tugas akhir hardiansyah(2)

Upload: hardiansyah-freedom

Post on 19-Jul-2015

409 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENELITIAN TERHADAP KEGAGALAN STRUKTUR RANGKA ATAP KAYU BENTANG 12 METER DAN METODE PERBAIKAN STRUKTURNYA(STUDI KASUS) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh: HARDIANSYAH 06 0404 141

Dosen Pembimbing: Ir.BESMAN SURBAKTI, MT 19541012 198003 1 004

SUBJURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan nikmat yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Penelitian Terhadap Kegagalan Struktur Rangka Atap Kayu Bentang 12 Meter dan Metode Perbaikannya ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam Ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang Studi Struktur pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pemahaman dan pengetahuan penulis sendiri. Masih banyak terdapat kekurangan dan kekhilafan yang tidak disadari baik dalam teknik penulisan, penyajian serta isi dari tugas akhir ini. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari bapak / ibu dosen, rekan rekan mahasiswa, maupun teman teman sekalian untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini. Penulis berharap agar kedepannya penelitian tugas akhir ini dapat dilanjutkan lagi. Penulis juga mengharapkan agar Tugas Akhir ini dapat menambah referensi tugas akhir tentang Struktur Kayu di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara serta bermanfaat bagi adik adik Departemen Teknik Sipil. Penulis sangat menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini dikarenakan bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Armansyah Ginting, M Eng selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Ir. Teruna Jaya Msc., selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Ir. Besman Surbakti MT, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 5. Bapak Ir Rajamin Tanjung dan Ir Robert Panjaitan MT, selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan bimbingan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. 6. Bapak DR. Ir. Roesyanto Msc, selaku Dosen Wali yang telah banyak memberikan bimbingan serta nasehat yang begitu berarti bagi penulis. 7. Bapak / Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya. 8. Pegawai Administrasi Departemen Teknik Sipil yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian administrasi. 9. Kedua orangtuaku tercinta yang telah memberikan doa dan dukungannya yang tiada terhingga kepada penulis dan adikku Rizka Nurhaliza atas doa dan dukungannya hingga terselesaikanya Tugas Akhir ini. 10. Teman teman stambuk 2006 yang sangat banyak membantu dalam memberikan dukungan dan doanya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangDewasa ini, konstruksi bangunan modern banyak didominasi oleh beton dan baja. Akan tetapi kayu yang juga merupakan salah satu bahan konstruksi konvensional penggunaanya pada bangunan bangunan modern tidak bisa ditinggalkan. Kayu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) walaupun ketersediaannya di alam dapat terjamin selama pelestariannya di lakukan dengan baik. Walaupun demikian kayu tetap saja jadi pilihan dalam bahan konstruksi. Karena kayu memiliki nilai estetika yang baik jika di bandingkan dengan bahan konstruksi lainnya, ditambah lagi kayu termasuk bahan konstruksi yang ramah lingkungan. Awal perkembangannya, kayu digunakan masih dalam bentuk asli.. Seiring perkembangan teknologi yang pesat akhir akhir ini maka penggunaan kayu dapat disesuaikan dan dikreasikan. Sehingga dengan memanfaatkan berbagai kelebihan dan keistimewaanya kayu telah berhasil digunakan sesuai dengan keperluannya mengikuti perkembangan teknologi. Sama halnya seperti konstruksi baja, sambungan dan alat alat penyambung merupakan hal yang penting dalam teknik konstruksi kayu. Penggunaan sambungan baut pada konstruksi kayu harus diperhatikan sedemikian rupa sesuai dengan hasil perhitungan yang diperoleh, begitu juga dengan pengaplikasiannya di lapangan, harus mengikuti data data yang didapat dalam perhitungan, sehingga pekerjaan yang kita lakukan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.

Dalam perencanaan struktur rangka atap kayu, sering terjadi kegagalan struktur (failure of structure) baik berupa kegagalan ringan maupun kegagalan berat yang dapat menyebabkan runtuhnya struktur rangka atap. Kerusakan yang terjadi pada struktur disebabkan oleh beberapa penyebab, yaitu kesalahan dalam perencanaan berupa pendimensi batang tarik, batang tekan, dimensi sambungan yang dibutuhkan, maupun dalam pengaplikasian data yang didapat pada perencanaan di lapangan, yang berdampak pada kerugian material dan korban jiwa.

1.2

Perumusan MasalahPenelitian dilakukan dengan pengambilan data properties struktur rangka atap

kayu bentang 12 meter pada kondisi existing yang akan kemudian akan dibandingkan dengan data properties yang didapatkan berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 1961) dan Tata Cara Perencanaan Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002).

1.3

Tujuan PenelitianAdapun tujuan penulis dalam penelitian untuk tugas akhir ini adalah sebagai

berikut : 1. Mengamati, memperoleh data properties yang digunakan pada kondisi existing berupa dimensi profil, jenis sambungan, jenis alat sambung pada struktur rangka atap yang ditinjau serta jenis dan lokasi kerusakan yang terjadi.

2. Meneliti sifat fisis dan mekanis dari jenis kayu yang digunakan pada struktur rangka atap kayu kondisi existing, meliputi elastisitas kayu (Ew), tegangan tarik izin sejajar serat (Ft), tegangan tekan izin sejajar serat kayu (Fc), kadar air dan berat jenis. 3. Memperoleh data struktur dari konstruksi rangka atap kayu dari perhitungan yang dilakukan berdasarkan Tata Cara Perencanaan Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002) 4. Mengevaluasi kegagalan struktur yang terjadi pada struktur rangka atap kayu kondisi existing dengan cara membandingkan data properties yang digunakan pada struktur rangka atap kayu kondisi existing dengan data properties yang didapat pada perhitungan berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 1961) dan Tata Cara Perencanaan Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002). 5. Memperoleh metode perbaikan yang akan digunakan pada struktur rangka atap kayu bentang 12 meter yang mengalami kegagalan struktur tersebut.

1.4

Batasan MasalahDengan banyaknya permasalahan dalam penelitian yang akan dilakukan terhadap

struktur rangka atap kayu bentang 12 meter tersebut dan terbatasnya pengetahuan yang dimiliki oleh penulis sendiri mengenai permasalahan yang akan diteliti, maka diperlukan pembatasan masalah dalam penulisan skripsi ini : 1. Kayu bersifat homogen dan ortrotropis. 2. Kayu yang yang digunakan dalam penelitian adalah kayu yang sejenis dengan yang digunakan pada kondisi existing.

3. Pengujian material yang dilakukan adalah untuk mendapatkan meliputi elastisitas kayu (Ew), tegangan tarik izin sejajar serat (Ft), tegangan tekan izin sejajar serat kayu (Ft), kadar air dan berat jenis. 4. Alat sambung yang digunakan adalah baut. 5. Perhitungan secara teoritis berdasarkan Tata Cara Perencanaan Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002).

1.5

Metodologi PenelitianDalam penelitiannya penulis menggunakan metode penelitian laboratorium, yaitu

berupa : 1. Penyediaan benda uji material kayu. 2. Pengujian physical dan mechanical properties material kayu berupa : a. Berat jenis kayu b. Kadar air kayu c. Tegangan tarik izin sejajar serat (Ft) d. Tegangan tekan izin sejajar serat (Fc) e. Elastisitas lentur kayu (Ew) 3. Perhitungan secara analitis berdasarkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 1961) dan Tata Cara Perencanaan Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002). a. Perencanaan dimensi batang tarik kayu. b. Perencanaan dimensi batang tekan kayu.

c. Perencanaan sambungan baut. 4. Membandingkan data properties yang digunakan pada kondisi existing dengan data properties yang yang didapatkan pada perhitungan.

Dalam perencanaan struktur rangka atap, struktur rangka tersebut mengalami pembebanan akibat : 1. Beban mati berupa berat sendiri profil batang tarik dan tekan, gording, reng dan alat penyambung. 2. Beban bergerak 3. Beban anginPD1 PD2 PD2 PD1/2 PD2 PD2 PD1/2

12.00 m

Beban Mati

PL1 PL2 PL2 PL1/2 PL2 PL2 PL1/2

12.00 m

Beban Hidup

Wtekan Wtekan Wtekan Wtekan

Whisap Whisap Whisap Whisap

12.00 m

Beban Angin Kiri

Whisap Whisap Whisap Whisap

Wtekan Wtekan Wtekan Wtekan

12.00 m

Beban Angin Kiri

1.6

Dokumentasi Kerusakan Pada Struktur Rangka Atap Kayu Bentang 12 meter.

Tampak Samping Struktur Existing

Lendutan pada Batang Tarik Struktur Existing

Batang Tarik yang koyak pada sambungan buhul

Batang Tarik yang koyak pada sambungan buhul

BAB II STUDI PUSTAKA

II.1 Umum Kebutuhan kayu sebagai salah satu bahan konstruksi selain material beton dan baja terus meningkat, terutama dalam penggunaan kayu sebagai material yang memiliki nilai estetika tinggi. Kayu merupakan material yang berasal dari tumbuh tumbuhan yang banyak terdapat di hutan. Kayu yang digunakan sebagai material struktur pada umumnya diambil kayu yang berasal dari pepohonan. Menurut Peraturan Konstruksi Kayu - PKKI, dari 3000-4000 jenis pohon yang ada di Indonesia baru sekitar 150 jenis yang telah diselidiki dan dianggap penting dalam perdagangan. Dari jumlah tersebut sebagian merupakan jenis kayu yang penting sebagai bahan struktur. Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan telah menyusun daftar kayu Indonesia yang terdiri dari 90 jenis kayu penting di Indonesia. Dari berbagai jenis kayu yang ada di hutan alam kita, hanya ada beberapa jenis saja yang digunakan dan tersedia di pasaran. Kayu sebagai bahan bangunan merupakan alasan mayoritas hadirnya kayu di berbagai perusahaan kayu seperti panglong. Industri pengolahan kayu hilir seperti seperti moulding, mebel, mengolah bahan baku yang berasal dari industri kayu gergajian demikian juga panglong yang merupakan industri sekunder yang mengolah kayu bail itu kayu gergajian maupun produk kayu lanjutan. Beberapa jenis kayu yang sering dipakai adalah kayu damar (Agathisalba), meranti merah, (Shorea leprosula) dan durian (Durio zibethinus) adalah jenis jenis kayu yang

banyak digunakan di industri industri penggergajian dan pengerjaan kayu. Sifat pemesinan kayu yang baik dan mudah diolah serta kualitas hasil pengolahan yang baik adalah alasan banyak pengusaha industri dan masyarakat gemar memakai jenis kayu ini. Sebagaimana diketahui bahan ketersediaan kayu semakin menurun baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1980-an kayu bangunan didominasi jenis - jenis kayu tertentu seperti kapur, kempas, jati, merbau, ulin yang termasuk jenis jenis kayu kelas kuat dan kelas awet cukup (Rudi, 2002). Menurut Benny (1992), di dalam perdagangan, kayu umumnya mempunyai ukuran ukuran tertentu yang biasanya banyak dipakai ntuk bangunan rumah . Masing- masing bentuk dan ukuran dikenal dengan nama nama sebagai berikut : 1. Balok : Mempunyai ukuran tinggi lebih besar dari lebarnya, biasanya terbentuk empat persegi panjang atau bujur sangakar , misalnya b/h (cm) = 6/12, 6/15, 8/12, 8/14, 10/10, 12/12. 2. Papan : Berupa lembaran tipis yang lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya misalnya (cm) = 2/20, 3/20, 3/25. 3. Ram : Yaitu papan untuk membuat rangka daun pintu dengan ukuran (cm) = 3/10, 3/12 4. Kaso/usuk : Yaitu balok kecil dengan ukuran (cm) = 4/6, 5/7 5. Reng : Yaitu kecil dengan ukuran (cm) = 2/3, biasa dipakai untuk penumpu genteng. 6. Plepet : Kayu kecil dengan ukuran (cm) = 1/3, 1/5 biasanya untuk klem kaca pada kosen jendela atau lis penutup sambungan eternit.

Material kayu memiliki 4 unsur esensial bagi manusia yaitu : 1. Selulosa, unsur ini merupakan komponen terbesar pada kayu, meliputi 70 % berat kayu. 2. Lignin, merupakan komponen pembentuk kayu yang meliputi 18% - 28% dari berat kayu. Komponen tersebut berfungsi sebagai pengikat satuan srtukturil kayu dan memberikan sifat keteguhan kepada kayu. 3. Bahan-bahan ekstrasi, komponen ini yang memberikan sifat pada kayu, seperti : bau, warna, rasa, dan keawetan. Selain itu, karena adanya bahan ekstrasi ini, maka kayu bisa didapatkan hasil yang lain misalnya: tannin, zat warna, minyak, getah, lemah, malam, dan lain sebagainya. 4. Mineral pembentuk abu, komponen ini tertinggal setelah lignin dan selulosa terbakar habis. Banyaknya komponen ini 0.2% - 1% dari berat kayu.

Sebagai salah satu bahan yang digunakan sebagai konstruksi, kayu memliki beberapa keunggulan dan kekurangan dibandingkan dengan bahan konstrusi lainnya seperti beton dan baja. Keunggulan Kayu : 1. Material kayu merupakan material yang murah dan mudah untuk dikerjakan. 2. Mempunyai kekuatan yang cukup tinggi dan bobotnya lebih rendah jika dibandingkan dengan material beton dan baja. 3. Mempunyai daya penahan tinggi terhadap pengaruh listrik karena bersifat isolasi.

4. Bila terjadi kerusakan pada struktur, konstruksi kayu dapat lebih mudah diperbaiki dan waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan konstruksi baja dan beton. 5. Bila perawatannya dilakukan secara teratur, maka material kayu dapat tahan lama.

Kelemahan Kayu : 1. Material kayu merupakan material yang kurang homogen, karena merupakan hasil dari alam. 2. Material kayu merupakan material yang terdapat cacat cacat. 3. Jika dibandingkan material beton dan baja, material kayu merupakan material yang lebih mudah terbakar, sehingga penggunaanya sebagai bahan untuk konstruksi industri tidak tepat. 4. Dapat memuai dan menyusut sesuai dengan perubahan kelembaban pada materialnya. 5. Lendutan yang terjadi dengan pembebanan yang sama pada material beton dan baja lebih besar.

Penilaian dan perbandingan teknis antara kayu dengan bahan bahan konstruksi lain seperti baja dan beton berdasarkan anggapan anggapan dalam perhitungan dapat kita lihat sebagai berikut : 1. Homogenitas (Serba kesamaan) Untuk keperluan keperluan praktis, baja dianggap homogeny artinya bagian bagian dalam baja mempunyai sifat sifat fisis yang sama,walaupun

mikroskopis baja sebenarnya tidak homogeny karena terdiri dari bermacam macam kristal dengan sifat sifat yang berlainan. Sedangkan kayu yang terdiri dari serat serat, tentunya tidak dapat disebut homogen.Namun dalam prakteknya kayu dianggap bersifat homogen tentunya dengan memperhatikan cacat cacat yang terdapat pada kayu tersebut. 2. Dalam segi batas proporsional, kayu dan beton lebih menguntungkan dibandingkan dengan baja. Berdasarkan penyelidikan penyelidikan yang telah di lakukan, pada pembebanan tekan, batas proporsional dicapai pada 75% dari tegangan patah. Untuk pembebanan tariknya, penyelidikan menunjukkan angka yang lebih menguntungkan lagi. 3. Pada pembebanan tekan kayu bersifat elastis sampai batas proporsionalnya. Sedangkan pada pembebanan tarik, elastisitas kayu bergantung kepadakadar air / kadar lengas kayu itu sendiri. Untuk kayu dengan kadar air kecil, kayu memiliki batas elastisitas yang rendah, sedangkan untuk kayu dengan kadar air tinggi, kayu dapat mengalami perubahan bentuk yang permanen walau dengan pembebanan yang kecil. 4. Dari beberapa penyelidikan yang dilakukan, terdapat perbedaan antara masing masing penyelidikan. Ada penyelidikan yang menyebutkan bahwa angka modulus kenyal untuk tarikan lebih tinggi 4 5% daripada tekanan. Ada juga penyelidikan yang menyebutkan bahwa angka modulus kenyal untuk tarikan lebih rendah 10 % dibandingkan tekanan. Tetapi kedua penyelidikan tersebut sama sama menegaskan bahwa kekuatan tarik kayu lebih tinggi daripada kekuatan tekan yaitu yang satu angka angka 2 2.5 kali lebih besar dan yang lain angka angka yang 2.5 3 lebih besar. Meskipunadanya perbedaan dalam

modulus kenyal antara tarik dan tekan, namun sangat penting penggunaan teori elastisitas. Pada keadaaan praktis, atau di lapangan, perbedaan antara modus kenyal tersebut akan ditiadakan oleh efek perbedaan dalam penentuan tegangan tegangan izin tarik dan tekan kayu. 5. Penyelidikan penyelidikan yang telah dilakukan menunjukkan terdapat penyimpangan dari anggapan yang menyebutkan bahwa tampang tetap rata dalam analisa balok terlentur guna mempermudah perhitungan. 6. Material kayu merupakan bahan nonisotropis seperti baja, sifat sifat elastisitasnya tergantung dari arah gaya terhadap arah serat serat dan cincin cincin pertumbuhan. Untuk keperluan keperluan praktis, kayu dapat dianggap ortotropis, yaitu mempunyai tiga bidang simetri elastic yang tegak lurus satu dengan lainnya, yaitu longitudional, tangensial, dan radial,dimana sumbu longitudinal adalah sejajar serat serat, sumbu tangensial adalah garis singgung cincin cincin pertumbuhan dan sumbu radial adalah tegak lurus pada cincin cincin pertumbuhan.

Susunan kayu terdiri dari susunan sel-sel, dan sel-sel tersebut terdiri dari susunan cellose yang diikat dan disatukan oleh lignine. Perbedaan susunan sel-sel inilah yang menyebabkan perbedaan sifat-sifat dari berbagai jenis.

Berikut akan di uraikan bagian bagian kayu yang terlihat pada potongan melintang kayu yaitu :

1. Kulit Kayu (Bark) Merupakan bagian terluar kayu yang berfungsi melindungi bagian dalam kayu. Terdiridari : a. Kulit Dalam (Phloem / Bast) Merupakan lapisan yang lunak, basah, berpori besar seperti spon dan berfungsi untuk menyaluran makanan dari daun ke bagian bawah. Pada lapisan dalam ini terdapat bebapa zat kimia seperti : getah, tannis dan sebagainya. b. Kulit luar (Cortex / Outer Bark) Merupakan lapisan yang sudah mati dank eras, berfungsi sebagai pelindung lapisan di dalamnya.

2. Kambium Lapisan yang berada di sebelah dalam kulit, berupa lapisan yang sangat tipis, tebalnya hanya berukuran mikroskopik. Bagian inilah yang memproduksi sel sel kulit dan sel sel kayu. Pada lapisan ini, sel sel mampu berkembang biak dengan membelah diri. Bagian yang sebelah luar berkembang membentuk sel sel jangat (kulit), sedangkan bagian dalam berkembang membentuk kayu baru. 3. Kayu Gubal (Sap wood) Merupakan lapisan yang memiliki tebal bervariasi antara 1 20 cm tergantung dari jenis kayunya, bewarna keputih putihan, berfungsi sebagai pengangkut air (berikut zat zat) dari tanah ke daun. Untuk keperluan struktur umumnya kayu perlu diawetkan dengan memasukkan bahan bahan kimia kedalam lapisan kayu gubal ini. 4. Kayu teras atau galih (heart wood) Lapisan yang lebih tebal dari kayu gubal yang tidak bekerja lagi. Kayu teras terjadi dari perubahan kayu gubal secara perlahan lahan . Kayu teras

merupakan bagian utama pada struktur kayu yang biasanya lebih awet (terhadap serangan serangga, bubuk, jamur) daripada kayu gubal. 5. Hati (puh) Merupakan lapisan yang terletak di pusat lingkaran tahun. Pada mulanya hati kayu merupakan pohon muda yang pertama kali dibentuk kambium yang kemudian menjadi pusat dari pohon yang tumbuh selanjutnya, yang merupakan

komposisi lunak dari sel sel yang telah mati. Hati kayu bersifat rapuh dan lunak, sehingga tidak berguna sebagai kayu untuk konstruksi. 6. Lingkaran tahun (Annual ring) Batas antara kayu yang terbentuk pada permulaan dan pada akhir suatu musim. Melalui lingkaran-lingkaran tahun ini dapat diketahui umur pohon. Apabila pertumbuhan diameter (membesar) terganggu oleh musim kering karena pengguguran daun, ataupun serangga/hama, maka lingkaran tahun dapat terdiri lebih dari satu lingkaran tahun (lingkaran tumbuh) dalam satu musim yang sama. Hal ini disebut lingkaran palsu. Lingkaran tahun dapat mudah dilihat pada beberapa jenis kayu daun lebar. Pada jenis- jenis lain, lingkaran tahun ada kalanya sulit dibedakan terutama di daerah tropic, karena pertumbuhan praktis berlangsung sepanjang tahun. 7. Jari jari kayu (Rays) Merupakan lapisan yang dari luar ke dalam berpusat pada sumbu batang, berfungsi sebagai tempat saluran bahan makanan yang mudah diproses di daun guna pertumbuhan pohon.

II.2 Sifat sifat Kayu Kayu berasal dari berbagai jenis pohon yang memiliki sifat-sifat yang berbedabeda. Bahkan dalam satu pohon, kayu mempunyai sifat yang berbeda-beda. Untuk itu, dalam penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi, diperlukan pemilihan berdasarkan sifat sifat yang dimiliki kayu tersebut. A. Sifat Umum

Secara umum, kayu memiliki beberapa sifat yaitu :

1. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan susunan dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupa selulosa dan hemi selulosa (karbohidrat) serta lignin (non karbohidrat).

2. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, radial dan tangensial). Tetapi untuk keperluan keperluan praktis kayu dapat dianggap sebagai Ortotropis, yang artinya mempunyai tiga bidang simetri elastis yang tegak lurus, yaitu Longitudinal (aksial), Tangensial, dan Radial. Dimana sumbu Longitudinal (aksial) adalah sejajar serat serat, sumbu Tangensial adalah garis singgung cincin cincin pertumbuhan, dan sumbu Radial adalah tegak lurus pada cincin cincin pertumbuhan. Perubahan dimensi kayu akibat dari pengeringan dari perubahan suhu, kelembaban, pembebanan mekanis juga menunjukkan sifat kayu anisotropis.

3. Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap atau melepaskan kadar air (kelembaban) sebagai akibat perubahan kelembaban dan suhu udara disekelilingnya.

4. Kayu dapat diserang oleh hama dan penyakit dan dapat terbakar terutama dalam keadaan kering. Sifat Fisik Kayu

B. Sifat Fisis. Sifat fisis kayu meliputi :

1. Berat Jenis Kayu Berat jenis adalah rasio antara kerapatan suatu bahan dengan kerapatan air. Berat jenis disebut juga kerapatan relative (Tsoumis, 1991). Simpson, et.al, (1999) mengemukakan bahwa berat jenis adalah rasio antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada kondisi anomali air (4,4 C), dimana kerapatan air pada kondisi tersebut besarnya adalah 1 g/cm3. Untuk menentukan berat jenis digunakan berat kering oven dan volume pada (a) basah, (b) kering oven, dan (c) pada kadar air 12% (Forest Products Laboratory, 1999). Di Amerika lebih disukai ukuran berat jenis kayu menurut volume berat basah, sedang di Eropa lebih senang dengan volume berat kering tanur. Besarnya berat jenis pada tiap-tiap kayu berbeda-beda dan tergantung dari: kandungan zat-zat dalam kayu, kandungan ekstraktif serta kandungan air kayu. Berdasarkan volume basahnya, berat jenis kayu akan mencerminkan berat kayunya. Klasifikasi yang ada terdiri dari : a. Kayu dengan berat ringan, bila BJ kayu < 0,3 b. Kayu dengan berat sedang, bila BJ kayu 0,36 0,56 c. Kayu dengan berat berat, bila BJ kayu > 0,56 Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu yaitu umur pohon, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan tumbuh. Berat jenis kayu merupakan salah satu sifat fisik kayu yang penting sehubungan dengan penggunaannya (Pandit dan Hikmat, 2002). Berat suatu kayu tergantung dari jumlah zat kayu, rongga sel, kadar air dan zat ekstraktif didalamnya, Berat suatu jenis kayu berbanding lurus dengan BJ-nya. Pada umumnya Kayu mempunyai berat jenis yang

berbeda-beda, berkisar antara BJ minimum 0,2 (kayu balsa) sampai BJ 1,28 (kayu nani), makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat dan semakin kuat pula. Kayu yang berasal dari bagian pangkal umumnya sudah terbentuk kayu dewasa (mature wood), yaitu massa kayu yang didominasi oleh kayu akhir dengan sel-sel penyusunnya memiliki didnding sel yang tebal dan rongga sel yang kecil, sehingga kerapatannya juga lebih tinggi. Selain itu kayu pada bagian pangkal juga sudah terbentuk kayu teras yang lebih banyak. Pada bagian ujung tersusun atas jaringan yang masih muda, dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif sehingga dinding selnya relatif lebih tipis dibanding dengan dinding sel jaringan yang sudah tua. Haygreen dan Bowyer (2003) mengemukakan bahwa semakin tinggi berat jenis dan kerapatan kayu, semakin banyak kandungan zat kayu pada dinding sel yang berarti semakin tebal dinding sel tersebut. Percobaan untuk mendapatkan berat jenis biasanya dilakukan dengan cara menimbang suatu benda pada suatu timbangan dengan tingkat keakuratan yang diperlukan. Untuk praktisnya , digunakan timbangan dengan ketelitian 20 % , yaitu sebesar 20 gr / kg . Sedangkan untuk menentukan volume , ada beberapa cara untuk memperoleh besarnya volume suatu benda . Cara yang umum dan mudah dilakukan adalah dengan mengukur panjang , lebar dan tebal suatu benda dan mengalikan ketiganya . Untuk kayu , sebaiknya ukuran sampel tidak kurang dari ukuran dari 7.5 cm x 5 cm x 2.5 cm, tetapi bila ukuran sampel kurang dari tersebut, maka cara yang digunakan untuk mendapatkan volume adalah dengan metode pencelupan. Pada metode ini penggunaan pan berisi air yang diletakkan pada timbangan ayun.

Kemudian timbangan diseimbangkan dengan meletakkan pemberat pada sisi lainnya. Sampel lalu dimasukkan kedalam pan dan dibenamkan kedalam air . Diatur agar air tidak keluar dari dalam pan , dan diatur juga agar sampel tidak menyentuh sisi sisi samping dan bawah pan dengan memasang jarum sebagai kaki kaki sampel . Seimbangkan timbangan dengan menambah pemberat pada sisi lain . Berat pemberat yang ditambahkan untuk mencapai keseimbangan ( dalam Gr ) adalah sama dengan nilai volume sampel ( dalam cm 3 ) . Karena kayu sebagai material dengan daya serap yang tinggi, maka diperlukan bahan lain untuk melapisi sampel sehingga air tidak ada yang masuk ke dalam kayu. Bahan tersebut haruslah bahan yang tipis, kedap air, serta memiliki berat yang sangat kecil. Parafin merupakan bahan yang sesuai. Sebelum sampel dimasukkan kedalam air, terlebih dahulu sampel dimasukkan kedalam cairan parafin yang mendidih sampai keseluruhan permukaan sampel ditutupi parafin . Kelebihan parafin pada permukaan yang dihaluskan dan diratakan sehingga permukaan parafin tidak terlalu tebal .

2. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Air dalam kayu terdapat dalam dua bentuk yaitu air bebas yang terdapat pada rongga sel dan air terikat (imbibisi) yang terdapat pada dinding sel. Kondisi dimana dinding sel jenuh dengan air sedangkan rongga sel kosong, dinamakan kondisi kadar air pada titik jenuh serat. (Simpson, et.al, 1999; Brown, et al., 1952). Kadar air titik jenuh serat besarnya tidak sama untuk setiap jenis kayu, hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur dan komponen kimia. Pada umumnya kadar air titik jenuh serat besarnya berkisar antara 25-30% (Panshin,

et.al,1964). Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa besarnya titik jenuh serat berkisar antara 20-40%. Pengujian untuk mengetahui kadar air kayu dilakukan dengan menyiapkan benda uji yang berukuran 7 x 50 x 50 mm yang diambil dari contoh uji menurut bagian kayu (juvenil, gubal dan teras) dan posisi batang (pangkal, tengah dan ujung), ditimbang beratnya (Bo), kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103 2 C ditimbang kembali untuk mengetahui berat akhir kering oven (B1). Perhitungan kadar air adalah sebagai berikut : Kadar air basah Kadar air kering udara = =( ) ( ( ) ( ) ) ( ) ( )

x 100 % x 100 %

Apabila kayu mengering dibawah titik jenuh serat , dinding sel menjadi semakin padat sehingga mengakibatkan serat seratnya menjadi kokoh dan kuat . Maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa turunnya kadar air mengakibatkan bertambahnya kekuatan kayu . Pada umumnya kayu kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air ( kadar lengas ) antara 12 % - 18 % , atau rata rata 15 %. adalah

3. Cacat Kayu Secara material, cacat kayu dapat mempengaruhi kekuatan kayu, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kekuatan struktur kita. Sebagai bahan alami, ada beberapa cacat fisik kayu yang tidak bisa kita hindari, namun bisa dikurangi. Sulit dihindari karena

cacat tersebut adalah sebagai bagian dari kayu, alami terbentuk dan terbuat pada waktu pertumbuhan pohon. Secara umum, cacat fisik kayu berupa :

1. Mata kayu Kayu dikatakan kasar apabila mengandung mata kayu. Mata kayu ini tidak sama sifatnya dengan kayu-kayu di sekelilingnya. Kadang-kadang keras sekali kadang-kadang lunak, selalu mengadakan perubahan arah serat. 2. Cacat retak-retak Cacat retak-retak ini terdapat di dekat hati, retak lingkaran tahun dan retak angin. 3. Hati yang busuk Cacat ini sukar dilihat sebelum pohon ditebang. Biasanya terdapat pada pohon yang sudah tua dan besar batangnya 4. Cacat lapuk Kayu yang masih muda bilamana ditumpuk terlalu lama dan belum dikuliti cepat menjadi cacat lapuk. Kelapukan ini dipengaruhi oleh susunan penumpukan dan kelembaban udara. 5. Cacat lapuk Kayu memiliki warna-warna alami yang sangat bervariasi. Umumnya kayu gubal berwarna lebih muda atau lebih terang dibandingkan kayu teras. Sedangkan kayu teras memiliki variasi warna yang lebih banyak, utamanya coklat dengan berbagai macam corak. Karena warna tersebut kayu teras biasanya lebih disukai daripada kayu gubal. Beberapa jenis kayu diberi perlakuan khusus misalnya direndam atau diberi uap untuk menggelapkan

warnanya. Selanjutnya Mandang dan Pandit (1997) menyatakan bahwa warna kayu berkisar dari hampir putih sampai hitam, ada yang polos dan ada pula yang terdiri atas dua macam warna atau lebih, sehingga tampak seperti ada coraknya. Corak yang ada pada suatu jenis kayu dapat ditimbulkan oleh : 1. Perbedaan warna antara kayu awal dan kayu akhir dari lingkar tumbuh, seperti pada kayu jati dan tusam. 2. Perbedaan warna jaringan. Pada kayu bintangur misalnya, parenkim pita berwarna coklat merah, sedangkan warna jaringan lainnya merah muda. Parenkim pita pada kayu bintangur ini menimbulkan corak bergaris pada bidang radial dan tangensial. 3. Perbedaan intensitas pewarnaan pada lapisan-lapisan kayu yang dibentuk dalam jangka waktu yang berlainan. Pada kayu ebony misalnya, ada lapisan-lapisan yang berwarna coklat atau coklat merah dan ada lapisan-lapisan yang berwarna hitam. Pada bidang radial dan tangensial akan tampak sebagai jalur-jalur warna coklat merah dan hitam bergantian.

Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat mempunyai warna yang lebih tua (lebih gelap) bila dibandingkan dengan bagian kayu yang berasal dari pohon yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda warnanya bila dibandingkan dengan warna kayu yang basah. Kayu yang sudah lama tersimpan di tempat terbuka warnanya bisa lebih gelap atau lebih terang dibandingkan dengan kayu yang segar, ini tergantung kepada keadaan (cuaca, angin, sinar dan sebagainya). Pada umunya warna dari suatu jenis kayu bukan merupakan warna yang murni, tetapi merupakan warna

campuran dari beberapa jenis warna, sehingga dalam penampilannya sulit untuk dapat dinyatakan secara tepat dengan kata-kata (Pandit dan Ramdan, 2002). Zat Ekstraktif Sebagai Pemberi Warna Alami Kayu Tsoumis (1991) menyatakan bahwa warna kayu disebabkan oleh bahan yang dapat diekstrak (tanin dan sebagainya) yang disebut ekstraktif. Ekstraktif adalah bahan kimia dalam kayu yang dapat dilarutkan dalam pelarut netral seperti air, eter, alkohol, benzen dan aseton. Kandungan ekstraktif dalam kayu bervariasi mulai kurang dari 1% hingga lebih dari 10% dan dapat mencapai 20% untuk kayu-kayu tropis. Selanjutnya Brown et al (1952) menyatakan bahwa setiap jenis pohon mengandung satu atau beberapa macam zat ekstraktif dan hanya sedikit jenis pohon yang mengandung semua zat ekstraktif. Achmadi (1990) menyatakan bahwa flavonoid, stilbena, tanin dan antosianin merupakan golongan zat warna ekstraktif kayu. Kemudian Hillis (1987) menyatakan bahwa flavonoid merupakan senyawa yang menyebabkan kayu teras berwarna merah, kuning, coklat atau biru. Begitu juga Uprichard (1993) yang menyatakan bahwa polifenol dan tanin pada kayu daun lebar memiliki kontribusi yang besar pada warna kayu, khususnya warna kayu teras dan pada waktu dulu beberapa kayu daun lebar dijadikan bahan pencelup. Sedangkan Sjostrom (1981) menyatakan bahwa fenolik yang terdapat di dalam kayu teras, kulit dan sedikit di dalam xilem mempunyai fungsi sebagai fungisida dan selain itu juga berfungsi meningkatkan pewarnaan kayu. Zat ekstraktif dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan. Sebagai contoh, perbedaanperbedaan warna pada kayu walnut dari lokasi geografis yang berbeda, berhubungan

dengan sifat-sifat tanah. Perbedaan zat kimia ekstraktif memungkinkan untuk membedakan antara jenis kayu atau membuat pewarnaan terhadap kayu teras tidak berwarna dengan aplikasi zat-zat kimia. Beberapa kayu seperti black locust, honey locust dan beberapa jenis kayu tropis mengalami fluorescent karena zat ekstraktifnya (Tsoumis, 1991). 6. Serat, tekstur dan kesan raba Arah serat adalah arah umum sel-sel kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah serat dapat dibedakan berdasarkan oleh alur alur yang tedapat pada permukaan kayu menjadi serat lurus, serat berpadu, serat berombak, serta terpilin dan serat diagonal (serat miring). Jika alurnya sejajar sumbu batang maka kayu berserat lurus. Jika serat agak menyimpang sumbu batang dikatakan serat mencong. Serat mencong dibagi lagi menjadi serat berpadu, serat berombak, serat berpilin dan serat diagonal. Serat dikatakan berpadu jika arah serat menyimpang berselang seling kekiri dan kekanan secara bergantian terhadap sumbu batang. Serat berombak, arah seratnya menggambarkan permukaan yang berbentuk ombak. Serat berpilin jika arah seratnya membuat gambaran terpilin seolah olah batang kayu mengelilingi sumbu. Serat diagonal yaitu serat yamg dapat pada potongan kayu atau papan yang digergaji sedmikian rupa sehingga tepinya tidak sejajar arah sumbu tetapi memebentuk sudut dengan sumbu. Tekstur adalah ukuran relatif sel-sel kayu. Berdasarkan teksturnya, kayu digolongkan kedalam kayu bertekstur halus (contoh: giam, kulim dll), kayu bertekstur sedang (contoh: jati, sonokeling dll) dan kayu bertekstur kasar (contoh: kempas, meranti dll).

Kesan raba adalah kesan yang diperoleh pada saat meraba permukaan kayu (kasar, halus, licin, dingin, berminyak dll). Kesan raba tiap jenis kayu berbedabeda tergantung dari tekstur kayu, kadar air, kadar zat ekstraktif dalam kayu. 7. Keawetan Keawetan adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk dll. Keawetan kayu tersebut disebabkan adanya zat ekstraktif didalam kayu yang merupakan unsur racun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif tersebut terbentuk pada saat kayu gubal berubah menjadi kayu teras sehingga pada umumnya kayu teras lebih awet dari kayu gubal. Lembaga Penelitian hasil Hutan membagi keawetan kayu di Indonesia dalam lima kelas awet. Ang dimasukkan dalam kelas-kelas awet dibawah ini harus dapat bertahan.

Kelas AwetSelalu berhubungan dengan tanah lembab

I8 tahun

II5 tahun

III3 tahun

IVSangat pendek Beberapa tahun Beberapa tahun 20 tahun

VSangat pendek Sangat pendek Sangat pendek 20 tahun

Hanya terbuka terhadap angin dan iklim tetapi dilindungi terhadap pemasukan air dan pelemasan Dibawah atap tidak berhubungan dengan tanah lembab dan dilindungi terhadap kelemasan Seperti diatas tetapi tidak dipelihara dengan baik

20 tahun

15 tahun

10 tahun

Tak terbatas Tak terbatas

Tak terbatas Tak terbatas

Tak terbatas Tak terbatas

8. Bau dan rasaBau dan rasa kayu mudah hilang bila kayu lama tersimpan di udara terbuka. Beberapa jenis kayu mempunyai bau yang merangsang dan untuk menyatakan bau kayu tersebut, sering digunakan bau sesuatu benda yang umum dikenal misalnya bau bawang (kulim), bau zat penyamak (jati), bau kamper (kapur) dsb.

9. Nilai DekoratifGambar kayu tergantung dari pola penyebaran warna, arah serat, tekstur, dan pemuncula n riap-riap tumbuh dalam pola-pola tertentu. Pola gambar ini yang membuat sesuatu jenis kayu mempunyai nilai dekoratif.

10. Higroskopis Kayu mempunyai sifat dapat menyerap atau melepaskan air. Makin lembab udara disekitarnya makin tinggi pula kelembaban kayu sampai tercapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam kondisi kelembaban kayu sama dengan kelembaban udara disekelilingnya disebut kandungan air keseimbangan (EMC = Equilibrium Moisture Content). 11. Sifat Kayu terhadap Suara Sifat akustik, yaitu kemampuan untuk meneruskan suara berkaitan erat dengan elastisitas kayu. Sifat resonansi, yaitu turut bergetarnya kayu akibat adanya gelombang suara. Kualitas nada yang dikeluarkan kayu sangat baik, sehingga kayu banyak dipakai untuk bahan pembuatan alat musik (kulintang, gitar, biola dll).

12. Daya Hantar Panas Sifat daya hantar kayu sangat jelek sehingga kayu banyak digunakan untuk membuat barang-barang yang berhubungan langsung dengan sumber panas. 13. Daya Hantar Listrik Pada umumnya kayu merupakan bahan hantar yang jelek untuk aliran listrik. Daya hantar listrik ini dipengaruhi oleh kadar air kayu. Pada kadar air 0 %, kayu akan menjadi bahan sekat listrik yang baik sekali, sebaliknya apabila kayu mengandung air maksimum (kayu basah), maka daya hantarnya boleh dikatakan sama dengan daya hantar air. 14. Pengerutan dan Pengembangan Kayu Pengerutan dan pengembangan kayu dimaksudkan adalah suatu keadaan perubahan bentuk pada kayu yang disebabkan oleh tegangan-tegangan dalam, sebagai akibat dari berkurangnya atau bertambahnya kadar air kayu. Pengerutan terjadi karena dinding-dinding maupun isi sel kehilangan sebagian besar kadar airnya, ini juga terjadi pada serat-seratnya. Begitu pula sebaliknya. Besarnya pengerutan maupun pengembangan pada berbagai jenis kayu dan arah kayu adalah tidak sama. T = Pengerutan kayu arah tangensial 7 % - 10 % R = Pengerutan kayu arah radial 5 % A = Pengerutan kayu arah aksial (longitudinal) 0.1 % (sangat kecil, dapat diabaikan) Pengerutan kayu dalam arah lingkaranlingkaran pertumbuhan (tangensial) lebih besar daripada arah radial, karena dapat ditemui bahwa di sebelah luar batang, sel-selnya masih muda dan banyak mengandung kadar air. Pada pengeringan batang kayu glondong, keliling mengerut hampir dua kali jari-jari yaitu sebanyak garis tengah, sehingga terjadi

rengat-rengat pengeringan. Jika pada batang yang belum dikeringkan (basah) digergaji menjadi papan atau balok akan melipat atau melentur. Secara teoritis, besarnya pengerutan berbanding lurus dengan banyaknya air yang keluar setelah dikeringkan. Contohnya, bila suatu batang kayu mempunyai lebar asal pada arah tangensial, pada kadar air 20 % adalah 26 cm. Setelah dikeringkan lebarnya menjadi 24 cm, maka pengerutan kayu arah tangensial dalam persen (%) adalah =

C. Sifat Mekanis Kayu Sifat mekanika biasanya merupakan syarat-syarat terpenting bagi pemilihan kayu sebagai bahan struktural misalnya untuk konstruksi bangunan, palang-palang lantai, tiang listrik, kerangka perabot rumah tangga, alat-alat olah raga, alat kedok-teran dan lain-lain. Panshin dan de Zeeuw (1980) mendefinisikan sifat mekanika kayu sebagai kekuatan atau kemampuan kayu untuk menahan gaya gaya atau beban dari luar yang mengenainya. Gaya adalah setiap usaha yang cenderung untuk menggerakkan benda yang diam, atau mengubah bentuk dan ukurannya, atau mengubah arah dan kecepatan benda yang bergerak. Ada beberapa macam gaya yang dapat bekerja pada benda yang disebut gaya primer yaitu : 1. Gaya yang mengakibatkan pemendekan ukuran atau memperkecil volume benda disebut gaya tekan (compressive stress) 2. Gaya yang cenderung untuk menambah dimensi atau volume benda disebut gaya tarik (tensile stress)

3. Gaya yang mengakibatkan satu bagian benda bergeser terhadap bagian benda yang lain disebut gaya geser (shearing stress) 4. Gaya lengkung (bending stress) adalah hasil kombinasi semua gaya primer yang menyebabkan terjadinya pelengkungan Sifat sifat mekanis kayu meliputi : 1. Keteguhan Tarik Keteguhan tarik adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha menarik kayu. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tarik yaitu : a. Keteguhan tarik sejajar arah serat dan b. Keteguhan tarik tegak lurus arah serat. Kekuatan tarik terbesar pada kayu ialah keteguhan tarik sejajar arah serat. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar arah serat. Gaya tarik berusaha melepas ikatan antara serat serat kayu tersebut. Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbullah didalam kayu tegangan tegangan tarik, yang harus berjumlah sama dengan gaya gaya luar P. Bila gaya tarik ini membesar sedemikian rupa, serat serat kayu terlepas dan terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, hal ini tidak boleh terjadi untuk menjaga keamanan . Tegangan tarik yang masih diizinkan dimana tidak timbul suatu perubahan atau bahaya pada kayu, disebut tegangan tarik yang diizinkan dengan notasi : tr // dalam satuan kg / cm . Misalnya , untuk kayu dengan mutu tr // =

E24 tegangan tarik yang diizinkan dalam arah serat adalah 560 kg / cm ( 560 kg / cm )

Gambar : Gaya tarik yang bekerja pada batang kayu

2. Keteguhan Tekan Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan kayu untuk menahan muatan/beban. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan tekan yaitu : a. Keteguhan tekan sejajar arah serat Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut . Pada semua kayu, keteguhan tegak lurus serat lebih kecil daripada keteguhan kompresi sejajar arah serat, namun dapat menimbulkan retak pada kayu Batang batang yang panjang dan tipis seperti papan, bahaya kerusakan karena menerima gaya tekan sejajar serat adalah lebih besar, jika dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan menimbulkan tegangan tekan pada kayu. Tegangan tekan yang terbesar dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan, dengan notasi , tr dalam satuan kg / cm

3. Keteguhan Geser Keteguhan geser adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian kayu tersebut turut bergeser dari bagian lain di dekatnya. Akibat gaya geser ini, maka akan timbul tegangan geser pada kayu. Terdapat 3 (tiga) macam keteguhan yaitu : a.Keteguhan geser sejajar arah serat b.Keteguhan geser tegak lurus arah serat dan c.Keteguhan geser miring Keteguhan geser tegak lurus serat jauh lebih besar dari pada keteguhan geser sejajar arah serat. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan , dengan notasi dengan satuan kg/cm.

4. Keteguhan Lengkung (Lentur) Keteguhan lengkung/lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban mati maupun hidup selain beban pukulan. Terdapat 2 (dua) macam keteguhan yaitu :

a. Keteguhan lengkung statik, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara perlahan-lahan. b. Keteguhan lengkung pukul, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara mendadak.

5. Keteguhan Belah Keteguhan belah adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha membelah kayu. Sifat keteguhan belah yang rendah sangat baik dalam pembuatan sirap dan kayu bakar. Sebaliknya keteguhan belah yang tinggi sangat baik untuk pembuatan ukir-ukiran (patung). Pada umumnya kayu mudah dibelah sepanjang jari-jari (arah radial) dari pada arah tangensial.

Ukuran yang dipakai untuk menjabarkan sifat-sifat keku-atan kayu atau sifat mekaniknya dinyatakan dalam kg/cm2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mekanik kayu secara garis besar digolongkan menjadi dua kelompok : a. Faktor luar (eksternal): pengawetan kayu, kelembaban lingkungan, pembebanan dan cacat yang disebabkan oleh jamur atau serangga perusak kayu. b. Faktor dalam kayu (internal): BJ, cacat mata kayu, serat miring dsb. 6. Kekakuan Kekakuan adalah kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk atau lengkungan. Kekakuan tersebut dinyatakan dalam modulus elastisitas.

7. Keuletan Keuletan adalah kemampuan kayu untuk menyerap sejumlah tenaga yang relatif besar atau tahan terhadap kejutan-kejutan atau tegangan-tegangan yang berulangulang yang melampaui batas proporsional serta mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen dan kerusakan sebagian. 8. Kekerasan Kekerasan adalah kemampuan kayu untuk menahan gaya yang membuat takik atau lekukan atau kikisan (abrasi). Bersama-sama dengan keuletan, kekerasan merupakan suatu ukuran tentang ketahanan terhadap pengausan kayu. 9. Kekuatan Kekuatan adalah kemampuan kayu untuk menahan perubahan bentuk. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali, dan bahwa kekuatan, kekerasan dan sifat tekik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tetapi perbandingan ini tidak selalu cocok. Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan membagi kekuatan kayu Indonesia dalam 5 kelas kuat didasarkan kepada jenis kayu tersebut:Kelas Kuat Berat Jenis Kuat Tarik Absolute (kg/m) Kuat Tekan Absolute (kg/m)

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V

0.90 0.90 0.60 0.60 0.40 0.40 0.30 < 0.30

1100 1100 725 725 500 500 360 < 360

650 650 425 425 300 300 215 < 215

D. Kayu Damar Genus Agathis, umumnya disebut damar, atau dalam bahasa Maori disebut kauri, adalah genus dari 21 spesies pohon yang berdaun sepanjang tahun dari famili konifer purba Araucariaceae. Meskipun dahulunya menyebar luas selama periode Jurasik, sekarang mereka hanya ditemukan di daerah yang lebih kecil di belahan Bumi selatan. Pohon-pohon ini bercirikan batang yang sangat besar dan percabangan sedikit atau tidak pada beberapa bagian ke atas. Pohon muda biasanya berbentuk kerucut; hanya saat dewasa tajuknya menjadi lebih membulat atau tidak beraturan. Kulit kayunya lembut dan berwarna abu-abu muda atau cokelat abu-abu, biasanya mengelupas menjadi serpihanserpihan yang menebal pada pohon yang lebih tua. Struktur cabangnya seringkali horizontal, atau menaik saat lebih besar. Cabang paling bawah seringkali meninggalkan luka cabang melingkar bila mereka tanggal dari batang yang berada lebih di bawah. Daun muda pada semua spesies Agathis lebih besar daripada daun tua, lebih atau kurang lancip, bermacam-macam bentuknya di antara spesies dari bentuk ovata (membulat telur) hingga lanceolata (panjang, lebar di tengah). Daun tua berlawanan, bentuk elips hingga linier, sangat kasar dan cukup tebal. Daun muda seringkali berwarna merah tembaga, kontras dengan dedaunan musim sebelumnya yang biasanya hijau atau hijau-berserbuk. Damar laut termasuk ke dalam famili Dipterocarpaceae. Memiliki habitus yakni tinggi 20-50 m, panjang batang bebas cabang 10-35 m, diameter sampai 160 cm, banir dapat mencapai tinggi 3,5 m. Kayu teras berwarna coklat muda atau kuningcoklat muda yang lambat laun menjadi coklat tua. Kayu gubal berwarna lebih muda dari kayu teras, tebal 2-12 cm, biasanya 4 cm. Permukaan kayu umumnya licin. Pada bidang radial kayu yang

mempunyai arah serat berpadu nampak bagian yang licin dan bagian yang kesat. Permukaan kayu sedikit mengkilap sampai mengkilap. Pada bidang radial kayu yang

mempunyai arah serat berpadu nampak gambar berupa garis-garis. Pori sebagian besar soliter, sebagian bergabung 2-4 dalam arah radial, kadang-kadang dalam gabungan tangensial atau miring, berbentuk bundar atau lonjong, diameter 100-300 , frekuensi 210 per mm2, kadang-kadang sampai 14 pori per mm2, banyak berisi tilosis, bidang perforasi berbentuk sederhana. Parenkim termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap yang sering kali bergabung dengan parenkim yang tersebar atau parenkim apotrakeal yang berbentuk pita tangensial pendek. Jari-jari homogen, sempit dan pendek, frekuensi 6-8 per mm, kadang-kadang berisi endapan berwarna coklat. Saluran interselular hampir selalu lebih kecil dari pada pori, hanya terdapat dalam arah aksial merupakan deretan tangensial panjang atau kadang-kadang pendek, biasanya berisi endapan berwarna putih. Penyusutan sampai kering udara pada S.leavis 1,5% (R) dan 3,1 (T); S.maxwelliana 1,7 % (R) dan 3,5 % (T).(Martawijaya., dkk 1981). Secara umum kayu damar memiliki ciri cirri sebagai berikut : 1. Kayu teras berwarna keputh-putihan sampa kuning-coklat, kadang-kadang semu-semu merah jambu. Kayu gubal tidak berbeda dengan kayu teras. 2. Tekstur kayu halus dan merata, Panjang serat 5.737 M dengan diameter 49,4 M tebal dindng 8,5 p dan diameter lumen 32,414. Arah serat Arah serat Iurus atau kadang-kadang terpiln, Kesan raba Permukaan kayu Icin, Permukaan kayu mengkilap, Pada bdang radial nampak jelas bntik-bintk berwarna coklat dalam sel jan-jar. 3. Pori Kayu tidak berpori, Parenkim tersebar dan beris damar berwarna, Jarijari homoselular, uniseriat, sangat sempt sangat pendek dan jarang (6 per mm).

4. Kelas kuat kayu damar pada kelas II III dan kelas awet pada kelas IV - V Kegunaan kayu meranti secara umum baik untuk meranti merah, meranti kuning dan meranti putih pada konstruksi ringan, perkakas rumah tangga, kayu lapis dan digunakan pada industri perkapalan digunakan pada kulit dan dudukan mesin. Untuk keperluan Tugas Akhir ini jenis meranti yang digunakan adalah meranti putih.

II. 4 Tegangan Bahan Kayu Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu adalah kemampuan bahan untuk mendukung beban luar atau beban yang berusaha merubah bentuk dan ukuran bahan tersebut. Akibat beban luar yang bekerja ini menyebabkan timbulnya gaya gaya dalam pada bahan yang berusaha menahan perubahan ukuran dan bentuk bahan. Gaya dalam ini disebut dengan tegangan yang dinyatakan dalam Pound / ft 2 . Dibeberapa negara satuan tegangan ini mengacu ke sistem Internasional ( SI ) yaitu N / mm 2 . Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal sebagai deformasi atau regangan. Jika tegangan yang bekerja kecil maka regangan atau deformasi yang terjadi juga kecil dan jika tegangan yang bekerja besar maka deformasi yang terjadi juga besar. Jika kemudian tegangan dihilangkan maka bahan akan kembali kebentuk semula. Kemampuan bahan untuk kembali kebentuk semula tergantung pada besar sifat elastisitasnya. Jika tegangan yang diberikan melebihi daya dukung serat maka serat serat akan putus dan terjadi kegagalan atau keruntuhan. Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik . Titik ini adalah Limit Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan

bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan . Hubungan antara beban dan deformasi ditunjukkan pada gambar II.7 berikut . Kayu memiliki beberapa tegangan, pada satu jenis tegngan nilainya besar dan untuk jenis tegangan yang lain nilainya kecil. Sebagai contoh tegangan tekan cenderung memperpendek kayu sedangkan tegangan tarik akan memperpanjang kayu. Biasanya kayu akan menderita kombinasi dari beberapa tegangan yang terjadi secara bersamaan meski salah satu jenis tegangan lebih mendominasi. Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali kebentuk semula tergantung kepada elastisitas, dan kemampuan untuk menahan terjadinya perubahan bentuk disebut dengan kekakuan. Modulus elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas kayu, maka kayu tersebut semakin kaku. Istilah getas digunakan untuk mendeskripsikan deformasi yang terjadi sebelum patah. Dapat diperhatikan bahwa sifat getas ini bukan menyatakan kelemahan. Sebagai contoh, besi tuang dan kapas adalah bahan yang getas, walaupun besarnya beban yang dibutuhkan untuk mengakibatkannya hancur sangat berbeda. Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung di lapangan. Kedua, dengan penelitian. Karena pelaksanaan pengujian di lapangan memerlukan biaya yang besar maka pengujian dengan penelitian merupakan alternatif pemilihan. Pada penelitian ada 2 (dua) jenis pengujian yang dapat dilakukan. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai struktural. Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang memberikan

indikasi bahwa sifat-sifat kekuatan setiap jenis-jenis kayu berbeda. Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain, sehingga hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan faktor yang harus digunakan untuk mendapatkan tegangan kerja yang aman. Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena dapat mengamati kerusakan seperti pecah-pecah. Kelemahan pada pengujian ini adalah memerlukan biaya yang besar dan pekerjaannya sulit karena membutuhkan kayu dalam jumlah yang besar dan butuh waktu yang lebih lama. Selain itu, faktor pemilihan bahan dalam ukuran yang besar dengan kualitas yang seragam menjadi sangat penting dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil telah memiliki standar pengujian. Karena sifat kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air, pengujian dapat dilakukan dalam kondisi terpisah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan material kayu yang memiliki kandungan standar. Pengujian dilakukan pada bahan kering udara dengan kadar air yang diketahui dan angka-angka kekuatan tersebut dikoreksi terhadap kandungan air standar. Ketelitian dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor-faktor yang dapat membuat variasi sifat kekuatan. Pengujian dengan sampel kecil dari jenis-jenis kayu yang berbeda-beda kini telah dilakukan, dan banyak batasan data yang diperoleh. Angka-angka yang diterbitkan untuk kayu yang berbeda-beda dapat dibandingkan dengan metode pengujian yang telah distandarkan. Angka-angka ini sendiri dapat dipakai dalam memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan. Umumnya secara empiris hanya sedikit karakteristik kekuatan kayu yang diketahui. Sebagai contoh adalah kualitas kayu oak, kayu jati, dan kayu damar sebagai

bahan struktur. Hasil pengujian berdasarkan nilai tegangan dan regangan dari kayu tersebut. Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalam N/mm, atau :

Dan regangan didefinisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu : Ada beberapa jenis tegangan yang dapat dialami oleh suatu material, yaitu tegangan tekan (Compression Strength), tegangan tarik (Tensile Strength), dan tegangan lentur (Bending Strength). Pada tegangan tekan, material mengalami tekanan pada luasan tertentu yang menyebabkan timbulnya tegangan pada material dalam menahan tekanan tersebut sampai batas keruntuhan dan diambil sebagai nilai tegangan tekan. Demikian pula dengan tarikan, tegangan tarik timbul akibat adanya gaya dalam pada material yang berusaha menahan beban tarikan yang terjadi. Kemampuan maksimum material menahan tarikan adalah sebagai sebagai tegangan tarik. Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya, demikian juga sebaliknya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak terlalu sesuai, karena susunan dari kayu tidak selalu sama. Salah satu sifat mekanik kayu yang sangat penting dalam analisis tahanan sambungan adalah kuat tumpu kayu disekitar alat sambung (dowel bearing strength). Pengujian kuat tumpu kayu dapat dilakukan dengan cara seperti pada gambar berikut. Beban tumpu kayu ditentukan dengan metoda offset pada sesaran 0,05D (D adalah diameter alat sambung). Kemudian kuat tumpu kayu diperoleh dengan membagi beban

tumpu pada metoda offset dengan luas bidang tekan yaitu diameter alat sambung dikalikan dengan tebal kayu. Kuat tumpu kayu dipengaruhi oleh kandungan air, berat jenis kayu, dan diameter alat sambung. Hasil pengujian Rammer dan Winistorfer (2001) menunjukkan bahwa kuat tumpu kayu pada kandungan air 15%,, 12%, 6%, dan 4% adalah berturut turut sebesar 1,23 , 1,36, 1,63, 1,72 kali kuat tumpu kayu pada kandungan air 20%. Smith (1988) melakukan pengujian kuat tumpu kayu dengan beberapa macam nilai berat jenis yang tergolong pada kayu lunak (soft woods) dan kayu keras (hard woods). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kuat tumpu kayu meningkat seiring dengan peningkatan berat jenis kayu. Wilkinson (1991) mengusulkan Persamaan (1) untuk menghitung kuat tumpu kayu. Persamaan (1) kemudian dipakai secara luas oleh banyak peraturan termasuk SNI-5 Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu (2002).

II.5 Kuat Acuan A. Kuat Acuan Berdasarkan atas Pemilahan secara Mekanis Pemilahan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastisitas lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti Tabel 5.1. Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel 5.1 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar standar eksperimen yang baku. Tabel 5.1 Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar air 15%

Kode Mutu

E26 E25 E24 E23 E22 E21 E20 E19 E18 E17 E16 E15 E14 E13 E12 E11 E10

Modulus Elastisitas Lentur Ew 26000 25000 24000 23000 22000 21000 20000 19000 18000 17000 16000 15000 14000 13000 12000 11000 10000

Kuat Lentur Fb 66 62 59 56 54 56 47 44 42 38 35 32 30 27 23 20 18

Kuat tarik sejajar serat Ft 60 58 56 53 50 47 44 42 39 36 33 31 28 25 22 19 17

Kuat tekan sejajar serat Fc 46 45 45 43 41 40 39 37 35 34 33 31 30 28 27 25 24

Kuat Geser Fv 6.6 6.5 6.4 6.2 6.1 5.9 5.8 5.6 5.4 5.4 5.2 5.1 4.9 4.8 4.6 4.5 4.3

Kuat tekan Tegak lurus Fc 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 11 10 9

Dimana

Ew adalah Modulus elastisitas lentur Fb adalah Kuat lentur Fc adalah Kuat tekan sejajar serat Ft adalah Kuat tarik sejajar serat Fv adalah Kuat geser Fc adalah Kuat tekan tegak lurus serat

A. Kuat Acuan Berdasarkan atas Pemilahan secara Visual Pemilahan secara visual mengikuti standar pemilahan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah langkah sebagai berikut :

a. Kerapatan pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30%) dihitung dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m untuk . b. Kadar air, m% (m 0.6, dan 0.75D untuk G 0.6 Dimana G adalah berat jenis kayu dan D adalah diameter batang paku. Untuk perencanaan sambungan dengan menggunakan alat sambung paku maka analisis terhadap sambungannya mengikuti aturan yang telah ditetapkan SNI-5 PKKI 2002. 2. Geometri Sambungan Paku Spasi dalam satu baris ( a ) pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah serat kayu, spasi minimum antar alat pengencang : 10 D bila digunakan pelat sisi dari kayu

7 D bila di gunakan pelat sisi dari baja. Spasi antar baris ( b ) pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah

serat kayu, spasi inimum adalah 5 D. Jarak ujung ( c ). Jarak minimum dari ujung komponen struktur kepusat alat pengencang tedekat diambil : a. Untuk beban tarik lateral 15 D untuk pelat sisi dari kayu 10 D untuk elat sisi dari baja

b. Untuk beban tekan lateral 10 D untuk pelat sisi dari kayu 5 D untuk pelat sisi dari baja Jarak tepi ( jarak tepi dengan beban, d, dan jarak tepi tanpa beban, e ). Jarak minimum dari tepi komponen struktur ke pusat alat pengencang terdekat diambil sebesar : 5 D untuk tepi yang dibebani 10 D untuk tepi yang tidak di bebani.

Gambar II.9 Geometri sambungan paku

3. Tahanan Terhadap Gaya Lateral a. Tahanan Lateral Acuan Satu Irisan Tahanan lateral acuan dari suatu sambungan yang menggunakan paku baja satu irisan yang dibebani secara tegak lurus terhadap sumbu alat pengencang dan dipasang tegak lurus sumbu komponen struktur, diambil sebagai nilai terkecil dari nilai-nilai yang dihitung menggunakan semua persamaan pada Tabel II.5 dan dikalikan dengan jumlah alat pengencang (n). Untuk sambungan yang terdiri atas tiga komponen ( sambungan dengan dua irisan ), tahanan lateral acuan diambil sebesar dua kali tahanan lateral acuan satu irisan yang terkecil.

Untuk sambungan dengan pelat sisi dari baja, persamaan untuk moda kelelehan Is pada Tabel II.5 tidak berlaku, dan tahanan untuk moda tersebut dihitung sebagai tahanan tumpu alat pengencang pada pelat-pelat baja sisi-sisi.

Tabel II.5 Tahanan Lateral Acuan Satu Paku (Z) untuk Satu Alat Pengencang dengan Satu Irisan yang Menyambung Dua Komponen

Moda kelelehan Z

pErsamaan yang berlaku3.3 D t s Fes KD 3.3 k1 D p Fem , dengan: K D (1 2 Re )

Is

Z IIIm

k1 (1) 2 (1 Re )

2 Fyb (1 2 Re ) D 2 3 Fem p 2

Z IIIs

3.3 k 2 D t s Fem , dengan: K D ( 2 Re )

2 2 (1 Re ) 2 Fyb (1 2 Re ) D k 2 (1) 2 Re 3 Fem t s

IV

Z

3.3 D 2 KD

2 Fem Fyb 3 (1 Re )

Catatan : Re Fem

Fes

Fe = Kuat tumpu kayu

= 114.45 G1.84 (N/mm) dimana G adalah berat jenis kayu kering oven p = Kedalaman penetrasi efektif batang alat pengencang pada komponen pemegang (lihat Gambar II.11)K D = 2.2

untuk D 4.3 mm, untuk 4.3 mm < D < 6.4 mm untuk D 6.4 mm

= 0.38 D + 0.56 = 3.0

Fyb = kuat lentur paku (lihat Tabel II.6)

Nilai kuat tumpu kayu untuk beberapa nilai berat jenis dapat dilihat pada Tabel II.6. Semakin besar nilai berat jenis suatu kayu, maka semakin besar pula nilai kuat tumpunya. Umumnya alat sambung paku digunakan pada kayu dengan berat jenis tidak tinggi mengingat mudahnya paku untuk tekuk (buckling). Tekuk pada paku juga disebabkan oleh tingginya nilai banding antara panjang dan diameter paku (angka kelangsingan) sebagai ciri khas alat sambung paku.

Tabel II.6 Kuat Tumpu Paku ( Fe ) untuk Berbagai Nilai Berat Jenis Kayu Berat Jenis Kayu (G) 0.40 Nilai Fe (N/mm) 21.21 0.45 26.35 0.50 31.98 0.55 38.11 0.60 44.73 0.65 51.83 0.70 59.40

Nilai kuat lentur paku dapat diperoleh dari supplier atau distributor paku. Pengujian kuat lentur paku dilakukan dengan metode three-point bending test seperti pada ASTM (American Standard of Testing Materials) F1575-03. Untuk jenis paku bulat pada umumnya, kuat lentur paku dapat dilihat pada Tabel II.7 (ASCE (American Society of Civil Engineers), 1997). Kuat lentur paku menurun dengan semakin meningkatnya diameter paku. Jenis paku lainnya seperti paku baja (hardened steel nails) memiliki kuat lentur yang lebih tinggi daripada nilai di Tabel II.8. Dimensi paku yang meliputi diameter, panjang, dan angka kelangsingan dapat dilihat pada Tabel II. 9.

Tabel II.7 Kuat Lentur Paku untuk Berbagai Diameter Paku Bulat Diameter Paku 3.6 mm 3.6 mm < D 4.7 mm 4.7 mm < D 5.9 mm 5.9 mm < D 7.1 mm 7.1 mm < D 8.3 mm D > 8.3 mm Kuat Lentur Paku, Fyb 689 N/mm 620 N/mm 552 N/mm 483 N/mm 414 N/mm 310 N/mm

Tabel II.8 Berbagai Ukuran Diameter dan Panjang Paku Diameter Paku Nama Paku (mm) 2BWG12 2.5BWG11 3BWG10 3.5BWG9 4BWG8 4.5BWG6 2.8 3.1 3.4 3.8 4.2 5.2 (mm) 51 63 76 89 102 114 18 20 22 23 24 22 Panjang Paku *

* Angka kelangsingan : panjang paku dibagi diameter paku b. Tahanan Lateral Dua Irisan Untuk sambungan yang terdiri atas tiga komponen ( sambungan dengan dua irisan), tahanan lateral acuan diambil sebesar dua kali tahanan lateral acuan satu irisan yang terkecil.

c. Tahanan Lateral Terkoreksi Tahanan lateral terkoreksi ( Z), dihitung dengan mengalikan tahanan lateral acuan dengan faktor faktor koreksi untuk sambungan paku. Faktor faktor koreksi sambungan paku tersebut adalah :

1. Faktor kedalaman penetrasi, C d

Gambar II.10 Sambungan paku dengan variasi penetrasi

Tahanan lateral acuan dikalikan dengan faktor kedalaman penetrasi, C d , sebagaimana dinyatakan berikut ini : Untuk paku, penetrasi efektif batang ke dalam komponen pemegang, p, harus lebih besar daripada atau sama dengan 6D. Untuk 6D p < 12D, Untuk p 12D, maka C d = p 12 DC d = 1.00

Apabila penetrasi alat penyambung paku tembus maka faktor kedalaman penetrasi diabaikan.

2. Faktor serat ujung, C eg Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor serat ujung, C eg = 0.67, untuk alat pengencang yang ditanamkan kedalam serat ujung kayu. 3. Sambungan paku miring, C tn Untuk kondisi tertentu, penempatan paku pada kayu harus dilakukan secara miring (tidak tegak lurus). Pada sambungan seperti ini, tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor paku miring, C tn = 0.83. 4. Sambungan diafragma, C di Faktor koreksi ini hanya berlaku untuk sambungan rangka kayu dengan plywood seperti pada struktur diafragma atau shear wall (dinding geser). Nilai faktor koreksi ini umumnya lebih besar daripada 1.00.

5. Tahanan Terhadap Gaya Aksial a . Umum Tahanan acuan sambungan yang menggunakan paku yang dibebani paralel terhadap sumbu alat pengencang diambil sebagai nilai minimum dari : a. Tahanan tarik alat pengencang, b. Tahanan cabut batang.

b. Tahanan Tarik Alat Pengencang Tahanan tarik paku ditentukan sesuai dengan ketentuan perencanaan yang berlaku untuk bahan baja, yang didasarkan atas kuat leleh alat pengencang pada penampang intinya. Faktor waktu, , harus diambil sama dengan 1.0 untuk tahanan tarik alat pengencang. c. Tahanan Cabut Acuan Batang Tahanan cabut tidak boleh diperhitungkan untuk paku yang ditanam ke dalam serat ujung kayu. Tahanan cabut acuan batang pada sambungan dengan paku dengan batang polos yang ditanam pada sisi kayu adalah :

Z w 31.6 DG 2.5 p n fdimana Z w dalam Newtons (N); G adalah berat jenis komponen pemegang; D adalah diameter paku dalam mm; n f adalah jumlah alat pengencang; dan p adalah panjang penetrasi efektif batang paku, mm. Tahanan cabut batang paku yang berulir spiral atau yang berulir cincin ditentukan melalui pengujian atau dihitung menggunakan persamaan di atas dengan nilai D diambil sebagai diameter batang terkecil.

d.

Tahanan Cabut Terkoreksi Batang Tahanan cabut terkoreksi, Zw, dihitung dengan mengalikan tahanan acuan

dengan faktor koreksi yang berlaku pada tahanan lateral terkoreksi namun faktor koreksi pada sambungan paku miring, C tn , besarnya 0.67.

BAB III PENINJAUAN STRUKTUR RANGKA ATAP KAYU BENTANG 12 METER

III.1 Umum Ketika pertama kalinya manusia merakit potongan potongan batang kayu untuk menegakkan kaki tiga (tripod), barangkali merupakan awal mula ditemukannya struktur rangka paling sederhana. Ketika menyangga beban yang bekerja di titik buhul puncak, kaki tiga merespons seraya memenuhi kesemua syarat structural, yaitu : (a) cacah cabang batang kakinya mencukupi untuk menyangga seluruh beban (prinsip keseimbangan); (b) kesempurnaan sambungan di titik buhul puncak rangka menjamin kelangsungan pelimpahan beban (azas kesesuaian); (c) dimensi batang batangnya mencukupi untuk memenuhi syarat kekakuan (hukum material); dan (d) posisi dan arah kemiringan batang - batangnya menyusun struktur penyangga kokoh yang mampu mencegah keruntuhan (syarat stabilitas). Sampai saat diperkenalkannya material logam cetak, batang kayu merupakan material utama jika bukan satu satunya yang dipakai sebagai komponen rangka. Pada zaman permulaannya, muncul masalah ketebalan batang merupakan kondisi yang tidak terelakkan untuk struktur dengan bentang yang semakin panjang. Ketika itu, dimensi tebal batang adalah satu satunya ungkapan fisik yang mencerminkan kekakuan atau kekuatan sesuatu material. Disamping belum diketemukannya jalan keluar secara konsepsual untuk mengatasi, masalah dimensi ketebalan batang juga dipengaruhi oleh rendahnya modulus elastisitas material material yang ada. Oleh karenanya, struktur rangka batang dengan sambungan sendi merupakan salah satu jawaban guna mengatasi permasalahan sekaligus menyodorkan alternative, sehingga tidak selalu harus memilih

balok pejal, kubah atau busur dari material bebatuan massif, seperti pada bangunan sebelumnya. Pengenalan atas fakta fakta tersebut sekiranya dapat membantu menjelaskan tradisi pemakaian rangka batang sebagai salah satu pilihan sistem struktur di saat saat awal sejarah kehidupan manusia. Rangka batang dengan demikian terdiri dari batang batang lurus yang ujung ujungnya saling dihubung sambungkan di titik titik buhul. Dalam susunan rangka demikian tidak satupun komponen batang terbentang menerus melewati titik titik buhul pertemuannya. Pada umumnya, dimensi batang batangnya langsing dan hanya menyangga beban kecil saja ke arah melintang sumbu aksial setiap bentangnya. Oleh karenanya, setiap beban direkayasa sebagai beban terpusat dan hanya bekerja di titik buhul di ujung ujung batang, bukan disepanjang sumbu batang. Apabila terdapat beban cukup besar yang harus ditahan kea rah melintang arah sumbu batang sebagaimana pada kasus rangka batang jembatan, haruslah diberi media berupa sistem lantai. Dari pelat lantai beban beban kemudian dilimpahkan ke titik titik buhul rangka melalui balok balok penopang sistem lantai. Dengan cara demikian aliran pelimpahan pembebanan berlaku sebagai beban tidak langsung kepada rangka. Demikian pula setiap komponen batang harus cukup kaku sehingga tidak melendut ketika menahan beban berat sendiri. Resultan berat sendiri setiap batang juga dianggap bekerja dan dilimpahkan ke titik titik buhul di ujung batang, dan masing masing titik buhul tersebut menanggung separuh dari beban. Di masa lalu, penggunaan struktur rangka batang paling kreatif adalah dalam rekayasa pengembangan struktur jembatan, yang kian hari menuntut bentang yang makin panjang. Pengembangan material batang baja di zaman permulaannya berhasil memacu para rekayasawan dalam penyusunan bermacam konfigurasi sistem struktur rangka yang

ekonomis. Akan tetapi berbagai upaya efisiensi tersebut ternyata melaju menjangkau rentang inovasi gagasan yang kian jauh melebar. Sehingga ironisnya, seiring dengan meningkatnya popularitas penerapan rangka batang bagi jembatan justru juga mengalami kemunduran secara drastic, dimana penggunaanya tidaklah seintensif seperti pada masa masa sebelumnya. Penyebab utama kemunduran popularitas rangka batang adalah: (1). Pengembangan pesat dan semakin intensifnya rekayasa jembatan gantung dan tumbuhnya kecenderungan pemakaian kabel penggantung berbentang panjang dalam kurun waktu yang hamper bersamaan (2). Semakin populernya penggunaan gelagar baja structural dengan penampang melintang bentuk W atau H, material kayu laminasi dan beton prategang, bagi bentang pendek sampai menengah (3). Semakin meningkatnya biaya konstruksi disertai ketidakmampuan secara umum jika dibandingkan dengan berbagai penemuan baru sistem jembatan gelagar. Meskipun penerapan rangka batang untuk struktur jembatan jalan raya merupakan hal yang semakin langka, pemahaman analisinya masih tetap merupakan pembahasan yang menarik untuk dipelajari. Penentuan respons banyak disederhanakan melalui pengurangan cacah bilangan yang harus dicari (perpindahan dan gaya gaya) apabila dibandingkan dengan struktur rangka kaku dalam konfigurasi yang sama. Jika digabungkan dengan kesederhanaan alamiah kuantitas gaya gayanya, penyerderhanaan jenjang kompleksitas analisis menjadikannya sebagai format yang lebih mudah untuk memperkenalkan prosedur metode matriks (computer) dasar dalam analisis struktur. Sehingga sampai perkembangan sejauh ini, rangka batang dinilai masih merupakan salah satu pilihan utama dalam rekayasa struktural. Struktural rangka batang dinilai masih tetap menyediakan penyelesaian praktis lagi ekonomis bagi berbagai situasi rekayasa,

khususnya perancangan jembatan jembatan kereta api dan bangunan gedung. Rangka batang bidang besar dan rangka batang ruang kompleks tetap menjadi tetap menjadi pilihan terpopuler bagi sistem rangka atap bangunan bangunan gedung modern.

Disamping itu, penerapan sistem perkuatan rangka guna menyangga dampak gaya kea rah melintang dari angin atau gempa adalah prosedur yang biasa ditempuh pada gedung bertingkat banyak. Praktek yang umum dengan mengidealisasikan sistem perkuatan sebagai kantilever vertical kemudian dianalisis sebagai rangka batang guna menentukan gaya gaya batang yang ditimbulkan oleh beban angin atau gempa. Walaupun hubungan batang batang yang sesungguhnya bisa jadi disambung melalui sistem baut, kelingan atau bahkan pengelasan ringan, secara umum kesemua sambungan lazim dianggap sebagai jepitan sendi supaya konsisten dengan kondisi strukturalnya. Oleh karenanya ragam tipe gaya yang bekerja menjadi sangat berkurang dan tidak lagi membentuk kopel (pasangan gaya). Satu satunya dampak beban yang dianggap bekerja di titik titik buhul sambungan sendi adalah gaya aksial menurut sumbu batang batang. Berdasarkan ada mekanika statika, setiap batang kemudian dapat ditangani sebagai batang yang menahan sepasang gaya aksial sama besar tetapi berlawanan arah di ujung ujungnya.Setiap batang secara individual dapat mengalami tarikan dari 2 gaya aksial yang dating dari arah berlawanan. Dengan demikian keseluruhan rangka batang dapat dipandang sebagai rakitan sekelompok komponen yang terdiri dari sendi sendi dna batang batang dengan sepasang gaya aksial (internal).

III.2 MACAM STRUKTUR RANGKA BATANG Sebagaimana telah didefinisikan terdahulu, rangka batang merupakan konfigurasi batang batang lurus individual yang satu sama lain dihubungkan melalui sendi di setiap ujungnya sehingga keseluruhannya menyusun kesatuan struktural. Kesemua rangka batang pada hakekatnya merupakan struktur 3 dimensi, tetapi biasanya lantas diuraikan menjadi bagian bagian berupa rangka bidang dengan seluruh aksi aksi beban dan reaksi bekerja dalamm bidangnya. Gambar skematik sistem rangka seperti itu mewujudkan sebuah model idealisasi disebut rangka batang planar (bidang) ideal, yang penyusunannya berdasarkan pada anggapan anggapan bahwa : (1). Kesemua gaya gaya eksternal hanya bekerja terpusat di titik titik buhul (2). Sambungan antar ujung batang dihubungkan konsentris melalui sendi sendi tanpa terjadi perlawanan terhadap geser (3). Masing masing batang hanya menopang aksi tegangan tegangan aksial yang nilainya dianggap konstan di sepanjang bentangnya.

Anggapan anggapan tersebut di atas sebenarnya merupakan idealisasi dari perkiraan kondisi kondisi yang seharusnya tersusun berdasarkan mekanika statis tertentu. Sedangkan dalam praktek pada umumna : (1). Sambungan di titik titik buhul merupakan hubungan baut, keeling atau bahkan pengelasan ringan (2). Batang batang biasanya tidak selalu dapat disambung secara konsentris (3). Berat sendiri setiap batang bekerja sebagai beban terbagi rata disepanjang bentangnya.

Penyimpangan praktek terhadap model anggapan seperti tersebut di atas mengakibatkan munculnya tegangan tegangan lentur di dalam batang batang dan sambungan sambungannya, dinamakan tegangan tegangan sekunder. Meski dikerjakan dengan mengabaikan dampak sekunder, analisis struktur rangka batang, yang termasuk sebagai analisis primer, biasanyan dinilai cukup aman dan memadai. Seiring dengan pengembangan bentuk bentuknya, rangka batang bidang dapat dikelompokkan sebagai : (1). Balok (2). Portal (3). Pelengkung Masing masing diperlihatkan pada gambar berikut :

(a) Balok

(b) Portal

(c) Pelengkung

Gambar 4.1 Bentuk Struktur Rangka Batang Bidang

.

(d)Rangka Batang Jembatan Beberapa contoh Rangka Batang Atap dan Jembatan

Biasanyan untuk rangka rangka batang itu diberikan nama sesuai dengan masing masing penemunya. Secara skematis kelihatan bahwa rangka rangka tersebut sepertinya dirancang hanya untuk menahan beban beban yang bekerja dalam bidang rangkanya dan dapat ditangani sebagai struktur 2 dimensi. Akan tetapi di dalam praktek pengembangannya, berbagai macam inovasi terbukti mampu menjangkau penyelesaian bentuk bentuk geometri yang kian rumit dan kompleks dalam matra 3 dimensi. Bukan saja bagi struktur rangka batang gedung gedung pencakar langit, berbagai stadion olah raga dan sebagainya, tetapi juga untuk bangunan monumental spektakuler seperti Menara Eifel di Prancis, atau kerangka tubuh Patung Liberty di USA.

III.3 KONSEP GEOMETRI Sesuai dengan definisinya, struktur rangka batang adalah konfigurasi batang batang lurus yang satu sama lain dihubungkan melalui sendi di ujung ujungnya sehingga keseluruhannya menyusun rangka. Dengan demikian komponen batang lurus tunggal dalam kedudukan stabil bisa dipandang sebagai satuan (unit) terkecil. Stabilitas kedudukan batang dijamin dengan memasang perletakan secukupnya, berupa pasangan dudukan sendi dan rol. Kondisi dukungan sendi dan rol memberikan nilai minimum tahanan perlu untuk mempertahankan keseimbangan terhadap semua pembebanan yang mungkin bekerja. Walau kenyataan fisik memungkinkan penerapan beban kea rah melintang terhadap sumbu batang, tetapi konsep dasar yang dipakai dalam analisis rangka batang menganggap bahwa beban hanya bekerja terpusat di titik saja. Oleh karenanya, bagi satuan rangka dasar, kebebasan gerak pergeseran rol merupakan satu satunya, sehingga beban terpusat yang diperhitungkan juga hanya bekerja ke satu arah yaitu searah terhadap gerak rol.

A

A

A

B

P

C

B

C

B

(a)

(b)

(c)

Satuan rangka dasar dikembangkan membentuk struktur rangka batang stabil yang terdiri dari banyak batang melalui 2 cara, masing masing diperlihatkan di Gambar 4.3 b

dan c. Penambahan batang tunggal (BC) seperti Nampak di Gambar 4.3 b harus seraya pula menambahkan dukungan rol di ujung C.Hal tersebut merupakan kondisi minimum yang harus dipenuhi untuk mempertahankan stabilitas sistem. Sedangkan di Gambar 4.3 c merupakan langkah alternative berbeda, yaitu dengan menambah 2 batang yang ujungnya yang disatukan di titik buhul baru C. Dengan membentuk pola struktur segitiga, stabilitasya sudah termasuk dipertahankan sehingga tidak perlu lagi menambah perletakan. Akan tetapi menambah batang dan dukungan baru dapat pula dilakukan, jika diinginkan dalam cara 4.3.a.dan b, meski sesungguhnya tidak perlu dilakukan jika ditujukan guna menjamin stabilitas. Berbagai bentuk rangka batang pengembangan tersebut sudah tentu akan memberikan respons terhadap beban beban dalam cara yang berbeda. Penetapan konfigurasi tertentu merupakan bagian dari proses perancangan yang tergantung pada tujuan kegunaan struktur yang dikehendaki, dan dengan sendirinya kuatitas dan arah kerja beban yang harus ditahan oleh sistem rangka keseluruhannya. Rangka batang yang dibentuk dengan cara demikian sebagai rangka batang sederhana.

A

A

C

B

C

B

(d)

(e)

Pemahaman atas konsep pengembangan rangka batang terurai di atas menuntun kepada tersusunya criteria umum untuk memperkirakan stabilitas rangka batang sederhana. Satuan rangka batang dasar terdiri dari 1 batang, 2 titik buhul dan 3 gaya reaksi, sehingga tercapai hubungan sebagai berikut. BT = 2TB RE Dimana: BT = cacah batang rangka total TB = cacah titik buhul total ( termasuk pada dukungan dukungan ) RE = cacah gaya reaksi eksternal total Persamaan (4-1) merupakan bentuk yang lebih umum dari persamaan (2-15). Pengembangan ragnka batang dasar dalam cara seperti diperlihatkan di Gambar 4.3 b, dengan menambah 1 batang, 1 titik buhul dan 1 reaksi dukungan. Sedangkan jika pengembangannya mengikuti Gambar 4.3 c, dikerjakan dengan menambah 2 batang, 1 titik buhul, tetapi tanpa membangkitkan tambahan gaya reaksi dukungan eksternal dalam struktur. Walaupun demikian, perluasan rangka batang sederhana tidak harus selalu terdiri dari pola segitiga segitiga. Sebagai contoh adalah gambar skematik pengembangan rangka batang sederhana pada gambar 4.5. Rangka batang sederhana tersebut berawal dari pola segitiga ABC tetapi lantas ditambahkan berturut turut titik buhul D, E, F dan G. Sementara di Gambar 4.5 b diperlihatkan bahwa geometri rangka batang sederhana tidak hanya terbatas dalam konfigurasi yang sederhana pula. Sebagai contoh, struktur rangka batang tipe Fink, Baltimore dan Pettit sebagaimana terlihat pada Gambar 4.2,

bukan merupakan rangka batang sederhana karena tidak terbentuk dari susunan segitiga segitiga tunggal dengan prosedur seperti diuraikan sebelumnya. Akan tetapi, bagaimanapun pengujian persamaan (4-1) memperlihatkan bahwa hubungan kesamaan akan selalu sah jika penyusunan rangka batang didasarkan pada pemahaman sebagaimanadiruaikan dan diperjelas pada Gambar 4.3. Dengan demikian terpenuhinya persamaan (4-1) dapat dipakai sebagai indicator jaminan stabilitas rangka baru hasil pengembangan. Rangka batang di Gambar 4.4a dan 4.4b merupakan contoh struktur yang mengandung batang batang atau dukungan tambahan sedemikian sehingga melampaui cacah minimal yang diperlukan. Sehingga bagi kedua kasus tersebut, persamaan (4-1)

E

G

C A

D B F

(a)

(b)

Berubah menjadi hubungan ketidaksamaan nilai ruas kiri melampaui ruas kanan, karena BT bertambah ataupun RE berkurang, padahal cacah titik buhul (TB) tak berubah. Maka sebagai hasil pengamatan atas studi tesebut dapat dinyatakan bahwa pemenuhan ketidaksamaan : BT 2TB RE dapat dipakai sebagai indikator stabilitas dari rangka batang sederhana.

Disamping itu, terbuka pula peluang pengembangan bentuk geometri rangka batang dengan cara membagi konfigurasi yang ada dengan menyisipkan batang antara. Di gambar 4.6a, geometri rangka batang dari Gambar 4.4a dibagi dengan menyisipkan batang antara CD sehingga memberikan 3 batang baru (AD, BD, dan CD), 1 titik buhul baru D, dan lenyapnya batang AB. Sedangkan dalam Gambar 4.6 b, rangka batan yang sama dibagi dengan cara menyisipkan batang antara DE, sehingga sepertinya membuka peluang kemungkinan berlaku secara umum.

A D C B C E

A D B C

A D B

(a)

(b)

(c)

III.3 PRINSIP KESEIMBANGAN STATIKA Sebagaimana sudah dinyatakan sebelumnya bahwa : (1). Batang batang adalah komponen penyusun rangka yang tidak dikehendaki untuk menopang beban kea rah melintang sumbunya (2). Disesuaikan dengan kondisi sambungan sendi, tidak akan muncul reaksi tahanan momen di kedua ujung setiap batangnya (3). Keseimbangan statika momen terhadap kedua ujung ujung batang tersebut juga tidak memunculkan gaya gaya geser di sana.

Konsekuensinya, tiap komponen batang, sebagai bagian dari rangka batang, menahan berbagai macam pembebanan hanya dengan cara mengembangkan aksi gaya aksial tari atau desak internal F. Oleh karenanya, beban yang diperhitungkan bekerja hanya berupa beban terpusat pada titik titik buhul sambungan sehingga di dalam batang batang bangkit gaya aksial sebagai responsnya. Kemudian dasar peninjauan

keseimbangan internal dikerjakan dengan penerapan keseimbangan statika di setiap titik buhul dalam struktur. Aplikasi secara umum dari konsep tersebut dibahas dengan merujuk Gambar 4.7

P2 P1 P3

P4 P5

P6 P1 F1

P2 F4 F3

P3

P4 F8 F8 P11

P6 P5

F4 F9 F5 F7

R2 P7 P8 R1 P9 R3 (a) Struktur Rangka Batang P10 P11

R2

F1 F2

F2 P7

F3

F5 F6 P8

F6 P9

F7

F10 R3

R1

F9 F11 F10 P11 P10

(a) Diagram Badan Lepas

Dalam gambar DBL titik buhul individual, gaya gaya batang diberi notasi dari F sampai F. Dengan menerapkan kondisi keseimbangan statika FX = 0 dan Fy = 0 pada masing masing dari 7 titik buhul, dapat disusun 14 set persamaan set persamaan keseimbangan simultan. Dalam seluruh set persamaan mengandung 14 bilangan tidak diketahui, terdiri dari 3 gaya reaksi eksternal dan 11 gaya aksial internal. Dengan demikian penetapan bilangan bilangan yang tidak diketahui dimungkinkan dengan

menyelesaikan ke 14 persamaan keseimbangan secara simultan. Secara umum dapat dikatakan bahwa jika cara tersebut dimungkinkan maka rangka batang digolongkan sebagai statis tertentu. Tetapi merupakan kemungkinan pula bahwa cacah bilangan yang tidak diketahui dalam rangka batang yang dihadapai melampaui cacah persamaan keseimbangan yang ada. Bila demikian halnya, rangka batang termasuk sebagai statis tidak tertentu dan agar memungkinkan penyelesaian diperlukan persamaan tambahan dari sumber lain.

III.4 DERAJAT KETIDAKTENTUAN Untuk rangka batang statis tertentu, telah ditunjukkan bahwa sejumlah persamaan diperoleh dari penerapan keseimbangan statika di setiap titik buhul secara terpisah sedemikian sehingga mencukupi untuk penentuan semua gaya yang belum diketahui nilainya. Untuk kasus umum di mana gaya gaya batang (BT) dan reaksi eksternal (RE) masih hendak dicari, cacah kecukupannya dapat dinyatakan melalui persamaan sebagai berikut : 2TB = RE + BT Sedangkan untuk semua macam rangka batang, diketahui bahwa : 2TB = BB + BT Dimana BB adalah cacah kemungkinan arah beban atau secara ekivalen sama dengan derajat kebebasan,x. Subsitusikan persamaan (4-3) ke dalam persamaan (4-4) sehingga untuk rangka batang statis tertentu didapat bahwa :

BB = BT Dengan demikian untuk struktur rangka batang statis tidak tertentu, derajat ketidaktentuan ( redundan ) statika / ditentukan oleh : I = BT BB = BT X Berikut ini merupakan beberapa contoh struktur rangka batang statis tertentu dan statis tidak tentu. Gambar a jelas merupakan struktur rangka batang statis tertentu dengan derajat ketidaktentuan I = 0. Jika pada struktur ditambahkan 1 batang, rangka berubah menjadi statis tidak tentu berderajat I = 1. Kemudian jika dukungan rol diubah menjadi sendi, maka rangka batang menjadi statis tidak tentu berderajat I = 2. Peningkatan derajat ketidaktentuan termasuk sebagai perubahan eksternal karena jumlah gaya reaksi dukungan yang tidak diketahui bertambah 1.

A

C

E

A

C

E

A

C

E

B

DI = BT-X = 9-9 = 0

F

B

DI = BT-X = 10-9 = 0

F

B

DI = BT-X = 10-8 = 0

F

(a)

(b)

(c)

III.5 MENCARI GAYA INTERNAL BATANG Reaksi reaksi dukungan eksternal dan gaya gaya batang internal rangka batang sistem statis tertentu dapat ditentukan dengan menyelesaikan persamaan keseimbangan yang didapat dari penerapan kondisi statika di setiap buhulnya. Untuk struktur rumit

dengan persamaan banyak, penyelesaian sebaiknya menggunakan bantuan komputer. Berikut ini beberapa macam cara pendekatan yang biasa dipakai untuk penyelesaian struktur rangka batang. a. Metode Keseimbangan Titik Buhul

P2 P1 P3

P4 P5

P6 P1 F1

P2 F4 F3

P3

P4 F8 F8 P11

P6 P5

F4 F9 F5 F7

R2 P7 P8 R1 P9 R3 (a) Struktur Rangka Batang P10 P11

R2

F1 F2

F2 P7

F3

F5 F6 P8

F6 P9

F7

F10 R3

R1

F9 F11 F10 P11 P10

(a) Diagram Badan Lepas

Struktur rangka batang seperti diatas, dapat diuraikan dengan melepas semua batangnya, lalu digambarkan DBL setiap sendi dan batangnya. Di kedua ujung setiap batang bekerja gaya sama besar, garis kerjanya berimpit dengan sumbu batang, tetapi saling berlawanan arah kerjanya. Selain itu hukum Newton ke tiga menyatakan bahwa aksi gaya gaya batang dan reaksinya pada hubungan batang dengan sendi sama besar tetapi berlawanan arah. Sehingga gaya gaya yang dilimpahkan dari sesuatu batang kepada sendi sendi di kedua ujung, garis kerjanya berimpit dengan sumbu batang, besarnya sama, tetapi berlawanan arah kerjanya. Kuantitas gaya gaya yang dilimpahkan tersebut lazim dinamakan gaya dalam atau gaya internal batang yang bersangkutan, kendati kuantitas sebenarnya berupa skala. Dengan diketahuinya garis kerja kesemua gaya gaya.

b. Metode Grafis Metode keseimbangan titik buhul dapat digunakan sebagai dasar pengembangan analisis rangka batang grafis yang di Indonesia lazim dikenal sebagai cara Cremona. Oleh sebab itu akan lebih mudah jika pembahasannya dimulai dengan meninjau rangka batang pada Gambar 4.9 dengan polygon gaya untuk setiap titik buhulnya di Gambar 4.10. Gaya internal disetiap batang kemudian dapat diukur dari salah satu polygon gaya tersebut. Apabila berbagai polygon gaya tersebut disuperposisikan tentu akan jauh lebih meringkas penggambarannya. Hasil penggabungan diagram akan terlihat seperti pada gambar di bawah ini, yang dikenal sebagai diagram Maxwell untuk rangka batang. Prosedur dan ketentuan ketentuan Metode Grafis adalah sebagai berikut : 1). Sebagaimana ketentuan dasar penyusunan polygon gaya, terlebih dahulu ditetapkan suatu sistem skala yang berlaku untuk kesemua gaya, baik internal maupun eksternal, yang bekerja pada struktur, misalnya 1 cm = 10 KN. 2). Kondisi struktur sebatas dalam keadaan statis tertentu. 3). Rangkaian beban beban eksternal digambar dalam kedudukan sesuai dengan arah garis kerjanya, dengan gilirannya dipilih urut mengelilingi struktur searah jarum jam. 4). Menetapkan gaya reaksi reaksi dukungan dengan menerapkan persamaan persamaan keseimbangan statika untuk keseluruhan rangka batang. Atau dengan kata lain, keseluruhan rangka batang dianggap sebagai badan kaku. Dengan demikian seluruh gaya eksternal dan reaksi reaksi dukungan harus membentuk polygon tertutup. Di

gambar 4.19 b terlihat bahwa karena arah kerja gaya P, R1 dan R3 semuanya kearah ver