tugas ayat & hadits ekonomi, kebijakan fiskal

33
Ayat- ayat dan Hadits Ekonomi Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Ekonomi Islam Dan Upah Dalam Islam A. Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Ekonomi Islam Mata Kuliah Ayat Ayat dan Hadis Ekonomi Pendahuluan Kebijakan fiskal yang merupakan salah satu kebijakan keuangan publik Kebijakan fiskal adalah kebijakan publik yang diambil pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya dan merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi. Kebijakan fiskal ini telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang kemudian diteruskan pada zaman Khulafaur Rasyidin dan terus dikembangkan para ulama pada abad-abad berikutnya dengan dasar etis dan falsafah sosial yang jelas sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Sunnah Nabi. Kebijakan fiskal memiliki 3 (tiga) instrumen yaitu kebijakan pendapan, yang tercermin dalam kebijakan pajak, instrumen yang tercermin dalam anggaran belanja negara dan yang ketiga adalah utang. Peranan kebijakan fiskal dalam suatu ekonomi ditentukan oleh keterlibatan pemerintah dalam aktivitas ekonomi, yang ditentukan oleh situasi sosio-ekonominya, komitmen ideologinya dan hakikat sistem ekonomi. Prinsip Islam tentang kebijakan fiskal dan anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan nilai- nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama (Mannan,1997,230). Imam Ghazali misalnya berpendapat bahwa dalam negara Islam, kebijaksanaan fiskal merupakan salah satu perangkat untuk mencapai Tujuan Syariah (Maqashid Syariah) yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan(agama), kehidupan (jiwa), intelektualitas (akal), kekayaan (harta) dan kepemilikan (keturunan). Pada saat ini pada waktu sistem kapitalistik mendominasi sistem negara-negara di dunia dimana pemerintah

Upload: pandji96

Post on 19-Jun-2015

2.097 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

Ayat- ayat dan Hadits Ekonomi

Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Ekonomi IslamDan

Upah Dalam Islam

A. Kebijakan Fiskal Dalam Perspektif Ekonomi Islam

Mata KuliahAyat Ayat dan Hadis Ekonomi

Pendahuluan

Kebijakan fiskal yang merupakan salah satu kebijakan keuangan publik Kebijakan fiskal adalah kebijakan publik yang diambil pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya dan merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi. Kebijakan fiskal ini telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang kemudian diteruskan pada zaman Khulafaur Rasyidin dan terus dikembangkan para ulama pada abad-abad berikutnya dengan dasar etis dan falsafah sosial yang jelas sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Sunnah Nabi. Kebijakan fiskal memiliki 3 (tiga) instrumen yaitu kebijakan pendapan, yang tercermin dalam kebijakan pajak, instrumen yang tercermin dalam anggaran belanja negara dan yang ketiga adalah utang. Peranan kebijakan fiskal dalam suatu ekonomi ditentukan oleh keterlibatan pemerintah dalam aktivitas ekonomi, yang ditentukan oleh situasi sosio-ekonominya, komitmen ideologinya dan hakikat sistem ekonomi.

Prinsip Islam tentang kebijakan fiskal dan anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama (Mannan,1997,230).

Imam Ghazali misalnya berpendapat bahwa dalam negara Islam, kebijaksanaan fiskal merupakan salah satu perangkat untuk mencapai Tujuan Syariah (Maqashid Syariah) yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan(agama), kehidupan (jiwa), intelektualitas (akal), kekayaan (harta) dan kepemilikan (keturunan).

Pada saat ini pada waktu sistem kapitalistik mendominasi sistem negara-negara di dunia dimana pemerintah hanya menggunakan instrumen Pajak (T) dan Pengeluaran Pemerintah (G) yang tidak didasari spirit religius (Umer Chapra, 1985), maka peran kebijakan fiskal yang Islami menjadi sangat penting mengingat dua hal yang mendasar yaitu :

1. Dilarangnya riba

(QS. Al Baqarah 2 : 276-278, QS 3:130, QS 4:161, QS 30:39) )

”Allah menghapuskan (berkah) riba dan menambah (berkah) sedekah. Dan

Page 2: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

276. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah[177]. dan Allah tidak

menyukai setiapSetiap orang yang tetap dalam kekafiran lagi , dan selalu berbuat

dosa” (QS 2 : 276)[178].

”277. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan ber, mengerjakan amal saleh,

mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka memperolehmendapat pahala

disisi Tuhan mereka dandi sisi Tuhannya. tidak ada ketakutankekhawatiran

terhadap mereka dan tidak (pula) mereka berduka cita” (QS 2 : 277)bersedih hati.

”278. Hai orang -orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa sisa riba,Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

[177] Yang dimaksud dengan memusnahkan Riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya.[178] Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan Riba dan tetap melakukannya.

(QS. Al Baqarah 2:279)

279. Maka jika kamu tidak memperbuatnyamengerjakan (meninggalkan sisa-sisa riba) maka ), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.

Dan dan jika kamu bertaubat (tidak memperbuatdari pengambilan riba lagi) maka bagi kamu ), Maka bagimu pokok hartamu (modal), kamu; kamu tidak

Menganiaya dan tidak menganiaya dan tidak (pula () dianiaya). (QS 2 : 278-279).

(QS. Ali ‘Imran 3:130)

130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

[228] Yang dimaksud Riba di sini ialah Riba nasi'ah. menurut sebagian besar ulama bahwa Riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang

Page 3: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.

(QS. An Nisaa’ 4:29)

29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.

(QS. An Nisaa’ 4:16)

16. dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Hadits Nabi :“Allah melaknat pemakan riba, agennya, para saksinya dan penulisnya.” Beliau bersabda, “Mereka adalah sama dalam riba”. (HR.Muslim, Ahmad,Abu Daud,al-Nasa’I,al-Turmudzi,al-Baihaqi,al-Darimi dan al-Thabrani)

(QS. Ar Ruum 30:39)

39. dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

Dari ayat ayat Al Qur’an dan hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan kebijakan fiskal sistem ekonomi Islam, tingkat bunga tidak mempunyai peran sama sekali dalam ekonomi Islam dan Allah memerintahkan untuk menggantikannya dengan shodaqoh (ZISWAF). (QS. Al Baqarah 2:261)

261. perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.

Page 4: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

[166] Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

(QS. Al Baqarah 2: 264-265)

264. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir[168].265. dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat.

[168] Mereka ini tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapat pahala di akhirat.

(Q.S At Taubah : 60)

60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[647].

[647] Yang berhak menerima zakat Ialah: 1. orang fakir: orang yang Amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

(Q.S At Taubah : 103)

Page 5: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

103. ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

Hadits Nabi:“Hadits riwayat Hakim bin Hizam r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda: “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah (berinfak itu) kepada orang yang menjadi tanggunganmu, dan sebaik-baik shadaqah adalah (pemberian) dari (orang) yang berkecukupan. Barang siapa orang yang meminta perlindungan (kepada Allah) maka Allah akan menjaganya, barang siapa yang meminta kecukupan, maka Allah akan memberinya kecukupan”.(ditakhrij oleh al- Bukhari dalam kitab zakat)

Akan tetapi dalam prakteknya saat ini dalam pengelolaan keuangan negara kita dapat melihat peran bunga yang sangat besar dicerminkan dalam pembayaran bunga obligasi pemerintah dan pembayaran hutang luar negeri sedemikian dominan dalam APBN mencapai 51 pct dari total penerimaan pajak (Gusfahmi, sumber : APBN 2004) sehingga sangat mempengaruhi alokasi anggaran pada sektor sektor lainnya seperti pendidikan, pembangunan infrastruktur, kesejahteraan sosial, keamanan dll.

Disamping itu kita juga melihat peran bunga yang sangat dominan dalam sistem moneter konvensional melalui kebijakan suku bunga diskonto yang dilakukan melalui kebijakan pasar terbuka, yang menyebabkan distorsi antara sektor riil dan sektor keuangan karena tidak tercapainya full employment.

2. Dilarangnya Maysir atau tindakan spekulatif (QS. Al Maaidaah 5 : 90).

90. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnyaSesungguhnya (meminum)

khamar, berjudi (berkurban, (berkorban untuk) berhala dan , mengundi nasib

dengan panah[434], adalah keji daripadaTermasuk perbuatan setan. syaitan.

Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan ”.

[434] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya Ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing Yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila

Page 6: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

mereka hendak melakukan sesuatu Maka mereka meminta supaya juru kunci ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti Apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.

Dalam perekonomian Islam, tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulatif dengan membiarkan (ekspose) posisi keuangan negara terhadap mata uang negara lain secara berlebihan, mengingat dalam praktek ekonomi kapitalis saat ini, pemerintah membiayai pembangunan sebagian besar dari hutang luar negeri yang berbasis USD sehingga pada saat terjadi fluktuasi mata uang dunia, APBN negara mengalami goncangan yang sangat besar dan pada akhirnya mengorbankan rakyat banyak akibat pengambilan keputusan publik yang terpaksa dilakukan seperti penghapusan subsidi BBM, kecilnya alokasi anggaran pendidikan, kecilnya anggaran untuk perbaikan infrastruktur dan lain lain. Sebagai penggantinya, Allah dan Rasul-Nya telah menganjurkan untuk saling memberikan hadiah dan hibah sebagai tanda kasih sayang, yang dalam hal ini, Pemerintah dapat memberikannya dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai kepada fakir miskin atau bantuan sarana sosial lainnya dan peranan sektor swasta dalam bidang sosial seperti program Corporate Sosial Responsilities (CSR) atau dalam bentuk Wakaf untuk sarana pendidikan dan sosial yang dimotori oleh perseorangan dalam pembangunan sekolah-sekolah, pesantren atau rumah sakit.

3. Peranan Pajak yang dangat dominan dalam APBN.

Menurut Gusfahmi (2007) dalam bukunya Pajak menurut Syariah, total pendapatan negara tahun 2005 berjumlah Rp 377.8 triliun dimana 78.7 % (297.5) triliun bersumber dari pajak dimana pendapatan pajak tadi yang berasal dari berasal dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertmabahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Di samping itu ada Bea Perolehan Hak atas Bumi dan Bangunan (BPHTB), cukai dan berbagai pajak lainnya.

Bagaiamana jika hukum pajak itu haram dan bukankah kita semua telah memungut dan makan dari barang haram? Persoalan kedua adalah adanya dualisme pemungutan pajak dan zakat bagi seorang muslim di Indonesia berdasarkan UU No. 38 tahun 1999 tentang kewajiban zakat dan UU No.17 tahun 2000 tentang kewajiban Pajak sehingga akan terasa berat bagi seorang muslim atas PPh. Belum lagi jika seorang muslim dibebankan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dengan uang atau harta simpanan yang telah dizakati, ditambah pajak PPN jika seorang muslim tadi mengkonsumsi barang dan jasa yang tergolong barang mewah seperti komputer, tiket pesawat dan lain lain.

Alternatif KebijakanKebijkan Fiskal menurut sistem Islam

Sistem Alternatif Islam sebagai pengganti kebijakan fiskal konvensional ini sangat diperlukan mengingat tujuan dari kebijakan fiskal adalah (1) Menciptakan stabilitas ekonomi (2) Tingkat Pertumbuhan ekonomi yang tinggi (3) Pemerataan pendapatan (Umer Chapra, 1985).

Kunci ketiga tujuan di atas sesuai tujuan fiskal di atas adalah pada negara yang dalam hal ini diwakili oleh fungsi Baitul Mal (National Treasury) atau saat ini dapat

Page 7: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

dalam bentuk Departemen Keuangan. Pengaturan mekanisme pemerataan ini dapat dibagi menjadi menjadi 3 bagian pokok :

1. Baitul Mal.

Baitul mal adalah kas negara yang dikhususkan untuk pemasukan dan pengeluaran harta yang menjadi hak kaum muslimin dimana mekanismenya ditentukan oleh syariat Islam atas dasar Al Quran dan Sunnah Rasul. Sektor pemasukkan dari Baitul Mal terdiri dari :

A. Sektor Hak Milik Pribadi

Pemasukan dari hak milik pribadi terdiri dari zakat, infaq, sedekah dan wakaf. Sektor ini harus masuk kas khusus dan tidak boleh dicampur dengan sektor lainnya sehubungan dengan aturan Allah tentang 8 Ashnaf penerima zakat dan tidak mengikuti pendapat manusia seperti persetujuan DPR dan Presidan sebagaimana penetapan APBN.

”Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS.al-Bayyinah 98:5)

5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

[1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

(QS. Al-Muzzammil 73:20)

Page 8: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

20. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(QS Al Ma’un 107 : 3)

3. dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.

(QS At Taubah 9 : 60)

60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[647].

[647] Yang berhak menerima zakat Ialah: 1. orang fakir: orang yang Amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

B. Sektor Hak milik Umum

Page 9: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

Hak milik umum adalah harta yang telah ditetapkan hak miliknya oleh As-syari’ (Allah) dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama (Yuliadi, 2001).

Harta milik umum ini terbagi ke dalam 3 jenis yaitu :

1. Barang tambang (sumber alam) yang jumlahnya tak terbatas.

Contoh barang ini adalah seperti deposit tambang emas di Tembaga Pura (Papua) yang dikelola oleh Freeport namun sistem bagi hasilnya tidak ditentukan secara Islami sehingga Pemerintah hanya mendapatkan share sebesar 10 pct, padahal menurut hadist Nabi tambang jenis ini harus dinasionalisasi, seperti hadis yang diriwiyatkan oleh Abidh bin hamal al-Mazaniy :

”Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Maka beliau memberikannya. Tatkala beliai memberikannya berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam majelis, ’Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah engkau berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir’. Akhirnya beliau bersabda :” Kalau begitu tarik kembali darinya”. (HR Abu Dawud).

Ini merupakan dalil larangan atas individu untuk memilikinya karena hal itu merupakan milik seluruh rakyat. Larangan tersebut tidak terbatas pada (tambang) garam saja tetapi mencakup setiap barang tambang yang jumlahnya (deposit)nya bagaikan air yang mengalir;yakni tidak terbatas. Oleh karena itu negara tidak boleh memberikan ijin kepada perseorangan atau perusahaan untuk memilikinya.

Contoh pemasukkan lain dari sektor ini adalah dari bahan tambang seperti minyak mentah di Dumai (Riau) yang dikelola oleh Calltex, hasil hutan (Pemberian HPH mencapai ratusan juta hektar kepada beberapa pengusaha, gas seperti proyek pemerintah LNG di Arun (Aceh) dan Bontang (KalTim), listrik seperti PLTA dan PLTG, bahan bakar minyak yang dikelola Pertamina dan lainnya.

2. Sarana umum yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat yang diperlukan dalam pemenuhan kehidupan sehari hari.

Menurut Nabhani (1990) dan Zallum (2002), Sarana umum ini sangat penting yang apabila tidak akan menyebabkan perpecahan seperti air, yang dikelola oleh PDAM.

Page 10: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

Rasulullah telah menjelaskan secara rinci dan sempurna tentang sifat-siat sarana umum ini seperti yang termaktub dalam hadist dari Ibnu Abbas :

”Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api”

Dalam hadist lain beliau bersabda :

”Muslim itu bersaudara satu sama lainnya. Mereka bersama-sama memiliki air dan pepohonan”

Jadi air, padang rumput dan api merupakan sebagian harta yang pertama kali dibolehkan oleh Rasulullah SAW untuk seluruh manusia. Padang rumput bisa diartikan hasil hutan berupa hak pengelolaan hasil hutan (HPH) atau gurun untuk penggembalaan ternak ternak pada tanah tanah tidak bertuan atau laut yang diaktualisasikan dalam hak pengelolaan laut dalam batas 200 km Zone Ekonomi Eksklusif oleh negara yang diatur oleh PBB. Sedangkan api, dalam dunia modern sekarang bisa berarti energi seperti Gas, Nuklir, Batu Bara dalam deposit yang tidak terbatas yang harus dikelola oleh negara.

3. Harta yang keadaan asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya secara pribadi.

Menurut Al Maliki (2001), Hak Umum jenis ini jika berupa sarana umum seperti halnya pemilikan jenis kedua, maka dalilnya adalah dalil yang mencakup sarana umum.

Hadist yang diriwayatkan oleh At Tirmizi, Ibnu Majah dan Al Hakim dari Aisyah berbunyi :

” Mina adalah milik orang-orang yang lebih dahulu sampai”

Demikian juga diriwayatkan oleh Rasul SAW bahwa beliau memperbolehkan manusia berserikat dalam kepemilikan jalan umum dan tentu saja pengertian ini dapat diperluas pada jembatan, jalan tol, air port, pelabuhan dan lain lainnya. Dalam contoh Mina adalah tempat yang sudah sangat terkenal sebagai tempat singgahnya jemaah haji setelah selesai melaksanakan wukuf di Arafah dengan tujuan untuk melaksanakan syiar syiar ibadah haji seperti melontar jumrah, menyembelih hewan dan bermalam disana. Oleh karena itu Mina merupakan milik umum sehingga orang lain dilarang untuk memilikinya. Demikian juga jalan umum, manusia berhak atas jalan

Page 11: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

umum, dalam arti berhak untuk melewati jalan tersebut, seperti Rasulullah bersabda :

”Kalian semua dilarang duduk-duduk di jalan (umum)”.

Pemasukkan dari sektor ini juga harus masuk kas khusus dan alokasi dari sektor ini ada di tangan khalifah atau negara dan digunakan untuk :

1. Biaya administrasi dan eksploitasi sumber daya alam (Nasionalisasi) seperti : membangun kilang minyak, zona industri lain, menggaji pegawai, penggalian hak milik umum, mendirikan perumahan, mendirikan pabrik pabrik dll

2. Membagikan sumber daya secara langsung kepada masyarakat yang merupakan hak bagi pemilik sumbe daya ini secara gratis seperti air, gas, minyak, listrik atau uang hasil penjualan. Sesuai hadis nabi: manusia berserikat dalam 3 hal : air, api dan padang rumput.

3. Sebagian milik umum ini dapat dialokasikan untuk memperkuat pembelian alat alat perang untuk mempertahankan diri dari ancaman serangan negara lain seperti kapal perang, pesawat tempur, dan perlengkapan lainnya

C. Sektor Hak Milik Negara.

Hak milik negara didefinisikan sebagai harta hak seluruh umat yang pengelolaannya menjadi wewenang kepala negara (Yusanto, 2002). Menurut Yuliadi (2002), hak milik negara tersebut misalnya Fai, Ghanimah, Kharaj, Jizyah, Harta orang murtad, harta yang tidak memiliki ahli

waris(Amwal Fadhla) dan tanah milik negara.

Pendapatan utama negara (primer) dalam sistem ekonomi Islam, menurut Abu Ubaid dalam kitabnya Al-Amwal dan Ibnu Taimiyah dalam bukunya Majmu’atul Fatawa berdasarkan sumbernya dapat diklasifikasikan ke dalam (1) Ghanimah (2) Shadaqah yang terdiri dari zakat dan ushr (3) Fai (pendapatan selain dari Ghanimah dan Shadaqah).

Klasifikasi seperti ini menurut Abu Yusuf dalam kitabnya Al-Kharaj, adalah mengikuti sifat keagamaan dari sumber sumber pendapatan negara tersebut dan karena itu harus dipelihara dan tidak boleh dicampur sama sekali.

Hal ini sesuai dengan perintah Al Quran dalam QS Al Anfal 8 : 41 tentang Ghanimah yang hanya diperuntukkan untuk 5 kelompok :

Page 12: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

”Dan

41. ketahuilah, sesungguhnyaSesungguhnya apa saja yang dapat

kamu rampas dalam peperangan, maka sesungguhnyaperoleh sebagai rampasan perang[613], Maka Sesungguhnya seperlima untuk

Allah, Rasul, kerabat Rasulrasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim,

orang-orang miskin dan ibnu sabilibnussabil[614], jika kamu beriman

kepada Allah dan kepada apa[615] yang Kami turunkan kepada hamba

Kami (Muhammad) padadi hari Furqaan, (yaitu) pada [616], Yaitu di

hari bertemunya dua pasukan. Dandan Allah Maha Kuasa atas segala

sesuatu.”

Demikian juga dengan Zakat yang hanya diperuntukkan untuk 8 Ashnaf sesuai dengan perintah Al Qur’an dalam Surat At Taubah 9 : 103 seperti yang telah disebutkan pada awal makalah ini. Sedangkan Wakaf , dasar perintahnya (bersifat Sunah) terdapat dalam Al Qur’an Surat Al Imran 3 : 92 :

”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan[613] Yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang diperoleh tidak dengan pertempuran dinama fa'i. pembagian dalam ayat ini berhubungan dengan ghanimah saja. Fa'i dibahas dalam surat al-Hasyr[614] Maksudnya: seperlima dari ghanimah itu dibagikan kepada: a. Allah dan RasulNya. b. Kerabat Rasul (Banu Hasyim dan Muthalib). c. anak yatim. d. fakir miskin. e. Ibnussabil. sedang empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan kepada yang ikut bertempur.[615] Yang dimaksud dengan apa Ialah: ayat-ayat Al-Quran, Malaikat dan pertolongan.[616] Furqaan Ialah: pemisah antara yang hak dan yang batil. yang dimaksud dengan hari Al Furqaan ialah hari jelasnya kemenangan orang Islam dan kekalahan orang kafir, Yaitu hari bertemunya dua pasukan di peprangan Badar, pada hari Jum'at 17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah. sebagian mufassirin berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan kepada hari permulaan turunnya Al Quranul Kariem pada malam 17 Ramadhan.

(Q.S Ali ’Imran : 161)

161. tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan

Page 13: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.

Demikian juga dengan Zakat yang hanya diperuntukkan untuk 8 Ashnaf sesuai dengan perintah Al Qur’an dalam Surat At Taubah 9 : 103

103. ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

Sedangkan Wakaf , dasar perintahnya (bersifat Sunah) terdapat dalam Al Qur’an Surat Al Imran 3 : 92 :

92. kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan

apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Maka

Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.

Dasar yang lain terdapat dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Jamaah kecuali Bukhari dan Ibnu Majah berbunyi :

”Apabila seorang meninggal, terputuslah semua amal perbuatannya, kecuali dari 3 hal yaitu sedekah jariyah (sedekah yang pahalanya mengalir), ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan doa anak yang saleh yang mendoakan kedua orang tuanya”

Beberapa ahli fukaha berpendapat bahwa Sedekah Jariyah ini salah satunya adalah harta yang diwakafkan dan seringkali diartikan sebagai aset yang dialokasikan untuk kemanfaatan umat dimana substansi atau pokonya ditahan sementara manfaatnya boleh dinikmati oleh kepentingan umum.

Secara administratif, wakaf dikelola oleh nadzir yang merupakan pengemban amanah waqif (yang memberi wakaf). Contoh yang paling kalsik dari wakaf adalah tanah untuk masjid, pendidikan/pesantren.

Namun untuk Fay’i (harta yang didapat tidak dari peperangan) dapat digunakan untuk pembiayaan umum negara seperti perintah Al Qur’an dalam Surat Al Hasyr 59 : 6 – 7 :

Page 14: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

”Dan

6. dan apa-apa ( saja harta) rampasan (fai-i)[1465] yang diberikan

Allah (harta) kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka (Maka untuk mendapatkannya)mendapatkan itu kamu tidak

mengerahkan seekor kudapun dan (tidak( pula) seekor untapun, tetapi

Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-rasul-Nya terhadap

siapaapa saja yang dikehendaki-Nya. Dandan Allah Maha Kuasan atas segala sesuatu.Arti_Ayat67. apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

[1465] Fai-i ialah harta rampasan yang diperoleh dari musuh tanpa terjadinya pertempuran. Pembagiannya berlainan dengan pembagian ghanimah. ghanimah harta rampasan yang diperoleh dari musuh setelah terjadi pertempuran. pembagian Fai-i sebagai yang tersebut pada ayat 7. sedang pembagian ghanimah tersebut pada ayat 41 Al Anfal dan yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang diperoleh tidak dengan pertempuran dinama fa'i. pembagian dalam ayat ini berhubungan dengan ghanimah saja. Fa'i dibahas dalam surat al-Hasyr.Maksudnya: seperlima dari ghanimah itu dibagikan kepada: a. Allah dan RasulNya. b. Kerabat Rasul (Banu Hasyim dan Muthalib). c. anak yatim. d. fakir miskin. e. Ibnussabil. sedang empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan kepada yang ikut bertempur.

Kalau diklasifikasikan menurut tujuan penggunaannya maka pendapatan negara ini dapat dibagi ke dalam 2 kelompok saja yaitu ; (1) Pendapatan Tidak Resmi Negara, yang terdiri dari Ghanimah dan Shadaqah (Zakat, Wakaf dan Ushr/ Pajak Tanah untuk Muslim) dan (2) Pendapatan Resmi Negara.

Pendapatan resmi negara, yang terangkum dalam satu kesatuan nama Fay’i terdiri dari Jizyah (Pajak untuk perlindungan bagi non Muslim), Kharaj (Pajak Tanah Taklukan yang kebanyakan bagi non muslim), Ushr Bea Cukai yang dikenakan kepada eksportir atau importir negara lain, Seperlima Rikaz (Harta Temuan) dan Dharibah (Pajak khusus muslim pada saat negara dalam keadaan paceklik, terkena bencana, perang atau

keadaan darurratdarurat lain).

Page 15: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

(QS. At- Taubah : 29)

29. perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah[638] dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk.

[638] Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam, sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka.

Sedangkan Tanah milik negara contohnya adalah Padang pasir, Tanah endapan sungai, Ash Shawafi (tanah hasil taklukan) Bangunan dan Balairung. Hal ini sesuia dengan sabda Nabi SAW yang diriwiyatkan oleh bilal bin Harits al Mazani :

”Bahwa Rasulullah memberinya sebuah lembah seluruhnya”

Dalam hadist lainnya diterangkan bahwa Rasulullah SAW telah

memberikanmemebrikan tanah kepada Abu Bakar, Umar, Zubair dll yang menunjukkan bahwa padang pasir, gunung, lembah dan tanah tanah mati yang tidak dimiliki seseorang menjadi milik negara.

Sedangkan untuk kebijakan pengeluaran yang asal pendapatannya dari Fay’i ini diserahkan kepada negara dimana diprioritaskan untuk kepentingan negara dan kemaslahatan umat seperti telah disebutkan dalam Surat Al Hasr ayat 7 di atas sehingga jurang pemisah antara kaya dan miskin tidak akan bertambah lebar yang dapat mengganggu keseimbangan masyarakat Islam.

D. Mata Uang yang digunakan dalam Anggaran.

Sistem ekonomi Islam telah menentukan bahwa standar mata uang yang

wajib digunakan adalah emas dan perak seperti yang telah

dipraktekkan oleh Nabi SAW pada masa awal pemerintahan di

Madinah dengan membiarkan berlakunya Dinar Romawi dan

Dirham Persia serta surat wesel dagang dan surat hutang serta

pembebasan ushr (pajak untuk impor barang dari Romawai dan

Persia). Dengan standar ini diharapkan semua transaksi barang dan jasa

dapat diukur dengan nilai yang sama dan stabil. Untuk perdagangan luar

negeri apabila diperlukan dapat ditukar dengan mata uang kertas dengan

syarat harus kontan tidak boleh tertunda (forward), ukurannya jelas dan

Page 16: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

seimbang serta tidak ada unsur riba misalnya export atau import dengan

skema pinjaman dengan bunga untuk membiayai export atau import tadi .

Dalam hhubungan dengan kebijakan fiskal maka tidak diperbolehkan

suatu negara melakukan over eksposure terhadap hutang yang dicatat

dalam mata uang negara lain dalam perencanaan anggarannya, sehingga

tidak membahayakan kemaslahatan masyarakat banyak jika terdapat

fluktuasi yang berlebihanberelebihan pada pasar valas dan uang

konvensional.

Rasulullah SAW bersabda :

”Dari Abu Said Al Khudri, Transaksi pertukaran emas dengan emas harus

sama takaran, timbangan dari tangan ke tangan (tunai), kelebihannya

adalah riba ....”

E. HutangUtang Negara menurut Sistem Ekonomi Islam.

Apakah negara Islam boleh berhutang?berutang? Atau dengan kata lain

bolehkan negara Islam mengambil konsep pembiayaan defisit (defisit

budget), dengan resiko berhutangberutang ataukah tetap

mempertahankan konsep anggaran berimbang (balance budget) seperti

pada zaman Rasulullah?

Terdapat dua pendapat mengenai hal ini, yaitu pendapat bahwa negara

Islam tidak seharusnya melakukan pembiayaan defisit (pengeluaran lebih

besar daripada pendapatan), dengan konsekuensi pemerintah

berhutangberutang dan membayar bunga dan mendekati riba selain

pengeluaran yang bertambah akan berakibat pemborosan dan tidak

meimbulkan beban bagi generasi mendatang.

Dan pendapat yang kedua dari Ekonom Islam yang berpendapat sudah

tidak waktunya lagi bagi negara -negara Islam mempertahankan konsep

anggaran berimbang yang berkonsekuensi lambatnya pertumbuhan

ekonomi dan tidak tergalinya sumber daya alam seperti emas, minyak, gas,

batubara karena tidak adanya modal. Untuk menghindari riba, negara-

negara Islam bisa mengeluarkan Sukuk atau Surat Investasi Negara (bukan

Surat HutangUtang Negara) yang berbasis akad Ijarah atau Mudharabah

yang bebas bunga. Sukuk ini juga bisa menjadi alternatif pendapatan

Page 17: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

negara untuk keperluan pengeluaran APBN dalam mencapai tujuan

kemaslahatan umat.

F. Hal hal yang diharamkan

a. Pajak (Dharibah) tanpa tujuan yang Syar’i.

Semua sektor pemasukan Baitul Mal yang telah disebutkan di atas

merupakan sumber sumber pemasukan tetap bagi negara dan dalam

keadaan kondisi normal tidak diperbolehkan memungut pajak bagi

rakyat, kecuali dalam keadaan paceklik, peperangan, bencana alam

(tidak normal) maka diperbolehkan karena kosongnya pemasukan

Baitul Mal. Tidak diperbolehkannya pajak ini karena justru pajak ini

banyak menyengsarakan rakyat kecil, menghambat proses produksi

khususnya perusahaan kecil yang baru berdiri karena terkait denga

perijinan yang ada hubungannya dengan pajak. Mayoritas fukaha

berpendapat bahwa zakat adalah satu-satunya kewajiban kaum

muslim atas harta (Gusfahmi, 2006). Sesuai dengan Hadist

Nabihadis nabi :

”Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda

”Apabila engkau menunaikan zakat hartamu, maka hak hak(yang

wajib) atasmu untuk harta itu telah ditunaikan......”.

Hanya syariat yang boleh memutus perkara apakah suatu jenis pajak

boleh dipungut atau tidak sesuai Alqur’an :

”Barang siapa tidak memutus perkara menurut syariah (apa

yang telah ditetapkan Allah SWT), maka ia adalah zalim (QS

Al Maidah 5 : 45).

Page 18: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

45. dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At

Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata,

hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi,

dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan

(hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa

baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa

yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang

zalim.

Dengan demikian menurut pandangan sebagian besar ulama ini

(termasuk Dr. Hasan Turabi dari Sudan) jelas bahwa pajak ini tidak

memiliki dasar hukum yang berasal dari Allah dan Sunnah Rasul

karena itu dalam sistem ekonomi Islam dilarang.

Namun demikian ada sebagian kaum Muslim sejak zaman sahabat

sampai tabi’in yang berpendapatbahwa dalam harta kekayaan ada

kewajiban lain selain zakat. Pendapat tersebut datang dari Umar, Ali,

Abu Dzar, Aisyah, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Hasan Ibnu Ali dan

Fatimah binti Qais atas dasar Surah Al Baqarah 2 : 177 :

”Bukanlah

177. bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu

suatu kebaikankebajikan, akan tetapi sesungguhnya

kebaikanSesungguhnya kebajikan itu adalahialah beriman kepada

Allah, hari kemudianKemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,

nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada

kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir dan

orang (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang

meminta-minta; dan memerdekan(memerdekakan) hamba

Page 19: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-

orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang

yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam

peperangan,. mereka itulah orangItulah orang-orang yang benar

(imannya),); dan mereka itulah orangItulah orang-orang yang

bertakwa”.

Ayat ini menurut mereka merupakan alasan yang kuat mengenai

adanya kewajiban atas harta selain zakat. Ayat ini telah menjadikan

pemberian harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, fakir

miskin dll sebagai pokok dan unsur kebaikan. Atas dasar inilah maka

pajak(dharibah) yang diiambil pemerintah diperbolehkan. Ulama-

ulama berikutnya yang mendukung adalah Abu Yusuf dalam bukunya

Al Kharaj, Ibnu Khaldun dalam bukunya Muqadimah, Marghinani

dalam bukunya Al Hidayah dan Umer Chapra dalam Islam and The

Economic Challenge.

b. Investasi dan eksplorasi negara atau perusahaan luar negeri terhadap

kekayaan sumberdaya alam seperti yang terjadi di Indonesia dimana

kekayaan milik umum seperti penguasaan tambang emas dan minyak

oleh Freeport Mc Moran, Exxon dengan pembagian laba yang tidak

seimbang dimana seharusnya aset aset ini dinasionalisasi oleh negara.

c. Hubungan dengan lembaga keuangan Internsional yang menggunakan

sistem ribawi seperti IMF, World Bank, karena akan membuat negara

dikendalikan oleh negara lain dalam perdagangan internasional

sehingga mengorbankan rakyat banyak.

B. Upah Dalam Islam

Bagaimana Islam memandang upah? Upah mengacu pada penghasilan tenaga

kerja. Upah dapat dipandang dari 2 segi yaitu : Moneter dan non-moneter. Jumlah uang

yang diperoleh seorang pekerja selama jangka waktu tertentu, katakanlah sebulan,

mengacu pada upah nominal tenaga kerja yang tergantung kepada berbagai faktor

seperti jumlah upah berupa uang, daya beli uang dan seterusnya yang pada dasarnya

terdiri dari jumlah kebutuhan hidup yang sebenarnya diterima oleh seorang pekerja.

Dalam surat An Nisaa’ : 33

Page 20: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

33. bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib

kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya[288]. dan (jika ada) orang-orang yang

kamu telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada mereka

bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.

[288] Lihat orang-orang yang Termasuk ahli waris dalam surat An Nisaa' ayat 11 dan

12.

“….dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan

mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya”

Kalimat tersebut menegaskan bahwa pekerja itu mempunyai hak atas apa yang telah

dikerjakannya dan sebesar apa yang sudah diperjanjikan. Majikan wajib membayar upah segera

setelah pekerjaannya selesa, tidak diperkenankan unutk menunda/menahan upah pekerja

apalagi tdak membayar haknya seperti yang telah diperjanjikan. Seperti disebutkan dalam hadits

Rasulullah :

“Allah berfirman bahwa ada tiga orang yang akan menjadi lawan-Ku pada hari Kiamat, yaitu

seorang yang berjanji atas nama-Ku, kemudian melanggar janjinya,……………seorang yang

mempekerjakan seorang abdi tetapi tidak membayar upahnya”

Sedangkan Adam Smith berpendapat pekerja kaya atau miskin, diberi imbalan

baik atau buruk, sebanding dengan harga nyata, bukan harga nominal atas jerih

payahnya.

Teori upah yang pada umunya diterima adalah Teori Produk Marginal. Menurut Teori

ini upah ditentukan oleh keseimbangan antara kekuatan permintaan dan persediaan.

Dengan mengasumsikan penyediaan tenaga kerja dalam suatu jangka waktu yang

panjang dan konstan, maka permintaan akan buruh dalam kerangka masyarakat

kapitalis, datang dari majikan yang mempekerjakan buruh dan faktor produksi lainnya

untuk membuat keuntungan dari kegiatan usahanya. Selama hasil hasil bersih tanaga

kerja lebih besar dari tarif upah itu, majikan akan terus mempekerjakan semakin banyak

satuah tenaga kerja. Masing masing majikan akan memberi upah buruh yang akan

bernilai sama dengan hasil kerja marjinal dengan tarif upah yang berlaku.

Kelemahan teori upah (Teori Produk Marginal) ini adalah bahwa teori ini hanya

absah jika kondisi persaingan benar benar murni. Dalam kenyataannya kondisi

persaingan tidak betul betul murni. Dan diketahui bahwa diantara semua komoditi,

tenaga kerjalah yang paling tidak tahan lama sebaliknya majikan berada di dalam posisi

yang menguntungkan. Professor Marshall berkata , ”Ingatlah bahwa sesorang yang

memperkerjakan seribu orang lain, seolah olah merupakan suatu gabungan yang ketat

dari seribu unit di kalangan pembeli di pasaran tenaga kerja”. Disebabkan oleh

kelemahan mereka dalam perundingan maka para pekerja di bawah kapitalisme

mungkin mendapat upah yang jauh lebih rendah dari produk marginal mereka.

Page 21: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

Sedangkan dalam sistem Islam, penghisapan terhadap buruh dilarang, sesuai

dengan pernyataan Nabi Muhammad SAW :

”Manusia tidak berhak atas bagian yang tidak diberikan Tuhan kepadanya, Tuhan

memberikan kepada setiap orang haknya, oleh karena itu jangan mengganggu apa yang

dimiliki orang lain”.

Nabi SAW juga mengatakan (Abdul Manan, dalam Ekonomi Islam, 1997):

”Upah seorang buruh harus dibayarkan kepadanya sebelum keringat badannya kering”

Dalam Hadist lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Nabi SAW berkata:

”Kewajiban para majikan hanya menerima pekerjaan yang mudah dilakukan oleh para

karyawannya. Janganlah memperkejakan mereka sedemikian rupa sehingga berakibat

buruk bagi kesehatannya”

Dalam prakteknya, dalam sistem Islam, upah yang layak bukan hanya konsesi,

tetapi juga suatu hak asasi, yang dapat dipaksakan oleh kekuasaan negara. Jika

reorientasi sikap negara telah disesuaikan dengan prinsip Islam ini maka penetapan

upah dan perumusan produktivitas sesungguhnya dapat dilaksanakan. Di semua negara

Islam, sangat diperlukan penegasan kemabli cita cita yang dinamis untuk mengatur

kembali Undang Undang Tenaga Kerja dan menerima hak hak buruh yang diakui seluruh

dunia seperti : Hak untuk mogok, mendapat upah yang layak, jaminan sosial, laba,

aturan jam kerja dan lain lain. Dalam hal aturan kerja misalnya Al Ghazali telah

memiliki konsep yang sama dengan standard WHO yaitu 8 jam kerja dimana Al Ghazali

membagi pembagian waktu seorang muslim kedalam 3 bagian yaitu (1) 8 Jam untuk

ibadah kepada Allah (2) Jam untuk bekerja mencari nafkah (3) Jam sisanya untuk

istirahat .

Akan tetapi diterimanya hak-hak pekerja ini tidak berarti para pekerja memliki

kebebasan tidak terbatas untuk melakukan apa saja. Islam mengutuk penyelewengan

dan kecurangan dalam menggelapkan apapun milik majikan, sesuai Hadist Nabi SAW :

” Penghasilan terbaik ialah penghasilan seorang pekerja, dengan syarat ia melakukan

pekerjaannya dengan hati-hati dan ia hormat kepada majikannya”

Negara Islam memiliki wewenang untuk mengekang kegiatan anti sosial

pekerja dalam bentuk apapun karena Islam menghendaki pertumbuhan masyarakat

yang seimbang. Untuk itu kompromi antara buruh dan majikan merupakan prasyarat

yang hakiki (Abdul Mannan, 1997)

Pandangan Islam Tentang Perbedaan upah.

Page 22: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

Konsep Islam mengenai keseimbangan hak buruh dan majikan di atas tidak serta merta

menghasilkan konsep bahwa semua pekerja akan diberikan upah yang sama. Cairnes

telah mengacu pada kelompok yang tidak bersaing di kalangan pekerja. Dan terdapat

perbedaan yang besar antara pekerja intelektual dan pekerja kasar, antarapekerja

terampil dan tidak terampil. Sangat sedikit mobilitas di anatar dua golongan tersebut

akibatnya adalah tingkat keseimbangan upah bagi masing-masing kelompok yang tidak

bersaing akan ditentukan oleh rencana penyediaan dan rencana permintaan dari

masing-masing kelompok.

Dalam sistem Islam, Al Qur’an mengakui adanya perbedaan antara berbagai tingkatan

pekerja, karena adanya perbedaan kemampuan dan bakat yang mengakibatkan

perbedaan penghasilan, sesuai Surat An Nisa 4 : 32, yang berbunyi :

32. dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada

sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-

laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun)

ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian

dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Pendekatan Al Qur’an dalam hal penentuan upah berdasarkan pertimbangan

kemampuan dan bakat ini merupakan salah satu sumbangan terpenting bagi

kemajuan peradaban manusia. Majikan harus menggaji para pekerja sepenuhnya atas

jasa mereka dan para pekerja harus melakukan pekerjaan mereka sebaik- baiknya dan

kegagalan dalam memenuhi syarart-syarat ini merupakan kegagalan moral yang harus

dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Namun dalam masyarakat Kapitalis, para

pekerja dan majikan tidak bertanggung jawab kepada siapapun, maka disinilah letak

keunggulan Sistem Islam dengan sistem sekuler dalam menangani soal-soal negara.

Kesimpulan dan saran

1. Islam sebagai suatu sistem kehidupan yang kaffah tidak saja mengatur hubungan

manusia dengan Allah tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia

baik dalam bidang politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta

ekonomi. Dalam bidang ekonomi, Islam telah mengatur baik sistem moneter

dan sistem fiskal dalam suatu negara.

2. Kebijakan Fiskal yang dianut bisa berupa kebijakan anggaran berimbang seperti

yang telah diterapkan oleh Rasulullah dan Khulafaurasyidin kecuali Umar bin

Page 23: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

Khattab atau anggaran defisit seperti yang dipraktekan oleh Umar bin Khattab,

Umar bon Abdul Aziz dan Harun Al Rasyid, untuk mernggali sumber daya alam

yang kaya di negara negara Islam yang kekurangan modal kerja.

3. Kebijaksanaan fiskal Islam dalam masalah penerimaan negara dan pengeluaran

negara, memiliki sejumlah prinsip dasar yang tidak boleh dilanggar oleh

pemerintah karena ada aturan baku yang sudah diatur oleh Al Qur’an seperti

Ghanimah dan Shodaqoh (Termasuk zakat, wakaf dan usher) yang termasuk ke

dalam penerimaan tidak resmi negara dan ada yang tidak diatur Al Qur’an secara

baku dan termasuk penerimaan resmi negara seperti Fay’i dan turunannya.

4. Pajak (dharibah) yang tidak sesuai dengan syariah tidak diperbolehkan dalam

sistem Islam namun bukan karena berdasarkan nash Al Qur’an atau hadist tetapi

menurut Ijma Ulama.

5. Zakat karena berbeda dengan pajak maka seharusnya dapat menjadi pengurang

pajak terutang karena terjadi dualisme perpajakan seperti dalam PPh agar tidak

terjadi 2 kali pemungutan pajak, dalam PBB dan PPN karena Indonesia bukan

tanah taklukan dan tidak sesuai dengan sistem ekonomi Islam (Gusfahmi, 2007).

6. Penggunaan uang pajak (dharibah) yang sesuai dengan syariah adalah

diutamakan untuk pendidikan, kesehatan, keamanan dan musibah/bencana

alam dan bukan untuk pembayaran hutang luar negeri (Gusfahmi, 2007).

Saran-saran

1. Diperlukan Undang-undang dalam mengatur kebijakan fiskal yang sesuai dengan

sistem ekonomi Islam yang memadukan pendapatan tidak resmi negara (sesuai

denganAl Quran) dan pendapatan tidak resmi negara seperti Fay’i, dan tidak

menggunakan sistem bunga serta mengatur pengeluarannya sesuai dengan

peruntukkan yang telah ditetapkan Allah dan negara.

2. Perlunya MUI menetapkan fatwa tentang pajak (dharibah) yang diperlakukan

sekarang, seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara Islam yang lainnya

seperti Sudan.

3. Diperlukan Undang Undang Tenaga Kerja yang mengatur dengan seimbang hak-

hak pekerja dan majikan yang seimbang, sesuai dengan prinsip-prinsip Islam

yang memiliki tanggung jawab sampai kepada Allah SWT.

Daftar Pustaka

1. Al Qur ’anul Karim.

Page 24: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

2. Nasution, Mustafa Edwin, dkk. Ekonomi Islam : Pengenalan Esklusif, Jakarta : Kencana Prenada Media Grup, 2006.

3. Nasution, Mustafa Edwin, dkk. Ekonomi Makro Islam : Kajian Teoritis, Jakarta : Kencana Prenada Media Grup, 2006.

4. Sholahuddin, M. Asas-asas ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.5. Abdul Hamid Mahmud Al-Ba’ly. Ekonomi Zakat, Jakarta :Raja Grafindo, 2006.6. Abdul Mannan. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta : PT Dana Bhakti

Prima Yasa, 1997.7. Umer Chapra. The Future of Economics, an Islamic Perspective, Jakarta: Penerbit

SEBI, 2001.8. Gusfahmi. Pajak menurut Syariah, Jakarta : PT Rajawali Press, 2007.9. Adiwarman Karim. Bank Islam : Analisis fiqih dan keuangan. Jakarta : IIIT

Indonesia, 2003.

10.Abdul Qadim Zallum. Sistem Keuangan di Negara Khilafah. Bogor : Pustaka Thariqul Izzah, 1988.

11. Perwataatmaja, A. Karnaen,. Jejak Rekam Ekonomi Islam

12. Suprayitno, Eko, Ekonomi Islam. : Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu,2005.

13. Badriyah, Oneng Nurul, Materi Hadits : Tentang Islam,Hukum,Ekonomi,Sosial dan

Lingkungan, Jakarta : Penerbit Kalam Mulia,2008.

KEBIJAKAN FISKAL DALAM PERSPEKTIF ISLAMDAN

UPAH DALAM ISLAM

Mata Kuliah :AYAT DAN HADITS EKONOMI

Disusun oleh :

Risa Zahrah/NPM 080645Sri Harumi Windrayatri/NPM 0806451031

Trisiladi Supriyanto/NPM 080645

Page 25: Tugas Ayat & Hadits Ekonomi, Kebijakan Fiskal

Urip Eko Praptiyono/NPM 0806451082

PROGRAM STUDI TIMUR TENGAH DAN ISLAMPASCA SARJANA

UNIVERSITAS INDONESIA