trip distribusi
DESCRIPTION
analisisTRANSCRIPT
Trip Distribusi
Fakultas Teknik - Universitas Sebelas Maret Surakarta - Indonesia
Mata Kuliah: Perencanaan Transportasi
Definisi
o Trip distribution adalah suatu tahapan yang mendistribusikan
berapa jumlah pergerakan yang menuju dan berasal dari suatu
zona
Pada tahapan ini yang diperhitungkan adalah :
1. Sistem kegiatan (Land use)
2. Sistem jaringan (Aksesibilitas)
Trip distribution merepresentasikan jumlah perjalanan dari zona
asal i ke zona tujuan j, biasanya ditulis dalam bentuk Matriks Asal
Tujuan (MAT), dengan array 2 dimensi.
Tabel Bentuk Umum Matriks Asal Tujuan
Baris : menunjukkan jumlah perjalanan yang berasal dari zona i
Kolom : menunjukkan jumlah perjalanan yang menuju ke zona j
Tij : Jumlah perjalanan dari zona i ke zona j
Oi : Jumlah perjalanan yang berasal dari zona i
Dj : Jumlah perjalanan yang menuju zona j
Selain ditulis dalam bentuk matriks, trip distribution dapat pula
ditulis dalam bentuk Garis Keinginan / Desire Line
j i
1 2 3 . . . . z jTij
1
2
3
.
.
z
T11 T12 T13 . . . . T1Z
T21 T22 T23 . . . . T2Z
T31 T32 T33 . . . . T3Z
. . .
. . .
TZ1 TZ2 TZ3 . . . . TZZ
O1
O2
O3
.
.
OZ
i
Tij D1 D2 D3 . . . . DZ ij
Tij
Metoda Trip Distribution
1. Metoda Faktor Pertumbuhan (Growth Factor)
Pergerakan di masa mendatang adalah pertumbuhan dari
pergerakan pada masa sekarang.
2. Metoda Sintetis (Synthetic Method)
Pada metoda ini sudah mulai mempertimbangkan bukan
saja faktor pertumbuhan tetapi juga mempertimbangkan
faktor aksesibilitas.
METODA FAKTOR PERTUMBUHAN
Bentuk umum :
Tij = tij . E
Dimana : Tij = perjalanan mendatang (future) dari i ke j
tij = perjalanan saat ini (base year) dari i ke j
E = faktor pertumbuhan (Growth Factor)
Jenis model faktor pertumbuhan
o Model Uniform / Seragam
o Model Average
o Model Fratar
o Model Detroit
o Model Furness
1. Model Uniform
Bentuk umum : Tij = tij . E
dimana :
Tij = total pergerakan pada masa mendatang dalam daerah
studi dari zona asal i ke zona tujuan j
tij = total pergerakan pada masa sekarang di daerah studi
dari zona asal i ke zona tujuan j
E = faktor pertumbuhan
= Eksisting Trip (tij) diperoleh dari survei
Ei = tingkat pertumbuhan bangkitan
Ej = tingkat pertumbuhan tarikan
1 2 3 4 Oi Oi’ Ei
1
2
3
4
20 10 10 60
30 30 60 30
30 60 60 50
20 50 20 60
100
150
200
150
200
150
300
150
2
1
1,5
1
Dj 100 150 150 200 600
Dj’ 100 300 300 100 800
Ej 1 2 2 0,5 8/6
Asumsi dasar model uniform
Semua daerah dianggap mempunyai tingkat bangkitan atau tarikan
yang seragam
Total bangkitan = total tarikan
Hasil :
1. Oi model = 133,33 ;Oi’ expected = 200
Berarti : model < expected under estimate
2. Dj model = 133,33 ;Dj’ expected = 100
Berarti : model > expected over estimate
Selanjutnya sel-sel di atas dikalikan dengan 8/6
j i 1 2 3 4 Oi Oi’ Ei 1
2
3
4
26,66 13,33 13,33 80
40 40 80 40
40 80 80 66,6
26,66 66,66 26,66 60
133,33
200
266,66
200
200
150
300
150
1,5
0,75
1,25
0,75
Dj 133,33 200 200 266,66 800
Dj’ 100 300 300 100 800
Ej 0,75 1,5 1,5 0,375
Kelemahan model uniform
o Tidak dapat dipakai pada daerah yang tingkat
pertumbuhannya tidak merata
o Tidak cocok dipakai di Indonesia karena tingkat
pertumbuhan daerah-daerah di Indonesia tidak merata
o Tidak mempertimbangkan aksesibilitas tapi hanya
dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan yang disebabkan
oleh perubahan land use
o Model ini tidak cocok digunakan untuk perencanaan jangka
panjang karena dalam jangka panjang tidak dapat
dijamin bahwa tidak ada perubahan aksesibilitas
2. Model Average / Rata-rata
Persamaan model :
Tij = tij .
dari bentuk model dapat dilihat bahwa perbedaan tingkat pertumbuhan
pada setiap daerah dinetralisir dengan cara dibuat nilai rata-rata.
Dengan data eksisting trip di atas, jika dikerjakan dengan model ini akan
diperoleh:
1 2 3 4 Oi Oi’ Ei
1
2
3
4
30 20 20 75
30 45 90 22,5
37,5 105 105 50
20 75 30 45
145
187,5
297,5
170
200
150
300
150
1,379
0,80
1,008
0,882
Dj 117,5 245 245 192,5 800
Dj’ 100 300 300 100 800
Ej 0,851 1,224 1,224 0,519 1
Contoh untuk sel 11
E 11= (2+1)/2 = 1,5 sehingga isi sel adalah : 20x1,5 = 30
Langkah selanjutnya adalah dicari / dilakukan iterasi ke-2 dst. hingga diperoleh Ein ~ 1 dan Ejn ~ 1
Contoh iterasi ke-2 :
T11 = 30 x
2
851,0379,1 = 33,45 dst.
j
i 1 2 3 4 Oi Oi’ Ei
1
2
3
4
33,45 26,03 26,03 1,18 24,77 45,54 91,08 14,84
34,86 117,18 117,18 38,18
17,33 78,98 31,59 31,52
156,69
176,22
307,39
159,42
200
150
300
150
1,28
0,85
0,98
0,94
Dj 110,40 267,73 265,88 155,71 800
Dj’ 100 300 300 100 800
Ej 0,91 1,12 1,13 0,64 1
3. Model Fratar
Model ini mencoba mengatasi masalah sebelumnya dengan cara:
o Trip distribusi dari suatu zona pada masa mendatang
proporsional dengan trip distribusi pada masa sekarang
o Trip distribusi tersebut dimodifikasi dengan growth factor dari
zona ke mana pergerakan tersebut berakhir
o pengaruh lokasi zona diperhitungkan
Bentuk model :
Li, Lj = efek dari lokasi
o Model ini jarang digunakan karena iterasinya rumit
Tij = tij . Ei . Ej . 2
)LjLi(
5. Model Furness
Bentuk model : Tij = tij . Ei
Pada metode ini : 1. Iterasi lebih sedikit
2. satu set 1 perkalian
Iterasi dilakukan pada :
o Baris dulu, kemudian diperiksa Ei ~ 1 ; Ej ~ 1
o Kolom, kemudian periksa Ei ~ 1 ; Ej ~ 1
o Iterasi diteruskan berganti-ganti antara Ei dan Ej sampai
diperoleh Ei ~ 1 dan Ej ~ 1
4. Model Detroit
Bentuk model : Tij = tij . Ei . Ej/E
dimana, E = faktor pertumbuhan total
Keuntungan model Furness:
o Hanya memerlukan data eksisting trip ditambah dengan perkiraan
pertumbuhan zona di masa mendatang
o Hanya diperlukan iterasi sederhana untuk menghasilkan produk
yang balance
Kerugian model Furness:
o Relatif mahal untuk mendapatkan data eksisting
o Batas zona harus konstan, sehingga tidak ada zona baru pada
masa mendatang
o Tidak dapat digunakan untuk daerah dengan tingkat pertumbuhan
pesat
o Tidak memperhitungkan tingkat aksesibilitas
o Tidak memperhitungkan transport impedance (time distance, cost
antarzona)
METODE SINTETIS
Metode yang mendasarkan pada asumsi bahwa :
o Sebelum pergerakan pada masa mendatang diramalkan, terlebih
dahulu harus dipahami alasan terjadinya pergerakan pada masa
sekarang
o Alasan tersebut kemudian dimodelkan dengan menggunakan
analogi hukum alam yang sering terjadi
Prinsip yang mendasari metode ini adalah bahwa pergerakan dari
zona asal ke zona tujuan berbanding lurus dengan besarnya
bangkitan lalu lintas di zona asal dan juga tarikan lalu lintas di zona
tujuan, serta berbanding terbalik dengan jarak (kemudahan/kesulitan)
antara kedua zona tersebut. Model semacam ini menjadikan survei
yang dibutuhkan semakin berkurang.
Sebagai contoh pola pergerakan dengan maksud bekerja di dalam kota
dapat dimodel dengan menggunakan beberapa peubah seperti
sebaran lokasi pekerja, lokasi lapangan kerja, dan biaya perjalanan.
Hal yang sama dengan pola pergerakan dengan maksud belanja dapat
dimodel dengan mempelajari kemampuan daya beli dan luas pusat
perbelanjaan.
Model sintetis yang biasa dipakai adalah:
1. Model Gravity
2. Model Intervening- opportunity
3. Model Gravity-Oppurtunity
Model Gravity
Model ini dikembangkan analog dengan Hukum Gravitasi Newton
Gaya tarik menarik atau tolak menolak antara 2 buah benda
berbanding lurus dengan masa kedua benda tersebut dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya (Hukum Newton 1),
yang diyatakan dalam dengan persamaan :
Fid = G. 2
id
di
d
m.m
Fid ~ 2
id
di
d
m.m
dengan G= konstanta gravitasi
Pertidaksamaan
Sekalipun terlihat realistis, ternyata persamaan tersebut di atas
menghasilkan kenyataan yang membingungkan dan merupakan
kesalahan fatal jika digunakan dalam aspek transportasi. Mengapa
demikian?
Jika salah satu nilai Oi dan salah satu nilai Dd menjadi dua kali, maka
pergerakan antara dua zona meningkat empat kali (padahal
sebenarnya hanya dua kali saja). Untuk itu maka persamaan yang
membatasi Tid diperlukan, yakni :
d
idT = Oi dan i
idT = Dd
Tid = k. 2
.
id
i
d
DOd
; dengan d
idT = Oi dan i
idT = Dd
Sehingga persamaan menjadi
Oi dan Dd menyatakan jumlah pergerakan yang berasal dari zona i dan
yang berakhir di zona d. Oleh karena itu penjumlahan sel MAT menurut
baris menghasilkan total pergerakan yang berasal dari setiap zona,
sedangkan penjumlahan menurut kolom akan menghasilkan total
pergerakan yang menuju ke setiap zona.
o Oi dan Dd diidentikkan dengan massa benda 1 dan 2
o Aksesibilitas diidentikkan dengan jarak dua benda tsb.
o Aksesibilitas dinyatakan (dalam konteks ini) sebagai f(cid).
Sedang Cid adalah detterance function atau disebut sebagai
fungsi hambatan yaitu fungsi dari (jarak, biaya,waktu), sehingga
model GR dapat dinyatakan dalam bentuk :
Tid ≈ Oi . Dd . f(cid)
Agar sesuai dengan konteks transport, maka diperlukan
batasan yakni : d
idT = Oi dan i
idT = Dd, sehingga bentuk
umum model Gravity menjadi:
Tid = Ai . Oi . Bd . Dd . f(Cid)
o Oi,Dd = trip generation
o Ai,Bd = faktor penyeimbang/balancing factor
o f(Cid) = fungsi faktor penghambat/transport impedance/
detterance function
Dengan demikian untuk sembarang MAT adalah :
Batasan d
idT = Oi dan i
idT = Dd dipenuhi jika digunakan Ai
dan Bd, yang nilainya adalah :
d
iddd
ifDB
A)..(
1 dan
i
idii
dfOA
B)..(
1
d
idi TO ; i
idd TD ;
i d
idTT
Dd D1 D2 D3 T
To From
1 2 3 Oi
1 T11 T12 T13 O1
2 T21 T22 T23 O2
3 T31 T32 T33 O3
Dd D1 D2 D3 T
Sejauh ini tidak ada bukti yang mendukung bahwa jarak memegang
peranan yang sama antara hukum Newton dengan bidang transportasi,
sehingga perlu digunakan bentuk umum jarak, waktu, dan biaya yang
biasa disebut sebagai fungsi hambatan transportasi f(Cid) atau
Detterance Function .
Jenis-jenis Detterance Function:
1. Model negatif eksponential : f(cid) = e –ß Cid
2. Fungsi Power : f(cid) = Cid-α
3. Fungsi Tanner : f(cid) = Cid α . e –ß Cid
Jenis-jenis Model Gravity:
1. Model Gravity Tanpa Batasan (Unconstrain Gravity =UCGR)
dipakai jika data Oi dan Dd tidak akurat
2. Model Gravity dengan Batasan Bangkitan (Production
Constrained Gravity = PCGR)
o dipakai jika data Dd tidak akurat
Syarat: Oi ≠ d
idT
Dd ≠ i
idT
Ai = 1, untuk seluruh i
Bd = 1, untuk seluruh d
Syarat: Oi = d
Tid
Dd ≠ i
Tid
Oi = d
Tid
Oi = d
idCfDdBdOiAi ))(....(
Oi = Ai . Oi . d
idCfDdBd ))(..(
Ai = d
idCfDdBd ))(..(
1 Bd = 1
o Model Attraction Constrain atau Model Gravity dengan Batasan
Tarikan (ACGR)
dipakai jika data Oi tidak akurat
Syarat: Dd = i
Tid
Oi ≠ d
Tid
Dd = i
Tid
Dd = i
idCfDdBdOiAi ))(....(
Dd = Bd . Dd . i
idCfOiAi ))(..(
Bd = i
id))c(f.Oi.Ai(
1
Ai = 1
o Model Doubly Constrain/Production Attraction Constrain atau
Model Gravity dengan Dua Batasan
dipakai jika diyakini data Oi dan Dd semua akurat
Syarat: Dd = i
Tid
Oi = d
Tid
Ai = d
id))c(f.Dd.Bd(
1
Bd = i
id))c(f.Oi.Ai(
1
• Model
Misalkan dari hasil trip generation, dihasilkan bangkitan dan
tarikan pergerakan, seperti dalam Matrik Distribusi pergerakan di
bawah ini:
ZONA 1 2 3 4 Oi
1 200
2 300
3 350
4 150
Dd 300 200 150 350 1000
Selain itu juga terdapat informasi mengenai aksesisbilitas antarzona yang
dapat berupa jarak, waktu tempuh, dan biaya seperti berikut :
TABEL MATRIKS BIAYA (Cid)
ZONA 1 2 3 4
1 5 20 35 50
2 15 10 50 25
3 55 25 10 30
4 25 15 45 5
• Jika dianggap fungsi hambatan mengikuti fungsi eksponensial
negatif dan β = 0,095 maka dapat dicari nilai Exp(-β.cid) pada
masing-masing sel
TABEL MATRIKS Exp (-β.Cid)
ZONA 1 2 3 4
1 0,621145 0,148858 0,035674 0,008549
2 0,239651 0,385821 0,008549 0,092462
3 0,005310 0,092462 0,385821 0,057433
4 0,092812 0,239651 0,013764 0,621145
Dengan menggunakan persamaan :
Tid = Ai . Oi . Bd . Dd . f(Cid)
o Model UCGR :
Ai = 1, untuk seluruh i
Bd = 1, untuk seluruh d
T11 = A1 . O1 . B1 . D1 . f(C11)
= 1 . 200 . 1 . 300 . 0,621145 = 209
T12 = A1 . O1 . B2 . D2 . f(C12)
= 1 . 200 . 1 . 200 . 0,148858 = 33
dst
TABEL MAT akhir hasil model UCGR
ZONA 1 2 3 4 oi Oi Ei Ai
1 209 33 6 3 252 200 0,794 1,0
2 121 130 2 54 307 300 0,976 1,0
3 3 36 114 39 192 350 1,818 1,0
4 23 40 2 183 248 150 0,604 1,0
dd 356 240 124 280 1000
Dd 300 200 150 350 1000
Ed 0,842 0,834 1,215 1,249
Bd 1,0 1,0 1,0 1,0
o Model PCGR :
Ai = d
idCfDdBd ))(..(
1
Bd = 1, untuk seluruh d
A1= )exp(..)exp(..)exp(..)exp(..
1
1444133312221111 CDBCDBCDBCDB
A2= )exp(..)exp(..)exp(..)exp(..
1
2444233322222111 CDBCDBCDBCDB
dst.....
T11 = A1 . O1 . B1 . D1 . f(C11)
= 0,00446 . 200 . 1 . 300 . 0,621145 = 166
T12 = A1 . O1 . B2 . D2 . f(C12)
= 0,00446. 200 . 1 . 200 . 0,148858= 27
Dst....
TABEL MAT akhir hasil model PCGR
ZONA 1 2 3 4 oi Oi Ei Ai
1 166 27 5 3 200 200 1,0 0,00446
2 118 127 2 53 300 300 1,0 0,00547
3 6 66 207 72 350 350 1,0 0,01020
4 14 23 1 110 150 150 1,0 0,00339
dd 304 244 214 238 1000
Dd 300 200 150 350 1000
Ed 0,987 0,821 0,699 1,470
Bd 1,0 1,0 1,0 1,0
o Model ACGR :
Bd = i
id))c(f.Oi.Ai(
1
A1 = 1, untuk seluruh i
B1= )exp(..)exp(..)exp(..)exp(..
1
1444133312221111 COACOACOACOA
B2= )exp(..)exp(..)exp(..)exp(..
1
2444233322222111 COACOACOACOA
dst.....
T11 = A1 . O1 . B1 . D1 . f(C11)
= 1 . 200 . 0,00472 . 300 . 0,621145 = 176
T12 = A1 . O1 . B2 . D2 . f(C12)
= 1. 200 . 0,00468 . 200 . 0,148858 = 28
Dst....
TABEL MAT akhir hasil model ACGR
ZONA 1 2 3 4 oi Oi Ei Ai
1 176 28 7 4 215 200 0,929 1,0
2 102 108 3 68 281 300 1,069 1,0
3 3 30 138 49 220 350 1,590 1,0
4 20 34 2 228 284 150 0,528 1,0
dd 300 200 150 350 1000
Dd 300 200 150 350 1000
Ed 1,0 1,0 1,0 1,0
Bd 0,00472 0,00468 0,00681 0,00701
o Model DCGR :
Ai = d
idCfDdBd ))(..(
1
Bd = i
id))c(f.Oi.Ai(
1
A1= )exp(..)exp(..)exp(..)exp(..
1
1444133312221111 CDBCDBCDBCDB
A2= )exp(..)exp(..)exp(..)exp(..
1
2444233322222111 CDBCDBCDBCDB
dst.....
B1= )exp(..)exp(..)exp(..)exp(..
1
1444133312221111 COACOACOACOA
B2= )exp(..)exp(..)exp(..)exp(..
1
2444233322222111 COACOACOACOA
dst.....
TABEL Nilai Ai dan Bd pada setiap pengulangan
Pengu-
langan A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4
Pengu-
langan
1 1 1 1 1 0
3 2
5 4
7 6
Dst
n n-1
TABEL MAT akhir hasil model DCGR
ZONA 1 2 3 4 oi Oi Ei Ai
1 170 22 3 4 200 200 1,0 0,00467
2 114 101 1 84 300 300 1,0 0,00539
3 7 63 145 135 350 350 1,0 0,01196
4 10 14 0 126 150 150 1,0 0,00240
dd 300 200 150 350 1000
Dd 300 200 150 350 1000
Ed 1,0 1,0 1,0 1,0
Bd 0,97663 0,80853 0,59983 1,60876