkan

beberapa pemecahan seperti yang diuraikan diatas (Najib, 2006).

Page 20: Tugas Tek.par

Cara lain yang berguna untuk menentukan struktur flavanon adalah melibatkan dehidrogenasi

ikatan -2,3 yang memberikan flavon. Karena flavanon sering sukar disintesis sedangkan tidak

ada masalah untuk flavon, maka prosedur ini sangat berharga. Metoda klasik (yaitu degradasi,

interkonversi, sintesis) untuk menentukan struktur flavanoid sekarang telah digantikan dengan

prosedur diagnosa fisika, dalam hal ini resonansi magnetic inti. Proton pada posisi -2 dan -3

menunjukkan pergeseran kimia yang karakteristik dan bentuk penggabungan yang dapat

membedakan struktur flavanon dengan flavon khalkon dan sebagainya. Bentuk aromatik

tersubtitusi biasanya dapat dikenal dengan pergeseran kimia dan bentuk penggabungan

(penggabungan 0-, m atau p) proton-proton cincin –A dan –B (Najib, 2006).

FLAVON

Apigenin dan luteolin terdistribusi secara luas dai alan dan merupakan contoh dasar

bentuk subtitusi yang diturunkan dari kombinasi yang diturunkan dari bagian – C6-C3 dengan

satuan asetat :

(B) C6 - C3 + 3C2 (B) C6 - C3 - C6 (A)

Hampir setiap bentuk yang mungkin dikenal di alam, dari flavon sendiri hingga nobiletin

5,6,,7.8,3‟, 4-heksametoksiflavon. Gambar dibawah ini memuat beberapa flavon alami.

Kebanyakan hidroksiflavon terdapat sebagai glukosida (Najib, 2006).

Page 21: Tugas Tek.par

(Najib, 2006).

Page 22: Tugas Tek.par

Flavon mudah dipecah oleh alkali, menghasilkan diasilmetan atau tergantung pada

kondisi reaksi asam benzoate yang diturunkan dari cincin - B dan 0- hidroksiasetonfenon pada

cincin –A. Diasilmetan yang diturunkan dari flavon seperti dalam persamaan 9, mudah dikenal

sebagai hasil degradasi. Warna hijau terangnya menunjukkan bahwa senyawa dalam bentuk enol.

Diasilmetan mudah disntesis dari asetofenon yang sesuai dan ester asam benzoate tersubtitusi

(persamaan 10a) atau dari 0-asiloksiasetofenon, seperti digambarkan dalam persamaan 10b.

Karena 0- hidroksidiasilmetan mudah diubah menjadi flavon dengan pembentukan cincin oleh

pengaruh katalisator asam, prosedur ini berguna sebagai metoda sintesis flavon (Najib, 2006).

Flavon stabil terhadap asam kuat dan esternya mudah didealkilasi denga penambahan HI atau

Hbr, atau dengan aluminium klorida dalam pelarut inert. Namun demikian, selama dimetilasi tata

ulang sering teramati ; oleh pengaruh asam kuat dapat menyebabkan pembukaan cincin pada

cara yang lain. Sebagai contoh demetilasi 5,8-dimetoksiflavon dengan HBr dalam asam asetat

menghasilkan 5,6- dihidroksiflavon. Dalam keadaa khusus, pembukaan lanjut dapat terjadi.

Demetilasi gugus 5-metoksi dalam polimetoksiflavon segera terjadi pada kondisi yang cocok,

sehingga 5-hidroksi-polimetoksiflavon mudah dibuat. Meskipun flavon mudah dibuat

berdasarkan oksidasi flavanon (dengan natrium asetat-iodida) rute kebalikan-reduksi flavon

menjadi flavanon – tetapi cara tersebut tidak bermanfaat (Najib, 2006).

FLAVANOL (3 – HIDROKSIFLAVON)

Flavanol lazim sebagai konstituen tanaman yang tinggi, dan terdapat dalam berbagai

bentuk terhidroksilasi. Flavanol alami yang paling sederhana adalah galangin, 3,5,7-tri-

hidroksiflavon ; sedangkan yang paling rumit, hibissetin adalah 3,5,7,8,3‟,4‟,5-

heptahidroksiflavon (Najib, 2006).

Page 23: Tugas Tek.par

Bentuk khusus hidroksilasi (C6 (A) –C3-C6 (B), dalam mana C6 (A) adalah turunan

phloroglusinol, dan cincin B adalah 4- atau 3,4 –dihidroksi, diperoleh dalam dua flavanol yang

paling lazim, yaitu kaempferol dan quersetin. Hidroksilflavanol, seperti halnya hidroksi flavon,

Page 24: Tugas Tek.par

biasanya terdapat dalam tanaman sebagai 3 –glikosida. Meskipun flavon, flavonol, flavanon pada

umumnya terdistribusi melalui famili tanaman tinggi tetapi tidak terdapat hubungan

khemotaksom yang jelas. Genus Melicope mengandung melisimpleksin dan ternatin, dan genus

Citrus mengandung nobiletin, tangeretin dan 3‟,4‟,5,6,7 – pentametoksiflavon (Najib, 2006).

KATEKHIN, STEREOKIMIA SENYAWA FLAVANOID

Flavon dan khalkon tidak memiliki atom karbon asimetri sehingga tidak ada masalah

stereokimia. Flavanon mengandung satu pusat asimetri dan dapat berada dalam bentuk (+) dan (-

). Kebanyakan flavanon alam adalah putar kiri dan memiliki konfigurasi –S. Stereokimia

flavanon dan 3 –hidroksiflavanon (dihidroflavanol) telah ditentukan dengan metoda dalam mana

stereokimia katekhin terlibat. (+)-katekhin dan (-)-epikatekhin diastereomer berbeda dalam

kedudukan gugus 2 –aril dan 3 –hidroksil. Struktur katekhin telah ditentukan dengan metoda

konvensional : (a) peleburan alkali menghasilkan phloroglusinol dan asam 3,4 –dihidrobenzoat

(asam protokatekuat); dan (b) reduksi katekhin tetrametil eter, diikuti dengan metilasi fenol yang

dihasilkan, diperoleh 1 –(2,4,6 –trimetoksifenil) -3 –(3,4 –dimetoksifenil) propane. Meskipun

pengamatan tersebut dapat dibantu oleh tiga struktur seperti terlihat dalam persamaan 12a,

namun struktur flavan epikatekhin dibuktikan berdasarkan pembuatannya (sebagai bentuk (+)

secara reduksi katalitik sianidin klorida (Najib, 2006).

Transformasi yang dinyatakan dalam persaman 14 dan 15 menunjukkan konfigurasi

relative katekhin dan epikatekhin. Konfigurasi mutlak ditentukan berdasarkan degradasi seperti

diberikan dalam persamaan 16, dalam mana konfigurasi gugus 3-OH sudah tentu. Ozonolisis (+)

–katekhin merusak cincin-cincin fenol dan menghasilkan asam α, β-dihidroksiglutarat yang

konfigurasinya sesuai dengan 2-deoksi –D-ribosa (Najib, 2006).

ANTOSIANIN DAN PROANTOSIANIN

Senyawa flavonoid yang paling menyolok adalah antosianin, yang merupakan pembentuk

dasar pigmen warna merah, ungu dan biru pada tanaman, terutama sebagai bahan pewarna bunga

dan buah-buahan. Antosianin adalah glikosida antosianidin, yaitu merupakan garam

polihidroksiflavilium (2 –aribenzopirilium). Sebagian besar antosianin alam adalah glikosida

(pada kedudukan 3 –atau 3,5- ) dari sejumlah terbatas antosianidin (Najib, 2006).

Page 25: Tugas Tek.par

Pembuktian struktur antosianidin mula pertama dikerjakan berdasarkan metoda degradasi

seperti cara-cara yang dilakukan terhadap senyawa flavanoid lain, namun pada saat ini

pembuktian dilakukan berdasarkan sintesis (Najib, 2006).

Antosianidin juga dibentuk bila flavon -3,4 –diol dipanaskan pada kondisi asam kuat

(persamaan 18). Reaksi sangat kompleks dan hasil yang diperoleh berupa garam flavilium

rendah ; dan perlu dicatat bahwa reaksi meliputi oksidasi, untuk dehidrasi sederhana flavandiol,

diperoleh 3 –flavan -3-diol (“leukoantosianidin) bukan antosianidin (Najib, 2006).

PROANTISIANIDIN KOMPLEKS

Banyak tanaman mengandung senyawa flavanoid kompleks yang tidak berwarna dan bila

dihidrolisis dengan asam akan kembali menjadi antosianidin dan katekhin. Senyawa tersebut

sering memiliki berat molekul tinggi dan mempunyai kemampuan untuk menyamak kulit, hingga

disebut ”Condenset tannin”. Suatu kemungkinan tannin dihasilkan berdasarkan kondensasi

berulang “monomer” – C15 dan beberapa pendukung memberi nama dimmer (Najib, 2006).

Proantosianidin mengandung 30 atom karbon yang telah diisolasi dari sejumlah tanaman.

Type senyawa tersebut telah dikenal mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Ia membentuk oktametil eter dan deka –asetat

2. oktametil eter membentuk diasetat

3. pada hidrolisis asam, diperoleh katekhin dan epikatekhin

4. panambahan dengan asam kuat menghasilkan sianidin (Najib, 2006).

Page 26: Tugas Tek.par

Sifat-sifat senyawa C30 menunjukkan bahwa ia terdiri atas molekul katekhin (atau epikatekhin)

dengan flavan-3,4-diol. Bentuk kombinasi lain adalah dengan subtitusi flavan-3,4-diol menjadi

inti phloroglusinol berdasarkan kondensasi yang dikatalisir –asam (Najib, 2006).

Kegunaan flavanoid dalam bidang kesehatan antara lain :

1. Penyembuhan perdarahan kapiler sub-kutan

2. Anti-inflammasi

3. Anti-tumor/Anti-kanker

4. Anti-virus

5. Anti-allergi

6. Anti-kolesterol

7. Estrogen dan Osteoporosis (Najib, 2006).

Tumbuhan belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.), dikenal dengan beberapa nama

seperti; belimbing amis (Sunda), blimbing legi (Jawa), bainang sulapa (Makasar), dan balireng

(Bugis) (Wiryowidagdo dan Sitanggang, 2002). Secara umum tumbuhan ini digunakan oleh

masyarakat sebagai obat tradisonal untuk mengobati penyakit malaria, sakit tenggorokan, diare,

luka, bisul, koreng, asma, dan influenza (Sirait, 1989).

Menurut Arisandi dan Yovita (2005) serta Hariana (2004) bahwa tumbuhan belimbing

manis memiliki efek farmakologis seperti antiradang usus, antimalaria, antirematik, analgesik,

peluruh liur, peluruh kencing (diuretic), menghilangkan panas, dan sebagai pelembut kulit.

Bagian buah secara empiris juga dapat dimanfaatkan sebagai obat untuk tekanan darah tinggi,

menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah kanker, memperlancar pencernaan, obat batuk,

peluru air kencing, peluruh lemak, dan radang usus (Wiryowidagdo dan Sitanggang, 2002;

Arisandi dan Yovita, 2005; Rukmana, 1996).

Radang usus adalah suatu penyakit yang kemungkinan dapat disebabkan oleh bakteri,

virus atau parasit. Radang usus yang disebabkan oleh bakteri biasanya berasal dari bakteri

Eschericia coli dengan gejala yang muncul adalah diare (Agnes, 2006; Ismailfahmi, 2006). Efek

farmakologis disebabkan oleh salah satu atau gabungan beberapa senyawa kimia yang

Page 27: Tugas Tek.par

terkandung didalamnya seperti; senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin, protein, lemak,

kalsium, fosfor, zat besi, serta vitamin A, B1 dan vitamin C (Wiryowidagdo dan Sitanggang,

2002).

Hasil uji skrining fitokimia pendahuluan terhadap ekstrak kental metanol buah belimbing

manis diketahui positif mengandung senyawa golongan flavonoid, alkaloid, dan, saponin, dengan

kemungkinan kandungan utamanya adalah flavonoid. Hal ini dilihat secara kualitatif dari

intensitas warna yang timbul setelah ditambahkan beberapa pereaksi untuk deteksi senyawa

golongan flavonoid. Berdasarkan pemanfaatannya secara empiris yang salah satunya untuk

mengobati penyakit radang usus yang disebabkan oleh bakteri, serta hasil uji fitokimia

pendahuluan yang menunjukkan bahwa buah belimbing manis kemungkinan mengandung

senyawa metabolit sekunder yang utama adalah flavonoid, maka dalam penelitian ini akan

dilakukan isolasi senyawa golongan flavonoid dan menentukan aktivitas isolate flavonoid

tersebut terhadap bakteri Eschericia coli (E. coli) dan Staphylococus aureus (S.aureus).

Page 28: Tugas Tek.par

BAB III.

METODE PENELITIAN

A. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah buah belimbing manis

(Averrhoa carambola Linn.) yang diperoleh dari Desa Pacung Bitera Gianyar, Bali.

Identifikasi tentang taksonomi tumbuhan dilakukan di LIPI-UPT. Balai Konservasi

Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali. Bahan kimia yang digunakan adalah metanol

(MeOH), n-heksana, dan kloroform (CHCl3) yang berderajat p.a dan teknis, asam asetat p.a.,

n-butanol p.a., asam kolrida pekat, natrium hidroksida, serbuk magnesium, asam sulfat pekat,

kalium bromida, akuades, natrium asetat anhidrat, asam borat anhidrat, aluminium klorida,

silika gel 60 (E.Merck 70-230 mesh), dan silika gel GF254 (E. Merck).

B. Peralatan

Peralatan yang digunakan meliputi: seperangkat alat gelas, neraca analitik, blender,

pisau, penguap putar vakum, lampu UV, seperangkat alat kromatografi lapis tipis dan kolom,

desikator, tabung reaksi, plat tetes, batang pengaduk, botol semprot, pipa kapiler,

spektrofotometer UV-Vis Secoman S 1000 PC dan spektrofotometer Jasco FTIR-5300.

C. Cara Kerja

Secara bertahap sebanyak 10 Kg irisan tipis buah belimbing manis dihaluskan dengan

cara diblender dan ditambahkan metanol teknis sebagai pelarut. Proses maserasi cara basah

ini dilakukan 6 (enam) kali dengan setiap kali maserasi menggunakan 4 L MeOH. Ekstrak

MeOH yang diperoleh dipekatkan dengan penguap putar vakum pada suhu 60 0C sampai

diperoleh ekstrak kental MeOH. Ekstrak kental MeOH disuspensikan kedalam campuran

pelarut MeOH-H2O (7:3) kemudian dipartisi dengan n-heksana (10 x 25 mL). Ekstrak n-

heksana yang diperoleh diuapkan sampai kental, sedangkan bagian MeOH-H2O diuapkan

sampai semua MeOH habis menguap. Bagian ekstrak air yang tersisa dipartisi (8 x 25 mL)

dengan kloroform (CHCl3) sehingga didapat ekstrak air dan ekstrak kloroform yang

selanjutnya masing-masing ekstrak tersebut diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental air

Page 29: Tugas Tek.par

dan ekstrak kental kloroform. Masing-masing ekstrak kental yang diperoleh (ekstrak kental

n-heksana, ekstrak kental kloroform dan ekstrak kental air) dilakukan uji fitokimia flavonoid.

Ekstrak yang positif flavonoid dilanjutkan untuk dipisahkan dan dimurnikan dengan teknik

kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 60 dan fase gerak campuran dari n-

butanol-asam asetat-air (4:1:5) Tiap fraksi hasil pemisahan kromatografi kolom diuji

flavonoid dan fraksi yang positif flavonoid setelah relatif murni kemudian diidentifikasi

menggunakan alat spektrofotometer UV-vis dan Inframerah, serta uji aktivitas antibakteri

terhadap bakteri Eschericia coli (E. coli) dan Staphylococus aureus (S. aureus).

Page 30: Tugas Tek.par

BAB IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Senyawa Flavonoid dari Buah Belimbing Manis

Hasil maserasi cara basah dari 10 Kg irisan buah belimbing manis (Averrhoa carambola

Linn.) yang menggunakan total pelarut MeOH sebanyak 24 L, diperoleh sekitar 140,56 g ekstrak

kental metanol yang berwarna coklat kemerahan. Hasil partisi dari ekstrak MeOH-H2O (7:3)

menggunakan pelarut berturut-turut n-heksana dan kloroform (CHCl3) diperoleh ekstrak kental

n-heksana yang berwarna kuning sebanyak 0,10 g, ekstrak kental kloroform yang berwarna

kuning sebanyak 0,07 g dan ekstrak kental air yang berwarna coklat kemerahan sebanyak 48,01

g. Hasil uji flavonoid dari ketiga ekstrak kental yang diperoleh menunjukkan bahwa ketiga

ekstrak tersebut positif mengandung senyawa golongan flavonoid dengan indikasi beberapa

perubahan warna setelah ditambahkan dengan pereaksi-pereaksi flavonoid seperti yang

dipaparkan pada Tabel 1.

Oleh karena jumlah ekstrak kental air paling banyak yaitu 48,01 g dan secara kualitatif

intensitas warna yang timbul setelah penambahan pereaksi flavonoid paling kuat, maka dapat

diduga kemungkinan dalam ekstrak kental air mengandung komponen flavonoid yang paling

dominan (mayor). Hasil pemisahan terhadap 2,12 g ekstrak kental air menggunakan teknik

kromatografi kolom dengan fase diam silika gel 60 dan fase gerak campuran dari nbutanol- asam

asetat-air (4:1:5) diperoleh 8 (delapan fraksi) dengan pola noda yang berbeda seperti yang

dipaparkan pada Tabel 2.

Page 31: Tugas Tek.par

Hasil uji fitokimia flavonoid pada delapan fraksi diatas menunjukkan hanya 6 (enam)

fraksi yang positif flavonoid terhadap pereaksi Willstatter (Mg-HCl pekat), H2SO4 pekat, dan

Page 32: Tugas Tek.par

larutan NaOH 10% selengkapnya dipaparkan pada Tabel 3. Secara kualitatif dari intensitas

warna menunjukkan bahwa Fraksi FB dan FG dapat dipastikan mengandung flavonoid. Dengan

mempertimbangkan jumlah noda dan berat fraksi dari delapan fraksi tersebut, maka fraksi FB

dengan berat 0,2027 g dilanjutkan untuk diidentifikasi.

Identifikasi Isolat (Fraksi FB)

Sebelum diidentifikasi Fraksi FB diuji kemurnian secara kromatografi lapis tipis (KLT)

pada berbagai fase gerak yaitu: n-butanol-asam asetat-air (4:1:5), kloroform-metanol (2:8);

nbutanol- kloroform (1:1); metanol-asam asetat-air (3:1:5); dan n-heksana-kloroform-metanol

(2:2:1). Hasil uji kemurnian menunjukkan FB relatif murni secara KLT karena tetap memberikan

noda tunggal. Hasil spektrum inframerah menunjukkan bahwa isolat kemungkinan mengandung

beberapa gugus fungsi seperti –OH (3434,0 cm-1) yang didukung juga oleh munculnya serapan

pada daerah bilangan gelombang 1102,0 cm-1 untuk ikatan C-O alkohol. Gugus C-H aromatik

muncul pada daerah bilangan gelombang 3060,1 cm-1. Ikatan C-H alifatik muncul pada 2924,6

cm-1 dan diperkuat dengan munculnya serapan bending pada daerah bilangan gelombang 1385,4

cm-1. Gugus dari ikatan C=C aromatic ditunjukkan dengan munculnya serapan pada daerah

bilangan gelombang 1636,0 cm-1. Spektrum inframerah dari isolat (Fraksi FB) dipaparkan pada

Gambar 1 dan analisisnya pada Tabel 4.

Page 33: Tugas Tek.par

Hasil analisis menggunakan spektrofotometri UV-vis isolat memberikan 2 pita serapan yang

karakteristik untuk senyawa flavonoid golongan katekin, yaitu serapan pada panjang gelombang

278,9 nm (pita I), dan 203,8 nm (pita II). Menurut Tempesta dan Michael (2007) senyawa

flavonoid golongan katekin mempunyai serapan maksimum pita I pada panjang gelombang 275-

280 nm dan serapan pita II pada panjang gelombang 202-204 nm. Dugaan golongan katekin dari

isolat (fraksi FB) juga didukung dengan data spektrum inframerah yang menunjukkan tidak

adanya serapan gugus C=O pada daerah bilangan gelombang sekitar 1600- 1700 cm-1, yang

mana katekin merupakan salah satu senyawa flavonoid yang tidak mempunyai gugus karbonil

(C=O) pada kerangka dasarnya. Pola oksigenasi atau kemungkinan letak substituen gugus

hidroksi (OH) pada kerangka katekin diperoleh dari beberapa pereaksi diagnostik/ pereaksi geser

seperti: NaOH, NaOAc, NaOAc-H3BO3, AlCl3, dan AlCl3-HCl. Hasil pergeseran panjang

gelombang setelah penambahan tiap-tiap pereaksi geser tersebut dapat disimpulkan bahwa

kemungkinan letak substituen gugus hidroksi pada kerangka katekin adalah pada posisi atom C-

3, C-7 dan C-4’. Spektrum UV-vis sebelum dan sesudah penambahan pereaksi geser dan data

tabulasinya dipaparkan pada Gambar 2 dan Tabel 5 sebagai berikut:

Page 34: Tugas Tek.par
Page 35: Tugas Tek.par

BAB V.

KESIMPULAN DAN ASARAN

A. Simpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai

berikut:

1. Flavonoid memiliki sifat fisika dan kimia senyawa fenol yaitu agak asam dan dapat larut

dalam basa, mudah larut dalam air dan karena merupakan senyawa polihidroksi (gugus hidroksil)

maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton,

air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida.

2. Isolat flavonoid fraksi FB dari ekstrak kental air buah belimbing manis diduga termasuk

golongan katekin dengan kemungkinan terdapat gugus hidroksi pada C-3, C-7, dan C-4’.

Identifikasi dengan spektrofotometer inframerah diduga bahwa isolat flavonoid mengandung

gugus OH, C-H aromatik, C-H alifatik, C=C aromatik, C-O alkohol, dan tidak adanya gugus

C=O. Isolat flavonoid Fraksi FB dari ekstrak kental air buah belimbing manis diduga dapat

menghambat bakteri gram positif dan gram negatif, masing-masing mulai dari konsentrasi 500

ppm dan 100 ppm.

3. Keuntungan analisis KLT adalah waktu analisisnya cepat dan memperoleh pemisahan yang

lebih baik karena komponen yang ditentukan adalah bercak yang tidak bergerak.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi isolat aktif dengan

menggunakan analisis NMR, dan GC-MS sehingga dapat ditetapkan suatu struktur usulan dari

isolat aktif tersebut.

Page 36: Tugas Tek.par

DAFTAR PUSTAKA

Agnes, 2006, Radang Lambung dan Usus, http://id.wikipedia.org/wiki, 10 Nopember 2006

Arisandi, Y., dan Yovita, A., 2005, Khasiat Tanaman Obat, Edisi I, Pustaka Buku Murah,

Jakarta.

Farnsworth, N. R., 1996, Biological and Phytochemical Screening of Plant, J. Pharm. Science,

55 (3) : 225-276

Geissman, T. A., 1962, The Chemistry of Flavonoid Compounds, Pergamon Press, Inc., New

York.

Hamburger, M. O. and Cordell, G. A., 1987, Traditional Medicinal Plants of Thailand, VIII.

Isoflavonoids of Dalbergia candenatensis, J. Nat.Prod., 50 (4) : 696- 699

Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia 2nd ed., a.b. Padmawinata, K., Soediro, J., ITB,

Bandung.

Hariana, H. A., 2004, Tumbuhan Obata dan Khasiatnya, Seri I, Penebar Swadaya,

Jakarta

Ibnu, Gholib Gandjar dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka

Pelajar. Yogyakarta

Ismailfahmi, 2006, Radang Usus, http:// www.mailarchive.com/[email protected]/

msg12746.html, 10 Nopember 2006

Najib, Ahmad. 2006. Materi Kuliah Fitokimia II. Makasar : Universitas Muslim Indonesia.

Rukmana, R, 1996. Belimbing. Yogyakarta : Kanisius.

Sastrohamidjojo, H., 1991, Spektroskopi, Edisi II, Liberty, Yogyakarta

Silverstein, R. M., Bassler, G. C., and Morrill, T. C., 1991, Spectrometric Identification of

Organic Compounds, Fifth Ed., Jhon Wiley & Sons, Inc , Canada

Sirait, M., 1989, Pemanfaatan Tanaman Obat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

Edisi III.,Departeman Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, Jakarta

Tempesta and Michael, S., 2007, Proanthocyanidin Polymers Having Antiviral Activity and

Methodes of Obtaining Same, http://www. freepatetentsonline.com/5211944, 23 April

2007

Wiryowidagdo, S., dan Sitanggang, M., 2002, Tanaman Obat untuk Penyakit Jantung, Darah

Tinggi, dan Kolesterol, AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Page 37: Tugas Tek.par