tugas kelompok abud

26
Sebagai mahluk sosial, manusia tidak dapat hidup menyendiri. Mereka memerlukan bantuan dan kerja sama dengan orang lain. Karena itu hubungan antara sesamanya harus selalu baik dan harmoni. Hubungan antar manusia harus diatur dengan dasar saling asah, saling asih dan saling asuh,yang artinya saling menghargai, saling mengasihi dan saling membimbing. Hubungan antar keluarga dirumah harus harmoni. Hubungan dengan masyarakat lainnya juga harus harmoni. Hubungan baik ini akan menciptakan keamanan dan kedamaian lahir batin di masyarakat. Masyarakat yang aman dan damai akan menciptakan Negara yang tenteram dan sejahtera. Segala aktivitas terkait Pawongan tersebut baik privat ataupun publik pasti membutuhkan suatu ruang untuk dapat beraktivitas apalagi dalam hal kegiatan sosial yang melibatkan banyak orang, sehingga terciptanya tempat-tempat (arsitektur pawongan) sebagai pendukung aktivitas. Arsitektur pawongan menurut fungsinya dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu bangunan tempat tinggal dan bangunan untuk kepentingan umum. 1. Bangunan Tempat Tinggal Tempat tinggal ini berdasarkan status sosial adat istiadat Bali yang di sebut sistem : Kewangsaan. Hal ini dapat dibedakan menjadi 4 jenis , yaitu : a. Griya tempat tinggal dari wangsa brahmana.. b. Puri wilayah tempat tinggal raja dan kerabatnya. Puri sebagai sebuah karya arsitektur merupakan wujud kebudayaan fisik yang lahir melalui ide dan sistem budaya serta sistem sosial masyarakat Bali di masanya. Melalui arsitektur puri dapat dilihat gambaran budaya masyarakat Bali pada masa tertentu. Perubahan sosial dan budaya yang terjadi pada masyarakat Bali yang berlangsung pada rentang waktu tertentu akan tercermin

Upload: ramadita-adi-pratama

Post on 09-Feb-2016

58 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

arsitektur budaya

TRANSCRIPT

Page 1: tugas kelompok abud

Sebagai mahluk sosial, manusia tidak dapat hidup menyendiri. Mereka memerlukan

bantuan dan kerja sama dengan orang lain. Karena itu hubungan antara sesamanya harus

selalu baik dan harmoni. Hubungan antar manusia harus diatur dengan dasar saling asah,

saling asih dan saling asuh,yang artinya saling menghargai, saling mengasihi dan saling

membimbing. Hubungan antar keluarga dirumah harus harmoni. Hubungan dengan

masyarakat lainnya juga harus harmoni. Hubungan baik ini akan menciptakan keamanan

dan kedamaian lahir batin di masyarakat. Masyarakat yang aman dan damai akan

menciptakan Negara yang tenteram dan sejahtera.

Segala aktivitas terkait Pawongan tersebut baik privat ataupun publik pasti

membutuhkan suatu ruang untuk dapat beraktivitas apalagi dalam hal kegiatan sosial yang

melibatkan banyak orang, sehingga terciptanya tempat-tempat (arsitektur pawongan)

sebagai pendukung aktivitas.

Arsitektur pawongan menurut fungsinya dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu

bangunan tempat tinggal dan bangunan untuk kepentingan umum.

1. Bangunan Tempat Tinggal

Tempat tinggal ini berdasarkan status sosial adat istiadat Bali yang di sebut sistem :

Kewangsaan. Hal ini dapat dibedakan menjadi 4 jenis , yaitu :

a. Griya tempat tinggal dari wangsa brahmana..

b. Puri wilayah tempat tinggal raja dan kerabatnya.

Puri sebagai sebuah karya arsitektur merupakan wujud kebudayaan fisik

yang lahir melalui ide dan sistem budaya serta sistem sosial masyarakat Bali

di masanya. Melalui arsitektur puri dapat dilihat gambaran budaya

masyarakat Bali pada masa tertentu. Perubahan sosial dan budaya yang

terjadi pada masyarakat Bali yang berlangsung pada rentang waktu tertentu

akan tercermin pada perubahan elemen-elemen arsitektur puri. Perubahan

sosial dan budaya yang cukup tajam sangat jelas terlihat pada periode Bali

Kolonial. Secara garis besar wujud  kebudayaan dibagi menjadi 3, yakni:

cultural system, cultural activities, material culture. Ketiga wujud kebudayaan

tersebut sangat erat kaitannya.

c. Jenis tempat tinggal wangsa Khasatria.

d. Umah tempat tinggal golongan Sapta Sadma, yaitu Pasek Beudesa, Kebagan,

Gadung, Pande, Senggu, dan sebagainya

Ada aturan dan pantangan dalam membuat tempat tinggal pawongan, di sekitarnya :

- Tidak boleh numbak burung ( Berpapasan dengan gang )

- Di lingkupi oleh pekarangan rumah keluarga

Page 2: tugas kelompok abud

- Di apit oleh pekarangan keluarga lain ( Karang apit )

- Di jatuhi cucuran atap dari rumah orang lain ( Karang kelebon amuk )

- Berada sebelah jalan umum dan berpapasan ( karang negen )

2. Bangunan untuk Kepentingan Umum

Bangunan untuk kepentingan umum adalah seperti : Wantilan, biasanya di bangun

dalalam suatu komplek desa, kalau di banjar disebut “ Bale Banjar” ( ukurannya

lebih kecil dari wantilan ).

Dalam hal bangunan tidak ada aturan yang pasti

Ukuran dalam membuat bangunan :

o Ukuran yang di pakai adalah satuan yang ada pada manusia, misalnya :

ukuran Depa Agung, Depa Madya , dan Depa Alit ( sebagai ukuran panjang

dan lebar pekarangan )

o Tapak kaki untuk mengukur halaman pekarangan ( Natah Umah ) dan untuk

mengukur jarak tembok sekelilingnya.

o Mengukur bangunan di gunakan dengan bagian – bagian tangan, misalnya :

Ruas jari, tebal jari, (agul, ngembel, acengkang, alengkat, dan amurti ) 

a) Bale banjar

Bale Banjar memiliki pengertian sebagai bangunan terbuka yang diperuntukkan

untuk kepentingan bersama bagi warga banjar dan pendukungnya. Atau merupakan

tempat membentangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kepengurusan

kelompok masyarakat atau kelompok banjar tersebut. Kelompok-kelompok

organisasi Desa Adat yang dijadikan kelompok-kelompok pengaturan

administrasratif Desa Dinas disebut banjar dengan anggota banjar dan bangunan

Bale Banjar.

Bangunan Bale Banjar berfungsi utama sebagai tempat pertemuan anggota banjar

sehingga memerlukan tempat yang luas dan terbuka. Pusat informasi bagi

masyarakat sehingga memelukan alat sebagai sarana menyampaikan informasi,

yaitu kul-kul. Pusat persembahyangan bersama bagi anggota banjar secara

insidentil maupun periodik. Adapun fungsi penunjang, yaitu sebagai tempat

menempatkan sesajen, tempat pengolahan dan persiapan konsumsi, tempat

Page 3: tugas kelompok abud

menyimpan kekayaan banjar dalam bentuk hasil bumi. Karena banyak fungsi bale

banjar ini menjadi suatu bangunan yang serba guna.

Anggota banjar yang melakukan kegiatan adat dapat mengundang atau memakai

bale Banjar dengan melibatkan seluruh atau sebagian anggota banjar, dapat pula

hanya meminjam atau memakai Bale Banjar dan perlengkapan/peralatannya.

Pada jaman dulu terdapat aturan untuk bangunan Bale Banjar, terdiri atas beberapa

masa bangunan :

a. Pelinggih di bale banjar yang merupakan hulu karang banjar yang

difungsikan pula sebagai tempat pemujaan bersama bagi para warganya,

namun tidak didapati sanggah kemulan sebagaimana yang terdapat pada

rumah tinggal

b. Tempat pertemuan bagi warga banjar

c. Bale kul-kul sebagai sarana komunikasi pada anggota banjar

Sedangkan bale banjar pada umumnya sebagai berikut :

- Bale upacara yang terdiri atas 6 saka (bale mundak), 8 saka (sakutus), 9 saka

(singosari), maupun 12 saka (bale gede).

- Dapur dengan 4 atau 6 saka atau lebih

- Lumbung padi

Pada umumnya bale banjar terletak pada sudut perempatan jalan, pertigaan jalan

atau pertemuan antara jalan dengan gang yang mudah dicapai oleh krama

banjarnya. Dalam bentuknya yang tradisional, bale banjar tidak dilengkapi dengan

tembok penyengker. Pada dasarnya pola penataan massa bangunan bale banjar

menyerupai tatanan massa bangunan rumah tinggal yaitu sebagai berikut :

- Sisi timur laut (kaja kangin) sebagai daerah tempat suci yang terdiri dari

padmasana, tugu, gedong dan tajuk

- Sisi barat ditempatkan bale gede atau bake sumanggen dengan 12 saka atau

ditempatkan pula bale lantang dengan 6 saka

- Sisi selatan atau tenggara ditempatkan lumbung padi dan dapur (paon)

- Pada sisi barat daya ditempatkan bale paebatan dan bale kul-kul

Ruang pertemuan umumnya sebagai pusat orientasi pada bale banjar, dengan jarak

antara massa bangunan lainnya menggunakan aturan tradisional bali. Bangunan

bale banjar dibangun terbuka tanpa tertutupi dinding dimaksudkan dengan

memudahkan penyatuan ruang jika diperlukan ruangan yang lebih luas.

Page 4: tugas kelompok abud

Susunan massa bangunan dan ruang bale banjar merupakan pencerminan

demokrasi dalam musyawarah krama banjar. Susunan massa bangunan bale banjar

disesuaikan pula dengan susunan dan pola kehidupan krama banjarnya.

b) Bale Pamaksaan

Kasatuan keluarga besar yang terbentuk dalam ikatan Sanggah atau Pamerajan

Kawitan, Dadia atau Paibon membentuk ikatan keluarga yang disebut Pemaksaan.

Tempat pemaksaan melakukan pertemuan atau musyawarah di Bale Pemaksaan

yang menempati jaba sisi. Musyawarah di Bale Pemaksaan diadakan menjelang

upacara odalan atau pujawali di sanggah atau pamerajan untuk memusyawarahkan

pelaksanaan upacara.

Serupa dengan Bale banjar, bale Pemaksaan untuk keanggotaan tingkat pemaksaan

juga sewaktu-waktu diadakan rapat anggota atau warga pemaksaan, untuk

memusyawarahkan pembangunan atau pemugaran pelinggih, pengumpulan dana

dan kegiatan adat atau sosial.

Dalam bentuknya yang lain, organisasi seprofesi yang memerlukan suatu keperluan

bersama juga membentuk pemaksaan sebagai tempat musyawarah atau kegiatan

lainnya. Organisasi seprofesi seperti nelayan, petani tegal, petani perkebuna, dukun

dan kelompok kerja serupa, umumnya membuat pura kelompok dengan pemaksaan

sebagai ikatan organisasinya.

Pada hari raya tertentu mereka mnghaturkan sesajen. Atau dalam enam bulan sekali

mereka mengadakan upacara pujawali di Pura Semer atau Pura Beji sebagai sumber

air yang mereka perlukan. Pertemuan musyawarah mereka lakukan di Bale

Pemaksaan.

Dari berbagai macam bentuk pamaksaan yang ada, keanggotaannya dapat dari satu

keluarga besar, satu profesi atau berbagai desa.

c) Wantilan

Bangunan wantilan merupakan perkembangan dari ruang luas yang bersifat

sementara seperti lapangan diteduhi pohon, atau halaman yang diteduhi atap

sementara yang disebut tetaring. Rangka bambu disangga tiang potongan cabang

pohon bercagak penyangga ditancap di tanah. Penutup atap dari anyaman daun

kelapa, ruangnya tanpa dinding dapat diperluas ke arah luar, sehingga daya

tampung tidak terbatas.

Page 5: tugas kelompok abud

Bangunan wantilan dibangun dengan konstruksi utama empat tiang utama, 12 tiang

sejajar sekeliling sisi atau lebih. Atap wantilan umumnya bertingkat disebut

metumpang. Bangunan terbuka keempat sisis, lantai dar atau berterap rendah di

tengah.

Kelompok organisasi yang memerlukan  ruangan luas seperti banjar atau

pemaksaan melengkapinya dengan bangunan jaba sisi pura, halaman banjar atau

pekarangan desa dengan bangunan wantilan. Luas wantilan sekitar 200m2

tergantung pada lias yang diperlukan dari aktifitas yang menguunakannys, wantilan

sebagai tempar musyawarah atau rapat anggota dengan duduk di lantai atau bale-

bale yang ditempatkan. Dalam perkembangannya wantilan juga dilengkapi dengan

kursi sebagai tempat duduk untuk musyawarah atau fungsi lain.

Sejalan dengan perkembangan sosial, wantilan juga difungsikan sebagai tempat

pertunjukan, tempat olahraga, tempat pendidikan dan berbagai fungsi dalam

hubungan kepariwisataan.

Letak wantilan dalam suatu pekarangan ditengah agak ke tepi dengan ruang luar

sekitarnya dapat merupakan perluasan dari keterbukaannya pada empat sisi. Dalam

fungsi tertentu, wantilan juga dilengkapi ruang pentas dan rung lainnya.

d) Bale Sumanggen

Dalam pekarangan pura, perumahan dan banjar, diperlukan bangunan serbaguna

yang disebut Bale Sumanggen. Berbagai aktifitas musyawah, persiapan upacara,

pelaksanaan upacara dan kegiaran adat lainnya dapat dilakukan di Bale Sumanggen.

Untuk fungsinya yang serbaguna bangunan Bale Sumanggen terbuka keempat sisi

atau tertutup satu sisi. Letak umumnya di bagian teben kelod atau kauh menghadap

ke arah natah dan tengah.

Bale banjar yang tidak dilengkapi dengan Bale Sumanggen untuk kegiatan yang

dilakukan di wantilan dalam jumlah terbatas sesuai dengan luas ruangan. Perluasan

ruang yang diperlukan menempati natah halaman Bale Banjar atau ruang sekitar

Bale Sumanggen dengan penataan tetaring atau atap sementara, angasan/tempat

duduk sementara.

Bale sumanggen untuk bale banjar umumnya dibangun dengan type bale gese

saroras, bale sakenem atau bale lantang bangunan banjang serupa sakenem

rangkaian tiang dua-dua dijajar memanjang. Bale lantang yang dibangun dengan

tiang besar (asangga/amusti) bentang lebar tinggi desebit Bale Agung untuk

berfungsinya sebagai tempat upacara Pura desa.

Page 6: tugas kelompok abud

Bale sumanggeng di balai Banjar yang fungsinya serbaguna untuk berbagai kegiatan

memerlukan balai-balai yang mengikat 8 tiang dan 2 tiang balai lebih pendek di

teben mengikat 4 tiang di teben dengan 4 tiang padndak. Lintasan silang di tengah

antara keempat balai-balai. Balai sumanggeng tipe asradala 8 tiang, 4 pada sisi, dan

4 pada sudut-sudut, bangunannya tidak memakai balai-balai, pemakaiannya duduk

di lantai. Bangunan Bale sumanggeng tanpa balai-balai fungsi serbaguna lebih luas,

lantai terbuka dapat difungsikan sebagai tempat kegiatan latihan atau pentas

pertunjukan.

Beberapa bale banjar melengkapi bangunannya dengan bale gong dapat pula

difungsikan bangunan musyawarah.

e) Bale Kulkul

Alat komunikasi yang disepakati setiap banjar adalah kulkul atau kentongan.

Dengan suara tertentu dari kulkul yang dipukul memanggil anggota banjar untuk

datang kebanjar atau menuju ke tempat yang ditentukan. Kode tertentu dari suara

kulkul dapat pula memberi informasi tertentu seperti bencana, kematian,

perkawinan, dll.

Untuk menyampaikan fingsinya menyampaikan informasi jarak jauh, kulkul

digantung pada banguan tinggi semacam menara beratap yang disebut bale kul-kul/

kulkul dengan Balai kulkul adalah sarana informasi musyawarah banjar. Seriap

kegiatan/peristiwa banjar diinformasikan dengan memukul kulkul adalah peristiwa

banjar. Untuk mudahnya pencapaian, mudah dilihat sebagai pengenal balai Banjar,

ditempatkan di sudut pekarangan atau disudut pura, atau di tempat musyawarah

lainnya.

Page 7: tugas kelompok abud

Asta Kosala Kosali merupakan Fengshui-nya Bali, adalah sebuah tata cara, tata

letak, dan tata bangunan untuk bangunan tempat tinggal serta bangunan tempat suci yang

ada di Bali yang sesuai dengan landasan Filosofis, Etis, dan Ritual dengan memperhatikan

konsepsi perwujudan, pemilihan lahan, hari baik (dewasa) membangun rumah, serta

pelaksanaan yadnya.

  Menurut Ida Pandita Dukuh Samyaga, perkembangan arsitektur bangunan Bali, tak

lepas dari peran beberapa tokoh sejarah Bali Aga berikut zaman Majapahit. Tokoh Kebo Iwa

dan Mpu Kuturan yang hidup pada abad ke 11, atau zaman pemerintahan Raja Anak

Wungsu di Bali banyak mewarisi landasan pembanguna arsitektur Bali.

Danghyang Nirartha yang hidup pada zaman Raja Dalem Waturenggong setelah

ekspidisi Gajah Mada ke Bali abad 14, juga ikut mewarnai khasanah arsitektur tersebut

ditulis dalam lontar Asta Bhumi dan Asta kosala-kosali yang menganggap Bhagawan

Wiswakarma sebagai dewa para arsitektur.

  Penjelasan dikatakan oleh Ida Pandita Dukuh Samyaga. Lebih jauh dikemukakan,

Bhagawan Wiswakarma sebagai Dewa Arsitektur, sebetulnya merupakan tokoh dalam

cerita Mahabharata yang dimintai bantuan oleh Krisna untuk membangun kerjaan barunya.

Dalam kisah tersebut, hanya Wismakarma yang bersatu sebagai dewa kahyangan yang bisa

menyulap laut menjadi sebuah

kerajaan untuk Krisna. Kemudian

secara turun-temurun oleh umat

Hindu diangap sebagai dewa

arsitektur. Karenanya, tiap bangunan

di bali selalu disertai dengan upacara

pemujaan terhadap Bhagawan

Page 8: tugas kelompok abud

Wiswakarma. Upacara demikian dilakukan mulai dari pemilihan lokasi, membuat dasar

bagunan sampai bangunan selesai. Hal ini bertujuan minta restu kepada Bhagawan

Wiswakarma agar bangunan itu hidup dan memancarkan vibrasi positif bagi penghuninya.

Menurut kepercayaan masyarakat Hindu Bali, bangunan memiliki jiwa bhuana agung (alam

makrokosmos) sedangkan manusia yang menepati bangunan adalah bagian dari buana alit

(mikrokosmos).Antara manusia (mikrokosmos) dan bangunan yang ditempati harus

harmonis, agar bisa mendapatkan keseimbangan anatara kedua alam tersebut.Karena

itu,mebuat bagunan harus sesuai dengan tatacara yang ditulis dalam sastra Asta Bhumi dan

Atas Kosala-kosali sebagai fengsui Hindu Bali.

 

 

  Asta Kosala Kosali merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal

dan bangunan suci. penataan Bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang

punya. Pengukurannya pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang empunya rumah.

Mereka tidak menggunakan meter tetapi menggunakan seperti:

- Musti (ukuran atau dimensi untuk ukuran tangan mengepal dengan ibu jari yang

menghadap ke atas),

- Hasta (ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewata dari pergelangan tengah

tangan sampai ujung jari tengah yang terbuka)

- Depa (ukuran yang dipakai antara dua bentang tangan yang dilentangkan dari

kiri ke kanan)

Jadi nanti besar rumahnya akan ideal sekali dengan yang empunya rumah.

Di atas telah dijelaskan mengenai Buana Agung (makrokosmos) dan Buana Alit

(Mikrokosmos). Nah, kosmologi Bali itu bisa digambarkan secara hirarki atau berurutan

seperti :

- Bhur alam semesta, tempat bersemayamnya para dewa.

- Bwah, alam manusia dan kehidupan keseharian yang penuh dengan godaan

duniawi, yang berhubungan dengan materialisme

- Swah, alam nista yang menjadi simbolis keberadaan setan dan nafsu yang selalu

menggoda manusia untuk berbuat menyimpang dari dharma.

 

Selain itu juga Konsep ini berpegang juga kepada mata angin, 9 mata angin(Nawa

Sanga). Setiap bangunan itu memiliki tempat sendiri. seperti misalnya:

- Dapur, karena berhubungan dengan Api maka Dapur ditempatkan di Selatan,

Page 9: tugas kelompok abud

- Tempat Sembahyang karena berhubungan dengan menyembah akan di

tempatkan di Timur tempat matahari Terbit.

- Karena Sumur menjadi sumber Air maka ditempatkan di Utara dimana Gunung

berada begitu seterusnya.

Selain itu sosial status juga menjadi pedoman.  jadi rumah di bali itu ada yang

disebut Puri juga atau Jeroan, biasanya dibangun oleh warna / wangsa Kesatria. tapi karena

sekarang banyak yang sudah kaya diBali, jadi siapapun boleh membuat yang seperti ini.

Namun mungkin nanti bedanya di Tempat Persembahyangan di Dalamnya saja.

Warna itu merupakan sistem hirarki, di Bali Hirarkial itu juga berpengaruh terhadap

tata ruang bangunan rumahnya. Dalam pembuatan rumahnya rumah akan dibagi menjadi:

- jaba untuk bagian paling luar bangunan

- jaba jero untuk mendifinisikan bagian ruang antara luar dan dalam, atau ruang

tengah

   jero untuk mendiskripsikan ruang bagian paling dalam dari

sebuah pola ruang yang dianggap sebagai ruang paling suci atau

paling privacy bagi rumah tinggal

Di konsep ini juga disebutkan tentang teknik konstruksi dan materialnya. ada namanya Tri

Angga, yang terdiri dari:

Nista menggambarkan hirarki paling bawah dari sebuah bangunan, diwujudkan dengan

pondasi rumah atau bawah rumah sebagai penyangga rumah. bahannya pun biasanya

terbuat dari Batu bata atau Batu gunung.

Madya adalah bagian tengah bangunan yang diwujudkan dalam bangunan dinding, jendela

dan pintu. Madya mengambarkan strata manusia atau alam manusia

Utama adalah symbol dari bangunan bagian atas yang diwujudkan dalam bentuk atap yang

diyakini juga sebagai tempat paling suci dalam rumah sehingga juga digambarkan tempat

tinggal dewa atau leluhur mereka yang sudah meninggal. Pada bagian atap ini bahan yang

digunakan pada arsitektur tradisional adalah atap ijuk dan alang-alang.

 

Page 10: tugas kelompok abud

 

 

berikut bagian-bagian dari rumah Bali:

Pamerajan adalah tempat upacara yang dipakai untuk keluarga. Dan pada

perkampungan tradisional biasanya setiap keluarga mempunyai pamerajan yang

letaknya di Timur Laut pada sembilan petak pola ruang

Umah Meten yaitu ruang yang biasanya dipakai tidur kapala keluarga sehingga

posisinya harus cukup terhormat

Bale Sakepat, bale ini biasanya digunakan untuk tempat tidur anakanak atau

anggota keluarga lain yang masih junior.

Bale tiang sanga biasanya digunakan sebagai ruang untuk menerima tamu

Bale Dangin biasanya dipakai untuk duduk-duduk membuat bendabenda seni atau

merajut pakaian bagi anak dan suaminya.

Page 11: tugas kelompok abud

Lumbung sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen, berupa padi dan hasil

kebun lainnya.

Paon (Dapur) yaitu tempat memasak bagi keluarga.

Aling-aling adalah bagian entrance yang berfungsi sebagai pengalih jalan masuk

sehingga jalan masuk tidak lurus kedalam tetapi menyamping. Hal ini dimaksudkan

agar pandangan dari luar tidak langsung lurus ke dalam.

Angkul-angkul yaitu entrance yang berfungsi seperti candi bentar pada pura yaitu

sebagai gapura jalan masuk.

Arsitektur bali atau yang buat rumah dibali disebut juga Undagi. Begitulah tradisi

pembuatan rumah di Bali.

 

Landasan filosofis ASTA KOSALA KOSALI

Hubungan Bhuwana Alit dengan Bhuwana Agung. Pembangunan perumahan

adalah berlandaskan filosofis bhuwana alit bhuwana agung. Bhuwana Alit yang

berasal dari Panca Maha Bhuta adalah badan manusia itu sendiri dihidupkan oleh

jiwatman. Segala sesuatu dalam Bhuwana Alit ada kesamaan dengan Bhuwana

Agung yang dijiwai oleh Hyang Widhi. Kemanunggalan antara Bhuwana Agung

dengan Bhuwana Alit merupakan landasan filosofis pembangunan perumahan umat

Hindu yang sekaligus juga menjadi tujuan hidup manusia di dunia ini.

Unsur- unsur pembentuk. Unsur pembentuk membangun perumahan adalah

dilandasi oleh Tri Hit a Karana dan pengider- ideran (Dewata Nawasanga). Tri Hita

Karana yaitu unsur Tuhan/ jiwa adalah Parhyangan/ Pemerajan. Unsur Pawongan

adalah manusianya dan Palemahan adalah unsur alam/ tanah. Sedangkan Dewata

Nawasanga (Pangider- ideran) adalah sembilan kekuatan Tuhan yaitu para Dewa

yang menjaga semua penjuru mata angin demi keseimbangan alam semesta ini.

Landasan Etis

Tata nilai dari bangunan adalah berlandaskan etis dengan menempatkan bangunan

pemujaan ada di arah hulu dan bangunan- bangunan lainnya ditempatkan ke arah

teben (hilir). Untuk lebih pastinya pengaturan tata nilai diberikanlah petunjuk yaitu

Tri Angga adalah Utama Angga, Madya Angga dan Kanista Angga dan Tri Mandala

yaitu Utama, Madya dan Kanista Mandala.

Page 12: tugas kelompok abud

Pembinaan hubungan dengan lingkungan. Dalam membina hubungan baik

dengan lingkungan didasari ajaran Tat Twam Asi yang perwujudannya berbentuk

Tri Kaya Parisudha

 

Landasan Ritual

Dalam mendirikan perumahan hendaknya selalu dilandaskan dengan upacara dan

upakara agama yang mengandung makna mohon ijin, memastikan status tanah serta

menyucikan, menjiwai, memohon perlindungan Ida Sang Hyang Widhi sehingga terjadilah

keseimbangan antara kehidupan lahir dan batin.

 

Konsepsi perwujudan

Konsepsi perwujudan perumahan umat Hindu merupakan perwujudan landasan

dan tata ruang, tata letak dan tata bangunan yang dapat dibagi dalam :

Keseimbangan Alam: Wujud perumahan umat Hindu menunjukkan bentuk

keseimbangan antara alam Dewa, alam manusia dan alam Bhuta (lingkungan) yang

diwujudkan dalam satu perumahan terdapat tempat pemujaan tempat tinggal dan

pekarangan dengan penunggun karangnya yang dikenal dengan istilah Tri Hita

Karana.

Rwa Bhineda, Hulu Teben, Purusa Pradhana. Rwa Bhineda diwujudkan dalam

bentuk hulu teben (hilir). Yang dimaksud dengan hulu adalah arah/ terbit matahari,

arah gunung dan arah jalan raya (margi agung) atau kombinasi dari padanya.

Perwujudan purusa pradana adalah dalam bentuk penyediaan natar. sebagai ruang

yang merupakan pertemuan antara Akasa dan Pertiwi.

Tri Angga dan Tri Mandala. Pekarangan Rumah Umat Hindu secara garis besar

dibagi menjadi 3 bagian (Tri Mandala) yaitu Utama Mandala untuk penempatan

bangunan yang bernilai utama (seperti tempat pemujaan). Madhyama Mandala

untuk penempatan bangunan yang bernilai madya (tempat tinggal penghuni) dan

Kanista Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai kanista (misalnya:

kandang). Secara vertikal masing- masing bangunan dibagi menjadi 3 bagian (Tri

Angga) yaitu Utama Angga adalah atap, Madhyama angga adalah badan bangunan

yang terdiri dari tiang dan dinding, serta Kanista Angga adalah batur (pondasi).

Harmonisasi dengan potensi lingkungan. Harmonisasi dengan lingkungan

diwujudkan dengan memanfaatkan potensi setempat seperti bahan bangunan dan

prinsip- prinsip bangunan Hindu.

 

Pemilihan Tanah Pekarangan.

Page 13: tugas kelompok abud

Tanah yang dipilih untuk lokasi membangun perumahan diusahakan tanah yang miring ke

timur atau miring ke utara, pelemahan datar (asah), pelemahan inang, pelemahan marubu

lalah(berbau pedas).

Tanah yang patut dihindari sebagai tanah lokasi membangun perumahan adalah :

1. karang karubuhan (tumbak rurung/ jalan),

2. karang sandang lawe (pintu keluar berpapasan dengan persimpangan jalan),

3. karang sulanyapi (karang yang dilingkari oleh lorong (jalan)

4. karang buta kabanda (karang yang diapit lorong/ jalan),

5. karang teledu nginyah (karang tumbak tukad),

6. karang gerah (karang di hulu Kahyangan),

7. karang tenget

8. karang buta salah wetu,

9. karang boros wong (dua pintu masuk berdampingan sama tinggi),

10. karang suduk angga, karang manyeleking dan yang paling buruk adalah

11. tanah yang berwarna hitam- legam, berbau “bengualid” (busuk)

 Tanah- tanah yang tidak baik (ala) tersebut di atas, dapat difungsikan sebagai lokasi

membangun perumahan jikalau disertai dengan upacara/ upakara agama yang ditentukan,

serta dibuatkan palinggih yang dilengkapi dengan upacara/ upakara pamarisuda.

Perumahan Dengan Pekarangan Sempit, bertingkat dan Rumah Susun.

 

Pekarangan Sempit.

Dengan sempitnya pekarangan, penataan pekarangan sesuai dengan ketentuan Asta Bumi

sulit dilakukan. Untuk itu jiwa konsepsi Tri Mandala sejauh mungkin hendaknya tercermin

(tempat pemujaan, bangunan perumahan, tempat pembuangan (alam bhuta).

Karena keterbatasan pekarangan tempat pemujaan diatur sesuai konsep tersebut di atas

dengan membuat tempat pemujaan minimal Kemulan/ Rong Tiga atau Padma, Penunggun

Karang dan Natar.

Rumah Bertingkat.

Untuk rumah bertingkat bila tidak memungkinkan membangun tempat pemujaan di hulu

halaman bawah boleh membuat tempat pemujaan di bagian hulu lantai teratas.

  

Rumah Susun.

Untuk rumah Susun tinggi langit- langit setidak- tidaknya setinggi orang ditambah 12 jari.

Tempat pemujaan berbentuk pelangkiran ditempatkan di bagian hulu ruangan.

 

Page 14: tugas kelompok abud

Dewasa Membangun Rumah.

1. Dewasa Ngeruwak. Wewaran : Beteng, Soma, Buda, Wraspati, Sukra, Tulus, Dadi.

Sasih: Kasa, Ketiga, Kapat, Kedasa.

2. Nasarin. Watek: Watu. Wewaran: Beteng, soma, Budha, Wraspati, Sukra, was, tulus,

dadi. Sasih: Kasa, Katiga, Kapat, Kalima. Kanem.

3. Nguwangun. Wewaran: Beteng, Soma, Budha, Wraspati, Sukra, tulus, dadi.

4. Mengatapi. Wewaran : Beteng, was, soma, Budha, Wraspati, Sukra, tulus, dadi.

Dewasa ala : geni Rawana, Lebur awu, geni murub, dan lain- lainnya.

5. Memakuh/ Melaspas. Wewaran : Beteng, soma, Budha. Wraspati, Sukra, tulus, dadi.

Sasih : Kasa, Katiga, Kapat, Kadasa.

 

Upacara Membangun Rumah.

1. Upacara Nyapuh sawah dan tegal. Apabila ada tanah sawah atau tegal dipakai

untuk tempat tinggal. Jenis upakara : paling kecil adalah tipat dampulan, sanggah

cucuk, daksina l, ketupat kelanan, nasi ireng, mabe bawang jae. Setelah “Angrubah

sawah” dilaksanakan asakap- sakap dengan upakara Sanggar Tutuan, suci asoroh

genep, guling itik, sesayut pengambeyan, pengulapan, peras panyeneng, sodan

penebasan, gelar sanga sega agung l, taluh 3, kelapa 3, benang + pipis.

2. Upacara pangruwak bhuwana dan nyukat karang, nanem dasar wewangunan .

Upakaranya ngeruwak bhuwana adalah sata/ ayam berumbun, penek sega manca

warna. Upakara Nanem dasar: pabeakaonan, isuh- isuh, tepung tawar, lis, prayascita,

tepung bang, tumpeng bang, tumpeng gede, ayam panggang tetebus, canang geti-

geti.

3. Upakara Pemelaspas. Upakaranya : jerimpen l dulang, tumpeng putih kuning, ikan

ayam putih siungan, ikan ayam putih tulus, pengambeyan l, sesayut, prayascita,

sesayut durmengala, ikan ati, ikan bawang jae, sesayut Sidhakarya, telur itik, ayam

sudhamala, peras lis, uang 225 kepeng, jerimpen, daksina l, ketupat l kelan, canang 2

tanding dengan uang II kepeng. Oleh karena situasi dan kondisi di suatu tempat

berbeda, maka upacara

upakara tersebut di atas disesuaikan dengan kondisi setempat.

Dalam melihat tata budaya dari berbagai suku di Indonesia , bentuk budaya Bali telah

berkembang dengan ciri dan kepribadian tersendiri.

Dari sudut arsitektur tradisional , peranan agama dan kebudayaan dipengaruhi kebudayaan

Cina dan India yang melebur ke dalam ajaran agama mereka yaitu Hindu-Budha, sehingga

peranannya sangat mendalam dan dijadikan pangkal untuk mencipta, petunjuk petunjuk ini

dikenal dengan nama Hasta Bumi,Hasta Kosala Kosali,Hasta Patali, sikuting umah, dan lain-

Page 15: tugas kelompok abud

lain yang berisikan berbagai petunjuk , pantangan, tata cara perencanaan, pelaksanaan dan

lain-lain dalam mendirikan suatu bangunan .

 

Pengaruhnya terlihat pada

 

Bentuk

Dari segi perbandingan ukuran setiap unsur bangunan dan pekarangan berpangkal kepada

ukuran kepala dan badan manusia terutama ukuran tubuh kepala keluarga (yang punya

rumah) secara fisik dan tingkat kastanya.

Bentuk rumah Bali, pada dasarnya bukan merupakan suatu organisasi ruangan dibawah

satu atap , tetapi beberapa bangunan yang masing-masing dengan fungsinya tertentu di

dalam satu lingkungan atau satu tembok.

Arsitektur tradisional Bali yang kita kenal, mempunyai konsep-konsep dasar yang

mempengaruhi tata nilai ruangnya. Konsep dasar tersebut adalah:

1. Konsep hirarki ruang, Tri Loka atau Tri Angga

2. Konsep orientasi kosmologi, Nawa Sanga atau Sanga Mandala

3. Konsep keseimbangan kosmologi

4. Konsep proporsi dan skala manusia

5. Konsep court, Open air

6. Konsep kejujuran bahan bangunan

Adapula beberapa ketentuan-ketentuan bangunan di Bali:

1. Tempat/ denah berdasarkan Lontar Asta Bhumi.

2. Bangunan/ konstruksinya berdasarkan lontar Asta Dewa dan lontar Asta Kosala

Kosali.

3. Bahan- bahan/ ramuan berdasarkan lontar Asta Dewa dan lontar Asta Kosala

Kosali, seperti : kayu, ijuk, alang- alang, batu alam, bata dan sebagainya

Asta Kosala Kosali merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan

bangunan suci. penataan Bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang

punya rumah. Pengukurannya pun tidak menggunakan meter tetapi menggunakan seperti

 

Mata Pencaharian dan Pengaruh Lingkungan

 

Lahirnya berbagai perwujudan fisik juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan

geografis dan ekonomi masyarakat.

Page 16: tugas kelompok abud

Ditinjau dari aspek geografi terdapatlah Arsitektur Tradisional Bali dataran tinggi (daerah

pegunungan) dan Arsitektur Tradisional Bali dataran rendah. Untuk daerah dataran tinggi

yang penduduknya berkebun, pada umunya bangunannya kecil-kecil dan tertutup untuk

menyesuaikan keadaan lingkungannya yang cenderung dingin. Tinggi dinding relatif

pendek untuk menghindari sirkulasi udara yang terlalu sering. Satu bangunan bisa

digunakan untuk berbagai aktifitas mulai aktifitas sehari-hari seperti tidur, memasak dan

untuk hari-hari tertentu juga digunakan untuk upacara. Luas dan bentuk pekarangan relatif

sempit dan tidak beraturan disesuaikan dengan topografi tempat tinggalnya.

 

Untuk daerah dataran rendah,yang penduduknya bertani, pekarangannya relatif luas dan

datar sehingga bisa menampung beberapa massa dengan pola komunikatif, umumnya

berdinding terbuka, yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Seperti bale daja

untuk ruang tidur dan menerima tamu penting, bale dauh untuk ruang tidur dan menerima

tamu dari kalangan biasa, bale dangin untuk upacara, dapur untuk memasak, jineng untuk

lumbung padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Untuk keluarga raja dan brahmana

pekarangnnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu jaba sisi (pekarangan depan), jaba tengah

(pekarangan tengah) dan jero (pekarangan untuk tempat tinggal

adapun pertimbangan dalam membangun tempat tinggal diantaranya;

 

 

Tanah

Membuat rumah yang dapt mendatangkan keberuntungan bagi penghuninya,bagi

rohaniwan dari Banjar Semaga,Desa Penatih,Denpasar ini harus diawali dengan pemilihan

lokasi (tanah) yang pas.Lokasi yang bagus dijadikan bagunan adalah tanah yang posisinya

lebih rendah (miring) ke timur (sebelum direklamasi). Namun di luar lahan bukan milik

kita,posisinya lebih tinggi.Demikian juga tanah bagian utaranya juga harus lebih tinggi.Bila

tanah di pinggir jalan,usahakan posisinya tanah dipeluk jalan.Sangat baik bila ada air di arah

selatan tetapi bukan dari sungai yang mengalir deras.Air harus berjalan pelan,tetapi posisi

sungai juga harus memeluk tanah ,bukan sebaliknya menebas lokasi tanah.Diyakini,aliran

air yang lambat membuat Dewa air sebagai pembawa kesuburan dan rejeki banyak terserap

dalam deras.

 

Selain letak tanah,tekstur tanah juga harus dipastikan memiliki kualitas baik. Tanah

berwarna kemerahan dan tidak berbau termasuk jenis tanah yang bagus untuk tempat

tinggal.Untuk menguji tekstur tanah,cobalah genggam tanah tersebut.Jika setelah lepas dari

genggaman tanah itu terurai lagi,berarti kualitas tanah tersebut cocok dipilih untuk lokasi

Page 17: tugas kelompok abud

perumahan.Cara lain untuk menguji tekstur tanah yang baik adalah dengan cara melubangi

tanah tersebut sedalam 40 Cm persegi.Kemudian lubang itu diurug (ditimbun) lagi dengan

tanah galian tadi.

 

Jika lubang penuh atau kalau bisa ada sisa oleh tanah urugan itu, berati tanah itu bagus

untuk rumah.Sebaliknya jika tanah untuk menutup lubang tidak bisa memenuhi (jumlahnya

kurang) berati tanah tersebut tidak bagus dan tidak cocok untuk rumah karena tergolong

tanah anggker.Akan lebih baik memilih tanah yang terletak di utara jalan karena lebih

mudah untuk melakukan penataan bangunan menurut konsep Asta kosala-kosali.Misalnya

membuat pintu masuk rumah,letak bangunan,dan tempat suci keluarga

(merajan/sanggah).Lokasi seperti ini memungkinkan untuk menangkap sinar baik untuk

kesehatan.Tata letak pintu masuk yang sesuai,akan memudahkan menangkap Dewa Air

mendatangkan rejeki.

 

 

Kurang Bagus

Jangan membangun rumah di bekas tempat-tempat umum seperti bekas balai banjar (balai

masyarakat), bekas pura (tempat suci), tanah bekas tempat upacara ngaben

massal(pengorong/peyadnyan)bekas gria (tempat tinggal pedande/pendeta) dan tanah

bekas kuburan.Usahakan pula untuk tidak memilih lokasi (tanah)bersudut tiga atau lebih

dari bersudut empat.Tanah di puncak ketinggian,di bawah tebing atau jalan juga kurang

bagus untuk rumah karena membuat rejeki seret dan penghuninya akan sakit –

sakitan.Demikian juga tanah yang terletak di pertigaan atau di perempatan jalan (simpang

jalan) tidak bagus untuk tempat tinggal tetapi cocok untuk tempat usaha.Tanah jenis ini

termasuk tanah angker karena merupakan tempat hunian Sang Hyang Durga Maya dan Sang

Hyang Indra Balaka.

 

 

Tata Letak Bangunan

Setelah direklamasi (ditata) diusahkan bangunan yang terletak di timur,lantainya lebih

tinggi sebab munurut masyarakat bali selatan umumnya,bagian timur dianggap sebagai

hulu(kepala)yang disucikan.Sedangkan menurut fungsui,posisi bangunan seperti itu

memberi efek positif.Sinar matahari tidak terlalu kencang,dan air tidak sampai ke bagian

hulu.Bagunan yang cocok untuk ditempatkan diareal itu adalah tempat suci keluarga yg

disebut merajan atau sanggah.Dapur diletakan di arah barat (barat daya) dihitung dari

Page 18: tugas kelompok abud

tempat yang di anggap sebagai hulu (tempat suci) atau di sebelah kiri pintu masuk areal

rumah, karena menurut konsep lontar Asta Bumi,tempat ini sebagai letak Dewa Api.

Sumur dan lumbung tempat penyimpanan padi sedapat mungkin diletakan di sebelah timur

atau utara dapur.Atau di sebelah kanan pintu gerbang masuk rumah karena melihat posisi

Dewa Air.

Bangunan balai Bandung (tempat tidur) diletakan diarah utara,sedangkan balai adat atau

balai gede ditempatkan disebelah timur dapur dan diselatan balai Bandung.Bangunan

penunjang lainnya diletakkan di sebelah selatan balai adat.

 

 

Pintu Masuk

Selain menemukan posisinya yang tepat untuk menangkap dewa air sebagai sumber rejeki

ukuran pintu masuk juga harus diatur. Jika membuat pintu masuk lebih dari satu,lebar pintu

masuk utama dan lainya tidak boleh sama.Termasuk tinggi lantainya juga tidak boleh sama.

Lantai pintu masuk utama (dibali berbentuk gapura/angkul – angkul) harus dibuat lebih

tinggi dari pintu masuk mobil menuju garase.jika dibuat sama akan memberi efek kurang

menguntungkan bagi penghuninya bisa boros atau sakit-sakitan.Akan sangat bagus bila di

sebelah kiri (sebelah timur jika rumah mengadap selatan) diatur jambangan air (pot air)

yang disi ikan.

 

Ini sebagai pengundang Dewa Bumi untuk memberi kesuburan seisi rumah.Tak

menempatkan benda – benda runcing dan tajam yang mengarah ke pintu masuk rumah

seperti penempatan meriam kuno,tiang bendera,listrik dan tiang telepon atau tataman yang

berbatang tinggi seperti pohon palm,karena membuat penghuninya sakit sakitan akibat

tertusuk.Got dan tempat pembungan kotoran sedapat mungkin di buat di posisi hilir dan

lebih rendah dari pintu masuk.Kalau menempatkan kolam di pekarangan rumah hendaknya

dibuat di atas permukaan tanah(bukan lobang).Kolam di buat di sebelah kanan pintu masuk

dengan posisi memelu rumah,bukan berlawanan.Karena keberadaan kolam yang tidak

sesuai akan mempengaruhi kesehatan penghuni rumah.