tugas sta i.pdf

16
NAMA : TIMBUL SAGALA NIM : 03111006033 ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) | 1 Banua Tada “ Istana Sultan Buton “ Rumah Tradisional Suku Wolio di Sulawesi Tenggara

Upload: t-junior-sagala

Post on 05-Dec-2014

182 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

1

Banua Tada

“ Istana Sultan Buton “

Rumah Tradisional Suku Wolio di Sulawesi

Tenggara

Page 2: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

2

1. Latar Belakang

Banua tada merupakan rumah tempat tinggal suku Wolio atau orang Buton di Pulau Buton, Sulawesi

Tenggara. Kata banua dalam bahasa setempat berarti rumah sedangkan kata tada berarti siku. Jadi,

banua tada dapat diartikan sebagai rumah siku. Berdasarkan status sosial penghuninya, struktur

bangunan rumah ini dibedakan menjadi tiga yaitu kamali, banua tada tare pata pale, dan banua tada

tare talu pale. Kamali atau yang lebih dikenal dengan nama malige berarti mahligai atau istana, yaitu

tempat tinggal raja atau sultan dan keluarganya. Banua tada tare pata pale yang berarti rumah siku

bertiang empat adalah rumah tempat tinggal para pejabat atau pegawai istana. Sementara itu, banua

tada tare talu pale yang berarti rumah siku bertiang tiga adalah rumah tempat tinggal orang biasa.

Bentuk bangunan banua tada tare talu pale tampak dari depan

Menurut La Ode Ali Ahmadi, seorang staf arkeologi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi

Sulawesi Tenggara, konstruksi ketiga jenis bangunan tersebut di atas pada dasarnya adalah sama

karena berasal dari satu konstruksi yang sama, yaitu rumah yang memiliki siku atau dalam istilah

setempat disebut dengan banua tada (rumah siku). Meskipun demikian, ketiga jenis bangunan

tersebut di atas tetap memiliki perbedaan. Perbedaan ini muncul karena adanya perbedaan status

sosial orang yang menghuninya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada jumlah tiang yang digunakan,

bentuk susunan rumah, dan posisi lantai rumah.

Rumah tempat tinggal raja atau sultan memiliki tiang samping 8 buah sedangkan rumah pejabat

sultan mempunyai tiang samping 6 buah. Sementara itu, jumlah tiang samping pada rumah orang

biasa hanya 4 buah. Jika dilihat dari segi susunan bangunan, rumah tempat tinggal raja terdiri dari 4

tingkat sedangkan rumah pejabat sultan dan orang biasa hanya satu tingkat. Perbedaan juga terlihat

pada susunan lantai rumah. Lantai istana raja/sultan dibuat bertingkat-tingkat. Hal ini dimaksudkan

untuk menunjukkan kebesaran dan keagungan sultan sebagai seorang pemimpin agama maupun

sebagai pengayom dan pelindung rakyat. Sementara itu, susunan lantai rumah orang biasa hanya

dibuat rata atau tidak bertingkat.

Page 3: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

3

Bentuk bangunan banua tana tare pata pale tampak dari depan

Masyarakat luas lebih banyak mengenal malige sebagai rumah adat masyarakat Buton daripada kedua

jenis rumah adat Buton lainnya, yaitu Banua Tada Tare Pata Pale dan Banua Tada Tare Talu Pale. Hal

ini dikarenakan malige yang merupakan arsitektur peninggalan Kesultanan Buton tersebut sarat

dengan nilai-nilai dan kearifan budaya serta peradaban masyarakat Buton di masa lampau. Nilai-nilai

ini dapat dipelajari melalui pemaknaan simbol dan ragam hias pada bangunan tersebut. Fungsi dan

makna simbolis pada bangunan malige banyak dipengaruhi oleh konsep dan ajaran tasawuf.

Masyarakat Buton pada masa itu menganggap bahwa pemilik malige—dalam hal ini Sultan—adalah

replikasi dari wajah Tuhan (Allah) yang diwujudkan dalam bentuk malige, baik secara konstruktif

maupun dekoratif.

Bentuk rumah adat tradisional orang Buton diibaratkan tubuh manusia yang memiliki kepala, badan,

kaki, dan hati. Bagian kepala dianalogikan dengan atap rumah, badan dianalogikan dengan badan

rumah, kaki dianalogikan dengan bagian bawah atau kolong rumah, dan hati dianalogikan dengan

pusat rumah. Menurut keyakinan orang Buton, hati merupakan titik sentral tubuh manusia. Dengan

demikian, sebuah rumah juga harus memiliki hati. Itulah sebabnya dalam masyarakat Buton terdapat

sebuah tradisi memberi lubang rahasia pada salah satu kayu terbaiknya yang kemudian digunakan

sebagai tempat untuk menyimpan emas. Lubang rahasia tersebut dianggap sebagai simbol pusar yang

merupakan titik sentral tubuh manusia sementara emas adalah simbol hati rumah tersebut.

Pengaruh konsep tasawuf pada bangunan malige muncul sekitar pertengahan abad ke-16 M, yaitu

sejak Raja Buton ke-6, Timbang Timbangan atau Lakilaponto atau Halu Oleo, memeluk agama Islam

dan dilantik menjadi Sultan Buton yang pertama dengan gelar “Murhum Kaimuddin Khalifatul”.

Terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa ulama yang mengislamkan dan melantik Raja

Lakilaponto menjadi Sultan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Raja Lakilaponto diislamkan oleh

seorang ulama ahli ilmu tasawuf dari Negeri Johor yang bernama Syekh Abdul Wahid bin Syarif

Sulaiman Al-Fathani. Pendapat lain mengatakan, Raja Buton ke-6 tersebut diislamkan dan dilantik

Page 4: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

4

menjadi Sultan oleh Imam Fathani, yaitu guru dari Syekh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman Al-Fathani.

Pendapat yang terakhir ini lebih diyakini kebenarannya karena Syekh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman

dua kali datang ke Buton, yaitu tahun 1526 M dan tahun 1541 M. Pada kedatangannya yang kedua, ia

disertai oleh gurunya yang bernama Imam Fathani. Menurut pendapat ini, Imam Fathani itulah yang

mengislamkan lingkungan Istana Buton sekaligus melantik Raja Lakilaponto sebagai Sultan Buton

pertama dengan gelar Murhum. Kata “Murhum” diambil dari nama sebuah kampung di Patani yang

bernama Kampung Parit Murhum.

Sultan Murhum Kaimuddin menempatkan ajaran tasawuf sebagai pijakan utama untuk mengatur

seluruh sendi-sendi kehidupan negara dan masyarakatnya. Beliau bersama gurunya, Syekh Abdul

Wahid bin Syarif Sulaiman Al-Fathani, menerbitkan undang-undang Martabat Tujuh yang sebagian

berisi ajaran tentang penyucian akhlak sebagai undang-undang tertinggi di negeri itu. Selanjutnya,

nilai-nilai ajaran tasawuf yang terkandung di dalam undang-undang tersebut diekspresikan baik dalam

bentuk manuskrip maupun melalui simbol-simbol yang dilekatkan pada artefak-artefak, seperti pada

Benteng Kesultanan (Benteng Wolio) maupun pada bangunan malige.

Hal lain yang melandasi penataan struktur bangunan rumah tradisional orang Buton adalah konsep

kosmologi. Konsep ini mengajarkan tentang perlunya keseimbangan di antara seluruh unsur alam

semesta. Oleh karena itu, dalam proses pembuatan sebuah rumah, keberadaan sebuah sistem

pengetahuan tentang kondisi lingkungan sekitar menjadi sangat penting. Dengan sistem pengetahuan

yang dimiliki, masyarakat setempat dapat memilih bahan bangunan yang baik, waktu dan lokasi

mendirikan rumah yang cocok, serta bentuk dan desain rumah yang tepat atau seimbang sehingga

sebuah bangunan rumah dapat selaras dengan alam sekitar.

2. S, Peralatan, dan Pelaksana

a. Bahan-bahan

1. Kayu, digunakan untuk membuat tiang, dinding, pasak, gelegar, tangga, maupun bahan

untuk membuat kerangka atap rumah. Jenis-jenis kayu yang dianggap berkualitas untuk

dijadikan bahan bangunan di antaranya adalah kayu pohon nangka, jati, dan bayem.

2. Bambu. Bambu pada umumnya digunakan sebagai lantai rumah. Jenis bambu yang dipilih

adalah bambu yang sudah tua dan kemudian diawetkan dengan cara direndam di dalam

air laut selama beberapa waktu sebelum dipasang agar dapat bertahan hingga ratusan

tahun.

3. Daun rumbia atau nipa. Daun ini digunakan untuk membuat atap rumah.

Page 5: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

5

b. Peralatan

1. Kapak, bingku, dan golocinca (golok pelurus), digunakan untuk membersihkan atau

menguliti kayu.

2. Hooti (pahat), boro, bassi (tali peluruh), digunakan untuk melubangi tiang.

3. Karakaji (gergaji), kapulu (parang), dan pisau, digunakan untuk memotong dan meraut

bambu yang akan dibuat menjadi lantai.

4. Parang, gergaji, bingku, dan serut, yaitu digunakan untuk meluruskan kusen pintu dan

kusen dinding rumah. Sementara itu, untuk menghaluskan kusen pintu dan kusen dinding,

digunakan alat hooti (pahat) dalam berbagai ukuran dan uwe-uwe (water pas).

c. Pelaksana

Jenis tenaga atau pelaksana yang diperlukan untuk membangun rumah adat suku Wolio atau orang

Buton terdiri dari tiga macam yaitu tenaga perancang, tukang ahli, dan tenaga umum.

• Tenaga Perancang

Tenaga perancang yang diperlukan dalam membangun rumah adat Buton dibedakan

menjadi dua, yaitu tenaga perancang untuk Kamali atau malige dan tenaga perancang

untuk tempat tinggal pribadi. Tenaga peracang untuk malige adalah Mahkmah Syara atau

Syarana Wolio. Mereka ini bertugas untuk merencanakan bentuk dan tipologi malige yang

sesuai dengan idaman Sultan. Sementara itu, tenaga perancang untuk rumah pribadi

adalah calon pemilik rumah itu sendiri. Namun, biasanya masalah perencanaan tersebut

diserahkan kepada seorang pande (tukang) yang berasal dari keluarga dekat calon pemilik

rumah.

• Saraginti dan pandeempu (tukang ahli)

Saraginti adalah para tukang ahli yang khusus bertanggung jawab dalam pembangunan

Kamali atau malige pada masa Kesultanan Buton masih berkuasa. Di kalangan masyarakat

umum atau di luar Kraton Buton, terdapat pula tukang ahli yang disebut dengan

pandeempu, yang berarti tukang betul. Orang ini disebut pandempuu karena, selain ahli di

bidang bangunan, ia juga ahli di bidang kemasyarakatan seperti ahli kutika (ahli penentu

waktu), peramal (meramalkan segala sesuatu berupa malapetaka yang akan terjadi di

masa datang), dan ahli kebatinan (mengusir musuh dengan ilmu kebatinannya).

Ada satu lagi jenis nama tenaga yang berada di bawah pandeempuu. Nama jenis tenaga ini adalah

pande atau tukang. Pande ini terdiri dari beberapa golongan sesuai dengan keahliannya seperti pande

dinding (ahli dalam membuat dinding), pande pintu (ahli khusus membuat pintu), pande ukir/hias

(ahli khusus membuat ukiran-ukiran rumah) dan lain sebagainya. Meski demikian, ada pula seorang

pande yang memiliki seluruh keahlian tersebut.

Page 6: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

6

• Tenaga umum

Tenaga umum adalah jenis tenaga yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan

yang membutuhkan banyak tenaga. Tenaga umum dibagi menjadi dua macam, yaitu

tenaga upahan dan tenaga pembantu.

• Tenaga upahan, yaitu orang-orang yang dipekerjakan pada suatu bangunan rumah

dengan cara diupah atau digaji. Orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan ini

disebut sebagai pande hamba, yaitu para pembantu tukang ahli. Mereka merupakan

satu kesatuan yang teroganisasi di bawah pimpinan seorang tukang ahli dan digaji

dengan sistem gaji harian atau gaji borongan.

• Tenaga pembantu, yaitu masyarakat atau keluarga yang bekerja secara sukarela

untuk membantu pembangunan sebuah rumah. Jika bangunan yang akan didirikan

adalah Kamali, Baruga (tempat musyawara), atau bangunan yang didirikan untuk

kepentingan umum, maka tenaga yang digunakan adalah tenaga masyarakat secara

umum. Sistem pengerahan tenaga semacam ini disebut dengan sistem kerja bakti

atau gotong-royong. Jenis-jenis perkerjaan yang mereka kerjakan di antaranya

adalah mengumpulkan bahan-bahan bangunan, membersihkan lokasi, mendirikan

bangunan, dan memasang atap. Jika bangunan dibangun untuk kepentingan pribadi,

maka sistem pengerahan tenaganya disebut dengan sistem tolong-menolong, yaitu

mengundang keluarga dan para tetangga terdekat untuk membantu membangun

rumah. Jenis pekerjaan yang mereka kerjakan sama seperti pada sistem gotong-

royong.

3. Pelaksanaan Pembangunan Rumah Adat Orang Buton

a. Tahap Persiapan

Proses pembangunan rumah adat suku Wolio dimulai dengan diadakannya musyawarah untuk

mufakat. Dalam musyawarah tersebut, dibicarakan berbagai macam hal seperti bentuk bangunan,

tipologi dan ukuran rumah, cara pengambilan bahan, pemilihan lokasi dan arah rumah, dan siapa

pelaksananya. Jika Kamali yang akan didirikan, maka seluruh pelaksanaannya menjadi tanggung

jawab Mahkamah Syarah dengan dibantu oleh sio limbona dan para kadie sementara arsitek dan

pelaksananya adalah para saraginti dan pandeempu. Jika Banua yang akan dibangun, maka

pelaksanaannya menjadi tanggung jawab si pemilik. Si pemilik menentukan bentuk dan lokasi rumah

yang akan dibangun, jumlah biaya yang dibutuhkan, dan siapa arsiteknya melalui musyawarah

keluarga. Untuk arsiteknya, mereka biasanya menunjuk seorang pande yang berasal dari keluarga

terdekat.

Page 7: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

7

Lokasi, arah, dan letak bangunan rumah suku Wolio pada umumnya dilakukan menurut ketentuan

yang sama. Lokasi yang dipilih harus aman dari sumber penyakit dan segala gangguan dari luar. Pola

perkampungan masyarakat pada umumnya mengelompok dan berjejer mengikuti jalan raya serta

berada tidak jauh dari sumber-sumber air. Sementara itu, arah rumah yang baik menurut masyarakat

setempat adalah arah utara atau selatan walaupun tetap diusahakan tidak harus tepat atau bisa

bergeser sedikit dari titik utara atau selatan. Menurut keyakinan mereka, arah rumah tidak boleh

tepat pada titik utara atau selatan karena, selain menghindari angin jahat, arah yang dipilih harus

memudahkan mereka dalam menentukan arah kiblat ketika akan melaksanakan shalat.

b. Tahap Pengadaan Bahan

Sistem pengetahuan masyarakat setempat memiliki peranan yang sangat penting dalam tahap

pengadaan bahan. Dengan sistem pengetahuan tersebut, orang Wolio dapat memilih waktu yang

tepat untuk mengambil kayu dan dapat mengetahui jenis-jenis kayu yang berkualitas. Menurut

mereka, waktu yang paling baik untuk mengambil bahan bangunan di hutan adalah pada waktu siang

hari, yaitu sekitar pukul 05.00 pagi sampai pukul 11.00 siang. Bagi masyarakat pesisir, mereka

menandai hal tersebut dengan berpedoman pada kondisi air laut. Jika air laut sedang pasang, yaitu

sekitar pukul 09.00 pagi, maka pada saat itulah waktu yang paling tepat untuk mengambil bahan

bangunan di hutan. Saat-saat selain jam-jam tersebut dianggap sebagai waktu yang tidak baik.

Adapun jenis kayu yang dianggap berkualitas untuk dibuat tiang rumah menurut pengetahuan

masyarakat Buton adalah kayu danga (kayu nangka). Selain kuat dan kokoh, kayu ini mengandung

nilai filosofis yang tinggi. Menurut mereka, kayu nangka adalah pohon yang berdaun rimbun, berbuah

lebat dan rasanya manis, yang bermakna bahwa si pemilik rumah dapat tumbuh berkembang serasi

dan berkesinambungan dalam suasana bahagia, aman, dan sentosa serta banyak rezeki.

Masyarakat Buton juga dapat mengenali ciri-ciri kayu melalui tanda yang disebut sebagai buku atau

mata kayu (bekas cabang). Jenis-jenis kayu yang paling baik untuk dijadikan bahan bangunan

berdasarkan tanda tersebut adalah kayu yang tidak memiliki buku. Sementara itu, jenis kayu yang

tidak baik untuk bahan bangunan adalah kayu yang memiliki buku mate, yaitu bekas dahan yang

sudah lama patah atau sudah lapuk namun tertutupi kulit hidup. Menurut keyakinan masyarakat

setempat, kayu seperti ini tidak baik dijadikan bahan bangunan karena selain cepat rusak juga dapat

menyebabkan hidup si penghuni rumah tersebut tidak tenang.

Page 8: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

8

c. Tahap Pembuatan

Para siriganti, pandempuu, dan pande lainnya mulai membersihkan (menguliti) dan meluruskan kayu

dengan menggunakan kapak atau bingku setelah seluruh bahan yang dibutuhkan terkumpul. Setelah

dipilih dan dikelompokkan sesuai dengan fungsinya, kayu-kayu tersebut dan bahan-bahan lainnya

diramu menjadi bagian-bagian rumah. Setiap bagian rumah memiliki fungsi dan cara pembuatannya

masing-masing. Berikut fungsi dan cara pembuatan beberapa bagian rumah adat orang Buton.

• Sandi (sendi), yaitu fondasi tiang rumah yang terbuat dari batu kali (sungai) atau batu

gunung yang berbentuk pipih. Sandi ini hanya diletakkan begitu saja di tanah tanpa harus

ditanam atau diberi perekat. Antara sandi dan tiang diberi papan alas yang terbuat dari

kayu keras dan ukurannya disesuaikan dengan diameter sandi dan tiang. Bagian ini

berfungsi untuk mengatur keseimbangan bangunan secara keseluruhan.

• Tiang, yaitu bagian rumah yang berfungsi untuk menopang bagian-bagian rumah lainnya.

Tiang ini memiliki peranan yang sama pentingnya dengan fondasi pada rumah modern.

Oleh karena itu harus dipilih kayu-kayu yang berkualitas tinggi seperti kayu nangka, teme,

atau jati. Kayu yang telah dipilih kemudian dibentuk menjadi empat persegi panjang untuk

tiang malige dan bentuk bundar untuk tiang rumah orang biasa. Tiang-tiang tersebut

kemudian diberi lubang, dimulai dari tiang utama kemudian disusul dengan tiang-tiang

lainnya. Setelah itu, tiang-tiang tersebut dirangkai bersama bagian-bagian rumah lainnya

menjadi satu deret sehingga terbentuklah kerangka rumah

Susunan tada pada bangunan rumah adat suku Wolio atau orang Buton

Keterangan:

1. tiang

2. tada

3. tada

• Kayi atau balok penyambung, yaitu bagian rumah yang berbentuk balok pipih dengan

ukuran tebal sekitar 6-7 cm dan lebar 12-15 cm. Panjang balok pipih ini disesuikan

dengan panjang rumah. Kayi berfungsi sebagai penghubung antara satu tiang dengan

tiang yang lain. Kayi dibuat dengan cara menghaluskan kayu yang telah dibentuk menjadi

balok pipih. Penghalusan ini dilakukan dengan menggunakan serut.

Page 9: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

9

• Tumbu tada, yaitu balok pipih panjang yang berfungsi untuk mengikat atau menyambung

deretan tiang yang berjejer ke samping. Tumbu tada berukuran tebal sekitar 6 cm, lebar

12 cm, dan panjangnya disesuaikan dengan lebar rumah. Cara membuatnya sama seperti

cara pembuatan kayi.

• Galaga (gelegar), yaitu balok pipih yang diletakkan di antara tumbu tada. Ukuran tebal

dan lebarnya sama dengan ukuran tumbu tada sedangkan panjangnya disesuaikan dengan

panjang masing-masing ruang. Galaga berfungsi sebagai landasan atau penyangga papan

lantai. Cara membuatnya sama seperti membuat kayi dan tumbu tada.

• Garaga, yaitu belahan-belahan bambu yang dipasang secara melintang di atas galaga.

Garaga ini hanya digunakan jika lantai sebuah rumah terbuat dari bambu. Jika lantai

rumah menggunakan papan kayu seperti pada bangunan malige, maka cukup digunakan

galaga saja.

• Lantai, yaitu bagian bawah atau alas (dasar) suatu ruangan atau bangunan yang berfungsi

sebagai tempat melakukan segala kegiatan di dalam rumah. Lantai rumah tempat tinggal

raja biasanya terbuat dari kayu jati, yang melambangkan status sosial sang sultan.

Maknanya adalah bahwa sultan merupakan seorang bangsawan dan pribadi yang selalu

tenang menghadapi persoalan. Sementara itu, lantai rumah tempat tinggal orang biasa

terbuat dari kayu bambu yang sudah tua. Agar awet, bambu tersebut terlebih dahulu

direndam di air laut selama berhari-hari. Setelah itu, bambu tersebut dipotong-potong

sesuai dengan panjang kamar di dalam rumah, lalu dibelah dan diraut hingga halus.

Selanjutnya, belahan-belahan bambu halus tersebut dijalin menjadi satu kesatuan dengan

tali penjalin yang disebut woli sehingga tampak lebih indah.

Susunan lantai rumah adat suku Wolio

Keterangan:

1. Ariy

2. konta

3. tumbu tada

4. galaga

5. kayi

Page 10: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

10

• Rindi atau dinding, yaitu bagian tengah rumah yang berfungsi sebagai penutup semua

kerangka bagian tengah bangunan (badan) rumah. Dinding rumah adat Buton umumnya

terbuat dari papan kayu. Dinding ini dibuat dengan cara memasnag papan kayu bakal

dinding pada tuorana rindi (rangka dinding) yang telah disiapkan sebelumnya.

• Kerangka atap, yaitu bagian atas rumah yang berfungsi sebagai tempat untuk melekatkan

atap rumah yang terbuat dari daun rumbia atau nipah. Kerangka atap ini terdiri dari

beberapa bagian yang dirangkai menjadi satu kesatuan sehingga membentuk piramida.

Bagian-bagian kerangka tersebut adalah tutumbu (tiang bubung), kasolaki, pana-pana,

kumboho (bubungan), lelea, tadana tutumbu atau sule ngalu, dan tora-tora. Jika

bangunan rumah terdiri 4 tingkat seperti bangunan malige, maka bangunan tersebut juga

membutuhkan 4 set kerangka atap. Susunan kerangka atap dan istilah-istilah yang

digunakan dapat dipahami dengan melihat gambar berikut.

d. Tahap Pendirian Rumah Adat Buton

• Mendirikan tiang atau kerangka rumah

Lokasi rumah dibersihkan dan diratakan terlebih dahulu sebelum tiang didirikan, kemudian

sandi-sandi disiapkan di tempat tiang-tiang tersebut akan dipasang. Sandi ini hanya

diletakkan begitu saja di tanah tanpa harus ditanam atau diberi perekat. Antara sandi dan

tiang diberi papan alas yang terbuat dari kayu keras dan ukurannya disesuaikan dengan

diameter sandi dan tiang. Bagian ini berfungsi untuk mengatur keseimbangan bangunan

secara keseluruhan. Setelah itu, pendirian kerangka rumah dapat segera dimulai.

Pendirian kerangka rumah dimulai dari pendirian deretan tiang di mana terdapat tiang

utama dan kemudian disusul dengan deretan-deretan tiang lainnya. Setelah itu, galaga

dipasang di antara tumbu tada dalam posisi sejajar.

• Memasang kerangka atap dan atap rumah

Susunan atau tahap-tahap pendirian rumah modern biasanya dimulai dari bagian bawah,

tengah, dan atas. Namun, urutan tahap-tahap pendirian rumah adat Buton tidak demikian.

Lantai yang merupakan bagian rumah paling bawah justru dipasang setelah bagian atas

atau rumah selesai. Jadi, setelah kerangka rumah berdiri, proses dilanjutkan dengan

pemasangan kerangka atap, lalu disusul dengan pemasangan atap rumah yang terbuat dari

daun rumbia atau nipa.

Page 11: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

11

Kerangka atap rumah adat suku Wolio

Keterangan:

1. Tutumbu

2. Kasolaki

3. Pana-pana

4. Kumbowu

5. Tadana tutumbu

6. Lelea

7. Tora-tora

3). Memasang bagian tengah rumah (lantai, dinding, pintu, dan tangga)

Pemasangan bagian-bagian tengah rumah dilakukan setelah pemasangan atap selesai. Bagian tengah

rumah yang pertama-tama dipasang adalah lantai yang terbuat dari papan kayu atau jalinan bambu.

Setelah itu, tuorana rindi (rangka dinding rumah) dipasang dan dilanjutkan dengan pemasangan

dinding, pintu, dan jendela rumah. Tahap terakhir adalah pemasangan oda atau tangga rumah.

Setelah semua bagian rumah induk selesai dipasang, maka pekerjaan selanjutnya adalah membuat

bangunan rumah tambahan seperti dapur dan kamar mandi.

Urutan tahap-tahap pendirian rumah tersebut di atas berlaku pada semua bangunan rumah adat

Buton. Hanya saja, pendirian bangunan malige lebih kompleks karena ruangannya lebih banyak

daripada kedua jenis rumah adat Buton lainnya.

Page 12: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

12

4. Pembagian Ruang

Denah rumah memanjang ke belakang dengan 5 buah tiang depan yang berarti terdapat empat modul

struktur di sisi depan. Di sisi yang lainnya jumlah tiang samping berbeda-beda sesuai dengan status

sosial pemilik rumah. jika jumlahnya 4 maka rumah tersebut untuk rakyat biasa, jika jumlahnya 6 maka

rumah tersebut untuk bangsawan, jika jumlahnya 8 maka rumah tersebut untuk ditempati sultan.

Pembagian ruang untuk rumah sultan dimulai dari depan sepanjang dua modul struktur digunakan

untuk ruang adat bersama. Dengan lebar 4 modul struktur berarti ruang depan akan memiliki luas 8

modul struktur. Setelah itu modul terbagi menjadi tiga ke belakang, sebelah kiri dan kanan setiap satu

modul untuk kamar-kamar, sisi tengah dua modul untuk sirkulasi dan ruang pertemuan keluarga. Modul

struktur ketiga yang di sebelah kiri digunakan sebagai kamar tidur tamu, sedang di sebelah kanan untuk

ruang makan tamu. Modul keempat untuk anak sultan yang sudah menikah, modul kelima untuk ruang

makan sultan, modul keenam dan ketujuh untuk kamar-kamar sultan beserta keluarganya. Kamar-kamar

di lantai 2 memiliki tangga sendiri setiap satu modulnya dan dipergunakan untuk keperluan tamu.

Dapurnya terletak pada bangunan tersendiri yang lebihkecil di luar malige yang terhubung dengan

koridor.

Secara umum dapat digambarkan bahwa susunan ruangan dalam istana Malige adalah sebagai

berikut:

1. Lantai pertama terdiri dari 7 petak atau ruangan, ruangan pertama dan kedua berfungsi sebagai

tempat menerima tamu atau ruang sidang anggota Hadat Kerajaan Buton. Ruangan ketiga dibagi

dua, yang sebelah kiri dipakai untuk kamar tidur tamu, dan sebelah kanan sebagai ruang makan

tamu. Ruangan keempat juga dibagi dua, berfungsi sebagai kamar anak-anak Sultan yang sudah

menikah. Ruang kelima sebagai kamar makan Sultan, atau kamar tamu bagian dalam,

sedangkan ruangan keenam dan ketujuh dari kiri ke kanan dipergunakan sebagai makar anak

perempuan Sultan yang sudah dewasa, kamar Sultan dan kamar anak laki-laki Sultan yang

dewasa.

Page 13: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

13

2. Lantai kedua dibagi menjadi 14 buah kamar, yaitu 7 kamar di sisi sebelah kanan dan 7 kamar di

sisi sebelah kiri. Tiap kamar mempunyai tangga sendiri-sendiri hingga terdapat 7 tangga di

sebelah kiri dan 7 tangga sebelah kanan, seluruhnya 14 buah tangga. Fungsi kamar-kamar

tersebut adalah untuk tamu keluarga, sebagai kantor, dan sebagai gudang. Kamar besar yang

letaknya di sebelah depan sebagai kamar tinggal keluarga Sultan, sedangkan yang lebih besar

lagi sebagai Aula.

3. Lantai ketiga berfungsi sebagai tempat rekreasi.

4. Lantai keempat berfungsi sebagai tempat penjemuran. Di samping kamar bangunan Malige

terdapat sebuah bangunan seperti rumah panggung mecil, yang dipergunakan sebagai dapur,

yang dihubungakan dengan satu gang di atas tiang pula. Di anjungan bangunan ini dipergunakan

sebagai kantor anjungan. Pada bangunan Malige terdapat 2 macam hiasan, yaitu ukiran naga

yang terdapat di atas bubungan rumah, serta ukiran buah nenas yang tergantung pada papan lis

atap, dan di bawah kamar-kamar sisi depan. Adapun kedua hiasan tersebut mengandung makna

yang sangat dalam, yakni ukiran naga merupakan lambang kebesaran kerajaan Buton.

Sedangkan ukiran buah nenas, dalam tangkai nenas itu hanya tumbuh sebuah nenas saja,

melambangkan bahwa hanya ada satu Sultan di dalam kerajaan Buton. Bunga nenas

bermahkota, berarti bahwa yang berhak untuk dipayungi dengan payung kerajaan hanya Sultan

Buton saja. Nenas merupakan buah berbiji, tetapi bibit nenas tidak tumbuh dari bibit itu,

melainkan dari rumpunya timbul tunas baru. Ini berarti bahwa kesultanan Buton bukan sebagai

pusaka anak beranak yang dapat diwariskan kepada anaknya sendiri. Falsafah nenas ini

dilambangkan sebagai kesultanan Buton, dan Malige Buton mirip rongga manusia.

5. Ragam Hias

Ragam hias pada rumah adat suku Wolio atau orang Buton secara garis besar terdiri dari dua macam,

yaitu ragam hias dalam bentuk seni pahat (tiga dimensi) dan ragam hias dalam bentuk seni ukir (dua

dimensi). Ragam hias dalam bentuk seni pahat dan seni ukir tersebut biasanya ditempatkan pada

bingkai-bingkai pintu atau jendela, pada dinding, dan ujung depan atau belakang bubungan atap

rumah. Dari segi motif, ragam hias yang paling menonjol pada rumah orang Buton adalah motif flora

dan dan fauna. Tiap-tiap motif memiliki makna simbolis dan nilai falsafah hidup yang tinggi. Kedua

jenis motif tersebut adalah sebagai berikut.

Makna simbolis pada Dekorasi Kamali/Istana Malige terbagi dua yakni yang berbentuk hiasan flora

dan fauna, diantaranya adalah:

1. Nenas merupakan simbol kesejahteraan yang ditumbuhkan dari rakyat. Secara umum simbol ini

menyiratkan bahwa masyarakat Buton agar mempunyai sifat seperti nenas, yang walaupun

penuh duri dan berkulit tebal tetapi rasanya manis.

Page 14: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

14

2. Bosu-bosu adalah buah dari pohon Butun (baringtonia asiatica) merupakan simbol

keselamatan, keteguhan dan kebahagiaan yang telah mengakar sejak masa pra-Islam. Pada

pemaknaan yang lain sesuai arti bahasa daerahnya bosu-bosu adalah tempat air menuju pada

perlambangan kesucian mengingat sifat air yang bening dan suci. Upacara ritual tertentu bagi

masyarakat Buton tidak dianggap sah apabila tidak diadakan sejenis makanan tradisional yang

disebut katupa butu, yang berarti ketupat butun, yakni ketupat sebesar buah butun.

3. Ake merupakan hiasan pinggir atap yang bentuknya seperti patra (daun). Pada Istana Malige,

Ake dimaksudkan sebagai wujud kesempurnaan dan lambang bersatunya antara Sultan

(manusia) dengan Khalik (Tuhan). Konsepsi ini banyak dikenal pada ajaran tasawuf, khususnya

Wahdatul Wujud.

4. Kamba/kembang yang berbentuk kelopak teratai melambangkan kesucian. Karena bentuknya

yang mirip pula matahari, orang Buton biasa pula menyebutnya lambang Suryanullah

(surya=matahari, nullah=Allah). Bentuk ini adalah tempat digambarkannya Kala pada masa

klasik, dan merupakan pengembangan Sinar Majapahit pada masa Pra Islam di Buton,

mengingatkan hubungan persaudaraan dan persahabatan Kerajaan Buton dan Kerajaan

Majapahit masa lalu berdasarkan penyebutan dan keberadaan Kerajaan Butun/Buton di beberapa

pupuh/pasal dalam kitab Negara Kertagama. Adapun kedudukan simbol matahari yang biasa

digambarkan, sekarang hanya berupa volute. Simbol kamba ini terdapat pula pada beberapa

Nisan Kuna bangsawan Buton masa lalu.

5. Terdapatnya Naga pada bumbungan atap, melambangkan kekuasaan, dan pemerintahan.

Pada masa Hindu-Budha hiasan Naga dihubungkan dengan ceriteraSamodramanthana. Cerita ini

berisi tentang usaha para dewa mengacau laut untuk mendapatkan air amerta. Naga adalah

Binatang Mitos yang berada di Langit,. Naga juga merupakan lambang alam bawah (bumi)

sebagai kesuburan, juga merupakan lambang alam kematianyang menjamin dan dijadikan

kendaraan dari dunia ke alam baka. Motif naga menjadi hiasan yang terdapat diseluruh Asia

hingga Australia. Keberadaan Naga di khasanah simbolisasi Buton, mengisahkan pula asal-usul

bangsa Wolio yang di yakini datang dari daratan Cina.-Mongol.

6. Terdapatnya Tempayan berlambangkan kesucian. Tempayan ini mutlak harus ada di setiap

bangunan kamali, mesjid, tempat atau makam suci, maupun rumah rakyat biasa. Dll

6. Nilai-nilai

Rumah adat suku Wolio atau orang Buton, terutama pada bangunan malige, sangat kaya dengan nilai-

nilai dan kearifan lokal. Nilai-nilai tersebut di antaranya kedekatan dengan alam, nilai keyakinan, nilai

sosial, dan nilai estetika.

Page 15: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

15

a. Nilai Kedekatan dengan Alam

Nilai kesatuan dengan alam yang tercermin pada rumah adat orang Buton terlihat pada bahan-bahan

bangunan yang digunakan. Semua bahan bangunan tersebut terbuat dari bahan-bahan alami yang

banyak tersedia di alam sekitar tempat tinggal suku Wolio. Nilai kesatuan dengan alam ini semakin

jelas terlihat ketika mereka menganggap penggunaan kayu sebagai bahan untuk tiang rumah dapat

memberikan kesejahteraan pada penghuninya. Hal ini juga terlihat pada makna simbol-simbol yang

terkandung dalam ragam hias yang terdapat pada rumah adat ini. Motif-motif yang digunakan

sebagian besar berasal dari alam.

b. Nilai Keyakinan

Struktur bangunan rumah adat Buton secara umum dipengaruhi oleh ajaran tasawuf. Hal ini

menunjukkan bahwa dengan pengetahuan dan keyakinan yang mereka miliki, masyarakat Buton –

dalam hal ini Sultan Murhum Kaimuddin – mampu mengekspresikan nilai-nilai keyakinannya (ajaran

tasawuf) melalui bentuk bangunan sehingga terciptalah bangunan yang indah dan artistik bernama

malige sebagai tempat tinggal. Struktur bangunan rumah tersebut secara umum juga mempengaruhi

struktur bangunan rumah masyarakat Buton.

c. Nilai Sosial

Nilai sosial pada rumah adat Buton dapat dilihat dalam proses pembangunannya. Meskipun sebagian

tenaga yang digunakan adalah tenaga upahan, namun sebagian pekerjaan pembuatan rumah adat

tersebut juga dilakukan secara bergotong-royong, terutama dalam proses pembangunan malige.

Dalam pembangunan malige, seluruh tenaga kerja yang terlibat merupakan suatu kesatuan

teroganisir mulai dari Mahkamah Syarah, Sio Lombo, Saraginti, hingga Pandempuu. Mereka selalu

bekerja sama untuk membangun rumah tempat tinggal raja mereka. Nilai sosial pada proses

pembangunan rumah orang biasa juga dapat dilihat ketika para keluarga maupun tetangga terdekat

secara bersama-sama membantu si calon pemilik rumah mencari bahan-bahan bangunan di hutan,

membersihkan lokasi, mendirikan bangunan, dan memasang atap. Melalui kerjasama tersebut sifat

solidaritas antarsesama masyarakat Wolio akan terjalin dengan baik.

d. Nilai Estetika

Nilai estetika merupakan salah satu nilai yang paling menonjol pada bangunan orang Buton. Nilai-nilai

keindahannya terlihat sangat jelas mulai dari struktur dan bentuk bangunan hingga ragam hiasnya

yang sarat seni rupa maupun seni ukir. Ukiran-ukiran motif flora dan fauna tampak sangat indah pada

hampir semua bagian rumah adat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Buton pada masa

lampau telah memiliki jiwa seni dan daya kreasi yang tinggi.

Page 16: Tugas STA I.pdf

NAMA : TIMBUL SAGALA

NIM : 03111006033

ISTANA SULTAN BUTON ( MALIGE ) |

16

7. Penutup

Keberadaan rumah adat Banua Tada ini merupakan salah satu bukti bahwa orang Buton telah

menunjukkan eksistensi mereka sebagai salah satu suku yang memiliki sistem pengetahuan,

keyakinan, dan adat-istiadat atau yang disebut dengan kebudayaan. Terlepas dari apa dan bagaimana

bentuk kebudayaan tersebut, hasil kreasi masyarakat Buton ini sangat patut untuk dihargai dan

dilestarikan. Dalam hal ini, tentu saja peran pemerintah dan masyarakat Buton serta seluruh

masyarakat pada umumnya sangat diperlukan untuk melestarikan dan mengembangkan arsitektur

tradisional orang Buton agar tidak lekang dimakan zaman.

8 . Sumber Referensi

Sumber foto: http://id.wikipedia.org/wiki/Istana_Malige

Keterangan foto utama: Bangunan Istana Malige Kesultanan Buton di Sulawesi Tenggara.

Referensi

Anonim. “Asal mula orang Buton”, [Online], tersedia dalam http://orangbuton.wordpress.com,

[diunduh pada tanggal 15 April 2010].

Bertyn Lakebo, at al., 1986. Arsitektur Tradisional Daerah Sulawesi Tenggara. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

La Ode Ali Ahmadi. 2009. “Makna simbolis pada Istana malige Buton”, [Online], tersedia dalam

(http://www.sultra.co.cc), [diunduh pada tanggal 15 April 2010].

Rieska Wulandari. 2009. “Pulau aspal dengan kerajaan yang agung”, [Online], tersedia dalam

(http://orangbuton.wordpress.com), [diunduh pada tanggal 15 April 2010].

“Malige: Rumah adat orang Buton”, [Online], tersedia dalam

(http://archnewsnusantara.wordpress.com), [diunduh pada tanggal 15 April 2010].

“Wisata Sulawesi Tenggara: Istana Malige”, [Online], tersedia dalam (http://indotim.net), [diunduh

pada tanggal 15 April 2010].

“Kesultanan Buton-chapter-1”, [Online], tersedia dalam (http://gundala69.wordpress.com), [diunduh

pada tanggal 15 April 2010].

“Sultan Butuni pemimpin orang Buton”, [Online], tersedia dalam (http://semua-

tentangkehidupanku.blogspot.com), [diunduh pada tanggal 15 April 2010].