tugas gbp log evaluasi formasi
DESCRIPTION
GEOLOGI BAWAH PERMUKAANTRANSCRIPT
BAB PEMBAHASAN
1. Pengertian Evaluasi Formasi
Evaluasi formasi batuan adalah suatu proses analisis ciri dan sifat batuan di bawah
tanah dengan menggunakan hasil pengukuran lubang sumur (Harsono, 1997). Evaluasi
formasi membutuhkan berbagai macam pengukuran dan analisis yang saling melengkapi
satu sama lain. Tujuan dari evaluasi formasi menurut Ellis & Singer (2008) adalah
sebagai berikut:
1.1 Menentukan ada tidaknya hidrokarbon
Hal yang pertama kali dilakukan adalah menentukan apakah di formasi batuan tersebut
terdapat hidrokarbon, setelah itu ditentukan jenisnya, minyak atau gas
1.2 Menentukan dimana tepatnya hidrokarbon tersebut berada
Evaluasi formasi diharapkan mampu menjelaskan pada kedalaman berapa hidrokarbon
tersebut berada dan pada lapisan batuan apa saja
1.3 Menentukan berapa banyak kandungan hidrokarbon tersebut di dalam formasi
Berapa banyak hidrokarbon yang terdapat di dalam formasi harus bisa diketahui. Aspek
paling penting untuk mengetahui kandungan hidrokarbon adalah dengan menentukan
porositas batuan karena hidrokarbon terdapat di dalam pori – pori batuan.
1.4 Menentukan apakah hidrokarbon tersebut potensial untuk diproduksi atau tidak
Untuk menentukan potensial atau tidaknya hidrokarbon yang berada di dalam formasi
batuan membutuhkan banyak parameter yang harus diketahui. Parameter yang paling
penting adalah permeabilitas batuan, faktor kunci lainnya adalah oil viscosity.
Tahap tahap yang dilakukan ketika evaluasi formasi, yang bisa dilihat di dalam tabel.
Gambar 1.1. Tahapan evaluasi formasi
Evaluasi formasi umumnya dilakukan secara berurutan dan sistematis. Daerah yang
dianggap berpotensi mengandung hidrokarbon awalnya ditentukan melalui survei
seismik, gravitasi, dan magnetik (Bateman, 1985). Setelah daerah tersebut dibor
selanjutnya dilakukan mud logging dan measurements while drilling (MWD). Setelah itu
bisa dilakukan pengambilan batu inti (Bateman, 1985). Saat mata bor tersebut telah
mencapai kedalaman tertentu maka logging dapat dilakukan. Evaluasi formasi dilakukan
dengan interpretasi 3 log yaitu
1. Log yang menunjukkan zona permeabel :
Log SP (Spontaneous Potential Log)
Log GR (Log Gamma Ray)
2. Log yang mengukur Resistivitas formasi :
IDL/LLD (Log Deep Resistivity)
ILM/LLM (Log Medium Resistivity)
MSFL (Micro Resistivity Log)
3. Log yang mengukur porositas :
Log Density (RHOB)
LogNeutron (NPHI)
2. Pengertian Well Logging
Well logging merupakan perekaman karakteristik dari suatu formasi batuan yang
diperoleh melalui pengukuran pada sumur bor (Ellis & Singer,2008). Data yang
dihasilkan disebut sebagai well log. Well log memberikan informasi bawah permukaan
yang meliputi karakteristik litologi, ketebalan lapisan, kandungan fluida, korelasi
struktur, dan kontinuitas batuan dari lubang bor (Gordon H., 2004).Berdasarkan proses
kerjanya, logging dibagi menjadi dua jenis yaitu wireline logging dan logging while
drilling bor (Ellis & Singer,2008). Wireline logging dilakukan ketika pemboran telah
berhenti dan kabel digunakan sebagai alat untuk mentransmisikan data. Pada logging
while drilling, logging dapat dilakukan bersamaan dengan pemboran. Logging jenis ini
tidak menggunakan kabel untuk mentransmisikan data. Saat ini logging while
drilling lebih banyak digunakan karena lebih praktis sehingga waktu yang diperlukan
lebih efisien walaupun masih memiliki kekurangan berupa transmisi data yang tidak
secepat wireline logging.
Loke (1999) mengungkapkan bahwa survey geofisika tahanan jenis dapat
menghasilkan informasi perubahan variasi harga resistivitas baik arah lateral maupun
arah vertical. Metode ini memberikan injeksi listrik ke dalam bumi, dari injeksi tersebut
maka akan mengakibatkan medan potensial sehingga yang terukur adalah besarnya kuat
arus (I) dan potensial (ΔV),
Tujuan well logging adalah menentukan :
keberadaaan reservoir
lokasi (kedalaman) reservoir
ketebalan reservoir
litologi reservoir
sifat-sifat fisik reservoir (porositas, homogenitas, dll)
distribusi lateral dan vertikal dari reservoir
jenis fluida yang ada di dalam reservoir
saturasi fluida dan sifat-sifat fisisnya (salinitas, suhu, tekanan, dll).
3. Tahapan Well Logging
Pada wireline logging, hasil pengukuran akan dikirim ke permukaan melalui
kabel (wire). Instrumen – instrumen yang terdapat pada alat ini adalah:
1. Mobile laboratory
2. Borehole
3. Wireline
4. Sonde
Gambar 3.1 Well Logging dan Sonde
Untuk menjalankan wireline logging, lubang bor harus dibersihkan dan distabilkan
terlebih dahulu sebelum peralatan logging dipasang (Bateman,1985). Hal yang pertama
kali dilakukan adalah mengulurkan kabel ke dalam lubang bor hingga kedalaman
maksimum lubang bor tersebut (Bateman,1985). Sebagian besar log bekerja ketika kabel
tersebut ditarik dari bawah ke atas lubang bor. Kabel tersebut berfungsi sebagai
transmiter data sekaligus sebagai penjaga agar alat logging berada pada posisi yang
diinginkan (Bateman,1985). Bagian luar kabel tersusun atas galvanized steel sedangkan
bagian dalamnya diisi oleh konduktor listrik (Ellis & Singer,2008). Kabel tersebut
digulung dengan menggunakan motorized drum yang digerakkan secara manual
selama loggingberlangsung (Ellis & Singer,2008). Kabel logging mempunyai penanda
kedalaman (misalnya tiap 25 m) yang dicek secara mekanik namun koreksi kedalaman
harus dilakukan akibat tegangan kabel dan pengaruh listrik (Bateman,1985).
Data yang didapat melalui berbagai alat logging yang berbeda tersebut kemudian
diolah oleh CSU (Cyber service unit). CSU merupakan sistem logging komputer terpadu
di lapangan yang dibuat untuk kepentingan logging dengan menggunakan program
komputer yang dinamakan cyberpack (Harsono,1997). Sistem komputer CSU merekam,
memproses dan menyimpan data logging dalam bentuk digital dengan format LIS (Log
Information Standard), DLIS (Digital Log-Interchange Standard) atau ACSII
(Harsono,1997). CSU juga berfungsi menampilkan data log dalam bentuk grafik
(Harsono,1997).
4. Macam-macam Log
4.1 Log - log Yang menunjukan Zona Permeabilitas
4.1.1 Log SP (Spontaneous Potential Log )
Log SP merupakan rekaman nilai beda potensial (millivolt) yang timbul dari suatu
elektroda yang bergerak di dalam lubang bor dan elektroda yang tetap / berada di
permukaan. Elektroda ini bergerak melewati berbagai jenis batuan yang berbeda sifat
dan kandungan fluidanya. Supaya SP dapat berfungsi, lubang harus diisi oleh lumpur
konduktif.
Perbedaan salinitas antara Lumpur dan fluida di dalam batuan menyebabkan
terjadinya defleksi negative dan positif kurva SP yang melewati suatu batuan
permeable. Defleksi terbentuk akibat adanya hubungan antara arus listrik dengan
gaya – gaya elektromotif ( elektrokimia dan elektrokinetik ) dalam formasi.
Secara alamiah, karena perbedaan kandungan garam air, arus listrik hanya mengalir
di sekeliling perbatasan formasi di dalam lubang bor (Harsono,1997). Pada lapisan
serpih, tidak ada aliran listrik sehingga potensialnya konstan. Hal ini menyebabkan
kurva SP-nya menjadi rata dan menghasilkan garis yang disebut sebagai garis dasar
serpih (shale base line) (lihat gambar 4.4). Kurva SP akan menunjukkan karakteristik
yang berbeda untuk tiap jenis litologi
Kurva SP tidak dapat direkam di dalam lubang bor yang diisi dengan lumpur non-
konduktif, hal ini karena lumpur tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik
antara elektroda dan formasi (Harsono,1997). Selanjutnya apabila resistivitas antara
lumpur penyaring dan air formasi hampir sama, defleksi akan sangat kecil dan kurva
SP menjadi tidak begitu berguna (Harsono,1997).
Pada aplikasinya log SP digunakan sebagai berikut :
1. Untuk identifikasi lapisan – lapisan yang permeable
2. Mencari batas – batas lapisan permeable dan korelsi antar sumur berdasarkan batas
lapisan itu
3. Menentukan nilai resistivitas air formasi, Rw
4. Memberikan indikasi kualitatif lapisan serpih / sebagai clay indicator
5. sebagai reference kedalaman untuk semua log
Gambar 4.1 Pergerakan kurva SP di dalam lubang bor
4.1.2 Log Gamma ray
Log Gamma Ray (GR) merupakan hasil suatu pengukuran yang menunjukan besaran
intensitas radioaktif yang ada dalam formasi. Log GR biasanya ditampilkan pada
kolom pertama, bersama – sama dengan kurva log SP dan Calliper. Biasanya diskala
dari kiri ke kanan dalam 0 – 100 atau 0 – 150 GAPI.
Pengukuran dilakukan dengan jalan memasukkan alat detektor ke dalam lubang bor.
Oleh karena sinar gamma dapat menembus logam dan semen, maka logging gamma
ray dapat dilakukan pada lubang bor yang telah dipasang casing ataupun telah
dilakukan cementing. Walaupun terjadi atenuasi sinar gamma karena casing dan
semen, akan tetapi energinya masih cukup kuat untuk mengukur sifat radiasi gamma
pada formasi batuan disampingnya. Formasi yang mengandung unsur-unsur radioaktif
akan memancarkan radiasi radioaktif dimana intensitasnya akan di terima oleh
detektor dan di catat di permukaan.
Oleh karena unsur – unsur radioaktif ( pothasium ) banyak terkandung dalam lapisan
shale / clay, maka Log GR sangat berguna berguna untuk mengetahui besar / kecilnya
kandungan shale dalam lapisan permeable. Dengan menarik garis GR yang
mempunyai harga maksimum dan minimum pada suatu penampang log maka kurva
log GR yang jatuh diantara kedua garis tersebut merupakan indikasi adanya lapisan
shaly.
Gambar 4.2 Log Gamma Ray
Adapun kegunaan log GR secara keseluruhan diantaranya yaitu :
• Evaluasi kandungan serpih Vsh ( volume lempung )
• Menentukan lapisan permeable
• Evaluasi bijih mineral yang radioaktif
• Evaluasi lapisan mineral yang bukan radioaktif
• Korelasi log pada sumur berselubung
• Korelasi antar sumur
Prinsip Kerja log GR yaitu di alam terdapat banyak bahan dasar yang secara alamiah
mengandung radioaktifitas, yaitu Uranium (U), Thorium (Tho) dan Potasium (K).
Radioaktifitas GR berasal ketiga unsur radioaktif tersebut yang secara kontinyu
memancarkan GR dalam bentuk pulsa – pulsa energi radiasi tinggi. Sinar gamma ini
mampu menembus batuan dan dideteksi oleh sensor sinar gamma yang umumnya
berupa detektor sintilasi. Setiap GR yang terdeteksi akan menimbulkan pulsa listrik
pada detektor. Parameter yang direkam adalah jumlah dari pulsa yang tercatat per
satuan waktu (cacah GR). Skala log gamma ray dalam satuan API unit (APIU). Log
gamma ray biasanya ditampilkan pada kolom pertama, bersama – sama dengan kurva
SP dan Kaliper. Skala log gamma ray dari kiri ke kanan biasanya 0 – 100 atau 0 – 150
API. Walaupun terdapat juga suatu kasus dengan nilai gamma ray sampai 200 API
untuk jenis organic rich shale. Log gamma ray sangat efektif dalam menentukan zona
permeable, dengan dasar bahwa elemen radioaktif banyak terkonsentrasi pada shale
yang impermeable, dan hanya sedikit pada batuan yang permeable. Pada formasi yang
impermeable kurva gamma ray akan menyimpang ke kanan, dan pada formasi yang
permeable kurva gamma ray akan menyimpang ke kiri. Log gamma ray memiliki
jangkauan pengukuran 6 – 12 in. Dengan ketebalan pengukuran sekitar 3 ft.
4.2 Log – log Yang Mengukur Zona Resistivitas
Log resistivitas mengukur nilai resistivitas batuan ( solid dan fluida di dalamnya )
yang diperlukan untuk menentukan nilai saturasi air, dinyatakan dalam ohmmeter
(Schlumberger,1989). Resistivitas ini mencerminkan batuan dan fluida yang
terkandung di dalam pori-porinya. Reservoar yang berisi hidrokarbon akan
mempunyai tahanan jenis lebih tinggi (lebih dari 10 ohmmeter), sedangkan apabila
terisi oleh air formasi yang mempunyai salinitas ringgi maka harga tahanan jenisnya
hanya beberapa ohmmeter (Schlumberger,1989).
Log pada zona resistivitas ada tiga macam, yaitu :
4.2.1 Log Deep Resistivity
Log Deep Resistivity yaitu Log yang digunakan untuk mengukur resistivitas pada
zona uninvated / zona yang tidak terinfasirentangnya sekitar > 3 feet, dimana log ini
terbagi menjadi dua maca berdasarkan lumpur yang digunakan saat pemboran, yaitu
- Induction Deep Log ( ILD ), yang mana digunakan jika lumpur yang digunakan
fresh water base mud ( air tawar )
- Lateral Deep Log ( LLD ), yang mana digunakan jika lumpur yang digunakan salt
water mud ( air asin )
4.2.2 Log Medium Resistivity
Log Medium Resistivity yaitu log yang digunakan untuk mengukur resistivitas pada
zona transisi rentangnya sekitar 1.5 – 3 feet. Log ini terdiri dari dua macam, yaitu :
- Induction Medium Log ( ILM ), yang mana digunakan jika lumpur yang digunakan
water base mud
- Lateral Medium Log ( LLM ), yang mana digunakan jika lumpur yang digunakan
salt water mud
4.2.3 Log Shallow Resistivity (MSFL dan SFLU)
Log Shallow Resistivity biasa menggunakan log MSFL, yang digunakan untuk
mengukur resistivitas pada zona yang terinfasi mud filtrate rentangnya sekitar 1 – 6
feet.
Pada aplikasinya semua kurva log deep, medium, dan shallow direkam memakai
electrodes atau coils yang dipasang pada mandrel silindris, dan ditempatkan kurang
lebih secara centralized dalam lubang sumur. Alat micro resistivitas memakai sensor
yang dipasang pada tapak / pad yang dipaksa menempel pada dinding lubang selama
survey.
Sonde pada alat resistivity ini memiliki elektroda penyangga (bucking electrode)
untuk memfokuskan arus survey dan memaksanya mengalir dalam arah yang tegak
lurus terhadap sonde. Arus yang terfokuskan ini memungkinkan pengukuran
dilakukan pada batuan dengan arah yang lebih pasti. Ini merupakan perbaikan
terhadap pengukuran yang memakai arus yang tidak terfokus, yaitu alat ES
(Electrical Survey) yang terdahlu, dimana arus survey lebih suka mengalir dalam
Lumpur karena resistivitas lumpur yang lebih rendah dari resistivitas batuan.
Alat Lateral log dipakai untuk survey dalam sumur berisi mud ber – resistivitas
rendah serta dalam batuan yang resistivitasnya tinggi. Alat Lateralog dapat secara
akurat mengukur resistivitas batuan dalam kisaran 0.2 – 40000 ohm-m.
Gambar 4.3 Log Resistivity
4.3 Log - log Yang Mengukur Zona Porositas
Untuk mengukur besarnya porositas pada suatu zona tertentu, digunakan tiga macam
log, yaitu :
4.3.1 Log Densitas
Log density merupakan kurva yang menunjukan nilai densitas (bulk density) batuan
yang ditembus lubang bor, dinyatakan dalam gr / cc. Besaran densitas ini selanjutnya
digunakan untuk menentukan nilai porositas batuan tersebut. Log density bersama -
sama dengan log neutron digunakan untuk mendeteksi adanya hidrokarbon.
Alat density yang modern juga mengukur PEF (Photo Electric Effect) yang berguna
untuk menentukan lithologi batuan, mengidentifikasi adanya heavy minerals dan
untuk mengevaluasi clay
Alat ini bekerja dari suatu sumber radioaktif dari alat pengukur dipancarkan sinar
gamma denga intensitas energi tertentu (umumnya 0.66 mev) menembus formasi /
batuan. Batuan terbentuk dari butiran mineral – mineral yang tersusun dari atom –
atom yang terdiri dari proton dan electron. Partikel sinar gamma akan membentur
electron – electron dsalam batuan, sehingga mengalami pengurangan energi (loose
energi). Energi yang kembali (setelah mengalami benturan) akan diterima oleh
detector, terpasang dalam sebuah protector berbentuk silinder sepanjang 3 ft,yang
selalu menempel pada dinding sumur. Intensitas energi yang diterima pada dasarnya
berbanding terbalik dengan kepadatan electron. Makin lemah energi yang lembali
maka makin banyak electron – electron dalam batuan, yang berarti makin banyak /
padat butiran / mineral penyusun batuan per satuan volume.
Besarkecilnya energi yang diterima oleh detector tergantung dari :
• Densitas matriks batuan
• Porositas batuan
• Densitas kandungan yang ada dalam batuan
4.3.2 Log Neutron
Log Neutron digunakan untuk mendeliniasi formasi yang porous dan mendeterminasi
porositasnya (Schlumberger,1989). Log ini mendeteksi keberadaan hidrogen di dalam
formasi. Jadi pada formasi bersih dimana pori – pori telah terisi oleh air atau minyak,
log neutron merefleksikan porositas yang terisi oleh fluida (Schlumberger,1989).
Log porositas yang bersama – sama dengan dengan log densitas digunakan untuk
menentukan porositas dan kandungan fluida yang ada di dalamnya. Alat neutron
dipakai untuk menentuka primary porosity batuan, yaitu ruang pori – pori batuan yang
terisi air, minyak bumi, atau gas.
Neutron merupakan bagian dari atom yang tidak memiliki muatan namun massanya
ekuivalen dengan inti hidrogen (Schlumberger,1989). Neutron berinteraksi dengan
material lain melalui dua cara, yaitu melalui kolisi dan absorbsi: kolisi umumnya
terjadi pada tingkat energi tinggi sedangkan absorbsi terjadi pada tingkat energi yang
lebih rendah (Schlumberger,1989). Jumlah energi yang hilang setiap kali terjadi kolisi
tergantung pada massa relatif inti yang betumbukan dengan neutron tersebut
(Schlumberger,1989). Kehilangan energi terbesar terjadi apabila neutron bertumbukan
dengan material lain yang memiliki massa sama dengannya, misalnya inti hidrogen
(Schlumberger,1989) . Tumbukan dengan inti yang berat tidak akan terlalu
memperlambat laju dari neutron. Jadi, penurunan terbesar jumlah neutron yang
kembali ditentukan oleh seberapa besar kandungan air di dalam formasi batuan
tersebut (Schlumberger,1989).
Cara kerja alat ini yaitu sumber radioaktif Am241Be memancarkan partikel neutron
kedalam batuan dengan energi kira – kira 5 Mev. Setelah partikel neutron berbenturan
dengan batuan, energi neutron ini berkurang sampai ke level 0.1 – 10 eV (level
ephitermal). Karena massa hidrogen yang sama dengan massa neutron, atom hidrogen
punya kemampuan paling besar dalam memperlambat partikel neutron dibanding
atom- atom lain dalam batuan. Kemudian partikel–partikel neutron yang kembali
ditangkap dan dihitung oleh detektor dalam alat pengukur. Kecepatan detektor dalam
menghitung partikel–partikel neutron dipengaruhi oleh adanya konsentrasi hidrogen.
Dua buah detektor thermal dipasang 1 – 2 ft di atas sumber radioaktif. Ratio antara
jumlah jumlah – jumlah pulsa ( Nn / Nf ) merupakan fungsi porositas. Ratio ini
mempunyai pengaruh lubang sumur yang berkurang dan kedalaman penetrasi yang
lebih jauh dibanding dengan sistem satu detektor.
Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap Kurva ØN, yaitu :
• Shale / clay
• Kekompakan batuan
• Kandungan air asin / ta
war
• Kandungan minyak Kandungan gas
Hal ini tentang defleksi kurva log neutron, semakin ke kanan defleksi kurva maka
semakin banyak hidrokarbon yang terkandung, defleksi yang terjauh maka
mengindikasikan adanya gas.
4.3.3 Log Sonic
Log sonic merupakan log yang digunakan untuk mendapatkan harga porositas batuan
sebagaimana pada log density dan log neutron. Log sonic menggambarkan waktu
kecepatan suara yang dikirimkan / dipancarkan ke dalam formasi hingga ditangkap
kembali oleh receiver. Kecepatan suara melalui formasi batuan tergantung terutama
oleh matriks batuan serta distribusi porositasnya.
Aplikasi log Sonic
• Untuk menentukan sonic porosity ( s )
• Untuk menentukan volume of clay ( Vs )
• Bersama log lain untuk menentukan litologi
• Time – depth relationship
• Menentukan reflection coeficients
• Mechanical properties
• Menentukan kualitas semen CBL – VDL
Prinsip Kerja Log Sonic
• Alat sonic mengukur kecepatan suara / sonic dalam formasi
• Transmitter memancarkan suatu “ pressure pulse” berfrekuensi 25 Hz
• Pulsa ini menghasilkan 6 gelombang, yaitu Gelombang compressional dan
gelombang refraksi shear yang merambat dalam formasi, dua gelombang langsung
sepanjang sonde dan di dalam mud, dua gelombang permukaan sepanjang dinding
lubang sumur (Pseudo Raleigh dan Stoneley), Laju / kecepatan gelombang –
gelombang itu antara 4000 sampai 25 000 ft / sec tergantung pada litologi. Diukur
waktu dari pulsa kedua sampai waktu dimana “the first negative excursion” dideteksi
oleh far receiver. Beda antara kedua waktu tadi lalu dibagi dengan jarak antara
receiver – receiver ( span ) sebesar dua ft menghasilkan formation transit times dalam
microseconds / ft (sec / ft ). Compressional transit times bervariasi :
• 40 sec / ft dalam hard formation
• 150 sec / ft dalam soft formation.
Gambar 4.4 Log Density-Neutron
5. Interpretasi log dalam Evaluasi Formasi
Log SP dan GR merupakan log yang berfungsi untutk menentukan zona reservoar
(permeabel) dan tidak, namun tidak dapat mengukur harga absolut dari permeabilitas
maupun porositas dari suatu formasi. Pada Lapisan lempung / shale, Kurva SP
menunjukan garis lurus yang disebut “Shale Base Line” ( SBL ) atau garis dasar serpih.
Pada formasi yang permeable kurva SP menjauh dari shale base line dan mencapai garis
konstan pada lapisan permeable yang cukup tebal. Penyimpangan SP dapat ke kiri atau
ke kanan tergantung pada kadar garam dari air formasi dan filtrate Lumpur.
Saat mendekati lapisan permeabel, kurva SP akan mengalami defleksi ke kiri (negatif)
atau ke kanan (positif). Defleksi ini dipengaruhi oleh salinitas relatif dari air formasi dan
lumpur penyaring (Harsono,1997). Jika salinitas air formasi lebih besar daripada salinitas
lumpur penyaring maka defleksi akan mengarah ke kiri sebaliknya apabila salinitas
lumpur penyaring yang lebih besar daripada salinitas air formasi maka defleksi akan
mengarah ke kanan (Harsono,1997). Penurunan kurva SP tidak pernah tajam saat
melewati dua lapisan yang berbeda melainkan selalu mempunyai sudut kemiringan
(Harsono,1997). Jika lapisan permeabel itu cukup tebal maka kurva SP menjadi konstan
bergerak mendekati nilai maksimumnya sebaliknya bila memasuki lapisan serpih lain
maka kurva akan bergerak kembali ke nilai serpih secara teratur (Harsono,1997).
Log gamma ray sangat efektif dalam menentukan zona permeable, dengan dasar bahwa
elemen radioaktif banyak terkonsentrasi pada shale yang impermeable, dan hanya sedikit
pada batuan yang permeable. Pada formasi yang impermeable kurva gamma ray akan
menyimpang ke kanan, dan pada formasi yang permeable kurva gamma ray akan
menyimpang ke kiri.
Beberapa contoh batuan sesuai sifat radioaktifnya adalah sebagai berikut:
1. Radioaktifnya sangat rendah (0 – 32,5 API)
Anhidrid, garam, batubara dan nodule silica. Silica yang berlapis mengandung
radioaktif lebih tinggi dari berbentuk nodule.
2. Radioaktif rendah (32,5 – 60 API)
Batu gamping murni, dolomite dan batu pasir. Batu gamping dan dolomite yang
berwarna gelap lebih tinggi radioaktifnya daripada yang berwarna terang.
3. Radioaktif menengah (60 – 100 API)
Arkosa, pelapukan granit, batu lanau, batu gamping lempunagn dan napal. Batu yang
berwarna gelap lebih tinggi radioaktifnya daripada yang berwarna terang.
4. Radioaktif sangat tinggi (>100 API)
Serpih, batu lempung dan abu gunung api.
Setelah menentukan zona reservoar (permeabel) maka dapat dikombinasikan dengan log
lain seperti log resistvity dan log density-neutron.
Log resistivitas digunakan untuk evaluasi fluida di dalam formasi. Alat ini juga dapat
digunakan untuk indentifikasi batubara (tahanan tinggi). Pada sumur-sumur tua dimana
hanya sedikit jenis log yang digunakan, log resisitivitas sangat berguna untuk picking
bagian top dan bottom dari formasi, dan untuk korelasi sumur. Batuan berpori yang
dijenuhi freshwater mempunyai resistivitas tinggi, oleh karena itu log ini dapat digunakan
untuk memisahkan shale dari batupasir dan batugamping berpori. Batuan yang kering dan
hidrokarbon merupakan konduktor yang jelek kecuali klorit, grafit, dan sulfide yang
mengandung unsur logam.
Reservoar yang berisi hidrokarbon akan mempunyai tahanan jenis lebih tinggi (lebih
dari 10 ohmmeter), sedangkan apabila terisi oleh air formasi yang mempunyai salinitas
ringgi maka harga tahanan jenisnya kecil (Schlumberger,1989). Suatu formasi yang
porositasnya sangat kecil(tight) juga akan menghasilkan tahanan jenis yang sangat tinggi
karena tidak mengandung fluida konduktif yang dapat menjadi konduktor alat listrik
(Schlumberger,1989).
Density Log menunjukkan besarnya densitas lapisan yang ditembus oleh lubang bor
sehingga berhubungan dengan porositas batuan. Besar kecilnya density juga dipengaruhi
oleh kekompakan batuan dengan derajat kekompakan yang variatif, dimana semakin
kompak batuan maka porositas batuan tersebut akan semakin kecil. Pada batuan yang
sangat kompak, harga porositasnya mendekati harga nol sehingga densitasnya mendekati
densitas matrik. Log density adalah kurva yang menunjukkan besarnya densitas “bulk
density (rb)” dari batuan yang ditembus oleh lubang bor.
Karakteristik masing-masing batuan pada log densitas adalah sebagai berikut:
Batubara mempunyai densitas yang rendah (1,20 – 1,80 gr/cc)
Konglomerat mempunyai densitas menegah (2,25 gr/cc)
Mudstone, batupasir, batugamping mempunyai densitas menengah sampai tinggi
(2,65 – 2,71 gr/cc)
Batuan vulkanik basa dan batuan vulkanik non basa mempunyai densitas tinggi (2,7 –
2,85 gr/cc)
Log Neutron digunakan untuk mendeliniasi formasi yang porous dan mendeterminasi
porositasnya (Schlumberger,1989). Log ini mendeteksi keberadaan hidrogen di dalam
formasi. Jadi pada formasi bersih dimana pori – pori telah terisi oleh air atau minyak,
log neutron merefleksikan porositas yang terisi oleh fluida (Schlumberger,1989).
Zona gas juga dapat diidentifikasi dengan membandingkan hasil pengukuran log neutron
dengan log porositas lainnya atau analisis core (Schlumberger,1989). Kombinasi log
neutron dengan satu atau lebih log porositas lainnya dapat menghasilkan nilai porositas
dan identifikasi litologi yang lebih akurat dibandingkan dengan evaluasi kandungan
serpih (Schlumberger,1989).
5.1 Mengidentifikasi zona reservoar
Dalam penentuan Indikator yang paling dapat dipercaya terhadap keberadaan reservoar
adalah dengan melihat pergerakan dari log densitas dan log neutron, yaitu ketika log
densitas bergerak ke kiri (densitas rendah) dan bersinggungan atau bersilangan dengan
kurva neutron (Darling, 2005). Pada reservoar klastik, hampir tiap keberadaan reservoar
dihubungkan dengan log gamma ray. Pada sejumlah kecil reservoar, log GR tidak dapat
digunakan sebagai indikator pasir karena kehadiran mineral radioaktif di dalam pasir.
Serpih dapat dengan jelas dikenali sebagai suatu zona ketika log densitas berada di
sebelah kanan dari log neutron, dicirikan dengan nilai unit porositas sebesar 6 atau lebih
(Darling, 2005).
Jadi penggunaan log GR dan SP dengan kombinasi crossover antara log densitas dan log
neutron lebih baik digunakan untuk mengidentifikasi reservoar. Zona gas akan
menunjukkan nilai crossover yang lebih besar daripada zona air dan minyak (Darling,
2005). Log densitas dan log neutron merupakan hasil pengukuran statistik (diukur
berdasarkan waktu kedatangan sinar gamma pada detektor yang bersifat acak) sehingga
tampilannya dapat tetap meliuk-liuk walaupun berada pada litologi yang homogen
(Darling, 2005). Untuk sebagian besar reservoar, Darling (2005) menyarankan aturan –
aturan berikut ini:
Menentukan pembacaan rata-rata GR pada clean sand (GRsa) dan nilai serpih (GRsh).
Jangan gunakan nilai pembacaan terbesar yang teramati tapi gunakan kenampakan
secara umum yang teramati.
Menentukan volume serpih, Vsh sebagai (GR-GRsa)/(GRsh-GRsa). Dengan
membandingkan Vsh terhadap respon densitas dan neutron, tentukan nilai Vsh yang
akan digunakan sebagai cutoff. Umumnya nilai cutoff adalah 50%.
Jika GR tidak dapat digunakan sebagai indikator pasir, lakukan langkah yang sama
seperti pada pengukuran net sand lalu gunakan nilai porosity cutoff.
5.2 Mengidentifikasi jenis fluida dan kontak antar fluida
Perhitungan porositas tergantung pada jenis fluida yang ada di dalam formasi sehingga
penting bagi kita untuk tahu mengenai prinsip keberadaan dan kontak fluida tersebut di
dalam formasi (Darling, 2005). Jika tersedia informasi regional mengenai posisi gas/oil
contact (GOC) atau oil/water contact (OWC), hubungkan kedalaman OWC atau GWC
tersebut terhadap kedalaman sumur yang kita amati lalu tandai posisinya pada log
(Darling, 2005).
Hal pertama yang dilakukan adalah membandingkan densitas dan pembacaan paling
besar dari log resistivitas untuk mengetahui kehadiran hirokarbon. Pada classic response,
resistivitas dan densitas akan terlihat seperti tremline (bergerak searah ke kiri atau ke
kanan) untuk pasir yang mengandung air dan membentuk kenampakan seperti cermin
( bergerak berlawanan arah, yang satu ke kiri dan yang satu kanan) pada pasir yang
mengandung hidrokarbon (Darling, 2005). Meskipun demikian Menurut Darling (2005)
tidak semua zona air dan hidrokarbon tidak menunjukkan kenampakan seperti itu karena
ketika salinitas air formasi sangat tinggi, resistivitas clean sand juga akan turun
Pada shally sand zones yang mempunyai proporsi zat konduktif tinggi, resestivitasnya
akan tetap kecil walaupun berfungsi sebagai reservoar.
Jika pasir tersebut merupakan laminasi tipis yang terletak diantara serpih, maka
resistivitasnya akan tertutupi oleh resistivitas serpih sehingga nilainya akan tetap kecil
Jika sumur telah dibor dengan jauh melebihi kesetimbangan normal (very high
overbalance) maka invasi dapat menutupi respon hidrokarbon
Bila air formasi sangat murni (Rw tinggi) resistivitasnya dapat terlihat seperti
hidrokarbon padahal merupakan water-bearing zones.
Sangat penting untuk melihat nilai absolut dari resistivitas dibandingkan sekedar melihat
kenampakan kurva densitas. Bila resistiviasnya lebih besar daripada resistivitas air maka
apapun bentuk kurvanya kita patut menduga bahwa di daerah itu berpotensi
mengandung hidrokarbon (Darling,2005).
Gambar 5.1 Interpretasi Log
6. Metode Tambahan dalam Evaluasi Formasi
6.1 Mud Logging
Mud logging merupakan proses mensirkulasikan dan memantau perpindahan mud dan
cutting pada sumur selama pemboran (Bateman, 1985). Menurut Darling (2005) terdapat
dua tugas utama dari seorang mud logger yaitu :
Memantau parameter pengeboran dan memantau sirkulasi gas/cairan/padatan dari
sumur agar pengeboran dapat berjalan dengan aman dan lancar.
Menyediakan informasi sebagai bahan evaluasi bagi petroleum engineering
department.
Mud-logging unit akan menghasilkan mud log yang akan dikirim ke kantor pusat
perusahaan minyak. Menurut Darling (2005), mud log tersebut meliputi:
Pembacaan gas yang diperoleh dari detektor gas atau kromatograf
Pengecekan terhadap ketidakhadiran gas beracun (H2S, SO2)
Laporan analisis cutting yang telah dideskripsi secara lengkap
Rate of Penetration (ROP)
Indikasi keberadaan hidrokarbon yang terdapat di dalam sampel
Mud log merupakan alat yang berharga untuk petrofisis dan geolog di dalam mengambil
keputusan dan melakukan evaluasi. Darling (2005) menyatakan bahwa mud log
digunakan untuk hal – hal berikut ini:
Identifikasi tipe formasi dan litologi yang dibor
Identifikasi zona yang porous dan permeabel
Picking of coring, casing, atau batas kedalaman pengeboran akhir
Memastikan keberadaan hidrokarbon sampai pada tahap membedakan jenis
hidrokarbon tersebut apakah minyak atau gas
6.2 Deskripsi Cutting
Pekerjaan lain dari seorang mud logger adalah melakukan deskripsi cutting. Cutting
merupakan material hasil hancuran batuan oleh mata bor yang dibawa oleh lumpur
pemboran ke permukaan (Bateman,1985). Sebagian sampel dimasukkan ke dalam
plastik polyethene sebagai sampel basah sementara sebagian sampel lain yang telah
dicuci dan dikeringkan dikenal sebagai sampel kering. Sampel yang telah dibersihkan
diamati di bawah mikroskop yang ada di mud-logging unit. Hasil deskripsi kemudian
diserahkan ke kantor pusat pengolahan data.
Agar informasi tersebut berguna maka ada standar deskripsi baku yang harus dilakukan.
Darling (2005) menyatakan bahwa deskripsi tersebut harus meliputi sifat butir, tekstur,
tipe, warna, roundness dan sphericity, sortasi,kekerasan, ukuran, kehadiran mineral jejak
(misalnya pirit, kalsit, dolomit, siderit), tipe partikel karbonat,partikel skeletal (fosil,
foraminifera), partikel non-skeletal (lithoclast, agregat, rounded particles), porositas dan
permeabelitas, tipe porositas (intergranular, fracture, vuggy), permeabelitas
(permeabelitas rendah, menengah, atau tinggi)
6.3 Coring
Coring merupakan metode yang digunakan untuk mengambil batu inti (core) dari dalam
lubang bor (Bateman,1985). Coring penting untuk mengkalibrasi model petrofisik dan
mendapat informasi yang tidak diperoleh melalui log. Setelah pengeboran, core
(biasanya 0,5 m setiap 10 menit) dibungkus dan dijaga agar tetap awet. Core tersebut
mewakili kondisi batuan tempatnya semula berada dan relatif tidak mengalami
gangguan sehingga banyak informasi yang bisa didapat. Informasi penting yang bisa
didapat oleh seorang petrofisis dari data core tersebut menurut Darling (2005) antara
lain:
Homogenitas reservoar
Tipe sementasi dan distribusi dari porositas dan permeabilitas
Kehadiran hidrokarbon dari bau dan pengujian dengan sinar ultraviolet
Tipe mineral
Kehadiran fracture dan orientasinya
Kenampakan dip
BAB KESIMPULAN
Evaluasi formasi batuan adalah suatu proses analisis ciri dan sifat batuan di bawah tanah
dengan menggunakan hasil pengukuran lubang sumur. Evaluasi formasi membutuhkan
berbagai macam pengukuran dan analisis yang saling melengkapi satu sama lain. Tujuan dari
evaluasi formasi adalah menentukan ada tidaknya hidrokarbon, menentukan dimana tepatnya
hidrokarbon tersebut berada, menentukan berapa banyak kandungan hidrokarbon tersebut di
dalam formasi.
Well logging merupakan perekaman karakteristik dari suatu formasi batuan yang
diperoleh melalui pengukuran pada sumur bor. Data yang dihasilkan disebut sebagai well log.
Well log memberikan informasi bawah permukaan yang meliputi karakteristik litologi,
ketebalan lapisan, kandungan fluida, korelasi struktur, dan kontinuitas batuan dari lubang bor
Instrumen yang terdapat pada alat ini adalah mobile laboratory, borehole, wireline, sonde
Sebagian besar log bekerja ketika kabel tersebut ditarik dari bawah ke atas lubang bor.
Log yang digunakan yaitu Log SP (Spontaneous Potential Log), Log GR (Log Gamma Ray),
IDL/LLD (Log Deep Resistivity), ILM/LLM (Log Medium Resistivity), MSFL (Micro
Resistivity Log), Log Density (RHOB), Log Neutron (NPHI).
Metode lain dalam evaluasi formasi yaitu mud logging, deskripsi cutting dan coring.
BAB DAFTAR PUSTAKA
Ellis, D. V. & Singer, J. M., 2008, Well Logging for Earth Scientist 2nd Edition, Springer,
Netherlands.
Harsono, A, 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Schlumberger Oilfield Services,
Jakarta.
http://cellyagain.blogspot.com/2014/01/geophysics-well-logging.html
http://petroleumsystems.blogspot.com/2012/04/tujuan-penilaian-formasi.html
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308518-S42581-Analisa%20petrofisika-full%20text.pdf
3.1 Log Induction
2 Log Induction yaitu log yang bekerja pada lumpur air tawar dengan resistivitas formasi
< 200 0hm – m, dan Rmf / Rw > 2.0. Alat induction menentukan resistivitas dengan cara
mengukur konduktivitas batuan. Dalam kumparan transmitter dialirkan arus bolak balik
berfrekuensi tinggi dengan amplitude konstan yang akan menimbulkan medan magnet
dalam batuan. Medan magnet ini menimbulkan arus Eddy atau arus Foucault pada
gambar di bawah. Besarnya arus ini sama dengan konduktivitas batuan.
3
4 Dapat diketahui bahwa lebih baik menggunakan alat induction log jika :
5 Rmf / Rw > 2.5
6 Rt < 200 ohm – m
7 Tebal lapisan lebih dari 10 feet
8 Bila porositas ada di bawah garis Rw, Tapi Rmf / Rw masih > 2.5 maka alat lateralog di
anjurkan untuk dipakai.
9
10 II.3.2 Lateral Log
11 Alat lateral log yang direkayasa untuk mengukur resistivitas batuan yang dibor dengan
salty mud atau Lumpur yang sangat konduktif serta dipakai untuk mendeteksi zona –
zona yang mengandung hidrokarbon. Selain dengan salty mud, log lateral akan bekerja
denga baik pada resistivitas formasi yang > 200 ohm – m dengan Rmf / Rw < 2.0,
dimana besarnya lubang bor > 12 inchi, dengan ketebalan lapisan kurang dari 10 feet
serta deep invasion ( > 40 inchi ).
12 Sonde pada alat resistivity ini memiliki elektroda penyangga (bucking electrode) untuk
memfokuskan arus survey dan memaksanya mengalir dalam arah yang tegak lurus
terhadap sonde. Arus yang terfokuskan ini memungkinkan pengukuran dilakukan pada
batuan dengan arah yang lebih pasti.
13 Ini merupakan perbaikan terhadap pengukuran yang memakai arus yang tidak terfokus,
yaitu alat ES (Electrical Survey) yang terdahlu, dimana arus survey lebih suka mengalir
dalam Lumpur karena resistivitas lumpur yang lebih rendah dari resistivitas batuan.
14 Alat Lateral log dipakai untuk survey dalam sumur berisi mud ber – resistivitas rendah
serta dalam batuan yang resistivitasnya tinggi. Alat Lateralog dapat secara akurat
mengukur resistivitas batuan dalam kisaran 0.2 – 40000 ohm-m.
4.6 Log Resistivitas
Log resistivitas adalah rekaman tahanan jenis formasi ketika dilewati oleh kuat arus listrik,
dinyatakan dalam ohmmeter (Schlumberger,1989). Resistivitas ini mencerminkan batuan dan
fluida yang terkandung di dalam pori-porinya. Reservoar yang berisi hidrokarbon akan
mempunyai tahanan jenis lebih tinggi (lebih dari 10 ohmmeter), sedangkan apabila terisi oleh
air formasi yang mempunyai salinitas ringgi maka harga tahanan jenisnya hanya beberapa
ohmmeter (Schlumberger,1989). Suatu formasi yang porositasnya sangat kecil(tight) juga
akan menghasilkan tahanan jenis yang sangat tinggi karena tidak mengandung fluida
konduktif yang dapat menjadi konduktor alat listrik (Schlumberger,1989). Menurut jenis
alatnya, log ini dibagi menjadi dua yaitu laterolog, dipakai untuk pemboran yang
menggunakan lumpur pemboran yang konduktif dan induksi yang digunakan untuk pemboran
yang menggunakan lumpur pemboran yang fresh mud (Harsono,1997). Berdasarkan
jangkauan pengukuran alatnya, log ini dibagi menjadi tiga yaitu dangkal (1-6 inci), medium
(1,5-3 feet) dan dalam (>3 feet).
1. Alat Laterolog
Alat DLT memfokuskan arus listrik secara lateral ke dalam formasi dalam bentuk lembaran
tipis (Harsono,1997). Ini dicapai dengan menggunakan arus pengawal (bucking current) yang
berfungsi untuk mengawal arus utama (measured current) masuk ke dalam formasi sedalam-
dalamnya. Dengan mengukur tegangan listrik yang diperlukan untuk menghasilkan arus
listrik utama yang besarnya tetap, resistivitasnya dapat dihitung dengan hukum Ohm
(Schlumberger,1989).
Sebenarnya alat DLT terdiri dari dua bagian, bagian pertama mempunyai elektroda yang
berjarak sedemikian rupa untuk memaksa arus utama masuk sejauh mungkin ke dalam
formasi dan mengukur LLd, resistivitas laterolog dalam (Harsono,1997). Bagian lain
mempunyai elektroda yang berjarak sedemikian rupa membiarkan arus utama terbuka sedikit,
dan mengukur LLs, resistivitas laterolog dangkal (Harsono,1997). Hal ini tercapai karena
arus yang dipancarkan adalah arus bolak-balik dengan frekuensi yang berbeda. Arus LLd
menggunakan frekuensi 28kHz sedangkan frekuensi arus LLs adalah 35 kHz (Harsono,1997).
Bila alat DLT mendekati formasi dengan resistivitas sangat tinggi atau selubung baja, bentuk
arus DLT akan terpengaruh (Harsono,1997). Hal ini akan mengakibatkan pembacaan yang
terlalu tinggi pada LLd. Pengaruh ini dikenal dengan sebutan efek Groningen
(Harsono,1997).
DLT generasi baru telah dilengkapi dengan suatu rangkaian elektronik yang mampu
mendeteksi dampak Groningen ini dengan menampilkan kurva LLg (Harsono,1997). Bila
terdapat efek Groningan biasanya pembacaan LLg tidak sama dengan LLd pada jarak anatara
titik sensor dan torpedo kabel logging (Harsono,1997).
1. Alat Induksi
Terdapat beberapa jenis alat Induksi yaitu: IRT (Induction Resistivity Tool), DIT-D (Dual
Induction Type-D), dan DIT-E (Dual Induction Type-E) (Harsono,1997). Alat-alat tersebut
menghasilkan jenis log yang berbeda pula. IRT menghasilkan ISF (Induction Spherically
Focussed), DIT-D menghasilkan DIL (Dual Induction Log) sedangkan DIT-E menghasilkan
PI (Pahsor Induction) (Harsono,1997).
Prinsip ISF Log
Sonde terdiri dari dua set kumparan yang disusun dalam batangan fiberglass non-konduktif
(Harsono,1997). Suatu rangkaian osilator menghasilkan arus konstan pada kumparan
pemancar.
Berdasarkan hukum fisika kita tahu bahwa bila suatu kumparan dialiri arus listrik bolak-balik
akan menghasilkan medan magnet, sebaliknya medan magnet akan menimbulkan arus listrik
pada kumparan (Harsono,1997). Hal ini menyebabkan arus listrik yang mengalir dalam
kumparan alat induksi ini menghasilkan medan magnet di sekeliling sonde (Harsono,1997).
Medan magnet ini akan menhasilkan arus eddy di dalam formasi di sekitar alat sesuai dengan
hukum Faraday.
Formasi konduktif di sekitar alat bereaksi seperti kumparan-kumparan kecil (Harsono,1997).
Bisa dibayangkan terdapat berjuta-juta kumparan kecil di dalam kimparan yang
menghasilkan arus eddy terinduksi (Harsono,1997). Arus eddy selanjutnya menghasilkan
medan magnet sendiri yang dideteksi oleh kumparan penerima. Kekuatan dari arus pada
penerima sebanding dengan kekuatan dari medan magnet yang dihasilkan dan sebanding
dengan arus eddy dan juga konduktivitas dari formasi (Harsono,1997).
Perbandingan antara pengukuran Laterolog dan Induksi
Hampir setiap alat pengukur resistivitas saat ini dilengkapi dengan alat pemfokus. Alat
tersebut berfungsi untuk mengurangi pengaruh akibat fluida lubang bor dan lapisan di
sekitarnya (Harsono,1997). Dua jenis alat pungukur resistivitas yang ada saat ini: induksi dan
laterolog memiliki karakteristik masing-masing yang membuatnya digunakan untuk situasi
yang berbeda (Harsono,1997).
Log induksi biasanya direkomendasikan untuk lubang bor yang yang menggunakan lumpur
bor konduktif sedang, non-konduktif (misalnya oil-base muds) dan pada lubang bor yang
hanya berisi udara (Harsono,1997). Sementara itu laterolog direkomendasikan pada lubang
bor yang menggunakan lumpur bor sangat konduktif (misalnya salt muds) (Harsono,1997).
Alat induksi, karena sangat sensitif terhadap konduktivitas baik digunakan pada formasi
batuan dengan resistivitas rendah sampai sedang (Harsono,1997). Sedangkan laterolog karena
menggunakan peralatan yang sensitif terhadap resistivitas sangat akurat digunakan pada
formasi dengan resistivitas sedang sampai tinggi (Harsono,1997).
15 Kecepatan suara pada batuan dengan porositas nol dinalakan kecepatan matriks ( tma ), untuk beberapa batuan :
16 tma pasir lepas = 55.5 sec / ft
17 tma batu pasir = 51.0 sec / ft
18 tma batu gamping = 47.5 sec / ft
19 tma dolomite = 43.5 sec / ft
20 Makin tinggi harga t pada log sonic makin besar harga porositas batuan.
21
22 II.4.3.1 Faktor – faktor yang Berpengaruh pada Kurva t
23 a. Shale
24 Shale mempunyai porositas besar meski permeabilitas mendekati nol. Sehingga kandungan shale akan memperbesar nilai t.
25 b. Kekompakan batuan
26 Kekompakan memperkecil porositas sehingga akan menurunkan nilai t.
27 c. Kandungan air
28 Kandungan air dalam batuan cenderung menyebabkan nilai kurva t membesar.
29 d. Kandungan minyak
30 Air (terutama air asin) mempunyai sifat penghantar suara yang lebih baik disbanding minyak. Sehingga adanya minyak akan memperkecil nilai t.
31 e. Kandungan gas
32 Gas merupakan penghantar suara yang tidak baik, sehingga akan memperkecil nilai t.
33
34 II.2.1.1 Prinsip Kerja Log SP
35 Pengukuran log SP dilakukan dengan cara menurunkan / memasang suatu alat / tool ke dalam lubang dan di permukaan. Dimana suatu elektroda diturunkan ke dalam lubang sumur lalu alat tersebut akan merekam potensial listrik pada berbagai titik dengan reference potensial elektroda di permukaan tanah. Lumpur yang digunakan harus bersifat conductif. Logging speed yang dicapai alat ini bisa mencapai 1500 m/hr.
36 II.2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Log SP
37 Log SP memiliki kelebihan – kelebihan sebagai berikut :
38 1. Bereaksi hanya pada lapisan permeable
39 2. Mudah pengukurannya
40 3. Sebagai indicator lapisan permeable dan non permeable
41 4. Dapat menentukan batas antara lapisan permeable dan non permeable
42 Adapun kekurangan – kekurangan dari log SP yaitu :
43 1. Tidak bekerja pada oil base mud
44 2. Tidak bereaksi bila Rmf = Rw
45 3. Dapat terpengaruh arus listrik
46 4. Tidak berfungsi baik pada formasi karbonat
47
48 II.2.2 Log GR (Gamma Ray)
49 Alat untuk mengukur GR ada dua macam, yaitu :
50 1. Standart Gammaray Tool (SGT)
51 2. Natural Gammaray Spectometry Tool (NGT)
52 SGT mengukur semua GR alamiah yang timbul, depth of investigation SGT kira – kira 10 inchi dan vertical resolutionnya 10 inchi sedangkan NGT selain mengukur semua GR, juga mengukur energi GR dan menentukan konsentrasi 3 macam elemen radiaktif yang biasa ada di alam yaitu ; Uranium (Ur235/238), Potassium (isotop 19K40), Thorium (Th 232) dimana depth of investigationnya kira – kira 15 inchi dan vertical resolutionnya 15 inchi. Adapun alat lain yang digunakan yaitu Induced Gammaray Tools, dalam alat ini dipasang sebuah sumber radioaktif yang memancarkan gammaray dengan energi tinggi. Contohnya adalah alat density log, seperti ; FDC – Formation Density Compensated, dan LDT – Litho Density Tool.
53 A.Log Sinar Gamma
54
55 Prinsip dari gamma ray log adalah perekaman radioaktivitas alami bumi, dimana sinar gamma mampu menembus batuan dan dideteksi oleh sensor sinar gamma yang umumnya berupa detektor sintilasi. Setiap Gamma Ray log yang terdeteksi akan menimbulkan pulsa listrik pada detektor. Parameter yang terekam adalah jumlah pulsa yang tercatat per satuan waktu (cacah GR). Log Sinar Gamma adalah log yang digunakan untuk mengukur tingkat radioaktivitas suatu batuan. Radioaktivitas tersebut disebabkan karena adanya unsur Uraniun, Thorium, Kalium pada batuan.
56
57 Ketiga elemen ini secara terus menerus memancarkan gamma ray yang memiliki energi radiasi yang tinggi. Kekuatan radiasi sinar gamma yang paling kuat dipancarkan oleh mudstone dan yang paling lemah dipancarkan batubara. Terutama yang dari mudstone laut menunjukan nilai yang ekstra tinggi, sedangkan radiasi dari lapisan sandstone lebih tinggi disbanding batubara. Log sinar gamma dikombinasikan dengan log utama, seperti log densitas, netron dan gelombang bunyi, digunakan untuk memastikan batas antara lapisan penting, seperti antara lapisan batubara dengan langit-langit atau lantai.
58
59
60 Skala log gamma ray dalam satuan API unit (APIU). Log gamma ray biasanya ditampilkan pada kolom pertama, bersama – sama dengan kurva SP dan Kaliper. Skala log gamma ray dari kiri ke kanan biasanya 0 – 100 atau 0 – 150 API. Walaupun terdapat juga suatu kasus dengan nilai gamma ray sampai 200 API untuk jenis organic rich shale. Log gamma ray sangat efektif dalam menentukan zona permeable, dengan dasar bahwa elemen radioaktif banyak terkonsentrasi pada shale yang impermeable, dan hanya sedikit pada batuan yang permeable. Pada formasi yang impermeable kurva gamma ray akan menyimpang ke kanan, dan pada formasi yang permeable kurva gamma ray akan menyimpang ke kiri. Log gamma ray memiliki jangkauan pengukuran 6 – 12 in. Dengan ketebalan pengukuran sekitar 3 ft.
61
62
63 Pengukuran dilakukan dengan jalan memasukkan alat detektor ke dalam lubang bor. Oleh karena sinar gamma dapat menembus logam dan semen, maka logging gamma ray dapat dilakukan pada lubang bor yang telah dipasang casing ataupun telah dilakukan cementing. Walaupun terjadi atenuasi sinar gamma karena casing dan semen, akan tetapi energinya masih cukup kuat untuk mengukur sifat radiasi gamma pada formasi batuan disampingnya. Formasi yang mengandung unsur-unsur radioaktif akan memancarkan radiasi radioaktif dimana intensitasnya akan di terima oleh detektor dan di catat di permukaan.
64
65
66 Untuk memisahkan jenis-jenis bahan radioaktif yang berpengaruh pada bacaan gamma ray dilakukan gamma ray spectroscopy. Karena pada hakikatnya besarnya energy dan intensitas setiap material radioaktif tersebut berbeda-beda. Spectroscopy ini penting dilakukan ketika kita berhadapan dengan batuan non-shale yang memungkinkan untuk memiliki unsur radioaktif, seperti mineralisasi uranium pada sandstone, potassium feldsfar atau uranium yang mungkin terdapat pada coal dan dolomite.
67
68
69 Beberapa jenis batuan dapat dikenal dari variasi kandungan fraksi lempungnya, misalnya batu lempung hamper seluruh terdiri dari mineral lempung, batu pasir kwarsa sangat sedikit mengandung mineral lempung, batu lanau cukup banyak mengandung mineral lempung dan sebagainya. Oleh karena itu respo gamma dapat digunakan untuk menafsirkan jenis litologinya. Beberapa contoh batuan sesuai sifat radioaktifnya adalah sebagai berikut:
70
71 Radioaktifnya sangat rendah
72
73 Anhidrid, garam, batubara dan nodule silica. Silica yang berlapis mengandung radioaktif lebih tinggi dari berbentuk nodule.
74
75 Radioaktif rendah
76
77 Batu gamping murni, dolomite dan batu pasir. Batu gamping dan dolomite yang berwarna gelap lebih tinggi radioaktifnya daripada yang berwarna terang.
78
79 Radioaktif menengah
80
81 Arkosa, pelapukan granit, batu lanau, batu gamping lempunagn dan napal. Batu yang berwarna gelap lebih tinggi radioaktifnya daripada yang berwarna terang.
82
83 Radioaktif sangat tinggi
84
85 Serpih, batu lempung dan abu gunung api.
86
87
88 Tabel. Karakteristik Respon Sinar Gamma
89
90 Radioaktif sangat rendah
91 (0 – 32,5 API)
92 Radioaktif rendah
93 (32,5 – 60 API)
94 Radioaktif menengah
95 (60 – 100 API)
96 Radioaktif sangat tinggi
97 (>100 API)
98 Anhidrit
99 Salt
100 Batubara
101 Batupasir
102 Batugamping
103 Dolomit
104 Arkose
105 Batuan granit
106 Lempungan
107 Pasiran
108 Gamping
109 Batuan serpih
110 Abu vulkanik
111 Bentonit
112
113
114 Cara membaca repon gamma untuk mendapatkan batas litologi adalah dengan cara mengambil sepertiga antara respon maksimal dan respon minimal. Cara ini merupakan aturan yang ditara-ratakan untuk mendapat ketelitian batas litologi. Biasanya aturan demikian cukup teliti untuk lapisan batubara yang tidak banyak mengandung lapisan pemisah (parting) di dalamnya.
115
116
117 Suatu hal yang perlu diperhatikan untuk dapat mengkorelasi respon gamma dari beberapa lubang bor adalah panjang probe selama pengukuran harus tetap dan kecepatan penaikan probe ari dalam lubang harus tetap. Selain itu perlu pula ditinjau pengarh chasing walaupun kecil akan tetap ada.
118
119
120 Sebelum bekerja dengan alat pngukur radiasi gamma harus diadakan kalibrasi alat tersebut terhadap sumber radiasi sinar gamma yang telah diketahui dan pembacaannya disesuaikan dengan selang waktu ynag sesuai. Apabila selang waktu tersebut terlalu cepat respon cenderung menjadi rata dan kurang peka terhadap perubahan litologi yang kecil. Sebaliknya apabila selang waktu tersebut terlalu lambat perbedaan yang kecil terekam pada respon sehingga perbedaan besar sukar terlihat.
121
122
123 B.Log Densitas
124
125 Awalnya penggunaan log ini dipakai dalam industri explorasi minyak sebagai alat bantu interpretasi porositas. Kemudian dalam explorasi batubara malah dikembangkan menjadi unsur utama dalam identifikasi ketebalan bahkan qualitas seam batubara. Dimana rapat masa batubara sangat khas yang hampir hanya setengah kali rapat masa batuan lain pada umumnya. Lebih extrem lagi dalam aplikasinya pada idustri batubara karena sifat fisik ini (rapat masa) hampir linier dengan kandungan abu sehingga pemakaian log ini akan memberikan gambaran khas bagi tiap daerah dengan karakteristik lingkungan pengendapannya.
126
127 Dalam operasinya logging rapat masa dilakukan dengan mengukur sinar g yang ditembakan dari sumber melewati dan dipantulkan formasi batuan kemudian direkam kembali oleh dua detector yang ditempatkan dalam satu ‘probe’ dengan jarak satu sama lain diatur sedemikan rupa. Kedua detector ’short’ dan ‘long space’ diamankan dari pengaruh sinar g yang datang langsung dari sumber radiasi. Sehingga yang terekam oleh kedua detector hanya sinar yang telah melewati formasi saja. Dalam hal ini efek pemendaran sinar radiasi seperti ditentukan dalam efek pemendaran Compton.
128
129
130 Sinar gamma dari sumber radioaktif dipancar oleh tumbukan dengan elektron di dalam lapisan tanah dan energi sinar gamma akan hilang kepada elektron untuk setiap tumbukan (efek compton). Densitas elektron di dalam material sebanding dengan densitas curahan atau massa (bulk or mass density) material.
131
132 Logging densitas dilakukan untuk mengukur densitas batuan disepanjang lubang bor. Densitas yang diukur adalah densitas keseluruhan dari matriks batuan dan fluida yang terdapat pada pori. Prinsip kerja alatnya adalah dengan emisi sumber radioaktif. Semakin padat batuan semakin sulit sinar radioaktif tersebut ter-emisi dan semakin sedikit emisi radioaktif yang terhitung oleh penerima (counter).
133
134
135 Density Log menunjukkan besarnya densitas lapisan yang ditembus oleh lubang bor sehingga berhubungan dengan porositas batuan. Besar kecilnya density juga dipengaruhi oleh kekompakan batuan dengan derajat kekompakan yang variatif, dimana semakin kompak batuan maka porositas batuan tersebut akan semakin kecil. Pada batuan yang sangat kompak, harga porositasnya mendekati harga nol sehingga densitasnya mendekati densitas matrik. Log density adalah kurva yang menunjukkan besarnya densitas “bulk density (rb)” dari batuan yang ditembus oleh lubang bor.
136
137 Log densitas digunakan untuk mengukur densitas semu formasi menggunakan sumber radioaktif yang ditembakkan ke formasi dengan sinar gamma yang tinggi dan mengukur jumlah sinar gamma rendah yang kembali ke detektor.
138
139 Karakteristik masing-masing batuan pada log densitas adalah sebagai berikut:
140
141 Batubara mempunyai densitas yang rendah (1,20 – 1,80 gr/cc)
142
143 Konglomerat mempunyai densitas menegah (2,25 gr/cc)
144
145 Mudstone, batupasir, batugamping mempunyai densitas menengah sampai tinggi (2,65 – 2,71 gr/cc)
146
147 Batuan vulkanik basa dan batuan vulkanik non basa mempunyai densitas tinggi (2,7 – 2,85 gr/cc)
148
149 Tabel.Nilai Rapat Massa Batuan
150
151 Jenis batuan
152 Rapat massa sebenarnya (gr/cc)
153 Rapat massa saat logging (gr/cc)
154 Sandstone
155 2,650
156 2,684
157 Limestone
158 2,710
159 2,710
160 Dolomites
161 2,870
162 2,876
163 Anhidrid
164 2,960
165 2,977
166 Antrasite coal
167 1,400-1,800
168 1,355-1,796
169 Bituminous coal
170 1,200-1,500
171 1,173-1,514
172
173
174
175 Perekaman Data Logging
176
177 Perekaman data logging menggunakan software WellCad. Data logging yang telah diperoleh kemudian dicetak dalam lembaran data logging dimana terdapat nama perusahaan, nomor lubang bor, lokasi pengeboran, jenis log, kedalaman pengeboran, kedalaman alat logging, batas atas logging mulai dieksekusi, batas bawah logging selesai dieksekusi, nama perekam log, nama geologist penanggung jawab serta kedalaman penggunaan chasing. Selain itu lembar data logging juga memuat informasi mengenai grafik hasil pembacaan log gamma dan log densitas yag kemudian dilakukan interpretasi jenis lapisan batuan beserta kedalaman dan ketebalannya.
4.1 Log Natural Gamma Ray
Sesuai dengan namanya, Log Gamma Ray merespon radiasi gamma alami pada suatu formasi
batuan (Ellis & Singer,2008). Pada formasi batuan sedimen, log ini biasanya mencerminkan
kandungan unsur radioaktif di dalam formasi. Hal ini dikarenakan elemen radioaktif
cenderung untuk terkonsentrasi di dalam lempung dan serpih. Formasi bersih biasanya
mempunyai tingkat radioaktif yang sangat rendah, kecuali apabila formasi tersebut terkena
kontaminasi radioaktif misalnya dari debu volkanik atau granit (Schlumberger,1989)
Log GR dapat digunakan pada sumur yang telah di-casing (Schlumberger,1989). Log GR
juga sering digunakan bersama-sama dengan log SP (lihat gambar 4.1) atau dapat juga
digunakan sebagai pengganti log SP pada sumur yang dibor dengan menggunakan salt mud,
udara, atau oil-base mud (Schlumberger,1989). Log ini dapat digunakan untuk korelasi
sumur secara umum
Gambar 4.1 Perbandingan antara kurva Gamma Ray dengan kurva SP dan Caliper (Ellis &
Singer,2008)
Karakteristik Gamma Ray
Gamma ray dihasilkan oleh gelombang elektromagnetik berenergi tinggi yang dikeluarkan
secara spontan oleh elemen radioaktif (Schlumberger,1989). Hampir semua radiasi gamma
yang ditemukan di bumi berasal dari isotop potassium yang mempunyai berat atom 40 (K40)
serta unsur radioaktif uranium dan thorium (Schlumberger,1989).
Setiap unsur tersebut menghasilkan gamma rays dengan jumlah dan energi yang berbeda
untuk masing – masing unsur. Potassium (K40) mengeluarkan gamma ray sebagai energi
tunggal pada 1,46 MeV, sedangkan uranium dan thorium mengeluarkan berbagai variasi
gamma ray (Ellis & Singer,2008) (lihat gambar 4,2).
Gambar 4.2 Distribusi sinar gamma dari tiga unsur radioaktif yang berbeda
(Ellis & Singer,2008).
Untuk melewati suatu materi, gamma ray bertumbukan dengan atom dari zat penyusun
formasi (Ellis & Singer,2008). Gamma ray akan kehilangan energinya setiap kali mengalami
tumbukan, Setelah energinya hilang, gamma ray diabsorbsi oleh atom formasi melalui suatu
proses yang disebut efek fotoelektrik (Ellis & Singer,2008). Jadi gamma ray diabsorbsi secara
gradual dan energinya mengalami reduksi setiap kali melewati formasi. Laju absorbsi
berbeda sesuai dengan densitas formasi (Schlumberger,1989). Formasi dengan jumlah unsur
radioktif yang sama per unit volum tapi mempunyai densitas yang berbeda akan
menunjukkan perbedaan tingkat radioaktivitas Formasi yang densitasnya lebih rendah akan
terlihat sedikit lebih radioaktif. Respon GR log setelah dilakukan koreksi terhadap lubang bor
dan sebagainya sebanding dengan berat konsentrasi unsur radioaktif yang ada di dalam
formasi (Schlumberger,1989).
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana
= densitas mineral radioaktif
= bulk volume factors mineral
= proportionally factors corresponding mineral radioaktif
= bulk density formasi
Peralatan
GR sonde memiliki detektor untuk mengukur radiasi gamma yang terjadi pada formasi di
dekat sonde. Detektor scintillation umumnya digunakan untuk pengukuran ini
(Schlumberger,1989). Detektor ini lebih efisien dibandingkan dengan detektor Geiger-
Mueller yang digunakan di masa lalu (Schlumberger,1989). Panjang detektor ini hanya
beberapa inchi sehingga detil formasi bisa diperoleh dengan baik.
4.2 Spectral Gamma Ray Log
Sama seperti GR log, spectral gamma ray log mengukur radioaktivitas alami dari formasi.
Namun berbeda dengan GR log yang hanya mengukur radioakivitas total, log ini dapat
membedakan konsentrasi unsur potassium, uranium, dan thorium di dalam formasi batuan
(Schlumberger,1989).
Prinsip Pengukuran
Log spektral menggunakan detektor sodium iodide scintillation (Schlumberger,1989). Sinar
gamma yang dikeluarkan oleh formasi jarang yang langsung ditangkap oleh detektor. Hal ini
disebabkan karena sinar tersebut menyebar dan kehilangan energinya melalui tiga jenis
interaksi dengan formasi; efek fotoelektrik, hamburan compton, dan produksi berpasangan
(Ellis & Singer,2008). Karena tiga jenis interaksi tersebut dan respon dari detektor sodium
iodide scintillation, kurva yang dihasilkan mengalami degradasi sehingga menjadi lebih
lentur.
Gelombang energi yang dideteksi dibagi menjadi tiga jendela energi yaitu W1, W2, dan W3;
dimana tiap – tiap jendela merefleksikan karakter dari tiga jenis radioaktivitas yang berbeda.
Dengan mengetahui respon alat dan jumlah yang dihitung pada tiap jendela kita dapat
mendeterminasi banyaknya thorium 232, uranium 238, dan potassium 40 yang ada di dalam
formasi (Schlumberger,1989).
Tampilan Log
Log spektral merekam jumlah potassium, thorium, dan uranium yang ada di dalam formasi
(Schlumberger,1989). Unsur – unsur tersebut biasanya ditampilkan di dalam Track 2 dan 3
dari log . Konsentrasi thorium dan uranium ditampilkan dalam bentuk berat per juta (bpj)
sedangkan konsentrasi potassium ditampilkan dalam bentuk persentase (Schlumberger,1989).
Jumlah total ketiga unsur radioaktif tersebut direkam di dalam kurva GR yang ditampilkan di
Track 1 (Schlumberger,1989). Respon total tersebut dideterminasi berdasarkan kombinasi
linear dari konsentrasi potassium, uranium, dan thorium (Schlumberger,1989). Kurva GR
standar ditampilkan dalam bentuk API units. Jika diperlukan, nilai CGR juga bisa
ditampilkan (lihat gambar 4.3). Nilai tersebut merupakan jumlah sinar gamma yang berasal
dari potassium dan thorium saja, tanpa uranium (Schlumberger,1989).
Gambar 4.3 Tampilan log Spektral Gamma Ray
(Ellis & Singer,2008).
4.3 Log SP
Log SP adalah rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda di permukaan yang tetap
dengan elektroda yang terdapat di dalam lubang bor yang bergerak turun naik
(Harsono,1997). Potensial listrik tersebut disebut ‘potentiels spontanes’, atau ‘spontaneous
potentials’ oleh Conrad Schlumberger dan H.G. Doll yang menemukannya (Rider,1996).
Supaya SP dapat berfungsi, lubang harus diisi oleh lumpur konduktif.
Secara alamiah, karena perbedaan kandungan garam air, arus listrik hanya mengalir di
sekeliling perbatasan formasi di dalam lubang bor (Harsono,1997). Pada lapisan serpih, tidak
ada aliran listrik sehingga potensialnya konstan. Hal ini menyebabkan kurva SP-nya menjadi
rata dan menghasilkan garis yang disebut sebagai garis dasar serpih (shale base line) (lihat
gambar 4.4). Kurva SP akan menunjukkan karakteristik yang berbeda untuk tiap jenis litologi
(lihat gambar 4.5)
Gambar 4.4 Pergerakan kurva SP di dalam lubang bor
(Dewan dalam Ellis & Singer,2008 dengan modifikasi)
Saat mendekati lapisan permeabel, kurva SP akan mengalami defleksi ke kiri (negatif) atau
ke kanan (positif). Defleksi ini dipengaruhi oleh salinitas relatif dari air formasi dan lumpur
penyaring (Harsono,1997). Jika salinitas air formasi lebih besar daripada salinitas lumpur
penyaring maka defleksi akan mengarah ke kiri sebaliknya apabila salinitas lumpur penyaring
yang lebih besar daripada salinitas air formasi maka defleksi akan mengarah ke kanan
(Harsono,1997).
Penurunan kurva SP tidak pernah tajam saat melewati dua lapisan yang berbeda melainkan
selalu mempunyai sudut kemiringan (Harsono,1997). Jika lapisan permeabel itu cukup tebal
maka kurva SP menjadi konstan bergerak mendekati nilai maksimumnya sebaliknya bila
memasuki lapisan serpih lain maka kurva akan bergerak kembali ke nilai serpih secara teratur
(Harsono,1997).
Kurva SP tidak dapat direkam di dalam lubang bor yang diisi dengan lumpur non-konduktif,
hal ini karena lumpur tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik antara elektroda dan
formasi (Harsono,1997). Selanjutnya apabila resistivitas antara lumpur penyaring dan air
formasi hampir sama, defleksi akan sangat kecil dan kurva SP menjadi tidak begitu berguna
(Harsono,1997).
Gambar 4.5 Kenampakan kurva SP terhadap berbagai variasi litologi
(Asquith dalam Ellis & Singer,2008)
4.4 Log Densitas
Log densitas merekam bulk density formasi batuan (Schlumberger,1989). Bulk
densitymerupakan densitas total dari batuan meliputi matriks padat dan fluida yang mengisi
pori. Secara geologi, bulk density merupakan fungsi dari densitas mineral yang membentuk
batuan tersebut dan volume fluida bebas yang menyertainya (Rider,1996). Sebagai contoh,
batupasir tanpa porositas mempunyai bulk density 2,65g/cm3, densitasnya murni berasal dari
kuarsa. Apabila porositasnya 10%, bulk density batupasir tersebut tinggal 2,49g/cm3, hasil
rata – rata dari 90% butir kuarsa (densitasnya 2,65g/cm3 ) dan 10% air (densitasnya 1,0g/cm3)
(Rider,1996).
Prinsip Kerja
Sebuah sumber radioaktif yang diarahkan ke dinding bor mengeluarkan sinar gamma
berenergi sedang ke dalam formasi (Schlumberger,1989). Sinar gamma tersebut bertumbukan
dengan elektron yang ada di dalam formasi. Pada tiap kali tumbukan, sinar gamma
kehilangan sebagian energinya yang diserap oleh elektron (Schlumberger,1989). Sinar
gamma tersebut terus bergerak dengan energinya yang tersisa. Jenis interaksi ini dikenal
sebagai hamburan Compton (Schlumberger,1989). Hamburan sinar gamma tersebut
kemudian ditangkap oleh detektor yang ditempatkan di dekat sumber sinar gamma. Jumlah
sinar gamma yang kembali tersebut kemudian digunakan sebagai indikator dari densitas
formasi (Schlumberger,1989).
Nilai hamburan Compton dipengaruhi oleh jumlah elektron yang di dalam formasi
(Schlumberger,1989). Sebagai akibatnya, respon density tool dibedakan berdasarkan densitas
elektronnya (jumlah elektron tiap centimeter kubik). Densitas elektron berhubungan
dengan true bulk density yang bergantung pada densitas matriks batuan, porositas formasi,
dan densitas fluida yang mengisi pori (Schlumberger,1989).
Perlengkapan
Untuk mengurangi pengaruh dari mud column, maka detektor dan skidmounted sourceharus
dipasangi perisai (Schlumberger,1989). Sebuah koreksi diperlukan ketika kontak
antara skid dan formasi tidak sempurna. Jika hanya ada satu detektor yang digunakan, koreksi
tidak mudah untuk dilakukan karena pengoreksian bergantung pada ketebalan, berat, dan
komposisi mudcake atau mud interposed di antara skid dan formasi (Schlumberger,1989).
Pada formation density logging (FDC), digunakan dua buah detektor dengan ruang dan
kedalaman yang berbeda (Schlumberger,1989). Dengan demikian maka koreksi dapat lebih
mudah dilakukan.
4.5 Log Neutron
Log Neutron digunakan untuk mendeliniasi formasi yang porous dan mendeterminasi
porositasnya (Schlumberger,1989). Log ini mendeteksi keberadaan hidrogen di dalam
formasi. Jadi pada formasi bersih dimana pori – pori telah terisi oleh air atau minyak, log
neutron merefleksikan porositas yang terisi oleh fluida (Schlumberger,1989).
Zona gas juga dapat diidentifikasi dengan membandingkan hasil pengukuran log neutron
dengan log porositas lainnya atau analisis core (Schlumberger,1989). Kombinasi log neutron
dengan satu atau lebih log porositas lainnya dapat menghasilkan nilai porositas dan
identifikasi litologi yang lebih akurat dibandingkan dengan evaluasi kandungan serpih
(Schlumberger,1989).
Prinsip Kerja
Neutron merupakan bagian dari atom yang tidak memiliki muatan namun massanya
ekuivalen dengan inti hidrogen (Schlumberger,1989). Neutron berinteraksi dengan material
lain melalui dua cara, yaitu melalui kolisi dan absorbsi: kolisi umumnya terjadi pada tingkat
energi tinggi sedangkan absorbsi terjadi pada tingkat energi yang lebih rendah
(Schlumberger,1989).
Jumlah energi yang hilang setiap kali terjadi kolisi tergantung pada massa relatif inti yang
betumbukan dengan neutron tersebut (Schlumberger,1989). Kehilangan energi terbesar
terjadi apabila neutron bertumbukan dengan material lain yang memiliki massa sama
dengannya, misalnya inti hidrogen (Schlumberger,1989) . Tumbukan dengan inti yang berat
tidak akan terlalu memperlambat laju dari neutron. Jadi, penurunan terbesar jumlah neutron
yang kembali ditentukan oleh seberapa besar kandungan air di dalam formasi batuan tersebut
(Schlumberger,1989).
Dalam waktu beberapa mikrodetik, neutron yang telah diperlambat melalui kolisi akan
bergerak menyebar secara acak tanpa kehilangan banyak energi (Schlumberger,1989).
Neutron tersebut baru akan berhenti apabila ditangkap oleh inti dari atom seperti klorin,
hidrogen, atau silikon (Schlumberger,1989).
Saat konsentrasi hidrogen di dalam material yang mengelilingi sumber neutron besar,
sebagian besar neutron akan bergerak semakin lambat dan dapat ditangkap pada jarak yang
dekat dengan sumber (Schlumberger,1989). Sebaliknya, apabila konsentrasi hidrogennya
sedikit, neutron akan bergerak jauh dari sumbernya baru kemudian ditangkap oleh inti atom
lain (lihat gambar 4.6). Berdasarkan hal tersebut maka kandungan hidrogen di dalam suatu
formasi batuan dapat ditentukan (Schlumberger,1989).
Gambar 4.6 Skema cara kerja log neutron
http://www.easternutd.com/pulseneutronlogging
Peralatan
Peralatan logging neutron meliputi GNT (gamma neutron tool) tool series, dan SNP(sidewall
neutron porosity) tool (Harsono,1997). GNT merupakan detektor yang sensitif terhadap
energi tinggi sinar gamma dan panas dari neutron. GNT dapat digunakan pada lubang bor
dengan atau tanpa casing (Harsono,1997). Meskipun perlengkapan ini respon utamanya
adalah terhadap porositas, GNT juga bisa mendeteksi pengaruh akibat salinitas fluida, suhu,
tekanan, ukuran lubang bor, mudcake, standoff, dan berat lumpur (Harsono,1997).
Pada peralatan SNP, detektornya hanya mampu mendeteksi neutron yang memiliki energi
sekitar 0,4 eV (epitermal). Harsono (2007) menyebutkan sejumlah keunggulan SNP
dibandingkan dengan NGT yaitu:
Efek lubang bor lebih sedikit
Neutron yang diukur adalah neutron epithermal, hal ini mengurangi efek negatif dari
penyerap neutron thermal kuat (seperti boron dan klorin) pada air formasi dan matriks.
Koreksi yang diperlukan dilakukan secara otomatis oleh instrumen yang ada di
permukaan
SNP menghasilkan pengukuran yang baik pada lubang kosong
Perlengkapan SNP dirancang hanya bisa dioperasikan pada open holes, baik yang terisi oleh
cairan maupun yang kosong. Diameter minimal lubang bor yang diperlukan adalah 5 inchi
(Harsono,1997).
Tampilan Log
Gambar 4.6 Tampilan log densitas dan log neutron (Ellis & Singer,2008).
4.6 Log Resistivitas
Log resistivitas adalah rekaman tahanan jenis formasi ketika dilewati oleh kuat arus listrik,
dinyatakan dalam ohmmeter (Schlumberger,1989). Resistivitas ini mencerminkan batuan dan
fluida yang terkandung di dalam pori-porinya. Reservoar yang berisi hidrokarbon akan
mempunyai tahanan jenis lebih tinggi (lebih dari 10 ohmmeter), sedangkan apabila terisi oleh
air formasi yang mempunyai salinitas ringgi maka harga tahanan jenisnya hanya beberapa
ohmmeter (Schlumberger,1989). Suatu formasi yang porositasnya sangat kecil(tight) juga
akan menghasilkan tahanan jenis yang sangat tinggi karena tidak mengandung fluida
konduktif yang dapat menjadi konduktor alat listrik (Schlumberger,1989). Menurut jenis
alatnya, log ini dibagi menjadi dua yaitu laterolog, dipakai untuk pemboran yang
menggunakan lumpur pemboran yang konduktif dan induksi yang digunakan untuk pemboran
yang menggunakan lumpur pemboran yang fresh mud (Harsono,1997). Berdasarkan
jangkauan pengukuran alatnya, log ini dibagi menjadi tiga yaitu dangkal (1-6 inci), medium
(1,5-3 feet) dan dalam (>3 feet).
2. Alat Laterolog
Alat DLT memfokuskan arus listrik secara lateral ke dalam formasi dalam bentuk lembaran
tipis (Harsono,1997). Ini dicapai dengan menggunakan arus pengawal (bucking current) yang
berfungsi untuk mengawal arus utama (measured current) masuk ke dalam formasi sedalam-
dalamnya. Dengan mengukur tegangan listrik yang diperlukan untuk menghasilkan arus
listrik utama yang besarnya tetap, resistivitasnya dapat dihitung dengan hukum Ohm
(Schlumberger,1989).
Sebenarnya alat DLT terdiri dari dua bagian, bagian pertama mempunyai elektroda yang
berjarak sedemikian rupa untuk memaksa arus utama masuk sejauh mungkin ke dalam
formasi dan mengukur LLd, resistivitas laterolog dalam (Harsono,1997). Bagian lain
mempunyai elektroda yang berjarak sedemikian rupa membiarkan arus utama terbuka sedikit,
dan mengukur LLs, resistivitas laterolog dangkal (Harsono,1997). Hal ini tercapai karena
arus yang dipancarkan adalah arus bolak-balik dengan frekuensi yang berbeda. Arus LLd
menggunakan frekuensi 28kHz sedangkan frekuensi arus LLs adalah 35 kHz (Harsono,1997).
Bila alat DLT mendekati formasi dengan resistivitas sangat tinggi atau selubung baja, bentuk
arus DLT akan terpengaruh (Harsono,1997). Hal ini akan mengakibatkan pembacaan yang
terlalu tinggi pada LLd. Pengaruh ini dikenal dengan sebutan efek Groningen
(Harsono,1997).
DLT generasi baru telah dilengkapi dengan suatu rangkaian elektronik yang mampu
mendeteksi dampak Groningen ini dengan menampilkan kurva LLg (Harsono,1997). Bila
terdapat efek Groningan biasanya pembacaan LLg tidak sama dengan LLd pada jarak anatara
titik sensor dan torpedo kabel logging (Harsono,1997).
2. Alat Induksi
Terdapat beberapa jenis alat Induksi yaitu: IRT (Induction Resistivity Tool), DIT-D (Dual
Induction Type-D), dan DIT-E (Dual Induction Type-E) (Harsono,1997). Alat-alat tersebut
menghasilkan jenis log yang berbeda pula. IRT menghasilkan ISF (Induction Spherically
Focussed), DIT-D menghasilkan DIL (Dual Induction Log) sedangkan DIT-E menghasilkan
PI (Pahsor Induction) (Harsono,1997).
Prinsip ISF Log
Sonde terdiri dari dua set kumparan yang disusun dalam batangan fiberglass non-konduktif
(Harsono,1997). Suatu rangkaian osilator menghasilkan arus konstan pada kumparan
pemancar.
Berdasarkan hukum fisika kita tahu bahwa bila suatu kumparan dialiri arus listrik bolak-balik
akan menghasilkan medan magnet, sebaliknya medan magnet akan menimbulkan arus listrik
pada kumparan (Harsono,1997). Hal ini menyebabkan arus listrik yang mengalir dalam
kumparan alat induksi ini menghasilkan medan magnet di sekeliling sonde (Harsono,1997).
Medan magnet ini akan menhasilkan arus eddy di dalam formasi di sekitar alat sesuai dengan
hukum Faraday.
Formasi konduktif di sekitar alat bereaksi seperti kumparan-kumparan kecil (Harsono,1997).
Bisa dibayangkan terdapat berjuta-juta kumparan kecil di dalam kimparan yang
menghasilkan arus eddy terinduksi (Harsono,1997). Arus eddy selanjutnya menghasilkan
medan magnet sendiri yang dideteksi oleh kumparan penerima. Kekuatan dari arus pada
penerima sebanding dengan kekuatan dari medan magnet yang dihasilkan dan sebanding
dengan arus eddy dan juga konduktivitas dari formasi (Harsono,1997).
Perbandingan antara pengukuran Laterolog dan Induksi
Hampir setiap alat pengukur resistivitas saat ini dilengkapi dengan alat pemfokus. Alat
tersebut berfungsi untuk mengurangi pengaruh akibat fluida lubang bor dan lapisan di
sekitarnya (Harsono,1997). Dua jenis alat pungukur resistivitas yang ada saat ini: induksi dan
laterolog memiliki karakteristik masing-masing yang membuatnya digunakan untuk situasi
yang berbeda (Harsono,1997).
Log induksi biasanya direkomendasikan untuk lubang bor yang yang menggunakan lumpur
bor konduktif sedang, non-konduktif (misalnya oil-base muds) dan pada lubang bor yang
hanya berisi udara (Harsono,1997). Sementara itu laterolog direkomendasikan pada lubang
bor yang menggunakan lumpur bor sangat konduktif (misalnya salt muds) (Harsono,1997).
Alat induksi, karena sangat sensitif terhadap konduktivitas baik digunakan pada formasi
batuan dengan resistivitas rendah sampai sedang (Harsono,1997). Sedangkan laterolog karena
menggunakan peralatan yang sensitif terhadap resistivitas sangat akurat digunakan pada
formasi dengan resistivitas sedang sampai tinggi (Harsono,1997).
d.1 Radioactive log
d.1.1. Gamma ray log
Gamma ray log mengukur emisi dari gamma ray alam pada berbagai lapisan pada sumur pemboran. Pengukuran ini berhubungan dengan kandungan isotop radiogenic dari potassium, uranium dan thorium. Elemen tersebut (terutama potassium) sangat umum dijumpai pada mineral clay dan beberapa jenis evaporit. Pada suatu lapisan klastik terrigenous, log akan menunjukkan “cleanness” (kurangnya clay) atau “shaliness” (radioaktivitas tinggi pada skala API) daripada batuan. Dikarenakan karakteristiknya, maka log gamma ray akan menunjukkan suatu suksesi yang sama antara lapisan pasir dan lapisan karbonat.
Perlu ditekankan disini bahwa pembacaan gamma ray bukan fungsi dari ukuran butir atau kandungan karbonat, tetapi akan berhubungan dengan banyaknya kandungan shale. Membedakan litologi seperti batupasir, konglomerat, dolomit atau batugamping lebih baik jika dilakukan kalibrasi dengan satu atau lebih macam log yang lain atau dengan core dan cutting. Log ini umumnya berada di sebelah kiri kolom kedalaman dalam satuan API units. Log SP dan log sinar gamma terutama digunakan untuk membedakan antara batuan reservoar dan non reservoar. Selain itu juga penting di dalam pekerjaan korelasi dan evaluasi kandungan seprih di dalam suatu formasi.
d.1.2 Density Log
Log densitas mengukur densitas semu formasi menggunakan sumber radioaktif yang ditembakkan ke formasi dengan sinar gamma yang tinggi dan mengukur jumlah sinar gamma rendah yang kembali ke detektor.
d.1.3 Neutron Log
Log neutron mengukur hydrogen index formasi menggunakan sumber neutron radioaktif yang ditembakkan ke formasi deengan neutron yang cepta. Neutron bertumbukan dengan atom dari formasi, mentransfer energi melalui tumbukan. Transfer energi yang paling efisien adalah dengan atom hydrogen karena massa hydrogen diperkirakan sama dengan massa neutron. Gas mempunyai hydrogen index yang rendah dibandingkan air, sehingga menyebabkan alat akan mencatat porositas
yang rendah pada formasi yang mengandung gas. Jika digunakan bersama log densitas, akan sangat gampang untuk mengidentifikasi interval formasi yang mengandung gas.
d.2 Electric log
d.2.1. Resistivity Log
Resistivity log atau log tahanan jenis/resistivitas akan mengukur tahanan dari fluida dalam pori-pori batuan terhadap aliran elektrik. Aliran elektrik ini ditransmisikan secara langsung kepada batuan melalui elektroda jauh ke dalam formasi. Istilah “dalam” disini berarti arah horizontal dari lubang bor. Resistivitas pada kedalaman yang berbeda akan diukur oleh berbagai panjang alat yang bervariasi. Beberapa kurva
resistivitas biasaya ditampilkan pada satu track saja.
Log resistivitas digunakan untuk evaluasi fluida di dalam formasi. Alat ini juga dapat digunakan untuk indentifikasi batubara (tahanan tinggi). Pada sumur-sumur tua dimana hanya sedikit jenis log yang digunakan, log resisitivitas sangat berguna untuk picking bagian top dan bottom dari formasi, dan untuk korelasi sumur. Batuan berpori yang dijenuhi freshwater mempunyai resistivitas tinggi, oleh karena itu log ini dapat digunakan untuk memisahkan shale dari batupasir dan batugamping berpori. Batuan yang kering dan hidrokarbon merupakan konduktor yang jelek kecuali klorit, grafit, dan sulfide yang mengandung unsur logam. Ketika suatu formasi dibor, maka air pemboran akan masuk ke dalam formasi dari dinding lubang bor sehingga membentuk tiga zona yaitu zona terinvasi (flushed zone), zona transisi (transisition zone) dan zona yang tak terinvasi air lumpur pemboran (uninvaded zone). Log tahanan jenis ada dua macam yaitu dual laterolog-Rxo log dan dual induction-spherically focused log. Kedua macam log tahanan jenis ini mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk mengetahui tahanan jenis darui formasi.
d.2.2. Log SP (Spontaneous Potential)
Log SP merupakan hasil dari pengukuran beda potensial arus searah antara elektroda di dalam lubang bor dengan elektroda di permukaan. Beda potensial inilah yang kemudian direkam dalam bentuk log. Untuk lebih memahami proses pengukuran beda potensial sehingga dihasilkan log SP, maka dapat dipahami mengenai aliran arus SP di
dalam formasi yang diukur. Log ini selalu diletakkan di sebelah kiri kolom kedalaman
bersama-sama dengan log GR. Satuannya yaitu milivolt (mV). Log SP terdiri atas garis dasar yang agak lurus dengan puncak-puncak (peaks) yang berarah ke kiri. Garis dasar ini menunjukkan lapisan-lapisan impermeable sedangkan puncak-puncaknya berhadapan dengan lapisan permeable.
Log SP hanya dapat menunjukkan lapisan permeable, namun tidak dapat mengukur harga absolut dari permeabilitas maupun porositas dari suatu formasi. Log SP sangat dipengaruhi oleh bebeapa parameter seperti resistivitas formasi dan air lumpur pemboran, ketebalan formasi dan parameter yang lain.
d.3Sonic log
Log sonik mengukur kecepatan gelombang suara di dalam batuan. Kecepatan ini tergantung pada
1) litologi
2) jumlah ruang pori yang saling berhubungan
3) Jenis fluida yang ada dalam pori. Log ini sangat berguna untuk memisahkan lapisan dengan kecepatan yang sangat rendah seperti batubara atau poorly cemented sandstone
d.4 Repeat Formation Tester, Side Wall Core, Dipmeter, dll
d.4.1. Repeat formation tester
Side wall core telah dikembangkan untuk mendapatkan data core yang diambil setelah sumur telah dibor dan dilakukan logging. Alat dapat secara tepat diletakkan pada zona yang ingin diteliti menggunakan referensi log gamma atau SP sebagai petunjuk. Sidewall core adalah suatu alat yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan tentang formasi. Namun bagaimana pun, side wall core tidak dapat digunakan sebagai pengganti dari core dikarenakan sampling yang tidak kontinyu dalam menjadi mis-interpretasi pada sekuen geologi.
d.4.2. Dipmeter
Dipmeter adalah alat logging yang digunakan untuk mengukur arah dan besarnya kemiringan lapisan yang melalui lubang bor. Sebelum adanya dipmeter, arah dan besarnya kemiringan lapisan diperoleh dari formasi bagian atas pada tiga lubang bor yang berbeda. Dari data yang didapat, arah dan besarnya kemiringan dapat ditentukan. Sedangkan dengan dipmeter, besar dan arah kemiringan formasi diperoleh dari satu
lubang bor saja. Informasi dipmeter ini berguna didalam menentukan kemungkinan adanya struktur geologi, menentukan arah pemboran selanjutnya, memperkirakan adanya reservoar, ketidaselarasan dan informasi stratigrafi. Semua informasi ini diperlukan oleh geologi perminyakan di dalam mengembangkan lapangannya.
e. Analisis kualitatif
Wireline log merupakan data yang sangat penting di dunia perminyakan. Hal ini dikarenakan melalui data wireline log dapat diketahui sifat petrofisika yang meliputi porositas dan kejenuhan air dari batuan yang ditembus oleh lubang bor. Sifat petrofisika batuan ini dapat digunakan untuk mengetahui besarnya kandungan hidrokarbon pada batuan reservoar di bawah permukaan. Karena peranannya yang sangat penting ini menyebabkan wireline log
mengalami perkembangan yang sangat cepat baik teknologi ataupun jenisnya. Analisa kualitatif adalah termasuk:
- Interpretasi litologi
Interpretasi litologi umumnya dilakukan menggunakan log gamma ray. Untuk analisis tingkat lanjut, maka bermacam-macam jenis log yang lain dapat digunakan untuk mendukung interpretasi litologi, seperti log SP, log tahanan jenis, log sonik, dan log densitas.
- Interpretasi fluida reservoar
Untuk melakukan interpretasi fluida, log yang dapat digunakan secara efektif adalah log tahanan jenis. Log ini secara langsung akan mengukur tahanan jenis daripada fluida yang berada di dalam pori batuan. Dengan mengetahui nilai daripada tahanan itu, maka fluida reservoar dapat diinterpretasi. Beberapa jenis log lain juga dapat dipakai untuk mendukung interpretasi, misalnya seperti log sonik.
- Interpretasi GOC, GWC dan OWC
Untuk melakukan interpretasi GOC, GWC dan OWC maka diperlukan beberapa jenis log secara bersama, yaitu log GR, log tahanan jenis, log sonik dan log densitas.
f. Evaluasi formasi
Evaluasi formasi adalah studi tentang karakteristik lubang sumur dan reservoar, utamanya berdasarkan log yang dijalankan pada sumur tersebut.
g. Analisis kuantitatif
Analisa log kuantitatif membedakan antara clean formation dan shaly formation. Shaly formation membutuhkan perlakukan yang berbeda di dalam penghitungan sifat petrofisikanya. Hal ini dikarenakan hadirnya serpih (shale) yang cukup tinggi di dalam batuan reservoar. Hasil studi berbagai cekungan di dunia menunjukkan bahwa serpih terutama terdiri atas 50% lempung (clay) sedangkan sisanya 25% silika, 10% feldspar, 10%
karbonat, 3% oksida besi, 1% bahan organik dan 1% mineral lain (Dewan, 1983). Peralatan logging di dalam melakukan pengukuran akan merespon formasi yang mempunyai ketebalan vertikal minimal 2-4 feet. Hal ini mengakibatkan ketiga jenis bentuk serpih ini tidak dapat dibedakan oleh peralatan logging. Penghitungan sifat petrofisika batuan reservoar dapat dilakukan tanpa memperhatikan ketiga jenis bentuk serpih ini.
Analisis log secara kuantitatif mempunyai tujuan yaitu menghitung porositas efektif (Φe ) dan kejenuhan air (Sw) pada suatu batuan reservoar yang mengandung hidrokarbon. Kedua parameter ini sangat penting di dalam meng-estimasi cadangan hidrokarbon yang ada di dalam batuan reservoar tersebut. Di dalam menghitung kejenuhan air (Sw) parameter yang harus dicari terlebih dahulu adalah tahanan jenis air formasi (Rw) dan tahanan jenis foramsi (Rt).
- Perhitungan porositas
Porositas (Φ) meruipakan fraksi ruang pori yang berada pada suatu batuan. Porositas efektif merupakan fraksi ruang pori yang saling berhubungan yang terdapat pada suatu batuan. Porositas ini ditunjukkan sebagai suatu fraksi bulk volume dari suatu batuan, jadi selalu mempunyai harga antara 0 dan 1. Porositas biasa dinyatakan dalam persentase atau porosity unit (PU), misalnya suatu batuan yang mempunyai porositas 25% dapat dinyatakan dalam 25 PU Log untuk mengukur porositas yang utama adalah densitas, neutron, sonik dan Rxo (Heysse, 1991).
Alat untuk mengukur porositasini sangat sensitif terhadap matrik batuan dan fluida yang berada di dalam pori. Log-log di atas tidak dapat megukur porositas sesungguhnya dari batuan. Log-log ini hanya mengukur parameter tertentu yang kemudian digunakan untuk mengukur porositas.
Di dalam penghitungan porositas, beberapa asumsi digunakan yaitu tentang matrik dan fluida. Selain itu, pengukuran porositas dilakukan pada zona terinvasi. Hal ini nantinya akan mempengaruhi harga porositas yang didapatkan.
Log densitas mengukur bulk density (ρb), parameter ini digunakan untuk menghitung porositas setelah diasumsikan densitas matrik (ρma) dan densitas fluida (ρf). Rumus yang digunakan adalah: ΦD = ρma – ρb/ ρma – ρf Log neutron akan sangat dipengaruhi oleh jumlah hidrohgen di dalam formasi, selain itu juga dipengaruhi batuan, salinitas, suhu fluida dan tekanan formasi. Setelah mengasumsi hal ini, maka ΦN dapat diketahui dengan membaca pada log. Cara menghitung porositas yang sering digunakan adalah dengan menggunkan kombinasi antara log
densitas dan log neutron. Untuk shaly formation, penambahan serpih akan mengurangi
porositas dari batuan (Heyse, 1991). Kombinasi dari log neutron dan log densitas dapat digunakan untuk mengoreksi porositas pada shally formation yang dipengaruhi serpih, yaitu dengan menggunakan rumus:
Φe = ΦNsh.ΦD-ΦDsh.ΦN/ ΦNsh-ΦDsh
Demikian juga untuk menghitung harga Vsh digunakan rumus
Vsh = ΦN – ΦD/ ΦNsh - ΦDsh
- Perhitungan volume lempung reservoar
- Perhitungan kejenuhan air dan minyak
.
Darling (2005) menyebutkan sejumlah kelebihan wireline logging sebagai
berikut:
Mampu melakukan pengukuran terhadap kedalaman logging secara otomatis
Kecepatan transmisi datanya lebih cepat daripada LWD, mampu mencapai 3
Mb/detik.
Wireline logging juga mempunyai sejumlah kekurangan (Darling,2005) yaitu:
Sulit digunakan pada horizontal & high deviated well karena menggunakan kabel
Informasi yang didapat bukan merupakan real-time data
3.2.2 Logging While Drilling
Logging while drilling (LWD) merupakan suatu metode pengambilan data log
dimanalogging dilakukan bersamaan dengan pemboran (Harsono,1997). Hal ini dikarenakan
alatlogging tersebut ditempatkan di dalam drill collar. Pada LWD, pengukuran dilakukan
secara real time oleh measurement while drilling (Harsono,1997)..
Alat LWD terdiri dari tiga bagian yaitu: sensor logging bawah lubang bor, sebuah sistem
transmisi data, dan sebuah penghubung permukaan (lihat gambar 3.3).
Sensor loggingditempatkan di belakang drill bit, tepatnya pada drill collars (lengan yang
berfungsi memperkuat drill string) dan aktif selama pemboran dilakukan (Bateman,1985).
Sinyal kemudian dikirim ke permukaan dalam format digital melalui pulse
telemetry melewati lumpur pemboran dan kemudian ditangkap oleh receiver yang ada di
permukaan (Harsono,1997). Sinyal tersebut lalu dikonversi dan log tetap bergerak dengan
pelan selama proses pemboran. Logging berlangsung sangat lama sesudah pemboran dari
beberapa menit hingga beberapa jam tergantung pada kecepatan pemboran dan jarak antara
bit dengan sensor di bawah lubang bor (Harsono,1997).
Layanan yang saat ini disediakan oleh perusahaan penyedia jasa LWD meliputi gamma ray,
resistivity, densitas, neutron, survei lanjutan (misalnya sonik). Tipe log tersebut sama (tapi
tidak identik) dengan log sejenis yang digunakan pada wireline logging. Secara umum, log
LWD dapat digunakan sama baiknya dengan log wireline logging dan dapat diinterpretasikan
dengan cara yang sama pula (Darling,2005). Meskipun demikian, karakteristik pembacaan
dan kualitas data kedua log tersebut sedikit berbeda.
Menurut Darling (2005), alat LWD mempunyai sejumlah keunggulan dibandingkan
denganwireline logging yaitu:
Data yang didapat berupa real-time information
Informasi tersebut dibutuhkan untuk membuat keputusan penting selama pemboran dilakukan
seperti menentukan arah dari mata bor atau mengatur casing.
Informasi yang didapat tersimpan lebih aman
Hal ini karena informasi tersebut disimpan di dalam sebuah memori khusus yang tetap dapat
tetap diakses walaupun terjadi gangguan pada sumur.
Dapat digunakan untuk melintas lintasan yang sulit
LWD tidak menggunakan kabel sehingga dapat digunakan untuk menempuh lintasan yang
sulit dijangkau oleh wireline logging seperti pada sumur horizontal atau sumur bercabang
banyak (high deviated well).
Menyediakan data awal apabila terjadi hole washing-out atau invasi
Data LWD dapat disimpan dengan menggunakan memori yang ada pada alat dan baru dilepas
ketika telah sampai ke permukaan atau ditransmisikan sebagai pulsa pada mud
column secara real-time pada saat pemboran berlangsung (Harsono,1997). Berkaitan dengan
hal tersebut terdapat Darling (2005) menyebutkan sejumlah kelemahan dari LWD yang
membuat penggunaannya menjadi terbatas yaitu:
Mode pemboran: Data hanya bisa ditransmisikan apabila ada lumpur yang dipompa
melewati drillstring.
Daya tahan baterai: tergantung pada alat yang digunakan pada string, biasanya hanya
dapat bekerja antara 40-90 jam
Ukuran memori: Sebagian besar LWD mempunyai ukuran memori yang terbatas
hingga beberapa megabit. Apabila memorinya penuh maka data akan mulai direkam di
atas data yang sudah ada sebelumnya. Berdasarkan sejumlah parameter yang direkam,
memori tersebut penuh antara 20-120 jam
Kesalahan alat: Hal ini bisa menyebabkan data tidak dapat direkam atau data tidak
dapat ditransmisikan.
Kecepatan data: Data ditransmisikan tanpa kabel, hal ini membuat kecepatannya
menjadi sangat lambat yaitu berkisar antara 0,5-12 bit/s jauh dibawah wireline
logging yang bisa mencapai 3 Mb/s.
Gambar 3.3 Alat LWD
(http://hznenergy.com/loggingwhiledrilling)
178 .179180181 A.Log Sinar Gamma182183 Prinsip dari gamma ray log adalah perekaman radioaktivitas alami bumi, dimana sinar
gamma mampu menembus batuan dan dideteksi oleh sensor sinar gamma yang umumnya berupa detektor sintilasi. Setiap Gamma Ray log yang terdeteksi akan menimbulkan pulsa listrik pada detektor. Parameter yang terekam adalah jumlah pulsa yang tercatat per satuan waktu (cacah GR). Log Sinar Gamma adalah log yang digunakan untuk mengukur tingkat radioaktivitas suatu batuan. Radioaktivitas tersebut disebabkan karena adanya unsur Uraniun, Thorium, Kalium pada batuan.
184185 Ketiga elemen ini secara terus menerus memancarkan gamma ray yang memiliki energi
radiasi yang tinggi. Kekuatan radiasi sinar gamma yang paling kuat dipancarkan oleh mudstone dan yang paling lemah dipancarkan batubara. Terutama yang dari mudstone laut menunjukan nilai yang ekstra tinggi, sedangkan radiasi dari lapisan sandstone lebih tinggi disbanding batubara. Log sinar gamma dikombinasikan dengan log utama, seperti log densitas, netron dan gelombang bunyi, digunakan untuk memastikan batas antara lapisan penting, seperti antara lapisan batubara dengan langit-langit atau lantai.
186