tugas belajar pembelajaran

29
Nama : A.A Rai Plasa Elizabeth NIM : 1313041010 Tugas Belajar Pembelajaran 1. Teori Belajar Behavioristik Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Teori Behavioristik: 1. Mementingkan faktor lingkungan 2. Menekankan pada faktor bagian 3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif. 4. Sifatnya mekanis 5. Mementingkan masa lalu Aplikasi Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu: a.Mementingkan pengaruh lingkungan

Upload: gung-lisa

Post on 18-Jan-2016

41 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Belajar Pembelajaran

Nama : A.A Rai Plasa Elizabeth

NIM : 1313041010

Tugas Belajar Pembelajaran

1. Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat

diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans)

yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum

mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun

eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak,

berupa reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da

kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).

Teori Behavioristik:

1. Mementingkan faktor lingkungan

2. Menekankan pada faktor bagian

3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.

4. Sifatnya mekanis

5. Mementingkan masa lalu

Aplikasi Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat

yang mendasarinya yaitu:

a. Mementingkan pengaruh lingkungan

b. Mementingkan bagian-bagian

c. Mementingkan peranan reaksi

d. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon

e. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya

f. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan

g. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan

menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran

Page 2: Tugas Belajar Pembelajaran

yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi

ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun

melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana samapi pada

yang kompleks.

Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu

ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.

Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang

diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori

behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang

diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat

penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.

Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat

mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini

sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyartan tertentu

sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode

ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting

untuk menerapkan kondisi behavioristik.

Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membuthkan

praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti :

Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya:

percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga

dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih

membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka

meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau

pujian.

Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga

mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa

yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih

dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi

dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya

mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan

Page 3: Tugas Belajar Pembelajaran

dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari

oelh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan

siswa.

2. Teori Belajar Sosial

Teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, yang mana konsep dari teori ini

menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut

Bandura, orang belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh model).

Orang belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di media, dan juga dari orang lain dan

lingkungannya.

          Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak tentang

perilaku melalui peniruan / modeling, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement)

sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning"

atau pembelajaran melalui pengamatan. Albert Bandura (1971), mengemukakan bahwa teori

pembelajaran sosial membahas tentang (1) bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh

lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) cara pandang

dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) begitu pula sebaliknya, bagaimana

perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan

observational opportunity.

          Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran,

yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan

mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.

          Dalam observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses pengamatan

atau modeling Proses yang terjadi dalam observational learning tersebut antara lain :

a. Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model dengan

cermat

b. Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh

model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku

model.

c. Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk

mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh

Page 4: Tugas Belajar Pembelajaran

modelnya maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang

dilakukan oleh model.

d. Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar

dari model.

3. Teori belajar kognitif

Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia.

Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya

mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan

aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat

memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku,

sikap,dan ketrampilan.

Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu teori belajar aliran

behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan pada pengertian

belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar adalah sesuatu yang dapat

diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan dalam tingkah laku. Seperti yang

dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa belajar adalah suatu proses usaha

yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”.

Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses

yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53)

bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif

dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman,

ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha

yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses

interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk

pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan

berbekas.

Page 5: Tugas Belajar Pembelajaran

Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung

termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung

dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa teori belajar kognitif menurut

beberapa pakar teori belajar kognitif:

Teori Belajar Piaget

Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat terkenal

dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir pada anak.

Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahap

yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur tertentu

yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun

tahapan-tahapan tersebut adalah:

a. Tahap Sensori Motor(dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)

Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami

lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan

menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya.

Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut mengetahui

bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan

menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.

b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)

Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu

mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan

bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak

dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan yang

berbeda dengannya.

c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)

Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya

mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi

Page 6: Tugas Belajar Pembelajaran

yang datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit

sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh pancaindra

seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya

kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui

bila membuat kesalahan.

d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)

Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan.

Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah.

Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah.

Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat

membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.

Berdasarkan uraian diatas, Piaget membagi tahapan perkembangan kemampuan

kognitif anak menjadi empat tahap yang didasarkan pada usia anak tesebut.

Taxonomy SOLO

Teori belajar Piaget memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan teori

pembelajaran kognitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya peneliti yang tertarik melakukan

analisis serta memperluas teori tersebut. salah satu kritik yang cukup tajam terhadap teori Piaget

adalah berkenaan dengan asumsi bahwa pengertian akan suatu struktur yang sama akan diperoleh

pada usia yang sama dalam berbagai domain intelektual. Implikasi dari hal ini adalah ketika

seorang anak sudah dapat mengawetkan besaran suatu unsur dengan mengenali bahwa besaran

dari benda tersebut sama terlepas dari bentuknya anak secara rasional dapat diduga akan

mengawetkan konsep berat, karena struktur antara konsep besaran dan berat sama. Ternyata

bersadar pada studi eksperimental yang dilakukan oleh para peneliti hal ini tidak sepenuhnya

benar. Hal ini dianggap sebagai sebuah penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud adalah

terjadinya perbedaan cara dalam memperoleh sebuah struktur yang sama oleh seorang individu.

Dari beberapa hasil pengembangan penelitian dalam teori ini ternyata penyimpangan ini lazim

terjadi sebagaimana diungkapkan oleh Biggs dan Collis (1982). Fakta ini memicu sebuah

pengembangan teori dari teori Piaget yang dikenal dengan neo-Piagetian theories.

Page 7: Tugas Belajar Pembelajaran

Biggs dan Collis adalah peneliti yang turut melakukan dan analisis teori belajar Piaget.

Salah satu isu utama yang dikaji oleh kedua peneliti ini berkaitan dengan struktur kognitif. Teori

mereka dikenal dengan Structure of Observed Learning Outcomes (SOLO). Biggs dan Collis

(1982: 22) membedakan antara “generalized cognitive structure” atau struktur kognitif umum

anak dengan “actual respon” atau respon langsung anak ketika diberikan perintah-perintah.

Mereka menerima kebeadaan konsep struktur kognitif umum namun mereka menyakini bahwa

hal tersebut tidak dapat diukur langsung sehingga perlu mengacu pada sebuah “hypothesized

cognitive structure” (HCS) atau struktur kognitif hipotesis. Menurut mereka HCS ini relative

lebih stabil dari waktu ke waktu serta bebas dari pengaruh pembelajaran disaat anak diukur

menggunakan taxonomi SOLO dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu. Penekan pada suatu

tugas tertentu sangat penting seperti yang diasumsikan dalam taksonomi SOLO bahwa

penampilan seseorang sangatlah beragam dalam menyelesaikan satu tugas dengan tugas lainnya,

hal ini berkaitan erat dengan logika yang mendasarinya, selanjutnya asumsi ini juga meliputi

penyimpangan yang dalam model ini dikatakan:

Siswa dapat saja berada pada awal level formal dalam matematika namun berada pada

level awal konkrit dalam sejarah, atau bahkan dapat terjadi, suatu hari siswa berada pada level

formal di matematika namun dilain hari dia masih berada pada level yang konkrit pada topik

yyang berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak dapat mengindikasikan terdapatnya “pertukaran”

dalam perkembangan kognitif yang berlangsung, tetapi sedikit pertukaran terjadi pada konstruksi

yang lebih proximal , pembelajaran, penampilan atau motivasi. Biggs & Collis (1991:60)

Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa teori tersebut lebih menekankan pada

analisis terhadap kualitas respon anak. Untuk melihat respon anak diperlukan butir-butir

rangsangan. Dan butir-butir rangsangan dalam konteks ini tidak difokuskan untuk melihat

kebenaran dari jawaban saja melainkan lebih pada melihat struktur alamiah dari respon siswa

dan perubahannya dari waktu ke waktu.

Untuk menjelaskan konsep “pertukaran” yang terjadi dalam pertumbuhan kognitif yang

tidak biasa diantara anak-anak sekolah, Biggs & Collis (1991: 60)menyediakan suatu level

tersendiri yang diberi nama “post formal mode”. Bagaimanapun juga terdapat satu perbedaan

penting dari teori yang dikemukakan Piaget yaitu ketika mode atau level baru mulai muncul, ini

tidak akan menggantikan level yang lama begitu saja melainkan dapat berkembang bersamaan.

Page 8: Tugas Belajar Pembelajaran

Oleh karena itu mode-model tersebut tumbuh sejak lahir hingga dewasa. Level terakhir adalah

batas tertinggi dari proses abstraksi yang dapat ditunjukkan anak, bukan seluruh penampilan

yang harus menyesuaikan dengan level-nya. Secara khusus, ketika semakin banyak mode yang

memungkinkan maka multi-modal fungsioning menjadi normanya.

Berikut adalah 5 mode yang diutarakan oleh Biggs dan Collis:

1. Mode Sensorimotor

Focus perhatian pada mode ini adalah lingkungan fisik sekitar anak. Anak membangun

kemampuan untuk melakukan koordinasi dan mengatur interaksinya dengan lingkungan sekitar.

Perkembangan yang berkelanjutan pada mode ini ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan fisik ketika

diperolehnya tacit knowledge.

2. Mode Iconic

Pada mode ini symbol-simbol dan gambar digunakan untuk merepresentasikan elemen-

elemen yang diperolehnya pada mode sensorimotor. Tanda-tanda tersebut digunakan sebagai

peran pengganti dari komunikasi oral. Cirri-ciri dari anak yang berada pada mode ini antara lain

sering menggunakan strategi menebak, senang menggunakan alat peraga dan senang membuat

gambaran-gambaran mental. Mode sensorimotor dan iconic adalah mode-mode alamiah dari

seorang manusia yang berkembang secara alamiah juga. Sedangkan target pertama dari sekolah

formal ada pada mode concrete symbolic.

3. Mode Concrete Symbolic

Pada mode ini anak mengalami “pertukaran” dalam proses abstraksi. Mereka mulai

merepresentasikan dunia fisik melalui bahasa oral ke dalam bentuk tulisan, yaitu sebuah system

symbol yang akan mereka gunakan dalam kehidupannya di dunia.

Sebuah system symbol memiliki tingkatan dan logika internal yang dapat memfasilitasi

sebuah hubungan antara sistem simbol dan lingkungan fisik di sekitarnya. Sistem symbol yang

digunakan di sekolah antara lain adalah matematika dan bahasa. Mode concrete symbolic adalah

mode terbesar sebagai target dari matematika sekolah. Karena dalam matematika anak

menggambarkan dan mengoperasikan objek-objek yang berada di sekitarnya.

Page 9: Tugas Belajar Pembelajaran

4. Mode Formal

Pada mode ini titik berat kemampuan sesorang adalah pada kemampuan

mengkonstruksi teori tanpa bantuan contoh benda konkrit. Kemampuan berpikir pada tahap ini

meliputi membuat formula hipotesis dan membuat penalaran yang proporsional. Oleh karena itu

kemampuan ini dituntut pada mahasiswa-mahasiswa di Perguruan Tinggi.

5. Mode Post Formal

Keberadaan mode ini lebih menekankan pada pembuatan hipotesis secara deduktif dari

pada penyusunan teori berdasarkan bukti-bukti empiris. Karakteristik terpenting dari mode ini

adalah kemampuan untuk bertanya tentang prinsip-prinsip mendasar dari sesuatu hal.

Taksonomi SOLO ini terdiri dari lima tahap yang dapat menggambarkan perkembangan

kemampuan berpikir kompleks pada siswa dan dapat diterapkan di berbagai bidang.

Berikut adalah tahapan respon berpikir berdasar taksonomi SOLO;

1. Tahap Pre-Structural.

Pada tahap ini siswa hanya memiliki sangat sedikit sekali informasi yang bahkan tidak saling

berhubungan, sehingga tidak membentuk sebuah kesatuan konsep sama sekali dan tidak

mempunyai makna apapun.

2. Tahap Uni-Structural.

Pada tahap ini terlihat adanya hubungan yang jelas dan sederhana antara satu konsep dengan

konsep lainnya tetapi inti konsep tersebut secara luas belum dipahami. Beberapa kata kerja yang

dapat mengindikasi aktivitas pada tahap ini adalah; mengindentifikasikan, mengingat dan

melakukan prosedur sederhana.

3. Tahap Multi-Structural.

Pada tahap ini siswa sudah memahami beberapa komponen namun hal ini masih bersifat terpisah

satu sama lain sehingga belum membentuk pemahaman secara komprehensif. Beberapa koneksi

sederhana sudah terbentuk namun demikian kemampuan meta-kognisi belum tampak pada tahap

ini. Adapun beberapa kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan siswa pada tahap ini antara

Page 10: Tugas Belajar Pembelajaran

lain; membilang atau mencacah, mengurutkan, mengklasifikasikan, menjelaskan, membuat

daftar, menggabungkan dan melakukan algoritma.

4. Tahap relational.

Pada tahap ini siswa dapat menghubungkan antara fakta dengan teori serta tindakan dan tujuan.

Pada tahap ini siswa dapat menunjukan pemahaman beberapa komponen dari satu kesatuan

konsep, memahami peran bagian-bagian bagi keseluruhan serta telah dapat mengaplikasikan

sebuah konsep pada keadaan-keadaan yang serupa. Adapun kata kerja yang mengidikasikan

kemampuan pada tahap ini antara lain; membandingkan, membedakan, menjelaskan hubungan

sebab akibat, menggabungkan, menganalisis, mengaplikasikan, menghubungkan.

5. Tahap Extended Abstract

Pada tahap ini siswa melakukan koneksi tidak hanya sebatas pada konsep-konsep yang

sudah diberikan saja melainkan dengan konsep-konsep diluar itu. Dapat membuat generalisasi

serta dapat melakukan sebuah perumpamaan-perumpamaan pada situasi-situasi spesifik. Kata-

kerja yang merefleksikan kemampuan pada tahap ini antara lain, membuat suatu teori,

membuat hipotesis, membuat generalisasi, melakukan refleksi serta membangun suatu

konsep.

Teori Belajar Van Hiele

Dalam belajar pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van

Hiele (1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam belajar geometri.

Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pegajaran

geometri. Hasil penelitiannya itu, yang dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan

tanya jawab dan pengamatan.

Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi

pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat

meningkatkan kemampuan berpikir anak kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.

Page 11: Tugas Belajar Pembelajaran

Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tahapan berpikir dalam belajar geometri

yaitu :

a.Tahap Pengenalan

Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun

belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai

contoh jika kepada seorang anak diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat

atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus itu. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-

sisi yang berupa bujur sangkar, bahwa sisinya ada 6 buah.

b.Tahap Analisis

Pada tahap ini anak sudah mulai dapat mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geomeri yang

diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri

tersebut. Misalnya disaat dia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat

dua pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Dalam tahap ini

anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan

benda geometri lainnya. Misalnya, anak belum mengetahui bahwa bujur sangkar adalah persegi

panjang, bahwa bujur sangkar adalah belah ketupat dan sebagainya.

c.Tahap Pengurutan

Pada tahap ini anak telah mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang dikenal dengan

sebutan berpikir deduktif, namun kemapuan ini belum berkembang secara penuh. Pada tahap ini

anak telah mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah mulai mengenali bahwa bujur sangkar

adalah jajargenjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula dalam

pengenalan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan

keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk bujursangkar. Pola pikir anak pada tahap

ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama

panjang. Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga

yang kongruen.

Page 12: Tugas Belajar Pembelajaran

d.Tahap Deduksi

Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan

kesimpulan dari hal-hal yang umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Mereka juga telah

mengerti peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang telah

didefinisiskan. Misalnya anak telah mampu memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak telah

mampu menggunakan postulat atau aksioma yang digunakan dalam pembuktian.

Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut,

sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat

tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara pebuktian dua

segitiga yang sama dan sebangun(kongruen).

e.Tahap Akurasi

Dalam tahap ini anak telah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip

dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma

atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi,

rumit dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak semua anak, meskipun sudah

duduk dibangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berpikir ini.

Paparan di atas baru beberapa teori pembelajaran kognitif, selain itu masih banyak teori belajar

konitif yang diungkapkan oleh beberapa pakar seperti Bruner, Bloom, Freudenthal dan lain-lain.

Aplikasi Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif bisa di aplikasikan kedalam konsentrasi belajar apa saja karena

sebenarnya dasar dari teori tersebut ada 3 hal yaitu :

Belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif

peserta didik

Peserta didik hendaknya di beri kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan

obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh

pertanyakan tilikan dari guru

Page 13: Tugas Belajar Pembelajaran

Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada perserta didik agar mau

berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal

dari lingkungan

Implikasi dalam belajar

Bahasa dan cara berfikir siswa berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru

mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir siswa

Siswa – siswa akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan yang

baik. Guru harus membantu siswa agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik

baiknya

Bahan yang harus dipalajari siswa hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing

Berikan peluang agar siswa belajar sesuai bertahap

Di dalam kelas, siswa hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi

dengan teman – temanya

4. Teori belajar konstruktivistik

Menurut Suparno, paham konstruktivistik pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan)

dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pembentukan pengetahuan merupakan proses

kognitif tempat terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan

sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar berarti

membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus. Konstruksi berarti

bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme adalah suatu

upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.

Adapun menurut Tan Vui, konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas

pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan, teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang

memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar.

Kesimpulannya, teori konstruktivisme memberikan keaktifan terhadap manusia untuk

belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang

diperlukan guna mengembangkan dirinya.

Adapun ciri pembelajaran secara konstruktivisme adalah sebagai berikut:

a. Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan baru

b. Mendukung pembelajaran secara koperatif

c. Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh pembelajar

Page 14: Tugas Belajar Pembelajaran

d. Mendorong pembelajar mau bertanya dan berdialog dengan guru

2. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Konstruktivistik

a. Driver dan Bell

Driver dan Bell mengajukan karakteristik teori belajar konstruktivistik sebagai berikut:

1. Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif, tetapi memiliki tujuan

2. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa

3. Pengetahuan bukab sesuatu yang datang dari luar, melainkan dikonstruksi secara personal

4. Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan mellibatkan pengaturan situasi

kelas

5. Kurikulum bukanlah sekadar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan

sumber

b. J.J Piaget

Tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan konstruktivisme

kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental, yaitu:

1. Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan

urutan yang sama.

2. Tahap-tahap tersebut didefenisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental yang

menunjukkan adanya tingkah laku intelektual.

3. Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration)

c. Vigotsky

Konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky memiliki pengertian bahwa

belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik.

Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya

seseorang.

Page 15: Tugas Belajar Pembelajaran

d. Tasker

Tasker mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut:

1. Peran aktif siswa dalam mengonstruksi pengetahuan secara bermakna

2. Pentingnya membuat kaitan antara gagasan dan lam pengonstruksian secara bermakna

3. Mengaitkan antara gagasan dan informasi baru yang diterima

e. Wheatley

Wheatley mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar

konstruktivisme, yaitu:

1. Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif

siswa

2. Fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman

nyata yang dimiliki anak

f. Hanbury

Hanbury mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu:

1. Siswa mengonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki

2. Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti

3. Strategi siswa lebih bernilai

4. Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu

pengetahuan dengan temannya

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran terhadap teori belajar konstruktivisme lebih

memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan

kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.

3. Unsur Penting dalam Lingkungan Pembelajaran Konstruktivisme

Widodo menyimpulkan tentang lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang

konstuktivis sebagai berikut:

a. Memerhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa

b. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna

c. Adanya lingkungan sosial yang kondusif

Page 16: Tugas Belajar Pembelajaran

d. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri

e. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah

5. Apek-Aspek Pembelajaran Konstruktivistik

Fornot mengemukakan aspek-aspek pembelajaran konstruktivistik berupa

adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronment), dan

pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut, oleh J.

Piaget mengemukakan adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses, yaitu

asimilasi dan akomodasi.

a. Proses Asimilasi

Proses asimilasi adalah proses kognitif ketika seseorang mengintegrasikan perspesi, konsep,

ataupun pengalaman baru ke dalm skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.

b. Proses Akomodasi

Proses akomodasi dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak

dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dimiliki.

Pengalaman yang baru ini bisa saja sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.

Dalam keadaan demikian, orang akan mengadakan akomodasi.

Menurut Piaget, adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi.

Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap

lingkungannya, terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan

itu, tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau

munculnya struktur yang baru.

6. Teori belajar humanistik

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. \proses

belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa

dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri

dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang

pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya,

yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia

Page 17: Tugas Belajar Pembelajaran

yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para

ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :

1. Proses pemerolehan informasi baru,

2. Personalia informasi ini pada individu.

Implikasi Teori Belajar Humanistik

a. Guru Sebagai Fasilitator

Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini

adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini

merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):

1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi

kelompok, atau pengalaman kelas

2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di

dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.

3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan

tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang

tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.

4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas

dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.

5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat

dimanfaatkan oleh kelompok.

6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik

isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi

dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok

7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat

berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok,

dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.

8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga

pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil

secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa

Page 18: Tugas Belajar Pembelajaran

9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya

perasaan yang dalam dan kuat selama belajar

10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali

dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses

pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran

humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi,

kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman

belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman

belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya

secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun

proses yang umumnya dilalui adalah :

1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas

2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur

dan positif.

3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif

sendiri

4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara

mandiri

5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,

melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.

6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai

secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko

perbuatan atau proses belajarnya.

7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya

Page 19: Tugas Belajar Pembelajaran

8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi

pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan

analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa

merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,

perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas,

berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara

bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma ,

disiplin atau etika yang berlaku.