tugas

14
A. IDENTITAS Nama Pasien : Sdr. A Umur : 17 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pendidikan : SMU Pekerjaan : Pelajar Alamat : Yogyakarta B. ANAMNESA Keluhan Utama : Kelemahan pada kedua kaki dan tidak mampu berdiri Riwayat Penyakit Sekarang : Kelemahan pada empat anggota gerak disertai lidah kaku, sulit digerakkan, sulit bicara dan kesulitan menelan makanan. Pasien juga mengeluhkan sulit bernafas. Anamnesis sistem Sistem Saraf Pusat : dalam batas normal (dbn) Sistem Kardiovaskuler : dbn Sistem Respirasi : sesak napas Sistem Pencernaan : diare (+) Sistem Urogenital : mengompol (+) Sistem Muskuloskeletal : kelemahan pada 4 anggota gerak Sistem Integumentum : dbn

Upload: reza-andhitya-putra

Post on 26-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

A

A. IDENTITASNama Pasien: Sdr. AUmur: 17 tahunJenis kelamin: Laki-lakiAgama: IslamPendidikan: SMUPekerjaan: PelajarAlamat: Yogyakarta

B. ANAMNESA

Keluhan Utama: Kelemahan pada kedua kaki dan tidak mampu berdiri

Riwayat Penyakit Sekarang: Kelemahan pada empat anggota gerak disertai lidah kaku, sulit digerakkan, sulit bicara dan kesulitan menelan makanan. Pasien juga mengeluhkan sulit bernafas.

Anamnesis sistemSistem Saraf Pusat: dalam batas normal (dbn)Sistem Kardiovaskuler: dbnSistem Respirasi: sesak napasSistem Pencernaan: diare (+)Sistem Urogenital: mengompol (+)Sistem Muskuloskeletal: kelemahan pada 4 anggota gerakSistem Integumentum: dbn

Riwayat Penyakit dahulu : Pasien memiliki riwayat apendisitis berulang dan telah di operasi 2 tahun yang lalu. Riwayat batuk lama kambuhan dan riwayat thypoid 3 bulan yang lalu. Awalnya jari-jari kaki terasa sering kesemutan hingga akhirnya menjadi tidak dapat berjalan.

Riwayat Penyakit keluarga: -

Kebiasaan, Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan: -

C. PEMERIKSAAN FISIK

KU: LemahKesadaran : Compos mentis GCS : E4 V2 M6Vital sign: Tekanan darah: 90/60 mmHg Denyut Nadi: 60x/menit Pernapasan: 12x/menit Suhu : 37,40C

Pemeriksaan Kepala : Anemis (-), ikterik (-), diaphoresis (-)

Pemeriksaan Leher: trakhea midline, limfonodi tidak teraba, JVP 5+2, thyroid tidak teraba

Pemeriksaan Thorax: irama IRREGULER, bradikardi, murmur (-) gallop (-), terdapat gambaran retraksi dada yaitu pernapasan dengan otot bantuan inspirasi maupun ekspirasi, napas tampak melambat.

Pemeriksaan Abdomen : kesan distensi (-), peristaltik (+) meningkat, nyeri tekan (-) hepar lien tidak teraba. Terdapat jaringan parut bekas operasi apendisitis berulang.

Pemeriksaan Muskuloskletal: Kedua kaki lemah, tidak mampu berdiri, gerakan empat ekstremitas terbatas yang hanya dapat menggerakkan ke kanan dan kiri pada ekstremitas atas, dan hanya kontraksi otot pada ekstremitas bawah.

Status Neurologis: Biasanya ditemukan adanya kelemahan otot yang bersifat difus dan paralisis. Pada kasus ini terdapat parase N.VII kanan dan kiri perifer, dan parase N.XII kanan dan kiri perifer, reflek fisiologis (reflek tendon dan Achilles) menurun, tidak ditemukan reflek patologis.

D. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN HARAPAN HASIL

1. Cairan serebrospinal (CSS). Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 1,5 g / dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10 / mm3 4,7,9) pada kultur LCS tidak ditemukan adanya virus ataupun bakteri 1)2. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG)Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi saraf, antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal) dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian proksimal saraf),blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS.Pada 90% kasus GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal.3. Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira kira pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus GBS4. Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan atau bahkan blok dalam penghantaran impuls , gelombang F yang memanjang dan latensi distal yang memanjang. Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2, akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik.

5. Pemeriksaan darah pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu gejala.6. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat dimyelinasi saraf pada kultur jaringan.Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.7. Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta sinus takikardia.Gelombang T akan mendatar atauinvertedpadalead lateral. Peningkatan voltase QRS kadang dijumpai, namun tidak sering.8. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru) akan menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending).9. Pemeriksaan patologi anatomi, umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi padaventral root, saraf spinal proksimal, dan saraf kranial.Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.

E. DIAGNOSA KERJA DAN DDDiagnosa Kerja : Guillain Barre Syndrome Diagnosa Banding : Myastenia Gravis, infeksi C. Botulinum, komplikasi typhoid

F. PENATALAKSANAANMeski tanpa adanya gejala klinis distres pernapasan, namun ventilasi mekanik tetap dibutuhkan pada pasien dengan minimal 1 gejala mayor atau 2 gejala minor.

Gejala mayor : hipercarbia (pCO2 48mm Hg), hipoksemia (pO2 mm Hg), dan kapasitas vital kurang dari 15 ml/kgbb. Sedangkan kriteria minor adalah : batuk yg tidak efisien, gangguan mengunyah, dan atelektasis. Sesuai dengan gejala yang muncl pada pasien A maka terapi mekanis dibutuhkan karen telah terdapat 2 kriteria minor.Juga akibat kesulitan menelan maka pasien membutuhkan Nasogastric tube (NGT)

Efektifitas immunoglobulin intravena dalam penatalaksaan GBS.Terdapat perbaikan setelah pengobatan dengan IVIg. Perbaikan tersebut tampak pada fungsirespirasi, tonus otot, kekuatan otot, fungsi autonom setelah 15, 30, dan 90 hari pengobatan pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol. Funsi respirasi diperiksa dengan menggunakan kapasitas vital paksa (FVC) dan kecepatan respirasi.Perbaikan pada kekuatan otot setelah 90 hari pengobatan menunjukkan 8 (40%) kasus dan 5 (25%) kontrol mengalami perbaikan ke grade IV bahkan 3 kasus mengalami perbaikan ke grade V. Artinya terdapat perbaikan yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.Tonus otot juga membaik setelah 90 hari pengobatan. Setelah 90 hari, tonus otot pada 8 (40%) kelompok kontrol dan 18 (90%) kelompok kasus menjadi kembali normal. Sehingga pemberian IVIg pada kasus GBS sangatlah penting.

G. PEMBAHASANPada pasien A, gejala-gejala yang timbul mengarahkan diagnosa kami kepada Guillain Barre Syndorme (GBS). Gejala-gejala teresebut adalah :Kesulitan menelan: hal ini terjadi akibat keterlibatan nervus kranialis N.IX dan N.X dalam proses neuropati. Otot-otot tenggorokan juga dapat melemah, dan menekan integritas jalan napas. Sehingga dapat menyebabkan pasien tersedak oleh sekresinya sendiri serta memiliki kesulitan menjaga jalan napasnya agar tetap intak. Sehingga pada kasus ini perhatian medis harus segera tertuju pada patensi jalan napas dengan pemasangan tube jalan napas yang juga berguna untuk mencegah aspirasi dari saliva maupun isi lambung ke paru-paru.Kelemahan pada lidah: hal ini dapat terjadi akibat kerusakan pada nervus kranialis N.XII yang akhirnya akan mempengaruhi kemampuan bicara pasien.Kelemahan pada wajah : merupakan gejala kranial yang tersering muncul. Mempengaruhi 50% pasien pada kasus GBS, menyebabkan ketidakmampuan untuk tersenyum atau menutup mata secara sempurna. Gejala ini muncul akibat keterlibatan nervus kranialis N.VII. kelemahan wajah dapat terjadi sebentar setelah kelemahan anggota tubuh, atau bahkan muncul sebagai gejala pertama. Kesulitan bernapas :Mengompol secara tiba-tiba:Ditambah gejala khas pada GBS yang juga muncul pada pasien ini adalah paralisis flasid ascenden yang simetris dan arefleksia. GBS adalah sindroma neuropati perifer akut yang menyebabkan degenerasi dari distal ke proksimal. Etiologi dari GBS adalah infeksi oleh Campylobacter jejuni, Citomegalivirus, Mycoplasma Pneumonia, atau virus influenza. Infeksi oleh berbagai agen tersebut dapat menginisiasi proses inflamasi pada seseorang yang akhirnya akan menimbulkan GBS. Sesuai dengan etiologi dan gambaran gejala pasien sebelum masuk rumah sakit yaitu diare berulang sebanyak 7 kali dan hanya diobati dengan obat warung maka kemungkinan terbesar agen infeksi penyebab GBS pada kasus ini adalah akibat infeksi oleh C. Jejuni. C. Jejuni juga dikatakan sebagai agen penyebab GBS tersering di wilayah Asia yang juga diikuti oleh gambaran khas Sindroma Miller Fisher. Beberapa mekanisme inflamasi yang diakibatkan C jejuni akan menimbulkan gejala-gejala yang sesuai dengan gejala yang timbul pada kasus ini yaitu seperti kelemahan pada anggota gerak, lidah kaku, sulit digerakkan, sulit berbicara dan kesulitan menelan makanan, pasien juga tampak kesulitan bernapas dan tiba-tiba mengompolTerdapat dua klasifikasi pada GBS berdasarkan gambaran histologi yang ditemukan yaitu subtipe neuropati demielinasi dan neuropati axonal.Klasifikasi ini berdasarkan pada studi terhadap konduksi syaraf dan juga terdapat perbedaan distribusi geografis yang nyata berdasarkan klaifikasi ini. Di Eropa dan Amerika Barat, GBS demielinasi terjadi lebih dari 90% kasus sedangkan di Cina, Jepang, Banglades, dan Meksiko, frekuensi GBS axonal mencapai 30-65% dan GBS demielinisasi berkisar antara 22-46%. Pada beberapa kasus GBS axonal, serangan sistem imun hanya terbatas pada motor axon yang mengendalikan aktivitas otot. Yang disebut sebagai neuropati axonal motorik akut (AMAN). GBS tipe ini menyebabkan kelemahan saja, tanpa ada pengaruh terhadap sensasi dan tidak mengalami progresi kepada degenerasi axonal.Ketika GBS axonal mempengaruhi baik fungsi sensorik maupun motorik, maka ini disebut sebagai neuropati motorik dan sensorik akut (AMSAN). Pada neuropati motorik-sensorik axonal ini, terdapat partisipasi nyata dari serabut sensorik. Maka dari itu GBS merupakan suatu kumpulan berbagai kelainan yaitu AMAN, AMSAN, AIDP, Miller Fisher Syndrome (MFS) dan varian lain yang jarang muncul. Sebagian besar pasien dengan kasus MFS memiliki bukti infeksi pada 1-3 minggu sebelum ophtalmoplegia maupun ataksia yang sesuai dengan pasien A yang pada awalnya mengalami diare yang kemungkinan diakibatkan oleh infeksi Campylobacter Jejuni sebagai agen penyebab GBS terbanyak melalui diare antesenden sebagai gejala awal. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh saudara A yaitu kondisi perburukan pasien didahului oleh diare lebih dari 7 kali yang sayangnya hal ini hanya diobati dengan obat-obatan warung. Sehingga kami curigai infeksi ini bersifat antesenden. MFS pada akhirnya akanmenimbulkan manifestasi berupa ophtalmoplegia dan ataxia.Selain sebagai suatu sindroma, GBS juga dikatakan sebagai penyakit autoimun. Sistem imun didesain untuk melawan agen invasif dari luar tubuh terutama bakteri dan virus. Sistem imun juga melakukan mekanisme penting untuk penyelamatan dari kerusakan sel host. Namun pada suatu kondisi tertentu maka sistem imun dapat bekerja secara sebaliknya dengan menyerang sel host seperti yang terjadi pada GBS. Sel imun yang bertanggung jawab terhadap serangan dari luar adalah sel darah putih (limfosit) atau disebut sebagai sel inflamasi. Ini merupakan suatu tanda khas yang muncul pada penyakit autoimun melalui mekanisme antibodi antigangliosida. Gangliosida, yang terdiri dari seramid dan melekat pada satu atau lebih gula (heksos) dan mengandung asam sialik (N-acetylneuraminic acid) yang terhubung dengan bagian tengah dari oligosakarida, merupakan komponen penting dari sayaraf perifer. Empat gangliosidaGM1, GD1a, GT1a dan GQ1bdibedakan dengan melihat jumlah dan posisi asam sialik mereka.

Autoantibodi IgG terhadap GM1 dan GD1a berhubungan dengan neuropati axon motor akut tanpa adanya demielinasi polineuropati akut.Autoantibodi igG terhadap GQ1b yang bereaksi silang dengan GT1a, berhubungan erat dengan MFS yang memiliki bentuk inkomplit (ophtalmoparesis akut dan ataxia neuropati akut) dan varian sistem syaraf pusat (ophtalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran setelah episode infeksi. Pasien dengan kelemahan faringeal-servikal-brakial pada umumnya memiliki antibodi igG ati-GT1a yang dapat bereaksi silang dengan GQ1b.Mekanisme agen infeksi ini (C. Jejuni) berdasarkan pada peniruan atau samaran molekular (molecular mimicry). Berbagai bukti menunjukkan adanya peniruan molekul antara gangliosida dan agen infeksi antesenden pada pasien GBS. Sebagaimana diketahui bahwa lipooligosakarida merupakan komponen mayor dari membran luar C. Jejuni. Dimana lipooligosakarida ini memiliki struktur dan bentuk epitop yang menyerupai epitop pada permukaan syaraf perifer seperti seperti gangliosida dan glikolipid (GM1, GD1a, GQ1b) sehingga menyebabkan syaraf perifer bertindak sebagai molekul samaran. Ketika proses penyamaran telah terjadi maka akan timbul aktivitas komplemen oleh antibodi igG yang muncul untuk melawan infeksi yang juga berikatan dengan syaraf perifer gangliosida, sehingga menginduksi reaksi kerusakan oleh mekanisme autoimun. Mekanisme C. Jejuni dalam menimbulkan kondisi ini adalah melalui inflamasi akut demielinisasi polyradiculoneuropati (AIDP sebagai bentuk tersering dari GBS) yang dikarakteristikkan oleh demielinasi, infiltrasi limfositik yang mengandung sel Tdan makrofag dan demielinasi area segmental. Dikatakan polyradiculoneuropati karena terdapat predileksi bagi demielinasi untuk mempengaruhi nerve root dimana mereka pertama muncul dari corda spinalis. Kerusakan syaraf terminal diakibatkan oleh ikatan antibodi igG dan fiksasi komplemen. Aktivasi jalur komplemen menyebabkan pembentukan Membrane attack Complex (MAC) dengan degradasi sitoskeleton axon terminal dan kerusakan mitokondria.

Gambar 2. Mekanisme imunopatogenesis yang mungkin terjadi pada GBS.

Demielinasi dapat terjadi sepanjang syaraf, khususnya akar syaraf proksimal dan syaraf intramuskular bagian distal dimana pada lokasi syaraf-syaraf ini sawar darah syaraf diketahui lemah sehingga manifestasi awal yang muncul pada pasien adalah kelemahan pada anggota gerak bagian distal.

SEL SCHWAN liat jurnal satunya!Berdasarkan pemaparan diatas maka diagnosa banding dapat disingkirkan karena :

H. SUMBER PUSTAKAChaudry F, Gee KE, Vaphiades MS, Biller J, Jay W. GQ1b antibody testing in Guilaain Barre Syndrome and variants. Semin ophthalmol 2006; 21:223-227

Nagashima T, Koga M, Odaka M, Hirata K, Yuki N. Clinical correlates of serum anti GT1a igG autoantibodies, J Neurol Sci 2004; 219:139-145

Van Doorn PA, Ruts L., Jacobs B. Clinical Features, pathogenesis, and treatment of Guilaain Barre Syndrome. Lancet Neurol 2008; 7;939 50.