tugas paper drh titis
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
TUGAS PAPER
PENYAKIT INFEKSIUS“IMUNOLOGI BRUCELLA ABORTUS DAN RUCELLA MELITENSIS”
OLEH
RISNA RISYANI
O111 12 004
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
BRUCELLA ABORTUS
Brucellosis adalah penyakit ternak menular yang secara primer menyerang sapi, kambing,
babi dan sekunder berbagai jenis ternak lainnya serta manusia. Pada sapi penyakit ini dikenal
sebagai penyakit Kluron atau pemyakit Bang. Sedangkan pada manusia menyebabkan demam
yang bersifat undulans dan disevut Demam Malta. Bruce (1887) telah berhasil mengisolasi jasad
renik penyebab dan ditemukan Micrococcus melitensis yang selanjutnya disebut pula Brucella
melitensis.
Brucellosis adalah penyakit menular pada hewan dan manusia yang disebabkan oleh
bakteri Brucella abortus dan hampir seluruh propinsi di Indonesia sudah tertular oleh penyakit ini.
Penyakit inilah yang sering menimbulkan terjadinya gangguan reproduksi dan keguguran pada
kebuntingan 5-7 bulan. Keguguran merupakan gejala klinis yang patognomonis (gejala utama)
pada awal infeksi. Setelah beberapa kali keguguran, atau adanya gangguan kelahiran, perlekatan
plasenta juga sering terjadi.
Antibodi yang berperan pada awal respons imun bakteri Brucella abortus adalah IgM
agglutinin yang mencapai konsentrasi tertinggi pada hari ke 13 sesudah vaksinasi. IgG timbul
dalam titer yang rendah antara hari ke 28 sampai hari ke 42 sesudah vaksinasi. Pembentukan IgG
mencapai puncaknya pada hari ke-14 sampai hari ke -16. Pada vaksinasi IgG muncul perlahan
dan mencapai puncaknya pada hari ke-16 sampai hari ke-32.
Sapi yang terinfeksi oleh kuman Brucella abortus akan memberikan respon imun sebagai
upaya tubuh untuk mengatasi atau mempertahankan diri dari serangan kuman tersebut. Ada dua macam
respon imun yang terjadi yaitu :
1. Repon imun humoral
Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh antibody yang dibentuk oleh sel
plasma atas ransangan antigen kuman Brucella. Sel plasma berasal dari limfosit B atau sel B yang
terbentuk dari sel pokok (stem cell) di dalam sumsum tulang yang kemudian bermigrasi ke
jaringan limfoid perifer. Pada unggas sel pokok akan berdifferensiasi menjadi sel
B di dalam bursa Fabricius yang terletak dekat kloaka. Termasuk jaringan limfoid perifer adalah
limfa, limfoglandula pada usus halus (payer patches), limfoglandula pada apendiks dan tonsil.
Sel B penuh dengan imunoglobullin pada selaputnya dan berfungsi sebagai reseptor dan
penerima Fraction constan (Fc) yang merupakan bagian dari imunoglobulin. Penggabungan antigen
pada immunoglobulin atau penggabungan kompleks antigen antibody merupakan ransangan untuk
berfroliferasi sel B menjadi sel plasma, selanjutnya membentuk antibodi.
Antibody yang dilepas atau dibentuk dapat di temukan di dalam serum. Fungsi utamanya
adalah pertahanan terhadap infeksi kuman Brucella (yang ektraseluler) dan menetralisasi toksinnya.
Ada dua teori pembentukan antibody yaitu
a. Teori instruktif
Teori instruktif menyatakan bahwa kekhususan molekul antibody tidak ditentukan oleh
urutan asam aminonya, tetapi oleh bentuk lekukan rantai polipeptida yang mengelilingi penentu
antigenik dan antigen diperlukan sebagai catakan. Teori ini akhirnya gugur setelah diketahui
bahwa sel-sel pembentuk antibodi tidak mengandung antigen dan kekhususannya ditentukan
dari urutan asam aminonya.
b. Teori seleksi klonal
Teori koleksi klon mengemukakan bahwa setiap individu mempunyai sejumlah limfosit
yang masing-masing sanggup bereaksi dengan satu jenis antigen. Bila ada antigen masuk akan
memilih sel B yang memiliki reseptor yang cocok melekat dan meransang sel B sehingga
berdiferensiasi dan berfroliferasi membentuk klon sel plasma yang akhirnya
membentuk antibody sesuai dengan antigan yang meransangnya.
Antibodi bekerja terhadap antigen Brucella abortus melalui beberapa jalur atau fungsi
yaitu:
Menetralisasi toksin atau hsil-hasil kuman
Bersama-sama komplemen menghancurkan sel kuman
Menahan kemampuan infeksi kuman
Mengaglutinasi kuman sehingga dapat difagosit
Mengopsonisasi kuman sehingga mudah di tangkap oleh sel fagosit
Antibody yang dibentuk oleh respon primer lebih lama masa induksinya dan lebih rendah
titernya dibandigkan dengan antiboodi yang dibentuk oleh respon sekunder. Pada respon sekunder
sudah ada sel-sel pengingat (memories cell) yang jumlahnya banyak dan lebih peka dan terbentuk
setelah respon primer.
Pada respon primer umumnya kendungan immunoglobulin (ig) M lebih banyak daripada
IgG. IgM lebih cepat menurun konsentraasinya daripada IgG karena biasanya IgM dan IgA lebih
cepat dikatabolisme daripada IgG
2. Respon imun seluler
Respon imun seluler. Imunitas seluler adalah imunitas yang diperankan oleh sel-sel limfosit T
(sel T) secara kolektif setelah mendapak ransangan antigen (B. abortus). Di dalam perkembangan
sel T sendiri berasal dari sel pokok (stem cell) di dalam sumsum tulang, kemudian
bermigrasi melalui darah ke kelenjar timus dan berdiferensiasi menjadi limfosit timus. Setelah
menjadi limfosit timus bermigrasi ke dalam jaringan limfoid perifer akhirnya menjadi
limfosit T (sel T).
Dalam hubungannya dengan kekebalan seluler, sel T berespon tehadap ransangan antigen
(kuman B.abortus). Sel yang belum peka (virgin cell T) apabila mendapat ransangan antigen,
akan membelah dan berdiferensiasi menjadi sel T efektor. Sel T efektor berperan
aktif dalam kekebalan seluler melalui tiga jalur fungsi,
Membunuh secara spesifik antigen Brucella yang masuk ke dalam sel
Membantu sel T lainnya atau sel B bereaksi dengan antigen, mengaktifkan beberapa jenis sel
limfosit seperti makrofag
Menekan reaksi sel T dan sel B secara spesifik
Ketiga fungsi tersebut di atas dilakukan oleh tiga sub populasi sel T berturut-turut
1. Sel T sitotoksik
2. Sel T penolong atau sel T inductor
3. Sel T supresor
Sel T penolong dan sel T supresor disebut juga sel T pengatur (regulator) karena berfungsi
mengatur keseimbangan kekebalan. Sel T sitotoksik bila berhubungan dengan antigen akan terktifasi
menjadi sel T efektor, selanjutnya akan melisis antigen secara spesifik. Pada proses ini biasanya sel
sasaran yang didalamnya ada antigen juga ikut hancur. Sel T penolong mempunyai fungsi antara
lain:
Menolong sel B mensintesis antibodi sehingga dapat bereaksi dengan antigen
Menolong sel T sitotoksik agar mengenal sel yang diinfeksi oleh kuman Brucella dan
mengaktifasi sub populasi sel T lain
Bereaksi dengan antigen dengan menghasilkan zat atau factor perantara yang mengaktifkan
leukosit yang disebut limfokinBereaksi dengan antigen dengan menghasilkan zat atau factor
perantara yang mengaktifkan leukosit yang disebut limfokin
Sel T supresor berfungsi menekan sel B agar antibody yang di keluarkan tidak berlebihan dan
menekan sel T penolong agar limfokin yang dihasilkan tidak berlebihan. Ada reaksi umpan balik
antara sel T penolong dengan sel T supresor sebagai cara pengaturan interaksi sel B dan sel T.
Peran limfokin pada infeksi Brucella
Limfokin adalah zat atau factor perantara yang dihasilkan sel T penolong berupa protein yang
dapat mengaktifkan makrofag sehingga berperan di dalam kekebalan seluler. Beberapa jenis limfokin
yang penting adalah:
Faktor pengaktif makrofag (macrophage activation factor) yaitu limfokin yang dapat mengaktifkan
metabolime makrofag sehingga lebih ganas dalam memfagositosis antigen
Faktor penghambat migrasi makrofag (macrophage inhibition factor) adalah limfokin yang dapat
menghambat migrasi makrofag dari tempat infeksi berlangsung yang diperlukan untuk pergerakan
makrofag pada respon imun seluler
Faktor persenjataan khusus makrofag (specific macrophage arming factor), adalah limfokin yang
dapat mempersenjatai mekrofag sehingga dapat bereaksi dengan antigen spesifik
Faktor kemotaktik makrofag (macrophage chemotactic factor), adalah limfokin yang dapat menarik
makrofag ke tempat infeksi berlangsung.
Penghancuran kuman Brucella di dalam sel makrofag. Selama berlangsungnya
infeksi, respon imun seluler berkembang. Sel T berintegrasi dengan kuman B.abortus
dan pelepas limfokin (sejenis factor pengaktif makrofag dan factor persenjataan
khusus makrofag). Kedua factor tersebut akan meningkatkan aktifitas metabolisme
sel makrofag. Lisosom membesar, enzim hidrolitik (lisosim) meningkat jumlahnya
sehingga makrofag lebih ganas memfagositosis antigen. Dengan demikian terjadi
penghancuran kuman B.abortus secara intraseluler.
BRUCELLA MELITENSIS
Patogenesis, B. Infeksi melitensis pada domba dan kambing mirip dengan B. abortus infeksi pada sapi. Namun demikian, perbedaan yang signifikan, dan masing-masing jenis brucella menyebabkan penyakit yang berbeda.
Brucella adalah parasit intraseluler fakultatif dari sistem retikuloendotelial. Virulensi brucella sangat bervariasi menurut spesies, saring dan ukuran menginfeksi inokulum. inang kerentanan juga bervariasi dan berhubungan dengan status reproduksi. Dengan demikian, di lapangan, semua tahap menengah antara infeksi akut yang khas dan ketahanan lengkap dapat diamati. Selain itu, kekebalan vaccinal dapat memodifikasi hubungan parasit-inang.1. Respon imun
Infeksi brucella biasanya menghasilkan induksi respon imun humoral dan sel-mediated, tetapi besarnya dan durasi tanggapan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk virulensi dari strain yang menginfeksi, ukuran menginfeksi inokulum, kehamilan, seksual dan kekebalan status inang.
2. Imunitas humoralSetelah infeksi oleh paparan alam, respon serologis dapat diharapkan dalam
waktu 2 sampai 4 minggu, tapi respon adalah variabel dan dapat absen sama sekali. Invasi rahim hamil dapat diharapkan untuk menghasilkan kenaikan besar dan terus-menerus dari antibodi, tetapi ini mungkin tertunda sampai setelah aborsi atau kelahiran pada waktu normal. Invasi ambing menyusui menyebabkan respon serologi yang lebih rendah, dan lokalisasi terbatas pada sejumlah kecil kelenjar getah bening mungkin gagal untuk merangsang respon sama sekali, atau hanya satu minim.
Pola respon serologis dalam hal produksi imunoglobulin belum diteliti secara luas pada domba dan kambing, tetapi informasi yang ada menunjukkan kemiripan dekat dengan yang di ternak, LH, produksi IgM diikuti dalam waktu satu atau dua minggu oleh dominasi IgG, dengan kedua isotipe jatuh ke tingkat rendah dalam tahap yang lebih kronis infeksi tetapi dengan IgG mendominasi.
Respon serologi bersifat sementara dan kadang-kadang hilang di muda hewan dewasa secara seksual.
Brucella melitensis Rev.1 vaksin regangan bila diterapkan dalam kondisi standar (LH dosis penuh melalui rute subkutan pengganti hewan muda) dapat menyebabkan respon serologi yang tahan lama dengan tes aglutinasi, yang menyebabkan gangguan serius skrining serologis untuk terinfeksi hewan. Karena
tidak ada perbedaan yang ditemukan antara antigen diagnostik dari strain bidang B. melitensis dan orang-orang dari vaksin Rev.1, tes serologis mampu membedakan antibodi yang timbul dari infeksi dan vaksinasi, masing-masing, belum dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Almayera, Yonna. 2014. Brucella, sp. http://scribd. Brucella. com Kurniawati, Utami, et all. 2010. Pengaruh Vaksinasi Brucellosis Pada Sapi Perah
Dengan Berbagai Paritas Terhadap Efisiensi Reproduksi. Universitas Brawijaya. Malang.
Sanco. 2001. Brucellosis in Sheep and Goats. Scientific Committee on Animal Health and Animal Welfare.
Suwarno, et all. 2014. Deteksi Antibodi Brucella pada Sapi yang Dipotong di RPH Krian Kabupaten Sidoarjo dengan Rose Bengal Test (RBT). Universitas Airlangga. Surabaya.