tua

46
Daftar pertanyaan untuk skenario 1 1. Umur berapakah batas2an LANSIA ? 2. Kenapa kulit bisa keriput dengan bertambahnya usia? 3. Kenapa pendengaran bisa berkurang saat lansia? 4. Mengapa penglihatannya bisa kabur/berkurang saat lansia? 5. Mengapa saat lansia berjalannya sudah tidak kuat lagi bahkan harus memakai tongkat? 6. Bagaimanakah cara hidup sehat saat lansia? 7. Bagaimna cara mencegah keriput / anti keriput? 8. Tanda2 penuaan? Analisa Masalah Umur berapakah batas2an LANSIA ? Batas-Batas Lanjut Usia. 1. Batasan usia menurut WHO meliputi : usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun 2. Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut : “Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain”. Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai berikut: lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Kerut/keriput merupakan gejala utama penuaan pada kulit. Namun umur bukanlah penyebab utama. Hanya garis tawa (laugh lines) yang merupakan dampak alami dari penuaan. Garis-garis di sekitar sudut mata seperti juga kerut antara hidung dan bibir bagian atas disebabkan serat elastis dalam kulit berkurang sehingga menyebabkan kulit mengendur dan melipat menjadi kerut/keriput. Sebagian besar garis-garis wajah dan kerut/keriput disebabkan oleh pemaparan berlebihan terhadap sinar UV, baik UVA yang bertanggung jawab atas noda gelap, kerut/keriput, dan melanoma maupun UVB yang bertanggung jawab atas kulit terbakar dan karsinoma. Kenapa kulit bisa keriput dengan bertambahnya usia? Perubahan2 pada lansia salah stunya adalah pada Sistem Kulit ( Sistem Integumen ) a. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. b. Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis. c. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu. d. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. e. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi. f. Pertumbuhan kuku lebih lambat. g. Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya. h. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya. Terjadinya Kerut/Keriput Berkurangnya ketebalan dermis sebanyak 20% pada orang tua berkaitan dengan hilangnya serat elastin dan kolagen. Kolagen dan elastin adalah komponen utama lapisan dermis. Hilangnya serat-serat ini berdampak buruk terhadap kelembaban dan ketegangan kulit sehingga menimbulkan kerut/keriput. Kolagen merupakan komponen utama di epidermis, dengan 75% berat kering dan 18-30% volume lapisan epidermis. Kolagen kaya akan asam amino hidroksiprolin, hidroksilisin, dan glisin. Fibroblast dermis memproduksi prekursor yang dikenal sebagai pro kolagen. Pro kolagen ini mengandung terdiri dari 300-400 asam amino tambahan pada setiap cabangnya, tambahan ini dipindahkan setelah sekresi menghasilkan molekul kolagen. Vitamin C dan tembaga merupakan contoh kofaktor yang diperlukan dalam biosintesis kolagen. Produksi kolagen merupakan proses dinamis meliputi sintesis berkelanjutan oleh fibroblast dan penguraian oleh Kulit Kekuangan

Upload: leilia-katrox

Post on 27-Oct-2015

39 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tua

Daftar pertanyaan untuk skenario 1

1. Umur berapakah batas2an LANSIA ?2. Kenapa kulit bisa keriput dengan bertambahnya usia?3. Kenapa pendengaran bisa berkurang saat lansia?4. Mengapa penglihatannya bisa kabur/berkurang saat lansia?5. Mengapa saat lansia berjalannya sudah tidak kuat lagi bahkan harus memakai tongkat?6. Bagaimanakah cara hidup sehat saat lansia?

7. Bagaimna cara mencegah keriput / anti keriput?

8. Tanda2 penuaan?

Analisa Masalah

Umur berapakah batas2an LANSIA ?

Batas-Batas Lanjut Usia.1. Batasan usia menurut WHO meliputi :

usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun

2. Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut :“Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain”.Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai berikut: lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.

Kerut/keriput merupakan gejala utama penuaan pada kulit. Namun umur bukanlah penyebab utama. Hanya garis tawa (laugh lines) yang merupakan dampak alami dari penuaan. Garis-garis di sekitar sudut mata seperti juga kerut antara hidung dan bibir bagian atas disebabkan serat elastis dalam kulit berkurang sehingga menyebabkan kulit mengendur dan melipat menjadi kerut/keriput.

Sebagian besar garis-garis wajah dan kerut/keriput disebabkan oleh pemaparan berlebihan terhadap sinar UV, baik UVA yang bertanggung jawab atas noda gelap, kerut/keriput, dan melanoma maupun UVB yang bertanggung jawab atas kulit terbakar dan karsinoma.

Kenapa kulit bisa keriput dengan bertambahnya usia?

Perubahan2 pada lansia salah stunya adalah pada Sistem Kulit ( Sistem Integumen )a. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.b. Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.c. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.d. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.e. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi.f. Pertumbuhan kuku lebih lambat.g. Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.h. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.

Terjadinya Kerut/Keriput

Berkurangnya ketebalan dermis sebanyak 20% pada orang tua berkaitan dengan hilangnya serat elastin dan kolagen. Kolagen dan elastin adalah komponen utama lapisan dermis. Hilangnya serat-serat ini berdampak buruk terhadap kelembaban dan ketegangan kulit sehingga menimbulkan kerut/keriput.

Kolagen merupakan komponen utama di epidermis, dengan 75% berat kering dan 18-30% volume lapisan epidermis. Kolagen kaya akan asam amino hidroksiprolin, hidroksilisin, dan glisin.

Fibroblast dermis memproduksi prekursor yang dikenal sebagai pro kolagen. Pro kolagen ini mengandung terdiri dari 300-400 asam amino tambahan pada setiap cabangnya, tambahan ini dipindahkan setelah sekresi menghasilkan molekul kolagen.

Vitamin C dan tembaga merupakan contoh kofaktor yang diperlukan dalam biosintesis kolagen. Produksi kolagen merupakan proses dinamis meliputi sintesis berkelanjutan oleh fibroblast dan penguraian oleh enzim collagenase. Sinar UV dapat merusak kulit dengan meningkatkan produksi enzim proteolitik (collagenase) yang menguraikan kolagen pada lapisan dermis kulit.

Sedangkan, serat elastin hanya 4% dari berat kering dan 1% volume lapisan dermis. Serat ini lebih tebal pada bagian bawah dermis dan lebih tipis ketika mencapai epidermis. Elastin berbeda dengan kolagen secara struktur dan kimia. Elastin mengandung asam amino yaitu desmosine.

Kenapa pendengaran bisa berkurang saat lansia?

Perubahan Sistem Pendengaran pada lansia.a. Presbiakusis ( gangguan dalam pendengaran ). Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada

Kulit Kekuangan Kolagen

Page 2: Tua

usia diatas umur 65 tahun.b. Otosklerosis akibat atrofi membran tympani .c. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin.d. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stres.Perubahan Anatomik pada Organon AuditusDengan makin lanjutnya usia terjadi degenerasi primer di organ corti berupa hilangnya sel epitel syaraf yang dimulai pada usia pertengahan. Juga dilaporkan bahwa keadaan yang sama terjadi pula pada serabut aferen dan eferen sel sensorik dari kokhlea. Disamping itu juga terdapat penurunan elastisitas membran basalis di kokhlea dan membran timpani. Pasokan darah dari reseptor neuro-sensorik mengalami gangguan, sehingga baik jalur audiotorik dan lobus temporalis otak sering terganggu.Dari penjelasan diatas terlihat bahwa gangguan pendengaran pada usia lanjut dapat disebabkanoleh berbagai sebab antara lain: gangguan pendengaran tipe konduktif, adalah gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalitas auditorius, membran timpani atau tulang pendengaran. Salah satu penyebab gangguan pendengaran tipe konduktif yang terjadi pada usia lanjut adalah adanya serumen obturans, yang justru sering dilupakan pada pemeriksaan. Hanya dengan membersihkan lubang telinga dari serumen ini pendengaran bisa menjadi lebih baik.http://pustaka.uns.ac.id/include/inc_pdf.php?nid=122

Mengapa penglihatannya bisa kabur/berkurang saat lansia?

Perubahan Anatomik pada Organon Visus

Muskulus siliaris (Musculus Ciliaris)

Dengan bertambahnya usia, bentuk dari muskulus siliaris mengalami perubahan. Pada masa kanak-kanak muskulus tersebut cenderung datar, namun semakin bertambah usia seseorang serabut otot dan jaringan ikatnya bertambah sehingga muskulus tersebut menjadi lebih tebal, terutama bagian inferior. Proses tersebut berlanjut dan mencapai tebal maksimal pada usia lebih kurang 45 tahun. Setelah itu terjadi proses degenerasi dimana maskulus tersebut mengalami proses atropi, juga hialinisasi. Tampak peningkatan jaringan ikat diantara serabut-serabut muskulus siliaris dan nukleusnya menipis. Tampak pula butiran lemak dan deposit kalsium diantara serabut muskulus tersebut.Dengan bertambahnya usia terjadi penurunan amplitudo akamodasi dengan manifestasi klinis yaitupresbiopia. Penurunan amplitudo akomodasi ini dikaitkan dengan perubahan serabut lensa yang menjadi padat dan kapsulnya kurang elastis, sehingga lensa kurang dapat menyesuaikan bentuknya. Untuk mengatasi hal tersebut muskulus siliaris mengadakan kompensasi sehingga menga¬lami hipertropi. Proses ini terus berlanjut dengan semakin bertambahnya usia sehingga terjadi manifestasi presbiopia.

Lensa Kristalina

Bentuk lensa cakram biconvex; berukuran diameter 9 mm dan tebal bagian sentral 4mm. Bagian-bagiannya adalah: kapsul, korteks, nukleus. Pada usia muda lensa tidak bernukleus, pada usia 20 tahun nucleus mulai terbentuk. Semakin bertambah umur nuleus makin membesar dan padat, sedangkan volume lensa tetap, sehingga bagian korteks menipis, elastisitas lensa jadi berkurang, indeks bias berubah (membias sianar jadi lemah). Lensa yang mula-mula bening transparan, menjadi tampak keruh (Sklerosis) berwarna kekuning-kuningan ini mungkin yang menyebabkan kekurang mampuan membedakan warna antara biru dan purple. Kekeruhan lensa yang disertai gangguan visus disebut katarak.

Iris

Mengalami proses degenerasi, menjadi kurang cemerlang dan mengalami depigmentasi tampak ada bercak berwarna muda sampai putih dan strukturnya menjadi lebih tebal.

Pupil

Konstriksi, mula-mula berdiameter 3mm, pada usia tua terjadi 1 mm, reflek direk lemah, kemampuan akomodasi menurun. Pupil pada orang muda menghantar sinar 6x lebih besar dibanding orang ber-usia 80 tahun. Pada tempat yang gelap orang yang berusia 20 tahun menerima sinar 16x lebih besar.

Badan Kaca (Corpus Vitreum)

Pada usia diatas 50 tahun badan kaca akan mengalami liquefaksi (sineresis), kavitasi namun dibagian tepi justru mengalami kondensasi dan penebalan serta lepasnya membran hyaloid dari retina maupun kapsul lensa belakang. Konsistensi badan kaca lebih encer, dapat menimbulkan keluhan photopsia (melihat kilatan cahaya saat ada perubahan posisi bola mata).

Retina

Terjadi degenerasi (Senile Degenaration). Gambaran Fundus mata yang mula-mula merah jingga cemerlang menjadi suram dan ada jalur berpigmen (Tygroid Appearance) terkesan seperti kulit harimau. Jumlah sel fotoreseptor berkurang sehingga adaptasi gelap dan terang memanjang dan terjadi penyempitan lapangan pandang, ini disebabkan terlambatnya regenerasi dari rodopsin.

Syaraf Optik (Nervus Opticus)

Jumlah akson syaraf optik berkurang dan ada penambahan jaringan ikat, warna papil Syaraf optik lebih pucat. Atrofi peripapiler, depigmentasi sekeliling papil menimbulkan warna pucat sekeliling papil.

Mengapa saat lansia berjalannya sudah tidak kuat lagi bahkan harus memakai tongkat?

Perubahan Anatomik pada Sistema MuskuloskeletalMassa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun setelah itu akan menurun karena disebabkan berkurangnya aktivitas osteoblas sedangkan aktivitas osteoklas tetap normal. Secara teratur tulang mengalami turn over yang dilaksanakan melalui 2 proses yaitu; modeling dan remodeling. Pada keadaan normal jumlah tulang yang dibentuk remodeling sebanding dengan tulang yang dirusak. Ini disebut positively coupled jadi masa tulang yang hilang nol. Bila tulang yang dirusak lebih banyak terjadi kehilangan masa tulang ini disebut negatively coupled yang terjadi pada usia lanjut. Dengan bertambahnya usia terdapat penurunan masa tulang secara linier yang disebabkan kenaikan turn over pada tulang sehingga tulang lebih pourus. Pengurangan ini lebih nyata pada wanita, tulang yang hilang kurang lebih 0,5 sampai 1% pertahun dari berat tulang pada wanita pasca menopouse dan pada pria diatas 80

Page 3: Tua

tahun, pengurangan tulang lebih mengenai bagian trabekula dibanding dengan kortek. Pada pemeriksaan histologi wanita pasca menopouse dengan osteoporosis spinal hanya mempunyai trabekula kurang dari 14%. Selama kehidupan laki-laki kehilangan 20-30% dan wanita 30-40% dari puncak massa tulang. Pada sinofial sendi terjadi perubahan berupa tidak ratanya permukaan sendi terjadi celah dan lekukan dipermukaan tulang rawan. Erosi tulang rawan hialin menyebabkan pembentukan kista di rongga sub kondral. Ligamen dan jaringan periartikuler menga¬lami degenerasi Semuanya ini menyebabkan penurunan fungsi sendi, elastisitas dan mobilitas hilang sehingga sendi kaku, kesulitan dalam gerak yang rumit.Perubahan yang jelas pada sistem otot adalah berkurangnya masa otot terutama mengenai serabut otot tipe II. Penurunan ini disebabkan karena otropi dan kehilangan serabut otot. Perubahan ini menyebabkan laju metabolik basal dan laju konsumsi oksigen maksimal berkurang. Otot menjadi mudah lelah dan kecepatan laju kontraksi melambat. Selain penurunan masa otot juga dijumpai berkurangnya rasio otot dan jaringan lemak.

Bagaimanakah cara hidup sehat saat lansia?

CARA HIDUP SEHAT PADA LANSIAUsia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh. Namun tidak perlu berkecil hati, harus selalu optimis, ceria dan berusaha agar selalu tetap sehat di usia lanjut. Jadi walaupunb usia sudah lanjut, harus tetap menjaga kesehatan.Ada satu pendapat yang mengatakan “KESEHATAN TIDAK BERARTI SEGALA-GALANYA, TETAPI TANPA KESEHATAN SEGALANYA TIDAK BERARTI”, yang maksudnya orang yang sehat belum tentu hidupnya makmur, segala keinginannya terpenuhi, bisa saja hidupnya sederhana atau biasa saja. Akan tetapi kesehatan itu milik kita yang paling berharga, karena bila sakit kita tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa menikmati dengan baik apa yang dimiliki. Oleh karena itu kita harus selalu menjaga, merawat, memelihara dan menyayangi kesehatan.Hidup SehatSetiap orang pasti berkeinginan untuk terus dapat hidup sehat dan kuat sampai tua, untuk mencapainya ada berbagai cara yang dapat dilakukan, salah satu caranya adalah berperilaku hidup sehat.Sebelum membahas tentang cara hidup sehat sebaiknya terlebih dahulu diketahui apa itu sehat. Karena banyak masyarakat yang beranggapan bahwa sehat adalah tidak sakit secara fisik saja. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera jiwa dan raga juga sosialnya. Sehat adalah suatu hadiah dari menjalankan hidup sehat. Oleh karena itu jika ingin terus menerus meningkatkan kesehatan harus menjalankan cara-cara hidup sehat.Cara Hidup SehatCara hidup sehat adalah cara-cara yang dilakukan untuk dapat menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan seseorang. Adapun cara-cara tersebut adalah:

1. Makan makanan yang bergizi dan seimbangBanyak bukti yang menunjukkan bahwa diet adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan tambahnya usia seseorang, kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun, oleh karena itu, kebutuhan gizi bagi para lanjut usia, perlu dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan kalori pada lanjut usia berkurang, hal ini disebabkan karena berkurangnya kalori dasar dari kegiatan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan, ginjal, dan sebagainya. Jadi kebutuhan kalori bagi lansia harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Petunjuk menu bagi lansia adalah sebagai berikut (Depkes, 1991):• Menu bagi lansia hendaknya mengandung zat gizi dari berbagai macam bahan makanan yang terdiri dari zat tenaga, pembangun dan pengatur.• Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia 50% adalah hidrat arang yang bersumber dari hidrat arang komplex (sayur – sayuranan, kacang- kacangan, biji – bijian).• Sebaiknya jumlah lemak dalam makanan dibatasi, terutama lemak hewani.• Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah yang besar yang bersumber pada buah, sayur dan beraneka pati, yang dikonsumsi dengan jumlah bertahap.• Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat, yoghurt, ikan.• Makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar, seperti kacang – kacangan, hati, bayam, atau sayuran hijau.• Membatasi penggunaan garam, hindari makanan yang mengandung alkohol.• Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah.• Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan – bahan yang segar dan mudah dicerna.• Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goreng – gorengan.• Makan disesuaikan dengan kebutuhan

2. Minum air putih 1.5 – 2 literManusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang setelah melakukan aktivitasnya, dan minimal kita minum air putih 1,5 – 2 liter per hari.Air sangat besar artinya bagi tubuh kita, karena air membantu menjalankan fungsi tubuh, mencegah timbulnya berbagai penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal dan lain-lain. Air juga sebagai pelumas bagi fungsi tulang dan engselnya, jadi bila tubuh kekurangan cairan, maka fungsi, daya tahan dan kelenturan tulang juga berkurang, terutama tulang kaki, tangan dan lengan. Padahal tulang adalah penopang utama bagi tubuh untuk melakukan aktivitas. Manfaat lain dari minum air putih adalah mencegah sembelit. Untuk mengolah makanan di dalam tubuh usus sangat membutuhkan air. Tentu saja tanpa air yang cukup kerja usus tidak dapat maksimal, dan muncullah sembelit.Dan air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, soft drink, minuman beralkohol, es maupun sirup. Bahkan minuman-minuman tersebut tidak baik untuk kesehatan dan harus dihindari terutama bagi para lansia yang mempunyai penyakit-penyakit tertentu seperti DM, darah tinggi, obesitas dan sebagainya.

3. Olah raga teratur dan sesuaiUsia bertambah, tingkat kesegaran jasmani akan turun. Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat lansia kemampuan akan turun antara 30 – 50%. Oleh karena itu, bila usia lanjut ingin berolahraga harus memilih sesuai dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan adanya penyakit. Olah raga usia lanjut perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalistenik, tidak kompetitif atau bertanding.

Page 4: Tua

Beberapa contoh olahraga yang sesuai dengan batasan diatas yaitu, jalan kaki, dengan segala bentuk permainan yang ada unsur jalan kaki misalnya golf, lintas alam, mendaki bukit, senam dengan faktor kesulitan kecil dan olah raga yang bersifat rekreatif dapat diberikan. Dengan latihan otot manusia lanjut dapat menghambat laju perubahan degeneratif.

4. Istirahat, tidur yang cukupSepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karna tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan.

5. Menjaga kebersihanYang dimaksud dengan menjaga kebersihan disini bukan hanya kebersihan tubuh saja, melainkan juga kebersihan lingkungan, ruangan dan juga pakaian dimana orang tersebut tinggal. Yang termasuk kebersihan tubuh adalah: mandi minimal 2 kali sehari, mencuci tangan sebelum makan atau sesudah mengerjakan sesuatu dengan tangan, membersihkan atau keramas minimal 1 kali seminggu, sikat gigi setiap kali selesai makan, membersihkan kuku dan lubang-lubang ( telinga, hidung, pusar, anus, vagina, penis ), memakai alas kaki jika keluar rumah dan pakailah pakaian yang bersih.Kebersihan lingkungan, dihalaman rumah, jauh dari sampah dan genangan air. Di dalam ruangan atau rumah, bersihkan dari debu dan kotoran setiap hari, tutupi makanan di meja makan. Pakain, sprei, gorden, karpet, seisi rumah, termasuk kamar mandi dan WC harus dibersihkan secara periodik.Namun perlu diingat dan disadari bahwa kondisi fisik perlu medapat bantuan dari orang lain, tetapi bila lansia tersebut masih mampu diusahakan untuk mandiri dan hanya diberi pengarahan.

6. Minum suplemen gizi yang diperlukanPada lansia akan terjadi berbagai macam kemunduran organ tubuh, sehingga metabolisme di dalam tubuh menurun. Hal tersebut menyebabkan pemenuhan kebutuhan sebagian zat gizi pada sebagian besar lansia tidak terpenuhi secara adekuat. Oleh karena itu jika diperlukan, lansia dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen gizi. Tapi perlu diingat dan diperhatikan pemberian suplemen gizi tersebut harus dikonsultasikan dan mendapat izin dari petugas kesehatan.

7. Memeriksa kesehatan secara teraturPemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan merupakan kunci keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan lansia. Walaupun tidak sedang sakit lansia perlu memeriksakan kesehatannya secara berkala, karena dengan pemeriksaan berkala penyakit-penyakit dapat diketahui lebih dini sehingga pengobatanya lebih mudan dan cepat dan jika ada faktor yang beresiko menyebabkan penyakit dapat di cegah. Ikutilan petunjuk dan saran dokter ataupun petugas kesehatan, mudah-mudahan dapat mencapai umur yang panjang dan tetap sehat.

8. Mental dan batin tenang dan seimbangUntuk mencapai hidup sehat bukan hanya kesehatan fisik saja yang harus diperhatikan, tetapi juga mental dan bathin. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk menjaga agar mental dan bathin tenang dan seimbang adalah:• Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan diri kita sepenuhnya kepadaNya. Hal ini akan menyebabkan jiwa dan pikiran menjadi tenang.• Hindari stres, hidup yang penuh tekanan akan merusak kesehatan, merusak tubuh dan wajahpun menjadi nampak semakin tua. Stres juga dapat menyebabkan atau memicu berbagai penyakit seperti stroke, asma, darah tinggi, penyakit jantung dan lain-lain.• Tersenyum dan tertawa sangat baik, karena akan memperbaiki mental dan fisik secara alami. Penampilan kita juga akan tampak lebih menarik dan lebih disukai orang lain. Tertawa membantu memandang hidup dengan positif dan juga terbukti memiliki kemampuan untuk menyembuhkan. Tertawa juga ampuh untuk mengendalikan emosi kita yang tinggi dan juga untuk melemaskan otak kita dari kelelahan. Tertawa dan senyum murah tidak perlu membayar tapi dapat menadikan hidup ceria, bahagia, dan sehat.

9. RekreasiUntuk menghilangkan kelelahan setelah beraktivitas selama seminggu maka dilakukan rekreasi. Rekreasi tidak harus mahal, dapat disesuaikan denga kondisi dan kemampuan. Rekreasi dapat dilakukan di pantai dekat rumah, taman dekat rumah atau halaman rumah jika mempunyai halaman yang luas bersama keluarga dan anak cucu, duduk bersantai di alam terbuka. Rekreasi dapat menyegarkan otak, pikiran dan melemaskan otot yang telah lelah karena aktivitas sehari-hari.

10. Hubungan antar sesama yang sehatPertahankan hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-teman, karena hidup sehat bukan hanya sehat jasmani dan rohani tetapi juga harus sehat sosial. Dengan adanya hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-teman dapat membuat hidup lebih berarti yang selanjutnya akan mendorong seseorang untuk menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya karena ingin lebih lama menikmati kebersamaan dengan orang-orang yang dicintai dan disayangi.

11. Back to nature (kembali ke alam)Seperti yang telah terjadi, gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya hidupnya seperti makan makanan siap saji, makanan kalengan, sambal botolan, minuman kaleng, buah dan sayur awetan, jarang bergerak karena segala sesuatu atau pekerjaan dapat lebih mudah dikerjakan dengan adanya tekhnologi yang modern seperti mencuci dengan mesin cuci, menyapu lantai dengan mesin penyedot debu, bepergian dengan kendaran walaupun jaraknya dekat dan bisa dilakukan dengan jalan kaki. Gaya hidup seperti itu tidak baik untuk tubuh dan kesehatan karena tubuh kita menjadi manja, karena kurang bergerak, tubuh jadi rusak karena makanan yang tidak sehat sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit.Oleh karena itu salah satu upaya untuk hidup sehat adalah back to nature atau kembali lebih dekat dengan alam. Kita tidak harus menjauhi tekhnologi tetapi paling tidak kita harus menghindari bahan makanan kalengan, minuman kalengan, makanan yang diawetkan, makanan siap saji dan harus lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang segar dan juga minum air putih.

Page 5: Tua

12. Semua yang dilakukan tidak berlebihanUntuk menciptakan hidup yang sehat segala sesuatu yang kita lakukan tidak boleh berlebihan karena hal tersebut bukannya menjadikan lebih baik tetapi sebaliknya akan memperburuk keadaan. Jadi lakukanlah atau kerjakanlah sesuatu hal itu sesuai dengan kebutuhan.

Anti keriput ?

Untuk menghilangkan dampak dari sinar UV dan sebagai anti kerut/anti keriput, telah tersedia banyak kosmetika yang mengandung antioksidan. Antioksidan berfungsi menangkap radikal bebas dalam kulit akibat sinar UV dan po-lusi.

Molekul antioksidan berfungsi sebagai sumber hidrogen labil yang akan berikatan dengan radikal bebas. Dalam proses tersebut, antioksidan mengikat energi yang akan digunakan untuk pembentukan radikal bebas baru sehingga reaksi oksidasi berhenti.

Antioksidan “mengorbankan dirinya” untuk teroksidasi oleh radikal bebas sehingga melindungi protein atau asam amino penyusun kolagen dan elastin.

Diantara antioksidan yang paling sering digunakan adalah vitamin C yang telah terbukti secara ilmiah. Vitamin C ter-bukti menekan proses pigmentasi kulit sehingga banyak juga digunakan sebagai bahan pemutih kulit wajah (whiten-ing).

Disamping juga mencegah proses pembentukan bintik kecil kulit (freckle), bintik coklat kulit (brownspots) serta memulihkan efek kantong mata (eye-sack). Proses pencerahan kulit dengan vitamin C dianggap lebih aman dibanding bahan lain, seperti hidroquinone sehingga cocok bagi kulit wanita di Asia.

Fungsi utama Vitamin C pada kulit:

Sebagai antioksidan kuat yang melindungi kulit terhadap pengaruh negatif faktor luar seperti polusi, sinar UV mata-hari, iklim, AC, asap rokok, dsb.

Merangsang pembentukan dan peningkatan produksi kolagen kulit yang akan menjaga kekenyalan, kelenturan, serta kehalusan kulit (anti aging & anti wrinkle)

Mencerahkan kulit (brihgtening effect), tanpa efek samping yang merugikan. Dengan vitamin C kulit lebih cerah secara alami.

Derivat vitamin C sebagai anti kerut/anti keriput yaitu Magnesium Ascorbyl Phosphate (MAP) lebih disukai saat ini disebabkan tidak mengiritasi kulit, lebih stabil dan memiliki potensi yang sama dengan vitamin C. Oleh karena itu pro-duk Ser-C menggunakan bahan aktif MAP sebagai anti penuaan dini dan anti keriput.

  

 

Penuaan dapat dilihat dari 3 perspektif yaitu :1. Usia biologisBerhubungan dengan kapasitas fungsi system organ2. Usia psikologisBerhubungan dengan kapasitas perilaku adaptasi3. Usia social Berhubungan dengan perubahan peran dan perilaku sesuai usia manusia.Peran teori dalam memahami penuaan adalah sebagai landasan dan sudut pandang untuk melihat fakta, menjawab pertanyaan filosofi, dan dasar memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Penuaan pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa bagian seperti biologi, psikologi, social, fungsional dan spiritual.TEORI BIOLOGI Teori ini berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan seseorang dari lahir sampai meninggal. Perubahan pada tubuh dapat secara independen atau dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat patologis. Teori biologi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :1. Teori Stokastik/ Stochastic TheoriesBahwa penuaan merupakan suatu kejadian yang terjadi secara acak/ random dan akumulasi setiap waktu. Teori ini terdiri dari :a) Error TheoryTeori kesalahan didasarkan pada gagasan di mana kesalahan dapat terjadi di dalam rekaman sintese DNA. kesalahan ini diabadikan dan secepatnya didorong kearah sistem yang tidak berfungsi di tingkatan yang optimal. Jika proses transkripsi dari DNA terganggu maka akan mempengaruhi suatu sel dan akan terjadi penuaan yang berakibat pada kematian.b) Free Radical Theory/ teori radikal bebasTeori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ire-versibel akibat senyawa pengoksidan. Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang merupakan bagian molekul yang sagat reaktif. Molekul ini mempunyai muatan ekstraselular kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya ; molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan organel sel lainnya (Christiansen dan Grzybowsky, 1993).Proses metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar (Hayflick, 1987), secara spesi-fik, oksidasi lemak, protein dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal bebas.c) Cross-Linkage TheoryTeori ini seperti protein yang metabolisme tidak normal sehingga banyak produksi sampah didalam sel dan kinerja jaringan tidak dapat efektif dan efisien.d) Wear and Tear TheoryTeori ini mengatakan bahwa manusia diibaratkan seperti mesin. Sehingga perlu adanya perawatan. Dan penuaan merupakan hasil dari penggunaan.2. Teori Nonstokastik/ NonStochastic TheoriesProses penuaan dis-esuaikan menurut waktu tertentua) Programmed TheoryPembelahan sel dibatasi oleh waktu, sehingga suatu saat tidak dapat regenerasi kembali.b) Immunity TheoryMutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, da-pat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Mutasi somatic menye-babkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan system imun tubuh men-galami perubahan, dan dapat dianggap sebagai sel asing. Hal inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Dilain pihak, system imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses penuaan dan daya serangnya terhadap sel kanker mengalami penurunan.TEORI PSIKOLOGI (PSYCHOLOGIC THEORIES AGING)Teori ini akan menjelaskan bagaimana seseorang berespon pada tugas perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus berjalan meskipun orang tersebut telah menua.Teori Hierarki Kebutuhan Manusia Maslow (Maslow’s Hierarchy of Human Needs)

Page 6: Tua

Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar menusia dibagi dalam lima tingkatan dari mulai yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, harga diri sampai pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan memenuhi kebutuhan tersebut dari mulai tingkat yang paling rendah menuju ke tingkat yang paling tinggi.

Menurut Maslow semakin tua usia individu maka individu tersebut akan mulai berusaha mencapai ak-tualisasi dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi diri maka individu tersebut telah mencapai kede-wasaan dan kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya; otonomi, kreatif, independent dan hubungan interpersonal yang positif.

2. Teori Individualism Jung (Jung’s Theory of Individualism)

Menurut Carl Jung sifat dasar menusia terbagi menjadi dua yaitu ekstrovert dan introvert. Individu yang telah mencapai lansia dia akan cenderung introvert, dia lebih suka menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya.

Menua yang sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antari sisi introvertnya dengan sisi ekstrovertnya namun lebih condong kearah introvert. Dia tidak hanya senang dengan dunianya sendiri tapi juga terkadang dia ekstrovert juga melihat orang lain dan bergantung pada mereka.

3. Teori Delapan Tingkat Perkembangan Erikson (Erikson’s Eight Stages of Life)

Menurut Erikson tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai individu adalah ego integrity vs disapear. Jika individu tersebut sukses mencapai tugas ini maka dia akan berkembang menjadi individu yang arif dan bijaksana (menerima dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung jawab dan kehidupannya berhasil). Namun jika individu tersebut gagal mencapai tahap ini maka dia akan hidup penuh dengan keputusasaan (lansia takut mati, penyesalan diri, merasakan kegetiran dan merasa ter-lambat untuk memperbaiki diri).

4. Optimalisasi Selektif dengan Kompensasi (Selective Optimization with Compensation)

Menurut teori ini, kompensasi terhadap penurunan tubuh ada 3 elemen yaitu:

a. Seleksi.

Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan maka mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan terhadap aktivitas sehari-hari.

b. Optimalisasi.

Lansia tetap menoptimalkan kemampuan yang masih dia punya guna meningkatkan kehidupannya.

c. Kompensasi.

Aktivitas-aktivitas yang sudah tidak dapat dijalakan arena proses penuaan diganti dengan aktifitas-aktifitas lain yang mungkin bisa dilakukan dan bermanfaat bagi alnsia.

TEORI KULTURAL

Ahli antropologi menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang berpengaruh pada budaya yang dianut oleh seseorang. Hal ini juga dipercaya bahwa kaum tua tidak dapat mengabaikan sosial budaya mereka. Jika hal ini benar maka status tua dalam perbedaan sosial dapat dijelaskan oleh sejarah kepercayaan dan tradisi.

Blakemore dan Boneham yang melakukan penelitian pada kelompok tua di Asia dan Afro – Caribbean menjelaskan bahwa kaum tua merupakan komunitas yang minoritas yang dapat menjamin keutuhan etnik, ras dan budaya.

Sedangkan Salmon menjelaskan tentang konsep “ Double Jeoparoly “ yang digunakan untuk karakteristik pada penuaan.

Penelitian umum pada kelompok Afrika – Amerika dan Mexican American yaitu jika budaya membantu umtuk menjelaskan karakteristik penuaan, maka hal ini merupakan tuntutan untuk dapat digunakan dalam pemeriksaan lebih lanjut.

Budaya adalah attitude, perasaan, nilai , dan kepercayaan yang terdapat pada suatu daerah atau yang dianut oleh sekelompok orang kaum tua , yang merupakan kelompok minoritas yang memiliki kekuatan atau pengaruh pada nilai budaya.Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa budaya yang dimiliki seseorang sejak lahir akan tetap dipertahankan sampai tua. Bahkan mempengaruhi orang – orang disekitaryauntuk mengikuti budaya tersebut se-hingga tercipta kelestarian budaya.

TEORI SPIRITUAL

Pada dasarnya, ketika seseorang menjadi tua akan menjadi :

1. Menjauhkan diri dari hawa nafsu duniawi

Page 7: Tua

2. Melaksanakan amanah agama yang dianut, dengan berdoa demi kententraman hidup pribadi dan orang lain

3. Menuju penyempurnaan diri dan mengarah pada pencerahan atau pemenuhan diri untuk dapat mengarah pada kemanunggalan dengan Illahi

Melalui pengalaman hidup, setiap orang akan berupaya menjadi lebih arif dan akan mengembangkan dirinya ke labih yang berarti : melalui prestasi yang diraihnya di kala muda, seseorang akan berupaya meraih nilai-nilai luhur di hari tua – khususnya keserasian hidup dengan lingkungannnya.

Kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan oleh usia lanjut sebagai upaya dalam meniti dan meningkatkan taraf kehidupan spiritual yang baik antara lain :

1. Mendalami kitab suci sesuai agama masing-masing supaya kekurangan dan kesalahan yang sudah dilakukan dapat diperbaiki

2. Melakukan latihan meditasi

3. Berdoa untuk menjalin hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan YME, dengan berani dan terbuka mengakui kesalahan dan melakukan pertaubatan

4. Kotemplasi, pelibatan diri dalam kondisi dan situasi yang sesuai dengan kitab suci dan diaplikasikan dalam kehidupan masa kini

Kegiatan-kegiatan di atas tersebut menyiapkan usia lanjut untuk kembali secara sempurna dan utuh ke pangkuan Illahi.

Konsep "Menua Sehat"

Tujuan hidup manusia adalah menjadi tua, tetapi tetap sehat (healthy aging). Healthy aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Dalam hal ini, yang terpenting adalah promosi kesehatan dan pencegahan penyakit yang juga harus dimulai sedini mungkin dengan cara dan gaya hidup sehat. Prevensi yang dimaksudkan adalah mencegah agar proses menua tadi tidak disertai dengan proses patologik.

Healthy aging akan dipengaruhi oleh

1. faktor-faktor:Endogenic aging, dimulai dengan cellular aging lewat tissue dan anatomical aging ke arah proses menuanya organ tubuh. Proses ini seperti jam yang terus berputar.

2. Exogenic factor, dibagi dalam penyebab lingkungan (environtment) di mana seseorang hidup dan faktor sosio-ekonomi, sosio budaya, atau yang paling tepat disebut gaya hidup (life style). Faktor exogenic aging tadi, kini lebih

Asesmen Geriartri

Asesmen Geriatri adalah suatu proses pendekatan multidisiplin untuk menilai aspek medik, fungsional, psikososial dan ekonomi penderita usia lanjut dalam rangka menyusun rencana program pengobatan dan pemeli-haraan kesehatan yang rasional. Asesmen Geriatrik ada 2 macam yaitu :

1. Asesmen geriatrik administrative

2. Asesmen geriatrik klinik

Uji Klinis tentang Asesmen Geriatrik

1. Hendrik et al (1984) Asesmen Geriatrik mempunyai efek terhadap pencegahan mortalitas, rehospitalisasi dan mengurangi kunjungan ke dokter.

2. Rubenstein et al (1984) Asesmen geriatrik menunjukkan keuntungan dengan biaya lebih murah diband-ingkan pendekatan perawatan rumah sakit konvensional pada frail elderly.

3. Applegate et al (1990) Pengkajian geriatrik memberikan perbaikan fungsi dan menurunkan resiko per-awatan di nursing home.

4. Stuck et al (1995) Program asesmen geriatrik dirumah dapat memperlambat timbulnya keterbatasan dan menurunkan angka perawatan di institusi kesehatan.

Page 8: Tua

Penanganan Holistik (Hadi Martono, 1999; Kane et al, 1999)

Mengingat sifat dan karakteristik penderita usia lanjut seperti disebutkan di atas, maka penanganannya harus bersifat holistik, yaitu:

1. Penegakan diagnosis: berbeda dengan tata cara diagnosis yang dilaksanakan pada golongan usia lain, pene-gakan diagnosis pada penderita usia lanjut dilaksanakan dengan tata cara khusus yang disebut dengan ases-men geriatrik. Cara ini merupakan suatu analisis multidimensional dan sebaiknya dilakukan oleh suatu tim geriatrik.

2. Penatalaksanaan penderita: penatalaksanaan penderita juga dilaksanakan oleh suatu tim multidisipliner yang bekerja secara interdisipliner dan disebut sebagai "tim geriatri". Hal ini perlu mengingat semua aspek penyakit (fisik-psikis), sosial-ekonomi, dan lingkungan harus mendapat perhatian yang sama. Susunan dan be-sar tim bisa berbeda-beda tergantung pada tingkatan pelayanan. Di tingkat pelayanan dasar, hanya diper-lukan tim "inti" yang terdiri dari dokter, perawat, dan tenaga sosiomedik.

3. Pelayanan kesehatan vertikal dan horisontal: aspek holistik dari pelayanan geriatri harus tercermin dari pem-berian pelayanan vertikal, yaitu pelayanan yang diberikan dari Puskesmas sampai ke pusat rujukan geriatri tertinggi, yaitu di rumah sakit provinsi. Pelayanan kesehatan horizontal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan menyeluruh. Dengan demikian, ada kerjasama lin-tas sektoral dengan bidang kesejahteraan lain, misalnya agama, pendidikan/kebudayaan, olah raga, dan sosial.

4. Jenis pelayanan kesehatan: sesuai dengan batasan geriatri seperti tersebut di atas, maka pelayanan kese-hatan yang diberikan harus meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitasi dengan memper-hatikan aspek psiko-sosial serta lingkungan.

Tugas masing-masing anggota tim adalah sebagai berikut:

Asesmen lingkungan/sosial: petugas sosio-medik

Asesmen fisik: dokter/perawat.

Asesmen psikis: dokter/perawat/psikolog-psikogeriatris.

Asesmen fungsional/disabilitas: dokter/terapis rehabilitasi.

Asesmen psikologik: dokter-psikolog/psikogeriatri.

Dengan tata cara asesmen geriatric yang terarah dan terpola, maka kemungkinan terjadinya "mis/under diag-nosis" yang sering didapatkan pada praktik geriatri dapat dihindari atau dieliminasi sekecil mungkin.

Karakteristik Pasien Geriatri

1. Penurunan kapasitas fungsional yang meliputi : fisik, psikologik, sosial, ekonomi

2. Multi patologik

3. Presentasi penyakit tidak spesifik

4. Cepat memburuk bila tidak segera diobati

5. Resiko komplikasi penyakit dan terapi

6. Perlu program rehabilitasi

Pasien geriatri memiliki beberapa ciri khas, yaitu: multipatologi, tampilan gejala dan tanda penyakit tidak khas, daya cadangan faali menurun, biasanya disertai gangguan status fungsional. Sedangkan di Indonesia pada umumnya disertai dengan gangguan nutrisi.

Multipatologi berarti penyakit yang dialami oleh seseorang pada saat yang sama lebih daripada satu. Misalnya seorang pasien wanita yang menderita nyeri sendi (osteoartritis) yang disertai dengan pengeroposan tulang (osteo-porosis). Atau seorang penderita dengan penyakit kencing manis, darah tinggi, gangguan persarafan di kaki, dan katarak.

Page 9: Tua
Page 10: Tua
Page 11: Tua
Page 12: Tua
Page 13: Tua

Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia. A. Perubahan-perubahan Fisik 1. Sel.

a. Lebih sedikit jumlahnya. b. Lebih besar ukurannya. c. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.

Page 14: Tua

d. Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati. e. Jumlah sel otak menurun. f. Terganggunya mekanisme perbaikan sel. g. Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.

2. Sistem Persarafan. a. Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya). a. Cepatnya menurun hubungan persarafan. b. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres. c. Mengecilnya saraf panca indra.Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf

penciumdan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin. d. Kurang sensitif terhadap sentuhan.

3. Sistem Pendengaran. a. Presbiakusis ( gangguan dalam pendengaran ). Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam,

terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.

b. Otosklerosis akibat atrofi membran tympani . c. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin. d. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stres.

4. Sistem Penglihatan. a. Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar. b. Kornea lebih berbentuk sferis (bola). c. Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak. d. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat

dalam cahaya gelap. e. Hilangnya daya akomodasi. f. Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya. g. Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.

5. Sistem Kardiovaskuler. a. Elastisitas dinding aorta menurun. b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku. c. Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan menurunnya kontraksi dan volumenya. d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi,.

Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak.

e. Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. 6. Sistem Pengaturan emperatur Tubuh.

a. Temperatur tubuh menurun ( hipotermia ) secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun. b. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot menurun.

Page 15: Tua

7. Sistem Respirasi a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku. b. Menurunnya aktivitas dari silia. c. Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan

kedalaman bernafas menurun. d. Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang. e. Kemampuan untuk batuk berkurang. f. Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.

8. Sistem Gastrointestinal. a. Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk. b. Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di lidah terhadap rasa manis, asin, asam,

dan pahit. c. Eosephagus melebar. d. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun. e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi. f. Daya absorbsi melemah.

9. Sistem Reproduksi. a. Menciutnya ovari dan uterus. b. Atrofi payudara. c. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-

angsur. d. Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik. e. Selaput lendir vagina menurun.

10. Sistem Perkemihan. a. Ginjal b. Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin, darah yang masuk ke ginjal disaring

di glomerulus (nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%. c. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan terkadang menyebabkan

retensi urin pada pria. 11. Sistem Endokrin.

a. Produksi semua hormon menurun. b. Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan menurunnya daya pertukaran zat. c. Menurunnya produksi aldosteron. d. Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan testosteron.

12. Sistem Kulit ( Sistem Integumen ) a. Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. b. Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-

bentuk sel epidermis. c. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu. d. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. e. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi. f. Pertumbuhan kuku lebih lambat. g. Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya. h. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.

13. Sistem Muskuloskletal a. Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh. b. Kifosis c. Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas. d. Persendiaan membesar dan menjadi kaku. e. Tendon mengerut dan mengalami skelerosis. f. Atrofi serabut otot ( otot-otot serabut mengecil ).Otot-otot serabut mengecil sehingga seseorang bergerak

menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor. g. Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.

B. Perubahan-perubahan Mental.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental. a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa. b. Kesehatan umum c. Tingkat pendidikan d. Keturunan (Hereditas) e. Lingkungan

Kenangan (Memory). a. Kenangan jangka panjang: Berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahan. b. Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10 menit, kenangan buruk.

IQ (Inteligentia Quantion). a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal. b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor, terjadi perubahan pada daya membayangkan

karena tekanan-tekanan dari faktor waktu. C. Perubahan-perubahan Psikososial.

a. Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain : 1) Kehilangan finansial (income berkurang). 2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya). 3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi. 4) Kehilangan pekerjaan/kegiatan.

b. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality) c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.

Page 16: Tua

d. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation). e. Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya pengobatan. f. Penyakit kronis dan ketidakmampuan. g. Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian. h. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan. i. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan family. j. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.

D. Perkembangan Spritual.

a. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan (Maslow,1970) b. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-

hari (Murray dan Zentner,1970). c. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978), Universalizing, perkembangan yang dicapai

pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai keadilan. Masalah Umum yang Unik Bagi Lanjut Usia.

1. Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus tergantung pada orang lain. 2. Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar

dalam pola hidupnya. 3. Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik 4. Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau isteri yang telah meninggal atau pergi jauh atau cacat 5. Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah 6. Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa 7. Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus direncanakan untuk orang dewasa 8. Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk orang berusia lanjut dan memiliki kemauan

untuk mengganti kegiatan yang lebih cocok 9. Menjadi korban atau dimanfaatkan oleh para penjual obat dan kriminalitas karena mereka tidak sanggup lagi

untuk mempertahankan diri

KATARAK SENILIS1,4Semua kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun.

Penyebab nya sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun banyak kasus katarak senilis yang

ditemukan berkaitan dengan faktor keturunan, maka riwayat penyakit keluarga perlu di tanyakan.

EpidemiologiSampai saat ini katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak ditemukan,

sampai 90% dari seluruh kasus katarak.

Stadium

Katarak ini dibagai ke dalam 4 stadium, yaitu:

1. Katarak insipien, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan

posterior (katarak kortikal)

Katarak subkapsular psoterior, kekeruhan mulai terlihat di anterior subkapsular posterior, celah

terbentuk, antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (beda morgagni) pada katarak

insipien

Katarak intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif

menyerap air. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan

daya biasnya bertambah, yang akan memberikan miopisasi

2. Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang belum mengenai

seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan

degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,

sehingga terjadi glaukoma sekunder

3. Katarak matur, pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa

terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imaturtidak dikeluarkan, maka

cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal dan terjadi kekeruhan lensa

yang lama kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada katarak matur. Bilik mata depan

berukuran dengan kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada shadow test,

atau disebut negatif.

4. Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat

menjadi keras, lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, se-

hingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata

dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan

dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berlajut disertai dengan penebalan kap-

Page 17: Tua

sul, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperli-

hatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam didalam korteks

lensa karena lebih berat, keadaan tersebut dinamakan katarak morgagni.

Berdasarkan lokasi, katarak senilis dapat dibagi menjadi :

1. Nuclear sclerosis, merupakan perubahan lensa secara perlahan sehingga menjadi keras dan

berwarna kekuningan. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan

baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik. Penderita juga mengalami kesulitan

membedakan warna, terutama warna biru

2. Kortical, terjadi bila serat-serat lensa menjadi keruh, dapat menyebabkan silau terutama bila

menyetir pada malam hari. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks

anterior dan posterior

3. Posterior subcapsular, merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini

menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta pandangan baca

menurun. Banyak ditemukan pada pasein diabetes, pasca radiasi, dan trauma. 4,5

Patofisiologi7

Patofisiologi terjadinya katarak senilis cukup rumit dan belum sepenuhnya dipahami. Namun

kemungkinan, patogenesis penyakit ini melibatkan banyak faktor. Semakin bertambah usia lensa, maka

akan semakin tebal dan berat sementara daya akomodasinya semakin melemah. Ketika lapisan kortikal

bertambah dalam pola yang konsentris, nukleus sentral tertekan dan mengeras, disebut nuklear

sklerosis.

Ada banyak mekanisme yang memberi kontribusi dalam progresifitas kekeruhan lensa. Epitel lensa

berubah seiring bertambahnya usia, terutama dalam hal penurunan densitas (kepadatan) sel epitelial dan

penyimpangan diferensiasi sel serat lensa (lens fiber cells). Walaupun epitel lensa yang mengalami

katarak menunjukkan angka kematian apoptotik yang rendah, akumulasi akumulasi dari serpihan-

serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa dan homeostasis dan

akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan bertambahnya usia lensa,

penurunan rasio air dan mungkin metabolit larut air dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel

pada nukleus lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan transport air, nutrien

dan antioksidan. Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa akibat pertambahan usia mengarahkan pada

terjadinya katarak senilis. Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa dengan

berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul tinggi larut air, fase tak larut air dan

matriks protein membran tak larut air. Hasil perubahan protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba

pada indeks refraksi lensa, menyebarkan jaras-jaras cahaya dan menurunkan kejernihan. Area lain yang

sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada perkembangan katarak secara khusus keterlibatan dari

glukosa dan mineral serta vitamin

Gejala Klinis8

Gejala Subyektif:

1. Penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif.

2. Visus mudur yang derajatnya tergantung lokalisasi dan tebal tipisnya kekeruhan, Bila :Kekeruhan

tipis,kemunduran visus sedikit atau sebaliknya. dan kekeruhan terletak diequator, tak ada

keluhan apa-apa.

3. Penderita mengeluh adanya bercak-bercak putih yang tak bergerak.

4. Diplopia monocular yaitu penderita melihat 2 bayangan yang disebabkan oleh karena refraksi

dari lensa sehingga benda-benda yang dilihat penderita akan menyebabkan silau.

Page 18: Tua

5. Pada stadium permulaan penderita mengeluh miopi, hal ini terjadi karena proses pembentukan

katarak sehingga lensa menjadi cembung dan refraksi power mata meningkat, akibatnya bayan-

gan jatuh dimuka retina.

Gejala Obyektif:

1. Pada lensa tidak ada tanda-tanda inflamasi.

2. Jika mata diberi sinar dari samping: Lensa tampak keruh keabuan atau keputihan dengan latar hi-

tam

3. Pada fundus reflex dengan opthalmoskop: kekeruhasn tersebut tampak hitam dengan latar

oranye. dan pada stadium matur hanya didapatkan warna putih atau tampak kehitaman tanpa

latar orange, hal ini menunjukkan bahwa lensa sudah keruh seluruhnya.

4. Kamera anterior menjadi dangkal dan iris terdorong kedepan, sudut kamera anterior menyempit

sehingga tekanan intraokuler meningkat, akibatnya terjadi glaukoma.

Penatalaksanaan

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak

mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Hingga

saat ini belum ada obat-obatan, makanan, atau kegiatan olah raga yang dapat menghindari atau

menyembuhkan seseorang dari gangguan katarak. Penelitian meununjukan, penggunaan Aldose

reductase inhibitors, yang dipercaya dapat menghambat konversi glukosa mejadi sorbitol menujukkan

hasil yang memuaskan. Obat-obatan lain yang sedang diteliti yaitu sorbitol-lowering agents, aspirin,

glutathione-raising agents, dan anti oksidan ,vitamin C dan E

Pembedahan

Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan.

1. Pengangkatan lensa

Ada 2 macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa:

A.) ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction) atau EKEK

Lensa diangkat dengan meninggalkan kapsulnya.

Untuk memperlunak lensa sehingga mempermudah pengambilan lensa melalui sayatan yang kecil, digu-

nakan gelombang suara berfrekuensi tinggi (fakoemulsifikasi). Termasuk kedalam golongan ini ekstraksi

linear, aspirasi dan irigasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan

endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra okular, kemungkinan akan dilakukan bedah

gloukoma, mata dengan presdiposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami

ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada

saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pem-

bedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder

B.) ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) atau EKIK: ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah

yang umum dilakukan pada katarak senil. lensa beserta kapsulnya dikeluarkan dengan memutus zonula

Zinn yang telah mengalami degenerasi. Pada saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.

Pencegahan :

Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur yang tidak dapat dicegah. Pemeriksaan

mata secara teratur sangat perlu untuk mengetahui adanya katarak. Bila telah berusia 60 tahun se-

baiknya mata diperiksa setiap tahun. Pada saat ini dapatdijaga kecepatan berkembangnya katarak den-

gan:

Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan radikal bebas dalam tubuh, se-

hingga risiko katarak akan bertambah

Pola makan yang sehat, memperbanyak konsumsi buah dan sayur

Page 19: Tua

Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar UV mengakibatkan katarak pada mata Menjaga

kesehatan tubuh seperti kencing manis dan penyakit lainnya

Presbiopia.

Kemampuan mata normal untuk dapat melihat obyek dekat dengan jelas adalah karena adanya suatu mekanisme akomodasi. Akomodasi adalah kemampuan mata untuk mengubah fokus sehingga dapat melihat dengan jelas terhadap obyek dalam berbagai jarak yang berbeda – beda. Ini merupakan gerak reflek yang ditimbulkan oleh rangsangan otak pada muskulus siliaris, sebagai upaya untuk menggeser / mengubah fokus dari lensa mata agar jatuh tepat pada retina.Presbiopia, yang biasa juga disebut penglihatan tua ( presby = old = tua ; opia = vision = penglihatan ) merupakan keadaan normal sehubungan dengan usia, di mana kemampuan akomodasi seseorang telah mengalami penurunan sehingga sampai pada tahap di mana penglihatan pada jarak dekat menjadi kurang jelas. Ini sejalan dengan penurunan fisiologis amplitudo akomodasi yang dimulai sejak seseorang berumur 10 tahun, dan bervariasi dengan individu, pekerjaan, dan kelainan refraksi.Secara klinis, presbiopia terjadi setelah umur 40 tahun, biasanya sekitar 44 atau 45 tahun. Orang yang dalam pekerjaan sehari – harinya banyak membutuhkan ketelitian pada penglihatan dekat, akan menyadari / merasakan presbiopia pada dirinya secara dini. Namun, orang yang jarang memerlukan ketelitian dalam penglihatan dekatnya, baru akan menyadari presbiopia yang dialaminya ketika sudah kesulitan membaca koran atau majalah.Presbiopia diklasifasikan menjadi 2 jenis berdasarkan waktu terjadinya, yaitu :

1. Presbyopia Precock, adalah presbiopia yang terjadi sebelum penderita mencapai umur 40 tahun.

2. Presbyopia, adalah presbiopia yang terjadi pada saat penderita mencapai umur 40 tahun atau lebih.

Gejala – gejala Presbiopia.Pada umumnya, panderita presbiopia akan menunjukkan gejala – gejala dan keluhan sebagai berikut :

Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus / kecil.

Menjauhkan obyek bacaan dari mata pada saat membaca, sampai posisi di mana ia merasa nyaman dalam membaca.

Jika membaca lebih senang atau selalu mencari tempat yang bersinar terang.

Kesulitan dalam melakukan pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dekat yang teliti.

Timbul keluhan mata lelah, mata terasa pegal, atau bahkan sakit kepala setelah membaca agak beberapa lama.

Penyebab Terjadinya Presbiopia.Presbiopia adalah merupakan bagian dari proses penuaan yang secara alamiah dialami oleh semua orang. Penderita akan menemukan perubahan kemampuan penglihatan dekatnya pertamakali pada pertengahan usia empat puluhan. Pada usia ini, keadaan lensa kristalin berada dalam kondisi dimana elastisitasnya telah banyak berkurang sehingga menjadi lebih kaku dan menimbulkan hambatan terhadap proses akomodasi, karena proses ini utamanya adalah dengan mengubah bentuk lensa kristalin menjadi lebih cembung.

Organ utama penggerak proses akomodasi adalah muskulus siliaris, yaitu suatu jaringan otot yang tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan radial. Fungsi serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang merupakan kapsul di mana lensa kristalin barada di dalamnya. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang.Jika elastisitas lensa kristalin berkurang dan menjadi kaku ( sclerosis ), maka muskulus siliaris menjadi terhambat atau bahkan tertahan dalam mengubah kecembungan lensa kristalin.

Mengatasi keadaan presbiopia.Penanganan presbiopia adalah dengan membantu akomodasinya menggunakan lensa cembung ( plus ). Jika penderita presbiopia juga ngin memakai kacamata untuk penglihatan jauhnya, atau mempunyai status refraksi ametropia, maka ukuran dioptri lensa cembung itu diaplikasikan ke dalam apa yang disebut sebagai addisi. Addisi adalah perbedaan dioptri antara koreksi jauh dengan koreksi dekat. Berikut ini merupakan addisi rata – rata yang ditemukan pada berbagai tingkatan usia :

40 tahun ———- +1,00 D.

45 tahun ———- +1,50 D.

50 tahun ———- +2,00 D.

55 tahun ———- +2,50 D.

60 tahun ———- +3,00 D.

Dalam menentukan nilai addisi, penting untuk memperhatikan kebutuhan jarak kerja penderita pada waktu membaca atau melakukan pekerjaan sehari – hari yang banyak membutuhkan penglihatan dekat. Karena jarak baca dekat pada

Page 20: Tua

umumnya adalah 33 cm, maka lensa S +3,00 D adalah lensa plus terkuat sebagai addisi yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila melihat obyek yang berjarak 33 cm, karena obyek tersebut berada pada titik focus lensa S +3,00 D tersebut.Jika penderita merupakan seseorang yang dalam pekerjaannya lebih dominan menggunakan penglihatan dekat, lensa jenis fokus tunggal (monofocal) merupakan koreksi terbaik untuk digunakan sebagai kacamata baca.

Lensa bifocal atau multifocal dapat dipilih jika penderita presbiopia menginginkan penglihatan jauh dan dekatnya dapat terkoreksi.Selain dengan lensa kacamata, presbiopia juga dapat dikoreksi dengan lensa kontak multifocal, yang tersedia dalam bentuk lensa kontak keras maupun lensa kontak lunak. Hanya saja, tidak setiap orang dapat menggunakan lensa kontak ini, karena membutuhkan perlakuan dan perawatan secara khusus.Metode lain dalam mengkoreksi presbiopia adalah dengan tehnik monovision ( penglihatan tunggal ), di mana salah satu mata dikondisikan hanya bisa untuk melihat jauh saja, dan mata yang satunya lagi dikondisikan hanya bisa untuk melihat dekat. Alat koreksi yang dipakai bisa berupa lensa kacamata atau lensa kontak. Ada beberapa orang yang dapat menggunakan metode ini, sementara sebagian besar yang lain dapat pusing – pusing atau kehilangan kedalaman persepsi atas obyek yang dilihat.

PATOFISIOLOGI

Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri perubahan patofisiologis

sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan

endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan

berkurangnya elastisitas pembuluh darah.(1,2,3)

Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata. Ini merupakan

akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi

proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi akan kelihatan penyempitan arterioles retina secara generalisata.(1,2,4,5,7,8)

Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan intima pembuluh

darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang

lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai ”arteriovenous nicking”. Terjadi juga

perubahan pada refleks cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang

dikenal sebagai ”copper wiring”.(1,2,4,5,7,8)

Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan kerusakan pada sawar darah-

retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini

bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat

saraf yang dikenal sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan biasanya

meripakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat.(1,2,4,5,7,8)

Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap hipertensi saja, karena ia juga dapat

terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sequential.

Contohnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu

mengalami perubahan-perubahan lain terlebih dulu.(1,2,4,5,7,8)

KLASIFIKASI

Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh Keith et al. Sejak itu,

timbul bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem klasifikasi yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi

sistem klasifikasi ini dalam praktek sehari-hari. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat tediri atas empat kelompok

retinopati hipertensi berdasarkan derajat keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang disepakati

digunakan dalam praktek sehari-hari.(2,4,6,9)

<!--[if !supportLists]-->· <!--[endif]-->Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of

Ophtalmology

Stadium Karakteristik

Stadium 0 Tiada perubahan

Page 21: Tua

Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi

Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal

Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat

Stadium IV Stadium III + papiledema

Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi retinopati hipertensi tergantung dari berat

ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.(1,6)

Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik

Mild Satu atau lebih dari tanda berikut :

Penyempitan arteioler menyeluruh atau fokal,

AV nicking, dinding arterioler lebih padat

(silver-wire)

Asosiasi ringan dengan penyakit

stroke, penyakit jantung koroner

dan mortalitas kardiovaskuler

Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebih tanda

berikut :

Perdarahan retina (blot, dot atau flame-

shape), microaneurysme, cotton-wool, hard

exudates

Asosiasi berat dengan penyakit

stroke, gagal jantung, disfungsi

renal dan mortalitas kardiovaskuler

Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate dengan

edema papil : dapat disertai dengan kebutaan

Asosiasi berat dengan mortalitas

dan gagal ginjal

PENATALAKSANAAN

Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati

arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat

arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik

menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih

tidak jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap struktur mikrovaskuler.

Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding arteri retina sementara penggunaan HCT

tidak memberikan efek apa pun terhadap pembuluh darah retina. Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan.

Pasien dinasehati untuk menurunkan berat badan jika sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi

makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan

darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur.(1,2,4,6)

Dokter atau petugas kesehatan harus tetap meneruskan pengobatan pada pasien hipertensi walaupun tanpa

tanda-tanda retinopati. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar dibawah, evaluasi dan management pada pasien

dengan hipertensi harus diutamakan supaya tidak terjadi komplikasi ke target organ yang lain.(1,2,4,6)

OTOSKLEROSIS

Posted by: rhezvolution on: March 19, 2009

In: Medical

Comment!

Proses pendengaran ialah salah satu fungsi yang penting dalam kehidupan. Saat ini, banyak gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mendengar, salah satunya adalah otosklerosis. Dalam penelitian, kelainan ini terdapat pada masyarakat dalam jumlah yang signifikan.

Page 22: Tua

Otosklerosis merupakan salah satu penyebab umum tuli konduktif pada orang dewasa. Kelainan disebabkan karena gangguan autosomal dominan yang terjadi pada wanita maupun pria. Pasien mengalami gejala-gejala pada akhir usia belasan atau awal 20an.Kelainan ini merupakan penyakit labirin tulang, dimana terbentuk suatu daerah otospongiosis {tulang lunak} terutama di depan dan didekat kaki stapes menjadi terfiksasi. Otosklerosis cukup lazim terjadi yaitu pada hampir dari 10% populasi. Namun, hanya presentase kecil yang kemudian bermanifestasi secara klinis sebagai gangguan pendengaran. Pasien perlu dinilai secara cermat, baik melalui pemeriksaan audiologik maupun dengan pemeriksaan otologik.

Definisi

Otosklerosis adalah penyakit primer dari tulang-tulang pendengaran dan kapsul tulang labirin. Proses ini menghasilkan tulang yang lebih lunak dan berkurang densitasnya (otospongiosis). Gangguan pendengaran disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari spongy bone-like tissue yang menghambat tulang- tulang di telinga tengah, terutama stapes untuk bergerak dengan baik. Pertumbuhan tulang yang abnormal ini sering terjadi di depan dari fenestra ovale, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Normalnya, stapes yang merupakan tulang terkecil pada tubuh bergetar secara bebas mengikuti transmisi suara ke telinga dalam. Ketika tulang ini menjadi terfiksasi pada tulang sekitarnya, getaran suara akan dihambat menuju ke telinga dalam sehingga fungsi pendengaran terganggu.

Etiologi

Penyebab dari otosklerosis masih belum diketahui dengan jelas. Pendapat umum menyatakan bahwa otosklerosis adalah diturunkan secara autosomal dominan. Ada juga bukti ilmiah yang menyatakan adanya infeksi virus measles yang mempengaruhi otosklerosis. Hipotesis terbaru menyatakan bahwa otosklerosis memerlukan kombinasi dari spesifik gen dengan pemaparan dari virus measles sehingga dapat terlihat pengaruhnya dalam gangguan pendengaran. Beberapa berpendapat bahwa infeksi kronik measles di tulang merupakan predisposisi pasien untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat ditemukan di osteoblas pada lesi sklerotik.

Epidemiologi

• RasBeberapa studi menunjukan bahwa otosklerosis umumnya terjadi pada ras Kaukasian. Sekitar setengahnya terjadi pada populasi oriental. Dan sangat jarang pada orang negro dan suku Indian Amerika. Populasi multiras yang termasuk Kaukasian memiliki resiko peningkatan insiden terhadap otosklerosis.<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><!--[endif]-->

• Faktor KeturunanOtosklerosis biasanya dideskripsikan sebagai penyakit yang diturunkan secara autosomal dominant dengan penetrasi yang tidak lengkap (hanya berkisar 40%). Derajat dari penetrasi berhubungan dengan distribusi dari lesi otosklerotik lesi pada kapsul tulang labirin.

• GenderOtosklerosis sering dilaporkan 2 kali lebih banyak pada wanita disbanding pria. Bagaimanapun, perkiraan terbaru sekarang mendekati ratio antara pria:wanita 1:1. Penyakit ini biasanya diturunkan tanpa pengaruh sex- linked, jadi rasio 1:1 dapat terjadi. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa perubahan hormonal selama kehamilan dapat menstimulasi fase aktif dari otosklerosis, yang menyebabkan peningkatan gambaran klinis kejadian otosklerosis pada wanita. Onset klinik selama kehamilan telah dilaporkan sebanyak 10% dan 17%. Risiko dari peningkatan gangguan pendengaran selama kehamilan atau pemakaian oral kontrasepsi pada wanita dengan otosklerosis adalah sebesar 25 %. Penjelasan lain yang mungkin akan peningkatan prevalensi otosklerosis pada wanita adalah bilateral otosklerosis tampaknya lebih sering pada wanita dibanding pria (89% dan 65 %). Memiliki dua telinga yang terkena kelihatan akan meningkatkan kunjungan ke klinik.

• Sejarah keluargaSekitar 60% dari pasien dengan klinikal otosklerosis dilaporkan memiliki keluarga dengan riwayat yang sama.

• UsiaInsiden dari klinikal otosklerosis meningkat sesuai bertambahnya umur. Evidence mikroskopik terhadap otospongiosis ditemukan pada autopsi 0,6 % individu yang berumur kurang dari 5 tahun. Pada pertengahan usia, insiden ditemukannya adalah 10 % pada orang kulit putih dan sekitar 20% pada wanita berkulit putih. Baik aktif atau tidak fase penyakitnya, terjadi pada semua umur, tetapi aktivitas yang lebih tinggi lebih sering terjadi pada mereka yang berumur kurang dari 50 tahun. Dan aktivitas yang paling rendah biasanya setelah umur lebih dari 70 tahun. Onset klinikal berkisar antara umur 15-35 tahun, tetapi manifestasi penyakit itu sendiri dapat terjadi paling awal sekitar umur 6 atau 7 tahun, dan paling lambat terjadi pada pertengahan 50-an.

• PredileksiMenurut data yang dikumpulkan dari studi terhadap tulang temporal, tempat yang paling sering terkena Otosklerosis adalah fissula ante fenestram yang terletak di anterior jendela oval (80%-90%). Tahun 1985, Schuknecht dan Barber melaporkan area dari lesi otosklerosis yaitu:1. tepi dari tempat beradanya fenestra rotundum2. dinding medial bagian apeks dari koklea3. area posterior dari duktus koklearis4. region yang berbatasan dengan kanalis semisirkularis5. kaki dari stapes sendiri.

Patofisiologi

Page 23: Tua

Patofisiologi dari otosklerosis sangat kompleks. Kunci utama lesi dari otosklerosis adalah adanya multifokal area sklerosis diantara tulang endokondral temporal. Ada 2 fase patologik yang dapat diidentifikasi dari penyakit ini yaitu:

1. Fase awal otospongioticGambaran histologis: terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang merupakan grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar pembuluh darah sehingga menyebabkan pelebaran lumen pembuluh darah dan dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai gambaran kemerahan pada membran timpani. Schwartze sign berhubungan dengan peningkatan vascular dari lesi yang mencapai daerah permukaan periosteal. Dengan keterlibatan osteosit yang semakin banyak, daerah ini menjadi kaya akan substansi dasar amorf dan kekurangan struktur kolagen yang matur dan menghasilkan pembentukkan spongy bone . Penemuan histologik ini dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of Manasse.

2. Fase akhir otosklerotikFase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti oleh osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak dideposit pada area resorpsi sebelumnya. Ketika proses ini terjadi pada kaki stapes akan menyebabkan fiksasi kaki stapes pada fenestra ovale sehingga pergerakan stapes terganggu dan oleh sebab itu transmisi suara ke koklear terhalang. Hasil akhirnya adalah terjadinya tuli konduktif

Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate. Terjadinya tuli sensorineural pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya hasil metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat, hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya itu menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran basal.

Kebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktif atau campur. Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri masih kontroversial. Kasus sensorineural murni karena otosklerosis dikemukakan oleh Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat koklear otosklerosis:

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ke dua telinga

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi stapes pada salah satu telinga

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Secara tidak biasa adanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli sensorineural murni

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui

<!--[if !supportLists]-->6. <!--[endif]-->CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan demineralisasi dari kapsul koklear

<!--[if !supportLists]-->7. <!--[endif]-->Pada timpanometri ada fenomena on-off.

Diagnosis

• Anamnesa: kehilangan pendengaran dan tinnitus adalah gejala yang utama. Penurunan pendengaran berlangsung secara progressif dengan angka kejadian bervariasi, tanpa adanya penyebab trauma atau infeksi.. Tinnitus merupakan variasi tersering sebanyak 75 % dan biasanya berlangsung menjadi lebih parah seiring dengan derajat tingkat penurunan pendengaran. Umumnya, dizziness dapat terjadi. Pasien mungkin mendeskripsikan seperti vertigo, pusing yang berputar, mual dan muntah. Dizziness yang hanya diasosiasikan dengan otosklerosis terkadang menunjukan proses otosklerosis pada telinga dalam. Adanya dizziness ini sulit untuk dibedakan dengan kausa lain seperti sindrom Meniere’s. Pada 60% kasus, riwayat keluarga pasien yang terkena otosklerosis dapat ditemukan.

• Pemeriksaan Fisik: Membran timpani biasanya normal pada sebagian besar kasus. Hanya sekitar 10% yang menunjukan Schwartze Sign. Pemeriksaan garputala menunjukan kesan tuli konduktif. ( Rinne negatif ) Pada fase awal dari penyakit tuli konduktif didapat pada frekuensi 256 Hz. Adanya proses fiksasi stapes akan memberikan kesan pada frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada frekuensi 1024 Hz akan memberi gambaran hantaran tulang lebih kuat daripada hantaran udara. Tes Weber menunjukan lateralisasi ke arah telinga yang memiliki derajat conduting hearing loss lebih besar. Pasien juga akan merasa lebih baik dalam ruangan yang bising (Paracusis Willisi).

• Pemeriksaan Penunjang: Kunci penelusuran secara objektif dari otosklerosis didapat dari audiogram. Gambaran biasanya konduktif, tetapi dapat juga mixed atau sensorineural. Tanda khas dari otosklerosis adalah pelebaran air-bone gap secara perlahan yang biasanya dimulai dari frekuensi rendah. Adanya Carhart’s Notch adalah diagnosis secara abstrak dari otosklerosis , meskipun dapat juga terlihat pada gangguan konduktif lainnya. Carhart’s notch adalah penurunan dari konduksi tulang sebanyak 10-30 db pada frekuensi 2000Hz, diinduksi oleh adanya fiksasi stapes. Carhart’s notch akan menghilang setelah stapedektomy. Maksimal conductive hearing loss adalah 50 db untuk otosklerosis, kecuali adanya kombinasi dengan diskontinuitas dari tulang pendengaran. Speech discrimination biasanya tetap normal.

Pada masa pre klinik dari otosklerosis, tympanometri mungkin menunjukan “on-off” effect, dimana ada penurunan abnormal dari impedance pada awal dan akhir eliciting signal. Ketika penyakit berlanjut, adanya on-off ini memberi gambaran dari absennya reflek stapedial. Gambaran timpanogram biasanya adalah tipe A dengan compliance yang

Page 24: Tua

rendah. Walaupun jarang, gambaran tersebut dapat juga berbentuk kurva yang memendek yang dirujuk ke pola tipe As.

Fine – cut CT scan dapat mengidentifikasi pasien dengan vestibular atau koklear otosklerosis, walaupun keakuratannya masih dipertanyakan. CT dapat memperlihatkan gambaran tulang-tulang pendengaran, koklea dan vestibular organ. Adanya area radiolusen didalam dan sekitar koklea dapat ditemukan pada awal penyakit ini, dan gambaran diffuse sclerosis pada kasus yang lebih lanjut. Hasil yang negative bukan berarti non diagnostik karena beberapa pasien yang menderita penyakit ini mempunyai kemampuan dibawah dari metode CT paling canggih sekali.

Diagnosis Banding

Otosklerosis terkadang sulit untuk dibedakan dengan penyakit lain yang mengenai rangkaian tulang-tulang pendengaran atau mobilitas membran timpani. Malahan, diagnosis final sering ditunda sampai saat bedah eksplorasi.<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><!--[endif]-->

<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Fiksasi kepala malleus, menyebabkan gangguan konduktif yang serupa dan dapat terjadi pada konjugasi dari fiksasi stapes. Inspeksi menyeluruh terhadap seluruh tulang adalah penting dalam operasi stapes untuk menghindari adanya lesi yang terlewatkan seperti itu

<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Congenital fixation of stapes, dapat terjadi karena abnormalitas dari telinga tengah dan harus dipertimbangkan pada kasus gangguan pendengaran yang stabil semenjak kecil. Congenital stapes fixation dapat pula terjadi pada persambungan dengan abnormalitas: membran timpani yang kecil, partial meatal atresia atau manubrium yang memendek

<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Otitis Media Sekretoria Kronis, dengan otoskop dapat menyerupai otosklerosis, tetapi timpanometri dapat mengindikasi adanya cairan di telinga tengah pada otitis media

<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Timpanosklerosis, dapat menimpa satu atau lebih tulang pendengaran. Gangguan konduktif mungkin sama dengan yang terlihat pada otosklerosis. Adanya riwayat infeksi, penemuan yang diasosisasikan dengan myringosklerosis dan penurunan pendengaran yang stabil dibanding progressif adalah tipikal untuk timpanosklerosis

<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Osteogenesis imperfecta (van der Hoeve – de Kleyn Syndrome), adalah kondisi autosomal dominan dimana terdapat defek dari aktivitas osteoblast yang menghasilkan tulang yang rapuh dan bersklera biru. Sebagai tanbahan, terdapat fraktur tulang multiple dan sekitar setengah dari pasien ini memiliki fiksasi stapes. Respon jangka pendek dari operasi stapes pada pasien ini sama dengan yang terlihat pada otosklerosis. Tetapi progresif sensorineural hearing loss post operasi lebih sering terjadi.

Penatalaksanaan

90% pasien hanya dengan bukti histologis dari otosklerosis adalah simptomatik karena lesi barlangsung tanpa fiksasi stapes atau gangguan koklear. Pada pasien yang asimptomatik ini, penurunan pendengaran progressif secara konduktif dan sensorineural biasanya dimulai pada usia 20. Penyakit akan berkembang lebih cepat tergantung pada faktor lingkungan seperti kehamilan. Gangguan pendengaran akan berhenti stabil maksimal pada 50-60 db.

• Amplifikasi

Alat Bantu dengar baik secara unilateral atau bilateral dapat merupakan terapi yang efektif. Beberapa pasien yang bukan merupakan kandidat yang cocok untuk operasi dapat menggunakan alat bantu dengar ini.

• Terapi Medikamentosa

Tahun 1923 Escot adalah orang pertama yang menemukan kalsium florida untuk pengobatan otosklerosis. Hal ini diperkuat oleh Shambough yang memprediksi stabilasi dari lesi otosklerotik dengan penggunaan sodium florida. Ion florida membuat komplek flourapatit. Dosis dari sodium florida adalah 20-120 mg/hari. Brooks menyarankan penggunaan florida yang dikombinasi dengan 400 U vitamin D dan 10 mg Calcium Carbonate berdasar teori bahwa vit D dan CaCO3 akan memperlambat lesi dari otosklerosis. Efek samping dapat menimbulakan mual dan muntah tetapi dapat diatasi dengan menguarangi dosis atau menggunakan enteric-coated tablets. Dengan menggunakan regimen ini, sekitar 50 % menunjukan symptom yang tidak memburuk, sekitar 30 % menunjukan perbaikan.

• Terapi Bedah

Pembedahan akan membutuhkan penggantian seluruh atau sebagian dari fiksasi stapes.

Seleksi pasienKandidat utama stapedectomy adalah yang mempunyai kehilangan pendengaran dan menganggu secara sosial, yang dikonfirmasi dengan garputala dan audiometric menunjukan tuli konduktif atau campur. Speech discrimination harus baik. Secara umum, pasien dengan penurunan pendengaran lebih dari 40 db dan Bone conduction lebih baik dari Air Conduction pada pemeriksaan garputala akan memperoleh keuntungan paling maksimal dari operasi. Pasien harus mempunyai resiko anaestesi yang minimal dan tidak memiliki kontraindikasi.

Indikasi Bedah1. tipe otosklerosis oval window dengan berbagai variasi derajat fiksasi stapes2. Otosklerosis atau fiksasi ligamen anularis oval window pada otitis media kronis (sebagai tahapan prosedur)3. Osteogenesis imperfekta

Page 25: Tua

4. beberapa keadaan anomali kongenital5. timpanosklerosis di mana pengangkatan stapes diindikasikan (sebagai tahapan operasi)

Prognosis

Pemeriksaan garpu tala preoperative menentukan keberhasilan dari tindakan bedah, diikuti dengan alat-alat bedah dan teknik pembedahan yang digunakan ikut menentukan prognosis.

Skizofrenia

Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut pe-rubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992) Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli sehubungan den-gan timbulnya skizofrenia pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber dari kenyataan yang terjadi pada lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara gangguan parafrenia, paranoid dan skizofrenia. Parafrenia lambat (late paraphre-nia) digunakan oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien yang memiliki gejala paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta terdapat gejala waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.

Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang.

Page 26: Tua

Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita se-hingga ia merasa menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gang-guan paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional dan sering juga digolongkan menjadi senile psikosis.

Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah. Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :

Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)

Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb)

Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb)

Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)

Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)

Pada umumya, gangguan skizof renia yang terjadi pada lansia adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena peran-gainya dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam ben-tuk perkataan yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).

Gangguan Jiwa Afektif

Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:

Gangguan Afektif tipe Depresif

Gangguan ini terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor penyebabnya dapat disebabkan oleh kehilangan atau kematian pasangan hidup atau seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang berat atau lama men-galami penderitaan.

Gangguan ini paling banyak dijumpai pada usia pertengahan, pada umur 40 - 50 tahun dan kondisinya makin buruk pada lanjut usia (lansia). Pada usia perttangahan tersebut prosentase wanita lebih banyak dari laki-laki, akan tetapi di-atas umur 60 tahun keadaan menjadi seimbang. Pada wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause, yang berarti fungsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak produktif lagi, walaupun sebenarnya tidak harus be-gitu, karena kebutuhan biologis sebenarnya selama orang masih sehat dan masih memerlukan tidak ada salahnya bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa menggangu kesehatannya.

Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah sedih, sukar tidur, sulit berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-kadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun memiliki dorongan yang kuat untuk sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik, kesadarannya terganggu sehingga kemampuan uji realitas (reality testing ability) ikut terganggu dan berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang, tem-pat, maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada rasa takut, dsb.

Gangguan Afektif tipe Manik

Gangguan ini sering timbul secara bergantian pada pasien yang mengalami gangguan afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus yang disebut gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan gembira yang tinggi, cenderung berlebihan sehingga mendorong pasien berbuat sesuatu yang melampaui batas kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat orang lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang silih berganti, suatu ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang gembira, pidato berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi sedih, murung, menangis tersedu-sedu yang sulit dimengerti.

Neurosis

Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam mema-suki tahap lanjut usia (lansia).

Page 27: Tua

Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitas-nya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk mandi.

Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:

Neurosis cemas dan panik

Neurosis obsesif kompulsif

Neurosis fobik

Neurosis histerik (konversi)

Gangguan somatoform

Hipokondriasis. Pasien dengan keadaan ini sering mengeluh bahwa dirinya sakit, serta tidak dapat diobati. Keluhannya sering menyangkut alat tubuh seperti alat pencernaan, jantung dan pembuluh darah, alat kemih/kelamin, dan lainnya. Pada lansia yang menderita hipokondriasis penyakit yang menjadi keluhannya sering berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati yang mungkin segera hilang, ia mengeluh sakit yang lain. Kondisi ini jika dituruti terus maka ia akan terus-menerus minta diperiksa dokter; belum habis obat untuk penyakit yang satu sudah minta diperiksa dokter untuk penyakit yang lain.

Gangguan disosiatif

Gangguan depersonalisasi

Gangguan distimik

Gangguan stres pasca trauma. (jp)

Skizofrenia

Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut pe-rubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992)

Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli sehubungan dengan timbulnya skizofrenia pada lanjut usia (lan-sia). Hal itu bersumber dari kenyataan yang terjadi pada lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara gangguan parafrenia, paranoid dan skizofrenia. Parafrenia lambat (late paraphrenia) digunakan oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien yang memiliki gejala paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta terdapat gejala waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.

Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang.

Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita se-hingga ia merasa menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gang-guan paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional dan sering juga digolongkan menjadi senile psikosis.

Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.

Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :

Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)

Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb)

Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb)

Page 28: Tua

Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)

Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)

Pada umumya, gangguan skizof renia yang terjadi pada lansia adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena peran-gainya dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam ben-tuk perkataan yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).

Gangguan Jiwa Afektif

Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:

Gangguan Afektif tipe Depresif

Gangguan ini terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor penyebabnya dapat disebabkan oleh kehilangan atau kematian pasangan hidup atau seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang berat atau lama men-galami penderitaan.

Gangguan ini paling banyak dijumpai pada usia pertengahan, pada umur 40 - 50 tahun dan kondisinya makin buruk pada lanjut usia (lansia). Pada usia perttangahan tersebut prosentase wanita lebih banyak dari laki-laki, akan tetapi di-atas umur 60 tahun keadaan menjadi seimbang. Pada wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause, yang berarti fungsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak produktif lagi, walaupun sebenarnya tidak harus be-gitu, karena kebutuhan biologis sebenarnya selama orang masih sehat dan masih memerlukan tidak ada salahnya bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa menggangu kesehatannya.

Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah sedih, sukar tidur, sulit berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-kadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun memiliki dorongan yang kuat untuk sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik, kesadarannya terganggu sehingga kemampuan uji realitas (reality testing ability) ikut terganggu dan berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang, tem-pat, maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada rasa takut, dsb.

Gangguan Afektif tipe Manik

Gangguan ini sering timbul secara bergantian pada pasien yang mengalami gangguan afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus yang disebut gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan gembira yang tinggi, cenderung berlebihan sehingga mendorong pasien berbuat sesuatu yang melampaui batas kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat orang lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang silih berganti, suatu ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang gembira, pidato berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi sedih, murung, menangis tersedu-sedu yang sulit dimengerti.

Neurosis

Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam mema-suki tahap lanjut usia (lansia).

Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitas-nya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk mandi.

Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:

Neurosis cemas dan panik

Neurosis obsesif kompulsif

Neurosis fobik

Neurosis histerik (konversi)

Gangguan somatoform

Hipokondriasis. Pasien dengan keadaan ini sering mengeluh bahwa dirinya sakit, serta tidak dapat diobati. Keluhannya sering menyangkut alat tubuh seperti alat pencernaan, jantung dan pembuluh darah, alat kemih/kelamin, dan lainnya. Pada lansia yang menderita hipokondriasis penyakit yang menjadi keluhannya sering berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati yang mungkin segera hilang, ia mengeluh sakit yang lain. Kondisi

Page 29: Tua

ini jika dituruti terus maka ia akan terus-menerus minta diperiksa dokter; belum habis obat untuk penyakit yang satu sudah minta diperiksa dokter untuk penyakit yang lain.

Gangguan disosiatif

Gangguan depersonalisasi

Gangguan distimik

Gangguan stres pasca trauma. (jp)

DEMENSIA DAN FUNGSI OTAK Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan &

perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. Diagnosis dilaksanakan dengan pemeriksaan klinis, laboratorlum dan pemeriksaan pencitraan (imaging), dimaksudkan untuk mencari penyebab yang bisa diobati. Pengobatan biasanya hanya suportif. Zat penghambat kolines terasa (Cholinesterase inhibitors) bisa memperbaiki fungsi kognitif untuk sementara, dan membuat beberapa obat antipsikotika lebih efektif daripada hanya dengan satu macam obat saja.

DefinisiDemensia adalah suatu gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh gangguan fungsi otak,yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Pasien demensia menunjukkan penurunan yang progresif dan tidak dapat pulih , namun juga dapat pula terjadi mendadak. Menurut National Institute of Neurological Disorders and stroke and the associations Internationale Pour la recherché et l’Enseignement en Neurosciences (NINDS-AIREN) dimensia adalah gangguan daya ingat dan dua atau lebih domain kognitif lainnya yang sudah mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari dan tidak disebabkan oleh gangguan pada fisik.

Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya bersifat kronis-progresif, di-mana terdapat gangguan fungsi kognitif yang multipel tanpa gangguan kesadara. 1,3

Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada demensia adalah intelegensia umum, daya ingat, daya pikir, orientasi, persepsi, perhatian, daya tangkap (comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, daya nilai (judgenent), dan kemampuan sosial. 1,3

Demensia bisa terjadi pada setiap umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia (l.k 5% untuk rentang umur 65-74 tahun dan 40% bagi yang berumur >85 tahun). Kebanyakan mereka dirawat dalam panti dan menempati sejumlah 50% tempat tidur. Pada usia lanjut,demensia merupakan penyebab kematian ke4 setelah Penaykit jantung, tumor ganas, dan stroke. Kira-kira 5-10% usia lanjut diatas 65 tahun menderita demensia dan meningkat dua klai lipat setiap 5 tahun dan mencapai 50% pada usia diatas 85 tahun. Hal ini diperkuat oleh sebuah penelitian di Amerika serikat berdasarkan populasi usia lanjut pada usia 85 tahun yang mengalami dimensia Alzheimer 45% dan 3% dimensia vascular. Proporsi Perempuan yang mengalami penyakit Dimensia Alzheimer lebih tinggi dibandingkan laki-laki sekitar (2/3 pasien adalah perempuan), hal ini disebabkan perempuan mempunyai harapan hidup lebih baik. Penyebab tersering dimensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah dimensia Alzheimer.Etiologi dan klasifikasi

Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular secara bersama-sama berjumlah sebanyak 75% dari semua kasus. Penyebab demensia lainnya adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Hutington, penyakit Parkinson, hunam immunodeficiency virus (HIV), dan trauma kepala.* Menurut Umur:

1. Demensia senilis (>65th)

2. Demensia prasenilis (<65th)

* Menurut perjalanan penyakit:

Reversibel

Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.

* Menurut kerusakan struktur otakTipe Alzheimer

1. Tipe non-Alzheimer 2. Demensia vaskular 3. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia) 4. Demensia Lobus frontal-temporal 5. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS) 6. Morbus Parkinson 7. Morbus Huntington 8. Morbus Pick 9. Morbus Jakob-Creutzfeldt 10. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker 11. Prion disease 12. Palsi Supranuklear progresif 13. Multiple sklerosis 14. Neurosifilis 15. Tipe campuran

Dimensia sendiri mempunyai 3 tipe yaitu : Di-mensia Kortikal : * Dimensia Alzheimer * Dimensia Frontotemporal (FTD)Dimensia Vaskular : * Dimensia multi Infark * Dimensia vascular campuranDemensia lainnya : * Demensia Lewy body (DLB) * Demensia yang reversible (hipotiroidisme , defisiensi vitamin B12)

* Menurut sifat klinis:o Demensia propriuso Pseudo-demensiaFaktor resiko demensia Alzheimer Ri-wayat keluarga dengan demensia Alzheimer, Usia lanjut, Trauma Kapitis, Genetik: factor genetic ditemukan kelainan pada kromosom 1,14,19 dan 21.

o E4 allele dari apoE * E4 homozygotes > 50% resiko menjadi DA pada umur 70 tahun.o E2 allel dari apoE * Protektif

Sindrom Down * gene B-amyloid pada kromosom 21.

Page 30: Tua

Faktor resiko Demensia Vaskuler : Sindrom klinik penurunan intelektual disebabkan oleh iskemia pada jaringan otak, Faktor resiko stroke, Riwayat TIA atau deficit neurologi akut yang membaik kurang dari 24 jamTanda dan gejala* Seluruh jajaran fungsi kognitif rusak. * Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek. * Gangguan kepribadian dan perilaku, mood swings * Defisit neurologik motor & fokal * Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang * Gangguan psikotik: halusinasi, ilusi, waham & paranoia * Agnosia, apraxia, afasia * ADL (Activities of Daily Living)susah * Kesulitan mengatur penggunaan keuangan * Tidak bisa pulang ke rumah bila bepergian * Lupa meletakkan barang penting * Sulit mandi, makan, berpakaian, toileting * Pasien bisa berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang * Mudah terjatuh, keseimbangan buruk * Akhirnya lumpuh, inkontinensia urine & alvi * Tak dapat makan dan menelan* Koma dan kematianSecara umum gambaran klinis demensia yaitu adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang (personal activities of daily living) seperti mandi, berpakaian, makan, kebersi-han diri, buang air besar dan kecil. Umumnya disertai, dan ada kalanya diawali, dengan kemerosotan dalam pengen-dalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup. Pada demensia tidak ditemukan gangguan kesadaran (clear con-sciousness) dan gejala serta disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan. 3

Pasien dengan demensia biasanya dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya, polisi atau pengasuh yang mengeluh bahwa pasien telah berkeliaran, bingung, perilaku yang tidak wajar (misalnya, memegang dan menyentuh dengan maksud seksual yang tak semestinya, pergi ke luar rumah dengan pakaian yang tidak pantas, misalnya memakai baju kaos dan celana dalam saja), agresif, depresif, cemas. Pasien dengan diagnosis demensia biasanya dibawa masuk ke UGD karena perubahan perilaku yang mendadak. Demensia harus dibedakan dari proses menua normal. Pada proses menua biasa, pasien mungkin mengalami gang-guan fungsi kognitif, tetapi tidak progresif dan tidak menyebabkan gangguan fungsi pekerjaan sosial. 4

Gejala Perilaku dan psikologi (GPPD)Meliputi dua kelompok besar yaitu gejala perilaku dan gejala psikologis. Gejala perilaku meliputi berbagai

gangguan aktivitas seperti agitas, hiperkatif, kegelisahan, wandering, agresivitas, gangguan tidur bangun, gangguan makan,dan perilaku antisocial. Gejala psikologis meliputi gangguan afektif (ansietas, iritabilitas, depresi, labilitas emosi), apatis, delusi dan misidentifikasi dan halusinasi.Gejala perilaku yang merepotkan adalah wandering. Manifestasinya dapat berupa checking (berulangkali mencari orang lain), trailing (membuntuti orang lain kemana-mana), pottering (berkeliling rumah tanpa tujuan/hasil) , beper-gian tanpa tujuan, aktivitas berlebihan, jalan-jalan pada malam hari, atau kabur dari rumah. Prevalensi wandering berkisarantara 39-53%. Gejala wandering ini paling dikhawatirkan keluarga, sehingga akan memicu keluarga untuk overprotectif terhadap pasien.DiagnosisEvaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia harus dilakukan dari berbagai segi,karena selain menetapkan seorang demensia atau tidak,juga harus ditentukan berat-ringannya penyakit, serta tipe demensianya. Hal ini berpen-garuh pada penatalaksanaan dan prognosisnya.Diagnosis demensia ditegakkan berdasar kriteria diagnosis yang sesuai dengan diagnosis and stastistical manual of mental disorders, edisi keempat (DSM IV) dapat dilihat di table 1.Sementara untuk diagnosis klinis penyakit Alzheimer diterbitkan suatu konsesus oleh the national institute of neurolog-ical and communicative Disorders and stroke (NINCDS) dan the Alzheimers Disesase and related Disorders Association (ADRDA). Liat table 2.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis untuk demensia (sesuai dengan DSM IV)A. Munculnya deficit kognitif multiple yang bermanifestasi pada kedua keadaan berikut:

1. Gangguan memori2. Satu atau dua lebih gangguan kognitif berikut:

· Afasia (gangguan berbahasa)· Apraksia (ketidakmampuan melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik masih normal)· Agnosia (kegagalan untuk mengenal atau mengidetifikasi benda walaupun fungsi sensorik masih normal)· Gangguan fungsi Eksekutif (seperti merencanakan, mengorganisasi, berpikir runut, berpikir abstrak)

B. Defisit kognitif yang terdapat pada criteria A1 dan A2 menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi social dan okupasi serta menunjukkan penurunan yang bermakna dari fungsi sebelumnya. Deficit yang terjadi bukan terjadi khusus saat timbulnya delirium.

Tabel 2. Criteria untuk diagnosis klinis penyakit AlzheimerA. Kriteria diagnosis klinis untuk probable penyakit Alzheimer mencakup :

· Demensia ditegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat dengan pemeriksaan MMSA· Deficit pada dua atau lebih area kognitif· Tidak ada gangguan kesadaran· Awitan antara umur 40 dan 90, umumnya setelah umur 65 tahun.· Tidak ada kelainan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat menyebabkan deficit progresif pada

memori dan kognitif.B . Diagnosis Probable penyakit Alzheimer didukung oleh :

· Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik seperti afasia, apraksia, dan agnosia· Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku· Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama, terutama bila sudah dikonfirmasi secara neuropa-

tologi.· Hasil laboratorium yang menunjukkan.· Pungsi lumbal yang normal.· Bukti adanya atrofo otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan terdoukmentasi.

C. Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable Alzheimer setelah mengeksklusi penyebab demensia ke-cuali Alzheimer

· Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat· Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi, insomnia,inkontenesia,delusi,halunisasi,gangguan

seksual dan penurunan berat badan.· Abnormalities neurologis pada beberapa pasien, terutama pada penyakit tahap lanjut, seperti pen-

ingkatan tonus otot, mioklonus, dan gangguan melangkah.· Kejang pada penyakit yang lanjut· Pemeriksaan CT yang normal untuk usianya.

Page 31: Tua

D. Gambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi tidak cocok adalah :· Onset yang mendadak· Terdapat deficit neurologis fokal seperti hemiparesis,gangguan sensorik,deficit lapang pandang,ke-

jang,dan inkoordinasi pada tahap awal perjalanan penyakitE. Diagnosis Possible penyakit Alzheimer

· Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia,tanpa adanya gangguan neurologis psikiatrik, atau sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia,dan adanya variasi pada awitan,gejala klinis atau perjalanan penyakit.

· Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang cukup untuk menyebabkan demensia, namun penyebab primernya bukan penyebab demensia.

FTD gejala awalnya adalah Perubahan kepribadian,disnhibisi,peningkatan berat badan,atau obsesi terhadap makanan. FTD juga patut diduga bila ditemukan apati,hilangnya fungsi eksekutif,abnormalities progresif fungsi berbicara,atau keterbatasan kemampuan memori.

Diagnosis Lewy-body demensia (DLB) dicurigai bila terdapat adanya gejala awal halunisasi visual,parkinson-isme,delirium,gangguan tidur REM (rapid eye movement), atau sindrom Capgras ( delusi bahwa seseorang yang dike-nal digantikan oleh sang penipu).Pemeriksaan Kognitif dan neuropsikiatrik

Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi kognitif adalah the mini mental status examination (MMSE), yang dapat pula digunakan untuk memantau perjalanan penyakit. MMSE meru-pakan pemeriksaan yang mudah dan cepat dikerjakan, berupa 30 point-test terhadap fungsi kognitif dan berisikan pula uji orientasi, memori kerja dan memori episodic, komprehensi bahasa, menyebutkan kata, dan mengulang kata. Pada penyakit Alzheimer deficit yang terlibat berupa memori episodic , category generation ( sebutkan nama bintang atau benda sebanyak-banyanya selama 1 menit ) , verbal dan memori episodic visual merupakan abnormal psikologis awal yang terlihat.Pemeriksaan Fisis dan neurologis

Pemeriksaan pada pasien demensia melakukan dengan mencari keterlibatan sistem saraf dengan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitif. Umumnya pada Alzheimer tidak ada gangguan sistem motorik kecuali pada tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus, atau berbagai gangguan motorik lain umumnya timbul pada FTD (frontotemporal Demensia), DLB atau de-mensi multi infark. Penyebab sistemik seperti defisiensi vitamin B12, intoksikasi logam berat, dan hipotiroidisme dapat menunjukkkan gejala-gejala yang khas.yang tidak boleh dilupakan adalah gangguan penedengaran dan penglihatan yang menimbulkan kebingungan dan disorientasi pada pasienyang sering disalah artikan sebagai demensia. Pada usia lanjut deficit sensorik sering terjadi.Pemeriksaan Penunjang

Penyebab yang reversible dan dapat diatasi seharusnya tidak boleh terlewatkan. Pemeriksaan fungsi tiroid, kadar vitamin b12,darah lengkap,elektrolit,dan VDRL direkomendasikan untuk diperiksa secara rutin. Pemeriksaan pe-nunjang yang direkomendasikan adalah CT/MRI kepala,dapat mendukung diagnosis penyakit Alzheimer terutama bila teradapat atrofi hipokampus selain adanya atrofi kortikal yang difus.TerapiPertama perlu diperhatikan keselamatan pasien, lingkungan dibuat senyaman mungkin, dan bantuan pengasuh perlu.* Koridor tempat jalan, tangga, meja kursi tempat barang keperkuannya* Tidak diperbolehkan memindahkan mobil dsb.* Diberi keperluan yang mudah dilihat, penerangan lampu terang, jam dinding besar, tanggalan yang angkanya besarDemensia Tipe AlzheimerPenyakit ini untuk pertama kali diberitakan oleh Alois Alzheimer pada tahun 1906. Penyakit tipe ini biasanya timbul an-tara umur 50 – 60 tahun. Terdapat degenerasi korteks yang difus  pada otak di lapisan-lapisan luar, terutama di daerah frontal dan temporal. 2

Diagnosis akhir penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; namun demikian, demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari per-timbangan diagnostik. 1

Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diketahui, telah terjadi kemajuan dalam mengerti dasar molekular dari deposit amiloid (gen untuk prekursor amiloid adalah pada lengan panjang dari kromosom 21) yang merupakan tanda utama neuropatologi gangguan. Kelainan neurotransmiter juga terjadi pada penyakit ini, terutama asetilkolin dan norepinefrin, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Penyebab potensial lainnya yaitu adanya kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid membran yang mengakibatkan membran yang kekurangan cairan–yaitu, lebih kaku–dibandingkan normal. 1

Tabel 5.1. Pedoman diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer  3

9. Terdapatnya gejala demensia.10. Onset bertahap (insidous onset) dengan deteriorasi lambat. Osnet biasanya sulit ditentukan waktunya yang

persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau) secara nyata.

Tidak adanya bukti klinis atau temuan dari pemeriksaan khusus, yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme, hiperkalsemia, defisiensi vitamin B12, defisiensi niasin, neu-rosifilis, hidrosefalus, atau hematom subdural).

Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hi-langnya daya sensorik, defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini dikemudian hari dapat bertumpang tindih).

Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjolDengan onset dini: Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun, perkembangan gejala cepat dan progresif (deteri-orasi), adanya riwayat keluarga yang berpenyakit Alzheimer merupakan faktor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi.Dengan onset lambat: Sama tersebut di atas, hanya onset sesudah usia 65 tahun dan perjalanan penyakit yang lam-ban dan biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai gambaran utamanya.Dengan tipe tidak khas atau tipe campuran: Yang tidak cocok dengan kedua tipe di atas. Demensia campuran adalah demensia Alzheimer + vaskular.Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (unspecified).Demensia VaskularPenyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular  serebral yang multipel, yang menye-

Page 32: Tua

babkan suatu pola gejala demensia. Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor resiko kardiovaskuler lainnya.1

Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukurang kecil dan sedang, yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh. 1

Tabel 5.2. Pedoman diagnostik untuk Demensia Vaskular  3

Terdapatnya gejala demensia. Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya ingat, gangguan daya pikir, gejala

neurologis fokal). Daya tilik diri (insight) dan daya nilai (judgement) secara relatif tetap baik. Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai dengan adanya gejala neurologis fokal,

meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskular. Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat di-lakukan dengan pemeriksaan CT-Scan atau pemeriksaan neuropatologis.

Kode didasarkan pada tipe onset dan fokus infark:Demensia vaskular onset akut: Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian “stroke” akibat trombosis sere-brovaskuler, embolisme, atau perdarahan. Pada kasus-kasus yang jarang, satu infark yang besar dapat sebagai penye-babnya.Demensia multi-infark: Onsetnya lebih lambat, bisanya stelah serangkaian episode iskemik minor yang menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak.Demensia vaskular subkortikal: Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di hemisfer serebral, yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT-Scan. Korteks serebri biasanya tetap baik, walaupun demikian gam-baran klinis masih mirip dengan demensia pada penyakit Alzheimer.Demensia vaskular campuran kortikal dan subkortikal: Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga dari gambaran klinis, hasil pemeriksaan (termasuk autopsi) atau keduanya.Demensia vaskular lainnya.Demensia vaskular YTT (yang tidak tergolongkan).Demensia pada Penyakit PickPick dari Praha pertama kali mengumumkan hal-hal tentang penyakit yang jarang ini pada tahun 1892. Secara khas penyakit Pick ditandai oleh atropi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal (daerah asosiatif), sebab itu yang terutama terganggu ialah pembicaraan dan proses berpikir. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal, yang merupakan massa elemen sitoskeletal. 1,2

Penyebab penyakit Pick belum diketahui. Penyakit Pick sulit dibedakan dari demensia tipe Alzheimer, walalaupun sta-dium awal penyakit Pick lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy (misalnya hiperseksualitas, plasiditas, hiperoralitas, hiperorali-tas) adalah jauh lebih sering pada penyakit Pick dibandingkan pada penyakit Alzheimer. 1

Tabel 5.3. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Pick  3

Adanya gejala demensia yang progresif Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis yang menonjol, disertai euforia, emosi tumpul,

dan perilaku sosial yang kasar, disinhibisi, dan apatis atau gelisah. Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan daya ingat.Demensia pada Penyakit Creutzfeldt-JakobPenyakit Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif yang jarang yang disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan (yaitu, agen inaktif),  paling  mungkin  suatu  prion,  yang  merupakan  agen  pro-teinaseus  yang  tidakmengandung DNA atau RNA.Bukti-bukti menunjukan bahwa pada manusia penyakit Creutzfeldt-Jakob dapat ditransmisikan secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau instrumen bedah yang terinfeksi. Tetapi, sebagian besar penyakit, tampaknya spo-radik, mengenai individual dalam usia 50-an.Penyakit ditandai oleh adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan gelombang lambat dengan tegangan tinggi.Tabel 5.4. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Pick  3

Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini: Demensia yang progresif merusak. Penyakit piramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus. Elektroensefalogram yang khas (trifasik)Demensia pada Penyakit HuntingtonDemensia pada penyait Huntington ditandai oleh kelainan motorik yang lebih banyak dan kelainan bisaca yang lebih sedikit, serta adanya perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap relatif utuh pada stadium awal dan menengah dari penyakit.Pada saat penyakit berkembang, demensia menjadi lengkap, dan ciri yang membedakan penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi depresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan koreoatetoid yang klasik.Tabel 5.5. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Pick  3

Adanya kaitan antara gerakan koreiform, demensia, dan riwayat keluarga dengan penyakit Huntington. Gerakan koreiform yang involunter, terutama pada wajah, tangan dan bahu, atau cara berjalan yang khas, merupak-

jan manifestasi dini dari gangguan ini. Gejala ini bisanya mendahului gejala demensia, dan jarang sekali ge-jala dini tersebut tidak muncul sampai demensia menjadi sangat lanjut.

Gejala demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus frontalis pada tahap dini, dengan daya ingat relatif masih terpelihara, sampai saat selanjutnya.

Demensia pada Penyakit ParkinsonDiperkirakan 20 – 30% pasien dengan penyakit Parkinson menderita demensia, dan tambahkan 30 – 40% mempunyai gangguan kemampuan kognitif yang dapat diukur. Pergerakan yang lambat pada penderita Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang terkena, suatu ciri yang disebut beberapa dokter sebagai bradifenia. 1

Tabel 5.6. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Parkinson  3

Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit Parkinson yang sudah parah, tidak ada gambaran kli-nis khusus yang dapat ditampilkan..

Demensia yang Berhubungan dengan HIV

Page 33: Tua

Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) seringkali menyebabkan demensia dan gejala psikotik lainnya. Sekitar 14% pasien dengan HIV mengalami demensia tiap tahunnya. Perkembangan demensia pada pasien yang terin-feksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI. 1

Tabel 5.7. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit HIV  3

Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit HIV, tidak ditemukannya penyakit atau kondisi lain yang bersamaan selain infeksi HIV itu.

Demensia pada Penyakit LainBanyak penyakit-penyakit seperti yang tertera pada Tabel 4.1 yang menyebabkan demensia, dalam PPDGJ III ini digo-longkan dalan Demensia pada Penyakit Lain YTD (yang di-tentukan) YDK (yang di-klasifikasikan di tempat lain).Tabel 5.8. Pedoman diagnostik untuk Demensia pada Penyakit Lain YTD YDK  3

Demensia yang terjadi sebagai manifestasi atau konsekuensi beberapa macam kondisi somatik dan sereberal lain-nya.

Untuk kriteria tarap beratnya demensia dapat di bagi dalam: Taraf Ringan, meskipun kegiatan pekerjaan atau sosial secara menonjol terganggu, kemampuan untuk hidup mandiri tetap utuh, dengan higiene diri yang cukup baik dan daya pertimbangan yang intak. Taraf Sedang, hidup mandiri kacau, dan usaha pengawasan oleh orang lain diperlukan. Taraf Berat, kegiatan hidup sehari-hari amat terganggu sehingga pengawasan yang terus-menerus diperlukan (misal-nya tidak dapat mengatur higiene diri secara minimalpun, kebanyakan inkoheren atau mutistik). 4

Penatalaksanaan umumTujuan utama penatalaksanaan pada seseorang pasien demensia adalah mencegah perburukan yang diakibatkan oleh dementia serta mengobati penyebab demensia yang bersifat reversibel. Berdasarkan prinsip pengobatan pada usia lanjut yang dimana tidak boleh memberikan polifarmasi. Demensia seringkali banyak menimbulkan gejala,seperti agi-tasi,perubahan perilaku dan insomnia. Karena itu perlu sebuah terapi yang dimna mampu menimalisasikan semua ge-jala yang diakibatkan oleh demensia.Terapi secara farmakologisKolistenerase inhibitor ; tacrine , donepezil,rivastigmin,dan galantamine yang telah disetujui oleh U.S Food and Drug Administrasion untuk pengobatan Alzheimer.Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD)BPSD perlu dibahas di sini karena merupakan satu akibat yang merepotkan bagi pengasuh dan membuat payah bagi sang pasien karena ulahnya yang amat mengganggu:BehaviouralGangguan perilaku * agitasi * hiperaktif * Keluyuran o Perilaku yang tak adekuat (o Abulia kognitif o Agresi)+ verbal, teriak + fisik * Gangguan nafsu makan o Gangguan ritme diurnal + Tidur/bangun o Perilaku tak sopan (social) + Perilaku sexual tak sopan + Deviasi sexual + PiromaniaPsychological * Gangguan afektif o Anxietas o lritabilitas o Gejala depresif. o Depresi berat * Labilitas emosional o Apati o Sindrom waham & salah-identifikasi + Orang menyembunyikan dan mencuri barangnya + paranoid, curiga o Rumah lama dianggap bukan rumahnya o Pasangan / pengasuh+ Palsu + Tak setia + Menelantarkan pasien + Cemburu patolOlfaktoriik ogik + Keluarga/kenalan yang mati masih hidup o Halusinasi + Visual + Auditorik + Raba (haptik)

Delirium. Delirium dibedakan dari demensia, yaitu pada delirium onset penyakit yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif lamanya berhari-hari hingga berminggu-minggu, eksaserbasi nokturnal dari gejala, gangguan jelas pada siklus bangun tidur, gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol, serta atensi dan kesadaran amat terganggu. 1,4

Depresi. Pada umumnya, pasien dengan disfungsi kognitif yang berhubungan dengan depresi mempunyai ge-jala depresif yang menonjol, mempunyai lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibandingkan pasien demensia, dan seringkali mempunyai riwayat episode depresif di masa lalu, osetnya cepat, pada pemeriksaan CT-Scan dan EEG nor-mal. 1,4

Gangguan buatan. Orang yang berusaha menstimulasi kehilangan ingatan, seperti pada gangguan buatan, melakukan hal tersebut dalam cara yang aneh dan tidak konsisten. Pada demensia yang sesungguhnya, ingatan akan tempat dan waktu hilang sebelum ingatan terhadap orang, dan ingatan yang belum lama hilang sebelum ingatan yang lama. 1

Skizofrenia. Walaupun skizofrenia mungkin disertai dengan suatu derajat gangguan intelektual didapat, ge-jalanya jauh kurang berat dibanding gejala yang berhubungan dengan psikosis dan gangguan pikiran yang ditemukan pada demensia. 1

Penuaan mormal. Mudah lupa sebenarnya fenomena biasa pada orang tua. Sejalan dengan pertambahan usia, otak akan kehilangan puluhan ribu selnya dan beratnya pun berkurang. Penciutan permukaan otak (korteks) akan ter-jadi di bagian temporal (pelipis) dan frontalis (depan) yang berfungsi sebagai pusat daya ingat. Perubahan struktur anatomi otak itu akan diikuti gangguan fungsi faal otak terutama daya ingat. Sehingga orang tua mengalami gejala mudah lupa (forgetfulness).

Loneliness pada lanjut usia 1. Pengertian Loneliness pada lanjut usia Perlman dan Peplau (dalam Santrock,2002), mengemukakan loneliness adalah suatu pengalamanyang tidak menye-nangkan muncul bila hubungan sosial seorang mengalami kekurangan dalam berbagai aspek, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Loneliness merupakan hasil interaksi dengan individu lain yang tidak sesuai dengan apa yang dihara-pkan sebelumnya. Sears, dkk (dalam Santrock,2002)mendefinisikan loneliness sebagai suatu pengalaman subyektif yang tidak menge-nakan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dari segi kuantitas,seorang lanjut usia merasa tidak punya teman dan atau mempunyai teman namun kurang dari yang diharapkan. Dari segi kualitas, lanjut usia merasa bahwa hubungan-nya dengan orang lain sangat dangkal, kurang memuaskan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan, walaupun ada banyak orang di sekitarnya. Loneliness sendiri berkaitan dengan gender, sejarah attachment, self-esteem, dan keterampilan sosial (Perlman & Peplau, 1998 dalam Santrock, 2002). Kurangnya waktu yang dihabiskan dengan keluarga (pada laki-laki dan perempuan) berkaitan dengan loneliness. Weiss (dalam Smet,1994),mengemukakan loneliness yaitu hilangnya hubungan yang signifikan dalam hidup seperti kematian atau perceraian, tidak adanya attachment figure (orang yang dapat memberikan rasa aman dan tentram dalam hati, seperti seorang bayi pada ibunya). Individu yang mengalami loneliness sering kali merasa jenuh dan bosan dengan hidupnya, sehingga ia berharap agar kematian segera datang menjemputnya karena ia tidak ingin menyusahkan keluarga dan orang-orang disekitarnya. Weiss (dalam Smet,1994) mengemukakan loneliness adalah kondisi kronis, distressful mental dimana individu merasa diasingkan atau ditolak dari kelompoknya dan haus akan kedekatan emosional yang ada dalam suatu hubungan dan aktifitas mutual.Psikoanalitik menurut Sullivan (dalam Lake,2001) loneliness dijelaskan sebagai pengalaman dari kega-

Page 34: Tua

galan dalam memenuhi kebutuhan akan keakraban sesama manusia. Young (dalam Peplau,1990)mengemukakan loneliness adalah respon terhadap tidak adanya penguatan-penguatan sosial yang berarti yaitu tidak adanya hubungan sosial yang memuaskan yang diterima oleh seorang lanjut usia dan disertai dengan gejala-gejala psikologis. Beberapa ahli yang dapat ditemui memberikan pemaparan tentang hal ini diantaranya adalah Gierveld (dalam Latifa,2008) mendefinisikan loneliness sebagai kondisi isolasi sosial yang subyektif (subjective social isolation), di mana situasi yang dialami tersebut dirasa tidak menyenangkan dan tidak diragukan lagi terjadi kekurangan kualitas hubungan (lack of quality of relationship). Selain itu, jumlah (kuantitas) jalinan hubungan yang ada pada lanjut usia juga ditemukan lebih sedikit dari yang diharapkan dan diterima, serta situasi intimacy (keakraban) yang diharapkan juga tidak pernah terealisir.Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa loneliness adalah suatu pengalaman yang tidak menye-nangkan muncul bila hubungan sosial seseorang mengalami kekurangan dalam berbagai aspek, baik dalam hal kuanti-tas maupun kualitas, dan merupakan hasil dari interaksi dengan individu lainnya yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sebelumnya. 2. Penyebab Loneliness pada lanjut usia Untuk menjelaskan tentang penyebab loneliness lebih jauh perlu diketahui penyebab-peyebab tentang loneliness pada lanjut usia di panti wredha berikut ini, Perlman dan Peplau (dalam Santrock,2002) mengutarakan asumsi dasar men-genai loneliness yaitu : 1. Melibatkan kurangnya hubungan sosial di dalam lingkungan panti maupun keluarga. 2. Sebagian merupakan subyektif dan tergantung kepada harapan dan persepsi individu itu sendiri. 3. Sesuatu yang tidak menyenangkan. Merasa sepi disebabkan oleh perasaan akan keterpisahan yang tidak dapat ditoleransi lagi, pada tingkatan yang paling dalam,Perasaan terasing (terisolasi atau kesepian) adalah perasaan yang tersisihkan, terpencil dari orang lain, karena merasa berbeda dengan orang lain Hawari(dalam Latifa,2008). Yang dapat disebabkan karena: 1. Tidak diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya, 2. Terisolasi dari lingkungan,3. Tidak ada seseorang tempat berbagi rasa dan pengalaman, 4. Seseorang harus sendiri tanpa ada pilihan dengan hidup di panti. Hal-hal tadi menimbulkan perasaan tidak berdaya, kurang percaya diri, ketergantungan, keterlantaran terutama bagi lanjut usia miskin, post power syndrome, perasaan tersiksa, perasaan kehilangan, mati rasa dan sebagainya. Seseorang yang menyatakan dirinya loneliness terutama pada lanjut usia cenderung menilai dirinya sebagai orang yang tidak berharga, tidak diperhatikan dan tidak dicintai. Rasa loneliness akan semakin dirasakan oleh lanjut usia yang sebelumnya adalah seseorang yang aktif dalam berbagai kegiatan yang menghadirkan atau berhubungan den-gan orang banyak. Hilangnya perhatian dan dukungan dari lingkungan sosial yang terkait dengan hilangnya ke-dudukan atau perannya dapat menimbulkan konflik atau keguncangan. Masalah ini terkait dengan sikap masyarakat sebagai orang Timur yang menghormati lanjut usia sebagai sesepuh sehingga kurang bisa menerima bila seorang lan-jut usia masih aktif dalam berbagai kegiatan produktif), lebih jauh dinyatakan bahwa penyebab menurunnya kontak sosial pada lanjut usia (Pramadi dan Lasmono,dalam Monks,1998) : 1. Ditinggalkan oleh semua anaknya karena masing-masing sudah membentuk keluarga dan tinggal di rumah atau kota yang terpisah. 2. Berhenti dari pekerjaan (pensiun sehingga kontak dengan teman sekerja terputus atau berkurang). 3. Mundurnya dari berbagai kegiatan (akibatnya jarang bertemu dengan banyak orang4. Kurang dilibatkannya lanjut usia dalam berbagai kegiatan. 5. Ditinggalkan oleh orang yang dicintai: pasangan hidup, anak, saudara, sahabat, dan lain-lain. Loneliness akan sangat dirasakan oleh lanjut usia yang hidup sendirian, tanpa anak, kondisi kesehatannya rendah, tingkat pendidikannya rendah, introvert, rasa percaya diri rendah, kondisi sosial ekonomi sebagai akibat pensiun menimbulkan perasaan kehilangan prestise, hubungan sosial,kewibawaan dsb. Jika lebih parah dapat berlanjut menjadi depresi. Sharer (dalam Maurus,2007) mengemukakan ada dua faktor utama munculnya loneliness, pada lanjut usia yaitu : faktor internal, faktor personal, dan kultural situasional. Faktor situasional yaitu banyak faktor dalam kehidupan zaman sekarang yang mempunyai kontribusi dalam memicu terjadinya loneliness terutama pada lanjut usia. Peplau dan Perlman (dalam Santrock 2002) mengidentifikasikan ada empat kondisi perubahan yang dapat memicu munculnya loneliness pada lanjut usia. Yaitu : berakhirnya hubungan emosional yang akrab, perpisahan secara fisik, perubahan status, berkurangnya kualitas keberadaan suatu lingkungan. Kondisi lain yang juga dapat meningkatkan keinginan untuk menjalin hubungan sosial sekaligus bisa menjadi pemicu munculnya loneliness menurut Peplau dan Perlman (dalam Santrock,2002) adalah perubahan yang terkait dengan tahap- tahap perkembangan seseorang (life stage development). Pengalaman pada masa kanak-kanak tertentu bisa menimbulkan kecenderungan sesorang untuk mengalami loneliness. Misalnya, anak-anak yang kehilangan kasih sayang dari orang tua karena kematian atau perceraian, pada saat dewasa akan lebih peka terhadap loneliness. Begitu juga pada masa remaja, kondisi yang jauh dari keluarga dan kebutuhan akan hubungan intim dengan orang lain terutama lawan jenis bisa menjadi pemicu munculnya loneliness, bila seandainya kebutuhan ini tidak terpenuhi (Sears,dkk,dalam Erikson,1999). Faktor personal dan kultural adalah faktor karakteristik kepribadian seseorang memainkan peran yang cukup signifikan dalam mengembangkan perasaan loneliness (Giervield,dalam Latifa,2008). Perlau dan Perlman (dalam Santrock,2002)menyebutkan bahwa karakteristik kepribadian seperti : self esteem yang rendah,social anxiety, pemalu dan kurang asertif bisa menimbulkan kesulitan bagi individu dalam membangun atau mencapai kepuasan dalam hubungan sosial dengan orang lain, dengan demikian juga meningkatkan kemungkinan terciptanya loneliness. Selain itu, Jones (dalam Latifa,2008) dan Rotenberg (dalam Latifa,2008) menyebutkan bahwa kepribadian yang sinis, introvert dan kepercayaan yang kurang juga terdapat pada diri yang loneliness. Yeagley (tanpa tahun) mengatakan bahwa loneliness pada lanjut usia dapat disebabkan oleh berbagai faktor sosial, yakni: kemandirian dan ketergantungan diri. Dua hal tersebut sering didengungkan sebagai sebuah usaha untuk mencapai kemajuan dan sukses. Kerja tim tampaknya sudah tergantikan oleh inisiatif individu. Sehingga individu merasa tidak lagi perlu untuk berhubungan dan tergantung pada orang lain, hal ini menyebabkan loneliness. Penyakit, juga menyebabkan orang diasingkan dan menghindari sosialisasi. Paul Tournier (2004) secara tegas menyatakan hal tersebut membuat manusia tidak lagi membutuhkan teman dan loneliness adalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyebab loneliness pada lanjut usia adalah melibatkan kurangnya hubungan sosial, sebagian merupakan subyektif dan tergantung kepada harapan dan persepsi individu, sesuatu yang tidak menyenangkan, dapat mendorong usaha untuk mengurangi loneliness yang dialami. Dan timbul

Page 35: Tua

perasaan tidak berdaya, kurang percaya diri, ketergantungan, keterlantaran terutama bagi lanjut usia miskin, post power syndrome, perasaan tersiksa, perasaan kehilangan, mati rasa. Dan bisa menimbulkan depresi. 3. Aspek-aspek Loneliness pada lanjut usia Untuk mengetahui bahwa perilaku dari lanjut usia dikatakan sebagai perilaku loneliness, dapat dilihat dari aspek-as-peknya. Menurut Troll (dalam Santrock, 2002) menemukan bahwa lanjut usia yang berhubungan dekat dengan keluar-ganya mempunyai kecenderungan lebih sedikit untuk stres dibanding lanjut usia yang hubungannya jauh. Berikut adalah 4 aspek loneliness pada lanjut usia, yaitu hubungan pertemanan (friendship), dukungan sosial (social support), integrasi sosial (social integration) dan religi. a. Friendship Orang cenderung mencari teman dekat dibandingkan teman baru ketika mereka semakin tua. Penelitian yang di-lakukan Troll (dalam Santrock, 2002)membuktikan bahwa lanjut usia perempuan yang tidak memiliki teman baik ku-rang puas akan hidupnya dibanding yang mempunyai teman baik. b. Social Support Dukungan sosial dapat membantu individu untuk mengatasi masalahnya secara efektif. Dukungan sosial juga dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental pada lanjut usia Dukungan sosial berhubungan dengan pengurangan gejala penyakit dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri akan perawatan kese-hatan. Interaksi sosial dengan orang-orang yang menyediakan dukungan sosial memberikan pandangan yang lebih positif mengenai dirinya kepada orang-orang tua tersebut. Dukungan sosial juga mempengaruhi kesehatan mental dari para orang tua tersebut. Para orang tua yang mengalami depresi memiliki jaringan sosial yang kecil, mengalami masalah dalam berinteraksi dengan anggota dalam jaringan sosial yang mereka miliki, dan sering mengalami pengalaman kehilangan dalam hidup mereka c. Integrasi sosial Integrasi sosial memainkan peranan yang sangat penting pada kehidupan lanjut usia. Kondisi yang kesepian dan terisolasi secara sosial akan menjadi faktor yang beresiko bagi kesehatan lanjut Sebuah studi menemukan bahwa dengan menjadi bagian dari jaringan sosial, hal ini akan berdampak pada lamanya masa hidup, terutama pada laki-laki d. Religi Lanjut usia yang lebih dekat dengan agama menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan optimisme. Studi lain yang juga dilakukan Troll (dalam Santrock, 2002)menyatakan bahwa praktisi religius dan perasaan religius berhubungan dengan sense of well being, terutama pada wanita dan individu berusia di atas 75 tahun. Studi lain Troll (dalam Santrock, 2002)di San Diego menyatakan hasil bahwa lanjut usia yang orientasi religius-nya sangat kuat diasosiasikan dengan kesehatan yang lebih baik Secara sosial, komunitas agama memainkan peranan penting pada lanjut usia, , seperti aktivitas sosial, dukungan sosial, dan kesempatan untuk menyandang peran sebagai guru atau pemimpin. Hasil studi Troll (dalam Santrock, 2002)menyebutkan bahwa aktivitas beribadah atau bermeditasi diasosiasikan dengan panjangnya usia Hasil studi lain-nya dari Troll (dalam Santrock, 2002)yang mendukung menyatakan bahwa ada asosiasi yang positif antara religiusitas atau spiritualitas dengan well being, kepuasan pernikahan, dan keberfungsian psikologis; serta asosiasi yang negatif dengan bunuh diri, penyimpangan, kriminalitas, dan penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Hal ini mungkin terjadi karena dengan beribadah dapat mengurangi stress dan menahan produksi hormon stres oleh tubuh, seperti adrenalin.Jenis- Jenis Loneliness pada lanjut usia Untuk lebih memahami tentang perilaku loneliness, ada beberapa macam jenis loneliness yang diklasifikasikan men-jadi beberapa tipe tergantung dari para ahli yang mengemukakan.Moustakas (dalam Latifa,2008) membagi loneliness ke dalam jenis: a. Loneliness Eksistensial (Existensial Loneliness). Individu sadar sepenuhnya bila lanjut usia adalah soliter, tunggal, dan terisolasi. Isolasi terjadi karena adanya ketakutan, penolakan dan usaha individu untuk menghindar atau bahkan lari dari pengalaman loneliness. Akibatnya individu tidak dapat maju dan berkembang sebagaimana seharusnya. b. Kecemasan akan loneliness (loneliness anxiety). Lanjut usia merasa “terpisah” dari dirinya sendiri, karena terdapat kesenjangan antara “diri” yang sebenarnya dengan “diri” yang dia inginkan. Kecemasan akan loneliness ini juga terjadi karena individu kurang mampu memenuhi keinginannya untuk menjalin keintiman dengan orang lain. Selanjutnya untuk melengkapi teori di atas Giervield (dalam Latifa 2008) juga membedakan antara : a. State Loneliness (terjadi sementara, sewaktu-waktu dan tidak berlangsung lama, hanya terjadi bila individu meng-hadapi sebuah situasi yang tidak dapat dihindari, seperti misalnya pada individu yang baru pindah rumah atau pindah kantor dapat mengalami perasaan loneliness juga) dan, b. Trait Loneliness (pengalaman loneliness yang sering terjadi, berlangsung lama serta senantiasa datang; biasanya terjadi pada lanjut usia yang berada dalam situasi penolakan atau ketidakperdulian dari lingkungan sekitar, sehingga loneliness ini merupakan bentuk mekanisme dirinya dengan membuat jarak terhadap orang lain; lanjut usia belajar un-tuk tidak mempercayai orang lain karena orang lain dianggap hanya akan menyakitkan hati). Jenis-jenis loneliness juga dikemukakan oleh Lauer (dalam Latifa,2008) menyebutkan dua jenis loneliness pada lanjut usia, yakni: a. Loneliness Sosial : Loneliness Sosial terjadi akibat kurangnya hubungan interpersonal dari yang diinginkan, b. Loneliness Emosional : Loneliness Emosional terjadi akibat kurangnya hubungan yang intim atau akrab dari yang di-inginkan. Mengenai jenis loneliness emosional dan loneliness sosial ini juga didefinisikan oleh Weiss (dalamLatifa,2008). Loneliness emosional (the loneliness of emotional isolation) dapat muncul pada tiadanya kelekatan emosional yang dekat (close emotional attachment) dan hanya bisa diperbaharui melalui penyatuan emosional attachment terhadap orang lain yang pernah dirasakan “hilang” tersebut. Social Loneliness dihubungkan dengan ketiadaan social network, diakibatkan oleh kurangnya kerabat, teman, atau orang-orang dari lingkup sosial yang sama, di mana mereka dapat berbagi aktivitas atau minat yang sama. Ditandai perasaan bosan bersamaan dengan perasaan marginal (terpinggirkan). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis loneliness adalah social loneliness akibat kurangnya hubungan interpersonal dari yang diinginkan, kurangnya kerabat, teman, atau orang-orang dari lingkup sosial yang sama, di mana mereka dapat berbagi aktivitas atau minat yang sama. Ditandai perasaan bosan bersamaan dengan perasaan marginal (terpinggirkan). Dan emotional loneliness yang terjadi akibat kurangnya hubungan yang intim atau akrab dari yang diinginkan. Dan tidak adanya attacmant figure (orang yang dapat memberikann rasa aman dan ten-tram dalam hati. Akibat Loneliness pada lanjut usia Merasa sepi disebabkan oleh perasaan akan keterpisahan yang tidak dapat di toleransi lagi, pada tingkatan yang pal-ing dalam. Pada beberapa tingkatan, hal tersebut merupakan emosi yang normal, bagian dari masa pertumbuhan.

Page 36: Tua

Ketika lahir kita sudah memulai proses keterpisahan ini, pertumbuhan menjadi seorang individu. Pada bulan-bulan per-tama masa bayi, ketika kesadaran akan keterpisahan mulai terbentuk, dengan sendirinya kebutuhan akan menjalin hubungan juga terbentuk. Banyak ahli dan peneliti yang menyatakan bahwa orang yang menderita loneliness lebih sering mendatangi layanan gawat darurat 60% lebih banyak bila dibandingkan dengan mereka yang tidak menderitanya, dua kali lebih banyak membutuhkan perawatan di rumah, resiko terserang influenza sebanyak dua kali, berisiko empat kali mengalami serangan jantung dan mengalami kematian akibat serangan jantung tersebut, juga berisiko meningkatkan mortalitas dan kejadian stroke dibanding yang tidak kesepian Hawari(dalam Latifa, 2008). Kondisi yang memungkinkan cepatnya mortalitas pada lanjut usia akan menimbulkan banyak penyakit psikologis dalam dirinya sendiri. Para ahli menyebutkan bahwa kondisi loneliness ini merupakan kondisi awal dari terjadinya bentuk-bentuk psikopatologi yang lebih berat seperti depresi Lauer(dalam Santrock,2002), Orang lanjut usia yang hidup loneliness mengalami penyakit Alzheimer dua kali lebih banyak dibandingkan mereka yang tidak loneliness. Keterasingan dari kehidupan sosial pada usia lanjut, pada mereka yang tidak menikah, tidak memiliki teman, tidak pernah berpartisipasi dalam kegiatan bersama orang lain, dapat meningkatkan risiko terkena demensia Wilson(dalam Latifa2008 ). Penyakit-penyakit seperti demensia, maupun tidak ikut berpartisipasi akan banyak mematahkan rasa bahwa lanjut usia masih dibutuhkan tidak hanya sebagai yang merepotkan. Hanum (dalam Maurus,2007) mengemukakan penelitian sosiologis yang dilakukannya pada tahun 2002 yang mengungkapkan bahwa sebagian be-sar lanjut usia mengaku merasa tidak percaya diri dan tidak pantas lagi untuk aktif di masyarakat. Dalam hal ini, seba-gai anggota masyarakat lanjut usia telah bertingkah laku sesuai dengan tuntutan dan opini masyarakat yang mengali-nasi mereka, walaupun konsekuensinya merasa loneliness dan depresi(Hanum,dalam Maurus,2007). Saat lanjut usia merasa tidak dibutuhkan, kondisi loneliness tersebut mendera bisa dipergunakan untuk mendekatkan diri pada yang Kuasa. Perera &Studenski (dalam Santrock, 2002) mengemukakan bahwa agama dapat memenuhi be-berapa kebutuhan psikologis yang penting pada lanjut usia dalam hal menghadapi kematian, menemukan dan mem-pertahankan perasaan berharga dan pentingnya dalam kehidupan, dan menerima kekurangan di masa tua. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akibat loneliness pada lanjut usia adalah munculnya berbagai masalah patologi dan psikologis mulai dari depresi, stress,penyakit influenza, penyakit alzheimer. Mengakibatkan juga pada diri lanjut usia untuk bisa mendekatkan diri pada Yang Kuasa dan mempertebal keimanan lanjut usia menerima kekurangan di masa tua Singkatnya, depresi itu stress yang menumpuk dan tak kunjung bisa diselesaikan, kalo stress hanya sebentar dan penyebab stress masih bisa ditanggulangi..Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Dalam psikogeriatri terdapat perumusan kebijakan dan program pelayanan bagi lanjut usia secara umum dan pelayanan kesehatan secara khusus. Oleh karena itu, dalam psikogeriatri dikenal adanya 3 (tiga) prinsip umum dan 10 prinsip khusus.3 (Tiga) Prinsip UmumTiga prinsip umum ini sangat penting dalam memotivasi masyarakat untuk menentukan kesepakatan politis dalam pembinaan dan pelayanan lanjut usia meliputi :1. Kebijaksanaan bagi masyarakatKebijaksanaan bagi pembinaan dan pelayanan lanjut usia mencerminkan tanggung jawab pemerintah dalam memper-tahankan lanjut usia dalam masyarakat serta memberi pemuliaan bagi lanjut usia.2. Keberhasilan dalam mempertahankan hidupAdalah salah bila menganggap keberhasilan dalam mempertahankan hidup dan pengaturan fertilitas sebagai suatu masalah. Hal tersebut seharusnya dipandang secara positif sebagai kemenangan dan berkah dalam peradaban dan pembangunan abad ke 21. Lanjut usia adalah salah satu tanda keberhasilan pembangunan SDM yang sehat dan baha-gia sehingga dapat mencapai usia yang panjang.3. Kemajuan KemanusiaanSetiap kebijaksanaan dalam memajukan kemanusiaan (humanity) harus tanpa mendasarkan pada kelompok ras, agama dan umur. Pada abad melenium lanjut usia dan kelompok yang lebih muda memiliki hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan kondisinya masing-masing, bahkan saat ini bukti pemuliaan terhadap lansia lebih nyata, misalnya mendapat Kartu Tanda Penduduk seumur hidup, mendapatkan potongan harga dalam berbagai transportasi, mendapat pelayanan yang lebih manusiawi dalam perjalanan dan sebagainya.10 (Sepuluh) Prinsip KhususMerupakan acuan dalam pengembangan program pembinaan dan pelayanan bagi lanjut usia dengan memperhatikan sistem pelayanan serta kondisi sosial budaya setempat. 10 prinsip tersebut adalah sebagai berikut :1. Berbagai keuntungan dari kemajuan masyarakat.Semua hak azasi dan kehormatan juga berlaku bagi kelompok lanjut usia. Dalam hidupnya, lanjut usia telah menyum-bangkan hidupnya bagi pembangunan, oleh karena itu berhak pula untuk menikmati kemajuan yang dicapai pada saat ini.2. Individu Manula (manusia lanjut usia)Ternyata para lanjut usia tidak sama satu sama lainnya, masing-masing dengan keunikannya sendiri, oleh sebab itu kepada setiap lanjut usia perlu diperhatikan kebutuhannya, kepribadiannya serta kekhususannya masing-masing.3. MandiriLanjut usia perlu dijamin agar dapat mandiri dalam berbagai bidang seperti pelayanan kesehatan, jaminan pemeli -haraan dalam bidang sosial, ekonomi, transportasi, kegiatan, perumahan, kesejahteraan sosial terutama bila mereka terkena kecacatan sehingga mereka dapat mandiri.4. PilihanLanjut usia diberikan jaminan agar mereka dapat turut menentukan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pelayanan kesehatan dan sosial terutama bagi mereka yang sudah tua dan cacat.5. Pelayanan melalui keluarga (Home Care)Pelayanan bagi lanjut usia dapat diberikan di rumahnya sendiri karena dengan berdiam bersama keluarga atau di rumahnya sendiri lanjut usia akan lebih bahagia dan sejahtera. Tinggal di panti merupakan alternatif terakhir bagi mereka yang memerlukan dengan kerelaan dan ketulusan hati (bukan paksaan).6. AksesibilitasPelayanan masyarakat diberbagai bidang agar dapat dicapai dengan mudah oleh para lanjut usia seperti pelayanan ke-sehatan, tempat rekreasi, fasilitas pendidikan dan lain-lain. Bila mungkin mereka dibebaskan dari biaya pelayanan (se-bagian fasilitas sudah memberi kebebasan atau potongan / keringanan.

Page 37: Tua

7. Mengikutsertakan Lanjut usia (Enganging the Elderly)Mendorong ikatan antar generasi, semua anggota keluarga, tetangga, masyarakat serta lanjut usia, agar semuanya saling membantu untuk meningkatkan kesejahteraan. Mendorong mereka untuk membantu kaum muda yang cacat serta berperan sebagai kakek atau nenek asuh yang bijaksana dan penuh ketauladanan.8. MobilitasPara lanjut usia khususnya didaerah pedesaan sering tidak dapat menggunakan fasilitas umum karena berkurangnya mobilitas mereka. Maka prioritas pertama adalah memungkinkan bagi para lanjut usia untuk dapat bergerak lebih be-bas dengan menyediakan fasilitas untuk menjalankan fungsinya.9. ProduktivitasKenyataan membuktikan bahwa sebagian besar para lanjut usia mempunyai tingkat kesehatan yang baik, untuk itu mereka perlu didorong agar secara ekonomik masih produktif. Berbagai kegiatan yang dapat memberikan kesempatan bagi lanjut usia untuk produktif perlu difasilitasi sehingga tidak memberi peluang untuk menganggur dan menarik diri dari kehidupan bermasyarakat, terkecuali bagi mereka yang kondisinya tidak memungkinkan.10. Memelihara diri sendiri dan dipelihara oleh keluargaMenyertakan lanjut usia dalam upaya pemeliharaan kesehatan dirinya serta membantu keluarga yang ada anggota lanjut usia, agar mereka aktif merawat lanjut usia di rumah. (jp)Beberapa masalah di bidang psikogeriatrisKesepian

Kesepian atau loneliness,biasanya dialami oleh seorang lanjut usia pada saat meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat ,terutama bila dirinya sendiri saat itu juga mengalami penurunan status kesehatan,misalnya menderita berbagai penyakit fisik berat,gangguan mobilitas atau gangguan sensorik,terutama gangguan pendengaran (Brocklehurst-Allen,1987)

Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri.Banyak diantara lansia yang hidup sendiri tidak mengalami kesepian,karena aktivitas sosial yang masih tinggi,taetapi dilain pihak terhadap lansia yang walaupun hidup dilingkungan yang beranggotakan cukup banyak ,mengalami kesepian.

Pada penedreita kesepian ini peran dari organisasi sosial sangat berarti,karena bisa bertindak menghibur,memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran sosial penderita,disamping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan dirumah bila bila memang terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.Depresi

Menurut kriteria baku yang dikeluarkan oleh DSM-III R Yang dikeluarkan oleh Asosiasi Psikiater Amerika,diagnosis depresi harus memenuhi kriteria dibawah ini (Van der Cammen,1991)

Tabel 1.Kriteria DSM-III R*(!987) untuk diagnosis depresi1. Perasaan tertekan hampir sepanjang hari2. Secara nyata berkurang perhatian atau keinginan untuk berbagi kesenangan,atau atas semua atau hampir semua aktivitas.3. Berat badan turun atau naik secara nyata,atau turun atau naiknya selera makan secara nyata4. Isomnia atau justru hipersomnia5. Agitasi atau retardasi psikomotorik.6. Rasa capai/lemah atau hilangnya kekuatan.7. Perasaan tidakn berharga,rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat (seiring bersifat delusi)8. Hilangnya kemampuan untuk berpikir,berkosentrasi atau membuat keputusan.9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut mati),pikiran berulang untuk lakukan bunuh diri tanpa rencana yang jelas,atau upaya bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan bunuh diriDitambah lagi- Takdapat duibuktikan bahwa perasaan/gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan organik- Gangguan tersebut bukan suatu reaksi normal atas kematian seseorang yang dicintainya (Komplikasi duka-cita)- Pada saat gangguan tersebut tidak pernah terjadi ilusi atau halusinasi selama berturut-turut 2 minggu tanpa adanya gejala perasaan hati yang nyata(misal sebelum gejala perasaan hati tersebut atau setelah perasaan hati menjadi lebih baik).- Tidak merupakan superimposing pada suatu skizofrenia,gangguan skizofreniform,gangguan delusional atau psikotik.

Tabel 2.Prognosis depresi pada usi lanjutPrognosis baik Prognosis buruk

Usia < 70 tahunRiwayat keluarga adanya penderita depresi atau manikRiwayat pernah depresi berat (sembuh sempurna)sebelum usia 5 tahunKepribadian ekstrovert dan tempramen yang datar (Tak berubah-ubah)

Usia>70 tahun dengan wajah tuaTerdapat penyakit fisik serius + disabilitas

Riwayat depresi terus menerus selama 2 tahun

Terbukti adanya kerusakan otak,misal gejala neurologik dadanya dementia

DiagnosisAnamnesis merupakan hal yang sngat penting dalam diagnosis depresi dan harus diarahkan pada pencarian

terjadinya berbagai perubahan dari fungsi terdahulu dan terdapatnya 5 atau lebih gejala depresi mayor seperti disebutkan pada defenisi depresi di atas.Aloanamnesis dengan keluarga atau informan lain bisa sangat membantu.

Gejala depresi pada usi lanjut sering hanya berupa apatis dan penarikan diri dari aktifitas sosial,gangguan memori,perhatian serta memburuknya kognitif secara nyata.Tanda disfori atau sedih yang jelas seringkali tidak terdapat .Seringkali sukar untuk mengorek adanya penurunan perhatian dari hal-hal yang sebelumnya disukai,penurunan nafsu makan,aktivitas atau sukar tidur.

Depresi pada usia lanjut seringkali kurang atau tidak terdiagnosis karena hal-hal berikut :11. Penyakit fisik yang diderita seringkali mengacaukan gambaran depresi,antara lain mudah lelah dan penurunan

berat badan.12. Golongan lanjut usia sering kali menutupi rasa sedihnya dengan justru menunjukan bahwa dia lebih aktif.13. Kecemasan,obsesionalitas,histeria dan hipokondria yang sering merupakan gejala depresi justru sering

menutupi depresinya.Penderita dengan hipokondria,misalnya justru sering dimasukkan ke bangsal Penyakit

Page 38: Tua

Dalam atau Bedah (misalnya karena diperlukan penelitian untuk konstipasi dan lain sebagainya)14. Masalah sosial yang juga di derita seringkali membuat gambaran depresi menjadi lebih rumit.

Mengingat hal-hal tersebut diatas,maka dalam setiap asesmen geriatri seringkali disertakan form pemeriksaan untuk depresi,yang seringkali berupa skala depresi geriatrik (GDS) atau skala penilian (depresi)Hamilton (Hamilton Rating Scale=HRS).Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan psikologik,penatalaksanaan dan pencegahan sosial dan penatalaksanaan farmakologik.Rujukan ke psikiater dianjurkan apabila penderita menunjukan gejala (Van der Cammen,1991). Masalah diagnostik yang serius Risiko bunuh diri tinggi Pengabaian diri (self neglect)yang serius agitasi,delusi atau halusinasi berat tidak memberikan tanggapan atau tak patuh terhadap pengobatan yang diberikan Memerlukan tindakan/rawat inap di institusi atau pelayanan psikiatrik lain.

Diantara obat-obat depresi harus dipilih dan disesuaikan dengan keadaan dan gejala yang diderita.Untuk penderita yang secara fisik aktif,sebaiknya tidak diberikan obat yang memberikan efek sedatif,sebaliknya penderita yang agiant golongan obat tersebut mungkin diperlukan

Tabel 3.Berbagai pilihan obat antidepresanAntidepresan trisiklikYang bersifat sedatif : Amitriptilin DotipinSedikit bersifat sedatif : Imipramin Nortriptilin ProtriptilinAntidepresan yang lebih baruBersifat sedatif : Trasodon MianserinKurang sedatif : Maprotilin Lofepramin Flukfosamin

Dari Van der Cammen,1991Walaupun obat golongan litium mungkin bisa memberikan efek,terutama penderita dengan depresi

manik,obat ini sebaiknya hanya diberikan setelah berkonsultasi pada psikiater.Obat juga harus diberikan dengan dosis awal rendah dan berhati-hati bila terdapat penurunan fungsi ginjal.Gangguan cemas

Gangguan cemas dibagi dalam beberapa golongan ,yaitu fobia,gangguan panik,gangguan cemas umum,gangguan stres pasca trauma dan gangguan obsesif-kompulsif.Puncak Insidensi antara usi 20-40 tahun,dan prevalensi pada lansia lebih kecil dibandingkan pada dewasa muda.Pada usia lanjut seringkali gangguan cemas ini merupakan kelanjutan dari dewasa muda.Awitan yang terjadi pada usia lanjut biasanya berhubungan/sekunder akibat depresi,penyakit medis,efek samping obat atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat (Reuben et al,1996).

Gejala dan pengobatan pada usia lanjut hampir serupa dengan pada usia dewasa muda,oleh karenanya tidak akan disinggung lebih mendalam.Psikologis pada usia lanjut

Berbagai bentuk psikosis bisa terdapat pada usia lanjut,baik sebagai kelanjutan keadaan pada dewasa muda atau yang timbul pada usia lanjut.Pada dasarnya jenis dan Penatalaksanaanya hampir tidak berbeda dengan yang terdapat pada populasi dewasa muda.Walaupun beberapa jenis khusus akan disinggung sedikit berikut ini.Parafrenia.Adalah suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering terdpat pada lanjut usia yang ditandai dengan waham (Biasanya waham curiga dan menuduh),sering penderita merasa tetangga mencuri barang-barangnya atau tetangga berniat membunuhnya (Brocklehurst-Allen,1987).Biasanya terjadi pada individu yang terisolasi atau menarik diri pada kegiatan sosial.Apabila waham tersebut menimbulkan keributan antar tetangga atau bahkan skandal,pemberian terapi dengan derivat fenotiasin sering bisa menenangkan (Brocklehurst-Allen,1987).Sindroma Diogenes.Adalah suatu keadaan dimana seorang lanjut usia menunjukkan penampakan perilaku yang sangat terganggu .Rumah atau kamar sangat kotor,bercak dan bau urin dan feses dimana-mana(karena sering penderita terlihat bermain-main dengan feses/urin).Tikus berkeliaran dan sebagainya .Penderita menumpuk barang-barangnya dengan tidak teratur (“nyusuh”).Individu lanjut usi yang menderita keadaan ini biasanya mempunyai IQ yang tinggi,50% kasus intelektualnya normal (Brocklehurs-Allen,1987).Mereka biasanya menolak untuk dimasukkan di institusi.Upaya untuk mengadakan pengaturan/pembersihan rumah/kasar,biasanya akan gagal,karena setelah beberapa waktu hal tersebut akan terulang kembali.