tugas

22
TUGAS HUKUM ISALAM KEDUDUKAN HUKUM ISLAM DALAM PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL ROCHMAD HIDAYAT 1311401516

Upload: alfauzi

Post on 29-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

sdsadqwwfq

TRANSCRIPT

Page 1: TUGAS

TUGAS

HUKUM ISALAM

KEDUDUKAN HUKUM ISLAM DALAM PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL

ROCHMAD HIDAYAT

1311401516

Page 2: TUGAS

BAB I

A.LATAR BELAKANG

Penduduk Indonesia Kewajiban umat  beragama Islam adalah menjalankan syariat Islam

berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Berdasarkan fakta sejarah, hukum Islam ini sudah ada dan

telah mengakar dalam masyarakat Indonesia, hingga sampai saat ini hukum Islam mempunyai

peranan yang penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Dari zaman kerajaan, zaman

kolonialisasi hingga zaman setelah kemerdakaan hukum Islam di Indonesia dalam perjalanannya

tidaklah selalu mulus.

Setelah kemerdekaan Indonesia, negara ini sebagai negara yang telah berdaulat perlu melakukan

pembenahan. Salah satunya adalah pembenahan di bidang hukum. untuk menjaminnya kesatuan

bangsa perlu dibentuknya suatu sistem hukum yang satu dengan tujuan yang satu, karena tanpa

adanya sistem hukum yang satu bangsa ini akan terpecah- belah. Atas dasar perlunya sistem

hukum yang satu maka lahirlah suatu sistem hukum nasional yang mempunyai satu tujuan

hukum nasional yang hukum yang berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. Sistem hukum

nasional yang dibangun haruslah berwawasan kebangsaan yang berlaku bagi seluruh warga

negara tanpa memandang agama apa yang dianut. Walaupun dalam kerangka kesatuan dan tidak

memilih-milih agama apa yang dianut, hukum yang telah ada bukan berarti harus

dikesampingkan terlebih hukum Islam yang sebenarnya telah berada lama dalam masyarakat

Indonesia. Hukum Islam haruslah mempunyai kedudukan dalam sistem hukum nasional

mengingat hukum tersebut merupakan hukum yang telah diakui masyarakat Indonesia semenjak

lama. Sehingga dalam pembinaan hukum nasional haruslah memperhatikan hukum-hukum yang

ada dalam agama (Islam)

Page 3: TUGAS

B.RUMUSAN MASALAH

1.Bagaimana perkembangam hukum islam di Indonesia?

2.Bagaimana perkembangan hukum nasional di Indonesia?

BAB II

A.PEMBAHASAN

1.Perkembangan hukum islam di Indonesia

Hukum Islam masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam ke Indonesia, yang

menurut sebagian kalangan, telah berlangsung sejak abad VII atau VIII M. Sementara itu,

hukum Barat baru diperkenalkan oleh VOC pada awal abad XVII M. Sebelum masuknya hukum

Islam, rakyat Indonesia menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya, dan sangat

majemuk sifatnya. Pengaruh agama Hindu dan Budha diduga sangat kuat terhadapnya. Ketiga

macam hukum tersebut (Adat, Islam, dan Barat) kemudian menjadi komponen utama

pembentukan hukum nasional pada masa-masa berikutnya. Ibn Batutah, seorang pengembara

dan sejarawan dari Maroko, menceritakan dalam bukunya bahwa penduduk pulau-pulau yang

dikunjunginya (termasuk pesisir Sumatera) pada umumnya menganut mazhab Syafi’i. Ia juga

mengisahkan pertemuannya dengan Sultan Malik al-Zahir yang dilukiskannya sebagai seorang

raja yang sekaligus ahli fikih.

Dari sinilah fikih mazhab Syafi’i kemudian tersebar ke seluruh wilayah nusantara. Hukum Islam

merupakan hukum resmi kerajaan-kerajaan Islam. Dengan kedatangan para penjajah Belanda, hukum

Islam yang sebelumnya berlaku bagi rakyat di kerajaan-kerajaan Islam, sedikit demi sedikit

kedudukannya terancam seiring dengan semakin menguatnya kekuasaan penjajah di bumi nusantara.

Secara perlahan namun pasti wilayah berlakunya hukum Islam dibatasi hingga hanya berlaku dalam

bidang hukum keluarga (nikah, talak, dan rujuk). Yang terakhir ini pun masih terus dirongrong

Page 4: TUGAS

eksistensinya oleh mereka. Keadaan ini tercermin misalnya pada nasib yang dialami Pengadilan Agama

ketika itu.

Sungguh kondisinya tidak menguntungkan, namun ada sesuatu yang tak dapat dipungkiri,

yakni fakta berlakunya hukum Islam di Indonesia. Dengan diraihnya kemerdekaan Indonesia

pada tahun 1945 tumbuh harapan besar dari umat Islam bagi berlakunya hukum Islam secara

lebih baik. Berbagai usaha ke arah itu pun ditempuh, seperti perjuangan melalui BPUPKI yang

kemudian menghasilkan Piagam Jakarta. Perjuangan dilanjutkan melalui sidang-sidang pada

masa Orde Lama, dan di badan legislatif dan eksekutif pada masa Orde Baru. Pada masa pasca

Orde Baru sekarang pun perjuangan tersebut tetap dilakukan. Sejauh ini perjuangan tersebut

relatif lebih berhasil dibandingkan perjuangan pada masa sebelumnya (pada masa penjajahan).

Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam,

Undang-Undang Zakat, dan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji, adalah sejumlah

produk hukum nasional yang tidak lepas dari perjuangan kaum muslimin. Belum lagi peraturan

perundang-undangan lainnya yang secara tidak langsung mendapat pengaruh dari hukum

Islam, seperti Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Pendidikan Nasional, dan

Undang-Undang Perbankan.

-Perkembangan hukum islam pada masa penjajahan Belanda

Cikal bakal penjajahan Belanda terhadap kawasan nusantara dimulai dengan kehadiran

Organisasi Perdagangan Dagang Belanda di Hindia Timur, atau yang lebih dikenal dengan VOC.

Sebagai sebuah organisasi dagang, VOC dapat dikatakan memiliki peran yang melebihi

fungsinya. Hal ini sangat dimungkinkan sebab Pemerintah Kerajaan Belanda memang

menjadikan VOC sebagai perpanjangtangannya di kawasan Hindia Timur. Karena itu disamping

menjalankan fungsi perdagangan, VOC juga mewakili Kerajaan Belanda dalam menjalankan

fungsi-fungsi pemerintahan. Tentu saja dengan menggunakan hukum Belanda yang mereka

bawa.

Dalam kenyataannya, penggunaan hukum Belanda itu menemukan kesulitan. Ini disebabkan

karena penduduk pribumi berat menerima hukum-hukum yang asing bagi mereka. Akibatnya,

VOC pun membebaskan penduduk pribumi untuk menjalankan apa yang selama ini telah mereka

Page 5: TUGAS

jalankan.

Kaitannya dengan hukum Islam, dapat dicatat beberapa “kompromi” yang dilakukan oleh pihak

VOC, yaitu:

1.Dalam Statuta Batavia yag ditetapkan pada tahun 1642 oleh VOC, dinyatakan bahwa hukum

kewarisan Islam berlaku bagi para pemeluk agama Islam.

2. Adanya upaya kompilasi hukum kekeluargaan Islam yang telah berlaku di tengah masyarakat.

Upaya ini diselesaikan pada tahun 1760. Kompilasi ini kemudian dikenal dengan Compendium

Freijer.

3. Adanya upaya kompilasi serupa di berbagai wilayah lain, seperti di Semarang, Cirebon, Gowa

dan Bone.

Pengakuan terhadap hukum Islam ini terus berlangsung bahkan hingga menjelang peralihan

kekuasaan dari Kerajaan Inggris kepada Kerajaan Belanda kembali. Setelah Thomas Stanford

Raffles menjabat sebagai gubernur selama 5 tahun (1811-1816) dan Belanda kembali

memegang kekuasaan terhadap wilayah Hindia Belanda, semakin nampak bahwa pihak Belanda

berusaha keras mencengkramkan kuku-kuku kekuasaannya di wilayah ini. Namun upaya itu

menemui kesulitan akibat adanya perbedaan agama antara sang penjajah dengan rakyat

jajahannya, khususnya umat Islam yang mengenal konsep dari al-Islam dan dari al-harb. Itulah

sebabnya, Pemerintah Belanda mengupayakan ragam cara untuk menyelesaikan masalah itu.

Diantaranya dengan menyebarkan agama Kristen kepada rakyat pribumi, dan membatasi

keberlakuan hukum Islam hanya pada aspek-aspek batiniah (spiritual) saja.

-Hukum Islam pada masa penjajahan Jepang

Setelah Jendral Ter Poorten menyatakan menyerah tanpa syarat kepada panglima militer

Jepang untuk kawasan Selatan pada tanggal 8 Maret 1942, segera Pemerintah Jepang

mengeluarkan berbagai peraturan. Salah satu diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1942, yang menegaskan bahwa Pemerintah Jepag meneruskan segala kekuasaan yang

sebelumnya dipegang oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda. Ketetapan baru ini tentu saja

berimplikasi pada tetapnya posisi keberlakuan hukum Islam sebagaimana kondisi terakhirnya di

masa pendudukan Belanda

Page 6: TUGAS

Meskipun demikian, Pemerintah Pendudukan Jepang tetap melakukan berbagai kebijakan

untuk menarik simpati umat Islam di Indonesia. Diantaranya adalah:

1. Janji Panglima Militer Jepang untuk melindungi dan memajukan Islam sebagai agama

mayoritas penduduk pulau Jawa.

2. Mendirikan Shumubu (Kantor Urusan Agama Islam) yang dipimpin oleh bangsa Indonesia

sendiri.

3. Mengizinkan berdirinya ormas Islam, seperti Muhammadiyah dan NU.

4. Menyetujui berdirinya Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) pada bulan oktober

1943.

5. Menyetujui berdirinya Hizbullah sebagai pasukan cadangan yang mendampingi berdirinya

PETA.

6. Berupaya memenuhi desakan para tokoh Islam untuk mengembalikan kewenangan

Pengadilan Agama.

Dengan meminta seorang ahli hukum adat, Soepomo, pada bulan Januari 1944 untuk

menyampaikan laporan tentang hal itu. Namun upaya ini kemudian “dimentahkan” oleh

Soepomo dengan alasan kompleksitas dan menundanya hingga Indonesia merdeka.

Dengan demikian, nyaris tidak ada perubahan berarti bagi posisi hukum Islam selama masa

pendudukan Jepang di Tanah air. Namun bagaimanapun juga, masa pendudukan Jepang lebih

baik daripada Belanda dari sisi adanya pengalaman baru bagi para pemimpin Islam dalam

mengatur masalah-masalah keagamaan. Abikusno Tjokrosujoso menyatakan bahwa,

Kebijakan pemerintah Belanda telah memperlemah posisi Islam. Islam tidak memiliki para

pegawai di bidang agama yang terlatih di masjid-masjid atau pengadilan-pengadilan Islam.

Belanda menjalankan kebijakan politik yang memperlemah posisi Islam. Ketika pasukan Jepang

datang, mereka menyadari bahwa Islam adalah suatu kekuatan di Indonesia yang dapat

dimanfaatkan.

-Hukum Islam pada masa Kemerdekaan

Page 7: TUGAS

Meskipun Pendudukan Jepang memberikan banyak pengalaman baru kepada para pemuka Islam

Indonesia, namun pada akhirnya, seiring dengan semakin lemahnya langkah strategis Jepang

memenangkan perang –yang kemudian membuat mereka membuka lebar jalan untuk

kemerdekaan Indonesia-, Jepang mulai mengubah arah kebijakannya. Mereka mulai “melirik”

dan memberi dukungan kepada para tokoh-tokoh nasionalis Indonesia. Dalam hal ini,

nampaknya Jepang lebih mempercayai kelompok nasionalis untuk memimpin Indonesia masa

depan. Maka tidak mengherankan jika beberapa badan dan komite negara, seperti Dewan

Penasehat (Sanyo Kaigi) dan BPUPKI (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) kemudian diserahkan

kepada kubu nasionalis. Hingga Mei 1945, komite yang terdiri dari 62 orang ini, paling hanya 11

diantaranya yang mewakili kelompok Islam.Atas dasar itulah, Ramly Hutabarat menyatakan

bahwa BPUPKI “bukanlah badan yang dibentuk atas dasar pemilihan yang demokratis,

meskipun Soekarno dan Mohammad Hatta berusaha agar aggota badan ini cukup representatif

mewakili berbagai golonga dalam masyarakat Indonesia”.

Perdebatan panjang tentang dasar negara di BPUPKI kemudian berakhir dengan lahirnya apa

yang disebut dengan Piagam Jakarta. Kalimat kompromi paling penting Piagam Jakarta

terutama ada pada kalimat “Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan

syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Menurut Muhammad Yamin kalimat ini menjadikan

Indonesia merdeka bukan sebagai negara sekuler dan bukan pula negara Islam.

Dengan rumusan semacam ini sesungguhnya lahir sebuah implikasi yang mengharuskan adanya

pembentukan undang-undang untuk melaksanakan Syariat Islam bagi para pemeluknya. Tetapi

rumusan kompromis Piagam Jakarta itu akhirnya gagal ditetapkan saat akan disahkan pada

tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI. Ada banyak kabut berkenaan dengan penyebab hal itu. Tapi

semua versi mengarah kepada Mohammad Hatta yang menyampaikan keberatan golongan

Kristen di Indonesia Timur. Hatta mengatakan ia mendapat informasi tersebut dari seorang opsir

angkatan laut Jepang pada sore hari taggal 17 Agustus 1945. Namun Letkol Shegeta Nishijima –

satu-satunya opsir AL Jepang yang ditemui Hatta pada saat itu- menyangkal hal tersebut. Ia

bahkan menyebutkan justru Latuharhary yang menyampaikan keberatan itu. Keseriusan tuntutan

itu lalu perlu dipertanyakan mengingat Latuharhary –bersama dengan Maramis, seorang tokoh

Kristen dari Indonesia Timur lainnya- telah menyetujui rumusan kompromi itu saat sidang

BPUPKI.

Page 8: TUGAS

2.Perkembangan hukum nasional di Indonesia

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, hukum adat, hukum Islam, dan hukum Barat

merupakan tiga sistem hukum yang menjadi komponen utama dalam pembentukan hukum

nasional. Hukum adat sesungguhnya diperkenalkan pertamakali justru oleh para ahli hukum

bangsa Belanda seperti Snouck Hurgronje dan Van Vollen Hoven, yang di antara tujuannya

waktu itu adalah untuk menggusur eksistensi hukum Islam di dalam kehidupan masyarakat.

Namun, hukum adat sekarang dilihat segi positifnya sebagai kesadaran hukum yang hidup dalam

masyarakat. Adapun hukum Barat (Belanda) yang hingga kini masih terus diberlakukan antara

lain adalah Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata), Wetboek van Kophandel (KUHD), dan Wetboek

van Strafrecht (KUH Pidana). Meskipun sudah ada perubahan, namun sebagian besar isinya

masih tetap berlaku. Tata hukum di Indonesia pada masa Hindia-Belanda secara hierarkis terdiri

atas I.S. ( Indische Staatsregeling, semacam UUD Hindia-Belanda), Wet (semacam Undang-

Undang), AMvB (Algemeen Maatregel van Bestuur , semacam peraturan pemerintah),

Ordonantie(semacam Perda), dan RV (Regerings Verordenings, semacam keputusan Kepala

Daerah). Setelah Kemerdekaan RI,terutama setelah tahun 1966, tata urutan perundang-undangan

RI ditertibkan dengan terbitnyaTap. MPRS No. XX/MPRS/1966, kemudian disempurnakan

dengan Tap. No. V/MPR/1973, danTap No. IX/MPR/1978. Berdasarkan beberapa Tap. MPR

tersebut, tata urutan peraturan perundang-undangan RI adalah Undang-Undang Dasar, Tap.

MPR, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang disetingkatkan dengan Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah, KeputusanPresiden, Keputusan Menteri, Keputusan Lembaga Pemerintah

Non-Departemen, KeputusanDirektur Jenderal Departemen, Keputusan Badan Negara, Peraturan

Daerah Tingkat I, KeputusanGubernur, Peraturan Daerah Tingkat II, dan Keputusan Bupati

(Walikotamadya).

Lapangan Hukum di Indonesia meliputi Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara,

Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Pidana (Sipil dan Militer), dan Hukum Acara (Pidana

dan Perdata). Sebagai negara kesatuan, idealnya Indonesia memiliki satu hukum nasional

(unifikasi hukum). Di dalam bidang-bidang tertentu yang sifatnya netral, barangkali lebih mudah

dilakukan unifikasi hukum seperti dalam bidang perdagangan, perbankan, dan pidana. Akan

tetapi, terhadapnilai-nilai hidupseperti agama, adat, dan budaya, masih diragukan apakah dapat

dilakukan unifikasi hukum dalam waktu singkat. Oleh karena itu, dalam lapangan hukum

Page 9: TUGAS

perdata, misalnya masih berlaku pluralisme hukum. Ketidakseragaman hukum perdata ini

disebabkan banyaknya golongan penduduk di Indonesia yang masing-masingnya memiliki

kebutuhan hukum perdata yang berbeda. Namun, ada beberapa bagian dari hukum perdata yang

telah berhasil dilakukan unifikasi, seperti Undang-Undang Perkawinan.

Politik Hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila menghendaki berkembangnya kehidupan

beragama dan hukum agama dalam kehidupan hukum nasional. Garis-garis Besar Haluan Negara

di bidang hukum menghendaki terciptanya hukum baru di Indonesia yang sesuai dengan cita-cita

hukum Pancasila dan UUD 1945, serta yang mengabdi pada kepentingan nasional. Hukum

nasional yang dikehendaki oleh negara adalah hukum yang menampung dan memasukkan

hukum agama, dan tidak memuat norma hukum yang bertentangan dengan hukum agama.

Sistem Hukum Indonesia terbentuk dari dua istilah, sistem dan hukum Indonesia. Sistem

diadaptasi dari bahasa Yunani systema yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian

banyak bagian, atau hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen-

komponen secara teratur.Dalam bahasa Inggris sistem mengandung arti susunan atau jaringan.

Jadi dengan kata lain istilah sistem itu mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang

saling berhubungan dan merupakan satu keseluruhan.

Adapun hukum Indonesia adalah hukum atau peraturan perundang-undangan yang didasarkan

kepada landasan ideologi dan konstitusional negara, yaitu Pancasila dan Undang-Undang.

Sehubungan dengan itu, hukum Indonesia sebenarnya tidak lain adalah sistem hukum yang

bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa yang sudah lama ada dan berkembang. Dengan kata

lain, hukum Indonesia merupakan sistem hukum yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat

Indonesia yang berjangkauan Nasional, yaitu sistem hukum yang meliputi seluruh rakyat sejauh

batas-batas nasional negara Indonesia.

-Perubahan system hukum Indonesia

Setelah mengalami penjajahan oleh negara Belanda, dimana Indonesia saat itu masih ikut

menggunakan sistem hukum yang berasal dari negara Belanda tersebut yakni sistem hukum

eropa kontinental. Namun, seiring berjalannya waktu dan berkembangnya kehidupan masyarakat

Indonesia, setelah itu terjadi perubahan dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Awal

Page 10: TUGAS

sistem hukum yang diterapkan di Indonesia hanya sistem hukum eropa kontinental saja, setelah

itu sistem hukum yang berlaku di Indonesia mengalami perpaduan antara sistem eropa

kontinental dan sistem hukum anglo saxon.

Sistem Hukum Eropa Kontinental lebih mengedapankan hukum tertulis, peraturan perundang-

undangan menduduki tempat penting. Peraturan perundang-undangan yang baik, selain

menjamin adanya kepastian hukum, yang merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya ketertiban,

juga dapat diharapkan dapat mengakomodasi nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan. Lembaga

peradilan harus mengacu pada undang-undang. Sifat undang-undang tertulis yang statis

diharapkan dapat lebih fleksibel dengan sistem bertingkat dari norma dasar sampai norma yang

bersifat teknis, serta dengan menyediakan adanya mekanisme perubahan undang-undang.

Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang

berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat. Pembentukan hukum melalui lembaga

peradilan dengan sistem jurisprudensi dianggap lebih baik agar hukum selalu sejalan dengan rasa

keadilan dan kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat secara nyata.

-Perkembangan hukum nasional menurut filsuf hukum

Perkembangan sistem Hukum Indonesia makin tampak ketika adanya sumbangan dari

pemikiran para filsuf pemikir hukum. Perkembangan itu salah satunya adalah dari madzhab

positivis. Dalam arti ini, positivisme sama tuanya dengan filsafat. Tetapi sebagai gerakan yang

tetap dalam filsafat umum, sosiologi dan ilmu hukum pada hakikatnya adalah gejala modern.

Yang di satu pihak menyertai pentingnya ilmu pengetahuan, dan sisi yang lain menjelaskan

tentang filsafat politik dan teori tentang ilmu hukum.

Positivisme atau yang dikenal dengan aliran positivis mempunyai pengaruh yang besar dalam

proses pembentukan dan penegakan hukum di Indonesia. Pada kebanyakan tindakan lembaga

legilatif untuk membuat undang-undang, tindakan Pemerintah (Excecutive) dan aparat dalam

menegakkan hukum, bahkan tindakan hakim dalam memutus perkara selalu menjadikan

Page 11: TUGAS

pemikiran mazhab ini sebagai acuan. Selain itu, aspek keadilan dalam penegakan hukum dalam

sistem hukum nasional selalu dilihat dari perspektif keadilan hukum.

Jadi dalam proses sejarah terbentuknya hukum nasional Indonesia, hukum Islam

merupakan salah satu elemen pendukung selain hukum adat dan hukum Barat. Hukum Islam

telah turut serta memberikan kontribusi norma-norma dan nilai-nilai hukum yang berlaku di

dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang heterogen. Meskipun perlu disadari pula bahwa

mayoritas kuantitas penduduk muslim di suatu negara tidak selalu dapat diasumsikan berarti

juga“mayoritas” dalam politik dan kesadaran melaksanakan hukum (Islam).

Kecenderungan masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan bahwa mayoritas muslim

ingin semakin menegaskan diri dalam arti kekuasaan politik serta aspirasi pembentukan dan

penerapan hukum yang didasarkan dan bersumber pada norma-norma dan nilai-nilai hukum

Islam. Indikator yang mencerminkan kecenderungan tersebut dapat dilihat dari lahirnya

peraturan perundangundangan yang dalam ketentuan-ketentuannya menyerap jiwa dan prinsip-

prinsip hukum Islam serta melindungi kepentingan umat Islam.

Yang paling signifikan nampak dalam berbagai aspirasi umat Islam yang mengusulkan

pencantuman isi Piagam Jakarta dalam UUD 1945 serta penerapan hukum pidana Islam. Hal

inilah yang kemudian menimbulkan polemik dalam struktur, substansi, dan budaya hukum di

Indonesia yang pada akhirnya menimbulkan permasalahan apakah dapat hukum Islam dan

hukum nasional hidup berdampingan dan hingga saat ini sering dipermasalahkan.

Mencermati perkembangan situasi dan kondisi, permasalahan tersebut seperti Piagam

Jakarta, sejarah dan peran hukum Islam sering kali muncul ke permukaan dan menjadi

perbincangan hangat baik dikalangan politisi maupun masyarakat Indonesia pada umumnya.

Namun seiring berjalannya waktu isu tersebut hilang dan suatu waktu muncul kembali dan untuk

waktu ke depan pun sangat dimungkinkan permasalahan tersebut akan mencuat kembali.

Pada era reformasi ini banyak orang berharap bahwa reformasi akan betul-betul

memberikan arah baru bagi kehidupan masyarakat khususnya dibidang hukum, maka selama

Page 12: TUGAS

kurun waktu itu (diantara tahun 1998-2000) gagasan pembaharuan hukum muncul dalam

berbagai slogan, pemikiran, bahkan sampai kepada gerakan moral mahasiswa. Harus diakui

harapan itu muncul sebagai sebuah eforia dalam upaya menciptakan kehidupan yang lebih baik

dimasa depan. Reformasi terus bergerak, pergantian kepemimpinan, pergantian wakil rakyat,

sampai kepada kebijakan namun tidak membawa hasil yang memuaskan. Memasuki tahun 2003,

perjalanan reformasi memperlihatkan wajah aslinya. Reformasi itu tidak memberikan hasil

apapun, khusus dibidang hukum reformasi adalah ketiadaan hukum dalam berbagai lapangan

kehidupan. Reformasi telah menjadikan hukum berada pada posisi

Pada era reformasi ini banyak orang berharap bahwa reformasi akan betul-betul memberikan

arah baru bagi kehidupan masyarakat khususnya dibidang hukum, maka selama kurun waktu itu

(diantara tahun 1998-2000) gagasan pembaharuan hukum muncul dalam berbagai slogan,

pemikiran, bahkan sampai kepada gerakan moral mahasiswa. Harus diakui harapan itu muncul

sebagai sebuah eforia dalam upaya menciptakan kehidupan yang lebih baik dimasa depan.

Reformasi terus bergerak, pergantian kepemimpinan, pergantian wakil rakyat, sampai kepada

kebijakan namun tidak membawa hasil yang memuaskan. Memasuki tahun 2003, perjalanan

reformasi memperlihatkan wajah aslinya. Reformasi itu tidak memberikan hasil apapun, khusus

dibidang hukum reformasi adalah ketiadaan hukum dalam berbagai lapangan kehidupan.

Reformasi telah menjadikan hukum berada pada posisi objek yaitu situasi dimana hukum berada

dalam permainan oleh orang yang mempermainkan hukum. Hukum tidak mampu menjadi

panglima (supreme) diatas persoalan yang menimpa bangsa ini.

Dalam kajian kebijakan publik, munculnya berbagai peraturan perundangundangan,

peraturan daerah bahkan penerapan syariat Islam di daerah seperti di Provinsi Nangroe Aceh

Darussalam tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang berkuasa yang mengeluarkan aturan-

aturan tersebut. Dalam mengeluarkan berbagai peraturan, pemerintah pasti telah memikirkan

dengan matang dan telah melalui berbagai macam proses pengambilan kebijakan termasuk juga

ketika pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan yang mengakomodasi nilai-nilai syariat

Islam ataupun secara khusus mengeluarkan aturan yang berlaku khusus bagi umat Islam. Dalam

perjalanan waktu, eksistensi hukum Islam masuk ke dalam wadah normatif adalah merupakan

kebutuhan masyarakat Indonesia dan bukan lagi karena mayoritas dan minoritas. Gejala

transformasi yang demikian lahir dari rasa kesadaran yang tinggi dari masyarakat Indoesia.

Page 13: TUGAS

Hukum yang timbul dari kesadaran masyarakat, berarti hukum tersebut timbul sebagai cerminan

hukum rakyat/mencerminkan hukum rakyat yang hidup dan dianut oleh rakyat setempat dalam

kehidupan sehari-hari.

Sampai saat ini, dalam sistem hukum nasional Indonesia telah memiliki berbagai

peraturan perundang-undangan yang mengakomodasi nilai-nilai Islam di dalamnya baik pada

masa kemerdekaan hingga masa reformasi sekarang ini diantaranya yaitu Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah

Haji, Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan sebagai pengganti Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Tentang Wakaf, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang

Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang mana pemerintah memberikan

kewenangan yang lebih luas untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengelola sumber daya

alam dan sumber daya manusia, termasuk di dalamnya adalah penegakan syariat Islam. Pada

tahun 2008 juga disahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan

Ibadah Haji sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor

21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang

Surat Berharga Syariah Negara. Disamping berbagai peraturan perundang-undangan tersebut,

pada era otonomi daerah sekarang ini juga telah banyak muncul perda-perda syariah diberbagai

wilayah Indonesia seperti di Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Kabupaten Bulukumba Sulawesi

Selatan, Padang atau Padangpanjang dan berbagai daerah lain.

BAB III

A.KESIMPULAN

Page 14: TUGAS

Berdasarkan uraian diatas dapat di siasati bahwa hukum nasional di

Indonesia sangat di pengaruhi oleh berbagai agama yang pernah datang dan di

gunakan oleh masyarakat Indonesia .Maka dari itu hukum nasional harus di

bangun atau di bentuk sesuai dengan masayarakat yang ada di Indonesia agar tidak

terjadi perpecahan di dalam negara .Dan hal itu akan memprmudah pemerintah

dalam memberikan aturan atau hukum untuk masyarakatnya.Selain itu masyarakat

akan merasa jika pemerintah telah bersikap adil kepada rakayatnya.

Tetapi yang paling bepengauh dalam hukum nasional adalah hukum islam di

karenakan mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim.Jadi mau atau tidak mau

semua masyarakat harus menjalankan dan mentaati aturanyang sudah berlaku.

Hukum islam merupakan hukum yang paling dominan dalam pembentukan hukum

nasional.

Daftar bacaan ;

Page 15: TUGAS

1.A.Qodri Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional (Kompetisi Antara Hukum Islam Dan

HukumUmum.

2.Reza Fikri Febriansyah, Eksistensi Hukum Islam Dalam Struktur Hukum Nasional

Indonesia,2007

3.C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cet. 8 (Jakarta: Balai

Pustaka, 1989), hal. 177.

4.C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cet. 8 (Jakarta: Balai

Pustaka, 1989).

5.Google.com

Page 16: TUGAS