documenttt

47
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah, sementara penyakit degeneratif juga muncul sebagai masalah. Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah administrasi, sehingga menyulitkan pemberantasannya. Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular tertentu, maka tindakan pencegahan untuk mencegah berpindahnya penyakit dari satu daerah atau negara ke negara lain dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat dan dengan hasil yang efektif. 1 Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan “Indonesia Sehat 2010” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya 1

Upload: jimmy-anwar

Post on 06-Dec-2014

64 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: DocumentTT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban

ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah, sementara

penyakit degeneratif juga muncul sebagai masalah. Penyakit menular tidak

mengenal batas wilayah administrasi, sehingga menyulitkan pemberantasannya.

Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular tertentu, maka

tindakan pencegahan untuk mencegah berpindahnya penyakit dari satu daerah

atau negara ke negara lain dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat dan dengan

hasil yang efektif.1

Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan

“Indonesia Sehat 2010” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan

kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai

kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat.

Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma

Sehat” yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada

upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit

(preventif) dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan

pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan.1

Agar pembangunan negara kita dapat terwujud maka salah satu upayanya

adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun bentuk pelayanan

1

Page 2: DocumentTT

kesehatan yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia ialah Pusat

Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).2

Peranan Puskesmas sangat strategis, karena puskesmas berada pada

tingkat terdekat dengan tempat di mana masalah yang menyangkut kesehatan itu

terjadi. Sehingga kemampuan untuk mendeteksi adanya masalah serta

kemampuan untuk menganalisa besarnya masalah akan menentukan keberhasilan

upaya pemecahannya. Masalah pada derajat yang tidak terlalu besar dimana masih

dalam lingkup jangkauan kemampuan puskesmas maka masalah tersebut dapat

cepat ditangani.1,2

Berdasarkan laporan Analisa Uji Coba di Indonesia pada tahun 2005-

2006 yang disusun oleh WHO yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan

RI, tetanus masih merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan maternal

dan neonatal. Kematian akibat tetanus di negara berkembang 135 kali lebih tinggi

dibanding negara maju. Di Indonesia sekitar 9,8 % (18032 bayi) dari 184 ribu

kelahiran bayi menghadapi kematian: imunisasi tetanus tetap rendah. (Depkes

RIWHO, 2006).

Menurut Menkes Dr.dr.Siti Fadilah Supari,Sp.JP (K) pada acara Nasional

Imunisasi Anak tanggal 1 November 2007, program pembangunan kesehatan di

Indonesia diterjemahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2005-2009 mempunyai visi masyarakat yang mandiri untuk

hidup sehat, dimana salah satu targetnya adalah menurunkan angka kematian bayi.

Hal ini sejalan dengan kesepakatan dunia dalam Millenium Development Goals

2

Page 3: DocumentTT

(MDG.s), dimana untuk mencapai penurunan angka kematian bayi tersebut

ditandai dengan peningkatan cakupan imunisasi.1

Imunisasi yang berkaitan dengan upaya penurunan kematian bayi

diantaranya adalah pemberian imunisasi TT (Tetanus Toxoid) kepada ibu hamil,

calon pengantin (Caten) dan wanita usia subur (WUS). Pada ibu hamil imunisasi

TT ini diberikan selama masa kehamilannya dengan frekuensi dua kali dan

interval waktu minimal empat minggu. Tujuan imunisasi ini adalah memberikan

kekebalan terhadap penyakit tetanus neonatorum kepada bayi yang akan

dilahirkan dengan tingkat perlindungan vaksin sebesar 90-95%. Oleh karena itu

cakupan imunisasi TT ibu hamil perlu ditingkatkan secara sungguh-sungguh dan

menyeluruh.3

Pemberian imunisasi TT tersebut dapat dilakukan di tempat pelayanan

kesehatan seperti puskesmas, posyandu, rumah sakit dan pelayanan kesehatan

lainnya. Oleh karenanya kunjungan ibu hamil untuk memeriksakan diri pada

tempat-tempat pelayanan kesehatan tentunya akan memberikan dampak positif

terhadap peningkatan cakupan pelayanan imunisasi TT ibu hamil. Dalam rangka

peningkatan frekuensi kunjungan ibu hamil ke bagian Kesehatan ibu dan Anak

(KIA) di puskesmas diperlukan upaya Pemantauan wilayah Setempat (PWS)

mengenai program KIA dan Imunisasi di Puskesmas.1

B. TUJUAN

Tujuan penulisan ini adalah peningkatan cakupan imunisasi TT pada ibu

hamil, Caten dan WUS melalui program promosi kesehatan.

3

Page 4: DocumentTT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tetanus Neonatorum

1. Definisi

Tetanus Neonatorum (TN) adalah infeksi akut yang disebabkan

oleh kuman Clostridium Tetani memasuki tubuh bayi baru lahir melalui

tali pusat yang kurang terawat dan terjadi pada bayi sejak lahir sampai

umur 28 hari, kriteria kasus TN berupa sulit menghisap ASI, disertai

kejang rangsangan, dapat terjadi sejak umur 3-28 hari tanpa pemeriksaan

laboratoriu. Penyakit TN adalah penyakit tetanus yang terjadi pada

neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium

tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang

system saraf pusat.3

2. Etiologi

Penyebab TN adalah clostridium tetani yang merupakan kuman

gram positif, anaerob, bentuk batang dan ramping. Kuman tersebut

terdapat ditanah, saluran pencernaan manusia dan hewan. Kuman

clostridium tetani membuat spora yang tahan lama dan menghasilkan 2

toksin utama yaitu tetanospasmin dan tetanolysin.4

4

Page 5: DocumentTT

3. Patofisiologi

Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerob berubah

menjadi bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam

jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi

jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah,

nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra

axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu

sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat

perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul

dalam sel. Dalam sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower

motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal

inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada

inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan.5,6

4. Epidemiologi

Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi

menghadapi kematian. Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi

penyebab pertama kematian bayi di bawah usia satu bulan. Namun, pada

tahun 1995 kasus serangan tetanus sudah menurun, akan tetapi ancaman

itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara serius. Tetanus juga terjadi pada

bayi, dikenal dengan istilah tetanus neonatorum, karena umumnya terjadi

pada bayi baru lahir atau usia di bawah satu bulan (neonatus). Dengan

tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat diharapkan bagi seorang tenaga

medis, terutama seorang bidan dapat memberikan pertolongan/tindakan

5

Page 6: DocumentTT

pertama atau pelayanan asuhan kebidanan yang sesuai dengan

kewenangan dalam menghadapi kasus tetanus neonatorum.5,7

Angka kematian dan kesakitan bayi merupakan salah satu indikator

keberhasilan pembangunan kesehatan. Kematian bayi di dunia 48% nya

adalah kematian neonatal, seluruh kematian neonatal sekitar 60%

merupakan kematian bayi umur kurang dari 7 hari. Adapun penyebab

kematian tertinggi disebabkan oleh seperti TN, sepsis, meningits,

pneumonia dan diare.3

TN masih banyak terdapat di negara-negara sedang membangun

termasuk Indonesia dengan kematian bayi yang tinggi dengan angka

kematian 80 %. Di Indonesia pada saat ini persalinan yang ditolong di

rumah sakit hanya 10-15 %, 10 % lagi ditolong oleh bidan swasta,

sedangkan sisanya 75-80 % masih ditolong oleh dukun.5

Sebagian besar TN terdapat pada bayi yang lahir dengan dukun

yang belum mengikuti penataran dari Depkes. Dimana dukun-dukun ini

memotong tali pusat hanya memakai alat sederhana seperti bilah bambu,

pisau atau gunting yang tidak di steril dahulu, sehingga bisa menimbulkan

infeksi melalui luka pada tali pusat. Infeksi yahng disebabkan oleh

Clostridium Tetani dapat juga karena perawatan tali pusat yang

menggunakan obat trradisional seperti abu, kapur sirih, daun-daunan.4

TN angka kematian kasusnya (Case Fatality Rate atau CFR) sangat

tinggi. Pada kasus TN angkanya mendekati 100%, terutama yang

mempunyai masa inkubasi kurang 7 hari. Angka kematian kasus tetanus

6

Page 7: DocumentTT

neonatorum yahng dirawat di rumah sakit diindonesia bervariasi dengan

kisaran 10,8 – 55 %.3,7

Pemerintah bertekat untuk memperkecil kematian akibat kematian

TN dengan jalan memberikan 2 kali vaksinasi tetanus toksoid (TT) selama

hamil. Diharapkan bidan dapat membantu upaya pemerintah sehingga

dapat menurunkan angka kematian bayi karena tetanus sampai akhir tahun

2000, menjadi kurang dari 1%. Dikemukakan bahwa angka kematian

karena tetanus dapat dijadikan ukuran bagaimana pelayanan kesehatan

yang diberikan dalam satu daerah dan secara umum pada negara tersebut.5

Dalam lingkup Jawa Timur, kematian neonatal yang disebabkan

tetanus neonatorum masih tinggi yaitu sebesar 1,19% pada neonatal dini

dan 3,73 % pada neonatal lanjut. Penyebab kemarian neonatal tertinggi di

propinsi ini selain tetanus neonatorum adalah BBLR, aspiksia, infeksi,

trauam lahir dan kelainan bawaan.1

5. Manifestasi Klinis

Tanda-tandanya terdapat pada bayi baru lahir (neonatus) sampai

umur kurang dari 28 hari, biasanya beberapa hari sesudah lahir dengan

gejala-gejala bayi mula-mula masih bisa menetek/minum, lama kelamaaan

karena otot rahang kejang, maka sulit membuka mulut sehingga bentuk

mulut bayi mencucu seperti mulut ikan, lama kelamaan otot pernafasan

kejang, tidak lama kemudian bayi kelihatan biru, kejang-kejang sampai

meninggal dunia.2

Gejala klinis TN antara lain sebagai berikut :5

7

Page 8: DocumentTT

a. Bayi yang semula menetek menjadi sulit menetek karena kejang otot

rahang dan faring (tenggorokan)

b. Mulut bayi mencucu seperyi mulut ikan

c. Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya suara dan sentuhan.

d. Kadang-kadang disertai sesak nafas.

e. Sering timbul komplikasi terutama bronkhopneumania, asfiksia dan

sianosis akibat obstruksi jalan nafas oleh lendir/ secret dan sepsis.

Tetanus Neonatorum harus memenuhi criteria berikut :5

a. Bayi lahir, dapat menangis dan menetek dengan normal min 2x/hari.

b. Pada bulan pertama kehidupan timbul gejala sulit menetek diserati

kekakuan dan/ kejang otot.

6. Faktor Risiko

Faktor resiko untuk terjadinya TN :4

a. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil tidak dilakukan, atau tidak

lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan program.

b. Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat-syarat “3 bersih”.

c. Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

7. Pencegahan

a. Melalui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan,

bersih alas, dan bersih alat.3,5

- Bersih tangan

Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci

dengan sabun sampai bersih. Kotoran di bawah kuku dibersihkan

8

Page 9: DocumentTT

dengan sabun. Cuci tangan dilakukan selama 15 – 30 “ . Mencuci

tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan pelindung

merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari infeksi.

- Bersih alas

Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih,

karena clostrodium tetani bisa menular dari saluran genetal ibu

pada waktu kelahiran.

- Bersih alat

Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode

sterilisasi ada 2, yang pertama dengan pemanasan kering : 1700 C

selama 60 ‘ dan yang kedua menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210

C selama 30 ‘ jika dibungkus, dan 20 ‘ jika alat tidak dibungkus.

b. Perawatan tali pusat yang baik3,5

Untuk perawatan tali pusat baik sebelum maupun setelah

lepas, cara yang murah dan baik yaitu mernggunakan alkohol 70 %

dan kasa steril. Kasa steril yang telah dibasahi dengan alkohol

dibungkuskan pada tali pusat terutama pada pangkalnya. Kasa

dibasahi lagi dengan alkohol jika sudah kering. Jika tali pusat telah

lepas, kompres alkohol ditruskan lagi sampai luka bekas tali pusat

kering betul (selama 3 – 5 hari). Jangan membubuhkan bubuk

dermatol atau bedak kepada bekas tali pusat karena akan terjadi

infeksi.

c. Pemberian Imunisasi TT pada ibu hamil3,5

9

Page 10: DocumentTT

Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui

imunisasi TT. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam

tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus. Seperti difteri, antibodi

tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah melewati sawar

plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh

tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.

Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali (2 dosis). Jarak

pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua dengan

saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibodi tetanus dalam darah

bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua

serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi

tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang

panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup

waktu untuk menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yan

cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.

8. Penatalaksanaan

a. Mengatasi kejang

Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau

pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai adalah

kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikas

mula-mula 30-60 mg parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan

dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama

luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan

dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain adalah luminal dan

10

Page 11: DocumentTT

diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg BB. Obat anti kejang yang lain

adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.4

b. Pemberian antitoksin

Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S

(antitetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2

hari.4

c. Pemberian antibiotika

Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000

satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari panas turun.4

d. Tali pusat dibersihkan atau di kompres dengan alkohol 70 % atau

betadin 10 %.4

e. Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering

dihisap.4

9. Komplikasi5

a. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air didalam

rongga mulut dan keadaan ini memungkinkan terjadinya aspirasi serta

dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.

b. Asfiksia

c. Atelektasis karena obstruksi secret.

d. Fraktur Kompresi.

10. Prognosis

Prognosis TN adalah jelek bila :3

a. Umur bayi kurang dari 7 hari

b. Masa inkubasi 7 hari atau kurang

11

Page 12: DocumentTT

c. Periode timbulnya gejala kurang dari 48 jam

d. Dijumpai muscular spasm

B. Imunisasi TT Ibu hamil, Caten dan WUS

1. Pengertian

Imunisasi TT adalah suatu bentuk vaksinasi yang diberikan kepada ibu

selama kehamilannya sebanyak dua kali dengan selang waktu minimal empat

minggu, dengan tujuan agar dapat memberikan kekebalan kepada bayi yang

akan dilahirkan terhadap penyakit tetanus neonatorum. Dengan pemberian

dosis ganda terebut telah cukup memberikan kekebalan kepada bayi sebesar

80% terhadap penyakit tetanus neonatorum.3

Imunisasi TT bertujuan terutama melindungi bayi baru lahir dari

kemungkinan terkena kejang akibat infeksi pada tali pusat (tetanus

neonatorum). Imunisasi ini harus diberikan melalui ibunya, karena janin

belum dapat membentuk kekebalan sendiri. Di Indonesia pemberian imunisasi

TT dianjurkan dimulai pada pasangan yang hendak menikah, wanita usia

subur atau ibu hamil. Tujuan pemberian imunisasi TT pada wanita usia subur

adalah untuk meng-eliminasi penyakit tetanus pada bayi baru lahir (tetanus

neonatorum). Pemberian imunisasi TT ini dalam beberapa jenjang yang dapat

dicapai seperti murid perempuan kelas 6 SD, saat akan menikah, dan pada saat

hamil.4

12

Page 13: DocumentTT

Semenjak dimulai kegiatan imunisasi tetanus toxoid pada ibu hamil,

hingga kini tampak adanya peningkatan hasil cakupannya, namun belum

sepenuhnya mencapai target yang diharapkan. Selain itu terlihat belum merata

cakupan imunisasi tersebut di seluruh puskesmas. Untuk itu pelayanan

imunisasi TT bagi ibu hamil dianjurkan setiap hari diseluruh Puskesmas, guna

meningkatkan cakupan imunisasi TT tersebut.3

Vaksin TT (tetanus toksoid) bertujuan untuk mencegah terjadinya

infeksi tetanus. Meskipun vaksin ini sudah pernah diberikan saat masih kecil,

namun tetap dianjurkan untuk dilakukan pengulangan pemberian vaksin TT

pada wanita yang hendak menikah dan wanita yang sedang hamil. Pemberian

vaksin TT sebelum menikah dan saat hamil bertujuan untuk mencegah

terjadinya tetanus akibat luka di daerah vagina dan akibat penggunaan alat-alat

bantu persalinan yang tidak steril saat proses melahirkan. Tidak masalah jika

anda sudah melewati kesempatan untuk melakukan vaksinasi sebelum

menikah, namun dianjurkan agar anda dapat memperoleh vaksinasi TT saat

usia kehamilan anda memasuki 5-6 bulan ini. Belum terlambat bagi anda

untuk mendapatkan vaksinasi TT saat ini.5

Vaksin TT yang diberikan kepada wanita yang akan menikah dan akan

melahirkan dapat meningkatkan kekebalan tubuhnya terhadap infeksi tetanus.

Kekebalan tubuh tersebut akan ditularkan kepada bayi dalam kandungan

sehingga bayi akan terlindung dari infeksi tetanus juga saat lahir. Tetanus

yang terjadi pada bayi baru lahir dapat menyebabkan kematian bayi, karena itu

13

Page 14: DocumentTT

pemberian vaksin TT pada ibu hamil memegang peranan penting untuk

menurunkan angka kematian bayi akibat infeksi tetanus.4

2. Perkembangan Imunisasi di Indonesia

Kegiatan imunisasi di Indonesia di mulai di Pulau Jawa dengan vaksin

cacar pada tahun 1956. Pada tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi

penyakit cacar. Pada tahun 1974, Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh

WHO, yang selanjutnya dikembangkan vaksinasi lainnya. Pada tahun 1972

juga dilakukan studi pencegahan terhadap Tetanus Neonatorum dengan

memberikan suntikan Tetanus Toxoid (TT) pada wanita dewasa di Jawa

Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada tahun 1975 imunisasi TT

ditambahkan dalam pengembangan program imunisasi di indonesia.1,7

Pengembangan Program imunisasi merupakan kelanjutan program

imunisasi yang telah diselenggarakan di Indonesia selama ini, yang

dilaksanakan secara lebih sempurna, terorganisir dan terencana.7

3. Vaksin

Vaksin TT (Tetanus Toxoid) adalah vaksin yang mengandung

toxoid tetanus yang telah dimurnikan dan terabsorbsi ke dalam 3 mg/ml

aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet.

Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU.

Dipergunakan untuk mencegah tetanus pada bayi yang baru lahir dengan

mengimunisasi Wanita Usia Subur (WUS) atau ibu hamil, juga untuk

pencegahan tetanus pada ibu bayi.1,5

14

Page 15: DocumentTT

a. Kemasan vaksin

Kemasan vaksin dalam vial. 1 vial vaksin TT berisi 10 dosis dan

setiap 1 box vaksin terdiri dari 10 vial. Vaksin TT adalah vaksin yang

berbentuk cairan.5

b. Kontraindikasi Vaksin TT

Ibu hamil atau WUS yang mempunyai gejala-gejala berat (pingsan)

karena dosis pertama TT.1,5

c. Sifat Vaksin TT

Vaksin TT termasuk vaksin yang sensitif terhadap beku (Freeze

Sensitive = FS) yaitu golongan vaksin yang akan rusak bila

terpapar/terkena dengan suhu dingin atau suhu pembekuan.1,5

d. Kerusakan Vaksin TT

Keterpaparan suhu yang tidak tepat pada vaksin TT menyebabkan

umur vaksin menjadi berkurang dan vaksin akan rusak bila terpapar

/terkena sinar matahari langsung.1,5

Tabel 1. Keadaan suhu terhadap umur vaksin TT

15

Page 16: DocumentTT

4. Jadwal Imunisasi

a. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) sudah mendapat TT

sebanyak 2 kali, maka kehamilan pertama cukup mendapat TT 1 kali,

dicatat sebagai TT ulang dan pada kehamilan berikutnya cukup

mendapat TT 1 kali saja yang dicatat sebagai TT ulang juga.

b. Bila ibu hamil sewaktu caten (calon penganten) atau hamil

sebelumnya baru mendapat TT 1 kali, maka perlu diberi TT 2 kali

selama kehamilan ini dan kehamilan berikutnya cukup diberikan TT 1

kali sebagai TT ulang.

c. Bila ibu hamil sudah pernah mendapat TT 2 kali pada kehamilan

sebelumnya, cukup mendapat TT 1 kali dan dicatat sebagai TT ulang.

Tabel 2. Jadwal Imunisasi TT pada Ibu Hamil

Dosis Saat Pemberian %

Perlindungan

Lama

Perlindungan

TT I

TT II

TT III

TT IV

TT V

Pada kunjungan pertama

atau sedini mungkin pada

kehamilan

Minimal 4 minggu setelah

TT I

Minimal 6 minggu setelah

TT II atau selama

kehamilan berikutnya

Minimal setahun setelah

TT III kehamilan

berikutnya

Minimal setahun setelah

TT kehamilan berikutnya

0%

80 %

95%

99 %

99%

1 tahun

3 tahun

5 tahun

10 tahun

Selama seumur

hidup

16

Page 17: DocumentTT

Tabel 3. Manfaat Imunisasi TT1 hingga TT5

TT 1

TT 2

TT 3

TT 4

TT 5

Langkah awl untuk menembangkan kekebalan tubuh terhdap infeksi

4 minggu setelah TT 1 untuk memyempurnakan kekebalan

6 bulan atau lebih setelah TT 2 untuk menguatkabn kekebalan

1 tahun atau lebih setelah TT 3 untuk meneluarkan kekebalan

1 tahun atau lebih setelah TT 4 untuk mendapatkan kehlebalan penuh

5. Cara Pemberian dan Dosis

Sebelum melaksanakan imunisasi di lapangan petugas kesehatan harus

mempersiapkan vaksin yang akan dibawa. Jumlah vaksin yang dibawa

dihitung berdasarkan jumlah sasaran yang akan diimunisasi dibagi dengan

dosis efektif vaksin pervial/ampul. Selain itu juga harus mempersiapkan

peralatan rantai dingin yang akan dipergunakan di lapangan seperti termos dan

kotak dingin cair.1,7

Cara Pemberian imunisasi TT :1

a) Sebelum digunakan, vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi

menjadi homogen.

b) Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer yang

disuntikkan secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan dosis

pemberian 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis

ketiga setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan

terhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5

dosis. Dosis ke empat dan ke lima diberikan dengan interval minimal 1

tahun setelah pemberian dosis ke tiga dan ke empat. Imunisasi TT dapat

17

Page 18: DocumentTT

diberikan secara aman selama masa kehamilan bahkan pada periode

trimester pertama.

c) Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh

digunakan selama 4 minggu dengan ketentuan :

a. Vaksin belum kadaluarsa

b. Vaksin disimpan dalam suhu +2º - +8ºC

c. Tidak pernah terendam air.

d. Sterilitasnya terjaga

e. VVM (Vaccine Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B.

d) Di posyandu, vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk

hari berikutnya.

Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali, dengan dosis 0,5 cc di

injeksikan intramuskuler/subkutan dalam. Imunisasi TT sebaiknya diberikan

sebelum kehamilan 8 bulan untuk mendapatkan imunisasi TT lengkap. TT1

dapat diberikan sejak di ketahui postif hamil dimana biasanya di berikan pada

kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan. Jarak pemberian (interval)

imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4 minggu.2,4,5

6. Efek Samping

Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan, gejalanya seperti

lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara dan

kadang-kadang gejala demam. Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari, ini

akan sembuh sendiri dan tidak perlukan tindakan/pengobatan.1,5

18

Page 19: DocumentTT

7. Tenaga Pelaksana Imunisasi

Standar tenaga pelaksana di tingkat pusksmas adalah petugas imunisasi

dan pelaksana cold chain. Petugas imunisasi adalah tenaga perawat atau bidan

yang telah mengikuti pelatihan, yang tugasnya memberikan pelayanan

imunisasi dan penyuluhan. Pelaksana cold chain adalah tenaga yang

berpendidikan minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold

chain, yang tugasnya mengelola vaksin dan merawat lemari es, mencatat suhu

lemari es, mencatat pemasukan dan pengeluaran vaksin serta mengambil

vaksin di kabupaten/kota sesuai kebutuhan perbulan. Pengelola program

imunisasi adalah petugas imunisasi, pelaksana cold chain atau petugas lain

yang telah mengikuti pelatihan untuk pengelola program imunisasi, yang

tugasnya membuat perencanaan vaksin dan logistik lain, mengatur jadwal

pelayanan imunisasi, mengecek catatan pelayanan imunisasi, membuat dan

mengirim laporan ke kabupaten/kota, membuat dan menganalisis PWS

bulanan, dan merencanakan tindak lanjut.8,9

Untuk meningkatkan pengetahuan dan/atau ketrampilan petugas

imunisasi perlu dilakukan pelatihan sesuai dengan modul latihan petugas

imunisasi.Pelatihan teknis diberikan kepada petugas imunisasi di puskesmas,

rumah sakit dan tempat pelayanan lain, petugas cold chain di semua tingkat.

Pelatihan manajerial diberikan kepada para pengelola imunisasi dan

supervisor di semua tingkat.8,9,10

Tempat pelayanan untuk mendapatkan imunisasi TT :9

19

Page 20: DocumentTT

1. Puskesmas 

2. Puskesmas pembantu

3. Rumah sakit

4. Rumah bersalin

5. Polindes

6. Posyandu

7. Rumah sakit swasta

8. Dokter praktik, dan

9. Bidan praktik

C. Pengelolaan Program Imunisasi

Tujuan umum program imunisasi adalah untuk menurunkan angka

kesakitan, kecacatan dan kematian dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi (PD3I).9

Tujuan Khusus adalah Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan

Neonatal (insiden dibawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada

tahun 2005.9,10

Untuk mencapai hal tersebut, maka program imunisasi harus dapat

mencapai tingkat cakupan yang tinggi dan merata di semua wilayah dengan

kualitas pelayanan yang memadai.8,9,10

1. Persiapan

20

Page 21: DocumentTT

a. Petugas Kesehatan

- Pelatihan semua vaksinator di puskesmas dan semua bidan di

desa.

- Pelatihan semua Balai Pengobatan, RS Pemerintah dan RS swasta

bersama-sama dengan petugas puskesmas.

- Sosialisasi kepada seluruh petugas puskesmas.

b. Lintas Sektoral dan Masyarakat

- Sosialisai pentingnya imunisasi TT pada ibu hamil, Caten dan

WUS kepada Kader, aparat Desa, RT, RW, dan tokoh potensial

lainnya pada momen dan setiap kesempatan.

- Penyuluhan langsung tentang imunisasi TT kepada semua ibu

hamil pada waktu memeriksa kehamilan (K1 s.d K4), Caten dan

WUS pada waktu melakukan imunisasi.

- Penyuluhan lewat media yang ada, pemasangan spanduk, poster

di puskesmas/posyandu, pembagian leaflet dan sebagainya.

2. Perencanaan

a. Menentukan Target Cakupan

Menentukan target cakupan adalah menetapkan berapa besar cakupan

imunisasi yang akan dicapai pada tahun yang direncanakan untuk

mengetahui kebutuhan vaksin yang sebenarnya. Penetapan target

cakupan berdasarkan tingkat pencapaian di masing-masing wilayah

kerja maksimal 100%. Target Cakupan Imunisasi Ibu Hamil yang

akan dicapai :

21

Page 22: DocumentTT

b. Menentukan Jumlah Sasaran Imunisasi

Pada program imunisasi menentukan jumlah sasaran merupakan suatu

unsur yang paling penting. Menghitung jumlah sasaran ibu hamil

didasarkan 10% lebih besar dari jumlah bayi. Perhitungan ini dipakai

untuk tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa.

c. Lokasi pelayanan imunisasi TT dilakukan di semua komponen

pelayanan (swasta maupun pemerintah) seperti RS, Puskesmas,

Posyandu.

d. Kebutuhan logistik yang perlu dipersiapkan adalah sarana cold chain,

tempat penyimpanan vaksin, dan kontak pembuangan.

e. Kebutuhan Format Pencatatan dan Pelaporan

- Pencatatan ibu hamil, Caten dan WUS

- Pencatatan stock vaksin

- Laporan bulanan

3. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)

PWS adalah alat manajemen sederhana yang dipergunakan untuk

memantau program imunisasi secara rutin. Prinsip PWS adalah

memanfaatkan data yang ada dari cakupan/laporan cakupan imunisasi,

dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan setempat. PWS disajikan

22

Sasaran Imunisasi Ibu Hamil = 1,1 x Jumlah

TT 1 Ibu hamil = 90% TT2 + (Plus TT3+TT4+TT5) = 80%

Page 23: DocumentTT

dalam bentuk grafik per kelurahan/wilayah kerja. Indikator PWS yang

dibuat :

a. Grafik TT1 + TT Ulang, menunjukkan tingkat penggerakan ibu hamil.

b. Grafik TT2 + TT Ulang, menunjukkan tingkat perlindungan/

kelengkapan imunisasi TT ibu hamil.

c. Grafik DO TT1. TT2, menunjukkan tingkat manajemen program

(efisiensi program).

4. Koordinasi

Pelaksanaan program dituntut secara efektif dan efisien. Koordinasi yang

dilakukan adalah lintas program dan lintas sektoral. Lintas program

dilakukan dengan adanya keterpaduan KIA dan imunisasi, keterpaduan

imunisasi dan surveilans. Pada lintas sektoral dilaksanakan dengan

Depdagri, Dep. Agama, dan organisasi-organisasi profesi.

5. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi

memegang peranan penting dan sangat menentukan selain menunjang

pelayanan imunisasi juga menjadi dasar untuk membuat perencanaan

maupun evaluasi. Perihal penting yang harus dicatat adalah hasil cakupan

imunisasi, stok vaksin serta logistik.

Pelaporan dilakukan oleh setiap unit yang melakukan kegiatan imunisasi

mulai dari puskesmas pembantu, puskesmas, rumah sakit umum, balai

imunisasi swasta, rumah sakit swasta, rumah bersalin swasta kepada

23

Page 24: DocumentTT

pengelola program di tingkat administrasi yang sesuai. Adapun yang

dilaporkan adalah cakupan imunisasi, stok dan pemakaian vaksin.

D. Perencanaan Promosi Kesehatan

1. Menentukan Tujuan Promosi Kesehatan

Pada dasarnya tujuan utama promosi kesehatan adalah untuk mencapai 3

hal, yaitu :

- Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat mengenai

pentingnya imunisasi TT untuk mengurangi infeksi tetanus

maternal dan neonatal.

- Peningkatan perilaku masyarakat berupa ketaatan pelaksanaan

imunisasi TT.

- Peningkatan status kesehatan masyarakat dengan berkurangnya

angka kesakitan maternal dan neonatal.

2. Menentukan Sasaran Promosi Kesehatan

Di dalam promosi kesehatan yang dimaksud dengan sasaran adalah

kelompok sasaran, yaitu individu, kelompok maupun keduanya.

Kelompok sasaran yaitu Ibu hamil, Caten dan WUS.

3. Menentukan Isi/Materi Promosi Kesehatan

Isi promosi kesehatan harus dibuat sesederhana mungkin sehingga

mudah dipahami oleh sasaran. Bila perlu buat menggunakan gambar dan

bahasa setempat sehingga sasaran mau melaksanakan isi pesan tersebut.

Dalam hal ini dapat berupa materi mengenai “Pentingnya Imunisasi TT

24

Page 25: DocumentTT

pada ibu hamil, caten dan WUS untuk mencegah terjadinya infeksi

tetanus pada bayi baru lahir”.

4. Menentukan Metode

Metode yang mungkin digunakan berupa penyuluhan langsung pada saat

ANC (untuk ibu hamil), pada saat pelayanan kesehatan/melakukan

imunisasi (Caten) dan di sekolah (WUS). Dapat juga dengan pemasangan

poster, spanduk, dan penyebaran leaflet.

5. Menetapkan Media

Media yang dipilih harus bergantung pada jenis sasaran, tingkat

pendidikan, aspek yang ingin dicapai, metode yang digunakan dan

sumber daya yang ada.

6. Menyusun Rencana Evaluasi

Harus dijabarkan tentang kapan evaluasi akan dilaksanakan, dimana akan

dilaksanakan, kelompok sasaran yang mana akan dievaluasi & siapa yang

akan melaksanakan evaluasi tersebut.

7. Menyusun Jadwal Pelaksanaan

Merupakan penjabaran dari waktu, tempat & pelaksanaan yang biasanya

disajikan dalam bentuk gan chart.

25

Page 26: DocumentTT

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan diatas ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil

antara lain :

1. Penyakit Tetanus Neonatorum merupakan penyakit tetanus yang terjadi pada

neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium

tetani yang dapat menyebabkan kematian pada bayi baru lahir.

2. Imunisasi TT terhadap semua ibu hamil, Caten dan WUS sangat penting untuk

mencegah menigkatnya kejadian Tetanus Neonatorum dan Materna di

Indonesia.

3. Upaya peningkatan cakupan imunisasi TT melalui promosi kesehatan pada ibu

hamil, Caten dan WUS merupakan salah satu upaya untuk proteksi terhadap

kejadian Tetanus Neonatorum dan Materna.

26

Page 27: DocumentTT

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI., 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor: 1059/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Pedoman Penyelenggaraan

Imunisasi

2. Ditjen PPM-PL Depkes RI., 2000. Modul Latihan Petugas Imunisasi edisi

ketujuh.

3. Idanati, Rukna., 2005. TT Pregnancy. Available at :

http://adln.lib.unair.ac.id

4. Didi.Imunisasi TT (Tetanus Toxoid) Pada Kehamilan,

http://www.drdidispog.com. Akses 5 Juni 2012.

5. Putriazka.Imunisasi TT (Tetanus Toxoid) Pada Ibu Hamil,

http://www.putriazka.wordpress.com. Akses 5 Juni 2012.

6. Stanley, L.R, 1995, Buku Ajar Patologi, EGC, Jakarta

7. Subdit Imunisasi Depkes 1992:1

8. Saifuddin, Abdul Bari., Andriaansz, Geoege., Wiknjosastro, Gulardi

Hanifa., Waspodo, Djoko.,2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal. JNPKKR-POGIdan Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

9. Depkes RI, 2000. Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia.

Jakarta: Sub Direktorat Imunisasi Direktorat Jendral P2M dan Penyehatan

Lingkungan Departemen Kesehatan RI.

10. Depkes RI, 2006. Modul Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi

Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jendral PP & PL dan Pusdiklat SDM

Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

27

Page 28: DocumentTT

28

Page 29: DocumentTT

Adakah batas maksimal imunisasi TT, mengingat seseorang mungkin saja terjaring

pada saat kelas 6 SD, akan menikah dan ketika saat hamil ?Pemberian imunisasi

dasar DTP 3 kali dapat dikonversikan mendapat TT 2 kali. Bila ditambah dengan 1

kali booster akan memberikan proteksi minimal 5 tahun. Bila ditambah dengan dosis

ke-4, diharapkan akan memberikan proteksi selama 10 tahun. Dan bila kemudian

diberikan TT dosis ke-5 diharapkan dapat memberikan proteksi seumur hidup (20

tahun lagi). Jadi bukan batas maksimal, melainkan pemberian imunisasi TT 5 kali

sudah cukup memberikan proteksi yang lama.

BKKBN., 2005. Kartu Informasi KHIBA (Kelangsungan Hidup Ibu Bayi, dan Anak Balita).

Chin, James., Kandun, I Nyoman., 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Available at www.ppmplp.depkes.go.id

Depkes RI., 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1059/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi

Ditjen PPM-PL Depkes RI., 2000. Modul Latihan Petugas Imunisasi edisi ketujuh.

Idanati, Rukna., 2005. TT Pregnancy. Available at http://adln.lib.unair.ac.id

Saifuddin, Abdul Bari., Andriaansz, Geoege., Wiknjosastro, Gulardi Hanifa., Waspodo, Djoko., 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. JNPKKR-POGI dan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

29

Page 30: DocumentTT

Faktor yang Mempengaruhi Cakupan Imunisasi

a. Pendidikan petugas

b. Pengetahuan petugas

c. Lama kerja

d. Jumlah petugas pelaksana imunisasi

e. Pelatihan petugas

f. Waktu pelayanan imunisasi

g. Stok Vaksin

h. Pengelolaan Rantai Vaksin

30

Page 31: DocumentTT

i. Peralatan Rantai Vaksin

j. Peralatan Suntik Imunisasi

k. Kerjasama Lintas Program

l. Kerjasama Lintas Sektoral

m. Pencatatan dan Pelaporan

n. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)

o. Penyuluhan oleh petugas

p. Pengetahuan Ibu Hamil

q. Kendaraan Operasional

Tujuan program imunisasi TT pada ibu hamil, Caten dan WUS adalah:

a. Melindungi bayi yang baru lahir dari tetanus neonatorum.

b. Melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka.

Kedua manfaat tersebut adalah cara untuk mencapai salah satu tujuan dari

program imunisasi secara nasional yaitu eliminasi tetanus maternal dan

tetanus neonatorum.

31