tugas geosejarah

20
KT Boundary as a Neo-Catatrophims Tugas Mata Kuliah Geologi Sejarah Disusun oleh: M Sidiq 270110130005 Fahrizal Muhammad 270110130025 Tri Ananda 270110130029 Ridho Ryzkita 270110130041 Aulia Aji Purnomo 280110130049 Masyal Balfas 270110130069 Dedet Darma 270110130077 Gaza Aulia Arifin 270110130093 Sugiar Yusu 270110130097 Gabriel Purba 270110130137 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJAJARAN JATINANGOR

Upload: sigitdermawan

Post on 09-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tugas geosejarah

TRANSCRIPT

Page 1: tugas geosejarah

KT Boundary as a Neo-Catatrophims

Tugas Mata Kuliah Geologi Sejarah

Disusun oleh:

M Sidiq 270110130005

Fahrizal Muhammad 270110130025

Tri Ananda 270110130029

Ridho Ryzkita 270110130041

Aulia Aji Purnomo 280110130049

Masyal Balfas 270110130069

Dedet Darma 270110130077

Gaza Aulia Arifin 270110130093

Sugiar Yusu 270110130097

Gabriel Purba 270110130137

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

UNIVERSITAS PADJAJARAN

JATINANGOR

2014

Page 2: tugas geosejarah

Geologi lahir sebagai ilmu yang bersistematika baru dua ratus tahun yang lalu, sangat

muda bila dibandingkan dengan ilmu-ilmu fisik lainnya (astronomi, biologi, fisika, kimia) yang

telah muncul sejak ratusan tahun sebelum Masehi. Mungkin karena masih muda itulah, maka

sejak lahirnya geologi telah membawa kontroversi-kontroversi.

Great Geological Controversies (Hallam, 1989)

Anthony Hallam, penulis beberapa buku geologi terkenal (a.l. “A Revolution in the Earth

Sciences : from Continental Drift to Plate Tectonics” – Oxford University Press, 1973)

menyebutkan ada empat geokontroversi terbesar : (1) neptunists vs. plutonists, (2)

catasthrophists vs. uniformists, (3) young Earth vs. old Earth, dan (4) fixists vs mobilists. Hallam

menjelaskan keempat kontroversi tersebut dalam bukunya “Great Geological Controversies” –

Oxford University Press, 1989.

Atas empat geokontroversi tersebut, boleh saya tambahkan geonontroversi ke-5, yaitu (5)

expanding Earth. Bila ada kontroversi lain yang sifatnya global dan signifikan pengaruhnya

kepada ilmu geologi, silakan kawan-kawan tambahkan. Berikut ini adalah ringkasan kelima

geokontroversi tersebut, sekadar mengingatkan kembali. Beberapa kontroversi tersebut telah

dianggap selesai, meskipun sebenarnya belum tentu selesai bila pada masa yang akan datang

ditemukan bukti-bukti baru yang bertentangan lagi, maka boleh saja babak baru geokontroversi

tersebut digelar lagi.

Page 3: tugas geosejarah

Neptunists vs. Plutonists

Seorang pionir geologi Jerman, Abraham Gottlob Werner, pada abad akhir ke-18

mengeluarkan teori bernama neptunisme saat ia menafsirkan sebuah urutan batuan yang

ditemukannya yang disusun dari bawah ke atas oleh batuan beku, batuan metamorf dan batuan

sedimen. Menurutnya, Bumi dulu pernah ditutupi oleh lautan asal (primeval ocean) yang

mengatasi seluruh permukaannya bahkan pegunungan-pegunungan tertinggi. Teorinya ini

disebut neptunisme, mengambil nama dewa lautan bangsa Latin : Neptunus. Batuan-batuan beku

dan metamorf juga ditafsirkannya sebagai hasil pengendapan dari air laut. Teorinya ini diterima

secara luas saat itu, tetapi kesulitan pun segera muncul ketika harus menjelaskan asal lava basal

dan gunungapi. Akhirnya, Werner mengatakan bahwa aktivitas volkanik dan lava basal itu

sebagai akibat pembakaran lapisan batubara di tambang-tambang bawah tanah. Tetapi jawaban

Werner ini tak memuaskan ketika dilakukan penelitian di banyak tempat di Eropa. Maka,

pandangan berlawanan pun segera diajukan James Hutton yang mengatakan bahwa tak semua

granit itu primordial sebab ia menemukan banyak intrusi granit di Skotlandia yang menerobos

batuan sedimen yang menutupinya. Artinya, intrusi granit ini lebih muda daripada batuan

sekelilingnya. Teori Hutton ini disebut plutonisme. Neptunisme Werner kehilangan penganut,

memasuki abad ke-19 plutonisme banyak dianut orang. Demikian, tulis Hallam (1989, 2000).

Kini, kita tahu neptunisme hanya benar untuk sedimen karbonat in-situ; sisanya semua

batuan adalah plutonisme dan modifikasinya melalui proses-proses daur batuan. Meskipun

demikian, masih ada masalah tentang granitisasi batuan sedimen yaitu bahwa granit tak

semuanya dihasilkan oleh plutonisme, ada proses migmatisasi dan magmatisasi batuan sedimen

yang akan mengubahnya menjadi granit, lahirlah I-type dan S-type granite.

Katastrofisme

Teori ini dinyatakan oleh seseorang yang berkebangsaan Perancis yang bernama Cuvier dan Beaumont

pada tahun 1832. Teori ini berbunyi bahwa bentuk bumi yang terdiri daripegunungan dan lembah adalah hasil dari

bencana besar dan malapetaka yang pernah terjadisebelumnya. Selain itu teori ini juga mengatakan bahwa

makhluk hidup musnah kemudiantergantikan oleh makhluk hidup yang baru namun berbeda jenis dari makhluk

hidupsebelumnya. Menurutnya, bumi terbentuk dari debu dan bebatuan dari luar angkasa lalubergabung dan

Page 4: tugas geosejarah

memiliki gravitasi sehingga bebatuan kecil ikut tertarik. Selain itu teori inididukung oleh orang-orang eropa

yang percaya bahwa pernah terjadi banjir yang sangat besarsehingga terbentuklah permukaan bumi. Banjir

tersebut adalah banjir vulkanik yang dipercayaberasal dari asteroid yang memiliki suhu tinggi jatuh dan

memberikan tekanan yang besarkepada bumi.Teori ini dibantah oleh teori Uniformitarianisme yang menyatakan

bahwa proses yangterjadi pada bumi sekarang juga terjadi pada jutaan tahun yang lalu. Teori ini dikemukakan

olehCharles Lyell yang merupakan pengikut James Hutton. Prinsip ini merupakan cikal bakallahirnya

prinsip Uniformitarianisme

Catastrophists vs. uniformists

Istilah-istilah katasrofisme dan uniformitarianisme diciptakan oleh William Whewell

pada tahun 1832. Tokoh utama katastrofisme pada awal abad ke-19 adalah para ilmuwan Prancis

: Georges Cuvier dan Leonce Elie de Beaumont. Teori katastrofisme mereka didasarkan atas

pekerjaan stratigrafi Tersier di Cekungan Paris. Cuvier melihat urutan stratigrafi tersebut sebagai

akibat peristiwa-peristiwa bencana besar atau malapetaka (katastrofi) yang tak hanya

mengganggu urutan lapisan dan menyebabkan perubahan muka laut yang dramatik tetapi juga

menyebabkan kepunahan massa fauna. Elie de Beaumont mengikuti Cuvier bahwa lapisan-

lapisan yang miring dan terlipat yang diamatinya mengartikan suatu gangguan yang mendadak,

bukan akibat proses yang lambat dan berangsur (gradual). Di pihak lain, berdiri Charles Lyell,

seorang pengikut James Hutton, yang membela perubahan lambat dan gradual dalam proses-

proses geologi yang disebut prinsip uniformitarianisme. Perdebatan sengit pun terjadi di Inggris

selama tahun 1820-an dan 1830-an. Di pihak katastrofisme ada William Buckland dan Adam

Sedgwick yang mengajukan teori katastrofik bernama teori diluvial, yaitu bahwa banyak

fenonema geologi terjadi sebagai akibat banjir zaman Nuh. Meskipun teori diluvial tak bertahan

lama, para pembela katastrofik mengatakan bahwa sejarah Bumi itu punya arah, “direction”

tertentu, semakin maju; bukan keadaan yang tetap sama di semua zaman, “steady state” seperti

yang dibela Charles Lyell. Begitulah ringkasan perdebatan tersebut, seperti ditulis Hallam (1989,

2000).

Page 5: tugas geosejarah

James Hutton (foto dari website: http://scottishgeology.com/)

Kini, kita melihat bahwa proses-proses dalam sejarah Bumi terjadi baik melalui

uniformitarianisme maupun katastrofisme. Gejala sedimentasi yang kini terjadi di muara sungai

atau pantai membentuk struktur-struktur sedimen yang persis sama yang kita amati terdapat di

batuan-batuan berumur Kapur atau Miosen misalnya. Proses modern ternyata sama dengan

proses puluhan juta tahun yang lalu –uniform atau seragam. Kita juga melihat proses kompaksi

dan litifikasi sedimen menjadi batuan yang lama, berangsur atau gradual. Tetapi, kita melihat

juga bahwa terdapat “directionalism” dalam perkembangan makhluk hidup dari masa yang lebih

lama ke masa yang lebih baru berdasarkan peninggalan-peninggalan fosil. Alam tak tinggal

tetap, tidak steady state. Bencana-bencana besar yang memunahkan massa fauna dan flora pun

rutin terjadi, yang terbesar misalnya pada akhir Perem dan akhir Kapur. Kombinasi konsep-

konsep uniformists dan catasthropists-lah yang terjadi.

Page 6: tugas geosejarah

Young Earth vs. Old Earth

Menjelang pertengahan abad ke-19 terdapat dua pengutuban pendapat tentang berapa

umur Bumi. Para fundamentalis Kristen dan Katolik berdasarkan penafsiran mereka atas Alkitab

menganggap Bumi ini umurnya hanya 6000 tahun. Para ahli geologi, mengikuti Charles Lyell

mengatakan bahwa umur Bumi jauh lebih tua dari itu, tetapi mereka tak dapat mengatakan lebih

detail seberapa tua yang dikatakan tua itu. Mendapatkan tantangan itu, lalu dimulailah berbagai

usaha mengukur umur Bumi. Usaha serius pertama dilakukan John Phillips yang mengukur

kumulasi lapisan-lapisan batuan dan dengan mengacu kepada kecepatan sedimentasi per tahun,

akhirnya ia mendapatkan angka 96 juta tahun untuk umur pembentukan kerak Bumi. Beberapa

tahun kemudian, seorang ahli fisika Skotlandia William Thompson (kemudian lebih terkenal

dengan nama Lord Kelvin) mengukur umur Bumi menggunakan metode berbeda. Lord Kelvin

menggunakan asumsi yang saat itu telah diyakini banyak orang bahwa Bumi pada mulanya

merupakan bola lebur yang panas yang mendingin secara perlahan. Dari perhitungan-

perhitungan yang dilakukannya, keluarlah angka 98 juta tahun sebagai umur Bumi. Umur Bumi

hasil perhitungan Phillips dan Kelvin mirip, sehingga semula diyakini para ahli geologi. Tetapi

umur tersebut terlalu muda bagi keseluruhan evolusi, begitu menurut Charles Darwin dan para

pengikutnya. Perdebatan pun dimulai, metode Kelvin dipertanyakan, dan perdebatan semakin

sengit karena gaya Lord Kelvin yang dogmatik, bahkan lalu ia merevisi hitungannya lagi pada

tahun 1897 menjadi hanya 24 juta tahun. Thomas Chamberlain, ahli geologi Amerika

berspekulasi bahwa mungkin ada sumber energi yang terkunci di dalam atom yang oleh para ahli

fisika abad ke-19 belum disadari. Sumber energi ini barangkali bisa digunakan untuk

menghitung umut Bumi. Penemuan radioaktivitas pada 1896 oleh Henry Bacquerel

membetulkan pendapat Chamberlain ini dan pengukuran umur menggunakan radioaktivitas pun

segera dimulai dan segera meruntuhkan semua pendapat Lord Kelvin. Pada awal abad ke-20

telah umum disepakati bahwa umur Bumi harus beberapa ribu juta tahun, jauh lebih tua dari

hitungan siapa pun. Begitu, ringkasan dari Hallam (1989, 2000).

Umur Bumi yang sebenarnya harus diukur di intinya yang paling dalam sebab itulah

bagian tertua Bumi. Tentu saja tak ada materi daripadanya yang bisa diambil untuk diukur

umurnya. Tetapi para ilmuwan mengetahui bahwa inti Bumi tersusun dari nikel dan besi, suatu

susunan yang mirip dengan meteorit besi. Dari astronomi, kita pun tahu bahwa Bumi semula

Page 7: tugas geosejarah

terbentuk dari puing-puing di Alam Semesta semacam meteorit tersebut yang saling berbenturan

lalu berakumulasi menjadi materi debu dan gas yang panas lalu memadat lagi. Berdasarkan hal

itu, maka umur meteorit yang jatuh di Bumi adalah umur Bumi juga sebab sumber meteor dan

materi pembentuk Bumi dilahirkan bersamaan. Ahli fisika Amerika pertama yang mengukur

umur Bumi dengan cara mengukur umur meteorit adalah Claire Patterson pada tahun 1956 dan

menemukan bahwa umur Bumi adalah 4550 juta tahun atau 4,55 milyar tahun (Luhr et al., 2003;

menurut Gradstein et al. 2004 : 4560 juta tahun). Umur Bumi setua itu mungkin benar bila kita

mempercayai metode perhitungan umur menggunakan radioaktivitas sebab sampel batuan paling

tua saat ini adalah ortogenes Acasta yang ditemukan di Inti Benua Slave di Canada yang

umurnya 4031 juta tahun (Bowring dan Williams, 1999). Mineral tertua yang terukur adalah

detrital zircon dari metakonglomerat di Australia Barat yang umurnya 4408 juta tahun (Wilde et

al, 2001). Pembentukan Bumi sendiri harus lebih tua dari batuan dan mineral tertua itu. Berapa

persisnya umur Bumi itu kita tak akan tahu sebab sampel di inti Bumi tak akan pernah

didapatkan, tetapi umur 4560 juta tahun diterima banyak pihak. Meskipun demikian, para

kreasionis, yaitu golongan yang menolak evolusi, sampai saat ini masih meyakini bahwa Bumi

hanyalah beberapa ribu tahun umurnya, bukan beberapa ribu juta tahun; dan menurut mereka

metode perhitungan menggunakan radioaktivitas adalah salah.

Fixists vs. Mobilists

Pada akhir abad ke-19, para ahli geologi umumnya telah bersepakat bahwa Bumi itu

secara perlahan mendingin dan berkontraksi dengan berjalanya waktu, dan banyak yang

berpendapat bahwa jalur-jalur pegunungan adalah sebagai akibat kontraksi ini (sering

dibandingkan dengan kisut kulit jeruk yang sudah mengering). Para ahli geologi di Eropa dan

Amerika saat itu percaya bahwa jalur-jalur pegunungan ini seluruhnya disebabkan gaya-gaya

geologi vertikal di bawah pegunungan ini. Tak ada yang memikirkan kemungkinan bahwa

pegunungan-pegunungan ini disebabkan gaya lateral sebab model ini akan sangat bertentangan

dengan model Bumi yang stabil. Tetapi ternyata ada juga yang berani menantang para stabilists

ini, yang mengatakan bahwa pegunungan-pegunungan tersebut disebabkan gaya lateral melalui

pergerakan benua yang hanyut (continental drift), dialah Alfred Wegener, seorang ahli

meteorologi dan geofisika Jerman. Wegener memang bukan orang pertama yang mengemukakan

bahwa benua-benua kemungkinan bergerak, sebelumnya ada Snyder di Prancis dan Taylor di

Page 8: tugas geosejarah

Amerika, tetapi Wegener-lah yang mengemukakannya secara sistematik dan dengan bukti-bukti

yang kuat. Wegener menantang teori pembentukan pegunungan melalui pendinginan dan

kontraksi Bumi. Misalnya, mengapa kerutan pegunungan itu tidak tersebar seragam di mana-

mana di permukaan Bumi, tetapi hanya di jalur-jalur tertentu yang sempit memanjang. Teori

Bumi mendingin karena panasnya hilang terpancar ke angkasa luar juga bertentangan dengan

penemuan baru saat itu bahwa produksi panas justru terus terjadi melalui radioaktivitas di

batuan-batuan penyusun Bumi. Wegener bahkan berteori bahwa dulu pada masa Mesozoikum

ada superbenua besar yang disebutnya Pangaea, yang kemudian retak dan pecah lalu fragmen-

fragmennya bergerak menjauh membuka Samudera Atlantik dan Hindia. Gerak fragmen-

fragmen benua ini akhirnya bertubrukan satu sama lain dan membentuk jalur-jalur pegunungan.

Page 9: tugas geosejarah

Hanyutan benua sejak dari Pangea

Pegunungan Alpina dan Himalaya terbentuk karena konvergensi Afrika dan India dengan

Eurasia. Wegener mengajukan bukti-bukti bahwa benua-benua yang sekarang terpisah itu dulu

pernah bersatu, misalnya bukti kesamaan fosil, jalur pegunungan yang terputus, kesamaan

Page 10: tugas geosejarah

lapisan es di benua-benua belahan Bumi bagian selatan, dsb. Tetapi Wegener tak menemukan

mekanisme penyebab hanyutan benua itu. Rotasi Bumi pernah dikemukakannya sebagai

penyebabnya, tetapi tidak diterima.

Perlawanan atas teori hanyutan benua Wegener semula tidak sengit, tetapi menjadi sengit

pada waktu jeda di antara dua Perang Dunia. Perlawanan utama berasal dari para ahli geofisika

yang mengatakan bahwa Bumi memiliki kekuatan terlalu besar untuk membiarkan benua-benua

bermigrasi hanyut ke sana ke mari di atas permukaannya. Meskipun demikian, Wegener

mendapat dukungan dari beberapa tokoh geologi seperti Emile Argand, Alexander du Toit dan

Arthur Holmes. Dan Arthur Holmes-lah yang menemukan mekanisme yang memuaskan untuk

terjadinya hanyutan benua tersebut, yaitu gerak konveksi di mantel Bumi bagian atas. Meskipun

demikian, yang percaya teori hanyutan benua dianggap sebagai orang-orang aneh, maka

menjelang tahun 1950 teori hanyutan benua Alfred Wegener dilupakan orang dan ditolak banyak

ahli ilmu kebumian. Namun selepas Perang Dunia II yang terjadi justru sebaliknya ketika banyak

riset geomarin dilakukan atas dasar lautan terutama pada magnetisme batuan dan topografi dasar

lautan. Banyak sekali para ahli geologi dan geofisika yang terlibat dalam penelitian-penelitian

selama akhir tahun 1950-an dan sepanjang tahun 1960-an yang lalu akhirnya dengan yakin

membenarkan teori hanyutan benua Wegener dan menghasilkan teori elegan tektonik global

yang baru atau yang lebih dikenal sebagai teori tektonik lempeng. Benua-benua sungguh

bergerak. Inilah kemenangan para mobilists atas para fixists yang mengatakan bahwa benua-

benua terikat ke akarnya tak mungkin bergerak. Demikian, ringkasan dari Hallam (1973, 1989,

2000 yang juga ikut membidani kelahiran teori tektonik lempeng).

Kini, empat puluh tahun setelah kelahiran teori tektonik lempeng, teori ini dan hanyutan

benua telah menjadi fakta. Pengukuran-pengukuran dengan GPS menunjukkan bahwa benua-

benua ini memang bergerak. Paleomagnetik menunjukkan bahwa benua-benua ini punya riwayat

yang panjang di berbagai posisi di atas permukaan Bumi. Sebagai contoh, posisi Kalimantan,

Papua, Banggai, Jawa, dll. pada beberapa puluh juta tahun yang lalu tidak di posisinya sekarang.

Mantle tomography menunjukkan bahwa konveksi sebagai penyebab benua-benua ini bergerak

adalah benar. Teori tektonik lempeng pun semakin berkembang, antara lain dengan terrane

concept yang mengatakan bahwa benua pun tersusun atas fragmen-fragmen (terranes) yang lebih

kecil yang masing-masing bisa berbeda geologinya dan asalnya yang lalu saling bergerak beradu

Page 11: tugas geosejarah

membentuk benua. Meskipun faktanya gamblang, beberapa ilmuwan masih mempunyai

keberatan atas teori tektonik lempeng. Dalam beberapa hal, memang ada beberapa fenomena

geologi yang bila diterangkan dengan gerak lateral lempeng tidak memuaskan, dengan

mekanisme isostasi vertikal lebih memuaskan; tetapi mekanisme tersebut hanyalah a companion

terhadap tektonik lempeng, jauh dari menolaknya.

Expanding Earth (Bumi Mengembang)

Teori expanding Earth muncul sebelum Perang Dunia I sezaman dengan Wegener

mengemukakan teorinya tentang hanyutan benua. Teori ini muncul sebagai perlawanan atas

sebuah teori bahwa Bumi menciut melalui kontraksi. Pada awalnya, teori ini mengatakan bahwa

Bumi mengembang akibat perubahan struktur molekul dan atom di dalam inti Bumi dan mantel

bagian bawah. Sekalipun mengembang, massanya tetap sebab terjadi perubahan densitas. Teori

ini pun mendapatkan inspirasinya dari teori expanding Universe (Hubble, 1920). Siapa tokoh

utamanya tidaklah jelas, tetapi saat teori ini berkembang kembali mulai tahun 1950-an terdapat

beberapa tokoh utamanya yaitu Carey, Wesson dan Steiner. Pada perkembangan selanjutnya,

expanding Earth ini dihubungkan dengan pemekaran dasar samudera dan perpindahan benua

atau teori tektonik lempeng. Di antara para tokohnya, terdapat perbedaan pendapat tentang laju

pengembangan Bumi, yang terbagi ke dalam (1) slow expansion –radius Bumi bertambah lebar

kurang daripada 1 mm/tahun), (2) rapid expansion (dengan laju pertambahan sekitar 4-10

mm/tahun), (3) expansion-contraction bergantian terjadi dengan laju bervariasi.

Slow expansion Earth mendapatkan dukungan dari beberapa ilmuwan seperti Arthur

Holmes (1965) yang menghitung bahwa laju ekspansi tersebut sebesar 0,24-0,6 mm/tahun

berdasarkan perpanjangan lama hari sebesar 2 milidetik per abad. Rapid expansion Earth

terutama didukung oleh penelitian-penelitian Carey pada tahun 1950-an yang merekonstruksi

Pangaea dan Samudera Pasifik dan menemukan bahwa agar rekonstruksi itu sesuai/benar

diperlukan laju ekspansi radius Bumi sebesar 4,5 mm/tahun. Owen (1976) juga berdasarkan

rekonstruksi benua dan pemekaran dasar samudera menghitung laju sebesae 6,7 mm/tahun dalam

180-200 juta tahun terakhir. Berdasarkan laju pemekaran dasar samudera dan subduksi serta peta

anomali magnetik di dasar samudera, Steiner (1978) menemukan laju 5,2-7,8 mm/tahun.

Page 12: tugas geosejarah

Alternating expansion and contraction didasarkan pada fakta bahwa sepanjang sejarah Bumi

terjadi transgresi dan regresi global (Phanerozoic cycles of global sea level).

Teori expanding Earth mendapatkan perlawanan dari beberapa ahli ilmu kebumian yang

mengatakan bahwa mekanisme pemekaran dasar-samudera tidak berkonotasi dengan pemekaran

radius Bumi sebab materi samudera yang dikembangkan itu akan kembali ke dalam mantel Bumi

melalui subduksi sebagai bagian siklus yang dikenal sebagai siklus Wilson. Para pembela

expanding Earth mengatakan bahwa diameter Bumi masa lalu tak mungkin sama dengan

diameternya masa kini sebab awal Bumi terjadi melalui collision berbagai puing kosmik yang

lalu bersatu membentuk inti Bumi lalu berdiferensiasi membentuk mantel lalu akhirnya kerak

Bumi dengan diameter yang makin melebar. Matahari kelak akan membesar menjadi raksasa

merah (red giant star) oleh pengembangannya, maka tak mengherankan Bumi pun memekarkan

diameternya sepanjang evolusinya. Dengan fast expanding Earth, maka diameter Bumi sekarang

18 % lebih lebar daripada saat Pangaea ada. Namun pengukuran terbaru yang akurat

menggunakan paleomagnetik atas radius Bumi 400 juta tahun yang lalu menemukan bahwa

radius Bumi tersebut 102 % daripada yang sekarang (McElhinney et al, 1978). Penghitungan

momen inersia untuk Bumi dalam 620 juta tahun terakhir pun mengindikasikan bahwa radius

Bumi tak berubah (Williams, 2000). Mekanisme yang tak memuaskan dan pengukuran yang

menunjukkan tidak adanya perubahan dalam diameter Bumi untuk beberapa ratus juta tahun

terakhir telah menyebabkan teori expanding Earth ditolak banyak komunitas sains.

Demikianlah beberapa kontroversi dalam geologi yang berjalan melalui perdebatan-perdebatan

di antara para pendukungnya.

Teori Plutonis dan Neptunis dalam Geologi

Teori Plutonis

Teori Plutonis ini dikemukakan oleh James Hutton, berpendapat bahwa “bagian dalam bumi

merupakan bagian yang panas, dan panas inilah yang menyebabkan terbentuknya batuan baru.

Daratan tererosi oleh udara dan air, dan diendapkan sebagai lapisan di lautan. Kemudian panas

Page 13: tugas geosejarah

membentuk endapan tersebut menjadi batuan, dan mengalami pengangkatan sehingga menjadi

daratan baru”.

Teori ini sangat bertentangan dengan teori Neptunis dari Abraham Gottlob Werner yang

menyebutkan bahwa “semua batuan merupakan hasil presipitasi sebuah aliran yang sangat

besar”. 

Dalam Teori Plutonis bagian padat dari bumi yang sekarang terlihat, disusun oleh produk

hasil lautan, dan material lainnya yang sama dengan yang ditemui saat ini di pantai. Hal ini

menuntun pada : 

-Bumi/daratan yang kita tempati tidak sederhana dan asli, tetapi merupakan suatu

komposisi, dan terbentuk oleh suatu operasi yang disebabkan hal lain.

-Sebelum bumi/daratan yang kita tempati sekarang terbentuk, telah ada bumi yang terdiri

dari daratan dan lautan, dimana terdapat gelombang dan pasang surut, dan dasar samudera pada

zaman itu merupakan daratan pada masa kini.

-Ketika daratan yang ada sekarang dibentuk di dasar samudera, daratan yang terdahulu

mengandung tumbuhan dan binatang; sehingga setidaknya lautan kemudian dihuni oleh

binatang, dengan cara yang sama seperti saat ini. 

Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa bagian terbesar dari daratan kita, walaupun

tidak semua, dihasilkan oleh proses alami dari bumi ini; tetapi dalam rangka membuat daratan

menjadi permanen, dan bertahan dari kegiatan air diperlukan dua hal : 

-Konsolidasi massa yang terbentuk dari kumpulan material-material lepas atau inkoheren.

-Elevasi dari massa yg terkonsolidasi dari dasar samudera, daerah dimana massa tersebut

terkumpul, ke tempat dimana sekarang terdapat di atas permukaan laut. 

Page 14: tugas geosejarah

Hutton meyakini bahwa setidaknya terdapat beberapa daur, yang masing-masing

menyertakan pengendapan material di dasar samudera, pengangkatan dengan kemiringan, dan

erosi, kemudian kembali lagi ke dasar samudera untuk mengendapkan lapisan berikutnya. 

Teori Neptunis

Teori Neptunis oleh Abraham Gottlob Werner yang menyebutkan bahwasemua batuan

merupakan hasil presipitasi sebuah aliran yang sangat besar.

Abraham Gottlob Werner mengeluarkan teori bernama neptunisme saat ia menafsirkan

sebuah urutan batuan yang ditemukannya yang disusun dari bawah ke atas oleh batuan beku,

batuan metamorf dan batuan sedimen. Menurutnya, Bumi dulu pernah ditutupi oleh lautan asal

(primeval ocean) yang mengatasi seluruh permukaannya bahkan pegunungan-pegunungan

tertinggi. Teorinya ini disebut neptunisme, mengambil nama dewa lautan bangsa Latin :

Neptunus. Batuan-batuan beku dan metamorf juga ditafsirkannya sebagai hasil pengendapan dari

air laut. Teorinya ini diterima secara luas saat itu, tetapi kesulitan pun segera muncul ketika

harus menjelaskan asal lava basal dan gunungapi.

“Cor sapientis quaerit doctrinam” – Inti kebijaksanaan adalah mencari ajaran pokoknya.

“Salam dari Kelompok Ceria”