case presentation subdivisi bedah ortopedi
DESCRIPTION
mmmTRANSCRIPT
CASE PRESENTATION SUBDIVISI BEDAH ORTOPEDI
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Alberthin R. Patung
Umur : 76 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM : 088020
Alamat : Makale Toraja
Ruangan : Lt. 4, Rg. 418 Ibnu sina
Tanggal MRS : 24 september 2013
Tgl pemeriksaan : 30 september 2013
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada panggul kiri
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak ±1 minggu sebelum masuk rumah sakit, akibat terjatuh
duduk. Pasien susah miring dan duduk (+). Pasien merasa susah buang air
besar. Buang air kecil dalam batas normal, sulit BAK (-), nyeri saat
berkemih (-). Mual (-), muntah (-). Demam (-). Batuk (-), sesak (-).
BAB biasa, kesan normal
BAK lancar, kesan normal
Riwayat Penyakit sebelumnya: Riwayat Penyakit jantung koroner (+),
Riwayat Osteoporosis (+).
Riwayat keluarga dengan keluhan dan penyakit yang sama tidak ada.
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Sakit Sedang/ Gizi baik/ Composmentis
STATUS VITALIS
- Tekanan Darah : 160/80 mmHg
- Nadi : 96 x/menit
- Pernapasan : 22 x/menit
- Suhu: : 36,50C
STATUS REGIONAL
Kepala :
I : Mesocephal, normocephal
P : Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan (-)
Mata :
Konjungtiva : anemis (-), sclera ikterus (-)
Pupil isokor diameter 2,5mm/2,5mm
Leher :
I : tampak warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak massa
tumor
P : Tidak teraba massa tumor, nyeri tekan (-), pembesaran kelenjar
getah bening (-)
Thorax :
I : Simetris kiri = kanan, ikut gerak nafas, tipe thoracoabdominal
P : massa tumor (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), vocal fremitus kiri
= kanan, ictus cordis tidak teraba
P : Sonor kiri = kanan, batas paru hepar ICS V kanan
A : Bunyi pernapasan vesikuler, bunyi tambahan Rh-/- , Wh-/-
Abdomen:
I : warna kulit sama dengan sekitar, datar ikut gerak nafas,
A : peristaltik (+) kesan normal
P : massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P : timpani (+), nyeri ketok (-), asites (-)
Ekstremitas:
I : dalam batas normal
Kekuatan :
STATUS LOKALIS :
• Regio Femoralis Sinistra
• Inspeksi: Tampak edema (+), hematom (+), ROM terbatas
• Palpasi: Nyeri Tekan (+)
35
55
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
X-RAY PANGGUL
-Fraktur basal neck femur sinistra
V. RESUME
Perempuan, 76 tahun masuk ke Rumah Sakit Ibnu Sina dengan keluhan
nyeri pada panggul kiri. Dialami sejak ±1 minggu sebelum masuk rumah
sakit, akibat terjatuh duduk. Pasien susah miring dan duduk. Pasien
merasa susah buang air besar. Buang air kecil dalam batas normal, tidak
ada sulit BAK , tidak nyeri saat berkemih. Tidak ada mual, tidak ada
muntah. Pasien juga tidak merasa demam BAB dan BAK biasa, kesan
normal. Ada riwayat penyakit jantung koroner dan osteoporosis. Riwayat
keluarga dengan keluhan dan penyakit yang sama tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, gizi cukup, compos
mentis. Tekanan darah 160/80 mmHg, nadi 96 x/menit (regular),
pernafasan 22 x/menit (tipe thoracoabdominal) dan suhu 36,5 0C (axilla).
Pemeriksaan di regio Femoralis Sinistra pada inspeksi: Tampak edema
(+), hematom (+), ROM terbatas dan pada pemeriksaan palpasi: Nyeri
Tekan (+)
VI. DIAGNOSIS
- Diagnosis Klinis : Fraktur basal neck femur sinistra cominutiva
VII. RENCANA TINDAKAN
- Farmakologi:
Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
Ranitidine 1 amp/12 jam/iv
Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
- Nonfarmakologi: operasi hemiarthroplasy bipolar
VIII. DISKUSI
Fraktur collum femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian
proksimal femur. Yang termasuk collum femur adalah mulai dari bagian distal
permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrochanter.
Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada
wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan
dan osteoporosis pasca menopause
Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai kiri dengan kanan.
Jarak antara trokanter mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek
karena trokanter terletak lebih tinggi akibat pergeseran tungkai ke cranial.4
Gambar. Fraktur collum femoris.
Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan
dan daya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :
Peristiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh
dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena;
jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya;
penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai
kerusakan jaringan lunak yang luas.5
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat
yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di
tempat fraktur mungkin tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur
melintang
3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian
melintang tetapi disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang
terpisah
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan
fraktur obliq pendek
5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang
sampai terpisah
Tekanan yang berulang – ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat
tekanan berulang – ulang atau saat bertugas kemiliteran.
Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).5
Epidemiologi
Fraktur collum femur merupakan cedera yang banyak dijumpai pada pasien usia
tua dan menyebabkan morbiditas serta mortalitas.1 Dengan meningkatnya derajat
kesehatan dan usia harapan hidup, angka kejadian fraktur ini juga ikut meningkat.
Fraktur ini merupakan penyebab utama morbiditas pada pasien usia tua akibat
keadaan imobilisasi pasien di tempat tidur. Rehabilitasi membutuhkan waktu
berbulan-bulan. Imobilisasi menyebabkan pasien lebih senang berbaring sehingga
mudah mengalami ulkus dekubitus dan infeksi paru. Angka mortalitas awal
fraktur ini adalah sekitar 10%. Bila tidak diobati, fraktur ini akan semakin
memburuk. Fraktur collum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan
lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi
proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause.2
Lebih dari 250.000 fraktur pinggul terjadi di Amerika Serikat setiap tahun (50%
termasuk fraktur collum femur), dan jumlah ini diperkirakan dua kali lipat pada
tahun 2040. 80 % terjadi pada wanita, dan insidensinya menjadi 2 kali lipat setiap
5 hingga 6 tahun pada wanita usia lebih dari 30 tahun.
Terdapat suatu bimodal insidensi, insiden pada pasien muda sangat rendah dan
terutama dikaitkan dengan trauma energi tinggi. Kebanyakan terjadi pada usia tua
dengan umur rata-rata 72, sebagai hasil terjatuh dengan energi rendah.
Faktor resiko termasuk jenis kelamin wanita, ras kulit putih, peningkatan umur,
kesehatan yang buruk, pengguna tembakau dan alkohol, riwayat fraktur terdahulu,
riwayat terjatuh dan rendahnya kadar estrogen. Angka pasti kasus fraktur collum
femur tidak diketahui. Volpin dkk melaporkan sebanyak 4,7% pada tahun 1946
pada militer Israel.
Patogenesis
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka
periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak.
Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah
hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat
tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya.2
Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini
menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut callus.
Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui
pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang. Pada
permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh
terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase
hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel
jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan
fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan
jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus
fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudianjuga tumbuh sel
jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel
kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang
rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga
tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau
osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus
tulang.
Gejala Klinis
Gejala klinis dari fraktur collum femur ini adalah nyeri terus menerus dan
bertambah beratnya sampai tulang dismobilisasi. Dapat juga terjadi deformitas
dimana daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya. Terjadi perubahan kesimbangan dan kontur terjadi, seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang.
Pemendekan tulang terjadi karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah
tempat fraktur.1,2 Dapat juga ditemukan krepitasi, teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya. Terjadi pembengkakan lokal dan perubahan warna
lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan gangguan sirkulasi yang
mengikuti fraktur. Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi
darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur. Selain itu juga terdapat
ekimosis dari perdarahan subkutaneus, spasme otot (spasme involunter dekat
fraktur), kehilangan sensasi, pergerakan abnormal, dan syok hipovolemi.2
Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif :
Proteksi
Misalnta mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan
kedudukan baik.
Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan
fraktur dengan kedudukan baik.1,2
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Reposisi dapat dengan anestesi umum atau anestesi local dengan
menyuntikkan obat anestesi dalam hemotoma fraktur. Fragmen distal
dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal
dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.1,5
Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh
atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi . pada anak-anak dipakai
traksi kulit (traksi Hamilton russel / traksi Bryant).5
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-
anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai
traksi definitive, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi
gips. Untuk prang dewasa traksi definitf harus traksi skeletal berupa
balanced traction.5
2. Terapi operatif:
Terapi operatif dengan reposisi secara terttutp dengan bimbingan
radiologis :
a. Reposisi tertutup- fiksasi externa
Setelah reposisi baik berdasarkan control radiologi intraoperatif maka
dipasang alat fiksasi externa. Fiksasi externa dapat model sederhana
seperti Roger Anderson, Judet, screw dengan bone cement atau
llizarov yang lebih canggih.
b. Reposisi tertutup dengan control radiologis diikut fiksasi interna
Misalnya : reposisi tertutup fraktur supra condylair humerus pada
anak diikuti dengan pemasangan parallel pins. Reposisi tertutup
fraktur collum pada anak diikuti planning dan immobilisasi gips. Cara
ini sekarang terus diekmbangkan menjadi “close nailing”: pada
fraktur femur dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra
meduller (pen) tanpa membuka frakturnya.5
Terapi operatif dengan membuka frakturnya :
a. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
Keuntungan cara ini adalah :
- Reposisi anatomis
- Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar
Indikasi ORIF :
Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi
Misalnya : fraktur talus, fraktur collum femur
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
Misalnya : fraktur avulsi, fraktur dislokasi
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
Misalnya : fraktur monteggia, fraktur galeazzi, fraktur antebrachii, fraktur
pergelangan kaki
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi
Misalnya : fraktur femur.1
b. Excicional arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi. Misalnya : fraktur
caput radii pada orang dewasa, fraktur collum femur yang dilakukan operasi
Girldlestone.
c. Excisis fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excise caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atau
yang lainnya.
Komplikasi
Dapat terjadi komplikasi local pada system vaskuler seperti compartment
syndrome (Volkmann ischemia) dantrauma vaskuler (trauma pembuluh darah.
Selain itu dapat juga terjadi komplikasi pada system neurologis seperti lesi
medulla spinalis atau saraf perifer. Selain komplikasi local dapat juga terjadi
komplikasi sistemik yaitu emboli lemak.1
Pada fraktur juga sering ditemukan komplikasi lanjut seperti :
a. Delayed union: fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam
4 bulan.
b. Nonunion: apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik dicurigai
adanya nonunion dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft.
c. Malunion: bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, maka
diperlukan pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi sering
ditemukan. Malunion juga menyebabkan pemendekan pada tungkai
sehingga dieprlukn koreksi berupa osteotomi.
d. Kaku sendi lutut: setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan
pergerakan pada sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi
periartikuler atau adhesi intrmuskuler. Hal ini dapat dihindari apabila
fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.
e. Disuse atrofi otot-otot
f. Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)
g. Osteporosis post trauma.2
Prognosis
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis. Tidak seperti jaringan
lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut.
Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan
fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila
lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor
mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat
penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu
faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.
Pencegahan
Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya
fraktur disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan
maupun berat. Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah
suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang
menyebabkan fraktur.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya
trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan
aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati
– hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat
pelindung diri.2
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang
lebih serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan
pertama yang tepat dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita
dengan posisi yang benar agar tidak memperparah bagian tubuh yang
terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan. Pemeriksaan
klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah.
Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk mengetahui
bagian tulang yang patah yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang
dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi
internal maupun eksternal.5
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk
mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan
tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi
kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan
beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi
medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat
kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya.2 Penderita fraktur yang
telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan
fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang
patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki
fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain
meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol
ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas
hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara bertahap.1
Daftar Pustaka
1. Staff pengajar bagian ilmu bedah FKUI Jakarta. Kumpulan kuliah ilmu
bedah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.p.484-7.
2. Anonim. Fraktur collum femur. In: Mansjoer A,Wardhani WI, Setiowulan
W. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3 (2). Jakarta: Media Aesculapius
FKUI; 2000.p.355-6.
3. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2006.p.31.
4. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2004.
5. Anonim. Fraktur. In: Sjamsihidajat, Jong WD, editors. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005.p.881.