tsba katekin

30
I. TINJAUAN PUSTAKA 1. Asam Urat a. Etiologi Asam urat dinyatakan sebagai suatu senyawa alkaloida turunan purin (xantin). Senyawa yang ditemukan pertama kali oleh Scheele pada tahun 1776 ini merupakan produk akhir metabolisme nitrogen pada burung dan hewan melata (Chairul, 2001). Asam urat merupakan kristal putih, tidak berbau dan berasa, mengalami dekomposisi dengan pemanasan menjadi asam sianida, sangat sukar larut dalam air, serta larut dalam gliserol dan alkali hidroksida (Budavari, 1996). Asam urat dihasilkan oleh setiap makhluk hidup akibat proses metabolisme, yaitu suatu proses kimia dalam inti sel yang berfungsi menunjang kelangsungan hidup. Bila terjadi penyimpangan dalam proses ini, terutama terjadi pada orang-orang berusia 40 tahun keatas/ manula, maka asam urat akan menumpuk (Chairul, 2001). Dalam kondisi normal, mayoritas asam urat diekskresikan melalui ginjal, kira-kira 10% dari asam urat yang difiltrasi oleh glomerolus dikeluarkan melalui urin sebagai asam urat. Sedangkan melalui intestin hanya dikeluarkan

Upload: din-dine

Post on 02-Aug-2015

341 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: TSBA katekin

I. TINJAUAN PUSTAKA

1. Asam Urat

a. Etiologi

Asam urat dinyatakan sebagai suatu senyawa alkaloida turunan

purin (xantin). Senyawa yang ditemukan pertama kali oleh Scheele

pada tahun 1776 ini merupakan produk akhir metabolisme nitrogen

pada burung dan hewan melata (Chairul, 2001).

Asam urat merupakan kristal putih, tidak berbau dan berasa,

mengalami dekomposisi dengan pemanasan menjadi asam sianida,

sangat sukar larut dalam air, serta larut dalam gliserol dan alkali

hidroksida (Budavari, 1996).

Asam urat dihasilkan oleh setiap makhluk hidup akibat proses

metabolisme, yaitu suatu proses kimia dalam inti sel yang berfungsi

menunjang kelangsungan hidup. Bila terjadi penyimpangan dalam

proses ini, terutama terjadi pada orang-orang berusia 40 tahun keatas/

manula, maka asam urat akan menumpuk (Chairul, 2001).

Dalam kondisi normal, mayoritas asam urat diekskresikan

melalui ginjal, kira-kira 10% dari asam urat yang difiltrasi oleh

glomerolus dikeluarkan melalui urin sebagai asam urat. Sedangkan

melalui intestin hanya dikeluarkan dalam jumlah yang sangat sedikit

(Gaw et al., 2005).

Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kadar asam urat

dalam darah dan merupakan faktor resiko terjadinya hiperurisemia.

Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga mekanisme,

yaitu :

1) Peningkatan produksi asam urat

Hal ini bisa terjadi karena faktor idiopatik primer, makan yang

kaya purin (banyak mengandung protein), obesitas, alkohol,

polisitemia vera, paget’s disease, proses hemolitik dan psoriasis.

2) Penurunan ekskresi asam urat

Penurunan ekskresi asam urat merupakan sebagian besar penyebab

hiperurisemia (hampir 90% kasus). Penyebabnya antara lain :

Page 2: TSBA katekin

idiopatik primer, insufisiensi ginjal, ginjal polikistik, diabetes

insipidus, hipertensi, asidosis, toksik pada kehamilan, penggunaan

obat-obatan seperti salisilat < 2 gram/hari, diuretik, alkohol,

levodopa, ethambutol dan pyrazinamid.

3) Kombinasi antara kedua mekanisme tersebut

4) Dapat terjadi pada defisiensi glukosa 6-fosfat, defisiensi fruktosa 1-

fosfat aldosa, konsumsi alkohol dan shock (Wortmann, 1998).

Kadar asam urat dapat meningkat menjadi hiperurisemia jika

kadarnya lebih dari 420 μmol/l (7,0 mg/dl) dan ada indikasi

peningkatan total urat dalam tubuh (Gaw et al., 1998). Jika pada

hiperurisemia didapatkan hasil bentukan kristal asam urat, maka

hiperurisemia dapat berkembang menjadi gout (Shamley, 2005).

Manusia mengubah nukleosida purin utama, yaitu adenosin dan

guanosin, menjadi produk akhir asam urat yang diekskresikan keluar

tubuh. Adenosin pertama-tama mengalami deaminasi menjadi inosin

oleh enzim adenosine deaminase. Fosforolisis ikatan N-glikosidat

inosin dan guanosin, yang dikatalisis oleh enzim nukleosida purin

fosforilase, akan melepas senyawa ribosa 1-fosfat dan basa purin.

Hipoxantin dan guanin selanjutnya membentuk xantin dalam reaksi

yang dikatalisis masing-masing oleh enzim xantin oksidase dan

guanase. Kemudian xantin teroksidase menjadi asam urat dalam reaksi

kedua yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Dengan demikian,

xantin oksidase merupakan lokus yang esensial bagi intervensi

farmakologis pada penderita hiperurisemia dan gout (Rodwell, 2003).

Aktivitas xantin oksidase merupakan tempat penting bagi

intervensi farmakologi pada penderita dengan hiperurisemia dan

penyakit pirai (gout). Pada primata rendah dan mamalia lainnya,

enzim urat-oksidase (urikase) bertanggung jawab untuk hidrolisis

asam urat menjadi alantoin (Schunack et al., 1990).

Adapun mekanisme reaksi dari pembentukan asam urat dapat

dilihat pada gambar :

Page 3: TSBA katekin
Page 4: TSBA katekin

b. Manifestasi Klinik

Macam hiperurisemia ada dua, yaitu

1) Hiperurisemia Primer

a. Peningkatan produksi purin karena : Idiopatik dan Kelainan

enzim tertentu (sindrom Lesch-Nyhan, penyakit glikogen)

b. Penurunan klirens asam urat

2) Hiperurisemia Sekunder

a. Penurunan katabolisme dan perubahan purin meliputi :

Mieloproliferatif, Limfoproliferatif, Karsinoma dan sarcoma,

anemia hemolitik kronik, Obat sitotoksin, Psoriasis.

b. Penurunan klirens asam urat meliputi : Induksi obat (tiazid,

probenesid), Hiperlaktisasidemia (lactis asidosis, alkohol),

Hiperketosedemia (diabetes ketoasidosis), Diabetes insipidus

(vasopresin-resisten), Sindrom barrier’s (Tierney et al., 2004)

c. Patogenesis

Serangan akut terjadi karena endapan urat, yang jarum-jarum

kristalnya merusak sel dengan menimbulkan nyeri yang hebat. Sendi

membengkak, menjadi panas, merah, dan amat sakit bila disentuh

tersering dijempol kaki, atau pergelangan kaki-tangan dan bahu.

Sering kali terdapat demam tinggi dan pada stadium lanjut tophi,

yakni benjolan keras di cuping telinga, kaki atau tangan. Peradangan

di sendi mengakibatkan pelepasan zat-zat kemotaksis, yang menarik

neutrofil ke cairan synovial. Granulosit ini memakan kristal urat

dengan jalan fagositosis, dengan sendirinya musnah dengan

melepaskan beberapa zat, antara lain suatu glikoprotein, radikal

oksigen, dan enzim-enzim lisosomal (protease, fosfatase), yang

bersifat destruktif bagi tulang rawan. Glikoprotein tersebut bila

diinjeksi intra-artikuler dapat menyebabkab gout. Selain itu dibentuk

juga asam laktat yang mempermudah presipitasi urat selanjutnya

karena sifat asamnya. Mungkin terjadi pula aktivitas sistem

prostagladin. Dengan demikian, proses peradangan diperkuat dan

terpelihara terus-menerus (Tierney et al., 2004).

Page 5: TSBA katekin

d. Diagnosis

Diagnosis asam urat dapat dilakukan dengan tiga pemeriksaan, yaitu

sebagai berikut:

1). Pemeriksaan laboratorium

Seseorang dikatakan menderita asam urat jika pemeriksaan

laboratorium menunjukkan kadar asam urat dalam darah diatas 7

mg/dl untuk pria dan 6 mg/dl untuk wanita. Selain itu kadar asam

urat dalam urin lebih dari 750-1.000 mg/24 jam dengan diet biasa.

2). Pemeriksaan cairan sendi

Pemeriksaan cairan sendi dilakukan di bawah mikroskop.

Tujuannya untuk melihat adanya kristal urat atau monosodium urat

(kristal MSU) dalam cairan sendi. Untuk melihat perbedaan jenis

arthritis yang terjadi perlu dilakukan kultur cairan sendi.

3). Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologis digunakan untuk melihat proses yang

terjadi dalam sendi dan tulang serta untuk melihat proses

pengapuran di dalam tofus (Utami, 2005).

e. Pengobatan

Pengobatan pirai dilakukan dengan meningkatkan ekskresi asam

urat melalui kemih atau dengan menurunkan prekursor konversi

xantin dan hipoxantin menjadi asam urat (Katzung et al., 1994).

Untuk mencegah kambuhnya serangan gout dapat diikuti suatu

aturan hidup tertentu. Bila terjadi overweight, perlu menjalani diet

menguruskan tubuh, banyak minum (minimal 2 L perhari), membatasi

asupan alkohol (bir), menghindari stres fisik dan mental serta diet

purin (Tjay dan Raharja, 2002).

Diet yang rendah purin dengan hanya sedikit mengkonsumsi

daging atau ikan, terutama organ dalam (jeroan) seperti otak, hati dan

ginjal. Tetapi kini diketahui bahwa kebanyakan purin dibentuk dalam

tubuh dan hanya sedikit yang berasal dari makanan. Diet yang ketat

hanya dapat menurunkan kadar urat 25% dan tidak dapat mengurangi

timbulnya serangan gout, tetapi diet ini berguna sebagai tambahan dari

Page 6: TSBA katekin

terapi terhadap batu ginjal (urat) yang sering kambuh, selain itu

diusahakan untuk tidak menggunakan diuretik tiazid dan menghindari

mengkonsumsi alkohol dan kopi (Tjay dan Raharja, 2002).

Adapun obat yang dapat digunakan sebagai pengobatan

hiperurisemia antara lain : allopurinol yang menghambat xanthine

oksidase, sehingga kadar asam urat dalam serum menurun tanpa

menyebabkan beban ekskresi pada ginjal. Obat-obat urikosurik seperti

probenesid dan sulfonpirazon juga menurunkan kadar urat dalam

serum dengan cara meninggikan ekskresi asam urat melalui urin.

Pasien yang memakai obat-obat ini harus mengeluarkan banyak urin

alkalis supaya asam urat tidak membentuk batu urat. Kolkisin, suatu

obat yang telah lama digunakan untuk mengobati gout, tidak

mempengaruhi pembentukan atau ekskresi urat, tetapi mengubah

respon fagositik leukosit terhadap kristal urat di jaringan (Saches dan

McPherson, 2000).

2. Cathecin Dalam Daun Teh

a. Klasifikasi Daun Teh

Di zaman dahulu, genus Camellia dibedakan  menjadi beberapa

spesies teh yaitu sinensis, assamica, irrawadiensiesis. Menurut

Graham HN (1984); Van Steenis CGGJ (1987) dan Tjitrosoepomo

(1989), tanaman teh Camellia sinensis O.K. var. Assamica (Mast)

diklasifikasikan sebagai berikut (Tuminah, 2004):

Divisi : Spermatophyte (tumbuhan biji)

Sub divisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas : Dicotylydoneae (tumbuhan biji belah)

Sub kelas : Dialypetalae

Ordo (bangsa) :Guttiferales (Clusiales)

Famili (suku) :Camelliaceae (Tehaceae)

Genus (marga) :Camellia

Spesies (jenis) :Camellia sinensis

Varietas :Assamica

Page 7: TSBA katekin

b. Etiologi

Tanaman teh terutama dibudidayakan di daerah beriklim tropis

dan subtropis, di areal dengan curah hujan sedikitnya 50 inci setahun.

Namun, teh dibudidayakan secara komersial dari katulistiwa hingga

sejauh Cornwall di daratan utama Inggris. Banyak teh kualitas tinggi

ditanam di ketinggian hingga 1500 meter karena tanaman ini tumbuh

lebih lambat dan rasanya yang lebih baik. Camellia sinensis berasal

dari daratan Asia Selatan dan Tenggara, namun sekarang telah

dibudidayakan di seluruh dunia, baik daerah tropis maupun subtropis.

c. Morfologi

Tumbuhan ini merupakan perdu atau pohon kecil yang biasanya

dipangkas bila dibudidayakan untuk dipanen daunnya. Ia memiliki

akar tunggang yang kuat. Bunganya kuning-putih berdiameter 2,5–4

cm dengan 7 hingga 8 petal.

Daunnya memiliki panjang 4–15 cm dan lebar 2–5 cm. Daun

segar mengandung kafein sekitar 4%. Daun muda yang berwarna hijau

muda lebih disukai untuk produksi teh; daun-daun itu mempunyai

rambut-rambut pendek putih di bagian bawah daun. Daun tua

berwarna lebih gelap. Daun dengan umur yang berbeda menghasilkan

kualitas teh yang berbeda-beda, karena komposisi kimianya yang

berbeda. Biasanya, pucuk dan dua hingga tiga daun pertama dipanen

untuk permrosesan. Pemetikan dengan tangan ini diulang setiap dua

minggu.

Page 8: TSBA katekin

d. Kandungan

Daun teh hijau mengandung gugus flavanoid dari polifenol.

Salah satu senyawa aktif teh hijau adalah catechin. Senyawa ini

bersifat sebagai antioksidan. Fungsi antioksidan adalah sebagai

peredam yang dapat menetralisir radikal bebas yang masuk tubuh

serta menghentikan reaksi berantai peroksidasi dari lipid. Selain itu

teh hijau juga dapat berfungsi sebagai antiinflamasi. Diharapkan

dengan pemberian catechin dari ekstrak teh hijau dapat menurunkan

kadar asam urat.

Daun teh mengandung 30-40% polifenol yang sebagiam besar

dikenal sebagai katekin. Katekin adalah senyawa dominan dari

polifenol dan merupakan antioksidan yang kuat, lebih kuat dari

vitamin E, C, dan β-karoten.  Didalam teh ada beberapa jenis katekin

yaitu epicatechin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin

(EGC), dan epigallocatechin gallate (EGCG), gallocatechin, dan

katekin (Alamsyah, 2006).

e. Pemerian Katekin

Katekin adalah senyawa dominan dari polifenol teh hijau yang

merupakan senyawa larut dalam air, tidak berwarna dan memberikan

rasa pahit (Alamsyah, 2006). Katekin teh merupakan kelas flavanol.

(Hartoyo, 2003).

Katekin bersifat asam lemah (pKa1 = 7,72 dan pKa2 = 10,22)

(Lucida, 2006), sukar larut dalam air dan sangat tidak stabil di udara

terbuka. Bersifat mudah teroksidasi pada pH mendekati netral (pH

6,9) dan lebih stabil pada pH rendah (3,45) di bandingkan pH 4,9

(Lucida, 2006).

Sifat fisika Sifat kimia

Page 9: TSBA katekin

Warna: putih

Melting point: 104-1060C

Boiling point: 2540C

Tekanan uap: 1 mm Hg pada 750C

Densitas uap: 3,8 g/m3

Flash point: 1370C

Eksplosion limits: 1,97%

(batas atas)

Sensitif terhadap oksigen

Sensitif terhadap cahaya (dapat mengalami

perubahan warna apabila mengalami kontak

langsung dengan udara terbuka)

Berfungsi sebagai antioksidan

Substansi yang dihindari: unsur oksidasi, asam

klorida, asam anhidrat, basa dan asam nitrat.

Larut dalam air hangat

Stabil dalam kondisi agak asam atau netral (pH

optimum 4-8)

Sumber: Anonim, 2001,  Michael dan Irene, 1997 dan Alamsyah, 2006.

Katekin memiliki struktur :

f. Fungsi Katekin

Mekanisme kerja flavanoid termasuk catechin adalah

menghambat pembentukan peroksidasi lipid pada tahap inisiasi

dengan berperan sebagai scavengers (peredam) terhadap radikal bebas

oksigen reaktif (O2, 0-) maupun radikal hidroksil (OH, 0). Cara

kerjanya dengan memberikan donor atom H kepada radikal peroksil

membentuk radikal flavanoid dan akan bereaksi dengan oksigen

reaktif (superoksida) sehingga menjadi netral. Dengan reaksi tersebut,

reaksi berantai peroksidasi lipid dapat dihentikan.

Catechin juga menghambat kerja faktor transkripsi gen inflamasi

yaitu Nuclear Factor Kappa Beta (NF-KB) sehingga reaksi inflamasi

dapat dihentikan. Selain itu kerja catechin mirip dengan allupurinol

yang menghambat kerja enzim xantin oksidase sehingga pembentukan

asam urat yang berlebihan dapat dihentikan.

Page 10: TSBA katekin

Catechin dapat pula meningkatkan pembentukan enzim urikase

yang menambah asam urat menjadi alantoin yang mudah larut dalam

air serta mudah diekskresikan lewat ginjal.

g. Ekstraksi Senyawa Katekin

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif dengan

menggunakan pelarut tertentu. Pemilihan metode ekstraksi senyawa

bukan atom dipergunakan oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan

tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang

digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam

pelarut polar dan senyawa non polar dalam pelarut non polar

(Anonymous, 2007).

Dalam metode ekstraksi bahan alam dikenal suatu metode

maserasi yaitu metode perendaman. Penekanan utama dalam metode

ini adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dengan

jaringan tanaman yang diekstraksi (Guentehr, 1987 dalam skripsinya

Kristianingsih, 2005).

Faktor - faktor yang mempengaruhi ekstraksi adalah:

i. Ukuran bahan

Bahan yang akan diekstrak sebaiknya memilki luas permukaan

yang besar untuk mempermudah kontak antara bahan dengan

pelarut sehingga ekstraksi berlangsung dengan baik (Purseglove et.

al., 1981 dalam skripsinya Setiyowati, 2007). Kehalusan bubuk

yang sesuai akan menghasilkan ekstraksi yang sempurna dalam

waktu yang singkat, sebaiknya bahan yang akan diekstraksi jangan

terlalu halus karena dapat menyebabkan pemampatan (stagnasi)

(Guentehr, 1987 dalam skripsinya Setiyowati, 2007).

ii. Lama dan suhu ekstraksi

Ekstraksi akan berlangsung cepat dilakukan pada suhu tinggi,

tetapi hal ini dapat mengakibatkan beberapa komponen yang

terdapat dalam rempah-rempah akan mengalami kerusakan

(Moestofa, 1981 dalam skripsinya Setiyowati, 2007). Ekstraksi

baik dilakukan pada kisaran suhu 200C-800C tetapi suhu yang

Page 11: TSBA katekin

digunakan harus dibawah titik didih pelarut yang digunakan

(Susanto, 1999 dalam skripsinya Setiyowati, 2007). Menurut

Suryandari (1981) dalam skripsinya Setiyowati (2007) semakin

lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk bersentuhan semakin

besar sehingga hasil ekstraksi semakin bertambah banyak.

iii. Jenis dan konsentrasi pelarut

Menurut Somaatmadja (1981) dalam skripsinya Setiyowati (2007),

ada dua pertimbangan utama dalam memilih jenis pelarut, yaitu

pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi dan pelarut tidak

berbahaya atau tidak beracun. Pelarut yang paling aman adalah

etanol. Pelarut yang sering digunakan dalam proses ekstraksi

adalah aseton, etil diklorida, etanol, heksana, isopropyl alkhohol

dan metanol (Perry, 1981 dalam skripsinya Setiyowati, 2007).

Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut mulai

dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang

kepolarannya menengah (diklorometan atau etilasetat) kemudian

pelarut yang bersifat polar (metanol atau etanol) (Anonymous,

2007).

Katekin teh stabil dalam air pada suhu kamar. Kadar katekin

menurun sebesar 20% jika dipanaskan pada suhu 98oC selama 20

menit. Saat dipanaskan dalam autoklaf pada suhu 120oC, terjadi

epimerisasi dari (-)- EGCG menjadi (-)-GCG dan kadar katekin

menurun hingga 24%. Katekin bisa menurun hingga 50% jika

dipanaskan selama 2 jam (Anonymous,  2006).

Berdasarkan penelitian Cheong, et.al., (2005) menyatakan

bahwa ekstraksi dipengaruhi bentuk sampel, lama dan suhu ekstraksi.

Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Ekstraksi katekin

dari teh hijau lebih baik jika memakai metode maserasi dengan waktu

tidak lama hal ini terlihat pada tabel :

Page 12: TSBA katekin

Komponen Katekin Metode ekstraksi Konsentrasi (µg/mL)

Epikatekin maserasi 130 (t: 60 menit)

soxhlet 45 (t: 350 menit)

Epikatekin gallat maserasi 145 (t: 60 menit)

soxhlet 50 (t: 350 menit)

Epigallokatekin

gallat

maserasi 1050 (t: 60 menit)

Soxhlet 190 (t: 350 menit)

Sumber: Cheong, et.al.(2005)

3. Pil

a. Pengertian

Pilulae menurut FI III adalah suatu sediaan berupa massa bulat

mengandung satu atau lebih bahan obat. Boli adalah pil yang beratnya

300 mg, pembuatannya sama dengan pil. Granula adalah pil kecil

yang beratnya tidak lebih dari 30 mg, mengandung 1 mg bahan obat.

b. Macam Sediaan Pil

i. Bolusà > 300 mg

ii. Pilà 60 – 300 mg

iii. Granul à 1/3 – 1 grain

iv. Parvul à < 20 mg

c. Tujuan Pemberian Sediaan Pil

i. Mudah digunakan/ditelan

ii. Menutup rasa obat yang tidak enak

iii. Relatif > stabil dibanding bentuk sediaan serbuk dan larutan

iv. Sangat baik untuk sediaan yg penyerapannya dikehendaki lambat

d. KERUGIAN PIL

i. Obat yang dikehendaki memberikan aksi yang cepat

ii. Obat yang dalam keadaan larutan pekat dapat mengiritasi

lambung

iii. BO padat/serbuk yang voluminous dan BO cair dalam jumlah

besar

Page 13: TSBA katekin

e. PERSYARATAN PIL

i. Homogen (ukuran, bentuk, warna, dosis)

ii. Mempunyai kekenyalan, daya rekat dan kekerasan tertentu

iii. Keseragaman bobot. Dari 20 pit, tidak lebih dari 2 pil yang

masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih

besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu

pilpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih

besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera

dalam daftar berikut:

Timbang pil satu persatu. Timbang 20 pil sekaligus, hitung bobot

rata-rata.

iv. Kadar air. Tidak lebih dari 10 %. Penetapan dilakukan menurut

cara yang tertera pada Farmakope Indonesia atau Materia Medika

Indonesia.

v. Waktu hancur. Tidak lebih dari 60 menit.

Dalam FI III disyaratkan waktu hancur pil:

Tidak boleh > 15 menit utk pil tak bersalut

Tidak boleh > 60 menit utk pil bersalut gula atau selaput

Utk pil salut enterik: setelah dilakukan pengujian dalam larutan

HCl 0,06 N selama 3 jam, pada pengujian selanjutnya (lar dapar

pH 6,8) waktu hancur pil tidak boleh > 60 menit

Penetapan dilakukan menurut cara yang tertera pada Fermakope

Indonesia atau Materia Medika Indonesia.

Bobot rata-rata Pil Penyimpangan terhadap bobot rata-rata

A B

100 mg sampai 250 mg

251 mg sampai 500 mg

10%

7,5 %

20 %

15

Page 14: TSBA katekin

vi. Bahan tambahan Pengawet. Tidak lebih dari 0,1 %

Pengawet yang diperbolehkan :

Metil p - hidroksi benzoat (Nipagin);

Propil p - hidroksi benzoat (Nipasol):

Asam sorbat atau garamnya;

Garam natrium benzoat dalam suasana asam;

Pengawet lain yang disetujui.

vii. Wadah dan penyimpanan. Dalam wadah tertutup baik; disimpan

pada suhu kamar, ditempat kering dan terlindung dari sinar

matahari. Pada penyimpanan bentuknya harus tetap, tetapi tidak

begitu keras sehingga dapat hancur dalam saluran cerna.

f. FORMULASI PIL

a. Zat utama : Berupa bahan obat

b. Zat tambahan berupa :

i. Zat Pengisi : Gunanya untuk memperbesar volum pil.

Contohnya : Akar manis, bolus alba

ii. Zat Pengikat : Membuat massa supaya saling melekat antara

satu dengan yang lain. Contohnya : Sari akar manis, gom akasia

dan tragakan, succus.

iii. Zat pembasah : membasahi massa sebelum dibentuk. Contohnya

: Air, gliserol, sirup, madu, campuran bahan tersebut atau bahan

lain yang cocok.

iv. Bahan Pemecah: Adanya bahan pengikat membuat pil sukar

larut/pecah di lambungà butuh bahan pemecahà Natrium

bikarbonat aa bahan obat.

v. Zat Penabur : Membuat sediaan yang telah terbentuk tidak

melekat satu sama lain atau dengan alat. Contohnya liqopodium

dan talk (BO oksidator/ garam PB, pil putiah, kan disalut,

amilum orizae, MgCO3, radix liquiritiae pulv.

vi. Zat penyalut : Digunakan untuk menutup rasa dan bau yang

tidak enak, melindungi BO dari pengaruh lingkungan (salut

selaput)à garam-garam ferro disalut tolubalsem, menutupi rasa

Page 15: TSBA katekin

bahan yg tak enak (salut gulaà saccharum album),

memperbaiki penampilan pil (salut selaput)

II. FORMULA

R/ Katekin 10 mg

Radix q.s

Succhus liq q.s

m.f pil

s 3 dd 4 pil

III. PERALATAN

a. Alat

1. Lumpang

2. Alu

3. Pencetak pil

4. Pemotong pil

5. Pembentuk pil

6. Pipet tetes

7. Alat timbang

8. Alat soxhletasi

9. Waterbath

b. Bahan

1. Serbuk simplisia Daun Teh hijau

2. Etanol 90%

3. Glycyrrhizae Radix

4. Glycyrrizae Succus

5. Lycopodium cum Talcum

6. Aqua glycerinata

IV. PERHITUNGAN DOSIS

Ekstrak daun teh hijau = 10mg/kg BB 500mg/50 kg BB

untuk 1x minum

Page 16: TSBA katekin

Pengumpulan simplisia kering

Simplisia kering dari herba daun teh

Determinasi tanaman

Serbuk

Ekstrak encer

penyerbukan

Maserasi etanol 70%

Penguapan

Ekstrak kental

Lolos uji

Uji :organoleptiskadar airkadar abukadar abu larut asamsusut pengeringan

D1x = 50 kg/kg x 10mg = 500 mg

D1hr = 500mg x 3 = 1.500 g

V. PERHITUNGAN BAHAN

Berat @ pil 120 mg

Massa pil 120mg x 120 pil = 14.400 mg

Nama Bahan Perhitungan Jumlah

Ekstrak Katekin 10 mg x 120 pil 1200 mg

Radix 2/3 x 14.400 mg 9600 mg

Succhus liq 14.400 – (1200 + 9600) 3600 mg

VI. CARA PEMBUATAN

a. Tahap Ekstraksi

Page 17: TSBA katekin

b. Tahap Peracikan Pil

i. PEMBUATAN MASSA PIL

Tentukan bobot Bahan Obat untuk 1 pil

Tentukan macam dan jumlah bahan tambahan yang dibutuhkan

sesuai dengan jumlah dan sifat Bahan Obat

Campur Bahan Obat + pengisi + bahan pengikat + bahan pemecah

sesuai aturan

Tambahkan bahan pembasah sedikit-sedikit ke dalam camp digilas

kuat ad massa pil yg baik (elastis, tidak lengket di mortir, dan tidak

pecah digulung)

ii. PEMOTONGAN PIL

Massa pil dibentuk silinder yg panjangnya sesuai jumlah yg akan

dibuat sebelumnya pemotong diberi alat penabur dulu

iii. PEMBULATAN PIL

Potongan massa pil dipindahkan ke alat pembulat pil yg sudah diberi

bahan penabur, selanjutnya dibulatkan

Masukkan pil ke wadah melalui lubang yang ada dan dihitung

jumlahnya

VII. EVALUASI

a. PERSYARATAN PIL

1. Memenuhi syarat waktu hancur yang tertera pada compresi (FI Edisi

III)

2. Memenuhi Keseragaman bobot pil (FI Edisi III)

3. Pada penyimpanan bentuknya harus tetap, tetapi tidk begitu keras

sehingga dapat hancur dalam saluran pencernaan

b. EVALUASI PIL

1. Uji waktu Hancur

Page 18: TSBA katekin

Kedalam keranjang dimasukkan 6 pil, masing-masing tabung 1 pil.

Waktu hancur dihitung berdasarkan pil yang paling terakhir hancur

Tabung ditutup dengan penutup dan keranjang tersebut dinaik turunkan dalam medium air dengan suhu 370C

Persyaratan: tidak lebih dari 2 pil masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari kolom A dan tidak satupun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata besar dari kolom B.

Hitung bobot rata-rata dan penyimpangan bobot tiap pil terhadap bobot rata-ratanya.

Ditimbang 20 pil satu per satu.

Diletakkan sebuah pil pada pengetes kekerasana-Stokes Monsanto.

Tekanan diatur hingga pil stabil ditempatkan dan jarum penunjuk berada pada skala 0.

Diputar ulirnya, pil akan terjepit semakin kuat sampai akhirnya pil tersebut pecah.

Besarnya tekanan dibaca langsung pada skala.

2. Uji Keseragaman bobot

3. Uji Kekerasan

Page 19: TSBA katekin

Ketentuan:

Keseragaman bobot

Timbang 20 pil satu persatu, hitung bobot rata-rata, penyimpangan

terbesar yang diperbolehkan terhadap bobot rata-rata adalah sebagai

berikut:

Bobot rata-rata

Penyimpangan terbesar terhadap bobot rata-rata

yang diperbolehkan (%)

18 pil 2 pil

100mg-250mg 10% 20%

251mg-500mg 7.5% 15%

Waktu hancur:

Untuk pil bersalut waktu hancur tidak lebih dari 60 menit, Dalam air pada

suhu 36-38o C.

Kekerasan pil:

Tidak ada standar yang menuliskan, tetapi ada ketentuan bahwa pil tidak

boleh terlalu keras agar pil hancur dalam saluran pencernaan

VIII. Daftar Pustaka

Page 20: TSBA katekin

Chairul, 2001, Tempuyung Untuk Menghadang Asam Urat, Intisari online.

http : //www.denutrition.com/intisari.

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

Katzung, B. G., dan Trevor, A. J., 1994, Buku Bantu Farmakologi,

diterjemahkan oleh Staf Pengajar, Laboratorium Farmakologi,

Fakultas Kedokteran dan Universitas Sriwijaya, Cetakan I, 223-

229, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Tierney. M. L., Mc Phee. J. S., Papadakis. M. A., 2004, Current Mal

Diagnosis And Treatment, Edisi 43, 723-727, Mc. Grawl-Hill

Companies. Inc, Amerika.

Tjay HT dan Rahardja K, 2007, Obat-Obat Penting Edisi 6, Departemen

Kesehatan RI, PT Gramedia, Jakarta.

Tjitrosoepomo, G., 1988, Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta), 220,

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Utami, P., 2003, Tanaman Obat untuk Mengatasi Rematik dan Asam Urat,

28-30, Agromedia Pustaka, Jakarta.

Utami, I. W., 2008, Efek Fraksi Air Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium

polyanthum Wight.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Pada

Mencit Putih (Mus musculus) Jantan Galur Balb-C Yang Diinduksi

Dengan Kalium Oksonat, Skripsi, Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Wijayakusuma, H., 2002, Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia Rempah,

Rimpang dan Umbi. Prestasi Instan Indonesia, Jakarta.