tugas ringkasan global value chain

8
TUGAS INDIVIDU RINGKASAN KULIAH UMUM GLOBAL VALUE CHAIN \ Diajukan untuk memenuhi penugasan mata kuliah: Pengantar Manajemen Pemasaran Oleh: R. Rr. Megitta 2011120001 Kelas: A

Upload: megitta-ignacia

Post on 18-Feb-2017

68 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

TUGAS INDIVIDU

RINGKASAN KULIAH UMUM GLOBAL VALUE CHAIN

\

Diajukan untuk memenuhi penugasan mata kuliah:

Pengantar Manajemen Pemasaran

Oleh:

R. Rr. Megitta 2011120001

Kelas: A

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

BANDUNG

2015

GLOBAL VALUE CHAIN

Pembicara: Mr. Pieter van Dijk

Global Value Chain (GVC) adalahvalue chain yang menghubungkan produsen lokal asal negara berkembang ke pasar internasional atau global consumer. Global Value Chain digunakan untuk perusahaan yang melakukan eksport ke luar negeri. Definisi value chain menurut Kaplinsky dan Morris (2000) The value chain describes the full range of activities which are required to bring a product or service from conception, through the different phases of production (involving a combination of physical transformation and the input of various producer services), delivery to final consumers, and final disposal after use.

Global Value Chain perlu dipelajari lebih lanjut karena adanya fenomena globalisasi yang menyebabkan barang-barang produksi lokal memasuki pasar global,contohnya adalah kopi asal Indonesia/ Columbia yang dipanen oleh p[ara petani kecil dijual hingga ke tangan Starbucks yang mendistribusikan kopi tersebut dalam bentuk minuman ke seluruh dunia. Dengan memahami Global Value Chain kita dapat menambah daya saing Indonesia pada kompetisi di perekonomian negara-negara Asia.

Salah satu hal penting dalam Global Value Chain ini adalah pertanyaan tentang siapa yang mendapatkan uang dari Global Value Chain ini? Dengan contoh petani kopi Columbia dan pihak Starbucks, kita dapat melihat bahwa harga kopi dinaikkan hingga berkali lipat dari harga awal dari pembelian dari petani. Contoh lainnya adalah Iphone, yang ternyata dari total harga yang dibayarkan konsumen sebesar $420 hanya sampai ke tangan produsennya 20% dan sisanya 80% jatuh ketangan Apple sebagai perancang dan pihak yang melakukan riset, yang berarti masih adanya ketidakseimbangan distribusi pembagian margin dalamvalue chain tersebut.

Global Value Chain yang baik adalah yang sustainable (dapat bertahan jangka panjang). Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor enviromental (lingkungan) apakah produknya merusak lingkungan atau tidak. Contoh kasus Palm Oil Malaysia dan Indonesia, agar dapat bertahan jangka panjang perusahaan harus dapat memastikan pohon dan buah palm oilnya memiliki kualitas yang setingkat, dengan cara mengatur standarisasi poduksi, standarisasi penyimpanan, standarisasi kualitas produk, dsb., lalu setelah itu dijadikan bersertifikasi yang sustainable tidak merusak lingkungan untuk menambah nilai jual produk. Hal tersebut dilakukan karena konsumen akan cendrung memilih produk dengan sertifikasi tidak merusak lingkungan.

Jika para petani di negara berkembang seperti Indonesia ingin memasuki pasar global maka mereka harus mengikuti dan memenuhi standar-standar dan kode etik yang ada untuk dapat diijinkan melakukan ekspor. Standar-standar tersebut mencakup berbagai jenis kualitas, kebersihan, kesehatan, lingkungan dan urusan etika yang diimplementasikan sesuai standar wajib publik dan standar khusus perusahaan.

Pada awalnya yang paling pertama mengunakan Global Value Chain di dunia adalah perushaaan asal Jepang Toyota, menggunakan tarction system untuk dapat memproduksi produk yang berkualitas tinggi walaupun komponen-komponennya berasal dari berbagai negara, setelah itu dengan sistem control yang baik produk dapat didistribusikan hingga ke seluruh dunia. Ada yang disebut dengan final disposal yaitu seperti perusahaan Toyota yang produknya jika sudah lama maka dapat di recycle sehingga tidak kehilanggan value dari material awalnya dapat dijual dan menjadi uang lagi atau untuk perushaaan lainnya produk dapat dijadikan kompos.

Mengenai value chain governance, yang dimaksud dengan kata “governance” bukan hanya sekedar government atau pemerintah, tetapi termasuk tata kelola perusahaan, governance bukan hanya mengenai pihak mana yang memiliki kekuatan untuk mengontrol apa yang terjadi di dalamvalue chain, tetapi juga mengatur peraturan atau regulasi bagaimana suatu value chain akan dijalankan oleh para pemain yang terlibat. Govermance juga berhubungan dengan hubungan antara perusahaan dengan para stakeholdernya. Perusahaan dibagi menjadi dua macam berdasarkan siapa yang menentukan value chainnya, yaitu consumer-driven dan producen-driven.

Aktivitas-aktivitas dalam suatu Global Value Chain dibedakan menjadi aktivitas MNC atau multinational company, perushaaan lokal, pihak pemerintah negara bersangkutan, organisasi-organisasi (contoh: organisasi buruh),dll. Lalu perlu dilihat juga apakah Global Value Chain yang kita gunakan vertikal atau horizontal atau terbagi-bagi pada beberapa segmen yang independen.

Hubungan vertikal dan horizontal pada GVC.

Hubungan Horizontal nnnnnnnnnnnn

antara produsen & bisnis model mmmmmmm

Hubungan Vertikal pada VC

Interface & faktor yang mempengaruhi

Konsep governance Global Value Chain juga berhubungan dengan level intergrasi dari value chain tersebut. Contohnya, zaman dahulu perusahaan sektor air dan kebersihan biasanya melakukan produksi secara monopoli yang terintegrasi vertikal dimana satu sektor mengurus mengenai air untuk minum dari sumber air. Kini dengan adanya peningkatan dari sisi teknologi yang digunakan, dan peningkatan dari sisi kompetisi maka ada aktivitas-aktivitas yang aalnya hanya satu sektor tersebut di bagi menjadi berbagai macam aktivitas dalam suatu value chain. Contohnya adalah pada perusahaan elektronik/ perusahaan listrik, kini dalam value chainnya terdapat sektor pengadaan listrik, sektor distribusi wholeshale, dan sektor distribusi ritel.

Daya saing dari GVC tergantung pada perkembangan bisnis model yang menghubungkan produsen kecil asal lokal ke GVC, juga menyampaikan value chain lokal dari daerah pedesaan ke proses produksi, lalu ke cluster yang didefinisikan oleh Mr. Pieter sebagai suatu kumpulan aktivitas ekonomi,setelah itu akan melalui feedback loop untuk mengetahui apakah produk tkita sudah sesuai dengan apa yang pasar ingin dan butuhkan atau belum, jika belum sesuai maka langkah yang harus diambil adalah improvement.

Keuntungan penggunan GVC untuk analisis adalah kita bisa mendapatkan insight pada mode of insertion dari para produsen, sehingga untuk memahami GVC kita perlu menyadari bahwa globalisasi terdistribusi berbeda-beda di setiap negara. Keuntunga lainnya adalah kita dapat mengerti determinan apa saja dalam persaingan.

GVC juga berusaha menganalisis dan mencari tahu bagaimana distribudi margin dalam suatu GVC, misalnya mengapa para petani hanya mendapatkan 2% dari total margin? Mungkin diketahui bahwa ternya produk harus melalui tiga lapisan retailer sehingga harga semakin meningkat. Dengan mengetahui hal-hal diatas maka pembuat keputusan di perusahaan bisa memilih tindakan apa yang perlu dilakukan untuk bisa memfasilitasi peng-upgrade-anvalue chain untuk meningkatkan profit yang dapat diperoleh oleh perushaan.

Jika berbicara mengenai contoh penerapan Global Value Chain di perushaaan global contohnya pada McDonald’s yang memiliki cabang hampir di seluruh dunia, maka bisa dibayangkan pemasok ayam yang merpakan peternak dari berbagai negara harus dapat menaati standar khusus yang diberikan oleh pihak perusahaan agar semua produk ayamnya memiliki rasa, ukuran, warna yang mirip atau sejenis di seluruh dunia. McDonald’s di eluruh dunia baik di kawasan Asia, Eropa, Amerika semuanya memiliki standar kebersihan, standar metode produksi, standar bahan baku yang sama sehingga dapat menghasilkan produk yang memiliki kualitas tinggi.

Contoh lainnya yang diberikan oleh Mr.Pieter adalah mengenai produksi jeans yang ternyata adalah hasil produksi para tahanan penjara seumur hidup di Cina, para tahanann tersebut tidak mendapatkan margin sedikitpun atas penjualan jenas sehingga menimbulkan kemarahan dari masyarakat. Contoh lainnya adalah jika Heinekken (Bir) mau membuka pabrik di Indonesia maka harus membayarbiaya pajak, biaya tenaga kerja, dan biaya lainnya yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan perlu juga memperhatikan aturan United Nations atau PBB mengenai pentingnya health, labour, and trade standards.

GVC yang baik harus terus diupgrade. Dalam proses mengupgrade tersebut tidak bisa hanya melibatkan satu pihak saja tetapi perlu melibatkan seluruh stakeholder dalam GVC. Stakeholders adalah siapa saja yang berkepentingan atau terkena dampak atas value chain perusahaan. Stakeholder tersebut termasuk pelanggan, pemasok, para karyawan, pemegang saham, pemerintah, masyarakat di sekitar lingkungan.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meng-upgradevalue chain adalah dengan melakukan patnership. Menurut (Glasbergen (2007) partnership didefinisikan sebagai voluntary, collaborative arrangements between actors from the different societal domains – the state, market, and civil society –, which have an institutionalized, yet nonhierarchical structure and strive for a sustainability goal.

Menurut Kolk (2008) patnership didefinisikan sebagai such collaborative arrangements between private and public actors are increasingly popular to overcome market or government failures, because partners can pool their resources, knowledge and capabilities. Menurut Muller and van Tulder (2006) private companies dengan can also gain local market knowledge in emerging economies. Cooperation with governments and civil society organizations abroad partially offset the risks that are inherent to operating in new developing-country markets. Keuntungan dari patnership adalah menurunkan biaya, membuat lebih fleksibel, membuat lebih produktif, dan meningkatkan inovasi.

Ada tiga jenis patnership dalam hubungan dengan Global Value Chain, yaitu patnership dengan pemerintah, patnership dengan RSPO, dan patnership antara dua perusahaan besar. Patnership yang dimaksudkan disini adalah suatu bentuk kerjasama antara beberapa pihak yang memiliki objective yang sama atau sejenis tetapi memiliki kualitas yang saling mengkomplementeri, yang dapat berkontribusi pada sumber dan penghasilan perusahaan.

Sejak tahun 2002, Belanda, Malaysia dan Indonesia sudah menyutujui perjanjian agricultural dalam bidangvalue chain palm-oil. Tujuan patnership tersebuat adalah untuk mengidentifikasikan “bottlenecks” yang terjadi dalam proses divalue chain palm=oil, sehingga dapat meningkatkan aksess pasar untuk palm oil ke negara-negara di Eropa.Dengan mengikuti patnership ini maka ketiga negara sama-sama mendapatkan keuntungan kolaboratif yang dapat mengupgradevalue chainnya.

Cara untuk menentukan dinamika suatu Global Value Chain ada lima, yaitu: melihat perushaan-perusahaan besar yang sukses contohnya di Cina ada Lenovo yang membeli komputer dari IBM, melihat dari adanya perjanjian pasar bebas atau free trade agreement, mengakses pengendaian internasional, melakukan inovasi, dan mengupgrade aktivitas-aktivitas dalam Global Value Chain.

Hal-hal yang membatasi perkembangan value chain:1. Kualitas standar di negara maju seperti Uni Eropa membatasi akses ke pasar global.

2. Tidak ada pekerja terampil yang tersedia secara lokal.3. Tidak ada akses terhadap kredit dan sumber daya lainnya.4. Terlalu banyak peraturan daerah atau tidak5. Struktur tata kelola yang tepat.6. Kurangnya fasilitas infrastruktur

Hal-hal yang membatasi perkembangan value chain tersebut mengaibatkan:1. Memuaskan persyaratan ini membuat ekspor lebih mahal2. Rendahnya tingkat teknologi dan tidak ada inovasi dalam rantai3. Tidak ada kemungkinan untuk membiayai investasi yang diperlukan4. Terlalu banyak dokumen yang diperlukan, meningkatkan biaya produksi5. Tingginya biaya transportasi

Global Value Chain antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya pasti berbeda tergantung produk baik barang atau jasa apa yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Global Value Chain hanya dapat digunakan oleh perusahaan-perushaan berskala besar yang melakukan kegiatan ekspor atau impor. Perusahan tersebut juga harus melayani konsumen secara global karena Global Value Chain memiliki tingkat kerumitan dan kedetailan tersendiri.

Beberapa cara untuk melakukan upgrade GVC:

1. Meningkatkan value added dengan cara inovasi2. Meningkatkan akses menuju paasar3. Melakukan patnershi[4. Meningkatkan cluster lokal5. Meningkatkan eksport