tugas etika kehidupan dalam masyarakat
TRANSCRIPT
TUGAS ETIKA KEHIDUPAN DALAM MASYARAKAT
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu :Ghufron Hamzah,S.Th.I.,M.S.I
Disusun Oleh :
1. Adi Sulistyio Uly Nuha
2. Suyatno
3. Lusi Widian Sari
4. Agus Setyawan
5. Haniatur Rohmah
FAKULTAS PERTANIAN SEMESTER I
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2015/2016
I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya
kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika Kehidupan Dalam Bermasyarakat”.
Makalah yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber ini disusun guna
memenuhi tugas kelompok mata kuliah pendidikan agama islam. Didalam makalah ini akan
disinggung tentang islam dan nilai-nilai universal,akhlaq merupakan manifestasi
social,pandangan islam terhadap kehidupan majemuk,akhlak seorang pemimpin dan warga
Negara.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Kami
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, terutama untuk Bapak Ghufron
Hamzah,S.Th.I.,M.S.I selaku dosen mata kuliah pendidikan agama islam.
Kami harap semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi pembaca dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan, oleh karena
kami meminta maaf dan memohon saran dan kritiknya jika ada penulisan yang kurang tepat atau
materi yang belum lengkap dalam penyusunan makalah ini. untuk itu kritik dan saran kami
butuhkan guna untuk perbaikan makalah ini.
Senarang,29 September 2015
Penyusun
II
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Kehidupan Masyarakat tidak lepas dari yang namanya sosialisasi.Manusia dalam
bersosialisasi di LingkunganNya Perlu adanya suatu sikap agar Dia bisa diterima di lingkungan
tersebut,oleh sebab itu perlu adanya suatu sikap yang baik yang harus ditanamkan dalam diri
manusia,diantaranya Etika,akhlaq,moral yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari.
Etika,Akhlaq,Moral merupakan suatu sikap yang telah mencakup segala pengertian
tingkah laku,tabiat,perangai,karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya
dengan Alllah Swt atau dengan sesama makhluk.
Kunci utama penerapan etika,Akhlaq,Moral adalah memperlihatkan sikap sopan santun,
rasa hormat terhadap keberadaan orang lain dan mematuhi peraturan serta tatakrama yang
berlaku pada lingkungan tempat kita berada serta mematuhi norma-norma dan bersifat baik
kepada sang Khaliq dan Alam.
Namun ada satu hal yang perlu disadari, dalam bermsyarakat pasti terdapat perbedaan
diantara satu dan lainnya .Beda pendapat merupakan ketentuan alam (order of nature) atau dalam
bahasa al-Qur’an, “sunatullah”. Dalam menjalankan perannya sebagai makhluk sosial dan
tanggung jawabnya sebagai bagian dari masyarakat setiap individu dituntut untuk berperilaku
baik mampu untuk bekerjasama serta berusaha mengedepankan kepentingan bersama demi
terciptanya tatanan kehidupan yang serasi,selaras dan seimbang sehingga tercipta suatu
keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air.
Maka dari itu, pemahaman akan etika dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat
sangat penting untuk bisa mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
1
II. PEMBAHASAN
a) Islam dan Nilai-Nilai Universal
Islam merupakan agama universal, ajarannya mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia yang berlaku di setiap tempat dan masa. Islam merupakan agama yang memiliki keseimbangan orientasi hidup, yaitu kehidupan dunia dan akhirat. Universalisme Islam merupakan hukum atau undang-undang (syariah) yang mengatur tata cara manusia dalam berhubungan dengan Allah (vertikal) dan hubungan antar sesama manusia (horizontal). secara totalitas,islam merupakan suatu keyakinan bahwa nilai-nilai ajarannya adalah benar dan bersifat mutlak. Dengan demikian, segala yang diperintahkan dan diizinkan-Nya adalah suatu kebenaran, sedangkan segala sesuatu yang dilarang-Nya adalah kebatilan.
Contoh:menolong dalam kebaikan itu baik, tidak ada di dunia ini orang yang mengatakan menolong dalam kebaikan itu buruk. Demikian juga senyum itu indah, cemberut itu buruk, bersahabat itu baik, bermusuhan itu buruk, rajin disukai malas dibenci, pintar disenangi bodoh dibenci dst. hukum universal ini diberlakuakn oleh Allah S.W.T kepada umat manusia.
وكرها طوعا واألرض ماوات الس في من أسلم وله يبغون الله دين أفغيريرجعون وإليه
“Maka apakah mereka mencari agama selain dari agama Allah, padahal kepada-Nya telah Islam (menyerahkan diri) segala apa yang dilangit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepadaNya lah mereka dikembalikan’. Ali Imran, 3:83.Dari ayat tersebut nyatalah ketundukan segala makhluk yang ada di langit dan di bumi, baik secara taat atau terpaksa. Contoh: seluruh manusia hidup pakai oksigen/udara ciptaan Allah, makan dan minum pakai mulut, buang air lewat dubur dan kelamin, termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan, seluruhnya telah tunduk atau taat. Keseimbangan yang harus dilakukan manusia kepada sesama-Nya Serta dengan Allah S.W.T adalah sebagai berikut:
Ibadah mahdah yang meliputi tata cara shalat, puasa, zakat, dan haji. Ibadah ghair mahdah yang meliputi muamalat, munakahat, siyasat, jinayat, dan
sebagainya. Sebagai standar dan ukuran dalam pelaksanaannya merujuk pada hukum yang lima yang disebut Ahkam Al-Khamsah, yaitu:
Wajib (baik): Nilai baik yang dilakukanNya akan memdapat pahala dan meninggalkan kewajibanNya akan mendapat sanksi.
Sunnah (setengah baik):Mengerjakan kebaikan mendapat pahala jika ditinggalkan tidak apa-apa atau tidak mendapatkan sanki.
Mubah (netral):mengerjakan atau tidak tidak mendapatkan pahala ataupun dosa.
Makruh (setengah baik):sepatutnya untuk ditinggalkan. Disamping kurang baik, juga memungkinkan untuk terjadinya kebiasaan yang buruk yang pada akhirnya akan menimbulkan keharaman.
2
Haram (buruk):JIka dikerjakan mendapat dosa jika tidak dikerjakan mendapat pahala.Penerapan kelima hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari memiliki variasi dan pelaksanaannya bersifat fleksible melalui ijtihad yang disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan zaman. Aspek syariah ini disosialisasikan oleh aspek akhlak yang meliputi cara, tata kelakuan, dan kebiasaan dalam bersosialisasi dan berinteraksi, baik yang berhubungan dengan ekonomi, politik, berkeluarga, bertetangga, dan sebagainya.
Seluruh ajaran tersebut bertujuan agar manusia terbebas dari penyakit mental-spiritual dan stagnasi berpikir, serta dapat mengatur tingkah laku perbuatan manusia secara tertib sehinggga terhindar dari keh. Sinkronitas dan integritas dari ketiga aspek tersebut, terlihat universalisme dan universalitas Islam dengan misinya sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. Naan agar tercapai kesejahteraan dunia dan akhirat.
Atas dasar itulah, muncul Islam sebagai agama yang sempurna. Kesempurnaannya terlihat dalam ajaran-ajarannya yang bersifat universal dan fleksible (luas dan luwes) serta mengharuskan terciptanya keseimbangan hidup antara duniawi dan ukhrawi, jasmani dan rohani. Salah satu ciri yang menonjol dalam konsep Islam adalah adanya prinsip keseimbangan dan keharmonisan hidup. Islam adalah agama lahir dan batin, serta agama dunia dan akhirat. Keharmonisan ini karena Islam sesuai dengan bentuk dan jenis penciptaan alam raya yang menggambarkan keseimbangan, seperti yang diungkapkan Al-Quran dengan istilah Fithrah karena sifat fithrah itu sendiri adalah seimbang atau harmoni. Langit dan bumi adalah ciptaan Allah yang seimbang sehingga dapat terjadi harmoni di alam raya, seperti matahari, bulan, planet-planet yang menjadikan bumi berputar secara teratur dan melahirkan iklim dan cuaca yang seimbang sehingga layak dihuni manusia.Keseimbangan ini merupakan ciri fithrah Allah pada umumnya. Demikian pula dengan fithrah manusia yang seimbang antara fisik dan jiwa, lahir dan batin, akal dan hati.
Islam tidak membedakan ras, suku, dan bangsa. Ia diturunkan Allah untuk seluruh manusia dari bangsa dan golongan manapun. Islam mengembangkan kesatuan dan kesamaan, baik kesetaraan gender maupun ras dan etnik. Umat Islam bukanlah kelompok yang tertutup (ekslusif), tetapi kelompok yang sangat terbuka terhadap pihak lain bahkan terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar sepanjang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.Agama Islam adalah agama yang menebarkan perdamaian, persaudaraan, dan persamaan.
Oleh karena itu, hal-hal yang dapat menjadi pemicu lahirnya ketidakstabilan dan permusuhan antar manusia harus dihindari. Salah satu yang tidak diperkenankan dalam ajaran Islam adalah pemaksaan satu kelompok kepada kelompok lain. Agama bagi Islam adalah keyakinan yang harus datang dari kesadaran diri terhadap eksistensi dan kekuasaan Tuhan. Apa yang baik dan buruk sudah sangat jelas diperlihatkan Allah dalam ayat-ayat-NYA, baik yang tersurat dalam Al-Quran maupun yang tersirat dalam alam ciptaan Tuhan. Manusia tinggal melihat, memahami, mempercayai dan meyakininya melalui proses berpikir yang benar. Islam
3
mendorong umatnya untuk bekerjasama dalam berbagai segi kehidupan dengan siapa saja, termasuk dengan umat beragama lain sepanjang kerja sama dilakukan untuk kebaikan. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang harus berusaha untuk saling menguntungkan dan tidak melanggar hukum. Umat Islam dituntut untuk melakukannya dengan baik dan adil.
جاءهم ما بعد من إال الكتاب أوتوا ذين ال اختلف وما اإلسالم الله عند الدين إنالحساب سريع الله فإن الله بآيات يكفر ومن بينهم بغيا العلم
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang ilmu pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” Ali Imran, 3:19.
Masing-masing agama ingin mempertahankan agamanya, kesukuannya, adat istiadat dan ingin mempertahankan pluralisme, sinkretisme bahwa semua agama itu sama, maka semua layak hidup di tengah-tengah umat yang beraneka ragam, sedangkan Allah hanya mengakui satu Diin/aturan/tata hukum, yaitu Al-Islam. Tidak ada pilihan lain selain Islam. Inilah yang dituntut Muhammad saw kepada umat waktu itu. Belajar kepada yang kita anggap cendekiawan Muslim, bukan berarti kita bebas dari penyesatan. Belajar kepada non Muslim, bukan berarti mereka selalu dalam kesesatan; biasanya hanya aqidahnya saja yang kurang tepat. Hanya saja kita tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada Al-Quran dan Hadist (Sunnah). Al-Quran hanya setebal satu buku tapi membahas segalanya dan satu Hadist hanya sependek bait itu agar kita mau bersatu untuk mempelajari, memahami, mengembangkan, dan berusaha mencari penjelasannya dengan menjadikan Al-Quran dan Hadist sebagai penuntun.
b) Akhlaq Merupakan Manifestasi Kesolehan Sosial
Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa Arab “Akhlak”merupakan bentuk jamak dari “Khuluq”. Secara bahasa “akhlak” berarti budi pekerti, tabi’at, watak. dari kata khalaqa yang berarti menciptakan, khaliq (pencipta), makhluk (yang diciptakan )dan khalq(penciptaan). Sehingga akhlak bisa diartikan terciptanya keterpaduan antara kehendak (khaliq) dengan perilaku (makhluk) Atau tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya yang mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak (khaliq). Dari pengertian etimologi tersebut, akhlak merupakan aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan manusia dengan manusia ,Tuhan,serta alam semesta.
Sedangkan secara terminologis menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Contohnya, ketika menerima tamu bila seseorang membeda-bedakan tamu yang satu dengan yang lain atau kadang kala ramah kadang kala tidak, maka orang tersebut belum bisa dikatakan memiliki sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlak memuliakan tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya.
Dari definisi-definisi tersebut ada kesamaan dalam hal ini : a. Akhlak berpangkal pada hati, jiwa atau kehendak, kemudian b. Diwujudkan dalam perbuatan sebagai kebiasaan (bukan perbuatan yang dibuat-buat, tetapi sewajarnya).
4
Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang sidiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan akhlak setan dan orang-orang tercela. Maka pada dasarnya akhlak itu dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Akhlak baik (al-akhlaqul mahmudah), yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain.
2. Akhlak buruk atau tercela (al-akhlakul madzmumah), yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan , sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain.
Di dalam Al Mu’jam al-Wasit disebutkan defenisi akhlak sebagai berikut:غير�حاجةإ�لى ن م� خيراوشر ن م� خةتصدرعنهااألعمال راس� ل�لنفس� حال الخلقكرورؤية ف�“Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikirannya dan pertimbangan”.
Sehingga dapat disimpulkan Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran.
Manifestasi kesolehan social=>Kata Manifestasi (English : Manifestation) artinya membuat mengerti atau membuktikan secara kasat mata. Dari bahasa (Latin) : manifestus, manufestus, yang artinya terdeteksi dalam tindakan, terbukti atau terlihat. Manifestasi menurut KBBI adalah perwujudan sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat, tindakannya itu sebagai suatu manifestasi kemarahan hatinya.Contohnya, bila sebuah pemerintahan berkata bahwa mereka menjunjung keadilan, maka pemerintah tersebut perlu memanifestasikan perkataan dan niat mereka. Misalnya dengan membuat sistem perundang-undangan yang menjamin keadilan bagi semua pihak, sistem peradilan yang jujur dan obyektif serta perlakuan yang tidak berat sebelah atau deskriminatif.
Kesalehan Sosial Dalam ajaran Islam, seorang muslim dikatakan saleh bukan hanya karena ibadah ritual (hablum minallah) saja, akan tetapi kesalehan seorang muslim juga ditentukan oleh hubungan yang baik dengan sesama manusia (hablum minannas). Manifestasi dari kesalehan ritual yang baik tercermin dari terbentukNya kesalehan sosial. Secara definitif, kesalehan sosial merupakan wujud hati dan perilaku seseorang yang menghargai keberadaan sesamaNya. Adapun penghargaan ini dapat berbentuk keadilan, berbuat baik, menghargai orang lain, cinta perdamaian, tidak berbuat dhalim, menuduh dengan tuduhan yang absurd, merampas harta orang lain, menumpahkan darah, dan sebagainya.
Sehubungan dengan hal itu, Rasulullah SAW, pernah bertanya kepada para sahabatNya, ”Tahukah kamu, siapa orang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab, ”Menurut kami, orang bangkrut ialah orang yang tidak punya uang atau kekayaan. ”Nabi menjelaskan, ”Orang bangkrut di antara umatku ialah orang yang datang pada Hari Kiamat sambil membawa salat, puasa, dan zakat, tetapi ia juga datang sambil membawa daftar kedhalimanNya.Ia mengecam orang ini. Ia menuduh si ini, ia memakan harta si ini. Ia menumpahkan darah si ini. Ia memukul si ini. Kemudian, ia harus membayar mereka yang didalimi dengan kebaikanNya. Ia bagi-bagikan kebaikanNya itu sampai habis. Bila kebaikanNya sudah habis, padahal ia belum membayar lunas kedhalimanNya selama di dunia, maka diambilkanlah dosa kesalahan orang lain untukNya. Kesalahan itu diletakkan pada timbangan amalnya. Kemudan, ia dilemparkan ke neraka.”
Hidup adalah sebuah pilihan dan we should choose to be happy. Kita harus memilih antara bahagia di dunia dan di akhirat atau kita mau menyesali pilihan kita nanti. Untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat, kita harus membangun solidaritas sosial dengan
5
menempatkan diri menjadi rahmah bagi lingkungan sekitar sebagai manifestasi dari kesalehan ritual.
Pada momentum lain, Nabi juga bersabda, ”Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling bermanfat bagi orang lain.” Sabda ini merupakan sebuah sabda yang bersifat membumi dan konsep yang ideal sebagai pijakan bagi setiap muslim dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Perlu dipahami, bahwa ternyata manusia tidak bisa hidup berdiri sendiri akan tetapi ia memerlukan bantuan orang lain atau dalam istilah Aristoteles manusia sebagai zoon politicon yaitu makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.Jauh-jauh hari Rasulullah telah berwasiat kepada umatnya untuk menjadi orang yang berguna bagi orang lain, inilah sebuah konsep yang ideal yang harus ditanamkan dan diterapkan oleh setiap ummat Islam sampai akhir zaman.
Jika kita teliti sabda Nabi itu layak untuk kita renungkan, sebab akhir-akhir ini umat Islam sudah terkontaminasi oleh paham-paham materialis-sekuleris yang tanpa disadari menyeretnya keluar dari ajaran agama. Umat Islam saat ini sudah terbius; pertama dengan paham hedonisme yaitu paham yang berorientasi kepada kesenangan dunia semata atau dalam istilah agama manusia terlalu cinta dunia dan takut mati (hubbud ad-dunya wakaroh al-maut). Kedua paham materialisme yaitu paham yang berorientasi kepada materi dan melupakan persoalan spiritual. Ketiga adalah paham sekularisme sebuah paham yang memisahkan agama dengan urusan dunia. Keempat paham individulisme yaitu paham yang mementingkan diri sendiri tanpa memperhatikan orang lain, dan masih banyak lagi paham yang secara gradual merusak komitmen dan konsistensi dalam mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan kesahariannya.
Sungguh ironis jika kita merenungi persoalan umat Islam masa kini. Betapa tidak umat Islam khususnya di Indonesia tidak mampu membumikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Atau meminjam istilah cendekiawan muslim Azzumardi Azra umat Islam sudah menjadi buih di tengah lautan. Umat Islam sudah lupa pada sumber ajaran (Al-Quran dan Hadits) sebagai pijakan dan pedoman utama dalam mengarungi samudera kehidupan.Lalu, apakah kita mau berdiam diri melihat realitas yang terjadi di sebagian saudara kita yang sudah terjangkit paham-paham yang tidak sesuai dengan ajaran Islam? Tentu jawabannya tidak. Oleh karena itu, sejenak marilah kita renungi sabda Nabi di atas, agar kita tidak lupa dan terlena terhadap komitmen sebagai seorang muslim sejati.
Salah satu ciri atau identitas seorang muslim sejati yaitu memiliki kepedulian sosial. Kepedulian sosial ini diwujudkan dengan menempatkan diri agar menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Siapapun kita, apapun status sosial tidak menjadi kendala untuk menjadi orang berguna bagi orang lain. Sebab ukuran diri tidak mesti diukur oleh kekayaan materi (harta). Rasulullah SAW menegaskan bahwa seseorang beramal bisa dengan hartaNya, kekuatanNya, maupun dengan ilmuNya. Ini artinya bahwa setiap muslim harus bisa menempatkan diriNya di tengah-tengah masyarakat agar berguna bagi orang lain bisa menggunakan hartaNya bagi kalangan aghniya, dengan pikirannya bagi kalangan ulama dan cendekiawan, dan juga bisa menggunakan tenaga bagi masyarakat pada umumNya.
Islam sebagai ajaran yang mengandung nilai-nilai luhur dan mulia mengajarkan agar kita selalu membangun dan mewujudkan solidaritas sosial dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang disabdakan Nabi di atas perlu dipahami oleh segenap ummat Islam agar terwujud tatanan masyarakat yang dalam bahasa Al-Quran teciptanya baldatun thoyyibatun wa robbun ghafuur.Virus-virus yang saat ini mengganggu umat Islam baik berupa ghazwul fikri (perang pemikiran) dan ghazwul syaqofi (perang peradaban) yang dilancarkan oleh kaum kafir, secara gradual telah menyerat umat Islam lupa akan nilai-nilai Islam. Virus-virus tersebut dengan pelan
6
tapi pasti telah mengubah identitas seorang muslim; baik dari segi gaya hidup, perilaku, maupun pola interaksi sosial.
Dengan demikian, kesalehan sosial dalam Islam sesungguhnya lebih merupakan aktualisasi atau perwujudan iman dalam praksis kehidupan sosial (a faith of social action). Indikator kesalehan sosial tersebut adalah adanya penyempitan ruang gerak bagi tumbuh-berkembangnya kemungkaran dan kezaliman sosial, baik dalam bentuk ketidakadilan politik dan distribusi kekayaan, kesenjangan kelas kaya dan miskin, maupun dalam bentuk penindasan dan eksploitasi manusia atas manusia (exploitation man by human being).
perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu : a. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama,sehingga menjadi kebiasaan. b. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan .
lima cirri-ciri penting dari akhlak untuk Manifestasi kesolehan sosial yaitu : 1.Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang(kepribadianNya). 2.Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.bukan berarti bahwa saat melakukan sesuatu dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. 3. Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakanNya4. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan bersandiwara. 5.Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena Allah SWT.
Tujuan akhlak sebagai Manifestasi Kesolehan sosial adalah Mewujudkan manusia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai islam.
c) Pandangan IslamTerhadap Kehidupan Majemuk
suatu masyarakat yang terdiri dari berbagai kepentingan dan kedudayaan yang berbeba-
beda yang melebur membentuk satu kesatuan yang mempunyai tujuan dan cita-cita yang sama
disebut sebagai masyarakat majemuk. Peran masyarakat majemuk sebagai makhluk sosial
diwajibkan untuk berperilaku jujur, adil, sopan, peduli, disiplin, tanggung jawab dan mampu
untuk bekerjasama dengan baik serta selalu berusaha untuk mengedepankan kepentingan
bersama demi terciptanya suatu tatanan kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang sehingga
tercipta suatu keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air.
a. Pengertian Pluralisme dan Multikulturalisme
Islam memberi pengertian bahwa pluralisme merupakan paham kemajemukan yang
melihatnya sebagai suatu kenyataan yang bersifat positif dan sebagai keharusan bagi
keselamatan umat manusia.Lain halnya dengan multikulturalisme yang mengandung
pengertian keadaan dari sebuah masyarakat yang ditandai dengan menggunakan lebih dari
satu kebiasaan.Sedangkkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata
7
“Pluralisme” mengandung pengertian keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan
dengan sistem sosial dan politiknya.Apabila pluralitas sekadar merepresentasikan adanya
kemajemukan (yang lebih dari satu), multikulturalisme memberikan penegasan bahwa
dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang publik.
Multikulturalisme menjadi semacam respons kebijakan baru terhadap keragaman. Dengan
kata lain, adanya komunitas-komunitas yang berbeda saja tidak cukup; sebab yang terpenting
adalah bahwa komunitas-komunitas itu diperlakukan sama oleh negara.
b. Hakikat Pluralisme dan Multikulturalisme
Sebagai ideology, multikulturalisme terserap dalam interaksi di berbagai struktur
kegiatan manusia yang meliputi kehidupan sosial , ekonomi dan bisnis , serta kehidupan
politik, dan kegiatan lainnya.Hubungan antar-manusia dalam berbagai manajemen
pengelolaan sumber-sumber daya merupakan sumbangan yang penting dalam upaya
mengembangkan dan memantapkan multikulturalisme dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara bagi Indonesia.
Pluralisme adalah kenyataan yang menjadi kehendak Tuhan. Sebagaimana dinyatakan dalam
al-Quran. (Q.S. 49 ayat 13)
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.
Tetapi yang paling penting adalah bagaimana umat Islam mengembangkan dimensi
pluralitas itu sebagai sistem nilai secara positif-optimis terhadap kemajemukan itu sendiri,
dengan cara menerima kenyataan dan berbuat sebaik mungkin atas dasar kenyataan tersebut.
Kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa mempedulikan
perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa, ataupun agama itu memperbincangkan Islam
multikultural di Indonesia.Di Nusantara realitas Islam multikultural sangat kental, baik
secara sosio-historis maupun glokal (global-lokal). Secara lokal, misalnya, Islam di
nusantara dibagi oleh Clifford Geertz dalam trikotomi: santri, abangan dan priyayi. Islam
8
multikultural menghendaki terwujudnya masyarakat Islam yang cinta damai, harmonis dan
toleran.
Multikulturalisme sering dipersepsi sebagai politik pengajaran dan nilai keragaman pada
tatanan masyarakat plural. Dua istilah tersebut sebenarnya terkait erat dengan dunia
pendidikan yang satu dengan yang lainnya tidak saling mengecualikan (mutually exclusive),
bahkan dapat dikatakan ibarat dua sisi uang yang berbeda.
c. Pandangan Islam Terhadap Pluralisme dan Multikulturalisme
Islam sebagai suatu ajaran tentang kehidupan manusia merupakan suatu pandangan yang
tidak dapat diperdebatkan lagi di kalangan kaum muslim. Akan tetapi, bagaimana Islam
difahami dan diterapkan oleh pemeluknya dalam kehidupan, dalam kontek inilah, terletak
persoalan yang sebenarnya. Karena Islam sebagai ajaran itu satu (tunggal) tetapi
polyinterpretable (pemahaman terhadap Islam itu beragam).
Sampai batas tertentu, respons agama terhadap kecenderungan multikulturalisme memang
masih ambigu. Hal itu disebabkan, agama kerap dipahami sebagai wilayah sakral, metafisik,
abadi, samawi, dan mutlak. Bahkan, pada saat agama terlibat dengan urusan ’duniawi’
sekalipun, hal ini tetap demi penunaian kewajiban untuk kepentingan ’samawi.’Karena
sakral dan mutlak, maka sulit untuk mentoleransi atau hidup berdampingan dengan tradisi
kultural yang dianggap bersifat duniawi dan relativistik. Oleh karena itu, persentuhan agama
dan budaya lebih banyak memunculkan persoalan daripada manfaat.misalnya dalam konteks
Islam, kemudian dikembangkan konsep bid’ah yang sama sekali tidak memberikan ruang
akomodasi bagi penyerapan budaya non-agama.
Secara ideal tidak ada masalah dalam ketentuan normatif agama, semua berujung pada
kebaikan universal , baik dalam relasi vertikal antara manusia dengan Allah (hablun min-
Allah), maupun dalam relasi horizontal sesama manusia (hablun min-annas), baik di dunia
maupun di akherat kelak. Namun secara faktual, tidak jarang, agama justru menjadi dalih
untuk memicu konflik, atau minimal menjadi sumber pembenaran atas berlangsungnya
sengketa berdarah. Sehingga bisa disimpulkan agama mempunyai fungsi pemersatu, tetapi
juga bisa memecah belah. Oleh karena itu asumsi agama berperan penting dalam
pembentukan budaya, maka apa yang terkandung dalam gagasan multikulturalisme
sesungguhnya menyangkut eksistensi agama itu sendiri. Agama bukan hanya diakui sebagai
kekayaaan yang unik, melainkan bisa menjadi sesuatu yang ikut lebur dalam tempat
9
percampuran (melting pot) budaya. yang diakui sebagai milik bersama. Kekalahan dalam
perang nilai dapat melahirkan penyakit schizophrenia, kepribadian ganda, atau bahkan
kehilangan jati diri sama sekali pada kalangan generasi muda.
upaya membangun hubungan sinergi antara multikulturalisme dan agama, bisa dilakukan
melalui penafsiran ulang atas doktrin-doktrin keagamaan ortodoks yang sementara ini
dijadikan dalih untuk bersikap eksklusif dan opresif.serta bisa dilakukan dengan cara
mendialogkan agama dengan gagasan-gagasan modern. Karakteristik ajaran yang
multiinterpretasi mengisyaratkan keharusan pluralitas dalam tradisi Islam. karena itu,
sebagaimana telah dikatakan oleh banyak pihak, Islam tidak dapat dan tidak seharusnya
dilihat dan dipahami secara monolitik. Hal ini mengindikasikan Islam yang empirik dan
aktual karena berbagai perbedaan dalam konteks sosial, ekonomi dan politik akan berarti
lain lagi bagi orang Islam lainnya.
Oleh karena realiata kemajemukan merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri, maka
sejatinya seorang muslim harus bersikap toleran, terbuka, dan dinamis. Berbagai konflik
yang bersumber dari ‘perbedaan-perbedaan’ sering terjadi. Kata kunci untuk memecahkan
persoalan kekerasan adalah "pluralisme", keragaman realitas. Pluralisme ingin
memperkenalkan kepada manusia akan adanya keanekaragaman, kegandaan atau dualitas
budaya, pikiran, ideologi, ras, keyakinan, jenis kelamin sosial, geografis dan sebagainya.
Pluralisme sesungguhnya adalah fakta dan realitas kehidupan manusia yang tak bisa ditolak.
Tuhanlah yang menciptakan keragaman tersebut. (Q.S. al-Rum, 22). Akan tetapi
keanekaragaman seharusnya tidak hanya dilihat sebagai fakta atau realitas kultural semata-
mata. la juga seharusnya tidak diberi label-label atau klasifikasi-klasifikasi yang dihadap-
hadapkan secara dikotomis : kuat-lemah atau atas-bawah, kanan-kiri, positif-negatif, laki-
laki-perempuan, dan dilanggengkan. Pluralisme seharusnya diberi makna sebagai proses
saling melengkapi untuk menjadi "manunggal".
Sejauh yang dapat dibaca dalam sejarah peradaban Islam, upaya ke arah membangun
toleransi dan membiarkan keberagaman realitas telah banyak dilakukan oleh sejumlah orang.
Mereka berusaha rnendorong orang untuk "memikirkan". Mereka lalu bekerja memadukan
antara pemaknaan tekstualis dan substansialis, antara naql dan aql, antara syari'ah dan
hikmah dan antara yang lahir dan yang batin. Satu di antaranya adalah Ibnu Rusyd al Hafid
10
melalui bukunya yang terkenal : "Fashl Maqal fi Maa Baina al Syari'ah wa al Hikmah min
al Ittishal". Ibnu Rusyd melalui buku ini mencoba mencari jalan keluar bagi kemelut
perebutan makna di atas. Dia terlebih dahulu menegaskan tidak adanya perbedaan kaum
muslimin dalam hal bahwa agama Islam adalah ilahiyah, dan bahwa agama atau Tuhan
menginginkan kehidupan manusia yang baik dan bahagia, seperti manusia menginginkannya.
Menurutnya naql dan aql atau agama dan filsafat bukanlah dua hal yang berhadapan secara
dikotomis. Ia mengatakan: "al haqqu la yudhad al haqq bal yuwafiquh wa yusyhadu lahu",
kebenaran tidak akan bertentangan dengan kebenaran tetapi saling merestui dan mendukung.
d) Akhlaq Seorang Pemimpin dan Warga Negara
AKHLAK SEORANG PEMIMPIN DAN WARGA NEGARA
Seorang pemimpin sudah sepatutnya sadar dan berkomitmen bahwa jabatan itu adalah
amanah dari Allah S.W.T. Kalau pemimpin tidak mempunyai keyakinan bahwa jabatan itu
adalah amanah dari Allah, maka ia kehilangan posisinya sebagai pengendali jabatan dan akan
tergantikan dari dirinya kepada orang yang lebih pantas melakukan tugas tersebut dan lebih
mampu menjaga amanah jabatan tersebut.
Nabi Muhammad merupakan satu sosok figur yang dapat dicontoh sebagai seorang pemimpin.
Beliau mempunyai perilaku dan akhlak yang sangat mulia ,beliau tidak membedakan atau memandang
seseorang dari status sosial, warna kulit, suku bangsa atau golongan. Beliau selalu berbuat baik kepada
siapa saja bahkan kepada orang jahat atau orang yang tidak baik kepadanya. “wainnakkka la’alla hukukin
aaadzhim” yaitu Nabi Muhammad adalah manusia yang memiliki akhlak yang paling agung.predikat
tersebut diberikan oleh Allah KepadaNya.
��ا ر ث�ي ك� ك �� ك ٱل ك� ك� ك� ك� ك� ث� ك�ا ل� ٱ ك� ل� كي لل ك�ٱ ك �� ك ٱل ج��اا ل� ك� ك� ك�ا ك�ن لل ! ر ك" ك# ك$ %! ك� ل& ج'ا ث �� ك ٱل ث� ج&� ك) ث*ى ل+ ج, كل ك� ك�ا ل- ك. �ل ك“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang
yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [Al
Ahzab 21].
Ayat ini menegaskan bahwasanya telah ada pada diri Rasulullah suatu uswah dan qudwah bagi
kita selaku umatnya . Hal ilnilah yang dapat diteladani dari Rasulullah SAW itu melalui 4 sifat
yaitu sidik, amanah, tabligh dan fathonah.
Shiddiq artinya benar. Bukan hanya perkataannya yang benar, tapi juga perbuatannya
juga benar. Mustahil Nabi itu bersifat pembohong/kizzib, dusta, dan sebagainya.
11
Amanah artinya dapat dipercaya. Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang
percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah
Nabi Muhammad SAW dijuluki oleh penduduk Mekkah dengan gelar “Al Amin” yang
artinya terpercaya jauh sebelum beliau diangkat jadi Nabi. Mustahil Nabi itu khianat
terhadap orang yang memberinya amanah.
Tabligh artinya menyampaikan. Segala firman Allah yang ditujukan oleh manusia,
disampaikan oleh Nabi. Mustahil Nabi itu Kitman atau menyembunyikan wahyu.
Fatonah artinya Cerdas. Mustahil Nabi itu bodoh atau jahlun.
Seorang pemimpin muslim dalam melakukan berbagai aktivitas kegiatannya selalu bersandar
pada dasar-dasar yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, diantaranya:
1. Niat Yang Tulus
Firman Allah SWT dalam surah Adz Dzariyaat (51:56):
niat dalam yang tulus adalah adanya keinginan baik terhadap diri sendiri dan orang lain.
Keinginan baik untuk diri sendiri, yakni selalu menjaga diri sendiri dari hal-hal yang haram,
memelihara diri dari kehinaan meminta-minta, menguatkan diri untuk melakukan ibadah
kepada Allah, menjaga silaturrahmi dan hubungan kerabat, dan berbagai bentuk kebajikan
lainnya.
Keinginan baik terhadap orang lain, yakni ikut andil memenuhi kebutuhan masyarakat yang
perbuatan itu terhitung fardhu kifayah, memberi kesempatan bekerja kepada orang lain untuk
membebaskan pada diri mereka apa yang selama ini diinginkan olehnya untuk dirinya sendiri
dalam hal yang sama.Demikian juga turut andil membebaskan umat dari ketergantungan
kepada orang lain serta berbagai akibat yang ditimbulkan seperti ikatan perbudakan dan
imperialisme/penjajahan.
2. Akhlak atau Budi Pekerti Yang Luhur
Akhlak yang baik adalah tulang punggung agama dan dunia. Nabi muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia. Seorang
pemimpin muslim selalu menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Sikap itu tidak muncul
hanya dari sisi kepentingan jabatannya semata, namun sikap itu muncul dari keyakinan yang
kokoh. Porosnya adalah ketaatan kepada Allah dan mengikuti jejak Rasulullah.
12
3. Usaha Yang Halal
Allah menghalalkan yang baik-baik kepada hambaNya dan mengharamkan kepada
mereka yang jelek-jelek. Seorang pemimpin muslim tentu saja tidak bisa keluar dari bingkai
aturan ini, meskipun terbukti ada keuntungan dan hal yang menarik serta menggiurkan
baginya. Seorang pemimpin muslim tidak seharusnya tergelincir hanya karena mengejar
keuntungan dari jabatan yang dipegangnya sehingga membuatnya berlari dari yang
dihalalkan oleh Allah dan mengejar yang diharamkan oleh Allah. Padahal segala yang
dihalalkan dapat menjadi kompensasi yang baik dan penuh berkah. Segala yang disyariatkan
oleh Allah dapat menggantikan apapun yang diharamkan oleh Allah.
4. Menunaikan hak orang lain
Seorang pemimpin muslim akan menyegerakan untuk menunaikan hak orang lain baik itu
berupa upah pekerja, maupun hutang terhadap pihak tertentu. Seorang pekerja harus diberi
upah sebelum keringatnya kering. Sikap orang yang memper-lambat pembayaran hutang
merupakan kezhaliman. Adapun orang yang mengingkari hutangnya boleh disebarkan aibnya
dan diberi hukuman.Dengan demikian, pada suatu usaha jasa atau badan niaga diharuskan
untuk menciptakan suatu sistem yang memiliki orientasi menyegerakan penunaian hak
tersebut, seperti memper-cepat pembayaran atau membayarnya sesuai waktu yang
ditentukan.
5. Menghindari menggunakan harta orang lain dengan cara batil
Kehormatan harta seorang muslim sama dengan kehormatan darahnya. Tidak halal harta
seorang muslim untuk diambil kecuali dengan kerelaan hatinya. Di antara bentuk memakan
harta orang lain dengan cara haram adalah: uang suap, penipuan, manipulasi, perjudian,
najsy, menyembunyikan harga yang sebenarnya (kamuflase harga), menimbun barang,
memanfaatkan ketidaktahuan orang, penguluran pembayaran hutang oleh orang kaya, dan
lain sebagainya.
6. Loyal kepada orang-orang beriman
Seorang pemimpin muslim harus mengusung dalam hatinya loyalitas, kecintaan dan
pembelaan terhadap umat ini. Ia tetap menjadi juru nasihat bagi umat Islam, tetap mencintai
kebaikannya, tidak menyokong musuh umat atas umat itu. Sehingga dalam melakukan
aktivitasnya ia tidak akan bekerjasama dengan musuh-musuh Allah melakukan hal-hal yang
13
membahayakan umat Islam. Dalam melakukan segala sikapnya, ia selalu bertolak dari dasar
keyakinan yang kokoh, yang lebih besar daripada uang dan lebih mengakar daripada gunung.
Keyakinan itu mencanangkan dalam hatinya sikap al-Wala (loyalitas) dan al-Bara (sikap
antipati). Akar keyakinan itu semakin diperdalam oleh puluhan nash diriwa-yatkan berkaitan
dengan persoalan ini.
7. Tidak membahayakan orang lain
Seorang pemimpin muslim harus menjadi “role model” yang baik. Dalam melakukan
aktivitasnya, ia tetap menganut kaidah “tidak melakukan bahaya dan hal yang
membahayakan orang lain”.
8. Menjaga komitmen terhadap peraturan dalam bingkai undang-undang syariat
Seorang pemimpin muslim tidak akan membiarkan dirinya terkena sanksi hukuman
undang-undang positif karena ia melanggar aturan-aturan dan rambu-rambu yang dihormati
di tengah masyarakat. Ketika seseorang melakukan sikap tersebut, bukan berarti ia
menetapkan hak bagi manusia untuk membuat undang-undang yang absolut. Akan tetapi
sikap itu dia lakukan demi mengokohkan kewajiban yang diberikan Allah kepadanya untuk
mencegah terjadinya kerusakan dan mencegah bahaya serta tidak membiarkan diri sendiri
celaka. Oleh sebab itu sebisanya hendaknya ia bersungguh-sungguh menghindari berbagai
aktivitas yang dapat menjerumuskannya pada perangkap berbagai aturan yang bisa saja
bertentangan dengan syariat.
Dengan bersandar pada dasar-dasar di atas, sangatlah diharapkan para pemimpin muslim
mampu memimpin dengan adil dan bijaksana serta menjadi “role model” bagi orang-orang
yang dipimpinnya dan masyarakat sekitarnya. Semoga para pemimpin muslim menyadari
bahwa menjadi pemimpin bukan hanya bertanggung jawab kepada manusia atau organisasi
saja tetapi juga bertanggung jawab kepada Allah sebagai pemilik yang hakiki.
Akhlak Warga Negara
Hidup bermasyarakat adalah hal yang tidak bisa terlepas dari seseorang manusia. Penciptaan
manusia sebagai mahluk sosial membuatnya selalu membutuhkan orang lain.Oleh karena itu
menjaga akhlak dalam hidup bermasyarakat adalah hal yang sangat penting. Hal ini bertujuan
14
agar hubungan baik dengan orang lain selalu terjalin dengan harmonis sehingga menciptakan
rasa cinta, damai dan tentram di antara masyarakat.
Dalam pokok pembahasan ini, ada 4 hal yang harus diperhatikan, yakni :
1. Bertamu dan Menerima Tamu
Dalam bertamu, tentu ada beberapa etika yang harus diperhatikan begitupun ketika kita
menerima tamu. Aturan-aturan yang sepatutnya kita lakukan agar kiranya ukhuwwah itu semakin
erat dan Allah senantiasa meridhoi.
Bertamu
-Beberapa etika yang perlu diperhatikan:
a. Ucapkan salam maksimal 3x
b. Dilarang untuk Mengintip di Jendela.
c. Sopan saat bertamu.
d. Berlaku sopan/ baik itu merupakan akhlak seorang muslim.
e. Pilihlah waktu yang tepat dan jangan terlalu lama.
f. Tidak merepotkan.
Dalam as-shalihah dari Uqbah bin Amir R.A. Ia berkata “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya engkau mengirim Kami, kemudian kami singgah di kaum yang tidak menjamu
kami, bagaimana pendapatmu? Rasulullah berkata kepada kami “Jika kalian singgah di salah
satu kau, kalau mereka memberikan kalian apa yang layak diterima tamu, maka tarimalah dan
jika mereka tidak melakukannya ambillah dari mereka hak tamu yang harus mereka
berikan.”Nah ini menunjukkan wajibnya menjamu tamu selama sehari semalam dan ini adalah
hadiah untuk tamu lalu disempunakan dengan adanya 2 hari 2 malam sehinggah kesempurnaan
memuliakan tamu adalah 3 hari 3 malam.
2. Hubungan Baik Dengan Tetangga
Memuliakan dan berbuat baik kepada tetangga adalah perkara yang sangat ditentukan dalam
syariat islam, hal ini juga telah diperintahkan Allah dalam Firman-Nya.
Sebagai seorang muslim yang baik maka hendaklah kita senantiasa memperlakukan tetangga kita
dengan senantiasa memperhatikan dan memuliakan haknya. Hak seorang tetangga ini dapat
diklasifikasikan menjadi 4, yaitu :
15
1. Berbuat Baik (Ihsan) Kepada Tetangga
2. Sabar Menghadapi Gangguan Tetangga
3. Menjaga dan Memelihara Tetangga
4. Tidak Mengganggu Tetangga.
3. ADAB PERGAULAN DENGAN LAWAN JENIS
Bersahabat dengan lawan jenis tentu bukan suatu hal yang diharamkan dalam agama, akan
tetapi agar tidak terjadi fitnah, maka alangkah baiknya, kita senantiasa memperhatikan beberapa
batasan-batasan dalam bergaul dengan lawan jenis.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bergaul dengan lawan jenis, diantaranya
yaitu :
1. Senantiasa menundukkan pandangan.
2. Menjaga hijab/ tidak berkhalwat
3. Berkomunikasi untuk hal yang penting saja.
Untuk menghindari timbulnya perasaan saling mengagumi maka dianjurkan untuk membatasi
pergaulan dengan lawan jenis. Cukuplah berkomunikasi untuk hal-hal yang penting dan hindari
kebiasaan bercanda dengan lawan jenis karena ini bisa menimbulkan rasa kagum yang akan
berujung pada rasa cinta. Dan kemungkinan terbesar, cinta ini adalah cinta yang hanya berlandas
pada nafsu dan akan menodai kesucian cinta itu. Oleh sebab itu, kita harus senantiasa bersikap
yang sepantasnya dalam bergaul dengan lawan jenis.
4. UKHUWAH ISLAMIYAH
Ukhuwah Islamiyah bisa kita artikan sebagai persaudaraan di antara umat islam, dimana
persaudaraan diantara seorang muslim diibaratkan sebagai bangunan yang kokoh yang sedang
menguatkan. Ada 6 hak seorang muslim sebagai berikut :
1. Apabila engakau berjumpa dengannya, ucapkanlah salam.
2. Apabila ia mengundangmu penuhilah.
3. Apabila dia minta nasehat maka nasehatilah.
4. Apabila dia bersin dan mengucapkan Alhamdulillah maka ucapkanlah Yarhamukallah
16
5. Apabila dia sakit, jenguklah
6. Apabila dia meninggal dunia antarkanlah jenazahnya.
Hal-hal yang perlu diterapkan seorang pemimpin dan warganya diantaranya:
1. Musyawarah untuk mencapai kesepakatan dalam hal kebaikan.
2. Menegakkan Keadilan.
Adil dalam segala kehidupan yaitu adil terhadap diri sendiri,adil terhadap keluarga,adil terhadap
hukum,adil dalam mendamaikan perselisihan,adil dalam berkata,adi terhadap musuh sekalipun,dll
3. AMar Ma’ruf Nahi Munkar
amar ma’ruf nahi munkar (al-amru bi ‘l-ma’ruf wa ‘n-nahyu ‘an ‘l-munkar) berarti menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. ukuran ma’ruf atau munkarnya sesuatu ada
dua, yaitu agama dan akal sehat atau hati nurani. Bisa kedua-duanya sekaligus atau salah satunya.
Semua yang diperintahkan oleh agama adalah ma’ruf, begitu juga sebaliknya, semua yang dilarang
oleh agama adalah munkar.
4. Hubungan Pemimpin Dan Yang Dipimpin
Selain akhlak-akhlak atau perilaku yang dilakukan dalam hidup berbangsa dan bernegara, ada hal
lain yang dibutuhkan dalam menjalani kehidupan bernegara yaitu adalah masalah seorang pemimpin,
karena cirri suatu Negara yaitu salah satunya ketika ada yang memimpim dan ada yang dipimpin,
maka berikut akan di bahas:
a. Kriteria Pemimpin dalam Islam
Orang – orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin minimal harus
memenuhi empat kriteria :
1. Beriman kepada Allah SWT
2. Mendirikan Shalat
3. Membayarkan Zakat
4. Selalu Tunduk ,Patuh kepada Allah SWT
b. Konsep Leader is a Ladder
Konsep ini merupakan konsep Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin dimana seorang
pemimpin merupakan sebuah tangga yang akan menjadi perantara atau jembatan bagi calon
pemimpin selanjutnya .
17
Pemimpin yang baik disini adalah pemimpin yang mencetak sebanyak mungkin calon
Pemimpin , yang nantinya dapat melanjutkan kepemimpinan selanjutnya dengan lebih baik dan
lebih matang .
Adapun hambatan yang dihadapi ketika ingin menerapkan konsep di atas :
1. Egois : kenapa Egois , karena kebanyakan para pemimpin hanya mau dia sajalah merasakan
bangku kepemimpinan tersebut , tanpa harus memikirkan orang setelahnya yang akan menduduki
posisi pimpinan tersebut . Sehingga mereka terlalu 'masa bodoh' dengan bawahannya.
2. Sombong : penyakit kekuasaan yang satu ini tentunya telah mengakar sejak zaman dahulu kala ,
penyakit kesombongan karena merasa sudah diatas sehingga melupakan bawahannya . Hal ini
menggambarkan bahwa seorang pemimpin tidak sepantasnya bersikap sombong , karena
pemimpin bagaikan tangga maka pemimpin harus menjadi fasilitator.
3. Iri dan Dengki : walaupun sudah menjadi pemimpin , penyakit iri dan dengki masih saja
menjangkiti para pemimpin . Sebagian kecil dari pemimpin tersebut masih saja iri melihat
bawahannya yang mendapatkan jatah lebih banyak dari dirinya . Maka si pemimpin akan iri
terhadap bawahannya , dan mengambil jatah bawahannya.
c. Persaudaraan antara Pemimpin dan yang Dipimpin
Sekalipun dalam struktur bernegara ada hirarki kepemimpinan yang mengharuskan umat atau
takyat patuh kepada pemimpinnya , tetapi dalam pergaulan sehari – hari hubungan antara
pemimpin dan yang dipimpin tetaplah dilandaskan kepada prinsip – prinsip ukhuwah islamiyah ,
bukan prinsip – prinsip atasan dengan bawahan .
18