tugas subdivisi

37
TUGAS SUBDIVISI BEDAH THORAKS VASKULER Oleh: Alders Allen Kusa Nitbani M Ihwan kusuma PENDIDIKAN SPESIALISASI BEDAH UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2010

Upload: bedah-unhas

Post on 22-Feb-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas subdivisi bedah thorax

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Subdivisi

TUGAS SUBDIVISI BEDAH THORAKS VASKULER

Oleh:

Alders Allen Kusa Nitbani

M Ihwan kusuma

PENDIDIKAN SPESIALISASI BEDAH UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2010

Page 2: Tugas Subdivisi

I.EFUSI PLEURA DEFENISI:

Akumulasi abnormal dari cairan pada cavum pleura, sebagai akibat dari

kerusakan kontrol aliran cairan, masuk dan keluar dari dan-ke cavum pleura,

serta oleh akibat dari trauma.

Dikenal efusi pleura yang bersifat Eksudatif dan Transudatif

Eksudatif: terjadi karena adanya pengaruh dari faktor lokal yang mengganggu

pembentukan dan penyerapan cairan pleura.

Transudatif: terjadi akibat gangguan pada faktor-faktor sistemik.

Dikatakan eksudatif bila memenuhi kriteria diabawah ini:

Makroskopis: purulent, berbau, atau kemerahan.

WBC > 1000/mm3

BJ > 1018

Kadar Glukosa cairan pleura < 60 mg/dl

Protein cairan pleura > 3,0 g/dl

Perbandingan protein cairan dan serum > 0,5

LDH cairan pleura > 200 Unit atau 2/3 lebih tinggi dari kadar serumnya

Perbandingan LDH cairan dan serum > 0,6

Ph < 7,20

Alkali fosfatase > 75 u/l

Test Rivalta (+)

Page 3: Tugas Subdivisi

(Tabel 1 dan 2, dikutip dari kepustakaan 1)

Bedasarkan jenis cairan efusi pleura:

Hydrothoraks: efusi pleura yang berisi cairan serous(umumnya transudat)

Pyothoraks atau Empyema: efusi pleura yang berisi pus.

Hemothoraks: efusi pleura yang berisi darah.

Chylothoraks: efusi pleura yang berisi chylus.

KRITERIA DIGNOSIS: ANAMNESIS 15% penderita mungkin datang dengan asimptomatis, sehingga semua riwayat

penyakit yang diduga sebagai penyebabnya harus di anamnesa dengan

seksama. Gejala yang mungkin timbul adalah:

1. Nyeri dada: infalamasi pada pleura mungkin akan bermanifestasi

sebagai Pleuritik Chest Pain, yg terlokalisir pada area yang terkena.

Bersifat tajam sehingga penderita mengeluh tidak dapat menarik napas

dalam karena nyerinya, nyeri dapat dijalarkan ke abdomen atau ke bahu

ipsilateral. Jika efusi mulai muncul nyeri akan bersifat tumpul, aching

chest pain dapat diduga sebagai adanya proses malignansi di pleura.

2. Batuk: kering dan non produktif, yang diperkirakan berasal dari inflamasi

pluera atau kollapsnya dinding bronchus.

Page 4: Tugas Subdivisi

3. Sesak napas: cairan efusi akan mengisi rongga thoraks, menyebabkan

restriksi dari volume paru. Penyakit-penyakit parenkim paru dan nyeri

dada mungkin akan menambah parah keluhan sesak napas. Sesak

napas akan lebih manifest jika efusi pleuranya berat.

PEMERIKSAAN FISIK INSPEKSI

Ukuran hemithoraks dan gerak napas.

Meningkatnya tekanan intrapleural menyebabkan pelebaran hemithoraks. Sic.

Melebar dan kadang bulging. Pada sisi yang terkena gerak napas akan

terlambat. Posisi trakea mencerminkan hubungan antara tekanan pleura pada

kedua hemithoraks. Trakea dapat terletek pada sentral jika terjadi obstruksi

bronchus bilateral, atau mediastinum yg terfiksasi karena proses penyakitnya.

Manifestasi gambaran tumor di daerah dada. Gambaran atau bekas tanda-

tanda trauma daerah dada. Ictus Cordis dapat bergeser jika cairan efusi cukup

banyak.

PALPASI Vokal fremitus akan menurun pada daerah hemithioraks yang terkena,

tanda ini dapat dipakai untuk memperkirakan jumlah cairan efusi dan

memprediksi lokasi untuk thorakosintesis. Pasien dengan demam dan nyeri

terlokalisir di daerah intercostal dengan efusi pleura harus dicurigai kuat

sebagai Empyema Thoracis.

PERKUSI Pekusi pada daerah yang terkena akan pekak, paling jelas pada daerah

basal dan intensitasnya akan berkurang pada daerah apex. Perbedaan

intensitas dari bunyi pekak ini akan memberikan gambaran fenomena Ellis’s ‘S’

curve, yang dapat juga terlihat pada foto Ro”. Efusi yang terlokalisir tidak akan

berubah dengan perubahan posisi. Harus diperhatikan dengan seksama

bahwa batas dari daerah pekak pada hydropneumothoraks adalah datar.

AUSKULTASI Suara napas pada daerah yang terkena akan menurun atau menghilang

sama sekali. Pada hydropneumothoraks akan terdengar seperti cipratan air

Page 5: Tugas Subdivisi

(succussion splash) bila penderita agak diguncangkan, ini didengar pada batas

antara udara dan cairan. Efusi pleura menyebabkan volume paru mengalami

retriksi, meskipun kadang-kadang hal ini tidak bermanifest karena jumlah cairan

yang sedikit dan adanya mekanisme kompensasi dari sisi paru yang sehat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (kultur dan analisa cairan pleura)

Ro” photo thoraks

USG membantu untuk panduan aspirasi

CT-scan thoraks

DIAGNOSA BANDING Tumor solid intra pleura

Abses Paru

PENANGANAN

(Gambar 1. Dikutip dari kepustakaan 1)

Page 6: Tugas Subdivisi

(Flow chart penanganan chylothoraks dikutip dari kepustakaan 6.)

Terapi Radiasi Paliatif

Malignant Chylothoraks 

Thorakotomy  Ligasi Duktus  Ligasi Massa Dekortikasi Pleurectomy 

(non malignant) produksi tetap (>500cc /Hr) 

ThorakotomyPleural Peritoneal Shunt

Medis StabilMedis unstableLepas CT‐WSD 

Tetap Stop

Lanjutkan 1 mgg

Produksi  Menurun (<250 cc/hr) 

Tunggu 2 minggu

Conserfatif managemen NPO                        

CT to suction             Central Hyperalimentation

Chest tube 

Confirm Diagnosa

Thorakosintesis

Page 7: Tugas Subdivisi

KONSULTASI Ke semua bagian spesialisasi yang menjadi penyakit dasarnya

Bagian radiologi

Bagian anastesi (untuk kepentingan operasi)

PROGNOSIS Tergantung dari respon terapi keadaan yang mendasarinya

Bila bersifat transudat pada umumnya BAIK

KEPUSTAKAAN

1. Fraser, Muller,Colman & Pare: Diagnosis of Diseases of the chest. 4th

edn, 1999.

2. Harrisons’s Principles of Internal Medicine, 15th Edn, 2001.

3. Crofton and Douglas’s; Respiratory Diseases of the Chest, 5th Edn, 2000.

4. Richard Light; Diseases of the Pleura, 4th Edn, 1999.

5. Doherty Gerard M; Diseases of the Pleura in Lange Current Surgical

Diagnosis and Treatment, 12th Edn, 2006, p:338-48.

6. Diseases of the Pleural and Pleural Space In Schwartz’s Principles of

Surgery, 8th Edn, 2005, p:599-610.

Page 8: Tugas Subdivisi

II.PNEUMOTHORAKS DEFENISI: Tertampungnya udara didalam kavum pleura. Umumnya pneumothoraks

diklasifikasikan sebagai: Pneumothoraks Spontan dan Pneumothoraks

Acquired (trauma, prosedur infasif, dll).

Table I. Classification of Pneumothorax Spontaneous

1. Primary 1. Subpleural bleb rupture

2. Secondary 1. Bullous disease, including chronic obstructive pulmonary disease 2. Cystic fibrosis 3. Spontaneous rupture of the esophagus 4. Marfan's syndrome 5. Eosinophilic granuloma 6. Pneumocystis carinii, especially in patients with acquired

immunodeficiency syndrome 7. Metastatic cancer, especially sarcoma 8. Pneumonia with lung abscess 9. Catamenial 10. Asthma, secondary to mucous plugging 11. Lung cancer 12. Lymphangioleiomyomatosis 13. α1-antitrypsin deficiency

3. Neonatal

Acquired

1. Iatrogenic 1. Transthoracic needle biopsy 2. Subclavian (percutaneous) catheterization

1. Central lines 2. Pacemaker insertion

3. Transbronchial lung biopsy 4. Thoracocentesis 5. Chest tube malfunction 6. After laparoscopic surgery

2. Barotrauma 3. Traumatic

1. Blunt trauma 1. Motor vehicle accidents 2. Falls 3. Sports-related

2. Penetrating trauma 1. Gunshot wounds 2. Stab wounds

(Tabel I. Klasifikasi Pneumothoraks dikutip dari kepustakaan 4)

Page 9: Tugas Subdivisi

Dikenal pula adanya:

Pneumothoraks Simple: Adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan

tekanan intra toraks yang progresif.

Ciri:

• Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)

• Tidak ada mediastinal shift

• Pemeriksaan fisik: bunyi napas ↓ , hyperesonance (perkusi), pengembangan

dada ↓

Ventil Pneumothoraks: Adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan

tekanan intra toraks yang semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada

pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk

dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).

Ciri:

• Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total

paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi

trakhea → venous return ↓ → hipotensi & respiratory distress berat.

• Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat,

takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis

• Merupakan keadaan life-threatening → tdk perlu Ro

(Bagan 1, dikutip dari kepustakaan 3)

Page 10: Tugas Subdivisi

Open Pneumothoraks: Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada

dada sehingga udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan

mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal

juga sebagai sucking-chest-wound , terjadi kolaps total paru.

KRITERIA DIGNOSIS: ANAMNESIS

Umumnya dikarenakan oleh trauma, sehingga riwayat trauma harus di

cari dengan seksama, bila tidak didapatkan adanya trauma, maka semua

riwayat penyakit yang mungkin sebagai penyebab dari pneumothoraks seperti

pada tabel 1, harus dicari dengan teliti.

Sesak Napas Biasanya akan dikeluhkan segera setelah adanya riwayat trauma, bila

bukan oleh karena trauma, biasanya dikeluhkan setelah suatu gerakan tertentu

(batuk, mengedan atau sedang berlari), hal ini karena pecahnya Bulla atau

Blep.

1. Bulla: kantong udara yang dibatasi oleh jaringan pleura fibrotik

dan jaringan paru.

2. Terbentuk oleh karena alveoli yang pecah, udara akan mengalir

ke dalam lapisan fibrous tipis dari pleura visceralis melalui

jaringan interstilsil dan berkumpul dalam bentuk kista dan

biasanya terletak di apex paru.

Faktor predisposisi untuk terjadinya pneumothoraks spontan adalah: laki-laki

tua, kurus, rambut putih, perokok, penderita PPOM.

Nyeri dada Dikeluhkan pada daerah dada yang mengalami pneumothoraks, baik

oleh karena trauma (biasanya oleh adanya fraktur dari tulang iga), maupun oleh

karena proses aktif pada parenkim paru.

Tanda Shock Takikardi, hipotensi, keringat dingin, pucat, dan kadang sampai timbul

sianosis. Pada trauma mediator-mediator dalam darah akan dilepaskan,

termasuk interleukin-6, tumor nekrosis faktor, dan prostanoids, mediator-

Page 11: Tugas Subdivisi

mediator ini yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada sistem

cardiopulmonari.

PEMERIKSAAN FISIK INSPEKSI Cari semua tanda adanya trauma: lecet, luka, bengkak, hematoma, pada

daerah dada, sucking chest wound. Bandingkan pengembangan kedua paru,

pada sisi yang terkena akan melambat, dan tampak lebih cembung, asimetris

dinding dada. Sic akan melebar, bila pada sisi kiri ictus cordis dapat

menghilang, tekanan vena jugularis yang meningkat, letak trakhea yang

bergeser dari midline.

PALPASI Vokal fremitus melemah sampai menghilang pada daerah dada yang terkena.

PERKUSI Bunyi hipersonor pada daerah yang terkena.

Pergeseran posisi jantung dan mediastinum.

AUSCULTASI Pada daerah yang terkena bunyi napas melemah sampai menghilang.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Ro Thoraks AP

(Gambar 1, Blep paru - pneumothoraks dikutip dari kepustakaan 4)

Tentukan kriteria Light Index = (1-DL3).(DHT3)-1

Page 12: Tugas Subdivisi

Berdasarkan kriteria “Light Index” maka pneumothoraks dibedakan atas:

• < 25 % pneumothoraks ringan

• 25%-60% pneumothoraks sedang

• > 60 % pneumothoraks berat

CT-Thoraks

(gambar 2, Bulla pada Apex paru, dikutip dari kepustakaan 4,5)

DIAGNOSA BANDING Emfisema bullosa paru

PENANGANAN NON OPERASI

- Bila penyebabnya adalah trauma maka jalankan prosedur seperti pada

ATLS.

- Simple pneumothoraks dengan Light index < 20%, dan setelah observasi

dalam 1-2 jam kondisi klinis tetap membaik.

Page 13: Tugas Subdivisi

- Semua terapi pada keadaan yang mendasari terjadinya pneumothoraks.

OPERASI - Kebocoran udara yang terus-menerus.

- Rekuren pneumothoraks post pleurodesis.

- Merupakan pneumothoraks I dari penderita dengan riwayat

Pneumenectomy sebelumnya.

- Pneumothoraks pada Pilot dan Penyelam.

- Paru tidak mengembang setelah 7 hari suctioning.

- Bronchopleural fistel persisten > 7 hari.

(Bagan 2, pilihan terapi untuk pneumothoraks, dikutip dari kepustakaan 4)

KOMPLIKASI 1. tension pneumotoraks

2. pyopneumotoraks

3. hidropneumotoraks / hemopneumotoraks

4. pneumomediastinum & emfisema subcutan

5. pneumotoraks simultan bilateral

6. pneumotoraks kronik:

Page 14: Tugas Subdivisi

A. adhesi pleura jar paru tetap terbuka

B. adanya fistula bronko-pleura melalui bulla/kista

C. adanya fistula bronko-pleura melalui lesi nodul rematoid

atau tuberkuloma

Shock dan bahkan kematian bila tidak segera ditindaki.

KONSULTASI Ke semua bagian spesialisasi yang menjadi penyakit dasarnya

Bagian radiologi

Bagian anastesi (untuk kepentingan operasi)

PROGNOSIS Baik

Rekurensi 20 % sisi yang sama

Rekurensi 40 –50 % yang kedua kali

Rekurensi 80 % yang ketiga kali

Sisi yang berlawanan : 10-20%

Rekurensi dalam 5 tahun 30-50%

KEPUSTAKAAN

1. Doherty Gerard M; Diseases of the Pleura in Lange Current Surgical

Diagnosis and Treatment, 12th Edn, 2006, p:349-50.

2. Trauma Thoraks dalam ATLS for Doctors, Student Course Manual,

diterjemahkan dan dipublikasikan oleh komisi trauma IKABI, 1997,

hal:133-52.

3. Mancini Mary C; Blunt Chest Trauma; avialable at

http://emedicine.medscape.com/article/428723 ; last up date oct 23,

2008.

4. Fry A Willard,Paape Kerry; Pneumothorax in General Thoracic Surgery;

Sixth Edition; Volume 1; Lippincott Williams & Wilkins; 2005.

Page 15: Tugas Subdivisi

5. Leach Richard M and Waller David A; Respiratory Emergencies II:Chest

Trauma, Air Leaks, and Tracheostomy in Respiratory Critical Care;

Oxford University Press; London; 2002.

6. Bedah Thorakskardiovasculer, avialabel at

http://www.bedahtkv.com/index.php?/e-Education/Toraks/Trauma-

Toraks-II-Kelainan-Spesifik.html

Page 16: Tugas Subdivisi

III. CHEST TUBE – WATER SEALED DRAINAGE (CT-WSD) DEFENISI: Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal (air berfungsi sebagai

katup) untuk mengalirkan udara atau cairan dari kavum pleura.

TUJUAN: 1. Untuk mengalirkan udara atau cairan keluar dari rongga pleura untuk

mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut.

2. Dalam keadaan normal rongga pleura hanya mengandung 10-20 cc

cairan pleura tanpa adanya udara, dan tekanannya adalah negatif.

3. Untuk tujuan follow up penyakit.

Tabel I: Perubahan Tekanan Rongga Pleura (dikutip dari kepustakaan 1)

INDIKASI PEMASANGAN CT- WSD 1. Homothoraks dan Efusi Pleura

2. Pneumothoraks spontan (>25%)

3. Pneumothoraks < 20% yang akan dipasang ventilator, atau yang

klinisnya makin memberat, atau dengan penyakit paru yang

mendasarinya.

4. Pneumothoraks residif

5. Hematopneumothoraks

6. Empyema thoraks

7. Hydrothoraks yang tidak dapat diatasi dengan pungsi

8. Penderita yang akan dilakukan bedside Pleurodesis

9. Tension pneumothoraks

10. Iatrogenik pneumothoraks

Page 17: Tugas Subdivisi

11. Luka penetrans pada dinding thoraks

12. Penderita trauma thoraks yang akan dirujuk (lebih dari 2 jam perjalanan)

13. Penderita trauma thoraks yang akan dipasang ventilator

14. Post pembedahan rongga thoraks

15. Bronchopleural fistula

16. Chylothoraks

KONTRAINDIKASI PEMASANGAN CT-WSD: 1. Kontraindikasi mutlak tidak ada

2. Adanya penyakit kelainan pembekuan darah

3. Infeksi pada tempat pemasangan

4. Dinding dada tidak dapat diakses karena sesuatu hal (tertutup oleh

tumor)

MACAM SISTEM WSD: - Sistem 1 botol

Merupakan sistem yang paling sederhana

Botol berfungsi sebagai penampung dan water seal

Drainase berdasarkan adanya grafitasi

Umumnya digunakan untuk pneumothoraks

- Sistem 2 botol Botol pertama sebagai penampung/drainase

Botol ke dua sebagai water seal

Keuntungan water seal tetap pada satu level

Dapat dihubungkan dengan suction kontrol

- Sistem 3 botol Botol pertama sebagai penampung/drainase

Botol kedua sebagai water seal

Botol ketiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dgn

manometer.

- Dengan atau tanpa continous suction

 

Page 18: Tugas Subdivisi

Tabel I: Kareteristik dari Chest Drainage Unit (dikutip dari kepustakaan 3)

Sistem tekanan Negatif yang tersedia :

- Tekanan Rendah : - 15 dan – 20 cmH2O flow 5-10l/m

Stedman, Gomco, Thermovac.

- Tekanan Tinggi : - 60 cm H2O flow >20l/m

Emerson dan Sorenson.

TEHNIK PEMASANGAN: Tehnik operasi

1. Tehnik tajam: dengan menggunakan trokar (sudah jarang digunakan

karena komplikasinya)

2. Tehnik Blunt Disection PEMASANGAN WSD

1. Pasien dalam keadaan posisi ½ duduk (+ 45 °).

2. Dilakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan doek

steril.

3. Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi pada

daerah kulit sampai pleura.

4. Tempat yang akan dipasang drain adalah :

Page 19: Tugas Subdivisi

- Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau).

- Linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi) - Linea axilaris anterior pada ICS V-VI (ATLS - yang menjadi rujukan)

Gambar 4: Segitiga Aman (dikutip dari kepustakaan 4)

5. Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit.

6. Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan side 0.1.

7. Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung, jaringan

bawah kulit dibebaskan sampai pleura, dengan secara pelan pleura

ditembus hingga terdengar suara hisapan, berarti pleura parietalis sudah

terbuka, jari dimasukan untuk membebaskan adhesi yang ada dan untuk

memastikan bahwa sudah sampai ke cavum pleura.

Catatan : pada hematothoraks darah akan segera menyemprot keluar,

pada pneumothoraks, udara yang keluar . Cairan yang keluar diambil

dgn spuit untuk pemeriksaan analisa dan sitologi cairan pleura.

8. Drain dengan trocarnya dimasukkan melalui lobang kulit tersebut kearah

cranial lateral. Bila memakai drain tanpa trocar, maka ujung drain dijepit

dengan klem tumpul, untuk memudahkan mengarahkan drain.

9. Harus diperiksa terlebih dahulu, apakah pada drain sudah cukup dibuat

atau terdapat lobang-lobang samping yang panjangnya kira-kira dari

jarak apex sampai lobang kulit, duapertinganya.

Page 20: Tugas Subdivisi

10. Drain kemudian didorong masuk sambil diputar sedikit kearah lateral

sampai ujungnya kira-kira ada dibawah apex paru (untuk

pneumothoraks), drain diarahkan ke posterobasal bila yang akan

dikeluarkan adalah hydrothoraks.

11. Setelah drain pada posisi, maka diikat dengan benang pengikat berputar

ganda, diakhiri dengan simpul hidup.

12. Sebelum pipa drainage dihubungkan dengan sistem botol penampung,

maka harus diklem dahulu.

13. Bekas daerah sayatan diolesi dengan salep antibiotika sekaligus untuk

membuat keadaan kedap udara pada tempat tersebut.

14. Tutup luka opersai dengan kasa steril, difiksasi dengan plester lebar

pada dinding dada.

15. Operasi selesai, buat foto rontgen untuk menilai posisi tube.

Pipa drainage ini kemudian dihubungkan dengan sistem botol penampung,

yang akan menjamin terjadinya kembali tekanan negatif pada rongga

intrapleural, di samping juga akan menampung sekrit yang keluar dari rongga

toraks.

Gambar 5: Sistem 1 dan 2 botol (dikutip dari kepustakaan 3)

Page 21: Tugas Subdivisi

Gambar 5: Sistem 3 botol (dikutip dari kepustakaan 3)

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN: - Efusi masif harus dikeluarkan secara perlahan < 1000 cc/ 30 menit,

untuk mencegah terjadinya postthorakosintesis pulmonary edema.

- Setelah pemasangan penderita sesak, pikirkan telah terjadi pulmonary

edema.

- Bila terjadi edema pulmonum:

1.Oxigenasi

2.Retriksi cairan

3.Diuresis

4.Jika perlu intubasi dan ventilasi

- Pasang suction bila setelah 12-24 jam post pemasangan WSD tidak

terjadi drainase, dan tidak terdapat fibrogenik material.

- Edema pulmo dapat terjadi karena:

1.Kollaps paru kronis

2.Endobronchial obstruksi

3.Paru yang terperangkap

4.Pengeluaran yang terlalu cepat

5.Tekanan intrapleural yang meningkat karena tekanan suction

yang terlalu tinggi

6.Difuse alveolar pada sisi paru lainnya

Page 22: Tugas Subdivisi

- Pipa WSD harus:

1.Transparan: mudah untuk menilai undulasi, warna cairan.

2.Lunak tapi tidak mudah kinking

3.Panjang maximal 6 feet

4.Ukuran diameter tube kecil (16-20 fr), besar (28-36 fr)

disesuaikan dengan indikasi pemasagan.

5.Posisi harus rapi, jangan menyilang badan

6.Harus bersih dari kotoran dan debris.

Botol WSD:

1.Jangan terbuat dari kaca karena mudah pecah

2.Ringan supaya mudah untuk mobilisasi

3.Posisi harus lebih rendah dari penderita supaya cairan tidak

terdrainase kembali.

4.Tempatkan pada posisi supaya mudah untuk dievaluasi

KOMPLIKASI PEMASANGAN WSD 1. Perdarahan : biasanya terjadi pada orang tua karena arteri intercostalis

yang berkelok-kelok.

2. Cedera organ intra thoraks (biasanya adalah paru)

3. Cedera organ intra abdomen (biasanya adalah hepar dan lien)

4. Cedera pada difragma

5. Misplaced chest tube

6. Emfisema subkutis biasanya karena misplaced chest tube

7. Empyema karena perawatan yang tidak adekuat

8. Pulmonary edema

9. Tension pneumothoraks akibat tersumbat/kinkingnya chest tube

PERAWATAN PASCA PEMASANGAN WSD 1. Penderita diletakkan pada posisi setengah duduk (+ 30°)

2. Monitor tanda vital dan status pernapasan

3. Seluruh sistem drainage : pipa-pipa, botol, harus dalam keadaan rapi,

tidak terdapat kericuhan susunan, dan dapat segera dilihat.

Page 23: Tugas Subdivisi

4. pipa yang keluar dari rongga thoraks harus difiksasi ke tubuh dengan

plester lebar, sehingga mencegah goyangan.

5. Dengan memakai pipa yang transparan, maka dapat dilihat keluarnya

sekret. Harus dijaga bahwa sekret keluar lancar. Bila terlihat gumpalan

darah atau lainnya, harus segera diperah hingga lancar kembali.

6. Setiap hari harus dilakukan kontrol foto torak AP untuk melihat :

- keadaan paru

- posisi drain

- lain kelainan (emphyema, bayangan mediastinum)

7. Jumlah sekrit pada botol penampungan harus dihitung :

- banyaknya sekrit yang keluar (tiap jam dalam 3 jam I – tiap hari)

- macamnya sekrit yang keluar (pus,darah dan sebagainya)

8. Pada penderita selalu dilakukan fisioterapi napas

9. Catat tanggal dan waktu pemasangan serta jenis WSD yang digunakan

10. Perhatikan gelembung udara pada water seal

11. Rawat luka drainase, botol penampungan dengan prinsip aterilitas.

12. Setiap kelainan pada drain harus segera dikoreksi.

PEDOMAN PENCABUTAN 1. Kriteria pencabutan

- Sekrit serous, tidak hemorage

Dewasa : jumlah kurang dari 100cc/24jam

Anak – anak : jumlah kurang 25-50cc/24jam

- Paru mengembang

Klinis ; suara paru mengembang kanan = kiri

Evaluasi foto toraks

2. Kondisi : - Pada trauma

Hemato/pneumothorak yang sudah memenuhi kedua kriteria,

langsung dicabut dengan cara air-tight (kedap udara).

Page 24: Tugas Subdivisi

- Pada thoracotomi

a. Infeksi : klem dahulu 24jam untuk mencegah resufflasi,

bila baik cabut.

b. Post operatif : bila memenuhi kedua kriteria, langsug

dicabut (air-tight)

c. Post pneumonektomi : hari ke-3 bila mediastinum stabil

(tak perlu air-tight)

3. Alternatif 1. Paru tetap kolaps, hisap sampai 25 cmH20 :

- bila kedua krieria dipenuhi, klem dahulu 24jam, tetap baik

cabut.

- Bila tidak berhasil, tunggu sampai 2minggu dekortikasi

2. Sekrit lebih dari 200cc/24jam : curiga adanya Chylo toraks

(pastikan dengan pemeriksaan laboratorium), pertahankan

sampai dengan 4minggu.

- bila tidak berhasil Toracotomi

bila sekrit kurang dari 100cc/24jam, klem, kemudian dicabut.

TEHNIK PENCABUTAN

• lepaskan plester dan kassa, bersihkan daerah luka, simpul hidup dilepas,

kemudian benang ditegangkan supaya luka menjadi tetap kedap udara.

• Penderita disuruh inspirasi maximal, kemudian lakukan manuver

valsalva, tepi luka dirapatkan dengan posisi benang yang masih tegang.

• Chest tube dikeluarkan dengan cepat tapi gentle pada akhir expirasi.

• Buat simpul dan kencangkan.

• Rawat luka, lepas jahitan diatas 5 hari.

• Buat Ro’ thoraks 12-24 jam post pelepasan chest tube, untuk menilai

pengembangan paru dan sisa udara atau cairan yang masih ada.

Page 25: Tugas Subdivisi

PEMERIKSAAN PENUNJANG: Laboratorium: Darah rutin, LFT-RFT, Kimia darah dan Profil Pembekuan darah

Radiologi: Ro foto Thoraks, CT-Thoraks

EKG

KONSULTASI: Ke semua bagian spesialisasi yang menjadi penyakit dasarnya

Bagian Radiologi

KEPUSTAKAAN:

1. Anonym; Water Seal Drainage; avialabel at http://www.wiki

2. Trauma Thoraks dalam ATLS for Doctors, Student Course Manual,

diterjemahkan dan dipublikasikan oleh komisi trauma IKABI, 1997,

hal:133-52.

3. Miller KS; Shan SA; Chest Tube: Indication, Technique, Management

and Complication; avialabel at

http://www.chestjournal.org./content/91/2/258.citation last update 1987.

4. Skandalakis John E, Thoracic Wall and Pleural In Skandalakis’ Surgical

Anatomy; an e-book.

5. Doherty Gerard M; Diseases of the Pleura in Lange Current Surgical

Diagnosis and Treatment, 12th Edn, 2006, p:338-48.

6. Diseases of the Pleural and Pleural Space In Schwartz’s Principles of

Surgery, 8th Edn, 2005, p:599-610.

7. Puruhito; Pengantar Tindakan Bedah Akut pada Thoraks; Airlangga

University Press, 1983; p:38-55.

Page 26: Tugas Subdivisi

IV. PLEURODESIS DEFENISI: Suatu tehnik manipulasi rongga pleura yang bertujuan untuk reexpansi dari

paru-paru dengan menyebabkan pleural shympisis.

Bagan 1: pembagian Pleurodesis (dikutip dari kepustakaan 1)

Agen Pleurodesis Angka Keberhasilan (%)

Mechloretamine 48-57

Quinacrine 50-83

Bleomicin 50-100

Thiotepa 63

5 FU 66

Mitoxantone 76

Doxorubucin 80

Tetraciclin 83-100

Bedak 83-100

Povidone Iodine 83-100

Cromium Phospate 50

Coloidal Gold

Cornibacterium Parvum

Tabel 1: agen dan angka keberhasilan Pleurodesis ( dikutip dari kepustakaan 1)

Pleurodesis 

Mekanik VATS 

Agent Infeksius 

Bahan Kimia 

Radio aktif

Kimia 

Page 27: Tugas Subdivisi

Dari tabel 1, agen tersering yang digunakan untuk prosedur ini adalah:

Tetraciclin, Doxorubucin, Bedak; dari ketiga agen ini yang angka

keberhasilannya paling baik adalah Bedak. Di AS Tetraciclin sudah tidak

digunakan lagi karena telah ditarik dari peredaran. Yang paling nyeri adalah

Tetraciclin. Pada prinsipnya dibuat peradangan pada kedua lapisan pleura

sehingga akan menyatu sewaktu menyembuh.

INDIKASI: MUTLAK :Paru telah mengembang, Untuk efusi produksinya > 150

cc/hari

Efusi pleura malignant

Kolaps paru

Chylothoraks

Paliatif untuk efusi yang membandel

Pneumothoraks

Fistel bronchopleural

KONTRA INDIKASI: Dalam terapi Anti koagulan

Dalam terapi arthritis

SYARAT AGEN PLEURODESIS: Bila dalam bentuk bubuk, ukuran partikel harus < 50 µm (paling bagus 10µm).

Bahan bubuk harus dapat dilarutkan.

Semua bahan harus dijamin tingkat sterilitasnya.

PROSEDUR TINDAKAN:

Tehnik Pleurodesis 

Bedside tehnik 

Pembedahan VATS 

Page 28: Tugas Subdivisi

Yang akan dijelaskan disini adalah prosedur pemberian untuk agen pleurodesis

secara bedside tehnik:

1. Bahan dan alat harus steril

2. Prosedur dijalankan dengan steril

3. Chest tube di klem, lepaskan dari sambungan WSD

4. Sambungkan dengan chest tube, klem dilepaskan. Masukan

lidokain 2% sebanyak 10 cc, atau 4 mg/kgBB, untuk menghindari

timbulnya nyeri selama pleurodesis berlangsung. Chest tube di

klem kembali, Pertahankan selama 10 menit.

5. Klem chest tube di lepaskan kembali, drainase cairan lidokain

tadi, chest tube di klem kembali sambungkan dengan spuit 100 cc

yang berisi agen pleurodesis. Masukan agen pleurodesis yang

telah dilarutkan sesuai dosis sebanyak 50-250 cc. Chest tube di

klem kembali dan pertahankan selama 1-2 jam.

6. Posisi penderita kemudian dirubah miring kiri-kanan-supinasi; kiri-

kanan-pronasi; fowler-trendelenberg, masing-masing posisi

selama 10-15 menit.

7. Chest tube disambungkan kembali dengan WSD, klem di buka

kembali, agen pleurodesis di drainase keluar, penderita

dianjurakan untuk pengembangan paru dengan fisioterapi paru.

8. Bila produksi atau kebocoran telah menghilang, kontrol foto

thoraks 48-72 jam kemudian, bila paru telah mengembang

sempurna chest tube dapat dilepaskan, follow up dijalankan untuk

menilai adakah kebocoran atau penumpukan ulang cairan.

9. Bila point 8. Tidak dapat tercapai maka prosedur yang sama

dapat diulang 48-72 jam kemudian, sampai keadaan yang di

inginkan tercapai, lalu di follow up ulang.

Page 29: Tugas Subdivisi

KOMPLIKASI TINDAKAN: Paru gagal untuk mengembang

Emboli sistemik

Syock

Pneumothoraks

Loculated Hydrothoraks

Demam

Empyeama

ARDS

Recurensi

Malignansi

PEMERIKSAAN PENUNJANG: Laboratorium: Darah rutin, LFT-RFT, Kimia darah dan Profil Pembekuan darah

Radiologi: Ro foto Thoraks, CT-Thoraks

EKG

KONSULTASI: Ke semua bagian spesialisasi yang menjadi penyakit dasarnya

Bagian Radiologi

KEPUSTAKAAN: 1. Doherty Gerard M; Diseases of the Pleura in Lange Current Surgical

Diagnosis and Treatment, 12th Edn, 2006, p:338-48.

2. Anonym; Pleurodesis; from Wikipedia the free encyclopedia; avialable at

http://www.wikipedia : last up date 2008.

3. Anonym; Pleurodesis; avialable at http://www.medicineNet.com : last up

date 2002.

4. Anonym; Collapsed Lung Treatment-Pleurodesis Procedure; avialable at

http://www.surgery.com: last up date January,2010.

5. Anonym; Patient Information for Talc Pleurodesis; avialable at

http://www.cancersupportivecare.com/pleural.html : last up date 2008.

Page 30: Tugas Subdivisi

6. Kennedy Lisa; Shan Steven A; Talc Pleurodesis for The Treatment of

pneumothoraxs and pleural effusion; avialable at

http://www.chestjournal.org ; last update 2008.

7. Yuldirim Huseyim et all; Talc Pleurodesis: Systemic Inflammatory

Respons; Turkish Respiratory Journal, 2006, 7(2):65-70.

Page 31: Tugas Subdivisi

V. FRAKTUR COSTA DEFINISI: Terputusnya kontinuitas tulang costa oleh karena berbagai sebab, tersering

disebabkan oleh karena trauma.

Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur costa, oleh karena luas

permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga.

Fraktur costa tersering terjadi pada orang tua dibandingkan anak-anak karena

daya elastisitas pada anak dapat mentransfer energi benturan ke organ intra

thoraks lainnya.

Menurut segmen frakturnya: dikenal adanya simple fraktur ( 1 garis

fraktur, satu costa), multiple fraktur (2 garis fraktur atau lebih, pada 2 atau

lebih costa). Menurut keterlibatan organ lain: dikenal fraktur iga tanpa

komplikasi dan fraktur iga dengan komplikasi, komplikasi tersering adalah:

pneumothoraks, hemothoraks, kontusio paru. Jarang: cedera pembuluh darah,

cedera saluran pencernaan, cedera trakheobronchial tree, serta cedera organ

intra abdominal.

Fraktur costa yang paling sering terjadi adalah pada costa 4-10. Costa 1-

3 jarang mengalami fraktur karena merupakan komponen penyusun Apertura

Thoracic sup, dan terlindungi oleh otot yang kuat, serta cenderung lebih stabil,

sehingga bila mengalami fraktur, cenderung untuk terjadi cedera pada organ

lainya, karena energi traumanya lebih besar ( saraf, pembuluh darah,

trakheobrnochial tree, esofagus). Fraktur costa 8-12 harus dicurigai adanya

komplikasi cedera pada organ-organ intra abdominal.

Gambar 1-2: Anatomi dinding Dada (dikutip dari kepustakaan 2)

Page 32: Tugas Subdivisi

KRITANAYang

frakt

men

ener

Geja

terja

kead

frakt

deng

terja

TERIA DIAAMNESIS g utama a

tur iga ta

nggunakan

rgi yang be

1. Frak

Nyeri: t

bernapa

timbulny

Batuk: t

kadang

Sesak n

oleh kar

2. Frakala yang se

adi. Sering

daan yang

tur coasta

gan 2 tem

adi free flo

Gam

AGNOSIS:

adalah riwa

anpa adan

gerakan

esar. Pada

ktur costa

erlokalisir

as, karena

ya nyeri.

terjadi kare

sampaiter

napas: bia

rena ceder

ktur costaering dikel

g ditemuka

sering dik

pada lebih

pat fraktur

ating.

mbar 3-5: M

:

ayat traum

nya traum

ayunan p

a dasarnya

tanpa kom

pada tem

a dengan

ena segme

rjadi batuk

sanya sek

ra organ in

dengan kuhkan bia

an pada f

kenal deng

h/sama de

r sehingga

 

Mekanisme F

ma, tapi pa

ma misaln

pada send

a gejala ya

mplikasi

pat fraktur

n pergerak

en fraktur m

darah.

kunder akib

ntra thoraks

komplikassanya ber

fraktur co

an flail ch

engan 3 c

menyeba

Flail Chest (

ada keada

nya pada

i bahu se

ang dikeluh

r, sehingg

kan dindin

menusuk p

bat pender

s lainnya.

i hubungan

sta yang

hest. Yang

costa yang

bkan dind

 

(dikutip dar

aan tertent

olah rag

ecara men

hkan terbag

a penderit

ng dada

pleura atau

rita malas

dengan k

multiple t

mana per

terlibat pa

ing dada t

i kepustaka

tu dapat te

gawan de

ndadak de

gi atas:

ta malas u

akan me

u jaringan p

bernapas

omplikasi

terdapat s

r definisi ad

ada lebih/s

tidak stabi

aan1)

erjadi

ngan

ngan

untuk

emicu

paru,

atau

yang

suatu

dalah

sama

l dan

 

Page 33: Tugas Subdivisi

Komplikasi yang paling sering terjadi :

• Fraktur costa 1 - 3

- 3% Aortic injury

- 4,5% Branchiocephalic vessel injury

• Fraktur costa 4 – 10 (menurut Richardson dkk)

- Laserasi paru 64%

- Cardiac injury 14%

- Kematian 36%

• Fraktur costa 8-12(menurut Richardson dkk)

- Perlu explorasi laparatomi 33% (cedera organ intra abdominal)

PEMERIKSAAN FISIK Inspeksi : Cari semua tanda-tanda adanya trauma baik itu hanya berupa bruise

sampai adanya luka dan kelainan lainnya yang berhubungan dengan trauma.

Hal ini mencakup kontinuitas dinding dada, bentuk, dan gerakan pernafasan,

letak trakea, desakan vena jugularis, dan perbandingan lebar ICS. Yang khas

adalah pendrita akan berhenti menarik napas dalam karena muncul nyeri yang

sangat akibat pergeseran dari garis fraktur.

Palpasi : Yang penting diperhatikan adalah pemeriksaan vokal fremitus, nyeri dan

krepitasi pada segmen costa yang mengalami fraktur.

Perkusi : Tentukan batas paru-hepar, batas paru – jantung, perluasan daerah hipersonor,

ataupun perluasan dari daerah yang mengalami redup/pekak.

Auskultasi : Tentukan suara dasar dan ada atau tidaknya suara tambahan dari paru.

Page 34: Tugas Subdivisi

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium

Analisa gas darah

USG

Rontgen thorax

CT Scan thorax

DIAGNOSA BANDING Semua keadaan pada fraktur iga komplikasi

PENANGANAN NON OP

1. Kontrol nyeri :

Per oral, blok intercostal, Epidural analgetik, intravena, menurut

kriteria step ledder WHO pada nyeri yang bersifat akut (golongan

narkotik dan opioid)

2. Mobilisasi secepatnya

3. Fisioterapi paru

4. Ventilasi menggunakan ventilator pada flail chest yang tidak

dioperasi.

OPERASI Pada dasarnya bertujuan untuk stabilisasi dinding dada

Akut :

• Pada kondisi fraktur costa multiple dengan adanya Flail Chest

• Pada fraktur costa dengan ruptur arteri interkostal tapi biasanya jarang

• Pada thorakotomi oleh karena cedera organ intratoracic lainnya

• Pada laparatomi explorasi karena cedera intra abdomen

Kronis :

• Fraktur costa dengan komplikasi non union

• Fraktur costa dengan nyeri yang menetap

Page 35: Tugas Subdivisi

Bagan 1: flowchart penanganan Flail Chest (dikutip dari kepustakaan 7)

Page 36: Tugas Subdivisi

KOMPLIKASI Cedera organ intratoracic lainnya

Pneumonia, sepsis

Barotrauma

Trakheal stenosis

Shock

Kematian

KONSULTASI Radiologi

Anastesi bila diperlukan perawatan ICU dan tindakan operasi

KEPUSTAKAAN 1. Mancini Mary C; Blunt Chest Trauma; avialable at

http://emedicine.medscape.com/article/428723 ; last up date oct 23,

2008.

2. Drake Richard L; Vogl Wayne; Mikhell Adam W.M: Thorax in Gray’s

Anatomy for Student, an e-book; p:104,107,125.

3. Richard Kukuh B: Penanganan Trauma Thoraks Pendidikan

Berkelanjutan Untuk Ahli Bedah ; Sub Bagian Bedah Thoraks FKUI ;

Januari 2002 ; Hal:117- 22.

4. Bedah Thorakskardiovasculer, avialabel at

http://www.bedahtkv.com/index.php?/e-Education/Toraks/Trauma-

Toraks-II-Kelainan-Spesifik.html

5. Anonym; Rib Fracture ; from Wikipedia the free encyclopedia; avialable

at http://www.wikipedia : last up date January,2010.

6. Bolliger Christ T; Van Eeden Stephan F; Treatment of Multiple Rib

Fractures-Randomized Controlled Trial Comparing Ventilatory With

Nonventilatory Management; Chest 1990.97:943-48. Avialable at

http://www.chestjournal.chestpubs.org : last up date, march 28, 2010.

Page 37: Tugas Subdivisi

7. Kincaid Edward H; Meridith F Wayne: Injuries To The Chest in :Trauma

and Thermal Injury in ACS Surgery Principles and Practice; an e-book;

avialable at http://www.acssurgery.com , last up date, 2005.