tugas kd 4 pengcit - m0508125
TRANSCRIPT
CITRA DIGITAL
SISTEM PENGENALAN SPESIES PRIMATA
MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN
SYARAF TIRUAN BERBASIS ANDROID
Disusun Oleh:
SYAHIRUL ALIM MUHAMMAD
Nim.M0508125
JURUSAN INFORMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
1. Topik
SISTEM PENGENALAN SPESIES PRIMATA MENGGUNAKAN
PENGOLAHAN CITRA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS
ANDROID
2. Pendahuluan
2.1. Latar Belakang Penelitian
Indonesia adalah Negara kepulauan dengan lebih kurang 17.000 pulau
yang tersebar disepanjang khatulistiwa. Telah diketahui bahwa sekitar 10%
(kira-kira 25.000 jenis) tumbuhan berbunga dunia ditemukan di Indonesia dan
lebih dari 10.000 jenis diantaranya dijumpai di pulau-pulau yang di huni
primata Indonesia.
Primata merupakan salah satu satwa penghuni hutan yang memiliki arti
penting dalam kehidupan di alam. Sebagian besar primata memakan buah dan
biji sehingga mereka berperan penting dalam penyebaran biji-bijian.
Selain itu juga primata dapat dijadikan mascot dalam pengembangan
ekoturisme. Ekoturisme gorilla di Rwanda menjadi sumber devisa ketiga
negara itu. Ekoturisme merupakan industri di negara-negara Afrika Timur dan
berkembang pesat di Amerika dan Asia.
Dari sekitar 195 jenis primata yang ada, 40 jenis ditemukan di Indonesia
dan 24 jenis diantaranya merupakan satwa endemik yang hanya hidup di negeri
ini. Dalam klasifikasinya ke 40 jenis itu dikelompokkan ke dalam 5 suku dan 9
marga.
Dalam berbagai bidang seperti hiburan, perdagangan, pendidikan, dan
kepolisian, data gambar dari berbagai bidang tersebut semakin bertambah
dengan cepat, dimana hal ini didasarkan pada kebutuhan manusia yang
cenderung semakin hari semakin meningkat. Sedangkan sistem penyimpanan
dari berbagai macam informasi digital tersebut semakin meningkat sehingga
membuat masalah dalam pencarian dan pengolahannya. Content Based Image
Retrieval System bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat pencarian
dari gambar-gambar mirip dengan kriteria gambar tertentu yang diinginkan
dari sekumpulan gambar yang ada. Dimana karakteristik atau kriteria dari
gambar yang dihasilkan ini seperti bentuk, warna, dan tekstur dan lain-lain
yang sesuai dengan gambar yang diinginkan. Hubungan antar gambar-gambar
yang diinginkan dengan gambar hasil dikelompokkan berdasarkan kemiripan
karakteristik secara komputasi. (Bagus, 2007)
Sistem biometrik adalah sistem untuk melakukan identifikasi dengan
cara menggunakan ciri-ciri fisik atau anggota badan manusia, seperti sidik
jari, retina mata, suara. Teknologi biometrik ini memiliki beberapa kelebihan
seperti tidak mudah hilang, tidak dapat lupa, tidak mudah dipalsukan, dan
memiliki keunikan yang berbeda antara manusia satu dengan yang lain.
(Nugroho & Harjoko, 2005)
Salah satu cara yang digunakan dalam sistem biometrik adalah
pengenalan wajah. Sistem pengenalan wajah bertujuan untuk mengidentifikasi
wajah seseorang dengan cara membandingkan wajah tersebut dengan database
wajah yang sudah ada. Dalam sistem pengenalan wajah, pendeteksian posisi
wajah merupakan salah satu tahap yang penting karena di dunia nyata wajah
dapat muncul di dalam citra dengan berbagai ukuran dan posisi, dan dengan
latar belakang yang bervariasi. (Nugroho & Harjoko, 2005)
Menggunakan gambar sebagai media masukan merupakan pendekatan
baru dalam pencarain informasi dalam web. Pencarian informasi berbasis
gambar lebih dari sekedar mencocokkan gambar saja. Dalam penelitian ini
penulis mengembangkan sebuah system baru dimana menggunakan gambar
untuk mencari informasi pada web. (Tollmar, Moller, & Nilsved, 2008)
Sekarang ini perkembangan teknologi terjadi begitu pesat, terlebih lagi
mobilitas merupakan hal yang penting dalam kehidupan sekarang. Hal ini
dapat terlihat dalam beberapa tahun belakangan ini dengan munculnya
berbagai teknologi baru, salah satu diantaranya adalah teknologi smart phone
berbasis android. Teknologi ini memposisikan telepon genggam dengan fitur
tambahan seperti layaknya komputer pribadi.
Dengan uraian diatas, dalam penelitian ini akan diterapkan pengenalan
spesies primata melalui media foto yang diambil menggunakan smart phone.
Proses pengenalan primata ini menggunakan pengolahan citra digital dan
jaringan syaraf tiruan yang diterapkan pada android.
2.2. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang yang telah dijabarkan diatas, yang menjadi
lingkup permasalahan pada penelitian ini adalah:
“Bagaimana mengaplikasikan sistem deteksi bentuk pada citra primata
dan pencocokan hasil pendeteksian bentuk tersebut dengan data bentuk
wajah primata yang ada menggunakan jaringan syaraf tiruan berbasis
android.”
2.3. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan akan dibatasi:
1. Pengaplikasian pengenalan bentuk akan diterapkan pada spesies
primata yang terdapat di Indonesia.
2. Citra masukan diambil dari kamera yang terdapat pada smart phone.
3. Proses pengenalan jenis primata dilakukan dengan sistem pendeteksi
bentuk.
4. Dari citra masukan yang diperoleh akan dikenali ciri-ciri dari spesies
primata tersebut terutama ciri bentuk.
5. Sistem dinyatakan berhasil jika system dapat mengenali bentuk dari
spesies primata dan menghasilkan keluaran selanjutnya berupa data-
data cirri khusus dari spesies primate tersebut.
2.4. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis akan merancang dan mengimplementasikan
sistem pendeteksi wajah yang diterapkan pada pengenalan jenis primata yang
dapat memberikan output berupa rincian dari jenis primata yang berhasil
dikenali tersebut.
2.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan sistem deteksi
pengenalan jenis primata ini dapat membantu penggunanya untuk lebih
mengetahui spesies-spesies primata apa saja yang terdapat di Indonesia.
3. Penelitian Terkait
Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian maupun studi sejenis
yang telah dilakukan sebelumnya. Berikut uraian singkat dari penelitian
maupun studi tersebut.
3.1. Image Database Menggunakan Sistem Content Based Image Retrieval
Dengan Ekstraksi Fitur Terstruktur (Bagus, 2007)
Pada penelitian ini bertujuan untuk menggunakan Shape (bentuk) sebagai
ekstraksi fitur dari gambar baik gambar query maupun gambar yang ada pada
sekumpulan gambar. Kemudian untuk proses matching antara gambar query
dengan gambar target yang ada pada sekumpulan gambar dilakukan
perhitungan jarak (Euclidean distance) dari gambar query dengan gambar
target pada sekumpulan gambar. Nilai jarak yang paling minimal merupakan
gambar yang memiliki kemiripan dengan gambar query. CBIR dengan metode
shape ini lebih cocok digunakan pada gambar-gambar yang memiliki
background atau latar belakang yang polos yang komplek serta ukuran gambar
yang tidak terlalu jauh.
3.2. Pengenalan Wajah Dengan Jaringan Saraf Tiruan Back Propagation
(Nugroho F. H., 2005)
Pada penelitian ini digunakan perpaduan antara teknik pengolahan citra
dan jaringan syaraf tiruan. Pertama kali citra diolah melalui proses deteksi tepi
(edge detection) operator Prewitt, selanjutnya dilakukan proses segmentasi 2
tahap. Setelah itu hasil dari segmentasi tersebut dilakukan proses training Back
Propagation untuk pencocokan pola wajah.
3.3. Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Mendeteksi Posisi Wajah
Manusia Pada Citra Digital (Nugroho & Harjoko, 2005)
Dalam penelitian ini penulis merancang dan mengimplementasikan
sistem pendeteksi posisi wajah dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan.
Sistem ini dilatih dengan menggunakan contoh-contoh wajah yang diberikan.
Algoritma Quickprop dan metode active learning digunakan untuk
mempercepat proses pelatihan sistem. Dari hasil eksperimen dengan
menggunakan 23 file citra berisi 149 wajah, sistem pendeteksi wajah ini
memberikan hasil detection rate 71,14% dan false positive 62.
3.4. A Picture is Worth a Thousand Keywords: Exploring Mobile Image-
Based Web Searching (Tollmar, Moller, & Nilsved, 2008)
Menggunakan gambar sebagai media masukan merupakan pendekatan
baru dalam pencarain informasi dalam web. Pencarian informasi berbasis
gambar lebih dari sekedar mencocokkan gambar saja. Dalam penelitian ini
penulis mengembangkan sebuah system baru dimana menggunakan gambar
untuk mencari informasi pada web.
3.5. Deteksi Wajah Manusia Pada Citra Berwarna Menggunakan Fuzzy
(Humaira, 2009)
Deteksi wajah merupakan proses dasar lebih dari beragam aplikasi
selanjutnya. Pada penelitian ini digunakan teori fuzzy untuk mendeteksi wajah
dalam citra berwarna. Sebuah model warna kulit yang merepresentasikan
warna kulit manusia dibuat untuk membedakan daerah kulit dan daerah bukan
kulit pada citra berwarna. Proses ini juga menyediakan kandidat area wajah
lalu membandingkannya dengan model bentuk kepala menggunakan teori
fuzzy.
3.6. Labeled Faces in The Wild: A Database for Studying Face
Recognition in Unconstrained Environments (Huang, Mattar, Berg, &
Miller, 2008)
Kebanyakan database wajah dibuat dalam kondisi yang ditentukan
sebagai fasilitas dalam pembelajaran parameter khusu pengenalan wajah. Yang
termasuk dalam parameter ini seperti posisi, pose, cahaya, latar belakang,
kualitas kamera, dan jenis kelamin. Tetapi, dalam kenyataannya tidak semua
parameter tersebut dapat dipenuhi untuk prose pengenalan wajah. Database ini,
“Labeled Faces in The Wild” disediakan sebagai penolong dalam pembelajaran
pengenalan wajah selanjutnya. Database ini terdiri dari foto-foto natural yang
dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai tambahan untuk
penjelasan dari database, peneliti menyediakan beberapa paradigm percobaan.
Hal ini dilakukan dalam rangka membuat penelitian yang dilakukan dengan
database secara konsisten dan setara mungkin. Kami memberikan hasil awal,
termasuk hasil dari keadaan sistem seni pengenalan wajah dikombinasikan
dengan sistem penyelarasan wajah.
4. Dasar Teori
4.1. Pengolahan Citra Digital
Proses pengolahan citra digital dengan menggunakan komputer digital
adalah terlebih dahulu mentransformasikan gambar ke dalam bentuk besaran-
besaran diskrit dari nilai tingkat keabuan pada titik-titik elemen gambar.
Bentuk gambar ini disebut gambar digital. Elemen-elemen gambar digital
apabila ditampilkan dalam layar monitor akan menempati sebuah ruang yang
disebut dengan piksel (picture element/pixel).
Pada proses transformasi yang menghasilkan gambar dari bentuk tiga
dimensi ke bentuk dua dimensi akan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor
yang mengakibatkan penampilan gambar suatu benda tidak identik dengan
bentuk fisik nyatanya. Faktor-faktor tersebut merupakan efek degradasi atau
penurunan kualitas yang dapat berupa rentang kontras benda yang terlalu
sempit atau terlalu lebar, distorsi geometri (geometric distortion), kekaburan
(blur), kekaburan akibat obyek gambar yang bergerak (motion blur), noise atau
gangguan yang disebabkan oleh interferensi peralatan pembuat gambar.
Teknik dan proses untuk mengurangi atau menghilangkan efek degradasi
pada gambar digital meliputi perbaikan citra (image enhancement), restorasi
citra (image restoration), dan transformasi spasial (spatial transformation).
Subyek lain dari pengolahan gambar digital diantaranya adalah pengkodean
gambar (image coding), segmentasi gambar (image segmentation), representasi
dan deskripsi gambar (image representation and description).
Pengolahan citra digital memiliki banyak aplikasi seperti pada bidang
penginderaan jarak jauh, robotik, pemetaan, biomedis, dan sebagainya.
Perlengkapan pengolahan gambar digital minimal terdiri atas alat pemasukan
data gambar berupa digitizer atau scanner, komputer digital, alat penyimpanan
data dengan kapasitas yang besar.
4.2. Mode Warna
Gambar yang tidak berwarna atau hitam putih dikenal juga sebagai
gambar dengan derajat keabuan (gambar gray level). Derajat keabuan yang
dimiliki ini bisa beragam mulai dari 2 derajat keabuan (yaitu 0 dan 1) yang
dikenal juga sebagai gambar monochrome, 16 derajat keabuan dan 256 derajat
keabuan. Semakin besar jumlah derajat keabuan yang dimiliki maka semakin
halus citra tersebut.
Dalam sebuah gambar monochrome, sebuah piksel diwakili oleh 1 bit
data yang berisikan data tentang derajat keabuan yang dimiliki piksel tersebut.
Data akan berisi 1 bila piksel tersebut berwarna putih dan data akan berisi nilai
0 bila piksel tersebut berwarna hitam Untuk gambar berwarna, jumlah warna
bisa beragam mulai dari 16, 256, 65536 atau 16 juta warna, yang masing-
masing direpresentasikan oleh 4, 8, 16, atau 24 bit data untuk setiap pikselnya.
Warna yang ada terdiri dari 3 komponen utama yaitu nilai merah (red),
nilai hijau (green), dan nilai biru (blue). Paduan ketiga komponen utama
pembentuk warna ini dikenal sebagai RGB color. Representasi warna yang
banyak digunakan dalam gambar adalah RGB color space. Dari dua komponen
RGB color space hanya nilai chrominance sebuah citra berwarna yang diambil,
karena nilai luminance tidak penting dalam pemisahan skin region dan non skin
region (Henry&Ulises,2000)
RGB dalam citra berwarna tidak sesuai jika digunakan untuk melakukan
karakterisasi warna kulit. Dalam ruang RGB, terdapat tiga buah komponen
(merah-hijau-biru) yang tidak hanya menyajikan warna saja, tetapi juga
luminansi atau kecerahan. Luminansi antara wajah tiap orang berbeda-beda
karena perbedaan kondisi pencahayaan dan ini tidak sesuai jika digunakan
untuk memisahkan daerah kulit dari daerah yang bukan kulit. Luminansi dapat
dihilangkan dari tampilan warna di dalam ruang warna kromatik. Warna
kromatik dikenal juga dengan sebagai warna asli tanpa adanya luminansi, yang
dapat dilakukan dengan proses normalisasi berikut ini:
r = R/(R+G+B)
b = B/(R+G+B)
dengan
R=komponen warna merah dari citra berwarna
G = komponen warna hijau dari citra berwarna
B = komponen warna hijau dari citra berwarna
r = warna merah setelah normalisasi
b = warna biru setelah normalisasi
Adapun untuk warna hijau setelah normalisasi (g) merupakan redundan
karena proses normalisasinya adalah r+g+b=1.
Penyebaran warna kulit tersebut dapat ditampilkan dengan model
Gaussian, N(m,C), sebagai:
Rerata: m=E ( x ) dengan x=(r b )T
Kovarians: C=E {( x−m) ( x−m )T }Dengan menerapkan distribusi Gaussian pada model warna kulit, akan
diperoleh kemungkinan kulit untuk sembarang piksel dari suatu citra
Gambar 4. 1 RGB Color
4.3. Piksel
Piksel merupakan salah satu komponen dari citra yang menentukan
resolusi dari gambar tersebut, misal, sebuah gambar dikatakan resolusinya
sebesar 400 x 500 maka artinya yaitu panjang pikseel horizontalnya 400 dan
panjang piksel vertikalnya 500 dan jumlah total keseluruhan pixel dari gambar
tersebut yaitu 480000 atau dapat dikatakan bahwa dalam gambar tersebut
terdiri dari 20000 pixel.
Dalam pengolahannya, piksel memiliki hubungan antara yang satu
dengan yang lainnya. Sebuah piksel p pada koordinat (x,y) mempunyai
tetangga horisontal dan vertikal yang koordinatnya sebagai berikut :
N4(p): 4 tetangga dari p (x+1, y), (x-1, y), (x, y+1), (x, y-1)
x
x p x
x
Kumpulan dari piksel-piksel diatas yang disebut 4-neighbours of p dapat
dinyatakan sebagai N4(p), kecuali jika p(x,y) posisinya terletak pada garis batas
gambar, sehingga jumlah piksel tetangga tidak terdiri dari tetangga. Selain 4
tetangga diatas, p juga memiliki 4 tetangga diagonal, yaitu:
ND(p): 4 diagonal tetangga dari p (x+1, y+1), (x+1, y-1), (x-1, y+1), (x-1,
y-1)
x x
p
x x
Gabungan dari N4(p) dan ND(p) didefinisikan sebagai 8-neighbours of p
dan dinyatakan sebagai N8(p).
N8(p): 8 tetangga dari p
x x x
x p x
x x x
4.4. GrayScale
Variabel gambar gray scale adalah matrik yang dinyatakan:
A=[a ( i , j ) ]n× n
Untuk gambar yang berwarna, nilai A terdiri dari 3 matrik layer yaitu: 1
matrik untuk layer warna RED, 1 matrik untuk layer warna GREEN dan 1
matrik untuk layer warna BLUE.
4.5. Segmentasi
Tujuan dari sementasi gambar adalah untuk menentukan daerah atau
bagian yang merepresentasikan objek dengan kata lain memisahkan objek
dengan latar belakangnya. Tetapi ini salah satu kesulitan dalam pemrosesan
citra digital.
Algoritma segmentasi berdasarkan pada satu atau dua sifat nilai intensitas
yaitu diskontinu dan similaritas. Kategori pertama membagi sebuah gambar
berdasarkan perubahan yang tiba-tiba dari intensitas, misal tepi dari sebuah
gambar. Kategori kedua berdasarkan pembagian gambar kedalam daerah-
daerah yang mirip menurut kriteria yang sudah didefinisikan sebelumnya.
Pendekatan Histogram Thresholding berada pada kategori ini.
Dasar-dasar Thresholding:
Anggaplah histogram dari gambar grayscale f(x,y), tersusun atas
obyek gelap didalam latar belakang yang terang, dengan cara ini
piksel-piksel untuk objek dan latar belakangnya mempunyai
kelompok gray level yang dibagi dalam dua mode. Salah satu untuk
dilihat untuk mengekstraksi objek dari latar belakangnya adalah
memilih sebuah threshold 'T' yang akan memisahkan 2 mode ini.
Kemudian semua piksel (x,y) yang nilai f(x,y) > T disebut sebagai
piksel dari objek, selain itu, disebut sebagai piksel latar belakang.
Jika ada dua mode yang dominan dari karakteristik histogram,
disebut sebagai bimodal histogram. Hanya satu threhold sudah cukup
untuk membagi gambar.
Jika contoh gambar dibangun dengan dua tipe obyek obyek terang
pada latar belakang gelap, tiga atau lebih mode karakteristik
histogram yang dominan.
4.6. Deteksi Tepi (Edge Detection)
Deteksi tepi merupakan salah satu proses penting di dalam image
processing. Tepi suatu gambar dapat dijadikan salah satu ciri atau fitur yang
dapat digunakan dalam proses pengenalan (identifikasi dan recognition),
klasifikasi dan penjabaran informasi dari suatu gambar. Mengingat pentingnya
informasi tepi ini, diperlukan suatu proses deteksi tepi yang benar-benar handal
dalam menyajikan informasi tepi.
Permasalahan di dalam proses deteksi tepi adalah bagaimana
menghasilkan informasi tepi yang benar-benar tepi dan menghilangkan noise.
Proses deteksi tepi pada dasarnya adalah proses filter pada frekuensi tinggi
dimana pada frekuensi ini sukar dibedakan mana informasi tepi dan mana yang
noise.
Beberapa deteksi tepi yang mencoba mengurangi noise mempunyai efek
samping hilangnya beberapa informasi tepi, seperti pada Robert dan sobel.
Metode deteksi Prewitt menghasilkan banyak informasi tepi tetapi noise yang
dihasilkan juga banyak. Untuk itu muncul pemikiran bagaimana menghasilkan
matrik filter kernel deteksi tepi yang dapat mengurangi noise sebanyak-
banyaknya tanpa kehilangan informasi tepi.
Tepi suatu obyek gambar dinyatakan sebagai titik yang intensitasnya
berubah dengan jelas, dengan demikian proses deteksi tepi dilakukan dengan
memperhatikan perubahan nilai intensitas setiap titik dengan delapan titik
tetangganya. Sehingga matrik filter kernel yang dikembangkan merupakan
nilai differensial dari suatu titik dengan titik-titik tetangganya.
Perhitungan konvolusi antara matrik kernel H dan matrik gambar X,
hasilnya Y adalah informasi tepi.
4.6.1. Filter Kernel Prewitt Horisontal dan Vertikal
Deteksi Tepi Prewitt merupakan pengembangan dari deteksi tepi
Robert dengan memanfaatkan nilai tetangga dari dua arah yang berbeda.
Beberapa matrik kernel dari metode deteksi tepi Prewitt adalah sebagai
berikut
H=[1 0 −11 0 −11 0 −1]H=[ 1 1 1
0 0 0−1 −1 −1]
4.6.2. Filter Kernel Sobel Horisontal dan Vertikal
Deteksi Tepi Sobel merupakan pengembangan dari deteksi tepi
Prewitt dengan menambahkan unsur gaussian di dalam matrik filter kernel
yang menyatakan arah dari proses konvolusi.
H=[−1 −2 −10 0 01 2 1 ]H=[−1 0 1
−2 0 2−1 0 1]
4.6.3. Filtet Kernel Laplacian
H=[ 0 −1 0−1 4 −10 −1 0 ]atau H =[−1 −1 −1
−1 8 −1−1 −1 −1]
4.7. Content Based Image Retrieval System (CBIR)
Content Based Image Retrieval System (CBIR) merupakan suatu teknik
pencarian kembali gambar yang mempunyai kemiripan karakteristik atau
konten dari sebuah sekumpulan gambar. Proses secara umum dari CBIR adalah
gambar yang menjadi query dilakukan proses ekstraksi fitur, begitu halnya
dengan gambar yang ada pada sekumpulan gambar juga dilakukan proses
seperti pada gambar query. Parameter fitur gambar yang dapat digunakan
untuk retrieval pada system ini seperti histogram, susunan warna, teksture, dan
bentuk, tipe spesifik dari obyek, tipe event tertentu, nama individu, lokasi,
emosi.
Gambar query yang digunakan mempunyai beberapa level, yaitu:
Level 1: retrieval dengan primitive feature, seperti color, shape,
teksture,
Level 2: retrieval dengan logical feature, seperti tipe obyek, individu
obyek atau orang,
Level 3: retrieval dengan abstrak feature, seperti nama even, tipe
aktifitas, emotional, religious
Penelitian dan pembangunan dalam CBIR mencakup keseluruhan topik.
Beberapa pokok persoalan yang terjadi dalam pembangunan CBIR dapat
diuraikan sebagai berikut:
Pemahaman gambar yang dibutuhkan oleh user dan pencarian
informasi.
Pengidentifikasian cara yang sesuai dalam penggambaran content
atau karakteristik dari gambar.
Proses ekstraksi feature dari gambar. Ekstrasi feature merupakan
proses penting pada sistem CBIR. Karena hasil dari proses ini,
perbedaan pada setiap gambar dapat diketahui berdasarkan cirinya
seperti ciri bentuk, ciri warna, ciri tekstur dan lain – lain. Beberapa
teknik yang dapat digunakan untuk ekstrasi feature antara lain :
teknik analisis komponen utama, besaran statistik , histogram warna,
wavelet transform dan lain–lain.
Penyediaan tempat penyimpanan untuk sekumpulan gambar.
Proses matching antara gambar query dan gambar yang ada pada
sekumpulan gambar. Proses matching merupakan proses pencocokan
gambar untuk memperoleh gambar yang mempunyai kemiripan
dengan gambar query. Proses matching dilakukan dengan
menghitung jarak antara dua gambar yaitu gambar query dan gambar
target pada sekumpulan gambar. Parameter yang digunakan dalam
perhitungan jarak berdasarkan pada hasil ekstrasi ciri.
Penyediaan human interface dari CBIR system.
4.8. Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan Syaraf Tiruan (artificial neural networks) atau disingkat JST
adalah system komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari
pengetahuan tentang sel syaraf biologi di dalam otak. JST dapat digambarkan
sebagai model matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi nonlinear,
klasifikasi data, cluster, dan regresi non parametric atau sebagai sebuah
simulasi dari koleksi model syaraf biologi. (Kristanto, 2004)
Model syaraf ditunjukkan dengan kemampuannya dalam emulasi,
analisa, prediksi, dan asosiasi. Berdasarkan kemampuan yang dimiliki, JST
dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau operasi dari
beberapa contoh, untuk menghasilkan output yang sempurna dari contoh atau
input yang dimasukkan dan membuat prediksi tentang kemungkinan output
yang akan muncul atau menyimpan karakteristik dari input yang disimpan
kepadanya. (Kristanto, 2004)
Jaringan syaraf dapat digolongkan menjadi berbagai jenis berdasarkan
pada arsitekturnya, yaitu pola hubungan antara neuron-neuron, dan algoritma
trainingnya, yaitu cara penentuan nilai bobot pada penghubung:
4.8.1. Multi-Layer Perceptron
Multi-Layer Perceptron adalah jaringan syaraf tiruan feed-
forward yang terdiri dari sejumlah neuron yang dihubungkan oleh bobot-
bobot penghubung. Neuron-neuron tersebut disusun dalam lapisan-lapisan
yang terdiri dari satu lapisan input (input layer), satu atau lebih
lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan output (output
layer). Lapisan input menerima sinyal dari luar, kemudian
melewatkannya ke lapisan tersembunyi pertama, yang akan diteruskan
sehingga akhirnya mencapai lapisan output [Riedmiller, 1994].
Setiap neuron i di dalam jaringan adalah sebuah unit pemrosesan
sederhana yang menghitung nilai aktivasinya yaitu si terhadap input
eksitasi yang juga disebut net input neti.
net i= ∑j∈ pred (i )
s jw ij−θi
Dimana pred(i) melambangkan himpunan predesor dari unit i, wij
melambangkan bobot koneksi dari unit j ke unit i, dan θi adalah nilai bias
dari unit i. Untuk membuat representasi menjadi lebih mudah, seringkali
bias digantikan dengan suatu bobot yang terhubung dengan unit bernilai 1.
Dengan demikian bias dapat diperlakukan secara sama dengan bobot
koneksi.
4.8.2. Supervised Learning
Tujuan pada pembelajaran supervised learning adalah untuk
menentukan nilai bobot-bobot koneksi di dalam jaringan sehingga jaringan
dapat melakukan pemetaan (mapping) dari input ke output sesuai dengan
yang diinginkan. Pemetaan ini ditentukan melalui satu set pola contoh atau
data pelatihan (training data set).
Setiap pasangan pola p terdiri dari vektor input xp dan vektor target
tp. Setelah selesai pelatihan, jika diberikan masukan xp seharusnya jaringan
menghasilkan nilai ouput tp. Besarnya perbedaan antara nilai vector target
dengan output actual diukur nilai error yang disebut juga dengan cost
function:
E=12 ∑
p∈ P∑
n( t n
p−snp )2
Dimana n adalah banyaknya unit pada ouptput layer. Tujuan dari
pelatihan ini pada dasarnya sama dengan mencari suatu nilai minimum
global dari E.
4.8.3. Algoritma Back Propagation
Salah satu algoritma pelatihan jaringan syaraf tiruan yang banyak
dimanfaatkan dalam bidang pengenalan pola adalah backpropagation.
Algoritma ini umumnya digunakan pada jaringan syaraf tiruan yang
berjenis multi-layer feed-forward, yang tersusun dari beberapa lapisan
dan sinyal dialirkan secara searah dari input menuju output.
Algoritma pelatihan backpropagation pada dasarnya terdiri dari
tiga tahapan [Fausett, 1994], yaitu:
a) Input nilai data pelatihan sehingga diperoleh nilai output
b) Propagasi balik dari nilai error yang diperoleh
c) Penyesuaian bobot koneksi untuk meminimalkan nilai error.
Ketiga tahapan tersebut diulangi terus-menerus sampai
mendapatkan nilai error yang diinginkan. Setelah training selesai
dilakukan, hanya tahap pertama yang diperlukan untuk memanfaatkan
jaringan syaraf tiruan tersebut.
4.8.4. Algoritma QuickProp
Pada algoritma Quickprop dilakukan pendekatan dengan asumsi
bahwa kurva fungsi error terhadap masing-masing bobot penghubung
berbentuk parabola yang terbuka ke atas, dan gradien dari kurva error
untuk suatu bobot tidak terpengaruh oleh bobot-bobot yang lain [Fahlman,
1988]. Dengan demikian perhitungan perubahan bobot hanya
menggunakan informasi lokal pada masing-masing bobot. Perubahan
bobot pada algoritma Quickprop dirumuskan sebagai berikut:
∆ w ( t )=−ε∂ E∂ w
(t )+
∂ E∂ w
(t )
∂ E∂ w
( t−1 )−∂ E∂ w
(t )× ∆ w ( t−1 )
Dimana:
∆ w ( t )=perubahan bobot
∆ w ( t−1 )=perubahanbobot pada epoch sebelumnyaε=learningrate
∂ E∂ w
( t )=derivatif error∂ E∂ w
( t−1 )=derivatif error pada epoch sebelumnya
4.9. Android
Android adalah sebuah system operasi untuk perangkat mobile berbasis
linux yang mencakup system operasi, middleware, dan aplikasi. Android
menyediakan platform yang terbuka bagi para pengembang untuk menciptakan
aplikasi mereka.
Android dipuji sebagai “platform mobile” pertama yang Lengkap,
Terbuka, dan Bebas:
Lengkap (Complete Paltform): Para desainer dapat melakukan
pendekatan yang komprhensif ketika mereka sedang
mengembangkan platform Android. Android merupakan system
operasi yang aman dan banyak menyediakan tools dalam
membangun software dan memungkinkan untuk peluang
pengembangan aplikasi.
Terbuka (Open Source Platform): Platform Android disediakan
melalui lisensi open source. Pengembang dapat dengan bebas
untuk mengembangkan aplikasi. Android sendiri menggunakan
Linux Kernel 2.6.
Bebas (Free Platform): Android adalah platform/aplikasi yang
bebas untuk dikembangkan. Tidak ada lisensi atau biaya royalty
untuk dikembangkan pada platform Android. Android dapat
didistribusikan dan diperdagangkan dalam bentuk apapun.
Arsitektur Android
Secara garis besar Arsitektur Android dapat dijelaskan dan digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 4. 2 Arsitektur Android
a) Applications and Widgets
Applications and Widgets ini adalah layer di mana kita berhungan
dengan aplikasi saja, di mana biasanya kita download aplikasi
kemudian kita lakukan instalasi dan jalankan aplikasi tersebut.
b) Application Framework
Application Framework ini adalah layer di mana para pembuat
aplikasi melakukan pengembangan/pembuatan aplikasi yang akan
dijalankan di system operasi Android, karena pada layer inilah
aplikasi dapat dirancang dan dibuat.
c) Libraries
Libraries ini adalah layar dimana feature-feature android berada,
biasanya para pembuat aplikasi kebanyakan mengakses libraries
untuk menjalankan aplikasinya. Layer ini berjalan diatas kernel dan
meliputi berbagai library C/C++ inti seperti Libc dan SSL, serta:
libraries media untuk pemutaran media audio dan video
libraries untuk manajemen tampilan
libraries Graphics mencakup SGL dan OpenGL untuk grafis
2D dan 3D
libraries SQLite untuk dukungan database.
libraries SSL dan WebKit terintegrasi dengan web browser
dan security
d) Android Runtime
Layer yang membuat aplikasi Android ketika dijalankan dimana
dalam prosesnya menggunakan Implementasi Linux. Dalvik
Virtual Machine (DVM) merupakan mesin yang membentuk dasar
kerangka aplikasi Android. Didalam Android Run Time dibagi
menjadi dua bagian yaitu:
Core Libraries : Android aplikasi dibangun dalam bahasa
java, sementara Dalvik sebagai virtual mesinya bukan
Virtual Machine Java, sehingga diperlukan sebuah libraries
yang berfungsi untuk menterjemahkan bahasa java/c yang
dihandle oleh core libraries.
Dalvik Virtual Machine : Virtual mesin yang berbasis
register yang dioptimalkan untuk menjalankan fungsi-
fungsi secara efisien, dimana merupakan pengembangan
yang mampu membuat linux kernel untuk thereading dan
manajemen tingkat rendah.
e) Linux Kernel
Linux kernel adalah layer dimana inti dari operating sistem dari
Android itu sendiri, umumnya berisi file-file system yang mengatur
sistem processing, memory, resource, drivers, dan sistem-sistem
operating sistem android lainnya.
5. Metode Penelitian
Metodologi penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi
kasus dengan menggunakan dataset untuk penerapan system pengenalan wajah
pada spesies primata. Adapun langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
Gambar 4. 3 Langkah-langkah Penelitian
A. Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur. Studi literatur
dilakukan untuk mempelajari masalah tentang aplikasi pengenalan wajah
menggunakan pengolahan citra digital, dan ciri-ciri khusus dari setiap spesies
primata di Indonesia dari buku, jurnal penelitian, dan literature lain yang
berkaitan.
B. Analisis dan Perancangan Sistem
Tahap analisis dan perancangan system dilakukan sebagai berikut:
Studi literatur
P e n g u m p u l a n d a t a
Analisis masalahAnalisis dataMembuat pemodelan sistem dan perancangan database
A n a l i s i s d a n P e r a n c a n g a n S i s t e m
Pembuatan databaseMembuat pemodelan fungsi kedalam code
I m p l e m e n t a s i S i s t e m
Menguji fungsionalitas sistem
P e n g u j i a n
Menulis laporan, mulai dari pendahuluan, pembahasan, dan penarikan kesimpulan
P e n u l i s a n L a p o r a n P e n e l i t i a n
1. Menganalisis masalah, permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini adalah system pengenalan wajah pada
spesies primate dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan.
2. Menganalisis data, data yang digunakan sebagai data
training yang akan digunakan sebagai rule atau aturan
dalam pengambilan keputusan berdasarkan pada teori
pengolahan citra segmentasi dan deteksi tepi.
3. Mencari solusi dari permasalahan dengan menerapkan
metode pada jaringan syaraf tiruan dari data yang
diinputkan dengan probabilitas yang dihasilkan dari data
training yang diberikan.
Gambar 4. 4 Flow Chart Perancangan Sistem
4. Membuat pemodelan sistem dan merancang database
sistem.
C. Implementasi Sistem
Implementasi sistem dilakukan dengan membuat database
yang dibuat pada tahap analisis dan perancangan sistem dengan
menggunakan SQLite untuk menyimpan data yang akan
digunakan pada sistem. Setelah itu, dilakukan penulisan kode
program dengan menggunakan bahasa pemrograman Java dan
XML pada android sehingga menghasilkan prototype sistem.
D. Pengujian
Pada tahap pengujian sistem, dilakukan pengujian terhadap
sistem dengan tujuan memastikan fungsionalitas sistem dapat
berjalan dengan baik. Kemungkinan pengujian akan dilakukan
pada Kebun Binatang terdekat yang mempunyai koleksi spesies
primate Indonesia.
E. Penulisan Laporan Penelitian
Output Ranked Images
Details of Primate Species in the image
Penulisan laporan penelitian merupakan tahap akhir proses penelitian.
Laporan penelitian ditulis berdasarkan hasil implementasi penelitian yang telah
dilakukan. Laporan penelitian mencakup beberapa bagian, yaitu: pendahuluan,
tinjauan pustaka, analisis dan perancangan, hasil dan pembahasan serta
kesimpulan dan saran.
6. Jadwal Penelitian
Aktivitas
Waktu
Juni JuliAgust
us
Septe
mber
Oktob
er
Nove
mber
Mingg
u ke-
Mingg
u ke-
Mingg
u ke-
Mingg
u ke-
Mingg
u ke-
Mingg
u ke-
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal
Bimbingan/
konsultasi
Seminar Proposal
Analisis dan
Perancangan
Implementasi
Seminar Hasil
Penyusunan
Dokumentasi
Sidang TA
7. Daftar Pustaka
Bagus, B. (2007). Image Database Menggunakan Sistem Content Based Image Retrieval Dengan Ekstraksi Fitur Tersruktur. Surabaya: Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.
H, N. S. (2011). Pemrograman Aplikasi Mobile Smartphone dan Tablet PC Berbasis Android. Bandung: INFORMATIKA.
Huang, G. B., Mattar, M., Berg, T., & Miller, E. L. (2008). Labeled Faces in the Wild: A Database for Studying Face Recognition in Unconstrained Environments. Dans Workshop on Faces in 'Real-Life' Images: Detection, Alignment, and Recognition .
Humaira. (2009). Deteksi Wajah Manusia Pada Citra Berwarna Menggunakan Fuzzy. POLI REKAYASA Volume 5, Nomer 1 .
Kristanto, A. (2004). Jaringan Syaraf Tiruan (Konsep Dasar, Algoritma, dan Aplikasi). Klaten: Gava Media.
Nugroho, F. H. (2005). Pengenalan Wajah Dengan Jaringan Syaraf Tiruan Back Propagation. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi .
Nugroho, S., & Harjoko, A. (2005). Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Mendeteksi Posisi Wajah Manusia Pada Citra Digital. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi .
Tollmar, K., Moller, T., & Nilsved, B. (2008). A Picture is Worth a Thousand Keywords: Exploring Mobile Image-Based Web Searching. Advances in Human Computer Interaction .