tugas praktikum sosper ne
TRANSCRIPT
PAPER
SOSIOLOGI PERTANIAN
“Interaksi Sosial Umat Beragama pada Tiga Desa Pertanian di
Kecamatan Tanjung Morawa dan Konflik Tanah di Jenggawah”
Kelas P
(Kelompok 1)
Hari Hardianta B. (145040200111066)
Nindita Nindyarini (125040201111246)
Intan Prasetyorini (145040201111112)
Khusnul Anisa (145040201111222)
Firmansyah Bagus (145040207111059)
Yosafat Rio Utomo (145040201111256)
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling
mengenal. Pada dasarnya setiap individu adalah makhluk sosial yang senantiasa
melakukan interaksi dengan individu lain dalam lingkungan yang ditempatinya.
Proses terjadinya suku bangsa berawal dari interaksi antar individu dan antar
kelompok manusia sehingga membentuk satu komunitas sosial yang lebih besar.
Keterlibatan individu dalam suatu hubungan sosial berlangsung semenjak usia
dini. Fatimah (2006) menyatakan bahwa proses sosialisasi dan interaksi sosial
dimulai sejak manusia lahir dan berlangsung terus hingga ia dewasa atau tua.
Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial merupakan penyeimbang bagi proses
perkembangannya sebagai individu. Interaksi sosial merupakan hubungan timbal
balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok
dengan kelompok. Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau
kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kedua syarat ini nantinya akan
menciptakan proses sosial. Interaksi sosial antara anggota maupun kelompok
dalam masyarakat seringkali diwarnai dengan konflik yang dapat mengganggu
terwujudnya harmoni tersebut disebabkan karena adanya persepsi, kepentingan,
maupun tujuan yang berbeda diantara individu maupun kelompok dalam
masyarakat.
Di Indonesia interaksi sosial antar umat beragama sangat penting, dimana
terdapat lima agama yang dikenal yang meliputi agama Islam, Kristen, Katolik,
Hindu dan Budha. Untuk mempererat hubungan antara umat-umat beragama itu
maka perlu saling menghargai satu sama lain. Konflik antar penganut agama
sering terjadi dibeberapa daerah yang dipicu oleh prasangka antara penganut
agama satu dengan yang lain yang berkembang menjadi isu-isu yang membakar
emosi. Dari hasil penelitian mengenai interaksi sosial umat beragama yang ada di
tiga desa di Kecamatan Tanjung Morawa, menunjukkan bahwa adanya kerukunan
yang terjadi diantara penduduk yang berbeda agama. Walaupun penduduk di
kecamatan tersebut terdiri dari berbagai daerah, mereka saling melengkapi satu
sama lain. Saling bekerja sama serta saling tolong menolong tanpa mengharapkan
upah sepeser pun. Hal ini dapat menumbuhkan rasa kerukunan di ketiga desa
tersebut.
Selian itu pada modul ini juga membahas mengenai konflik tanah. Tanah
merupakan hal yang penting bagi petani, karena tanah merupakan sumber
penghasilan seperti contohnya tanah sebagai media untuk tanaman. Selain itu
tanah juga salah satu bagian lahan yang penting. Konflik tanah sering terjadi
dibeberapa daerah pedesaan di Indonesia, seperti di Jenggawah kabupaten Jember.
Posisi konflik tanah Jenggawah sebenarnya terjadi di tiga kecamatan dan lima
desa yang terlibat secara intens. Wilayah yang terlibat dalam konflik ini adalah
Desa Kaliwining (Kecamatan Rambipuji), Desa Cangkring Baru, Desa
Jenggawah, Desa Sukomakmur (Kecamatan Jenggawah) dan Desa Lengkong
(Kecamatan Mumbulsari). Disebut sebagai konflik tanah Jenggawah karena
ditempat ini merupakan pusat penyebaran konflik dengan beberapa tokohnya yang
terlibat. Tipologi konflik pertanian terjadi antara keluarga penyewa dengan
perkebunan, dimana keluarga penyewa merupakan penghasil intensitas konflik
organisasi pertanian. Menurut istilah penduduk Jenggawah, petani inti disebut
sebagai petani keturunan, yaitu petani dengan bentuk penguasaan tanah yasan,
berupa tanah yang diperoleh berkat usaha nenek moyang mereka.
1.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengatahui dan paham tentang interaksi sosial yang
terjadi di tiga desa pertanian di Kecamatan Tanjung Morawa.
2. Agar mahasiswa menghetahui dan paham tentang konflik tanah yang
terjadi di Jenggawa
3. Agar mahasiswa dapat menarik kesimpulan dan memetik ilmu dari pont 1
dan point 2.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Interaksi Interaksi adalah suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau
lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini
penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab
akibat. Kombinasi dari interaksi-interaksi sederhana dapat menuntun pada
suatu fenomena baru yang mengejutkan. Dalam berbagai bidang ilmu, interaksi
memiliki makna yang berbedaManusia dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain.
Manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang hidupnya bersosialisasi dengan orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk sosialisasi. Bisa berupa interaksi antar individu, interaksi individu dengan kelompok, dan interaksi antara kelompok. Sedangkan syarat terjadinya interaksi sosial adalah terjadi kontak sosial dan terjadi komunikasi Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial. Hasil interaksi sangat ditentukan oleh nilai dan arti serta interpretasi yang diberikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi ini (ASTRID. S. SUSANTO). Interaksi sosial yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat pada hakikatnya mempunyai ciri-ciri berikut ini.
a. Jumlah pelaku lebih dari satu orang, artinya dalam sebuah interaksi sosial, setidaknya ada dua orang yang sedang bertemu dan mengadakan hubungan.
b. Ada komunikasi antarpelaku dengan menggunakan simbolsimbol, artinya dalam sebuah interaksi sosial di dalamnya terdapat proses tukar menukar informasi atau biasa disebut dengan proses komunikasi dengan menggunakan isyarat atau tanda yang dimaknai dengan simbol-simbol yang hendak diungkapkan dalam komunikasi itu.
c. Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa mendatang) yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung, artinya dalam proses interaksi dibatasi oleh dimensi waktu sehingga dapat menentukan sifat aksi yang sedang dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam interaksi.
d. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan oleh pengamat, artinya dalam sebuah interaksi sosial, orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki tujuan yang diinginkan oleh mereka. Apakah untuk menggali informasi, atau sekedar beramah-tamah atau yang lainnya.
2.2 Interaksi Sosial Umat Beragama pada Tiga Desa Pertanian di Kecamatan
Tanjung Morawa
Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan dan kerjasama
dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun
spiritual. Agama sebagai pedoman perilaku yang suci mengarahkan penganutnya
untuk saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain. Hubungan dan
kerjasama dalam bidang-bidang ekonomi, politik maupun budaya tidak dilarang
bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan. Berawal dari
wilayah kota Lubuk Pakam, yang meliputi sebagian kecamatan Tanjung Morawa,
kecamatan Lubuk Pakam dan kecamatan Perbaungan yang merupakan area
persawahan yang menjadi lumbung padi bagi Kabupaten Deli Serdang yang
dimana penduduk dari pulau Jawa yang bekerja di perkebunan ini. Daerah ini
mulanya berpenduduk Melayu, tetapi Belanda pada saat itu membawa etnis Jawa
masuk ke daerah ini dengan tujuan agar etnis Jawa dapat membantu untuk
mengelola kebun tembakau yang ada. Di tahun 1948, di sekitar Lubuk Pekam
dihuni beberapa suku seperti Jawa, Batak Toba, Batak Angkola dan Karo. Dengan
dihuninya daerah ini oleh beberapa suku bangsa maka muncullah komunitas-
komunitas yang menjurus berdasarkan primordialisme kesukuan dan keagamaan.
Ini menyebabkan struktur pemukiman penduduk menjadi terpola sesuai dengan
area tanah garapan, sehingga sebagaian besar penduduk yang tinggal didaerah
tersebut terikat dengan pertanian. Adanya perbedaan suku dan agama ternyata
tidak menjadikan kendala bagi mereka untuk berintegrasi satu sama lain.
Mengingat bahwa manusia ini merupakan makhluk sosial, jadi masih adanya
ketergantungan di setiap penduudk meskipun berbeda suku dan agama. Dengan
kondisi yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut ternyata
dikatakan sebagai pergaulan sosial yang terjadi secara alamiah. Saling
ketergantungan merupakan ciri kehidupan masyarakat petani yang ada di
kecamatan Tanjung Morawa. Ikut terlibatnya semua komunitas etnis dan penganut
agama kedalam suatu sistem jaringan yang padu merupakan hal yang menarik
yang terjadi pada daerah tersebut. Interaksi antar umat beragama selalu terjadi
pada proses pengelolaan pertanian. Sistem jaringan yang saling ketergantungan
membentuk suatu interaksi yang intensif antar komunitas umat beragama.
Polarisasi agama yang dianut ternyata berfungsi sebagai modal potensial bagi
penguatan jaringan sosial antarumat beragama.
Intensifnya interaksi sosial antar individu di pedesaan membuat mereka
mengenal lebih dekat lagi antar satu orang dengan yang lainnya. Warung kopi
dijadikannya sebagai salah satu pusat interaksi karena banyak dikunjungi oleh
beberapa kaum laki-laki maupun kaum perempuan. Disana mereka dapat
mengobrol, bertukar pikiran, saling mengenal satu sama lain dan tentunya dengan
adanya pusat interaksi ini lebih membangun suasana keakraban dan solidaritas
tanpa memandang suku dan agama yang berbeda. Selain warung kopi masih
banyak lagi pusat-pusat interaksi yang ada di daerah tersebut, sehingga pusat
interaksi ini berfungsi dalam mempererat sosial sesama warga.
Institusi pertanian memiliki fungsi yang cukup penting melebihi institusi
lainnya. Ketika kebutuhan atas bantuan orang lain sangat kuat, dengan sendirinya
sekat etnis dan agama menjadi tereliminasi. Jadi, sekalipun faktor-faktor
perbedaan agama tidak dapat dipupus dari pikiran masyarakat, namun kebutuhan
untuk menyelesaikan tugas-tugas pertanian tetap berada di atasnya. Kegiatan di
sawah sering mempertemukan antar umat beragama yang berbeda, sehingga
membuat masyarakat petani pada tiga desa di kecamatan Tanjung Morawa
mampu membangun kerukunan umat beragama. Kebutuhan dan saling
ketergantungan satu dengan yang lain dapat mempersatukan masyarakat. Teori
dan pemikiran tentang kerukunan dinilai cukup penting dikembangkan untuk
memperkuat kerukunan yang ada. Betapa tidak, seperti yang ditemukan dalam
penelitian ini, seorang petani Kristiani, misalnya, suka atau tidak harus meminta
bantuan buruh tani yang notabene adalah orang Jawa Muslim. Sebaliknya,
seorang petani Jawa yang muslim, suka atau tidak harus memanfaatkan kilang
padi milik Kristen untuk menggiling padinya. Dapat dilihat adanya hubungan
simbiosis mutualisme yang terjadi diantara umat beda agama tersebut. Hubungan
yang saling menguntungkan merupakan faktor penting dalam membangun
integrasi sosial yang berkualitas.
Pada interaksi social di daerah ini, dapat kita ketahui juga bahwa ketiga desa
tersebut termasuk dalam sosio-ekonomi. Dimana, masyarakat yang berada disana
memiliki saling keterikatan antar hubungan ekonomi satu dengan yang lainnya.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari sosio-ekonomi adalah sebagai berikut:
Kelebihan:
1. Pendekatan sosio-ekonomi berasal dari kondisi objektif yang hidup
dan telah menjadi tradisi yang mapan di tengah masyarakat.
2. Pendekatan sosio-ekonomi merupakan fakta real yag dapat di
praktekan secara langsung
3. Pendekatan sosio-ekonomi dikembangkan berdasarkan kenytaan-
kenyataan empiris dan selalu mempertimbangkan kebutuhan
masyarakat
4. Dapat memberdayakan baik dari sisi social, ekonimi, maupun politik
Kelemahan:
1. Kerukunan umat beragama tersebut bergerak dari kalangan awam
yang ditingkan pemahaman agama mereka masih kurang
2. Kerukunan umat beragama hamper tidak menyentuh persoalan agama
Adapun strategi pendekatan sosio-ekonomi
1. Perlibatan lebih intensif tokoh-tokoh agama ddalam intuisi-intuisi
atau orhgnisasi-organisasi social ekonomi
2. Perluasa ruang publik.
2.3 Konflik Tanah di Jenggawah
Tanah memiliki peranan penting bagi para petani. Pertama, dari sisi
ekonomi tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan
kesejahteraan. Kedua, secara sosial tanah dapat menetukan posisi seseorang dalam
pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga, sebagai budaya dapat menentukan
tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. Dari berbagai sudut pandang tersebut
jelas terlihat tanah menempati kedudukan strategis dalam kehidupan petani,
karena tanah merupakan modal utama, disanalah tempat atau pangkal dari budaya
petani itu sendiri. Namun, pada petani dibeberapa daerah memiliki suatu
fenomena konflik yang selalu mereka perjuangkan sampai titik darah
penghabisan. Salah satu fenomena konflik yang terjadi di pedesaan adalah konflik
tanah, contohnya konflik tanah di Jenggawah yang masih menjadi masalah
nasional.
Jenggawah adalah sebuah daerah yang terletak di kabupaten Jember,
Jawa Timur. Pada awalnya masyarakat di daerah ini hidup dengan rukun, struktur
sosial Jenggawah didominasi oleh dua kultur budaya ini, yaitu budaya santri dan
budaya “kejawen, atau abangan”. Meskipun demikian, kedua kultur ini
sesungguhnya telah menampakkan proses. Gerakan petani di Jenggawah
merupakan perjuangan panjang yang dilakukan secara terus-menerus sejak akhir
tahun 1970-an sampai akhir tahun 1990-an. Sistem ekonomi ini dianggap sebagai
ancaman dari sistem ekonomi subsisten yang selama ini berkembang dalam pola
hubungan patron-client. Patron menjadi pelindung dari client, sementara client
melindungi pila kepentingan patron. Dengan masuknya sistem perkebunan
komersial, pola saling menguntungkan ini dianggap berada dalam ancaman.
Menyadari munculnya pola struktur sosial demikian, maka kebijakan
perkebunan yang diterapkan adalah pola kemitraan. Ketika perkebunan
dinasionalisasi dan diambil alih oleh negara, muncul masalah mendasar, terutama
urusan dengan “tanah.” Pada masa Onderneeming, rakyat menggarap tanahnya
sendiri, kemudian diberlakukan pula sewa menyewa tanah. Tetapi ketika
perkebunan mulai diambil alih oleh PNP, timbul masalah, karena tanah diklaim
sebagai milik PTP XXVII, sedangkan rakyat hanya memiliki hak sebagai
penggarap.Ledakan konflik dengan berbagai konsekuensinya ini bermula dari
munculnya keputusan Menteri Negara Agraria/badan Pertanahan Nasional No.
74/HGU/BPN/1994tentang pemberian perpanjangan hak guna usaha PT
Perkebunan XXVII atas tanah perkebunan Ajong Gayasan di Kabupaten Jember.
Petani tidak bisa menerima kenyataan ini, dan menganggap PTP XXVII adalah
penyebabnya karena dinilai telah memanipulasi keadaan sebenarnya. Dalam
permohonan tanah tersebut dijelaskan bahwa tanah yang bersangkutan adalah
tanah kosong dan hanya ada kebun karet. Padahal kenyataanya dari tanah HGU
yang diperpanjang tersebut sebagian besar telah menjadi pekarangan yang terdiri
dari berbagai bangunan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari paper yang telah kami buat diatas, maka dapat disimpulkan:
1. Berawal dari wilayah kota Lubuk Pakam, yang meliputi sebagian
kecamatan Tanjung Morawa, kecamatan Lubuk Pakam dan kecamatan
Perbaungan yang merupakan area persawahan yang menjadi lumbung
padi bagi Kabupaten Deli Serdang yang dimana penduduk dari pulau
Jawa yang bekerja di perkebunan ini. Daerah ini mulanya berpenduduk
Melayu, tetapi Belanda pada saat itu membawa etnis Jawa masuk ke
daerah ini dengan tujuan agar etnis Jawa dapat membantu untuk
mengelola kebun tembakau yang ada. Di tahun 1948, di sekitar Lubuk
Pekam dihuni beberapa suku seperti Jawa, Batak Toba, Batak Angkola
dan Karo. Dengan dihuninya daerah ini oleh beberapa suku bangsa maka
muncullah komunitas-komunitas yang menjurus berdasarkan
primordialisme kesukuan dan keagamaan. Ini menyebabkan struktur
pemukiman penduduk menjadi terpola sesuai dengan area tanah garapan,
sehingga sebagaian besar penduduk yang tinggal didaerah tersebut terikat
dengan pertanian.
2. Gerakan petani di Jenggawah merupakan perjuangan panjang yang
dilakukan secara terus-menerus sejak akhir tahun 1970-an sampai akhir
tahun 1990-an. Sistem ekonomi ini dianggap sebagai ancaman dari
sistem ekonomi subsisten yang selama ini berkembang dalam pola
hubungan patron-client. Patron menjadi pelindung dari client, sementara
client melindungi pila kepentingan patron. Dengan masuknya sistem
perkebunan komersial, pola saling menguntungkan ini dianggap berada
dalam ancaman.
3. Dari point 1 dan point 2 maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Dengan dihuninya daerah Tanjung Morawa oleh beberapa suku bangsa
maka muncullah komunitas-komunitas yang menjurus berdasarkan
primordialisme kesukuan dan keagamaan. Ini menyebabkan struktur
pemukiman penduduk menjadi terpola sesuai dengan area tanah
garapan, sehingga sebagaian besar penduduk yang tinggal didaerah
tersebut terikat dengan pertanian.
b. Bermula dari pergerakan petani di jenggawah yang merupakan
pergerakan dari awal 1970an hingga 1990an. System ekonomi yang
baru dating ini dianggap ancaman bagi system ekonomi subsisten yang
selama ini berkembang dalam pola hubungan patron-client. Dengan
masuknya sistem perkebunan komersial, pola patron-client dianggap
berada dalam ancaman. Sehingga terjadinya konflik tanah di
Jenggawah
DAFTAR PUSTAKA
Badri, Arfin & Sumartono.Kontroveri Sertivikasi Tanah Jenggawah.i-jurnal
unej:Jember
Fatimah, E. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: CV. Pustaka Setia.