documenttt
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban
ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah, sementara
penyakit degeneratif juga muncul sebagai masalah. Penyakit menular tidak
mengenal batas wilayah administrasi, sehingga menyulitkan pemberantasannya.
Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular tertentu, maka
tindakan pencegahan untuk mencegah berpindahnya penyakit dari satu daerah
atau negara ke negara lain dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat dan dengan
hasil yang efektif.1
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan
“Indonesia Sehat 2010” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan
kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai
kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat.
Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma
Sehat” yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada
upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit
(preventif) dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan
pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan.1
Agar pembangunan negara kita dapat terwujud maka salah satu upayanya
adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun bentuk pelayanan
1
kesehatan yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia ialah Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).2
Peranan Puskesmas sangat strategis, karena puskesmas berada pada
tingkat terdekat dengan tempat di mana masalah yang menyangkut kesehatan itu
terjadi. Sehingga kemampuan untuk mendeteksi adanya masalah serta
kemampuan untuk menganalisa besarnya masalah akan menentukan keberhasilan
upaya pemecahannya. Masalah pada derajat yang tidak terlalu besar dimana masih
dalam lingkup jangkauan kemampuan puskesmas maka masalah tersebut dapat
cepat ditangani.1,2
Berdasarkan laporan Analisa Uji Coba di Indonesia pada tahun 2005-
2006 yang disusun oleh WHO yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan
RI, tetanus masih merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan maternal
dan neonatal. Kematian akibat tetanus di negara berkembang 135 kali lebih tinggi
dibanding negara maju. Di Indonesia sekitar 9,8 % (18032 bayi) dari 184 ribu
kelahiran bayi menghadapi kematian: imunisasi tetanus tetap rendah. (Depkes
RIWHO, 2006).
Menurut Menkes Dr.dr.Siti Fadilah Supari,Sp.JP (K) pada acara Nasional
Imunisasi Anak tanggal 1 November 2007, program pembangunan kesehatan di
Indonesia diterjemahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2005-2009 mempunyai visi masyarakat yang mandiri untuk
hidup sehat, dimana salah satu targetnya adalah menurunkan angka kematian bayi.
Hal ini sejalan dengan kesepakatan dunia dalam Millenium Development Goals
2
(MDG.s), dimana untuk mencapai penurunan angka kematian bayi tersebut
ditandai dengan peningkatan cakupan imunisasi.1
Imunisasi yang berkaitan dengan upaya penurunan kematian bayi
diantaranya adalah pemberian imunisasi TT (Tetanus Toxoid) kepada ibu hamil,
calon pengantin (Caten) dan wanita usia subur (WUS). Pada ibu hamil imunisasi
TT ini diberikan selama masa kehamilannya dengan frekuensi dua kali dan
interval waktu minimal empat minggu. Tujuan imunisasi ini adalah memberikan
kekebalan terhadap penyakit tetanus neonatorum kepada bayi yang akan
dilahirkan dengan tingkat perlindungan vaksin sebesar 90-95%. Oleh karena itu
cakupan imunisasi TT ibu hamil perlu ditingkatkan secara sungguh-sungguh dan
menyeluruh.3
Pemberian imunisasi TT tersebut dapat dilakukan di tempat pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, posyandu, rumah sakit dan pelayanan kesehatan
lainnya. Oleh karenanya kunjungan ibu hamil untuk memeriksakan diri pada
tempat-tempat pelayanan kesehatan tentunya akan memberikan dampak positif
terhadap peningkatan cakupan pelayanan imunisasi TT ibu hamil. Dalam rangka
peningkatan frekuensi kunjungan ibu hamil ke bagian Kesehatan ibu dan Anak
(KIA) di puskesmas diperlukan upaya Pemantauan wilayah Setempat (PWS)
mengenai program KIA dan Imunisasi di Puskesmas.1
B. TUJUAN
Tujuan penulisan ini adalah peningkatan cakupan imunisasi TT pada ibu
hamil, Caten dan WUS melalui program promosi kesehatan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tetanus Neonatorum
1. Definisi
Tetanus Neonatorum (TN) adalah infeksi akut yang disebabkan
oleh kuman Clostridium Tetani memasuki tubuh bayi baru lahir melalui
tali pusat yang kurang terawat dan terjadi pada bayi sejak lahir sampai
umur 28 hari, kriteria kasus TN berupa sulit menghisap ASI, disertai
kejang rangsangan, dapat terjadi sejak umur 3-28 hari tanpa pemeriksaan
laboratoriu. Penyakit TN adalah penyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium
tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang
system saraf pusat.3
2. Etiologi
Penyebab TN adalah clostridium tetani yang merupakan kuman
gram positif, anaerob, bentuk batang dan ramping. Kuman tersebut
terdapat ditanah, saluran pencernaan manusia dan hewan. Kuman
clostridium tetani membuat spora yang tahan lama dan menghasilkan 2
toksin utama yaitu tetanospasmin dan tetanolysin.4
4
3. Patofisiologi
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerob berubah
menjadi bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam
jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi
jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah,
nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra
axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu
sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat
perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul
dalam sel. Dalam sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower
motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal
inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada
inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan.5,6
4. Epidemiologi
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi
menghadapi kematian. Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi
penyebab pertama kematian bayi di bawah usia satu bulan. Namun, pada
tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun, akan tetapi ancaman
itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius. Tetanus juga terjadi pada
bayi, dikenal dengan istilah tetanus neonatorum, karena umumnya terjadi
pada bayi baru lahir atau usia di bawah satu bulan (neonatus). Dengan
tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat diharapkan bagi seorang tenaga
medis, terutama seorang bidan dapat memberikan pertolongan/tindakan
5
pertama atau pelayanan asuhan kebidanan yang sesuai dengan
kewenangan dalam menghadapi kasus tetanus neonatorum.5,7
Angka kematian dan kesakitan bayi merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan kesehatan. Kematian bayi di dunia 48% nya
adalah kematian neonatal, seluruh kematian neonatal sekitar 60%
merupakan kematian bayi umur kurang dari 7 hari. Adapun penyebab
kematian tertinggi disebabkan oleh seperti TN, sepsis, meningits,
pneumonia dan diare.3
TN masih banyak terdapat di negara-negara sedang membangun
termasuk Indonesia dengan kematian bayi yang tinggi dengan angka
kematian 80 %. Di Indonesia pada saat ini persalinan yang ditolong di
rumah sakit hanya 10-15 %, 10 % lagi ditolong oleh bidan swasta,
sedangkan sisanya 75-80 % masih ditolong oleh dukun.5
Sebagian besar TN terdapat pada bayi yang lahir dengan dukun
yang belum mengikuti penataran dari Depkes. Dimana dukun-dukun ini
memotong tali pusat hanya memakai alat sederhana seperti bilah bambu,
pisau atau gunting yang tidak di steril dahulu, sehingga bisa menimbulkan
infeksi melalui luka pada tali pusat. Infeksi yahng disebabkan oleh
Clostridium Tetani dapat juga karena perawatan tali pusat yang
menggunakan obat trradisional seperti abu, kapur sirih, daun-daunan.4
TN angka kematian kasusnya (Case Fatality Rate atau CFR) sangat
tinggi. Pada kasus TN angkanya mendekati 100%, terutama yang
mempunyai masa inkubasi kurang 7 hari. Angka kematian kasus tetanus
6
neonatorum yahng dirawat di rumah sakit diindonesia bervariasi dengan
kisaran 10,8 – 55 %.3,7
Pemerintah bertekat untuk memperkecil kematian akibat kematian
TN dengan jalan memberikan 2 kali vaksinasi tetanus toksoid (TT) selama
hamil. Diharapkan bidan dapat membantu upaya pemerintah sehingga
dapat menurunkan angka kematian bayi karena tetanus sampai akhir tahun
2000, menjadi kurang dari 1%. Dikemukakan bahwa angka kematian
karena tetanus dapat dijadikan ukuran bagaimana pelayanan kesehatan
yang diberikan dalam satu daerah dan secara umum pada negara tersebut.5
Dalam lingkup Jawa Timur, kematian neonatal yang disebabkan
tetanus neonatorum masih tinggi yaitu sebesar 1,19% pada neonatal dini
dan 3,73 % pada neonatal lanjut. Penyebab kemarian neonatal tertinggi di
propinsi ini selain tetanus neonatorum adalah BBLR, aspiksia, infeksi,
trauam lahir dan kelainan bawaan.1
5. Manifestasi Klinis
Tanda-tandanya terdapat pada bayi baru lahir (neonatus) sampai
umur kurang dari 28 hari, biasanya beberapa hari sesudah lahir dengan
gejala-gejala bayi mula-mula masih bisa menetek/minum, lama kelamaaan
karena otot rahang kejang, maka sulit membuka mulut sehingga bentuk
mulut bayi mencucu seperti mulut ikan, lama kelamaan otot pernafasan
kejang, tidak lama kemudian bayi kelihatan biru, kejang-kejang sampai
meninggal dunia.2
Gejala klinis TN antara lain sebagai berikut :5
7
a. Bayi yang semula menetek menjadi sulit menetek karena kejang otot
rahang dan faring (tenggorokan)
b. Mulut bayi mencucu seperyi mulut ikan
c. Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya suara dan sentuhan.
d. Kadang-kadang disertai sesak nafas.
e. Sering timbul komplikasi terutama bronkhopneumania, asfiksia dan
sianosis akibat obstruksi jalan nafas oleh lendir/ secret dan sepsis.
Tetanus Neonatorum harus memenuhi criteria berikut :5
a. Bayi lahir, dapat menangis dan menetek dengan normal min 2x/hari.
b. Pada bulan pertama kehidupan timbul gejala sulit menetek diserati
kekakuan dan/ kejang otot.
6. Faktor Risiko
Faktor resiko untuk terjadinya TN :4
a. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil tidak dilakukan, atau tidak
lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan program.
b. Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat-syarat “3 bersih”.
c. Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
7. Pencegahan
a. Melalui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan,
bersih alas, dan bersih alat.3,5
- Bersih tangan
Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci
dengan sabun sampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan
8
dengan sabun. Cuci tangan dilakukan selama 15 – 30 “ . Mencuci
tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan pelindung
merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari infeksi.
- Bersih alas
Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih,
karena clostrodium tetani bisa menular dari saluran genetal ibu
pada waktu kelahiran.
- Bersih alat
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode
sterilisasi ada 2, yang pertama dengan pemanasan kering : 1700 C
selama 60 ‘ dan yang kedua menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210
C selama 30 ‘ jika dibungkus, dan 20 ‘ jika alat tidak dibungkus.
b. Perawatan tali pusat yang baik3,5
Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah
lepas, cara yang murah dan baik yaitu mernggunakan alkohol 70 %
dan kasa steril. Kasa steril yang telah dibasahi dengan alkohol
dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa
dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah
lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat
kering betul (selama 3 – 5 hari). Jangan membubuhkan bubuk
dermatol atau bedak kepada bekas tali pusat karena akan terjadi
infeksi.
c. Pemberian Imunisasi TT pada ibu hamil3,5
9
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui
imunisasi TT. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam
tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus. Seperti difteri, antibodi
tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah melewati sawar
plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh
tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali (2 dosis). Jarak
pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua dengan
saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibodi tetanus dalam darah
bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua
serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi
tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang
panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup
waktu untuk menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yan
cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.
8. Penatalaksanaan
a. Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau
pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai adalah
kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikas
mula-mula 30-60 mg parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan
dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama
luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan
dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan
10
diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain
adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.4
b. Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S
(antitetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2
hari.4
c. Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000
satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari panas turun.4
d. Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau
betadin 10 %.4
e. Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering
dihisap.4
9. Komplikasi5
a. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air didalam
rongga mulut dan keadaan ini memungkinkan terjadinya aspirasi serta
dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.
b. Asfiksia
c. Atelektasis karena obstruksi secret.
d. Fraktur Kompresi.
10. Prognosis
Prognosis TN adalah jelek bila :3
a. Umur bayi kurang dari 7 hari
b. Masa inkubasi 7 hari atau kurang
11
c. Periode timbulnya gejala kurang dari 48 jam
d. Dijumpai muscular spasm
B. Imunisasi TT Ibu hamil, Caten dan WUS
1. Pengertian
Imunisasi TT adalah suatu bentuk vaksinasi yang diberikan kepada ibu
selama kehamilannya sebanyak dua kali dengan selang waktu minimal empat
minggu, dengan tujuan agar dapat memberikan kekebalan kepada bayi yang
akan dilahirkan terhadap penyakit tetanus neonatorum. Dengan pemberian
dosis ganda terebut telah cukup memberikan kekebalan kepada bayi sebesar
80% terhadap penyakit tetanus neonatorum.3
Imunisasi TT bertujuan terutama melindungi bayi baru lahir dari
kemungkinan terkena kejang akibat infeksi pada tali pusat (tetanus
neonatorum). Imunisasi ini harus diberikan melalui ibunya, karena janin
belum dapat membentuk kekebalan sendiri. Di Indonesia pemberian imunisasi
TT dianjurkan dimulai pada pasangan yang hendak menikah, wanita usia
subur atau ibu hamil. Tujuan pemberian imunisasi TT pada wanita usia subur
adalah untuk meng-eliminasi penyakit tetanus pada bayi baru lahir (tetanus
neonatorum). Pemberian imunisasi TT ini dalam beberapa jenjang yang dapat
dicapai seperti murid perempuan kelas 6 SD, saat akan menikah, dan pada saat
hamil.4
12
Semenjak dimulai kegiatan imunisasi tetanus toxoid pada ibu hamil,
hingga kini tampak adanya peningkatan hasil cakupannya, namun belum
sepenuhnya mencapai target yang diharapkan. Selain itu terlihat belum merata
cakupan imunisasi tersebut di seluruh puskesmas. Untuk itu pelayanan
imunisasi TT bagi ibu hamil dianjurkan setiap hari diseluruh Puskesmas, guna
meningkatkan cakupan imunisasi TT tersebut.3
Vaksin TT (tetanus toksoid) bertujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi tetanus. Meskipun vaksin ini sudah pernah diberikan saat masih kecil,
namun tetap dianjurkan untuk dilakukan pengulangan pemberian vaksin TT
pada wanita yang hendak menikah dan wanita yang sedang hamil. Pemberian
vaksin TT sebelum menikah dan saat hamil bertujuan untuk mencegah
terjadinya tetanus akibat luka di daerah vagina dan akibat penggunaan alat-alat
bantu persalinan yang tidak steril saat proses melahirkan. Tidak masalah jika
anda sudah melewati kesempatan untuk melakukan vaksinasi sebelum
menikah, namun dianjurkan agar anda dapat memperoleh vaksinasi TT saat
usia kehamilan anda memasuki 5-6 bulan ini. Belum terlambat bagi anda
untuk mendapatkan vaksinasi TT saat ini.5
Vaksin TT yang diberikan kepada wanita yang akan menikah dan akan
melahirkan dapat meningkatkan kekebalan tubuhnya terhadap infeksi tetanus.
Kekebalan tubuh tersebut akan ditularkan kepada bayi dalam kandungan
sehingga bayi akan terlindung dari infeksi tetanus juga saat lahir. Tetanus
yang terjadi pada bayi baru lahir dapat menyebabkan kematian bayi, karena itu
13
pemberian vaksin TT pada ibu hamil memegang peranan penting untuk
menurunkan angka kematian bayi akibat infeksi tetanus.4
2. Perkembangan Imunisasi di Indonesia
Kegiatan imunisasi di Indonesia di mulai di Pulau Jawa dengan vaksin
cacar pada tahun 1956. Pada tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi
penyakit cacar. Pada tahun 1974, Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh
WHO, yang selanjutnya dikembangkan vaksinasi lainnya. Pada tahun 1972
juga dilakukan studi pencegahan terhadap Tetanus Neonatorum dengan
memberikan suntikan Tetanus Toxoid (TT) pada wanita dewasa di Jawa
Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada tahun 1975 imunisasi TT
ditambahkan dalam pengembangan program imunisasi di indonesia.1,7
Pengembangan Program imunisasi merupakan kelanjutan program
imunisasi yang telah diselenggarakan di Indonesia selama ini, yang
dilaksanakan secara lebih sempurna, terorganisir dan terencana.7
3. Vaksin
Vaksin TT (Tetanus Toxoid) adalah vaksin yang mengandung
toxoid tetanus yang telah dimurnikan dan terabsorbsi ke dalam 3 mg/ml
aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet.
Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU.
Dipergunakan untuk mencegah tetanus pada bayi yang baru lahir dengan
mengimunisasi Wanita Usia Subur (WUS) atau ibu hamil, juga untuk
pencegahan tetanus pada ibu bayi.1,5
14
a. Kemasan vaksin
Kemasan vaksin dalam vial. 1 vial vaksin TT berisi 10 dosis dan
setiap 1 box vaksin terdiri dari 10 vial. Vaksin TT adalah vaksin yang
berbentuk cairan.5
b. Kontraindikasi Vaksin TT
Ibu hamil atau WUS yang mempunyai gejala-gejala berat (pingsan)
karena dosis pertama TT.1,5
c. Sifat Vaksin TT
Vaksin TT termasuk vaksin yang sensitif terhadap beku (Freeze
Sensitive = FS) yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila
terpapar/terkena dengan suhu dingin atau suhu pembekuan.1,5
d. Kerusakan Vaksin TT
Keterpaparan suhu yang tidak tepat pada vaksin TT menyebabkan
umur vaksin menjadi berkurang dan vaksin akan rusak bila terpapar
/terkena sinar matahari langsung.1,5
Tabel 1. Keadaan suhu terhadap umur vaksin TT
15
4. Jadwal Imunisasi
a. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) sudah mendapat TT
sebanyak 2 kali, maka kehamilan pertama cukup mendapat TT 1 kali,
dicatat sebagai TT ulang dan pada kehamilan berikutnya cukup
mendapat TT 1 kali saja yang dicatat sebagai TT ulang juga.
b. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) atau hamil
sebelumnya baru mendapat TT 1 kali, maka perlu diberi TT 2 kali
selama kehamilan ini dan kehamilan berikutnya cukup diberikan TT 1
kali sebagai TT ulang.
c. Bila ibu hamil sudah pernah mendapat TT 2 kali pada kehamilan
sebelumnya, cukup mendapat TT 1 kali dan dicatat sebagai TT ulang.
Tabel 2. Jadwal Imunisasi TT pada Ibu Hamil
Dosis Saat Pemberian %
Perlindungan
Lama
Perlindungan
TT I
TT II
TT III
TT IV
TT V
Pada kunjungan pertama
atau sedini mungkin pada
kehamilan
Minimal 4 minggu setelah
TT I
Minimal 6 minggu setelah
TT II atau selama
kehamilan berikutnya
Minimal setahun setelah
TT III kehamilan
berikutnya
Minimal setahun setelah
TT kehamilan berikutnya
0%
80 %
95%
99 %
99%
1 tahun
3 tahun
5 tahun
10 tahun
Selama seumur
hidup
16
Tabel 3. Manfaat Imunisasi TT1 hingga TT5
TT 1
TT 2
TT 3
TT 4
TT 5
Langkah awl untuk menembangkan kekebalan tubuh terhdap infeksi
4 minggu setelah TT 1 untuk memyempurnakan kekebalan
6 bulan atau lebih setelah TT 2 untuk menguatkabn kekebalan
1 tahun atau lebih setelah TT 3 untuk meneluarkan kekebalan
1 tahun atau lebih setelah TT 4 untuk mendapatkan kehlebalan penuh
5. Cara Pemberian dan Dosis
Sebelum melaksanakan imunisasi di lapangan petugas kesehatan harus
mempersiapkan vaksin yang akan dibawa. Jumlah vaksin yang dibawa
dihitung berdasarkan jumlah sasaran yang akan diimunisasi dibagi dengan
dosis efektif vaksin pervial/ampul. Selain itu juga harus mempersiapkan
peralatan rantai dingin yang akan dipergunakan di lapangan seperti termos dan
kotak dingin cair.1,7
Cara Pemberian imunisasi TT :1
a) Sebelum digunakan, vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen.
b) Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer yang
disuntikkan secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan dosis
pemberian 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis
ketiga setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan
terhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5
dosis. Dosis ke empat dan ke lima diberikan dengan interval minimal 1
tahun setelah pemberian dosis ke tiga dan ke empat. Imunisasi TT dapat
17
diberikan secara aman selama masa kehamilan bahkan pada periode
trimester pertama.
c) Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh
digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan :
a. Vaksin belum kadaluarsa
b. Vaksin disimpan dalam suhu +2º - +8ºC
c. Tidak pernah terendam air.
d. Sterilitasnya terjaga
e. VVM (Vaccine Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B.
d) Di posyandu, vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk
hari berikutnya.
Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali, dengan dosis 0,5 cc di
injeksikan intramuskuler/subkutan dalam. Imunisasi TT sebaiknya diberikan
sebelum kehamilan 8 bulan untuk mendapatkan imunisasi TT lengkap. TT1
dapat diberikan sejak di ketahui postif hamil dimana biasanya di berikan pada
kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan. Jarak pemberian (interval)
imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4 minggu.2,4,5
6. Efek Samping
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan, gejalanya seperti
lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara dan
kadang-kadang gejala demam. Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari, ini
akan sembuh sendiri dan tidak perlukan tindakan/pengobatan.1,5
18
7. Tenaga Pelaksana Imunisasi
Standar tenaga pelaksana di tingkat pusksmas adalah petugas imunisasi
dan pelaksana cold chain. Petugas imunisasi adalah tenaga perawat atau bidan
yang telah mengikuti pelatihan, yang tugasnya memberikan pelayanan
imunisasi dan penyuluhan. Pelaksana cold chain adalah tenaga yang
berpendidikan minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold
chain, yang tugasnya mengelola vaksin dan merawat lemari es, mencatat suhu
lemari es, mencatat pemasukan dan pengeluaran vaksin serta mengambil
vaksin di kabupaten/kota sesuai kebutuhan perbulan. Pengelola program
imunisasi adalah petugas imunisasi, pelaksana cold chain atau petugas lain
yang telah mengikuti pelatihan untuk pengelola program imunisasi, yang
tugasnya membuat perencanaan vaksin dan logistik lain, mengatur jadwal
pelayanan imunisasi, mengecek catatan pelayanan imunisasi, membuat dan
mengirim laporan ke kabupaten/kota, membuat dan menganalisis PWS
bulanan, dan merencanakan tindak lanjut.8,9
Untuk meningkatkan pengetahuan dan/atau ketrampilan petugas
imunisasi perlu dilakukan pelatihan sesuai dengan modul latihan petugas
imunisasi.Pelatihan teknis diberikan kepada petugas imunisasi di puskesmas,
rumah sakit dan tempat pelayanan lain, petugas cold chain di semua tingkat.
Pelatihan manajerial diberikan kepada para pengelola imunisasi dan
supervisor di semua tingkat.8,9,10
Tempat pelayanan untuk mendapatkan imunisasi TT :9
19
1. Puskesmas
2. Puskesmas pembantu
3. Rumah sakit
4. Rumah bersalin
5. Polindes
6. Posyandu
7. Rumah sakit swasta
8. Dokter praktik, dan
9. Bidan praktik
C. Pengelolaan Program Imunisasi
Tujuan umum program imunisasi adalah untuk menurunkan angka
kesakitan, kecacatan dan kematian dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I).9
Tujuan Khusus adalah Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan
Neonatal (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada
tahun 2005.9,10
Untuk mencapai hal tersebut, maka program imunisasi harus dapat
mencapai tingkat cakupan yang tinggi dan merata di semua wilayah dengan
kualitas pelayanan yang memadai.8,9,10
1. Persiapan
20
a. Petugas Kesehatan
- Pelatihan semua vaksinator di puskesmas dan semua bidan di
desa.
- Pelatihan semua Balai Pengobatan, RS Pemerintah dan RS swasta
bersama-sama dengan petugas puskesmas.
- Sosialisasi kepada seluruh petugas puskesmas.
b. Lintas Sektoral dan Masyarakat
- Sosialisai pentingnya imunisasi TT pada ibu hamil, Caten dan
WUS kepada Kader, aparat Desa, RT, RW, dan tokoh potensial
lainnya pada momen dan setiap kesempatan.
- Penyuluhan langsung tentang imunisasi TT kepada semua ibu
hamil pada waktu memeriksa kehamilan (K1 s.d K4), Caten dan
WUS pada waktu melakukan imunisasi.
- Penyuluhan lewat media yang ada, pemasangan spanduk, poster
di puskesmas/posyandu, pembagian leaflet dan sebagainya.
2. Perencanaan
a. Menentukan Target Cakupan
Menentukan target cakupan adalah menetapkan berapa besar cakupan
imunisasi yang akan dicapai pada tahun yang direncanakan untuk
mengetahui kebutuhan vaksin yang sebenarnya. Penetapan target
cakupan berdasarkan tingkat pencapaian di masing-masing wilayah
kerja maksimal 100%. Target Cakupan Imunisasi Ibu Hamil yang
akan dicapai :
21
b. Menentukan Jumlah Sasaran Imunisasi
Pada program imunisasi menentukan jumlah sasaran merupakan suatu
unsur yang paling penting. Menghitung jumlah sasaran ibu hamil
didasarkan 10% lebih besar dari jumlah bayi. Perhitungan ini dipakai
untuk tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa.
c. Lokasi pelayanan imunisasi TT dilakukan di semua komponen
pelayanan (swasta maupun pemerintah) seperti RS, Puskesmas,
Posyandu.
d. Kebutuhan logistik yang perlu dipersiapkan adalah sarana cold chain,
tempat penyimpanan vaksin, dan kontak pembuangan.
e. Kebutuhan Format Pencatatan dan Pelaporan
- Pencatatan ibu hamil, Caten dan WUS
- Pencatatan stock vaksin
- Laporan bulanan
3. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
PWS adalah alat manajemen sederhana yang dipergunakan untuk
memantau program imunisasi secara rutin. Prinsip PWS adalah
memanfaatkan data yang ada dari cakupan/laporan cakupan imunisasi,
dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan setempat. PWS disajikan
22
Sasaran Imunisasi Ibu Hamil = 1,1 x Jumlah
TT 1 Ibu hamil = 90% TT2 + (Plus TT3+TT4+TT5) = 80%
dalam bentuk grafik per kelurahan/wilayah kerja. Indikator PWS yang
dibuat :
a. Grafik TT1 + TT Ulang, menunjukkan tingkat penggerakan ibu hamil.
b. Grafik TT2 + TT Ulang, menunjukkan tingkat perlindungan/
kelengkapan imunisasi TT ibu hamil.
c. Grafik DO TT1. TT2, menunjukkan tingkat manajemen program
(efisiensi program).
4. Koordinasi
Pelaksanaan program dituntut secara efektif dan efisien. Koordinasi yang
dilakukan adalah lintas program dan lintas sektoral. Lintas program
dilakukan dengan adanya keterpaduan KIA dan imunisasi, keterpaduan
imunisasi dan surveilans. Pada lintas sektoral dilaksanakan dengan
Depdagri, Dep. Agama, dan organisasi-organisasi profesi.
5. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi
memegang peranan penting dan sangat menentukan selain menunjang
pelayanan imunisasi juga menjadi dasar untuk membuat perencanaan
maupun evaluasi. Perihal penting yang harus dicatat adalah hasil cakupan
imunisasi, stok vaksin serta logistik.
Pelaporan dilakukan oleh setiap unit yang melakukan kegiatan imunisasi
mulai dari puskesmas pembantu, puskesmas, rumah sakit umum, balai
imunisasi swasta, rumah sakit swasta, rumah bersalin swasta kepada
23
pengelola program di tingkat administrasi yang sesuai. Adapun yang
dilaporkan adalah cakupan imunisasi, stok dan pemakaian vaksin.
D. Perencanaan Promosi Kesehatan
1. Menentukan Tujuan Promosi Kesehatan
Pada dasarnya tujuan utama promosi kesehatan adalah untuk mencapai 3
hal, yaitu :
- Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat mengenai
pentingnya imunisasi TT untuk mengurangi infeksi tetanus
maternal dan neonatal.
- Peningkatan perilaku masyarakat berupa ketaatan pelaksanaan
imunisasi TT.
- Peningkatan status kesehatan masyarakat dengan berkurangnya
angka kesakitan maternal dan neonatal.
2. Menentukan Sasaran Promosi Kesehatan
Di dalam promosi kesehatan yang dimaksud dengan sasaran adalah
kelompok sasaran, yaitu individu, kelompok maupun keduanya.
Kelompok sasaran yaitu Ibu hamil, Caten dan WUS.
3. Menentukan Isi/Materi Promosi Kesehatan
Isi promosi kesehatan harus dibuat sesederhana mungkin sehingga
mudah dipahami oleh sasaran. Bila perlu buat menggunakan gambar dan
bahasa setempat sehingga sasaran mau melaksanakan isi pesan tersebut.
Dalam hal ini dapat berupa materi mengenai “Pentingnya Imunisasi TT
24
pada ibu hamil, caten dan WUS untuk mencegah terjadinya infeksi
tetanus pada bayi baru lahir”.
4. Menentukan Metode
Metode yang mungkin digunakan berupa penyuluhan langsung pada saat
ANC (untuk ibu hamil), pada saat pelayanan kesehatan/melakukan
imunisasi (Caten) dan di sekolah (WUS). Dapat juga dengan pemasangan
poster, spanduk, dan penyebaran leaflet.
5. Menetapkan Media
Media yang dipilih harus bergantung pada jenis sasaran, tingkat
pendidikan, aspek yang ingin dicapai, metode yang digunakan dan
sumber daya yang ada.
6. Menyusun Rencana Evaluasi
Harus dijabarkan tentang kapan evaluasi akan dilaksanakan, dimana akan
dilaksanakan, kelompok sasaran yang mana akan dievaluasi & siapa yang
akan melaksanakan evaluasi tersebut.
7. Menyusun Jadwal Pelaksanaan
Merupakan penjabaran dari waktu, tempat & pelaksanaan yang biasanya
disajikan dalam bentuk gan chart.
25
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan diatas ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil
antara lain :
1. Penyakit Tetanus Neonatorum merupakan penyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium
tetani yang dapat menyebabkan kematian pada bayi baru lahir.
2. Imunisasi TT terhadap semua ibu hamil, Caten dan WUS sangat penting untuk
mencegah menigkatnya kejadian Tetanus Neonatorum dan Materna di
Indonesia.
3. Upaya peningkatan cakupan imunisasi TT melalui promosi kesehatan pada ibu
hamil, Caten dan WUS merupakan salah satu upaya untuk proteksi terhadap
kejadian Tetanus Neonatorum dan Materna.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI., 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 1059/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Imunisasi
2. Ditjen PPM-PL Depkes RI., 2000. Modul Latihan Petugas Imunisasi edisi
ketujuh.
3. Idanati, Rukna., 2005. TT Pregnancy. Available at :
http://adln.lib.unair.ac.id
4. Didi.Imunisasi TT (Tetanus Toxoid) Pada Kehamilan,
http://www.drdidispog.com. Akses 5 Juni 2012.
5. Putriazka.Imunisasi TT (Tetanus Toxoid) Pada Ibu Hamil,
http://www.putriazka.wordpress.com. Akses 5 Juni 2012.
6. Stanley, L.R, 1995, Buku Ajar Patologi, EGC, Jakarta
7. Subdit Imunisasi Depkes 1992:1
8. Saifuddin, Abdul Bari., Andriaansz, Geoege., Wiknjosastro, Gulardi
Hanifa., Waspodo, Djoko.,2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. JNPKKR-POGIdan Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
9. Depkes RI, 2000. Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia.
Jakarta: Sub Direktorat Imunisasi Direktorat Jendral P2M dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan RI.
10. Depkes RI, 2006. Modul Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi
Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jendral PP & PL dan Pusdiklat SDM
Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
27
28
Adakah batas maksimal imunisasi TT, mengingat seseorang mungkin saja terjaring
pada saat kelas 6 SD, akan menikah dan ketika saat hamil ?Pemberian imunisasi
dasar DTP 3 kali dapat dikonversikan mendapat TT 2 kali. Bila ditambah dengan 1
kali booster akan memberikan proteksi minimal 5 tahun. Bila ditambah dengan dosis
ke-4, diharapkan akan memberikan proteksi selama 10 tahun. Dan bila kemudian
diberikan TT dosis ke-5 diharapkan dapat memberikan proteksi seumur hidup (20
tahun lagi). Jadi bukan batas maksimal, melainkan pemberian imunisasi TT 5 kali
sudah cukup memberikan proteksi yang lama.
BKKBN., 2005. Kartu Informasi KHIBA (Kelangsungan Hidup Ibu Bayi, dan Anak Balita).
Chin, James., Kandun, I Nyoman., 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Available at www.ppmplp.depkes.go.id
Depkes RI., 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1059/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi
Ditjen PPM-PL Depkes RI., 2000. Modul Latihan Petugas Imunisasi edisi ketujuh.
Idanati, Rukna., 2005. TT Pregnancy. Available at http://adln.lib.unair.ac.id
Saifuddin, Abdul Bari., Andriaansz, Geoege., Wiknjosastro, Gulardi Hanifa., Waspodo, Djoko., 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. JNPKKR-POGI dan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
29
Faktor yang Mempengaruhi Cakupan Imunisasi
a. Pendidikan petugas
b. Pengetahuan petugas
c. Lama kerja
d. Jumlah petugas pelaksana imunisasi
e. Pelatihan petugas
f. Waktu pelayanan imunisasi
g. Stok Vaksin
h. Pengelolaan Rantai Vaksin
30
i. Peralatan Rantai Vaksin
j. Peralatan Suntik Imunisasi
k. Kerjasama Lintas Program
l. Kerjasama Lintas Sektoral
m. Pencatatan dan Pelaporan
n. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
o. Penyuluhan oleh petugas
p. Pengetahuan Ibu Hamil
q. Kendaraan Operasional
Tujuan program imunisasi TT pada ibu hamil, Caten dan WUS adalah:
a. Melindungi bayi yang baru lahir dari tetanus neonatorum.
b. Melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka.
Kedua manfaat tersebut adalah cara untuk mencapai salah satu tujuan dari
program imunisasi secara nasional yaitu eliminasi tetanus maternal dan
tetanus neonatorum.
31